PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK SISTEM PENGKONDISIAN UDARA UNTUK GEDUNG PERKANTORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Mesin Diajukan Oleh: STEFANUS ANDY PRASETYA NIM : PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009 i

2 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK AIR CONDITIONING SYSTEM FOR OFFICE BUILDING FINAL ASSIGNMENT Presented As Partial Fulfillment Of The Requirement To Obtain The Sarjana Teknik Degree In Mechanical Engineering Presented by: STEFANUS ANDY PRASETYA Student Number: MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA 2009 ii

3 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK iii

4 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK iv

5 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK v

6 vi

7 PERSEMBAHAN Tugas akhir yang ber judul Perancangan Sistem Pengkondisian Udara Untuk Gedung Perkantoran ini saya persembahkan untuk Bangsa Indonesia agar dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan. Juga kepada orang tua penulis yang telah menbesarakan, mendidik, memberikan semangat dan dorongan, dan membiayai penulis. vii

8 INTISARI Pengkondisian udara adalah proses perlakuan terhadap udara untuk mengatur temperatur, kelembaban, kebersihan, dan pendistribusiannya secara merata guna mencapai kondisi nyaman yang dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktivitasnya. Kondisi yang nyaman dalam ruangan dapat menambah efektifitas kerja serta membuat orang yang bekerja menjadi lebih rileks sehingga tidak mudah setres. Beban pendinginan ruangan dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain adalah perpindahan panas melalui bangunan, radiasi kaca, lampu penerangan, penghuni ruangan, peralatan listrik, infiltrasi, dan ventilasi. Pada perancangan ini, penulis memilih pendinginan water chiller yang menggunakan siklus kompresi uap, dan menggunakan air sebagai refrigerant skunder dengan system udara penuh. Dari perhitungan yang didapat, beban pendinginan maksimal yang terjadi sebesar ,02 BTU / hr atau 43,92 TR. Dalam sistem perpipaan air pendingin yang digunakan untuk mengalirkan air pendingin dalam pedinginan ruangan digunakan sistem Two Pipe Direct Return System. Sistem ini mempunya 2 buah pipa utama, yaitu sebuah pipa suplai dan sebuah pipa balik. Sedangkan untuk sistem penyaluran udara atau sistem dalam perhitungannya menggunakan metode gesek sama (the equal friction method). viii

9 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dalam perkuliahan program S- Tugas Akhir merupakan salah satu persyaratan yang wajib ditempuh setiap Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta agar dapat menyelesaikan studi. Tugas akhir ini dapat dikatakan sebagai pelatihan dan pembelajaran dalam perancangan system pengkondisian udara (air conditioning) dalam dunia kerja. Tugas Akhir ini membahas mengenai perancangan, pemilihan alat, perhitungan beban pendinginan yang terjadi pada sebuah gedung, dalam hal ini adalah Gedung Perkantoran Direktorat Jendral Pajak yang berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sistem pengkondisian udara telah banyak digunakan pada saat ini untuk mendapatkan kenyamanan dalam beraktifitas, maupun dalam mendukung proses-proses produksi dalam dunia industry. Banyak sekali tempat-tempat lain yang telah menggunakan sistem pengkondisian udara, missalnya adalah apartemen, rumah sakit, intuisi pendidikan, pusat perbelanjaan, dan kendaraan seperti bus, kereta api, dan pesawat terbang. ix

10 Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada:. Bapak Yosef Agung S.T., M.T selaku Dekan fakultas Sains dan Teknologi. 2. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin. 3. Bapak Ir. P.K. Purwadi.M.T. selaku Dosen pendamping. 4. Seluruh staf pengajar jurusan Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma. 5. Orang Tua yang telah mendidik dan memberikan berbagai ilmu pengetahuan yang sangat membantu penyelesaian Tugas Akhir ini. 6. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini. Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, khususnya yang mendalami bidang pengkondisian udara. Yogyakarta, 8 November 2009 Penulis (Stefanus Andy Prasetya) x

11 DAFTAR ISI Halaman Judul i Title page ii Halaman Persetujuan Pembimbing iii Halaman Pengesahan iv Halaman Pernyataan v Halaman Persembahan vii Intisari viii Kata pengantar ix Daftar Isi xi Daftar Tabel xv Daftar Gambar xvii BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah.2 Tujuan Perancangan 3.3 Batasan Masalah 4.4 Asumsi 4.5 Manfaat 5 BAB II DASAR TEORI 2. Teori Perancangan Hukum Thermodinamika. 2.3 Mesin Pendingin 2.3. Mekanisme kerja system pendingin Macam-macam Penyegaran Udara yang sering dipakai Beban Pendinginan Beban kalor ruangan dan udara penyegar. 24 Penggolongan system peyegaran udara 24 xi

12 2.5. Sistem Udara-Penuh Sistem Air-Udara Sistem Air-Penuh Sistem Udara tunggal Macam-macam Sistem Perpipaan Series Loop System One Pipe Main System Two Pipe Direct Return System Two Pipe Reverse Return System 2.7 Ducting 3 32 BAB III SKEMATIK GEDUNG 3. Denah Gedung. 34 a. Denah Ruangan lantai. 36 b. Denah Ruangan lantai c. Denah Ruangan lantai d. Denah Ruangan lantai e. Denah Ruangan lantai f. Denah Ruangan lantai g. Denah Ruangan lantai Skema Pengkondisian Udara Gedung 50 BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN 4. Kondisi Perancangan Bangunan Kondisi Udara perancangan dalam ruangan Kondisi udara diluar ruangan Panas melalui kaca Panas melalui dinding Perhitungan beban pendinginan tiap lantai xii 69

13 4.2. Lantai Lantai Lantai Lantai Lantai Lantai Lantai Psychometric Chart 03 BAB V MESIN PENDINGIN 5. Siklus pada chiller Pemilihan chiller Cooling Tower Skema rangkaian Pemasangan Water Chiller.. 32 BAB VI SISTEM PERPIPAAN 6. Pemilihan Sistem Perpipaan Perhitungan Dimensi Sistem Perpipaan yang dipergunakan Pemilihan Bahan Pipa yang digunakan Langkah perhitungan pada Sistem Perpipaan Perhitungan Rugi-rugi yang terjadi pada perpipaan cooling tower Perhitungan Rugi-rugi perpipaan AHU tiap Lantai Perhitungan head pompa. 52 BAB VII SISTEM DUCTING 7. Metode Perancangan salauran Udara Pemilihan AHU Untuk Tiap lantai Perancanngan Sistem Ducting Lantai Perhitungan Rugi-rugi Tekanan (Pressure Loss) xiii 63

14 7.5 Perancanngan Sistem Ducting Lantai Perancanngan Sistem Ducting Lantai Perancanngan Sistem Ducting Lantai Perancanngan Sistem Ducting Lantai Perancanngan Sistem Ducting Lantai Perancanngan Sistem Ducting Lantai 7a Perancanngan Sistem Ducting Lantai 7b Perancanngan Sistem Ducting Lantai 7c 92 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8. Kesimpulan Saran.. 96 xiv

15 DAFTAR TABEL Tabel 2. Jumlah orang biasanya 8 Tabel 2.2 Kalor sensible dari peraalatan listrik. 8 Tabel 4. Kondisi udara kering dalam ruangan rancang 58 Tabel 4.2 Kondisi udara kering luar ruangan rancangan.. 58 Tabel 4.3 Koefisien perpindahan panas 60 Tabel 4.4 Cooling Load Temperature Diffeerences melalui kaca. 60 Tabel 4.5 Shading Coefficients untuk Kaca 6 Tabel 4.6 Solar Heat Gain Factors untuk kaca 62 Tabel 4.7 Cooling Load Factor for Glass Without Interior Shading. 64 Tabel 4.8 Wall Construction Group Description.. 65 Tabel 4.9 Cooling Load Temperature Differences melalui dinding.. 66 Tabel 4.0 Koreksi CLTD Untuk Garis Lintang Tabel 4. Jumlah Orang Biasanya 75 Tabel 4.2 Sensibel dan laten Heat gain pada manusia.. 75 Tabel 4.3 Ventilation requirements for Occupants.. 77 Tabel 4.4 Data hasil Perhitungan beban pendinginan pada lantai. 78 Tabel 4.5 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai Tabel 4.6 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 3 86 Tabel 4.7 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 4 90 Tabel 4.8 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 5 94 Tabel 4.9 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 6 98 Tabel 4.20 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 7 02 Tabel 5. Spesifikasi Data Water Cooled Screw Chiller. 26 Tabel 5.2 Data Siklus Water Chiller dari P-h Diagram.. 28 Tabel 5.3 Spesifikasi Dasta Cooling Tower 3 Tabel 6. Hasil perhitungan laju aliran air pendingin menuju AHU.. 36 Tabel 6.2 Equivalent Feet of Pipe for Piping and Valve. xv 42

16 Tabel 6.3 Data hasil perhitungan rugi-rugi perpipaan pada cooling tower. 46 Tabel 6.4 Equivalent Feet of Pipe for Piping and Valves Tabel 6.5 Data hasil perhitungan rugi-rugi perpipan menuju AHU 5 Tabel 6.6 Data hasil perhitungan tinggi angkat static pompa.. 54 Tabel 6.7 Spesifikasi Data pompa 55 Tabel 7. Recommended maximum duck Velocity system (FPM) 58 Tabel 7.2 Pemilihan model AHU untuk tiap lantai... 6 Tabel 7.3 Rugi gesek yang terjadi pada main tiap lantai 6 Tabel 7.4 Ukuran untuk lantai 62 Tabel 7.5 Loss Coefficients (C) untuk sambungan (fitting 90o rectangular elbow) 64 Tabel 7.6 Pressure loss lantai 65 Tabel 7.7 Ukuran untuk lantai Tabel 7.8 Pressure loss untuk lantai Tabel 7.9 Ukuran untuk lantai 3. 7 Tabel 7.0 Pressure loss untuk lantai Tabel 7. Ukuran untuk lantai Tabel 7.2 Pressure loss untuk lantai Tabel 7.3 Ukuran dacting untuk lantai 5. 8 Tabel 7.4 Pressure loss untuk lantai Tabel 7.5 Ukuran untuk lantai Tabel 7.6 Pressure loss urtuk lantai Tabel 7.7 Ukuran untuk lantai 7a 88 Tabel 7.8 Pressure loss lantai 7a.. 89 Tabel 7.9 Ukuran untuk lantai 7b 90 Tabel 7.20 Pressure loss untuk lantai 7b 9 Tabel 7.2 Ukuran untuk lantai 7c 93 Tabel 7.22 Pressure loss untuk lantai 7c. 94 xvi

17 DAFTAR GAMBAR Gambar 2. Skematik Mesin AC 2 Gambar 2.2 Unit Pengolahan udara 7 Gambar 2.3 Unit Koil-kipas Udara 8 Gambar 2.4 Unit Induksi Jenis Tekanan Tinggi 9 Gambar 2.5 Unit Induksi Jenis Tekanan Rendah 9 Gambar 2.6 Penyegar Udara Paket 20 Gambar 2.7 Pendingin Ruangan Jenis Jendela 2 Gambar 2.8 Series Loop Piping System 29 Gambar 2.9 OnePipe Main System 30 Gambar 2.0 Two Pipe Direct Return System 3 Gambar 2. Two Pipe Reserve Return System 32 Gambar 3. Gedung Direktorat Jendral Pajak 34 Gambar 3.2 Denah Gedung Kantor direktorat Jendral Pajak Lantai 37 Gambar 3.3 Denah Gedung Kantor direktorat Jendral Pajak Lantai 2 39 Gambar 3.4 Denah Gedung Kantor direktorat Jendral Pajak Lantai 3 4 Gambar 3.5 Denah Gedung Kantor direktorat Jendral Pajak Lantai 4 43 Gambar 3.6 Denah Gedung Kantor direktorat Jendral Pajak Lantai 5 46 Gambar 3.7 Denah Gedung Kantor direktorat Jendral Pajak Lantai 6 45 Gambar 3.8 Denah Gedung Kantor direktorat Jendral Pajak Lantai 7 47 Gambar 3.9 Skema Pengkondisian Udara Lantai 49 Gambar 3.0 Skema Pengkondisian Udara Lantai 2 5 Gambar 3. Skema Pengkondisian Udara Lantai 3 52 Gambar 3.2 Skema Pengkondisian Udara Lantai 4 53 Gambar 3.3 Skema Pengkondisian Udara Lantai 5 54 Gambar 3.4 Skema Pengkondisian Udara Lantai 6 55 Gambar 3.5 Skema Pengkondisian Udara Lantai 7 56 Gambar 4. Psychometric chart lantai 3 xvii

18 Gambar 4.2 Psychometric chart lantai 2 4 Gambar 4.3 Psychometric chart lantai 3 5 Gambar 4.4 Psychometric chart lantai 4 6 Gambar 4.5 Psychometric chart lantai 5 7 Gambar 4.6 Psychometric chart lantai 6 8 Gambar 4.7 Psychometric chart lantai 7 9 Gambar 5. Sirkuit sistem Pendinginan Chiller 2 Gambar 5.2 Siklus Kompresi Uap pada Mesin Chiller 2 Gambar 5.3 Diagram P-h 27 Gambar 5.4 Water Cooled Screw Chiller 28 Gambar 5.5 Cooling Tower 29 Gambar 5.6 Skema Pemasangan Pipa Saluran Cooling Tower ke Kondensor 56 Gambar 5.7 Skema Lengkap Water Chiller 32 Gambar 6. Two pipe Direct Return System 34 Gambar 6.2 Rangkaian Perpipaan Untuk Menara Pendingin 4 Gambar 6.3 Friction Loss for Water in Schedule 40 steel Pipe-Open System 39 Gambar 6.4 Friction Loss for Water in Schedule 40 steel Pipe-Closed System 40 Gambar 6.5 Skema Sistem Perpipaan yang Dipakai Gedung pajak 47 Gambar 6.6 Unjuk Kerja Pompa ntuk Sistem Perpipaan 53 Gambar 7. Friction loss for air flow in galvanized steel round 59 Gambar 7.2 Equivalent Round Duct Size 60 Gambar 7.3 Skema Sederhana Sistem Perpipaan AHU Lantai 62 Gambar 7.4 Skema Sederhana Sistem Ducting AHU Lantai 2 67 Gambar 7.5 Skema Sederhana Sistem Ducting AHU Lantai 3 7 Gambar 7.6 Skema Sederhana Sistem Ducting AHU Lantai 4 76 Gambar 7.7 Skema Sederhana Sistem Ducting AHU Lantai 5 80 Gambar 7.8 Skema Sederhana Sistem Ducting AHU Lantai 6 84 Gambar 7.9 Skema Sederhana Sistem Ducting AHU Lantai 7a 88 Gambar 7.0 Skema Sederhana Sistem Ducting AHU Lantai 7b 90 Gambar 7. Skema Sederhana Sistem Ducting AHU Lantai 7c 92 xviii

19 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia yang semakin maju, baik dalam dunia industri maupun dalam dunia usaha, serta meningkatnya taraf hidup manusia, menuntut orang untuk bekerja lebih baik agar dapat mendapatkan hasil yang maksimal. Agar mandapatkan hasil yang lebih baik dalam bekerja, kenyamanan dalam ruang kerja sangat mempengaruhi. Ketidak nyamanan dalam ruangan kerja bisa dikarenakan orang yang melakukan aktifitas di dalam ruangan merasa gerah, ruangan terasa panasan atau udara yang berada di dalam ruangan tersebut tidak bersih dan segar. Ruangan yang nyaman dapat membuat orang di dalamnya merasa nyaman, rileks juga dapat membuat orang yang bekerja di dalamnya dapat berkonsentrasi lebih baik dalam pekerjaannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenyamanan dalam ruangan, misalnya faktor kebersihan, bentuk dan ukuran ruangan, warna dominan ruangan, penempatan obyek-obyek dalam ruangan, dan yang tak kalah pentingnya adalah sirkulasi udara dalam ruangan dan lain sebagainya. Kenyamanan suatu ruangan sangat penting untuk ditinjau karena dengan kondisi lingkungan yang sejuk dan nyaman mampu memberikan inspirasiinspirasi baru bagi penggunanya. Suhu ruangan sangat berpengaruh pada kenyamanan dalam ruangan atau dalam ruang kerja, apa lagi Indonesia yang merupakan daerah tropis yang memiliki keadaan lingkungan yang cenderung

20 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 2 panas, membuat suhu ruangan kerja menjadi tidak nyaman dan panas, sehingga membuat orang yang berada di dalamnya menjadi kurang nyaman, menjadi kurang rileks dan juga dapat menyebabkan orang mudah stres. Untuk mendapat ruangan dengan suhu yang nyaman, pada setiap ruangan dibutuhkan fentilasi udara atau alat untuk mengatur suhu dalam ruangan tersebut. Dengan adanya fentilasi udara atau alat pengatur suhu membuat ruangan menjadi sejuk dan nyaman. Banyaknya jumlah ruangan dan luasnya gedung, baik gedung perkantoran, rumah sakit, pusat perbelanjaan dan lain sebagainya, tidak memungkinkan untuk membuat fentilasi udara yang dapat memenuhi kebutuhan udara serta dapat mengeluarkan panas dalam ruangan, ini dikarenakan akan membutuhkan banyak fentilasi udara. Untuk mengurangi jumlah fentilasi udara dan untuk membuang panas dalam ruangan yang bisa diakibatkan oleh banyaknya orang yang berada dalam ruangan, dapat menggunakan mesin-mesin pendingin atau yang lebih dikenal dengan nama AC (Air Condition). Mesin-mesin pendingin pada dewasa ini semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Penggunaan umum mesin pendingin adalah mengawetkan makanan sebab pada suhu biasa (kamar) makanan cepat menjadi busuk. Sedangkan kegunaan lain dari mesin pendingin adalah untuk mendinginkan ruangan atau untuk penyejuk ruangan. Dalam ruangan yang menggunakan mesin pendingin, temperatur dan kelembaban yang di inginkan oleh pengguna ruangan dapat diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keinginan pemakainya, sehingga dapat merasa nyaman dalam beraktifitas.

21 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 3 Pada mulanya pengkondisian udara itu dimaksudkan untuk memperbaiki proses suatu pekerjaan dan bukan untuk kenyamanan kerja. Tapi pada akhirnya juga dipakai untuk kenyamanan bekerja agar didapat efisiensi kerja yang lebih baik. Dalam dunia kedokteran dan industri mesin-mesin pendingin juga sangat di perlukan, missal; untuk mendapatkan suhu tertentu dalam tempat penyimpanan obat, mendinginkan ruang pasien serta ruang dokter sengingga ruangan menjadi sejuk dan nyaman. Dalam perkantoran, mesin pendingin digunakan untuk mendinginkan ruangan kerja, memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Dalam gedung perkantoran, rumah sakit, hotel, pusat pebelanjaan dan lain sebagainya, sekarang ini mesin-mesin pendingin sudah bisa dikatakan sebagai kebutuhan hidup, ini dikarenakan mesin-mesin pendingin ini mampu memberikan rasa nyaman pada pemakaiannya..2 Tujuan perancangan Penulisan ini merupakan Tugas Akhir, guna memenuhi persyaratan kelulusan akademik, dengan tujuan yang ingin dicapai adalah: a. Memenuhi kebutuhan akan udara segar pada gedung perkantoran (kantor Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak, Yogyakarta), sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna gedung yang bekerja didalamnya atau pendatang yang dating agar merasa nyaman berada didalam gedung.

22 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 4 b. Mendistribusikan udara segar (fresh air) dari luar ruangan kedalam ruangan agar merata, dengan kecepatan yang sama. c. Menjaga temperatur dan kelembaban udara di dalam ruangan agar selalu sesuai dengan kebutuhan pengguna ruangan..3 Batasan Masalah Agar bahasan yang dibicarakan selanjutnya berada pada lingkup yang jelas, maka penulis ingin memberikan batasan masalah yang akan dibahas selanjutnya.. Disini akan membahas mengenai perancangan sistem pengkondisian udara kantor Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak, yang berada di Jl. Ring Road Utara No: 0 Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. 2. Yang dilakukan dalam perancangan adalah menghitung beban pendinginan dalam gedung, merancang sistem udara untuk tiap lantai gedung, menggunakan chiller dalam pendinginannya serta perancangannya, dan merangkai sistem perpipaan aliran air pendingin yang digunakan untuk mendinginkan udara..4 Asumsi Dalam perancangan sistem pengkondisian udara pada gedung kantor pajak, diasumsikan temperatur rancang di dalam ruangan adalah 25,6 C (temperatur bola kering) dengan kelembaban 45% dan 9,2 o C (temperatur bola basah).

23 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 5 Untuk asumsi temperatur udara kering rancang di luar ruangan 32 o C (89,6 o F) dengan kelembaban 64% dan 26,2 o C temperatur udara basah. Kondisi cuaca di Yogyakarta diasumsikan sama dengan cuaca di Jakarta. Jakarta terletak pada 6 o LS dan 07 o BT. Kondisi cuaca terpanas diambil pada bulan terpanas yaitu bulan Oktober..5 Manfaat. Manfaat yang didapat dari perancangan adalah: a. Memberi kenyamanan dalam bekerja sehingga menambah efektifitas kerja. b. Kebutuhan akan udara segar yang terpenuhi membuat orang merasa nyaman, rilex dalam bekerja sehingga tidak mudah stres.

24 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK BAB II DASAR TEORI 2. Teori Perancangan Mesin pendingin (refrigerator) dan pengkondisian udara adalah ilmu terapan dari teori perpindahan kalor dan termodinamika karena terdapat aspek perpindahan kalor dan juga proses-proses termodinamika dalam siklus refrigerasi. Hukum Termodinamika I menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan, tetapi dapat diubah bentuknya menjadi bentuk energi lain. Energi itu didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja dan panas merupakan salah satu bentuk energi. Sedangkan Hukum Termodinamika II menyatakan bahwa perpindahan panas berlangsung jika terdapat perbedaanperbedaan temperatur. Panas itu akan mengalir dari benda bertemperatur tinggi ke temperetur rendah, kejadian ini akan berlangsung hingga dicapai keseimbangan temperatur. Pada sistem pengkondisian udara terdapat aspek pendinginan ruangan yang menjadi dingin karena adanya pepindahan kalor dari suhu yang tinggi ke suhu yang lebih rendah. Dalam siklus refrigerasi, untuk memindahkan panas menggunakan fluida kerja yang dinamakan refrigerant. Fluida adalah setiap benda/materi yang dapat mengalir, benda itu dapat berupa cairan maupun gas. Refrigeran adalah fluida yang akan dipakai untuk menghisap panas dari suatu tempat atau dari suatu benda. Refrigerant merupakan media kerja yang berubah 6

25 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 7 phasa secara bolak balik, yaitu menjadi uap setelah mengambil/menghisap panas dan menjadi fluida kembali setelah membuang panas. Fluida yang mengalir mempunyai tekanan yang dinamakan tekanan fluida, yaitu adalah gaya yang bekerja persatuan luas. Dapat juga dikatakan bahwa tekanan sebagai ukuran intensitas gaya pada satu satuan luas permukaan. Tekanan benda padat beda dengan benda cair, pada benda padat keseluruhan berat benda itu menekan kepermukaan yang terkena kontak langsung, tetapi pada benda cair bukannya hanya tekanan kearah bawah tetapi juga tekanan keseluruh wadah. Untuk memungkinkan terjadinya perpindahan kalor dibutuhkan adanya perbedaan temperatur yang disebabkan oleh adanya panas. Panas adalah salah satu bentuk energi yang tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Panas hanya dapat dipindahkan, jika terdapat perbedaan temperatur. Panas dapat dibedakan menjadi 2 macam: a. Panas sensibel Panas sensibel adalah panas yang dapat diukur, panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan/penurunan temperatur. Semua benda baik padat, cair maupun gas mempunyai panas sensibel selama berada diatas temperatur 0 o absolut. b. Panas laten Panas laten adalah panas yang diperlukan untuk merubah phasa benda, mulai dari titik lelehnya atau titik didihnya atau titik bekunya sampai benda itu secara sempurna berubah phasa, tapi temperatur tetap.

26 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 8 Beban kalor sensibel dari orang yang berada di dalam ruangan, jika orang didalam ruangan tidak diketahui dengan pasti maka bisa digunakan tabel 2.. Tabel 2. Jumlah orang biasanya (Sumber: Wiranto aris munandar, Haizo Saito, hal.63) Kamar di hotel atau rumah sakit Kantor, salon kecantikan, tempat potong rambut, stodio Toko, rumah, apartemen Ruang pertemuan, tempat minum, restaurant, bar. Toko serba ada Gedung pertunjukan Luas lantai 0 m 2 Luas lantai 0 m 2 Luas lantai 0 m 2 Luas lantai 0 m 2 Luas lantai 2-0 m 2 Luas lantai 0.8 m 2 orang 2 orang 3 orang 6 orang orang orang Tabel 2.2 Kalor sensibel dari peralatan listrik (Sumber: Wiranto aris munandar, Haizo Saito, hal.64) Pemanas per kw 0,860 kcl/kw Motor listrik per kw 0,860 kcl/kw Lampu per kw 0,860 kcl/kw (pijar).000 kcl/kw (neon) Beban kalor sensible dari orang yang berada di dalam dalam ruangan berbedabeda. Kegiatan orang, dan faktor kelompok atau group factor (anak-anak, pria dewasa) di dalam ruangan mempengaruhi besarnya beban kalor sensible dari orang.

27 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Hukum Thermodinamika Menurut hukum thermodinamika ke II bahwa perpindahan panas akan terjadi dari temperatur tinggi ketemperatur yang lebih rendah. Perpindahan panas ini akan terjadi dengan cara:. Konduksi 2. Konveksi 3. Radiasi Dengan ketiga cara diatas panas dipindahkan sehingga terjadinya transfer kalor.. Konduksi Konduksi digambarkan sebagai perpindahan panas diantara molekul-molekul dari suatu benda, atau antara benda yang saling bersinggungan. Jika perpindahan panas ini terjadi hanya dalam dalam satu benda, maka hal itu hanya akan terjadi selama belum dicapai kesetimbangan dalam temperatur. Cepat lambatnya perpindahan panas secara konduksi akan berbeda dari benda satu dengan benda yang lain, tergantung dari jenis bahannya walaupun dimensinya sama. Ada bahan yang mudah menghantarkan atau memindahkan panas, ada juga yang sulit memindahkan panas. Benda padat pada umumnya adalah konduktor yang lebih baik dibanding dengan benda cair/gas. Biasanya logam seperti perak, tembaga, baja dan besi merupakan pemindah panas yang baik, sebaliknya; kaca,wol, bahan-bahan bangunan

28 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 0 merupakan pemindah panas yang buruk, oleh karena itu dipakai sebagai isolator. Tembaga dan aluminium merupakan konduktor yang baik, biasanya logam ini dipakai untuk kondensor, evaporator, dan pipa-pipa penghubung untuk sistem refrigerasi (pendingin), walaupun kadangkadang dijumpai logam besi. Jumlah perpindahan panas melalui cara konduksi utuk macam-macam bahan tergantung dari:. Tebal bahan 2. Luas penampang 3. Perbedaan temperatur antara 2 benda 4. Faktor k (konduktifitas panas) 5. Lamanya perpindahan panas yang terjadi. 2. Konveksi Konveksi adalah perpindahan panas melalui media gas atau cairan (liquid), sebagai contoh udara didalam lemari es dan air yang dipanaskan didalam cerek. 3. Radiasi Perpindahan secara radiasi adalah pepindahan panas melalui panas atau melalui gelombang suara. Sebagai contoh; sinar matahari sampai kebumi melalui gelombang sinarnya, tanpa melalui perantara udara lainnya. Panas dari lampu atau tungku api dapat terasa hangat oleh mahluk yang berada didekatnya walaupun udara sekelilingnya tidak terasa panas.

