PENDEKATAN KARAKTERISTIK KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DATA VMS DALAM PENANGGULANGAN IUU FISHING PADA PERIKANAN RAWAI TUNA RAHMAN HAKIM PURNAMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDEKATAN KARAKTERISTIK KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DATA VMS DALAM PENANGGULANGAN IUU FISHING PADA PERIKANAN RAWAI TUNA RAHMAN HAKIM PURNAMA"

Transkripsi

1 PENDEKATAN KARAKTERISTIK KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DATA VMS DALAM PENANGGULANGAN IUU FISHING PADA PERIKANAN RAWAI TUNA RAHMAN HAKIM PURNAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2 ii

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendekatan Karakteristik Komposisi Hasil Tangkapan dan Data VMS dalam Penanggulangan IUU Fishing pada Perikanan Rawai Tuna adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016 Rahman Hakim Purnama NIM C iii

4 iv

5 RINGKASAN RAHMAN HAKIM PURNAMA. Pendekatan Karakteristik Komposisi Hasil Tangkapan dan Data VMS dalam Penanggulangan IUU Fishing pada Perikanan Rawai Tuna. Dibimbing oleh DINIAH dan RONNY IRAWAN WAHJU. Rawai tuna merupakan salah satu alat tangkap dari kelompok pancing dengan tujuan utama untuk menangkap tuna diantaranya yaitu madidihang (yellowfin tuna), tuna mata besar (bigeye tuna), dan albakora. Salah satu basis perikanan rawai tuna yaitu PPS Nizam Zachman Jakarta selain Benoa, Cilacap dan Pelabuhan Ratu. Berdasarkan statistik PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2013, jumlah kapal perikanan rawai tuna yang berpangkalan di PPS Nizam Zachman Jakarta berjumlah 339 unit dengan total produksi kg. Nelayan rawai tuna sering melakukan alih muat (transshipment) antar kapal rawai tuna. Hal ini dilakukan karena daerah penangkapan ikan yang jauh dari pelabuhan pangkalan dan trip yang lama untuk menangkap tuna berkualifikasi segar dan tujuan ekspor. Pembatasan kegiatan alih muat diatur dalam Peraturan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor 1 tahun 2016 tentang penangkapan dalam satu kesatuan operasi. Peraturan tersebut merupakan langkah awal dalam pengelolaan alih muat pada penangkapan ikan yang sebelumnya dilarang. Pelanggaran pelaku usaha dalam kegiatan alih muat cukup tinggi yang mengakibatkan unreported fishing. Kegiatan unreported fishing dapat diatasi dengan peningkatan pengawasan yang baik di pelabuhan perikanan. Pelaksanaan monitoring yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan diantaranya melalui Vessel Monitoring System (VMS) dan pelaporan hasil tangkapan. Penggabungan data VMS dan data hasil tangkapan diperlukan untuk melihat sejauh mana aktivitas alih muat pada rawai tuna. Penelitian ini bertujuan (1) menentukan komposisi hasil tangkapan rawai tuna melalui proses alih muat di PPS Nizam Zachman Jakarta, (2) mengkaji sebaran daerah penangkapan rawai tuna dan pola kegiatan alih muat melalui data VMS dan (3) menentukan strategi peningkatan pengawasan alih muat pada rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta. Metode penelitian yaitu studi kasus. Analisa data terkait komposisi hasil tangkapan dan pola pergerakan kapal rawai tuna dilakukan secara deskriptif dan strategi peningkatan pengawasan alih muat menggunakan analisa logical framework approach (LFA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan alih muat pada rawai tuna terjadi pada hasil tangkapan utama sebesar 62% dan hasil tangkapan sampingan sebesar 38%. Tuna mata besar (Thunnus obesus) merupakan spesies dominan pada hasil tangkapan utama dengan kegiatan alih muat sebesar 92,61%. Pada hasil tangkapan sampingan terdapat 3 spesies dominan dalam kegiatan alih muat, yaitu tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii)sebesar 98,08%, layang (Decapterus spp)dan sunglir (Elagitis bipinnulatus) sebesar 100%. Kondisi segar mendominasi kegiatan alih muat dengan 89% yang terdiri atas 6 spesies dengan spesies dominan yaitu tuna mata besar. Mutu reject mendominasi produksi alih muat dengan 52,15% dibandingkan dengan mutu ekspor sebesar 47,85%. Produksi alih muat di dominasi oleh kapal ikan dengan ukuran kapal GT dan paling v

6 banyak terjadi pada lama trip <50 hari. Korelasi terjadi antara musim penangkapan tuna mata besar dengan kegiatan alih muat. Kegiatan alih muat tidak teridentifikasi secara jelas melalui data VMS dikarenakan adanya kapal rawai tuna yang mematikan VMS saat melakukan alih muat. Pola pergerakan kapal rawai tuna yang hanya melakukan alih muat tanpa melakukan aktivitas penangkapan ikan dapat teridentifikasi secara jelas melalui VMS. Sebaran pengoperasian kapal rawai tuna di dominasi pada laut lepas Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. Strategi peningkatan pengawasan terkait kegiatan alih muat yaitu pendeteksian kegiatan alih muat di pelabuhan perikanan melalui analisis karakteristik hasil tangkapan dan penelusuran data VMS, pelaksanaan bimbingan teknis bagi pengawas perikanan terkait identifikasi alih muat di pelabuhan perikanan maupun dengan penggunaan VMS, penambahan tenaga pemantau pada kapal rawai tuna, penegakan hukum dan peraturan,serta melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan alih muat secara berkala. Identifikasi alih muat melalui pendekatan karakteristik hasil tangkapan dan data VMS terhadap kapal rawai tuna mendapatkan hasil yang lebih valid dan luas. Kata kunci : alih muat, komposisi hasil tangkapan, rawai tuna, VMS vi

7 SUMMARY RAHMAN HAKIM PURNAMA. Catch Composition Characteristics and VMS Data Approaches to Prevent IUU Fishing in Longline Fisheries. Supervised by DINIAH and RONNY I WAHJU. Longline is one of fishing gears for catching tuna such as yellowfin tuna, bigeye tuna and albacore. One of fishing ports in Indonesian that used for longline fishing base is Jakarta fishing ports, named as Nizam Zachman fishing port. In 2013 there were 339 unit longliner with 13,678,430 kg total production. Tuna longline fishermen conducted the transshipment among longliner frequently. It because of distance fishing ground from fishing port and length of trip duration intargeting fresh and export quality of tuna. Restriction of transshipment regulated in 1/PER-DJPT/2016 about fishing in one unity operation. This regulation constitute of the beginning of fishing transshipment management which previously banned. Infraction of stakeholders in transshipment was highly enough that cause unreported fishing. Unreported fishing can be solved by increasing the surveillance at fishing port. Monitoring by Ministry of Marine affair and Fisheries Republic of Indonesia including through Vessel Monitoring System (VMS) and catch report. Integration of VMS and catch report data are required to observe the activity of transshipment from longline fishing. The purpose of this research : (1) to determine longline catch compotition of longline through transshipment at PPS Nizam Zachman Jakarta, (2) to reviewing distribution of longline fishing ground and transshipment pattern by VMS data, and (3) to determine strategy of transshipment surveillance enhancement of longline fishing at PPS Nizam Zachman Jakarta. The method of this research is case study. Data analysis of target catch composition and longline vessel movement using descriptive analysis and to see strategy of transshipment using Logical Framework Approach (LFA) analyze. The result shows that transshipment in longline fishing occurs in 62% of target catch and 38% of bycatch. Bigeye tuna (Thunnus obesus) has become the main target catch at the most in transshipment in amount of 92.61%. There are 3 species of bycatch that is southern bluefin tuna (Thunnus maccoyii) (98.08%), Layang(Decapterus spp.) and Sunglir (Elagatis bipilunatus) (100%). Fresh condition dominated transshipment in 89% consist of 6 species in dominated by bigeye tuna. Reject quality dominated with 52.15% reverse to ekspor quality with 47.85%. Transshipment production dominated by GT fishing vessel and <50 days long trip. Transshipment could not be identified through VMS because there was indication of longliners switched off VMS while doing transshipment. Longline vessel movement of transshipment without fishing can be identified by VMS. Longline vessel operating distribution mostly is located in Indian Oceans (west Sumatera). Monitoring echancement strategy of transshipment is doing detection transshipment activity in the fishing port through analyzing of the catch composition characteristics and VMS data, implementation of technical guidance for fisheries inspectors to identified transshipment activity in the fishing port and vii

8 analizing VMS data, increase the number of observer in longline fishing, perform law enforcement and monitoring and evaluation periodically. Identification transshipment activity for longliner through catch composition characteristics and VMS data approaches have advantage result more valid and comprehensive. Keywords : transshipment, catch composition, longline, VMS viii

9 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB x

10 ix

11 PENDEKATAN KARAKTERISTIK KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN DATA VMS DALAM PENANGGULANGAN IUU FISHING PADA PERIKANAN RAWAI TUNA RAHMAN HAKIM PURNAMA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 xi

12 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Budhi H Iskandar, M.Si xii

13

14 xiv

15 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 April 2016 ini adalah perikanan rawai tuna, dengan judul Pendekatan Karakteristik Komposisi Hasil Tangkapan dan Data VMS dalam Penanggulangan IUU Fishing pada Perikanan Rawai Tuna Dalam mewujudkan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada : 1. Dr Ir Diniah, M.Si dan Dr Ir Ronny I Wahju, M.Phil selaku komisi pembimbing yang telah mencurahkan waktu, pikiran dan perhatian selama penyelesaian karya ilmiah ini 2. Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si selaku komisi luar pembimbing yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 3. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI yang telah memberikan beasiswa dalam negeri kepada Penulis 4. Kepala Pangkalan PSDKP Jakarta beserta rekan kerja atas dukungannya yang memungkinkan penulis untuk menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini. 5. Kepala Pelabuhan PPS Nizam Zachman Jakarta beserta jajarannya atas dukungannya dalam proses pengumpulan data penelitian. 6. Kasubdit Sistem Pemantauan Direktorat Pemantauan SDKP dan Peningkatan Infrastruktur Pengawasan Ditjen PSDKP beserta jajarannya atas dukungannya dalam proses pengumpulan data penelitian. 7. Istriku tercinta Ribka Puji Raspati dan Anakku Rania Almarizka Purnama atas pengorbanan, kasih sayang, dorongan moril serta doa-doa yang tulus. 8. Orang tua tercinta, kakak serta adik-adikku atas dukungan serta doa-doa yang tulus. 9. Teman-teman pada Program Studi Teknologi Perikanan Laut angkatan 2014, atas dukungan dan pertemanan yang tulus. 10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas dukungan dan doanya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2016 Rahman Hakim Purnama xv

16 ii

17 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH xvi xvi xvi xvii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 3 Manfaat Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3 Kerangka Pemikiran 3 2 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan lokasi penelitian 5 Metode dan data penelitian 5 Analisis data 5 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Unit penangkapan rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta 7 Komposisi hasil tangkapan rawai tuna 8 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan GT kapal dan lama trip 11 Komposisi alih muat pada hasil tangkapan utama 12 Komposisi alih muat berdasarkan mutu hasil tangkapan 13 Jenis spesies kondisi segar melalui kegiatan alih muat 14 Sebaran daerah penangkapan ikan rawai tuna berdasarkan data VMS 15 Identifikasi kegiatan alih muat berdasarkan data tracking VMS 16 Strategi peningkatan pengawasan kegiatan alih muat pada perikanan rawai tuna 18 Analisis Konteks 19 Analisis Stakeholders 23 Analisis Permasalahan 26 Analisis Tujuan 30 Analisis Strategi 34 Tahap Perencanaan 36 4 KESIMPULAN DAN SARAN 39 DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN 45 RIWAYAT HIDUP 48

18 DAFTAR TABEL 1 Spesifikasi armada kapal rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman 8 2 Hasil tangkapan rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun Hasil tangkapan yang didaratkan dari kapal fresh tuna melalui kegiatan alih muat 14 4 Informasi tracking VMS 16 5 Matriks logical framework peningkatan pengawasan alih muat 36 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir penelitian 4 2 Konstruksi rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta 7 3 Perbandingan produksi alih muat dengan hasil tangkapan sendiri 9 4 Komposisi hasil tangkapan rawai tuna berdasarkan GT kapal dan lama trip 11 5 Komposisi alih muat pada hasil tangkapan utama (HTU) 12 6 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan mutu 13 7 Sebaran pengoperasian kapal rawai tuna 15 8 Tracking VMS pada kapal rawai tuna yang melakukan operasi penangkapan ikan 16 9 Pola Pergerakan kapal rawai tuna yang hanya melakukan alih muatan Perbandingan produksi rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun Pelanggaran daerah penangkapan ikan oleh kapal rawai tuna Analisis konteks pengelolaan alih muat pada rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta Produksi alih muat berdasarkan jenis kapal yang mendaratkan Hasil tangkapan di PPS NIzam Zachman Jakarta Problem tree pengelolaan alih muat pada rawai tuna Analisis tujuan pengelolaan alih muat pada rawai tuna 31 DAFTAR LAMPIRAN 1 Unit penangkapan ikan rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta 44 2 Proses pembongkaran hasil tangkapan rawai tuna 45 3 Pengambilan data penelitian 46

19 DAFTAR ISTILAH Branch Ine Bycatch By-product Circle hook Code of conduct For Responsible Fisheries Controlling Discard Fishing base Fishing ground Float Float line Gross tonnage (GT) Hauling HPK Kedatangan J Hook Main line Modus Monitoring Line hauler Log book : Tali cabang pada rawai tuna. : Hasil tangkapan sampingan pada suatu alat tangkap ikan. : Hasil tangkapan dari suatu alat tangkap yang memiliki nilai ekonomis. : Tipe mata pancing berbentuk lingkaran yang bertujuan untuk mengurangi dampak terhadap hasil tangkapan penyu atau hiu. : Tata laksana teknologi penangkapan ikan yang bertanggung jawab. : Mekanisme pengaturan yang antara lain mencakup penyusunan/pemberlakuan peraturan perundangundangan, perizinan, pembatasan alat tangkap dan zonasi penangkapan. : Hasil tangkapan sampingan yang dibuang. : Pelabuhan pangkalan. : Daerah atau wilayah penangkapan ikan tertentu dari suatu alat tangkap. : Pelampung. : Tali pelampung. : Perhitungan volume semua ruangan yang terletak di bawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak di atas geladak kapal. : Proses pengangkatan hasil tangkapan. : Hasil pemeriksaan kapal pada saat kedatangan merupakan instrumen monitoring yang dilakukan oleh pengawas perikanan pada saat kapal tambat labuh. : Tipe mata pancing berbentuk huruf J pada rawai tuna. : Tali utama pada rawai tuna. : Nilai yang sering muncul dalam suatu populasi atau contoh. : Kegiatan pengumpulan dan analisis data untuk menilai tingkat pemanfaatan dan kelimpahan sumberdaya ikan yang mencakup kapal penangkapan ikan, operasi, hasil tangkapan, upaya penangkapan, pengangkutan, pengolahan dan pengepakan hasil tangkapan. : Alat bantu penangkapan rawai tuna yang berada di atas kapal yang bertujuan untuk menarik tali utama saat proses penangkapan ikan. : Laporan harian tertulis nakhoda mengenai kegiatan perikanan dan operasional harian kapal penangkap

20 ikan yang diserahkan kepada syahbandar perikanan setelah melakukan operasi penangkapan ikan. Observer : Tenaga yang ditunjuk oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang objektif dan akurat terhadap kegiatan penangkapan ikan dan pemindahan ikan yang diperoleh secara langsung di atas kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan. Reject : Mutu ikan tuna yang tidak dapat diekspor secara utuh dan memiliki Grade A-,B+,B,B-. Setting : Persiapan awal pengoperasian alat tangkap atau proses penurunan alat tangkap. Surveillance : Kegiatan operasional dalam rangka menjamin ditaatinya peraturan yang telah ditetapkan dalam pengendalian. Stakeholder : Kelompok atau individu yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Swimming layer : Kedalaman optimum renang ikan. Tuna Landing Centre : Dermaga khusus yang diperuntukan untuk bongkar (TLC) hasil tangkapan tuna segar untuk menjaga mutu hasil tangkapan yang dilengkapi dengan fasilitas pembersihan, penyortiran dan pendinginan. Tally sheet : Data pencatatan hasil bongkar kapal ikan secara terperinci yang menampilkan jenis ikan, jumlah ekor dan berat dalam kilogram. Target Catch : Spesies yang menjadi target utama dalam pengoperasian suatu alat tangkap. Transshipment : Alih muat atau perpindahan hasil tangkapan dari satu kapal perikanan ke kapal lainnya di tengah laut Tracking : Pola pergerakan kapal perikanan yang berasal dari data VMS. Unreported fishing : Kegiatan ilegal dimana pelaku usaha tidak melaporkan kegiatan perikanan atau melaporkan Vessel monitoring system (VMS) kegiatan perikanannya secara tidak benar. : Sistem pemantauan kapal perikanan melalui satelit yang menginformasikan posisi kapal dan jarak tempuh kapal secara periodik disajikan secara real time dimana pun posisi kapal berada di seluruh dunia.

