Melati Ismi Hapsari Pendidikan Guru PAUD-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Melati Ismi Hapsari Pendidikan Guru PAUD-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto"

Transkripsi

1 PENERAPAN PENDIDIKAN SEKS DI PAUD (KELOMPOK BERMAIN DAN TAMAN KANAK-KANAK) SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERILAKU SEKSUAL YANG BERMASALAH PADA ANAK Melati Ismi Hapsari Pendidikan Guru PAUD-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAKSI. Masa usia dini adalah masa peka dimana anak memiliki kemampuan penyerapan informasi yang luar biasa, serta rasa ingin tahu yang begitu tinggi tentang berbagai hal, termasuk berbagai hal yang berkaitan dengan peran jenis kelamin, reproduksi, dan seksualitas. Mulai usia 3 tahun anak juga semakin terdorong kuat untuk melakukan eksplorasi genital. Pada usia ini anak membutuhkan penanganan dan respon yang tepat dari lingkungan terdekatnya, sehingga seksualitas tidak berkembang menjadi pemahaman yang keliru, dan membuat perilaku seks menjadi bermasalah. Artikel ini memaparkan tentang penerapan pedidikan seks dalam kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak) yang diberikan secara patut dan menyenangkan sesuai dengan ke khas-an perkembangan anak usia dini, sebagai suatu cara pencegahan dan penanganan perilaku seks yang bermasalah pada anak. Kata Kunci : Pendidikan Seks, Anak Usia Dini, PAUD PENDAHULUAN Masa usia dini sering dikatakan sebagai masa keemasan atau The Golden Age Moment. Usia 0 sampai dengan 8 tahun adalah masa dimana anak memiliki kemampuan penyerapan informasi yang sangat pesat, dibandingkan tahap usia selanjutnya. Kepesatan kemampuan otak anak dalam menyerap berbagai informasi di sekitarnya juga diiringi dengan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Rasa ingin tahu yang sangat tinggi ditunjukkan anak dengan aktif bertanya tentang berbagai hal yang mereka temui, serta mencari tahu berbagai jawaban yang mereka inginkan dengan bereksplorasi. Dorongan rasa ingin tahu yang sangat tinggi pada anak usia dini ditujukan pada berbagai hal yang ada di sekitar mereka, termasuk berbagai hal yang berkaitan dengan seksualitas. Rasa ingin tahu anak yang memuncak tentang seksualitas biasanya diawali oleh kesadaran akan perbedaan bentuk fisik dan bentuk alat kelamin antara laki-laki dan perempuan. Hal ini kemudian semakin mendasari mereka untuk melakukan eksplorasi lebih jauh terhadap dirinya sendiri dan teman sepermainannya. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 10

2 Kemampuan penyerapan informasi yang luar biasa dan rasa ingin tahu yang sangat tinggi tersebut seiring dengan perkembangan peran seks yang berkembang pesat pada anak mulai mereka berusia 3 tahun. Anak akan semakin tertarik dengan hal-hal seputar proses adanya adik bayi, proses penciptaan dirinya sendiri, kehamilan, proses kelahiran, hingga hubungan antara Ayah dan Ibu, atau Laki-laki dan perempuan. Lingkungan yang tidak kondusif dimana anak seringkali dihardik atau diacuhkan ketika bertanya berbagai hal yang berkaitan dengan seks dan proses reproduksi akan membuat anak semakin penasaran dan mendorong anak mencari tahu melalui sumber lain yaitu teman sebaya atau media, serta melalui dorongan eksplorasi nya sendiri. Seiring dengan perkembangan peran seks anak yang mulai muncul pada usia 3 tahun, membuat anak mulai terdorong untuk melakukan eksplorasi genital. Perbedaan alat kelamin antara seorang anak dengan teman atau saudara yang berlainan jenis, perbedaan fisik dirinya dengan Ibu atau Ayahnya, membuat anak terdorong untuk tidak hanya bertanya, tetapi juga mengeksplorasi rasa ingin tahunya dengan melakukan eksplorasi terhadap alat kelaminnya. Kasus perilaku eksplorasi genital seringkali dikeluhkan para orangtua, ketika secara tidak sengaja mengetahui putra-putrinya tengah melakukan tindakan tersebut. Orangtua menganggap bahwa perilaku semacam itu adalah sesuatu yang tabu, kotor, tidak patut, bahkan bedosa. Berbagai kasus perilaku eksplorasi genital kerapkali dijumpai dalam proses konsultasi psikologi ataupun diskusi parenting yang diselenggarakan di beberapa Taman Kanak-kanak. Banyak orangtua menceritakan kekhawatiran mereka ketika menjumpai anak perempuan mereka melakukan eksplorasi genital dengan beberapa teman sepemainannya. Beberapa orangtua menjumpai anak mereka tengah saling menyentuh alat kelaminnya sambil tertawa gembira, atau menyentuh kelaminnya sendiri terutama pada saat anak merasa cemas dan bosan. Banyak orangtua yang bersikap reaktif ketika mengetahui anaknya melakukan eksplorasi genital. Mereka dengan segera memberikan peringatan kepada anak, dengan melarang anak mengulangi hal tersebut, bahkan tidak sedikit yang membentak dan memberikan hukuman. Orangtua kerapkali menutup rapat-rapat kesempatan anak untuk memperoleh jawaban akan rasa ingintahunya berkaitan dengan seksualitas. Di Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 11

3 lain pihak, orangtua seringkali teledor dan kurang pengawasan terhadap penyerapan informasi yang diperoleh anak akan seksualitas. Secara tidak sengaja anak usia pra sekolah menyaksikan kedua orangtuanya tengah melakukan hubungan suami istri. Banyak orangtua yang tidak menyadari dampak negatif dari pengalaman tersebut, dan orangtua tersadar ketika putra atau putri mereka menunjukkan sikap dan perilaku yang bermasalah. Beberapa kejadian perilaku seksual anak yang dianggap tidak wajar kerap dijumpai dalam tayangan berita di berbagai media, kolom konsultasi psikologi, maupun laporan langsung para orangtua terhadap Guru di Pendidikan Anak Usia Dini. Beberapa kasus yang sering terjadi adalah permasalahan ketika anak tanpa sengaja menyaksikan perilaku seks kedua orangtuanya secara langsung, atau menyaksikan hubungan seks antara laki-laki dan perempuan pada VCD/DVD, dan telepon genggam. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari keteledoran orang dewasa yang ada di sekitar anak. Pada usia selanjutnya, anak-anak yang memperoleh pengalaman seksual yang tidak semestinya akan dapat semakin agresif, mengalami ketagihan dalam tindak masturbasi, bahkan melakukan tindakan seksual pada orang lain. Dampak negatif dari pengalaman seks yang diperoleh anak dapat membekas menjadi trauma. Trauma yang membekas pada anak dapat menjadi sumber kecemasan dan ketakutan bagi anak dalam mengaktualisasikan diri, sehingga tumbuh kembangnya dapat menjadi terhambat. Pengalaman seks yang keliru yang diperoleh anak, serta anak-anak yang tidak memperoleh bimbingan dan arahan yang tepat dapat mengembangkan persepsi yang keliru tentang alat kelamin, proses reproduksi, dan seksualitas. Hal ini dapat berdampak pada kemampuan interaksi sosial anak dengan lingkungan sekitarnya, terutama teman sebaya. Dampak negatif yang ditimbulkan dari pengalaman yang tidak semestinya tentang seksualitas tidak terkadang serta merta ditunjukkan oleh anak. Tidak sedikit anak-anak yang tampak baik-baik saja, meskipun mereka memendam pemahaman yang keliru dan pengalaman yang tidak semestinya terhadap seksualitas. Sikap anak yang pendiam, selalu bersikap tenang dan menurut, membuat lingkungan merasa bahwa tidak ada permasalahan pada diri anak tersebut. Hal ini nampaknya perlu mendapatkan perhatian khusus dari para orangtua dan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, bahwa perlu dilakukan langkah antisipatif guna mewujudkan perilaku yang sehat pada anak usia dini, terhadap Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 12

