Oleh : IMELDA ZULIANA NIM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : IMELDA ZULIANA NIM"

Transkripsi

1 PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, FAKTOR PELAYANAN KESEHATAN DAN FAKTOR PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PENDERITA TB PARU DALAM PENGOBATAN DI PUSKESMAS PEKAN LABUHAN KOTA MEDAN TAHUN 2009 Oleh : IMELDA ZULIANA NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, FAKTOR PELAYANAN KESEHATAN DAN FAKTOR PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PENDERITA TB PARU DALAM PENGOBATAN DI PUSKESMAS PEKAN LABUHAN KOTA MEDAN TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh: IMELDA ZULIANA NIM FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU, FAKTOR PELAYANAN KESEHATAN DAN FAKTOR PERAN PENGAWAS MENELAN OBAT TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN PENDERITA TB PARU DALAM PENGOBATAN DI PUSKESMAS PEKAN LABUHAN KOTA MEDAN TAHUN 2009 Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh: IMELDA ZULIANA NIM Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 20 Juni 2009 dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji Ketua Penguji Penguji I Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes dr. Heldy BZ, MPH NIP NIP Penguji II Penguji III Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si dr. Fauzi, SKM NIP NIP Medan, Juni 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Dekan, dr. Ria Masniari Lubis, M.Si NIP

4 ABSTRAK TB Paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Pada tahun 2006, terdapat sekitar 9,2 juta kasus baru TB secara global dan sekitar 1,7 juta orang meninggal. Jumlah penderita TB Paru BTA positif di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan pada tahun 2006 sebanyak 24 orang dengan angka kesembuhan 62%. Pada tahun 2007, terdapat 20 penderita TB Paru BTA positif tapi angka kesembuhan hanya 20%. Hal ini berarti terjadi penurunan angka kesembuhan dan Puskesmas Pekan Labuhan belum mencapai target yang ditetapkan yaitu minimal 85%. Jenis penelitian ini adalah explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh karakteristik individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dan efek samping Obat Anti Tuberkulosis), faktor pelayanan kesehatan (ketersediaan obat, sikap petugas kesehatan, lokasi/jarak, penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah), dan peran PMO terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru. Populasi adalah seluruh penderita TB Paru yang berobat dengan sampel sebanyak 38 orang yang sedang menjalani pengobatan tahap lanjutan kategori 1 (total sampling). Uji statistik yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan berobat penderita TB Paru adalah pengetahuan (p=0,004) dan peran PMO (p=0,000). Variabel yang tidak memiliki pengaruh adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, efek samping OAT, dan faktor pelayanan kesehatan (p>0,05). Berdasarkan hasil penelitian, maka petugas kesehatan di Puskesmas Pekan Labuhan perlu melakukan penyuluhan kesehatan secara intensif dan berkesinambungan kepada penderita TB Paru dan PMO agar tercapai keberhasilan pengobatan. Kata kunci: Tuberkulosis, Kepatuhan Berobat.

5 ABSTRACT Lung TB is one of public health problems in the world especially in developing countries including Indonesia. In 2006, globally, there were approximately 9.2 million new cases, and about 1.7 million people died. The number of people with lung TB positive BTA as much as 24 patients with 62% cure rate at Pekan Labuhan Health Centre Medan City, by the year In 2007, there were 20 people with lung TB positive BTA but the cure rate was 20%. This means decreasing in numbers of cure rate and Pekan Labuhan Health Centre did not reach the target yet that was set at least 85%. The type of research was explanatory research that aims to explain the influence of individual characteristics (age, sex, education, employment, knowledge, side effects of OAT), health service factors (availability of drugs, health- officer attitudes, location/distance, health promotion, home visits), and the role of PMO on the obedience level of lung TB patients in treatments. The population were all lung TB patients which taking medicine and the samples were 38 patients in first category that were currently undergoing advanced treatment (total sampling). The statistic test was used multiple linier regression. The results of research shows that the variables which have significant influence on the obedience level of lung TB patients in treatments are knowledge (p = 0.004) and the role of PMO (p = 0.000). The variables which have no influence are age, sex, education, employment, side effects of OAT, and health service factors (p>0.05). Based on the results of research, health-officers at Pekan Labuhan Health Centre do health promotion for lung TB patients and PMO in order to achieve the success of the treatment. Keywords: Tuberculosis, Obedience in treatments. iv

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : IMELDA ZULIANA Tempat/Tanggal Lahir : Aceh Timur, 03 Juli 1986 Jenis Kelamin Agama Status Perkawinan : Perempuan : Islam : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 5 (anak ke-4 dari 5 bersaudara) Alamat Rumah : Jl. Pelajar Timur Griya Unimed No. 29 Medan Riwayat Pendidikan : : TK Dharma Patra Pertamina Rantau, Aceh Timur : SD Negeri No. 1 Rantau Pauh, Aceh Timur : SD Negeri No. 069 Babussalam, Duri-Riau : SLTP Negeri 2 Mandau, Duri-Riau : SMA Negeri 2 Mandau, Duri-Riau : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan v

