BAB 4 PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan material yang diperoleh, bertujuan untuk mengetahui

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan material yang diperoleh, bertujuan untuk mengetahui"

Transkripsi

1 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pemeriksaan Material Hasil pemeriksaan material yang diperoleh, bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari penggunaan material tersebut, serta sesuai dengan acuan Standar Nasional Indonesia maupun buku pedoman JASAMARGA sebagai acuan apabila dalam pengujian yang dimaksud tidak terdapat dalam spesifikasi SNI. Adapun hasil pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan kualitasagregat dan aspal Hasil Pemeriksaan Agregat Hasil pemeriksaan kualitas agregat ini terdiri dari analisa saringan agregat kasar dan halus, berikut penjelasnya dibawah ini. a. Analisa Saringan Agregat Kasar dan Halus Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregat kasar dan agregat halus dengan menggunakan saringan. Adapun klasifikasi agregat kasar dan halus yaitu batuan yang tertahan di saringan 2,36 mm, atau sama dengan saringan standar ASTM No. 8, sedangkan agregat halus yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm). Namun, istilah lain fraksi agregat yaitu Hot Bin. Hot Bin adalah istilah yang biasa dipakai pada proses pelaksanaan AMP (Asphalt Mixing Plant), yang dimaksudkan pada bagian ini adalah tempat untuk menampung agregat panas sementara, sebelum dicampur ke dalam unit pencampuran (pugmill). Biasanya material yang diolah terdiri dari 3 atau 4 fraksi seperti batu split, pasir dan debu. Adapun klasifikasi penjabaran dari masing-masing Hot Bin antara lain : 44

2 45 1. Hot Bin1 adalahlolos saringan 1/2 inchi (12,50 mm) dan tertahan pada saringan 3/8 inchi (9,51 mm) 2. Hot Bin 2 adalah lolos saringan 3/8 inchi (9,51 mm) tertahan pada saringan no #4 (4,75 mm) 3. Hot Bin 3 adalah lolos saringan no 4# (4,75mm) dan tertahan pada no. #8 (2,36 mm) 4. Hot Bin 4 adalah lolos saringan no.#8 (2,36) Berikut hasil tabel dan gambar grafik gradasi agregat kasar dan halus yang diperoleh dari pengujian di laboratorium, sedangkan hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 1-9. Tabel 4.1 Analisa Rata-Rata Lolos Saringan Hot Bin1 Sampel 1 dan 2 (Fraksi Agregat Kasar) No. Saringan Sampel 1 (%) Lolos Sampel 2 (%) Lolos Rata-Rata (%) Lolos 1/2" (12,75 mm) 53,54 3/8" (9,6 mm) 21,51 #4 (4,8 mm) 3,48 #8 (2,4 mm) 0,12 #16 (1,2 mm) 0,05 #30 (0,425 mm) 0,03 #50 (0,3 mm) 0,02 #100 (0,15 mm) 0,01 #200 (0,075 mm) 0,00 Sumber : Hasil Penelitian ,42 13,18 2,26 2,14 2,06 2,00 1,86 1,54 1,06 45,48 17,35 2,87 1,13 1,06 1,02 0,94 0,77 0,53 Tabel 4.1 merupakan data analisa rata-rata saringan dari dua sampel agregat (Hot Bin1) yang merupakan batasan dari ukuran agregat untuk Hot BinI dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap penentuan proporsi agregat.

3 46 Gambar 4.1 Hot Bin 1 Pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa grafik tersebut merupakan grafik bergradasi rapat, yang merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik untuk Hot Bin 1, agregat kasar yang lolos di saringan 1/2 inchi didapatkan data sebesar 45,48%, sedangkan untuk agregat yang tertahan pada saringan 3/8 inchi didapatkan data sebesar 17,35%. Tabel 4.2 Analisa Rata-Rata Lolos Saringan Hot Bin2 Sampel 1 dan 2 (FraksiAgregat Kasar) No. Saringan Sampel 1 (%) Lolos Sampel 2 (%) Lolos Rata-Rata (%) Lolos 1/2"(12,75 mm) 97,90 3/8" (9,6 mm) 67,90 #4 (4,8 mm) 42,90 #8 (2,4 mm) 20,30 #16 (1,2 mm) 9,46 #30 (0,425mm) 1,96 #50 (0,3 mm) 0,91 #100 (0,15mm) 0,35 #200(0,075mm) 0,10 Sumber : Hasil Penelitian ,20 83,00 52,00 31,50 18,77 9,77 6,92 4,17 2,03 98,55 75,45 47,45 25,90 14,12 5,87 3,91 2,26 1,06

4 47 Gambar 4.2 Hot Bin 2 Pada gambar 4.2 menunjukkan bahwa grafik tersebut merupakan gradasi seragam (uniform graded), yaitu agregat dengan ukuran yang hampir sama atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya, sehingga memungkinkan tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Dengan demikian, untuk analisarataratasaringanhot Bin2 yang lolos saringan 3/8 inchi didapatkan data sebesar 75,45 % sedangkan yang tertahan pada no. 4 diperoleh data sebesar 47,57 %. Tabel 4.3 Analisa Rata-Rata Lolos Saringan Hot Bin3 Sampel 1 dan (FraksiAgregat Halus) No. Saringan Sampel 1 (%) Lolos Sampel 2 (%) Lolos Rata-Rata (%) Lolos 1/2"(12,75 mm) 100,00 3/8" (9,6 mm) 100,00 #4 (4,8 mm) 99,60 #8 (2,4 mm) 75,00 #16 (1,2 mm) 52,20 #30 (0,425mm) 20,20 #50 (0,3 mm) 5,20 #100 (0,15mm) 2,10 #200(0,075mm) 0,80 Sumber : Hasil Penelitian ,00 100,00 99,44 74,94 46,50 13,50 6,50 3,50 0, ,52 74,97 49,35 16,85 5,85 2,8 0,75

5 48 Gambar 4.3 Hot Bin 3 Pada gambar 4.3 menunjukkan grafik tersebut merupakan grafik well graded yang berarti semua agregat terdistribusi merata. Dengan demikian untuk analisaratarata saringan agregat halushot Bin3 yang lolos saringan no 4# (4,75mm) sebesar 99,52% dan yang tertahan pada no. #8 (2,36 mm) sebesar 74,97%. Tabel 4.4 Analisa Rata-Rata Lolos Saringan Hot Bin4 Sampel 1 dan 2 (Fraksi Agregat Halus) No. Saringan Sampel 1 (%) Lolos Sampel 2 (%) Lolos Rata-Rata (%) Lolos 1/2"(12,75 mm) 100,00 3/8" (9,6 mm) 100,00 #4 (4,8 mm) 100,00 #8 (2,4 mm) 99,86 #16 (1,2 mm) 82,74 #30 (0,425mm) 70,64 #50 (0,3 mm) 36,74 #100 (0,15mm) 20,68 #200(0,075mm) 8,58 Sumber : Hasil Penelitian ,00 100,00 99,86 99,72 72,28 58,84 45,44 28,04 14, ,93 99,79 77,51 64,74 41,09 24,36 11,31

6 49 Gambar 4.4 Hot Bin 4 Gambar 4.4 Hot Bin 4 menunjukkan bergradasi baik, dimana garis kurva rata-rata tersebut terdistribusi merata.untuk hasil rata-rata saringan agregat halus yang lolos saringan no #8 (2,36 mm) diperoleh data sebesar 99,79 %. b. Analisa Gradasi Campuran Aspal Beton Analisa gradasi campuran aspal beton terdiri dari dua analisa, yaitu analisa komposisi agregat dan mengidentifikasi spesifikasi untuk pembuatan aspal kriteria AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course). Namun, untuk komposisi agregat berasal dari analisa sebelumnya yaitu analisa saringan dari masing-masing Hot Bin yang kemudian dihitung dengaan cara coba-coba dan harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan, serta setelah hasil komposisi yang telah ditetapkan nantinya akan digunakan sebagai proporsi agregat dalam pembuatan sampel benda uji. Berikut analisa komposisi agregat yang disajian pada tabel 4.5.

7 50 Tabel 4.5 Komposisi Agregat No. Saringan 1/2" (12,75 mm) 3/8" (9,6 mm) #4 (4,8 mm) #8 (2,4 mm) #16 (1,2 mm) #30 (0,425 mm) #50 (0,3 mm) #100 (0,15 mm) #200 (0,075mm) 100,00 100,00 99,93 99,79 77,51 64,74 41,09 24,36 11,31 Gradasi Hot Bin ,00 98,55 100,00 75,45 99,52 47,45 74,97 25,90 49,35 14,12 16,85 5,87 5,85 3,91 2,80 2,26 0,75 1,06 Hot Bin 4 Hot Bin 3 Hot Bin 2 Hot Bin 1 Total Sumber : Hasil Penelitian ,48 17,35 2,87 1,13 1,06 1,02 0,94 0,77 0,53 Terpilih 86,45 72,31 59,79 49,49 35,50 24,86 15,33 9,04 4,18 32% 12% 32% 24% 100% Spesifikasi Komposisi agregat ini berdasarkan hasil pengujian rata-rata Sieve AnalysisHot Bin 1 hingga Hot Bin 4 untuk digunakan sebagai komposisi agregat pada campuran aspal normal dan modifikasi, berikut contoh perhitungan : (Gradasi saringan 4 hot bin 4) + (Gradasi saringan 3 hot bin 3) + (Gradasi n + hot bin n) , ,48 24 = 86,45% 100 Namun dengan demikian, setelah mendapatkan komposisi agregat dari hasil analisa saringan yang telah terpilih, selanjutnya adalah mengidentifikasi spesifikasi proporsi agregat untuk pembuatan aspal kriteria AC-WC (Asphalt Concrete - Wearing Course) yang sesuai dengan target gradasi. Untuk target gradasi ini telah ditentukan sesuai spesifikasi ukuran agregat maksimum, yaitu dimulai pada saringan 3/4 inchi (19mm). Berikut hasil yang disajikan pada tabel 4.6 dan grafik 4.5.

