BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Perilaku 1.1. Pengertian perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Skinner (1938 dalam Setiawati dan Dermawan, 2008) mengemukakan bahwa perilaku adalah hasil dari hubungan antara stimulus dan respons pada diri seseorang. Dengan demikian Skinner membedakan perilaku menjadi dua antara lain: 1. Perilaku tertutup (covert behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 6

2 7 2. Perilaku terbuka (overt behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Perilaku kesehatan adalah tindakan atau kegiatan baik yang bisa diobservasi secara kasat mata ataupun tidak terhadap stimulasi atau rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, dan lingkungan (Setiawati dan Dermawan, 2008). Becker (1979 dalam Notoatmodjo, 2007) memberikan batasan tentang perilaku sehat dengan kesehatan yaitu: perilaku hidup sehat, adalah upayaupaya yang dilakukan untuk mempertahankan dan menjaga kesehatannya. Batasan berikutnya adalah perilaku sakit, yaitu respons individu terhadap kondisi sakit yang dialaminya meliputi persepsi, keyakinan, pendapat penyakitnya, perawatan, dan pengobatan yang dilakukan. Batasan terakhir adalah perilaku peran sakit, yaitu respons yang dihasilkan karena adanya ketidakseimbangan antara pendorong dan penahan pada diri individu terkait dengan kesehatan. Green (1980 dalam Notoatmodjo,2005)mengatakan faktor faktor yang mempengaruhi perilaku ada 3 macam yaitu:

3 8 1. Faktor predisposisi (disposing factors) Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tradisi, dan sebagainya. 2. Faktor pemungkin (enabling factors) Faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku dan tindakan. Yang dimaksud adalah fasilitas, sarana, dan prasarana. 3. Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Perilaku merupakan hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di dalam diri seseorang (Maulana, 2009). Secara teori pembentukan perilaku diawali oleh domain kognitif. Individu terlebih dahulu mengetahui stimulus untuk menimbulkan pengetahuan, selanjutnya timbul domain afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya, setelah objek diketahui dan disadari

4 9 sepenuhnya, timbul respons berupa tindakan (domain psikomotor). Pada kenyataannya perilaku baru yang terbentuk tidak selalu mengikuti urutan tersebut. Tindakan individu tidak harus didasari oleh pengetahuan dan sikap. Artinya, seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Maulana, 2009). Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, misalnya lingkungan sosial, situasi, dan kesempatan. Sehingga apa yang diketahui seringkali tidak konsisten dengan apa yang muncul dalam perilakunya dan seseorang yang memiliki sikap positif terhadap sesuatu hal, tetapi dalam kenyataannya perilakunya tidak sesuai dengan sikapnya (Dariyo,2004) Domain perilaku Bloom (1908 dalam Noatmodjo, 2007) membagi perilaku manusia ke dalam tiga wilayah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Tetapi pada perkembangannya teori Bloom dimodifikasi menjadi: Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau diintervensi baik langsung maupun tidak langsung. Perkembangan teori pengetahuan telah berkembang sejak lama. Filsuf pengetahuan yaitu Plato mengatakan pengetahuan sebagai kepercayaan sejati yang dibenarkan atau valid (Budiman dan Riyanto, 2013). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra

5 10 penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007). Budiman dan Riyanto (2013) mengatakan jenis pegetahuan ada 2 yaitu pengetahuan implisit dan pengetahuan eksplisit. Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari. Sedangkan pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakantindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Notoatmodjo (2007) mengatakan pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. Tingkatan pertama tahu (know) yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

6 11 Tingkatan kedua yaitu memahami (comprehension) yang diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Kemudian tingkatan ketiga yaitu aplikasi (aplication) yang diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Tingkatan selanjutnya analisa (analysis) yang merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemudian sintesis (synthesis) yang merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Tingkatan terakhir adalah evaluasi (evaluation), yang berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).

7 12 Arikunto (2006 dalam Budiman dan Riyanto, 2013) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase yaitu: 1. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya 75% 2. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-74% 3. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya < 55% Notoatmodjo (2003) mengemukakan ada 2 faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari intelegensi, pendidikan, pengalaman, dan umur. Intelegensi merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu.seseorang yang memiliki taraf intelegensi yang tinggi akan lebih mudah menerima suatu pesan.pendidikan mempunyai pengaruh pada pengetahuan, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Sedangkan pengalamanmerupakan satu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.umur juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin cukup umur tingkat kemampuan dan pengetahuan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan lebih mudah menerima informasi. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pengetahuan terdiri dari informasi, sosial budaya, status sosial ekonomi, dan lingkungan.

