BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Audit Investigatif 1. Audit Investigatif Audit yang digunakan dalam mengungkap tindak pidana korupsi tersebut berbeda dengan audit biasa yang digunakan para auditor keuangan biasa. Audit yang digunakan tersebut adalah audit yang bersifat investigatif dimana audit tersebut menggabungkan antara kemampuan ilmu audit yang terdapat dalam ilmu ekonomi dengan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat bertahan selama proses pengadilan atau proses peninjauan yudisial maupun administratif. Audit tersebut dikenal dengan audit investigasi atau audit investigatif. Di Indonesia Audit Investigasi mulai digunakan sejak terungkapnya kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) pada tahun 2001 yang melibatkan Samandikun Hartono dan Kaharudin Ongko (Purjono, 2: 2011). Kasus tersebut terungkap berkat kerjasama yang dibentuk oleh pihak kejaksaan selaku penyidik dan auditor investigatif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:78) audit investigatif adalah Audit investigatif merupakan sebuah kegiatan sistematis dan terukur untuk mengungkap kecurangan sejak diketahui atau diindikasinya sebuah peristiwa/kejadian/transaksi yang dapat memberikan cukup keyakinan 8

2 serta dapat digunakan sebagai bukti yang memenuhi pemastian suatu kebenaran dalam menjelasan kejadian yang telah diasumsikan sebelumnya dalam rangka mencapai keadilan (search of the truth). Menurut Fitrawansyah (2014:21) audit investigasi adalah Bagian dari managemen kontrol yang dilaksanakan dalam kegiatan internal audit disamping audit lainnya seperti audit keuangan dan audit kepatuhan atau compliance audit. Menurut Tuanakotta pengertian investigasi yaitu sebagai berikut, Investigasi secara sederhana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian. Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum (acara) yang berlaku, diambil dari hukum pembuktian berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Theodorus Tuanakotta, 2012: 322). 2. Jenis Audit Investigatif Menurut Fitrawansyah terdapat dua macam audit investigatif diantaranya yaitu : (Fitrawansyah, 2014: 22) a. Audit Investigasi Proaktif Audit investigasi proaktif adalah audit yang dilakukan pada entitas yang mempunyai risiko-risiko penyimpangan, tetapi entitas tersebut dalam proses awal auditnya belum tidak didahului oleh informasi tentang adanya indikasi penyimpangan yang dapat berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara. 9

3 b. Audit Investigasi Reaktif Audit investigasi reaktif mengandung langkah-langkah pencarian dan pengumpulan bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung dugaan/sangkaan awal tentang indikasi adanya penyimpangan yang dapat/berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara. Istilah reaktif itu sendiri didasarkan pada fakta bahwa auditor melakukan reaksi untuk memvalidasi buktibukti indikasi penyimpangan tersebut. 3. Tujuan Audit Investigatif Audit investigatif berdasarkan permintaan penyidik adalah membantu penyidik untuk membuat terang perkara pidana yang sedang dihadapi penyidik. Auditor bertugas mengumpulkan bukti-bukti surat yang mendukung dakwaan jaksa. Tujuan audit investigatif berdasarkan pengaduan masyarakat adalah untuk melakukan audit lebih lanjut untuk mencari kebenaran dari pengaduan tersebut. Tujuan audit berdasarkan hasil temuan sebelumnya adalah untuk mengadakan audit lebih lanjut untuk membuktikan apakah kecurigaan kecurangan tersebut terbukti atau tidak (Soejono Karni, 2000: 4). 4. Pembuktian dalam Audit Investigatif Tugas auditor investigatif adalah membuat terang perkara pidana yang dihadapi penyidik dengan cara mengumpulkan bukti. Bukti pada audit investigatif sama dengan bukti yang ditetapkan dalam standar auditing, bukti tersebut harus kompeten. 10

4 Audit investigatif dilaksanakan untuk membantu penyidik sehingga alat buktinya harus sesuai dengan alat bukti yang sah menurut Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP). Alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu: a. Alat bukti yang sah, yaitu: 1) Keterangan saksi; 2) Keterangan ahli; 3) Surat 4) Petunjuk 5) Keterangan terdakwa b. Hal yang secara umum sudah diketahui dan tidak perlu dibuktikan Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya itu. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Bukti audit adalah berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat pejabat umum yang berwenang, keterangan ahli dan surat lain yang berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. 11

5 Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena penyesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain maupun tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa teah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa. Tugas auditor sebagai tenaga ahli sebagaimana dimaksud pasal 120 ayat (1) KUHAP adalah: a. Mengumpulkan bukti-bukti surat untuk: 1) Dasar Berita Acara Pemeriksaan (BAP) auditor sebagai saksi ahli dan pembuatan keterangan ahli. 2) Membantu penyidik dengan mengumpulkan bukti-bukti agar dapat membuat BAP secara benar sesuai (pokok perkara atau dakwaan jaksa) terhadap tersangka dan saksi-saksi ahli). b. Sebagai saksi ahli di persidangan Dalam persidangan hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah ialah memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi bahwa terdakwa benar-benar melakukannya. 5. Aksioma Audit Investigatif Menurut Karyono (2013:135) ada beberapa aksioma yang menarik terkait dengan audit investigatif yaitu: 12

6 a. Kecurangan pada hakekatnya tersembunyi, tidak ada keyakinan absolut yang dapat diberikan bahwa kecurangan pada umumnya selalu menyembunyikan jejaknya; b. Untuk mendapatkan bukti bahwa kecurangan tidak terjadi auditor juga harus berupaya membuktikan kecurangan yang telah terjadi; c. Dalam melakukan pembuktian, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan adanya penyangkalan dari pihak pelaku dan pihak lain yang terkait; d. Dengan asumsi bahwa kasus tersebut akan dilimpahkan ke tingkat litigasi, maka dalam melakukan pembuktian seorang auditor harus mempertimbangkan kemungkinan yang terjadi di pengadilan. 6. Prinsip-Prinsip Audit Investigatif Menurut Karyono prinsip-prinsip audit investigatif sebagai berikut (2013:134) a. Mencari kebenaran berdasarkan peraturan perundang-undangan; b. Pemanfaatan sumber bukti pendukung fakta yang dipermasalahkan; c. Selang waktu kejadian dengan respons; semakin cepat merespons; d. Semakin besar kemungkinan untuk dapat mengungkap tindak fraud besar; e. Dikumpulkan fakta terjadinya sedemikian rupa sehingga bukti-bukti yang diperoleh dapat mengungkap terjadinya fraud dan menunjukkan pelakunya; 13