8 51 Tabel 4.6 Spesifikasi Gradasi Gabungan AC-WC (Asphalt Wearing Course) Ukuran Saringan Inchi mm 1,5 38, ,40 Hasil pemeriksaan Zona Larangan Titik Kontrol 3/4 19,00 100, /2 12,75 86, /8 9,6 72,31 Max 90 #4 4,8 59,79 #8 2,36 49,49 39,1 39, #16 1,2 35,50 19,1 23,1 #30 0,60 24,86 19,1 23,1 #50 0,30 15,33 15,5 15,5 #200 0,075 4,18 8, Sumber : Hasil Penelitian 2013 KETERANGAN : : TITIK KONTROL : GRADASI HASIL PEMERIKSAAN : DAERAH BATASAN / LARANGAN Gambar 4.5 Grafik gradasi gabungan Pada tabel 4.6 menujukkan bahwa hasil pemeriksaan berasal dari hasil tabel sebelumnya yaitu tabel 4.5 komposisi agregat yang terpilih dan sesuai dengan standar spesifikasi. Pada pemeriksaan gradasi gabungan yang ditunjukkan pada gambar 4.5 diketahui bahwa gradasi gabungan tersebut merupakan gradasi menerus yang ditunjukan oleh prosentase berat agregat yang telah memenuhi batas- batas

9 52 serta berada di luar daerah larangan. Dengan demikian,hal tersebut telah memenuhi spesifikasi dalam pembuatan campuran aspal beton (AC-WC). Umumnya,komposisi agregat pada campuran aspal lapis beton merupakan bergradasi menerus serta mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya dibandingkan dengan campuran bergradasi senjang. c. Pemeriksaan Sifat Fisik Agregat Pemeriksaan sifat fisik agregat ini meliputi : pemeriksaan berat jenis, berat jenis semu, berat jenis kering permukaan jenuh, penyerapan agregat terhadap agregat halus dan agregat kasar, serta pemeriksaan keausan agregat dengan alat Los Angeles. Untuk hasil pemeriksaan ini dapat dilihat pada tabel 4.7, sedangkan hasil pengolahan data dapat dilihat pada lampiran L9-L12. Tabel 4.7 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Agregat Hasil Pemeriksaan Standar Pengujian Spesifikasi Hasil Keterangan A. Agregat Kasar Berat Jenis Bulk Hot Bin 1 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,55 gr/cm 3 Memenuhi Berat Jenis Bulk Hot Bin 2 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,52 gr/cm 3 Memenuhi Berat Jenis SSD Hot Bin 1 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,62 gr/cm 3 Memenuhi Berat Jenis SSD Hot Bin 2 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,59 gr/cm 3 Memenuhi Berat Jenis Semu Hot Bin 1 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,74 gr/cm 3 Memenuhi Berat Jenis Semu Hot Bin 2 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,71 gr/cm 3 Memenuhi Penyerapan Hot Bin 1 SNI Maks. 3% 2,73% Memenuhi Penyerapan Hot Bin 2 SNI Maks. 3% 2,75% Memenuhi Los AnglesHot Bin 1 dan 2 SNI Maks. 40% 22,14% Memenuhi B. Agregat Halus Berat Jenis Bulk Hot Bin 3 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,55 gr/cm3 Memenuhi Berat Jenis Bulk Hot Bin 4 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,65 gr/cm 3 Memenuhi Berat Jenis SSD Hot Bin 3 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,81 gr/cm 3 Memenuhi Berat Jenis SSD Hot Bin 4 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,95 gr/cm 3 Memenuhi

10 53 Berat Jenis Semu Hot Bin 3 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,74 gr/cm 3 Memenuhi Berat Jenis Semu Hot Bin 4 SNI Min. 2,5 gr/cm 3 2,88 gr/cm 3 Memenuhi Penyerapan Hot Bin 3 SNI Maks. 3% 2,58% Memenuhi Penyerapan Hot Bin 4 SNI Maks. 3% 2,92% Memenuhi Sumber : Hasil Penelitian 2013 Berdasarkan tabel 4.7pengujian ini dilakukan dengan dua kali percobaan dari masing-masing jenis pemeriksaan, serta dirata-ratakan sesuai dengan Hot Bin yang telah ditentukan. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI ) untuk pengujian berat jenis bulk, berat jenis SSD, berat jenis semu, memiliki nilai spesifikasi sebesar minimum 2,5 gr/cm 3, sedangkan untuk penyerapan nilai spesifikasinya adalah kurang dari 3.Sehingga, pada pengujian ini telah memenuhi spesifikasi serta untuk pengujian dengan menggunakan alat Los Angeles menurut SNI maksimum nilai keausan agregat kasar yaitu 40%. Untuk hasil pengujian keausan agregat kasar dengan menggunakan mesin Los Angeles,menunjukkan bahwa agregat kasar yang akan digunakan tahan terhadap keausan, ini dapatdilihat dari hasil pengujian nilai keausan sebesar 22,14% yang diperoleh lebih kecil dari persyaratan maksimum yang telah ditetapkan yaitu sebesar 40 %. Jadi,dengan demikian seluruh pemeriksaan sifat fisik agregat tersebut telah memenuhi spesifikasi SNI Hasil Pemeriksaan Aspal Hasil pemeriksaan ini dilakukan terhadap sifat fisik aspal penetrasi 60/70 Pertamina dan aspal modifikasi, dimana pengujian tersebut juga berdasarkan standar spesifikasi SNI. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.8 hingga tabel 4.16 yang terdiri dari enam pengujian yaitu pengujian penetrasi, titik lembek, titik nyala,

11 54 daktalitas, bitumen aspal, dan kelekatan terhadap agregat serta untuk hasil secara lengkap dapat dilihat pada lampiran halaman L13-L14. a. Penetrasi Pada pemeriksaan penetrasi bertujuan untuk menentukan besarnya angka penetrasi atau kekerasan aspal dengan memasukkan jarum penetrasi kedalam aspal yang berukuran 1 mm, berat beban 50 gram dan membutuhkan waktu 5 detik untuk masuk kedalam aspal pada suhu 25 C. Untuk pengujian ini dilakukan dengan mengambil dua sampel dari masing-masing wadah (can) dengan mengambil 6 titik pengamatan pada sampel, hal ini dimaksudkan agar mendapatkan nilai yang lebih akurat dibandingkan dengan melakukan 3 titik pengamatan. Berikut gambar 4.6 ilustrasi pengambilan data penetrasi dibawah ini. Gambar 4.6 Ilustrasi pengambilan data penetrasi Pada gambar 4.6 merupakan suatu ilustrasi pengambilan data pemeriksaan penetrasi untuk aspal penetrasi 60/70 dan aspal modifikasi. Penusukan jarum penetrasi ini dilakukan pada setiap sisi dan tengah wadah. Dengan demikian hasilnya dapat ditinjau pada lampiran halaman L13-L14 sedangkan hasil pengolahan data dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut ini.

12 55 Tabel 4.8 Hasil Pemeriksaan Penetrasi 60/70 Aspal Pertamina Pengamatan Sampel 1 Hasil Pengamatan 1 Pengamatan Sampel 2 Hasil Pengamatan 2 Titik 1 65 Titik 1 62 Titik 2 61 Titik 2 63 Titik 3 61 Titik 3 64 Rata-Rata Titik 4 70 Titik ,75 Titik 5 62 Titik 5 62 Titik 6 69 Titik 6 65 X 1rata-rata 64,67 X 2rata-rata 62,83 Sumber : Hasil Penelitian 2013 Selanjutnya, setelah berhasil melakukan pemeriksaan penetrasi 60/70 aspal pertamina, kemudian melakukan percobaan berikutnyayaitu, penetrasi aspal modifikasi dengan tiga variasi campuran. Perbedaan metode dari pemeriksaan aspal normal dengan aspal modifikasi ialah waktu perendaman di waterbath pada suhu 60 C. Waktu perendaman pada aspal normal adalah 1 jam, sedangkan aspal modifikasi melakukan waktu perendaman 1 jam, 24 jam dan 72 jam. Tujuan dari waktu perendaman terhadap penetrasi ini adalah untuk mengetahui tingkat kekerasan atau kestabilan aspal modifikasi terhadap waktu penyimpanan. Adapun aspal modifikasi yang dimaksud antara lain : Campuran A : Aspal, Gilsonite Resin Resin dan Polystyrene Campuran B : Aspal, Gilsonite Resin Resin dan LDPE Campuran C : Aspal, Gilsonite Resin Resin, Polystyrenedan LDPE Untuk hasil pengujian penetrasi pada aspal modifikasi dapat dilihat pada tabel 4.9 hingga 4.11.

