BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Perilaku Menyontek. Dalam institusi pendidikan atau sekolah terdapat perilaku yang dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. A. Deskripsi Konseptual. 1. Perilaku Menyontek. Dalam institusi pendidikan atau sekolah terdapat perilaku yang dengan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Perilaku Menyontek Dalam institusi pendidikan atau sekolah terdapat perilaku yang dengan mudah ditemukan yaitu perilaku menyontek. Perilaku menyontek terjadi pada semua tingkatan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Sebagian besar siswa sudah sangat mengenal istilah menyontek, hal ini dikarenakan ada yang melakukan tindakan menyontek atau hanya sebatas mengetahui perilaku tersebut dari teman-teman, maka dari itu, di bawah ini akan dijelaskan tentang definisi, indikator, bentuk-bentuk dan penyebab menyontek. a. Definisi Menyontek Abdullah Alhadza dalam Admin mengutip pendapat dari Bower, 1964 (Sujinalarifin, 2009) yang mendefinisikan cheathing is manifestation of using illigitimate means to achieve a legitimate end (achieve academic success or avoid academic failure), yang berarti menyontek adalah perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan sah atau terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari kegagalan akademis, sedangkan menurut Donald D. Carpenter (Hartanto, 2012:10) menjelaskan bahwa menyontek dapat dimaknai sebagai perilaku ketidakjujuran akademik. 6

2 7 Sejalan dengan pernyataan Carpenter, Wilkinson (Barzegar dan Khezin, 2011) menyatakan bahwa menyontek adalah menyalin dari siswa lain selama ujian, salah satu dari perbuatan yang tidak baik yang menjadi salah satu dari masalah yang serius dalam institusi pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, menyontek adalah perbuatan tidak jujur yang dilakukan dengan cara menjiplak, mengutip tulisan sebagaimana aslinya dengan tujuan mendapatkan keberhasilan akademik. b. Indikator Menyontek Menyontek sebagai perilaku ketidak jujuran akademis memiliki indikator. Hartanto (2012: 23-29) menjelaskan terdapat delapan indikator menyontek, yaitu sebagai berikut : 1. Prokraktinasi dan Self-efficacy Gejala yang paling sering ditemui pada siswa yang menyontek adalah prokraktinasi dan rendahnya self-efficacy. Prokraktinasi (kebiasaan menunda-nunda tugas penting) menjadi gejala yang sering ditemui pada siswa yang menyontek karena siswa yang diketahui menunda-nunda pekerjaan memiliki kesiapan yang rendah dalam menghadapi ujian atau tes. Pernyatan tersebut diperkuat oleh studi yang dilakukan oleh Ferrari & Beck (1998; Miguel Roig & Marissa Caso: 2005) yang menjelaskan bahwa prokraktinasi menjadi indikasi bagi perilaku menyontek.

3 8 Rendahnya self-efficacy (kepercayaan akan kemampuan diri untuk bertindak) merupakan indikasi lain dari perilaku menyontek. Siswa dengan tingkat keyakinan diri yang tinggi cenderung lebih percaya diri dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan lebih baik dan cenderung menolak melakukan tindakan menyontek. 2. Kecemasan yang berlebihan Munculnya kecemasan yang berlebihan juga merupakan gejala lain dari siswa yang menyontek. Kecemasan yang berlebihan pada siswa memberikan stimulus pada otak untuk tidak dapat bekerja sesuai dengan kemampuannya. Keadaan tersebut membuat siswa terdorong melakukan perilaku menyontek untuk menciptakan ketenangan pada dirinya. 3. Motivasi belajar dan berprestasi Pintrich (Hartanto, 2012:25) menyatakan bahwa siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan berusaha menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang diberikan kepadanya melalui usahanya sendiri dengan sebaik-baiknya. Pernyataan tersebut dapat berarti siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan menyelesaikan tugasnya sendiri tanpa menyontek. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah akan menyelesaikan tugas atau pekerjaan dengan apa adanya dan lebih memilih untuk meminta bantuan kepada orang laian. Hal tersebut