21 I PENDAHULUAN Latar Belakang Rawai tuna merupakan salah satu alat tangkap dari kelompok pancing dengan tujuan utama untuk menangkap tuna diantaranya yaitu madidihang (yellowfin tuna), tuna mata besar (bigeye tuna), dan albakora. Salah satu basis perikanan rawai tuna yaitu PPS Nizam Zachman Jakarta selain Benoa, Cilacap dan Pelabuhan ratu. Berdasarkan statistik PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2013, jumlah kapal perikanan rawai tuna yang berpangkalan di PPS Nizam Zachman Jakarta berjumlah 339 unit dengan total produksi kg. Nelayan rawai tuna sering melakukan alih muat (transshipment) antar kapal rawai tuna. Hal ini dilakukan karena daerah penangkapan ikan yang jauh dari pelabuhan pangkalan dan trip yang lama untuk menangkap tuna berkualifikasi segar dan tujuan ekspor. Alih muat (transshipment) adalah pemindahan ikan hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan ke kapal pengangkut ikan atau pemindahan ikan hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan ke kapal penangkap ikan (Permen KP No 30 Tahun 2012). Kegiatan alih muat (transshipment) di Indonesia dilarang dilakukan untuk seluruh kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan di WPPNRI sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 tahun 2014 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 tahun 2012 tentang usaha perikanan tangkap di WPPNRI. Pelarangan kegiatan alih muat (transshipment) di tengah laut pada kapal perikanan saat ini dilakukan dengan harapan menekan kegiatan unreported fishing yang kerap terjadi di perairan Indonesia (Suhana 2015). Unreported fishing diartikan dengan pelaku usaha tidak melaporkan kegiatan perikanan atau melaporkan kegiatan perikanannya secara tidak benar. Pelarangan alih muat berdampak pada menurunnya produksi unit penangkapan rawai tuna selama tahun Hal tersebut juga menyebabkan kurangnya pasokan bahan baku industri pengolahan ikan. Atas dasar tersebut kegiatan alih muat diperbolehkan kembali dengan pembatasan yang diatur dalam Peraturan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor 1 tahun 2016 tentang penangkapan dalam satu kesatuan operasi. Peraturan tersebut merupakan uji coba dalam pengelolaan alih muat pada penangkapan ikan. Keberhasilan pengelolaan perikanan tangkap dipengaruhi oleh optimalnya sistem monitoring, controlling and surveilance (MCS). Monitoring Controlling and Surveilance didefinisikan dalam Code of Conduct For Responsible Fisheries (FAO, 1995) yaitu Monitoring adalah kegiatan pengumpulan dan analisis data untuk menilai tingkat pemanfaatan dan kelimpahan sumberdaya ikan yang mencakup kapal penangkapan ikan, operasi, hasil tangkapan, upaya penangkapan, pengangkutan, pengolahan dan pengepakan hasil tangkapan. Controlling didefinisikan sebagai mekanisme pengaturan yang antara lain mencakup penyusunan dan atau pemberlakuan peraturan perundang-undangan, perizinan, pembatasan alat tangkap dan zonasi penangkapan. Definisi surveillance yaitu

22 2 kegiatan operasional dalam rangka menjamin ditaatinya peraturan yang telah ditetapkan dalam pengendalian. Pemantauan (monitoring) dimaksudkan untuk mengetahui tingkat dan cara pengelolaan kelautan dan perikanan yang sedang berjalan. Dalam hal ini menyangkut jumlah armada kapal, tingkat upaya penangkapan, hasil tangkapan per upaya tangkapan. Informasi tersebut akan menjadi dasar dalam perumusan kebijakan pelestarian dan pengendalian yang dituangkan dalam kegiatan pengendalian (Riyanto 2006). Pengawasan melalui inspeksi kapal pengawas di laut untuk kegiatan alih muat sangat minim dilakukan. Hal tersebut dikarenakan prioritas daerah operasi armada kapal pengawas yaitu daerah perbatasan dengan negara tetangga dimana praktek illegal fishing sering terjadi. Pelaksanaan monitoring lainnya yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk meminimalkan kegiatan IUU Fishing di pelabuhan perikanan diantaranya melalui Vessel Monitoring System (VMS) dan pelaporan hasil tangkapan. Pelaksanaan monitoring tersebut umumnya terpisah sehingga dimungkinkan masih adanya pelanggaran yang luput dari pengawasan. Penggabungan komposisi hasil tangkapan rawai tuna yang didaratkan dan data tracking VMS dimungkinkan dapat memberikan informasi yang lebih akurat terhadap potensi pelanggaran alih muat. Penelitian terkait VMS dalam pengawasan kegiatan penangkapan ikan telah dilakukan oleh Hartono 2007 tetapi penelitian tersebut tidak merinci bagaimana alih muat dilaksanakan antar kapal penangkap. Oleh karena itu penelitian terkait identifikasi alih muat berdasarkan data VMS perlu dilakukan. Penelitian terkait hasil tangkapan rawai tuna telah banyak dilakukan diantara komposisi hasil tangkapan dan laju pancing rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa (Baskoro et al. 2015), komposisi hasil tangkapan sampingan dan ikan target perikanan rawai tuna bagian timur Samudera Hindia (Novianto dan Nugraha 2014), hasil tangkap sampingan kapal rawai tuna di Samudera Hindia (Setiadji dan Nugraha 2012), komposisi hasil tangkapan rawai tuna di Perairan Samudera Hindia selatan Jawa (Triwahyuni dan Prisantoso 2012) dan beberapa jenis hasil tangkap sampingan (bycatch) kapal rawai tuna di Samudera Hindia yang berbasis di Cilacap (Prisantoso et al. 2010) sedangkan penelitian komposisi hasil tangkapan rawai tuna melalui proses alih muat belum pernah dilakukan. Penggabungan data VMS dan data hasil tangkapan diharapkan dapat memberikan gambaran kegiatan alih muat yang terjadi pada perikanan rawai tuna. Strategi penanggulangan IUU Fishing diharapkan dapat memberikan solusi terkait permasalahan yang timbul dari kegiatan alih muat. Perumusan Masalah Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 tahun 2014 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 tahun 2012 tentang usaha perikanan tangkap di WPPNRI menimbulkan pro dan kontra atas pelarangan pelaksanaan alih muat pada kapal perikanan. Kapal perikanan rawai tuna menggunakan fasilitas alih muat tersebut untuk mengoptimalkan operasi penangkapan ikan dan menjaga kualitas hasil tangkapan

23 3 tuna. Permasalahan yang harus dikaji dalam pengelolaan alih muat kapal rawai tuna yaitu sebagai berikut : 1. Apakah sistem monitoring baik VMS, data pencatatan hasil tangkapan secara integrasi dapat memberikan informasi terkait transshipment, daerah penangkapan ikan dan operasi penangkapan kapal rawai tuna. 2. Bagaimana strategi yang tepat dalam penanggulangan IUU Fishing dalam kegiatan alih muat pada rawai tuna Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Menentukan komposisi hasil tangkapan rawai tuna melalui proses alih muat yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta. 2. Mengkaji sebaran daerah pengoperasian rawai tuna dan pola kegiatan alih muat melalui data VMS. 3. Menentukan strategi peningkatan pengawasan alih muat pada rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam mengidentifikasi kegiatan alih muat pada perikanan rawai tuna. 2. Memberikan rekomendasi dan sebagai bahan pertimbangan bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan terhadap pengelolaan kegiatan alih muat. 3. Menjadi bahan masukan, acuan dan studi pembanding bagi akademisi untuk penelitian selanjutnya. Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini yaitu kegiatan alih muat (transshipment) pada kapal rawai tuna dapat diidentifikasi melalui komposisi hasil tangkapan dan data tracking VMS. Kerangka Pemikiran Permasalahan yang dihadapi telah disebutkan pada perumusan masalah, kemudian permasalahan tersebut akan disusun menjadi satu kerangka berpikir. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

24 4 IUU Fishing pada kegiatan alih muat (transshipment) Penangkapan ikan tanpa izin Pelanggaran daerah penangkapan ikan Unreported catch Identifikasi kegiatan alih muat (transshipment) pada perikanan rawai tuna Sistem monitoring di Pelabuhan Perikanan Laporan kedatangan Kapal Perikanan Unit penangkapan rawai tuna Komposisi hasil tangkapan Vessel monitoring system Pola pergerakan kapal saat melakukan alih muat Sebaran daerah pengoperasian rawai tuna Strategi peningkatan pengawasan kegiatan alih muat (transshipment) Penanggulangan IUU Fishing Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

25 2 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan lokasi penelitian Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yaitu dari bulan November Desember 2015 dan bulan April Penelitian dilaksanakan pada 3 lokasi yaitu : 1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman Jakarta, 2. Kantor UPT. Pangkalan PSDKP Jakarta, 3. Direktorat Pemantauan SDKP dan Peningkatan Infrastruktur, Ditjen PSDKP. Metode dan data penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan strategi penelitian di mana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Cresswell 2008). Studi kasus digunakan untuk mengetahui kegiatan alih muat yang terjadi pada perikanan rawai tuna sebelum terbitnya peraturan pelarangan kegiatan alih muat. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan terhadap hasil tracking VMS kapal rawai tuna yang mendaratkan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta dan wawancara terhadap 10 orang responden. Penentuan responden menggunakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (purposive sampling). Responden terdiri atas 3 orang pengawas perikanan, 3 orang enumerator, 2 orang analis pemantauan SDKP dan 2 orang staf tata operasional PPS Nizam Zachman Jakarta. Data sekunder diperoleh dari data sampling pencatatan aktivitas pembongkaran hasil tangkapan (bentuk pencatatan disajikan dalam Lampiran 3), yang berjumlah 276 kapal rawai tuna dari 596 kapal rawai tuna yang mendaratkan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2014, yaitu sebanyak 46%. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi : a. Spesifikasi unit penangkapan rawai tuna, b. Produksi hasil tangkapan unit penangkapan rawai tuna yang mendaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Analisis data Data yang diperoleh selanjutnya disederhanakan menjadi bentuk tabel atau dalam bentuk grafik. Analisis data terdiri atas deskriptif dan Logical Framework Approach (LFA).

26 6 Analisa deskriptif digunakan untuk menggambarkan : a. Spesifikasi unit penangkapan rawai tuna yang berpangkalan di PPS Nizam Zachman Jakarta b. Komposisi hasil tangkapan rawai tuna c. Sebaran daerah pengoperasian rawai tuna d. Pola pergerakan kapal rawai tuna saat melakukan alih muat Penentuan strategi pengelolaan kegiatan alih muat menggunakan analisis Logical Framework Approach (LFA). Analisis ini merupakan sebuah perangkat analisis dalam perencanaan dan manajemen proyek yang berorientasi pada tujuan (NORAD 1999). Pendekatan LFA diimplementasikan dalam dua tahapan utama, yaitu tahap analisis dan tahap perencanaan. Tahap analisis terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut : (1) analisis konteks; (2) analisis pemangku kepentingan (stakeholder); (3) analisis permasalahan; (4) analisis tujuan; dan (5) analisis strategi. Adapun tahap perencanaan terdiri dari langkah penyusunan matriks logical framework (logframe matrix) yang disertai dengan penjadwalan kegiatan dan sumberdaya yang dibutuhkan (European Integration Office 2011). Analisis konteks dideskripsikan mengenai permasalahan atau situasi yang akan dicarikan solusinya melalui pendekatan LFA (Hadisetiawati 2012). Analisis ini merupakan tahapan yang tidak secara baku diterapkan dalam langkah-langkah penerapan LFA dalam suatu kasus. Analisis pemangku kepentingan dilakukan untuk menganalisis peran, permasalahan dan kepentingan dari masing-masing pihak yang terlibat dalam kegiatan. Analisis permasalahan dilakukan dengan menyusun pohon permasalahan (problem tree). Pohon permasalahan ini dilakukan dengan mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan kegiatan pengembangan yang diikuti dengan pengelompokkan permasalahan dan penyusunan sehingga permasalahan saling terkait pada satu inti permasalahan. Analisis tujuan dilakukan dengan merubah pohon permasalahan yang telah disusun sebelumnya menjadi pohon tujuan (objectives tree) dengan menyatakan ulang permasalahan-permasalahan yang teridentifikasi menjadi tujuan (Hadisetiawati 2012). Bagian atas dari pohon tujuan merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dan bagian bawahnya diisi dengan cara atau upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan. Tahap perencanaan merupakan matriks berukuran 4 x 4 atau biasa disebut logframe matrix. Terdiri atas Goal, Purpose, Output dan Input.

27 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Unit Penangkapan Rawai Tuna yang Berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta Spesifikasi alat tangkap rawai tuna yang digunakan oleh kapal yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), pancing (hooks), tali pelampung (float line), pelampung (float) dan radio bouy. Tali utama dan tali cabang terbuat dari bahan poliamyda monofilament dengan diameter 3,8 mm dan 1,8 mm. Panjang tali utama yang digunakan berkisar antara m dengan modus m. Panjang tali cabang berkisar antara m dengan modus 30 m. Mata pancing yang digunakan adalah tipe J hook dan terbuat dari besi stainless dengan ukuran nomor 3-6 dengan modus mata pancing nomor 4. Jumlah mata pancing yang digunakan yaitu berkisar antara buah dengan modus sebesar buah mata pancing. Tali pelampung terbuat dari PA monofilament berdiameter 5 mm dengan panjang berkisar m dengan modus 30 meter. Pelampung terbuat dari bahan plastik berbentuk bulat. Terdapat 2 jenis pelampung yang digunakan yaitu yang memiliki diameter 18 cm dan 30 cm dengan jumlah berkisar buah dengan modus 200 buah. Radio buoy yang digunakan berjumlah 6-13 buah. Dalam pengoperasian alat tangkap rawai tuna, menggunakan alat bantu penangkapan ikan berupa line hauler. Gambar alat penangkapan ikan rawai tuna dan alat bantu penangkapan disajikan pada Lampiran 1. Konstruksi alat tangkap rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta dapat dilihat pada Gambar 2. Sumber : Peneliti (diolah menggunakan piranti lunak yang mendukung) Gambar 2 Konstruksi rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta

28 8 Konstruksi rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta umumnya cenderung menggunakan teknik penangkapan di wilayah permukaan dengan kisaran kedalaman m (Ariyogautama et al. 2015). Hal ini dirasa cukup efektif menangkap ketiga jenis tuna yaitu madidihang, tuna mata besar dan albakor yang tersebar di kedalaman 80 m 150 m. Penelitian Latumanen et al. (2015) menyatakan bahwa madidihang, tuna mata besar dan albakora signifikan terhadap suhu pada kedalaman 80 m 200 m. Penggunaan mata pancing tipe J hook pada rawai tuna dari segi konservasi harus dikurangi, yang dikarenakan banyaknya spesies yang dilindungi tertangkap seperti penyu dan hiu. Pengurangan hasil tangkapan sampingan salah satunya yaitu dengan menggunakan circle hook (WWF Indonesia 2011). Nelayan rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta berjumlah orang dengan rincian 1 nakhoda, 2 orang mualim, 1 orang kepala kamar mesin (KKM) dan sisanya anak buah kapal. Armada kapal perikanan rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta tuna cukup bervariasi. Spesifikasi armada rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar salah satu kapal rawai tuna disajikan dalam Lampiran 1. Tabel 1 Spesifikasi armada kapal rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta Uraian Keterangan Volume kotor kapal (GT) , modus 58 Volume bersih kapal (NT) 9 88, modus 18 Panjang kapal (Loa) 14,94 29,96 m, modus 19,2 m Lebar kapal (B) 1,95 8,63 m, modus 5,5 m Tinggi/draft (D) 1,07 3,03 m, modus 2,2 m Bahan kasko kapal Kayu dan Fibberglass Daya mesin utama DK, modus 370 DK Tabel 1 menunjukkan bahwa ukuran kapal rawai tuna yang berpelabuhan pangkalan di PPS Nizam Zachman Jakarta cukup beragam dan didominasi ukuran 58 GT. Hal tersebut senada dengan penelitian Lafi dan Novita (2005) menyebutkan bahwa kapal rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta didominasi oleh ukuran GT. Armada rawai tuna umumnya memiliki bentuk U-bottom, akatsuki, hardchin bottom dan round flat bottom (Novita dan Iskandar. 2015). Keberagaman ini lebih disebabkan karena kebiasaan para pembuat kapal dimana kapal tersebut dibangun. Komposisi hasil tangkapan rawai tuna Produksi hasil tangkapan rawai tuna berdasarkan kegiatan alih muat mencapai 68%, yang terdiri atas 91% merupakan hasil tangkapan utama dan 9% merupakan hasil tangkapan sampingan. Perbandingan produksi alih muat dengan hasil tangkapan sendiri dapat dilihat pada Gambar 3.