13 56 Tabel 4.9 Hasil Pengujian Aspal Modifikasi Campuran A (Aspal,Gilsonite Resin Resin dan Polystyrene) Pengamatan Sampel Hasil Pengamatan 1 jam Hasil Pengamatan 24 Jam Hasil Pengamatan 72 Jam Rata-Rata Titik Titik Titik Titik ,17 Titik Titik X 1rata-rata 55,33 67,33 74,50 Sumber : Hasil Penelitian 2013 Pada tabel 4.9 menunjukkan bahwa hasil penetrasi pada aspal modifikasi campuran A mengalami peningkatan penetrasi yang berarti campuran aspal tersebut menjadikan semakin melunak (visco-elastis ) atau tingkat kekerasan pada aspal menurun. Tabel 4.10 Hasil Pengujian Aspal Modifikasi Campuran B Pengamatan Sampel (Aspal, Gilsonite Resin Resin dan LDPE) Hasil Pengamatan 1jam Hasil Pengamatan 24 Jam Hasil Pengamatan 72 Jam Rata-Rata Titik Titik Titik Titik ,78 Titik Titik X 1rata-rata 57,17 69,5 73,67 Sumber : Hasil Penelitian 2013 Tabel 4.10 menunjukkan bahwa hasil penetrasi pada aspal modifikasi campuran B juga mengalami peningkatan penetrasi dari waktu perendaman 1 jam hingga 72 jam.

14 57 Tabel 4.11 Hasil Pengujian Aspal Modifikasi Campuran C (Aspal, Gilsonite Resin Resin,Polystyrene dan LDPE) Pengamatan Sampel Hasil Pengamatan 1jam Hasil Pengamatan 24 Jam Hasil Pengamatan 72 Jam Rata-Rata Titik Titik Titik ,44 Titik Titik Titik X 1rata-rata 66 73,83 74,5 Sumber : Hasil Penelitian 2013 Hasil pengujian aspal modifikasi campuran C pada tabel menunjukkan bahwa penetrasi mengalami peningkatan, Peningkatan penetrasi yang tertinggi berada pada hasil pengamatan 72 jam, yaitu sebesar 74,5. Akan tetapi, hal ini masih sesuai dengan spesifikasi SNI ,untuk aspal modifikasi batas maksimum penetrasi adalah sebesar 75. Selain tabel yang disajikan, namun untuk melihat peningkatan penetrasi dapat pula ditampilkan pada gambar 4.6 berikut ini. Gambar 4.7Grafik Gabungan Penetrasi Aspal Modifikasi Pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa grafik gabungan penetrasi aspal modifikasi mengalami peningkatan penetrasi dari waktu 1 jam hingga 72 jam

15 58 Pengujian 1 jam diketahui bahwa aspal dalam keaadaan penetrasi rendah yang berarti aspal tersebut memiliki tingkat kekerasan tinggi,sedangkan pada waktu ke- 24 hingga ke-72 jam aspal mengalami peningkatan penetrasi yang berindikasikan bahwa aspal tersebut tingkat kekerasanya semakin menurun atau aspal tersebut semakin melunak (vicoelastis) seiring dengan lamanya waktu perendaman pada suhu perendaman 60 C. Namun, dengan demikian hasil percobaan ini juga berdasarkan SNI dengan batas spesifikasinya ialah Rata-rata nilai dari setiap percobaan telah memenuhi persyaratan. Untuk variasi aspal campuran yang mengalami peningkatan penetrasi yakni A (18,49%),B ( 21,42%) dan peningkatan penetrasi paling tinggi berada pada campuran C sebesar 29,89%. Prosentase penetarasi Dengan demikianhal ini dapat disajikan pada gambar 4.7 diagram gabungan rata-rata penetrasi variasi campuran berikut ini. 29,89% 21,42% 18,49% Gambar 4.8 Diagram Gabungan Rata-Rata Penetrasi Aspal Modifikasi Berdasarkan gambar 4.9 menunjukkan bahwa nilai penetrasi yang paling tinggi berada pada campuran C. Campuran C mengalami peningkatan yang sebesar 29,89% hal ini diakibatkan oleh banyaknya kandungan minyak bumi yang berasal dari Gilsonite Resin sebesar 2% serta yang juga lebih berperan besar pada pengujian penetrasi ini adalah komposisi polimer jenis menjadi hingga 8 % dibandingan

16 59 dengan komponen lainya seperti campuran A dan B yang masing-masing hanya 4 %. Oleh karena itu,ldpe pada campuran ini juga merupakan klasifikasi plastik thermoplast yaitu, plastik yang memiliki sifat-sifat khusus seperti lebih mudah larut pada pelarut yang sesuai, mudah melunak pada saat dipanaskan, tetapi akan mengeras kembali jika didinginkan dan proses ini dapat terjadi berulang kali. b. Titik Lembek Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan batas titik lembek aspal dengan mengunakan peralatan ring bola baja yang dipanaskan dengan Bunsen pada suhu 30 C sampai dengan 175 C. Disamping itu, untuk penelitian ini dimaksudkan agar mengetahui nilai kekerasan akibat dari percepatan pemanasan serta untuk mengetahui jenis aspal yang cocok pada daerah tertentu, serta pada dasarnya untuk hasil titik lembek yang tinggi sangat cocok untuk kondisi daerah yang beriklim tropis. Berikut data yang diperoleh dari hasil percobaan laboratorium yang dapat disajikan pada tabel 4.12 dan gambar grafik 4.8 dibawah ini. Tabel 4.12 Hasil Pengujian Titik Lembek Aspal Normal dan Modifikasi Aspal Normal Suhu Awal Waktu Suhu Akhir 1 30 C 24 menit 10 detik 51 C 2 30 C 24 menit 33 detik 51 C Sampel A Suhu Awal Waktu Suhu Akhir 1 30 C 32 menit 11 detik 59 C 2 30 C 32 menit 21 detik 58 C Sampel B Suhu Awal Waktu Suhu Akhir 1 30 C 28 menit 11 detik 58 C 2 30 C 27 menit 10 detik 58 C Sampel C Suhu Awal Waktu Suhu Akhir 1 30 C 28 menit 14 detik 57 C 2 30 C 28 menit 10 detik 58 C Sumber : Hasil Penelitian 2013

17 60 Pada tabel 4.12 diketahui bahwa semua pengujian telah memenuhi spesifikasi, dimana aspal normal penetrasi 60/70 memiliki batas suhu akhir 51 C dan berdasarkan spesifikasi SNI batas minimumnya adalah sebesar 50 C, sedangkan untuk aspal modifikasi berdasarkan SNI batas minimumnya adalah 55 C dan rata-rata nilai suhu akhir pengujian titik lembek pada aspal modifikasi lebih dari batas minimunya, sehingga pengujian ini telah sesuai dengan persyaratan SNI, Untuk mengetahui lebih lanjut perolehan nilai titik lembek yang tertinggi dapat di lihat pada gambar 4.9 sebagai berikut. Gambar 4.9 Grafik Perbandingan Titik Lembek Gabungan Berdasarkan grafik titik lembek gabungan, nilai titik lembek campuran Gilsonite Resindan polimer mempunyai titik lembek lebih dari 55ºC serta dibandingkan dengan aspal normal, hal ini disebabkan karena plastik mempunyai sifat tahan terhadap panas (High Temperatur Resistance), sehingga campuran tersebut dapat menahan lepasnya ikatan agregat dengan aspal (bleeding). Peninjauan titik lembek yang paling tinggi berada pada campuran sampel A sebesar 7,2%. Hal ini terjadi karena semakin tinggi suhu akhir dan lamanya waktu maka titik lembek juga semakin tinggi. Disamping itu juga dalam campuran tersebut mengandung Gilsonite Resindan Polystyrenedimana kedua additive tersebut memilki sifat kaku dan tahan terhadap panas. Namun, menurut penelitian

18 61 sebelumnya Rachmad Basuki (2007) pengujian titik lembek yang menggunakan kadar Gilsonite Resin 10 % pada aspal prima 55 menghasilkan nilai titik lembek sebesar 63,5 ºC. c. Duktilitas Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik pada cetakan yang berisi aspal sebelum putus, pada suhu 60 ºC dengan kecepatan tarik 5 cm/menit. Besarnya duktilitas untuk aspal 60/70 disyaratkan minimal 100 cm, sedangkan untuk aspal modifikasi nilai duktilitas yang disyaratkan 50 cm hingga 100 cm. Berikut yang dapat disajikan pada tabel 4.13 berikut ini, Tabel 4.13 Hasil Pengujian Duktilitas Campuran Aspal Normal Standar Pengujian Spesifikasi Nilai Keterangan SNI Min. 100 cm 104 cm Memenuhi Campuran A SNI Min 50 cm, Maks 100 cm 54 cm Memenuhi Campuran B SNI Min 50 cm, Maks 100 cm 59 cm Memenuhi Campuran C SNI Min 50 cm, Maks 100 cm 63 cm Memenuhi Sumber : Hasil Penelitian 2013 Dari hasil uji pemeriksaan duktilitas terhadap variasi jenis campuran aspal diatas, untuk hasil aspal normal diperoleh hasil sebesar 104 cm, sedangkan campuran aspal modifikasi rata-rata hasil yang diperoleh lebih dari 50 cm hal ini disebabkan bahwa aspal modifikasi cenderung lebih getas dibandingkan dengan aspal normal pen 60/70 yang dikarenakan bahwa aspal modifikasi banyak mengandung plastik serta mempunyai sifat Excellent Dimension Stability, yaitu mampu dibentuk dan tidak akan mudah mengalami perubahan bentuk setelah selesai dibentuk yang diakibatkan sifat mekanisme aspal (rheologic),namun aspal

19 62 modifikasi yang paling tinggi dari pada campuran yang lain berada pada campuran C yaitu sebesar 63 cm, campuran C memiliki sifat viscoelastis dibandingkan campuran A dan B. Serta yang paling rendah pada nilai duktilitas ini berada pada campuran A yakni dengan nilai prosentase duktilitas apabila dibandingkan dengan spesifikasi teknis yakni peningkatanya hanya 8%. Namun hasil pengujian ini telah sesuai dengan standar SNI. Selanjutnya untuk penyajian diagram perbedaan nilai duktilitas dapat dilihat pada gambar 4.10 Gambar 4.10Grafik Perbandingan Nilai Duktilitas Berdasarkan gambar 4.10 menunjukkan bahwa nilai duktilitas untuk setiap variasi campuran telah memenuhi persyaratan SNI , untuk aspal normal minimum nilai duktilitas sebesar 100 cm, sedangkan aspal modifikasi minimum 50 cm hingga 100 cm. Dari gambar 4.9 dapat dilihat bahwa pada campuran C semakin tinggi kadar additive pada campuran aspal maka duktilitas semakin meningkat, terutama banyaknya kadungan plastik yang tergolong thermoplast yaitu mudah melunak pada saat dipanaskan sehingga tingkat viscositas juga meningkat,dan pada dasarnya nilai duktilitas tersebut juga berfungsi sebagai parameter untuk mengetahui seberapa besar aspal menahan kekuatan tarik.