7 f. Tenaga ahli hanya sebagai bantuan bagi pelaksanaan audit investigasi, bukan merupakan pengganti audit investigasi; g. Bukti fisik merupakan bukti nyata dan akan selalu mengungkap hal yang sama; h. Keterangan saksi perlu dikonfirmasikan karena hasil wawancara dengan saksi dipengaruhi oleh faktor kelemahan manusia; i. Pengamatan, informasi dan wawancara merupakan bagian penting dari audit investigasi; j. Pelaku penyimpangan adalah manusia, jika diperlukan dengan bijak sebagaimana layaknya ia akan merespons sebagaimana manusia. B. Auditor 1. Auditor Menurut Alvin A. Arens, Auditor adalah seseorang yang menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi berlaku umum di Indonesia (Alvin A. Arens et al, 2008: 6). 2. Jenis-Jenis Auditor Menurut Mulyadi, orang atau kelompok yang melaksanakan audit dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu sebagai berikut (Mulyadi, 2009: 28). 14

8 a. Auditor Independen Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasikeuangan seperti: kreditor, investor, calon investor, calon kreditor, dan instansi pemerintahan seperti BUMN. Pihak yang memanfaatkan jasa auditor independen terutama adalah pihak selain kliennya. Oleh karena itu, independensi auditor dalam melaksanakan keahlian merupakan hal yang pokok, meskipun auditor tersebut dibayarkan oleh klien karena jasa yang diberikan tersebut. Sikap mental independen sama pentingnya dengan keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya. Di samping itu, auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan sikap mental independen, tetapi ia harus pula mengindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan independensinya. b. Auditor Pemerintah Auditor pemerintah adalah audit profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban keuangan yang 15

9 ditunjukan pada pemerintah. Meskipun terdapat banyak auditor yang bekerja di instansi pemerintah, namun umumnya yang disebut auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Satuan Pengawas Internal (SPI); c. Auditor Internal Auditor internal adalah auditor yang bekerja di perusahaan (perusahaan negara maupun perusaahan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi atau perusahaan, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan kendalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. 3. Karakteristik Auditor Investigatif (Fitrawansyah, 2014: 137) Kecurangan (fraud) sifatnya tersembunyi dan tidak pernah ada kecurangan yang persis sama. Pada audit investigasi juga tidak ada yang seratus persen dapat mengungkap fakta yang sebenar-benarnya. Oleh karena itu dibutuhkan: a. Kompetensi; b. Kreativitas; c. Intuisi auditor. 16

10 Kecakapan intuisi dapat diperoleh jika punya fikiran terbuka, selalu ingin tahu dan objektif. Intuisi diartikan sebagai pertimbangan professional yang merupakan kualitas dan watak dari pikiran yang datang dari pengalaman pribadi. Pendidikan dan pelatihan berperan dalam pengembangan kecakapan intuisi. Pada auditor investigasi diperlukan: a. Kualitas; b. Keterampilan; c. Keahlian khusus; Ketiganya yaitu kombinasi antara auditor berpengalaman dengan penyelidik kriminal.dalam pelaksanaan tugasnya, auditor investigasi menerapkan berbagai disiplin ilmu, keahlian dan pengetahuan professional. C. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 1. Badan Pemeriksa Keuangan Badan Pemeriksa Keuangan atau disingkat BPK adalah lembaga negara yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara menurut UUD Algemene Rekenkamer adalah nama lain dari apa yang kini disebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kewenangan tertinggi atas pemeriksa keuangan negara. 17

11 Badan Pemeriksa Keuangan merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan sebelumnya merupakan bagian dari Bab VIII yang membahas tentang hal keuangan negara, dipisahkannya Badan Pemeriksa Keuangan dalam bab tersendiri dimaksudkan untuk memberi dasar hukum yang lebih kuat serta pengaturan lebih rinci mengenai BPK. Dengan adanya ketentuan mengenai hal ini dalam UUD 1945, diharapkan pemeriksaan terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dilakukan secara lebih optimal. Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan tanggung jawab (akuntabilitas) terhadap keuangan negara (Ni matul Huda, 2005: 176). BPK mempunyai visi dan misi yaitu terwujudnya BPK RI sebagai lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri, professional, efektif dan modern dalam sistem pengelolaan keuangan negara yang setiap entitasnya memiliki pengendalian intern yang kuat, memiliki aparat pemeriksa intern yang kuat dan hanya diperiksa oleh satu aparat pemerintah ekstern untuk mewujudkan pemerintahan yang bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. Pembentukan perwakilan ditetapkan dengan keputusan BPK dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. 18

12 2. Sejarah dan Praktek Badan Pemeriksa Keuangan Pada pasal 23 ayat (5) UUD 1945 telah ditetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan Negara yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No. 11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 januari 1947 yang berkedudukan sementara di kota Magelang. Pada waktu itu ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memenuhi tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947 no telah mengumumkan kepada semua instansi di wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan) pada zaman Hindia Belanda, yaitu ICW (Indische Comptabiliteitswet) dan IAR (Instructie en verdure bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer) (Abu Daud Busroh, 1994: 55). Dalam Penetapan Pemerintah No. 6/1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai 19

13 Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No. 13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949 (Abu Daud Busroh, 1994: 56). Berdasarkan piagam konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949 terbentuklah Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS), berbarengan dengan itu maka terbentuk pula Dewan Pengawas Keuangan yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai ketua diangkat R. Soerasno Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA) (Abu Daud Busroh, 1994: 57). Tanggal 17 Agustus 1950 Negara kesatuan Republik Indonesia kembali terbentuk, Dewan Pengawas Keuangan RIS sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor (Abu Daud Busroh, 1994: 57) Sampai pada dikeluarkannya Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959, yang menyatakan berlakunya kembali UUD Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945 (Ni matul Huda, 2005: 178). 20

14 Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR. Dalam perkembangan fungsi BPK, berdasarkan Ketetapan MPRS No.11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun) yang kemudian diganti dengan Undang-undang (PERPU) No. 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru. Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah UU No. 17 Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan keuangan negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri. Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No. X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI 21

15 perlu diubah dan akhirnya direalisasikan pada Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Diluar struktur BPK pemerintah orde baru membentuk Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mempunyai struktur organisasi yang menjangkau ke seluruh daerah provinsi dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. sementara itu organisasi BPK jauh lebih kecil. Di daerah ada beberapa kantor perwakilan, misalnya perwakilan BPK Wilayah II di Yogyakarta. Wilayah III di Ujung Pandang dan Wilayah IV di Medan. Untuk menghadapi dualism pemeriksaan oleh BPK dan BPKP itulah, maka pasal 23E ayat (1) menegaskan bahwa, Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Di sini tegas dikatakan hanya satu badan yang bebas dan mandiri. Oleh karena itu, BKPK dengan sendirinya harus dilikuidasi, dan digantikan fungsinya dengan BPK (Padmo Wahjono, 2005: 277). Dalam era reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang keuangan negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No. VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satusatunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara yang perannya 22