7 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan dan Faktor Peran Pengawas Menelan Obat Terhadap Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru dalam Pengobatan di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan Tahun 2009 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini mungkin masih terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, bantuan, saran dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada: 1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis. 3. Ibu Siti Khadijah Nst, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing skripsi I atas bantuan, waktu, bimbingan dan pengarahan untuk kesempurnaan skripsi ini. vi

8 4. Bapak dr. Heldy BZ, MPH, selaku Dosen Pembimbing skripsi II yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak dr. Fauzi, SKM, selaku Dosen Penguji skripsi yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis. 6. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK, selaku Dosen Penasehat Akademik di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 7. Ibu dr. Hj. Aisyah Umeda selaku Kepala Puskesmas Pekan Labuhan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. 8. Bapak dr. M. Chairani dan Ibu Susi Wahyuni selaku petugas kesehatan di Puskesmas Pekan Labuhan yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 9. Para Dosen dan Staf di FKM USU, khususnya Departemen AKK yang telah membimbing selama perkuliahan. 10. Sahabat-sahabat terbaikku: Dinda, Dita, Fika, Fira, Wiwid, Yana yang selalu mengingatkan, mendoakan, membantu tanpa pamrih, tempat berbagi, dan yang selalu menenangkan jiwa. 11. Terima kasih untuk Dina, Lia, Wella atas kebersamaan mulai dari bangku SD hingga saat ini. Kalian adalah sahabat selamanya. 12. Teman-teman PBL Bandar Baru: Debby, Fani, Laya, Noni, dan Sumisan yang telah menginspirasi penulis dengan kekuatan dan perjuangan kalian selama ini. 13. Teman-teman seperjuangan di Departemen AKK: Abang Zai, Abang Telpa, Roni, Imron, Laina, Nia, Ninit, Tina, Fitri, Mita, yang telah banyak membantu penulis. vii

9 14. Sang Pelipur lara Cokil tersayang, terima kasih telah menemani hari-hari penuh perjuangan dan juga buat Vidi, Butet, Monik, Aura, dan Bunda. 15. Rekan-rekan stambuk 2004 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada Abah dan Ibu yang kakak hormati dan sayangi, Syawalluddin Lubis dan Nurhayati, atas segala doa, kekuatan, kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan yang diberikan dengan segenap hati yang tulus selama ini. Selanjutnya kepada abang-abangku Budi Lubis, ST, Jurelly Lubis, ST, dan Hendra Syahputra yang selalu melindungi dan mengawal setiap langkah penulis, dan adikku Dewi Astuti atas dukungan moril maupun material dan doanya selama ini. Terima kasih buat semua perhatian dan cinta yang diberikan keluarga kepada penulis. Akhirnya penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja serta untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Amin. Medan, Juni 2008 Penulis, (IMELDA ZULIANA) viii

10 DAFTAR ISI Hal Halaman Pengesahan..... ii Abstrak... iii Abstract... iv Riwayat Hidup Penulis... v Kata Pengantar... vi Daftar Isi... ix Daftar Tabel... xii Daftar Gambar... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Tuberkulosis Paru Cara Penularan Penemuan Penderita TB Paru Risiko Penularan Gejala Klinis TB Paru Tipe Penderita TB Paru Pemeriksaan Dahak Prinsip Pengobatan Efek Samping OAT Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) Konsep Perilaku Kepatuhan Berobat Penyuluhan Tuberkulosis Pengawas Menelan Obat (PMO) Persyaratan PMO Siapa yang Bisa Menjadi PMO Tugas Seorang PMO Kerangka Konsep Hipotesis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi Penelitian Populasi dan Sampel ix

11 Populasi Sampel Metode Pengumpulan Data Definisi Operasional Aspek Pengukuran Aspek Pengukuran Variabel Bebas Karakteristik Individu Faktor Pelayanan Kesehatan Faktor Pengawas Menelan Obat (PMO) Aspek Pengukuran Variabel Terikat Teknik Analisa Data BAB IV HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Puskesmas Pekan Labuhan Data Geografis Data Demografi Karakteristik Responden Faktor Pelayanan Kesehatan Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita TB Paru Gambaran Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal Penderita TB Paru Hasil Uji Statistik Bivariat Hasil Uji Statistik Multivariat BAB V PEMBAHASAN Pengaruh Umur Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Pengaruh Pendidikan Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Pengaruh Pekerjaan Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Pengaruh Pengetahuan Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Pengaruh Efek Samping OAT Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Pengaruh Faktor Pelayanan Kesehatan Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat Pengaruh Peran PMO Terhadap Tingkat Kepatuhan Berobat BAB VI KESIMPUAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA x