4 seksualitas. Orangtua dan Guru juga perlu melakukan upaya pencegahan yang efektif, terutama ketika anak menunjukkan sikap dan perilaku yang bermasalah terkait dengan seksualitas. PERKEMBANGAN PERAN SEKS PADA ANAK USIA DINI Banyak pihak, terutama para orangtua meyakini bahwa insting seksual tidak dijumpai pada masa anak-anak, dan baru akan muncul pada masa pubertas. Pendapat seperti ini merupakan kekeliruan yang sudah mengakar kuat dalam masyarakat kita. Ketidaktahuan mengenai prinsip-prinsip kehidupan seksual pada anak dapat berakibat negatif terhadap perkembangan peran seks anak, dan terhadap sikap perilaku anak usia dini. Kajian mendalam mengenai kehidupan seksual selama masa anak-anak akan mampu menunjukkan kepada kita bagaimana proses pendampingan yang tepat bagi anak terkait perkembangan peran seks nya. Perkembangan peran seks telah banyak dikaji dalam berbagai sudut pandang keilmuan dan berbagai teori psikologi. Sigmund Freud (dalam Suntrock, 2006) dalam teori psikoanalisa nya menjelaskan bahwa perkembangan gender dan perkembangan peran seks dapat dibagi ke dalam lima fase yaitu fase oral, fase anal, fase phallic, fase latent, dan fase genital. Pada fase pertama dan ke dua, perkembangan peran seks anak memiliki kemiripan. Pada tahap oral, anak memperoleh kepuasan yang berasal dari proses menghisap air susu dan memperoleh makanan. Pada tahap anal, anak akan memperoleh kepuasan dari keberhasilan dalam proses sekresi nya. Freud (dalam Bee, 1984) mengatakan bahwa pada tahap ini anak laki-laki akan melekatkan dorongan fantasi nya kepada figur Ibu, dan melihat Ayah sebagai kompetitor untuk meraih cinta Ibu. Hal tersebut belaku sebaliknya pada anak perempuan. Kepuasan yang tidak diperoleh pada tahap ini biasanya disebabkan adanya stress atau trauma, yang terjadi dalam pola pengasuhan orangtua dan keluarga inti. Kurangnya dukunagn positif pada proses oral anak (menghisap air susu, mengunyah dan menelan makanan) serta pada proses sekresi anak dapat menyebabkan pandangan positif anak akan identitas diri dan lingkungan sosialnya menjadi tidak terbangun optimal. Hal ini berkorelasi positif dengan kecemasan anak terhadap peran seks nya. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 13

5 Freud (dalam Juni, 2001) mengatakan bahwa perkembangan psikoseksual akan semakin tampak pada tahap yang ke tiga yaitu tahap Phallic. Tahap ini terjadi ketika anak berusia kurang lebih 3 hingga 5 tahun. Pada tahap ini perkembangan psikoseksual anak mulai terpusat pada alat kelamin yang mereka miliki. Pada tahap phallic faktor rasa ingin tahu yang berkembang pesat pada anak memberikan pengaruh yang besar terhadap sikap dan perilaku seksual anak. Menurut Hurlock (1996) banyak anak memperlihatkan minat mereka pada seks dengan membicarakan dengan teman sebaya, serta bermain alat kelamin dengan teman sejenis atau memperhatikan alat kelamin lawan jenis. Keingintahuan ini disebut sebagai masa kritis. Insting seksual telah lama berkembang sejak anak berusia dini, bahkan sejak bayi baru dilahirkan. Pada usia 0 bulan, bayi laki-laki telah mampu mengalami proses ereksi, dan bayi perempuan mampu merasakan sensasi yang menyenangkan pada alat kelaminnya ketika popok mereka basah terkena air seni, dan pada saat Ibu atau pengasuh membersihkan alat kelamin mereka. Bayi belum memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi alat kelamin mereka, sampai usia kurang lebih satu tahun, dimana tangan dan mata mereka telah mampu menggapai organ kelamin mereka. Anak di bawah usia tiga tahun sesungguhnya belum memahami benar bahwa seluruh bagian tubuh mereka merupakan satu kesatuan, termasuk alat kelamin nya. Pada usia ini, anak laki-laki dapat menjadi cemas ketika mendapati anak perempuan tidak memiliki penis. Anak perempuan dapat merasa cemas ketika melihat bahwa ia tidak memiliki penis, seperti hal nya anak laki-laki. Pada usia ini mulai muncul berbagai pertanyaan anak yang berkaitan dengan perbedaan dirinya dengan teman sebayanya. Pada usia ini, orangtua biasanya mulai kerepotan menjawab berbagai pertanyaan dan rasa ingin tahu anak, yang semakin sering bertanya mengapa teman laki-laki nya tidak perlu berjongkok saat buang air kecil, atau ketika anak laki-laki bertanya mengapa teman perempuan mereka penis nya tidak tumbuh, dan bagaimana nanti ketika harus khitan. Anak juga mulai membandingkan perbedaan fisik nya dengan Ayah dan Ibu dengan mengajukan berbagai pertanyaan seperti misalnya saat seorang anak laki-laki bertanya mengapa ia, adik perempuannya, dan Ayahnya tidak memiliki payudara seperti Ibu. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 14