29 9 Gambar 3 Perbandingan produksi alih muat dengan hasil tangkapan sendiri Hasil tangkapan rawai tuna terbagi atas hasil tangkapan utama (target catch) dan hasil tangkapan sampingan (bycatch). Hasil tangkapan utama (target catch) terdiri atas madidihang (Thunnus albacares), tuna mata besar (Thunnus obesus), albakora (Thunnus alalunga) sedangkan hasil tangkapan sampingan (bycatch) yaitu tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii), ikan pedang (Xiphias gladius), ikan layaran (Istiophorus platypterus), cakalang (Katsuwonus pelamis), ikan gindara (Lepidocybium sp), setuhuk (Makaira spp) lemadang (Coryphaena hippurus), cucut lanjam (Carcharinus falciformis), alu-alu (Sphyraena genie). cucut moro (Isurus oxyrhyncus), bawal bulat (Taracticthys steindachneri), tenggiri (Acanthocybium solandri), ikan opah (Lampris guttatus), sunglir (Elagaitis bipinnulatus) dan layang (Decapterus spp). Komposisi hasil tangkapan rawai tuna secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil tangkapan rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2014 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kegiatan alih muat terjadi baik pada hasil tangkapan utama (target catch) maupun pada hasil tangkapan sampingan (bycacth) dengan persentase sebesar 68,26 %. Kegiatan alih muat pada

30 10 rawai tuna dominan terjadi pada hasil tangkapan utama yaitu 78,73%. Tuna mata besar merupakan hasil tangkapan utama yang banyak dilakukan alih muat. Terdapat 3 spesies yang mencapai persentase alih muat >95% pada hasil tangkapan sampingan yaitu layang, sunglir yang mencapai persentase 100% dan tuna sirip biru selatan sebesar 98,8% Komposisi jenis hasil tangkapan rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta didapatkan 18 spesies ikan yang terdiri atas 3 spesies tuna (target catch) dan 15 spesies yang merupakan hasil tangkapan sampingan (bycatch). Kegiatan alih muat yang terjadi pada rawai tuna dapat meningkatkan produksi hasil tangkapan utama (target catch) dimana berdasarkan penelitian Setiadji dan Nugraha (2015) disebutkan pada rawai tuna hasil tangkapan tuna sebagai target spesies hanya berkontribusi sebanyak 33% dari total hasil tangkapan, sedangkan sisanya merupakan by-product (30%) dan discards sebanyak 37%. Hasil tangkapan rawai tuna yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta telah sesuai dengan penelitian terdahulu diantaranya tuna sirip biru selatan, ikan pedang, setuhuk, lemadang, gindara, cakalang, tenggiri, ikan layaran, ikan opah (Baskoro et al Triharyuni dan Prisantoso 2012; Prisantoso et al. 2012; Setyadji dan Nugraha. 2012) cucut lanjam (Carcharinus falciformis), dan cucut/hiu moro (Isurus oxyrhyncus) (Triharyuni dan Prisantoso 2012; Prisantoso et al. 2012). Dilihat dari kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap rawai tuna, belum pernah ada penelitian yang menyebutkan bahwa layang dan sunglir merupakan hasil tangkapan dari rawai tuna. Ikan layang (Decapterus sp) merupakan sumber daya ikan pelagis kecil yang penting di perairan Indonesia. Ikan layang mendominasi hasil penangkapan ikan pelagis kecil di berbagai perairan laut di Indonesia. Layang hidup di perairan lepas pantai dan penangkapan layang biasanya menggunakan alat tangkap purse seine, payang dan gillnet (Genisa 1999). Sunglir (Elagitis bipinnulatus) biasanya hidup di perairan pantai dekat karang, menyendiri atau membentuk gerombolan kecil, dapat mencapai panjang 90 cm, umumnya cm. Tergolong ikan pelagis kecil dan penangkapannya dengan alat tangkap muroami, pancing tonda, jaring insang dan purse seine (Genisa 1999). Kedua jenis ikan ini membuktikan bahwa proses alih muat tidak hanya dilakukan oleh kapal rawai tuna saja. Tuna sirip biru selatan merupakan jenis tuna yang dominan didaratkan melalui alih muat. Hal tersebut dikarenakan harganya yang tinggi dan jumlahnya yang sedikit. Selain itu ekspor tuna sirip biru selatan seluruh Indonesia dibatasi oleh RFMO hanya 750 ton. Tuna mata besar dan madidihang juga memiliki persentase di atas 90%, hal tersebut dikarenakan tuna mata besar dan madidihang merupakan komoditas ekspor. Dimana produksi ekspor tuna mata besar dan madidihang merupakan 5 spesies dominan yang diekspor di PPS Nizam Zachman Jakarta (PPS. Nizam Zachman Jakarta. 2014). Bawal bulat sering tertangkap oleh rawai tuna di perairan laut tropis Samudera Hindia dikarenakan mempunyai sifat bentopelagis, artinya kelompok ikan ini secara bermusim menghuni di dasar sampai permukaan perairan dan jangkauan kedalaman renangnya adalah m (Barata dan Prisantoso 2008).

31 Produksi (Kg) Produksi (KG) 11 Beberapa jenis ikan yang merupakan hasil tangkapan rawai tuna tidak tercantum dalam pencatatan hasil tangkapan diantaranya yaitu jenis ikan naga, pari, penyu, burung laut (Triharyuni dan Prisantoso 2012; Prisantoso et al. 2012; Setyadji dan Nugraha 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa hasil tangkapan sampingan yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta merupakan jenis ikan yang tidak dilindungi dan memiliki nilai ekonomis (by-product). Proporsi hasil tangkapan sampingan maupun yang terbuang sukar untuk diestimasi dari informasi yang terdapat di logbook karena keengganan kapten kapal untuk melaporkannya (Rochet dan Trenkel 2005). Tingkat selektivitas yang cukup tinggi pada rawai tuna tetap menghasilkan hasil tangkapan sampingan yang berukuran besar juga seperti penyu dan hiu dimana secara ekologis keberadaan dua kelompok spesies ini saat penting (Setyaadji dan Nugraha 2015). Komposisi hasil tangkapan berdasakan GT Kapal dan Lama Trip Armada rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta cukup bervariasi. Kegiatan alih muat terjadi pada semua kelompok GT kapal dan lama trip. GT kapal dan lama trip berkaitan dengan biaya operasional yang dibutuhkan. Semakin besar GT kapal dan lama trip maka semakin besar pula biaya yang dibutuhkan. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan GT kapal dan lama trip dapat dilihat pada Gambar 4. 2,000,000 2,000,000 1,500,000 1,500,000 1,000,000 1,000, , ,000 - < >100 Ukuran Kapal (GT) Lama Trip (hari) (a) (b) Gambar 4 Komposisi hasil tangkapan rawai tuna berdasarkan GT kapal dan lama trip (a) berdasarkan GT Kapal dan (b) berdasarkan lama trip; Dominasi lama trip <50 hari menunjukkan bahwa kegiatan alih muat banyak dilaksanakan untuk menjaga mutu ikan tuna dalam keadaan segar. Penyimpanan ikan segar dengan menggunakan es atau sistem pendingin lain memiliki kemampuan yang terbatas untuk menjaga kesegaran ikan biasanya hari (Wibowo dan Yunizal 1998). Penelitian Widiastuti (2008) menyebutkan bahwa mutu ikan tuna yang ditangkap masih cukup baik hingga penyimpanan pada kondisi dingin pada suhu C selama 15 hari.

32 Produksi (Ton) Produksi (Ton) Produksi (ton) 12 Komposisi alih muat pada hasil tangkapan utama Hasil tangkapan utama yang didaratkan yaitu albakora, tuna mata besar, dan madidihang. Produksi alih muat secara periodik pada tuna mata besar melalui kegiatan alih muat cukup mendominasi rata-rata tiap bulannya di atas 90%. Kegiatan alih muat paling sedikit terjadi pada spesies albakora. Secara rinci komposisi alih muat pada hasil tangkapan utama dapat dilihat pada Gambar Albakora Hasil tangkapan Alih Muat Tuna mata besar Madidihang Gambar 5 Komposisi alih muat pada hasil tangkapan utama (HTU) Kontribusi kegiatan alih muat terhadap jumlah tangkapan yang didaratkan dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan. Tuna mata besar paling banyak pada

33 13 bulan Juni. Hal ini dipertegas oleh Sedana et al. (2004) bahwa musim penangkapan tuna mata besar terjadi pada bulan Februari Juni. Komposisi alih muat berdasarkan mutu hasil tangkapan Kondisi hasil tangkapan rawai tuna yang didaratkan di PPS Nizam Zachman Jakarta terdiri atas 2 jenis yaitu segar dan beku. Pada kondisi segar terdapat 2 kategori mutu yaitu kategori mutu ekspor dan reject. Pendaratan hasil tangkapan sendiri oleh kapal rawai tuna didominasi pada kondisi beku dengan persentase 91%, sedangkan kegiatan pendaratan ikan melalui alih muat kapal didominasi dalam keadaan segar dengan 89% dimana 46% mutu kualitas ekspor utuh dan 43% mutu reject. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan mutu secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 6. 5% 4% 11% 43% 91% Ekspor Reject Beku (a) (b) Gambar 6 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan mutu; (a) hasil tangkapan dan (b) alih muat Salah satu hal yang berpengaruh dalam penanganan hasil tangkapan yaitu sistem penyimpanan ikan dalam palka. Kapal rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta telah mengaplikasikan sistem penyimpanan ikan dengan menggunakan es, dibekukan atau RSW (Refigeration Salt Water) atau kombinasi diantaranya (Lafi dan Novita 2008). Sistem penyimpanan untuk produk tuna segar yaitu sistem es, RSW dan kombinasi sistem es dan RSW sedangkan untuk tuna beku yaitu sistem penyimpanan beku. Sistem penyimpanan yang berbeda pada masing-masing kapal dan penanganan pasca tangkap ikan tuna yang minim di atas kapal memberikan dampak terhadap kualitas hasil tangkapan walaupun dengan adanya proses alih muat, lama ikan disimpan dalam palka kapal lebih sedikit. Jenis spesies kondisi segar (ekspor dan reject) melalui kegiatan alih muat Terdapat 6 spesies dari 19 spesies yang didaratkan kapal rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta dengan kondisi segar melalui kegiatan alih muat. Tuna mata besar merupakan spesies dominan sebesar kg disusul dengan madidihang sebesar kg. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. 46% Ekspor Reject Beku

34 14 Tabel 3 Hasil tangkapan yang didaratkan dari kapal fresh tuna melalui kegiatan alih muat Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya (Wiryawan et al. 2008). Mutu ikan tuna akan terkait dengan harga (Suharno dan Santoso 2008). Semakin tinggi kualitas ikan tuna yang didaratkan semakin tinggi pula harga ikan tuna. Banyaknya ikan tuna dengan mutu reject di PPS Nizam Zachman Jakarta menunjukkan bahwa tidak semua hasil tangkapan tuna dari kapal fresh tuna longline memenuhi standar ekspor untuk produk fresh tuna (Nurani et al. 2011). Hasil tangkapan kapal rawai tuna sekitar 40% yang dapat diekspor dalam bentuk fresh tuna, sekitar 60% lainnya masuk ke industri pengolahan yang diolah dalam bentuk loin beku, ikan kaleng atau produk lainnya (Nurani et al. 1997;1998). Kualitas reject yang dominan disebabkan regulasi Indonesia juga masih menggunakan pola pengawasan mutu dan keamanan pangan tradisional yang menitikberatkan pada pengawasan di titik akhir (end product), hanya sedikit porsi yang menekankan kepada fungsi pengawasan selama penanganan dan pengolahan bahan baku (Trilaksani et al. 2010). Sebaran daerah penangkapan ikan rawai tuna berdasarkan data VMS Sistem pemantauan kapal perikanan (vessel monitoring system) merupakan salah satu bentuk sistem pengawasan di bidang penangkapan dan/atau pengangkutan ikan, dengan menggunakan satelit dan peralatan transmitter yang ditempatkan pada kapal perikanan guna mempermudah pengawasan dan pemantauan terhadap kegiatan atau aktivitas kapal ikan berdasarkan posisi kapal yang terpantau di monitor pusat pemantauan kapal perikanan (Atmaja et al. 2011). Informasi yang disajikan dari penelusuran data VMS merupakan penyebaran secara horizontal daerah penangkapan tuna. Berdasarkan hasil pemantauan posisi kapal rawai tuna melalui data VMS periode September 2014 diperoleh bahwa daerah pengoperasian armada kapal rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta dominan terjadi pada laut lepas sebelah barat Sumatera. Daerah penangkapan ikan rawai tuna selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7.

35 15 Sumber : Tracking VMS (diolah) Gambar 7 Sebaran pengoperasian kapal rawai tuna Banyaknya kapal rawai tuna yang melakukan kegiatan penangkapan di laut lepas, hal ini sejalan dengan penelitian Wudianto et al (2003) dimana sebagian besar kapal tuna longline (>70%) melakukan penangkapan di luar perairan ZEEI. Dari sebaran pengoperasian rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta, kapal yang menangkap pada area yang lebih jauh menargetkan ikan beku, sedangkan ikan segar menjadi target tangkapan bagi kapal-kapal yang beroperasi di area penangkapan yang lebih dekat (Wujdi et al. 2014). Data VMS secara periodik dapat memperlihatkan perkembangan daerah penangkapan rawai tuna dan musim penangkapan ikan. Informasi mengenai penyebaran tuna secara horisontal sangat penting guna menunjang keberhasilan operasi penangkapan tuna (Nugraha dan Triwahyuni 2009). Sistem pemantauan kapal (vessel monitoring system) tidak hanya dapat digunakan untuk tujuan penegakan peraturan, tetapi juga memberikan informasi tentang distribusi spasial dan temporal dari aktivitas penangkapan untuk digunakan dalam perikanan dan pendugaan lingkungan serta pengelolaan (Lee et al. 2010). Identifikasi kegiatan alih muat berdasarkan data tracking VMS Pergerakan aktivitas kapal dengan VMS ditandai dengan kecepatan kapal yang dibedakan dalam berbagai warna. Kecepatan dan warna tersebut diharapkan dapat menjadi petunjuk dari aktivitas kapal rawai tuna selama melakukan operasi

36 16 penangkapan. Kecepatan dan warna yang digunakan pada VMS secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4 : Tabel 4. Informasi tracking VMS Kecepatan 0 Knot Merah < 3 Knot Ungu 3-5 Knot Kuning > 5 knot Hijau Sumber : Puskodal Ditjen PSDKP Warna Aktivitas operasi penangkapan pada rawai tuna terbagi menjadi perjalanan ke atau dari daerah penangkapan ikan, penurunan alat tangkap (setting) dan pengangkatan hasil tangkapan (hauling). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap pergerakan kapal perikanan maka didapatkan kegiatan perjalanan menuju atau dari daerah penangkapan ikan pada kapal rawai tuna biasanya berwarna hijau-kuning dengan dominan warna hijau. Gambar 8a adalah aktivitas penangkapan ikan yaitu penurunan alat tangkap (setting) ditunjukkan dengan warna kuning-ungu sedangkan pengangkatan hasil tangkapan (hauling) terdiri atas ungu dan merah. Gambar 8b sedikit berbeda dengan Gambar 8a, dimana warna kuning dan merah mendominasi kegiatan penangkapan ikan. Perbedaan pola tersebut dikarenakan perbedaan metode operasi penangkapan dan daya mesin utama yang digunakan. (a) (b) Sumber : Puskodal Ditjen PSDKP Gambar 8 Tracking VMS pada kapal rawai tuna yang melakukan operasi penangkapan ikan Pergerakan kapal perikanan yang melakukan alih muat (transshipment) berdasarkan penelitian Hartono (2007) yaitu tracking VMS menunjukkan terdapat dua kapal yang berada dalam koordinat yang sama dalam waktu bersamaan dan dengan kecepatan nol atau berhenti. Pengamatan yang dilakukan terhadap 16 kapal rawai tuna tidak dapat memberikan gambar aktivitas alih muat pada kapal rawai tuna yang dikarenakan :

37 17 a. Adanya indikasi salah satu kapal yang melakukan alih muat mematikan VMS. b. Kegiatan alih muat dilakukan oleh kapal < 30 GT, dimana tidak diwajibkan memasang VMS. Kegiatan alih muat yang tidak tergambar dalam penelusuran VMS akan menyebabkan adanya unreported fishing. Penelusuran data VMS dengan melakukan perbandingan aktivitas antara 2 kapal didapatkan bahwa terdapat kapal rawai tuna yang hanya menampung hasil tangkapan atau tidak melakukan aktivitas penangkapan ikan. Pola pergerakan kapal yang menampung hasil tangkapan terlihat pada Gambar 9. Pola pergerakan kapal yaitu terdiri atas dua warna, hijau dan merah (Gambar 9a). Warna hijau menunjukkan aktivitas perjalanan menuju dan dari daerah penangkapan ikan dan warna merah menunjukkan proses pemindahan hasil tangkapan. Pola pergerakan kapal yang terdiri atas tiga warna (Gambar 9b), yaitu hijau, kuning dan merah. Warna hijau masih mendominasi tampilan dalam tracking VMS yang menunjukkan aktivitas menuju dan dari daerah penangkapan ikan, penggabungan warna kuning dan merah menunjukkan aktivitas penangkapan ikan dan warna merah menunjukkan proses pemindahan hasil tangkapan. (a) (b) Sumber : Puskodal Ditjen PSDKP Gambar 9 Pola pergerakan kapal rawai tuna yang hanya menampung hasil tangkapan Pola pergerakan kapal rawai tuna yang hanya menampung hasil tangkapan tidak serumit seperti pada Gambar 8. Pergerakan kapal rawai tuna yang melakukan aktivitas alih muat maksimum terdiri dari 3 warna yaitu hijau untuk menuju daerah penangkapan ikan dan kuning merah untuk aktivitas alih muat hasil tangkapan tuna. Banyaknya kapal perikanan rawai tuna yang hanya menampung hasil tangkapan dapat teridentifikasi secara jelas dimana kemajuan teknologi, khususnya yang terkait dengan vessel monitoring system yang berbasis satelit, berpotensi untuk meningkatkan efektivitas sistem monitoring, control, and surveillance melalui dihasilkannya berbagai data yang berguna dengan biaya yang relatif murah dibandingkan hanya dengan mengandalkan tindakan monitoring,

38 18 control, and surveillance yang lebih tradisional, seperti penegakan hukum di laut secara manual (Atmaja et al. 2011). Upaya peningkatan monitoring di pelabuhan perikanan dalam kegiatan alih muat pada rawai tuna dapat dilakukan dengan menggabungkan data komposisi hasil tangkapan dan pergerakan kapal perikanan (tracking VMS). Penggabungan antara komposisi hasil tangkapan dan tracking VMS dapat secara akurat mengidentifikasi kapal rawai tuna yang hanya melakukan alih muat tanpa melakukan aktivitas penangkapan, dimana kapal tersebut sangat berpotensi melakukan unreported fishing. Dalam pengawasan kegiatan perikanan tidak hanya dapat mengandalkan satu instrumen saja. Komposisi produksi alih muat hasil tangkapan rawai tuna dapat menjadi instrumen pengawasan kegiatan alih muat pada rawai tuna. Penggunaan dua alat monitoring senada dengan Gerritsen dan Lordan (2011) yang menyatakan bahwa analisis terintegrasi vessel monitoring system dan data log book akan memungkinkan data perikanan yang akan dianalisis pada skala spasial jauh lebih akurat dan membuka berbagai aplikasi yang potensial. Strategi peningkatan pengawasan kegiatan alih muat pada perikanan rawai tuna Keberlanjutan adalah kata kunci dalam pengembangan perikanan yang diharapkan dapat meningkatkan sumber daya dan masyarakat perikanan karena potensi sumber daya perikanan di beberapa daerah merupakan jaminan dari kegiatan penangkapan ikan dan pengembangan perikanan (Masyahoro 2006). Konsep pembangunan berkelanjutan mengoptimalkan empat aspek, meliputi ekonomi, aspek sosial, lingkungan, dan pengelolaan sehingga pengelolaan sumberdaya perikanan di Indonesia adalah sistem yang sangat kompleks. Kegiatan alih muat merupakan kegiatan yang cukup strategis dalam pelaksanaan usaha perikanan pada rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta. Permasalahan IUU Fishing dari kegiatan tersebut sangat dimungkinkan terjadi, oleh karena itu dibutuhkan sebuah solusi alternatif. Analisis LFA menggambarkan sebuah struktur yang dapat dilihat oleh perencana dan evaluator secara spesifik dari setiap kegiatan dan dapat mengidentifikasi secara logis langkah kerja yang dibutuhkan dengan tujuan yang akan dicapai (Coleman 1987). Analisis ini terdiri atas 2 tahapan yaitu tahap analisis dan tahap perencanaan. Analisis dilakukan dalam 4 tahap yaitu Analisis konteks, analisis pemangku kepentingan, analisis permasalahan, analisis tujuan dan analisis strategi. Tahap perencanaan merupakan tahap akhir dari analisis LFA dimana keluaran utama dari analisis ini yaitu logframe matriks. Matriks tersebut mengidentifikasi maksud dari suatu proyek yang dilakukan, menjelaskan hubungan antara langkah kerja dengan hasil, dan menentukan ketidakpastian tentang proyek itu sendiri serta kondisi fisik, sosial dan politik dimana proyek tersebut dilaksanakan (Coleman 1987).

