BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian kebijakan publik memiliki banyak makna sesuai dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian kebijakan publik memiliki banyak makna sesuai dengan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teoritik 1. Kebijakan Publik Pengertian kebijakan publik memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan masing-masing ahli. Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981) dalam Subarsono (2011:2) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy is whatever government choose to do or not to do). Menurut pandangan dari Dye, kebijakan dipandang sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan kebijakan memiliki pilihan untuk dapat dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan menurut William N. Dunn dalam Inu Kencana Syafiie (1999), mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut: kebijakan publik adalah suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain. Dalam Subarsono (2011:2), kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu,. Hal ini selaras dengan apa yang telah dikemukakan 10

2 11 oleh Thomas Dye bahwa kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah. Sementara kebijakan publik menurut Carl I. Friedrick (1963) dalam Riant (2008:53) mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut: serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Riant (2008:55) merumuskan definisi kebijakan publik yang sederhana bahwa: kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara yang bersangkutan. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantarkan masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju pada masyarakat yang dicita-citakan. Berdasarkan konsep dan pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kebijakan publik merupakan tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam suatu kondisi sebagai salah satu tindakan pemerintah untuk menindak lanjuti permasalahan publik yang mungkin akan terjadi atau sudah terjadi. Pilihan tindakan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal seperti lingkungan, sumberdaya dan hal-hal lainnya. Menurut Yeremias T. Keban (2008:61), bentuk kebijakan dapat dibedakan menjadi beberapa, yakni sebagai berikut: Pada umumnya, bentuk kebijakan dapat dibedakan atas (1) bentuk regulatory yaitu mengatur perilaku orang, (2) bentuk redistributive yaitu mendistribusikan kembali kekayaan yang ada, atau mengambil kekayaan dari yang kaya lalu memberikannya

3 12 kepada yang miskin, (3) bentuk distributive yaitu melakukan distribusi atau memberikan akses yang sama terhadap sumberdaya tertentu, dan (4) bentuk constituent yaitu yang ditujukan untuk melindungi negara. Masing-masing bentuk ini dapat dipahami dari tujuan dan target suatu program atau proyek sebagai wujud kongkrit atau terjemahan dari suatu kebijakan. Proses kebijakan publik berkenaan dengan proses membuat pilihanpilihan kebijakan lengkap dengan tahapan-tahapannya, yang secara teoritis dilandasi oleh berbagai macam faktor atau pertimbangan, dan nampak pada model-model kebijakan Hill (2005) dalam Yeremias T. Keban (2008:66). James Anderson dalam Subarsono (2011:12) menetapkan proses kebijakan publik sebagai berikut: a. Formulasi masalah ( problem formulation): Apa masalahnya? Apa yang membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah? b. Formulasi kebijakan ( formulation): Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang berpartisipasi dalam formulasi kebijakan? c. Penentuan kebijakan (adoption): Bagaimana alternative ditetapkan? Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan? d. Implementasi ( implementation): Siapa yang terlibat dalam implementasi kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan? e. Evaluasi (evaluation): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau pembatalan? Sedangkan menurut Michael Howlet dan M. Ramesh sebagaimana dikutip Subarsono (2011:13) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahap sebagai berikut:

4 13 a. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. b. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. c. Pembuatan kebijakan ( decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. d. Implementasi kebijakan (policy implementation), yakni proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. e. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan menilai hasil atas kinerja kebijakan. Lingkup kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor atau bidang pembangunan. Selain itu kebijakan publik yang mengatur kepentingan masyarakat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Menurut Subarsono (2011:6-8) kerangka kerja kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel, yakni: a. Tujuan yang akan dicapai. Hal ini mencakup kompleksitas tujuan kebijakan yang akan dicapai, semakin kompleks tujuan dari suatu kebijakan maka semakin sulit pencapaian kinerja kebijakan. b. Preferensi nilai seperti apa yang perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kebijakan. Suatu kebijakan yang mengandung berbagai variasi nilai akan lebih sulit untuk dicapai dibandingkan dengan kebijakan yang hanya mengejar satu nilai. c. Sumberdaya yang mendukung kebijakan. Sumberdaya finansial, material, dan infrastruktur lainnya akan mempengaruhi kinerja suatu kebijakan. d. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kualitas suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas para aktor yang terlibat didalamnya. e. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Kinerja dari kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi, politik dari tempat dimana kebijakan tersebut diimplementasikan. f. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi yang digunakan dalam pelaksanaan kebijakan akan mempengaruhi suatu kebijakan. Stratagei yang digunakan dapat bersifat top-down approach atau buttom-up approach, otoriter atau demokratis.