29 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Pada temperatur rendah hanya sedikit saja panas radiasi yang terjadi, dengan demikian pada proses pendinginan radiasi hanya mempunyai efek yang kecil. Tetapi panas radiasi yang diserap oleh dinding suatu sistem pendingin akan jadi beban pendinginan. Setiap benda yang panas merupakan sumber panas radiasi pula, selama ada perbedaan temperatur dan selama temperaturnya masih diatas 0 der.absolut. Dikatakan bahwa, ada benda yang bersifat sebagai penghantarkan panas dan ada yang bersifat sebagai penyekat panas (insulasi). Bahan insulasi seperti kayu, gabus, serat kaca/gelas, wool, lempengan busa, polyurethane merupakan bahan yang baik untuk isolasi. Baik bahan yang baik dalam menghantarkan panas maupun bahan yang bersifat sebagai penyekat panas (insulasi) mempunyai konduktivitas thermal yang berbeda-beda. 2.3 Mesin Pendingin Pengkondisian udara ruangan bertujuan supaya temperatur, kelembaban, kebersihan dan distribusi udara dalam ruangan dapat dipertahankan pada tingkat keadaan yang diinginkan. Alat yang banyak digunakan untuk mentransfer kalor dalam sistem pengkondisian udara adalah AC. AC yang sering digunakan untuk pendinginan udara ruangan menggunakan siklus refrigerasi, siklus yang sering digunakan adalah siklus refrigerasi kompresi uap dan siklus referigerasi absorpsi. Pada sistem refrigrasi mekanik kompresi uap terdapat rangkaian dari empat komponen utama, yaitu: evaporator, kompresor, kondenser, dan alat pengontrol aliran refrigeran. Masing-masing komponen mempunyai ciri dan

30 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 2 fungsi sendiri-sendiri yang berbeda, tetapi secara terintegrasi dan dioperasikan bersama-sama akan dapat memindahkan energi termal. Dampak dari pengoperasian sebuah sistem refrigerasi pada sebuah obyek adalah, bila terambil sebagian energi yang terkandung di dalamnya, suhu obyek tersebut akan menurun. Sebaliknya, karena operasi sistem refrigerasi itu kemudian sejumlah energi termal terpindahkan ke lingkungan, maka lingkungan tersebut dapat menjadi lebih hangat. Berikut ini uraian ringkas tentang komponen-komponen utama sebuah sistem refrigerasi mekanik Katup Expansi Kondensor Kompresor Evaporator Gambar 2. Skematik Mesin AC a. Kompresor Kompresor adalah komponen yang merupakan jantung dari sistem refrigerasi, kompresor berfungsi menghisap uap refrigeran dari evaporator dan mendorongnya dengan cara kompresi agar mengalir masuk ke kondenser. Karena kompresor mengalirkan refrigeran sementara piranti ekspansi membatasi alirannya, maka di antara kedua komponen itu terbangkitkan perbedaan tekanan, yaitu: di kondenser tekanan refrigeran

31 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 3 menjadi tinggi (high pressure), sedangkan di evaporator tekanan refrigeran menjadi rendah (low pressure). b. Kondensor Kondenser adalah komponen di mana terjadi proses perubahan fasa refrigeran, dari fasa uap menjadi fasa cair atau alat untuk membuat kondensasi bahan pendingin gas dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Proses kondensasi akan berlangsung apabila refrigeran dapat melepaskan kalor yang dikandungnya, kalor tersebut dilepaskan dan dibuang ke lingkungan. Sehingga untuk penempatannya sendiri, kondensor ditempatkan diluar ruangan yang sedang didinginkan, agar dapat membuang panasnya keluar. Kondensor merupakan jaringan pipa yang berfungsi sebagai pengembunan. Refrigerant yang dipompakan dari kompresor akan mengalami penekanan sehingga mengalir ke pipa kondensor, kemudian mengalami pengembunan. Dari sini refrigerant yang sudah mengembun dan menjadi zat cair akan mengalir menuju pipa evaporator. c. Katup Expansi atau Piranti ekspansi (expansiondevice EXD) Katup expansi dipergunakan untuk mengexpansikan secara adiabatic cairan refrigerant yang bertekanan dan temperatur tinggi sampai mencapai tingkat keadaan tekanan dan temperatur rendah. Jadi, katup expansi berfungsi untuk mengatur supaya evaporator dapat selalu bekerja sehingga diperoleh efisiensi siklus refrigerasi yang maksimal. Atau biasa juga dikatakan bahwa Katup Expansi berfungsi seperti sebuah gerbang

32 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 4 yang mengatur banyaknya refrigeran cair yang boleh mengalir dari kondenser ke evaporator. Katup expansi sering juga dinamakan refrigerant flow controller dan proses yang berlangsung dalam piranti ini biasanya disebut throttling process. Katup Expansi sangat berperan penting, karena besarnya laju aliran refrigeran merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya kapasitas refrigerasi. Untuk sistem refrigerasi yang kecil, maka laju aliran refrigeran yang diperlukan juga kecil saja. Sebaliknya unit atau sistem refrigerasi yang besar akan mempunyai laju aliran refrigeran yang besar pula. d. Evaporator Evaporator merupakan alat penukar kalor yang bertugas untuk mendinginkan udara atau untuk penukar kalor, komponen di mana cairan refrigeran yang masuk ke dalamnya akan menguap. Proses penguapan (evaporation) itu terjadi karena cairan refrigeran menyerap kalor, yaitu yang merupakan beban refrigerasi sistem. Selain komponen-komponen utama, sistem AC mempuyai komponen-komponen tambahan yang tak kalah pentingnya, komponen-komponen tambahan tersebut adalah pemisah minyak, penerima cairan, pengering, saringan. a. Pemisah Minyak Pemisah minyak ini berfungsi untuk memisahkan minyak yang bercampur dengan refrigerant dan kemudian dikembalikan kompresor. Jika minyak pelumas terlalu banyak ikut dalam aliran uap refrigerant keluar dari

33 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 5 kompresor, maka kompresor akan kekurangan minyak pelumas, selain itu minyak pelumas yang bercampur dalam refrigerant akan mengganggu proses perpindahan kalor dalam kondensor. Pemisah minyak ini diletakkan setelah kompresor dan sebelum kondensor. b. Penerima Cairan Penerima cairan ini berfungsi untuk menampung sementara refrigerant yang dicairkan didalam kondensor, sebelum masuk ke katup expansi. c. Pengering Pengering ini berfungsi untuk menghilangkan uap air dari refrigerant. d. Saringan Saringan ini dipasang sebelum katup expansi dari pipa refrigerant cair, saringan ini berfungsi untuk menyaring kotoran dan serbuk logam yang ada di dalam refrigerant yang bersirkulasi yang mengganggu kerja kompresor Mekanisme kerja sistem pendingin Pada sistem pendinginan refrigerasi ini menggunakan siklus tertutup, ini dikarenakan agar setiap siklus tidak memerlukan refrigerant yang baru, sehingga dengan dengan rangkaian tertutup ini refrigerant dapat dipakai berulang-ulang. Dalanm suatu sistem pendinginan terdapat dua bagian, yaitu bagian yang bertekanan tinggi dimana kondensor berada dan bagian yang bertekanan rendah dimana evaporator berada.

34 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 6 Siklus refrigerasi tidak selalu konstan, tetapi ia akan berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi pada temperatur air pendingin (atau udara pendingin), tetapi juga karena adanya perubahan dari beban kalor dan temperatur dari benda yang akan didinginkan. Selama siklus refrigerasi, refrigerant akan selalu berubah fasa, kadang-kadang berbentuk cair dan kadang-kadang berbentuk gas. a. Kondisi Refrigerant dalam Kompresor Sebelum masuk kedalam kompresor, refrigerant telah berbentuk gas dengan suhu dan tekanan rendah, kemudian kompresor menaikkan tekanan refrigerant, sehingga selama proses kompresi berlangsung membuat suhu refrigerant naik dan kemudian dialirkan menuju kondensor. b. Kondisi Refrigerat dalam Kondensor Dengan tekanan dan suhu yang tinggi setelah refrigerant mengalir melalui kompresor, pada kondensor panas refrigerant akan ditransfer atau di buang ke udara luar sehingga suhu refrigerant menjadi turun kembali, perpindahan panas ini terjadi dikarenakan suhu refreigerant pada kondensor mempunyai suhu yang lebih tingggi dibanding dengan suhu udara luar. c. Kondisi Refrigerant dalam Katup Expansi Refrigerant dengan tekanan yang tinggi dan suhu yang telah diturunkan kondensor masuk kedalam katup expansi, karena katup expansi yang berfungsi menurunkan tekanan, maka refrigerant yang masuk kedalam katup expansi dengan fase uap jenuh akan diturunkan tekanannya sehingga

35 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 7 menyebabkan turun nya suhu refrigerant dan berubahnya fase uap jenuh menjadi cair atau uap basah atau uap kering. d. Kondisi Refrigerant dalam Evaporator Pada saat refrigerant mengalir didalam evaporator terjadi perpindahan panas, refrigerant didalam evaporator yang ber suhu rendah akan menghisap panas Macam-macam Penyegar Udara yang Sering Dipakai a. Penyegar udara sentral Jenis ini merupakan dasar dari kebanyakan jenis penyegar udara yang terdiri dari motor listrik sebagai penggerak, kipas udara, koil udara, pelembab udara dan saringan udara yang semuanya terletak dalam satu kotak. Unit pengolah udara tersedia dengan kapasitas m3/jam dalam berbagai ukuran. Ada dua jenis unit ini yaitu jenis vertikal dan jenis horizontal (Gambar 2.2). Jenis kipas yang digunakan tergantung volume udara dan tekanan yang diinginkan. Gambar 2.2 Unit Penegolah Udara ( Sumber : Penyegaran Udara, W. Arismunandar dan H. saito, hal. 87 )

36 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 8 b. Unit Koil Kipas Udara Unit koil-kipas udara adalah penyegar udara kecil yang dipergunakan di dalam ruangan, terdiri dari kipas udara, motor listrik, koil udara dan saringan udara yang terletak dalam satu kotak. Gambar 2.3 Unit Koil-kipas Udara ( Sumber : Penyegaran Udara, W. Arismunandar dan H. saito, hal. 88 ) c. Unit Induksi Pada unit ini menggunakan beberapa basis nosel yang menyemprotkan udara dingin. Dalam hal ini udara dingin dihasilkan pada unit tersendiri kemudian dialirkan melalui nosel tersebut. disegarkan. Tekanan nosel berkisar antara 25 sampai 79 mmh 2 O untuk unit tekanan tinggi dan 5 sampai 2 mm H 2 O untuk unit induksi tekanan rendah.

37 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 9 Gambar 2.4 Unit Induksi jenis tekanan tinggi ( Sumber : Penyegaran Udara, W. Arismunandar dan H. saito, hal. 89 ) Gambar 2.5 Unit Induksi jenis tekanan rendah ( Sumber : Penyegaran Udara, W. Arismunandar dan H. saito, hal. 89 ) d. Penyegar Udara Jenis Paket Penyegar udara jenis paket terdiri dari komponen-komponen kipas udara, koil udara, saringan udara dan panci penampung terletak dibagian atas dari rumah. Penyegar udara jenis ini terdiri dari peralatan penyegar dan refrigerator yang terletak dalam satu rumah. Penggunaan penyegar udara jenis paket banyak digunakan dalam berbagai gedung dan keperluan industri. Kapasitas jenis ini antara 3 sampai 0 TR (Ton Refrigerasi). Penyegar udara jenis ini banyak mempergunakan kipas udara jenis daun banyak dengan pengisapan tunggal untuk kapasistas yang kecil dan

38 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 20 pengisapan ganda untuk kapasitas yang besar koil udara secara umum terbuat dari pipa tembaga dengan memakai sirip alumunium jenis refrigeran yang digunakan dengan jenis ekspansi langsung adalah R34o, R2, R22 dan R500. Gambar 2.6 Penyegar Udara Paket ( Sumber : Penyegaran Udara, W. Arismunandar dan H. saito, hal. 9 ) c. Penyegar Udara Kamar Penyegar udara kamar adalah jenis penyegar udara berukuran kecil dengan kapasitas pendinginan udara 0,5 2 TR (Ton Refrigerasi). Jenis pemasangan dari jenis ini ada yang jenis jendela, lantai daun langit-langit dan jenis dinding tergantung dari kondisi ruangan yang akan didinginkan. Jenis pendinginan kondensor ada dengan pendinginan udara dan ada

39 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 2 dengan pendinginan air. Sama halnya dengan jenis unit lain, bila pendinginan kondensor dengan jenis udara kondensor biasanya diletakkan di luar kamar terpisah dari unit tersebut sedangkan yang menggunakan pendinginan, kondensornya diletakkan di dalam unit. Gambar 2.7 Pendingin Ruangan Jenis Jendela ( Sumber : Penyegaran Udara, W. Arismunandar dan H. saito, hal. 93 ) 2.4 Beban pendinginan Beban Pendinginan adalah jumlah total energi panas yang harus dihilangkan dalam satuan waktu dari ruangan yang didinginkan. Beban ini diperlukan untuk mengatasi beban panas external dan internal. Beban panas external diakibatkan oleh panas yang masuk melalui konduksi (dinding, langitlangit, kaca, partisi, lantai), radiasi (kaca), dan konveksi (ventilasi dan infiltrasi). Beban panas internal diakibatkan oleh panas yang timbul karena orang/penghuni, lampu, dan peralatan/mesin.

40 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 22 Beban panas yang menjadi beban pendinginan umumnya berasal dari bermacam-macam sumber yang berbeda. Adapun sumber panas yang umumnya adalah:. Panas yang berasal dari luar dinding berisolasi transparan (melalui konduksi) 2. Panas yang masuk melalui kaca atau bahan-bahan transparan (melalui radiasi) 3. Panas yang dibawa dari luar ruang pendingin 4. Panas yang berasal dari produk/benda-benda yang didinginkan 5. Panas yang berasal dari pekerja/operator 6. Panas yang berasal dari peralatan yang disimpan didalam ruangan seperti motor listrik, lampu, peralatan listrik lainnya. Pada dasarnya tidak semua jenis sumber panas diatas merupakan bahan pendinginan, tergantung dari pemakaiannya saja. Kapasitas pendinginan yang normal dinyatakan dalam BTU/jam, tetapi untuk menghitung jumlah beban pendinginan secara keseluruhan dihitung dalam waktu 24 jam (BTU/24 jam). Untuk suatu sistem pendinginan komersial, jumlah beban pendinginan itu dibagi atas 4 kelompok beban panas secara terpisah, seperti misalnya:. Beban panas dari dinding, 2. Beban panas dari pertukaran udara, 3. Beban panas dari produk, 4. Beban panas dari alat-alat (beban tambahan)

41 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 23 Beban panas dari dinding bisa juga disebut beban panas bocoran, karena adanya perbedaan temperatur luar. Walaupun dinding adalah bagian dalam isolasi, tetapi karena tak ada isolasi yang sempurna, maka tetap terjadi perpindahan panas dari panas kedingin. Pada setiap sistem pendinginan pasti terjadi beban panas melalui dinding dan merupakan salah satu bagian dari beban pendinginan. Beban panas dari pergantian udara ini biasa terjadi pada saat pintu ruangan yang didinginkan terbuka, udara panas dari luar akan masuk menggantikan sebagian udara dingin yang ada didalam ruangan. Tentu hal ini akan mempengaruhi temperatur udara dalam ruangan yang didinginkan. Panas udara ini akan merupakan beban dari beban pendinginan. Pada sistem pengkondisian udara beban panas udara ini harus diperhitungkan. Udara panas itu dapat masuk keruangan melalui celah-celah jendela, pintu atau bocoran lainnya atau sengaja dialirkan masuk (tentu dalam batas tertentu) untuk ventilasi. Jika jumlah penghuni suatu ruangan yang dikondisikan cukup banyak, tentu udara segar (fresh air) yang harus dimasukkan banyak pula, sehingga sering kali beban panas dari udara ini menjadi bagian terbesar dari beban pendinginan total. Beban panas dari produk yang didinginkan sampai dapat mencapai temperatur kamar pendingin merupakan beban yang harus ditanggulangi mesin pendingin. Macam-macam produk dapat didinginkan seperti misalnya bahan makanan dan beton, plastic, karet dan segala jenis cairan lainnya. Beban panas produk merupakan bagian beban pendinginan total, hanya pada saat penurunan temperatur produk ketemperatur ruangan penyimpanan. Setelah dicapai temperatur ruangan, tentu tak ada lagi beban produk.

42 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 24 Selain berbagai beban diatas, ada juga beban tambahan, misalnya ketika ada beberapa pegawai/operator yang bekerja untuk selang waktu tertentu, juga adanya perlengkapan lain yang dipakai (lampu, kipas angin, dan lain-lain) Beban kalor ruangan dan udara penyegar. Untuk menghasilkan udara penyegar, yang masuk ke dalam ruangan dari alat penyegar udara, pada temperatur dan kelembaban tertentu, maka jumlah kalor yang harus dilayani oleh alat penyegar udara tersebut adalah: beban kalor ruangan, beban kalor dari udara luar yang masuk kedalam alat penyegar, beban blower dan motor, kebocoran dari saluran dsb,nya. Beban kalor ruangan dalam hal ini H S dan H L merupakan beban kalor yang harus diatasi oleh udara yang keluar dari alat penyegar, supaya kondisi udara di dalam ruangan dapat dipertahankan pada kondisi (temperatur dan kelembaban) yang yang diinginkan. Bebaban kalor ruangan dan beban alat penyegar, pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi kalor sensibel dan kalor laten. Kalor laten adalah kalor penguapan air, yaitu (jumlah air yang menguap, kg/jam) x 597,3 (kcal/kg)

43 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Penggolongan Sistem Penyegaran Udara Sistem penyegaran udara sentral yang banyak dipakai pada saat ini:. Sistem udara penuh a. Saluran tunggal : Volume konstan Volume variable Pemanasan ulang b. Saluran ganda : Volume konstan Volume variable Unit multi-daerah 2. Sistem air-udara a. Pipa : Dua-pipa (berubah dan tak berubah) Tiga-pipa Empat-pipa b. Unit : Unit koil-kipas udara Unit induksi c. Panel-udara : 3. Sitem air-penuh a. Unit kipas udara 4. Sistem udara tunggal a. Penyegar udara jenis paket b. Penyegar udara ruangan

44 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Sistem Udara-Penuh. a. Saluran tunggal Sistem ini merupakan sistem penyegar udara yang paling banyak digunakan. Campuran udara luar dan udara ruangan didinginkan dan dilembabkan, kemudian dialirkan kembali kedalam ruangan melalui saluran udara. Keuntungan dari sistem ini adalah: Sederhana, mudah perancangan, pemasangan, pemakaian dan perawatan. Biaya awal relatif murah. Sedangkan untuk kerugiannya adalah: Kesulitan dalam pengaturan temperatur dan kelembaban dari ruangan yang disegarkan, karena beban kalor dari setiap ruangan tersebut mungkin berbeda satu sama lain. Saluran utama berukuran besar sehingga makan tempat. b. Sistem Dua-saluran Sistem ini digunakan untuk mengatasi kesulitan sistem tunggal, maka sistem ini kebanyakan dipergunakan untuk gedung-gedung yang besar. Sistem ini dinamakan dua-saluran yaitu dikarenakan dalam sistem ini saluran udara panas dan udara dingin dihasilkan secara terpisah oleh mesin penyegar udara yang bersangkutan. Kedua jenis udara tersebut disalurkan melalui saluran yang terpisah satu sama lain. Tapi kemudian dicampur sedemikian rupa sehingga tercapai

45 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 27 tingkat keadaan yang sesuai dengan beban klor dari ruangan yang akan disegarkan Sistem Air-Udara Dalam sistem udara air-udara, unit coil udara atau unit induksi dipasang di dalam ruangan yang akan disegarkan. Air dingin (pendinginan) atau air panas (pemanasan) dialirkan kedalam unit, sedangkan udara ruangan dialirkan melalui unit tersebut sehingga menjadi dingin atau panas Sistem Air-Penuh Pada sistem air-penuh air dingin dialirkan melalui unit koil-kipas udara, untuk penyegaran udara. Dalam hal ini, udara yang diperlukan untuk ventilasi dimasukkan sebagai infiltran melalui celah-celah pintu atau jendela atau udara luar yang terhisap langsung melalui lubang masuk pada dinding. Hal ini akan menyebabkan ventialasi yang kurang baik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka dalam beberapa hal udara yang diperlukan untuk ventilasi dimasukkan kedalam ruangan melalui saluran khusus Sistem Udara Tunggal Sistem ini terdiri dari kipas udara, koil udara pendingin dan mesin refrigerasi yang berada didalam suatu kotak, dengan terminal pipa air pendingin dan daya listrik dibagian luarnya. Dengan demikian kerja mesin hanya akan tergantung dari pemasukan air dan daya listrik. Unit penyegar udara tunggal biasanya hanya dipergunakan untuk keperluan pendinginan saja.

46 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Macam-macam Sistem Perpipaan Sistem pipa dari instalasi penyegaran udara dapat meliputi pipa air dingin yang menghubungkan evaporator mesin refrigerasi dengan koil pendingin udara dari penyegar udara, pipa pendingin antara kondensor mesin refrigerasi dan menara pendingin, dan pipa air panas yang menghubungkan ketel dan koil pemanas udara dari penyegar udara. Apabila dimana air pendingin tidak berhubungan dengan udara atmosfir, seperti yang terjadi pada sistem pipa air pendingin yang menghubungkan evaporator mesin refrigerasi dan koil pendingin udara dari penyegar udara, dinamai sistem tertutup (closed system). Sedangkan apabila air pendingin berhubungan dengan udara atmosfir, seperti terjadi pada sistem pipa air pendingin yang menghubungkan kondensor dan menara pendingin (cooling tower), dinamakan sistem terbuka (open system). Sistem perpipaan yang biasa digunakan pada instalasi pengkondisian udara ada berbagai macam jenis. Akan tetapi, pada dasarnya sistem perpipaan yang sering digunakan adalah sebagai berikut : 2.6. Series Loop System Pada sistem ini, pompa mengalirkan air pendingin melalui pipa menuju ke koil pendingin pada setiap unit penyegar udara (terminal unit) atau yang kita kenal sebagai FCU atau AHU secara seri. Skema sistem Series Loop ini dapat dilihat pada Gambar 5.. Air dingin masuk ke koil pendingin pada unit penyegar udara yang satu, kemudian keluar menuju ke koil pendingin pada unit penyegar udara

47 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 29 selanjutnya. Hal tersebut mengakibatkan berbagai macam kerugian sebagai berikut :. Perawatan atau perbaikan pada salah satu bagian, melibatkan keseluruhan sistem. 2. Pengaturan kapasitas air pendingin dan suhu air yang masuk pada setiap unit penyegar udara tidak bisa dilakukan secara terpisah. 3. Jika unit penyegar udara yang digunakan lebih dari satu, maka temperatur air pendingin (dalam hal pendinginan) yang masuk pada unit penyegar udara berikutnya akan menjadi lebih tinggi, demikian juga halnya dengan unit penyegar udara selanjutnya. Gambar 2.8 Series loop piping system (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Fig 5.)

48 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK One Pipe Main System Pada sistem ini, terdapat sebuah pipa utama yang mengalirkan air pendingin menuju ke beberapa unit penyegar udara yang dihubungkan dengan sebuah suplai dan sebuah cabang pipa balik menuju ke pipa utama. Debit air pendingin yang masuk ke setiap unit penyegar udara dapat diatur secara terpisah. Air pendingin yang masuk dan yang keluar dari unit penyegar udara pada akhirnya mengalir melalui sebuah pipa utama. Hal tersebut juga menyebabkan adanya perbedaan suhu yang masuk pada unit penyegar udara selanjutnya, karena temperatur air yang masuk pada unit penyegar udara selanjutnya akan relatif lebih tinggi (dalam hal pendinginan udara). Skema sistem One Pipe Main System ini dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.9 One pipe main system (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Fig 5.3)

49 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Two Pipe Direct Return System Sistem ini juga disebut sistem pipa kembali langsung. Sistem ini bertujuan untuk mendapatkan temperatur air pendingin yang sama pada saat masuk ke setiap unit penyegar udara. Sistem ini menggunakan dua buah pipa utama, yaitu sebuah pipa utama sebagai pipa suplai dan yang satunya sebagai pipa balik. Perawatan dan perbaikan setiap unit penyegar udara pada sistem ini dapat dilakukan secara terpisah. Sistem ini disebut direct return karena saluran balik untuk mengalirkan air pendingin diambil jarak sedekat mungkin. Oleh karena pipa yang dibutuhkan pada sistem ini jauh lebih banyak dan keuntungannya juga jauh lebih besar dari one pipe system, maka biaya yang dibutuhkannya pun juga semakain besar. Skema sistem ini dapat dilihat pada Gambar 2.5. Gambar 2.0 Two Pipe Direct Return System (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Fig 5.5)

50 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Two Pipe Reverse Return System Sistem ini juga disebut sistem pipa kembali tak langsung. Sistem ini hampir sama dengan two pipe direct return system, perbedaannya terletak pada pipa balik air pendingin. Pada sistem ini, panjang pipa dari setiap unit penyegar udara hampir sama. Hal tersebut mempermudah pengaturan keseimbangan aliran air pendingin ke setiap unit yang bersangkutan. Akan tetapi, sistem ini membutuhkan pipa yang lebih panjang, sehingga tempat yang disediakan menjadi bertambah panjang pula. Oleh karena itu, sistem ini jarang digunakan. Skema sistem ini dapat dilihat pada Gambar 2.6. Gambar 2. Two Pipe Reverse Return System (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Fig 5.6)

51 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Ducting Sistem untuk AC, atau juga popular dengan sebutan Air Handling System, merupakan bagian penting dalam sistem AC sebagai alat penghantar udara yang telah dikondisikan dari sumber dingin ataupun panas ke ruang yang akan dikondisikan. Perkembangan desain untuk AC hingga saat ini sangat dipengaruhi oleh tuntutan efisiensi, terutama efisiensi energi, material, pemakaian ruang, dan perawatan. Selain efisiensi, juga ada tuntutan kenyamanan (termasuk kesehatan dan keselamatan) bagi pengguna. Oleh karena itu dalam desain meliputi pula desain untuk kebutuhan ventilasi, filtrasi, dan humidity. Tiap tipe sistem memiliki manfaat untuk aplikasi tertentu. Suatu tipe sistem yang tidak umum dipakai mungkin lebih efisien bila dipakai untuk suatu aplikasi tertentu yang tergolong unik. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai tipe sistem, dan ini akan terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan munculnya aplikasiaplikasi yang baru. Dalam suatu desain untuk suatu gedung tertentu, sangat mungkin beberapa tipe dipakai untuk memenuhi masing-masing kebutuhan.