6 Pertanyaan dan rasa ingin tahu anak akan semakin berkembang seiring bertambahnya usia anak. Mulai usia tiga tahun anak akan semakin memperhatikan perbedaan tubuhnya dengan orang lain. Pada saat akan mandi atau berganti baju, mereka akan terdorong untuk memamerkan bagian tubuhnya pada anak lain. Anak pada usia ini akan semakin tertarik mengamati bagian tubuhnya, dan bagian tubuh anak-anak lain. Mulai usia tiga tahun, rasa ingin tahu anak yang semakin besar diiringi dengan kebutuhan eksplorasi yang semakin tinggi. Anak akan semakin tertarik untuk mengeksplorasi perbedaan dalam bagian tubuhnya. Pada usia ini akan semakin terdorong untuk menyentuh payudara Ibu, menyentuh alat kelaminnya sendiri, atau alat kelamin teman sebayannya. Sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh anak usia dini terkait dengan seks tidak kesemuanya merupakan perilaku yang abnormal. Para ahli mendefinisikan perilaku seks anak menjadi dua kategori, yaitu perilaku seks yang normal, dan perilaku seks yang tidak normal dan bermasalah. Meskipun anakanak menunjukkan sikap dan perilaku seks yang termasuk dalam kategori normal, bukan berarti anak tidak membutuhkan penanganan yang tepat dan terarah. Hal yang perlu diketahui oleh orang tua adalah bahwa pemahaman seksualitas pada anak berbeda dengan pemahaman seksualitas orang dewasa. Istilah sensual pada anak dipahami sebagai pengalaman yang menyenangkan karena mendapatkan sentuhan yang sama sensasinya seperti saat mereka dibelai, disentuh, mengusap-usap rambut, atau menghisap jempol. Mereka tidak mengalami rangsangan seksual yang sama seperti orang dewasa, yang disertai fantasi seksual atau hal lainnya. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sesuai dengan usianya, mereka senang bereksplorasi. Hal ini termasuk rasa ingin tahu mengenai seksualitas, mengenali perbedaan antara laki-laki dan perempuan, alat kelamin, darimana datangnya bayi, dan lainnya. Hurlock (1996) mengemukakan bahwa dalam tahap perkembangan pola ini anak diharapkan menguasai dua aspek penting dari penggolongan peran seks, yaitu 1) Anak belajar bagaimana melakukan peran seks yang tepat, dan 2) Anak mampu menerima kenyataan bahwa mereka harus menyesuaikan dengan stereotip peran seks yang disetujui dalam penilaian dan penerimaan sosial. Tabel berikut ini menjelaskan tentang sikap dan perilaku seksual anak usia dini. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 15

7 Tabel 1. Sikap dan Perilaku Seksual Anak Usia Dini USIA Kurang dari 4 tahun 4-6 tahun PERILAKU 1. Menyentuh atau melakukan eksplorasi pada organ vital nya, di depan umum ataupun ketika anak tengah sendiri 2. Bermain dengan alat kelaminnya 3. Saling menyentuh bagian tubuh dengan teman sepermainannya 4. Mencoba menyentuh payudara Ibu ataupun perempuan lain yang dekat dengan anak 5. Merasa senang dan gembira saat tidak berpakaian 6. Gembira dan penuh rasa ingin tahu saat bertelanjang bersama dengan teman (biasanya saat mandi atau berganti pakaian) 7. Mengajukan berbagai pertanyaan berkaitan dengan nama dan fungsi masing-masing alat kelamin (primer maupun sekunder) 8. Menceritakan kepada teman sebaya tentang fungsi masingmasing alat sekresi tubuh yang ia miliki, seperti ini untuk poop dan ini untuk pipis 1. Semakin aktif dorongan untuk menyentuh atau memegang alat kelaminnya, bahkan hingga melakukan masturbasi, terutama ketika anak tengah sendiri 2. Penuh rasa ingin tahu saat melihat teman lain tidak memakai pakaian 3. Mulai senang mempergunakan kata-kata yang kotor atau kasar dalam menyebutkan alat kelamin atau alat sekresi, meskipun anak sendiri terkadang tidak memahami artinya 4. Mulai saling menunjukkan bagian tubuh vitalnya kepada teman sebaya (biasanya terjadi saat anak bermain dokter-dokteran, kemudian anak mulai saling menunjukkan alat kelamin miliknya Sumber : Coleman & Charles ( 2009). Perilaku terkait dengan perkembangan peran seks pada anak dapat menjadi tidak normal atau bermasalah ketika anak memperoleh tekanan dari lingkungan sekitarnya. Anak-anak yang menunjukkan perilaku seks bermasalah biasanya berasal dari keluarga dengan pola pengasuhan yang keliru, keras dan otoriter, over protective sehingga mengekang kebebasan anak dalam mengaktualisasikan diri, atau pola asuh yang dingin, dimana tidak ada interaksi dan komunikasi yang terbangun secara positif. Perilaku eksplorasi genital yang dilakukan oleh anak biasanya akan berhenti, begitu orangtua memberikan pengertian yang baik kepada anak untuk tidak mengulanginya kembali. Perilaku seksual anak dapat menjadi permasalahan biasanya ditandai dengan anak tidak mengikuti apa yang disampaikan oleh orangtua terkait eksplorasi genitalnya, dan mereka akan semakin sering melakukan tindakan tersebut secara sembunyi-sembunyi. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 16

8 Perilaku seksual lain pada anak yag dianggap bermasalah dikemukakan oleh Coleman & Charles (2009) sebagai berikut : 1. Meletakkan benda ataupun mulut pada alat vital nya sendiri, ataupun orang lain 2. Melakukan tindak masturbasi dengan benda 3. Tidak berhenti memegang alat vital nya sendiri ataupun orang lain, meskipun sudah diberikan larangan 4. Memegang alat vital orang dewasa 5. Meniru gerakan seks / intercourse 6. Meminta melihat tayangan ataupun gambar yang berbau pornografi PENDIDIKAN SEKS BAGI ANAK DALAM KELOMPOK BERMAIN DAN TAMAN KANAK-KANAK Figur yang paling berpengaruh terhadap keoptimalan perkembangan peran seks anak adalah orangtua, namun tidak dapat dipungkiri bahwa orangtua memiliki banyak keterbatasan dalam memberikan pendidikan seks bagi anak dalam keluarga. Kunci penting dalam pendidikan seks bagi anak dalam keluargaadalah dimulai dari proses komunikasi dan interaksi yang hangat dan penuh penghargaan, dalam pola pengasuhan positif demokratis. Tidak semua anak berasal dari latar belakang keluarga dengan pola komunikasi dan interaksi yang terbangun dengan hangat dan terbuka. Permasalahan mengenai seksualitas merupakan permasalahan yang masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat kita, terutama para orangtua. Sebagian besar orangtua masih merasa risih untuk menjelaskan permasalahan seksual dengan putra putrinya. Ketika anak menunjukkan ketertarikan, rasa ingin tahu, dan perilaku seks seperti eksplorasi genital misalkan, tidak sedikit orangtua yang merespon anak secara impulsif. Hal ini tentu saja dapat berakibat negatif bagi perkembangan peran seks anak, dan perilaku seksual yang sebetulnya masih dalam kategori normal dapat berkembang menjadi perilaku seks yang bermasalah. Di sinilah pentingnya Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) berperan aktif mewadahi perkembangan peran seks yang terjadi pada anak. Waktu terbesar anak setiap harinya setelah bersama dengan orangtua dan keluarga adalah bersama dengan Guru dan teman-teman sekolah. Begitu banyak keterampilan kecakapan hidup serta nilai-nilai pengembangan karakter yang Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 17