20 63 Namun dengan demikian, untuk nilai duktilitas yang paling rendah khususnya pada campuran A yang berarti aspal akan cenderung bersifat getas atau kaku. d. Kelekatan Aspal Pada Agregat Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan kelekatan aspal terhadap agregat. Pemeriksaan kelekatan aspal pada campuran ini didasarkan pada visualisasi kelekatan dengan menggunakan piknometer yang berisi air. Kelekatan yang dimaksud adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat (adhesi)dan kemampuan aspal untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan (kohesi),berdasarkan pengamatan di laboratorium hampir seluruh variasi campuran dapat menyelimuti agregat hingga 97 %, hal ini dikarenakan bahwa campuran aspal yang dipanaskan ±70 C baik campuran aspal normal maupun modifikasi mengalami pelunakan hingga menjadi cair visco-elastis. Dengan demikian, menurut SNI syarat minimal aspal menyelimuti permukaan agregat sebesar 95 %, sedangkan hasil pengujian pemeriksaan kelekatan agregat terhadap aspal dalam persentase permukaan agregat yang terselimuti aspal yaitu sebesar 97%. e. Pemeriksaan Jenis Bitumen Aspal Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bitumen dengan piknometer, serta untuk mengetahui kuantitas penggunaan aspal dalam pelaksanaan atau jumlah banyaknya aspal yang digunakan dalam campuran. Untukperhitungan hasil pemeriksaan jenis bitumen aspal ini dapat dilihat pada lampiran L15-L17. Sedangkan hasil ringkasanya dapat dilihat pada tabel 4.14 berikut ini.

21 64 Tabel 4.14 Pemeriksaan Berat Jenis Bitumen Keras Aspal Normal Campuran A Campuran B Campuran C Spesifikasi 1,06 1,72 1,88 1,87 Min.1,0 Standar Pengujian SNI Sumber : Hasil Penelitian 2013 Berdasarkan tabel 4.14 dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan berat jenis bitumen aspal normal(aspal pen 60/70 ) yakni 1,06 serta untuk berat jenis variasi campuran A sebesar 1,72, B 1,88 dan C 1,87. Dengan demikian menurut syarat SNI untuk aspal normal Pen 60/70 dan modifikasi, spesifikasi berat jenis aspal keras minimal 1,0. Sehingga pada pemeriksaan ini telah memenuhi spesifikasi. f. Pemeriksaan Titik Nyala dan Bakar Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua jenis hasil minyak bumi, kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari 79 C. Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal. Sedangkan, titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurang 5 detik pada suatu titik di atas permukaan aspal. Dengan mengetahui nilai titik nyala dan titik bakar aspal, maka dapat diketahui suhu maksimum dalam memanaskan aspal sebelum terbakar.serta untuk mengetahui indikasi ketahan panas pada campuran aspal Pemeriksaan titik Nyala dan Bakar dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut ini. Tabel 4.15 Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar dengan Claveland Open Cup Pengujian Aspal Normal Suhu Titik nyala aspal 201 o C Titik bakar aspal 210 o C Pengujian (A) Suhu Titik nyala aspal 232 o C Titik bakar aspal 236 o C

22 65 Pengujian (B) Titik nyala aspal Titik bakar aspal Pengujian (C) Titik nyala aspal Titik bakar aspal Sumber : Hasil Penelitian Suhu 227 o C 230 o C Suhu 226 o C 231 o C Berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan di dalam SNI suhu yang ditetapkan untuk aspal pen 60/70 ialah sebesar 200 C, sedangkan modifikasi ialah sebesar 225 C. Dengan demikian, pengujian ini telah memenuhi spesifikasi,perbandingan nilai titik nyala dan bakar pada saat pengujian aspal normal tehadap modifikasi cenderung lebih rendah, yang dikarenakan campuran tersebut merupakan bagian dari plastomer atau memiliki struktur kimiawi minyak bumi lebih banyak dari pada aspal normal. Berdasarkan tael 4.15 adapun hasil prosentase perbedaan peningkatan nilai titik nyala dari masing-masing variasi yakni A(3,1%), B(0,8%) dan C (0,4%).Oleh karena itu,campuran yang cepat menyala dan terbakar terdapat pada campuran C (Aspal, Gilsonite Resin, Polystyrene dan LDPE), hal ini dikarenakan bahwa komponen pada vaiasi campuran C lebih banyak mengandung zat kimiawi yang mudah terbakar semakin banyak campuran dari hasil olah minyak bumi maka titik nyala relatif rendah namun titik bakar tinggi. Akan tetapi titik nyala yang tinggi berada pada campuran A,sehingga pada campuran A mengindikasikan bahwa campuran tersebut tahan terhadap panas. 4.1 Hasil Penentuan Kadar Aspal Optimum Setelah menguji kelayakan material, selanjutnya melakukan penentuan kadar aspal optimum. Kadar aspal optimum adalah jumlah aspal yang digunakan dalam campuran agar dapat tercapai persyaratan Stabilitas, flow, VMA, VIM, VFA

23 66 dan Bulk Density. Adapun tujuan dari penentuan kadar aspal optimum ini, diperlukan untuk pembuatan benda uji baru dengan komposisi agregat yang sama dengan menggunakan aspal normal Pen 60/70. Hasil penentuan kadar optimum pada penelitian ini dilakukan dengan pembuatan variasi benda uji yang variasi kadar aspalnya di mulai dari 4,5%;5%;5,5%;6% dan 6,5%,serta untuk hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.9 dan gambar grafik 4.10 hingga serta untuk hasil secara lengkap terdapat pada lampiran L17-L23. Tabel 4.16Hasil pengujian dari Marshall Test Hasil Pengujian Kadar Aspal 4,5% Kadar Aspal 5% Kadar Aspal 5,5% Kadar Aspal 6% Kadar Aspal 6,5% Keterangan Spesifikasi Bulk Density 2,192gr/cc 2,204gr/cc 2,224gr/cc 2,249gr/cc 2,250gr/cc Min.2 gr/cm 3 VIM 4,941% 4,872% 4,462% 3,847% 3,817% 3,5-5,5% VMA 18,465% 18,445% 18,445% 17,657% 17,632% > 15% VFA 73,246% 73,588% 75,530% 78,221% 78,355% Min.65% Stabilitas 916Kg 1013Kg 1099Kg 1190Kg 1259Kg 1000 kg Flow 2,7mm 2,9mm 3,1 mm 3,2mm 3,2mm 3mm-5mm a. Bulk Density (Kerapatan) Bulk Density Gambar 4.11Grafik Kerapatan (Bulk Density) Pada grafik kepadatan menunjukkan bahwa aspal pada kadar 4,5% hingga 6,5%Bulk Density mengalami peningkatan sebesar 2,65 %.Nilai Bulk Density

24 67 menunjukkan besarnya kerapatan suatu campuran yang sudah dipadatkan. Campuran dengan Bulk density yang tinggi akan lebih mampu menahan beban yang lebih berat, dibandingkan pada campuran yang mempunyai densityrendah. Dengan demikian, semakin tinggi kadar aspal maka kerapatan juga semakin tinggi, dimana hal tersebut juga berpengaruh terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi seperti gradasi agregat, kadar aspal, berat jenis agregat, kualitas penyusunya serta proses pemadatan dan jumlah tumbukannya. b. VIM (Void In Mix) Gambar 4.12Grafik VIM (Void In Mix) Berdasarkan gambar 4.12 di atas, diperoleh nilai VIM (Void In Mix) pada kadar aspal 4,5% mengalami peningkatan dengan rerata 4,941 %, sedangkan pada penambahan kadar aspal 5%,5,5%,6 dan 6,5% nilai VIM (Void In Mix) mengalami penurunan shingga 21,65%, akan tetapi hal tersebut masih dalam batas spesifikasi yaitu 3,5-5,5%. c. VMA (Void Mineral Aggregate)

25 68 Gambar 4.13Grafik VMA(Void Mineral Aggregate) Berdasarkan grafik VMA menunjukkan bahwa nilai VMA mengalami penurunan pada kadar aspal 5% hingga 6,5 % yaitu sebesar 4,41 %. Dengan demikian besarnya nilai VMA juga dipengaruhi oleh kadar aspal, gradasi bahan susun, jumlah tumbukan dan temperatur pemadatan. d. VFA (Void Filled Asphalt) Gambar 4.14Grafik VFA(Void Filled Asphalt) Berdasarkan gambar 4.14 grafik VFA menunjukan bahwa persentase kadar aspal dari 4,5% hingga 6,5 % VFA mengalami peningkatan hingga 6,98%. Hal ini mengindikasikan bahwa semkin tinggi kadar aspal maka semakin tinggi prosentase