5 14 Kebijakan merupakan salah satu bentuk dari tindakan yang diambil pemerintah dalam mengatur negaranya. Dalam hal kebijakan pajak rumah kos, pemerintah pusat telah mengambil tindakan dengan mengeluarkan beberapa kebijakan yang mendukung adanya pengelolaan pajak rumah kos. Beberapa kebijakannya antara lain Peraturan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Nomor Tahun 1996 tentang pajak daerah dan keuangan Daerah. Di dalam aturan tersebut menjelaskan tentang daerah otonom yang dapat menarik pajak sendiri sebagai bentuk desentralisasi dari pusat ke daerah dan untuk mendanai biaya suatu pemerintahan daerah. Pemerintah Kabupaten Sleman juga telah mengeluarkan peraturan terkait pajak rumah kos yakni Perda No. 9 Tahun 2015 sebagai perubahan atas Perda Sleman No.1 Tahun Kebijakan ini dibuat untuk menggantikan Peraturan Daerah sebelumnya tentang pajak hotel yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi Kabupaten Sleman saat ini. Namun bila dilihat pada isi perubahannya hanya merujuk pada punishment dari Pemda Sleman kepada wajib pajak yang tidak melaporkan semua nilai yang harus dibayar pada pajak hotel. Begitu pula pemberian punishment kepada pegawai pajak yang tidak melaporkan adanya kekurangan pada pembayaran wajib pajak dan atau berusaha merahasiakan hal tersebut kepada Pemda Sleman.

6 15 2. Implementasi Kebijakan Keberhasilan kebijakan akan ditentukan dalam proses pelaksanaan kebijakan, apakah kebijakan yang telah diimplementasikan berhasil membawa dampak dari tujuan yang diinginkan dari kebijakan tersebut. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan, Subarsono (2011:87) mengemukakan bahwa implementasi dari suatu program kebijakan melibatkan upaya-upaya dari policy makers untuk dapat mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia untuk memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kelompok sasaran agar tujuan dari kebijakan dapat tercapai. Banyak ahli merumuskan berbagai macam variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik. Dalam pandangan George C. Edwards III (dalam Subarsono, 2011:90-92), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: a. Komunikasi. Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. b. Sumber Daya. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementor kebijakan agar efektif. c. Disposisi. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik maka dia akan

7 16 dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. d. Struktur Birokrasi. Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Sedangkan Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sebatier (dalam Subarsono, 2011:94-99) mengajukan tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni: a. Karakteristik masalah 1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan, yakni sifat masalah tersebut akan mempengaruhi mudah tidaknya suatu program diimplementasikan. 2) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran, yakni suatu program akan relatif mudah diimplementasikan apabila kelompok sasarannya adalah homogen, dan sebaliknya apabila sasarannya adalah heterogen maka implementasi program akan relatif lebih sulit karena tingkat pemahaman setiap orang dalam kelompok sasaran terhadap program relatif berbeda. 3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi. Program akan relatif sulit diimplementasikan bila kelompok sasaran mencakup keseluruhan populasi dan sebaliknya. 4) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. Sebuah program yang bertujuan untuk mengubah sikap dan perilaku masyarakat akan relatif sulit diimplementasikan daripada program yang bersifat memberikan pengetahuan atau bersifat kognitif. b. Karakteristik kebijakan 1) Kejelasan isi kebijakan. Kejelasan dan kerincian isi sebuah kebijakan akan mempermudah implementor dalam memahami dan menterjemahkan kebijakan dalam tindakan nyata. 2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis. Kebijakan yang mempunyai dasar teoritis memiliki sifat lebih mantap karena sudah teruji walaupun untuk beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi. 3) Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut. Dukungan dari sumberdaya keuangan akan menjadi faktor krusial dalam setiap program sosial.