9 dapat diajarkan kepada anak suai dini melalui berbagai kegiatan bermain di Kelompok Bermain serta Taman Kanak-kanak. Hal ini dapat diterapkan pada permasalahan mengenai pendidikan seks untuk anak usia dini. Seperti yang telah kita ketahui bersama, saat ini PAUD di Indonesia berkembang begitu pesat. Kesadaran para orangtua untuk memasukkan anakanak mereka ke PAUD semakin meningkat. Pendidikan Anak Usia Dini sendiri dikelompokkan menjadi tiga klasifikasi yaitu : 1) PAUD Formal yaitu Taman Kanak-kanak untuk anak usia 5 sampai dengan 7 tahun, 2) PAUD Non Formal yaitu Kelompok Bermain untuk anak usia 2 sampai dengan 4 tahun, dan 3) PAUD Informal yaitu orangtua, keluarga, dan masyarakat sekitar (Direktorat PAUD, 2004). Urgensi permasalahan seksual pada anak membuat pemerintah mulai mengeluarkan wacana tentang penerapan pendidikan seks dalam materi pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan, dimulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi. Pendidikan seks bagi anak usia dini merupakan materi yang sebenarnya sangat berkaitan erat dengan esensi dari pembelajaran di PAUD. Inti dari pembelajaran di PAUD, dalam hal ini adalah Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak adalah mengoptimalkan perkembangan anak dalam setiap aspeknya, tidak terkecuali perkembangan anak pada aspek peran seks nya. Guru PAUD sendiri memiliki karakter yang relatif berbeda dengan Guru pada jenjang pendidikan di tingkat sekolah. Guru PAUD memiliki ke khas-an karakter seperti hal nya anak didik mereka yang ceria, penuh rasa ingin tahu, aktif, dan begitu berenergi. Pendekatan pembelajaran yang dilakukan di Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak juga sangat berbeda dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran pada jenjang sekolah. Seperti yang disampaikan Moeslichatoen (1999) bahwa pembelajaran yang dilakukan di Taman Kanak-kanak mempergunakan pendekatan tematik, dimana tidak ada mata pelajaran di dalamnya. Pembelajaran di PAUD juga diberikan secara terpadu (Integrated Curricculum), dimana satu tema terdiri atas beragam kegiatan di dalamnya, dan satu kegiatan memiliki tujuan untuk mengembangkan setiap aspek perkembangan yang dimiliki anak secara terpadu. Penerapan pendidikan seks bagi anak usia dini dalam Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak dirasakan sangat sesuai dengan kebutuhan anak usia dini, dimana anak pada usia tersebut tengah berkembang rasa ingin tahu dan Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 18

10 dorongan eksplorasi yang sangat tinggi akan dirinya sendiri, teman sebaya, perbedaan fisik dan alat kelamin yang mereka miliki. Guru dapat masuk dalam proses perkembangan peran seks ini, sehingga anak mendapatkan pendampingan yang tepat dan terarah. Pendidikan seks di Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak dapat dilakukan secara patut dan menyenangkan sesuai dengan prinsip Developmental Appropriate Practice, yaitu dengan memperhatikan perbedaan individu yang dimiliki anak, diberikan secara tepat sesuai dengan kemampuan pemahaman anak dalam setiap tahap usianya, serta diberikan secara menyenangkan dalam kemasan bermain sesuai dengan ke khas-an karakteristik anak usia dini (NAEYC, 2009). Pendidikan seks bagi anak usia dini di Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak dikemas dalam satu kesatuan pelaksanaan pembelajaran yang meliputi : 1) Perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh Guru, 2) Pelaksanaan pembelajaran yang melibatkan Guru, anak didik, dan sumber media pembelajaran yang digunakan, 3) Proses penilaian / evaluasi perkembangan yang dilakukan oleh Guru, serta 4) Proses refleksi dimana Guru mengulas kembali berbagai macam permasalahan yang dihadapi pada saat pembelajaran dilakukan, dan menentukan solusi atau upaya perbaikan untuk diterapkan dalam pertemuan berikutnya. Perencanaan pendidikan seks bagi anak usia dini di Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak harus dibuat secara terintegrasi dengan menggunakan pendekatan terpadu yang diorganisasi melalui tema-tema pembelajaran yang terdapat dalam Kurikulum Kelompok Bermain atau Taman Kanak-kanak yang bersangkutan. Pokok-pokok materi dalam pendidikan seks bagi anak usia dini dirumuskan ke dalam program perencanaan semester (Promes), Satuan Kegiatan Mingguan (SKM), dan Satuan Kegiatan Harian (SKH). Materi pendidikan seks bagi anak usia dini dapat melebur ke dalam lima ruang lingkup kurikulum Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak yang meliputi Bidang pengembangan moral dan nilai-nilai agama, bidang pengembangan sosial emosional, bidang pengembangan bahasa, bisang pengembangan kognitif, dan bidang pengembangan fisik motorik. Seperti yang dituangkan dalam Kurikulum Taman Kanak-kanak (Direktorat PAUD, 2004) untuk menyederhanakan lingkup kurikulum dan menghindari tumpang tindih, serta untuk memudahkan Guru menyusun program Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 19

11 pembelajaran yang sesuai dengan pengalaman, maka aspek-aspek perkembangan tersebut dipadukan dalam bidang pengembangan yang utuh mencakup : 1. Bidang Pengembangan Pembentukan Perilaku Melalui Pembiasaan Pembentukan perilaku melalui pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari anak sehingga menjadi kebiasaan yang baik. Bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama serta pengembangan sosial, emosional dan kemandirian. 2. Bidang Pengembangan Kemampuan Dasar. Pengembangan kemampuan dasar merupakan kegiatan yang dipersiapkan oleh Guru untuk meningkatkan kemampuan dan kreatifitas sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pengembangan kemampuan dasar tersebut meliputi : kemampuan anak dalam bidang pengembangan kognitif, bahasa, dan fisik motorik. Materi pendidikan seks sendiri dapat diterapkan dalam bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan. Dalam hal ini, permasalahan rasa ingin tahu anak dan dorongan eksplorasinya akan seksualitas dapat diwadahi melalui kegiatan tanya jawab, dongeng atau bercerita, gerak dan lagu, serta bermain peran tentang seputar permasalahan anggota tubuh. Pembelajaran tentang anggota tubuh sudah lazim diberikan di dalam Kelompok Bermain ataupun Taman Kanak-kanak dalam tema aku atau tema diri sendiri. Dalam bebagai kegiatan di tema aku atau tema diri sendiri anak biasanya dikenalkan tentang panca indera dan masing-masing fungsinya, serta berbagai anggota tubuh seperti tangan, kaki, dada, punggung, kepala, dan rambut serta berbagai macam karakteristik dan fungsinya. Pada praktiknya, pengenalan tentang nama dan fungsi anggota tubuh tidak sampai kepada organ reproduksi ataupun alat kelamin. Beberapa Guru di Kelompok Bermain atau Taman Kanak-kanak akan memberikan penjelasan tentang organ reproduksi atau alat kelamin ketika anak terus bertanya dan menuntut jawaban yang jelas dari Guru. Pembelajaran tentang berbagai macam organ reproduksi manusia, dan alat kelamin yang dimiliki laki-laki dan perempuan beserta fungsinya dapat diberikan kepada anak melalui tema Aku atau tema Diri Sendiri, melalui berbagai macam kegiatan yang dilakukan setiap harinya di Kelompok Bermain atau Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 20