39 19 Analisis konteks Sumberdaya tuna merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting di dunia dan merupakan komoditi perikanan terbesar di Indonesia ketiga setelah udang dan ikan dasar (Habibi et al. 2008). Sumberdaya tuna tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia mulai dari perairan Indonesia bagian barat (Samudera Hindia) sampai dengan kawasan timur Indonesia (Laut Banda dan Utara Irian Jaya) (Chodrijah dan Nugraha 2013). Daerah pengoperasian kapal rawai tuna yang berbasis di PPS Nizam Zachman Jakarta (Gambar 7) memperlihatkan bahwa penangkapan ikan dengan menggunakan rawai tuna terjadi pada wilayah pengelolaan perikanan (WPP) dan laut lepasnya. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 107/KEPMEN- KP/2015 tentang rencana pengelolaan perikanan tuna, cakalang dan tongkol menyebutkan bahwa potensi sumberdaya tuna di WPP 572 dan 573 untuk tuna mata besar memiliki nilai MSY sebesar ton/tahun dengan status tidak dalam keadaan over fished. Madidihang memiliki nilai MSY sebesar /tahun dengan status tidak dalam keadaan over fished. MSY albakora paling sedikit di WPP 572 dan WPP 573 yaitu sebesar ton dengan status mengarah ke over fished. Total produksi rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2015 yaitu sebesar 6.196,36 ton. Produksi tersebut menurun sekitar 47% dari tahun 2014 dimana produksi rawai tuna tahun 2014 berjumlah ,27 ton (Gambar 10). Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh adanya pelarangan kegiatan alih muat pada kapal perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57 Tahun Produksi hasil tangkapan rawai tuna melalui kegiatan alih muat mencapai 68%, yang didominasi hasil tangkapan utama sebanyak 91% dan 9% merupakan hasil tangkapan sampingan (Gambar 3). Produksi (Ton) 1.600, , , , , , , , ,69 516,36 Bulan Sumber : Laporan Statistik PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2014; Laporan Statistik PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2015 (diolah) Gambar 10 Perbandingan produksi rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun

40 20 Penelitian Baskoro et al. (2015) menyebutkan bahwa telah terjadi penurunan laju pancing dari tahun Penurunan nilai laju pancing merupakan salah satu indikasi berkurangnya kesediaan tuna di suatu perairan (Bahtiar et al. 2013). Berkurangnya kesediaan tuna di suatu wilayah menyebabkan kapal rawai tuna akan mencari wilayah yang lebih jauh dengan kesediaan tuna yang lebih banyak. Jarak yang lebih berimplikasi terhadap lama trip yang semakin lama dan biaya operasional penangkapan ikan yang lebih tinggi. Kondisi tersebut membuat alih muat merupakan langkah strategis dalam mendukung industri rawai tuna. Penurunan produksi unit penangkapan rawai tuna akan berdampak pada kurangnya tuna segar yang dapat diekspor secara utuh. Pasokan bahan baku unit pengolahan ikan menjadi berkurang juga. Dampak kurangnya pasokan bahan baku unit pengolahan ikan yaitu berkurangnya ekspor dan bertambahnya impor. Impor ikan madidihang (yellowfin tuna) tahun 2015 meningkat sebesar 61% dan impor ikan pedang (swordfish) meningkat sebesar 18% (Laporan pengawasan importasi ikan 2015). Ikan merupakan komoditas yang bersifat sangat mudah rusak (highly perishable), sehingga perlu ditangani dengan segera dan tepat agar dapat sampai ke konsumen dalam kondisi baik dan aman dikonsumsi. Ikan yang baru ditangkap memiliki mutu tinggi dan sebaliknya ikan yang sudah agak lama ditangkap akan bermutu rendah (Diniah 2006). Mutu reject masih mendominasi produksi alih muat ikan dalam kondisi segar yaitu 52% (Tabel 3). Data tersebut memperlihatkan terjadi peningkatan kualitas mutu dimana Nurani et al. (1997; 1998) menyatakan bahwa hasil tangkapan kapal longline sekitar 40% yang dapat diekspor dalam bentuk fresh tuna, sekitar 60% lainnya masuk ke industri pengolahan yang diolah dalam bentuk loin beku, ikan kaleng atau produk lainnya. Peningkatan mutu tersebut dikarenakan kegiatan alih muat mempersingkat waktu penyimpanan didalam palka kapal. Kebijakan pembatasan kegiatan alih muat (transshipment) mengharuskan pengawasan yang lebih terhadap kegiatan alih muat. Potensi pelanggaran pada kapal perikanan yang termasuk dalam praktek IUU Fishing diantaranya kegiatan alih muat hanya dapat dilakukan oleh kapal perikanan yang berizin pusat ( 30 GT). Kegiatan alih muat tahun 2014 dilakukan juga oleh kapal < 30 GT. Dari 276 kapal rawai tuna yang dijadikan objek pengamatan, terdapat 39 unit kapal berukuran < 30 GT. Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat kapal rawai tuna yang melakukan operasi penangkapan ikan lebih dari 365 hari. Perizinan penangkapan ikan melalui surat izin penangkapan ikan (SIPI) berlaku selama satu tahun atau 365 hari. Adanya kapal rawai tuna yang melakukan aktivitas penangkapan ikan lebih dari 365 hari merupakan suatu pelanggaran izin penangkapan ikan. Kegiatan alih muat juga menimbulkan dampak pelanggaran batas wilayah daerah penangkapan ikan. Penelusuran data VMS mendapatkan salah satu kapal yang berizin pusat melakukan aktivitas perikanan di wilayah <12 mil. (Gambar 11).

41 21 Gambar 11 Pelanggaran daerah penangkapan ikan oleh kapal rawai tuna Pelaporan alih muat tahun 2014 berdasarkan pengamatan tidak sesuai prosedur. Pelaporan kegiatan alih muat pada kapal perikanan seharusnya ditujukan kepada 2 instansi yaitu pihak pelabuhan perikanan (syahbandar perikanan) dan pengawas perikanan. Hasil pengamatan didapatkan bahwa pelaporan alih muat tahun 2014 hanya terdapat di syahbandar perikanan dalam bentuk laporan logbook penangkapan. Pelaporan yang tidak benar akan mengurangi efek dari langkah-langkah manajemen dan akan merusak tujuan yang berdasarkan hasil tangkapan (output control). Oleh karena itu penting bahwa lembaga manajemen memastikan bahwa semua tangkapan dihitung terhadap jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan (Aanes et al.2011). Pelaporan yang tidak sesuai prosedur merupakan contoh dari tingkat kesadaran pelaku usaha yang rendah. Keengganan pelaku usaha melaporkan kegiatan yang benar tidak dibarengi dengan sosialisasi peraturan dan penegakan hukum yang tegas. Pengawas Perikanan melakukan monitoring hasil tangkapan melalui berita acara hasil pemeriksaan kapal (BA-HPK) kedatangan kapal (Form A). Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa analisa pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas perikanan hanya sebatas kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan. Kegiatan alih muat tidak disebutkan dalam BA-HPK kedatangan kapal. Hal tersebut dikarenakan (1) nakhoda atau pengurus kapal tidak melaporkan kegiatan alih muat kepada pengawas perikanan, (2) belum adanya petunjuk teknis (juknis) pengawasan kegiatan alih muat dan (3) kurangnya pengetahuan pengawas perikanan dalam mendeteksi adanya kegiatan alih muat. Penggunaan VMS sampai saat ini belum optimal dalam mengawasi pergerakan kapal perikanan saat melakukan alih muat. Faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya VMS dalam mendukung kegiatan alih muat yaitu adanya indikasi kapal rawai tuna yang mematikan VMS saat melakukan alih muat dan kegiatan alih muat dilakukan oleh kapal berukuran < 30 GT, yang tidak dilengkapi dengan transmitter VMS. Analisis tracking VMS tidak dilakukan secara keseluruhan bagi kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di pelabuhan, melainkan hanya terbatas kepada kapal yang akan mengajukan sertifikat hasil tangkapan.

42 22 Penegakan hukum yang tegas menjadi solusi terbaik dalam penanggulangan IUU fishing. Legalitas pelaksanaan kegiatan alih muat tahun 2014 terdiri atas : 1. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26/PERMEN-KP/2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia pasal 37 ayat (7) dan (8). 2. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.12/MEN/2012 tentang usaha perikanan tangkap di laut lepas pasal 30 dan pasal 31. Kegiatan alih muat (transshipment) di tengah laut bagi kapal perikanan yang melakukan aktivitas penangkapan di WPPNRI dihentikan atas dasar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/PERMEN-KP/2014 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.30/MEN/2012 tentang usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan tersebut menjadikan kegiatan alih muat menjadi terbatas bagi kapal perikanan yang hanya melakukan usaha penangkapan di laut lepas. Dampak pelarangan alih muat antara lain terjadinya penurunan produksi pendaratan unit penangkapan rawai tuna, dan berimplikasi terhadap kurangnya pasokan bahan baku industri pengolahan ikan. Hal tersebut membuat pemerintah menerbitkan Peraturan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor 01 Tahun 2016 tentang penangkapan ikan dalam satu kesatuan operasi. Peraturan tersebut memperbolehkan kegiatan alih muat (transshipment) dilakukan oleh kapal perikanan yang beroperasi di wilayah pengelolaan perikanan dengan persyaratan dalam satu kesatuan operasi. Satu kesatuan operasi ditandai dengan adanya perjanjian kerjasama antara kapal pengangkut yang berfungsi sebagai kapal penyangga untuk menampung hasil tangkapan kapal rawai tuna di laut dengan kapal rawai tuna yang melakukan aktivitas penangkapan ikan. Dalam penegakan hukum dibutuhkan sebuah peraturan setingkat Peraturan Menteri. Dasar peraturan yang hanya setingkat Direktur Jenderal menjadi kendala dalam penegakan hukum. Hal tersebut dikarenakan secara hierarki, peraturan Direktur Jenderal berada di bawah Peraturan Menteri. Monitoring kegiatan penangkapan ikan secara aktual di laut melalui inspeksi oleh kapal pengawas sangat minim dilakukan. Hal tersebut dikarenakan prioritas pemeriksaan kapal pengawas saat ini yaitu daerah perbatasan dimana sering terjadinya praktek illegal fishing oleh nelayan asing. Daerah perbatasan tersebut bukanlah daerah pengoperasian dari kapal rawai tuna. Monitoring kegiatan alih muat dapat dilakukan oleh tenaga pemantau (observer) yang berada di atas kapal rawai tuna. Jumlah tenaga observer tercatat kurang lebih 400 orang. Jumlah tersebut sangatlah kecil jika dibandingkan dengan jumlah kapal perikanan yang ada di seluruh Indonesia. Kapal perikanan yang berpelabuhan pangkalan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2014 sebanyak unit, 280 unit diantaranya merupakan kapal rawai tuna. Jumlah ikan tuna dengan kualitas ekspor yang sedikit ditambah dengan penurunan produksi rawai tuna berimplikasi terhadap volume ekspor tuna segar. Penurunan volume ekspor akan mengurangi devisa negara. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari pungutan hasil perikanan yang

43 23 perhitungannya berdasarkan produktivitas unit penangkapan ikan juga akan berkurang disebabkan oleh praktek IUU fishing. Gambar 12 menunjukkan analisis konteks dari kegiatan alih muat pada perikanan rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta. Produksi : a. Penurunan produksi rawai tuna b. Alih muat banyak terjadi pada hasil tangkapan utama c. Banyaknya mutu reject Sumberdaya : a. Komoditas unggulan b. Potensi tuna tidak dalam over fished c. Daerah operasi penangkapan yang jauh Ekonomi : Penurunan devisa negara Isu dalam kegiatan alih muat Legalitas : Legalitas kegiatan alih muat hanya berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Sistem monitoring : Pengawasan belum optimal dan tingkat kesadaran pelaku usaha yang rendah dalam melakukan pelaporan yang berdampak pada IUU Fishing e. Armada kapal perikanan : a. Adanya pembatasan kapal perikanan melalui kesatuan operasi b. Dilakukan juga oleh kapal <30 GT, dimana tidak wajib memasang VMS c. Gambar 12 Analisis konteks kegiatan alih muat di PPS Nizam Zachman Jakarta Analisis Stakeholders Pihak yang berperan dalam pengelolaan alih muat terdiri atas Pemerintah, Asosiasi dan Pelaku usaha. Secara rinci peran masing-masing stakeholder adalah sebagai berikut : a. Pemerintah Pemerintah dalam hal ini yaitu unsur pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang meliputi Ditjen Perikanan Tangkap dan Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman (PPSNZ) Jakarta dan Pangkalan PSDKP Jakarta. Secara umum pemerintah pusat memiliki norma menjaga kelestarian sumberdaya ikan tuna dan keberlangsungan usaha penangkapan ikan tuna dengan membuat peraturan terkait alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan yang digunakan, serta jenis, jumlah, dan ukuran layak tangkap untuk ikan tuna yang boleh ditangkap

44 24 Peran Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP diantara menetapkan aturan, kebijakan terkait usaha penangkapan ikan dan proses transshipment, menempatkan observer di kapal perikanan, memenuhi kebutuhan jumlah observer di kapal, menerbitkan izin penangkapan dan pengangkutan ikan, menetapkan kapal perikanan yang dapat melakukan alih muat (transshipment), melakukan monitoring dan evaluasi terkait pelaksanaan alih muat (transshipment), melakukan sosialisasi terkait aturan dan kebijakan yang diterbitkan. Sosialisasi dilakukan oleh pemerintah untuk memastikan bahwa pelaku usaha tersebut mengetahui, memahami, dan menerapkan berbagai kebijakan yang diberlakukan. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap juga membawahi PPS Nizam Zachman Jakarta. PPS Nizam Zachman Jakarta mempunyai peran mengelola pelabuhan perikanan. Pengelolaan pelabuhan diantaranya melakukan pendataan secara langsung pada jenis, jumlah, dan ukuran ikan tuna yang didaratkan melalui kegiatan transshipment serta melakukan pendataan kegiatan operasional pada unit penangkapan ikan tuna. Selain itu, pengelola pelabuhan perikanan memiliki peran untuk menyediakan fasilitas yang sesuai dan memadai bagi kebutuhan melaut dan pendaratan ikan untuk nelayan rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta. PPS Nizam Zachman Jakarta juga menerima dan memverifikasi pelaporan dari nelayan terkait kegiatan penangkapan ikan berupa log book penangkapan ikan dan kegiatan alih muat (transshipment). Peran Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) yaitu menetapkan aturan terkait pengawasan alih muat, sistem pemantauan kapal perikanan, menempatkan pengawas perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta dan melakukan sosialisasi terkait aturan dan kebijakan yang diterbitkan baik kepada pengawas perikanan maupun pelaku usaha. Direktur Jenderal PSDKP juga membawahi Pangkalan PSDKP Jakarta yang didalamnya terdapat pengawas perikanan. Pengawas Perikanan mempunyai peran yaitu mengawasi tertib pelaksanaan peraturan dibidang penangkapan ikan, alih muat (transshipment) dan kegiatan pengolahan ikan. Pengawas perikanan memeriksa hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan dengan menerbitkan berita acara hasil pemeriksaan kapal (BA-HPK) kedatangan kapal (form A). Form tersebut menjadi perangkat monitoring dalam pengawasan jenis ikan yang didaratkan, kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan, kegiatan alih muat (transshipment) yang dilakukan oleh kapal perikanan. Pengawas perikanan memeriksa dan menganalisis sistem pemantauan kapal perikanan. Analisa sistem pemantauan kapal perikanan (tracking VMS) dilakukan meliputi keaktifan, pelanggaran daerah penangkapan, indikasi adanya pelanggaran alih muat (transshipment). Penegakan hukum dilakukan juga oleh pengawas perikanan yang telah menjalani pendidikan sebagai penyidik pegawai negeri sipil bidang perikanan. Penegakan hukum merupakan suatu langkah pengendalian dalam manajemen perikanan dalam menjamin terlaksananya peraturan. b. Komunitas Unsur komunitas yang terlibat dalam kegiatan alih muat yaitu asosiasi, masyarakat dan akedemisi. Asosiasi umumnya terdiri atas pengusaha, nelayan,

45 25 dan masyarakat. Asosiasi yang berkaitan dengan kegiatan alih muat meliputi Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) dan Asosiasi Tuna Indonesia (ASTUIN). Asosiasi yang multi elemen dan beranggotakan pakar memiliki peran kuat dalam turut menyumbangkan pemikiran komprehensif dalam pengembangan kebijakan yang dibutuhkan dalam industri rawai tuna di Indonesia. Keberadaan asosiasi senantiasa menjadi fasilitator antara pelaku usaha dengan pemerintah. Asosiasi diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pelaku usaha dalam menyikapi kebijakan pembatasan alih muat (transshipment) pada kapal perikanan agar tidak terprovokasi terhadap pemerintah. Unsur masyarakat dapat berupa Pokmaswas (kelompok masyakat pengawas). Pokmaswas merupakan kelompok masyarakat yang ikut membantu pemerintah dalam hal pengawasan dan pembinaan terhadap keamanan dan juga terhadap pengolahan dan pemanfaatan potensi alam yang ada di kawasan pesisir dan laut. Pokmaswas diharapkan dapat memberikan informasi adanya pelanggaran transshipment di laut dikarenakan jumlah tenaga observer yang sedikit. Pihak akademisi berperan memberikan dukungan kepada pemerintah secara netral terhadap jalannya kegiatan alih muat dan pengembangan yang harus dilakukan. c. Pelaku Usaha Pelaku usaha meliputi nelayan, pemilik kapal/pengusaha perikanan, unit pengolahan ikan/perusahaan pengolah ikan, dan agen/pedagang eksportir. Nelayan tuna memiliki peran melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat penangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan yang bertanggung jawab, melakukan penanganan pasca tangkap di kapal, melakukan alih muat (transshipment) sesuai aturan, melaksa nakan sistem pemantauan kapal perikanan di kapal, melaporkan kegiatan penangkapan dan alih muat (transshipment) kepada pemerintah. Pemilik kapal/perusahaan penangkapan berperan sebagai penyedia kebutuhan melaut bagi nelayan tuna, pemenuhan izin dan penyediaan sarana pemantauan (VMS) dan sarana peningkatan mutu hasil tangkapan, menerima pelaporan dari nakhoda terkait penangkapan dan transshipment, melakukan pencatatan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan, melaporkan hasil tangkapan kepada pihak pelabuhan dan pengawas perikanan, menerima dan menfasilitasi observer dalam menjalankan tugasnya, pengumpul ikan tuna dan penyedia kebutuhan ikan tuna bagi perusahaan pengolahan perikanan dan eksportir. Perusahaan pengolah ikan berperan melakukan penanganan ikan tuna di pelabuhan (tuna landing center) meliputi pembersihan isi perut dan sirip, penyortiran berdasarkan jenis ikan dan mutu, mengolah ikan menjadi produk yang bernilai lebih seperti loin serta melakukan distribusi hasil tangkapan kepada konsumen baik lokal, regional maupun ekspor. Pelaku usaha wajib melaksanakan peraturan nasional dan internasional terkait transshipment.

