HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS. Jenis Karya : Skripsi/Tesis/Disertasi/Karya Ilmiah*: Karya Ilmiah

Transkripsi

1

2 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Yanti Azmah Ulya NPM : Program Studi : Sastra Cina Departemen : Susastra Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Jenis Karya : Skripsi/Tesis/Disertasi/Karya Ilmiah*: Karya Ilmiah demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Makna Lampion Merah dalam Kebudayaan Cina di Jakarta beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 24 Juli 2013

3 Yang menyatakan ( Yanti Azmah Ulya) * Contoh Karya Ilmiah: makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll

4 MAKNA LAMPION MERAH DALAM KEBUDAYAAN CINA DI JAKARTA Yanti Azmah Ulya Sastra Cina, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16411, Indonesia Abstrak Latar belakang penelitian ini adalah untuk menjelaskan makna lampion merah dalam kebudayaan Cina di Jakarta. Setiap negara memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam kebudayaan Cina setiap warna memiliki maknanya masing-masing. Masyarakat Cina sangat percaya mengenai makna dari setiap warna, salah satunya adalah warna merah. Dalam kebudayaan Cina merah merupakan warna keberuntungan. Warna merah identik dengan hari-hari besar di Cina. Begitu pula dengan orang-orang Cina yang datang dan menetap di Indonesia, khususnya Jakarta. Kebanyakan masyarakat Cina memakai pakaian berwarna merah pada saat hari-hari besar, seperti pada saat perayaan tahun baru Imlek. Demikian pula oranamen-ornamen yang digunakan, seperti lampion merah. Lampion merah yang biasanya di gantungkan di depan pintu pada saat perayaan Imlek tidak hanya sebagai hiasan untuk memeriahkan perayaan Imlek saja, tetapi juga sebagi tanda keberuntungan dan kemakmuran. Kata kunci: Warna, Kebudayaan Cina, Lampion THE MEANING OF RED LANTERN IN CHINESE CULTURE IN JAKARTA Abstract The background of this research is to explain the meaning of red lanterns in Chinese culture in Jakarta. Every country have different culture. In Chinese culture, every colour has a meaning. Chinese people strongly belief regarding the meaning of each colour, one of them is red. In Chinese culture, red is a colour of fortune. Red identically with the major holidays in China. Likewise the Chinese people who came and lived in Indonesia, especially in Jakarta. Most of Chinese people wear red cloth during their major holidays, such as during the celebration of the Lunar new year. Likewise ornaments are used, such as red lanterns. Red lanterns that usually hung on the door during Chinese New Year celebrations are not just as decoration for the celebration of Chinese New Year, but also as a sign of fortune and prosperity.