12 Taman Kanak-kanak. Guru harus memberikan pemahaman yang tepat dan akurat kepada anak ketika mereka bertanya. Ketepatan Guru termasuk pada saat memperkenalkan berbagai nama-nama anggota tubuh tersebut. Keterampilan komunikasi tentunya sangat diperlukan oleh Guru PAUD terutama dalam penerapan pendidikan seks bagi anak. Bahasa tubuh yang tampak kaku, risih, jijik ataupun malu-malu dapat menimbulkan persepsi atau tafsiran yang keliru pada anak usia dini tentang perkembangan seksualnya. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Hurlock (1996) yaitu bahwa faktor kognitif, afektif, dan konatif sangat berperan dalam perkembangan peran seks anak. Anak akan memahami berbagai pengetahuan tentang seksualitas, serta mengembangkan berbagai macam persepsi mengenai hal tersebut, tegantung pada bagaimana lingkungannya memberikan stimulus sesuai kemampuan kogntifinya yang tengah berkembang, dan kemampuan afektifnya, mengenai apa yang dirasakan orang-orang yang ada di sekitar anak. Anak yang telah lama berada dalam lingkungan yang mengajarkan bahwa membicarakan organ vital adalah sesuatu yang tabu akan menyimpan rapatrapat rasa ingin tahunya, dan ditunjukkan dengan diam, meskipun dorongan untuk mengajukan berbagai pertenyaan sangat bergejolak dalam pikirannya. Guru perlu untuk menguasai keterampilan Self Disclosure yaitu teknik yang dapat dipergunakan untuk membangun keterbukaan dalam komunikasi yang interaktif positif dengan anak. Pada bidang pengembangan pembentukan perilaku melalui pembiasaan, pendidikan seks dapat dimasukkan dalam aspek nilai-nilai keagamaan tentang mahluk ciptaan Allah SWT. Proses pembelajaran ini biasanya akan sangat terkait dengan pengembangan pada aspek kognitif anak. Dalam bidang kognitif anak diharapkan mampu mengenal dan memahami berbagai macam proses sains. Proses terjadinya mahluk hidup merupakan sesuatu proses yang dapat dijelaskan secara ilmiah melalui pemebaljaran sains bagi anak. Dalam pembelajaran sains bagi anak terkait dengan penciptaan mahluk hidup, anak dapat diberikan stimulus tentang proses metamorphosis kupu-kupu ataupun katak, proses kelahiran anak Ayam atau Burung, bagaimana proses kelahiran anak Sapi, Kambing, atau mamalia lain, hingga proses terbentuknya dan lahirnya seorang adik bayi. Pembelajaran mengenai proses reproduksi tentunya harus disampaikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kogntif anak usia pra sekolah, Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 21

13 yang masih berada dalam tahap Pra Operational, yaitu pada usia 2 hingga 7 tahun. Piaget (dalam Crain, 2001) berpendapat bahwa pada tahap Pra Operational kemampuan berpikir anak masih sangat egosentris, dan anak belum memapu memahami konsep berpikir secara abstrak. Penjelasan yang diberikan kepada anak pra sekolah harus diberikan melalui teknik yang konkrit. Media sendiri memegang peranan yang sangat kuat dalam proses interaksi antara Guru dan anak didik. Media yang dipergunakan harus jelas dan tidak memberikan tafsiran ganda pada anak, dan bukan merupakan suatu gambar yang abstrak atau sulit dipahami. Media yang dipergunakan juga harus menarik dan dapat menjadi sumber pembelajaran yang tidak membosankan bagi anak. Tahap selanjutnya dalam proses pembelajaran bagi anak usia dini adalah tahap evaluasi atau penilaian. Penilaian pada pembelajaran mengenai seksualitas di Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak dilakukan berdasarkan indikator yang tentunya disusun oleh Guru berdasarkan prinsipprinsip perkembangan anak. Guru dapat menerapkan indikator yang telah ditetapkan dalam Kurikulum dimana pembelajaran seks belum masuk di dalamnya, dan kemudian Guru melakukan pengembangan dari indikatorindikator tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Wortham (2008) bahwa penilaian bagi anak usia dini dilakukan setiap hari dalam proses yang natural, dimana fokus Guru tidak semata-mata hanya kepada hasil, melainkan lebih menekankan kepada proses. Penilaian dilakukan setiap hari dan dicatat dalam SKH, rapport (buku laporan pengembangan), dan buku penghubung komunikasi Guru dengan Orangtua sebagai bentuk kerjasama dalam memotret pencapaian anak dalam perkembangannya. Guru kemudian menyampaikan secara langsung dalam pertemuan dengan orangtua bagaimana proses pencapaian perkembangan anak terkait permasalahan seksualitas, apakah anak memiliki sikap dan perilaku positif terkait dengan perkembangan seksuaitasnya, atau justru ada permasalahan serius yang membutuhkan penanganan. KESIMPULAN Tidak semua perilaku seks yang ditunjukkan oleh anak usia dini merupakan perilaku yang berbahaya. Beberapa perilaku seks pada anak adalah sesuatu yang normal dilakukan. Sebagian perilaku seks pada anak usia dini merupakan bagian dari perkembangan sosialnya, dimana anak mulai memahami peran Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 22

14 dirinya, membangun konsep dirinya malalui kesadaran akan ciri fisik yang ia miliki, dibandingkan dengan ciri teman sepermainannya, baik dari jenis kelamin yang sama maupun lawan jenisnya. Seiring dengan laju tumbuh kembangnya anak akan mulai merasakan bahwa dirinya memiliki persamaan sekaligus perbedaan dengan orang lain. Anak akan membandingkan kondisi fisik yang ia miliki dengan teman sebayanya, dengan lawan jenisnya, dan dengan orang dewasa terdekat terutama Ayah dan Ibunya. Pada saat inilah serangkaian pertanyaan semakin sering dikemukakan oleh anak. Berbagai pertanyaan yang dikemukakan oleh anak berkaitan dengan seksualitas biasanya dimulai dari perbedaan jenis kelamin antara dirinya dengan teman sebayanya, dan dengan orang tua nya. Rasa ingin tahu anak dan kebutuhan eksplorasi yang tinggi pada anak membuat pertanyaan anak semakin bertambah kompleks. Anak mulai bertanya tentang fungsi alat kelaminnya, proses kelahiran bayi, proses munculnya bayi di dalam perut Ibu, mengapa lakilaki dan perempuan harus menikah, dan apakah seorang Ibu dapat memiliki bayi apabila tidak menikah. Pada saat anak memperoleh jawaban yang benar, ilmiah, dan dapat memuaskan rasa ingin tahu anak, anak akan memiliki pijakan yang benar untuk memilih tindakan yang benar nantinya, dan menyadari konsekuensi dari tindakan yang ia pilih. Jawaban yang tidak realistis, dan abstrak akan sulit dipahami anak. Anak tidak memperoleh kepuasan akan rasa ingin tahu nya. Mereka akan berusaha mencari jawaban yang benar melalui teman sebaya, melalui media, dan melalui tindakan eksplorasi genital yang tidak terkontrol. Anak juga dapat melakukan berbagai tindak eksperimen dengan dirinya sendiri ataupun teman sepermainannya, tanpa sepengetahuan orangtua. Sikap orangtua yang kaku menghadapi pertanyaan anak dan perilaku seks anak di usia dini dapat membawa akibat yang buruk. Sikap keras dan otoriter orangtua yang cenderung menghardik atau membentak pada saat anak bertanya atau melakukan eksplorasi seksual dapat membuat anak merasa malu dan merasa bersalah, sehingga anak mengembangkan berbagai macam persepsi yang keliru tentang seks. Dibutuhkan proses upaya penanganan yang serius dan berkesinambungan, dan ini dapat dilakukan melalui penerapan pendidikan seks bagi anak dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 23