8 17 4) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana. 5) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana. 6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan. 7) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Suatu program memerlukan adanya dukungan dari masyarakat. c. Lingkungan kebijakan 1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi. Implementasi program kebijakan akan relatif mudah jika masyarakat sasaran sudah terbuka dan ditunjang dengan kemajuan teknologi yang akan membantu proses keberhasilan implementasi program. 2) Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan. Program kebijakan yang berpihak pada masyarakat akan lebih mendapat dukungan publik. 3) Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan melalui berbagai cara. 4) Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor. Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial. Setiap variabel dalam berbagai model memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dalam mencapai tujuan dan sasaran program kebijakan. Semua variabel akan bersinergi dan akan mempengaruhi variabel lain dalam pencapaian tujuan. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan perspektif Edwards III untuk mengkaji implementasi kebijakan pajak rumah kos Kabupaten Sleman serta faktor- faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan tersebut. 3. Keuangan Negara Pemerintah sebagai pelaksana kegiatan pemerintahan Negara, memerlukan dana untuk membiayai pelaksanaan pembangunan dan segala macam kegiatan yang ditujukan bagi masyarakat atau warga negaranya.

9 18 Menurut Yani (2004:14), kegiatan pemerintah bermacam-macam seperti pemeliharaan pertahanan, keamanan, keadilan dan lain sebagainya. Hal ini mengingat fungsi utama yang diemban pemerintah suatu Negara yaitu antara lain fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Ketiga fungsi tersebut dilakukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, pelayanana masyarakat, dan pembangunan. Fungsi alokasi meliputi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat. Fungsi distribusi meliputi antara lain pendapatan, dan kekayaan masyarakat. Fungsi stabilisasi meliputi pertahanan-keamanan, ekonomi, moneter. Semuanya memerlukan adanaya dana sebagai bagian keuangan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pemerintah. Adanya kebutuhan pemerintah maka dibutuhkan suatu penerimaan keuangan bagi Negara. Menurut Suparmoko (2000:94) sumber penerimaaan keuangan Negara tersebut berasal dari retribusi, keuntungan dari perusahaan- perusahaan Negara, denda-denda dan perampasan yang dilakukan oleh pemerintah, sumbangan masyarakat untuk jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah, percetakan uang kertas, hasil dari undian Negara, pinjaman dan hadiah. Pengeluaran pemerintah menurut Suparmoko (200:45) dapat berupa transfer/kebijakan subsidi, pengeluaran yang self liquiditing, pengeluaran yang reproduktif, pengeluaran yang tidak self liquiditing maupun tidak reproduktif, pengeluaran yang secara langsung tidak produktif dan

10 19 merupakan pemborosan, dan pengeluaran yang merupakan penghematan di masa yang akan dating. Untuk itu, sebelum melakukan kegiatan pengeluaran untuk mempergunakan dana hasil penerimaan tersebut, pemerintah wajib untuk membuat sebuah daftar Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) setiap satu tahun sekali. 4. Keuangan Daerah Sebagai konsekuensi dengan adanya pemberian otonomi daerah yang memberikan sebagian kewenangan pemerintah pusat ke daerah otonom menyebabkan pemerintah daerah dituntut untuk melaksanakan kemandirian dalam berbagai elemen. Elemen tersebut meliputi desentralisasi politik, desentralisasi fiscal, desentralisasi administraif, dan desentralisasi ekonomi. Salah satu elemen yang sangat penting dalam mendukung kemandirian daerah agar fungsi yang lain berjalan efektif yaitu desentralisasi fiscal. Dalam desentralisasi fiscal atau pelimpahan kewenangan dalam hal keuangan ini menuntut daerah untuk menggali sumber-sumber penerimaan keuangan daerah secara lebih optimal. Yani (2004:229) menjelaskan bahwa keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan keawajiban daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Kemampuan keuangan daerah merupakan hal yang penting dalam