52 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK BAB III SKEMA GEDUNG 3. Denah Gedung Bangunan kantor Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak terletak di Jl. Ring Road Utara No: 0 Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Gambar 3. Gambar 3. Gedung Direktorat Jendral Pajak Bangunan ini menghadap ke utara dan memiliki 7 lantai. Gedung ini digunakan sebagai tempat untuk pelayanan perpajakan untuk daerah-daerah yang ada di Yogyakarta. Misalnya laintai pertama digunakan untuk Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta PUN (bagian barat) dan sebelah timur dipakai untuk Kantor 34

53 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 35 Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Sleman, skema gedung dapat dilihat pada Gambar 3.2. Lantai dua digunakan sabagai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman skema gedung dapat dilihat pada Gambar 3.3. Lantai tiga digunakan sabagai Kantor Pelayanan Pajak Wonosobo skema gedung dapat dilihat pada Gambar 3.4. Lantai tiga digunakan sabagai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wates skema gedung dapat dilihat pada Gambar 3.5. Bangunan ini berada dipinggir jalan, dimana begitu banyak pengotor (debu, asap buang kendaraan bermotor) yang dapat masuk (infiltrasi) ke gedung pajak, sehingga dapat mempengaruhi kenyamanan orang yang berada di dalam ruangan. Pengotor sendiri tidak hanya berasal dari luar tetapi juga dari dalam gedung. Sedangkan pengotor yang berasal dari dalam gedung pajak, bisa berasal dari barang-barang yang masuk dalam gedung (kertas, kardus, barang-barang yang dibutuhkan atau dipakai kantor perpajakan), pengunjung, bau badan, infiltrasi dari luar, dan lain-lain. Karena pengotor tersebut akan sangat mempengaruhi faktor kenyamanan orang yang ada dalam ruangan, maka pembuangan pengotor ini harus benar-benar dilakukan dengan baik. Faktor kebisingan (suara kendaraan bemotor) yang cukup besar juga mempengaruhi kenyaman orang yang berada di dalam ruangan tersebut, tetapi dalam penelitian ini dikhususkan untuk menganalisis sistem termal bangunan kantor pajak..

54 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 36 a. Denah Lantai Pada lantai I Gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta ini memiliki ruangan-ruangan yang terdiri dari:. Lobby. 2. Ruang Tunggu. 3. Ruang Pelayanan. 4. Ruang Komputer. 5. Ruang Staf. 6. Ruang Kasie PDI & TUP. 7. Ruang ATM. 8. Ruang Elektrikal. 9. Lift. 0. Dapur.. Toilet. 2. Koridor.

55 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 37 Gambar 3.2 Denah Gedung Kantor Derektorat Jendral Pajak Yogyakarta Lantai

56 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 38 b. Denah Ruangan Lantai II Pada lantai II Gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta ini memiliki ruangan-ruangan yang terdiri dari:. VOID & Selasar. 2. Ruang Tunggu 3. Ruang Rapat 4. Ruang Komputer 5. Ruang seksi-seksi. 6. Ruang sekretaris. 7. Ruang Subag. 8. Ruang Kasie, Kasubag, Kabid & KAKANWIL. 9. Ruang Elektrikal. 0. Lift.. Gudang. 2. Dapur. 3. Toilet. 4. Koridor.

57 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 39 Gambar 3.3 Denah Gedung Kantor Derektorat Jendral Pajak Yogyakarta Lantai 2

58 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 40 c. Denah Ruangan Lantai III Pada lantai III Gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta ini memiliki ruangan-ruangan yang terdiri dari:. Lobby. 2. Ruang Rapat. 3. Ruang Fungsional. 4. Ruang seksi-seksi 5. Ruang Kasie & Kabid. 6. Ruang Closing Conference 7. Ruang Tim Pemeriksa. 8. Ruang Pengenaan, Pedahil & Penagihan. 9. Ruang Elektrikal. 0. Lift.. Gudang. 2. Dapur. 3. Toilet. 4. Koridor.

59 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 4 Gambar 3.4 Denah Gedung Kantor Derektorat Jendral Pajak Yogyakarta Lantai 3

60 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 42 d. Denah Ruangan Lantai IV Pada lantai IV Gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta ini memiliki ruangan-ruangan yang terdiri dari:. Lobby. 2. Ruang Rapat. 3. Ruang Komputer. 4. Ruang Staf. 5. Ruang Sekretaris. 6. Ruang Kepala Karipka, Kepala Kelompok-kelompok & Kasubag Umum. 7. Ruang Berkas. 8. Ruang Elektrikal. 9. Lift. 0. Gudang.. Dapur. 2. Toilet. 3. Koridor.

61 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 43 Gambar 3.5 Denah Gedung Kantor Derektorat Jendral Pajak Yogyakarta Lantai 4

62 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 44 e. Denah Ruangan Lantai V Pada lantai V Gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta ini memiliki ruangan-ruangan yang terdiri dari:. Lobby. 2. Ruang Rapat. 3. Ruang Komputer. 4. Ruang Staf. 5. Ruang Seksi-seksi. 6. Ruang Kasie & Kasubag. 7. Ruang Konsultasi. 8. Ruang Elektrikal. 9. Lift. 0. Gudang.. Dapur. 2. Toilet. 3. Koridor.

63 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 45 Gambar 3.6 Denah Gedung Kantor Derektorat Jendral Pajak Yogyakarta Lantai 5

64 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 46 f. Denah Ruangan Lantai VI Pada lantai VI Gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta ini memiliki ruangan-ruangan yang terdiri dari:. Lobby. 2. Ruang Tunggu. 3. Ruang Fungsional. 4. Ruang Rapat. 5. Ruang Staf. 6. Ruang Seksi-seksi. 7. Ruang Kasie & Kasubag. 8. Ruang Konsultasi. 9. Ruang Elektrikal. 0. Lift.. Gudang. 2. Dapur. 3. Toilet. 4. Koridor.

65 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 47 Gambar 3.7 Denah Gedung Kantor Derektorat Jendral Pajak Yogyakarta Lantai 6

66 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 48 g. Denah Ruangan Lantai VII Pada lantai VII Gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta ini memiliki ruangan-ruangan yang terdiri dari:. Lobby. 2. Aula. 3. Ruang Tunggu. 4. Ruang Mushola. 5. Ruang Kantin. 6. Ruang Poliklinik. 7. Ruang P3 & P5. 8. Ruang Elektrikal. 9. Lift. 0. Gudang.. Dapur. 2. Toilet. 3. Koridor.

67 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 49 Gambar 3.8 Denah Gedung Kantor Derektorat Jendral Pajak Yogyakarta Lantai 7

68 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Skema Pengkondisian Udara Gedung Gambar 3.9 Skema Pengkondisian Udara lantai `` `

69 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 5 Gambar 3.0 Skema Pengkondisian Udara lantai 2

70 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 52 Gambar 3. Skema Pengkondisian Udara lantai 3

71 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 53 Gambar 3.2 Skema Pengkondisian Udara lantai 4

72 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 54 Gambar 3.3 Skema Pengkondisian Udara lantai 5

73 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 55 Gambar 3.4 Skema Pengkondisian Udara lantai 6

74 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 56 Gambar 3.5 Skema Pengkondisian Udara lantai 7

75 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK BAB IV PERHITUNGAN BEBAN PENDINGINAN Perhitungan beban pendinginan dalam instalasi AC bertujuan untuk mendapatkan rangkaian instalasi AC yang sesuai, baik dalam rancangan dan rancangan perpipaan mesin penyegar udara (AHU dan FCU), maupun mesin refrigerasi atau dalam hal ini menggunakan water chiller. Dalam perhitungan beban pendinginan ini, diasumsikan bahwa panas yang masuk kedalam ruangan berada dalam kondisi maksimum atau berada pada beban pendinginan puncak. 4. KONDISI PERANCANGAN BANGUNAN Gedung Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jendral Pajak terletak terletak di kota Yogyakarta yaitu pada 7,48 o LS dan 0,22 o BT. Namun dalam hal ini, untuk menentukan beberapa parameter cuaca, digunakan kota Jakarta sebagai standar acuan perancangan yang terletak pada 6 o LS dan 07 o BT. 4.. Kodisi Udara Perancangan Dalam Ruangan Dengan menggunakan Table 4., maka dapat diasumsikan : Temperatur bola kering : 25,6 o C (78 o F) Kelembaban udara rata-rata (RH) : 45% Untuk kondisi tersebut, dari psychrometric chart diperoleh: Enthalpi Perbandingan kelembaban (W) : 28,8 BTU/lb : 64 gr/lb 57

76 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 58 Tabel 4. Kondisi udara kering dalam ruangan rancangan (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tbl.) Summer Winter F DB and 50% RH F DB Tabel 4.2 Kondisi udara kering luar ruangan rancangan ( Sumber : Penyegaran Udara, W. Arismunandar dan H. saito, Tbl 3.3 ) ` `

77 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Kodisi Udara Di luar Ruangan Kondisi udara di luar ruangan menggunakan data cuaca seperti di jakarta, dengan cuaca terpanas pada bulan Oktober, seperti terlihat pada table 4.2, sehingga diperoleh: Temperatur bola kering : 32 o C (89,6 o F) Temperatur bola basah : 26,2 o C (79,6 o F) Untuk kondisi tersebut, dari psychrometric chart diperoleh: Enthalpi Perbandingan kelembaban (W) : 42,8 BTU/lb : 36 gr/lb Panas Melalui Kaca Kaca yang digunakan adalah kaca single dan diasumsikan dengan ketebalan / 4 inch, sehingga dengan melihat Tabel 4.3 didapat U 2,04 BTU / hr ft F dan dengan menggunakan harga pada waktu dalam ruangan terjadi beban maksimum yaitu: Bagian Timur -Pukul 9 sampai Bagian Selatan -Pukul 2 sampai 4 Bagian barat -Pukul 6 sampai 8 Sehingga dengan menganggap bahwa bagian selatan gedung adalah tempat terjadinya beban maksimum dengan luasan kaca bagian selatan lebih luas dibandingkan dengan bagian timur dan barat. CLTD pada bagian selatan didapat `

78 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 60 dari Tabel 4.4 dengann beban pendinginan maksimum pada pukul 4 yaitu F = 3, sehingga CLTD c dapat dihitung sebagai berikut : CLTD C CLTD 78 t R t 85 O. (4.) Dengan : CLTD CLTDc = Cooling Load Temperatur Differences = Nilai koreksi dari CLTD,F t R = t O = Temperatur kering dalam ruangan Temperatur luar rancangan rata-rata CLTD C , 62 3 Tabel 4.3 Koefisien perpindahan panas (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tbl A.5) Tabel 4.4 Cooling Load Temperature Differences melalui kaca (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tbl 6.5) Hour 2 4 CLTD, F `

79 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 6 Dengan menggunakan asumsi bahwa Yogyakarta terletak pada 8 o LU dan bulan terpanas adalah bulan oktober, sehingga dengan Tabel 4.6 dapat diketahui SHGF kaca utara adalah = 35; timur = 23; barat = 23; Selatan = 08; (BTU/hr-ft 2 ) Dengan Tabel 4.5 diketahui nilai Shading Coefficients untuk kaca adalah SC = 0,50 dengan asumsi bahwa kaca tunggal (single glass) tanpa Interior Shading dan jenis kaca yang digunakan adalah Revlektive Coated Glass. Dari Tabel 4.7 didapat nilai CLF (Cooling load Factor) kaca untuk utara = 0,75 timur = 0,32 barat = 0,29 Selatan = 0,58 (BTU/hr-ft 2 ) Tabel 4.5 Shading Coefficients untuk kaca (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tbl 6.7) `

80 62 Tabel Solar Heat Gain Factors untuk kaca (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Systems, Edward G. Pita, Tbl 6.6) `

81 Panas Melalui Dinding Dinding bangunan adalah dinding beton yang diplester dengan semen dan diasumsikan tebal dinding 4 inch. Dengan melihat Tabel 4.8 jika diketahui tebal dinding 4 inch, maka Concrete Wall + finish berada dalam group E. Koefisien perpindahan panas (U) adalah [ U dinding 0,585 ( BTU / hr ft 2 F ) ]. Dengan melihat Tabel 4.9 dinding dengan group E mempunyai nilai CLTD sebagai berikut : N = 3 S = 24, E = 37, S = 24 dan W = 4. Sedangkan nilai CLTDC dapat dihitung sebagai berikut : CLTDC CLTD LM K 78 t R t O 85 f.. (4.2) Dengan : LM = Koreksi dari garis lintang dan bulan, diambil dari Tabel 4.0. K = Koreksi dari warna permukaan f K =, untuk warna gelap atau area industri K = 0,5, untuk warna terang pada atap K = 0,65, untuk warna terang pada dinding = Koreksi untuk ventilasi pada langit-langit ruangan (khusus untuk langit-langit ruangan). Nilai koreksi dari garis lintang dan bulan diambil pada garis lintang 8 pada bulan oktober, sehingga didapat: CLTDC 3 ( 3) 0, , ,88 utara CLTDC 24 (4 0, , ,58 selatan CLTDC 4 ( ) 0, , ,83 barat CLTDC 37 ( ) 0, , ,78 timur `

82 64 Tabel 4.7 Cooling Load Factor For Glass Without Interior Shading (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tbl 6.8) `

83 65 Tabel 4.8 Wall Construction Group Description (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems,, Edward G. Pita, Tbl 6.3) `

84 66 Tabel 4.9 Cooling Load Temperature Differences melalui dinding (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Systems, Edward G. Pita, Tbl 6.2) `

85 67 Tabel Koreksi CLTD untuk garis lintang (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Systems, Edward G. Pita, Tbl 6.4) `

86 Perhitungan Beban Pendinginan Tiap Lantai Lantai dan atap diasumsikan tidak mengalami perpindahan panas, hal tersebut dikarenakan kondisi ruangan pada setiap lantai dikondisikan pada suhu dan kelembaban udara yang sama. Sedangkan untuk atap pada lantai 7 mengalami perpindahan panas. Lampu ruangan gedung menggunakan jenis Fluorescent, masing-masing buah untuk setiap 9m2 dan diasumsikan setiap lampu memilki daya 5 Watt. Perhitungan beban pendinginan dengan menggunakan metode CLTD/CLF a. Besarnya beban kalor konduksi melalui kaca, dinding, langit-langit/atap, lantai, paertisi dan pintu pada bangunan dihitung dengan menggunakan persamaan: Q = U x A x T (BTU/hr) (4.3) Keterangan: U: Koefisien perpindahan kalor konduksi total dari kaca, dinding, langit-langit, lantai, partisi, dan pintu pada bangunan, BTU/(hr.ft2.F) A: Luas permukaan kaca, dinding, langit-langit, lantai,partisi, dan pintu pada bangunan, ft2 T: Perbandingan temperatur antara sisi dalam dan sisi luar ruangan, F b. Besarnya beban kalor radiasi matahari melaliu kaca dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr)... (4.4) `

87 69 Keterangan: SHGF : Faktor kalor dari sinar matahari, BTU/(hr.ft2) SC : Koefisien penyerapan kaca terhadap sinar matahari CLF : Faktor beban pendinginan pada kaca c. Beban kalor lampu dan peralatan listrik dihitung dengan menggunakan persamaan: Q = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr).... (4.5) Keterangan: W : Daya lampu/peralatan listrik, Watt BF : Faktor Ballast (untuk neon,25) CLF : Faktor beban pendinginan lampu/peralatan listrik (untuk neon ) d. Beban kalor yang dihasilkan manusia terdiri dari beban kalor sensibel dan beban kalor laten. Besarnya beban kalor sensibel yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Qs = qs x n x CLF (BTU/hr)... (4.6) Sedangkan untuk besar beban kalor laten dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : QL = ql x n (BTU/hr)... (4.7) `

88 70 Keterangan: qs : Kalor sensibel yang dihasilkan per orang, BTU/hr ql : Kalor laten yang dihasilkan per orang, BTU/hr n : Jumlah manusia e. Beban kalor dari ventilasi terdiri dari beban kalor sensibel dan beban kalor laten. Besarnya beban kalor sensibel ventilasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Qs =, x CFM x T (BTU/hr) (4.8) Sedangkan besar beban kalor laten ventilasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: QL = 0,68 x CFM x W (BTU/hr) (4.9) Keterangan: CFM : Laju aliran udara pada ventilasi, ft3 T Perbandingan temperatur antara sisi dalam dan sisi luar : ruangan, F W : Perbedaan perbandingan kelembaban antara sisi dalam dan sisi luar ruangan, gr/lb f. Laju aliran masa udara yang terjadi dalam pendinginan dapat dihitung dengan persamaan: = (lb/hr).. (4.0) `

89 7 Keterangan: RTHG : Room Total Heat Gain, BTU/hr HB : Enthalpi di dalam ruangan, BTU/hr HD : Enthalpi alpi saat keluar dari koil pendingin, BTU/hr g. Beban pendinginan total dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: QT = x ( hc hd ) (BTU/min).... (4. (4.) Keterangan: hc : Laju aliran massa refrigerant, lb/min : Enthalpi saat masuk koil pendingin, BTU/lb h. Laju aliran masa air dingin yang digunakan dalam pendinginan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: (lb/min).. (4. (4.2) Keterangan: QT : Beban pendinginan total pada ruangan, BTU/min CP : Kalor spesifik pada temperatur rata-rata rata antara temperatur air masuk FCU/AHU dan temperatur didalam ruangan, BTU/lbm.F T : Perbandingan temperatur air masuk AHU/FCU dengan temperature didalam ruangan, F `

90 Lantai Luas total ruangan lantai kantor Direktorat Jendral Pajak Yogyakarta adalah ft2. Luas kaca untuk lantai : Kaca bagian utara 792,23 ft2, Kaca bagian barat 33,94 ft2, Kaca bagian timur 33,94 ft2, Kaca bagian selatan 446,598 ft2. Untuk luas dinding pada lantai setelah dikurangi luas kaca adalah: Luas dinding bagian utara 79,3 ft2 Luas dinding bagian barat 025,0 ft2 Luas dinding bagian timur 025,0 ft2 Luas dinding bagian selatan 2583,36 ft2 a. Dengan persamaan (4.3) besarnya beban kalor konduksi melalui kaca dapat dihitung, sehingga didapat: Q = U x A x T (BTU/hr) Kaca disebelah utara Q =,04 x 792,23 x (89,6 78) Q = 9557,46 (BTU/hr) Kaca disebelah barat Q =,04 x 33,94 x (89,6 78) Q = 606,85 (BTU/hr) Kaca disebelah timur Q =,04 x 33,94 x (89,6 78) Q = 606,85 (BTU/hr) Kaca disebelah selatan Q =,04 x 446,598 x (89,6 78) Q = 5387,76 (BTU/hr) `

91 73 Besarnya beban kalor radiasi melalui kaca dihitung dengan persamaan (4.4): Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr) Kaca bagian utara Q = 35 x 792,23 x 0,5 x 0,75 Q = 0398,09 (BTU/hr) Kaca bagian timur Q = 23 x 33,94 x 0,5 x 0,32 Q = 4922,85 (BTU/hr) Kaca bagian barat Q = 23 x 33,94 x 0,5 x 0,29 Q = 446,33 (BTU/hr) Kaca bagian Selatan Q = 08 x 446,598 x 0,5 x 0,58. Q = 3987,449 (BTU/hr) b. Besarnya beban kalor lampu dan peralatan listrik dihitung dengan menggunakan persamaan (4.4). Bila Lampu yang digunakan adalah jenis Fluorescent, masing-masing buah lampu untuk setiap 9 m2 (29,52 ft2) dan diasumsikan setiap lampu memilki daya 5 Watt, maka untuk ruangan dengan luas 0688,470 ft2 banyak lampu yang digunakan adalah 362 buah. Sehingga daya lampu untuk lantai adalah 5430 Watt. Bila diasumsikan peralatan elektronik yang ada pada lantai adalah Komputer dengan kapasitas 400 watt (20 buah), Mesin Photo Copy dengan kapasitas 280 watt ( buah), dan Televisi dengan kapasitas 300 watt (2 buah). Bila: WElektronik = WKomputer + WPhoto Copy + WTelevisi. WElektronik = 8000 W W W WElektronik = 9880 W `

92 QLampu= 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QLampu = 3,4 x 5430 x,25 x (BTU/hr). QLampu = 2345,38 (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x 9880 x,25 x (BTU/hr). QElektronik = 423,5 (BTU/hr). 74 c. Besarnya beban kalor yang dihasilkan manusia dihitung dengan persamaan 4.6 dan 4.7, dengan menggunakan Tabel 4.. Banyaknya orang pada lantai menggunakan asumsi sebagai ruang perkantoran dengan jumlah orang tiap 0 m2 (07,64 ft2) adalah 2 orang, sehingga dengan luas ruangan 9440,496 ft2 jumlah orang adalah 75, orang. Qs = qs x n x CLF (BTU/hr) Qs = 35 x 76 x,0 = (BTU/hr) QL = ql x n QL = 325 x 76 (BTU/hr) = (BTU/hr) Beban panas yang dikeluarkan setiap orang/manusia baik laten maupun sensibel dapat dilihat pada Tabel 4.2, dengan asumsi untuk bank (dengan tingkatan aktifitas adalah standing, light work or walking slowly) didapat kalor sensibel manusia 35 Btuh dan kalor laten 325 Btuh. `

93 75 Tabel 4. jumlah orang biasanya (Sumber : Penyegaran Udara, Wiranto Aris Munandar. Heizo Saito, Tbl 3.8) Kamar dihotel atau rumah sakit Luas lantai 0 m2 Kantor, salon kecantikan, tempat potong rambut,studio. Luas lantai 0 m2 orang 2 orang Luas lantai 0 m2 3 orang Toko, rumah, apartemen Luas lantai 0 m2 6 orang Ruang pertemuan, tempat minum, restaurant, bar. 2 Luas lantai 2-0 m Toko serba ada orang 2 Luas lantai 0.8 m Gedung pertunjukan orang Tabel 4.2 Sensibel dan Laten Heat Gain pada manusia (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tbl 6.) `

94 76 d. Beban kalor dari ventilasi pada tiap lantai bangunan dihitung dengan persamaan (4.8), besar nilai CLF ventilasi dari Table 4.3 dengan asumsi untuk perkantoran (General Office Space) adalah sebesar 5 ft3/min. Qs =, x CFM x T (BTU/hr) Qs =, x (5 x 76) x (89,6 78) (BTU/hr) Qs = 33686,4 (BTU/hr) QL = 0,68 x CFM x W (BTU/hr) QL = 0,68 x (5 x 76) x 56 (BTU/hr) QL = 0053,2 (BTU/hr) `

95 77 Table 4.3 ventilation requirements for Occupants (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tbl 6.5) `

96 78 Tabel 4.4 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai Project Location Room Lat. K. Jenderal Pajak Yogyakarta Design Conditions Outdoor Room Conduction Dir. DB F 89,6 78 Color Lantai 6o LS Calc. by WB F 79,6 66,2 N S E W N S E W Group Wall E A, ft2 U Gross Glass RH %,04,04,04,04 0,585 0,585 0,585 0,585 W gr/lb Engr. Andy Daily range Day Mei Net 792,23 446,598 33,94 33,94 79,3 2583,36 025,0 025,0 CLTD, F Table Corr. 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 5, , ,78 4 7,83 SC 0,5 0,5 0,5 0,5 CLF 0,75 0,58 0,32 0,29 Fc Stefanus Andy Prasetya Check 46,4 F. Ave. Time 84 F 4.00 RSHG BTU/hr 0397,86 586,5 748,4 748,4 66, , , ,2 Roof/ceiling Floor Partition Door Solar Dir. N S E W Glass Elec. tools Lights People Equipment Infiltration Sh Yes Yes Yes Yes W x 3,4x W x 3,4x SHG x LHG SHGF ,25,25 x x A 792,23 446,60 33,9 33,9 BF x BF x Fc CLF x CLF x CFM x CFM x Fc 0398, , ,85 446,33, x 0,68 x SA fan gain (blow through) Pump gain RA duct gain RA fan gain 0 % RLHG BTU/hr ,0 RTHG 265,40 0 Ventilation 423, , TC gr/lb Subtotal SA duct gain SA duct leakage 5 SA fan gain (draw through) Fc Fc ,5 % CFM x CFM x % Room Heat Gain,6 TC 56 gr/lb , , ,5 0053,2 594,34 % TSH/TLH ` Cooling 27674, , ,4

97 Lantai 2 Luas total ruangan lantai 2 kantor Direktorat Jendral Pajak Yogyakarta adalah 5546,855 ft2. Luas kaca untuk lantai 2 : Kaca bagian utara 642,557 ft2 Kaca bagian barat 345,928 ft2 Kaca bagian timur 345,928 ft2 Kaca bagian selatan 446,598 ft2 Untuk luas dinding pada lantai 2 setelah dikurangi luas kaca adalah: Luas dinding bagian utara 940,8 ft2 Luas dinding bagian barat 82,28 ft2 Luas dinding bagian timur 82,28 ft2 Luas dinding bagian selata 236,76 ft2 a. Besarnya beban kalor konduksi yang melalui kaca: Q = U x A x T (BTU/hr) Kaca disebelah utara Q = 775,8 (BTU/hr) Kaca disebelah barat Q = 473,28 (BTU/hr) Kaca disebelah timur Q = 473,28 (BTU/hr) Kaca disebelah selatan Q = 5387,76 (BTU/hr) Besarnya beban kalor radiasi yang melalui kaca: Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr) Kaca bagian utara Q = 8433,56 (BTU/hr) Kaca bagian timur Q = 2785,499 (BTU/hr) Kaca bagian barat Q = 586,858 (BTU/hr) Kaca bagian Selatan Q = 3987,449 (BTU/hr) `