46 26 Analisis permasalahan Permasalahan utama dalam pengelolaan alih muat pada rawai tuna yaitu pengawasan yang belum optimal. Pengawasan merupakan langkah monitoring dalam manajemen perikanan tangkap. Pemantauan (monitoring) dimaksudkan untuk mengetahui tingkat dan cara pengelolaan kelautan dan perikanan yang sedang berjalan. Dalam hal ini menyangkut jumlah armada kapal, tingkat upaya penangkapan, dan hasil tangkapan per upaya tangkapan. Informasi tersebut akan menjadi dasar dalam perumusan kebijakan pelestarian dan pengendalian yang dituangkan dalam kegiatan pengendalian (Riyanto 2006). Permasalahan belum optimalnya pengawasan alih muat (transshipment) disebabkan yaitu (1) minimnya pemahaman pengawas perikanan dalam mendeteksi adanya pelanggaran alih muat (transshipment), (2) pelaporan yang tidak sesuai prosedur, (3) kurangnya tenaga observer dan (4) mutu hasil tangkapan yang kurang bagus. Pemahaman pengawas perikanan dalam mendeteksi adanya kegiatan alih muat (transshipment) di pelabuhan perikanan sangat kurang. Hal tersebut disebabkan karena belum adanya petunjuk teknis (juknis) pengawasan alih muat. Petunjuk teknis tersebut menjadi pedoman pengawas dalam melaksanakan pengawasan terhadap kegiatan alih muat di pelabuhan perikanan. Ketiadaan informasi adanya alih muat tahun 2014 dari nakhoda atau pengurus kapal yang melakukan pelaporan kepada pengawas perikanan juga menyebabkan minimnya pengetahuan pengawas perikanan akan adanya kegiatan alih muat (transshipment) pada rawai tuna. Pengawas perikanan dalam menindaklanjuti laporan kedatangan kapal dari nakhoda atau pengurus kapal dengan menerbitkan BA-HPK kedatangan kapal perikanan (form-a). Form A berisikan identitas kapal, hasil tangkapan dan analisa pemeriksaan. Analisa pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas perikanan hanya terkait kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap yang didaratkan dan keaktifan sistem pemantauan kapal perikanan. Kegiatan alih muat (transshipment) sebenarnya dapat terlihat dari komposisi hasil tangkapan. Identifikasi adanya alih muat melalui komposisi hasil tangkapan dapat dilihat dari perbandingan antara hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingannya. Hasil tangkapan utama diantaranya tuna mata besar, madidihang dan albakora. Komposisi antara ikan target, hasil tangkapan sampingan dan yang terbuang jumlahnya relatif sama (Setyaadji dan Nugraha 2015). Kapal rawai tuna yang mendaratkan hasil tangkapan yang hanya terdiri atas hasil tangkapan utama tidak diindikasikan melakukan kegiatan alih muat. Estimasi jumlah hasil tangkapan yang wajar dari lama trip yang dilakukan oleh kapal rawai tuna dapat dihitung oleh pengawas perikanan. Lama trip berkaitan dengan jumlah upaya penangkapan (setting) yang dilakukan. Semakin banyak proses penangkapan maka semakin lama juga lama trip yang dibutuhkan. Lama trip yang dihitung oleh pengawas perikanan dalam laporan kedatangan yaitu tanggal lapor dikurangi dengan tanggal surat persetujuan berlayar (SPB) dari pengawas perikanan. Perhitungan tersebut tidak mencerminkan upaya penangkapan yang semestinya. Hal tersebut dikarenakan adanya lama waktu yang dibutuhkan dari pelabuhan menuju daerah penangkapan dan lama waktu dari daerah penangkapan kembali ke pelabuhan.

47 27 Pengawas perikanan tidak seluruhnya mendapatkan pelatihan dan kewenangan dalam penelusuran data VMS. Terbatasnya pengawas perikanan yang dapat menganalisis data VMS dan sarana pemantauan menyebabkan setiap kapal yang datang ke pelabuhan tidak dapat dianalisis. Analisis VMS hanya dilakukan bagi kapal yang mengajukan sertifikat hasil tangkapan sebagai persyaratan ekspor ke negara tertentu. Pelaporan kegiatan alih muat tahun 2014 didasarkan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26 tahun 2013 pasal 37 ayat 8 butir d dan e yang berbunyi alih muatan dapat dilakukan dengan persyaratan : d. melaporkan kepada kepala pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam SIPI atau SIKPI e. melaporkan kepada pengawas perikanan di pelabuhan pangkalan sebagaimana tercantum dalam SIPI atau SIKPI Pelaksanaan pelaporan kegiatan alih muat pada tahun 2014 hanya terlaksana sebagian yaitu nakhoda atau pengurus kapal hanya melaporkan kepada kepala pelabuhan melalui syahbandar perikanan. Pelaporan alih muat tidak ditujukan kepada pengawas perikanan sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 8 point e. Informasi pendaratan hasil tangkapan melalui alih muat di PPS Nizam Zachman Jakarta hanya diketahui oleh syahbandar perikanan dan enumerator PPS Nizam Zachman Jakarta. Syahbandar perikanan mengetahui adanya kegiatan alih muat berdasarkan pelaporan alih muat melalui log book penangkapan ikan, sedangkan enumerator mengetahui kegiatan alih muat karena mengikuti seluruh proses pencatatan hasil pendaratan ikan kapal rawai tuna. Ketidaktahuan pengawas perikanan akan adanya alih muat dikarenakan belum adanya kerjasama yang baik untuk bertukar informasi antara pengawas perikanan dengan syahbandar perikanan dan enumerator. Alasan lain yang mendasari tidak adanya tukar informasi yaitu persepsi bahwa kegiatan alih muat merupakan hal sederhana dan apabila ada pelanggaran tidak akan merugikan negara. Pengawasan melalui pemeriksaan kegiatan oleh kapal pengawas tidak dapat dilakukan dikarenakan daerah pengoperasian kapal rawai tuna bukan merupakan daerah rawan terjadinya illegal fishing. Armada kapal pengawas berukuran besar diprioritaskan beroperasi di daerah perbatasan dimana banyaknya kapal asing yang menangkap di wilayah Indonesia. Armada speedboat pengawasan yang lokasinya tersebar tidak dapat menjangkau lokasi daerah pengoperasian kapal rawai tuna. Tidak adanya inspeksi dari kapal pengawas maka keberadaan tenaga pemantau (observer) menjadi unsur penting dalam monitoring kegiatan alih muat pada rawai tuna. Tenaga observer seluruh Indonesia saat ini berjumlah kurang lebih 400 orang. Jumlah tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan akan pemantauan kegiatan alih muat di atas kapal. Statistik PPS Nizam Zachman Jakarta Tahun 2014 menyebutkan bahwa kapal perikanan yang berpelabuhan pangkalan di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2014 sebanyak unit dimana 280 unit merupakan kapal rawai tuna. Kegiatan alih muat tidak hanya dilakukan antar kapal rawai tuna melainkan antar jenis kapal. Tahun 2014 terdapat dua jenis kapal perikanan yang mendaratkan hasil tangkapan rawai tuna, yaitu kapal penangkap ikan dengan alat

48 Produksi Ikan (kg) 28 tangkap rawai tuna dan kapal pengangkut ikan. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 12. 6,000,000 5,000,000 4,000,000 Hasil tangkapan Alih Muatan 68,38% 3,000,000 2,000,000 1,000,000 31,62% - Kapal Angkut Jenis Kapal Kapal Rawai Tuna Gambar 12 Produksi alih muat berdasarkan jenis kapal yang mendaratkan hasil tangkapan di PPS Nizam Zachman Jakarta Kegiatan alih muat yang melibatkan kapal rawai tuna dengan kapal pengangkut membutuhkan jumlah observer yang lebih dari 400. Jumlah tersebut didasarkan atas jumlah kapal rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2014 berjumlah 280, sedangkan kapal pengangkut 127 unit. Penjumlahan kapal rawai tuna dan kapal pengangkut yang berpangkalan di PPS Nizam Zachman Jakarta dibandingkan dengan jumlah observer hanya sedikit, tetapi jumlah observer tersebut tidak hanya untuk kapal perikanan yang berpangkalan PPS Nizam Jakarta melainkan untuk kapal perikanan seluruh Indonesia. Sinergi antara tenaga pemantau (observer) dan pengawas perikanan juga sangat kurang sehingga informasi kegiatan alih muat yang disaksikan oleh tenaga pemantau tidak diketahui oleh pengawas perikanan di pelabuhan. Hasil tangkapan yang didaratkan melalui alih muat dengan kondisi segar di dominasi oleh mutu reject sebanyak 52%. Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya (Wiryawan et al. 2008). Salah satu hal yang berpengaruh dalam penanganan hasil tangkapan yaitu sistem penyimpanan ikan dalam palka. Kapal rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta telah mengaplikasikan sistem penyimpanan ikan dengan menggunakan es, dibekukan atau RSW (Refigeration Salt Water) atau kombinasi diantaranya (Lafi dan Novita 2008). Pemilihan sistem penyimpanan ikan yang berbeda memberikan mutu yang berbeda. Permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan akan memberikan dampak diantaranya yaitu (1) Unreported fishing, (2) Ekspor tuna segar berkurang dan (3) Pengembalian Ekspor. Unreported fishing diartikan dengan pelaku usaha tidak melaporkan kegiatan perikanan atau melaporkan kegiatan perikanannya secara tidak benar. Pelaporan yang tidak sesuai prosedur dan

49 pengawasan yang belum optimal akan membuat pelaku usaha bebas melakukan unreported fishing. Pengawasan yang belum optimal disebabkan oleh kurangnya tenaga observer dan minimnya pengetahuan pengawas perikanan dalam mendeteksi kegiatan alih muat. Unreported fishing berdampak nyata terhadap kevalidan data. Data yang tidak valid tidak dapat memberikan gambaran secara utuh kegiatan perikanan khususnya perikanan tuna. Pengelolaan perikanan yang berdasarkan data yang tidak benar akan berdampak terhadap keberlanjutan usaha perikanan tidak berjalan optimal. Kerugian negara tidak dapat dihindari dengan adanya unreported fishing. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Pungutan Hasil Perikanan (PHP) akan berkurang. Perhitungan PHP didasarkan atas produktivitas hasil tangkapan per GT kapal. Kegiatan alih muat menjadi pintu bagi pelaku usaha dalam melakukan kecurangan pelaporan hasil tangkapan. Pelaku usaha dapat mendaratkan hasil tangkapan di pelabuhan perikanan dengan menggunakan kapal yang berukuran lebih kecil yang berdampak kepada nilai PHP berkurang. Pengendalian yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam aktivitas perikanan yaitu melalui output control. Pemerintah dalam hal ini menggunakan jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan (JTB). Nilai tersebut berdasarkan dari potensi masing-masing dari wilayah pengelolaan perikanan (WPP). Studi potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu perairan sangat penting untuk mengontrol dan memantau tingkat eksploitasi penangkapan ikan yang dilakukan terhadap sumberdaya di perairan tersebut. Hal ini ditempuh sebagai tindakan guna mencegah terjadinya kepunahan sumberdaya akibat tingkat eksploitasi yang berlebih serta mendorong terciptanya kegiatan operasi penangkapan ikan dengan tingkat efektifitas yang tinggi tanpa merusak kelestarian sumberdaya ikan tersebut (Adityarini et al. 2015). Eksploitasi berlebih yang menyebabkan punahnya sumberdaya tuna akan berdampak kepada industri perikanan baik penangkap maupun pengolahan. Kurangnya sumberdaya tuna menyebabkan kapal rawai tuna semakin jauh dan semakin lama dalam melakukan operasi penangkapan. Operasi penangkapan yang jauh dan lama akan berdampak kepada mutu hasil tangkapan. Kapal rawai tuna dengan tujuan penangkapan fresh tuna sangat sulit mendapatkan mutu hasil tangkapan yang bagus dengan operasi penangkapan yang jauh dan lama trip yang lama. Kurangnya ekspor tuna segar Indonesia disebabkan oleh masih banyaknya mutu hasil tangkapan yang tidak memenuhi kualifikasi ekspor. Pengembalian ekspor dilaksanakan apabila ikan yang tidak memenuhi kualifikasi mutu ekspor. Berkurangnya nilai ekspor, adanya pengembalian ekspor ikan yang tidak memenuhi kualifikasi dan nilai pungutan hasil perikanan berdampak terhadap berkurangnya devisa negara. Problem tree kegiatan transshipment pada kapal rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta secara rinci dapat dilihat pada Gambar 13 : 29

50 30 Devisa Negara berkurang Pungutan hasil perikanan berkurang Data tidak Valid Pengembalian ekspor Ekspor tuna segar berkurang Unreported fishing Permasalahan Inti : Pengawasan alih muat (transshipment) yang belum optimal Mutu hasil tangkapan yang kurang bagus Standar pengolahan pasca tangkap masingmasing kapal berbeda Minimnya Pemahaman pengawas perikanan terhadap identifikasi kegiatan transshipment Belum adanya juknis pengawasan alih muat Analisis kegiatan transshipment belum tertuang dalam BA HPK Kurangnya tenaga observer Analisis VMS terbatas dan terpisah dari monitoring kedatangan kapal Pelaporan alih muat tidak sesuai prosedur Belum sinerginya antara observer, pengawas perikanan dan syahbandar Gambar 13 Problem tree pengelolaan alih muat pada rawai tuna Analisis Tujuan Kegiatan alih muat memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari kegiatan alih muat pada perikanan rawai tuna yaitu (1) meningkatkan mutu hasil tangkapan; (2) memperkecil biaya operasional kapal rawai tuna yang dikarenakan jauhnya daerah penangkapan ikan dan lama trip, (3) efisiensi pemenuhan bahan baku pengolahan ikan. Kekurangan dari kegiatan alih muat yaitu rawannya terjadinya unreported fishing yang dikarenakan pengawasan yang belum optimal. Kekurangan tersebut harusnya dapat di atasi agar kegiatan alih muat berjalan dengan baik. Peningkatan pengawasan kegiatan alih muat dapat terlaksana dengan baik dengan tiga tujuan yaitu, (1) Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia dalam pengawasan alih muat, (2) peningkatan teknologi monitoring kapal perikanan dan

51 31 (3) peningkatan kesadaran pelaku usaha dalam pelaporan kegiatan alih muat pada rawai tuna. Analisis tujuan dari strategi pengelolaan kegiatan transshipment pada kapal rawai tuna adalah sebagai berikut : Peningkatan pengawasan kegiatan alih muat (transshipment) pada kapal rawai tuna Alasan : - Kegiatan transshipment perlu dilakukan pada perikanan rawai tuna - Indikasi adanya unreported fishing dari kegiatan alih muat Meningkatnya sumberdaya manusia dalam pengawasan alih muat Meningkatnya teknologi monitoring kapal perikanan Meningkatnya kesadaran pelaku usaha dalam pelaporan kegiatan alih muat pada rawai tuna 1. Bertambahnya tenaga observer 2. Meningkatnya pemahaman pengawas perikanan dalam mendeteksi alih muat pada rawai tuna 3. Terjalinnya koordinasi yang baik antara pengawas perikanan, syahbandar dan observer. 1. Adanya tenaga cadangan pada transmitter VMS 2. Meningkatnya standar penanganan pasca tangkap 3. Pemberlakuan kewajiban VMS bagi armada kapal rawai tuna <30 GT 1. Adanya peran asosiasi terhadap kegiatan transhipment 2. Meningkatnya pemahaman pelaku usaha terhadap peraturan kegiatan alih muat 3. Penegakan hukum dan peraturan secara tegas Gambar 14 Analisis tujuan pengelolaan alih muat pada rawai tuna Peningkatan sumberdaya manusia tidak hanya dari jumlah melainkan dari keterampilannya. Penambahan jumlah SDM tenaga pemantau (observer) harus dilakukan dikarenakan belum seimbangnya jumlah observer yang ada dengan jumlah kapal rawai tuna yang ada di PPS Nizam Zachman Jakarta. Jumlah tenaga observer yang tercatat di PPS Nizam Zachman Jakarta saat ini berjumlah 2 orang. Kapal rawai tuna yang berpangkalan di PPS Nizam Zachman Jakarta berjumlah 280 unit dengan frekuensi kunjungan kapal sebanyak 50 unit perbulan. Penempatan tenaga observer saat ini diprioritaskan untuk kapal perikanan yang melakukan penangkapan di laut lepas. Tahun 2014 kapal rawai tuna yang memiliki perizinan penangkapan di laut lepas berjumlah 23 unit kapal (Laporan