11 20 penyelenggaraan otonomi daerah, artinya daerah otonom memiliki kewenangan sendiri untuk menggali sumber bagi keuangan daerah, mengelola, dan menggunakan keuangan sendiri untukmembiayai penyelenggaraan pembangunan daerah. Adapun sumber-sumber keuangan daerah menurut Undang- Undang nomor 33 Tahun 2004 untuk membiayai desentralisasi atau otonomi daerah ini yaitu berasal dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana Perimbangan; dan lain-lain. Sedangkan PAD menurut UU nomor 33 Tahun 2004 berasal dari Pajak Daerah; Retribusi Daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah. Pendapatan daerah lain-lain dapat berasal dari hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. 5. Pajak Dari penjelasan diatas mengenai keuangan Negara dan keuangan daerah, jelaslah bahwa keduanya mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan karena dengan adanya penerimaan keuangan daerah yang baik maka keuangan Negara juga akan mengalami peningkatan yang relatif baik. Dari kedua kajian keuangan tersebut tentu memerlukan sumber penerimaan terbesar untuk menopang masing-masing keuangan

12 21 tersebut. Selama ini yang menjadi sandaran utama penerimaan keuangan baik keuangan Negara maupun daerah adalah dari sektor pajak. Menurut Rochmat Soemitro (Waluyo, 2010:3), dalam bukunya Dasar- Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksa) dengan tidak mendapat asas timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dapat dipaksakan artinya bila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan; walaupun atas pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukan jasa timbal balik tertentu. Hal ini berbeda dengan retribusi, dimana jasa timbal balik dapat angsung dapat langsung dirasakan atau dapat ditunjuk oleh pembayar retribusi. Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (Waluyo, 2010:3), pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma- norma hukum, guna menutup biaya produksi barangbarang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. Menurut Undang-Undang pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.

13 22 Dari pengertian pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa ada 5(lima) unsur yang melekat dalam pengertian pajak yaitu: a. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-Undang b. Sifatnya dapat dipaksakan c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak d. Pemungut pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta) e. Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum Pembagian jenis pajak dikelompokan menjadi 3(tiga) yaitu menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungut (Mardiasmo, 2009 : 5), a. Menurut Golongan Menurut golongan pajak dibagi menjadi 2(dua) kelompok, yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. b. Menurut Sifat Menurut sifatnya pajak dikelompokan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. c. Menurut Lembaga Pemungut Menurut lembaga pemungutnya pajak dikelompokan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintaah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

14 23 Pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 dalam Tjahjono dan Husein (2005) antara lain: a. Pajak Daerah Tingkat 1 (Propinsi) 1) Pajak kendaraan bermotor yaitu pajak atas pemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor. 2) Bea balik nama kendaraan bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atas perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. 3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor. b. Pajak daerah Tingkat 2 (Kabupaten/Kotamadya) 1) Pajak hotel dan restoran adalah pajak atas pelayanan hotel dan restoran. 2) Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. 3) Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. 4) Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah.

15 24 5) Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C adalah pajak kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan yang berlaku. 6) Pajak pengambilan air bawah tanah dan air permukaan adalah pajak atas pengambilan air bawah tanah dan atau air permukaan untuk digunakan baik untuk pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Dalam pemungutan pajak baik yang dikelola pemerintah pusat maupun pemerintah daerag selalu berpedoman pada asas-asas pemungutan pajak. Menurut Waluyo (2011:7) asas pemungutan pajak terbagi menjadi : 1) Official assessment system Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. 2) Self assessment system Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewnang, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayarkan. 3) Withouding system Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya yang terutang oleh wajib pajak. 6. Pajak rumah kos Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kos atau indekos adalah menumpang tinggal di kamar atau rumah yang disewakan. Dengan demikian pengertian usaha kos adalah suatu bentuk kegiatan usaha dimana kejadian ekonomi yang terjadi adalah proses menyewakan bagian rumah tinggal (kamar) atau bangunan yang sengaja dibuat untuk disewakan