16 perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan professional (Rahimullah, 2007: 52). 3. Tugas dan Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan Sesuai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara dilaksanakan oleh lembaga negara yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar Dalam hal ini, BPK sebagai lembaga yang dimaksud mempunyai tugas dan kewenangan yang harus dilaksanakan dengan baik. Dijelaskan dalam UU RI No. 15 Tahun 2006 tentang BPK bahwa pada Bab III pasal 6 ayat (1) Badan Pemeriksaan Keuangan bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh: (i) (ii) Pemerintah Pusat; Pemerintah Daerah; (iii) Lembaga Negara; (iv) Bank Indonesia (BI); (v) Badan Usaha Milik Negara (BUMN); (vi) Badan Layanan Umum; (vii) Lembaga Atau Benda Lain yang Mengelola Keuangan Negara. Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan atas laporan keuangan. Kemudian yang dimaksud dengan pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan 23

17 keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan dengan tujuan untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diperiksa. Pemeriksaan yang dilaksanakan oleh akuntan publik, berdasarjan ketentuan undang-undang laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. Kemudian dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara, BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai standar pemeriksaan keuangan negara. Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh BPK dan/atau pemeriksa. Selanjutnya, BPK bertugas menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangannya. Kemudian DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sesuai dengan peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan. Oleh karena itu, hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum (Jimly Asshidiqie, 2007: 869). 24

18 Dijelaskan pula bahwa untuk keperluan tindak lanjut hasil pemeriksaan, BPK menyerahkan pula hasil pemeriksaan secara tertulis kepada Presiden, Gubernur, Bupati atau Walikota sesuai dengan kewenangannya. Tindak lanjut dari hasil pemeriksaan tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Presiden, Gubernur, Bupati atau Walikota kepada BPK. Namun, apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan paling lama 1 (satu) bulan sejak diketahui adanya unsur pidana tersebut. Selanjutnya laporan BPK sebagaimana dimaksud dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan BPK memantau pelaksanaan tindak pemeriksaan tersebut yang hasilnya kemudian diberitahukan secara tertulis kepada DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemerintah. Seperti yang telah dikemukakan diatas, dalam melaksanakan tugasnya, bpk juga mempunyai wewenang. Pasal 9 ayat (1) Undangundang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan menjelaskan bahwa BPK berwenang: a. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan; b. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, 25

19 Lembaga Negara lainnya, BUMN, BUMD, dan lembaga lain atau badan lain yang mengelola keuangan negara; c. Melakukan pemeriksaan di tmpat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara; d. Menetapkan jenis dokumen, data serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK; e. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; f. Menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; g. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa diluar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK; h. Membina jabatan fungsional pemeriksa; i. Memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintah; j. Memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern pemerintah pusat/pemerintah daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah. 26

20 BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian Negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelolaan BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara. Penilaian kerugian keuangan negara dan/atau penetapan pihak yang berkewajiban membayar ganti kerugian ditetapkan dengan keputusan BPK. Dan untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau: a. Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan oleh pemerintah terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain; b. Pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; c. Pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah yang ditetapkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kemudian dijelaskan pula bahwa, BPK dapat memberikan 1) pendapat kepada DPR, DPD, DPRD. Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah. Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, BUMN, Badan Layanan Umum BUMD, Yayasan dan Lembaga atau Badan Lain yang diperlukan karena sifat pekerjaannya. 2) pertimbangan atas penyelesaian kerugian/daerah, dan 3) keterangan ahli dalam proses peradilan mengenai kerugian negara/daerah. 27

21 Terkait dengan kewenangannya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mengajukan permohonan pengujian UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara perpajakan (UU Perpajakan) di Mahkamah Konstitusi (MK). Penjelasan pengujian UU tersebut menyatakan pasal 34 ayat (2a) huruf b dan penjelasan pasal tersebut telah mengurangi hak konstitusional BPK sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan UUD Ketentuan UU Perpajakan itu menyatakan bahwa pejabat atau tenaga ahli pajak dapat memberikan keterangan kepada lembaga negara yang berhak memeriksa keuangan negara harus ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945, terutama pasal 23E ayat (1) tentang kewenangan BPK, yang menegaskan BPK didirikan sebagai suatu lembaga negara yang bebas dan mandiri hanya untuk satu tujuan saja. Tujuan tunggal pendirian BPK itu adalah untuk memeriksa setiap sen uang yang dipungut oleh negara, dari mana pun sumbernya, di mana pun disimpan dan untuk apapun dipergunakan. Dan jika hal itu bertentangan maka dapat diartikan bahwa sebagai lembaga negara yang bebas dan mandiri BPK belum dapat menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan Undang-undang yang mengaturnya. Lebih lanjut, prosedur izin dari Menteri Keuangan dalm hal pemeriksaan pajak itu juga tidak lazim. Hal itu disebabkan BPK adalah lembaga tinggi negara yang kedudukannya lebih tinggi dari Departemen 28

22 Keuangan. Kedudukan Ketua BPK sebagai lembaga negara adalah lebih tinggi daripada Menteri Keuangan. Untuk memahami tentang wewenang Badan Pemeriksa Keuangan yaitu kita harus mengerti, apa yang dimaksud dengan pemeriksaan. Pemeriksaan adalah terjemahan dari auditing. Pada saat ini, tidak ada jaminan pengelolaan yang dapat dibebaskan dari keharusan auditing sebagai jaminan bahwa pengelolaan keuangan itu memang sesuai dengan norma-sorma yang berlaku (rule of the games). Oleh sebab itu, setiap pengelolaan keuangan harus dilakukan sesuai aturan yang benar sehingga diperlukan mekanisme pemeriksaan yang di sebut financial audit. Pemeriksaan keuangan itu sendiri sebenarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi pengawasan terhadap kinerja pemerintah secara umum. Kontrol atau pengawasan terhadap kinerja pemerintahan haruslah dilakukan secara simultan dan menyeluruh sejak dari tahap perencanaan sampai ke tahap evaluasi dan penilaian, mulai dari tahap rule making sampai ketahap rule enforcing. Auditing atau pemeriksaann tidak selalu bertujuan mecari kesalahan, melainkan juga untuk meluruskan yang bengkok dan memberikan arah dan bimbingan agar pelaksanaan tugas-tugas dan fungsi lembaga ini dapat tetap berada di dalam koridor aturan yang berlaku. Artinya, pemeriksaan dapat berfungsi preventif dan dapat berfungsi korektif dan kuratif (Jimly Asshidiqie, 2006: 162). 29