98 80 b. Besarnya beban kalor lampu dan peralatan listrik dihitung dengan persamaan (4.4). Bila Lampu yang digunakan adalah jenis Fluorescent, masing-masing buah untuk setiap 9 m2 (29,52 ft2) dan diasumsikan setiap lampu memilki daya 5 Watt maka untuk ruangan dengan luas 5546,855 ft2 banyak lampu yang digunakan adalah 526,65 buah 527 buah. Sehingga daya lampu untuk lantai 2 adalah 7905 Watt. Bila diasumsikan peralatan elektronik pada yang ada pada lantai 2 adalah Komputer dengan kapasitas 400 watt (20 buah), Mesin Photo Copy dengan kapasitas 280 watt ( buah), dan Televisi dengan kapasitas 300 watt ( buah). Bila: WElektronik = WKomputer + WPhoto Copy + WTelevisi. WElektronik = 8000 W W W WElektronik = 9580 W QLampu = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QLampu = 3,4 x 7905 x,25 x (BTU/hr). QLampu = 33695,06 (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x 9580 x,25 x (BTU/hr). QElektronik = 40834,75 (BTU/hr). c. Besarnya beban kalor yang dihasilkan manusia dapat dicari dengan menggunakan Tabel 4.. Banyaknya orang untuk lantai 2 dapat diketahui dengan menggunakan asumsi yaitu ruang perkantoran, dengan jumlah `

99 8 orang tiap 0 m2 (07,64 ft2) adalah 2 orang, sehingga dengan luas ruangan 5546,855 ft2 jumlah orang adalah 288, orang. Qs = qs x n x CLF (BTU/hr) Qs = 35 x 289 x,0 = 9035 (BTU/hr) QL = ql x n QL = 325 x 289 (BTU/hr) = (BTU/hr) d. Beban kalor dari ventilasi pada lantai 2 dihitung dengan persamaan (4.8), besar nilai CLF ventilasi dari Table 4.3 dengan asumsi untuk perkantoran (General Office Space) adalah sebesar 5 ft3/min. Qs =, x CFM x T (BTU/hr) Qs =, x (5 x 289) x (89,6 78) (BTU/hr) Qs = 5534,6 (BTU/hr) QL = 0,68 x CFM x W (BTU/hr) QL = 0,68 x (5 x 289) x 56 (BTU/hr) QL = 65076,8 (BTU/hr) `

100 82 Tabel 4.5 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 2 Room Lat. Project K. Jenderal Pajak Location Yogyakarta Design Conditions Outdoor Room Conduction Dir. DB F 89,6 78 Color Lantai 2 6o LS WB F 79,6 66,2 Group Wall E N S E W N S E W RH % A, ft2 U Gross Glass Calc. by,04,04,04,04 0,585 0,585 0,585 0,585 W gr/lb Engr. Andy Daily range Day Mei Net 642,56 446,60 345,93 345,93 940,80 236,76 82,28 82,28 CLTD, F Table Corr. 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 5, , ,78 4 7,83 SC 0,5 0,5 0,5 0,5 CLF 0,75 0,58 0,32 0,29 Fc Stefanus Andy Prasetya Check 46,4 F. Ave. Time 84 F 4.00 RSHG BTU/hr 8433,47 586,5 4540, , , , , ,69 Roof/ceiling Floor Partition Door Solar Glass Elec. Lights People Equipment Infiltration Dir. N S E W Sh Yes Yes Yes Yes W x 3,4x W x 3,4x SHG x LHG SHGF ,25,25 x x A 642,56 446,60 345,93 345,93 BF x BF x Fc CLF x CLF x CFM x CFM x Fc 8433, , ,50 586,86, x 0,68 x SA fan gain (blow through) Pump gain RA duct gain RA fan gain 0 % RLHG BTU/hr , ,50 0 Ventilation 40834, , TC gr/lb Subtotal SA duct gain SA duct leakage 5 SA fan gain (draw through) Fc Fc ,5 % CFM x CFM x % Room Heat Gain,6 TC 56 gr/lb , , RTHG BTU/hr 38680, ,8 732,9 % TSH/TLH ` Cooling 35553, 25900,8 6454,9

101 Lantai 3 Luas total ruangan lantai 3 kantor Direktorat Jendral Pajak Yogyakarta adalah 5546,855 ft2. Luas kaca untuk lantai 3 : Kaca bagian utara 623,397 ft2 Kaca bagian barat 36,44 ft2 Kaca bagian timur 36,44 ft2 Kaca bagian selatan 446,598 ft2 Untuk luas dinding pada lantai 3 setelah dikurangi luas kaca adalah: Luas dinding bagian utara 959,96 ft2 Luas dinding bagian barat 796,76 ft2 Luas dinding bagian timur 796,76 ft2 Luas dinding bagian selata 236,76 ft2 a. Besarnya beban kalor konduksi yang melalui kaca: Q = U x A x T (BTU/hr) Kaca disebelah utara Q = 7520,66 (BTU/hr) Kaca disebelah barat Q = 4360,42 (BTU/hr) Kaca disebelah timur Q = 4360,42 (BTU/hr) Kaca disebelah selatan Q = 5387,76 (BTU/hr) Besarnya beban kalor radiasi yang melalui kaca: Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr) Kaca bagian utara Q = 882,09 (BTU/hr) Kaca bagian timur Q = 3358,86 (BTU/hr) Kaca bagian barat Q = 206,47 (BTU/hr) Kaca bagian Selatan Q = 3987,45 (BTU/hr) `

102 84 b. Besarnya beban kalor lampu dan peralatan listrik dihitung dengan persamaan (4.4). Bila Lampu yang digunakan adalah jenis Fluorescent, masing-masing buah untuk setiap 9 m2 (29,52 ft2) dan diasumsikan setiap lampu memilki daya 5 Watt maka untuk ruangan dengan luas 5546,855 ft2 banyak lampu yang digunakan adalah 526,65 buah 527 buah. Sehingga daya lampu untuk lantai 3 adalah 7905 Watt. Bila diasumsikan peralatan elektronik pada yang ada pada lantai 3 adalah Komputer dengan kapasitas 400 watt (20 buah), Mesin Photo Copy dengan kapasitas 280 watt ( buah), dan Televisi dengan kapasitas 300 watt (2 buah). Bila: WElektronik = WKomputer + WPhoto Copy + WTelevisi. WElektronik = 9880 W QLampu = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QLampu = 3,4 x 7905 x,25 x (BTU/hr). QLampu = 33695,06 (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x 9880 x,25 x (BTU/hr). QElektronik = 423,50 (BTU/hr). c. Besarnya beban kalor yang dihasilkan manusia dapat dicari dengan menggunakan Tabel 4.. Banyaknya orang untuk lantai 3 dapat diketahui dengan menggunakan asumsi yaitu ruang perkantoran, dengan jumlah orang tiap 0 m2 (07,64 ft2) adalah 2 orang, sehingga dengan luas ruangan 5546,855 ft2 jumlah orang adalah 288, orang. `

103 Qs = qs x n x CLF (BTU/hr) Qs = 35 x 289 x,0 = 9035 (BTU/hr) QL = ql x n QL = 325 x (BTU/hr) = (BTU/hr) d. Beban kalor dari ventilasi pada lantai 3 dihitung dengan persamaan (4.8), besarnya nilai CLF ventilasi dari Table 4.3 dengan asumsi untuk perkantoran (General Office Space) adalah sebesar 5 ft3/min. Qs =, x CFM x T (BTU/hr) Qs =, x (5 x 289) x (89,6 78) (BTU/hr) Qs = 5534,6 (BTU/hr) QL = 0,68 x CFM x W (BTU/hr) QL = 0,68 x (5 x 289) x 56 (BTU/hr) QL = 65076,8 (BTU/hr) `

104 86 Tabel 4.6 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 3 Room Lat. Project K. Jenderal Pajak Location Yogyakarta Design Conditions Outdoor Room Conduction Dir. DB F 89,6 78 Color Lantai 3 6o LS WB F 79,6 66,2 N S E W N S E W Group Wall E RH % A, ft2 U Gross Glass Calc. by,04,04,04,04 0,585 0,585 0,585 0,585 W gr/lb Engr. Andy Daily range Day Mei Net 642,56 446,60 345,93 345,93 940,80 236,76 82,28 82,28 CLTD, F Table Corr. 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 5, , ,78 4 7,83 SC 0,5 0,5 0,5 0,5 CLF 0,75 0,58 0,32 0,29 Fc Stefanus Andy Prasetya Check 46,4 F. Ave. Time 84 F 4.00 RSHG BTU/hr 8433,47 586,5 4540, , , , , ,69 Roof/ceiling Floor Partition Door Solar Glass Elec. Lights People Equipment Infiltration Dir. N S E W Sh Yes Yes Yes Yes W x 3,4x W x 3,4x SHG x LHG SHGF ,25,25 x x A 642,56 446,60 345,93 345,93 BF x BF x Fc CLF x CLF x CFM x CFM x Fc 8433, , ,50 586,86 Fc Fc, x 0,68 x SA fan gain (blow through) Pump gain RA duct gain RA fan gain ,79 % 3572,64 0 Ventilation RLHG BTU/hr TC gr/lb Subtotal SA duct gain SA duct leakage 5 SA fan gain (draw through) 423, , ,5 % CFM x CFM x % Room Heat Gain,6 TC 56 gr/lb , , RTHG BTU/hr , ,8 725,64 % TSH/TLH Cooling ,66 Tons ` 25900, ,46 4,2

105 Lantai 4 Luas total ruangan lantai 4 kantor Direktorat Jendral Pajak Yogyakarta adalah ft2. Luas kaca untuk lantai 4 : Kaca bagian utara 697,08 ft2 Kaca bagian barat 78,0 ft2 Kaca bagian timur 78,0 ft2 Kaca bagian selatan 446,60 ft2 Untuk luas dinding pada lantai 4 setelah dikurangi luas kaca adalah: Luas dinding bagian utara 886,28 ft2 Luas dinding bagian barat 980,20 ft2 Luas dinding bagian timur 796,76 ft2 Luas dinding bagian selata 236,76 ft2 a. Besarnya beban kalor konduksi yang melalui kaca: Q = U x A x T (BTU/hr) Kaca disebelah utara Q = 8409,57 (BTU/hr) Kaca disebelah barat Q = 247,5 (BTU/hr) Kaca disebelah timur Q = 247,5 (BTU/hr) Kaca disebelah selatan Q = 5387,76 (BTU/hr) Besarnya beban kalor radiasi yang melalui kaca: Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr) Kaca bagian utara Q = 949,75 (BTU/hr) Kaca bagian timur Q = 6579,250 (BTU/hr) Kaca bagian barat Q = 5962,445 (BTU/hr) Kaca bagian Selatan Q = 3987,449 ` (BTU/hr)

106 88 b. Besarnya beban kalor lampu dan peralatan listrik dihitung dengan persamaan (4.4). Bila Lampu yang digunakan adalah jenis Fluorescent, masing-masing buah untuk setiap 9 m2 (29,52 ft2) dan diasumsikan setiap lampu memilki daya 5 Watt maka untuk ruangan dengan luas 49,30 ft2 banyak lampu yang digunakan adalah 480,725 buah 48 buah. Sehingga daya lampu untuk lantai 4 adalah 725 Watt. Bila diasumsikan peralatan elektronik pada yang ada pada lantai 4 adalah Komputer dengan kapasitas 400 watt (20 buah), Mesin Photo Copy dengan kapasitas 280 watt ( buah), dan Televisi dengan kapasitas 300 watt ( buah). Bila: WElektronik = WKomputer + WPhoto Copy + WTelevisi. WElektronik = 9580 W QLampu = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QLampu = 3,4 x 725 x,25 x (BTU/hr). QLampu = 30753,94 (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x 9580 x,25 x (BTU/hr). QElektronik = 40834,75 (BTU/hr). c. Besarnya beban kalor yang dihasilkan manusia dapat dicari dengan menggunakan Tabel 4.. Banyaknya orang untuk lantai 4 dapat diketahui dengan menggunakan asumsi yaitu ruang perkantoran, dengan jumlah `

107 orang tiap 0 m2 (07,64 ft2) adalah 2 89 orang, sehingga dengan luas ruangan 49,30 ft2 jumlah orang adalah 263, orang. Qs = qs x n x CLF (BTU/hr) Qs = 35 x 264 x,0 = 8360 (BTU/hr) QL = ql x n QL = 325 x 264 (BTU/hr) = (BTU/hr) d. Beban kalor dari ventilasi pada lantai 4 dihitung dengan persamaan (4.8), besarnya nilai CLF ventilasi dari Table 4.3 dengan asumsi untuk perkantoran (General Office Space) adalah sebesar 5 ft3/min. Qs =, x CFM x T (BTU/hr) Qs =, x (5 x 264) x (89,6 78) (BTU/hr) Qs = 50529,6 (BTU/hr) QL = 0,68 x CFM x W (BTU/hr) QL = 0,68 x (5 x 264) x 56 (BTU/hr) QL = 50796,8 (BTU/hr) `

108 90 Tabel 4.7 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 4 Project Location Room Lat. K. Jenderal Pajak Yogyakarta Design Conditions Outdoor Room Conduction Dir. DB F 89,6 78 Color Lantai 4 6o LS WB F 79,6 66,2 N S E W N S E W Group Wall E RH % A, ft2 U Gross Glass Calc. by,04,04,04,04 0,585 0,585 0,585 0,585 W gr/lb Engr. Andy Daily range Day Mei Net 697,08 446,60 78,0 78,0 886,28 236,76 980,20 980,20 CLTD, F Table Corr. 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 5, , ,78 4 7,83 SC 0,5 0,5 0,5 0,5 CLF 0,75 0,58 0,32 0,29 Fc Stefanus Andy Prasetya Check 46,4 F. Ave. Time 84 F 4.00 RSHG BTU/hr 949,00 586,5 2336, , , , , ,84 Roof/ceiling Floor Partition Door Solar Glass Elec. Lights People Equipment Infiltration Dir. N S E W Sh Yes Yes Yes Yes W x 3,4x W x 3,4x SHG x LHG SHGF ,25,25 x x A 642,56 446,60 345,93 345,93 BF x BF x Fc CLF x CLF x CFM x CFM x Fc 949,4 3987, , ,44, x 0,68 x SA fan gain (blow through) Pump gain RA duct gain RA fan gain 0 % RLHG BTU/hr , ,30 0 Ventilation 40834, , TC gr/lb Subtotal SA duct gain SA duct leakage 5 SA fan gain (draw through) Fc Fc ,5 % CFM x CFM x % Room Heat Gain,6 TC 56 gr/lb , , RTHG BTU/hr , ,8 6723,3 % TSH/TLH ` Cooling 32685, , ,92

109 Lantai 5 Luas total ruangan lantai 5 kantor Direktorat Jendral Pajak Yogyakarta adalah 49,30 ft2. Luas kaca untuk lantai 5 : Kaca bagian utara 697,08 ft2 Kaca bagian barat 78,0 ft2 Kaca bagian timur 78,0 ft2 Kaca bagian selatan 446,60 ft2 Untuk luas dinding pada lantai 5 setelah dikurangi luas kaca adalah: Luas dinding bagian utara 886,28 ft2 Luas dinding bagian barat 980,20 ft2 Luas dinding bagian timur 980,20 ft2 Luas dinding bagian selata 236,76 ft2 a. Besarnya beban kalor konduksi yang melalui kaca: Q = U x A x T (BTU/hr) Kaca disebelah utara Q = 8409,573 (BTU/hr) Kaca disebelah barat Q = 247,5 (BTU/hr) Kaca disebelah timur Q = 247,5 (BTU/hr) Kaca disebelah selatan Q = 5387,758 (BTU/hr) Besarnya beban kalor radiasi yang melalui kaca: Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr) Kaca bagian utara Q = 949,75 (BTU/hr) Kaca bagian timur Q = 6579,250 (BTU/hr) Kaca bagian barat Q = 5962,445 (BTU/hr) Kaca bagian Selatan Q = 3987,449 (BTU/hr) `

110 92 b. Besarnya beban kalor lampu dan peralatan listrik dihitung dengan persamaan (4.4). Bila Lampu yang digunakan adalah jenis Fluorescent, masing-masing buah untuk setiap 9 m2 (29,52 ft2) dan diasumsikan setiap lampu memilki daya 5 Watt maka untuk ruangan dengan luas 49,30 ft2 banyak lampu yang digunakan adalah 480,725 buah 48 buah sehingga daya lampu untuk lantai 5 adalah 725 Watt. Bila diasumsikan peralatan elektronik pada yang ada pada lantai 5 adalah Komputer dengan kapasitas 400 watt (20 buah), Mesin Photo Copy dengan kapasitas 280 watt ( buah), dan Televisi dengan kapasitas 300 watt ( buah). Bila: WElektronik = WKomputer + WPhoto Copy + WTelevisi. WElektronik = 9580 W QLampu = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QLampu = 3,4 x 725 x,25 x (BTU/hr). QLampu = 30753,94 (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x 9580 x,25 x (BTU/hr). QElektronik = 40834,75 (BTU/hr). c. Besarnya beban kalor yang dihasilkan manusia dapat dicari dengan menggunakan Tabel 4. banyaknya orang untuk lantai 5 dapat diketahui, dengan menggunakan asumsi sebagai ruang perkantoran dengan jumlah `

111 orang tiap 0 m2 (07,64 ft2) adalah 2 93 orang, sehingga dengan luas ruangan 49,30 ft2 dengan jumlah orang 263, orang. Qs = qs x n x CLF (BTU/hr) Qs = 35 x 264 x,0 = 8360 (BTU/hr) QL = ql x n QL = 325 x 264 (BTU/hr) = (BTU/hr) d. Beban kalor dari ventilasi pada lantai 5 dihitung dengan persamaan (4.8), besarnya nilai CLF ventilasi dari Table 4.3 dengan asumsi untuk perkantoran (General Office Space) adalah sebesar 5 ft3/min. Qs =, x CFM x T (BTU/hr) Qs =, x (5 x 264) x (89,6 78) (BTU/hr) Qs = 50529,6 (BTU/hr) QL = 0,68 x CFM x W (BTU/hr) QL = 0,68 x (5 x 264) x 56 (BTU/hr) QL = 50796,8 (BTU/hr) `

112 94 Tabel 4.8 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 5 Project Location Room Lat. K. Jenderal Pajak Yogyakarta Design Conditions Outdoor Room Conduction Dir. DB F 89,6 78 Color Lantai 5 6o LS WB F 79,6 66,2 N S E W N S E W Group Wall E RH % A, ft2 U Gross Glass Calc. by,04,04,04,04 0,585 0,585 0,585 0,585 W gr/lb Engr. Andy Daily range Day Mei Net 697,08 446,60 78,0 78,0 886,28 236,76 980,20 980,20 CLTD, F Table Corr. 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 5, , ,78 4 7,83 SC 0,5 0,5 0,5 0,5 CLF 0,75 0,58 0,32 0,29 Fc Stefanus Andy Prasetya Check 46,4 F. Ave. Time 84 F 4.00 RSHG BTU/hr 949,00 586,5 2336, , , , , ,84 Roof/ceiling Floor Partition Door Solar Glass Elec. Lights People Equipment Infiltration Dir. N S E W Sh Yes Yes Yes Yes W x 3,4x W x 3,4x SHG x LHG SHGF ,25,25 x x A 697,08 446,60 78,0 78,0 BF x BF x Fc CLF x CLF x CFM x CFM x Fc 949,4 3987, , ,44 Fc Fc, x 0,68 x SA fan gain (blow through) Pump gain RA duct gain RA fan gain ,92 % 2806,30 0 Ventilation RLHG BTU/hr TC gr/lb Subtotal SA duct gain SA duct leakage 5 SA fan gain (draw through) 40834, , ,5 % CFM x CFM x % Room Heat Gain,6 TC 56 gr/lb , , RTHG BTU/hr , ,8 6723,3 % TSH/TLH Cooling 32685,2 Tons ` , ,92 4,2

113 Lantai 6 Luas total ruangan Lantai 6 kantor Direktorat Jendral Pajak Yogyakarta adalah ft2. Luas kaca untuk lantai 6 : Kaca bagian utara 836,52 ft2 Kaca bagian barat 78,0 ft2 Kaca bagian timur 78,0 ft2 Kaca bagian selatan 446,60 ft2 Untuk luas dinding pada lantai 6 setelah dikurangi luas kaca adalah: Luas dinding bagian utara 746,84 ft2 Luas dinding bagian barat 980,20 ft2 Luas dinding bagian timur 980,20 ft2 Luas dinding bagian selata 236,76 ft2 a. Besarnya beban kalor konduksi yang melalui kaca: Q = U x A x T (BTU/hr) Kaca disebelah utara Q = 009,8 (BTU/hr) Kaca disebelah barat Q = 247,5 (BTU/hr) Kaca disebelah timur Q = 247,5 (BTU/hr) Kaca disebelah selatan Q = 5387,76 (BTU/hr) Besarnya beban kalor radiasi yang melalui kaca: Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr) Kaca bagian utara Q = 0979,378 (BTU/hr) Kaca bagian timur Q = 6579,250 (BTU/hr) Kaca bagian barat Q = 5962,445 (BTU/hr) Kaca bagian Selatan Q = 3987,449 (BTU/hr) `

114 96 b. Besarnya beban kalor lampu dan peralatan listrik dihitung dengan persamaan (4.4). Bila Lampu yang digunakan adalah jenis Fluorescent, masing-masing buah untuk setiap 9 m2 (29,52 ft2) dan diasumsikan setiap lampu memilki daya 5 Watt maka untuk ruangan dengan luas 49,30 ft2 banyak lampu yang digunakan adalah 480,725 buah 48 buah sehingga daya lampu untuk lantai 6 adalah 725 Watt. Bila diasumsikan peralatan elektronik pada yang ada pada lantai 6 adalah Komputer dengan kapasitas 400 watt (20 buah), Mesin Photo Copy dengan kapasitas 280 watt ( buah), dan Televisi dengan kapasitas 300 watt ( buah). Bila: WElektronik = WKomputer + WPhoto Copy + WTelevisi. WElektronik = 9580 W QLampu = 3,4 x W x BF x CLF BTU/hr). QLampu = 3,4 x 725 x,25 x (BTU/hr). QLampu = 30753,94 (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x 9580 x,25 x (BTU/hr). QElektronik = 40834,75 (BTU/hr). c. Besarnya beban kalor yang dihasilkan manusia dapat dicari dengan menggunakan Tabel 4. banyaknya orang untuk lantai 6 dapat diketahui, dengan menggunakan asumsi sebagai ruang perkantoran dengan jumlah `

115 orang tiap 0 m2 (07,64 ft2) adalah 2 97 orang, sehingga dengan luas ruangan 49,30 ft2 dengan jumlah orang 263, orang. Qs = qs x n x CLF (BTU/hr) Qs = 35 x 264 x,0 = 8360 (BTU/hr) QL = ql x n QL = 325 x 264 (BTU/hr) = (BTU/hr) d. Beban kalor dari ventilasi pada lantai 6 dihitung dengan persamaan (4.8), besarnya nilai CLF ventilasi dari Table 4.3 dengan asumsi untuk perkantoran (General Office Space) adalah sebesar 5 ft3/min. Qs =, x CFM x T (BTU/hr) Qs =, x (5 x 264) x (89,6 78) (BTU/hr) Qs = 50529,6 (BTU/hr) QL = 0,68 x CFM x W (BTU/hr) QL = 0,68 x (5 x 264) x 56 (BTU/hr) QL = 50796,8 (BTU/hr) `

116 98 Tabel 4.9 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 6 Project Location Room Lat. K. Jenderal Pajak Yogyakarta Design Conditions Outdoor Room Conduction Dir. DB F 89,6 78 Color Lantai 6 6o LS WB F 79,6 66,2 N S E W N S E W Group Wall E RH % A, ft2 U Gross Glass Calc. by,04,04,04,04 0,585 0,585 0,585 0,585 W gr/lb Engr. Andy Daily range Day Mei Net 836,52 446,60 78,0 78,0 746,84 236,76 980,20 980,20 CLTD, F Table Corr. 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 5, , ,78 4 7,83 SC 0,5 0,5 0,5 0,5 CLF 0,75 0,58 0,32 0,29 Fc Stefanus Andy Prasetya Check 46,4 F. Ave. Time 84 F 4.00 RSHG BTU/hr 0979,2 586,5 2336, , , , , ,84 Roof/ceiling Floor Partition Door Solar Glass Elec. Lights People Equipment Infiltration Dir. N S E W Sh Yes Yes Yes Yes W x 3,4x W x 3,4x SHG x LHG SHGF ,25,25 x x A 836,52 446,60 78,0 78,0 BF x BF x Fc CLF x CLF x CFM x CFM x Fc 0979, , , ,44, x 0,68 x SA fan gain (blow through) Pump gain RA duct gain RA fan gain 0 % RLHG BTU/hr , ,34 0 Ventilation 40834, , TC gr/lb Subtotal SA duct gain SA duct leakage 5 SA fan gain (draw through) Fc Fc ,5 % CFM x CFM x % Room Heat Gain,6 TC 56 gr/lb , , RTHG BTU/hr , ,8 6806,80 % TSH/TLH ` Cooling , , ,26

117 Lantai 7 Luas total ruangan lantai 7 kantor Direktorat Jendral Pajak Yogyakarta adalah 49,30 ft2. Luas kaca untuk lantai 7 : Kaca bagian utara 497,97 ft2 Kaca bagian barat 538,74 ft2 Kaca bagian timur 538,74 ft2 Kaca bagian selatan 77,3 ft2 Untuk luas dinding pada lantai 7 setelah dikurangi luas kaca adalah: Luas dinding bagian utara 085,4 ft2 Luas dinding bagian barat 69,5 ft2 Luas dinding bagian timur 69,5 ft2 Luas dinding bagian selata 406,05 ft2 a. Besarnya beban kalor konduksi yang melalui kaca: Q = U x A x T (BTU/hr) Kaca disebelah utara Q = 807,5 (BTU/hr) Kaca disebelah barat Q = 6499,36 (BTU/hr) Kaca disebelah timur Q = 6499,36 (BTU/hr) Kaca disebelah selatan Q = 4203,07 (BTU/hr) Besarnya beban kalor radiasi yang melalui kaca: Q = SHGF x A x SC x CLF (BTU/hr) Kaca bagian utara Q = 9660,86 (BTU/hr) Kaca bagian timur Q = 99,83 (BTU/hr) Kaca bagian barat Q = 8045,0 (BTU/hr) Kaca bagian Selatan Q = 36873,35 (BTU/hr) `

118 00 b. Besarnya beban kalor lampu dan peralatan listrik dihitung dengan persamaan (4.4). Bila Lampu yang digunakan adalah jenis Fluorescent, masing-masing buah untuk setiap 9 m2 (29,52 ft2) dan diasumsikan setiap lampu memilki daya 5 Watt maka untuk ruangan dengan luas 49,30 ft2 banyak lampu yang digunakan adalah 480,725 buah 48 buah sehingga daya lampu untuk lantai 6 adalah 725 Watt. Bila diasumsikan peralatan elektronik pada yang ada pada lantai 6 adalah Komputer dengan kapasitas 400 watt (20 buah), Mesin Photo Copy dengan kapasitas 280 watt ( buah), dan Televisi dengan kapasitas 300 watt ( buah). Bila: WElektronik = WKomputer + WPhoto Copy + WTelevisi. WElektronik = 9580 W QLampu = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QLampu = 3,4 x 725 x,25 x (BTU/hr). QLampu = 30753,94 (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x W x BF x CLF (BTU/hr). QElektronik = 3,4 x 9580 x,25 x (BTU/hr). QElektronik = 40834,75 (BTU/hr). c. Besarnya beban kalor yang dihasilkan manusia dapat dicari dengan menggunakan Tabel 4. banyaknya orang untuk lantai 6 dapat diketahui, dengan menggunakan asumsi sebagai ruang perkantoran dengan jumlah `