5 Keywords: colour, culture, Chinese culture, Lantern 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Edward B. Taylor (1974), kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Koentjaraningrat, wujud kebudayaan ada tiga macam: 1) kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan; 2) kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat; dan 3) benda-benda sebagai karya manusia (Koentjaraningrat, 1974: 83). Sementara itu, budaya dalam Bahasa Mandarin berasal dari dua karakter yakni ( 文化 )wen hua, yang dalam Kamus Bahasa Mandarin Modern ( 现代汉语词典, 2010) menjelaskan pengertian budaya sebagai berikut. " 人类在社会历史发展过程中所创造的物质财富和精神财富的总和, 特指精神财富 如文学 艺术 教育 科学等. Artinya: keseluruhan kekayaan material, dan kekayaan immaterial yang diciptakan oleh umat manusia dalam proses sejarah berkembangannya masyarakat. Setiap Negara memiliki kebudayaannya masing-masing, misalnya Indonesia yang memiliki banyak kebudayaan, yang dikenal dengan kebudayaan timur. Maksud dari kebudayaan timur adalah masyarakat masih memegang teguh adat istiadat. Begitu pula dengan negara Cina. Cina merupakan negara yang memiliki berbagai macam suku dan kebudayaan. Cina yang saat ini sudah menjadi salah satu negara maju, adalah negara yang masyarakatnya kaya akan kebudayaan, mereka selalu melestarikan kebudayaan yang diturunkan dari para leluhurnya, begitu pula orang Cina yang berada di Jakarta. Dalam kebudayaan Cina warna memiliki maknanya masing-masing. Masyarakat Cina sangat percaya mengenai makna dari setiap warna, salah satunya adalah warna merah. Mereka menganggap warna merah adalah warna keberuntungan dan kegembiraan. Kebanyakan masyarakat Tionghoa memakai pakaian berwarna merah pada saat hari-hari besar, contohnya pada saat perayaan Imlek. Demikian pula dengan ornamen yang digunakan juga banyak menggunkan warna merah, seperti lampion merah. Pada saat perayaan Imlek warna merah memiliki filosofi tersendiri. Lampion merah yang biasanya di gantungkan di depan pintu melambangkan keberuntungan. Selain itu juga untuk memperingati jasa seorang pemimpin pemberontakan pada masa akhir Dinasti Ming yang bernama Li Zicheng atas perjuangannya terhadap rakyat jelata. Jika dibandingkan kebudayaan Cina di Cina dengan kebudayaan Cina yang dilestarikan oleh orang Cina yang berada di Indonesia khususnya di Jakarta memiliki makna yang sama, misalnya pada saat perayaan Imlek di Jakarta juga banyak menggunakan ornamen-ornamen berwarna merah seperti lampion dan ornamen lainnya. Untuk mengetahui lebih dalam, penulis berniat untuk melakukan suatu penelitian ilmiah yang memfokuskan tulisan ini pada makna dari lampion merah yang tersurat dan tersirat dalam kebudayaan Cina di Jakarta sebagai penelitian. Warna yang difokuskan dalam penelitian ilmiah ini adalah warna merah. Dalam latar belakang diatas, maka saya tertarik membuat penelitian ini dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul Makna Lampion Merah dalam Kebudayaan Cina di Jakarta.

6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang serta studi pustaka yang telah dilakukan oleh penulis, dapat diperoleh rumusan permasalahan penelitian yang akan penulis kaji tertuang dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut. Apakah makna warna merah dalam kebudyaan Cina di Jakarta? Apa kegunaan dan makna dari lampion yang sering digunakan dalam hari-hari besar di Cina? Apa makna Lampion Merah dalam kebudayaan Cina di Jakarta? 1.3 Tujuan Penulisan Tulisan ini dibuat untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, yaitu untuk mendeskripsikan makna dari warna merah dalam kebudyaan Cina di Jakarta, dan untuk mendeskripsikan kegunaan dan makna dari Lampion yang sering digunakan dalam hari-hari besar di Cina, serta mendeskripsikan makna lampion merah dalam kebudayaan Cina di Jakarta. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi ataupun memberikan informasi bagi masyarakat secara umum maupun mahasiswa yang berminat terhadap makna dan manfaat simbol-simbol dari warna dalam kebudayaan Cina. 1.5 Landasan Teori Dalam tulisan ini, penyusun akan membahas makna Lampion Merah dalam kebudayaan Cina di Jakarta. Oleh karena itu, perlu dipaparkan beberapa teori yang terkait dengan pembahasan tersebut. Penelitian ini menggunakan teori semiotika (tanda). Adapun salah satu ahli yang mengkaji bidang semiotika adalah Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Pierce. Keduanya memiliki persamaan yaitu mencari konsep representasi yang mewakili realitas. Namun tidak semua konsep kedua ahli tersebut akan di aplikasikan dalam penelitian ini, melainkan hanya beberapa konsep yang peneliti anggap relevan untuk penelitian ini yaitu sebagai berikut: Semiotik Semiotika berasal dari bahasa Yunani: semeion yang berarti tanda. Semiotika adalah model penelitian yang memperhatikan tanda-tanda. Tanda tersebut mewakili sesuatu objek representatif. Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiolog istilah semiotik lebih mengarah pada tradisi Saussurean yang diikuti oleh Charles Sanders Pierce dan Umberto Eco, sedangkan istilah semiologi lebih banyak dipakai oleh Barthes. Baik semiotik ataupun semiologi merupakan cabang penelitian sastra atau sebuah pendekatan keilmuan yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda (Roland Barthes, 1985:20). Zoest (1993:1) berpendapat bahwa semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. Peirce mengemukakan teori segitiga makna yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), objek (object), dan pengguna tanda (interpretant). Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat), sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Pengguna tanda (Interpretant) adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.