4 9 dikarenakan siswa ingin berprestasi baik akan tetapi motivasi belajarnya rendah sehingga untuk mendapatkan prestasi yang baik maka siswa tersebut menggunakan jalan pintas yaitu dengan cara menyontek. 4. Keterikatan pada kelompok Siswa yang memiliki keterikatan pada kelompok cenderung akan melakukan kegiatan menyontek. Hal tersebut terjadi karena siswa merasa memiliki ikatan yang kuat diantara mereka, sehingga mendorong untuk saling menolong dan berbagi, termasuk dalam menyelesaikan tugas atau tes dan ujian yang sedang dilakukan. 5. Keinginan mendapatkan nilai tinggi Keinginan untuk mendapatkan nilai tinggi juga menjadi gejala lain bagi perilaku menyontek. Siswa yang berpikir bahwa nilai adalah segalanya dan akan berusaha mendapatkan nilai yang baik dengan berbagai macam cara termasuk menyontek. 6. Pikiran negatif Pikiran negatif yang dimiliki siswa adalah ketakutan dikatakan bodoh dan dijauhi oleh teman-temannya, ketakutan dimarahi oleh orang tua dan guru karena mendapatkan nilai yang jelek. 7. Harga diri dan kendali diri Seorang siswa yang memiliki harga diri yang tinggi atau berlebih akan cenderung melakukan perbuatan menyontek.

5 10 8. Perilaku impulsive dan cari perhatian Siswa yang menyontek menunjukkan indikasi impulsive (terlalu menuruti kata hati) dan terlalu mencari perhatian. Individu atau siswa dikatakan impulsive jika keputusan yang ia buat lebih banyak didasarkan pada dorongan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dibandingkan memikirkan alasan. Individu atau siswa lain memiliki kebutuhan akan sensasi (perhatian) yang berlebihan adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang tersebut melakukan perbuatan menyontek yang dianggap bersifat alami sehingga harus terus diikuti untuk terus bertahan hidup. Berdasarkan indikator perilaku menyontek yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa ada delapan indikator menyontek, yaitu (1) menunda-nunda tugas dan kepercayaan diri, (2) kecemasan yang berlebihan, (3) motivasi belajar dan berprestasi, (4) keterikatan pada kelompok, (5) keinginan mendapatkan nilai tinggi, (6) pikiran negatif, (7) harga diri, dan (8) mencari perhatian. c. Bentuk-Bentuk Menyontek Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Klausmeier (1985, h. 388), menyontek dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: a. Menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian/tes. b. Mencontoh jawaban siswa lain. c. Memberikan jawaban yang telah selesai kepada teman.

6 11 d. Mengelak dari peraturan-peraturan ujian, baik yang tertulis dalam peraturan ujian maupun yang ditetapkan oleh guru. Bentuk-bentuk perilaku menyontek menurut Hertherington and Feldman (Hartanto, 2012:17) menyebutkan empat perilaku menyontek, yaitu: 1. Individualistic-Opportunistic a. Menggunakan HP atau alat ektronik lain yang dilarang ketika ujian berlangsung. b. Mempersiapkan catatan untuk digunakan sebagai saat ujian akan berlangsung. c. Melihat dan menyalin sebagian atau seluruh hasil kerja teman yang lain pada saat tes. 2. Individual-Planned a. Mengganti jawaban ketika guru keluar kelas. b. Membuka buku teks ketika ujian berlangsung. c. Memanfaatkan kelengahan/kelemahan guru. 3. Social Active a. Melihat jawaban teman yang lain ketika ujian berlangsung. b. Meminta jawaban kepada teman lain ketika ujian sedang berlangsung. 4. Social-Passive a. Mengijinkan orang lain melihat jawaban ketika ujian. b. Membiarkan orang lain menyalin pekerjaannya.