15 Guru dapat menyertakan pendidikan seks bagi anak suai dini di Kelompok Bermain serta Taman Kanak-kanak secara terintegrasi dengan kurikulum yang selama ini diterapkan, yaitu masuk ke dalam Promes, SKM, dan SKH. Penerapan pendidikan seks oleh Guru PAUD secara tepat dan efektif akan dapat mebantu anak usia dini untuk tumbuh dan berkembang secara optimal dalam setiap aspek perkembangannya, sehingga melahirkan sikap dan perlaku yang sehat, anak terhindar dari berbagai permasalahan seksual, dan dapat mempersiapkan anak secara lebih matang pada tahap perkembangan selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Bee, Helen L. (1984). The Developing Person. A Life-Span Approach. Second Edition. New York: Harper and Row Publisher. Coleman, H., Charles, G. (2006). Sexual Behavior and Deveopment in Young Children. Canada : The National Child Traumatic Stress Network Crain, W. (2001). Teori Perkembangan : Konsep dan Aplikasi (Terjemahan Yudi Santoso). Yogyakarta : Pustaka Pelajar Direktorat PAUD. (2002). Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta : Kementrian Pendidikan Nasional (2004). Konsep Dasar Anak Usia Dini. Jakarta : Kementrian Pendidikan Nasional (2004). Kurikulum Taman Kanak-kanak. Jakarta : Kementrian Pendidikan Nasional Hurlock, Elizabeth B. (1996). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga Moeslichatoen. (1999). Metode Pengajaran di Taman Kanak-kanak. Jakarta: PT.Rineka Cipta. NAEYC. (2006). Developmental Appropritae Practice in Early Childhood Program Serving From Birth to Age 8. New York : National Association for The Education of Young Children Suntrock. John. W. (2002). Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga Wortham, S.C. (2008). Assessment in Early Childhood Education. Upper Saddle River N.J. : Pearson Merril. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 24

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI

2015 IMPLEMENTASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK ANAK USIA DINI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa usia dini sering dikatakan sebagai masa keemasan atau golden age. Masa keemasan adalah masa dimana anak memiliki kemampuan penyerapan informasi yang

Lebih terperinci

KETIKA ANAK BERTANYA TENTANG SEKS

KETIKA ANAK BERTANYA TENTANG SEKS KETIKA ANAK BERTANYA TENTANG SEKS Oleh ; Sri Maslihah Bunda, darimana asalnya aku? Bagaimana adik bayi keluar dari perut Bunda? Mengapa orang di tv tadi berciuman?. Apa yang harus kita katakan ketika si

Lebih terperinci

PENDIDIKAN SEKS ANAK* (Pendekatan Praktis Bentuk dan Antisipasi Penyimpangan seks anak)

PENDIDIKAN SEKS ANAK* (Pendekatan Praktis Bentuk dan Antisipasi Penyimpangan seks anak) PENDIDIKAN SEKS ANAK* (Pendekatan Praktis Bentuk dan Antisipasi Penyimpangan seks anak) Oleh : AGUNG HASTOMO, S.Pd** NIP : 132319836 JURUSAN PENDIDIKAN PRA-SEKOLAH dan SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Perkembangan Individu

Perkembangan Individu Perkembangan Individu oleh : Akhmad Sudrajat sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/perkembangan-individu/ 1. Apa perkembangan individu itu? Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

Periodisasi Perkembangan Peserta Didik

Periodisasi Perkembangan Peserta Didik Periodisasi Perkembangan Peserta Didik Afid Burhanuddin Kompetensi Dasar Mahasiswa mampu menjelaskan tentang periodisasi perkembangan peserta didik Indikator Mahasiswa mampu menjelaskan periodisasi perkembangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, terdapat beberapa hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Adapun

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi

Lebih terperinci

Persepsi Guru Taman Kanak-kanak Terhadap Pendidikan Seksual Anak Usia Dini

Persepsi Guru Taman Kanak-kanak Terhadap Pendidikan Seksual Anak Usia Dini Persepsi Guru Taman Kanak-kanak Terhadap Pendidikan Seksual Anak Usia Dini Dhian Gowinda Luh Safitri Siti Mahmudah PG-PAUD,Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya Jl. Teratai No. 4 Surabaya

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 42 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Asumsi Dari data yang telah terkumpul dilaksanakan uji asumsi. Tujuan uji asumsi tersebut adalah untuk mengetahui apakah data yang terkumpul memenuhi syarat untuk dianalisis

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 09Fakultas Pendidikan Agama Katolik SEKSUALITAS MANUSIA PSIKOLOGI Program Studi Drs. Sugeng Baskoro,M.M PSIKOLOGI PENTINGNYA PENDIDIKAN SEKSUALITAS MANUSIA Pengantar Sebenarnya, saya memang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini masalah seksualitas selalu menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah menjadi suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di Indonesia 62 juta remaja sedang tumbuh di tanah air. Artinya satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Batasan usia remaja menurut BKKBN adalah usia 10 sampai 24 tahun dan belum menikah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang khas, dikatakan memiliki karakteristik yang khas dikarenakan mempunyai rasa ingin tahu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi anak di usia dini merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak dalam jenjang pendidikan usia pra sekolah dan sekolah dasar yang bertujuan

Lebih terperinci

GAMBARAN METODE SOSIALISASI SEKSUALITAS YANG DISAMPAIKAN OLEH IBU KEPADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI DESA CIKERUH LARAS AMBAR SARI ABSTRAK

GAMBARAN METODE SOSIALISASI SEKSUALITAS YANG DISAMPAIKAN OLEH IBU KEPADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI DESA CIKERUH LARAS AMBAR SARI ABSTRAK GAMBARAN METODE SOSIALISASI SEKSUALITAS YANG DISAMPAIKAN OLEH IBU KEPADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI DESA CIKERUH LARAS AMBAR SARI ABSTRAK Manusia senantiasa mengalami pertumbuhan dan perkembangan sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