7 Menurut Ferdinand De Saussure ( ). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur dalam penelitian ini adalah Lampion Merah, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur dalam peelitian ini yaitu makna dari Lampion Merah. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. 1.6 Sistematika Penelitian Bab I merupakan gambaran singkat tulisan secara umum, berisi pendahuluan yang mencakup latar belakang; permasalahan atas tema yang disampaikan; tujuan penulisan; manfaat penelitian; landasan teori; serta sistematika penulisan. Bab II penyusun akan menjelaskan mengenai makna warna merah yang terkandung dalam kebudyaan Cina di Jakarta. Bab III beirisi pemaparan mengenai kegunaan dan makna Lampion dalam hari-hari besar di Cina. Bab IV berisi penjelasan mengenai makna Lampion Merah dalam kebudayaan Cina di Jakarta.Bab V berisi kesimpulan mengenai pandangan penyusun yang telah didapat dari keseluruhan isi penelitian ini. 2. MAKNA WARNA MERAH YANG TERKANDUNG DALAM KEBUDAYAAN Warna adalah bahasa universal visual yang paling umum dihadapi sehari- hari. Secara psikologis, warna memang mempengaruhi kita. Warna tertentu memiliki efek psikologi tertentu pula. Warna tidak hanya memengaruhi secara psikologis saja tetapi juga fisik. Penelitian menunjukkan menatap warna merah bisa meningkatkan detak jantung dan membuat kita bernapas lebih cepat. Dalam ilmu fengsui warna merah untuk sebuah ruangan juga memiliki arti dan makna tersendiri. Jika sebuah ruangan di cat merah maka akan memberikan kesan memperbesar tampilan suatu objek. Sifat merah memberi stimulasi dan dominan. Karena itu makna dari warna merah adalah keberuntungan, kebahagiaan serta keberanian dalam mengambil tindakan. Setiap negara memiliki budaya yang berbeda-beda. Arti warna juga memberikan pengertian yang berbeda dalam kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Orang dari kebudayaan yang berbeda seringkali memberikan respon yang berbeda terhadap suatu warna. Dalam kebudayaan Cina merah merupakan warna yang menguntungkan. Tidak heran jika warna merah identik dengan perayaanperayaan orang Cina. Begitu pula dengan orang-orang Cina yang datang dan menetap di Indonesia khususnya Jakarta. Suku Tionghoa di Indonesia adalah salah satu etnis penting dalam sejarah Indonesia jauh sebelum Republik Indonesia terbentuk. Setelah negara Indonesia terbentuk, maka otomatis suku Tionghoa menjadi bagian suku-suku bangsa lainnya yang ada di Indonesia yang membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Suku Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka sejak ribuan tahun lalu yang berimigrasi ke Indonesia. Sejak banyaknya orang Cina yang menetap di Indonesia seperti di Jakarta, meraka secara tidak langsung tetap membawa budaya dari para leluhurnya dengan tetap melestarikan kebudayaan dan akan terus mempertahankan karakter tersebut. Warna merah dan keemasan menjadi filosofi tersendiri bagi orang Cina. Warna merah, memiliki arti kebahagiaan, keberuntungan dan semangat hidup. Warna merah selain sebagai simbol keberuntungan dan kebahagiaan, juga melambangkan kegembiraan dan keberhasilan yang pada akhirnya akan membawa nasib baik. Menurut legenda warna merah dianggap orang Cina sebagai warna keberuntungan karena pada zaman dahulu ada sebuah monster yang dikenal dengan sebutan