26 69 besarnya rongga yang dapat terisi oleh aspal serta besarnya nilai VFA menentukan keawetan suatu campuran beraspal panas. e. Stabilitas/ Stability Gambar 4.15Grafik Stabilitas Menurut grafik diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar aspal maka stabilitas juga semakin tinggi, stabilitas tertinggi terdapat pada campuran dengan kadar aspal 6,5% yaitu dengan nilai stabilitas aspal sebesar 1259 Kg, namun pada kadar aspal 4.5 % nilai stabilitas yang diperoleh tidak memenuhi spesifikasi teknis.dengan syarat minimum sebesar 1000 Kg. f. Kelelehan /Flow Gambar 4.16Kelelehan / Flow Menurut gambar 4.15 Grafik flow diatas menunjukan bahwa pada kadar aspal 4,5% hingga 6,5% nilai flow cenderung meningkat, namun nilai flow yang tertinggi

27 70 berada pada kadar aspal 6 dan 6,5% sebesar 3,2 mm, kadar aspal yang tinggi merupakan nilai yang besar pada angka kelelehan di mana syarat batas minimum sebesar 3 mm. Dapat dikatakan juga bahwa semakin besar kadar aspal di dalam campuran, maka akan semakin menghasilkan kelenturan yang tinggi. g. Kadar Aspal Optimum Rentang Kadar Aspal Yang Memenuhi Spesifkasi Kadar Aspal Optimum Gambar 4.17Kadar Aspal Optimum Hasil perolehan kadar aspal optimum berdasarkan hasil setiap uji parameter Marshall yang telah memenuhi spesifikasi yaitu untuk nilai density diperoleh pada kadar aspal 4,5%-6,5%, VIM (4,5%-6,5%), VFA (4,5%-6%), dan Stabilitas (5%- 6,5%)danFlow (5,5%-6,5%) yang kemudian masing-masing dari hasil spesifikasi dirata-ratakan. Dengan demikian, hasil peroleh kadar optimum untuk campuran aspal berikutnya ialah sebesar 5,6%. 4.1 Hasil Marshall Test Aspal Modifikasi Pada tahap ini pemubuatan benda uji dilakukan dengan menggunakan hasil dari penentuan kadar aspal optimum, yaitu sebesar 5,6 %. Kemudian membuat tiga variasi aspal modifikasi sebanyak 15 benda uji. Adapun variasi campuran ini terdiri dari :

28 71 Campuran A : Aspal, Gilsonite Resindan Polystyrene(15 benda uji) Campuran B : Aspal, Gilsonite Resindan LDPE (15 benda uji) Campuran C : Aspal, Gilsonite Resin,Polystyrene dan LDPE (15 benda uji) Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.19 dan gambar grafik 4.16 hingga 4.24 serta untuk hasil secara lengkap terdapat pada lampiran L24-L31. Tabel 4.17Tabel Gabungan Hasil Uji Karakteristik MarshallTerhadap Variasi Aspal Modifikasi Parameter Uji Marshall Campuran Lama Perendaman Rata- Rata Peringkat 1 Jam 24 Jam 72 Jam Bulk Density Aspal+Gilsonite+Polystyrene (A) 2,143 2,143 2,143 2,143 1 Spesifikasi Min,2gr/cc Rongga Udara Dalam Campuran (VIM) Spesifikasi 3,5%-5,5% Rongga Dalam Campuran Mineral Agregat VMA, Spesifikasi Min,15% Rongga Terisi Aspal(VFA), Spesifikasi Min,65% Kelelehan (mm), Spesifikasi, Aspal+Gilsonite+LDPE (B) 2,134 2,133 2,134 2,134 3 Aspal+Gilsonite+Polystyrene+LDPE(C) 2,137 2,138 2,136 2,137 2 Aspal+Gilsonite+Polystyrene (A) 4,85 4,86 4,83 4,85 3 Aspal+Gilsonite+LDPE (B) 5,03 5,08 5,04 5,05 1 Aspal+Gilsonite+Polystyrene+LDPE(C) 4,98 4,91 5,01 4,97 2 Aspal+Gilsonite+Polystyrene (A) 21,20 21,22 21,19 21,20 3 Aspal+Gilsonite+LDPE (B) 21,54 21,58 21,54 21,55 1 Aspal+Gilsonite+Polystyrene+LDPE(C) 21,43 21,38 21,45 21,42 2 Aspal+Gilsonite+Polystyrene (A) 77,14 77,09 77,21 77,14 1 Aspal+Gilsonite+LDPE (B) 76,98 76,48 76,62 76,69 3 Aspal+Gilsonite+Polystyrene+LDPE(C) 76,78 77,03 76,69 76,83 2 Aspal+Gilsonite+Polystyrene (A) 3,10 3,76 4,27 3,71 3 3mm-5mm Aspal+Gilsonite+LDPE (B) 3,40 3,91 4,32 3,88 2 Stabilitas, Spesifikasi 1200Kg-1800Kg Sumber : Hasil Penelitian 2013 Aspal+Gilsonite+Polystyrene+LDPE(C) 3,7 4,2 5,0 4,32 1 Aspal+Gilsonite+Polystyrene (A) Aspal+Gilsonite+LDPE (B) Aspal+Gilsonite+Polystyrene+LDPE(C) a. Kerapatan (Bulk Density)

29 72 Gambar 4.18Grafik Kerapatan Pada gambar 4.18 Grafik kerapatan menunjukan bahwa campuran yang memiliki kerapatan yang tinggi ialah campuran A yaitu aspal, Gilsonite Resin dan polystyrene.campuran dengan memiliki bulk density yang tinggi, maka akan lebih mampu menahan beban yang lebih berat, dibandingkan pada campuran yang mempunyai density rendah. Hal ini dikarenakan bahwa bulk density merupakanprosentase besarnya kerapatan suatu campuran yang melakukan pemadatan.namun pada penelitian ini lama perendaman mengakibatkan penurunan pada nilai kepadatan sehingga rongga udara di dalam campuran semakin bertambah. Serta dengan adanya lama perendaman memungkinkan terjadi disintegrasi mineral agregat pada campuran atau lepasnya ikatan aspal dengan agregat. Untuk nilai kepadatan pada campuran A tidak mengalami peningkatan, dengan nilai sebesar 2,143 gr/cc. Sedangkan pada campuran B nilai kepadatan cenderung fluktuatif dari jam pertama hingga ke-72,besar penurunan pada 24 jam yaitu sebesar 0,04% dan kemudian nilai kepadatan meningkat kembali sebesar 0,04 %. Selain itu untuk campuran C juga cenderung fluktuatif hanya saja yang terjadi penurunan pada jam ke 72 yaitu sebesar 0,09%.

30 73 b. VIM (VOID IN THE MIX) Gambar 4.19 Grafik Rongga Udara Dalam VIM Berdasarkan pada grafik rongga udara dalam VIM, menunjukan bahwa variasi campuran aspal mengalami fluktuatif, akan tetapiuntuk nilai rata-rata nilai VIM yang terbesar berada pada campuran B (Aspal,Gilsonite Resin dan LDPE) hal ini dikarenakan bahwa LDPE dapat cepat meleleh dengan aspal ketimbang Polystyrene, sehingga rongga udara yang terisi oleh agregat memiliki ketebalan aspal yang lebih besar dari pada campuran lain.sehingga variasi pada campuran aspal tersebut telah memenuhi persyaratan. c. VMA (Void Mineral Agregat) Gambar 4.20Grafik Rongga Dalam Campuran Mineral Agregat

31 74 Pada gambar 4.20 untuk nilai VMA yang tertinggi berada pada campuran B, yang di uji pada jam ke-24 menunjukkan peningkatan sebesar 0,18%. Akan tetapi untuk variasi campuran A mengalami penurunan sebesar 0,047% dari jam pertama hingga ke-72 jam. Hal ini bisa dikarenakan bahwa pada campuran A terdiri dari aspal, Gilsonite Resin dan Polystyrene,dimana hal ini polystyrene,gilsonite resintersebut memiliki karakteristik tahan terhadap panas sehingga rongga udara yang ada diantara mineral agregat sebagian sebagian telah terisi oleh aspal. d. VFA (Void Filled Asphalt) Gambar 4.21Grafik Rongga Terisi Aspal VFA Untuk nilai VFA yang tertinggi berada pada campuran A yang mengalami peningkatan sebesar 0,16% pada waktu ke-24 hingga 72 jam. Namun pada campuran B VFA mengalami penurunan sebesar 0,65% pada waktu ke-24 jam dan naik kembali pada waktu ke- 72 jam sebesar 0,18%. Sedangkan pada campuran C VFA mengalami peningkatan pada jam ke-24 dan turun kembali pada waktu perendaman 72 jam sebesar 0,44%. Hal ini menunjukkan bahwa campuran yang menggunakan LDPE nilai VFA cenderung menurun drastis. Akan tetapi,semua nilai VFA pada setiap campuran telah memenuhi spesifikasi min 65%serta dengan menujukkan lamanya waktu perendaman tidak mempengaruhi nilai penurunan yang cukup besar serta cenderung stabil pada nilai VFA aspal modifikasi ini. VFA

32 75 mengindikasikan bahwa prosentase rongga udara yang terisi aspal pada campuran yang telah mengalami pemadatan. Nilai VFA ini merupakan pada sifat kekedapan air dan udara, maupun sifat elastis campuran. Nilai VFA yang semakin besar berarti semakin banyaknya rongga udara yang terisi aspal sehingga kekedapan campuran terhadap air dan udara akan semakin tinggi,nilai VFA yang terlalu tinggi akan menyebabkan lapis perkerasan mudah mengalami bleeding atau naiknya aspal kepermukaan. Nilai VFA (Void Filled Asphalt) yang terlalu kecil akan menyebabkan kekedapan campuran terhadap air berkurang karena sedikit rongga yang terisi aspal. Dengan banyaknya rongga yang kosong, air dan udara akan mudah masuk kedalam lapis keras sehingga keawetan dari lapis keras akan berkurang. e. Flow/ Kelelehan Gambar 4.22Grafik Kelelehan (Flow) Berdasarkan grafik kelelehan menunjukkan bahwa setiap variasi campuran aspal modifikasi mengalami peningkatan dari waktu 1 jam hingga 72 jam, dimana nilai rata-rata peningkatan flow pada A sebesar 3,71 mm, B (3,88 mm ) dan C (4,32mm). Peningkatan nilai rata-rata flow terbesar berada pada campuran C dengan nilai prosentase kenaikan flow dari jam pertama hingga ke-72 jam sebesar 35,13%.