52 32 logbook penangkapan ikan tahun 2014). Proses pendaratan ikan tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta dilakukan di tuna landing centre (TLC) yang berjumlah 8 unit dari 29 unit yang ada. Satu unit tuna landing centre (TLC) dapat diasumsikan sebagai satu kesatuan operasi penangkapan sehingga jumlah kapal penyangga yaitu 8 unit. Atas dasar tersebut jumlah observer yang ideal untuk monitoring kegiatan alih muat di PPS Nizam Zachman Jakarta yaitu 31 orang yang merupakan penjumlahan jumlah kapal yang mempunyai izin penangkapan di laut lepas dan jumlah unit kapal penyangga. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia terkait minimnya pengetahuan pengawas perikanan dalam mendeteksi adanya kegiatan alih muat di pelabuhan perikanan. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian bimbingan teknis bagi pengawas perikanan. Peningkatan pemahaman petugas pengawas diperlukan dalam mendeteksi adanya kegiatan alih muat yang dilakukan oleh kapal rawai tuna. Identifikasi kegiatan alih muat di pelabuhan perikanan dapat dimulai dari karakteristik hasil tangkapan yang didaratkan. Karakteristik hasil tangkapan dalam mendeteksi kegiatan alih muat pada kapal rawai tuna diantaranya (1) kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan, (2) perbandingan antara jumlah hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan dan (3) kewajaran jumlah hasil tangkapan dengan lama trip. Kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan menjadi langkah awal dalam pendeteksian kegiatan alih muat. Contoh ikan hasil tangkapan rawai tuna yang yang tidak sesuai dengan alat tangkap yang digunakan yaitu layang dan sunglir (Tabel 2). Statistik PPS Nizam Zachman Jakarta tahun 2015 menyebutkan bahwa terdapat cumi (Loligo sp) sebagai hasil pendaratan dari kapal rawai tuna. Cumi (Loligo sp), layang (Decapterus sp) dan sunglir (Elagitis bipinnulatus) bukanlah merupakan hasil tangkapan rawai tuna. Adanya ketiga jenis ikan tersebut memperlihatkan bahwa kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan menjadi sebuah parameter dalam mendeteksi adanya kegiatan alih muat. Karakteristik hasil tangkapan yang kedua yaitu perbandingan antara jumlah hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan. Kegiatan alih muat dominan terjadi pada hasil tangkapan utama sebesar 78,73% (Tabel 2). Dominasi hasil tangkapan utama dalam kegiatan alih muat akan mempengaruhi komposisi hasil tangkapan yang didaratkan. Terdapat 3 jenis hasil tangkapan yaitu hasil tangkapan utama (target catch), hasil tangkapan sampingan (by-catch) dan hasil tangkapan yang dibuang (discard). Komposisi antara ikan target, hasil tangkapan sampingan dan hasil tangkapan yang terbuang jumlahnya relatif sama (Setyaadji dan Nugraha 2015). Dasar tersebut dapat menjadi suatu karakteristik dalam mendeteksi kegiatan alih muat pada perikanan rawai tuna. Produktivitas hasil tangkapan dapat menjadi alat dalam mendeteksi kegiatan alih muat. Produktivitas hasil tangkapan merupakan jumlah hasil tangkapan per upaya penangkapan. Upaya penangkapan dalam kasus ini yaitu lama trip. Perhitungan lama trip oleh pengawas perikanan yaitu dari surat persetujuan berlayar (SPB) sampai tanggal kedatangan. Perhitungan tersebut kurang tepat dikarenakan lama trip yang dipakai dalam perhitungan upaya penangkapan haruslah tidak menghitung lama perjalanan ke dan/atau dari daerah penangkapan ikan.

53 Perhitungan lama waktu perjalanan ke dan/ atau dari daerah penangkapan ikan dapat terlihat secara valid dengan penelusuran data VMS. Dari pengamatan data VMS yang dilakukan umumnya perjalanan menuju lokasi daerah penangkapan berkisar antara 3-7 hari. Perhitungan upaya penangkapan juga dapat dilakukan menggunakan data log book penangkapan ikan. Jumlah hasil tangkapan yang wajar berdasarkan lama trip cukup beralasan. Kewajaran tersebut memang subjektif, tetapi bila melihat tren jumlah hasil tangkapan secara bertahun-tahun pengawas perikanan dapat menentukan jumlah hasil tangkapan yang wajar. Adanya tenaga observer sebagai persyaratan dalam kegiatan alih muat di laut menjadi penting dalam penyampaian informasi ke pengawas perikanan. Koordinasi yang tidak baik akan memutus rantai informasi adanya kegiatan alih muat pada kapal rawai tuna. Koordinasi dengan observer sangat diperlukan dalam perhitungan laju pancing yang merupakan indikator keberhasilan penangkapan rawai tuna secara valid. Pelaporan kegiatan alih muat tahun 2014 hanya dilaksanakan oleh nelayan rawai tuna kepada kepala pelabuhan melalui syahbandar perikanan. Koordinasi antara pengawas perikanan dan syahbandar perikanan diperlukan dalam mencegah terjadinya pelaporan alih muat. Indikator keberhasilan penangkapan pada rawai tuna yaitu laju pancing. Laju pancing merupakan jumlah hasil tangkapan dalam ekor per 100 mata pancing. Informasi laju pancing dapat dihitung dari data yang diperoleh observer dan syahbandar perikanan melalui log book penangkapan ikan. Pemantauan kapal perikanan untuk kegiatan alih muat sangat sulit dilakukan. Hal tersebut dikarenakan (1) banyaknya nelayan yang mematikan VMS, (2) kegiatan alih muat dilakukan oleh kapal perikanan < 30 GT yang tidak wajib memasang VMS. Daya alat transmitter VMS yang berada di atas kapal hanya menggunakan tenaga dari aki yang sangat mudah untuk dimatikan. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah membuat piranti lunak untuk dapat memperingatkan seorang analis pemantauan agar dapat mengetahui saat kapal mematikan VMS. Penggunaan piranti lunak tersebut sampai dengan saat ini masih dirasa kurang efektif dikarenakan hanya dapat membaca waktu VMS yang dimatikan dengan rentang yang lama. Pemindahan alih muat hasil tangkapan dapat dilakukan oleh nelayan dengan waktu yang sebentar. Oleh karena itu, penggunaan baterai cadangan menjadi solusi yang sangat realistis. Kewajiban penggunaan VMS saat ini memang dikhususkan pada kapal yang berizin pusat atau > 30 GT. Persyaratan VMS dalam kegiatan alih muat menjadi hal penting dalam mendeteksi pelanggaran kegiatan alih muat. Kapal perikanan < 30 GT yang akan melakukan alih muat harus dilengkapi dengan VMS. Hal tersebut dimungkinkan karena daerah penangkapan ikan kapal rawai tuna < 30 GT saat ini hampir sama dengan daerah penangkapan ikan > 30 GT. Pembayaran airtime yang tinggi dapat diantisipasi dengan pemberian bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Banyaknya kapal yang mematikan VMS mempunyai arti tingkat kesadaran pelaku usaha yang sangat rendah. Sosialisasi yang cukup dan penegakan hukum yang tegas menurut peneliti dapat meningkatkan kesadaran pelaku usaha untuk lebih bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan alih muat. Peran dari 33

54 34 asosiasi untuk menjadi fasilitator antara pelaku usaha dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk perbaikan manajemen alih muat. Analisis strategi Analisis strategi digunakan untuk mendapatkan strategi terbaik yang dapat dilaksanakan. Ketiga tujuan yang dijabarkan dalam analisis tujuan didapatkan 9 strategi dalam peningkatan pengawasan kegiatan alih muat yaitu : 1. Penambahan jumlah observer, 2. Peningkatan pemahaman pengawas perikanan dalam mendeteksi alih muat pada rawai tuna, 3. Koordinasi yang baik antara pengawas perikanan dengan syahbandar dan tenaga observer, 4. Pengembangan teknologi untuk cadangan tenaga bagi transmitter VMS, 5. Peningkatan standar penanganan pasca tangkap bagi kapal rawai tuna, 6. Pemberlakuan kewajiban VMS bagi armada kapal rawai tuna <30 GT, 7. Peningkatan peran asosiasi dalam kegiatan alih muat, 8. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dalam kegiatan alih muat, 9. Penegakan hukum terhadap pelanggaran kegiatan alih muat. Beberapa strategi yang disebutkan di atas sulit dilaksanakan, hal tersebut dikarenakan pelaksanaan kegiatan sangat bergantung kepada pihak lain yaitu : 1. Pengembangan teknologi untuk cadangan tenaga bagi transmitter VMS, 2. Pemberlakuan kewajiban VMS bagi armada kapal rawai tuna < 30 GT, 3. Peningkatan standar penanganan pasca tangkap bagi kapal rawai tuna, 4. Peningkatan peran asosiasi dalam kegiatan alih muat, dan Ketergantungan strategi pengembangan teknologi cadangan tenaga bagi transmitter VMS cukup tinggi. Pengembangan tersebut dilaksanakan oleh perusahaan di bidang transmitter dan akademisi serta membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Penambahan tenaga cadangan akan mengakibatkan penggantian alat transmitter. Jumlah penyedia transmitter VMS di Indonesia tidak hanya satu perusahaan sehingga pengembangan tenaga cadangan harus dilaksanakan secara serentak oleh seluruh penyedia transmitter. Penolakan pelaku usaha dalam pemberlakuan pemasangan VMS bagi armada kapal rawai tuna < 30 GT sangat tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya biaya airtime setiap tahunnya yang cukup tinggi. Jumlah armada kapal perikanan < 30 GT sangat banyak sehingga pemberlakuan tersebut akan menimbulkan konflik. Kebijakan pemberlakukan tersebut harus dibarengi dengan penawaran kegiatan lain atau keringanan biaya airtime yang tidak merugikan negara maupun pelaku usaha. Standar penanganan pasca tangkap untuk ikan tuna ekspor memang telah ada dan implementasinya telah digunakan oleh pelaku usaha, tetapi belum mengakomodir pengaruh dari kegiatan alih muat. Sistem pendinginan yang digunakan masing-masing kapal pun berbeda. Penelitian terkait peningkatan standar penanganan pasca tangkap dan pengaruh kegiatan alih muat terhadap kondisi hasil tangkapan belum ada dari akademisi.

55 35 Asosiasi mempunyai peran sebagai penengah antara pelaku usaha dan pemerintah. Peran asosiasi dalam kegiatan alih muat belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Keberpihakan asosiasi terhadap pelaku usaha cukup tinggi dikarenakan pengurus asosiasi banyak berasal dari pelaku usaha dan adanya iuran dari masing-masing pelaku usaha. Adanya ketergantungan dari pihak lain sehingga langkah strategis yang dapat dilaksanakan dalam peningkatan pengawasan alih muat yaitu : 1. Penambahan jumlah observer 2. Peningkatan pemahaman pengawas perikanan dalam mendeteksi alih muat pada rawai tuna, 3. Koordinasi yang baik antara pengawas perikanan dengan syahbandar dan tenaga observer, 4. Sosialisasi peraturan perundang-undangan dalam kegiatan alih muat, dan 5. Penegakan hukum terhadap pelanggaran kegiatan alih muat. Tenaga observer di Kementerian Kelautan dan Perikanan berada di bawah naungan Direktorat Sumber Daya Ikan, Ditjen Perikanan Tangkap dan Balai Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP). PPS Nizam Zachman Jakarta hanya memfasilitasi tenaga observer untuk dapat melaksanakan tugasnya di kapal perikanan. Penambahan jumlah observer untuk di PPS Nizam Zachman Jakarta minimum sebanyak 6 orang sehingga jumlah observer yang ada di PPS Nizam Zachman Jakarta berjumlah 8 orang. Hal tersebut didasarkan atas perumpamaan satu kesatuan operasi penangkapan dengan jumlah unit tuna landing centre (TLC) yang aktif di PPS Nizam Zachman Jakarta. Peningkatan pemahaman pengawas perikanan dalam mendeteksi kegiatan alih muat didasarkan atas karakteristik hasil tangkapan dan penelusuran data VMS. Analisa secara mendalam pada berita acara hasil pemeriksaan kapal pada saat kedatangan kapal secara akurat dapat mendeteksi pelanggaran kegiatan alih muat. Karakteristik hasil tangkapan dalam mendeteksi kegiatan alih muat pada kapal rawai tuna diantaranya (1) kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan, (2) perbandingan jumlah HTU dan HTS yang didaratkan, (3) jumlah dan jenis kondisi segar yang didaratkan dan (4) kewajaran jumlah hasil tangkapan dengan lama trip. Penelusuran data VMS menjadi pembuktian selanjutnya terkait upaya penangkapan sesungguhnya. Perhitungan waktu yang dibutuhkan menuju dan/atau dari daerah penangkapan ikan. Pola pergerakan kapal rawai tuna yang hanya menampung hasil tangkapan juga dapat terlihat. Pelaporan menjadi bukti bahwa tidak adanya kegiatan unreported fishing. Koordinasi yang baik antara pengawas perikanan, syahbandar dan tenaga observer dibutuhkan dalam pengendalian pelaporan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Informasi kegiatan alih muat dari tenaga observer dapat dijadikan acuan pengawas perikanan untuk menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan. Sosialisasi peraturan perlu dilaksanakan kepada pelaku usaha terkait prosedur kegiatan alih muat dan konsekuensi atas pelanggaran yang dilakukan. Sosialisasi tersebut diharapkan dapat memberikan pemahaman serta peningkatan kesadaran dalam pelaksanaan kegiatan alih muat sesuai prosedur. Penegakan hukum menjadi pengendalian dalam pelaksanaan kegiatan alih muat. Pelanggaran yang dilakukan oleh setiap kapal perikanan harus ditindak secara tegas dan berkesinambungan.

56 36 Tahap Perencanaan Keluaran utama dari analisis LFA adalah logframe matrix. Matriks tersebut digunakan untuk menyajikan informasi mengenai tujuan kegiatan peningkatan pengawasan kegiatan alih muat (transshipment). Komponen-komponen yang terdapat pada matriks logical framework diekstrak dari tahapan-tahapan analisis sebelumnya. Struktur umum logframe matrix dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Matriks logical framework peningkatan pengawasan alih muat Perangkat Deskripsi Kegiatan Indikator Verifikasi Goal Indonesia bebas IUU fishing Purpose Kegiatan perikanan sesuai dengan aturan yang berlaku Output Terlaksananya pengawasan kegiatan transshipment dengan optimal Program Kerja 1. Pendeteksian kegiatan alih muat di Pelabuhan Perikanan 2. Pelaksanaan bimbingan teknis bagi pengawas perikanan terkait identifikasi transshipment di pelabuhan perikanan maupun dengan penggunaan vms 3. Penambahan jumlah observer 4. Penegakan hukum dan peraturan 5. Monitoring dan Evaluasi kegiatan transshipment Kedaulatan negara dan keberlanjutan usaha perikanan Pelanggaran pelaku usaha dalam kegiatan perikanan nihil Kegiatan transshipment sesuai peraturan yang berlaku Pengawasan Alih muat sesuai prosedur Meningkatnya pengetahuan pengawas perikanan terkait identifikasi transshipment di pelabuhan perikanan maupun dengan penggunaan VMS Tenaga observer di PPSNZ Jakarta berjumlah 8 Orang Adanya punishment bagi kapal rawai tuna yang melanggar Adanya sistem pengelolaan transshipment Data Produksi Data MCS Data pelaporan transshipment Analisis karakteristik hasil tangkapan dan tracking data VMS SK Penunjukkan Personel Pengawas Perikanan pada UPT, Satker dan Pos Pengawasan Data Penugasan Observer Peraturan terkait alih muat, Data Transshipment Data Transshipment Asumsi Pelaku usaha memberikan data yang sesuai Telah ada juknis pengawasan kegiatan transshipment Jumlah TLC aktif sebanyak 8 unit Telah ada sosialisasi terhadap pelaku usaha Adanya sinergi antara pengawas perikanan, observer dan syahbandar