8 Nian. Monster ini setiap tahunnya sering muncul di akhir musim dingin dan akan melahap setiap orang yang terlihat. Suatu hari ada seorang tokoh yang mengatakan kepada penduduk bahwa monster tersebut takut terhadap tiga hal yaitu: kebisingan, lampu, dan warna merah. Kemudian para penduduk membuat api unggun yang sangat besar, menyalakan kembang api, dan mengecat pintu rumah mereka dengan warna merah. Sejak saat itu monster tersebut tidak pernah lagi mengganggu mereka. Sehingga orang Cina percaya bahwa warna merah dapat menjauhkan mereka dari roh-roh jahat. Sementara itu dalam budaya Cina kuning dan emas memiliki makna warna yang sama. Dalam kebudayaan Cina jin( 金 ) bermakna emas dan makna lain dari jin adalah uang. Warna ini melambangkan sebuah harapan di tahun berikutnya dilimpahi uang (rejeki) atau kemakmuran. Kebanyakan masyarakat Tionghoa memakai pakaian berwarna merah pada saat hari-hari besar dan pesta-pesta lainnya. Busana yang dipakai orang Cina dalam perayaan tahun baru Cina atau Imlek selalu identik dengan warna merah sesuai dengan kepercayaan orang Cina. Selain diwarnai dengan busana berwarna merah, perayaan imlek juga dimeriahkan dengan angpao berwarna merah. Konon angpao ini bukan hanya sekedar dapat membawa keberuntungan saja, bahkan dapat melindungi anakanak dari roh jahat, sebab uang Qian( 钱 ) dapat "menekan kekuatan jahat" atau "Ya Sui Qian( 压岁钱 )". Roh jahat yang bernama Sui selalu hadir setahun sekali untuk mengganggu anak-anak kecil, maka dari itu diusulkan sebagai penangkal roh tersebut, sebaiknya dibuat koin yang dibungkus dengan kertas merah sebagai tumbal dibawah bantalnya mereka. Unsur api yang membakar pada warna merah dapat melindungi dari pengaruh jahat. Biasanya angpao diberikan oleh keluarga yang sudah menikah kepada anak-anak yang belum menikah. Perayaan Imlek juga dihiasi lampion-lampion berwarna merah dan selalu dimeriahkan dengan hiasan-hiasan atau gantungan-gantungan yang bernuansa merah, karena dengan memakai asesoris berwarna merah, maka akan menambah rasa sukacita tersendiri bagi masyarakat Tionghoa. 3. MAKNA DAN KEGUNAAN LAMPION MERAH YANG SERING DIGUNAKAN DALAM PERAYAAN DI CINA Bagi masyarakat Tionghoa Lampion atau dalam Bahasa Mandarin denglong ( 灯笼 ) mempunyai makna filosofi menerangi. Lampion merah berbentuk lampu memiliki makna khusus yaitu, lampion melambangkan penerang, dan merah melambangkan kemakmuran, kesatuan, dan rezeki. Oleh karena itu Lampion merah dipercaya sebagai penerang rezeki bagi penggunanya. Itu sebabnya, lampion selalu ada, terutama pada perayaan-perayaan besar, seperti tahun baru Imlek. Lampion merah selalu dipasang pada saat perayaan Imlek. Dengan pemasangan lampion ini bagi orang Cina yang beragama Konghucu berharap selalu mendapat keberhasilan di tahun-tahun mendatang. Menurut sejarah Lampion diperkirakan sudah ada sejak ditemukannya teknik pembuatan kertas (220M). Latar belakang sering digunakannya Lampion merah pada saat perayaan-perayaan besar Cina yaitu pada masa akhir Dinasti Ming, ada seorang pemimpin pemberontak bernama Li Zicheng, bersama tentaranya sedang mempersiapkan diri untuk menguasai kota Kaifeng. Demi mendapatkan informasi yang akurat, Li menyamar sebagai penjual beras masuk ke Kaifeng. Setelah mendapat gambaran yang jelas, maka Li menyebarkan berita untuk kalangan rakyat jelata bahwa tentara pemberontak tidak akan mengganggu setiap rumah yang menggantung lampion merah di pintu depan. Sekembalinya Li ke markas, dia membuat rencana penyerangan. Para penjaga kota Kaifeng mulai mendapat serangan gencar dari tentara Li dan membuat mereka kewalahan. Tidak berdaya membuat pasukan penjaga kota Kaifeng mengambil jalan pintas membuka bendungan dengan harapan tentara Li tersapu banjir dan hancur. Namun banjir juga melanda rumah penduduk. Banyak orang yang berusaha menyelamatkan diri naik ke atap rumah. Bagi rakyat jelata, mereka hanya membawa lampion merah. Sementara itu kaum bangsawan dan pejabat berusaha menyelamatkan harta benda. Banjir terus meninggi dan membuat orang-orang mulai putus asa.

