KARAKTERISTIK PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN INFARK RAWAT INAP DI RSUP HAJI ADAM MALIK KOTA MEDAN TAHUN 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KARAKTERISTIK PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN INFARK RAWAT INAP DI RSUP HAJI ADAM MALIK KOTA MEDAN TAHUN 2012"

Transkripsi

1 KARAKTERISTIK PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN INFARK RAWAT INAP DI RSUP HAJI ADAM MALIK KOTA MEDAN TAHUN 2012 Iza Fauziah 1, Jemadi 2, Hiswani 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2 Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, Abstract Stroke is a circulatory disorders in the brain that cause physical disability greatest of all degenerative diseases. Stroke is divided into two by pathological is ischemic stroke and haemoragic.to know the characteristics of stroke ischemic patients with infark conducted a Research with case series design in RSUP. Haji Adam Malik Medan. Population and sampel was 117 people in 2012 were recorded in hospital medical records. Univariate data were analyzed descriptively while bivariate data were analyzed using Chi-square test, Mann-whitney and Kruskal wallis. Based on the sociodemographic in highest proportion is age group years 65,8%, males 57,3%,Moeslem 60,7%, married 97,4%, Senior high school 44,4%, Housewife 38,5%, dan outside the city of Medan 66,7%. Proportion based on the highest treatment status, weak arm and left leg 38,5%, hypertension 38,5%, basal ganglia 39,3%, hemiparesis sinistra 48,7%, not source 94,9%, Askes 52,9%, the average length ofstay 6,57 or 7 days, outpatient expense control 55,6%. There was a significant difference between infark location with location of the paralysis (p=0,000), and the average treatmenttime with condition while returning (p=0,000).patient who have a history of hypertension to perform the routine control and Health lifestyle. For the medical records department of RSUP. Haji Adam Malik Medan to complete patient data recording such as ethnic.. Keyword : Stroke Ischemic with Infark, Characteristics of patient, RSUP Haji Adam Malik 2012 Pendahuluan Peningkatan pelayanan di bidang kesehatan menyebabkan usia harapan hidup semakin meningkat dan sebagai konsekuensinya maka masalah kesehatan berupa penyakit stroke, kardiovaskuler dan penyakit degeneratif lainnya juga akan semakin meningkat dimana akhirnya akan menyebabkan beban ekonomi yang semakin besar. Pada tahun 2000 usia harapan hidup di Indonesia mencapai 67 tahun dan jumlah populasi kelompok usia di atas 60 tahun diperkirakan sebanyak 17 juta jiwa. Menurut perkiraan pada tahun 2020 diproyeksikan usia harapan hidup di Indonesia akan mencapai 71 tahun dan jumlah populasi kelompok usia di atas 60 tahun diperkirakan sebanyak 28 juta jiwa dimana angka ini merupakan peringkat tertinggi keempat setelah RRC,India dan Amerika Latin. 1 Stroke atau serangan otak (brain attack) di negara-negara industri merupakan penyebab kematian ketiga setelah 1 penyakit kardiovaskuler dan kanker. Disamping itu stroke merupakan penyebab cacat fisik terbesar dari seluruh penyakit degeneratif, dengan akibat penurunan produktivitas kerja/sumber daya manusia yang pada akhirnya dapat menjadi beban sosial baik bagi keluarganya maupun masyarakat dan negara pada umumnya. 2 Data dari World Health Organization (WHO) tahun (2008) jumlah kematian didunia sebanyak 57 juta jiwa dan 6,17 juta jiwa meninggal dunia akibat stroke dengan Proportional Mortality Rate (PMR) 10,8%.7 Jumlah penderita stroke akan semakin meningkat tiap tahun dan diprediksi dua kali lipat pada tahun Pada tahun (2001), jumlah penderita stroke diseluruh dunia sebanyak 20,5 juta jiwa dan 5,5 juta jiwa diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di

2 dunia. 4 Berdasarkan data dari National Heart, Lung, and Blood Institute (2012) pada tahun 2008 penyakit stroke menjadi penyebab kematian terbesar ke empat di Amerika Serikat dengan jumlah orang dengan angka proporsi sebesar 5,4% dari seluruh jumlah kematian (2,5 juta jiwa orang). 5 Prevalensi stroke di Eropa telah diperkirakan mencapai 9,6 juta jiwa, di Amerika terdapat 4,8 juta jiwa dan di Afrika terdapat 1,6 juta jiwa. 6, 7 Menurut data dari British Heart Foundation (2010) diperoleh angka kematian (mortality rate) pada penderita stroke iskemik sebesar 5/ penduduk dan stroke haemoragik sebesar 10/ penduduk. 8 Prevalensi Stroke di Indonesia mencapai angka 8,3/1000 penduduk Pada kelompok umur tahun, stroke menjadi penyebab kematian tertinggi baik di perkotaan maupun pedesaan di Indonesia. Hal ini terkait erat dengan gaya hidup, pola makan, dan kebiasaan berolahraga. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (13,6 /1000 penduduk) dan yang terendah adalah Papua (3,8/1000 penduduk). 9,10 Berdasarkan penelitian - penelitian sebelumnya, di Indonesia kejadian stroke iskemik lebih sering ditemukan dibandingkan stroke hemoragik. Dari studi rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001 terdapat 1263 kasus stroke yang dirawat, terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke hemoragik, di mana meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%) stroke iskemik dan 103 (23,30%) stroke hemoragik. 10 Berdasarkan penelitian Marlina (2010) pasien yang dirawat inap di Bagian Neurologi FK USU/RSUP. H. Adam Malik Medan dari Januari 2010 sampai Desember 2010, didapati data jumlah pasien stroke sebanyak 365 orang (58%) dari 628 orang pasien yang dirawat inap di bagian Neurologi. Proporsi untuk stroke iskemik sebanyak 251 orang (69%) dan stroke hemoragik sebanyak 114 orang (31%). 11 Pada tahun 2002 di RSUD. Dr. Pirngadi Medan, penderita stroke iskemik yang dirawat inap sebanyak 65 penderita dengan CFR 18,4%. Pada tahun 2003 jumlah penderita stroke yang dirawat inap sebanyak 447 penderita dengan CFR 23,4%. 12 Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan diketahui bahwa jumlah penderita Stroke Iskemik dengan infark pada tahun 2012 berjumlah 117 orang. Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik penderita Stroke Iskemik dengan infark yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun Perumusan masalah Dalam penelitian ini adalah belum diketahui karakteristik penderita Stroke Iskemik dengan infark yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun Tujuan Penelitian Untuk mengetahui karakteristik penderita Stroke Iskemik dengan infark yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012 Tujuan khusus Mengetahui distribusi proporsi penderita stroke iskemik dengan infark yang rawat inap berdasarkan sosiodemografi meliputi umur, agama, jenis kelamin, status perkawinan, suku, pendidikan terakhir, pekerjaan dan daerah asal. Mengetahui distribusi proporsi penderita stroke iskemik dengan infark yang rawat inap berdasarkan status rawatan meliputi keluhan utama, lokasi infark, letak kelumpuhan,sumber biaya, keadaan sewaktu pulang. Mengetahui lama rawatan rata-rata penderita stroke iskemik dengan infark yang rawat inap. Mengetahui distribusi proporsi letak kelumpuhan penderita stroke iskemik dengan infark berdasarkan lokasi infark. Mengetahui distribusi proporsi keadaan sewaktu pulang penderita stroke iskemik dengan infark berdasarkan sumber biaya. Mengetahui lama rawatan rata-rata penderita stroke iskemik dengan infark berdasarkan sumber biaya. Mengetahui lama rawatan rata-rata penderita stroke iskemik dengan infark berdasarkan keadaan sewaktu pulang. 2

3 Manfaat penelitian 1. Sebagai bahan informasi dan masukan kepada pihak rumah sakit dalam membuat perencanaan pelaksanaan tindakan pen - cegahan dan penanggulangan yang lebih baik lagi bagi penderita stroke iskemik yang infark yang dirawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. 2. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dan untuk menambah wawasan dan penerapan ilmu yang telah didapat selama mengikuti perkuliahan di FKM USU Medan. 3. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi peneliti selanjutnya dan referensi bagi perpustakaan FKM USU. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan menggunakan desain case series. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilakukan sejak bulan Mei sampai Pebruari Populasi penelitian adalah Semua data pasien yang dinyatakan berdasarkan diagnosa dokter sesuai hasil pemeriksaan CT Scan menderita penyakit stroke iskemik dengan infark pada kartu status yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012 yang berjumlah 117 orang. Besar sampel sama dengan besar populasi (total sampling). Data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data univariat dianalisis secara deskriptif sedangkan data bivariat dengan chi-square 95% CI. Hasil dan Pembahasan Distribusi Proporsi Penderita Stroke Iskemik dengan Infark Berdasarkan Sosiodemiografi dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 1. Distribusi Proporsi Penderita Stroke Iskemik dengan Infark Berdasarkan Sosiodemiografi Umur f % < 45 tahun 45-65tahun >65 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Agama Islam Kristen Katolik Kristen Protestan Hindu Status Perkawinan kawin Tidak kawin ,7 65,8 26,5 Jumlah , ,7 Jumlah ,7 6,8 30,8 1,7 Jumlah ,4 3 2,6 Jumlah Pendidikan Terakhir Tidak Tamat SD Tamat SD/ sederajat Tamat SMP/ sederajat Tamat SMA/ sederajat Tamat Akademi/ Perguruan Tinggi ,7 17,9 22,3 44,4 13,7 Jumlah Pekerjaan Tidak bekerja Ibu Rumah Tangga Petani Wiraswasta PNS/TNI/POLRI/Pensiunan ,6 38,5 9,4 29,9 19,6 Jumlah Daerah asal Kota Medan Luat Kota Medan 39 33, ,7 Jumlah Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa proporsi penderita stroke iskemik dengan infark berdasarkan umur tertinggi adalah kelompok umur tahun sebesar 65,8% dan kelompok umur terendah pada umur < 45 tahun sebesar 7,7%. Berdasarkan jenis kelamin Proporsi tertinggi adalah lakilaki yaitu sebesar 57,3% sedangkan perempuan sebesar 42,7%. Berdasarkan agama proporsi tertinggi adalah Islam 60,7% dan terendah adalah Hindu sebesar 1,7%. Berdasarkan status perkawinan Proporsi tertinggi adalah Kawin yaitu sebesar 97,4% sedangkan Tidak kawin sebesar 2,6%.

4 Berdasarkan pendidikan Proporsi tertinggi adalah Tamat SMA/ sederajat yaitu sebesar 44,4% sedangkan pendidikan terendah Tidak Tamat SD sebesar 1,7%. Berdasarkan pekerjaan Proporsi tertinggi adalah Ibu Rumah Tangga yaitu sebesar 38,5% sedangkan pekerjaan terendah Tidak bekerja sebesar 2,6%. Berdasarkan daerah asal Proporsi tertinggi adalah Luar Kota Medan 66,7% sedangkan Kota Medan 33,3%. Tabel 2. Distribusi Proporsi Penderita Stroke Iskemik dengan Infark Berdasarkan Status Rawatan Keluhan Utama f (%) Nyeri kepala mendadak Kesadaran menurun Ganguan gerak dan bicara Lemah lengan dan tungkai kiri Lemah lengan dan tungkai kanan ,7 11,1 6,8 38,5 29,9 Jumlah Faktor Risiko Hipertensi 45 38,5 Diabetes Melitus Penyakit jantung Pernah Stroke Kebiasaan merokok Lebih Dari Satu Faktor Resiko Hiperkolesterolemi Lokasi Infark Basal Ganglia Occipital Parietal Temporal Frontal Letak Kelumpuhan Hemiparesis sinistra Hemiparesis dextra Paraparesis Sumber Biaya Umum ASKES Jamkesmas JPKMS JKA SKTM Sumber Biaya Biaya Sendiri Bukan biaya sendiri ,8 4,3 15,4 3,3 4,3 21,4 Jumlah ,3 18,8 12,8 3,4 25,7 Jumlah ,7 37,6 13,7 Jumlah ,1 52,9 11,1 9,4 3,4 17,9 Jumlah , ,9 Jumlah Keadaan Sewaktu Pulang PBJ PAPS ,6 19,7 Meninggal 29 24,7 Jumlah Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa keluhan utama pada penderita stroke iskemik dengan infark di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 tertinggi adalah lemah lengan dan tungkai kiri 38,5% dan terendah kesadaran menurun 6,8%. Berdasarkan faktor risiko proporsi penderita stroke iskemik dengan infark berdasarkan tertinggi adalah hipertensi 38,5% dan terendah kebiasaan merokok 3,4%. Berdasarkan lokasi Infark Proporsi penderita stroke iskemik dengan infark tertinggi adalah penderita stroke iskemik dengan infark di basal ganglia 86,4% dan terendah penderita stroke iskemik dengan infark di temporal 3,4%. Berdasarkan Letak kelumpuhan Proporsi tertinggi adalah hemiparesis sinistra 48,7% dan terendah paraparesis 13,7%. Berdasarkan sumber biaya Proporsi penderita stroke iskemik dengan infark tertinggi adalah Askes 53,0 % dan terendah JKA 3,4%. Berdasarkan keadaan sewaktu pulang Proporsi penderita stroke iskemik dengan infark tertinggi adalah pulang berobat jalan (PBJ) 55,6% dan terendah PAPS 19,7%. Case Fatality Rate (CFR) penderita stroke iskemik dengan infark di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012 adalah 24,7%. Analisis Statistik Letak Kelumpuhan Berdasarkan Lokasi infark dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3. Distribusi Proporsi Letak Kelumpuhan Berdasarkan Lokasi Infark Penderita stroke iskemik dengan infark yang Rawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 Letak Kelumpuhan Lokasi Infark Anterior Posterior H.Sinistra H.Dextra Para paresis Total f % f % f % f % 16 53,3 4 13, , , ,9 5 7, Lateral 14 73,7 4 21,1 1 5, p=0,000 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada penderita yang berlokasi infark di anterior proporsi letak kelumpuhan tertinggi di hemiparesis sinistra 53.3%. Berdasarkan lokasi infark di posterior tertinggi letak kelumpuhan hemiparesis dextra 39,7% 4