23 Selama ini, pemeriksaan pajak hanya menggunakan mekanisme pemeriksaan dan perhitungan pajak dilakukan secara internal (self assessment) oleh kelengkapan Departemen Keuangan. Pemeriksaan tertutup itu, bisa memunculkan berbagai upaya penggelapan pajak. Oleh karena itu, jika tidak ada pemeriksaan eksternal oleh BPK, sistem self assessment itu hanya merupakan lisensi untuk melakukan kejahatan penggelapan pajak. Pembatasan wewenang BPK dalam Undang-undang Perpajakan itu juga bertentangan dengan beberapa ketentuan lain, yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Jimly Asshidiqie, 2004: 53) 4. Lembaga BPK Pasca Amandemen UUD 1945 Sistem ketatanegaraan pasca amandemen UUD 1945, sesungguhnya mengandung dimensi yang sangat luas, yang tidak saja berkaitan dengan hukum tata negara tetapi juga bidang-bidang hukum yang lain, seperti hukum administrasi, hak asasi manusia dan lain-lain. Dimensi perubahan itu juga menyentuh tatanan kehidupan politik di tanah air, serta membawa implikasi perubahan yang cukup besar di bidang social, politik, ekonomi, pertahanan, dan hubungan internasional (Jimly Asshidiqie, 2007: 84). Sebelum UUD 1945 diubah, pasal 23 ayat (5) diartikan secara restriktif yaitu mengenai pelaksanaan APBN. Namun, menurut Harun Al 30

24 Rasid, tidak menutup kemungkinan adanya suatu peraturan perundangundangan yang menugaskan kepada Badan pemeriksa Keuangan untuk memberiksa badan hukum yang lain dari negara (Jimly asshidiqie, 2007: 850). Namun, dengan adanya perubahan UUD 1945, ketentuan mengenai Badan Pemeriksa Keuangan mencakup 7 butir ketentuan yang cukup luas dan rinci pengaturannya, maka kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan mengalami perluasan yang substansif. Pemeriksaan keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dikaitkan dengan objek pemeriksaan pertanggungjawaban hasil pemeriksaan yang lebih luas dan melebar. BPK juga diharuskan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada DPR, DPD, dan DPRD. Bahkan dalam hasil pemeriksaan itu mengindikasikan perlunya penyelidikan dan penyidikan diproses secara hukum oleh lembaga penegak hukum. Lembaga penegak hukum inilah yang dimaksud oleh pasal 23E UUD 1945 dengan istilah badan sesuai dengan Undangundang. Dalam rumusan ayat (3) yang berbunyi Hasil pemeriksaan tersebut ditindak lanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang. Pasal 23 ayat (1) hasil amandemen UUD 1945 memberi peran strategis kepad BPK, yaitu memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara melalui suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Sebagai institusi resmi pemeriksa eksternal independen, keberadaan BPK diakui secara konstitusional dan perannya direvitalisasi 31

25 menjadi lembaga negara yang sejajar dengan MPR, DPR, DPD, Presiden dan MA. Sudah tentu, BPK sendiripun juga tidak dapat dikatakan salah jika beritikad baik untuk menyampaikan hasil-hasil pemeriksaannya itu kepada lembaga penegak hukum. Kemungkinan lain, dapat pula terjadi bahwa yang berinisiatif untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK itu adalah DPR sebagai lembaga pengawas kinerja pemerintah dan pemerintahan. DPR-lah yang meneruskan hasil pemeriksaan BPK itu kepada kepolisian atau badan-badan lain seperti KPK dan sebagainya. Namun, setelah berhasil pemeriksaan oleh BPK itu disampaikan kepada DPR, maka semua informasi mengenai hasil pemeriksaan itu sudah menjadi milik umum atau publik, sehingga dengan sendirinya setiap lembaga penegak hukum dapat berinisiatif sendiri untuk menegakkan hukum dan menyelamatkan kekayaan negara dari kegiatan yang tidak terpuji yang merugikan kekayaan negara (Jimly Asshiddiqie, 2006: 165). Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bagai momok menakutkan bagi lembaga dan instansi pemerintah di negeri ini. Sebagi auditor negara, BPK kerap menemukan penyimpangan anggaran dibeberapa instansi. Sebab itu tak jarang tim audit BPK dihalang-halangi untuk melakukan proses audit. Pasca Amandemen UUD 1945, BPK memang mulai menjadi lembaga tinggi negara yang diperhitungkan. Sesuai dengan perubahan konstitusi, maka keberadaan BPK harus disesuaikan karena ada keluasaan kewenangan yang diberikan. Kewenangan ini menyangkut tanggung jawab 32

26 pengelolaan keuangan negara, ada beberapa UU yang turut mengganjal kewenangan BPK dalam tugasnya antara lain UU BUMN, UU Pasar Modal, UU Wajib Pajak, dan UU Kerahasiaan Bank. Sebelum diamandemen, BUMN diaudit oleh auditor atau akuntan publik, tapi setelah amandemen seharusnya BPK yang melakukannya. Selain terhambat oleh beberapa Undang-undang, dari pihak BUMN sendiri juga ada keengganan untuk diperiksa BPK. Dengan alasan, bila BPK yang memeriksa maka saham perusahaan plat merah itu akan turun nilainya. Ada sentimen negatif bila BPK yang mengaudit karena sifatnya terbuka public (Jimly Asshidiqie, 2006: 173) hal tersebut dimaksud dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik Undang-undang menetapkan bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum. Dengan demikian masyarakat dapat memperoleh kesempatan untuk mengetahui hasil pemeriksaan. Sebagai lembaga negara yang diberi kewenangan untuk memeriksa keuangan dan tanggung jawab pengelolaan keuangan negara, BPK dapat memeriksa uang negara yang dikelola oleh para penyelenggara negara. Misalnya, BPK dapat memeriksa Menteri Keuangan dan Menteri BUMN ataupun menteri lain yang membidangi pembinaan teknis badan usaha milik tersebut. BPK tidak perlu memeriksa fisik uang dan pembukuannya, tetapi cukup memeriksa tanggung jawab pengelolaan uang negara oleh pejabat negara yang terkait dengan uang negara itu (Jimly Asshidiqie, 33