119 orang tiap 0 m2 (07,64 ft2) adalah 2 0 orang, sehingga dengan luas ruangan 49,30 ft2 dengan jumlah orang 263, orang. Qs = qs x n x CLF (BTU/hr) Qs = 35 x 79 x,0 = (BTU/hr) QL = ql x n (BTU/hr) QL = 325 x 79 = (BTU/hr) d. Beban kalor dari ventilasi pada lantai 5 dihitung dengan persamaan (4.8), besarnya nilai CLF ventilasi dari Table 4.3 dengan asumsi untuk perkantoran (General Office Space) adalah sebesar 5 ft3/min. Qs =, x CFM x T (BTU/hr) Qs =, x (5 x 79) x (89,6 78) (BTU/hr) Qs = 5397,4 (BTU/hr) QL = 0,68 x CFM x W (BTU/hr) QL = 0,68 x (5 x 79) x 56 (BTU/hr) QL = 4589,`2 (BTU/hr) e. Atap diasumsikan terbuat dari campuran semen dan pasir (Concrete Block + finish), dari Tabel 4.8 diperoleh nilai U 0,402 BTU / hr ft 2 F, dengan asumsi tebal atap 8 in. block group E. Dengan Tabel 4.9, dinding dengan group E mempunyai nilai CLTD sebesar 38, diambil nilai terbesar pada pukul Nilai koreksi lintang (LM) diambil dari Tabel 4.0, `

120 02 yaitu sebesar -. Sedangkan CLTDC dihitung dengan persamaan sebagai berikut : CLTDC , ,38 Tabel 4.20 Data hasil perhitungan beban pendinginan pada lantai 7 Project K. Jenderal Pajak Location Yogyakarta Room Lat. Design Conditions Outdoor Room Conduction Dir. DB F 89,6 78 Color Lantai 7 6o LS Calc. by WB F 79,6 66,2 N S E W N S E W Group Wall E,04,04,04,04 0,585 0,585 0,585 0,585 0,402 Roof/ceiling Floor Partition Door Solar Glass Elec. Lights People Equipment Infiltration Dir. N S E W Sh Yes Yes Yes Yes W x 3,4x W x 3,4x SHG x LHG A, ft2 U Gross Glass RH % SHGF ,25,25 x x A 497,97 77,3 538,74 538,74 BF x BF x Fc W gr/lb Daily range Day Mei Net 497,97 77,3 538,74 538,74 085,40 406,05 69,50 69,50 453,3 CLTD, F Table Corr. 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 2,62 3 5, , ,78 4 7, ,38 SC 0,5 0,5 0,5 0,5 CLF 0,75 0,58 0,32 0,29 CLF x CLF x CFM x CFM x, x 0,68 x SA fan gain (blow through) Pump gain RA duct gain RA fan gain 0 Stefanus Andy Prasetya Check 46,4 F. Ave. Time RSHG BTU/hr 9660,56 545, , , , , , , , , ,35 99, ,0 Fc Fc 40834, , RLHG BTU/hr TC gr/lb ,9 3535, ,5 % CFM x CFM x % 84 F 4.00 Fc % Ventilation Fc Subtotal SA duct gain SA duct leakage 5 SA fan gain (draw through) Engr. Andy Room Heat Gain,6 TC 56 gr/lb 7468, , RTHG BTU/hr , ,2 8540,45 % TSH/TLH ` Cooling 9555, , ,

121 Psychometric Chart Psychrometric chart merupakan suatu diagram yang dapat menunjukkan sifat termal dari udara basah. Sifat-sifat termal dari udara dibedakan menjadi 2, yaitu sensibel dan laten. Dalam uraian berikut akan dipaparkan penggunaan diagram Psikrometri.. Mengumpulkan data-data yang telah diketahui Dari data-data udara yang ada, dapat ditentukan titik-titik sebagai berikut: - Titik A : kondisi udara luar ruangan, yaitu DB = 89,6F & W = 34 gr/lb. - Titik B : kondisi udara dalam ruang rancangan, yaitu DB = 78F & RH = 50%. Kemudian, dari titik A dan titik B dihubungkan dengan sebuah garis. 2. Menghitung nilai RSHF (Room Sensible Heat Factor) RSHF disebut juga RSHR (Room Sensible Heat Ratio). RSHF merupakan perbandingan antara RSHG dengan jumlah antara RSHG dan RLHG. RSHF dapat dihitung dengan persamaan 4.3. RSHF RSHG RSHG (4.3) RSHG RLHG RTHG `

122 04 Dengan : RSHG = Room Sensible Heat Gain RLHG = Room Latent Heat Gain RTHG = Room Total Heat Gain atau (RSHG + RLHG) Kemudian dari RSHF ditarik garis lurus () sehingga melalui titik acuan, yaitu 80F DB & 50% RH. Garis RSHF didapatkan dengan menggambar garis lurus yang sejajar dengan garis () melalui titik B. 3. Menentukan suhu permukaan koil pendingin (titik E) Pada Tabel 5. telah diketahui suhu air pendingin yang keluar dari water chiller adalah 7 C atau 44,6F, sehingga dapat diasumsikan bahwa suhu permukaan koil pendingin pada AHU sama dengan suhu air pendingin yang keluar dari water chiller, yaitu 44,6F atau sekitar 45F. 4. Menghitung GSHF (Grand Sensible Heat Factor) GSHF digunakan untuk memperoleh coil process line. GSHF merupakan perbandingan antara TSH dengan jumlah TSH dan TLH. GSHF dapat dihitung dengan dengan menggunakan persamaan 4.4. GSHF TSH TSH (4.4) TSH TLH GTH `

123 05 Dengan : TSH = Total Sensible Heat TLH = Total Latent Heat GTH = Grand Total Heat Kemudian dari GSHF ditarik garis lurus (2) sehingga melalui titik acuan, yaitu 80F DB & 50% RH. Garis GSHF (coil process line) didapatkan dengan menggambar garis lurus yang sejajar dengan garis (2) melalui titik suhu permukaan koil pendingin (titik E). Dari gambar Psikometri yang telah dilakukan, dapat diperoleh datadata sebagai berikut :. Titik A merupakan kondisi udara lingkungan. 2. Titik B merupakan kondisi rancangan udara dalam ruangan. 3. Titik C merupakan kondisi udara hasil campuran antara udara dalam ruangan dan udara lingkungan. Kondisi udara ini yang nantinya akan masuk ke koil pendingin untuk didinginkan. 4. Titik D merupakan kondisi udara setelah melalui koil pendingin. 5. Titik E merupakan suhu permukaan koil pendingin pada evaporator Dengan persamaan 4.3 dapat diketahui besarnya nilai RSHF (Room Sensible Heat Factor) tiap lantainya: RSHF RSHG RSHG RSHG RLHG RTHG `

124 Lantai RSHF RSHG ,50 0,8 RTHG 29377,50 Lantai 2 RSHF RSHG ,60 0,76 RTHG 38680,60 Lantai 3 RSHF RSHG ,43 0,75 RTHG ,3 Lantai 4 RSHF RSHG ,2 0,76 RTHG ,2 Lantai 5 RSHF RSHG ,2 0,76 RTHG ,2 Lantai 6 RSHF RSHG ,05 0,76 RTHG ,05 Lantai 7 RSHF RSHG 7468,06 0,74 RTHG ,06 06 Dengan persamaan 4.4 dapat diketahui besarnya nilai GSHF (Grand Sensible Heat Factor) tiap lantainya, yaitu: GSHF TSH TSH TSH TLH GTH Lantai GSHF TSH 27674,24 0,64 TSH TLH ,4 Lantai 2 GSHF TSH 35553, 0,58 TSH TLH 6454,9 Lantai 3 GSHF TSH ,66 0,57 TSH TLH ,46 Lantai 4 GSHF TSH 32685,2 0,58 TSH TLH 56278,92 Lantai 5 GSHF TSH 32685,2 0,58 TSH TLH 56278,92 `

125 Lantai 6 GSHF TSH ,46 0,58 TSH TLH ,26 Lantai 7 GSHF TSH 9555,9 0,56 TSH TLH , 07 Dari Psychrometric Chart didapat data sebagai berikut: a. Lantai. Titik A Kondisi suhu udara rancang di luar ruangan 89,6 F (DB) Enthalpy (HA) = 42,8 BTU/lb 2. Titik B Kondisi suhu udara rancang dalam ruangan 78 F (DB) Enthalpy (HB) = 28,8 BTU/lb 3. Titik C Kondisi udara campuran (udara balik dan udara dari luar) 79,8 F. Enthalpy (HC) = 3, BTU/ lb 4. Titik D Kondisi udara yang masuk ke dalam ruangan 59,2 F. Enthalpy (HD) = 23, BTU/ lb 5. Titik E Suhu koil pendingin 45 F. Enthalpy (HE) = 7,6 BTU/ lb `

126 08 b. Lantai 2. Titik A Kondisi suhu udara rancang di luar ruangan 89,6 F (DB) Enthalpy (HA) = 42,8 BTU/ lb 2. Titik B Kondisi suhu udara rancang dalam ruangan 78 F (DB) Enthalpy (HB) = 28,8 BTU/ lb 3. Titik C Kondisi udara campuran (udara balik dan udara dari luar) 8,4 F. Enthalpy (HC) = 32,9 BTU/ lb 4. Titik D Kondisi udara yang masuk ke dalam ruangan 50 F. Enthalpy (HD) = 9,7 BTU/ lb 5. Titik E Suhu koil pendingin 45 F. Enthalpy (HE) = 7,6 BTU/ lb c. Lantai 3. Titik A Kondisi suhu udara rancang di luar ruangan 89,6 F (DB) Enthalpy (HA) = 42,8 BTU/ lb 2. Titik B Kondisi suhu udara rancang dalam ruangan 78 F (DB) `

127 09 Enthalpy (HB) = 28,8 BTU/ lb 3. Titik C Kondisi udara campuran (udara balik dan udara dari luar) 82 F. Enthalpy (HC) = 33,57 BTU/ lb 4. Titik D Kondisi udara yang masuk ke dalam ruangan 48 F. Enthalpy (HD) = 9 BTU/ lb 5. Titik E Suhu koil pendingin 45 F. Enthalpy (HE) = 7,6 BTU/ lb d. Lantai 4. Titik A Kondisi suhu udara rancang di luar ruangan 89,6 F (DB) Enthalpy (HA) = 42,8 BTU/ lb 2. Titik B Kondisi suhu udara rancang dalam ruangan 78 F (DB) Enthalpy (HB) = 28,8 BTU/ lb 3. Titik C Kondisi udara campuran (udara balik dan udara dari luar) 8,4 F. Enthalpy (HC) = 32,9 BTU/ lb `

128 0 4. Titik D Kondisi udara yang masuk ke dalam ruangan 50 F. Enthalpy (HD) = 9,8 BTU/ lb 5. Titik E Suhu koil pendingin 45 F. Enthalpy (HE) = 7,6 BTU/ lb e. Lantai 5. Titik A Kondisi suhu udara rancang di luar ruangan 89,6 F (DB) Enthalpy (HA) = 42,8 BTU/ lb 2. Titik B Kondisi suhu udara rancang dalam ruangan 78 F (DB) Enthalpy (HB) = 28,8 BTU/ lb 3. Titik C Kondisi udara campuran (udara balik dan udara dari luar) 8,4 F. Enthalpy (HC) = 32,9 BTU/ lb 4. Titik D Kondisi udara yang masuk ke dalam ruangan 50 F. Enthalpy (HD) = 9,8 BTU/ lb 5. Titik E Suhu koil pendingin 45 F. Enthalpy (HE) = 7,6 BTU/ lb `

129 f. Lantai 6. Titik A Kondisi suhu udara rancang di luar ruangan 89,6 F (DB) Enthalpy (HA) = 42,8 BTU/ lb 2. Titik B Kondisi suhu udara rancang dalam ruangan 78 F (DB) Enthalpy (HB) = 28,8 BTU/ lb 3. Titik C Kondisi udara campuran (udara balik dan udara dari luar) 8,4 F. Enthalpy (HC) = 32,9 BTU/ lb 4. Titik D Kondisi udara yang masuk ke dalam ruangan 50 F. Enthalpy (HD) = 9,8 BTU/ lb 5. Titik E Suhu koil pendingin 45 F. Enthalpy (HE) = 7,6 BTU/ lb g. Lantai 7. Titik A Kondisi suhu udara rancang di luar ruangan 89,6 F (DB) Enthalpy (HA) = 42,8 BTU/ lb `

130 2 2. Titik B Kondisi suhu udara rancang dalam ruangan 78 F (DB) Enthalpy (HB) = 28,8 BTU/ lb 3. Titik C Kondisi udara campuran (udara balik dan udara dari luar) 82,3 F. Enthalpy (HC) = 34 BTU/ lb 4. Titik D Kondisi udara yang masuk ke dalam ruangan 46,4 F. Enthalpy (HD) = 8,3 BTU/ lb 5. Titik E Suhu koil pendingin 45 F. Enthalpy (HE) = 7,6 BTU/ lb `

131 3 Gambar 4. Psychrometric Chart lantai `

132 4 Gambar 4.2 Psychrometric Chart lantai 2 `

133 5 Gambar 4.3 Psychrometric Chart lantai 3 `

134 6 Gambar 4.4 Psychrometric Chart lantai 4 `

135 7 Gambar 4.5 Psychrometric Chart lantai 5 `

136 8 Gambar 4.6 Psychrometric Chart lantai 6 `

137 9 Gambar 4.7 Psychrometric Chart lantai 7 `

138 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK BAB V MESIN PENDINGIN 5. Siklus pada Chiller Chiller adalah adalah mesin yang memindahkan panas dari cair melalui uap-kompresi atau penyerapan siklus pendingin. Pada prinsipnya, cara kerja chiller adalah sama dengan lemari es atau pendingin udara ruangan/ac. Dalam chiller, yang didinginkan adalah fluida air, yang nantinya akan digunkan untuk mendinginkan ruangan. Refrigeran dialirkan dalam saluran pipa-pipa sebelum masuk kompresor, refrigeran dengan kondisi uap jenuh dikompresikan kompresor sehingga uap yang dari keluar kompresor menjadi uap panas lanjut. Uap tersebut mengalir pada bagian kondensor untuk melepaskan kalor ke lingkungan sehingga terjadi proses kondensasi. Selanjutnya menuju katup ekspansi dan mengalami penurunan suhu sampai pada tekanan evaporator. Pada evaporator, cairan dari katup ekspansi mengalami evaporasi sehingga berubah menjadi uap jenuh dan masuk ke dalam kompresor untuk dikompresikan. Siklus berjalan terus menerus sehingga di dapat temperatur yang diinginkan. Evaporator tidak digunakan langsung untuk mendinginkan ruangan atau udara, tetapi evaporator di sini digunakan untuk mendinginkan air. Air yang telah didinginkan oleh evaporator dialirkan melalui pipa-pipa menuju ruangan, yang nantinya digunakan untuk mendinginkan udara ruangan dengan bantuan AHU (Air Handling unit). 20

139 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Kondensor 4 Katup Exspansi Kompresor Evaporator 2 3 Gambar 5. Sirkuit sistem pendinginan Chiller Tekanan 6 5 Qout Qin h =h 6 h 3 Entalpi h 4 Gambar 5.2 Siklus kompresi uap pada mesin Chiller Langkah siklus yang terjadi pada Gambar 5.2 seperti dibawah ini: a. Proses penguapan refrigerant (langkah -2) Proses penguapan refrigeran terjadi di evaporator yang berlangsung pada suhu dan tekanan yang konstan. Refrigeran cair yang masuk ke evaporator akan berubah fase menjadi gas setelah menyerap kalor dari air yang mengalir mengenai permukaan pipa-pipa evaporator. Air tersebut merupakan air

140 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 22 pendingin yang telah digunakan untuk media pendinginan udara pada AHU atau FCU. Dengan adanya penyerapan kalor oleh refrigeran, maka air yang mengenai permukaan pipa-pipa pendingin pada evaporator akan menjadi dingin. Air dingin tersebut akan dialirkan kembali menuju unit-unit penyegar udara. b. Proses pemanasan lanjut (langkah 2-3) Proses pemanasan lanjut berguna agar refrigeran benar-benar berfase gas sehingga memudahkan kompresor menyedot refrigeran dari evaporator dan mempermudah kompresor dalam mengkompresi. Proses pemanasan lanjut biasanya berlangsung pada chiller yang menggunakan hermetic compressor. Hermetic compressor merupakan jenis kompresor dengan motor yang berada dalam satu wadah, sehingga posisi motor tidak terlihat dari luar. Posisi motor di dalam menyebabkan adanya penambahan panas pada refrigeran. Dengan demikian, refrigeran berfase gas tersebut akan mengalami pemanasan terlebih dahulu sebelum akhirnya dinaikkan tekanannya oleh kompresor. c. Proses kompresi (langkah 3-4) Proses kompresi berlangsung di dalam kompresor. Proses ini bertujuan untuk menaikkan tekanan refrigeran. Akibat tekanannya naik, maka refrigeran juga mengalami peningkatan suhu. Suhu akhir refrigeran setelah mengalami

141 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 23 peningkatan merupakan suhu tertinggi dalam siklus kompresi uap yang berlangsung pada chiller. d. Proses penurunan suhu (langkah 4-5) Proses penurunan suhu berlangsung di dalam kondenser. Refrigeran yang masuk ke koil kondenser akan didinginkan oleh udara. Udara mengalir melalui koil sehingga dapat menyerap panas refrigerant, kemudian udara panas tersebut dialirkan keluar dengan menggunakan kipas udara (fan). Refrigeran gas akan menjadi cair setelah panasnya diserap oleh udara yang dialirkan keluar. e. Proses pendinginan lanjut (langkah 5-6) Proses pendinginan lanjut terjadi pada pipa refrigerasi yang menghubungkan kondenser dengan katup ekspansi. Proses pendinginan lanjut ini dapat dilakukan dengan menggunakan pipa refrigerasi yang diperpanjang. f. Proses penurunan tekanan (langkah 6-) Proses penurunan tekanan terjadi di dalam katup ekspansi. Katup ekspansi ini berguna untuk menurunkan tekanan dan suhu refrigeran cair hingga pada kondisi yang rendah. Refrigeran cair dengan tekanan dan suhu yang rendah akan masuk ke koil evaporator sebagai pendinginan air. Selain itu, katup ekspansi juga mengatur pemasukan refrigeran sesuai dengan beban pendinginan yang dibebankan pada evaporator sehingga proses penguapan dapat berjalan dengan sempurna.

142 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Pemilihan Chiller Dari perhitungan beban pendinginan yang telah dilakukan pada Bab IV, diperoleh beban pendinginan: Lantai = ,44 Btu/hr (36,6 TR) Lantai 2= 6454,9 Btu/ hr (5,2 TR) Lantai 3= ,46 Btu/hr (50,54 TR) Lantai 4= 56278,92 Btu/hr (46,90 TR) Lantai 5= 56278,92 Btu/hr (46,90 TR) Lantai 6= ,26 Btu/hr (47,8 TR) Lantai 7= , Btu/hr(35,04 TR) Jadi Total Beban pendinginan adalah sebesar ,02 BTU / hr atau 43,92 TR. Jika diketahui kw 340BTU / hr, maka besar beban pendinginan pada chiller adalah ,02 Btu / hr 456, 63 kw. Dari besar beban pendinginan yang yang telah dihitung, maka sesuai dengan Tabel 5.. Dengan spesifikasi data chiller pada Tabel 5., satu unit chiller tidak dapat memenuhi kebutuhan pendinginan pada gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta, sehingga untuk mengatasi masalah tersebut digunakan 2 Chiller (mesin pendingin). Mesin pendingin yang akan digunakan adalah Water Cooled Screw Chiller Model 250 A2SC3. Chiller ini memiliki data-data spesifikasi sebagai berikut :

143 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 25. MODEL : CW seri 250 A2SC.3 2. COOLING CAPACITY : 728 kw / 206,9 TR 3. REFRIGERANT : R COMPRESOR Type : Semi Hermatic Screw Compresor Motor Size : 40 x 2 HP 5. CONDENSOR COIL Type : Thermo O SHELL AND TUBE Condenser Water Flow Rate :55,08 m 3 /h Condenser Water Conection : DN 200 Inch Condenser Water IN/OUT : 30/35 7. EVAPORATOR Type : Thermo O SHELL AND TUBE Chilled Water Flow Rate : 25,06 m 3 /h Chilled Water Pressure Drop : 0,89 Bar Water Connection : DN 50 Inch Water IN/OUT : 2/7 0 C (Standar) 8. Dimensi Lenght : 3200 mm Widht : 2500 mm Height : 800 mm 9. Weight : 8000 kg ( *Cooling Capacity Based Condenser Water In/Out C/35 0 C, Refrigerant R22, CW In 2 0 C, 7 0 C Condensing Temp. 42,5 0 C). 0 C

144 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 26 Tabel 5. Spesifikasi Data Water Cooled Screw Chiller (Sumber :

145 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 27 Gambar 5.3 Diagram P-h

146 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 28 Dari Gambar 5.3 didapat data seperti pada Tabel 5.2, siklus kerjanya seperti yang dipaparkan pada langkah siklus yang terjadi pada Gambar 5.2. Tabel 5.2 Data siklus water chiller dari P-h diagram Tekanan Enthalpy Suhu pada T Suhu T (F) P (LBS /INCH 2 ) Btu/ (Lb)( o R) T T T T ,5 T5 76, T6 67, Gambar 5.4 Water Cooled Screw Chiller (Sumber : Dari Tabel 5.2 dapat dihitung besarnya coefficient of performance (COP) dari air conditioning dan refrigerant equipment, sebesar: = = ,5 07 = 6,6

147 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Cooling Tower Cooling tower merupakan suatu alat dengan ruangan yang cukup besar, di mana air panas yang keluar dari kondenser disemprotkan atau dipancarkan ke bawah untuk didinginkan. Proses pendinginan air pada cooling tower seperti terlihat pada Gambar 5.5. Air panas dari condenser dialirkan menuju cooling tower dengan bantuan pompa, air dari condenser dalam cooling tower dipecah. Pendinginan dilakukan dengan menggunakan udara sekitar yang dialirkan melewati atau berlawanan dengan arah jatuhnya air panas tersebut. Air yang telah didinginkan dialirkan kembali sebagai pendingin kondenser menggunakan pompa menuju condenser untuk mendinginkan refrigerant. Gambar 5.5 Cooling Tower (Sumber :

148 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 30 Berdasarkan Tabel 5., debit air yang melewati kondenser adalah sebesar 55,08 m 3 / h atau 682,66 GPM. Dengan demikian, dari Tabel 5.3 dapat dipilih cooling tower yang sesuai untuk kondenser tersebut. Akan tetapi, dari hasil pemilihan tidak ada debit aliran air dari cooling tower yang sesuai dengan condenser. Maka untuk kondensor dengan debit air 55,08 m 3 / h atau 682,08 GPM digunakan 2 Cooling tower Model 00 dengan spesifikasi data yang dapat dilihat pada Tabel 5.3. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan 2 Chiller digunakan 4 cooling tower. Cooling tower Cooling tower 2 Gate Gate Hider Pompa kondenser Gambar 5.6 Skema pemasangan pipa saluran cooling tower ke condenser Spesifikasi data cooling tower model 00 yang dipakai adalah seperti berikut Hider atau dapat dilihat pada Tabel 5.2: Model : S 00 Nominal Flow : 78,2 h/m 3 Air volume Motor : 700 cmm : 2,25 Kw

149 Tabel 5.3 Spesifikasi Data Cooling Tower (Sumber : 3

150 Skema rangkaian Pemasangan Water Chiller Dari spesifikasi chiller diatas dapat digambarkan skema lengkap dari water chiller yang digunakan. Skema lengkap water chiller yang sering digunakan ditunjukkan pada Gambar 5.6 Pompa C Pompa C2 Cooling tower 2 Cooling tower Hider Hider 2 30 oc Pompa 35 0 C cair kondenser gas Chiller katup ekspansi kompresor gas cair evaporator 0 Air dingin ke AHU 7 0C 2 C Hider supply Air return dari AHU Pompa Hider return Gambar 5.7 Skema lengkap water chiller

151 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK BAB VI SISTEM PERPIPAAN 6. Pemilihan Sistem Perpipaan Sistem instalasi perpipaan yang sering digunakan pada instalasi pengkondisian udara ada berbagai macam jenis, yaitu :. Series Loop 2. One Pipe Main 3. Two Pipe Direct Return 4. Two Pipe Reverse Return Dalam perancangan sistem instalasi perpipaan yang akan digunakan pada gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta adalah Two Pipe Direct Return System atau sistem pipa langsung kembali. Sistem ini bertujuan untuk mendapatkan temperatur air pendingin yang sama pada saat masuk ke setiap unit penyegar udara. Sistem ini menggunakan dua buah pipa utama, yaitu sebuah pipa utama sebagai pipa suplai dan yang satunya sebagai pipa balik. Perawatan dan perbaikan setiap unit penyegar udara pada sistem ini dapat dilakukan secara terpisah. 33

152 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 34 Gambar 6. Two Pipe Direct Return System (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Fig 5.5) Sistem ini disebut direct return karena saluran balik untuk mengalirkan air pendingin diambil jarak sedekat mungkin. Oleh karena pipa yang dibutuhkan pada sistem ini jauh lebih banyak dan juga keuntungannya jauh lebih besar dari one pipe system, maka biaya yang dibutuhkan semakain besar. 6.2 Perhitungan Dimensi Sistem Perpipaan yang dipergunakan Setelah dilakukan perhitungan pada Bab IV, maka dapat diketahui beban pendinginan keseluruhan pada gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta adalah sebesar ,02 Btu / hr 43, 93TR. Dengan demikian, laju aliran air pendingin yang masuk pada setiap unit penyegar udara dapat dihitung menggunakan persamaan 6.. Q 500 GPM TC. (6.) (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Eq 5.2)

153 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 35 Dengan : Q = Beban pendinginan, BTU / hr GPM = Laju aliran air pendingin, lb/hr TC = Temperature Change (perubahan temperatur) Sistem pengkondisian udara gedung Kantor Direktorat Jenderal Pajak Yogyakarta, setiap unit penyegar udara memiliki beban pendinginan yang berbeda-beda, sehingga debit air pendingin yang masuk juga berbeda-beda. Pada Bab V telah diketahui spesifikasi water chiller yang digunakan. Dengan spesifikasi water chiller yang ada, maka digunakan 2 chiller. Dari perhitungan yang telah dilakukan pada beban pendinginan Bab IV, diperoleh Total Beban pendinginan sebesar ,02 Btu / hr atau 43,93 TR. Temperatur air pendingin yang keluar dari water chiller menuju unit-unit penyegar udara adalah 7 C (44,6F), sedangkan yang masuk ke water chiller temperaturnya 2 C (53,6F). Dengan demikian, dapat dihitung laju aliran air pendingin (GPM) yang masuk ke setiap unit penyegar udara. Pada lantai I, AHU I digunakan untuk mendinginkan seluruh ruang lantai dengan beban pendinginan ruangan yang dibebankan pada AHU I adalah sebesar ,44 Btu/hr. Dengan demikian, dapat dilakukan perhitungan laju aliran air pendingin yang masuk pada AHU I sebagai berikut : GPM Q 500 TC

154 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK ,44 BTU / hr GPM 96, 42 GPM ,6 44,6 F Perhitungan dengan cara tersebut juga dilakukan terhadap unit-unit penyegar udara yang lain. Dengan menggunakan Microsoft Excell, maka dapat diperoleh hasil perhitungan laju aliran air pendingin yang masuk ke setiap unit penyegar udara. Hasil perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 6.. Tabel 6. Hasil perhitungan laju aliran air pendingin menuju AHU Q (BTU/hr) TC (F) TC GPM lantai , ,42 lantai , ,56 lantai , ,77 lantai , ,06 lantai , ,06 lantai , ,82 lantai 7a 20450, ,77 lantai 7b , ,67 lantai 7c , , Pemilihan Bahan Pipa yang digunakan Pipa-pipa yang akan digunakan dapat terbuat dari berbagai macam bahan. Pemilihannya tergantung sejauh mana pipa-pipa tersebut akan digunakan. Beberapa hal pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan bahan pipa, antara lain :. Fluida yang mengalir dalam pipa 2. Temperatur 3. Tekanan 4. Ketahanan pipa terhadap oksidasi dan karat

155 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 37 Bahan yang sering digunakan untuk sistem perpipaan pada sistem pengkondisian udara adalah baja dan tembaga. Masing-masing bahan tersebut memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Biasanya pipa baja digunakan untuk instalasi perpipaan yang besar, sedangkan untuk pipa tembaga digunakan untuk instalasi perpipaan yang relatif lebih kecil. Pipa tembaga memiliki dua macam keuntungan. Pertama, hambatan karena gesekan lebih kecil bila dibandingkan dengan pipa baja, sehingga pompa yang digunakan ukurannya juga lebih kecil dan konsumsi daya yang digunakan juga lebih kecil. Kedua, tembaga bukan merupakan bahan yang mudah teroksidasi. Akan tetapi, baja memiliki daya tahan yang lebih lama, karena baja merupakan bahan yang lebih kuat dan tidak mudah rusak. Seringkali pipa yang berukuran besar dibuat dari baja dan pipa yang berukuran kecil dibuat dari tembaga. Pipa yang menggunakan bahan tembaga biasanya digunakan untuk pipa cabang pada unit penyegar udara. Apabila pipa baja dan tembaga digunakan dalam satu sambungan, maka keduanya tetap harus dipisahkan dengan sambungan yang terbuat plastik. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya korosi. Dari penjelasan sebelumnya, maka sistem perpipaan yang akan digunakan adalah terbuat dari baja. Hal tersebut bertujuan agar sistem perpipaan tersebut dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama dan tidak mudah rusak.