33 76 f. Stabilitas/Stability Gambar 4.23 Grafik Stabilitas Lama perendaman dalam uji Marshall khususnya pencarian nilai stabiltas menunjukan bahwa semakin lama melakukan perendaman pada benda uji, maka stabiltas akan menurun dan flow juga semakin membesar. Namun,untuk stabiltas rata-rata yang tertinggi berada pada campuran Aspal, Gilsonite Resin dan Polystyrene (A) sebesar 1679 kg. Hal ini dapat diindikasikan bahwa Gilsonite Resin merupakan komponen yang memiliki resin yang memberikan sifat adhesi dari aspal sementara Polystyrene bersifat tahan terhadap panas namun mudah meleleh pada saat pencampuran, sehingga campuran lebih mudah melekat pada frasksi agregat yang menjadikan stabilitas pada campuran ini tertinggi diantara campuran B dan C, Dengan demikian,stabilitas Marshall pada campuran aspal modifikasi ini menunjukkan bahwa dengan adanya pengaruh penambahan gilsonite resin dengan kombinasi material polystyrene dan LDPE rata-rata secara keseluruhan mengalami peningkatan stabilitas, serta seluruh variasi campuran aspal modifikasi ini telah memenuhi nilai stabilitas spesifikasi teknissebesar 1200 Kg, apabila dibandingkan dengan spesifikasi teknis sebesar 1200 kg, Adapun besarnya peningkatanya nilai stabilitas untuk campuran A sebesar (28,52% ),B

34 77 (26,56% ), dan C (19,57%). Akan tetapi,nilai stabilitas pada setiap variasi campuran aspal modifikasi juga mengalami penurunan seiring dengan lamanya masa perendaman dari 1 jam hingga 72 jam,adapun prosentase penurunanya untuk setiap campuran yaitu A(11,13%) B, sebesar (11,91%) dan C sebesar (15,84%). Dengan demikian, hasil uji parameter Marshall dapat diklasifikasikan berdasarkan urutan yang paling terbaik, serta hasil untuk pengujian aspal modifikasi tersebut juga berdasarkan karakteristik aspal sebagai pelekat dan keawetan, seperti tertera pada tabel berikut ini : Tabel 4.18Hasil Pengujian Aspal Modifikasi Variasi Parameter A B C Bulk Density VIM VMA VFA Flow Stabilitas Penetrasi Titik Lembek Duktilitas Titik Nyala Total Parameter Peringkat Keterangan : Angka 1,2,dan 3 merupakan peringkat, dan peringkat satu adalah peringkat terbaik berdasarkan yang mendekati batas maksimum spesifikasi, sedangkan A, B, dan C merupakan inisial campuran, dimana A (Aspal Gilsonite Resin, dan Polystyrene) B (Aspal Gilsonite Resin, dan LDPE) dan C (Aspal Gilsonite Resin, PolystyrenedanLDPE).

35 78 Berdasarkan tabel 4.18 merupakan tabel peringkat untuk mengetahui indikasi total parameter hasil uji karakteristik Marshall yang bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dari aspal tersebut. Pada nilai peringkat ini yang diambil merupakan hasil rata-rata yang diambil dari tiap-tiap jam pengamatan, kemudian diperingkatan. Serta diurutkan menjadi peringkat yang terbaik hingga mendekati batas maksimum spesifikasi. Pada tabel 4.18 menunjukkan bahwa campuran A memiliki 5 parameter terbaik yang menjadikan peringkat pertama, dan mengidikasikan bahwa kaitanya Stabilitas yang paling tinggi memiliki kerapatan yang tinggi, dimana kerapatan merupakan besarnya kerapatan suatu campuran yang telah dipadatkan. Nilai Bulk density yang tinggi akan lebih mampu menahan beban yang lebih berat, apabila hal ini dibandingkan pada campuran yang mempunyai Bulk densityrendah.serta hal ini juga di peroleh dengan hasil nilai VFA (rongga yang terisi aspal) dimana, nilai VFA menunjukkan prosentase besarnya rongga yang dapat terisi oleh aspal. Besarnya nilaivfa menentukan keawetan, sifat kekedapan air dan udara, maupun sifat elastis campuran. Apabila nilai VFA semakin besar maka,akan menunjukan VIM yang semakin kecil nilai VIM yang mengindikasikan bahwa rongga yang terisi aspal semakin banyak. Namun, dengan demikian pengaruh peningkatan stabilitas campuran ini juga dipengaruhi oleh peningkatan titik lembek, titik nyala serta penurunan penetrasi,dan duktilitas yang mengakibatkan bahwa aspal ini cenderung lebih keras dibandingkan campuran yang lain.lain halnya dengan campuran C yang hanya memiliki 3 parameter terbaik yakni Flow,Penetrasi dan duktilitas,serta merupakan indikator kelenturan campuran beraspal panas dalam menahan beban lalu lintas serta dapat membuat aspal tersebut lebih elastis apabila menerima beban berat. Selanjutnya, untuk campuran B hanya memiliki dua parameter terbaik yaitu VIM dan VMA, kaitan VIM dan VMA ialah VIM merupakan banyaknya prosentase

36 79 rongga dalam campuran total dan VMA rongga udara yang ada diantara mineral agregat yang sudah dipadatkan termasuk ruang yang terisi aspal.sehingga karakteristik dari aspal tersebut mengindikasikan aspal tersebut menjadi kedap. Oleh karena itu setiap campuran dari aspal modifikasi ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan serta dampak yang akan diproleh, Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan dalam hal kegunaanya. Berikut kelebihan dan kekurangan pada setiap campuran. Tabel 4.19Hasil Pengujian Aspal Modifikasi Variasi Campuran Campuran A Campuran B Kelebihan Kekurangan Dampak Penanggulangan Stabilitas tinggi dari spesifikasi aspal modifikasi, serta parameter yang terkait dengan nilai stabilitas ini adalah peningkatan nilai VFA,Bulk Density, Titik Lembek dan Titik Nyala sehingga pada campuran ini memilki sifat kedap air,kaku, tahan terhadap panas. Stabilitas tinggi dari spesifikasi aspal modifikasinilai VIM dan VMA besar menyebabkan campuran cenderung akan elastis Nilai Flow pada campuran ini menjadi kecil dan rongga udara pada campuran terlalu kedap dan berkemungkin an aspal tersebut akan menjadi getas Namun, apabila menerima beban dengan terus menerus, serta dengan lamanya waktu pembebanan makakemungk inanbisa menyebabkan bleeding, sehingga ikatan antara agregat dan aspal melepas Kemungkinan mudah terjadi getas/ dapat menyebabkan keretakan Ikatan antara agregat dan aspal akan melepas, serta bisa menyebabkan terjadinya gelombang maupun lubang Faktor gradasi agregat sangat penting untuk merencanakan nilaivim. agar keawetan campuran tinggi Menggunakan additive yang memiliki kandungan asphathens yang tinggi sehingga daya adhesi dan kohesi juga semakin meningkat

37 80 Campuran C Stabilitas tinggi dari spesifikasi aspal modifikasi dan Flow,Penetrasi dan duktilitas juga tinggi Density dan Stabilitas rendah dibandingkan dengan campuran A dan B Kemungkinan bisa menyebabkan deformasi permanen dan membentuk Retak kulit buaya (alligator crack) apabila dalam keadaan jenuh air Faktor gradasi agregat sangat penting untuk merencanakan nilaivim. agar keawetan campuran tinggi

38

39 82

ABSTRAK

ABSTRAK STUDI PENELITIAN TERKAIT PENGARUH PENAMBAHAN GILSONITE RESIN UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS CAMPURAN ASPAL BETON DENGAN KOMBINASI MATERIAL POLYSTYRENE DAN LDPE 1 FATMA, 2 AMELIA MAKMUR 1 Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo terdiri dari hasil pengujian agregat, pengujian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya (Laboratorium Transportasi FT-UNG, 2013) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Agregat Penelitian ini menggunakan agregat dari AMP Sinar Karya Cahaya yang berlokasi di Kecamatan Bongomeme. Agregat dari lokasi ini kemudian diuji di Laboratorium Transportasi

Lebih terperinci

STUDI PENELITIAN TERKAIT PENGARUH PENAMBAHAN GILSONITE RESIN UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS CAMPURAN ASPAL BETON DENGAN KOMBINASI MATERIAL POLYSTYRENE

STUDI PENELITIAN TERKAIT PENGARUH PENAMBAHAN GILSONITE RESIN UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS CAMPURAN ASPAL BETON DENGAN KOMBINASI MATERIAL POLYSTYRENE STUDI PENELITIAN TERKAIT PENGARUH PENAMBAHAN GILSONITE RESIN UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS CAMPURAN ASPAL BETON DENGAN KOMBINASI MATERIAL POLYSTYRENE DAN LDPE ABSTRAK Campuran aspal beton juga memiliki