16 25 kepada orang lain dengan jangka waktu tertentu. Rumah kos dalam hal ini merupakan bentuk usaha yang menyediakan pelayanan bagi orang-orang yang membutuhkan fasilitas untuk menginap dengan memberikan pembayaran kepada yang bersangkutan. Sementara penjelasan tentang rumah kos secara detail dan gamblang belum dijelaskan oleh aturan Pemerintah. Seperti pada Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pajak Hotel menyatakan bahwa hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Perda tersebut hanya menyatakan rumah kos yang terkena pajak yaitu rumah kos dengan kamar lebih dari 10. Tidak ada penjelasan detail tentang bagaimana bentuk fisik rumah kos yang dimaksud atau terdapat pelayanan apa saja pada rumah kos tersebut. Perda pajak rumah kos hanya menyentuh rumah kos dengan kamar 10 atau lebih, tidak peduli dengan bagaimana keadaan fisik rumah kos, fasilitas ataupun hal lainnya. Masih sangat sederhana pemahaman tentang rumah kos dari aturan tersebut. Terlebih lagi aturan pajak rumah kos hanya numpang pada peraturan pajak hotel. Tidak ada pengkhususan atau peraturan sendiri sehingga interpretasi dari rumah kos berdasarkan peraturan yang berlaku tidak rancu antara orang satu dengan yang lainnya.

17 26 B. Penelitian Relevan Ada pun penelitian yang relevan dengan judul: 1. Kontribusi Pajak Hotel Atas Rumah Kos Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palembang Penelitian ini dilakukan oleh Loly Faradhiba Gemeisyal dan Edin Surdi Djatikusuma, mahasiswa Jurusan Akuntansi, STIE MDP, Palembang Penelitian ini menjelaskan bahwa penerapan peraturan daerah kota Palembang Nomor 11 Tahun 2010 tentang pajak hotel untuk menambah pendapatan asli daerah Kota Palembang di bidang pajak hotel khususnya rumah kos. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pajak hotel atas rumah kos terhadap pendapatan asli daerah kota Palembang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Analisis data yang digunakan adalah kuantitatif. Teknis analisis menggunakan analisis kontribusi dan analisis regresi linear sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontribusi pajak hotel atas rumah kos setiap tahunnya mengalami fluktuasi tahun 2011 sebesar 0.098%, tahun 2012 sebesar 0.088% dan tahun sebesar % dan hasil regresi sederhana t hitung sebesar dengan nilai value sebesar yang tidak memiliki pengaruh secara signifikan dikarenakan kurangnya kesadaran wajib pajak rumah kos di kota Palembang. Penelitian ini relevan karena dalam pembahasannya mengkaji tentang penerapan Perda pajak hotel khususnya rumah kos yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

18 27 2. Analisis Pengelolaan Pajak Rumah Kos Di Kota Palopo Penelitian ini dilakukan oleh Haryono,Andi Samsu Alam dan Nurlinah, mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Hasanuddin. Pengelolaan Pajak hotel kategori rumah kos, muncul berbagai faktorfaktor yang berpengaruh, adapun faktor yang berpengaruh dalam pengelolaan pajak hotel kategori rumah kos di Kota Palopo adalah banyaknya wajib pajak yang belum terdaftar dikarenakan data dari kecamatan/kelurahan dan kantor perizinan terpadu (KPT) belum lengkap mengenai jumlah rumah kos (objek pajak) sert a sulitnya pendataan yang dilakukan oleh DPPKAD terhadap rumah kos yang sulit dijangkau, factor yang selanjutnya berpengaruh yaitu pemahaman pemilik rumah kos (wajib pajak) terhadap aturan yang ada serta kepatuhan dan kesadaran dari pemilik rumah kos (wajib pajak) yang masih kurang. Namun demikian, faktor lain yang bersifat sebagai pendukung adalah sosialisasi yang kerapkali dilakukan oleh pemerintah daerah khususnya Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah untuk memberikan pemahaman kepada para pemilik rumah kos (wajib pajak) tentang aturan pajak hotel kategori rumah kos. Selain itu kejelasan aturan juga menjadi faktor yang mendukung pengelolaan pajak hotel kategori rumah kos karena dapat menjadi landasan normatif pemerintah dalam melakukan pengelolaan pajak hotel kategori rumah kos. Penelitian ini relevan karena ada kesamaan tema tentang pengelolaan pajak rumah kos oleh Pemda dan factor-faktor yang mempengaruhi di dalamnya.