27 2007: 822). Bahkan, jika di perusahaan-perusahaan negara tersebut terdapat wakil pemerintah yang duduk di komisaris, maka BPK dan aparat penyidik bisa saja memeriksa komisaris yang bersangkutan sebagai tindakan dalam rangka menilai pelaksanaan tanggung jawabnya mengawasi kekayaan negara yang dikelola oleh perusahaan yang bersangkutan. Pemanggilan yang dilakukan oleh BPK adalah tindakan terakhir yang dilakukan oleh BPK untuk menghadirkan seseorang setelah upaya dalam rangka memperoleh, melengkapi, dan/atau meyakini informasi yang dibutuhkan dalam kaitan dengan pemeriksaan. Untuk menjamin integritas dalam menjalankan kewenangannya, BPK wajib bersikap tegas dalam menerapkan prinsip, nilai dan keputusan. Juga dalam mengemukakan dana/atau melakukan hal-hal yang menurut pertimbangan yang menurut keyakinannya. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas BPK meliputi (i) pemeriksaan atas pengelolaan, dan (ii) pemeriksaan atas tanggung jawab mengenai keuangan daerah. Dengan demikian, berarti lingkup kewenangan pemeriksaan keuangan negara oleh BPK ini menjadi sangat luas. BPK pasca reformasi dapat dikatakan memiliki kewenangan yang sangat besar dan luas, mencakup bidang-bidang pengaturan (legislatif), pelaksanaan (eksekutif), dan bahkan juga penjatuhan sanksi (yudikatif). Disamping fungsinya yang demikian, BPK tentu saja memiliki wewenang 34

28 untuk menetapkan keputusan-keputusan yang bersifat administratif. Karena itu, BPK setelah informasi kewenangan yang bersifat campuran. Padahal, pengertian keuangan negara yang menjadi objek kewenangannya juga telah di diperluas sedemikian rupa sehingga pemeriksaan yang dilakukannya menjangkau obyek pengelola keuangan negara dalam arti yang sangat luas, baik dari segi substansial sektoral maupun struktural horizontal dan struktural vertikal sampai ke daerah-daerah. Akibatnya, format organisasi BPK mau tidak mau juga harus diperbaiki dan diperbesar sedemikian rupa, sehingga kapasitas kelembagannya benarbenar dapat memenuhi tugasnya secara efektif (Jimly Asshidiqie, 2007: 863). Karena pada hakikatnya, negara adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya yang demikian, negara tunduk padatatanan hukum publik. Melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintahan, negara berusaha memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat. Oleh karena itu, dengan adanya perluasan kewenangan yang dimiliki BPK, tidak hanya memeriksa keuangan lembaga negara atau lembaga lain yang menggunakan anggaran negara tetapi juga diberi kewenangan mengaudit kebijakan lembaga negara. Dengan demikian, diharapkan BPK dapat meningkatkan kinerja dan mampu mengaudit laporan keuangan yang lebih rumit. Sehingga keberadaan dan kedudukan BPK diperkokoh sebagai satu lembaga negara pemeriksa keuangan agar dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun

29 5. Landasan Hukum Kekuasaan Badan Pemeriksa Keuangan (Tim BEPEKA, 1998: 36) a. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Dari ketentuan pasal 23 ayat (5) UUD 1945, diketahui bahwa kekuasaan pemeriksaan tanggung jawab tentang keuangan negara berada pada Badan Pemeriksa Keuangan. Kata kekuasaan memang tidak tampak pada teks pasal 23 ayat (5) UUD 1945, tetapi disebut dua kali pada penjelasan pasalnya yaitu sebagai berikut; Untuk memeriksa tanggung jawab jawab pemerintah itu perlu ada suatu yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah. Sebab itu kekuasaan dan kewajiban itu ditetapkan dengan undang-undang. Kata kekuasaan yang disebut terakhir pada kalimat di atas adalah kekuasaan yang dimiliki oleh BPK untuk melakukan pemeriksaan tanggung jawab tentang keuangan negara. Dengan demikian cukup jelas maksud yang melatarbelakangi penyebutan kekuasaan BPK dalam penjelasan pasal 23 ayat (5) UUD 1945 yang memberikan imbangan kekuasaan yang sederajat antara kekuasaan BPK dan kekuasaan Pemerintah seperti yang disebutkan dalam ketentuan pasal 6, 7, 8, 9 UUD Kekuasaan yang dimiliki oleh BPK lazim disebut sebagai kekuasaan konstitusional BPK. Oleh sebab itu kekuassan tersebut perlu diidentifikasikan baik mengenai makna maupun sifatnya. 36

30 Pertama, bahwa kekuasaan BPK itu adalah salah satu bagian dari kekuasaan negara yang oleh pemegang kekuasaan tertinggi negara dilimpahkan kepada BPK. Mengenai kekuasaan tertinggi negara yang berada pada MPR dinyatakan secara tegas oleh UUD 1945 die gezamte staat gewalt lieght allein beider majelis. Kekuasaan itu disebut sebagai gewalt atau geweld dalam bahasa Belanda, yang identik dengan kata force atau violence dalam baha Inggris, yang berarti kekerasan atau paksaan. Demikian pula halnya kekuasaan BPK yang dilimpahkan oleh negara atau MPR, mengandung daya paksa, sehingga tidak dapat diremehkan atau dilecehkan atau dipermainkan oleh kepentingan suatu golongan dan sembarang orang. Kedua, bahwa kekuasaan BPK itu dapat dibedakan dan atau dipisahkan dengan kekuasaan Pemerintah. Kekuasaan pemerintah itu disebut oleh UUD 1945 sebagai power yang terpusat ditangan Presiden dengan ungkapan concentration of power and responsibility upon the president. Kata power dalam Bahasa Inggris berarti kekuasaan, kekuatan atau pengaruh. Demikian pula halnya, sebagai imbangan power pemerintah yang dimaksud, maka BPK memiliki power atau kekuasaan yang bersifat kuat serta berpengaruh terhadap pihak lain yang menjadi obyek pemeriksaannya. Ketiga, bahwa kekuasaan BPK itu tidak berbeda makna dan sifatnya dengan pengertian kekuassan pada umumnya, baik dibidang sosial maupun politik, yakni mengandung kekuatan memaksa dan atau 37