7 12 c. Memberikan jawaban tes pada teman pada saat tes berlangsung. Berdasarkan uraian mengenai bentuk-bentuk perilaku menyontek, dapat disimpulkan bentuk-bentuk perilaku menyontek adalah menggunakan catatan jawaban sewaktu ujian/tes, mencontoh jawaban siswa lain, memberikan jawaban yang telah selesai kepada teman, dan mengelak dari aturan-aturan. d. Penyebab Menyontek Hartanto (2012, 37-38) dalam bukunya merangkum dari berbagai sumber penyebab individu melakukan perilaku menyontek adalah sebagai berikut. 1. Adanya tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi Keinginan siswa pada dasarnya adalah sama, yaitu mendapatkan nilai yang baik (tinggi). Keinginana tersebut yang tekadang membuat siswa melakukan berbagai macam cara termasuk menyontek. 2. Keinginan untuk menghindari kegagalan Hal yang paling sering dialami oleh siswa adalah ketakutan mendaptakan kegagalan. Bentuk dari kegagalan adalah takut tidak naik kelas dan mengikuti ulangan susulan. Hal tersebut yang memicu terjadinya perilaku menyontek. 3. Adanya persepsi bahwa sekolah melakukan hal yang tidak adil Sekolah dianggap hanya memberikan perhatian ke siswa-siswi yang cerdas dan berprestasi sehingga siswa-siswi yang memiliki

8 13 kemampuan menengah merasa tidak diperhatikan dan dilayani dengan baik. 4. Kurangnya waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah Banyaknya tugas yang diberikan kepada siswa dan waktu penyerahan tugas yang secara bersamaan membuat siswa kesulitan dalam membagi waktu mengerjakan tugas-tugas tersebut. 5. Tidak adanya sikap yang menentang perilaku menyontek di sekolah Perilaku menyontek kadang-kadang dianggap baik oleh siswa sebagai pelaku maupun oleh guru. Oleh sebab itu, banyak siswa yang membiarkan perilaku menyontek atau kadang justru membantu terjadinya perilaku tersebut. 2. Kemampuan Penalaran Matematis a. Definisi Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Suriasumantri (1999:42), penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Shadiq (2009), penalaran adalah suatu proses atau aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau suatu proses berpikir dalam rangka membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa kenyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Dalam NCTM (2000) penalaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam melakukan pembelajaran matematika. Hal tersebut

9 14 sejalan dengan Shadiq (2009), bahwa materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami melalui belajar matematika. Oleh karena itu, kemampuan penalaran harus dimiliki oleh siswa dalam menyelesaiakan persoalan matematika. Berdasarkan uraian di atas, dapat didefinisikan bahwa kemampuan penalaran matematis merupakan kesanggupan untuk melakukan sesuatu atau suatu proses berpikir yang bersifat sistematis untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. b. Indikator Kemampuan Penalaran Matematis Salah satu tujuan mata pelajaran matematika dalam SI dan SKL matematika SMP menurut Wardhani (2008:8) menyebutkan bahwa siswa harus memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat geneneralisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dari pernyataan matematika. Sedangkan dalam Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 menyebutkan aktifitas yang dinilai dalam penalaran matematis siswa, yaitu: (a) mengidentifikasi contoh dan bukan contoh; (b) menduga dan memerikasa kebenaran suatu pernyataan; (c) mendapatkan atau memeriksa kebenaran dengan penalaran induksi; (d) menyusun algoritma proses pengerjaan/pemecahan masalah matematika; (e) membuktikan rumus dengan penalaran induksi. Penalaran dibagi menjadi dua macam yaitu penalaran induktif dan

10 15 penalaran deduktif, yang dinyatakan dalam Depdiknas (Shadiq, 2009 ) sebagai berikut: Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Sehingga kaitan antara konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, dalam pembelajaran, pemahaman konsep sering diawali secara induktif mellaui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Terkait uraian di atas, diketahui bahwa penarikan kesimpulan dalam matematika dibagi menjadi dua, yaitu secara induktif dan deduktif. 1) Penalaran Induktif Penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang bersifat khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum (Wardhani, 2008:12). Sedangkan menurut Ihsan (2010), penalaran induktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan pada satu proses berpikir dengan menyimpulkan sesuatu yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Shadiq (2009), menyatakan bahwa penalaran induktif terjadi ketika proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta khusus yang sudah diketahui menuju kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum.