12 LAMPIRAN : Lampiran 1. Kuesioner Lampiran 2. Hasil-hasil Pengolahan Statistik Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Lampiran 4. Surat Keterangan Selesai Penelitian xi

13 DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Karakteristik Individu Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8. Tabel 4.9. Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Distribusi Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Distribusi Responden Berdasarkan Efek Samping OAT di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Distribusi Responden Berdasarkan Peran PMO di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Peran PMO di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepatuhan Berobat di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kepatuhan Berobat di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Tahun Tabel Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson Tabel Hasil Analisa Regresi Linier Berganda Tahun xii

14 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian xiii

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan ancaman besar bagi pembangunan sumber daya manusia sehingga perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius dari semua pihak. TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lainnya. Pada tahun 1993, World Health Organization (WHO) mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena jumlah kasus TB meningkat dan tidak terkendali khususnya pada negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries) (Depkes RI, 2007). Pada tahun 2006, terdapat sekitar 9,2 juta kasus baru TB secara global. Diperkirakan 1,7 juta orang (25/ ) meninggal karena TB termasuk mereka yang juga memperoleh infeksi HIV ( ) pada tahun 2006 (Depkes dan WHO, 2008). Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB Paru. Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB Paru secara signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB Paru terhadap obat anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak

16 berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB Paru yang sulit ditangani (Depkes RI, 2007). Laporan TB Paru dunia oleh WHO yang terbaru tahun 2006, masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang terbesar nomor tiga di dunia setelah India dan Cina atau sekitar 10% dari total jumlah pasien TB Paru di dunia. Jumlah kasus baru sekitar setiap tahunnya dan jumlah kematian sekitar per tahun (Depkes RI, 2007). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit TB menduduki ranking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian) setelah penyakit sistem sirkulasi dan sistem pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Hasil Survei Prevalensi TB Paru di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB Paru Basil Tahan Asam (BTA) positif secara nasional 110 per penduduk. Secara regional, prevalensi TB Paru BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam tiga wilayah, yaitu: 1) wilayah Sumatera 160 per penduduk; 2) wilayah Jawa dan Bali 110 per penduduk; 3) wilayah Indonesia Timur 210 per penduduk (Achmadi, 2005). Besar dan luasnya permasalahan akibat TB Paru mengharuskan kepada semua pihak untuk dapat berkomitmen dan bekerjasama dalam melakukan penanggulangan TB Paru. Kerugian yang diakibatkannya sangat besar, bukan hanya dari aspek kesehatan semata tetapi juga dari aspek sosial maupun ekonomi. Dengan demikian TB Paru merupakan ancaman terhadap cita-cita pembangunan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Oleh karena itu, perang terhadap TB Paru 2

17 berarti pula perang terhadap kemiskinan, ketidakproduktifan, dan kelemahan akibat TB Paru (Depkes RI, 2007). Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan WHO melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB Paru di Indonesia yang kemudian disebut Strategi DOTS (Directly Observed Treatment-Shortcourse) yang menandai era baru pemberantasan TB Paru di Indonesia. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya (Dirjen P2M & PL, 1997). DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh petugas kesehatan primer di seluruh dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien TB Paru. Penanggulangan TB Paru dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi di mana WHO menargetkan angka kesembuhan minimal 85% dari penderita TB Paru BTA positif yang terdeteksi (Dirjen P2M & PLP, 1997). Prinsip DOTS adalah menentukan pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara langsung dapat mengawasi keteraturan minum obat. Strategi ini diawasi oleh petugas Puskesmas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan pihak-pihak lain yang paham tentang program DOTS. Di samping itu, keluarga sangat perlu keterlibatannya dalam pengawasan dan perawatan penderita TB Paru ini (Dirjen P2M & PL, 1997). 3

18 Strategi DOTS telah dilaksanakan di seluruh Puskesmas yang ada di Kota Medan yang berjumlah 39 Puskesmas. Salah satunya adalah Puskesmas Pekan Labuhan yang berada di Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan yang memiliki laboratorium sehingga menjadi Pusat Rujukan Mikroskopis (PRM) untuk pemeriksaan dahak. Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Medan tahun 2006, diketahui bahwa dari 24 penderita TB Paru BTA positif yang ada di Puskesmas Pekan Labuhan, sebanyak 13 orang dinyatakan sembuh (62%). Pada tahun 2007, Puskesmas Pekan Labuhan merupakan Puskesmas dengan angka kesembuhan paling rendah hanya sebesar 20%. Dari jumlah penduduk jiwa ditemukan penderita TB Paru klinis sebanyak 162 penderita dan yang dinyatakan BTA positif sebanyak 20 orang. Angka kesembuhan yang dicapai pada tahun tersebut hanya sebesar 20% atau sebanyak 5 (lima) orang. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Puskesmas Pekan Labuhan belum bisa mencapai target yang ditetapkan yaitu angka kesembuhan minimal 85% dan bahkan mengalami penurunan pencapaian angka kesembuhan dari tahun 2006 ke tahun Keadaan ini memprihatinkan, padahal Depkes RI telah menyediakan obat gratis bagi penderita TB Paru yang berobat ke Puskesmas. Pada tahun 2008, terdapat 161 kasus TB Paru dengan 22 kasus baru BTA positif. Dari 33 penderita yang diobati 19 orang dinyatakan sembuh (57,58%). Masih rendahnya cakupan angka kesembuhan berdampak negatif pada kesehatan masyarakat dan keberhasilan pencapaian program, karena masih memberi peluang terjadinya penularan penyakit TB Paru kepada anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya. Selain itu memungkinkan terjadinya resistensi kuman TB 4