5 sedangkan lokasi infark di lateral letak kelumpuhan tertinggi di hemiparesis sinistra 73,7%. Berdasarkan uji Chi-square diperoleh nilai p<0,05 yang artinya ada perbedaan proporsi yang bermakna antara letak kelumpuhan berdasarkan lokasi infark. Tabel 4. Distribusi Proporsi Keadaan Sewaktu Pulang Berdasarkan Sumber Biaya Penderita stroke iskemik dengan infark yang Rawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 Sumber Biaya Keadaan Sewaktu Pulang PBJ PAPS Meninggal Total f % f % f % f % Umum 1 16,7 4 66,7 1 16, Bukan Biaya Sendiri 64 57, , , Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada penderita stroke iskemik dengan infark yang sumber biaya umum, proporsi keadaan sewaktu pulang lebih banyak adalah pulang atas permintaan sendiri 66,7% sedangkan yang pulang berobat jalan 16,7% dan meninggal 16,6%. Pada penderita stroke iskemik dengan infark yang bukan sumber biaya sendiri, proporsi keadaan sewaktu pulang lebih banyak adalah pulang berobat jalan 57,7% dan yang meninggal 25,2% sedangkan pulang atas permintaan sendiri 17,1%. CFR berdasarkan sumber biaya lebih besar pada penderita stroke iskemik dengan infark yang bukan biaya sendiri 25,2% sedangkan biaya sendiri 16,6%. Berdasarkan uji Chi-Square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan karena terdapat 3 sel (50,0%) yang memiliki nilai expected count kurang dari 5. Tabel 5. Distribusi Proporsi Lama Rawatan Ratarata Berdasarkan Sumber Biaya Pende - rita stroke iskemik dengan infark yang Rawat Inap di RSUP Haji Adam Malik MedanTahun 2012 Sumber Biaya Lama Rawatan Rata-rata f x SD Umum (biaya sendiri) 6 4,83 2,714 Bukan Biaya sendiri 111 6,67 3,909 p=0,241 Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita stroke iskemik dengan infark yang sumber biaya sendiri (umum) adalah 4.83 (5 hari) sedangkan lama rawatan rata-rata penderita stroke iskemik dengan infark dengan bukan sumber biaya sendiri adalah 6.67 (7 hari). Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh p<0,05 artinya data lama rawatan tidak berdistribusi normal sehingga tidak dapat dilakukan dengan uji t-test kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Berdasarkan uji Mann-Whitney diperoleh nilai p>0,05. Hal ini berarti tidak ada perbedaan bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya. Tabel 6. Distribusi Proporsi Lama Rawatan Ratarata Berdasarkan Keadaan Sewakt Pulang Penderita stroke iskemik dengan infark yang Rawat Inap di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012 Keadaan Lama Rawatan Rata-rata Sewaktu Pulang f x SD PBJ PAPS Meninggal ,08 5,04 4,41 3,492 3,183 3,766 χ2= 37,263 df= 2 p=0,000 Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa lama rawatan rata-rata penderita stroke iskemik dengan infark dengan pulang berobat jalan 8,08 (8 hari), pulang atas permintaan sendiri 5,04 (5 hari), sedangkan yang meningggal 4,41 (4 hari). Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis diperoleh nilai p<0,05 artinya ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan a. Proporsi penderita yang menderita penyakit stroke iskemik dengan infark berdasarkan sosiodemografi tertinggi yaitu pada kelompok umur tahun 65,8%, jenis kelamin laki-laki 57,3%, beragama Islam 50,7%, berstatus kawin 97,4, berpekerjaan ibu rumah tangga 38,5%, berpendidikan Tamat SMA/ sederajat, dan daerah asal luar Kota Medan 66,7%. b. Proporsi penderita yang menderita penyakit stroke iskemik dengan infark berdasarkan status rawatan tertinggi keluhan utama lemah lengan dan tungkai kiri 38,5%, faktor risiko berupa hipertensi 38,5%, melakukan pemeriksaan CT-Scan berlokasi infark basal ganglia 39,3%, 5

6 sumber biaya askes 53,0%, dan keadaan sewaktu pulang PBJ 55,6%. c. Lama rawatan rata-rata penderita yang menderita penyakit stroke iskemik dengan infark bayi 6,57 (7 hari). d. Terdapat perbedaan yang bermakna antara Letak kelumpuhan berdasarkan Lokasi Infark (p=0,000). e. Berdasarkan hasil uji statistik, distribusi proporsi antara keadaan sewaktu pulang dengan sumber biaya tidak dapat dilakukan. f. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan sumber biaya (p=0,241). g. Terdapat perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan keadaan sewaktu pulang (p=0,000). Saran a. Kepada Masyarakat harus lebih memperhatikan lagi pola hidup sehat di usia dini sehingga penyakit stroke tidak terjadi dibawah usia harapan hidup. b. Kepada Penderita yang mempunyai faktor risiko stroke iskemik, perlu dilakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur untuk mencegah terjadinya stroke. c. Kepada Pihak RSUP Haji Adam Malik untuk mempertahankan pelayanan bagi penderita stroke iskemik dengan infark. d. Kepada pihak rekam medik RSUP Haji Adam Malik Medan untuk lebih melengkapai pencatatan data yang ada di rekam medis. Daftar Pustaka 1. Dikot,Y dkk, Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya. Edisi I. Jakarta. AsosiasiAlzheimer Indonesia 2. Madiyono,B dkk, Pencegahan Stroke dan Serangan Jantung Pada Usia Muda.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 3. The British Heart Foundation, Modelling the Burden of Cardiovascular Disease to ugins/publicationssearchresul ts/downloadfile.(diakses 28 April 2013) 4. Sutrisno, A, Stroke Sebaiknya Anda Tahu Sebelum Anda Terserang Stroke. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 5. Susan, BS, Morbidity and mortality:2012 chartbook on cardiovascular,lung, and blood disease. National Heart, Lung, and Blood Institute 6. Hennerici, MG dkk, Stroke. Oxford University Press, Hampshire 7. Taylor, F dkk, Stroke In India Factsheet. Jurnal SANCD: South Asia Network for Chronic Disease 8. The British Heart Foundation and The Stroke Assocation, Stroke Statistics 2009 Editions 9. Raahajeng, E dkk, 2012, Buletin Jendela Data Info Kesehatan Penyakit Tidak Menular tahun 2009 dan Nasution, D, Strategi Pencegahan Stroke Primer. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Neurologi FK USU. Universitas Sumatera Utara, Medan. 11. Marlina, Yuli, Gambaran Faktor Risiko pada Penderita Stroke Iskemik di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun Skripsi Fakultas Kedokteran USU, Medan 12. Nainggolan, E, Karakteristik Penderita Stroke Non Haemoragik Rawat Inap di RSUD Dr. Pringadi Medan Tahun 2003.Skripsi FKM USU 6

7 PEMANFAATAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus chempeden) DAN TEPUNG BIJI DURIAN ( Durio zibethinus murr ) DALAM PEMBUATAN BAKSO IKAN Epi Susianti 1, Jumirah 2, Etti Sudaryati 2 1 Alumni Mahasiswa Program Sarjana Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU 2 Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU susianti_epi@yahoo.co.id ABSTRACT Cempedak and durian seeds flour are the kind of seeds that are less utilized as a product of the food industry. Cempedak and durian seeds flour can be processed into various food product which can give contribute nutrient for schoolchildren. One of the product is fish meatball. This study aims to determine organoleptic and nutritional of modified fish meatball with cempedak and durian seed s flour. This experimental design was completely randomized design with of two factors are cempedak and durian seeds flour with composition of 35%:5%, 30%:10% and 25%:15%. Organoleptic test of modified fish meatball was given to thirthy panelist of students of state elementary school grade VI and then, nutrient analyzed was tested in laboratory of industrial research and standarization Agency Medan. Analyzed was done descriptively. The results showed that organoleptic test of modified fish meatball with cempedak and durian seeds flour was generally preferred. Of the third fates,it turns out fish meatball modified comparison 30%: 10% get the highest point and contain protein for the highest. In making fish meatball, it was recommended if the comparison between cempedak and durian seeds flour are 30% and 10%. It is need to give information and socialization about cempedak and durian seeds flour and durian so that can be made, received and used to be additional food of students. Keyword: fish meatball. cempedak seeds flour, durian seeds flour, organoleptic test, elemantary school. PENDAHULUAN Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun pada umumnya menyukai jajanan. Makanan jajanan yang di jual di sekolah tidak semuanya memiliki nilai gizi yang baik. Oleh karena itu, perlu kita mengenalkan makanan jajanan yang mengandung gizi, bersih, dan aman dikonsumsi sehingga memberi pengaruh yang menguntungkan bagi anak sekolah. Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu.

8 Zat gizi yang diperoleh dari makanan merupakan komponen penting bagi kesehatan anak. Pertumbuhan dan perkembangan yang dialami oleh anakanak membutuhkan zat gizi yang baik. Zat gizi yang dibutuhkankan adalah protein, energi dan komponen zat gizi lainnya. Zat gizi yang tidak terpenuhi membuat anakanak rentan terhadap kekurangan gizi dan gangguan pertumbuhan. Masa-masa anakanak membutuhkan 2000 kkal hingga 2100 kkal, dan protein gram untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan. Kondisi gizi yang tidak seimbang, baik kekurangan maupun kelebihan, akan mempengaruhi tumbuh kembang anak dan pengembangan potensinya (Sayogo, 2008). Salah satu faktor penting untuk kesehatan dan kecerdasan anak adalah terpenuhinya kebutuhan gizi anak. Zat gizi untuk anak pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan gizi yang dibutuhkan orang dewasa. Gizi tidak hanya tergantung pada kuantitas saja, melainkan juga pada kualitas makanan yang dikonsumsi oleh anak. Usia sekolah menjadi saat penting dimana pertumbuhan fisik pada anak mempunyai laju yang pesat dan lazimnya aktivitas yang mereka lakukan tinggi. Asupan gizi yang cukup akan mempengaruhi kesehatan anak, dan secara langsung akan turut membantu pertumbuhan anak. Namun, anak-anak umumnya menolak untuk mengonsumsi makanan sehat yang dapat memenuhi gizi anak sekolah yang mereka butuhkan. Mereka lebih suka mengkonsumsi makanan jajanan seperti bakso, mi instan, sirup, es, sejenis keripik, molen, sosis, dan sebagainya. Bakso merupakan makanan yang sangat populer bahkan digemari di Indonesia, dari kalangan muda hingga kalangan tua, dari golongan bawah maupun golongan atas. Hampir disetiap tempat kita dapat menjumpai para pedagang-pedagang bakso. Dari yang berjualan di kios-kios sampai pedagangpedagang yang menjajakan jualannya dengan menggunakan gerobak. Bakso dapat dibuat dari daging sapi, ayam, maupun ikan. Oleh karena itu, diperlukan suatu inovasi untuk menciptakan produk pangan baru yang bernilai gizi tinggi dan layak untuk dikonsumsi. Salah satu bentuk inovasi makanan jajanan yang sehat dan bernilai gizi tinggi adalah dengan pembuatan bakso dengan modifikasi tepung biji cempedak dan tepung biji durian dengan bahan dasar ikan lele. Di Indonesia konsumsi tepung terigu juga tinggi pada masyarakat disamping konsumsi beras. Indonesia juga sudah melakukan impor tepung terigu, demi memenuhi kebutuhan masyarakat akan terigu. Alasan pemerintah melakukan impor terigu karena produksi dalam negeri belum mencukupi kebutuhan terigu masyarakat Indonesia. Biji cempedak ternyata tidak selalu harus dianggap limbah dan dibuang begitu saja. Selama ini biji cempedak dimanfaatkan hanya dengan merebus dan memakannya. Kandungan karbohidrat biji cempedak, memang lebih rendah dibanding beras. Kandungan karbohidrat 100 gr beras sebesar 78,9 gr. Jika dibandingkan, maka dua kg cempedak sebanding dengan satu kg beras, meski begitu biji cempedak dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan pangan yang cukup bergizi karena masih adanya kandungan zat lain yang lebih tinggi di banding makanan penghasil karbohidrat lainnya seperti protein. Jika dibandingkan dengan berbagai jenis tanaman yang umum dipakai sebagai penghasil karbohidrat seperti beras giling, jagung rebus, dan singkong maka biji cempedak tersebut termasuk memiliki kadar zat gizi yang relatif potensial (Sumeru, 2006 ). Bagian buah durian yang lebih umum dikosumsi adalah bagian salut buah atau dagingnya. Kulit dan biji biasanya menjadi limbah yang hanya sebagian kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak, malahan sebagian besar dibuang begitu saja. Setiap 100 gr biji durian yang dimasak mengandung 51,1 gr air, 46,2 gr

9 karbohidrat, 9,79 gr protein, dan 0,2 gr lemak. Kadar karbohidratnya lebih tinggi dibanding singkong (34,7 %) ataupun ubi jalar (27,9 %). Kandungan karbohidrat yang tinggi ini memungkinkan dimanfaatkannya biji durian sebagai bahan pengganti sumber karbohidrat yang ada dalam bentuk tepung. Selanjutnya tepung ini bisa diproses lebih lanjut sebagai bahan baku produk-produk olahan pangan (Wahyono, 2009). Ikan lele mengadung karoten, vitamin A, protein, lemak, karbohidrat, fosfor, kalsium, zat besi, vitamin B1, vitamin B6, vitamin B12, dan kaya akan asam amino. Daging ikan lele mengandung asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sel otak pada anak dibawah usia 12 tahun sekaligus memelihara sel otak. Kandungan komponen gizi ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia baik pada anak-anak, dewasa, dan orang tua (Abbas, 2004). Manfaat ikan lele dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak. Kandungan asam amino esensial sangat berguna untuk tumbuh kembang tulang, membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh, dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu berlemak. Selain itu juga ikan lele dapat menghasilkan antibody, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen, untuk perbaikan pada jaringan tubuh. Berdasarkan survei awal yang dilakukan makanan jajanan yang biasa disukai anak Sekolah Dasar Negeri Helvetia Medan adalah bakso yang terbuat dari campuran tepung terigu dan tepung tapioka dan daging ayam dan terkadang campuran daging sapi dan kulit ayam. Menurut penjelasan penjual anak Sekolah Dasar ini lebih menyukai bakso yang terbuat dari daging tetapi penjual hanya memiliki modal sedikit untuk bisa menjual bakso tersebut, sebab itu penjual kadang memodifikasi bahan-bahan bakso tersebut agar bisa terasa enak dan disukai anak Sekolah Dasar Negeri Helvetia Medan. Adapun yang menjadi rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pemanfaatan tepung biji cempedak dan tepung biji durian dalam pembuatan bakso ikan dan daya terimanya. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan rancangan acak lengkap. Analisis zat gizi dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan dan pelaksanaan uji daya terima dilakukan di SDN Helvetia Medan. Waktu penelitian dilakukan mulai dari bulan Agustus-Januari Objek dalam penelitian ini adalah bakso ikan dengan modifikasi tepung biji cempedak, tepung biji durian sebesar 35%:5%, 30%:10%, 25%:15% dan masing penambahan ikan lele 60%. Panelis dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih yang diambil dari 30 orang siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri Helvetia Medan yang duduk dibangku kelas VI. Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase, kemudian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pada masing-masing perlakuan maka digunakan analisis sidik ragam. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis organoleptik bakso ikan dengan modifikasi tepung biji cempedak dan tepung biji durian tergolong disukai dan memiliki tingkat kesukaan yang berbeda dari segi rasa, warna dan tekstur serta memiliki kandungan gizi yang berbeda. Tabel analisis organoleptik dan kandungan gizi dapat dilihat sebagai berikut:

10 1. Uji daya terima bakso ikan Dari hasil analisis uji daya terima bakso ikan dengan modifikasi tepung biji cempedak dan tepung biji durian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Kriteria Rasa Analisis Organoleptik Rasa Bakso Ikan dengan Modifikasi Tepung Biji Cempedak dan Tepung Biji Durian A 1 A 2 A 3 S % S % S % Suka 42 46, , ,3 Kurang Suka 30 33, , ,9 Tidak Suka 1 1, ,1 Total 73 81, , ,3 Pada tabel 1, menunjukkan bakso ikan pada perlakuan A 2 memiliki skor tertinggi, sedangkan pada perlakuan A 1 memiliki skor terendah. Berdasarkan nilai persentasi hasil uji menunjukkan perlakuan A 1, A 2 maupun A 3 tergolong disukai panelis. Tabel 2. Rata-rata Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa A 2 A 3 = 2,77 2,50 = 0,27 0,28 A 2 A 1 = 2,77 2,43 = 0,34 0,29 A 3 A 1 = 2,50 2,43 = 0,07 < 0,28 A 3 A 2 A 1 2,50 2,77 2,43 Jadi A 2 =A 3 Jadi A 1 A 2 Jadi A 1 = A 3 Berdasarkan hasil Uji Ganda Duncan pada tabel 2, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap rasa bakso ikan pada perlakuan A 2 tidak sama dengan rasa bakso ikan pada perlakuan A 1 dan rasa bakso ikan pada perlakuan A 3. Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan (threshold). Batas ini tidak sama pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (Winarno 1997). Hal ini juga yang memberikan perbedaan terhadap penilaian yang diberikan oleh panelis sehingga berbagai variasi modifikasi tepung biji cempedak dan tepung biji durian memberi perbedaan rasa bakso ikan yang dihasilkan. Tabel 3. Kriteria Warna Analisis Organoleptik Warna Bakso Ikan dengan Modifikasi Tepung Biji Cempedak dan Tepung Biji Durian A 1 A 2 A 3 S % S % S % Suka , ,7 Kurang Suka 24 26, , ,3 Tidak Suka 6 6, ,4 Total 66 73, , ,4 Pada tabel 3, menunjukkan bakso ikan pada perlakuan A 2 memiliki skor tertinggi, sedangkan pada perlakuan A 1 memiliki skor terendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna bakso ikan pada perlakuan A 2. Tabel 4. Rata-rata Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna A 2 A 3 = 2,67 2,23 = 0,44 0,29 A 2 A 1 = 2,67 2,20 = 0,47 0,31 A 3 A 1 = 2,23 2,20 = 0,03 < 0,29 A 3 A 2 A 1 2,23 2,67 2,20 Jadi A 2 A 3 Jadi A 1 A 2 Jadi A 1 = A 3 Berdasarkan hasil Uji Ganda Duncan pada tabel 4, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna bakso ikan pada perlakuan A 1 sama dengan warna bakso ikan pada perlakuan A 2. Namun warna bakso ikan pada perlakuan A 3 berbeda dengan warna bakso yang lain. Pewarnaan pada bakso ikan tepung biji cempedak dan tepung biji durian ini terjadi karena reaksi Maillard. Pemanasan menyebabkan terbukanya sisi aktif beberapa asam amino dalam protein

11 tepung dan terjadi reaksi dengan gula reduksi yang akan berakhir dengan terbentuknya melanoidin (berwarna coklat). Baik atau tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata. Warna coklat yang terbentuk pada bakso ikan tepung biji cempedak dan tepung biji durian disebabkan karena reaksi pencoklatan nonenzimatis atau reaksi maillard. Menurut Winarno (1997) bahwa reaksi maillard dari group asam amino lisin terjadi dengan kehadiran gula reduksi seperti glukosa yang menghasilkan ikatan protein e-n-de- Soxyfructocyl-1-lysine yang menghasilkan warna coklat. perlakuan A 3 berbeda dengan warna bakso yang lain. Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang. 2. Kandungan zat gizi bakso ikan Dari hasil analisis kandungan zat gizi bakso ikan dengan modifikasi tepung biji cempedak dan tepung biji durian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Analisis Organoleptik Tekstur Bakso Ikandengan Modifikasi Tepung Biji Cempedak dan Tepung Biji Durian Tabel 7. Kandungan Zat Gizi dalam 100 gram Bakso Ikan dengan Modifikasi Tepung Biji Cempedak dan Tepung Biji Durian Kriteria Tekstur A 1 A 2 A 3 S % S % S % Suka , Kurang Suka 44 48, , ,2 Tidak Suka ,2 Total 64 71, , ,4 Zat Gizi A 1 A 2 A 3 Karbohidrat (gr) 36,9 29,09 37,39 Protein (gr) 6,75 8,83 1,50 Lemak (gr) 0,81 0,70 1,11 Abu (gr) 0,78 1,76 1,74 Air (gr) 54,76 60,15 58,26 Pada tabel 5, menunjukkan bakso ikan perlakuan A 2 memiliki skor tertinggi dengan tingkat kesukaan adalah suka, sedangkan pada perlakuan A 1 memiliki skor terendah dengan tingkat kesukaan kurang suka. Hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur bakso ikan pada perlakuan A 2. Tabel 6. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Tekstur Rata-rata A 2 A 3 = 2,53 2,23 = 0,3 0,25 A 2 A 1 = 2,53 2,13 = 0,4 0,27 A 3 A 1 = 2,23 2,13 = 0,1 < 0 A 3 A 2 A 1 2,23 2,53 2,13 Jadi A 2 A 3 Jadi A 1 A 2 Jadi A 1 = A 3 Berdasarkan hasil Uji Ganda Duncan pada tabel 6, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur bakso ikan pada perlakuan A 1 sama dengan tekstur bakso ikan pada perlakuan A 2. Namun tekstur bakso ikan pada Pada tabel 7, menunjukkan bakso ikan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3 dalam tiap 100 gram ( 10 butir bakso ikan) memberikan sumbangan karbohidrat masing-masing sebesar 36,6 gram, 29,09 gram dan 37,39 gram. Angka kebutuhan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi anak usia sekolah 7-12 tahun yaitu karbohidrat sebesar kkal per orang per hari. Makanan tambahan setidaknya mampu menyediakan 50%-65%dari total kebutuhan karbohidrat yaitu sekitar 1000kkal per orang per hari (Almatsier, 2005). Dari hasil analisis jumlah energi yang terkandung dalam masing-masing perlakuan A 1 sebesar 146,6 kkal, A 2 sebesar 116,36 kkal, A 3 sebesar 149,6 kkal. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam tiap 100 gram bakso ikan pada perlakuan A 1, A 2, dan A 3 mampu menyediakan karbohidrat 14% - 18% dari total kebutuhan karbohidrat. Untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat

12 perlu dimodifikasikan dengan bahan pangan lain seperti penambahan mie pada bakso ikan tersebut. Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi manusia. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal. Sebagian karbohidrat didalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi didalam jaringan lemak. Karbohidrat memberi rasa manis pada makanan, khususnya mono dan disakarida, penghemat protein, apabila karbohidrat tidak memenuhi, maka protein akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, dengan mengalahkan fungsi utamanya sebagai pembangun. Sebaliknya bila karbohidrat makanan mencukupi, protein terutama akan digunakan sebagai zat pembangun (Kosyadi, 1985). Bakso ikan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3 dalam tiap 100 gram ( 10 butir bakso ikan) memberikan sumbangan protein masing-masing sebesar 6,75 gram, 8,83 gram dan 1,50 gram. Menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004), angka kebutuhan gizi rata-rata yang dianjurkan bagi anak usia sekolah 7-12 tahun yaitu protein sebesar gram per orang per hari atau setidaknya mampu menyediakan 10% dari total kebutuhan protein. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam tiap 100 gram bakso ikan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3 telah mampu menyediakan protein 3% - 19% dari total kebutuhan protein. Dengan demikian, maka bakso ikan tersebut telah mampu menyediakan kebutuhan protein usia anak sekolah. Protein mempunyai peranan yang sangat penting di dalam tubuh. Fungsi utamanya sebagai zat pembangun atau pembentuk struktur sel, misalnya untuk pembentukan otot, rambut, kulit, membran sel, jantung, hati, ginjal dan beberapa organ penting lainnya. Kemudian terdapat pula protein yang mempunyai fungsi khusus, yaitu protein yang aktif. Beberapa diantaranya adalah enzim yang bekerja sebagai biokatalisator, hemoglobin sebagai pengangkut oksigen, hormon sebagai pengatur metabolisme tubuh dan antibodi untuk mempertahankan tubuh dari serangan penyakit (Sirajuddin dkk, 2010). Bakso ikan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3 dalam tiap 100 gram ( 10 butir bakso ikan) memberikan sumbangan lemak masing-masing sebesar 0,81 gram, 0,70 gram dan 1,11 gram. Angka kebutuhan lemak pada anak sekolah 20-30% dari kebutuhan energi total. Dari hasil penelitian dari masing-masing perlakuan hanya mampu menyumbang lemak A 1 (35%;5%) sebesar 7,29 kkal, A 2 sebesar 6,3 kkal, A 3 sebesar 9,99 kkal. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam tiap 100 gram bakso ikan pada perlakuan A 1, A 2 dan A 3 hanya mampu menyediakan lemak 1% - 2% dari total kebutuhan lemak. Dengan demikian, maka bakso ikan tersebut belum mampu menyediakan total kebutuhan lemak. Untuk memenuhi kebutuhan lemak perlu dimodifikasikan dengan bahan pangan lain seperti penambahan mie kuah pada bakso ikan tersebut. Lemak memperhemat sekresi asam lambung dan memperlambat pengosongan lambung, sehingga lemak memberi rasa kenyang lebih lama. Disamping itu lemak memberi tekstur yang disukai dan memberi kelezatan khusus pada makanan. Lemak juga merupakan pelumas dan membantu pengeluaran sisa pencernaan. Lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara cepat, dengan demikian lemak berfungsi juga dalam memelihara suhu tubuh dan menyelubungi organ-organ tubuh, seperti jantung, hati, dan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap ditempatnya dan melindunginya terhadap benturan dan bahaya lain (Arisman, 2004).

13 KESIMPULAN 1. Modifikasi tepung biji cempedak dan tepung biji durian dalam pembuatan bakso ikan dalam setiap perlakuan memberi pengaruh yang berbeda dari segi tekstur, warna dan rasa maupun kandungan zat gizi bakso ikan yang dihasilkan. 2. Berdasarkan uji daya terima bakso ikan secara umum tergolong disukai, tetapi bakso ikan dengan modifikasi tepung biji cempedak 30% dan tepung biji durian 10% lebih disukai. 3. Bakso ikan modifikasi tepung biji cempedak 30% dan tepung biji durian 15% memiliki kandungan protein lebih tinggi dibanding dengan bakso ikan 35%;5% dan 25%;15%. SARAN 1. Pembuatan bakso ikan dengan modifikasi tepung biji cempedak dan tepung biji durian, disarankan perbandingan komposisi tepung biji cempedak 30% dan tepung biji durian 10%. 2. Perlu adanya sosialisasi mengenai bakso ikan yang dimodifikasi dengan tepung biji cempedak dan tepung biji durian sebagai makanan tambahan untuk anak sekolah. Lemak dan Serat Makanan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. LIPI. Jakarta Kosyadi, D Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. PT Gramedia, Jakarta Sayogo, F Kebutuhan Gizi Anak Sekolah. Swadaya. Jakarta Sirajuddin, Saifuddin, dan Najamuddin, U Penuntun Praktikum Biokimia. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makasar Sumeru, A Meningkatkan Bebuahan Tropis Indonesia. Andi Yogyakarta. Yogyakarta Wahyono, B Durian. Kanisius. Yogyakarta Winarno, F.G Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta DAFTAR PUSTAKA Abbas, S Pembuatan Sale Ikan Lele. Kanisius. Yogyakarta Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Arisman, MB Gizi dalam Daur Kehidupan dalam Buku Ajar Ilmu Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta Hardinsyah dan Tambunan Angka Kecukupan Energi, Protein,

14 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PSK DENGAN KEMAMPUAN MEYAKINKAN PELANGGAN UNTUK MENGGUNAKAN KONDOM DI LOKALISASI PSK DOLOKSANGGUL KECAMATAN DOLOK SANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2013 Margaret Leony Veronica Simamora 1, Heru Santosa 2, Maya Fitria 2 1 Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2 Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat ABSTRACT Sexually transmitted diseases (STDs) including HIV and AIDS infection is mostly transmitted through sexual intercourse both with couples who have already contracted the disease as well as who often alternated between a couple. Commercial sex workers is one trigger the transmission of sexually transmitted diseases, especially HIV and AIDS. This research aims to know the relationship between knowledge and attitude of commercial sex workers with ability to convince customers to use condom in district Doloksanggul This type of research is a survey of analytical by using the cross-sectional design, the population in the study were all is in 3 localization of commercial sex workers in Doloksanggul Subdistrict, namely amounting to 63 people and used as the total sampling. The data obtained by interview using a questionnaire and analyzed by chi-square test.. From the results of chi-square test (α<0.05), indicating there is a significant relationship between the knowledge with the ability to convince customers to use condoms (p = 0.002). And shows there is a significant relationship between attitude with ability to convince customers to use condoms (p = 0.032). The commercial sex workers is expected to be more able to provide protection to himself by improving the ability to convince customers to use condom. And to the local goverment to better reproduce the division of condom to the commercial sex workers. Keywords : Knowledge, Attitude, Condoms, Commercial Sex Workers. Pendahuluan AIDS adalah kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome.Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di Amerika Serikat. Pada tahun 1983 berhasil di isolasi HIV, yang kemudian diketahui sebagai penyebab AIDS. Menurut DepKes (2005) sampai akhir tahun 2004 menurut perkiraan UNAIDS, secara kumulatif terdapat 39,4 juta orang dengan HIV/AIDS di seluruh dunia (Anik, 2009). Penularan heteroseksual (dari pria ke wanita atau sebaliknya) dengan cara bersetubuh, merupakan cara perpindahan HIV yang paling umum di daerah Afrika, Karibia, dan beberapa bagian Amerika Selatan. Di Amerika Serikat, hubungan seks antara wanita dan pria merupakan modus dari 75% kasus infeksi HIV di seluruh dunia (Ronald, 2011). Kasus AIDS di Indonesia pada September 2012 jumlah kasus baru AIDS yang dilaporkan sebanyak kasus. Jumlah kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari provinsi DKI Jakarta 648 kasus, Jawa Tengah 140 kasus, Bali 1012 kasus, Jawa Barat 80 kasus dan Kepulauan Riau 78 kasus. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual 81,9%, penggunaaan jarum suntik tidak steril 7,2%0, dari ibu (positif HIV) ke anak 4,6% dan lelaki sama lelaki 2,8% (Kemenkes, 2012).