11 16 Dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan dari pernyataan khusus menjadi menjadi kesimpulan yang bersifat umum. 2) Penalaran Deduktif Penalaran deduktif adalah suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus (Wardhani, 2008:12). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Shadiq (2009) bahwa penalaran deduktif merupakan proses berpikir dari bentuk umum ke bentuk khusus. Menurut Sumarmo dan Hendriana (2014: 38), kegiatan yang tergolong penalaran deduktif, yaitu: (a) melaksanakan perhitungan bedasarkan aturan atau rumus tertentu; (b) menarik kesimpulan logis (penalaran logis); (c) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika; (d) menyusun analisis dan sintesis beberapa kasus. Dapat disimpulkan bahwa penalaran deduktif merupakan proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan dari pernyataan umum menuju pernyataan khusus. Berdasarkan kedua uraian kemampuan penalaran matematis di atas, maka pada penelitian ini indikator yang akan diukur oleh peneliti yaitu: a. Mampu mengajukan dugaan Adalah kemampuan siswa dalam merumuskan/menemukan berbagai kemungkinan alternatif penyelesaian persoalan atau permasalahan

12 17 dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Kriteria pada soal yaitu apabila siswa dapat menduga, menyebutkan, dan memberikan alasan dari jawabannya. b. Mampu melakukan manipulasi matematika Adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan/mengerjakan suatu permasalahan dengan menggunakan cara sehingga mempermudah perhitungan dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Kriteria pada soal yaitu apabila siswa dapat menyelesaikan /menentukan suatu nilai dengan cara dari yang ditanyakan pada soal. c. Mampu memerikasa kesahihan suatu argumen Adalah kemampuan yang menghendaki siswa agar mampu menyelelidiki tentang kebenaran dari suatu pernyataan yang ada. Kriteri pada soal yaitu siswa dapat membuktikan kebenaran dari suatu pernyataan yang ada pada soal. d. Mampu menarik kesimpulan dari pernyataan Adalah kemampuan dalam menekankan pada kejelian siswa dalam melakukan kebenaran dari suatu pernyataan. Kriteria pada soal yaitu apabila siswa dapat menyimpulkan inti pernyataan pada soal dan dapat menyelsaikannya. 3. Pokok Bahasan Dalam penelitian ini kemampuan penalaran matematis siswa yang akan diukur adalah pada pokok bahasan relasi dan fungsi, yaitu lebih

13 18 spesifiknya memahami relasi fungsi dan menentukan nilai fungsi, sesuai dengan silabus mata pelajaran matematika sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah kelas VIII, pokok bahasan relasi dan fungsi meliputi: Standar Kompetensi : 1. Memahami bentuk aljabar, relasi, fungsi, dan persamaan garis lurus. Kompetensi dasar : 1.3 Memahami relasi dan fungsi 1.4 Menentukan nilai fungsi Indikator : Menentukan fungsi yang dapat terbentuk dan menyatakannya dalam diagram panah berdasarkan pada gambar Menentukan range dari suatu pernyataan dalam kehidupan seharihari Menyatakan suatu fungsi dengan notasi Menentukan bentuk fungsi jika nilai dan data fungsi diketahui. B. Penelitian Relevan Penelitian ini relevan dengan beberapa penelitian sebelumnya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Jayanti (2014), menyimpulkan bahwa di SMP Muhammadiyah 5 Purbalingga memiliki perilaku menyontek dengan frekuensi 36 siswa dengan presentase 41,86% kelompok sedang, 3 siswa dengan presentase 3,49% kelompok sangat tinggi, 23 siswa dengan presentase