57 Keberhasilan pengelolaan perikanan tangkap dimulai dengan optimalnya sistem monitoring, controlling and surveillance (MCS). Permasalahan belum optimalnya pengawasan alih muat (transshipment) disebabkan yaitu (1) minimnya pemahaman pengawas perikanan dalam mendeteksi adanya pelanggaran alih muat (transshipment), (2) pelaporan yang tidak sesuai prosedur, (3) kurangnya tenaga observer dan (4) mutu hasil tangkapan yang kurang bagus. Indikasi adanya pelanggaran alih muat pada penelitian ini diantaranya adanya kapal jenis penangkap rawai tuna yang hanya menampung hasil tangkapan dan banyaknya kapal yang tidak teridentifikasi dalam tracking VMS saat melakukan kegiatan alih muat. Kegiatan pelanggaran tersebut merupakan unreported fishing yang berdampak nyata terhadap kevalidan data. Data yang tidak valid tidak dapat memberikan gambaran secara utuh kegiatan perikanan khususnya perikanan tuna. Pengelolaan perikanan yang berdasarkan data yang tidak benar akan berdampak terhadap keberlanjutan usaha perikanan sehingga tidak berjalan optimal. Identifikasi kegiatan alih muat pada rawai tuna di pelabuhan perikanan dapat dilaksanakan melalui analisis karakteristik hasil tangkapan dan data VMS. Karakteristik hasil tangkapan dilaksanakan melalui (1) kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan, (2) perbandingan jumlah HTU dan HTS yang didaratkan, (3) jumlah dan jenis ikan dalam kondisi segar yang didaratkan dan (4) kewajaran jumlah hasil tangkapan dengan lama trip. Kesesuaian hasil tangkapan dengan alat tangkap yang digunakan merupakan indikator awal bahwa terjadi kegiatan alih muat. Hal ini terlihat pada Tabel 2, bahwa terdapat ikan layang dan sunglir yang bukan merupakan hasil tangkapan rawai tuna. Karakteristik ini dapat digunakan untuk melihat kegiatan alih muat yang dilakukan oleh kapal penangkap ikan, khususnya kapal rawai tuna. Perbandingan jumlah HTU dan HTS dapat dijadikan langkah identifikasi kegiatan alih muat. Hal tersebut didasari atas pengamatan terhadap 276 kapal yang dijadikan sampel, didapatkan 48 kapal mendaratkan hasil tangkapan hanya hasil tangkapan utama, yaitu tuna mata besar dan madidihang. Kegiatan alih muat banyak terjadi pada kapal rawai tuna yang membawa hasil tangkapan dalam kondisi segar (Gambar 6). Hal ini menjadi salah satu karakteristik hasil tangkapan dalam mendeteksi kegiatan alih muat pada rawai tuna. Hasil tangkapan dalam satu kali penangkapan rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta tidak mungkin mendapatkan kondisi segar semua. Lama trip menjadi acuan utama dalam melihat kegiatan alih muat pada rawai tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta. Jumlah hasil tangkapan yang wajar berdasarkan lama trip yang dilakukan dapat diketahui dari perbandingan dengan jumlah hasil tangkapan kapal lain pada waktu yang sama, walaupun persepsi masing-masing pengawas perikanan berbeda. Perhitungan lama trip secara pasti dapat dilihat melalui penelusuran data VMS. Pola pergerakan kapal rawai tuna yang melakukan alih muat tanpa melakukan penangkapan ikan secara nyata terdeteksi melalui penelusuran data VMS (Gambar 9). Identifikasi kegiatan alih muat melalui karakteristik hasil tangkapan masih memerlukan pembuktian lebih lanjut sehingga perlu dilakukan penelusuran data VMS. Identifikasi alih muat melalui penggabungan data hasil pendaratan dan data VMS terhadap 16 kapal rawai tuna mendapatkan hasil yang lebih valid dan luas, sehingga hipotesis dari penelitian ini terbukti yaitu kegiatan alih muat 37

58 38 (transshipment) pada kapal rawai tuna dapat diidentifikasi melalui komposisi hasil tangkapan yang didaratkan dan data tracking VMS. Pemahaman dalam menganalisis kegiatan alih muat didasarkan pada karakteristik hasil tangkapan dan data VMS memerlukan suatu pelatihan bagi pengawas perikanan. Pengawas perikanan di PPS Nizam Zachman Jakarta berjumlah 20 orang, 9 orang dengan latar belakang pendidikan perikanan bidang penangkapan ikan, 6 orang dengan latar belakang pendidikan perikanan tetapi bukan penangkapan ikan, dan 5 orang berlatar pendidikan bukan perikanan. Banyaknya pengawas perikanan yang berlatar belakang bukan perikanan tangkap mengharuskan pemberian pelatihan untuk menganalisis karakteristik hasil tangkapan dalam mendeteksi kegiatan alih muat. Pengawas perikanan yang dapat melakukan analisis VMS terbatas. Dari 20 orang hanya 2 orang yang telah mengikuti pelatihan penelusuran data VMS. Jumlah tersebut sangatlah kurang. Jumlah pengawas perikanan yang optimal dalam pengawasan kegiatan alih muat untuk penelusuran VMS minimum 4 orang. Perhitungan jumlah tersebut didasarkan atas pembagian grup piket pengawasan yang dilakukan di PPS Nizam Zachman Jakarta. Tenaga observer merupakan saksi dalam kegiatan alih muat. Penambahan jumlah observer untuk bertugas di PPS Nizam Zachman Jakarta minimum sebanyak 6 orang, sehingga jumlah observer yang ada di PPS Nizam Zachman Jakarta berjumlah 8 orang. Hal tersebut didasarkan atas jumlah unit tuna landing centre (TLC) yang aktif dalam melakukan pembongkaran tuna di PPS Nizam Zachman Jakarta tahun Penegakan hukum merupakan langkah pengendalian dalam manajemen perikanan tangkap. Ancaman dalam pelanggaran kegiatan alih muat yaitu pencabutan surat izin penangkapan ikan (SIPI). Pengawas perikanan dapat memberikan rekomendasi terhadap Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Penegakan hukum harusnya diawali dengan upaya preventif seperti pemberian sosialisasi terkait prosedur kegiatan alih muat pada rawai tuna. Monitoring dan evaluasi diperlukan sebagai upaya penyempurnaan dari peningkatan pengawasan kegiatan alih muat pada rawai tuna.

59 4 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini yaitu : 1. Kegiatan alih muat pada rawai tuna terjadi pada hasil tangkapan utama sebesar 62% dan hasil tangkapan sampingan sebesar 38%. Tuna mata besar (Thunnus obesus) merupakan spesies dominan pada hasil tangkapan utama dengan kegiatan alih muat sebesar 92,61%. Hasil tangkapan sampingan terdapat tiga spesies dominan pada kegiatan alih muat, yaitu tuna sirip biru selatan (Thunnus maccoyii) sebesar 98,08%, layang (Decapterus spp) dan sunglir (Elagatis bipinnulatus) sebesar 100%. Kondisi segar mendominasi kegiatan alih muat sebesar 89%, yaitu 46% mutu kualitas ekspor utuh dan 43% mutu reject. Kondisi segar terdiri atas 6 spesies, didominasi oleh tuna mata besar sebesar kg. Produksi alih muat paling banyak diperoleh dari kapal rawai tuna dengan ukuran kapal GT dan paling banyak terjadi pada lama trip < 50 hari. 2. Kegiatan alih muat tidak teridentifikasi secara jelas melalui data VMS dikarenakan adanya kapal rawai tuna yang mematikan VMS saat melakukan alih muat. Pola pergerakan kapal rawai tuna yang hanya melakukan alih muat tanpa melakukan aktivitas penangkapan ikan dapat teridentifikasi secara jelas melalui VMS. Sebaran pengoperasian kapal rawai tuna didominasi di laut lepas Samudera Hindia sebelah barat Sumatera. 3. Strategi peningkatan pengawasan terkait kegiatan alih muat yaitu pelaksanaan bimbingan teknis bagi pengawas perikanan, terkait identifikasi transshipment di pelabuhan perikanan maupun dengan penggunaan VMS, penambahan tenaga observer pada kapal rawai tuna, penambahan peran asosiasi untuk kegiatan transshipment, penegakan hukum dan peraturan, serta monitoring dan evaluasi kegiatan transshipment Saran dari penelitian ini yaitu : 1. Perlunya kajian untuk membandingkan data VMS dengan data observer. 2. Peningkatan pengawasan terhadap penggunaan VMS pada kapal perikanan.

60 DAFTAR PUSTAKA Aanes S, Nedreaas K, Ulvatn S Estimation of total retain catch based on frequency of fishing trips, inspection at sea, transshipment and VMS data. ICES Journal of Marine Science. 68(8): Adityarini S, Habibi A, Syuhada I, Damora A Harvest control rule mendukung pengelolaan perikanan umpan yang berkelanjutan di Flores timur. Di dalam: WWF-Indonesia, editor. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan; 2014 Des 10-11; Bali, Indonesia. Bali (ID): WWF-Indonesia. hlm Ariyogagautama D, Musthofa IZ, Prawira WT Analisis tangkapan hiu pada alat tangkap rawai tuna di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Di dalam: WWF-Indonesia, editor. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan; 2014 Des 10-11; Bali, Indonesia. Bali (ID): WWF-Indonesia. hlm Atmaja SB, Natsir M, Kuswoyo A Analisis upaya efektif dari data vessel monitoring system dan produktivitas pukat cincin semi industri di samudera hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 17(3): Bahtiar A, Barata A, Novianto D Sebaran laju pancing rawai tuna di Samudera Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 19(4): Barata A, Prisantoso BI Beberapa jenis ikan bawal (angel fish, bramidae) yang tertangkap dengan rawai tuna di Samudera Hindia dan aspek penangkapannya. Bawal. 2(5): Baskoro MS, Nugraha B, Wiryawan B Komposisi hasil tangkapan dan laju pancing rawai tuna yang berbasis di Pelabuhan Benoa. Di dalam: WWF- Indonesia, editor. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan; 2014 Des 10-11; Bali, Indonesia. Bali (ID): WWF- Indonesia. hlm Creswell JW Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed, Edisi Ketiga. Bandung (ID): Pustaka Pelajar. Coleman G Logical framework approach to the monitoring and evaluation of agricultural and rural development projects. Project Appraisal. 2(4): Diniah Pentingnya penanganan hasil tangkapan di atas kapal ikan. Di dalam: Sondita MFA, Solihin I. editor. Kumpulan Pemikiran tentang Teknologi Perikanan Tangkap Yang Bertanggung Jawab. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Europan Integration Office Guide to the Logical Framework Approach : A Key Tool for Project cycle management second edition. Belgrade (CS): Republic of Serbia government Europan integration office. FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries. [internet]. Diunduh pada 2016 Mei 20. Tersedia htm. Farid A, Fauji A, Bambang N, Fachrudin, Sudiono Teknologi penangkapan ikan tuna, jaringan informasi perikanan indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian.

61 Genisa, AS Pengenalan jenis-jenis ikan laut ekonomi penting di Indonesia. Oseana. 24(1):17-38 Gerritsen H, Lordan C Integrating vessel monitoring systems data with daily catch data from logbooks to explore the spatial distribution of catch and effort at high resolution. ICES Journal of Marine Science. 68: Habibi A, Ariyogagautma D, Sugiyanta Seri panduan perikanan skala kecil. Perikanan tuna panduan penangkapan dan penanganan. Jakarta (ID). WWF Indonesia. Hadisetiawati H Strategi kebijakan pengembangan minyak sawit merah dengan pendekatan logical framework approach [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hartono BD Analisis model vessel monitoring system (vms) dalam pengawasan kapal penangkap ikan di Indonesia. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Laut Lepas. Jakarta (ID): KKP. [KKP RI] Kementerian Kelautan dan Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Jakarta (ID): KKP. Lafi L, Novita Y Bentuk palka dan sistem penyimpanan ikan pada kapal tuna longline jenis Taiwan dan Bagan siapi-api ukuran GT di PPS Jakarta. Buletin PSP. 15(1) : Volume dan kapasitas muat palka kapal tuna longline tipe Taiwan dan Bagan Siapi-api ukuran GT di PPS Jakarta. Buletin PSP. 17(2): Latumeten GA, Hartoko A, Purwanti F Analisis hubungan suhu permukaan laut, klorofil-a data satelit modis dan sub-surface temperature data argo float terhadap hasil tangkapan tuna di Samudera Hindia. Di dalam: WWF- Indonesia, editor. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan; 2014 Des 10-11; Bali, Indonesia. Bali (ID): WWF- Indonesia. hlm Lee J, South AB, Jennings S Developing reliable, repeatable, and accessible methods to provide high resolution estimates of fishing effort distributions from vessel monitoring system data. ICES Journal of Marine Science. 67: Masyahoro A Analisis kebijakan pengembangan perikanan purse seine dengan metode Analytical Hierarchi Process (AHP) di Perairan Kabupaten Parigi Moutong. Journal Agroland. 13(3): NORAD The Logical Framework Approach (LFA) 4 th edition handbook for objective oriented planning. Norwegia (NO): Norwegian agency for development cooperation. Novianto D, Nugraha B Komposisi hasil tangkapan sampingan dan ikan target perikanan rawai tuna bagian timur samudera hindia. Marine Fisheries. 5(2):

62 42 Novita Y, Iskandar BH Stabilitas beberapa kapal tuna longline di Indonesia. Di dalam: WWF-Indonesia, editor. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan; 2014 Des 10-11; Bali, Indonesia. Bali (ID): WWF-Indonesia. hlm Nugraha B, Triharyuni S Pengaruh suhu dan kedalaman mata pancing rawai tuna (tuna long line) terhadap hasil tangkapan tuna di Samudera Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 15(3): Nurani TW, Iskandar BH, Wahyudi GA Kelayakan dasar penerapan HACCP di kapal fresh tuna longline. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 14(2): Nurani TW, Wisudo SH, Sobari MP Kajian tekno-ekonomi usaha perikanan longline untuk fresh dan frozen tuna sashimi. Buletin PSP. 7(I):1-15. Nurani TW, Haluan J, Monintja DR, Eriyatno Peluang pengembangan usaha perikanan untuk produk tuna beku sashimi. Buletin PSP. 5(3):1-18. Prisantoso BI, Widodo AA, Mahiswara, Sadiyah L Beberapa jenis hasil tangkap sampingan (bycatch) kapal rawai tuna di Samudera Hindia yang berbasis di Cilacap. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 16(4): [PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Laporan statistik perikanan PPS Nizam Zachman Jakarta. Jakarta (ID): PPSNZJ. [PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Laporan statistik perikanan PPS Nizam Zachman Jakarta. Jakarta (ID): PPSNZJ. [PPSNZJ] Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Laporan statistik perikanan PPS Nizam Zachman Jakarta. Jakarta (ID): PPSNZJ. [PPSDKPJ] Pangkalan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Jakarta Laporan pengawasan importasi ikan. Jakarta (ID). PPSDKPJ. Riyanto, M Strategi dan Prosedur Monitoring, Controlling dan Surveillance (MCS) Sumberdaya Ikan. Di dalam: Sondita MFA, Solihin I. editor. Kumpulan Pemikiran tentang Teknologi Perikanan Tangkap Yang Bertanggung Jawab. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Rochet MJ, Trenkel VM Factors for the variability of discards: assumptions and field evidence. Can. J. Fish. Aquat. Sci. 62: Sedana MG, Iskandar B, Bahar S, Suwarso, Hariati T, Sadhotomo B, Atmaja SB, Wudianto, Badruddin M, Sumiono B, et al Musim penangkapan ikan di Indonesia. Depok (ID): Penerbar Swadaya. Setyadji B, Nugraha B Hasil tangkap sampingan kapal rawai tuna di Samudera Hindia yang berbasis di Benoa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 18(1): Ikhtisar hasil tangkapan sampingan dan terbuang dari armada perikanan rawai tuna Indonesia di Samudera Hindia. Di dalam: WWF-Indonesia, editor. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Perikanan Tuna Berkelanjutan; 2014 Des 10-11; Bali, Indonesia. Bali (ID): WWF-Indonesia. hlm

63 Suhana Kebijakan kelautan dan perikanan dan implikasinya terhadap kelestarian sumberdaya ikan dan ekonomi perikanan Indonesia. Jurnal Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 2(1): Suharno, Santoso H Model permintaan yellowfin segar Indonesia di pasar Jepang. Buletin Ekonomi Perikanan. 8(2): Triharyuni S, Prisantoso BI Komposisi jenis dan sebaran ukuran tuna hasil tangkapan longline diperairan Samudera Hindia selatan Jawa. Jurnal Saintek Perikanan. 8(1): Trilaksani W, Bintang M, Monintja DR, Hubeis M Analisis regulasi sistem manajemen keamanan pangan tuna di Indonesia dan negara tujuan ekspor. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 12(1): Wibowo S, Yunizal Penanganan ikan segar. Jakarta (ID) : Instalasi Perikanan Laut Slipi. Widiastuti I Analisis mutu ikan tuna selama lepas tangkap pada perbedaan preparasi dan waktu penyimpanan [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wiryawan B, Wisudo SH, Baskoro MS Permasalahan dalam implementasi konsep pengembangan perikanan terpadu. Buletin PSP. 17(2): Wudianto, Wagiyo K, Wibowo B Sebaran daerah penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 9(7): Wujdi A, Jatmiko I, Setyadji B, Sulistyaningsih RK, Novianto D, Rochman F, Bahtiar A, Hartaty H Distribution and biological aspect of yellowfin tuna (Thunnus albacares) caught by indonesian tuna longline in the eastern Indian Ocean. Di dalam: IOTC, editor. 16 th session of IOTC Working Party on Tropical Tunas; 2014 November 15-19; Bali, Indonesia. Bali (ID): IOTC. 43

64 LAMPIRAN

65 45 Lampiran 1. Unit Penangkapan Rawai Tuna Kapal Rawai Tuna Tali Utama (Main Line) Tali cabang (Branch line) Mata Pancing (Hook) Radio Buoy Line Hauler

66 46 Lampiran 2. Proses pembongkaran hasil tangkapan rawai tuna

67 47 Lampiran 3. Pengambilan data penelitian Pengumpulan data Data tracking sebaran pengoperasian rawai tuna

68 48 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 16 Agustus 1984 dari ayah Engkom Komarudin dan Ibu Nunung Susilawati. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bogor dan kemudian melanjutkan S1 di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pada Tahun 2008 penulis bekerja menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai Pengawas Perikanan tingkat Ahli pada Unit Pelaksana Teknis Pangkalan PSDKP Jakarta, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pada tahun 2014 penulis mendapatkan beasiswa dari Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI untuk melanjutkan studi pada program Magister Sains di Program studi Teknologi Perikanan Laut (TPL) sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Artikel yang berjudul Estimasi kegiatan alih muat pada kapal rawai tuna berdasarkan data VMS dan komposisi hasil tangkapan merupakan bagian dari tesis ini sedang dalam proses penerbitan pada jurnal Marine Fisheries Departemen PSP Institut Pertanian Bogor. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian tesis yang diselenggarakan oleh Program Studi Teknologi Perikanan Laut Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tanggal 29 Agustus 2016.