156 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Langkah Perhitungan pada Sistem Perpipaan Untuk menentukan ukuran pipa yang akan digunakan pada setiap sambungan, maka langkah-langkah yang diperlukan adalah sebagai berikut :. Menentukan skema sistem perpipaan yang akan digunakan. Pada gedung ini digambarkan skema perpipaan pada setiap lantai. 2. Laju aliran rata-rata air pendingin pada setiap pipa ditentukan dengan menjumlahkan debit air pendingin yang mengalir di setiap unit penyegar udara. 3. Menentukan sistem perpipaan yang akan digunakan. Pada sistem perpipaan ini menggunakan sistem tertutup (closed hydronic system), hal tersebut dikarenakan pemasangan sistem perpipaan berada di tempat yang relatif terlindungi. 4. Menentukan ukuran Pipa dan rugi-rugi gesekan pada pipa dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar Pipa yang digunakan dalam sistem perpipaan ini menggunakan pipa berbahan baja, a) Besar rugi-rugi gesek rata-rata berada di antara s/d 5 feet. w / 00 ft b) Kecepatan aliran air pendingin melalui pipa berada di antara 4 s/d 6 FPS pada sistem yang kecil dan 8 s/d 0 pada sistem yang besar.

157 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Perhitungan rugi-rugi yang terjadi pada perpipaan Cooling Tower Penentuan ukuran diameter pipa harus memiliki besar rugi-rugi gesekan, rata-rata berada di antara s/d 5 feet. w / 00 ft. Pada perpipaan sistem terbuka, ukuran diameter pipa yang digunakan dapat ditentukan menggunakan Gambar 6.3. Flow (GPM) Gambar 6.3 Friction loss for water in Schedule 40 steel pipe open system (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Fig 8.4)

158 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 40 Gambar 6.4 Friction loss for water in Schedule 40 steel pipe closed system (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Fig 8.3

159 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 4 Cooling tower Cooling tower 2 Cooling tower Cooling tower 2 Gate Gate Gate Gate Hider Hider Pompa Pompa kondenser kondenser katup ekspansi kompresor katup ekspansi kompresor evaporator evaporator Hider Supply Hider Return Menuju AHU Dari AHU Gambar 6.2 Rangkaian Perpipaan untuk menara pendingin

160 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Pipa yang mengalirkan air dari cooling tower ke Hider Bila rangkaian seperti Gambar 6.2 dengan debit air melalui kondensor 55,08 m 3 / h atau 682,08 GPM, maka tiap cooling tower harus mengalirkan air menuju AHU sebesar 34,04 GPM. Diasumsikan bahwa pipa dari cooling tower ke hidder memiliki panjang ±5 m dan mengalirkan air sebanyak 34,04 GPM. Dari Gambar 6.3 dapat diperoleh ukuran diameter pipa 5 inchi dengan besar rugirugi gesekan 3,5 ft w / 00 ft. Apabila diketahui ft w / 00 ft,0m H O / m, 0 2 maka 0 2 3,5 ft w / 00 ft,035m H O / m. Dengan demikian, dapat dihitung rugirugi tekanan pada pipa sebagai berikut : Hd pipa 5 m 0,035 m H 2 O / m 0, 525 m H 2 O Karena menggunakan 2 cooling tower, maka rugi tekan pada pipa cooling tower ke hider adalah sebesar : Hd pipa 0,525 m H 2 O x 2 0, 05 m H 2 O Saluran ini menggunakan sebuah katup pintu (gate valve). Pada Tabel 6.2 didapatkan panjang ekivalen gate valve sebesar 6 ft atau sekitar,83 m. Dengan rugi-rugi gesekan sebesar 0 2,035m H O / m, maka rugi-rugi tekanan pada katup pintu adalah : Hd GateValve,83 m 0,035m H 2 O/ m 0, 064m H 2 O

161 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 43 Karena menggunakan 2 cooling tower, maka rugi gesek pada ekivalen gate valve adalah sebesar 0,064 m H 2O x 2 0, 28 m H 2O Tabel 6.2 Equivalent Feet of Pipe for Piping and Valves (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tbl 8.) Pada Tabel 6.2 didapatkan panjang ekivalen 90 standard elbow sebesar 3 ft atau 3,96 m. Bila dalam saluran ini menggunakan sambungan siku standard sebanyak 4 buah yang digunakan untuk mengalirkan 34,04 GPM air, dengan rugi-rugi gesek sebesar,035m H O / m, maka rugi-rugi tekanan pada sambungan siku standar adalah : 0 2 Hd Elbow 4 3,96m 0,035m H 2 O / m 0, 554 m H 2 O Jika rugi-rugi tekanan dari tiap cooling tower ke hider pada sambungan siku adalah sebesar 0,554 m H 2 O, diperoleh rugi-rugi tekanan dari kedua Cooling tower menuju hider sebesar,08 m H O. Pada hider sendiri Hd Elbow 2 diasumsikan tidak ada rugi-rugi tekanan, atau biasa dikatakan hidder ini digunakan untuk menghilangkan rugi-rugi tekanan.

162 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Pipa yang mengalirkan air dari Hider malalui Kondensor menuju T cooling tower. Dari Tabel 6.4, didapat rugi tekanan dari kondensor sebesar Hm Kondensor 2 8 m H O. Pipa yang digunakan diasumsikan memiliki panjang ±20m dan mengalirkan air sebanyak 682,08 GPM. Dari Gambar 6.3 didapat pipa yang akan digunakan untuk mengalirkan air menuju cooling tower memiliki ukuran 8 inchi, dengan rugi-rugi gesekan sebesar,4 ft w / 00 ft atau,04m H O / m. Dengan demikian dapat dihitung rugi-rugi tekanan sebagai berikut : Hd Pipa 20m 0,04m H 2 O / m 0, 28 m H 2 O 0 2 Pada Tabel 6.2 didapatkan panjang ekivalen 90 standard elbow sebesar 22 ft atau 6,7 m. Jika dalam saluran ini juga menggunakan sambungan siku standard sebanyak 4 buah yang digunakan untuk mengalirkan 682,8 GPM air dengan rugi-rugi gesek sebesar 0 2,04m H O / m, maka rugi-rugi tekanan pada sambungan siku standar adalah : Hd Elbow 4 6,7m 0,04m H 2 O / m 0, 375 m H 2 O Saluran ini memiliki sambungan T, yaitu sambungan sebelum air dibagi menuju ke cooling tower dan ke cooling tower 2 dan 4 sambungan T pada pompa, seperti terlihat pada Gambar 6.2. Untuk menentukan rugi-rugi tekanan pada sambungan T, diambil saluran pipa terpanjang. Berdasarkan Tabel 6.2, untuk aliran air searah yang melalui sambungan T digunakan panjang

163 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 45 ekivalen untuk 90 standard elbow. Karena diameternya sama, yaitu 8 inchi, maka panjang ekivalen sambungan T sebesar 44 ft atau 3,42 m. Dengan rugi-rugi gesekan sebesar 0 2,04m H O / m, maka rugi-rugi tekanan pada sambungan T adalah : Hd T 8x3,42 m 0,04 m H 2 O / m, 5 m H 2 O Pipa yang mengalirkan air dari T ke Cooling Tower Panjang pipa yang digunakan diasumsikan ±5m, digunakan untuk mengalirkan 34,04 GPM air. Dari Gambar 6.3 diperoleh ukuran diameter pipa 5 inchi dengan rugi-rugi gesekan sebesar 3,5 ft w / 00 ft,035m H O / m. Maka rugi-rugi 0 2 tekanan pada pipa sebesar: Hd Pipa 5 m 0,035 m H 2 O / m 0, 75 m H 2 O Dengan panjang pipa dari T ke cooling tower kiri dan kanan sama, maka rugi gesekan pipa adalah: Hd Pipa 2 0,75 m H 2 O / m 0, 35 m H 2 O Dengan menggunakan sambungan siku standard sebanyak 2 buah, dari Tabel 6.2 didapatkan panjang ekivalen 90 standard elbow sebesar 3 ft atau 3,96 m. Rugi gesek yang terjadi adalah : Hd Elbow 2 3,96m 0,35m H 2 O / m 2, 77 m H 2 O

164 46 Dengan demikian, dari perhitungan yang telah dilakukan, bila diketahui Head cooling tower sebesar 5 m H 2 O (Tabel 6.4), maka dapat diperoleh datadata seperti pada Table 6.3: Tabel 6.3 Data hasil perhitungan rugi-rugi perpipaan pada cooling tower Saluran Cooling tower Hider Bagian D inchi GPM pipa 5 34,04 Gate valve 5 34,04,83 90 elbw std 5 34,04 3,96 pipa 8 682,8 90 elbw std 8 682,8 6,7 T 8 682,8 3,42 pipa 5 34,04 90 elbw std 5 34,04 O Hider T Cooling tower T - Cooling Tower O O Panjang ekivalen (m) Jumlah Panjang Total (m) Rugi-rugi gesek m.h2o/m Rugi-rugi tek. m.h2o 2 ±5 0,035 0,05 2 0,035 0, ,035 0,08 0,04 0, ,04 0, ,04,5 0,035 0,035 0,035 0,0277 ±20 2 3,96 2 ±5 Head cooling tower 5 Tinggi angkat statik Kondensor 8 Total Head Pompa 5,86 Tabel 6.4 Equivalent Feet of Pipe for Piping and Valves (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Tbl 8.)

165 Perhitungan rugi-rugi perpipaan AHU Tiap Lantai Setiap lantai pada gedung kantor Pajak mempunyai AHU, pada lantai I, terdapat unit penyegar udara yang digunakan untuk mendinginkan ruangan, seperti terlihat pada Gambar 6.5 Gambar 6.5 Skema sistem perpipaan yang dipakai gedung pajak.

166 48 Diketahui panjang pipa untuk AHU tiap lantai adalah seperti berikut: Panjang pipa untuk lantai = ±35m, lantai 2 = ±3m, lantai 3 = ±26m, lantai 4 = ±2m, lantai 5 = ±6m, lantai 6 = ±m, lantai 7a = ±0m, lantai 7b = ±0m, lantai 7c = ±0m. Untuk rangkaian perpipaan tiap lantai diasumsikan terdapat 8 sambungan 90 standard elbow pada pipa supply dan return. Dari data tersebut dengan menggunakan Gambar 6.4 dapat diketahui berapa besarnya rugi-rugi yang terjadi pada system perpipaan Pipa yang mengalirkan air dari hider ke AHU L Untuk AHU L pada lantai 2 panjang pipa yang dipakai adalah ±35m, digunakan untuk mengalirkan air 96,42 GPM. Dari Gambar 6.4 diperoleh ukuran diameter pipa 3 inchi dengan besar rugi-rugi gesekan 2,25 ft w / 00 ft 0,0225m H 2 O / m. Dengan demikian rugi-rugi tekanan pada pipa sebesar: Hd Pipa 35m 0,0225m H 2O / m 0,79 m H 2O Karena panjang pipa dari hider supply menuju AHU sama dengan panjang pipa dari AHU menuju hider return, maka besarnya rugi-rugi gesek pada pipa adalah: Hd Pipa 2 0,79m H 2O / m,58 m H 2O Berdasarkan Table 6.2 pipa dengan diameter 3 inch mempunyai panjang ekivalen 8 ft atau 2,44 m, dengan rugi gesek sebesar 0,0225m H 2 O / m maka rugi-rugi tekanan pada 8 sambungan 90 standard elbow pada pipa supply dan return adalah: Hd Elbow 8 2,44m 0,0225m H 2O / m 0,44 m H 2O

167 49 Pada Tabel 6.2 didapatkan panjang ekivalen gate valve sebesar 3,2 ft atau sekitar 0,98 m. Saluran dari H. supply H. return, AHU L terdapat 2 buah katup pintu (gate valve). Dengan rugi-rugi gesekan sebesar 0,0225m H 2 O / m, maka rugi-rugi tekanan pada katup pintu adalah : Hd Elbow 2 0,9m 0,0225m H 2O / m 0,04 m H 2O Dengan melakukan perhitungan yang sama untuk pipa AHU L2 AHU L7 sehingga diperoleh data-data hasil perhitungan seperti pada Table Pipa yang mengalirkan air dari Evaporator ke hidder Dari Gambar 6.4 dapat diperoleh ukuran diameter pipa 6 inchi dengan besar rugi-rugi gesekan 2 ft w / 00 ft 0,02m H 2 O / m.bila pipa yang digunakan pada Chiller menuju Hider supply mempunyai panjang ±5m, dipakai untuk mengalirkan air sebanyak 55,9 GPM, maka dapat dihitung rugi-rugi tekanan pada pipa sebesar: Hd Pipa 5m 0,02m H 2O / m 0, m H 2O Bila pipa yang digunakan pada Chiller menuju Hider return mempunyai panjang ±0m, dipakai untuk mengalirkan air sebanyak 55,9 GPM. Didapat rugirugi tekanan pada pipa sebesar: Hd Pipa 0m 0,02m H 2O / m 0,2 m H 2O

168 50 Bila diasumsikan panjang pipa yang digunakan pada Chiller 2 menuju Hider return mempunyai panjang yang sama dan rugi-rugi gesek yang sama dengan pipa dari Chiller menuju Hider supply maka didapat rugi-rugi tekanan sebesar 0, m H 2 O. Bila diasumsikan panjang pipa yang digunakan pada Chiller 2 menuju Hider supply mempunyai panjang yang sama dan rugi-rugi gesek yang sama dengan pipa dari Chiller menuju Hider return maka didapat rugi-rugi tekanan sebesar 0,2 m H 2 O.

169 5 Tabel 6.5 Data hasil perhitungan rugi-rugi perpipaan menuju AHU Saluran Perpipaan AHU L Perpipaan AHU L2 Perpipaan AHU L3 Perpipaan AHU L4 Perpipaan AHU L5 Perpipaan AHU L6 Perpipaan AHU L7a Perpipaan AHU L7b Perpipaan AHU L7b (H. Supply-AHU L) & (AHU L- H. Return) (H. Supply-AHU L2) & (AHU L2- H. Return) (H. Supply-AHU L3) & (AHU L3- H. Return) (H. Supply-AHU L4) & (AHU L4- H. Return) (H. Supply-AHU L5) & (AHU L5- H. Return) (H. Supply-AHU L6) & (AHU L6- H. Return) (H. Supply-AHU L7a) & (AHU L7a- H. Return) (H. Supply-AHU L7b) & (AHU L7b- H. Return) (H. Supply-AHU L7b) & (AHU L7c- H. Return) Rugi-rugi tek. Jml. Panjang Total (m) Rugi-rugi gesek m.h2o/m ,0225,575 96,423 2,44 8 0,0225 0, ,423 0,98 2 0, pipa 3 36,559 0,045 2,790 90O elbw std 3 36,559 2,44 8 0,045 0,878 Gat valve 3 36,559 0,98 2 0,045 0,088 Pipa 3 34,77 0,04 2, elbw std 3 34,77 2,44 8 0,04 0,78 Gat valve 3 34,77 0,98 2 0,04 0,078 Pipa 3 25,063 0,034,43 90 elbw std 3 25,063 2,44 8 0,034 0,664 Gat valve 3 25,063 0,98 2 0,034 0,067 Pipa 3 25,063 0,034,09 90 elbw std 3 25,063 2,44 8 0,034 0,664 Gat valve 3 25,063 0,98 2 0,034 0,067 Pipa 3 25,823 0,0345 0,76 90 elbw std 3 25,823 2,44 8 0,0345 0,673 Gat valve 3 25,823 0,98 2 0,0345 0,068 Pipa 2 26,767 0,04 0,28 90 elbw std 2 26,767,28 8 0,04 0,43 Gat valve 2 26,767 0,7 2 0,04 0,020 Pipa 4 66,667 0,06 0,32 90 elbw std 4 66,667 3,35 8 0,06 0,429 Gat valve 4 66,667, ,06 0,044 Pipa 4 66,667 0,06 0,32 90 elbw std 4 66,667 3,35 8 0,06 0,429 Gat valve 4 66,667, ,06 0,044 Bagian D inchi MGP Panjang ekivalen (m) pipa 3 96,423 90O elbw std 3 Gat valve O O O O O O O m.h2o

170 Perhitungan Head Pompa Untuk mengalirkan air melalui sistem perpipaan, maka pompa harus dapat memberikan tinggi angkat (Head pompa) yang diperlukan untuk mengatasi rugirugi gesekan air yang mengalir melalui pipa. Perhitungan Head pompa yang akan digunakan dapat dihitung dengan persamaan 6.2. H t h f hd hm hs.. (6.2) ( Sumber : Penyegaran Udara, W. Arismunandar dan H. saito, rumus 7.6) Dengan : Ht : Tinggi angkat total pompa (m H2O) hf : Rugi-rugi gesek dari pipa lurus (m H2O) hd : Tahanan lokal dari sistem pipa (m H2O) hm : Tahanan dari perlengkapan (m H2O) hs : Tinggi angkat statik atau jarak vertikal pipa pemancar air dalam cooling tower dan permukaan air dalam cooling tower (m H2O) Perhitungan Head Pompa untuk Cooling Tower. Sistem perpipaan pada menara pendingin adalah sistem terbuka (open system). Dari Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa Head pompa yang diperlukan untuk mengalirkan 34,04 GPM air dari cooling tower menuju Hider kondenser, kemudian kembali lagi ke cooling tower adalah sebesar 5,86 m H 2O atau sekitar 52,86 ft w.

171 53 Gambar 6.6 Unjuk kerja pompa untuk sistem perpipaan (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Systems, Edward G. Pita, Fig.5) Jenis pompa yang akan digunakan dapat dipilih dari Gambar 6.5. Untuk mengalirkan 34,04 GPM air dengan H = 52,86 ft w dibutuhkan 4 pompa dengan capasitas pompanya adalah sebesar 85,26 GPM. Sehingga ehingga didapat pompa dengan BHP sebesar,5 HP, impeller berdiamater 7 in, dan efisiensi pompa sebesar 68% Perhitungan Head Pompa untuk AHU. Pompa untuk AHU LI System perpipaan untuk AHU adalah perpipaan sistem tertutup tidak memiliki tinggi angkat statik. Hal ini dikarenakan tinggi angkat statik pada bagian isap dan bagian tekan adalah seimbang, sehingga nilai ni hs 0. Rumus untuk perhitungan Head pompa untuk sistem tertutup ditunjukkan pada persamaan 6.3. H t h f h d hm. (6.3)

172 54 Dimana: Ht = Tinggi angkat statik pompa total (m H2O) hf = Kerugian gesek dari pipa lurus (m H2O) hd = Tahanan lokal dari sistem pipa. hm = Tahanan dari perlengkapan (m H2O) Dengan Tabel 6.4 besar nilai tahanan dari perlengkapan sebesar hm = 7 m H2O(Evaporator), koil udara(ahu) 5 mh2o. Besarnya nilai hm untuk masingmasing pompa tiap AHU adalah sebesar (7/8) + 7 = 7,875 m H2O. Dari data tersebut bila dimasukkan ke dalam persamaan 6.3 maka akan didapat hasil perhitungan statistik pompa seperti Tabel 6.6: Tabel 6.6 Data hasil perhitungan tinggi angkat statik pompa Bagian Hf m.h2o Hd m.h2o Hm m.h2o Ht m.h2o Ht ft.w AHU L 0,023 2,0583 7,875 9,956 33,9 AHU L2 0,045 3,7566 7,875,677 38,92 AHU L3 2,080 2,9392 7,875 2, ,98 AHU L4,428 2,583 7,875,46 38,20 AHU L5,088,883 7,875 0,78 35,94 AHU L6 0,759,500 7,875 0,34 33,78 AHU L7a 0,280 0,4430 7,875 8,598 28,66 AHU L7b 0,320 0,7927 7,875 8,988 29,96 AHU L7b 0,320 0,7927 7,875 8,988 29,96 Dari Tabel 6.6 diketahui Head pompa tiap AHU, dengan Gambar 6.5 dapat diketehui spesifikasi pompa yang sesuai untuk AHU tiap lantai, AHU tiap lantai menggunakan 2 pompa yang digunakan untuk mengalirkan air sehingga didapat data seperti Tabel 6.7.

173 Tabel 6.7 Spesifikasi Data pompa Bagian GPM GPM tiap pompa Ht ft.w BHP (HP) D Inch Efisiensi % AHU L ,22 33,9,5 6,5 68 AHU L2 36,559 68,279 38,92 2, AHU L3 34,77 67,385 42,98 2, AHU L4 25,063 62,53 38, AHU L5 25,063 62,53 35,94 2 6,7 65 AHU L6 25,823 62,92 33,78,7 6,5 64 AHU L7a 26,767 3,383 28,66 3 5, 45 AHU L7b 66,667 83,333 29,96 3 6,9 50 AHU L7c 66,667 83,333 29,96 3 6,

174 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK BAB VII SISTEM DUCTING Sistem AC, atau juga sering disebut dengan Air Handling System, merupakan bagian penting dalam sistem AC yang dipakai sebagai alat penghantar udara yang telah dikondisikan dari sumber dingin ataupun panas ke ruang yang akan dikondisikan. Hingga saat ini perkembangan desain AC sangat dipengaruhi oleh tuntutan efisiensi, terutama efisiensi energi, material, pemakaian ruang, dan perawatan. 7. Metode Perancangan Saluran Udara Ukuran saluran dalam perancangan sistem saluran udara () adalah hal utama yang perlu diperhitungkan. Metode perancangan saluran udara ada beberapa macam, antara lain metode gesekan sama (the equal friction method) dan metode energi statik (the static regain method). Sistem saluran udara pada gedung ini akan dirancang menggunakan metode gesekan sama (the equal friction method). Dasar dari metode ini adalah besar rugi-rugi gesek rata-rata per satuan panjang saluran udara yang telah ditentukan. Nilai rugi-rugi gesek tersebut digunakan sebagai patokan ukuran saluran udara pada bagian lainnya. Besar rugi-rugi gesek yang telah ditentukan biasanya didasarkan pada kecepatan maksimum udara yang diijinkan di saluran udara utama dari fan untuk mencegah suara bising akibat aliran udara. 56

175 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 57 Tidak berbeda jauh seperti pada saat menentukan ukuran pipa pada sistem perpipaan, maka untuk menentukan besar ukuran saluran udara yang akan digunakan perlu dilakukan langkah-langkah adalah sebagai berikut :. Menentukan AHU yang sesuai dengan beban pendinginan. 2. Menggambarkan skema sistem beserta panjang pada setiap bagian. Biasanya digambarkan secara sederhana untuk mempermudah perhitungan. 3. Menentukan jumlah kapasitas udara yang mengalir sebelum akhirnya dikeluarkan ke ruangan. 4. Menentukan kecepatan udara rancangan untuk saluran udara utama, yaitu yang langsung dihembuskan oleh fan. Kecepatan udara ini dapat ditentukan melalui Tabel Menentukan rugi-rugi gesekan pada saluran udara utama. Rugi-rugi gesekan ini dapat ditentukan melalui Gambar 7.. Rugi-rugi gesekan yang telah diperoleh digunakan sebagai patokan untuk menentukan ukuran saluran udara pada bagian lainnya. Dengan kata lain, semua saluran udara memiliki rugirugi gesekan yang sama. 6. Ukuran diameter saluran udara (equivalent round duct) juga ditentukan melalui Gambar Setelah diperoleh ukuran diameter saluran udara, maka ukuran saluran udara dalam bentuk segiempat (rectangular sizes) dapat ditentukan menggunakan Gambar 7.2.

176 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 58 Tabel 7. Recommended maximum duct velocity for low velocity system (FPM) (Sumber : Handbook of Air Conditioning System Design, Tbl 2) CONTROLLING CONTROLLING FACTOR - DUCT APPLICATION FACTOR FRICTION NOISE GENERATION Main Ducts Branch Ducts Main Ducts Supply Return Supply Return Residences Apartments Hotel Bedrooms Hospital Bedrooms Private Offices Directors Rooms Libraries Theatres Auditoriums General Offices High Class Restaurants High Class Stores Banks Averages Stores Cafetarias Industrial Jumlah udara dingin yang disuplaikan ke ruangan (Supply Air) sama dengan jumlah udara segar yang dimasukkan (Outside Air) dan udara balik (Return Air).