9 Demi melihat penderitaan yang akan dialami banyak rakyat jelata, Li memerintahkan anak buahnya menyelamatkan rakyat dengan rakit dan perahu serta lampion merah sebagai alat penerangan. Untuk memperingati kebaikan hati Li dalam menyelamatkan rakyat jelata, maka bangsa Tionghoa selalu menggantung lampion merah pada setiap perayaan penting, seperti pada saat perayaan Tahun Baru Imlek. Pada saat malam tahun baru Imlek, setiap keluarga akan mengadakan jamuan makan bersama. Setelah makan, biasanya mereka akan duduk bersama sambil mengobrol, main kartu maupun game, atau hanya nonton TV. Semua lampion dibiarkan menyala sepanjang malam. Selain itu pada saat Festival Cap Go Meh lampion berwarna yang dipasang kebanyakan dibuat dari kertas berwarna terang. Lampion bernama zoumadeng atau lampion kuda berlari adalah salah satu macam lampion yan paling menarik. Lampion tidak hanya sekedar lampu penerangan, tapi telah menjadi simbol rakyat Cina. Pada perayaan Imlek hingga Cap Go Meh lampion digunakan sebagai simbol penyambutan hari raya imlek. 4. MAKNA LAMPION MERAH DALAM KEBUDAYAAN CINA DI JAKARTA Etnis Tionghoa merupakan suku pendatang yang paling banyak dijumpai di Indonesia, mereka hidup bersama dengan masyarakat Pribumi dalam kawasan Pecinan. Tahun 2002 pemerintah Indonesia memetapkan hari raya Imlek sebagai hari libur nasional. Sejak saat itu masyarakat Tionghoa yang menetap di Indonesia seperti di ibu kota Jakarta setiap tahunnya merayakan Imlek dengan meriah. Dihiasi dengan berbagai pernak-pernik Imlek bernuansa warna merah yang menghiasi setiap sudut jalan, misalnya lampion merah. Bagi masyarakat Tionghoa, lampion mempunyai makna filosofi menerangi. Pemasangan lampion selalu dilakukan pada perayaan Imlek karena sudah menjadi tradisi, setiap Hari Raya Imlek dipajang lampion-lampion di rumah atau perkarangan atau tempat umum misalnya di taman, kebun, jalan-jalan, lorong-lorong dan lain sebagainya. Lampion ini telah menjadi tradisi bagi orang Cina sebagai simbol kebahagiaan, yang dipasang untuk memeriahkan hari-hari besar, sedangkan lampion putih terbuat dari rangka bambu untuk simbol bela sungkawa. Dalam perkembangannya, lampion digambari dan dihiasi ornamen-ornamen yang bermacam-macam, dan huruf kaligrafi. Tulisan-tulisan dalam kaligrafi tersebut memiliki beragam makna yang pada intinya adalah doa memohon keberkahan di tahun yang baru. Lampion merah dipajang selama perayaan Imlek tidak hanya sebagai hiasan untuk memeriahkan perayaan Imlek saja, tetapi juga sebagi tanda keberuntungan. Lampu yang berbentuk cendrung bulat ini dipercaya sebagai penerang rezeki penggunanya. Pada saat hari Imlek, lampion juga mudah di temui di tempat-tempat umum seperti di mal-mal besar Jakarta untuk memeriahkan suatu acara. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh penulis, tentang makna lampion merah dalam kebudayaan Cina di Jakarta, maka penulis menyimpulkan bahwa dalam kebudyaan Cina warna memiliki maknanya masing-masing. Warna merah dan keemasan menjadi filosofi tersendiri bagi masyarakat Cina. Warna merah memiliki makna keberuntungan dan kebahagiaan. Warna merah selain sebagai simbol keberuntungan dan kebahagiaan, juga melambangkan kegembiraan dan keberhasilan yang pada akhirnya akan membawa nasib baik. Sementara itu kuning dan emas memiliki makna warna yang sama. Dalam kebudayaan Cina jin( 金 ) bermakna emas dan makna lain dari jin adalah uang. Warna ini melambangkan sebuah harapan di tahun berikutnya dilimpahi uang (rejeki) atau kemakmuran.