15 HIV dari bulan Januari sampai Maret jumlah infeksi baru HIV sebanyak kasus. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporka pada kelompok umur tahun 74,2%, diikuti kelompok umur tahun 14%, dan kelompok umur 50 tahun 4,8%. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual 50,5%, penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun 8,4%, dan lelaki sama lelaki 7,6%. AIDS dari bulan Januari sampai Maret jumlah AIDS baru yang dilaporkan sebanyak 460 kasus. Persentase AIDS tertinggi pada kelompok umur tahun 39,1%, diikuti kelompok umur tahun 26,1% dan kelompok umur umur tahun 16,5%. Jumlah AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi Jawa Tengah 175 kasus, Sulawesi Tengah 59 kasus, Banten 34 kasus, Jawa Barat 33 kasus dan Riau 32 kasus. Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual 81,1%, penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun 7,8%, dari ibu positif HIV ke anak 5%, dan lelaki sama lelaki 2,8% (Kemenkes, 2013). Data perkiraan penanggulangan AIDS pada orang terinfeksi virus HIV/AIDS di Sumatera Utara menyebutkan, 60% merupakan pecandu narkoba suntik, 14% pelanggan PSK, 9% pasangan pecandu narkoba suntik, 5% lelaki homoseksual, sedangkan sisanya merupakan wanita PSK dan waria (Darwinsyah, 2012). Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2012 jumlah laki-laki hidung belang diperkirakan 6,7 juta. Lakilaki ini menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat, antara lain melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah (Harahap, 2012). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penularan HIV/AIDS yang bersumber dari kalangan PSK ini adalah melalui penggunaan kondom. Seperti negara Thailand tercatat berhasil menurunkan tingkat penularan penyakit HIV sampai 83 % dengan program penyediaan kondom (Harahap, 2010). Jumlah penjaja seks (PS) baik perempuan maupun laki-laki meningkat dari tahun ke tahun. Penjaja seks langsung berada di lokalisasi dan di tempat-tempat umum, dan penjaja seks tidak langsung umumnya berada di lingkungan bisnis hiburan seperti karaoke, bar, salon kecantikan, panti pijat, dsb. Penjaja seks merupakan sub-populasi berperilaku risiko tinggi bersama dengan waria, lelaki suka lelaki. Pada tahun 2006 jumlah wanita penjaja seks orang, waria orang dan lelaki suka lelaki berjumlah Pertumbuhan ekonomi di daerah perkotaan dan kelemahan ekonomi pedesaan dikhawatirkan akan meningkatkan jumlah wanita penjaja seks lebih pesat. Bilamana upaya melakukan seks aman bagi mereka dan pelanggannya tidak berjalan baik maka penyebaran HIV melalui modus ini akan terus berlangsung (KPAN, 2007). Pada survei awal pada bulan Juli 2013 di lokalisasi PSK Doloksanggul, jumlah PSK di lokalisasi tersebut ada 63 orang, usia dari para PSK berkisar antara tahun. Pada lokalisasi tersebut yang paling banyak adalah wanita yang sudah menikah dan memiliki anak, berprofesi sebagai PSK menjadi pilihan terakhir dalam mencari nafkah, membiayai keluarga dan membayai pendidikan anaknya. Menurut keterangan tidak sedikit di lokalisasi tersebut para PSK mengumpulkan hasil keringatnya dan apabila sudah merasa cukup untuk modal, mereka akan kembali ke daerahnya masing-masing untuk kembali ke kehidupan yang lebih layak. Mereka berstatus janda bercerai dan ada juga janda yang memang ditinggalkan oleh suaminya tanpa ada proses perceraian. PSK di lokalisasi tersebut sebagian kecil juga gadis yang belum menikah, alasan mereka untuk menjadi PSK untuk mencari kebutuhan hidup. Pada awalnya mereka di

16 ajak oleh kawannya yang telah lebih dahulu berprofesi sebagai PSK. Karena berpikir zaman sekarang ini susah mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan uang yang cukup maka dia pun ikut berprofesi sebagai PSK. Dari wawancara sebagian PSK mereka menyatakan kadang-kadang mereka juga menawarkan kondom untuk dipakai pelanggan, tapi sebagian besar para pelanggan tidak mau untuk memakainya, katanya kenikmatan akan beda apabila memakai kondom. ga dipaksa juga mbak, toh kami juga sudah memakai KB suntik, jadi akan tetap aman ga akan hamil. Dari pemaparan mereka terlihat bahwa pengetahuan mereka mengenai penyakit menular seksual, dan terutama HIV/AIDS adalah sangat kurang. Kurangnya pengetahuan mengenai kegunaan kondom, menyebabkan pemakaian kondom dikalangan mereka lemah. Dari penuturan salah satu PSK tersebut, mereka hanya tahu kalau memakai kondom itu hanya sebagai alat untuk mencegah kehamilan. Dari semua yang telah ada dari latarbelakang yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik untuk melihat bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap para PSK dengan kemampuan meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom di lokalisasi PSK di Doloksanggul. Perumusan Masalah Bagaimanakah hubungan pengetahuan dan sikap PSK dengan kemampuan meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap PSK dengan kemampuan meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom. Manfaat Penelitian 1. Sebagai masukan bagi para PSK untuk lebih bisa menjaga kesehatan diri melalui penggunaan kondom kepada para pelanggan. 2. Sebagai bahan masukan dan penambahan catatan dalam menjalankan program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. 3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan crosssectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua responden wanita PSK yang ada di 3 lokalisasi sebanyak 63 orang, yaitu Cafe Arizona 25 orang, Cassanova Cafe 20 orang, dan Keto Cafe 18 orang. Dan seluruh populasi dijadikn sampel yaitu sebanyak 63 orang. Aspek Pengukuran : 1. Pengetahuan Untuk mengukur tingkat pengetahuan digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden. Jumlah pertanyaan untuk mengukur pengetahuan ada 12. Dari setiap pertanyaan jika setiap jawaban yang benar maka akan diberi nilai 1, jika jawaban salah maka akan diberi nilai 0 dan jika menjawab tidak tahu maka akan diberi nilai 0. Jadi nilai tertinggi adalah 12. Kemudian variabel pengetahuan dikategorikan sebagai berikut : 1. Pengetahuan baik bila total skor responden 9 ( 76% ) 2. Pengetahuan cukup bila total skor reponden 6-8 (50% - 75%) 3. Pengetahuan kurang bila total skor responden 5 ( < 49%) 2. Sikap Untuk mengukur sikap digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden. Penyusunan dan penilaian pernyataan disusun berdasarkan skala likert, terdiri dari pernyataan positif dan penyataan negatif (Hidayat, 2007). Jumlah pertanyaan untuk mengukur sikap ada 10. Dari setiap pertanyaan akan diberi 5 pilihan jawaban. Pada pertanyaan positif, jika responden menjawab sangat setuju maka akan diberi nilai 5, jika responden

17 menjawab setuju maka akan diberi nilai 4, jika responden menjawab kurang setuju maka akan diberi nilai 3, jika responden menjawab tidak setuju maka akan diberi nilai 2, dan jika responden menjawab sangat tidak setuju maka akan diberi nilai 1. Pada pertanyaan negatif, penilaiannya dibalik dari penilaian pernyataan positif. Jika responden menjawab sangat setuju maka akan diberi nilai 1, jika responden menjawab setuju maka akan diberi nilai 2, jika responden menjawab kurang setuju maka akan diberi nilai 3, jika responden menjawab tidak setuju maka akan diberi nilai 4, dan jika responden menjawab sangat tidak setuju maka akan diberi nilai 5. Nilai tertinggi adalah 50. Kemudian variabel sikap dikategorikan sebagai berikut : 1.Sikap baik apabila total skor responden ( 76 %) 2.Sikap sedang apabila total skor responden (50% - 75%) 3.Sikap buruk apabila total skor responden 24 ( 49%) 3. Kemampuan meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom Untuk mengukur posisi tawar pada PSK digunakan skala ordinal dengan cara wawancara kepada responden. Jumlah pertanyaan untuk variabel dependen ada 4. Dari setiap pertanyaan, apabila responden menjawab ya maka akan diberi nilai 2, jika responden menjawab kadangkadang maka akan diberi nilai 1, dan jika responden menjawab tidak maka akan diberi nilai 0. Nilai tertinggi adalah 8. Kemudian variabel posisi tawar pada PSK dikategorikan sebagai berikut : 1. Kemampuan baik apabila total skor responden 4 ( 51% ) 2. Kemampuan buruk apabila total skor responden < 4 ( < 51% ) Hasil dan Pembahasan Analisis Univariat Gambaran Karakteristik Responden Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 Umur f % , , , ,5 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 1. di atas dapat diketahui bahwa dari 63 responden paling banyak berumur tahun yaitu sebanyak 30 responden (47,6%), dan paling sedikit adalah tahun yaitu sebanyak 6 responden (9,5%). Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja Di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 Lama Bekerja f % , ,9 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa dari 63 responden paling banyak yang lama bekerja antara 1-5 tahun yaitu sebanyak 53 responden (84,1%), dan yang paling sedikit adalah yang lama bekerja antara 6-10 tahun sebanyak 10 responden (15,9%). Tabel 3. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Melayani Klien 1 hari Di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 Frekuensi melayani klien f % dalam 1 hari ,9 12,7 25,4 27,0 17,5 9,5 Jumlah ,0

18 Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa dari 63 responden paling banyak frekuensi melayani klien dalam 1 hari 4 kali yaitu sebanyak 17 responden (27,0%), dan paling sedikit adalah 1 kali sebanyak 5 responden (7,9%). Tabel 4. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 Pendidikan Terakhir f % Responden SD SMP SMA S ,9 39,7 42,9 1,6 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa dari 63 responden paling banyak pendidikan terakhir SMA yaitu 27 responden (42,9%), dan paling sedikit pendidikan terakhir yaitu S1 sebanyak 1 responden (1,6%). Tabel 5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Di Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2013 Penghasilan Responden f % 1juta 10 juta 11juta 20 juta 21juta - 30 juta 31juta 40 juta ,2 19,0 3,2 1,6 Jumlah ,0 Berdasarkan tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa dari 63 responden paling banyak berpenghasilan adalah 1 juta 10 juta yaitu sebanyak 48 responden (76,2%), dan yang paling sedikit berpenghasilan adalah 31 juta 40 juta yaitu sebanyak 1 responden (1,6%). Analisis Bivariat Hubungan variabel independen (pengetahuan, sikap) dengan variabel dependen yaitu kemampuan PSK meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom di lokalisasi PSK doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan dapat dilihat pada table dibawah ini : Tabel 6. Hasil Analisis Uji Bivariat Variabel Independen p-value Pengetahuan 0,002 Sikap 0,032 Pada tabel 6 diatas dapat diketahui ada hubungan pengetahuan dengan kemampuan PSK meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom. Ini menun jukkan bahwa Semakin tinggi pengetahuan responden maka semakin tinggi kemauan dan kemampuan PSK meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom. Hal ini sesuai dengan penelitian Roselly (2008) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan tindakan PSK menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seks (nilai p=0,000 <0,05). Pengetahuan PSK tersebut berkenaan dengan defenisi, manfaat, akibat dan cara menggunakan kondom serta pengertian, cara penularan dan pencegahan HIV /AIDS. Ditemukan bahwa para responden menjawab semua pertanyaan, dan dari sebagian responden yang berpengetahuan rendah untuk kemampuannya meyakinkan pelanggan untuk memakai kondom baik, sebaliknya para responden yang berpengetahuan baik malah memiliki kemampuan yang rendah karena lebih mementingkan kemauan pelanggan dan penghasilan daripada harus menjaga kesehatan dirinya. Penggunaan kondom ini dikaitkan dengan pencegahan penyakit menular seksual juga untuk kesehatan reproduksi para responden tersebut. Kesehatan reproduksi penting karena mereka adalah wanita yang berinteraksi dengan para pelanggan yang mereka tidak tahu apakah pelanggan mereka mengidap penyakit atau tidak. Responden yang tingkat pendidikannya adalah SD memiliki nilai pengetahuan buruk. Ini menunjukkan kurangnya

19 informasi yang diketahui mengenai bahaya dari pekerjaan mereka. Ada sebagian lagi dari responden yang berpengetahuan buruk tetapi memiliki kemampuan yang baik. Hanya bermodalkan supaya jangan tertular penyakit seksual, mereka berusaha menjaga diri dengan meyakinkan pelanggannya untuk menggunakan kondom. Satu dari 63 responden ada yang berpendidikan terakhir adalah S1, dari hasil pengisian kuesioner untuk kategori pengetahuan, memiliki nilai skor akhir adalah baik, dari 12 pertanyaan, responden tersebut menjawab benar 8 soal, ini menunjukkan semakin tinggi pendidikan seseorang maka tingkat pengetahuannya juga akan semakin baik. Ada hubungan sikap dengan kemampuan PSK meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom. Ini menunjukkan bahwa memberi makna bahwa sikap yang baik, akan lebih konsisten untuk meyakinkan para pelanggan untuk menggunakan kondom. Sikap kurang akan tidak konsisten untuk meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom. Hal ini sesuai dengan penelitian Roselly (2008) yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan tindakan PSK menggunakan kondom (p=0,000<0,05). Dari hasil penelitian menjelaskan bahwa para PSK yang memiliki sikap baik diikuti dengan tindakan mereka yang tidak mau meyakinkan pelanggannya untuk menggunakan kondom. Ini disebabkan karena para pelanggan merasa tidak nyaman dan tidak menikmati pabila menggunakan kondom, dan bagi para PSK belum sepenuhnya meyadari bahwa pemakaian kondom adalah salah satu upaya pencegahan bahaya terbesar terkena penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS apabila tidak memberikan perlindungan kepada dirinya sejak dini. Dari hasil wawancara, sebagian dari para PSK yang sadar akan pentingnya menjaga diri dari bahaya penularan penyakit, mereka kadang melakukan kebohongan kepada para klien. Ketika mereka buka meja (istilah para PSK pada waktu mendampingi/menemani calon pelanggannya untuk minum) mereka akan berusaha membuat pelanggannya tersebut berada di bawah pengaruh alkohol, dan tiba waktunya mereka akan melayani pelanggannya, mereka akan berujar bahwa PSK tersebut sudah melayani pelanggan, padahal sebenarnya mereka belum melayani, mereka memiliki kesempatan berbohong ketika pelanggannya sedang berada dibawah pengaruh alkohol dan hampir tidak sadarkan diri. Ini menunjukan sebagian PSK masih sadar dengan risiko pekerjaanya, sadar dengan kesehatannya akan menunjukkan sikap yang baik untuk melindungi dirinya. Berusaha melindungi dirinya dengan berbohong, juga akan mendatangkan rezeki bagi dirinya, mereka tidak melayani tetapi mereka dibayar. Dari hasil wawancara juga, ada juga sebagian PSK yang memang selalu menolak melakukan hubungan apabila seksual apabila tidak menggunakan kondom. Penolakan ini dilakukan atas dasar adat yang dia pahami. Kriteria dari responden ini adalah resonden yang hanya berpendidikan SMA, dan dari tindakan penolakan ini dia hanya memiliki penghasilan /bulan. Pada adat yang mereka anut, pria harus disunat, jadi dia beranggapan pria yang tidak disunat itu kotor. Apapun imbalannya apabila tidak menggunakan kondom PSK tersebut tidak akan mau melayani pelanggan. Lebih baik dia melakukan penolakan daripada harus melayani pria tersebut. Sikap tegas PSK yang bukan harus merayu dan memaksa pelanggan untuk menggunakan kondom. hal ini sesuai dengan 3 komponen sikap yang dijelaskan oleh Allport yaitu yang pertama kepercayaan (keyakinan) ide, konsep, terhadap suatu objek, yang kedua kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, dan yang ketiga kecenderungan untuk bertindak. Ketiga komponen ini membentuk sikap yang utuh. Dalam penentuan sikap ini,