19 28 C. Kerangka Pikir Kabupaten Sleman mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang terutama pada bidang pendidikan dan bisnis. Berbagai lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta serta usaha bisnis perseorangan ataupun kelompok terus bermunculan dan berkembang. Kosnsekuensi logis jika Kabupaten Sleman akan dipenuhi oleh pelajar dan para pekerja. Kebutuhan hunian sementara akan sangat dibutuhkan pada kondisi seperti ini. Penduduk asli dan pendatang pun berlomba-lomba membangun rumah hunian sementara atau rumah kos untuk memenuhi kebutuhan akan hunian sementara bagi pelajar dan pekerja. Jumlah rumah kos yang terus bertambah memberikan rangsangan positif bagi perekonomian masyarakat Sleman. Tak khayal Pemerintah Daerah Sleman pun ikut melirik sektor hunian rumah kos sebagai salah satu alternatif pemasukan PAD Kabupaten Sleman. Pemda Sleman mengeluarkan sebuah kebijakan yaitu Perda Sleman No. 1 Tahun 2011 tentang pajak hotel yang kemudian mengalai perubahan dengan keluarnya Perda Sleman No. 9 Tahun Di dalam Perda tersebut mengatur tentang hotel beserta tempat hunian lain seperti rumah kos. Penuangan kebijakan pajak rumah kos di dalam Perda tersebut sebagai implikasi dari otonomi daerah yaitu dalam hal pemanfaatan sumber di daerah otonom semaksimal mungkin oleh Pemda dalam rangka memakmurkan masyarakat daerah tersebut. Perda pajak rumah kos di Kabupaten Sleman merupakan kebijakan yang bersifat top-down sehingga prosedur dan pelaksanaan kebijakan tersebut

20 29 sudah jelas dan telah digariskan oleh pembuat kebijakan. Dengan demikian Pemda Sleman sebagai eksekutif harus dapat menjalankan kebijakan tersebut dengan benar sesuai dengan apa yang telah dituangkan dalam kebijakan tersebut untuk dapat mencapai dan mewujudkan tujuan dibuatnya kebijakan tersebut. Dalam implementasi kebijakan terdapat variabel-variabel yang akan mempengaruhi implementasi kebijakan. Peneliti menggunakan indikator keberhasilan implementasi kebijakan menurut George Edwards III yang meliputi komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Dalam penelitian ini peneliti juga akan menjelaskan mengenai faktor penghambat dalam implementasi kebijakan pajak rumah kos di Kabupaten Sleman. Diharapkan dengan adanya implementasi kebijakan pajak rumah kos dapat tercapainya target pemasukan pajak rumah kos sehingga memberikan sumbangsih bagi pemasukan PAD Kabupaten Sleman sebagai bentuk usaha memakmurkan masyarakat Kabupaten Sleman. Dari penjelasan tersebut maka kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

21 30 Sektor Hunian Rumah Kos di Kabupaten Sleman Dapat Memberikan Pemasukan Pada PAD Perda Sleman No. 9 Tahun 2015 Tentang Pajak Hotel Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Indikator Keberhasilan Implementasi Kebijakan Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi Tercapainya Target Penerimaan Pajak Rumah Kos di Kabupaten Sleman Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian D. Pertanyaan penelitian a. Siapa saja aktor pelaksana kebijakan yang terlibat dalam implementasi kebijakan pajak rumah kos Kabupaten Sleman? b. Bagaimana bentuk komunikasi yang digunakan dalam implementasi kebijakan pajak rumah kos Kabupaten Sleman? c. Bagaimana kondisi sumber daya yang ada dalam implementasi kebijakan pajak rumah kos Kabupaten Sleman?

22 31 d. Bagaimana disposisi yang ada dalam implementasi kebijakan pajak rumah kos Kabupaten Sleman? e. Bagaimana struktur birokrasi yang ada dalam implementasi kebijakan pajak rumah kos Kabupaten Sleman? f. Apa saja faktor penghambat dalam implementasi kebijakan pajak rumah kos Kabupaten Sleman?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Sejarah pemungutan pajak mengalami perubahan dari masa ke masa sesuai dengan perkembangan masyarakat dan negara baik di bidang kenegaraan maupun di bidang sosial dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6). BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Pada Umumnya II.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Definisi Pajak Secara Umum Pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5) BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra Prestasi)