31 dapat mempengaruhi pihak lain untuk mengikuti kehendak yang memiliki kekuasaan. Penggunaan kata kuasa dan atau kekuasaan dalam UUD 1945 itu dapat diketahui dan ketentuan pasal-pasal yang bersangkutan, seperti kekuasaan tertinggi, kekuasaan pemerintahan, kekuasaan membentuk undang-undang kekuasaan kehakiman dan lain sebagainya. Keempat, bahwa kekuasaan BPK itu bersumber pada faham demokrasi yang dianut oleh UUD 1945, khususnya di bidang keuangan negara. UUD 1945 menganut faham atau berjiwa demokrasi konstitusional, yang menghendaki agar distribusi kekuasaan dalam negara berjalan moderat, sehingga setiap kekuasaan tidak terlampaui kuasa. Beberapa kekuasaan tidak boleh berada disatu tangan, itulah faham mengenai distribusi kekuasaan politik negara. Dalam faham yang dianut UUD 1945, kekuasaan pemeriksaan keuangan negara tidak diabaikan. Di dalam negara modern dewasa ini uang atau kekayaan dinilai sebagai kekuatan yang menakjubkan. Kekayaan itu adalah salah satu sumber kekuasaan, karena dengan uang dapat dibeli apa saja yang diinginkan. Menghadapi kekuatan uang atau kekayaan seperti itu, maka UUD 1945 sejak dini telah meletakkan daya tangkal jauh ke masa depan. Ketentuan Pasal 23 UUD 1945 yang terdiri dari lima ayat itu pada dasarnya merupakan pembatasan dari kekuasaan pemerintah dibidang keuangan negara. Tidak saja mengenai penganggaran jumlah uang kas atau uang tunai yang akan diperoleh dan digunakan oleh 38

32 pemerintah harus mendapat persetujuan dari rakyat, yang dalam hal ini diwakili oleh DPR, melainkan semua hal yang berkaitan dengan keuangan negara harus diatur dengan undang-undang. Lenih lanjut dikatakan bahwa tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara tersebut harus diperiksa oleh BPK. Jelaslah bahwa kekuasan yang diberikan oleh UUD 1945 kepada DPR dan BPK sesungguhnya merupakan faktor pembatas terhadap kekuasaan pemerintah dalam mengelola keuangan Negara. Penguasaan uang atau kekayaan negara oleh pemerintah tidak dibiarkan berjalan sendiri oleh UUD Kekuasaan pemerintah tersebut harus berjalan berdampingan, serasi, selaras, dan seimbang dengan kekuasaan DPR dan BPK, dalam suasana kedaulatan rakyat. Dari faham demokrasi mengenai kekuassan pemeriksaan keuangan Negara, sebagai diutarakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa setiap pendapat yang akan mengurangi, memperkecil, membatasi atau mempersulit penerapan kekuasaan konstitusional DPR dan kekuasaan BPK, pada dasarnya adalah pendapat yang menjauhi demokrasi (inkonstitusional) dan mengganggu ketaatan dan ketertiban keuangan negara yang diamanatkan oleh UUD b. Menurut Peraturan Perundang-undangan. Untuk merealisasikan kekuasaan BPK itu diberlakukan Undang- Undang No. 5 Tahun 1973 tentang BPK meskipun undang-undang ini dirasakan belum menjamin kelancaran pelaksana kegiatannya. 39

33 Kedudukan konstitusional itu nampaknya belum berarti legal dalam pelaksanaan operasional. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tersebut masih banyak memerlukan peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan kegiatan BPK, yang diharapkan dapat membantu BPK dalam memenuhi tugas konstitusionalnya guna menegakkan kedudukan, tugas, kewajiban, wewenang, dan fungsinya. Kekurangan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tersebut kiranya dapat dimaklumi, karena Undang-undang ini memang bersifat lebih banyak mengatur tentang apa dan siapa BPK itu, daripada mengatur tentang pelaksanaan kegiatannya. Meskipun demikian, undang-undang ini antara lain menunjuk pada Indische Comptabiliteitswet (ICW) dan instructieen verdure bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer (IAR). Penunjukan ICW dan IAR dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973, yang ternyata menimbulkan pandangan yang kontroversial dari beberapa kalangan dalam masyarakat, sesungguhnya mencerminkan pula sikap arif dan penuh kehati-hatian dari pembentuk Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 dimaksud. Hal ini dapat dipahami, karena kenyataan menunjukkan bahwa sejak kemerdekaan RI belum ada peraturan perundangan selain ICW dan IAR yang memberikan ikatan secara legal antara BPK sebagai pemeriksa dan pemerintah selaku penanggung jawab keuangan negara, sebagai yang diperiksa. Selain itu terdapat kehati-hatian dari pembentuk Undang-undang No. 5 tahun 1973 yang tidak tergesa-gesa untuk mengesampingkan ICW dan IAR 40

34 dari khasanah perbendaharaan peraturan perundang-undangan tentang keuangan negara di Negara Republik Indonesia. Pembentuk Undang-undang No. 5 Tahun 1973 ternyata tidak tergoyahkan oleh pandangan yang kontroversial, yang antara lain mengatakan bahwa ICW dan IAR adalah produk kolonial Hindia Belanda yang sudah using dan kuno atau ICW dan IAR bergaya dan berbahasa Belanda yang tidak popular dikalangan generasi baru Indonesia ataupun ICW dan IAR tidak cocok dengan tata organisasi manajemen yang bersumber dari teori keuangan Anglo Saxon. Dengan memandang ICW dan IAR sebagai hukum positif di Indonesia maka pembahasan tentang legalisasi pelaksanaan kegiatan BPK dan tinjauan tentang kendala pelaksanaan ICW dan IAR, serta argumentasi untuk mengatasinya. Terlepas dari kekurangan ICW dan IAR. Ketentuan ini kenyataannya telah memberikan status legal terhadap landasan bagi pelaksanaan kegiatan BPK dan tinjauan tentang kendala pelaksanaan ICW dan IAR, serta argument untuk mengatasinya. Terlepas dari kekurangan ICW dan IAR, ketentuan ini kenyataannya telah memberikan status legal terhadap landasan bagi pelaksanaan kegiatan BPK. Pertama, ICW dan IAR dengan tegas memberikan ikatan yang sah antara BPK sebagai Auditor dan pihak-pihak tertentu di lingkungan Pemerintah selaku penanggung jawab keuangan negara, sebagai auditan, yang dapat dibedakan menjadi ikatan khusus disatu pihak, dan 41