20 pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Berbagai pendapat diutarakan, para PSK selalu menawarkan kondom dengan alasan untuk menjaga kesehatan dan terhindar dari IMS (Infeksi Menular Seksual), dan untuk mencegah kehamilan, merasakan kenyamanan, dan karena sudah ada rasa cinta. Bagi para PSK yang kadang-kadang atau bahkan tidak menawarkan kondom kepada pelanggan memiliki alasan karena pelanggan tidak mau memakai kondom. Ketika kondom sudah ditawarkan tetapi pelanggan menolak maka sebagian PSK akan selalu membujuk/merayu agar pelanggan mau menggunakan kondom dengan alasan untuk menghindari tertularnya penyakit, ingin membuat kenyamanan kedua belah pihak, untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan seperti menjadi orang yang menularkan penyakit kepada orang lain, ada PSK yang berujar kalau ga mau, yaudah. Bagus cari yang lain dan kadang-kadang merayu karena tidak semua pelanggan tidak suka memakai kondom, sebagian ada yang mau, sebagian lagi tidak mau. Sedangkan untuk para PSK yang kadang-kadang merayu atau tidak merayu pelanggan ketika sudah menolak memberikan alasan utamanya bekerja adalah mencari penghasilan, jadi ketika pelanggan menolak menggunakan kondom, maka PSK tersebut akan tetap mau melayani pelangganya. Alasan lain menyebutkan bahwa kebanyakan pelanggan tidak mau memakai kondom atau alat kontrasepsi, PSK yang tidak merayu pelanggan untuk menggunakan kondom memberikan alasan bahwa kehendak tidak boleh dipaksa, kalau pelanggan tidak mau maka tidak akan membujuk lagi. Salah satu masalah dari kesehatan reproduksi menurut Mohammad,Kartono (1998) yang dikutip dari Saroha pinem (2009) masalah penyakit menular seksual lama, seperti sifilis dangonorrhea, masalah penyakit menular seksualitas yang reltif baru seperti klamydia dan herpes, masalah HIV/AIDS. Responden yang berpendidikan paling tinggi (S1) memiliki tindakan untuk meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom. Responden sangat setuju dengan pernyataan pelanggan harus selalu menggunakan kondom, tidak akan melayani apabila pelanggan tidak mau memakai kondom. Dengan merangkum semua alsan adalah agar tidak terjadi penularan penyakit menular seksual dan untuk meminimalkan dan menimbulkan kemauan peanggan untuk menggunakan kondom, maka responden tersebut kadangkadang akan memberitahukan risiko dari tidak menggunakan kondom. Memang alasan dari bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan finansial, tapi tidak membuat para PSK selalu mengikuti kemauan pelanggannya, melakukan hubungan seksual dengan tidak menggunakan kondom. pentingnya menjaga kesehatan terutama kesehatan reproduksi berguna juga untuk kehidupan mereka di masa yang akan datang. Insiden penyakit menular seksual terutama HIV/AIDS akan menimbulkan suatu komplikasi medis yang bahaya bagi kesehatan reproduksi, seperti kemandulan, gangguan kehamilan, kecacatan, gangguan pertumbuhan, kanker, bahkan kematian. Mengingat para responden bekerja hanya untuk mencari modal, maka alangkah baiknya mereka menjaga kesehatan mereka dengan pencegahan sederhana seperti pemakaian kondom pada pelanggan pada saat ingin melakukan hubungan seksual. Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan 1. Berdasarkan pengetahuan para PSK terhadap pemakaian kondom pada pelanggan paling banyak pada kategori pengetahuan kurang yaitu 28 responden (44,4%) dan paling sedikit pada kategori baik yaitu 18 responden (28,6%). 2. Berdasarkan sikap PSK terhadap kemampuan meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom paling banyak pada kategori sedang yaitu 41

21 responden (65,1%) dan yang paling sedikit pada kategori buruk yaitu 5 responden (7,9%). 3. Berdasarkan kemampuan meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom, paling banyak pada kategori buruk yaitu 39 responden (61,9%) dan paling sedikit pada kategori baik yaitu 24 responden (38,1%). 4. Dari hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kemampuan meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom, dengan nilap p= 0, Dari hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan kemampuan meyakinkan pelanggan untuk menggunakan kondom, dengan nilap p= 0,032. Saran 1. Bagi para PSK diharapkan supaya lebih bisa memberikan perlindungan kepada dirinya, dengan cara lebih tegas untuk menyarankan pelanggan untuk menggunakan kondom. 2.Bagi pemerintah setempat supaya lebih meningkatkan frekuensi pemeriksaan para PSK dengan cara peningkatan kinerja petugas kesehatan dalam hal Komunikasi, informasi dan Edukasi tentang kondom dan HIV/AIDS agar dapat memberikan penyuluhan dan pendekatan kepada PSK dan lebih memperbanyak penyediaan atau pembagian kondom secara cuma-cuma bagi para PSK. DAFTAR PUSTAKA 1. Anik M, Ummu A, Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi. Trans Info Media, Jakarta. 2. Darwinsyah, M, Di Sumut Terdapat Seribuan Pengidap HIV/AIDS hatan/di-sumut-terdapat-seribuanpengidap-hiv/aids/index.php. Diakses pada tanggal 22 Agustus Harahap, Syaiful W, Posisi Tawar PSK di Lokalisasi Pelacuran Sunan Kuning Semarang. http: // isi-tawar-psk-di-lokalisasi.html. Diakses pada tanggal 18 Agustus , Mengabaikan Posisi Tawar PSK di Lokalisasi Pelacuran TelujuPekanbaru. asiana.com/2010/09/18/mengabaikanposisi-tawar-psk-di-lokalisasipelacuran-teleju-pekanbaru html. Diakses pada tanggal 20 Agustus Hidayat, AA, Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisi Data. Salmba Medika, Jakarta 6. Kemenkes, Perkembangan HIV-AIDS Di Indonesia Triwulan III Tahun Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, Jakarta. 7., Laporan Perkembangan HIV/AIDS di Indonesia. Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, Jakarta. 8. KPAN, Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS KPAN, Jakarta 9. Ronald, H, AIDS dan PMS dan Perkosaan. Rineka Cipta, Jakarta. 10. Roselly, E Pengaruh Faktor Predisposisi, Pendukung, dan Penguat Terhadap Tindakan Pekerja Seks Komersial (PSK) Dalam Menggunakan Kondom Untuk Pencegahan HIV/AIDS Di Lokalisasi Teluju Pekanbaru Tahun Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 22 Agustus Saroha, P, Kesehatan Reproduksi Dan Kontrasepsi. Jakarta : CV Trans Info Media.

22 Analisis Kandungan Mineral Pada Tepung Campuran Pisang Awak Dan Tepung Beras Serta Sumbangan Mineralnya Terhadap Angka Kecukupan Gizi Bayi (Analyze of Content Mineral in mixed awak banana and rice flour and its contribution to infant Recommended Dietary Allowance) Masria Sitompul 1, Jumirah 2, Evawany Y. Aritonang 2 1 Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ² Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU masriasitompul@yahoo.com ABSTRACT Complementary Feeding is given to infant while it is 6 months old to fulfill as nutrition, especially micro nutrient like minerals. Nowadays, mineral content of local complementary feeding have not know yet, and one of local complementary feeding that is treated became banana flour with additional rice flour as a base for complementary feeding. This research aims to know the mineral content of mixed awak banana and rice flour and its contribution to infant Recommended Dietary Allowance (RDA). This research is descriptive study conducted in the laboratory which based on chemical analytic to mineral content in mixed of awak banana and rice flour. Analyzed the content of iron and zinc by Atomic Absorption Spectrophotometry method (AAS), the content of potassium, natrium, and selenium by Inductively Couple Plasma method (ICP), the content of phosphor by spectrophotometry method, the content of calcium by titration method and iodide content by HPLC method performed in the laboratory of PT. Sarawanti Indo Genetech Bogor. The results of the research suggested that mixed of awak banana and rice flour contain macro mineral by calcium, potassium, natrium and phosphor for 14,70 mg, 396,40 mg, 8,58 mg and 100,7 mg respectively. Whereas the content of micro mineral in mixed of awak banana flour and rice flour contain the iron, zinc, iodide and selenium for 3,43 mg, 8,08 mg, 42,74 ug and 0,30 ug respectively. Both macro mineral and micro mineral, except zinc and potassium in mixed of awak banana and rice flour has not fulfill the standart of complementary feeding appropriate 224/Menkes/SK/II/2007 aged 7-12 months according the Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi Keywords : mineral content, awak banana, rice flour, recommended dietary allowance. PENDAHULUAN Banyak yang menyadari bahwa gizi merupakan satu input penting untuk menentukan kualitas sumber daya manusia (SDM), faktor lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah kesehatan dan pendidikan. Tapi kesadaran ini tidak ditunjang oleh tindakan nyata dalam wujud pembangunan yang berorientasi pada perbaikan gizi untuk berbagai sasaran. Padahal, sasaran program perbaikan gizi cukup luas mulai dari bayi, anak usia sekolah, sampai manusia lanjut usia (Jokohadikusumo, 2010). Status gizi yang baik untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas pada hakekatnya harus dimulai sedini mungkin sejak manusia masih berada

23 dalam kandungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah makanannya karena melalui makanan manusia mendapatkan zat gizi yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk tumbuh dan berkembang. Pola pertumbuhan bayi sehat di Indonesia mengikuti Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan atau Scaling Up Nutrition (SUN) yang bertujuan mengatasi masalah gizi di Indonesia. Dampak buruk yang ditimbulkan akibat malnutrisi jangka pendek yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan jangka panjang dampak yang ditimbulkan seperti menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar serta menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit (Laksono, 2012). Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan atau Scaling Up Nutrition (SUN) terdiri dari intervensi gizi spesifik dan sensitif. Intervensi spesifik adalah kegiatan yang ditujukan khusus untuk kelompok 1000 HPK dan kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan seperti imunisasi, PMT ibu hamil, monitoring pertumbuhan balita di Posyandu dan pemberian makanan pendamping ASI (Laksono, 2012). Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat besi dan diberikan pada bayi usia 6-24 bulan untuk memenuhi gizi selain dari Air Susu Ibu. Makanan pendamping ASI diberikan kepada bayi karena produksi ASI semakin menurun sehingga suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang semakin meningkat, sehingga pemberian dalam bentuk makanan pelengkap sangat dianjurkan. Selain itu, MP-ASI harus memenuhi persyaratan seperti memenuhi kecukupan gizi, susunan hidangan memenuhi pola menu seimbang dan memperhatikan jenis atau bahan makanan serta sanitasi (Depkes RI, 2006). Depkes RI (2006), mengatakan jenis MP-ASI juga bermacam-macam. Salah satunya adalah makanan tambahan lokal yang diolah di Rumah atau di Posyandu. Salah satu bentuk makanan tambahan lokal yaitu Pisang Awak. Pisang awak yang diolah menjadi tepung dapat dijadikan bahan dasar makanan pendamping ASI. Terutama tepung yang dibuat dari pisang yang sudah masak. Tepung pisang awak yang dibuat dari buah yang masak memiliki rasa yang manis karena mengandung gula yang tinggi serta tekstur yang lembut, sehingga tidak akan menggangu pencernaan bayi. Puspita (2011), mengatakan pemberian pisang awak sebagai makanan bayi sering dilakukan ibu didaerah Aceh khususnya Aceh Utara. Jenis pisang yang diberikan adalah pisang awak. Biasanya bayi diberikan makanan berupa pisang awak yang dikerok maupun yang dilumatkan dan dicampur dengan nasi. Hal ini dilakukan karena ibu di daerah tersebut beranggapan bahwa ASI tidak cukup mengenyangkan bayi dan ini sudah menjadi tradisi turun temurun. Berdasarkan hasil penelitian jumirah dkk (2011), pembuatan tepung pisang awak masak dengan penambahan tepung beras akan membantu mempermudah proses pengeringan dan mengahasilkan tepung dengan kualitas baik. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat kandungan gizi yang terdapat dalam campuran tepung pisang awak masak dengan tepung beras, terutama kandungan mineralnya. Kandungan mineral yang perlu diperhatikan dalam penyusunan makanan formula untuk bayi yaitu seng, karena seng didalam makanan penting untuk fungsi normal beberapa enzim-enzim terutama yang berkaitan dengan sintesis protein. Besi dalam makanan bayi diperlukan untuk menghindari terjadinya anemia besi, selain

24 itu perbandingan antara kalsium dan posfor tidak kurang dari 1,5:1 karena perbandingan yang tepat akan membantu pertumbuhan (Mahmud dan Hermana, 1990). Dalam makanan bayi juga harus terdapat natrium yang penting untuk memelihara tekanan osmotik yang normal dari cairan tubuh dan mengatur keseimbangan asam basa dari tubuh. Natrium diserap oleh usus halus kurang lebih 90-95%, dikeluarkan melalui urin dan selebihnya melalui keringat dan feses. Selain itu, kalsium yang terdapat dalam makanan bayi juga berperan dalam mengatur denyut jantung, mengaktifkan enzim untuk energi dan mengatur permeabilitas membran sel. Kebutuhan kalsium bayi umur 1 tahun minimal 600 mg (Pudjiadi, 1997). Berdasarkan Kepmenkes No.224/Menkes/SK/II/2007 mengenai spesifikasi teknis MP-ASI bubuk instan untuk bayi dijelaskan persyaratan komposisi gizi diantaranya mineral, dimana jenis mineralnya yaitu besi, kalsium, natrium, seng, iodium, fosfor dan selenium. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui kandungan mineral makro dan mineral mikro pada tepung campuran pisang awak masak dan tepung beras. Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti ingin mengetahui kandungan mineral makro dan mineral mikro pada tepung campuran pisang awak masak dan tepung beras dengan alasan, karena selama ini zat gizi mineral belum begitu dperhatikan oleh ibu yang memiliki bayi dan bahkan mereka kurang memahami apa sebenarnya fungsi mineral bagi tubuh Padahal mineral sangat dibutuhkan bayi dalam jumlah yang relatif besar untuk menunjang perkembangan dan pertumbuhan bayi. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan dalam dua tahapan penelitian. Penelitian pertama berupa pembuatan tepung pisang awak masak dengan campuran tepung beras. Penelitian kedua yaitu menganalisis kandungan mineral pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras serta sumbangan mineralnya terhadap angka kecukupan gizi bayi. Pembuatan tepung pisang awak masak dan tepung beras dilakukan di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara. Pengujian kadar mineral makro dan mineral mikro dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Juli 2013 Januari 2014 Tahapan dalam penelitian ini antara lain: a. Proses persiapan alat dan bahan, yaitu menyiapkan semua alat dan bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan tepung campuran pisang awak masak dengan tepung beras, kemudian dilanjutkan dengan penimbangan bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan tepung campuran pisang awak masak dengan tepung beras. b. Proses pembuatan tepung beras yaitu: - Beras di cuci sampai bersih - Direndam dalam air selama 1-2 jam lalu ditiriskan - Disangrai diatas wajan hingga setengah matang - Menghaluskan tirisan beras dengan menggunakan alat penggilingan - Beras yang telah dihaluskan, kemudian diayak hingga menghasilkan tepung beras. c. Proses pembuatan tepung campuran pisang awak dan tepung beras yaitu: - Pilih pisang awak yang sudah masak. - Ambil daging pisang dengan pisau. - Daging pisang di blender. - Daging pisang yang halus dicampur dengan tepung beras dalam perbandingan 2:1, dengan alasan