14 19 26,74% kelompok tinggi, 22 siswa dengan presentase 25,58% kelompok rendah, dan 2 siswa dengan presentase 2,33% dalam kelompok sangat rendah. Kemudian mengenai perilaku menyontek dalam jurnal ilmiah oleh Kushartanti (2009), menyimpulkan bahwa semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah perilaku menyontek, dan semakin rendah kepercayaan diri maka semakin tinggi perilaku menyontek. Berkenaan dengan kemampuan penalaran matematis dalam penelitiannya Tarigan (2012), menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah bagi siswa dengan kemampuan penalaran tinggi: (1) dapat menentukan syarat cukup dan syarat perlu dalam memahami masalah; (2) dapat menentukan keterkaitan syarat cukup dan syarat perlu dalam tahap perencanaan masalah; (3) dapat menyelesaikan masalah dengan langkah-langkah yang benar dan tepat; (4) dapat menggunakan informasi yang sudah ada untuk memeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Kemampuan pemecahan masalah bagi siswa dengan penalaran sedang: (1) dapat menentukan syarat cukup dan syarat perlu dalam memahami masalah; (2) dapat menentukan keterkaitan syarat cukup dan syarat perlu dalam tahap perencanaan masalah; (3) dapat menyelesaikan masalah dengan langkah yang benar dan tepat; (4) dapat menggunakan informasi yang sudah ada untuk memeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Sedangkan kemampuan pemecahan masalah bagi siswa penalaran rendah: (1) tidak dapat menentukan syarat cukup dan syarat perlu dalam memahami masalah; (2) tidak dapat menentukan keterkaitan syarat cukup dan syarat perlu dalam tahap perencanaan masalah; (3) tidak dapat

15 20 menyelesaikan masalah dengan langkah yang benar dan tepat; (4) tidak dapat menggunakan informasi yang sudah ada untuk emmeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Selain itu terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Razak dkk (2016), menyimpulkan bahwa pada model pembelajaran GI dengan saintifik, siswa yang mempunyai kemampuan penalaran tinggi memiliki hasil belajar yang smaa baiknya dengan kemampuan penalaran sedang, siswa yang mempunyai kemampuan penalaran sedang memiliki hasil belajar sama baiknya dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran rendah. namun, siswa yang mempunyai kemampuan penalaran tinggi mempunyai hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan penalaran rendah. Sedangkan pada model pembelajara TPS dan pembelajaran klasikal dengan saintifik, siswa dengan semua tingkat kemampuan penalaran mempunyai hasil belajar yang sama. Penelitian yang dilakukan berbeda dengan penelitian relevan yang ada, yaitu tentang deskripsi perilaku menyontek siswa ditinjau dari kemampuan penalaran matematis. Penelitian ini hanya sebatas untuk mendapatkan gambaran perilaku menyontek siswa ditinjau dari kemampuan penalaran matematis pada siswa kelas VIII SMP Ma arif NU 2 Majenang. C. Kerangka Pikir Menyontek menurut Donald D. Carpenter (Hartanto, 2012:10) adalah perilaku ketidak jujuran akademik. Menurut Hertherington and Feldman

16 21 (Hartanto: 2012) terdapat empat macam bentuk menyontek, yaitu individualistic-opportunistic, individual-planned, social-active, dan socialpassive. Sedangkan penyebab menyontek, yaitu (1) adanya tekanan untuk mendapatkan nilai tinggi; (2) keinginan untuk menghindari kegagalan; (3) adanya persepsi bahwa sekolah melakukan hal yang tidak adil; (4) kurangnya waktu untuk menyelesaikan tugas sekolah; dan (5) tidak adanya sikap yang menentang perilaku menyontek di sekolah. Untuk menentukan perbuatan menyontek diperlukan suatu indikator, terdapat delapan indikator seperti yang disebutkan oleh Hartanto (2012:23-29), yaitu (1) menunda-nunda pekerjaan dan kepercayaan diri; (2) kecemasan yang berlebihan; (3) motivasi belajar dan berprestasi; (4) keterikatan pada kelompok; (5) keinginan mendapatkan nilai tinggi; (6) pikiran negatif; (7) harga diri; dan (8) mencari perhatian. Selanjutnya, perilaku menyontek siswa tersebut ditinjau dari kemampuan penalaran matematisnya. Kemampuan penalaran matematis merupakan kesanggupan untuk melakukan sesuatu atau suatu proses berpikir yang bersifat sistematis untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Untuk menentukan soal kemampuan penalaran matematis diperlukan suatu indikator, dalam kajian ini terdapat empat indikator yaitu mampu mengajukan dugaan, mampu memanipulasi matematika, mampu memeriksa kesahihansuatu argumen, dan mampu menarik kesimpulan dari

17 22 suatu pernyataan. Pada kajian teori ditunjukkan bahwa kemampuan penalaran dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu kategori penalaran tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan teori tersebut diduga ada perilaku menyontek pada masing-masing kelompok penalaran.