MENGENALKAN PENDIDIKAN SEKS MENGGUNAKAN CERITA BERGAMBAR UNTUK ANAK USIA DINI Febritesna Nuraini Abstrak Tujuan penulisan ini adalah untuk mengenalkan pendidikan seks menggunakan cerita bergambar untuk

Lebih terperinci

Perkembangan Manusia

Perkembangan Manusia Perkembangan Manusia Ciri-ciri perkembangan 1. Perkembangan mengikuti pola yang teratur, baik pada masa pranatal maupun postnatal. Pola perkembangan individu bersifat chepalocaudal, yaitu perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan upaya pembinaaan dan pengasuhan yang ditujukan kepada anak sejak lahir hingga anak usia 6 tahun, meskipun sesungguhnya

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENDIDIKAN PAUD. Oleh: Fitta Ummaya Santi

KONSEP DASAR PENDIDIKAN PAUD. Oleh: Fitta Ummaya Santi KONSEP DASAR PENDIDIKAN PAUD Oleh: Fitta Ummaya Santi SIAPAKAH ANAK USIA USIA DINI? Latar Belakang Anak adalah penentu kehidupan pada masa mendatang. Usia dari kelahiran hingga enam tahun merupakan usia

Lebih terperinci

PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR

PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR PERSPEKTI Tentang PAUD DAN PENDIDIKAN DASAR (Ditinjau dari pandangan dan harapan orangtua) Oleh: Dra. Pudji Asri.M.Pd. Seminar Sehari Pola Pembelajaran PAUD bagi Pembentukan Pribadi Integral, Kompetitif

Lebih terperinci

Tari Sandjojo Head of Academic Division Rumah Main Cikal & Sekolah Cikal

Tari Sandjojo Head of Academic Division Rumah Main Cikal & Sekolah Cikal Tari Sandjojo Head of Academic Division Rumah Main Cikal & Sekolah Cikal Seks itu alamiah, tapi perilaku seks yang bertanggungjawab adalah hasil PROSES belajar secara EKSPLISIT Sumber : Teman Orangtua

Lebih terperinci

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang melibatkan berbagai perubahan, baik dalam hal fisik, kognitif, psikologis, spiritual,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat. Masa ini biasa disebut dengan masa the golden

I. PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat. Masa ini biasa disebut dengan masa the golden 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Masa ini biasa disebut dengan masa the golden age,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendefiniskan pendidikan anak usia dini sebagai. boleh terpisah karena ketiganya saling berkaitan. Aspek kognitif berkaitan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam rentang kehidupan manusia, memiliki peran yang strategis. Manusia melalui usaha sadarnya berupaya untuk mengembangkan segenap potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah

Lebih terperinci

www.rajaebookgratis.com. "Ih, Udah Gede Kok Nggak Punya Malu!" Rasa malu merupakan salah satu nilai moral yang patut diajarkan pada anak. Perasaan ini tidak ada kaitannya dengan sifat pemalu. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI Rita Eka Izzaty SETUJUKAH BAHWA Setiap anak cerdas Setiap anak manis Setiap anak pintar Setiap anak hebat MENGAPA ANAK SEJAK USIA DINI PENTING UNTUK DIASUH DAN DIDIDIK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, ayat (14) dijelaskan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan

Lebih terperinci

ESENSI BERMAIN BAGI ANAK USIA DINI

ESENSI BERMAIN BAGI ANAK USIA DINI ESENSI BERMAIN BAGI ANAK USIA DINI Pada hakikatnya semua anak suka bermain, hanya anak-anak yang sedang tidak enak badan yang tidak suka bermain. Mereka menggunakan sebagian besar waktunya untuk bermain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai perencanaan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha atau kegiatan yang disengaja untuk membantu, membina, dan mengarahkan manusia mengembangkan segala kemampuannya yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan krisis sehingga memerlukan dukungan serta pengarahan yang positif dari keluarganya yang tampak pada pola asuh yang

Lebih terperinci

Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia

Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia Tahap-tahap Tumbuh Kembang Manusia Rentang Perkembangan Manusia UMBY 1. Neonatus (lahir 28 hari) Pada tahap ini, perkembangan neonatus sangat memungkinkan untuk dikembangkan sesuai keinginan. 2. Bayi (1

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak dini sangat berpengaruh dalam kehidupan anak ketika mereka

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak dini sangat berpengaruh dalam kehidupan anak ketika mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama ini, pendidikan seks untuk anak usia dini dianggap tabu dikalangan masyarakat. Orangtua beranggapan bahwa pendidikan seks belum pantas diberikan pada anak kecil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara

BAB I PENDAHULUAN. layanan pendidikan diperoleh setiap individu pada lembaga pendidikan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang dibutuhkan oleh setiap individu. Sejak lahir, setiap individu sudah membutuhkan layanan pendidikan. Secara formal, layanan pendidikan

Lebih terperinci

SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI

SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI Psikologi Umum 1 SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI Ursa Majorsy C A B A N G F O K U S U T A M A Psikologi Klinis Psikologi Konseling Psikologi Perkembangan Psikologi Pendidikan Psikologi eksperimen Psikologi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

NEED ASSESSMENT MENGENAI PEMBERIAN PENDIDIKAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN IBU UNTUK ANAK USIA 3 5 TAHUN

NEED ASSESSMENT MENGENAI PEMBERIAN PENDIDIKAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN IBU UNTUK ANAK USIA 3 5 TAHUN Need Assessment Mengenai Pemberian Pendidikan Seksual NEED ASSESSMENT MENGENAI PEMBERIAN PENDIDIKAN SEKSUAL YANG DILAKUKAN IBU UNTUK ANAK USIA 3 5 TAHUN Inhastuti Sugiasih Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MASA BAYI

PERKEMBANGAN MASA BAYI PERKEMBANGAN MASA BAYI Tahap Masa Bayi Neonatal (0 atau baru Lahir-2 minggu Bayi (2 minggu- 2 tahun) TUGAS PERKEMBANGAN MASA BAYI Belajar makan makanan padat Belajar berjalan Belajar bicara Belajar menguasai

Lebih terperinci

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa

Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa Peran Guru dalam Melatih Kemandirian Anak Usia Dini Vanya Maulitha Carissa 125120307111012 Pendahuluan Kemandirian merupakan salah satu aspek terpenting yang harus dimiliki setiap individu dan anak. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan anak untuk optimalisasi bagi perkembangannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah, rezeki, amanah dan kekayaan yang paling berharga bagi orangtua dan keluarganya. Suatu kebahagian bagi orangtua yang selalu berharap agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah merupakan aset penting bagi kemajuan sebuah bangsa. Oleh karena itu setiap warga Negara harus dan wajib mengikuti jenjang pendidikan, baik jenjang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN & PERKEMBANGAN. disampaikan dalam kuliah IKD 2 oleh nurul aini

PERTUMBUHAN & PERKEMBANGAN. disampaikan dalam kuliah IKD 2 oleh nurul aini PERTUMBUHAN & PERKEMBANGAN disampaikan dalam kuliah IKD 2 oleh nurul aini Definisi Pertumbuhan: Bertambahnya ukuran : tulang, otot, syaraf Proses yang tdk normal akan berpengaruh pada perkembangan Bisa