25 karena perbandingan inilah yang dapat menghasilkan tepung dengan kualitas baik jika dibandingkan dengan perbandingan 1:1 dan 2:2. - Kemudian diaduk sampai berbentuk pasta. - Pasta tersebut dipindahkan ke talam yang dialasi kertas roti, buat merata dan tidak terlalu tebal untuk memudakan pengeringan. - Masukan ke oven, dengan suhu sekitar 55 0 C 60 0 C panaskan hingga mengering (sekitar 24 jam). - Adonan tepung campuran pisang awak dan tepung beras yang sudah kering di blender, setelah halus adonan tersebut diayak hingga halus. - Formula tepung campuran pisang awak dan tepung beras disimpan kedalam wadah yang tertutup. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tepung Campuran Pisang Awak dan Tepung Beras Karakteristik tepung campuran pisang awak dan tepung beras menghasilkan warna kecoklatan, beraroma khas pisang awak masak, rasanya manis karena mengandung glukosa dari pisang awak dan memiliki tekstur yang halus sehingga bagus untuk dijadikan sebagai bahan dasar makanan bayi. Dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Karakteristik Tepung Campuran Pisang Awak dan Tepung Beras No Karakteristik Karakteristik Tepung campuran Pisang Awak dan Tepung Beras 1 Warna Kecoklatan 2 Tekstur Halus 3 Aroma Khas pisang awak 4 Rasa Manis Kadar Mineral Makro pada Tepung campuran Pisang Awak dan Tepung Beras Mineral makro yang akan di analisis pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras yaitu kalsium, kalium, natrium dan fosfor. Berdasarkan hasil uji laboratorium, kadar kalsium, kalium, natrium dan fosfor yang terkandung dalam tepung campuran pisang awak dan tepung beras dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Kadar Kalsium, Kalium, Natrium dan Fosfor pada Tepung Campuran Pisang Awak dan Tepung Beras (dalam 100 gram bahan) N o Zat Gizi Kals ium (mg) Kali um (mg) Natri um (mg) Fosf or (mg) Standar MP-ASI Tepung campuran Pisang Awak dan Tepung Beras , , ,7 Sumba ngan Mineral terhadp AKG Bayi 1,83%/ hari 56,62% /hari 4,30% /hari 22,37% /hari Mineral makro merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang relatif besar yaitu lebih dari 100 mg sehari, dan salah satu mineral makro yaitu kalsium. Kalsium memiliki peranan penting pada bayi yaitu pembentukan tulang. Pada tahap pertumbuhan, janin dibentuk matriks sebagai cikal bakal tulang tubuh, bentuknya sama dengan tulang tetapi masih lunak dan lentur sampai lahir. Matriks yang merupakan sepertiga bagian dari tulang terdiri atas serabut yang terbuat dari protein kolagen

26 yang diselubungi oleh bahan gelatin (Almatsier, 2009). Selain itu, kalsium berperan dalam mengatur pembekuan darah, katalisator reaksi-reaksi biologik dan pembentukan gigi. Gigi permanen mengalami kalsifikasi ketika anak berumur 3 bulan dan 3 tahun, jika kekurangan kalsium selama masa pembentukan gigi dapat menyebabkan kerentanan terhadap kerusakan gigi. Pada waktu otot berkontraksi, kalsium berperan dalam interaksi protein di dalam otot yaitu aktin dan miosin. Jika darah kalsium kurang dari normal, maka otot tidak bisa mengendur sesudah kontraksi, tubuh akan kaku dan dapat menimbulkan kejang. Angka kecukupan kalsium yang dianjurkan dalam sehari untuk anak umur 7-12 bulan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) yaitu sebesar 400 mg, sementara dari ASI telah memberikan sumbangan kalsium sebesar 200 mg, maka kandungan kalsium tambahan yang harus ada dalam MP-ASI sebesar 200 mg/hari. Jika bayi mengkonsumsi tepung campuran pisang awak dan tepung beras sebagai MP-ASI setiap hari yaitu sebesar 50 gram, dengan asumsi sekali konsumsi sebesar 25 gram, maka sumbangan kalsium terhadap AKG hanya sebesar 1,83%/hari. Sedangkan jika bayi mengkonsumsi pisang awak masak setiap hari sebanyak 2 buah pisang atau 50 gram, dengan asumsi sekali konsumsi sebanyak 25 gram, maka sumbangan kalsium dari pisang awak terhadap AKG sebesar 0,45%/hari. Kalium terdapat dalam semua makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan dan hewan, dan sumber utama adalah makanan mentah dan segar, terutama buah, sayuran dan kacang-kacangan. Kebutuhan minimum kalium sebesar 2000 mg sehari. Kekuranga kalium jarang terjadi karena makanan, tetapi sering terjadi karena kebanyakan kehilangan melalui saluran cerna. Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, jantung akan berdebar dan menurunkan kemampuannya untuk memompa darah. Sebaliknya jika kelebihan kalium akut dapat terjadi bila konsumsi melalui saluran cerna. Hiperkalemia akut dapat terjadi bila ada gangguan fungsi ginjal. Kalium pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras di analisis dengan menggunakan metode ICP (Inductively Couple Plasma). Berdasarkan Kepmenkes No.224/Menkes/SK/II/2007 tentang persyaratan MP-ASI tidak tercantum ketentuan anjuran kalium, begitu juga dengan anjuran kalium pada AKG menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), tidak tertera kadar kalium yang dianjurkan dalam sehari. Namun, dalam buku (Potassium Over View) disebutkan anjuran AKG kalium anak usia 7-12 bulan sebesar 700 mg/hari, sementara dari ASI telah memberikan sumbangan kalium sebesar 350 mg, maka kandungan kalium tambahan yang harus ada dalam MP-ASI sebesar 350 mg/hari. Kadar kalium pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras sebesar 396,40 mg, sedangkan kadar kalium pada pisang awak sebesar 74,83 mg. Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler, dimana 35-40% natrium ada di dalam kerangka tubuh. Cairan saluran cerna sama seperti cairan empedu dan pankreas dan mengandung banyak natrium. Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi diabsorpsi, terutama di dalam usus halus. Natrium dikeluarkan melalui urin dan diatur oleh hormon aldosteron yang dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar natrium darah menurun (Almatsier, 2009). pada bayi natrium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot, dan sebagai alat pengangkut zat-zat gizi lain melalui membran, terutama melalui dinding usus sebagai pompa natrium. Kebutuhan natrium

27 didasarkan pada kebutuhan untuk pertumbuhan dan taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa yaitu sebesar 500 mg. Sedangkan, dalam buku (Infant Nutrition and Feeding) menjelaskan kebutuhan natrium anak usia 7-12 bulan sebesar mg/hari. Dalam makanan bayi tidak boleh menambahkan gula dan garam karena mengingat ginjal bayi perlu kuat untuk mencerna asupan garam dan gula yang berlebih. Namun dalam makanan untuk anak usia 1-4 tahun ditambahkan garam dengan tujuan untuk meningkatkan selera makan. Jumlah natrium yang dikonsumsi bayi pada makanan sesuai dengan metode memasak yang digunakan, kebiasaan makan dan pola makan keluarga bayi. Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat. Fosfor di dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium dan selebihnya terdapat di dalam sel tubuh, separuhnya di dalam otot dan di dalam cairan ekstraseluler. Peranan fosfor sangat besar dalam perkembangan dan pertumbuhan bayi seperti kalsifikasi tulang dan gigi yang diawali dengan pengendapan fosfor pada matriks tulang, mengatur pengalihan energi melalui proses fosforilasi fosfor mangaktifkan berbagai enzim dan vitamin B dalam pengalihan energi pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Angka kecukupan fosfor sehari yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) untuk anak usia 7-12 bulan yaitu sebesar 225 mg. Kekurangan fosfor jarang terjadi karena banyak terdapat dalam makanan, tetapi kekurangan fosfor bisa terjadi jika menggunakan obat antasid untuk menetralkan asam lambung seperti aluminium hidroksida untuk jangka panjang. Sebaliknya jika kelebihan fosfor dapat menimbulkan kejang (Almatsier, 2009). Kadar Mineral Mikro Pada Tepung Campuran Pisang Awak dan Tepung Beras Mineral mikro yang akan di analisis pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras yaitu zat besi, seng, iodium dan selenium. Berdasarkan hasil uji laboratorium, kadar zat besi, seng, iodium dan selenium yang terkandung dalam tepung campuran pisang awak dan tepung beras dapat dilihat pada tabel 4.4. Tabel 4.4. Kadar Zat besi, Seng, Iodium dan Selenium pada Tepung campuran Pisang Awak dan Tepung Beras (dalam 100 gram bahan) N o Zat Gizi Besi (mg) Seng (mg) Iodi um (ug) Sele nium (ug) Standar MP-ASI Tepung campur an Pisang Awak dan Tepung Beras 5-8 3,43 2,5-4,0 8, , ,30 Sumbang an Mineral terhadap AKG Bayi 24,3% /hari 53,8% /hari 23,74% /hari 10% /hari Mineral mikro terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh namun mempunyai peranan esensial untuk kehidupan, kesehatan dan reproduksi. Salah satu mineral mikro yaitu zat besi. Menurut kelompok ahli FAO tahun 1970, kebutuhan

28 zat besi untuk balita dan anak-anak yakni sebesar 10 mg/hari. Kebutuhan tubuh akan zat besi diantaranya ialah untuk pembentukan hemoglobin yang merupakan bagian dari sel darah merah yang membawa oksigen keseluruh tubuh. Selain itu, untuk pembentukan mioglobin yang merupakan bagian dari sel-sel otot yang menyimpan oksigen dan enzim dalam tubuh (Jalal dan Atmojo, 1996). Selain itu, besi berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan peningkatan prestasi belajar pada anak bila diberikan suplemen besi. Angka kecukupan besi sehari yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) untuk anak usia 7-12 bulan yaitu sebesar 7 mg dan sumber terbaik besi yaitu pada makanan hewani seperti daging, ayam dan ikan. Defesiensi besi rentan menyerang anakanak, remaja, ibu hamil dan menyusui. Menurut kelompok ahli UNICEF (1997), anemia kekurangan zat besi pada bayi dapat mengganggu fungsi kognitif dan perkembangan serta dapat berdampak pada kehilangan 5-10 IQ poin. Sebaliknya jika kelebihan zat besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi, dan gejalanya seperti sakit kepala, pingsan, muntah, diare dan denyut jantung meningkat. Kadar zat besi pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras di analisis dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry), diperoleh kadar zat besi sebesar 3,43 mg, sedangkan kebutuhan besi untuk anak usia 7-12 bulan berdasarkan AKG menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) yaitu sebesar 7 mg, sementara dari ASI telah memberikan sumbangan besi sebesar 4 mg, maka zat besi tambahan yang harus ada dalam MP-ASI sebesar 3 mg/hari. Seng merupakan komponen dari banyak enzim dalam tubuh yang ada hubungannya dengan proses metabolisme karbohidrat dan energi. Dalam tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di hampir semua sel dan sebagian besar seng berada di dalam hati, pancreas, ginjal, otot dan tulang. Seng dikeluarkan tubuh melaui feses, urin dan jaringan tubuh yang dibuang seperti jaringan kulit. Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh, misalnya berperan dalam pemeliharaan keseimbangan asam basa, pencernaan protein, pembentukan kulit, metabolisme jaringan ikat dan penyembuhan luka. Selain itu, seng juga berperan dalam fungsi kekebalan tubuh, metabolisme tulang, pembentukan struktur serta proses penggumpalan darah. Karena seng berperan dalam reaksi-reaksi yang luas, maka jika anak kekurangan seng akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama pada saat pertumbuhan. Anak usia 6-24 bulan yang kekurangan seng akan mengalami gangguan pertumbuhan, kesulitan berbahasa, dapat mengganggu pusat sistem saraf dan fungsi otak, gangguan nafsu makan serta memperlambat penyembuhan luka. Sebaliknya jika kelebihan seng sampai sepuluh kali AKG dapat mempengaruhi metabolisme kolesterol dan mempercepat timbulnya aterosklerosis. Kadar seng pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras di analisis dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) diperoleh kadar seng sebesar 8,08 mg, sedangkan kebutuhan seng untuk anak usia 7-12 bulan berdasarkan AKG menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) yaitu sebesar 7,5 mg. Dari ASI telah memberikan sumbangan seng sebesar 4 mg, maka kadar seng tambahan yang harus ada dalam MP- ASI sebesar 3,5 mg/hari. Iodium ada di dalam tubuh dalam jumlah relatif sedikit yaitu sekitar mg. Sekitar 75% dari iodium berada dalam

29 kelenjar tiroid yang digunakan untuk mensintesis hormon tiroksin, dimana tiroksin adalah hormon yang mengatur aktivitas berbagai organ, mengontrol pertumbuhan dan membantu proses metabolisme. Iodium diabsorpsi dalam bentuk iodida dan diekskresi melalui ginjal. Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), angka kecukupan iodium untuk anak usia 7-12 bulan yaitu sebesar 90 ug/hari dan sumber utama iodium berasal dari makanan laut berupa ikan, udang dan kerang. Dengan demikian, pada ibu hamil jangan sampai menderita kekurangan iodium karena dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Seorang anak yang menderita kretinisme memiliki bentuk tubuh abnormal dan IQ sekitar 20 yang menyebabkan kemampuan belajar rendah (Almatsier, 2009). Kadar iodium pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras di analisis dengan menggunakan metode HPLC, dimana kadar iodium yang diperoleh sebesar 42,74 ug, sedangkan kebutuhan iodium untuk anak usia 7-12 bulan berdasarkan AKG menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) yaitu sebesar 90 ug. Dimana ASI telah memberikan sumbangan iodium sebesar 45 ug dan kandungan iodium tambahan yang harus ada dalam MP-ASI sebesar 45 ug/hari. Selenium bekerja dengan vitamin E dalam peranannya sebagai antioksidan, selenium berperan serta dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghlangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian, jika mengkonsumsi selenium dalam jumlah cukup akan menghemat penggunaan vitamin E. Pada bayi dan balita membutuhkan lebih banyak selenium pada masa pertumbuhan, karena selenium berfungsi untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit, sebagai bagian dari enzim antioksidan dan juga beperan dalam sistem pertahanan tubuh. Oleh karena itu, bayi harus memenuhi kebutuhan selenium agar tidak mudah terserang penyakit dan sistem imunoglobin dalam tubuh bayi tidak lemah. Sumber utama selenium terdapat pada makanan laut, hati, daging dan unggas. Dimana angka kecukupan selenium sehari yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) yaitu sebesar 10 ug. Kekurangan selenium pada anak dapat menyebabkan rasa kaku, pembengkakan dan rasa sakit pada sendi jari-jari yang diikuti oleh osteoarthritis secara umum, terutama dirasakan pada siku, lutut dan pergelangan kaki. Kadar selenium pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras di analisis dengan menggunakan metode ICP (Inductively Couple Plasma), dimana kadar selenium yang diperoleh sebesar 0,30 ug, sedangkan kebutuhan selenium untuk anak usia 7-12 bulan berdasarkan AKG menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) yaitu sebesar 10 ug. Dari ASI telah memberikan sumbangan selenium sebesar 5 ug dan kandungan selenium tambahan yang harus ada dalam MP-ASI sebesar 5 ug/hari. Jika bayi mengkonsumsi tepung campuran pisang awak dan tepung beras sebagai MP-ASI setiap hari yaitu sebesar 50 gram, dengan asumsi sekali konsumsi sebesar 25 gram, maka sumbangan selenium terhadap AKG hanya sebesar 10%/hari. Sedangkan jika bayi mengkonsumsi pisang awak masak setiap hari sebanyak 2 buah pisang atau 50 gram, dengan asumsi sekali konsumsi sebanyak 25 gram, maka sumbangan selenium dari pisang awak terhadap AKG sebesar 1,3% /hari. KESIMPULAN