Prilaku Jujur Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Aat Agustini, MKM

Prilaku Jujur Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Aat Agustini, MKM ب س م االله الر ح م ن اار ح ي Prilaku Jujur Dalam Kehidupan Sehari-Hari Aat Agustini, MKM Jujur adalah suatu kebenaran yang sesuai antara perkataan dan kenyataan I tikad yang ada di dalam hati. Jujur termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional, pemerintah Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang berkualitas, agar sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis a. Pengertian Penalaran Matematis Penalaran matematika dan pokok bahasan matematika merupakan satu kesatuan yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan mahasiswa. Masalah menyontek selalu terjadi dalam dunia pendidikan dan selalu terkait dengan tes

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan

BAB II KAJIAN TEORITIK. kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Keraf (2007), menjelaskan bahwa penalaran adalah proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu hal yang menjadi tonggak ukur kesuksesan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu hal yang menjadi tonggak ukur kesuksesan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu hal yang menjadi tonggak ukur kesuksesan seseorang. Bahkan pendidikan menawarkan sejuta harapan bagi yang menginginkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh 34 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dapat menuju ke arah hidup yang lebih baik dengan menempuh pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara

BAB II KAJIAN TEORI. Pada tahun 2001, National Research Council (NRC) merupakan kapasitas berfikir secara logis mengenai hubungan antara 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Adaptif Menurut Depdiknas (Shadiq, 2009) ada dua hal yang sangat berkaitan dengan penalaran yaitu secara induktif dan deduktif, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemalsuan data laboratorium dan tindak kecurangan. Menurut Mujahidah (2012 :4)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemalsuan data laboratorium dan tindak kecurangan. Menurut Mujahidah (2012 :4) 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Menyontek 1. Pengertian perilaku menyontek McCabe dan Trevino (dalam Carpenter, 2006:181) mendefinisikan perilaku menyontek sebagai tindakan termasuk menyalin pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sering digunakan sebagai alat untuk mencari solusi berbagai masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang meliputi aksioma/postulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan dalam teknologinya, jika pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah ilmu pengetahuan yang dipelajari sejak zaman dahulu hingga kini. Mata pelajaran wajib di sekolah dalam tingkatan apapun. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Terbukti bahwa hampir di setiap negara, pendidikan menjadi prioritas utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan proses yang berlangsung terus selama individu hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan proses yang berlangsung terus selama individu hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses yang berlangsung terus selama individu hidup dan tumbuh. Pendidikan dalam lembaga manapun selalu melalui proses belajar. Setiap kegiatan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD Kegiatan Belajar 3 PEMBELAJARAN MATEMATIKA di SD A. Pengantar Seorang guru SD atau calon guru SD perlu mengetahui beberapa karakteristik pembelajaran matematika di SD. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar

BAB I PENDAHULUAN. Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 4 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Kontekstual Pada bab ini peneliti akan memaparkan tentang kemampuan penalaran matematika, Aktivis dan Non Aktivis, dan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). 1. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. fisik. Goleman (1996:63) menjelaskan bahwa, kesadaran diri adalah

BAB II KAJIAN TEORETIK. fisik. Goleman (1996:63) menjelaskan bahwa, kesadaran diri adalah 8 BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual a. Self Awareness Menurut Solso dkk (2007:240), kesadaran adalah kesiapan (awareness) terhadap peristiwa yang di lingkungan sekitarnya dan peristiwa kognitif

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu upaya membangun sumber daya manusia agar lebih maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini senada dengan definisi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Prilaku menyontek atau cheating adalah salah satu fenomena pendidikan yang sering dan bahkan selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari-hari,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta yang empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. matematika. Matematika dapat membekali siswa untuk memiliki kemampuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan formal, mulai dari tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tertentu. Agar siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tertentu. Agar siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan agar siswa dapat mencapai tujuan tertentu. Agar siswa dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan (cheating) merupakan salah satu fenomena pendidikan yang sering muncul menyertai aktivitas proses pembelajaran dan dalam proses penilaian bahkan sampai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk memperoleh suatu kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika.