10 Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa warna sangat berpengaruh dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang, warna mempunyai makna berbeda sesuai dengan karakter. Masyarakat Tionghoa kaya akan kebudayaan, mereka selalu melestarikan kebudayaan yang diturunkan dari para leluhurnya, begitu pula orang Tionghoa yang berada di Jakarta. Misalnya pada saat perayaan imlek, warna merah juga sering digunakan dalam properti Imlek seperti lampion merah. Pada saat perayaan Imlek lampion merah biasanya di gantungkan di depan pintu. Asal mula menggantungkan lampion yaitu untuk memperingati jasa seorang pemimpin pemberontakan pada masa akhir Dinasti Ming yang bernama Li Zicheng atas perjuangannya terhadap rakyat jelata. Dapat disimpulkan bahwa makna dari lampion merah baik di Cina maupun di Jakarta yaitu penerangan rezeki bagi penggunanya. Daftar Pustaka Tylor, E.B Primitive culture: researches into the development of mythology, philosophy, religion, art, and custom. New York: Gordon Press Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru,1974 Swasty Wirania, A-Z Warna Interior: Rumah Tinggal. PT Niaga Swadaya, 2010 Triwikromo, Triyanto. How to do Media and Cultural Studies. PT Mizan Publika, 2003 hlm.76 Cushman, Jennifer & Wang Gungwu. Perubahan Identitas Orang Cina di AsiaTenggara. Jakarta: Grafiti, 1991 Chan, Hingman. Celebrating Chinese New Year: an Activity Book Second Edition, 2004 Otto, Carolyn. Celebrate Chinese New Year. National Geographic Soc Childrens books, 2009 Mouton, Sanet. Expat Wife in China: Living in the Unknown. Trafford Publishing, 2010 Barthes, Roland Element of Semiology. New York: Hill and Wang Teoritik tentang Semiotik (diakses pada 10 Oktober 2012) (diakses pada 10 Oktober 2012) (diakses pada 2 November 2012) (diakses pada 17 November 2012) (diakses pada 17 November 2012) (diakses pada 18 November 2012) (diakses pada 17 November 2012)

11 budayationghoanews.com (diakses pada 17 November 2012) (diakses pada 17 November 2012)