19 Paru terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT), sehingga menambah penyebarluasan penyakit TB Paru, meningkatkan kesakitan dan kematian akibat TB Paru (Amiruddin, 2006). Untuk mencapai kesembuhan diperlukan keteraturan atau kepatuhan berobat bagi setiap penderita. Paduan OAT jangka pendek dan peran Pengawas Menelan Obat (PMO) merupakan strategi untuk menjamin kesembuhan penderita. Walaupun paduan obat yang digunakan baik tetapi apabila penderita tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan akan mengecewakan (Depkes RI,1996). Menurut WHO, tanpa pengobatan selama lima tahun, 50% dari penderita TB Paru akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (Depkes RI, 2002). Pengobatan penyakit TB Paru zaman sekarang ini sudah semestinya tidak menjadi masalah lagi. Apabila dilihat dari penyebab penyakitnya sudah dapat diketahui dengan pasti, sarana penunjang diagnostiknya sudah ada, bahkan obatnya yang ampuh pun sudah ada, apalagi mengenai dokternya kalau boleh dikatakan sudah berlebihan. Akan tetapi kenyataan yang ada membuktikan bahwa pengobatan tuberkulosis tidaklah semudah yang diperkirakan. Banyak faktor yang sangat memengaruhi keberhasilan pengobatan, seperti lamanya waktu pengobatan, kepatuhan serta keteraturan penderita untuk berobat, daya tahan tubuh, juga faktor sosial ekonomi penderita yang tidak kalah pentingnya (Situmeang, 2004). Kenyataan lain bahwa penyakit TB Paru sulit dibasmi karena obat yang diberikan harus beberapa macam sekaligus serta pengobatannya makan waktu yang lama, setidaknya enam bulan. Hal ini menyebabkan penderita putus berobat. Hal lain 5

20 yang menjadi penyebabnya adalah kurangnya perhatian pada tuberkulosis dari berbagai pihak terkait, akibatnya program penanggulangan TB Paru di berbagai tempat menjadi amat lemah (Dinkes SU, 2005). Menurut Aditama (1994), kalau pengobatan tidak tuntas malah menyebabkan kuman kebal obat dan tentu akan muncul kuman yang lebih ganas. Setelah makan obat dua atau tiga bulan tidak jarang keluhan pasien hilang tetapi belum berarti sembuh total. Padahal saran dari WHO, dengan strategi DOTS dijalankan dengan baik, pada tahun 2010 sedikitnya 70% kasus TB Paru dapat terdiagnosis dan terobati. Menurut WHO, bila 70% dari perkiraan penderita baru yang ada, dapat ditemukan dan diobati dengan angka kesembuhan 85% dapatlah dikatakan bahwa program ini berhasil. Dengan kata lain indikator keberhasilan dapat dilihat dari kesembuhan penderitanya. Kepatuhan berobat penderita TB Paru juga ditentukan oleh perhatian tenaga kesehatan untuk memberikan penyuluhan, penjelasan kepada penderita, kalau perlu mengunjungi ke rumah. Keteraturan pengobatan tetap merupakan tanggung jawab petugas kesehatan. (Dirjen P2M dan PLP, 1997). Penelitian Eliska (2005) menunjukkan bahwa faktor pelayanan kesehatan yaitu penyuluhan kesehatan dapat meningkatkan kepatuhan berobat penderita TB Paru di Puskesmas Teladan Kota Medan. Berdasarkan penelitian Wahab (2002), faktor yang lebih dominan berpengaruh terhadap keberhasilan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Helvetia adalah sikap pasien, sikap petugas, tipe pengobatan dan penghasilan. 6