30 Tepung campuran pisang awak dan tepung beras mengandung mineral makro yaitu kalsium sebesar 14,70 mg, kalium 396,40 mg, natrium 8,58 mg dan fosfor 100,7 mg. Sedangkan mineral mikro pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras yaitu zat besi sebesar 3,43 mg, seng 8,08 mg, iodium 42,74 ug dan selenium 0,30 ug. Sumbangan mineral makro terhadap AKG anak usia 7-12 bulan dari tepung campuran pisang awak dan tepung beras yaitu kalsium sebesar 1,83%/hari, kalium 56,62%/hari, natrium 3,43%/hari dan fosfor 22,37%/hari. Sedangkan sumbangan mineral mikro terhadap AKG anak usia 7-12 bulan dari tepung campuran pisang awak dan tepung beras yaitu zat besi sebesar 24,3%/hari, seng 53,8/hari, iodium 23,74%/hari dan selenium 10%/hari. Kadar mineral yang paling tinggi pada tepung campuran pisang awak dan tepung beras yaitu kalium dan seng. SARAN Pisang awak dan tepung beras memiliki potensi yang baik untuk menjadi bahan dasar MP-ASI. Dan jika ingin dijadikan sebagai MP-ASI, sebaiknya dilakukan penambahan bahan makanan dari sumber mineral seperti labu kuning, tepung susu, ikan teri dan kacang kedelai. Jika campuran pisang awak, tepung beras dan bahan makanan lain seperti labu kuning, ikan teri, susu dan kacang kedelai dijadikan makanan pendamping ASI, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui zat-zat gizi lainnya seperti vitamin, karbohidrat, lemak, protein dan mineral. Perlu dilakukan upaya untuk menyebarluaskan pembuatan tepung campuran pisang awak dan tepung beras dengan bahan makanan lain sebagai makanan pendamping ASI. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. AOAC Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemistry Inc. Washington D. C : The Association Analytical Chemistry. Depkes Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal. Jakarta : Depkes RI. men/potassium. Potassium Over View. diakses pada tanggal 21 januari Jokohadikusumo, P Pembangunan Gizi Untuk Kualitas Sumber Daya Manusia. Bandung. Laksono, A. H. R Gerakan Sadar Gizi dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan atau Scaling Up Nutrition (SUN). Jakarta. Lubis, Z. Jumirah dan Siagian, A Pembuatan Tepung Pisang Awak Masak-Beras. Medan : Universitas Sumatera Utara. Mahmud, M. K. dan Hermana Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Jakarta : Dit. Bina Gizi Masyarakat dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Pudjiadi, S Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Puspita, W Pola Pemberian Pisang Awak, Status Gizi dan Gangguan Saluran Pencernaan pada Bayi

31 Usia 0-12 bulan di Desa Paloh Gadeh Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara. Skripsi. Medan : Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. WNPG Tabel Angka Kecukupan Gizi. Jakarta : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Infant Nutrition and Feeding. Diakses pada tanggal 21 Januari 2014.

32 ANALISIS KUALITAS PROTEIN SECARA BIOLOGI PADA TEPUNG CAMPURAN BERAS-PISANG AWAK MASAK (Musa paradisiaca var. Awak) YANG DIVARIASIKAN DENGAN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) DAN TEPUNG KECAMBAH KEDELAI (Glycine max L. Merrill) (Protein Quality Analysis Of Mixed Rice-Banana Awak Ripe Flour Varied with African Catfish And Soybean Sprouts Flour) Isnatur Rahmi 1), Jumirah 2), Albiner Siagian 2) 1) Alumni Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2) Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ABSTRACT Protein quality is an important requirement in the manufacture of complementary feeding. Standard of complementary feeding quality was >70% casein quality. This experimental research aims to analyze the protein quality of mixed rice-banana Awak ripe flour (Musa paradisiaca var. Awak) varied with African catfish (Clarias gariepinus) and soybean sprouts flour (Glycine max L.Merrill). This research used a Completely Randomized Design with three treatments were: whey protein powder, banana Awak ripe flour mixed african catfish and soybean sprouts flour (TPLK) and mixed of banana Awak ripe flour and african catfish (TPL). Protein quality was calculating the value of Protein Efficiency Ratio (PER), Biological Value (BV) and Net Protein Utilization (NPU) of 18 male mices, 23 days old. This research was conducted in the Laboratory of Food Nutrition of Public Health Faculty, University of North Sumatera during October to December Further, analysis of feces and urine s nitrogen of mice in Industry Standardization Research Center Medan (BARISTAND). Protein quality of TPLK and TPL from PER value were: 1.28 and The results of analysis of variance (ANOVA) showed the PER value of TPLK and TPL doesn t give a significantly different effect of the mice s growth. The BV value were 17.33% and 14.47%, and the NPU value were 18.53% and 16.22%. Based on PER, BV and NPU values showed that TPLK and TPL hasn t met the standard of complementary feeding appropriate 224/Menkes/SK/II/2007. It s suggested, making TPLK and TPL flour should be done at a time so reduce the drying process repeatedly that damage the nutritional content especially protein. Besides, need further research using rats to see the difference weight gain and PER value. Keywords: Protein quality, Banana Awak, African Catfish, Soybean Sprouts Flour. PENDAHULUAN Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Status gizi yang baik pada masa bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan pertama bayi. Namun pasca 6 bulan, pemberian ASI saja tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan makanan bayi. sehingga dibutuhkan makanan pendamping ASI (MP- ASI) yang tepat (Indiarti, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Depkes RI, 2010), prevalensi kurang gizi (berat badan menurut umur) pada anak balita di Indonesia sebesar 17,9 persen sedangkan anak balita gizi lebih sebesar 12,2 persen. Prevalensi balita pendek dan sangat pendek juga masih tinggi yaitu sebesar 18,0 persen dan 18,5 persen. Hal ini berdampak jangka pendek berupa terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh serta gangguan jangka panjang berupa penurunan kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk muslimah304@yahoo.com 1

33 munculnya penyakit degeneratif pada usia tua. Keseluruhan hal tersebut akan menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, produktifitas, dan daya saing bangsa. Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; (1) memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, (2) memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, (3) memberikan MP-ASI sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan (4) meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Pemberian MP-ASI lokal memiliki beberapa dampak positif, antara lain; ibu lebih memahami dan lebih terampil dalam membuat MP-ASI dari bahan pangan lokal sesuai dengan kebiasaan dan sosial budaya setempat, sehingga ibu dapat melanjutkan pemberian MP-ASI lokal secara mandiri. (Depkes RI, 2006) Makanan pendamping ASI pertama sebaiknya adalah golongan beras dan serelia, karena berdaya alergi rendah. Secara berangsur-angsur dapat dikombinasikan dengan buah, sayur, dan sumber protein (tahu, tempe, ikan, daging sapi, daging ayam, hati ayam, dan kacang-kacangan). Sebagian masyarakat kita memanfaatkan buah pisang diantaranya pisang awak masak (Musa paradisiaca var. Awak) sebagai MP-ASI karena rasanya yang manis dan tekstur yang lembut sehingga mudah diterima oleh bayi. Secara empiris, pemberian pisang awak masak yang dikerok baik langsung diberikan maupun dicampur dengan nasi sebagai MP-ASI telah lama dilakukan oleh sebagian masyarakat khususnya di Aceh. Berdasarkan hal tersebut, pembuatan MP-ASI untuk memenuhi gizi bayi dapat dilakukan dengan mengombinasikan pisang awak masak yang umumnya kaya akan vitamin, karbohidrat, serat, energi, dan mineral namun sedikit mengandung protein dengan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan kedelai (Glycine max L. Merrill) sebagai penyumbang protein untuk memenuhi gizi tumbuh kembang bayi selanjutnya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kualitas protein secara biologi pada campuran tepung beras-pisang awak masak yang divariasikan dengan ikan lele dumbo dan kecambah kedelai, dikarenakan manfaat yang dihasilkan dari nilai gizi yang terkandung pada ketiga pangan tersebut dalam pemenuhan gizi penting pada bayi dan balita usia 6-24 bulan. Selain itu, pemanfaatan pangan lokal juga bisa meningkatkan kelestarian terhadap budaya dan kecintaan produk dalam negeri. METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan dalam dua tahapan penelitian. Tahapan pertama berupa pembuatan ransum control protein whey dan campuran tepung beras-pisang awak masak yang divariasikan dengan ikan lele dumbo dan kecambah kedelai menghasilkan tepung TPLK dan TPL. Pada tahapan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) searah 3 perlakuan (whey, TPLK dan TPL) dan 2 kali pengulangan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Gizi Pangan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Tahapan kedua berupa pengujian aktivitas protein yang melibatkan penggunaan hewan uji (mencit jantan usia sapih) terhadap tepung whey, TPLK dan TPL untuk mengetahui mutu biologi protein tersebut. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap searah dengan 3 taraf perlakuan yaitu perlakuan ransum control protein whey (P1), perlakuan ransum TPLK (P2), dan perlakuan Ransum TPL (P3) dengan 3 ulangan. Selanjutnya dilakukan analisis nitrogen pada feses dan urin mencit di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan (BARISTAND) Sampel Penelitian Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa unit sample analysis yaitu protein whey sebagai ransum control (P1), tepung campuran pisang awak masak muslimah304@yahoo.com 2

34 dengan ikan lele dumbo dan tepung kecambah kedelai yang menghasilkan tepung TPLK sebagai ransum uji (P2) dan tepung campuran pisang awak masak dengan ikan lele dumbo yang menghasilkan tepung TPL sebagai ransum uji (P3). Pemberian ransum sesuai dengan kelompok mencit yang telah ditentukan. Ransum disediakan berbentuk pellet dengan berat 10 gram per 2 hari selama 28 hari, sehingga sampel yang digunakan sebanyak 840 gram untuk ransum TPLK dan TPL, sedangkan ransum whey yang digunakan sebanyak gram dikarenakan ransum whey juga diberikan pada masa adaptasi mencit selama 6 hari. Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan adalah mencit jantan (Mus muscullus) dengan karakteristik usia sapih (23 hari) strain swiss webster berjumlah 18 ekor, dengan berat badan gram, berbadan sehat dan bersih. Parameter Kualitas Protein 1. Protein Efficiency Ratio (PER) Metode ini menggunakan 3 kelompok mencit yang baru disapih (berumur 21 hari), telah diadaptasikan selama 4 hari dan berbobot badan sama. Berat badan dan konsumsi ransum harus diukur secara berkala tiap 2 hari selama 28 hari. Rumus perhitungan PER (Muchtadi, 1989): Nilai PER dihitung pada tiap ekor mencit dan nilai rata-rata untuk tiap kelompok. Angka PER merupakan indikator growth promoting effect suatu protein, namun juga dapat dipakai untuk penilaian daya suplementasi suatu protein/suatu asam amino terhadap protein lain 2. Biological Value (BV) Pada uji biologis ini, dilakukan dua percobaan keseimbangan nitrogen. pertama dilakukan terhadap hewan uji dengan perlakuan pemberian ransum uji, dan kelompok kedua diberikan ransum protein whey sebagai kontrol, kemudian dilakukan pengukuran keluaran (ekskresi) dari air seni dan feses mencit uji. BV dapat diukur dengan rumus dibawah ini : 3. Net Protein Utilization (NPU) Cara ini juga melibatkan penggunaan hewan uji mencit jantan lepas sapih yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mencit uji diberi ransum yang mengandung protein yang akan diuji mutunya. Sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok pembanding (kontrol) yang diberi ransum protein whey. Baik air dan ransum diberikan ad libitum (selalu tersedia). Dengan rumus dibawah ini, NPU protein dapat diketahui. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tepung Beras-Pisang AwakMasak (TP), TPLK dan TPL Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap tepung campuran beras-pisang awak masak dengan ikan lele dumbo dan kecambah kedelai, dihasilkan karakteristik tepung TP sebagai bahan dasar berwarna putih kekuningkuningan, beraroma khas pisang awak yang didominasi rasa manis dari pisang dengan tekstur yang lembut dan halus namun tidak sehalus tepung terigu. Tepung TPLK memiliki karakteristik berwarna kuning kecoklatan, beraroma kedelai dan amis dari lele yang didominasi oleh rasa asam dari kedelai dengan tekstur lebih kasar dibandingkan TP. Sedangkan pada tepung TPL dihasilkan tepung berwarna kuning kecoklatan, beraroma amis khas lele dengan rasa gurih dari lele dan tekstur sedikit kasar menyerupai tepung TPLK. Kandungan Zat Gizi pada Tepung TP, TPLK dan TPL Berdasarkan hasil analisis Kandungan proksimat yang terdapat pada tepung TP, TPLK dan TPL disajikan pada tabel 1, secara muslimah304@yahoo.com 3

35 umum kandungan gizi kedua tepung TPLK dan TPL lebih baik dibandingkan dengan TP. Penambahan ikan lele dan tepung kecambah kedelai terhadap TP sebagai bahan dasar tepung MP-ASI terbukti dapat meningkatkan kandungan gizi tepung MP-ASI tersebut. Tabel 1. Kandungan Proksimat Tepung TP, TPLK dan TPL per 100 gram Bahan No Zat Gizi (%) Bahan Dasar TP (a) Tepung TPLK (b) TPL (c) 1. Protein 5,65 19,78 18,10 2. Serat kasar 1,51 3,80 3,49 3. Lemak 1,02 10,06 11,90 4. Kadar Air 5,90 6,57 18,44 5. Kadar Abu 1,09 1,76 1,84 Sumber: (a) Campuran 100gr pisang awak masak+50gr tepung beras (Jumirah dkk, 2011) (b) Hasil analisis Laboratorium Kimia FMIPA USU (c) Dewi, 2013 Kandungan gizi dari TPLK dan TPL tidak jauh berbeda. Kandungan protein dan serat kasar lebih dominan terdapat pada TPLK dibadingkan TPL. Namun untuk kadar lemak, kadar air dan kadar abu lebih dominan terdapat pada TPL dikaenakan komposisi lele yang lebih besar pada tepung TPL dibandingkan pada tepung TPLK Persiapan Hewan Percobaan Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus muscullus) strain swiss webster usia sapih (23 hari) dengan karakteristik sehat, memiliki berat badan gram, berbulu putih halus (tidak tegak atau rontok), memiliki mata jernih, bersih secara fisik dan bergerak aktif (lincah). Sebelum pengelompokan, dilakukan adaptasi mencit selama 7 hari agar mencit terbiasa dengan lingkungan penelitian. Setelah itu dilakukan penimbangan sebagai berat badan awal (H 0 ). Selama 28 hari pengamatan, konsumsi ransum tiap mencit per harinya pada kelompok P1 berkisar 4-5 gram, kelompok P2 berkisar 2-5 gram dan kelompok P3 berkisar 4-5 gram. Penimbangan berat badan mencit dan penggantian pakan dilakukan setiap 2 hari sekali, sedangkan pengumpulan feses dan urin dilakukan setiap hari (pagi) selama 28 hari pengamatan. Feses dan urin dikumpulkan pada wadah kaca tertutup. Urin diambil menggunakan spuit berukuran 1 cc. Dari urin yang diperoleh, hanya mencukupi 1 analisis nitrogen untuk 1 kelompok mencit. Pola Pertumbuhan Berat Badan Mencit Selama 28 Hari Pengamatan Pada grafik pertumbuhan (gambar 1.) dapat dilihat terjadi variasi pertumbuhan mencit pada ketiga kelompok perlakuan. Variasi tersebut terjadi disebabkan karena perbedaan berat badan awal ketiga kelompok mencit. Pada kelompok whey (kontrol), berat badan awal mencit berada pada interval gram. Pada kelompok TPLK, berat badan awal mencit berada pada interval gram dan pada kelompok TPL, berat badan awal mencit berada pada interval gram. Namun variasi tersebut tetap memenuhi syarat dikarenakan tidak melebihi batasan variasi (10 gram) pada tiap kelompok. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap peningkatan berat badan mencit, kelompok mencit dengan perlakuan TPLK memiliki berat badan yang lebih kecil dibandingkan kelompok lainnya. Namun, peningkatan berat badan pada kelompok mencit TPLK lebih baik dibandingkan dengan kelompok lainnya. Gambar 1. Pola Pertumbuhan Mencit Pada awal pengamatan, terlihat penurunan berat badan drastis pada kelompok mencit dengan perlakuan whey dan TPL disebabkan oleh sedikitnya asupan protein yang dikonsumsi sehingga menyebabkan penurunan berat badan selama beberapa hari. Pada kelompok mencit TPLK terjadi peningkatan berat badan rata-rata mencit sebesar 2,8 gram, sedangkan berat badan rata- muslimah304@yahoo.com 4