35 ikatan administratif di lain pihak. Ikatan khusus tersebut terjadi dari apa yang di sebut dengan pengurusan Bendaharawan (Comptabel Beheer) oleh orang pejabat atau pegawai negeri yang menerima penugasan khusus dari negara untuk bertindak sebagai penerima, penyimpan dan yang mengeluarkan uang negara. Ikatan ini mewajibkan Bendaharawan Negara menyampaikan pertanggungjawaban keuangan yang dikelolanya kepada BPK untuk diperiksa. Hal yang demikian inilah menunjukkan ikatan yang tepat antara BPK dan Bendaharawan. Sedangkan ikatan administratif terjadi dari pengurusan umum atau pengurusan administrasi (Administratief Beheer), oleh pejabat (pegawai negeri) yang menerima pelimpahan wewenang atau kuasa dari pihak penguasa keuangan negara. Bahwa ikatan khusus tersebut jauh lebih erat atau kuat sifatnya kiranya dapat dipahami, karema ICW dan IAR mendasarkan pada prinsip yang menyatakan : Pertama tiada penerimaan atau pengeluaran uang dari negara tanpa melakukan Bendaharawan Negara. Hal ini menunjukkan bahwa ICW dan IAR meletakkan kubu pertahanan yang kuat pada aliran atau mutasi uang yang ada pada Bendaharawan Negara, mencerminkan seluruh gerak operasi administrasi atau penyelenggara apapun. Dengan berpedoman pada prinsip dimaksud, maka BPK tidak akan kehilangan jejak dalam menelusuri setiap kegiatan keuangan di mana saja, serta oleh siapa saja urusan administratif tidak wajib menyampaikan 42

36 pertanggungjawabannya kepada BPK, bukanlah berarti hal itu membatasi pemeriksaan BPK. Kedua, ICW dan IAR memberikan landasan hukum kepada BPK untuk melakukan tuntutan perbendaharaan terhadap bendaharawan yang salah atau lalai atau alfa, sehingga menimbulkan kekurangan perbendaharaan. Keputusan BPK dalam tuntutan perbendaharaan tersebut mempunyai kekuatan yang sama, dan dilaksanakan sebagai keputusan hakim perdata yang telah mempunyai kekuatan pasti. Fungsi BPK itu, pada dasranya merupakan konsekuensi logis sebagai tindak lanjut dari ikatan khusus antara BPK dan bendaharawan negara tersebut di atas. Sebagai mata rantai dari pertanggungjawaban Bendaharawan Negara kepada BPK, berarti menempatkan badan ini sebagai pihak yang kompeten dan mampu menetapkan dengan lebih pasti jumlah kekurangan perbendaharaan, untuk dibebankan kepada Bendaharawan yang bersangkutan. Dengan demikian kedudukan khusus BPK yang berwenang menetapkan putusan tentang pembebanan kekurangan perbendaharaan itu terjadi karena keahliannya untuk itu. Ketiga, ICW dan IAR mewajibkan pemerintah membuat suatu perhitungan anggaran, dan memberikan landasan yuridis kepada BPK untuk memeriksa, serta cara untuk melakukan pemeriksaan perhitungan itu. ICW dan IAR menegaskan bahwa dalam melakukan pemeriksaan perhitungan anggaran tersebut, BPK apabila perlu dapat mengirimkan kembali bukti pertanggungjawaban Bendaharawan Negara untuk 43

37 dijawab dan diperbaiki. Demikianlah ikatan khusus dimaksud mewajibkan BPK tidak saja menyatakan opini terhadap perhitungan anggaran yang disajikan oleh pemerintah, melainkan lebih dari itu, BPK dapat menolak sebagian atau seluruh pembebanan pertanggungjawaban Bendaharawan Negara pada perhitungan dimaksud. Dari uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa ICW dan IAR telah meletakkan BPK pada kedudukan khusus dibidang keuangan Negara Republik Indonesia, dan demikian pula terhadap legalitas kegiatannya. Sedangkan terhadap pandangan yang menyatakan bahwa ICW dan IAR adalah kendala dari pelaksanaan legislasi kegiatan BPK itu, tidak seluruhnya dapat dibenarkan. Kendala dimaksud pada dasarnya dapat terpulang penyelesaiannya kepada BPK dan para penyelenggaraan Negara yang bersangkutan. Sasaran atau obyek dimana kekuasaan BPK itu diterapkan adalah terletak di bidang pemeriksaan tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara. Bidang tersebut pada dasarnya mengandung dua komponen, yaitu pengertian pemeriksaan BPK di satu pihak. Undang-undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan kepada BPK terbatas sebagai pemeriksa dan bukan sebagai pengawas keuangan negara. Seluruh ketentuan yang dimuat dalam UUD 1945 (termasuk penjelasannya), dengan jelas menempatkan kata memeriksa dengan pemeriksaan hanya dalam kalimat yang menyangkut tugas BPK. 44

38 Sedangkan kata-kata mengawasi, kontrol dan atau pengawasan, hanya digunakan dalam kaitannya fungsi DPR. Terlepas dari kesimpangsiuran peraturan perundang-undangan yang menyangkut tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara, maka pemeriksaan BPK terhadap keuangan negara, bukanlah tanggung jawab yang dilakukan oleh suatu badan/institusi semata melainkan tanggung jawab yang akan dilakukan dan diminta dari orang perorangan baik selaku pegawai negeri, bendaharawan, pejabat kepala keuangan, pemimpin proyek, maupun Menteri bahkan Presiden sekalipun. Hal ini membawa konsekuensi bahwa dalam pemeriksaannya BPK senantiasa dapat diminta pertanggungjawaban kepada diapa saja yang melakukan penyimpangan terhadap kriteria pengelolaan dibidang keuangan negara seperti tidak taat, tidak tertib, tidak hemat, tidak efesien dan tidak efektif. 45

39 6. Struktur Organisasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Gambar 1 Struktur Organisasi BPK RI Sumber: bpk.go.id Struktur organisasi BPK sangat kompleks. Berdasarkan peraturan BPK No. 1 tahun 2010 dan Keputusan BPK No. 39/K/I-VIII.3/7/2007, BPK terdiri atas anggota BPK dan pelaksana BPK dengan tugas dan wewenangnya masing-masing. a. Ketua BPK Tugas dan wewenang : 1) Pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan kelembagaan BPK; 2) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara umum; 3) Hubungan kelembagaan dalam negeri dan luar negeri. 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum 1. Sejarah Organisasi Berdasarkan pada publikasi situs Badan Pemeriksa Keuangan dijelaskan mengenai sejarah, visi, misi, dasar hukum, tujuan strategis maupun

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITAN. Opini audit sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, bahwa auditor harus

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITAN. Opini audit sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, bahwa auditor harus BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITAN A. Opini Audit Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Opini audit sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, bahwa auditor harus menyimpulkan apakah auditor telah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keuangan negara merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang BPK dalam Peraturan Perundang-Undangan dan Implementasinya

Tugas dan Wewenang BPK dalam Peraturan Perundang-Undangan dan Implementasinya Tugas dan Wewenang BPK dalam Peraturan Perundang-Undangan dan Implementasinya Diajukan sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Hukum Tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, SH., LL. M. Disusun Oleh:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA. KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA No.112, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN BPK. Tata Kerja. Pencabutan. PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA KERJA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keuangan negara merupakan salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keuangan negara merupakan salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keuangan negara merupakan salah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keuangan negara merupakan

Lebih terperinci

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAHAN BANDI UU 15/ 2004 tentang PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA MENIMBANG a. untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahannegara, keuangan

Lebih terperinci

BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA.

BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA. BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA http://www.actual.co Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tetap akan mengaudit atau memeriksa laporan keuangan dari 138 (seratus tiga puluh delapan) Badan Usaha

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA

KEDUDUKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA KEDUDUKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DALAM PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA www.merdeka.com I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara welfare state, dimana negara memiliki tanggung jawab

Lebih terperinci

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK

RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK RERANGKA KERJA AUDIT SEKTOR PUBLIK 1 Audit Proses sistematik dan objektif dari penyediaan dan evaluasi bukti-bukti yang berkenaan dengan asersi tentang kegiatan dan kejadian ekonomi utuk memastikan derajat

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI PIDATO KEPALA PERWAKILAN BPK RI PROVINSI JAMBI PADA ACARA PENYERAHAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH KOTA JAMBI TAHUN

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun

BAB I PENDAHULUAN. melakukan audit terhadap pemerintah. Sedangkan undang-undang No 15 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi merupakan ilmu yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan para penggunanya. Tujuan akuntansi diarahkan untuk mencapai hasil dan harus memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa keuangan negara merupakan salah

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun ini. Menghadapi MEA, keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun ini. Menghadapi MEA, keberadaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tahun 2015, Indonesia mengalami perkembangan bisnis yang semakin meningkat ditandai dengan adanya kerjasama pembentukan kawasan perekonomian terintegrasi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH BAB II GAMBARAN UMUM BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI JAWA TENGAH 2.1 Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Badan Pemeriksa Keuangan BPK merupakan salah satu lembaga

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA.

LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA. LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA http://www.forbumn.com Sejumlah kalangan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review i atas kewenangan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 46 2016 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN. Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Kav. 31

BAB III OBJEK PENELITIAN. Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Kav. 31 BAB III OBJEK PENELITIAN III.1. Objek Penelitian Objek penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah pada Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara nasional.sindonews.com Perdebatan tentang Undang-Undang Keuangan Negara yang menyatakan aset BUMN 1 menjadi bagian dari kekayaan negara masih terus bergulir.

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN Oleh : Andrizal 1 ABSTRACT

PERTANGGUNGJAWABAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN Oleh : Andrizal 1 ABSTRACT PERTANGGUNGJAWABAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 Oleh : Andrizal 1 ABSTRACT In the past, the Result of BPK investigation was only reported to The House of Representative.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pemberantasan tindakan korupsi saat ini semakin menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola pemerintahan yang baik dan mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan negara pada dasarnya harus dikelola secara transparan dan bertanggungjawab dengan taat pada peraturan dan perundang-undangan yang telah ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 1. Pengertian Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 59 2017 SERI : E PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 59 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALI KOTA BEKASI NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DI

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU SELAYANG PANDANG BPK PERWAKILAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Lembaga negara yang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri Berkedudukan di ibukota negara Memiliki perwakilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dasar Hukum terhadap BPK tertulis dalam UUD 1945 Bab VIII A Pasal 23 E, F, dan G. Serta UU RI No. 15 Tahun 2006 Ttg Badan Pemeriksa Keuangan sebagai pengganti UU RI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang No.1494, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pengawasan Internal. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN INTERNAL PADA KEMENTERIAN AGAMA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan kegiatan negara yang berkenaan dengan kepentingan publik.

I. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan kegiatan negara yang berkenaan dengan kepentingan publik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai keuangan negara memang menjadi salah satu hal terpenting dalam proses penyelenggaraan kegiatan negara yang berkenaan dengan kepentingan publik.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 02/UU/BPM FEB UI/X/2015 TENTANG:

UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 02/UU/BPM FEB UI/X/2015 TENTANG: UNDANG-UNDANG BADAN PERWAKILAN MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 02/UU/BPM FEB UI/X/2015 TENTANG: KEUANGAN LEMBAGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA,

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1041, 2014 KEMENKOPOLHUKAM. Kode Etik. Auditor. Aparat Pengawas Intern Pemerintah. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Independensi Integritas Profesionalisme

Independensi Integritas Profesionalisme BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Independensi Integritas Profesionalisme VISI Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang kredibel dengan menjunjung tinggi nilainilai dasar untuk berperan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korupsi merupakan salah satu bentuk fraud yang berarti penyalahgunaan jabatan di sektor publik untuk kepentingan pribadi (Tuanakotta). Korupsi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, keberadaan dan peran auditor yang sangat strategis dikuatkan dan diatur oleh perundang-undangan yang berlaku. Dengan meningkatkan kompetisi dan

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT

PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT PERTEMUAN 2: CAKUPAN AUDIT A. TUJUAN PEMBELAJARAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai cakupan atau jenis-jenis audit termasuk didalamnya adalah audit khusus atau investigasi. Melalui pembelajaran ini,

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. I. Landasan Hukum Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 tanggal 23 Desember

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER

INTERNAL AUDIT CHARTER Halaman : 1 dari 5 I. PENDAHULUAN Tujuan utama Piagam ini adalah menentukan dan menetapkan : 1. Pernyataan Visi dan Misi dari Divisi Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) Bank Woori Saudara 2. Tujuan dan ruang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1964 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1964 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1964 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Pemeriksa Keuangan sekarang pada hakekatnya adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In No.1421, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAWASLU. Kode Etik Pegawai. PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN

Lebih terperinci

TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA

TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA TINJAUAN UMUM AUDIT KEUANGAN NEGARA K E U A N G A N N E G A R A B A T A S A N A U D I T R U A N G L I N G K U P A U D I T P R O S E S A U D I T T E D I L A S T 0 9 / 1 6 Keuangan Negara UU no 17 th 2003

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA

TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN JEMBER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBER, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik

Lebih terperinci

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENANGANAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWER SYSTEM) TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN INSPEKTORAT MENGAKSES DATA DAN INFORMASI PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanggungjawab yang harus dijalankan. Oleh karena itu sebuah organisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. tanggungjawab yang harus dijalankan. Oleh karena itu sebuah organisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah organisasi memiliki berbagai macam kegiatan serta tanggungjawab yang harus dijalankan. Oleh karena itu sebuah organisasi memerlukankan sebuah sistem pengendali

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 2 - PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM BPK RI

GAMBARAN UMUM BPK RI GAMBARAN UMUM BPK RI A. BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DAN DASAR HUKUM Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

Lebih terperinci