21 Berdasarkan penelitian Senewe (1997), penyuluhan kesehatan, kunjungan rumah, mutu obat dan jarak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru. Penelitian Tanjung, dkk (1995) di Kecamatan Kotanopan, Tapanuli Selatan menunjukkan bahwa tingginya angka kesakitan, kekambuhan, dan kematian pada penderita TB Paru disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain rendahnya penghasilan, pendidikan dan pengetahuan yang kurang, rendahnya kepatuhan berobat, tidak cocoknya paduan obat, resistensi obat, supervisi dan penyuluhan yang kurang dari petugas. Menurut Nukman (Permatasari, 2005), faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan pengobatan TB Paru adalah: 1) faktor sarana yang meliputi tersedianya obat yang cukup dan kontinyu, edukasi petugas kesehatan, dan pemberian OAT yang adekuat; 2) faktor penderita yang meliputi pengetahuan, kesadaran dan tekad untuk sembuh, dan kebersihan diri; 3) faktor keluarga dan lingkungan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa angka kesembuhan penderita TB Paru di Puskesmas Pekan Labuhan belum mencapai target nasional yang telah ditetapkan sehingga penulis tertarik untuk meneliti pengaruh karakteristik individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan efek samping Obat Anti Tuberkulosis), faktor pelayanan kesehatan (ketersediaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), sikap petugas kesehatan, lokasi/jarak, penyuluhan kesehatan dan kunjungan rumah), dan faktor peran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap tingkat kepatuhan pengobatan penderita TB Paru dalam pengobatan di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan tahun

22 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana pengaruh karakteristik individu, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor peran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap tingkat kepatuhan penderita TB Paru dalam pengobatan di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan tahun Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh karakteristik individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan efek samping OAT), faktor pelayanan kesehatan (ketersediaan OAT, sikap petugas kesehatan, lokasi/jarak, penyuluhan kesehatan dan kunjungan rumah), dan faktor peran Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap tingkat kepatuhan penderita TB Paru dalam pengobatan di Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan tahun Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Medan dalam rangka penanggulangan penyakit TB Paru. 2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Pekan Labuhan Kota Medan dalam rangka melaksanakan program penanggulangan TB Paru dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada penderita TB paru. 3. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan peneliti mengenai upaya penanggulangan penyakit TB Paru. 8

23 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh yang lainnya. Tuberkulosis yang dulu disingkat menjadi TBC karena berasal dari kata tuberculosis saat ini lebih lazim disingkat dengan TB saja. Tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan tetapi dapat ditularkan dari seseorang ke orang lain (Aditama, 1994). Kuman penyebab tuberkulosis ini ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman yang bernama Robert Koch ditahun Hasil penemuannya ini dilaporkan olehnya kepada masyarakat ilmiah pada tanggal 24 Maret Penemuan ini merupakan peristiwa besar dalam perkembangan pengobatan tuberkulosis, dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya sampai kini diperingati sebagai TB Day (Hari Tuberkulosis) (Aditama, 1994). Kuman tuberkulosis berbentuk batang berukuran sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Panjangnya sekitar satu sampai empat mikron dan lebarnya antara 0,3 sampai 0,6 mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37 C yang sesuai dengan tubuh manusia. Untuk berkembang biak basil ini melakukan pembelahan dirinya, dan dari satu basil membelah menjadi dua dibutuhkan waktu 14 sampai 20 jam lamanya. Kalau dilihat struktur kimia, basil ini terdiri dari lemak dan protein (Aditama, 1994).

24 Kuman tuberkulosis mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB Paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002) Cara Penularan Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2002). Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB Paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2002). Perlu diketahui bahwa kuman TB Paru dari dalam paru tidak hanya keluar ketika penderitanya batuk saja. Kuman ini juga dapat keluar bila penderitanya 10

25 bernyanyi, bersin atau bersiul. Secara umum dapat dikatakan bahwa penularan penyakit TB Paru banyak tergantung dari beberapa faktor seperti jumlah kuman yang ada, tingkat keganasan kuman, dan daya tahan tubuh orang yang tertular (Aditama, 1994) Penemuan Penderita TB Paru Menurut Depkes RI (2002), penemuan penderita TB Paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK). Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif). Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya Risiko Penularan Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection=ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun di antara 1000 penduduk sepuluh orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB Paru, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB Paru. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka di antara penduduk rata-rata terjadi 100 penderita TB Paru setiap tahun, di mana 50 penderita adalah BTA positif. Faktor yang 11

26 memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB Paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, di antaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS (Depkes RI, 2002) Gejala Klinis TB Paru Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam hari walau tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes RI, 2002). Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB Paru. Mengingat prevalensi TB Paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang tersangka pasien TB Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Depkes RI, 2002) Tipe Penderita TB Paru Menurut Depkes RI (2002), ada beberapa tipe penderita TB Paru berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya yaitu: 1. Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian). 12