177 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 59 Gambar 7. Friction loss for air flow in galvanized steel round ducts (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Fig 8.2)

178 60 Gambar 7.2 Equivalent round duct sizes (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Fig 8.23) 7.2 Pemilihan AHU Untuk Tiap Lantai Pada Bab IV telah dilakukan perhitungan beban pendinginan sensibel QS yang dibebankan untuk tiap lantai, AHU yang akan digunakan untuk tiap lantai dapat dipilih berdasarkan Katalog AHU yang dapat dilihat pada halaman Lampiran. Dari data-data yang ada, didapat hasil seperti terlihat pada Tabel 7.2. Pada lantai 7 menggunakan 3 AHU untuk , BTU/hr, model AHU seperti terlihat pada Tabel 7.2.

179 6 Tabel 7.2 Pemilihan model AHU untuk tiap lantai RSHG RTHG Total Capacity Nominal Airflow (BTU/hr) (BTU/hr) (BTU/hr) CFM Lantai 27674, , W-DS Lantai , 6454,9 750-W-DS Lantai , , W-DS Lantai , , W-DS Lantai , , W-DS Lantai , , W-DS Lantai 7a 67757, , 25-W-DS Lantai 7b 42899, W-DS Lantai 7c 42899, W-DS Model AHU Rugi-rugi gesek pada tiap AHU ini digunakan sebagai patokan untuk menentukan ukuran pada bagian-bagian lainnya, dengan demikian didapat Tabel 7.3. Tabel 7.3 Rugi gesek yang terjadi pada main tiap lantai Banyak Udara yg dialirkan Kecepatan Alir Saluran utama (FPM) (CFM) Rugi Gesek Yang Diameter Ukuran Terjadi Ducting (Gambar 7.2) (in.w/00ft) (inch) (Inch) Lantai ,3 9 20x5 Lantai , x8 Lantai , x8 Lantai , x6 Lantai , x6 Lantai , x6 Lantai 7 AHUa 242, , x0 Lantai 7 AHUb , x6 Lantai 7 AHUc , x6

180 Perancangan Sistem Ducting Lantai Gambar 7.3 Skema sederhana sistem AHU lantai I Bila diketahui besarnya rugi gesek pada main duct seperti terlihat pada Tabel 7.3, maka dengan Gambar 7. didapat hasil perhitunga pada Tabel 7.4. Tabel 7.4 Ukuran untuk lantai Section v friction eq rect duct ft / mnt in.w/00ft D, in in CFM AHU a - b ,3 9 20x5 b-o ,3 9 9x7,5 o-p, g-h, s-t ,3 9 9x7,5 p-q, v-w, i-j, f ,3 7 7x6 q-r,w-x,t-4, g-6, j-k, ,3 6 5x6 b-c ,3 8 9x6 c-d ,3 8 9x6 d-e ,3 3 4x0 d-m ,3 8 8x6 e-f ,3 3 4x0 f-g, t-u ,3 0 9,5x8,5 s-2,f ,3 8 8x6 d-s ,3 2 2x0 o-8, p-9, q-0, r-, e-7, m-8,m-9, n20, n-2,k-l,x-6,6-7, 2-3, ,3 5 4,5x4,5 4-5, ,3 6 5x6

181 Perhitungan Rugi-rugi Tekanan (Pressure Loss) Dari Gambar 7.3 dapat diketahui bahwa yang terpanjang adalah AHU a-b, b-c, c-d, d-s s-t, t-u, u-v, f-. AHU a-b, merupakan lurus, sehingga Pressure Loss dapat dihitung sebagai berikut : Hf 0,3 in w 23, ft 0,085in w 00 ft Rugi-rugi gesekan yang telah diperoleh digunakan sebagai patokan untuk menentukan ukuran saluran udara pada bagian lainnya. Dengan kata lain, semua saluran udara memiliki rugi-rugi gesekan yang sama. Untuk sambungan, maka Pressure Loss nya dapat dihitung menggunakan persamaan 6.. V H f C Hr C (7.) (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Eq 8.) Dengan : C : Koefisien rugi-rugi Hr : Velocity pressure di sambungan (fitting), in.w V : Kecepatan udara, ft / min Pada bagian b,d,t,e,o,q,g,m,n, merupakan sambungan untuk daerah percabangan, sehingga dapat diasumsikan sebagai elbow. Dengan

182 64 demikian, sebagai contoh pada titik A dapat dihitung Pressure Loss nya menggunakan persamaan 7.2. Berdasarkan Tabel 7.5, maka nilai C dapat diperoleh. Tabel 7.5 Loss Coefficients (C) untuk sambungan (fitting 90 Rectangular elbow) (Sumber : Air Conditioning Principles and Systems, Edward G. Pita, Table 8.4) H 20.3 W 5 R 30 2 W Dengan demikian, dari Tabel 7.5 nilai C 0,0475. Luas penampang melintang dapat dihitung sebagai berikut : ft 2 A 20in 5in ft in Kecepatan udara yang mengalir dapat dihitung sebagai berikut : ft 3 V ,04 ft / min min 2.083ft 2

183 65 Dengan demikian, Pressure Loss dapat dihitung sebagai berikut : 2 90,04 H f 0,0475 0,0073in w 4000 Dari perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dapat diperoleh data-data Pressure Loss seperti pada Tabel 7.6. Tabel 7.6 Presure loss lantai Panjang Section AHU a - b V C Press.Loss (Hf) ft/min Loss Coef. in.w Bagian m ft 7 23,3 0, ,7 0,05000 b-c , ,3 0, ,09999 c-d d-e 20 0, , ,74 0,064 0, ,57 0,489 0, ,3 0,2999 elbow 248,297 0,0542 0, ,74 0,0500 0,00774 f-g 6 0,0500 elbow e-f 59, ,05999 elbow 066,667 0,0567 0, ,000 0,090 0, ,08999 b-o o-p 280, , , ,999 elbow 028,57 0,0529 0, ,667 0,0500 0, ,57 0, ,999 p-q 0,0053 q-r ,08999 o , ,7 0,05000

184 g-h ,999 s-t ,999 v-w 5 6,7 0,05000 i-j ,05999 f ,999 w-x 0 33,3 0,09999 t ,3 0,06999 g ,3 0,06999 j-k 0 33,3 0, ,08999 t-u 36,7 0,0999 p ,08999 q ,03000 r- 3 43,3 0,2999 e-7 4 3,3 0,04000 s ,05999 s-3 5 6,7 0,05000 m-8 4 3,3 0,04000 m-9 5 6,7 0,05000 n ,3 0,04000 n-2 5 6,7 0,05000 k-l ,05999 x-6 5 6,7 0, ,7 0, , ,7 0,05000 Total Pressure Loss (Hf) 2,

185 Perancangan Sistem Ducting Lantai 2 Gambar 7.4 Skema sederhana sistem AHU lantai 2 Bila besar rugi gesek pada main duct diketahui seperti terlihat pada Tabel 7.3 maka dengan Gambar 7. didapat hasil perhitungan seperti pada Tabel 7.7. Tabel 7.7 Ukuran untuk lantai 2 Section v friction eq rect duct ft / mnt in.w/00ft D, in in CFM AHU a-b , x8 b-c , x6 c-d , x6 d-e ,22 9 8x6 e-f ,22 3 4x0 f-g ,22 3x8 b-i ,22 4 3,5x2 i-j ,22 3x8 j-k ,22 9,5 9,5x8 b-l ,22 4 3,5x2 l-m ,22 4 3,5x2

186 m-n, s-t ,22 2 2x0 n-o, t-u ,22 0 0,5x8 e-p ,22 3,5 5x0 p-q ,22 0 0,5x8 q-r ,22 9 8,5x8 e-s ,22 3,6 5x0 g-h 400 u-v, i-2, k-5, m-8, o ,22 7,6 8x6 g-2, g-22, h-23, h ,22 6,8 6,5x6 2-3, j-4, 5-6, 8-9, n-0, -2, o-3, d-4, d-29, f-5, f-6, p-7, q-8, r-9, r-20, s25, t-26, u-27, v ,22 6 6x5 k-7, l-, ,22 5,3 5x Dengan ukuran yang telah diketahui (Tabel 7.7), maka dapat dilakukan perhitungan yang sama dengan lantai, baik untuk lurus maupun untuk sambungan, sehingga dapat diketahui Pressure Loss pada system. Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dengan menggunakan Microsoft Excel dapat diperoleh data-data Pressure Loss seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.8.

187 Tabel 7.8 Presure loss lantai 2 Section Bagian AHU a b Panjang m ft 36,7 V ft/min 288,889 elbow 55, ,43 4 elbow ,286 c-d elbow d-e elbow 720 3,429 e-f 0,0084 0,05 0, , , , , , ,0023 0, ,0084 0, ,0084 0, ,0090 0, ,465 elbow 738,465 07,692 f-g 8 0, elbow 0,0084 0, , elbow 0, ,008 0, ,008 0, ,0056 0, ,7 elbow 738,465 elbow 738, ,783 g-h b-i 6 53,3 i-j 36,7 0,0297 0, ,0804 6,7 elbow 0, , , ,7 elbow 0, ,05000 b-c 0, ,7 Press.Loss (Hf) in.w elbow C Loss Coef. 0, ,008 0, ,008 0, , ,5998 0,

188 j-k 36,7 b-l 9 30 l-m 0 33,33 m-n 36,7 n-o 36,7 e-p 6 53,3 p-q 0 33,3 q-r 36,7 e-s 9 63,3 s-t 36,7 t-u 36,7 u-v 0 33,3 i j k k l- 3 0 m n o o ,3 p ,3 q ,3 r ,7 r-20 36,7 d-4 5 6,7 0,0999 0, , ,0999 0,0999 0,5998 0, ,0999 0,8998 0,0999 0,0999 0, , , , , , ,999 0, , , , , , , , , , ,0999 0,

189 d ,3 f-5 4 3,3 f-6 5 6,7 g-2 4 3,3 g ,7 h ,3 h ,7 s ,7 t ,7 u ,3 v ,7 Total Pressure Loss (Hf) , , , , , , , , , , , ,39382 Perancangan Sistem Ducting Lantai 3 Gambar 7.5 Skema sederhana sistem AHU lantai 3 Bila besar rugi gesek pada main duct diketahui seperti terlihat pada Tabel 7.3, maka dengan Gambar 7. didapat hasil perhitunga pada Tabel 7.9.

190 72 Tabel 7.9 Ukuran untuk lantai 3 Section v friction eq rect duct ft / mnt in.w/00ft D, in in CFM AHU a - b , x8 b-c , x6 c-d ,22 9 8x6 d-e ,22 7 5x6 e-f ,22 5 7,5x2 f-g ,22 4,2 4,5x2 g-h ,22 2 2x0 h-i ,22 3 2x2 b j, m - n ,22,8 2x0 j k, n - o ,22 0 0,5x8 k-l, o-p ,22 8,9 8,5x8 b-m ,22 2 2x0 e q, e-u ,22,7 x0 q r, u-v ,22 0,2 0,5x8 r-s, v-w ,22 9 8,5x8 s-t, w-x ,22 7,8 8,5x6 g-2, g-22, h-23, h-24, i-29, i ,22 7,5 8x6 j-2, L-5,n-8, p ,22 6,5 6x6 2-3, k-4, 5-6, l-7, m-, 8-9, o-0, -2, p-3, d-29, d-4, f-5, f-6, q-7, x-8, r9, t-20, u-25, v-26, w-27, x ,22 5 5,5x4 Dengan ukuran yang telah diketahui (Tabel 7.9), maka dapat dilakukan perhitungan yang sama dengan lantai, baik untuk lurus maupun untuk sambungan, sehingga dapat diketahui Pressure Loss pada system.

191 73 Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dengan menggunakan Microsoft Excel dapat diperoleh data-data Pressure Loss seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.0. Tabel 7.0 Presure loss lantai 3 Section AHU a - b Bagian Panjang m ft 36,7 V ft/min 505,455 elbow ,857 4 elbow 654, c-d elbow 74, d-e elbow 654, ,429 e-f elbow ,655 f-g 0,0583 0,06 0, ,009 0, ,009 0,06 0,026 0, ,006 0, ,006 0,057 0,0067 0,05 0,0045 0,05 0,0045 0,0603 0,0084 0, ,3 g-h elbow 0,006 0, , elbow 0,006 0, , , elbow 0,07 0, , , elbow 0,0059 0, , , ,7 elbow 0,0084 0,0500 b-c 0, ,7 Press.Loss (Hf) in.w 0.00 elbow C Loss Coef ,05 0,0045

192 elbow h-i 7 elbow 200 b-m 505, ,235 4, ,765 0,0667 0,053 0,0278 0,0083 0,0037 0,900 63,3 e-u 0,0262 0,00 s-t 0,429 36,7 0,0035 0,00 r-s 0,068 36,7 0,0064 0,000 q-r 0,074 33,3 0,0223 0,600 74, ,225 53,3 e-q 0,0348 0,00 952,94 6 0, ,7 o-p 0,0000 0,00 n-o 0, ,7 0,0064 0,000 m-n 0,068 33,3 0,0223 0, , , elbow 0,225 0,00 952,94 9 0, ,7 k-l 0,05 0, , ,7 j-k 0,05 0, , ,3 b-j 0,0725 0, , ,3 elbow 0,05 74,286 0,429 0,

193 0,00 36,7 u-v 588,235 4, ,0667 w-x 050 n- 3 0 j k l l-7 36,7 n o p p ,3 d ,3 d-4 5 6,7 f-5 4 3,3 f-6 5 6,7 g g h h i i q ,3 0,0083 0,000 33,3 0,0278 0,00 36,7 v-w 0,765 0,053 0,0037 0,0300 0,0900 0,0600 0,0900 0,0900 0,0600 0,00 0,0900 0,0600 0,0900 0,0900 0,0600 0,000 0,0400 0,0500 0,0400 0,0500 0,0300 0,0600 0,0300 0,0600 0,0300 0,0600 0,

194 r ,3 s ,3 t ,3 u ,3 v ,3 w ,3 x ,3 Total Pressure Loss (Hf) ,0700 0,0700 0,0700 0,0700 0,0700 0,0700 0,0700 4,86984 Perancangan Sistem Ducting Lantai 4 Gambar 7.6 Skema sederhana sistem AHU lantai 4 Bila besar rugi gesek pada main duct diketahui seperti terlihat pada Tabel 7.3, maka dengan Gambar 7. didapat hasil perhitunga pada Tabel 7..

195 77 Tabel 7. Ukuran untuk lantai 4 Section v friction eq rect duct ft / mnt in.w/00ft D, in in CFM AHU a - b , x6 b-c ,25 7,8 6x6 c-d ,25 7,7 6x6 d-e ,25 6,2 23x0 e-f ,25 7,4 8x6 b-i ,25 2,8 2x2 i-j ,25, 3x8 j-k, o-p ,25 0, 0,5x8 L-m ,25 8,4 0x6 b-n ,25 2, 2x0 n-o, r-s, ,25 2 2x0 p-q ,25 8,8 x6 e-r ,25 3, 4x0 s-t ,25 0,3 0x0 t-u ,25 9,2 9x8 u-v, q-4, r-2, u ,25 7,5 8x6 e-w ,25 0,4 0x0 w-x ,25 0 0,5x8 x-g ,25 8 9x6 g-h ,25 7,9 8,5x6 i-2,o ,25 7 7x6 m-0, j-5, d-7, d-8, f-9, f ,25 5,9 6x6 i-, j-4, k-6, L-7, L-8, m-9,2-3,-2, p3, 4-5, q-6, 2-22, s-23, 25-26, v-27, x-27, g-29, h ,25 5 5,5x4 Dengan ukuran yang telah diketahui (Tabel 7.), maka dapat dilakukan perhitungan yang sama dengan lantai, baik untuk lurus

196 78 maupun untuk sambungan, sehingga dapat diketahui Pressure Loss pada system. Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dengan menggunakan Microsoft Excel dapat diperoleh data-data Pressure Loss seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.2. Tabel 7.2 Presure loss lantai 4 Section AHU a - b Bagian Panjang m ft 36,7 V ft/min C Loss Coef. Press.Loss (Hf) in.w 0,00 elbow 300 0,05 0,0053 elbow 380 0, , ,7 0,0500 b-c 687, , ,7 0,0089 0,400 elbow 600 0,05 0,00 elbow 600 0,05 0,00 63,250 0,0500 0,0083 c-d 5 6,7 0,0500 elbow 440 0, ,0080 elbow 296 0,05 0, ,826 0, ,0092 d-e 3 0,0 0,0300 elbow 600 0,05 0,00 elbow 600 0,05 0,00 900,000 0,38 0,06 e-f 7 56,7 0,700 elbow 654,5455 0, ,006 elbow 857,429 0, , ,000 0,556 0,064 b-i 8 26,7 0,0800 elbow 654,5455 0, ,006 elbow 600 0,05 0,00 35,385 0,0692 0,0075 i-j j-k 6 20,0 0,0600

197 elbow 654, , , k-l elbow 654, ,0 0,0000 0,0600 l-m 960, ,270 53,3 0,056 0,600 e-r 440, ,3 6 20,0 0,0500 0,0065 0,0700 r-s 260,000 0,027 0,002 0,0600 s-t 52, ,07 33,3 0,0058 0,000 b-n 380, ,270 26,7 0,0322 0,0800 n-o 260,000 36,7 8 26,7 0,0500 0,0050 0,00 o-p p-q 200,000 0,082 0,0074 0, ,88 0,0600 0, ,000 0,0750 0, ,7 0,0800 t-u 00,000 0,082 36,7 0,0062 0,00 u-v 600, ,3 36,7 0,0600 0,004 0,900 e-w 296,000 0,0694 0,0073 0,00 w-x 285,74 0, ,7 0,0077 0,00 x-g 333, , ,3 0,0066 0,000 g-h 988,235 0,0529 0,0032 i- 4 3,3 0,0400 i ,0 0, ,0 0,0900 j-4 4 3,3 0,0400 j ,0 0,0600 k-6 4 3,3 0,0400 l-7 4 3,3 0,0400 l ,0 0,200 m ,0 0,

198 m ,0 0, ,0 0, ,0 0,0600 p ,0 0,0900 q ,0 0, ,0 0,0600 q-6 36,7 0,00 d-7 4 3,3 0,0400 d-8 5 6,7 0,0500 f-9 4 3,3 0,0400 f ,7 0,0500 r ,0 0, ,0 0,0600 s ,3 0,000 t ,3 0,000 u ,0 0, ,0 0,0600 v ,3 0,0700 x ,3 0,0700 g ,3 0,0700 h ,3 0,0700 Total Pressure Loss (Hf) 7.8 4,48039 Perancangan Sistem Ducting Lantai 5 Gambar 7.7 Skema sederhana sistem AHU lantai 5 80

199 8 Bila besar rugi gesek pada main duct diketahui seperti terlihat pada Tabel 7.3, maka dengan Gambar 7. didapat hasil perhitunga pada Tabel 7.3. Tabel 7.3 Ukuran untuk lantai 5 Section v friction eq rect duct ft / mnt in.w/00ft D, in in CFM AHU a - b , x6 b-c ,25 8,4 7x6 c-d ,25 8,2 7x6 d-e ,25 7, 5x6 e-f ,25 9 8,5x8 b-g ,25 2,2 2x0 g-h, q-r ,25 9,8 0x8 h-i ,25 8,7 8,5x8 i-j, w-x, g-2, l-8, n-,d-4, d-5, f-6, f ,25 7 7x6 b-k ,25 3 2x2 k-l ,25 2 2x0 l-m ,25 0 0,5x8 m-n ,25 8,4 9,5x6 e-o ,25 4 3,5x2 o-p ,25 3,8 3x2 p-q ,25,8 2x0 r-s ,25 7,5 8x6 e-u ,25,9 2x0 u-v ,25,7 x0 v-w ,25 8, 9x6 j-5,o-t, s ,25 6,5 6x6 m-0, p-20, q-2, r-22, v-25, w ,25 5,8 5,5x5,5 i-, 2-3,5-6, j-7, 8-9, -2, n-3, t-8, t9, 23-24, x ,25 5 5,5x4

200 82 Dengan ukuran yang telah diketahui (Tabel 7.3), maka dapat dilakukan perhitungan yang sama dengan lantai, baik untuk lurus maupun untuk sambungan, sehingga dapat diketahui Pressure Loss pada system. Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dengan menggunakan Microsoft Excel dapat diperoleh data-data Pressure Loss seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.4. Tabel 7.4 Presure loss lantai 5 Section AHU a - b b-c Bagian Panjang m ft 36,7 0,0049 elbow 00 0,05 0, ,7 852,94 4 0, ,7 0,007 0, ,429 0, ,0026 elbow 857,429 0, , ,000 0,0500 0,00 5 6,7 0,0500 elbow 377,778 0, ,0065 elbow 40 0, , ,000 0, , ,0 0,0300 elbow 857,429 0,05 0,0023 elbow 857,429 0,05 0, ,824 0,2607 0, ,3 g-h 0,0500 elbow b-g 0,00 0,05 e-f Press.Loss (Hf) in.w 248 d-e C Loss Coef. elbow c-d V ft/min 0, , ,270 26,7 0,0263 0,0800 elbow 952,942 0,05 0, ,000 0,0750 0,0055

201 h-i 2 6,7 2 40,0 i-j 952,94 b-k 0 36,7 36,7 m-n e-o o-p p-q q-r r-s 8 e-u 0 0,0040 0,0047 0, ,000 0, ,000 0,0833 0,0055 0,0800 0,0042 0, ,5455 0, ,006 elbow 654,5455 0, , ,000 0, , ,7 0, ,000 0,300 2,727 0, ,7 0,34 33,3 0,0042 0,00 466, ,006 0,00 36,7 w-x 0,0088 elbow v-w 0, ,3 u-v 0,059 26,7 o-t 0,074 26,7 0,0047 0, , , ,0 0,0055 0, , ,074 23,3 0,0054 0, , , ,3 0,077 0,00 00, ,2347 0,00 4,286 0,0037 0, ,000 0,0033 0,000 26,7 l-m 0,080 33,3 00, ,0588 0, ,43 k-l 0,0200 0,080 0, ,43 0,080 0,0037 i- 3 0,0 0,0300 g ,0 0, ,0 0,0600 h ,0 0,0900 j ,3 0, ,0 0,0900 j-7 36,7 0,00 83

202 l ,0 0, ,0 0,0600 m ,0 0,0900 n- 9 30,0 0, ,0 0,0600 n ,3 0,000 d-4 5 6,7 0,0500 d-5 4 3,3 0,0400 f-6 5 6,7 0,0500 f-7 4 3,3 0,0400 t ,3 0,000 t ,3 0,000 p ,3 0,000 q ,3 0,000 r ,3 0,000 s ,0 0, ,3 0,0700 v ,3 0,0700 w ,3 0,0700 x ,3 0,0700 Total Pressure Loss (Hf) 7.9 4,47690 Perancangan Sistem Ducting Lantai 6 Gambar 7.8 Skema sederhana sistem AHU lantai 6 84

203 85 Bila besar rugi gesek pada main duct diketahui seperti terlihat pada Tabel 7.3, maka dengan Gambar 7. didapat hasil perhitunga pada Tabel 7.5. Tabel 7.5 Ukuran untuk lantai 6 Section v friction eq rect duct ft / mnt in.w/00ft D, in in CFM AHU a - b , x6 b-c ,25 8 7x6 c-d ,25 7 5x6 d-e , x0 e-f ,25 9,9 0,5x8 b-g, n-o ,25 2 2x0 g-h, o-p, r-s ,25 0,4 0x0 h-i, k-l, s-t ,25 8,8 8,5x8 b-n ,25 2, 2x0 e-j ,25,6 x0 j-k ,25 0 0,5x8 l-m ,25 7 7x6 e-r ,25,5 x0 t-u, g-2, i-5, o-8, q-, ,25 8,5 0x6 h-4, p ,25 5,9 6x5 2-3, 5-6, i-, 8-9, -2, q-7, j-7, k-8, l-9, m-20, s-2, t-22, u ,25 5, 5,5x4 d-3, d-4, f-5, f ,25 7,6 8x6 Dengan ukuran yang telah diketahui (Tabel 7.5), maka dapat dilakukan perhitungan yang sama dengan lantai, baik untuk lurus maupun untuk sambungan, sehingga dapat diketahui Pressure Loss pada system.