BAB I PENDAHULUAN. penyampaian informasi kepada orang lain. Komunikasi merupakan bagian. dalam matematika dan pendidikan matematika. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah salah satu bagian dari pendidikan. Belajar dapat dilakukan di rumah, di masyarakat ataupun di sekolah. Pada saat belajar kita akan mengenal proses komunikasi.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan proses bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan peranan pentingnya, matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global yang ditandai oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memungkinkan semua orang untuk mengakses dan mendapatkan informasi dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan Penalaran Matematika Istilah penalaran atau reasoning dijelaskan oleh Copi (dalam Shadiq, 2009:3) sebagai berikut: Reasoning is a special kind of thinking in which

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan untuk memperoleh. matematika sebaiknya dimulai dari masalah-masalah kontekstual atau

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan untuk memperoleh. matematika sebaiknya dimulai dari masalah-masalah kontekstual atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan untuk memperoleh pengetahuan yang dibangun oleh siswa sendiri dan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DITINJAU DARI RASA PERCAYA DIRI MAHASISWA. Oleh :

DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DITINJAU DARI RASA PERCAYA DIRI MAHASISWA. Oleh : Jurnal Euclid, vol.3, No.1, p.430 DESKRIPSI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS DITINJAU DARI RASA PERCAYA DIRI MAHASISWA Oleh : Fitrianto Eko Subekti, Anggun Badu Kusuma Pendidikan Matematika, FKIP Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan

BAB I PENDAHULUAN. disampaikan oleh guru matematika, kesulitan siswa dalam menalar dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penalaran dan keberanian bertanya penting didalam proses pembelajaran matematika. yang diharapkan agar siswa dapat memahami pembelajaran yang disampaikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk tindakan negatif yang dilakukan oleh pelajar dalam proses pembelajaran adalah menyontek. Menyontek merupakan salah satu perbuatan curang dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang akan menentukan kualitas seseorang maupun suatu bangsa. Dalam pendidikan formal, salah satu pelajaran disekolah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam pengertian pengajaran di sekolah adalah suatu usaha yang bersifat sadar, sistematis dan terarah agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu aspek penting bagi kehidupan. Auliya (2013:1) menyatakan, Pentingnya orang belajar matematika tidak terlepas dari perannya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evy Aryani Sadikin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evy Aryani Sadikin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penalaran induktif merupakan salah satu kemampuan matematika yang harus dimiliki siswa di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), terlebih ketika mereka terjun pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

EKPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

EKPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION EKPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION PADA SUB POKOK BAHASAN PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL DITINJAU DARI INTENSITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SEMESTER I SMP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematika Salah satu tujuan mata pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan penalaran. Menurut Russeffendi (dalam Suwangsih, 2006 : 3) matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Penelitian Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu negara. Dengan pendidikan yang lebih baik akan mengarah pada perkembangan suatu negara

Lebih terperinci

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan terorganisir yang memiliki keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Matematika diberikan kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kajian Teoritik 1. Deskripsi konseptual a. Komunikasi Matematis Menurut Soekamto (1992) Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching, Pembelajaran Konvensional, Kemampuan Komunikasi Matematis dan Skala Sikap 1. Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Reciprocal Teaching

Lebih terperinci

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang timbul akibat adanya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) dimana semakin pesat yaitu bagaimana kita bisa memunculkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia-manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari

BAB I PENDAHULUAN. manusia-manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan bernalar sangat erat kaitannya dengan bagaimana manusia-manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari pernyataan langsung maupun tidak langsung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh sebab itu matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Terbuka, 2007), h Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Terbuka, 2007), h Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mencakup berbagai hal, salah satunya adalah pendidikan akademik. Dalam pendidikan akademik ada banyak bidang yang telah dipelajari, salah satunya pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika pada mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike

BAB I PENDAHULUAN. Matematika pada mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika pada mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti relating to learning. Perkataan mathematike sangat erat dengan kata mathanein yang artinya

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (PTK

JURNAL SKRIPSI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (PTK JURNAL SKRIPSI PEMBELAJARAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (PTK di Kelas VII SMP Muhammadiyah Cirebon) AMELIA ABSTRAK Telah dilakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A -USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak dikomunikasikan atau disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada kurikulum berbasis kompetensi yang tertuang dalam lampiran Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah:

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG)

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG) ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG) Guntur Maulana Muhammad Universitas Suryakancana guntur@unsur.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar kelak mampu bersaing dan berperan dalam menghadapi setiap perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kelangsungan hidupnya sehari-hari. Bicara mengenai matematika

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam kelangsungan hidupnya sehari-hari. Bicara mengenai matematika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu jenis pengetahuan yang dibutuhkan manusia dalam kelangsungan hidupnya sehari-hari. Bicara mengenai matematika tentunya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia dan juga mendasari perkembangan teknologi modern, serta mempunyai peran penting dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan, Desain dan Teknik Pengumpulan Data. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang dilengkapi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan, Desain dan Teknik Pengumpulan Data. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang dilengkapi BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan, Desain dan Teknik Pengumpulan Data 1. Pendekatan Penelitian Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang dilengkapi dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika di sekolah diantaranya adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) Model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the 39 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007) penalaran berasal dari kata nalar yang berarti pertimbangan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Masalah Matematika Belajar matematika tentunya tidak terlepas dari masalah, karena berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar dapat dilihat dari kemampuannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam belajar matematika. Kesulitan siswa tersebut antara lain: kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. dalam belajar matematika. Kesulitan siswa tersebut antara lain: kesulitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai masalah dihadapi oleh guru matematika dalam kegiatan belajar mengajar. Masalah tersebut salah satunya adalah kesulitan siswa dalam belajar matematika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Masalah dapat muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan. 7 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II ini, penulis akan membahas tentang apa itu kemampuan koneksi matematik dan disposisi matematik; KI, KD, dan Indikator pencapaian kompetensi dari materi pelajaran; penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut UU No. 0 Tahun 003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 IMPLEMENTASI PENDEKATAN OPEN-ENDED PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki zaman modern seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantangan yang ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecurangan akademik bukanlah masalah yang baru dalam pendidikan di Indonesia, sehingga fenomena kecurangan akademik dapat dikatakan telah menjadi kebiasaan di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemandirian Belajar Istilah kemandirian (Nurhayati, 2011) menunjukkan adanya kepercayaan terhadap kemampuan diri untuk menyelesaikan masalahnya tanpa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Tim PPG matematika:2006).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Tim PPG matematika:2006). 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Penalaran adalah suatu proses atau aktifitas berpikir untuk menarik kesimpulan membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi secara cepat dan mudah dari berbagai sumber. Dengan demikian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI. HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting. Sesuai dengan pendapat Trianto

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menemukan gambaran berpikir matematis siswa SMP dalam. Pembelajaran Berbasis Budaya Islam adalah sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menemukan gambaran berpikir matematis siswa SMP dalam. Pembelajaran Berbasis Budaya Islam adalah sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Penelitian ini menemukan gambaran berpikir matematis siswa SMP dalam Pembelajaran Berbasis Budaya Islam adalah sebagai berikut : 1. Gambaran kemampuan berpikir matematis siswa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 50 BAB III METODE PENELITIAN Adapun pertanyaan besar dalam penelitian dokumen ini adalah bagaimana kualitas soal Ujian Nasional mata pelajaran Matematika tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014. Menjawab pertanyaan

Lebih terperinci