27 2. Kambuh (relaps) adalah penderita TB Paru yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 3. Pindahan (transfer in) adalah penderita TB Paru yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan. 4. Setelah Lalai (pengobatan setelah default/drop-out) adalah penderita TB Paru yang sudah berobat paling kurang satu bulan, dan berhenti dua bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif. 5. Lain-lain Gagal yaitu penderita BTA positif yang tetap masih positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau lebih. Bisa juga penderita dengan hasil BTA negatif Rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan. Kasus Kronis yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulang kategori Pemeriksaan Dahak Menurut Depkes RI (2002), diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Pemeriksaan tiga spesimen Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) dahak secara mikroskopis langsung merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah, dan hampir semua unit laboratorium dapat melaksanakan. 13

28 Adapun tujuan dari pemeriksaan dahak pada program penanggulangan TB Paru adalah: 1. Menegakkan diagnosis dan menentukan tipe/klasifikasi. 2. Menilai kemajuan pengobatan. 3. Menentukan tingkat penularan. Pemeriksaan ulang dahak untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pada: - Akhir tahap intensif Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-2 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke-3 pengobatan ulang penderita BTA positif kategori 2. - Sebulan sebelum akhir pengobatan Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-5 pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke-7 pengobatan ulang penderita BTA positif dengan kategori 2. - Akhir pengobatan Dilakukan seminggu sebelum akhir bulan ke-6 pada penderita BTA positif dengan kategori 1, atau seminggu sebelum akhir bulan ke-8 pengobatan ulang BTA positif dengan kategori 2. Pemeriksaan dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan akhir pengobatan bertujuan untuk menilai hasil pengobatan (sembuh atau gagal). 14

29 Prinsip Pengobatan Adapun tujuan dari pengobatan TB Paru adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan. Obat yang diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB Paru akan berkembang menjadi kuman kebal obat. Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS=Directly Observed Treatment Shortcourse) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Menurut Depkes (2002), pengobatan TB Paru diberikan dalam dua tahap yaitu: 1. Tahap Intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama ripamfisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 (dua) minggu. Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. 15

30 2. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan. Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT: 1. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk: Penderita baru TB Paru BTA positif Penderita TB Paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat Penderita TBC Ekstra Paru berat. Satu paket kombipak berisi 114 blister harian. 2. Kategori 2 ((2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid(H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan Streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan dengan 1 bulan Isoniazid (H), 16

31 Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk : Penderita kambuh (relaps) Penderita gagal (failure) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default). Satu paket kombipak berisi 156 blister harian. 3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3) Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk: Penderita baru BTA negatif dan Rontgen positif sakit ringan Penderita Ekstra Paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. Satu paket kombipak berisi 114 blister harian. 4. OAT Sisispan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama satu bulan. 17

32 Efek Samping OAT Sebagian besar penderita TB Paru dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu, pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Pemantauan dilakukan dengan cara menjelaskan kepada penderita tandatanda efek samping dan menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita mengambil OAT. Efek samping ringan dari OAT seperti tidak ada nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki, dan warna kemerahan pada air seni. Efek samping berat dari OAT misalnya gatal dan kemerahan kulit, tuli, gangguan keseimbangan, ikterus tanpa penyebab lain, bingung dan muntah-muntah, gangguan penglihatan, purpura dan syok (Depkes RI, 2002) Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) Strategi DOTS adalah strategi penanggulangan TB Paru nasional yang telah direkomendasikan oleh WHO, yang dimulai pelaksanaannya di Indonesia pada tahun 1995/1996. Sebelum pelaksanaan strategi DOTS ( ) angka kesembuhan TB Paru yang dapat dicapai oleh program hanya 40-60% saja. Dengan strategi DOTS diharapkan angka kesembuhan dapat dicapai minimal 85% dari penderita TB Paru BTA positif yang ditemukan (Aditama, 2002). Prinsip DOTS adalah mendekatkan pelayanan pengobatan terhadap penderita agar secara langsung dapat mengawasi keteraturan menelan obat dan melakukan pelacakan bila penderita tidak datang mengambil obat sesuai dengan yang ditetapkan. 18

33 Kalau diurai dari kata-katanya, pengertian DOTS dapat dimulai dengan keharusan setiap pengelola program TB untuk memberi direct attention dalam usaha menemukan penderita. Dalam bahasa lain ini diterjemahkan menjadi deteksi kasus dengan pemeriksaan mikroskopik, kendati sebenarnya pengertiannya dapat diperluas dengan keharusan untuk mendeteksi kasus secara baik dan akurat. Kemudian, setiap pasien harus di-observed dalam memakan obatnya, setiap obat yang ditelan pasien harus di depan seorang pengawas. Selain itu, tentunya pasien harus menerima treatment yang tertata dalam sistem pengelolaan, distribusi dan penyediaan obat secara baik. Kemudian setiap pasien harus mendapat obat yang baik, artinya pengobatan short course standard yang telah terbukti ampuh secara klinik. Akhirnya, harus ada dukungan dari pemerintah yang membuat program penanggulangan TB mendapat prioritas yang tinggi dalam pelayanan kesehatan (Aditama, 2002). Strategi DOTS mempunyai lima komponen: 1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. 2. Diagnosa TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. 3. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). 4. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin. 5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB. 19