204 86 Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dengan menggunakan Microsoft Excel dapat diperoleh data-data Pressure Loss seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.6. Tabel 7.6 Presure loss lantai 6 Section AHU a - b Bagian Panjang m ft 36,7 V ft/min C Loss Coef. Press.Loss (Hf) in.w 0,00 elbow 200 0,05 0,0045 elbow 320 0, , ,7 0,0500 b-c 609,42 4 0, ,7 0,033 0,400 elbow 900 0,06 0,0030 elbow 900 0,06 0, ,000 0,0567 0,00 c-d 5 6,7 0,0500 elbow 78,888 0, ,0047 elbow 099, , , ,455 0, ,0077 d-e 3 0,0 0,0300 elbow 900 0,06 0,0030 elbow 900 0,06 0, ,57 0,2777 0,084 e-f 6 53,3 0,600 b-g 200,000 0,270 36,7 0,0243 0,00 g-h 008,000 0, ,7 0,0038 0,00 h-i 952,94 0 0, ,3 0,0042 0,000 b-n 320, ,270 26,7 0,0294 0,0800 n-o 200,000 36,7 36,7 0,270 0,0243 0,00 o-p p-q 008,000 0,0600 0,0038 0,00

205 952,94 6 0, ,3 0,0042 0,600 e-j 78,82 7 0,300 23,3 0,03 0,0700 j-k 4, , ,7 0,005 0,400 k-l 952,94 0, ,7 0,0042 0,00 l-m 857,43 9 0,080 63,3 0,0037 0,900 e-r 099,636 0, ,000 0,06 36,7 0,0098 0,00 r-s 36,7 0,0038 0,00 s-t 952,94 0 0, ,3 0,0042 0,000 t-u 480,000 0,0567 0,0008 i- 36,7 0,00 g ,3 0,0700, ,3 0,0700 h ,3 0,0700 i ,0 0,0600, ,7 0,0800 j ,3 0,0700 k ,7 0,0800 l ,0 0,0600 m ,3 0,0700 o ,3 0, ,3 0,0700 p ,3 0,0700 q- 7 23,3 0, ,3 0,0700 q ,3 0,000 d-3 4 3,3 0,0400 d-4 5 6,7 0,0500 f-5 4 3,3 0,0400 f-6 5 6,7 0,0500 s ,3 0,0700 t ,3 0,0700 u ,3 0,0700 Total Pressure Loss (Hf) 3,

206 Perancangan Sistem Ducting Lantai 7a Gambar 7.9 Skema sederhana sistem AHU lantai 7a Bila besar rugi gesek pada main duct diketahui seperti terlihat pada Tabel 7.3, maka dengan Gambar 7. didapat hasil perhitunga pada Tabel 7.7. Tabel 7.7 Ukuran untuk lantai 7a `Section v friction eq rect duct ft / mnt in.w/00ft D, in in CFM AHU a - b 242, ,35 5 5x2 b-c ,35 3,5 5x0 c-d ,35 3 4x0 d e ,35 3x8 b-,e ,35 8,5 0x6-2, d-3, 4-5, e ,35 6,5 6x6

207 89 Dengan ukuran yang telah diketahui (Tabel 7.7), maka dapat dilakukan perhitungan yang sama dengan lantai, baik untuk lurus maupun untuk sambungan, sehingga dapat diketahui Pressure Loss pada system. Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dengan menggunakan Microsoft Excel dapat diperoleh data-data Pressure Loss seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.8. Tabel 7.8 Presure loss lantai 7a Section Bagian AHU a - b b-c Panjang m ft 28 93,3 Press.Loss (Hf) in.w 0, ,2 0,045 0,006 elbow 84,4 0, ,030 elbow 296 0,066 0, ,7 0, ,400 0, ,7 0,023 0,00 666,286 0, ,7 d-e C Loss Coef. elbow c-d V ft/min 0,0093 0,00 495,385 0, ,0094 b- 6 20,0 0,0600, ,0 0,0600 d ,0 0,0900 e ,0 0,0900 4, ,0 0,0600 e-6 36,7 0,00 Total Pressure Loss (Hf),0546

208 7. 90 Perancangan Sistem Ducting Lantai 7b Gambar 7.0 Skema sederhana sistem AHU lantai 7b Bila besar rugi gesek pada main duct diketahui seperti terlihat pada Tabel 7.3, maka dengan Gambar 7. didapat hasil perhitunga pada Tabel 7.9. Tabel 7.9 Ukuran untuk lantai 7b Section v friction eq rect duct ft / mnt in.w/00ft D, in in CFM AHU a - b , x22 b-c ,7 26,5 26x22 c-d , x20 d e ,7 8 9x4 e f ,7 5,5 6x2 f-g ,7 4 6x0 g-h ,7 2 2x0 h-i, c-, c-2, e-3, e-4, j-5, j ,7 9,2 2x6 d-j ,7 20,5 9x8 j-k ,7 0,5 x8 k-l ,7 5 9x0 l-m ,7 2,5 3x0 l-7, m ,7 9,5 9,5x8

209 9 Dengan ukuran yang telah diketahui (Tabel 7.9), maka dapat dilakukan perhitungan yang sama dengan lantai, baik untuk lurus maupun untuk sambungan, sehingga dapat diketahui Pressure Loss pada system. Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dengan menggunakan Microsoft Excel dapat diperoleh data-data Pressure Loss seperti yang ditunjukkan pada Tabel Tabel 7.20 Presure loss lantai 7b Section AHU a - b b-c c-d Bagian Panjang m ft 4 46,7 0, ,7 0,400 e-f f-g 0,066 0,0033 elbow 900 0,066 0, ,937 0,0550 0,09 5 6, ,09 0, ,000 0,232 0, ,0 0,0300 elbow 900 0, ,0035 elbow 900 0,066 0, ,654 0, , ,3 0,2500 elbow 350 0,06 0, ,000 0,0600 0, ,7 0,00 25, , ,3 53,3 0,006 0, , ,0062 0, , , ,3 d-j 0,0500 elbow h-i Press.Loss (Hf) in.w 900 g-h C Loss Coef. elbow d-e V ft/min 0,0000 0,0000 0,600

210 j-k ,455 0,073 0,0000 0,00 07,692 0,0866 0,0066 c- 4 3,3 0,0400 c-2 5 6,7 0,0500 e-3 4 3,3 0,0400 e-4 5 6,7 0,0500 j ,3 0,0700 k ,3 0,0700 l ,3 0,0700 m ,3 0,0700 Total Pressure Loss (Hf) 7.2 0, ,7 0,029 0,00 55,789 0,0037 0,000 36,7 l-m 0, ,3 k-l 600,000 2,07295 Perancangan Sistem Ducting Lantai 7c Gambar 7. Skema sederhana sistem AHU lantai 7c 92

211 93 Bila besar rugi gesek pada main duct diketahui seperti terlihat pada Tabel 7.3, maka dengan Gambar 7. didapat hasil perhitunga pada Tabel 7.2. Tabel 7.2 Ukuran untuk lantai 7c Section v friction eq rect duct ft / mnt in.w/00ft D, in in CFM AHU a - b , x22 b-c , x20 c-d ,7 20,5 9x8 d e ,7 4,5 5x2 b ,7 3,5 2,5x ,7 2,5 3x0 5-9, 6-0, 7-, ,7 9,2 2x6 c-2, d-3, e ,7 4 6x0 2-6, 3-7, ,7 2 2x0 Dengan ukuran yang telah diketahui (Tabel 7.2), maka dapat dilakukan perhitungan yang sama dengan lantai, baik untuk lurus maupun untuk sambungan, sehingga dapat diketahui Pressure Loss pada system. Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka dengan menggunakan Microsoft Excel dapat diperoleh data-data Pressure Loss seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.22.

212 Tabel 7.22 Presure loss lantai 7c Section AHU a - b Bagian Panjang m ft 4 46,7 elbow b-c 4 b-,-5 5,-9 2,-6 6-0, 3,-7 7, ,000 0,769 25,000 0,0000 0,0000 0,0090 0,600 0,0000 0, ,000 0,0390 0,00 33,3 8,-2 0, ,3 4,-8 0,423 36,7 e-4 0,0034 0, ,000 0, ,3 0,0045 0,600 25, ,065 53,3 0,002 0,00 900, , ,7 d-3 0,0034 0, ,000 0, ,3 0,009 0,600 25, ,45 53,3 0,020 0, , ,008 33,3 c-2 0,0083 0, , , ,3 0,084 0,00 380, ,50 36,7 0,023 0, ,000 0,073 0,0 0,0099 0, ,000 3 Press.Loss (Hf) in.w 0,400 6,7 d-e 0, ,7 64,600 5 C Loss Coef. 0, , c-d V ft/min 0, ,7 0,00 900,000 Total Pressure Loss (Hf) 0,0000 0,0000 0,0000,

213 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 95 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 7. Kesimpulan Dari perancangan sistem pengkondisian udara pada Gedung Departemen Keuangan RI Direktorat Jendral Pajak Yogyakarta yang telah dilakukan sehingga mendapat hasil data-data sebagai berikut:. Kebutuhan akan udara segar terpenuhi dengan: Digunakan dua buah Water Chiller model Water Cooled Screw Chiller Model 250 A2SC3 dengan 4 buah Cooling Tower Model S 00 dalam pendinginannya, untuk beban pendinginan gedung sebesar ,02 BTU / hr atau 43,92 TR. Sistem pendinginan ruangan yang digunakan adalah system pendinginan Udara-Penuh. Sistem perpipaan untuk mengalirkan air pendingin menuju AHU ruangan adalah sistem Two Pipe Direct Return System. 2. Pendistribusian udara segar dapat terpenuhi dengan menggunakan sistem saluran udara (Ducting) pada gedung yang dirancang menggunakan metode gesekan sama (the equal friction method) 95

214 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK Temperatur ruangan dikondisikan pada suhu 25,6 o C (78 F) dengan kelembaban udara rata-rata 45%. 7.2 Saran Perancangan pengkondisian udara akan lebih mudah dilakukan bila datadata yang dibutuhkan (baik data bangunan, alat, dll) lebih banyak diketahui, sehingga data hasil perhitungan akan lebih sempurana atau lebih mudah dikerjakan. Pemilihan Chiller, Cooling Tower dan AHU akan lebih baik bila dipilih dari satu perusahaan yang sama, sehingga untuk data baik chiller, AHU, Cooling Tower akan lebih pas atau sesuai dalam pemakaiannya.

215 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK DAFTAR PUSTAKA Saiti, Heizo. Alih bahasa : Wiranto Arismunandar. Penyegarn Udara. Jakarata : Pradya Paramita, 980. Pita, G. Edward Air Conditioning Principles and System an energy Approach. New York, 98 Hand of Air Conditioning System Design Ricky Gunawan, pengantar teori teknik pendinginan (Refrijerasi). Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 988

216 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK LAMPIRAN

217 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK

218 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 2

219 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 3

220 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 4

221 MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK 5

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Perencanaan pengkondisian udara dalam suatu gedung diperlukan suatu perhitungan beban kalor dan kebutuhan ventilasi udara, perhitungan kalor ini tidak lepas dari prinsip perpindahan

Lebih terperinci

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC)

SISTEM PENGKONDISIAN UDARA (AC) Pertemuan ke-9 dan ke-10 Materi Perkuliahan : Kebutuhan jaringan dan perangkat yang mendukung sistem pengkondisian udara termasuk ruang pendingin (cool storage). Termasuk memperhitungkan spatial penempatan

Lebih terperinci

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA Tujuan Instruksional Khusus Mmahasiswa mampu melakukan perhitungan dan analisis pengkondisian udara. Cakupan dari pokok bahasan ini adalah prinsip pengkondisian udara, penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara BAB II TEORI DASAR 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu sistem yang digunakan untuk menciptakan suatu kondisi pada suatu ruang agar sesuai dengan keinginan. Sistem tata udara

Lebih terperinci

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC) Refrigeration, Ventilation and Air-conditioning RVAC Air-conditioning Pengolahan udara Menyediakan udara dingin Membuat udara

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4 BAB II TEORI DASAR Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Simulator Pengertian simulator adalah program yg berfungsi untuk menyimulasikan suatu peralatan, tetapi kerjanya agak lambat dari pada keadaan yg sebenarnya. Atau alat untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING 3.1 Perngertian dan Standar Pengkondisian Udara Bangunan Pengkondisian udara adalah suatu usaha ang dilakukan untuk mengolah udara dengan cara mendinginkan,

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Tata Udara [sumber : 5. http://ridwan.staff.gunadarma.ac.id] Sistem tata udara adalah proses untuk mengatur kondisi suatu ruangan sesuai dengan keinginan sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan saat ini terutama bagi masyarakat perkotaan. Refrigerasi dapat berupa lemari es pada rumah tangga, mesin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara

BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara 24 BAB IV DASAR TEORI 4.1 Sistem Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah usaha untuk mengatur temperatur dan kelembaban udara agar menghasilkan kenyamanan termal (thermal comfort) bagimanusia.

Lebih terperinci

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN

Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN AR-3121: SISTEM BANGUNAN & UTILITAS Pertemuan 6: SISTEM PENGHAWAAN PADA BANGUNAN 12 Oktober 2009 Dr. Sugeng Triyadi PENDAHULUAN Penghawaan pada bangunan berfungsi untuk mencapai kenyamanan thermal. Dipengaruhi:

Lebih terperinci

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013 1.2.3 AC Central AC central sistem pendinginan ruangan yang dikontrol dari satu titik atau tempat dan didistribusikan secara terpusat ke seluruh isi gedung dengan kapasitas yang sesuai dengan ukuran ruangan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split BAB II DASAR TEORI 2.1 AC Split Split Air Conditioner adalah seperangkat alat yang mampu mengkondisikan suhu ruangan sesuai dengan yang kita inginkan, terutama untuk mengkondisikan suhu ruangan agar lebih

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Sistem tata udara Air Conditioning dan Ventilasi merupakan suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Kemas Ridhuan, Andi Rifai Program Studi Teknik Mesin Universitas muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar Dewantara No.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM

LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL. Oleh : RIVALDI KEINTJEM LAPORAN AKHIR PERAWATAN & PERBAIKAN CHILLER WATER COOLER DI MANADO QUALITY HOTEL Oleh : RIVALDI KEINTJEM 13021024 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL POLITEKNIK NEGERI MANADO JURUSAN TEKNIK ELEKTRO 2016 BAB

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pengkondisian Udara Pengkondisian udara adalah proses untuk mengkondisikan temperature dan kelembapan udara agar memenuhi persyaratan tertentu. Selain itu kebersihan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu

II. TINJAUAN PUSTAKA. apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Tata Udara Hampir semua aktifitas dalam gedung seperti kantor, hotel, rumah sakit, apartemen, dan pusat belanja memerlukan listrik misalnya untuk keperluan lampu penerangan,

Lebih terperinci

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI

Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Disusun oleh : Nama : Linggar G. C. M. A. Kelas : XI TP A Semester Genap SMK NEGERI 1 CIMAHI Teknik Pendingin & Tata Udara 2010/2011 KATA PENGANTAR Allhamdulillahi rabbil alamiin, pertama-tama marilah

Lebih terperinci

PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI

PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI PEMAHAMAN TENTANG SISTEM REFRIGERASI Darwis Tampubolon *), Robert Samosir **) *) Staf Pengajar Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan **) Staf Pengajar Teknik Mesin, Politeknik Negeri Medan Abstrak Refrigerasi

Lebih terperinci

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA Data analisa dan perhitungan dihitung pada jam terpanas yaitu sekitar jam 11.00 sampai dengan jam 15.00, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

Lebih terperinci

Bagian V: PENGKONDISIAN UDARA

Bagian V: PENGKONDISIAN UDARA Bagian V: PENGKONDISIAN UDARA PRINSIP KERJA SISTEM AC (AIR CONDITIONING SYSTEM) Prinsip AC yaitu memindahkan kalor dari satu tempat ke tempat yang lain. AC sebagai pendingin memindahkan kalor dari dalam

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Heat pump Heat pump adalah pengkondisi udara paket atau unit paket dengan katup pengubah arah (reversing valve) atau pengatur ubahan lainnya. Heat pump memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyejuk udara atau pengkondisi udara atau penyaman udara atau erkon atau AC (air conditioner) adalah sistem atau mesin yang dirancang untuk menstabilkan suhu udara

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada Siklus Kompresi Uap Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak digunakan dalam daur refrigerasi, pada daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), pengembunan( 2 ke 3), ekspansi (3

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Potensi dan kapasitas terpasang PLTP di Indonesia [1] BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kelangkaan sumber energi fosil telah menjadi isu utama. Kebutuhan energi tersebut setiap hari terus meningkat. Maka dari itu, energi yang tersedia di bumi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisi udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk memberikan udara

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD

TUGAS AKHIR. PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD TUGAS AKHIR PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN RUANG UTAMA Lt. 3 KANTOR MANAJEMEN PT SUPERMAL KARAWACI DENGAN METODE CLTD Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Refrigerasi Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk menyerap kalor dari lingkungan atau untuk melepaskan kalor ke lingkungan. Sifat-sifat fisik

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN Kemas. Ridhuan 1), I Gede Angga J. 2) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hjar

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA.1 Teori Pengujian Sistem pengkondisian udara (Air Condition) pada mobil atau kendaraan secara umum adalah untuk mengatur kondisi suhu pada ruangan didalam mobil. Kondisi suhu yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip Kerja Instalasi Instalasi ini merupakan instalasi mesin pendingin kompresi uap hibrida yang berfungsi sebagai mesin pendingin pada lemari pendingin dan pompa kalor pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN.

BAB III PERANCANGAN. BAB III PERANCANGAN 3.1 Beban Pendinginan (Cooling Load) Beban pendinginan pada peralatan mesin pendingin jarang diperoleh hanya dari salah satu sumber panas. Biasanya perhitungan sumber panas berkembang

Lebih terperinci

TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL

TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL TUGAS TEKNIK DAN MANAJEMEN PERAWATAN SISTEM PEMELIHARAAN AC CENTRAL Disusun Oleh: KELOMPOK 9 Angga Eka Wahyu Ramadan (2113100122) Citro Ariyanto (2113100158) Ahmad Obrain Ghifari (2113100183) INSTITUT

Lebih terperinci

SISTEM TATA UDARA (AC) PADA BANGUNAN GEDUNG

SISTEM TATA UDARA (AC) PADA BANGUNAN GEDUNG SISTEM TATA UDARA (AC) PADA BANGUNAN GEDUNG Dr. SUKAMTA, S.T., M.T. Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2015 Sistem Pengkondisian Udara (AC) TATA UDARA Daerah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Dasar tentang Beban Pendinginan Kita ketahui bahwa tujuan utama dalam melakukan pentataan udara, adalah agar kenyamanan dalam suatu ruang dapat dicapai, sehingga manusia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Refrigerasi adalah proses pengambilan kalor atau panas dari suatu benda atau ruang tertutup untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk dari energi,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM : LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC Nama Praktikan : Utari Handayani NPM : 140310110032 Nama Partner : Gita Maya Luciana NPM : 140310110045 Hari/Tgl Percobaan

Lebih terperinci

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA

BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA BAGIAN III PRINSIP-PRINSIP ESTIMASI BEBAN PENDINGIN TATA UDARA UNIT 9 SUMBER-SUMBER PANAS Delapan unit sebelumnya telah dibahas dasar-dasar tata udara dan pengaruhnya terhadap kenyamanan manusia. Juga

Lebih terperinci

Pengantar Sistem Tata Udara

Pengantar Sistem Tata Udara Pengantar Sistem Tata Udara Sistem tata udara adalah suatu proses mendinginkan/memanaskan udara sehingga dapat mencapai suhu dan kelembaban yang diinginkan/dipersyaratkan. Selain itu, mengatur aliran udara

Lebih terperinci

OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK

OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK 277 Jurnal Teknik Mesin (JTM): Vol. 06, No. 4, Oktober 2017 OPTIMASI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA PADA KERETA REL LISTRIK Wendy Satia Novtian, Budhi Muliawan Suyitno, Rudi Hermawan Program Studi Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT

PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT PERANCANGAN ULANG INSTALASI TATA UDARA VRV SYSTEM KANTOR MANAJEMEN KSO FORTUNA INDONESIA JAKARTA PUSAT LASITO NIM: 41313110031 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA

Lebih terperinci

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK Volume Nomor September MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK Kurniandy Wijaya PK Purwadi Teknik Mesin Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Indonesia Email : kurniandywijaya@gmail.com

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENDINGIN UNTUK PEMBEKUAN IKAN PADA KONTAINER KAPASITAS 8 TON

PERANCANGAN SISTEM PENDINGIN UNTUK PEMBEKUAN IKAN PADA KONTAINER KAPASITAS 8 TON PERANCANGAN SISTEM PENDINGIN UNTUK PEMBEKUAN IKAN PADA KONTAINER KAPASITAS 8 TON TUGAS AKHIR DIAJUKAN KEPADA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG SEBAGAI SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK MESIN STRATA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Split Air Conditioner (AC) split merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondikan udara didalam ruangan sesuai dengan yang diinginkan oleh penghuni.

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN MESIN PENDINGIN. Oleh : BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN TEGAL

PELATIHAN PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN MESIN PENDINGIN. Oleh : BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN TEGAL PELATIHAN PENGOPERASIAN DAN PERAWATAN MESIN PENDINGIN Oleh : BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERIKANAN TEGAL PRINSIP PENDINGINAN PROSES MEMINDAHKAN ATAU MENAMBAHKAN PANAS DARI SUATU BENDA ATAU TEMPAT KE

Lebih terperinci

MAKALAH PRAKTIK PENSINGIN DAN TATAUDARA

MAKALAH PRAKTIK PENSINGIN DAN TATAUDARA MAKALAH PRAKTIK PENSINGIN DAN TATAUDARA AC SENTRAL ( CENTRAL ) Disusun Oleh: Asto Nur Wimantoro 11501244013 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014 BAB

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Saran. 159

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Saran. 159 DAFTAR ISI LEMBARAN PENGESAHAN i ABSTRAK. ii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI. v DAFTAR TABEL. x DAFTAR GAMBAR. xi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 1.2. Rumusan Masalah 5 1.3. Batasan Masalah..

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Tabel Hasil Pengujian Beban Kalor Setelah dilakukan perhitungan beban kalor didalam ruangan yang meliputi beban kalor sensible dan kalor laten untuk ruangan dapat

Lebih terperinci

BAB III TEORI YANG MENDUKUNG

BAB III TEORI YANG MENDUKUNG BAB III TEORI YANG MENDUKUNG 3.1 TEORI DASAR Pengkodisian udara dan Refrigerasi merupakan terapan dari ilmu perpindahan kalor dan termodinamika, refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari suatu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Air Conditioning (AC) atau alat pengkondisian udara merupakan modifikasi pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk mengkondisikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Mesin Pendingin Untuk pertama kali siklus refrigerasi dikembangkan oleh N.L.S. Carnot pada tahun 1824. Sebelumnya pada tahun 1823, Cagniard de la Tour (Perancis),

Lebih terperinci

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

= Perubahan temperatur yang terjadi [K] BAB II DASAR TEORI 2.1 KALOR Kalor adalah salah satu bentuk energi. Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Yang pertama adalah terjadinya perubahan temperatur

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN Eko Budiyanto Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyan Metro Jl. KH. Dewantara No.

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel Cooling Tunnel atau terowongan pendingin merupakan sistem refrigerasi yang banyak digunakan di industri, baik industri pengolahan makanan, minuman dan farmasi. Cooling

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy, Pengaruh Kecepatan Udara Pendingin Kondensor Terhadap Kooefisien Prestasi PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING Marwan Effendy Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39 BAB IV PEMBAHASAN Pada pengujian ini dilakukan untuk membandingkan kerja sistem refrigerasi tanpa metode cooled energy storage dengan sistem refrigerasi yang menggunakan metode cooled energy storage. Pengujian

Lebih terperinci

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak

3.2 Pembuatan Pipa Pipa aliran air dan coolant dari heater menuju pipa yang sebelumnya menggunakan pipa bahan polimer akan digantikan dengan menggunak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian adalah metode yang digunakan untuk mendekatkan permasalahan alahan yang diteliti, sehingga dapat menjelaskan dan membahas permasalahan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN

OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN OPTIMASI PENGGUNAAN AC SEBAGAI ALAT PENDINGIN RUANGAN Irnanda Priyadi Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Bengkulu, Staf Pengajar Program Studi Teknik Elektro Universitas Bengkulu Jl.

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI Ozkar F. Homzah 1* 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Tridinanti Palembang Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Air Conditioning (AC) adalah suatu mesin pendingin sebagai sistem pengkondisi udara yang digunakan dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman bagi penghuni

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol.

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya jumlah dan kualitas dari udara yang dikondisikan tersebut dikontrol. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan kondisi udara yang nyaman pada saat ini sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, terutama pada kendaraan seperti

Lebih terperinci

Cara Kerja AC dan Bagian-Bagiannya

Cara Kerja AC dan Bagian-Bagiannya Cara Kerja AC dan Bagian-Bagiannya Di era serba maju sekarang ini, kita pasti sudah sangat akrab dengan air conditioner. Kehidupan modern, apalagi di perkotaan hampir tidak bisa lepas dari pemanfaatan

Lebih terperinci

Penerapan Hukum Termodinamika II dalam Bidang Farmasi 1. Penggunaan Energi Panas dalam Pengobatan, misalnya diagnostik termografi (mendeteksi

Penerapan Hukum Termodinamika II dalam Bidang Farmasi 1. Penggunaan Energi Panas dalam Pengobatan, misalnya diagnostik termografi (mendeteksi Penerapan Hukum Termodinamika II dalam Bidang Farmasi 1. Penggunaan Energi Panas dalam Pengobatan, misalnya diagnostik termografi (mendeteksi temperatur permukaan kulit) Termografi dengan prinsip fotokonduktivitas:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sistem Pendingin Sistem pendingin merupakan sebuah sistem yang bekerja dan digunakan untuk pengkondisian udara di dalam ruangan, salah satunya berada di mobil yaitu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Dasar Perpindahan Kalor 2.1.1. Umum Penukaran Kalor sering dipergunakan dalam kehidupan sehari hari dan juga di gedung dan industri. Contoh kegiatan penukaran kalor dalam

Lebih terperinci

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng MULTIREFRIGERASI SISTEM Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng SIKLUS REFRIGERASI Sistem refrigerasi dengan siklus kompresi uap Proses 1 2 : Kompresi isentropik Proses 2 2 : Desuperheating Proses 2 3 : Kondensasi

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN MESIN PENGERING KAPASITAS LIMAPULUH BAJU SISTEM TERTUTUP Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor 2 2017 ISSN 1412-7350 PK Purwadi 1* 1 Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata

Lebih terperinci

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Alat Pendingin Central Alat pendingin central merupakan alat yang digunakan untuk mengkondisikan udara ruangan, dimana udara dingin dari alat tersebut dialirkan

Lebih terperinci

BAB III PERBAIKAN ALAT

BAB III PERBAIKAN ALAT L e = Kapasitas kalor spesifik laten[j/kg] m = Massa zat [kg] [3] 2.7.3 Kalor Sensibel Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect Cooling System) Sistem pendinginan tidak langsung (indirect Cooling system) adalah salah satu jenis proses pendinginan dimana digunakannya

Lebih terperinci

SISTEM REFRIGERASI. Gambar 1. Freezer

SISTEM REFRIGERASI. Gambar 1. Freezer SISTEM REFRIGERASI Sistem refrigerasi sangat menunjang peningkatan kualitas hidup manusia. Kemajuan dalam bidang refrigerasi akhir-akhir ini adalah akibat dari perkembangan sistem kontrol yang menunjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan. Metode pengawetan dengan cara pengeringan merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada. Contoh makanan yang mengalami proses pengeringan ditemukan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengering Udara Pengering udara adalah suatu alat yang berfungsi untuk menghilangkan kandungan air pada udara terkompresi (compressed air). Sistem ini menjadi satu kesatuan proses

Lebih terperinci

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada

Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter. A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Pompa Air Energi Termal dengan Fluida Kerja Petroleum Eter A. Prasetyadi, FA. Rusdi Sambada Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Kampus 3, Paingan, Maguwoharjo,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA KINERJA CHILLER WATER COOLED PADA PROYEK SCIENTIA OFFICE PARK SERPONG

TUGAS AKHIR ANALISA KINERJA CHILLER WATER COOLED PADA PROYEK SCIENTIA OFFICE PARK SERPONG TUGAS AKHIR ANALISA KINERJA CHILLER WATER COOLED PADA PROYEK SCIENTIA OFFICE PARK SERPONG Diajukan guna melengkapi sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh : Nama : Farid

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Chiller atau mesin refrigerasi adalah peralatan yang biasanya menghasilkan media pendingin utama untuk bangunan gedung, dengan mengkonsumsi energi secara langsung

Lebih terperinci

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER No. Vol. Thn.XVII April ISSN : 85-87 KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER Iskandar R. Laboratorium Konversi Energi Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, energi merupakan salah satu hal yang sangat penting dan selalu dibutuhkan dalam jumlah yang tidak sedikit. Jumlah populasi manusia yang semakin

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 PENDAHULUAN Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapan tahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI 2012 BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Sistem Brine Sistem Brine adalah salah satu sistem refrigerasi kompresi uap sederhana dengan proses pendinginan tidak langsung. Dalam proses ini koil tidak langsung mengambil

Lebih terperinci