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. penetrasi, uji titik nyala, berat jenis, daktilitas dan titik lembek. Tabel 4.1 Hasil uji berat jenis Aspal pen 60/70 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1 Hasil dan Analisa Pengujian Aspal Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras yang mempunyai nilai penetrasi 60/70. Pengujian aspal di laboratorium Jalan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Penelitian ini menggunakan agregat kasar, agregat halus, dan filler dari Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pengujian agregat ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Pengujian Material 1. Agregat Kasar dan Steel Slag Agregat kasar merupakan agregat yang tertahan diatas saringan 2.36 mm (No.8), menurut saringan ASTM. a. Berat Jenis Curah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Material Dasar 1. Agregat dan Filler Material agregat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari batu pecah yang berasal dari Tanjungan, Lampung Selatan. Sedangkan sebagian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 56 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Bahan 1. Pengujian agregat Hasil Pengujian sifat fisik agregat dan aspal dapat dilihat pada Tabel berikut: Tabel 5.1. Hasil Pengujian Agregat Kasar dan

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.3 No.4 April 2015 ( ) ISSN: KAJIAN PERBEDAAN KINERJA CAMPURAN BERASPAL PANAS ANTARA JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS AUS (HRS-WC) BERGRADASI SENJANG DENGAN YANG BERGRADASI SEMI SENJANG Giavanny Hermanus Oscar H. Kaseke, Freddy

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hot Rolled Sheet (HRS) Menurut Kementerian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari dari campuran agregat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran lapis aspal

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet

3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lataston atau Hot Rolled Sheet Menurut Kementrian Pekerjaan Umum (Bina Marga revisi 2010), lapis tipis aspal beton (lataston) adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Agregat Kasar A. Hasil Pengujian Agregat Agregat kasar yang digunakan dalam percobaan ini berasal dari desa Clereng, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hasil pemeriksaan bahan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BB III LNDSN TEORI. Metode Pengujian gregat dapun dasar perhitungan yang menjadi acuan dalam pengujian material yaitu mengacu pada spesifikasi Bina Marga Edisi 2010 (Revisi 3) sebagai berikut: 1. gregat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji

BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS. Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji BATU KAPUR BATURAJA SEBAGAI FILLER PADA LAPIS ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) CAMPURAN PANAS Hamdi Arfan Hasan Sudarmadji Abstract : Daerah Baturaja merupakan kawasan penghasil batu kapur yang ada

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR INTISARI

NASKAH SEMINAR INTISARI NASKAH SEMINAR PENGARUH VARIASI PEMADATAN PADA UJI MARSHALL TERHADAP ASPHALT TREATED BASE (ATB) MODIFIED MENURUT SPESIFIKASI BINA MARGA 2010 (REV-2) 1 Angga Ramdhani K F 2, Anita Rahmawati 3, Anita Widianti

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1

PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 PENGARUH LIMBAH BAJA ( STEEL SLAG ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT KASAR NO. ½ DAN NO.8 PADA CAMPURAN HRS-WC TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL 1 Windi Nugraening Pradana INTISARI Salah satu bidang industri yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan sarana transportasi, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan sarana transportasi, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh terhadap peningkatan kebutuhan sarana transportasi, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan infrastruktur untuk mendukung

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.1. Bagan Alir Penelitian BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Bagan alir dibawah ini adalah tahapan penelitian di laboratorium secara umum untuk pemeriksaan bahan yang di gunakan pada penentuan uji Marshall. Mulai

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel 4.1 BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA 4.1. Pengujian Aspal Pada pengujian material aspal digunakan aspal minyak (AC Pen 60/70) atau aspal keras produksi Pertamina. Hasil Pengujian aspal dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2

PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/2 dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan 2 PERBANDINGAN PENGARUH PENGGANTIAN AGREGAT KASAR No. 1/ dan No. 3/8 TERHADAP PARAMETER MARSHALL PADA CAMPURAN HRS-WC 1 Farid Yusuf Setyawan INTISARI Jalan merupakan sarana penghubung mobilisasi dari satu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Alat dan Bahan. Pengujian Bahan BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat dan aspal, penentuan gradasi campuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC

BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA. Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA Pada pembuatan aspal campuran panas asbuton dengan metode hot mix (AC WC), terlebih dahulu melakukan uji coba dalam skala kecil terhadap agregat, aspal dan asbuton yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1.a. Bagan Alir Penelitian BAB III METODOLOGI Dalam bab ini peneliti menjelaskan langkah-langkah yang akan dilakukan selama penelitian tentang Studi komparasi antara beton aspal dengan aspal Buton Retona dan aspal minyak Pertamina

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 )

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 ) PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK ASPAL BETON (AC-BC) Sumiati 1 ), Sukarman 2 ) Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Polsri Jalan Srijaya Negara Bukit Besar Palembang 1 ) E-mail:cecesumi@yahoo.com

Lebih terperinci

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal)

(Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) (Data Hasil Pengujian Agregat Dan Aspal) LABORATORIUM INTI JALAN RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS LAMPUNG Jl. Prof. Dr. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung Jurusan PEMERIKSAAN

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN 38 BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 PEMERIKSAAN MATERIAL 4.1.1 Agregat Agregat yang digunakan dalam penelitian ini adalah agregat Sudamanik. Untuk mengetahui kelayakan agregat ini agar dapat digunakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Mulai Studi Pustaka Penyiapan material dan Peralatan Pemeriksaan Material Analisa Data dan Hasil Pemeriksa Material Memenuhi Syarat Tidak Membuat Benda Uji

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Aspal Beton Menurut Sukirman (1999) aspal beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkersana ini merupakan campuran merata antara

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC

STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC STUDI PENGGUNAAN PASIR SERUYAN KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SEBAGAI CAMPURAN ASPAL BETON AC WC Oleh : Denny Setiawan 3113 040 501 PROGRAM STUDI DIV TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot

BAB III LANDASAN TEORI. keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Hot Rolled Asphalt Menutut Coc,J.B, Hot rolled Asphalt (HRA) adalah bahan konstruksi lapis keras lentur bergradasi timpang yang pertama kali dikembangkan di Inggris. Hot Rolled

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Perkerasan Jalan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana. Hasil pengujian ini dibandingkan dengan kriteria dan spesifikasi SNI.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA 4.1 Hasil dan Analisa Pengujian Aspal Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal keras yang mempunyai nilai penetrasi 60/70, serat alam berupa sabut kelapa, Asbuton

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC

PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC PENGARUH UKURAN BUTIRAN MAKSIMUM 12,5 MM DAN 19 MM TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-WC Ronni Olaswanda 1 Anton Ariyanto, M.Eng 2 dan Bambang Edison, S.Pd, MT 2 Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar BAB IV HASIL ANALISA DAN DATA 4.1 Hasil dan Analisis Sifat Agregat 4.1.1 Uji Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Berikut adalah hasil pengujian untuk berat jenis dan penyerapan agregat kasar. Tabel

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Aspal Beton Aspal Beton merupakan salah satu jenis lapis perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 30 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODE PENGUJIAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 31 Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode marshall dan dilakukan di Laboratorium Jalan Raya PT Subur

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAFTAR

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG

PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG PENGARUH VARIASI RATIO FILLER-BITUMEN CONTENT PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON-LAPIS PONDASI GRADASI SENJANG Fergianti Suawah O. H. Kaseke, T. K. Sendow Fakultas Teknik, Jurusan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC-

METODOLOGI PENELITIAN. untuk campuran lapis aspal beton Asphalt Concrete Binder Course (AC- 41 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung dengan dasar menggunakan amplop gradasi gabungan untuk campuran

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapisan Aspal Beton Lapis Aspal Beton adalah suatu lapisan pada konstuksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar

Lebih terperinci

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

3. pasir pantai (Pantai Teluk Penyu Cilacap Jawa Tengah), di Laboratorium Jalan Raya Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam BAB V METODE PENELITIAN 5.1 Lokasi, Bahan, Dan Alat Penelitian 5.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas

Lebih terperinci

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI

Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil FTSP ITN Malang ABSTRAKSI STUDI PERBANDINGAN NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT (SMA) MENGGUNAKAN AGREGAT SUNGAI GRINDULU, SUNGAI LESTI, DAN BENGAWAN SOLO UNTUK LALULINTAS SEDANG Kamidjo Rahardjo Dosen Teknik Sipil

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT.

TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT. Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 90 TINGKAT KEMUDAHAN MEMENUHI SPESIFIKASI PADA BERBAGAI JENIS CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT Raden Hendra Ariyapijati Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC

ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC ANALISIS STABILITAS CAMPURAN BERASPAL PANAS MENGGUNAKAN SPESIFIKASI AC-WC DONNY SUGIHARTO NRP : 9321069 NIRM: 41077011930297 Pembimbing: TAN LIE ING, ST.,MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC)

KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) KINERJA CAMPURAN SPLIT MASTIC ASPHALT SEBAGAI LAPISAN WEARING COURSE (WC) TUGAS AKHIR Oleh : I WAYAN JUNIARTHA NIM : 1104105072 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2 3 ABSTRAK Setiap

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Penelitian dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap persiapan, pemeriksaan terhadap spesifikasi, penentuan rencana campuran (mix design), pembuatan benda

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG

PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG PENGARUH PENGGUNAAN STEEL SLAG ( LIMBAH BAJA ) SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERTAHAN SARINGAN / DAN 3/8 TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN AC-WC Afif Ghina Hayati INTISARI Semakin banyaknya industri

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Sebelum melakukan suatu penelitian, maka perlu adanya perencanaan dalam penelitian. Pelaksanaan pengujian dilakukan secara bertahap, yaitu pemeriksaan

Lebih terperinci

TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER

TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER TINJAUAN VOID CAMPURAN ASPAL YANG DIPADATKAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAT ROLLER SLAB (APRS) DAN STAMPER Senja Rum Harnaeni 1, Pancar Endah Kirnawan 2 1Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian

BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian BAB 3 METODOLOGI 3.1 Pendekatan Penelitian Mulai Identifikasi Masalah Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan Pengujian Aspal Pengujian Agregat Pengujian filler Syarat Bahan Dasar Tidak Memenuhi Uji Marshall

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum Penelitian ini dilakukan di laboratorium jalan raya UPT. Pengujian dan Pengendalian Mutu Dinas Bina Marga, Provinsi Sumatera Utara. Jalan Sakti Lubis No. 7 R Medan.