Lebih terperinci

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA BAB I I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak dikemukakan oleh beberapa ahli telah memberikan batasan-batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi dan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah dan desentralisasi fiskal mengakibatkan banyak dampak bagi daerah, terutama terhadap kabupaten dan kota. Salah satu dampak otonomi daerah dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak Pajak merupakan gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada dalam masyarakat. Masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah didanai dengan adanya Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu negara pasti berurusan dengan pajak, oleh karena itu masalah pajak juga menjadi masalah seluruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis pajak, tata cara pemungutan pajak dan seterusnya yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar-Dasar Perpajakan Pada hakekatnya pajak merupakan pungutan yang dikenakan terhadap seluruh rakyat di suatu negara. Segala bentuk pungutan yang dilakukan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan, negara berkewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya baik dalam bidang pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Pergantian Pemerintahan dari Orde Baru ke orde Reformasi menuntut pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI Zulistiani Universitas Nusantara PGRI Kediri zulis.tiani.zt@gmail.com Abstrak Kota Kediri mempunyai wilayah yang cukup strategis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2006:1) definisi pajak dalam buku perpajakan edisi revisi, pajak adalah : Iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengaruh Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran pajak dikenakan tarif pajak dalam proporsi yang sama dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Hubungan antara Pajak dengan Pendapatan Dalam beberapa jenis pajak kita mengenal ada yang disebut dengan pajak proporsional, pajak progresif, dan pajak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Hukum pajak disebut juga hukum fiskal yaitu keseluruhan dari peraturanperaturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Efektifitas Istilah efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.efektivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Tugas Akhir Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan mahasiswa secara mandiri yang bertujuan memberikan pengalaman praktis di lapangan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hakikat mendasar dari prinsip kebijakan otonomi daerah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada tahun 1997 Pemerintah akhirnya mengeluarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kalau dilihat dari segi waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yaitu melalui pembangunan yang dilaksanakan secara merata. Pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan bertujuan untuk menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik. Sejalan dengan perkembangan era globalisasi, nampaknya pembangunan yang merata pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Pengertian pajak Terdapat banyak definisi pajak yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa diantaranya adalah : Definisi pajak menurut Prof. Dr. P.J.A.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak 2.1.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut P.J.A Andiani dalam Diana Sari (2013: 33), adalah sebagai berikut : Pajak adalah iuran masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata baik materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam Negara

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan sarana yang digunakan pemerintah untuk memperoleh dana dari rakyat. Hasil penerimaan pajak tersebut untuk mengisi anggaran Negara sekaligus membiayai keperluan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN. TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN www.inilah.com I. PENDAHULUAN Pemerintah Indonesia sedang melakukan berbagai pembangunan di segala bidang khususnya di bidang ekonomi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung. 8 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah yang mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 2001 memberi kebebasan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, menetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 6 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. Masalah pajak merupakan masalah negara dan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI Oleh: Muhammad Alfa Niam Dosen Akuntansi, Universitas Islam Kadiri,Kediri Email: alfa_niam69@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH KOTA MALANG Avian Nur Andianto Universitas Brawijaya Malang aviannurandrian1996@gmail.com Amelia Ika Pratiwi Universitas Brawijaya Malang m3lly_16@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

BAB II LANDASAN TEORI. dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh pribadi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi

BAB I PENDAHULUAN. ditinggalkan karena dianggap tidak menghargai kaidah-kaidah demokrasi. Era reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya era reformasi yang di prakarsai oleh mahasiswa 10 tahun silam yang ditandai dengan tumbangnya resim orde baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, telah membawa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Pajak Pajak merupakan suatu kewajiban yang harus dibayarkan oleh masyarakat demi terciptanya suatu kelangsungan hidup yang lebih baik serta digunakan untuk pembiayaan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan kewajiban setiap orang yang berada di suatu negara dan yang berada di seluruh dunia, oleh karena itu pajak merupakan suatu permasalahan yang umumnya selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah yang diterapkan di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi fiskal sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang diberlakukan oleh hampir seluruh negara di dunia ini. Permasalahan dalam pajak erat kaitannya dengan negara yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya