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tempat ibadah merupakan salah satu wadah dimana orang-orang berkumpul dengan teman-teman seiman, memuji, dan menyembah Tuhan yang mereka percayai. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi bagian terpadu dan tak terpisahkan dari peningkatan. yang digunakan dalam proses pembelajaran, kemajuan teknologi dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi bagian terpadu dan tak terpisahkan dari peningkatan. yang digunakan dalam proses pembelajaran, kemajuan teknologi dapat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan sebuah pelaksanaan Pendidikan ditentukan oleh beberapa hal yang salah satunya adalah kualitas pembelajaran. Upaya peningkatan mutu pembelajaran menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah Tunas harapan bangsa. Mereka ibarat bunga yang tengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah Tunas harapan bangsa. Mereka ibarat bunga yang tengah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah Tunas harapan bangsa. Mereka ibarat bunga yang tengah berkembang ditengah pesatnya kemajuan zaman. Usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

Freud s Psychoanalytic Theories

Freud s Psychoanalytic Theories Modul ke: 02Fakultas Erna PSIKOLOGI Freud s Psychoanalytic Theories Multahada, S.HI., S.Psi., M.Si Program Studi Psikologi Freud (1856-1939) Pendekatan Dinamis Dinamakan juga : Energi psikis, energi dorongan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan sempurna. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua orang. Beberapa orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah anak yang berumur nol tahun atau sejak lahir hingga berusia kurang lebih delapan (0-8) tahun. Batasan di atas sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa

BAB I PENDAHULUAN. Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia dini disebut juga sebagai usia emas atau golden age. Pada masamasa ini merupakan masa kritis dimana anak membutuhkan rangsanganrangsangan yang tepat untuk mencapai

Lebih terperinci

FASE PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MANUSIA

FASE PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MANUSIA FASE PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MANUSIA Fase fase Kepribadian Sigmund Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun dan perkembangan kepribadian sesuda usia 5 tahun sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada

BAB I PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pendidikan yang di berikan anak sejak dini merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian manusia secara utuh yaitu ditandai dengan karakter budi pekerti luhur pandai

Lebih terperinci

BAB V PERKEMBANGAN MASA BAYI. Terbagi 2 tahap : - Neonatal (0 atau baru lahir sd ± 2minggu) -Bayi (setelah 2 minggu sd 2 tahun)

BAB V PERKEMBANGAN MASA BAYI. Terbagi 2 tahap : - Neonatal (0 atau baru lahir sd ± 2minggu) -Bayi (setelah 2 minggu sd 2 tahun) BAB V PERKEMBANGAN MASA BAYI Terbagi 2 tahap : - Neonatal (0 atau baru lahir sd ± 2minggu) -Bayi (setelah 2 minggu sd 2 tahun) TUGAS PERKEMBANGAN MASA BAYI Belajar makan makanan padat Belajar berjalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak Usia Dini menurut NAEYC (National Association Educational

BAB I PENDAHULUAN. Anak Usia Dini menurut NAEYC (National Association Educational 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Anak Usia Dini menurut NAEYC (National Association Educational Young Children) merupakan sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat, BAB I PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat, informasi menjadi cepat tersebar ke seluruh pelosok Indonesia melalui berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Defenisi Kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberikan respon / jawaban di dalam acara tertentu terhadap suatu situasi. Penyesuaian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama di kalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan upaya pembinaan pada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

Lebih terperinci

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Jenjang Sekolah : SMP 3 Pajangan Mata Pelajaran : IPA Terpadu Kelas / Semester : VIII / I Alokasi waktu : 1 X 40 (1 x Pertemuan) Standar Kompetensi 1. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak merupakan masa emas. Hal tersebut ditunjukkan dengan perkembangan yang cepat pada beberapa aspek yakni aspek sosial, emosional, kognitif, bahasa, seni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB V PERKEMBANGAN MASA BAYI

BAB V PERKEMBANGAN MASA BAYI BAB V PERKEMBANGAN MASA BAYI PERKEMBANGAN BAYI NEONATAL CIRI-CIRI BAYI NEONATAL Merupakan periode tersingkat Terjadi penyesuaian radikal Merupakan masa terhentinya perkembangan Merupakan pendahuluan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia ini merupakan usia emas (golden age) yang merupakan masa peka dan

BAB I PENDAHULUAN. usia ini merupakan usia emas (golden age) yang merupakan masa peka dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taman Kanak-kanak (TK) merupakan lembaga pendidikan formal sebelum anak memasuki sekolah dasar. Lembaga ini dianggap penting karena usia ini merupakan usia emas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner Lampiran 2 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan I Lampiran 3 Surat Pemohonan Izin Survei Pendahuluan II Lampiran 4 Surat Pengambilan Data Penelitian Lampiran 5 Surat Selesai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Banyak orang mengatakan masa-masa sekolah adalah masa yang paling menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan pembahasan mengenai masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia lahir sampai dengan memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan. Peran dan kesadaran yang dimiliki orang tua untuk menempatkan anak-anak mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Setiap manusia akan selalu dihadapkan pada suatu pilihan atau keputusan yang harus diambil dalam mencari makna hidupnya. Beberapa perempuan telah mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang ada dijalur pendidikan formal. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Program Studi PG-PAUD

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Program Studi PG-PAUD PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL TERJADINYA SIANG DAN MALAM MELALUI METODE EKSPERIMEN KOTAK LAMPU AJAIB PADA ANAK KELOMPOK A TK KUSUMA MULYA I KALIOMBO KOTA KEDIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari ketiga subyek, mereka memiliki persamaan dan perbedaan dalam setiap aspek yang diteliti. Khususnya dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. ketertarikan mereka terhadap makna dari seks (Hurlock, 1997). media cetak maupun elektronik yang berbau porno (Dianawati, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seksualitas merupakan topik yang sangat menarik bagi remaja. Hal tersebut dikarenakan remaja mengalami perubahan-perubahan hormonal seksual di dalam diri mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman membawa masalah seks tidak lagi tabu untuk dibahas dan diperbincangkan oleh masyarakat khusunya di kalangan remaja. Hal tersebut terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Didalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Didalam UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 menjelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

- SELAMAT MENGERJAKAN -

- SELAMAT MENGERJAKAN - Identitas subyek Usia : Angkatan : Jenis kelamin : PEDOMAN PENGISIAN 1. Isilah identitas di sudut kiri atas dengan jelas. 2. Bacalah dahulu Petunjuk Pengisian pada masing-masing bagian dengan cermat. 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil dari mereka. Sebaliknya tidak ada orang tua di muka bumi ini yang

BAB I PENDAHULUAN. berhasil dari mereka. Sebaliknya tidak ada orang tua di muka bumi ini yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Setiap orang tua sangat menginginkan anaknya lebih baik, lebih hebat dan lebih berhasil dari mereka. Sebaliknya tidak ada orang tua di muka bumi ini yang

Lebih terperinci