34 2.3. Konsep Perilaku Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (dari luar diri manusia). Faktor internal ini terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terdiri dari berbagai faktor antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Secara garis besar faktor-faktor yang memengaruhi kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat, dikelompokkan menjadi empat (Blum, 1974). Konsep Blum menjelaskan bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh: 1. Lingkungan, yang mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. 2. Perilaku. 3. Pelayanan kesehatan. 4. Keturunan (hereditas). Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang memengaruhi derajat kesehatan. Oleh sebab itu, dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, maka intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Menurut Green (Notoatmodjo, 2003), perilaku dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yakni: 1. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. 20

35 2. Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, rumah sakit, Posyandu, dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. 3. Faktor penguat (reinforcing factor) Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu dikarenakan 4 (empat) alasan pokok yaitu: 1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling) Yakni dalam bentuk pengetahuan, kepercayaan dan sikap. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain, sedangkan kepercayaan biasanya diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek dan seringnya diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain yang paling dekat. 21

36 2. Orang penting sebagai referensi (Personal reference) Perilaku orang, lebih-lebih anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting baginya, maka apa yang orang tersebut katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh. 3. Sumber-sumber daya (Resources) Mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya yang berpengaruh positif ataupun negatif terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. 4. Kebudayaan (Culture) Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban manusia. Anderson (Notoatmodjo, 2003) menggambarkan model sistem kesehatan (health system model) yang berupa model kepercayaan kesehatan. Di dalam model Anderson ini terdapat 3 (tiga) kategori utama dalam pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Karakteristik Predisposisi (predisposing characterstics) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok: 22

37 a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur. b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan, dan sebagainya. c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. 2. Karakteristik Pendukung (enabling characteristics) Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tak akan bertindak menggunakannya, kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar. 3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics) Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan (need) di sini dibagi menjadi dua kategori, dirasa atau preceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). Menurut Skinner yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yakni : 23

38 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu : a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. c. Perilaku gizi. Makanan dan minuman dapat meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut. 2. Perilaku pencarian pengobatan (health behavior) Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 3. Perilaku kesehatan lingkungan Adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. 24

39 2.4. Kepatuhan Berobat Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan. Menurut Sacket (Ester, 2000), kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Menurut Sarafino (Bart, 1994) secara umum, ketidaktaatan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan atau memperpanjang, atau memperburuk kesakitan yang sedang diderita. Perkiraan yang ada menyatakan bahwa 20% jumlah opname di rumah sakit merupakan akibat dari ketidaktaatan pasien terhadap aturan pengobatan. Faktor yang memengaruhi kepatuhan seseorang dalam berobat yaitu faktor petugas, faktor obat, dan faktor penderita. Karakteristik petugas yang memengaruhi kepatuhan antara lain jenis petugas, tingkat pengetahuan, lamanya bekerja, frekuensi penyuluhan yang dilakukan. Faktor obat yang memengaruhi kepatuhan adalah pengobatan yang sulit dilakukan tidak menunjukkan ke arah penyembuhan, waktu yang lama, adanya efek samping obat. Faktor penderita yang menyebabkan ketidakpatuhan adalah umur, jenis kelamin, pekerjaan, anggota keluarga, saudara atau teman khusus. 25

40 Faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu: 1. Pemahaman Tentang Instruksi Tak seorang pun mematuhi instruksi jika ia salah paham tentang instruksi yang diberikan padanya. Ley dan Spelman (Ester, 2000) menemukan bahwa lebih dari 60% yang diwawancarai setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis, dan banyak memberikan instruksi yang harus diingat oleh pasien. Pendekatan praktis untuk meningkatkan kepatuhan pasien ditemukan oleh DiNicola dan DiMatteo (Ester, 2000), yaitu: a. Buat instruksi tertulis yang jelas dan mudah diinterpretasikan. b. Berikan informasi tentang pengobatan sebelum menjelaskan hal-hal lain. c. Jika seseorang diberikan suatu daftar tertulis tentang hal-hal yang harus diingat, maka akan ada efek keunggulan, yaitu mereka berusaha mengingat hal-hal yang pertama kali ditulis. d. Instruksi-instruksi harus ditulis dengan bahasa umum (non medis) dan hal-hal yang perlu ditekankan. 2. Kualitas Interaksi Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting untuk memberikan 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Berobat Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB tidak hanya menyerang paru, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang dicari oleh semua orang. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Konsep Tuberkulosis ( TB Paru ) a. Etiologi Penyakit TB Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk basil yang dikenal dengan nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit yang sudah cukup lama dan tersebar di seluruh dunia. Penyakit tuberkulosis dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Gambaran Umum TBC Paru a. Definisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar menyerang

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit TBC Paru merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Kuman ini memiliki sifat khusus tahan asam, cepat mati dengan sinar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Tuberkulosis paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru-paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru-paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru-paru manusia. Tuberkulosis disebabkan oleh kuman dan karena itu tuberkulosis bukanlah penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis Paru sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat dan secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

Lebih terperinci

: INDAH DOANITA HASIBUAN NIM.