BAB III TINJAUAN TEORI. senantiasa berpacu untuk meningkatkan pendapatan daerah, salah satunya BAB III TINJAUAN TEORI A. Pengertian Pajak dan Objek Pajak Sebagaimana diketahui bahwa sektor pajak merupakan pemasukan bagi Negara yang terbesar demikian juga halnya dengan daerah. Sejak dikeluarkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. PAJAK Masalah Pajak adalah masalah Negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu Negara pasti berurusan dengan Pajak, oleh karena itu masalah Pajak juga menjadi masalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia yang berusaha mempertahankan perekonomian dari goncangan krisis global. Dalam rangka mempertahankan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum. 43 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pesatnya perkembangan informasi, komunikasi, dan transportasi dalam kehidupan manusia di segala bidang khususnya bidang ekonomi dan perdagangan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan disegala sektor. Hal ini berkaitan dengan sumber dana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki tujuan pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan daerah termasuk ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum Pajak Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang sangat berguna untuk kepentingan bersama. Banyak para ahli dalam bidang perpajakan memberikan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional sangat ditentukan oleh kemampuan bangsa untuk dapat memajukan kesejahteraan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi, dekosentrasi dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pajak 2.1.1 Pengertian Umum Pajak Secara umum pengertian pajak adalah pemindahan harta atau hak milik kepada pemerintah dan digunakan oleh pemerintah untuk pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Akuntansi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Akuntansi TINJAUAN ATAS PENERIMAAN PAJAK PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH (ABT) SERTA AIR PERMUKAAN (APER) PADA UPPD PROVINSI WILAYAH XXII BANDUNG TIMUR TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DASAR-DASAR PERPAJAKAN 1. Dasar Hukum Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan pada tatanan hukum, oleh karena itu segala sesuatu diatur dengan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan daerah diartikan semua hak daerah yang diakui sebagai penambah

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan daerah diartikan semua hak daerah yang diakui sebagai penambah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendapatan daerah diartikan semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU NO.32 Tahun 2004 tentang pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut Susunan Dalam Satu Naskah Udang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenis- jenis pajak, fungsi pajak, objek dan subjek dan seterusnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN` dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah. Pemerintah Pusat dan Daerah, setiap daerah otonom diberi wewenang yang lebih BAB I PENDAHULUAN` 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah di Indonesia mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah menetapkan Undang- Undang (UU)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pendapatan daerah menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 157 meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain pendapatan daerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam menghadapi era-globalisasi dan peningkatan usaha pembangunan, maka Pemerintah harus tetap meningkatkan penerimaan Negara. Selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada jaman sekarang ini sistem otonomi daerah sudah diberlakukan dan semakin berkembang, maka pada sistem otonomi daerah ini secara tidak langsung akan membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa pajak merupakan iuran wajib dari rakyat kepada negara. Dari pajak ini, nantinya akan digunakan negara untuk membiayai kegiatan pemerintahan,

Lebih terperinci

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Kesejahteraan kehidupan masyarakat dapat dicapai jika pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah

BAB I PENDAHULUAN. Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah adalah salah satu landasan yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain : a. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Landasan Teori Landasan teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri Dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki sumber Pendapatan Asli Daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 100 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PEMBERIAN BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH KEPADA INSTANSI PEMUNGUT DAN INSTANSI/PENUNJANG LAINNYA DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1: Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara, dimana kawasan daerahnya terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak 2.1.1. Pengertian Pajak Banyak para ahli perpajakan yang memberikan pengertian atau definisi tentang pajak yang berbeda-beda, tetapi dari setiap pengertian mempunyai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktik Kerja Lapangan Mandiri Lembaga Pendidikan adalah salah satu lembaga yang mempunyai peranan dalam membentuk dan menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah-daerah 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Untuk bisa mencapai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan nasional yang adil, makmur, dan merata maka penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan nasional

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI,

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 76 ayat (2) Peraturan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN ALOKASI BIAYA PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH MENTERI DALAM NEGERI Menimbang: Bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 76 ayat (2) Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD) Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD) Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang terdapat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang menyatakan secara tegas bahwa tujuan

Lebih terperinci