KARAKTERISTIK PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN INFARK RAWAT INAP DI RSUP HAJI ADAM MALIK KOTA MEDAN TAHUN 2012

KARAKTERISTIK PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN INFARK RAWAT INAP DI RSUP HAJI ADAM MALIK KOTA MEDAN TAHUN 2012 KARAKTERISTIK PENDERITA STROKE ISKEMIK DENGAN INFARK RAWAT INAP DI RSUP HAJI ADAM MALIK KOTA MEDAN TAHUN 2012 Iza Fauziah 1, Jemadi 2, Hiswani 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU 2 Dosen Departemen

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus chempeden) DAN TEPUNG BIJI DURIAN ( Durio zibethinus murr ) DALAM PEMBUATAN BAKSO IKAN

PEMANFAATAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus chempeden) DAN TEPUNG BIJI DURIAN ( Durio zibethinus murr ) DALAM PEMBUATAN BAKSO IKAN PEMANFAATAN TEPUNG BIJI CEMPEDAK (Artocarpus chempeden) DAN TEPUNG BIJI DURIAN ( Durio zibethinus murr ) DALAM PEMBUATAN BAKSO IKAN Epi Susianti 1, Jumirah 2, Etti Sudaryati 2 1 Alumni Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan jajanan sudah menjadi kebiasaan yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai golongan apapun

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Knowledge, Attitude, Condoms, Commercial Sex Workers.

ABSTRACT. Keywords : Knowledge, Attitude, Condoms, Commercial Sex Workers. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PSK DENGAN KEMAMPUAN MEYAKINKAN PELANGGAN UNTUK MENGGUNAKAN KONDOM DI LOKALISASI PSK DOLOKSANGGUL KECAMATAN DOLOK SANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2013 Margaret

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui

Lebih terperinci

Umur kelompok. Valid < 45 tahun tahun >65 tahun Total

Umur kelompok. Valid < 45 tahun tahun >65 tahun Total 80 Frequency Table Umur kelompok Valid < 45 tahun 9 7.7 7.7 7.7 45-65 tahun 77 65.8 65.8 73.5 >65 tahun 31 26.5 26.5 100.0 Jenis Kelamin Valid laki-laki 67 57.3 57.3 57.3 perempuan 50 42.7 42.7 100.0 Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang

Lebih terperinci

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit

diantaranya telah meninggal dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 26,8%. Penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan dan pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Empat jenis utama penyakit tidak menular menurut World Health Organization (WHO) adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini berkembang secara pandemik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa

BAB 1 PENDAHULUAN. negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan nasional yang menimbulkan perubahan dari suatu negara agraris yang sedang berkembang menjadi negara industri membawa kecenderungan baru dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan salah satu kelompok usia yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi disaat masa pertumbuhan dan pada masa ini terjadi proses kehidupan menuju kematangan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak fungsinya. Selama infeksi berlangsung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan serius bagi negara, disebabkan insidennya semakin meningkat. Penyakit ini termasuk salah satu jenis penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau AIDS. tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV (Kemenkes RI, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah sejenis virus yang menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. Acquired

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang menjadi perhatian nasional maupun global. Masalah PTM pada akhirnya tidak hanya menjadi masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi masih tetap menjadi masalah hingga saat ini karena beberapa hal seperti meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV)/ Accuired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui aktivitas seksual dengan pasangan penderita infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang mengakibatkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Virus ini menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh

Lebih terperinci

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada 2002, stroke membunuh sekitar orang. Jumlah tersebut setara

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada 2002, stroke membunuh sekitar orang. Jumlah tersebut setara BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sehat secara jasmani dan rohani adalah keinginan setiap manusia moderen, di era pembangunan di segala bidang yang kini sedang digalakkan pemerintah dituntut sosok manusia

Lebih terperinci

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS

UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS UJI DAYA TERIMA DAN KANDUNGAN GIZI NASI DENGAN PENAMBAHAN LABU KUNING DAN JAGUNG MANIS Acceptability test and nutrient compositon of rice with the addition of pumpkin and sweet corn Hadiah Kurnia Putri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja didefinisikan oleh WHO sebagai suatu periode pertumbuhan dan perkembangan manusia yang terjadi setelah masa anak-anak dan sebe lum masa dewasa dari usia 10-19

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU KESDAM I/BUKIT BARISAN MEDAN TAHUN

KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU KESDAM I/BUKIT BARISAN MEDAN TAHUN KARAKTERISTIK PENDERITA HEPATITIS B RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU KESDAM I/BUKIT BARISAN MEDAN TAHUN 2010-2013 Sri Rezeki 1, Sori Muda 2, Rasmaliah 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi

Lebih terperinci

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakso adalah makanan yang banyak digemari masyarakat di Indonesia. Salah satu bahan baku bakso adalah daging sapi. Mahalnya harga daging sapi membuat banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan WHO tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan 21 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah epidemiologi bermula dengan penanganan masalah penyakit menular yang merajarela dan banyak menelan korban. Namun demikian, perkembangan sosioekonomi dan

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS FISIK, RIWAYAT KELUARGA DAN UMUR DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI DESA TARABITAN KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA Gloria J. Tular*, Budi T. Ratag*, Grace D. Kandou**

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome.

BAB I PENDAHULUAN. lebih sangat erat kaitannya dengan aspek kesehatan lain. Gizi lebih dan. nama Sindrom Dunia Baru New World Syndrome. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, disamping masih menghadapi masalah gizi kurang, disisi lain pada golongan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada garis khatulistiwa. Hal ini mempengaruhi segi iklim, dimana Indonesia hanya memiliki 2 musim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA KONSUMSI ENERGI, LEMAK JENUH DAN SERAT DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER Usdeka Muliani* *Dosen Jurusan Gizi Indonesia saat ini menghadapi masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia dan masih sering timbul sebagai KLB yang menyebabkan kematian penderitanya. Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN HIV (Human Immunodeficiency Virus) virus ini adalah virus yang diketahui sebagai penyebab AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). HIV merusak sistem ketahanan tubuh,

Lebih terperinci

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA PADA KONTAK SERUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG TAHUN 2013 Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap tahun lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63% dari seluruh kematian) di dunia. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesian saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia. Sebelumnya menduduki peringkat ketiga (berdasarkan survei pada tahun 2006). Laporan Departemen

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN

KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN KARAKTERISTIK PENDERITA TUBERKULOSIS PARU PADA BALITA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN 2010- Isri Rezta Prianty 1, Sori Muda 2, Rasmaliah 2 1 Mahasiswa Departemen Epidemiologi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV/AIDS sebagai salah satu epidemik yang paling menghancurkan pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health Organization (WHO) 2012 menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan 2013

Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan 2013 FAKTOR- FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN SARAPAN PAGI PADA ANAK DI SD ST.THOMAS 1 MEDAN TAHUN 2013 Rindika Christiani Siregar 1, Eddy Syahrial 2, Alam Bakti Keloko 2 1 Mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian diseluruh dunia. Prevalensi PJPD di 13 Negara Eropa yaitu Australia (laki-laki

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Imunnodeficiency Virus (HIV)/ Acquired Imunne Deficiency Syndrome (AIDS) adalah masalah besar yang mengancam banyak negara di seluruh dunia. Tidak ada negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sedang mengalami beban ganda dalam menghadapi masalah penyakit, yang mana penyakit menular dan penyakit tidak menular keduanya menjadi masalah kesehatan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN

PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN PENATALAKSANAAN DIET JANTUNG DAN STATUS GIZI PASIEN PENDERITA HIPERTENSI KOMPLIKASI PENYAKIT JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM BANDUNG MEDAN Diza Fathamira Hamzah Staff Pengajar Program Studi Farmasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi penyebab kematian yang lebih umum bila dibandingkan dengan penyakit akibat infeksi di negara sedang berkembang. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit stroke merupakan masalah kesehatan yang utama di negara maju maupun negara berkembang. Stroke mengakibatkan penderitaan pada penderitanya, beban sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK. Oleh : YULI MARLINA GAMBARAN FAKTOR RISIKO PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Oleh : YULI MARLINA 080100034 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 GAMBARAN FAKTOR RISIKO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang sifatnya tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit ini memiliki banyak kesamaan dengan beberapa sebutan penyakit

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DI KLINIK VCT RUMAH SAKIT UMUM HKBP BALIGE TAHUN ABSTRACT

KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DI KLINIK VCT RUMAH SAKIT UMUM HKBP BALIGE TAHUN ABSTRACT KARAKTERISTIK PENDERITA HIV/AIDS DI KLINIK VCT RUMAH SAKIT UMUM HKBP BALIGE TAHUN 2008 2012 Desima M Hutapea 1, Sori Muda Sarumpaet 2, Rasmaliah 2 1 Mahasiswa Peminatan Epidemiologi FKM USU 2 Staf Pengajar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun terus meningkat, data terakhir dari World Health Organization (WHO) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) dimasukkan sebagai salah satu target SDGs (Sustainable Development Goals) yaitu mengurangi sepertiga angka kematian dini dari Penyakit

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL RAWAT INAP DI RS HAJI MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI. Oleh : JULIANTI AISYAH NIM

KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL RAWAT INAP DI RS HAJI MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI. Oleh : JULIANTI AISYAH NIM KARAKTERISTIK PENDERITA GAGAL GINJAL RAWAT INAP DI RS HAJI MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI Oleh : JULIANTI AISYAH NIM. 061000134 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN PENDERITA RAWAT INAP STROKE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN PENDERITA RAWAT INAP STROKE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014 ABSTRAK HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DENGAN KEJADIAN PENDERITA RAWAT INAP STROKE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 - DESEMBER 2014 Fitriana Andiani, 2015 : Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan tahap dimana seseorang mengalami sebuah masa transisi menuju dewasa. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak berakhir, ditandai

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015

ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 ABSTRAK PREVALENSI DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2015 Diabetes melitus tipe 2 didefinisikan sebagai sekumpulan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian...

DAFTAR ISI. Sampul Dalam... i. Lembar Persetujuan... ii. Penetapan Panitia Penguji... iii. Kata Pengantar... iv. Pernyataan Keaslian Penelitian... DAFTAR ISI Sampul Dalam... i Lembar Persetujuan... ii Penetapan Panitia Penguji... iii Kata Pengantar... iv Pernyataan Keaslian Penelitian... v Abstrak... vi Abstract...... vii Ringkasan.... viii Summary...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau setidak-tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara

BAB I PENDAHULUAN. tetapi kurang serat (Suyono dalam Andriyani, 2010). Ketidakseimbangan antara 1 BAB I PENDAHULUAN a) Latar Belakang Peningkatan kemakmuran seseorang ternyata diikuti dengan perubahan gaya hidup. Pola makan mulai bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN

KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN KARAKTERISTIK PENDERITA KANKER SERVIKS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD PEKANBARU TAHUN 20-203 Khairun Nikmah Hasibuan, Rasmaliah 2, Jemadi 2 Mahasiswa Departemen Epidemiologi

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA Latar Belakang: Virus Hepatitis B atau (HBV) adalah virus DNA ganda hepadnaviridae. Virus Hepatitis B dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang, dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD. DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN SKRIPSI.

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD. DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN SKRIPSI. KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT INAP DI RSUD. DR. DJASAMEN SARAGIH PEMATANGSIANTAR TAHUN 2004-2008 SKRIPSI Oleh : MERY K. SINAGA 051000066 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang. Dua pertiganya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya pencegahan IMS yang dilaksanakan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

Keywords: Characteristics of Patient, Stroke Hemorrhagic, RSUP H. Adam Malik

Keywords: Characteristics of Patient, Stroke Hemorrhagic, RSUP H. Adam Malik KARAKTERISTIK PENDERITA STROKE HAEMORAGIK YANG DIRAWAT INAP DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2012 Berman 1, Hiswani 2, Makmur 2 1 Mahasiswa Peminatan Epidemiologi FKM USU 2 Staf Pengajar FKM USU Abstract

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PENDERITA RAWAT JALAN RUMAH SAKIT DOKTER PIRNGADI MEDAN

ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PENDERITA RAWAT JALAN RUMAH SAKIT DOKTER PIRNGADI MEDAN HASSIILL PPEENEELLIITTIIAN ANALISIS FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PENDERITA RAWAT JALAN RUMAH SAKIT DOKTER PIRNGADI MEDAN Fazidah A. Siregar, Achsan Harahap, dan Rasmaliah Departemen Epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Insiden maupun prevalensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa

BAB I PENDAHULUAN. depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi Indonesia Sehat 2010 menjelaskan bahwa gambaran masyarakat di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang dikutip Junaidi (2011) adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RS SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN SKRIPSI

KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RS SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN SKRIPSI KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI RS SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2009-2013 SKRIPSI OLEH RIRIN GULTOM NIM. 081000049 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah ganda (double burden). Disamping masalah penyakit menular dan kekurangan gizi terjadi pula peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada jaman sekarang banyak dari masyarakat Indonesia yang terlalu bergantung pada beras, mereka meyakini bahwa belum makan jika belum mengonsumsi nasi. Menurut Kementerian

Lebih terperinci

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH HIV/AIDS Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH 1 Pokok Bahasan Definisi HIV/AIDS Tanda dan gejala HIV/AIDS Kasus HIV/AIDS di Indonesia Cara penularan HIV/AIDS Program penanggulangan HIV/AIDS Cara menghindari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang dimanfaatkan sehingga menyebabkan hiperglikemia,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala akibat penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014

ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014 ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU KELOMPOK RISIKO TINGGI TENTANG HIV-AIDS DI KOTA BANDUNG PERIODE TAHUN 2014 Mia Maya Ulpha, 2014. Pembimbing I : Penny S. Martioso, dr., SpPK, M.Kes Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi mendadak akibat proses patofisiologi pembuluh darah. 1 Terdapat dua klasifikasi umum stroke yaitu

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN PENGARUH STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA TERHADAP PEMANFAATAN VCT DI DISTRIK SORONG TIMUR KOTA SORONG Sariana Pangaribuan (STIKes Papua, Sorong) E-mail: sarianapangaribuan@yahoo.co.id ABSTRAK Voluntary Counselling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir diseluruh dunia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama di banyak negara termasuk Indonesia. Pola penyebab kematian di rumah sakit yang utama dari Informasi Rumah

Lebih terperinci