Lebih terperinci

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3) BAB III LANDASAN TEORI A. Parameter Marshall Alat Marshall merupakan alat tekan yang di lengkapi dengan proving ring yang berkapasitas 22,5 KN atau 5000 lbs. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur

Lebih terperinci

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap

Islam Indonesia, maka dapat diketahui nilai-nilai yang berpengaruh terhadap BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 6.1 Hasil Penelitian Dari data yang didapat dari hasil penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN

BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN BAB III DESAIN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian yang dilakukan melalui beberapa tahap, mulai dari persiapan, pemeriksaan mutu bahan yang berupa agregat dan aspal, perencanaan campuran sampai tahap

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR KARAKTERISTIK MARSHALL ASPHALT CONCRETE-BINDER COURSE (AC-BC) DENGAN MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1), Isyak Bayu M 2) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. (AASHTO,1998) dan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010. BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium PT. Karya Murni Perkasa, Patumbak dengan menggunakan metode pengujian eksperimen berdasarkan pada pedoman perencanaan campuran

Lebih terperinci

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian

BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN. A. Bagan Alir Penelitian BAB IV Metode Penelitian METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Penelitian dibagi menjadi beberapa tahap yaitu tahap persiapan, pemeriksaan terhadap spesifikasi, penentuan rencana campuran (mix design),

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON

ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON ANALISA KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPAL EMULSI DINGIN DAN PERBANDINGAN STABILITAS ASPAL EMULSI DINGIN DENGAN LASTON Adrian Hartanto, Irawan Sugiharto 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK:

Lebih terperinci

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang

Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Malang PEMANFAATAN ABU AMPAS TEBU (BAGASSE ASH OF SUGAR CANE) SEBAGAI BAHAN PENGISI (FILLER) DENGAN VARIASI TUMBUKAN PADA CAMPURAN ASPAL PANAS ATB (ASPHALT TREATD BASE) Alik Ansyori Alamsyah Fakultas Teknik Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 40 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian 1. Bagan Alir Secara General Pelaksanaan pengujian dalam penelitian ini meliputi beberapa tahapan, yaitu pengujian bahan seperti pengujian agregat

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR Michael Kevindie Setyawan 1, Paravita Sri Wulandari 2, Harry Patmadjaja

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : meningkat dan menurun terlihat jelas. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai pengaruh variasi suhu pada proses pemadatan dalam campuran beton aspal yang dilakukan di Laboratorium Transportasi Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, sampai ditemukannya kendaraan bermotor oleh Gofflieb Daimler dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Perkerasan jalan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat ditemukan pertama kali di Babylon pada tahun 625 SM, tetapi perkerasan jenis ini tidak berkembang,

Lebih terperinci

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC

KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC KAJIAN LABORATORIUM SIFAT FISIK AGREGAT YANG MEMPENGARUHI NILAI VMA PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS HRS-WC Rizky Mamangkey O.H. Kaseke, F. Jansen, M.R.E. Manoppo Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat sehari-hari. Kegiatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi memberikan tantangan tersendiri bagi pelayanan fasilitas umum yang dapat mendukung mobilitas penduduk. Salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 METODE MARSHALL Konsep dasar dari metode campuran Marshall adalah untuk mencari nilai kadar aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat

Lebih terperinci

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

Bab IV Penyajian Data dan Analisis 6 Bab IV Penyajian Data dan Analisis IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Agregat kasar, agregat halus dan filler abu batu yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari mesin pemecah batu,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

METODOLOGI PENELITIAN. Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMA KASIH... ii ABSTRAK... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian...

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Lapis Aspal Beton Aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi perkerasan jalan raya yang terdiri dari campuran aspal dan agregat yang mempunyai gradasi menerus yang dicampur

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP:

STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP: STUDI PARAMETER MARSHALL CAMPURAN LASTON BERGRADASI AC-WC MENGGUNAKAN PASIR SUNGAI CIKAPUNDUNG Disusun oleh: Th. Jimmy Christian NRP: 9921035 Pembimbing: Ir. Silvia Sukirman FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA

PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK BAN KARET PADA CAMPURAN LASTON UNTUK PERKERASAN JALAN RAYA Charly Laos 1, Gedy Goestiawan 2, Paravita Sri Wulandari 3, Harry Patmadjaja 4 ABSTRAK : Pertumbuhan jumlah kendaraan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas III. METODELOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung untuk pembuatan Arang Tempurung Kelapa, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4

Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan Nikson Liem 2, Koilal Alokabel 3, Fanny Toelle 4 STUDI KOMPARASI PENGARUH VARIASI PENGGUNAAN NILAI KONSTANTA ASPAL RENCANA TERHADAP NILAI STABILITAS PADA CAMPURAN ASPAL BETON (HRSWC) TERHADAP KARAKTERISTIK UJI MARSHALL Agus Fanani Setya Budi 1, Ferdinan

Lebih terperinci

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X

Vol.16 No.2. Agustus 2014 Jurnal Momentum ISSN : X KAJIAN CAMPURAN PANAS AGREGAT ( AC-BC ) DENGAN SEMEN SEBAGAI FILLER BERDASARKAN UJI MARSHALL Oleh: Hendri Nofrianto*), Zulfi Hendra**) *) Dosen, **) Alumni Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil Dan

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.7 Juli 2016 ( ) ISSN: PENGARUH VARIASI KANDUNGAN BAHAN PENGISI TERHADAP KRITERIA MARSHALL PADA CAMPURAN BERASPAL PANAS JENIS LAPIS TIPIS ASPAL BETON LAPIS AUS GRADASI SENJANG Risky Aynin Hamzah Oscar H. Kaseke, Mecky M. Manoppo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruksi Perkerasan Lentur Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement) yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi perkerasan lentur terdiri

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tinjauan Umum Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT PPP DPU DKI Jakarta, Jakarta Timur dengan menggunakan system pencampuran aspal hangat dengan panduan metode

Lebih terperinci

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC

PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC PENGARUH KEPADATAN MUTLAK TERHADAP KEKUATAN CAMPURAN ASPAL PADA LAPISAN PERMUKAAN HRS-WC Januardi 1) Abstrak Dalam Ditjen (2011), khusus pada sifat-sifat campuran perkerasan hanya terdapat standar untuk

Lebih terperinci

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN:

Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.12 Desember 2016 ( ) ISSN: PENGARUH PERUBAHAN GRADASI DAN RATIO ANTARA PARTIKEL LOLOS SARINGAN NO. #200 DENGAN BITUMEN EFEKTIF, TERHADAP BESARAN MARSHALL QUOTIENT PADA CAMPURAN ASPAL LATASTON Maria Rainy Lengkong Oscar H. Kaseke,

Lebih terperinci

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR Senja Rum Harnaeni 1, Arys Andhikatama 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir)

Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) Standar Nasional Indonesia Spesifikasi lapis tipis aspal pasir (Latasir) ICS 93.080.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... I Prakata... II Pendahuluan... III 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL

PENGARUH VARIASI KADAR ASPAL TERHADAP NILAI KARAKTERISTIK CAMPURAN PANAS ASPAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN PENGUJIAN MARSHALL Jurnal Teknik Sipil IT Vol. No. Januari 05 ISSN: 354-845 ENGARUH VARIASI KADAR ASAL TERHADA NILAI KARAKTERISTIK CAMURAN ANAS ASAL AGREGAT (AC-BC) DENGAN ENGUJIAN MARSHALL Oleh : Misbah Dosen Teknik Sipil

Lebih terperinci

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS

PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS PENGARUH GRADASI AGREGAT TERHADAP KEDALAMAN ALUR RODA PADA CAMPURAN BETON ASPAL PANAS Dwinanta Utama Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unversitas Borobudur Jl. Raya Kali Malang No. 1,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Inti Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini agregat

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC)

PENGARUH JUMLAH TUMBUKAN PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC) PENGARUH PEMADATAN BENDA UJI TERHADAP BESARAN MARSHALL CAMPURAN BERASPAL PANAS BERGRADASI MENERUS JENIS ASPHALT CONCRETE (AC) Kiftheo Sanjaya Panungkelan Oscar H. Kaseke, Mecky R. E. Manoppo Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall

Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall 98 JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 15, No. 2, 98-107, November 2012 Pengaruh Penggunaan Abu Sekam Padi sebagai Bahan Pengisi pada Campuran Hot Rolled Asphalt terhadap Sifat Uji Marshall (Effect of Using

Lebih terperinci

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK

PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA ABSTRAK VOLUME 6 NO. 1, FEBRUARI 2010 PENGARUH KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN AGREGAT TERHADAP PERKERASAN LENTUR JALAN RAYA M. Aminsyah 1 ABSTRAK Penyediaan material konstruksi jalan yang sesuai dengan persyaratan

Lebih terperinci

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL

NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL NILAI KEHANCURAN AGREGAT (AGGREGATE CRUSHING VALUE) PADA CAMPURAN ASPAL M. Aminsyah Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Andalas Abstrak Dalam rangka peningkatan dan pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini bertempat di Laboratorium Transportasi Universitas Negeri Gorontalo. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Tahapan persiapan alat dan bahan

Lebih terperinci