: INDAH DOANITA HASIBUAN NIM. SKRIPSI PENGARUH KEPATUHAN DAN MOTIVASI PENDERITA TB PARU TERHADAP TINGKAT KESEMBUHAN DALAM PENGOBATAN DI PUSKESMAS SADABUAN KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2011 Oleh : INDAH DOANITA HASIBUAN NIM. 091000195

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat berakibat fatal bagi penderitanya, yaitu bisa menyebabkan kematian. Penyakit yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengawas Minum Obat (PMO) a. Pengertian PMO Menurut Depkes RI (1999) PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih cukup

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Indonesia sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yaitu masyarakat, bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Walaupun strategi DOTS telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan Nasional di bidang kesehatan diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri tahan asam (Suriadi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang bersifat kronik dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang. Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberculosis dan kadang-kadang oleh Mikobakterium bovis dan Africanum. Organisme ini disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TB Paru adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru selanjutnya disebut TB paru merupakan penyakit menular yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis pada tahun 2014. Insiden TB diperkirakan ada 9,6 juta (kisaran 9,1-10

Lebih terperinci

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

PRATIWI ARI HENDRAWATI J HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) KELUARGA DENGAN SIKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan meraih derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) (FK-UI, 2002).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis (Kumar dan Clark, 2012). Tuberkulosis (TB) merupakan salah

Lebih terperinci

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Dr. Rr. Henny Yuniarti 23 Maret 2011 Penyebab Tuberkulosis Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Cara Penularan Sumber penularan

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TBC PARU BTA (+) TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM DOTS PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PKM CIPAGERAN KOTA CIMAHI PADA TAHUN

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TBC PARU BTA (+) TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM DOTS PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PKM CIPAGERAN KOTA CIMAHI PADA TAHUN ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA TBC PARU BTA (+) TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM DOTS PADA MASYARAKAT DI WILAYAH KERJA PKM CIPAGERAN KOTA CIMAHI PADA TAHUN 2005 Arry Soryadharma, 2005 Pembimbing: Felix Kasim,dr.,M.Kes

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 1 GAMBARAN HASIL AKHIR PENGOBATAN PASIEN TB PARU BTA POSITIF YANG MENGGUNAKAN STRATEGI DOTS TIDAK MENGALAMI KONVERSI SPUTUM SETELAH 2 BULAN PENGOBATAN DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2004-2012 Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Distribusi Penyakit Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG World Organization Health (WHO) sejak tahun 1993 mencanangkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global emergency). Hal ini dikarenakan tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang prevalensinya tinggi menduduki peringkat 3 didunia dalam jumlah penderita Tb. Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf kehidupan yang disetujui oleh para pemimpin dunia pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Depertemen Kesehatan RI (2008) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sampai saat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dalam bab ini akan dibahas teori,konsep dan variabel dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru 1. Penjelasan TB Paru 2. program Pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis dapat menyebar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993 memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis (Hiswani, 2004). Penularan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis bersifat tahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis (TBC) 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke

Lebih terperinci

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN NOMOR RESPONDEN PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER Berikut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Pengertian Tuberkulosis Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis Mycobakterium tuberculosa. Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia. Sebagian besar kematian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) atau dalam program kesehatan dikenal dengan TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan oleh kuman Mycobacterium

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diagnosis yang tepat, pemilihan obat serta pemberian obat yang benar dari tenaga kesehatan ternyata belum cukup untuk menjamin keberhasilan suatu pengobatan jika tidak

Lebih terperinci

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas SKRIPSI HUBUNGAN PERILAKU PENDERITA TB PARU DAN KONDISI RUMAH TERHADAP TINDAKAN PENCEGAHAN POTENSI PENULARAN TB PARU PADA KELUARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK BUAYA PADANG TAHUN 2011 Penelitian Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health Organitation (WHO, 2012)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum sering diartikan sebagai upaya multidimensi untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak negara, pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat setiap penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan Nasional, karena kesehatan menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia. Melalui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2014), merupakan kuman aerob yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah di Dunia. Hal ini terbukti dengan masuknya perhatian terhadap penanganan TB dalam MDGs.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tubercolusis atau yang sering disebut TB merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ atau jaringan tubuh.tuberkulosis paru merupakan bentuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP KONVERSI DAHAK PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN TAHUN 2008-2009 SKRIPSI EKA HATEYANINGSIH T. NPM 1005000637 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis. Mikrobakterium ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam pemberantasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkolusis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam

Lebih terperinci