ESTIMASI KEGIATAN ALIH MUAT PADA KAPAL RAWAI TUNA BERDASARKAN DATA VMS DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN

ESTIMASI KEGIATAN ALIH MUAT PADA KAPAL RAWAI TUNA BERDASARKAN DATA VMS DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 7, No. 2, November 2016 Hal: 179-189 ESTIMASI KEGIATAN ALIH MUAT PADA KAPAL RAWAI TUNA BERDASARKAN DATA VMS DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN Transshipment Activites Estimation

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA)

PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 135-140 PRODUKTIVITAS PERIKANAN TUNA LONGLINE DI BENOA (STUDI KASUS: PT. PERIKANAN NUSANTARA) Tuna Lingline Fisheries Productivity in Benoa

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

SEBARAN LAJU PANCING RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA DISTRIBUTION OF THE HOOK RATE OF TUNA LONGLINE IN THE INDIAN OCEAN

SEBARAN LAJU PANCING RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA DISTRIBUTION OF THE HOOK RATE OF TUNA LONGLINE IN THE INDIAN OCEAN Sebaran Laju Pancing Rawai Tuna di Samudera Hindia (Bahtiar A, et al) ABSTRAK SEBARAN LAJU PANCING RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA DISTRIBUTION OF THE HOOK RATE OF TUNA LONGLINE IN THE INDIAN OCEAN Andi

Lebih terperinci

HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA

HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BY CATCH) TUNA LONG LINE DI PERAIRAN LAUT BANDA *) Budi Nugraha *) dan Karsono Wagiyo *) Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta ABSTRAK Tuna long line merupakan

Lebih terperinci

JENIS DAN DISTRIBUSI UKURAN IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BY CATCH) RAWAI TUNA YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN BENOA BALI

JENIS DAN DISTRIBUSI UKURAN IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BY CATCH) RAWAI TUNA YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN BENOA BALI DIPONEGORO JOURNAL OF MAQUARES Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016, Halaman 453-460 JENIS DAN DISTRIBUSI UKURAN IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BY CATCH) RAWAI TUNA YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN BENOA BALI Type

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.307, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kapal Penangkap. Pengangkut. Ikan. Pemantau. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/PERMEN-KP/2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BYCATCH) KAPAL RAWAI TUNA DI SELATAN PULAU JAWA YANG BERBASIS DI PPS CILACAP DAN PPN PALABUHANRATU DEWI KUSUMANINGRUM

HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BYCATCH) KAPAL RAWAI TUNA DI SELATAN PULAU JAWA YANG BERBASIS DI PPS CILACAP DAN PPN PALABUHANRATU DEWI KUSUMANINGRUM HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BYCATCH) KAPAL RAWAI TUNA DI SELATAN PULAU JAWA YANG BERBASIS DI PPS CILACAP DAN PPN PALABUHANRATU DEWI KUSUMANINGRUM DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA SETTING DAN JUMLAH PANCING TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAWAI TUNA DI LAUT BANDA

PENGARUH LAMA SETTING DAN JUMLAH PANCING TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAWAI TUNA DI LAUT BANDA Pengaruh Lama Setting dan Jumlah... Rawai Tuna di Laut Banda (Triharyuni, S., et al.) PENGARUH LAMA SETTING DAN JUMLAH PANCING TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAWAI TUNA DI LAUT BANDA INFLUENCE OF SETTING TIME

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan

Lebih terperinci

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *)

PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Perikanan Pancing Tonda di Perairan Pelabuhan Ratu (Rahmat, E. & A. Patadjangi) PERIKANAN PANCING TONDA DI PERAIRAN PELABUHAN RATU *) Enjah Rahmat 1) dan Asri Patadjangi 1) 1) Teknisi Litkayasa pada Balai

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 30 5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP 5.1 Kapal-kapal Yang Memanfaatkan PPS Cilacap Kapal-kapal penangkapan ikan yang melakukan pendaratan seperti membongkar muatan

Lebih terperinci

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian

Alat bantu Gill net Pengertian Bagian fungsi Pengoperasian Hand line: Pancing ulur merupakan suatu alat penangkap ikan yang terdiri dari seutas tali dengan mata pancing berbentuk seperti jangkar. Pada mata pancing diikatkan umpan. Berdasarkan klasifikasi DKP tahun

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT Menimbang : KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/KEPMEN-KP/14 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 29 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Produksi tuna Indonesia di Samudera Hindia IOTC memfokuskan pengelolaan perikanan tuna di Samudera Hindia. Jenis tuna yang dikelola adalah tuna albakora (albacore),

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.322/DJ-PSDKP/2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN LAJU PANCING RAWAI TUNA YANG BERBASIS DI PELABUHAN BENOA

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN LAJU PANCING RAWAI TUNA YANG BERBASIS DI PELABUHAN BENOA VI - 1126 KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN DAN LAJU PANCING RAWAI TUNA YANG BERBASIS DI PELABUHAN BENOA ABSTRAK Mulyono S. Baskoro 9, Budi Nugraha 10 dan Budy Wiryawan 1 baskoro.mul@gmail.com budinug73@gmail.com

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

KEDALAMAN LAPISAN RENANG TUNA (Thunnus sp.) YANG TERTANGKAP OLEH RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA SATRIA AFNAN PRANATA

KEDALAMAN LAPISAN RENANG TUNA (Thunnus sp.) YANG TERTANGKAP OLEH RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA SATRIA AFNAN PRANATA KEDALAMAN LAPISAN RENANG TUNA (Thunnus sp.) YANG TERTANGKAP OLEH RAWAI TUNA DI SAMUDERA HINDIA SATRIA AFNAN PRANATA DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.668,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb No.1618, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KKP. Penangkapan. Ikan. Log Book. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48/PERMEN-KP/2014 TENTANG LOG BOOK PENANGKAPAN

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. (check list) dan negara. aturan hukum. analisis deskriptif mengacu dari. Jakarta, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan

3 METODOLOGI. (check list) dan negara. aturan hukum. analisis deskriptif mengacu dari. Jakarta, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan 31 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dengan judul Analisis Praktik IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing dan Upaya Penanganannya melalui Adopsi Mekanisme Port State Measures

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN UMPAN DAN WAKTU SETTING RAWAI TUNA TERHADAP HASIL TANGKAPAN TUNA DI SAMUDERA HINDIA

PENGARUH PERBEDAAN UMPAN DAN WAKTU SETTING RAWAI TUNA TERHADAP HASIL TANGKAPAN TUNA DI SAMUDERA HINDIA Pengaruh Perbedaan Umpan dan Waktu... Tangkapan Tuna di Samudera Hindia. (Bram. A,. et,. al) ABSTRAK PENGARUH PERBEDAAN UMPAN DAN WAKTU SETTING RAWAI TUNA TERHADAP HASIL TANGKAPAN TUNA DI SAMUDERA HINDIA

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS IKAN BAWAL (Angel fish, BRAMIDAE) YANG TERTANGKAP DENGAN RAWAI TUNA (TUNA LONG LINE) DI SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK PENANGKAPANNYA

BEBERAPA JENIS IKAN BAWAL (Angel fish, BRAMIDAE) YANG TERTANGKAP DENGAN RAWAI TUNA (TUNA LONG LINE) DI SAMUDERA HINDIA DAN ASPEK PENANGKAPANNYA Beberapa Jenis Bawal... di Samudera Hindia dan Aspek Penangkapan (Barata, A., Prisantoso, B.I.) BEBERAPA JENIS IKAN BAWAL (Angel fish, BRAMIDAE) YANG TERTANGKAP DENGAN RAWAI TUNA (TUNA LONG LINE) DI SAMUDERA

Lebih terperinci

ANALYSIS OF TRANSHIPMENT POLICY ON LONG LINE FISHERIES VESSELS BUSINESS PERFORMANCE

ANALYSIS OF TRANSHIPMENT POLICY ON LONG LINE FISHERIES VESSELS BUSINESS PERFORMANCE ECSOFiM: Journal of Economic and Social of Fisheries and Marine. 2017. 05(01): 78-89 e-issn: 2528-5939 Permalink/DOI: http://dx.doi.org/10.21776/ub.ecsofim.2017.005.01.08 ANALYSIS OF TRANSHIPMENT POLICY

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perikanan tangkap kini dihadang dengan isu praktik penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau yang disebut IUU (Illegal, Unreported, and

Lebih terperinci

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU 5.1 Jenis dan Volume Produksi serta Ukuran Hasil Tangkapan 1) Jenis dan Volume Produksi Hasil Tangkapan Pada tahun 2006, jenis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

Daerah penangkapan tuna hand liners yang mendaratkan tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung

Daerah penangkapan tuna hand liners yang mendaratkan tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 33-37, Desember 2012 Daerah penangkapan tuna hand liners yang mendaratkan tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung Fishing ground of tuna hand

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung

Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(4): 135-139, Desember 2016 ISSN 2337-4306 Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORATJENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Jl. Medan Merdeka Timur No.16 Lt.15 Gd.Mina Bahari II, Jakarta Pusat 10110 Telp (021) 3519070 ext 1524/1526,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perubahan arah kebijakan pembangunan dari yang berbasis pada sumber daya terestrial ke arah sumber daya berbasis kelautan merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan. Hal ini dipicu

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Oktober 2008 di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH

EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH EVALUASI ASPEK SOSIAL KEGIATAN PENANGKAPAN IKAN TUNA (THUNNUS SP) OLEH NELAYAN DESA YAINUELO KABUPATEN MALUKU TENGAH Erika Lukman Staf Pengajar Faperta FPIK UNIDAR-Ambon, e-mail: - ABSTRAK Ikan tuna (Thunnus

Lebih terperinci

TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU ( ) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom

TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU ( ) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom TESIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN INDONESIA MENANGANI ISU PERBURUAN HIU (2013-2016) Disusun Oleh: TIKA DIAN PRATIWI, S. I. Kom 20151060029 PROGRAM MAGISTER ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS PASCA SARJANA

Lebih terperinci

PERIKANAN PANCING ULUR TUNA DI KEDONGANAN, BALI

PERIKANAN PANCING ULUR TUNA DI KEDONGANAN, BALI Perikanan Pancing Ulur Tuna di Kedonganan, Bali (Sulistyaningsih. R. K., et al.) PERIKANAN PANCING ULUR TUNA DI KEDONGANAN, BALI Ririk Kartika Sulistyaningsih, Abram Barata, Kiroan Siregar Peneliti pada

Lebih terperinci

Peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Laut, Muara Baru Jakarta 2)

Peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Laut, Muara Baru Jakarta 2) Distribusi Ukuran Tuna Hasil di Perairan Laut Banda (Chodrijah, U & B. Nugraha.) DISTRIBUSI UKURAN TUNA HASIL TANGKAPAN PANCING LONGLINE DAN DAERAH PENANGKAPANNYA DI PERAIRAN LAUT BANDA SIZE DISTRIBUTION

Lebih terperinci

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR

PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR ABSTRAK PERIKANAN TUNA SKALA RAKYAT (SMALL SCALE) DI PRIGI, TRENGGALEK-JAWA TIMUR Erfind Nurdin Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristrasi I tanggal: 18 September 2007;

Lebih terperinci

2013, No LAMPIRAN : Peraturan Menteri dan Perikanan LAMPIRAN I: PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

2013, No LAMPIRAN : Peraturan Menteri dan Perikanan LAMPIRAN I: PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.81 60 LAMPIRAN I: PERATURAN LAMPIRAN : Peraturan Menteri dan Perikanan NOMOR PER.30/MEN/2012 Repubik Indonesia TENTANG USAHA PERIKANAN Nomor PER. TANGKAP /MEN/2012 DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

Lampiran 1 Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline. Sumber: 30 Desember 2010

Lampiran 1 Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline. Sumber:  30 Desember 2010 Lampiran 1 Gambar rancang bangun alat penangkap ikan tuna longline Sumber: http://www.t2.gstatic.com/images, 30 Desember 2010 78 Lampiran 2 Peta lokasi kantor dan fishing ground PT Perikanan Nusantara

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP

LAPORAN AKHIR RIA Seri: PERMENKP NO. 57 Tahun 2014 BALITBANG-KP, KKP REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 57 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.81, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Usaha Perikanan Tangkap. Wilayah Pengelolaan Perikanan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Efektivitas Tali Cucut sebagai... Tuna dalam Penangkapan Cucut (Novianto, D., et al.) ABSTRAK EFEKTIVITAS TALI CUCUT SEBAGAI ALAT TAMBAHAN PADA PENGOPERASIAN RAWAI TUNA DALAM PENANGKAPAN CUCUT Dian Novianto,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/KEPMEN-KP/2015 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/KEPMEN-KP/2015 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107/KEPMEN-KP/2015 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN PERIKANAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sukabumi yang beribukota Palabuhanratu termasuk kedalam wilayah administrasi propinsi Jawa Barat. Wilayah yang seluas 4.128 Km 2, berbatasan dengan

Lebih terperinci

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah

Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Maspari Journal 03 (2011) 24-29 http://masparijournal.blogspot.com Analisis Potensi Lestari Sumberdaya Perikanan Tuna Longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah Onolawe Prima Sibagariang, Fauziyah dan

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

Alat Tangkap Longline

Alat Tangkap Longline Alat Tangkap Longline Longline merupakan suatu alat tangkap yang efektif digunakan untuk menangkap ikan tuna. Selain itu alat tangkap ini selektif terhadap hasil tangkapannya dan pengoperasiannya bersifat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu LAMPIRAN 84 Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu 85 86 Lampiran 2 Daerah penangkapan madidihang kapal long line berbasis di PPN Palabuhanratu U PPN Palabuhanratu B T S Sumber: Hasil wawancara setelah diolah

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Teknik Unit penangkapan pancing rumpon merupakan unit penangkapan ikan yang sedang berkembang pesat di PPN Palabuhanratu. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang

Lebih terperinci

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik :

Oleh : Rodo Lasniroha, Yuniarti K. Pumpun, Sri Pratiwi S. Dewi. Surat elektronik : PENANGKAPAN DAN DISTRIBUSI HIU (APPENDIX II CITES) OLEH NELAYAN RAWAI DI PERAIRAN SELATAN TIMOR CATCH AND DISTRIBUTION OF SHARKS (APPENDIX II CITES) BY LONGLINE FISHERMEN IN SOUTH WATER OF TIMOR Oleh :

Lebih terperinci

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI

PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI PELUANG EKSPOR TUNA SEGAR DARI PPI PUGER (TINJAUAN ASPEK KUALITAS DAN AKSESIBILITAS PASAR) AGUSTIN ROSS SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI

PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI Pengoperasian Alat Tangkap Pancing Toda di Laut Banda yang Berbasis di Kendari (Rahmat, E & H. Illhamdi) PENGOPERASIAN ALAT TANGKAP PANCING TONDA DI LAUT BANDA YANG BERBASIS DI KENDARI Enjah Rahmat dan

Lebih terperinci

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 ANALISIS HASIL TANGKAPAN ALAT PENANGKAPAN JARING INSANG SATU LEMBAR (GILLNET) DAN TIGA LEMBAR (TRAMMEL NET) DI PERAIRAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI IKHWANUL CHAIR NAWAR 090302056 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN

KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN iii KUALITAS PELAYANAN KAPAL DAN KECEPATAN BONGKAR MUAT KAPAL TERHADAP PRODUKTIVITAS DERMAGA TERMINAL PETIKEMAS PELABUHAN MAKASSAR WILMAR JONRIS SIAHAAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU 6.1 Tujuan Pembangunan Pelabuhan Tujuan pembangunan pelabuhan perikanan tercantum dalam pengertian pelabuhan perikanan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

Sebaran Ikan Tuna Berdasarkan Suhu dan Kedalaman di Samudera Hindia

Sebaran Ikan Tuna Berdasarkan Suhu dan Kedalaman di Samudera Hindia ISSN 853-7291 Sebaran Ikan Tuna Berdasarkan Suhu dan Kedalaman di Samudera Hindia Abram Barata*, Dian Novianto dan Andi Bahtiar Loka Penelitian Perikanan Tuna. Jalan Raya Pelabuhan Benoa, Denpasar Bali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN

KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN KEBIJAKAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN (PHP) : STUDI KASUS PERIKANAN PURSE SEINE PELAGIS KECIL DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA (PPN) PEKALONGAN EDDY SOESANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan

VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP. Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan VII. POTENSI LESTARI SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP Fokus utama estimasi potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali didasarkan atas kelompok ikan Pelagis Kecil, Pelagis Besar, Demersal

Lebih terperinci

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA

Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA PENENTUAN MUSIM PENANGKAPAN IKAN LAYANG (Decapterus Sp.) DI PERAIRAN TIMUR SULAWESI TENGGARA DETERMINATION OF FISHING CATCHING SEASON (Decapterus Sp.) IN EAST WATERS OF SOUTHEAST SULAWESI Eddy Hamka 1),

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU 1 EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU Oleh Safrizal 1), Syaifuddin 2), Jonny Zain 2) 1) Student of

Lebih terperinci

Monitoring tren dan produktivitas hasil tangkapan kapal huhate yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung

Monitoring tren dan produktivitas hasil tangkapan kapal huhate yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(5): 194-199, Juni 2017 ISSN 2337-4306 Monitoring tren dan produktivitas hasil tangkapan kapal huhate yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i ANALISIS MANAJEMEN KEUANGAN, TEKANAN EKONOMI, STRATEGI KOPING DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA NELAYAN DI DESA CIKAHURIPAN, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI HIDAYAT SYARIFUDDIN DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

HUBUNGAN FREKUENSI KEBERANGKATAN KAPAL 3 GT DENGAN JUMLAH LOGISTIK MELAUTNYA DI PPI DUMAI PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR ABSTRAK

HUBUNGAN FREKUENSI KEBERANGKATAN KAPAL 3 GT DENGAN JUMLAH LOGISTIK MELAUTNYA DI PPI DUMAI PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR ABSTRAK HUBUNGAN FREKUENSI KEBERANGKATAN KAPAL 3 GT DENGAN JUMLAH LOGISTIK MELAUTNYA DI PPI DUMAI PADA MUSIM BARAT DAN MUSIM TIMUR Jonny Zain 1), Syaifuddin 1) dan Khoiru Rohmatin 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km 2, dimana 89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Fishing Technology: Longline. Ledhyane Ika Harlyan

Fishing Technology: Longline. Ledhyane Ika Harlyan Fishing Technology: Longline Ledhyane Ika Harlyan Tujuan Instruksional Khusus Mahasiswa mampu: Menjelaskan bagian-bagian longline Menjelaskan alat bantu longline Mampu menganalisis teknis untuk mengukur

Lebih terperinci

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor KOMPOSISI JUMLAH DAN UKURAN PANJANG IKAN CAKALANG DAN TONGKOL HASIL TANGKAPAN PAYANG DI PERAIRAN PALABUHANRATU DAN BINUANGEUN The Amount and Length Size Composition of Skipjack and Frigate Mackerel Cought

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN

DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DRAFT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PRODUKTIVITAS KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK

Lebih terperinci