8 13 Informasi mempunyai peranan penting terutama dalam proses pemeliharaan, perubahan, dan konflik dalam tatanan masyarakat, kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial dimana informasi akan mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, dan perilaku. Sosial budaya dapat mempengaruhi proses pengetahuan khususnya dalam penerapan nilai-nilai keagamaan untuk memperkuat ego. Sosial budaya termasuk di dalamnya pandangan agama dan kelompok etnis.status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap tingkah laku seseorang. Individu yang berasal dari keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik lebih memiliki sikap positif dalam memandang diri dan masa depan dibandingkan individu yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah.lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh setiap individu Sikap (Attitude) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah sesorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

9 14 perilaku. Sikap itu masih merupakan suatu reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007). Dayakisni dan Hudaniah (2009) menyatakan bahwa pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Interaksi tersebut akan membentuk pengalaman yang akan mempengaruhi keyakinan, perasaan, dan kecendrungan berperilaku. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap. Kholid (2014) mengatakan bahwa sekalipun diasumsikan sikap merupakan predisposisi yang menentukan cara individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan sering kali jauh berbeda. Hal ini karena tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap, akan tetapi oleh berbagai faktor eksternal lainnya. Tidak semua sikap adalah sama dalam kemampuannya memprediksi perilaku. Cara bagaimana sikap itu pada awalnya terbentuk mempengaruhi hubungan sikap dan perilaku. Sikap yang pada dasarnya terbentuk dari pengalaman interaksi secara langsung dengan obyek sikap akan cenderung lebih konsisten dengan perilaku daripada sikap yang terbentuk melalui cara yang lain. Sikap yang terbentuk berdasarkan pengalaman secara langsung akan tersedia dan

10 15 dapat diakses secara kognitif dan lebih mungkin menjadi pedoman perilaku seseorang (Dayakisni dan Hudaniah, 2009). Allport (1954 dalam Setiawati dan Dermawan, 2008) menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen antara lain, kepercayaan, emosional, dan kecendrungan untuk bertindak. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari 4 tingkatan. Tingkatan pertama adalah menerima yang diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikanstimulus yang diberikan (objek). Tingkatan kedua merespons yang merupakan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut. Tingkatan selanjutnya menghargai yang merupakan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga. Tingkatan terakhir adalah bertanggung jawab yang merupakan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Azwar (2005) ada 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.faktor internal terdiri dari pengalaman pribadi dan faktor emosional. Pengalaman

11 16 pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap. Sikap akan lebih mudah untuk terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Faktor emosional berpengaruh terhadap sikap seseorang karena kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sikap yaitu pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, serta lembaga pendidikan dan agama. individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecendrungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. Kemudian pengaruh kebudayaantanpa disadari telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. Media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap. Pemberitaaan dalam surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan

12 17 secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.lembaga pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap. Pengukuran sikap berbeda dengan pengukuran pengetahuan karena dalam ranah sikap kemampuan yang diukur adalah: menerima (memperhatikan), merespons, menghargai, mengorganisasi, dan menghayati. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya menggunakan pernyataan sikap. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengandung ungkapan terhadap suatu objek. Pernyataan bisa bersikap positif (favourable) dalam artian pernyataan sikap menunjukkan dukungan terhadap suatu objek, tetapi bisa juga bersifat negatif (unfavourable), dimana pernyataan menggambarkan tidak mendukung atau kontra terhadap suatu objek (Budiman dan Riyanto, 2013). Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah Skala Likert. Dalam Skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (Budiman dan Riyanto, 2013).

13 Tindakan atau praktik (Practice) Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilainya baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007). Notoatmodjo (2007) mengatakan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktordukungan dari pihak lain. Praktik ini mempunyai 4 tingkatan yaitu praktik, respons terpimpin, mekanisme, dan adopsi. Tingkatan pertama adalah persepsi yang merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. Tingkatan kedua respons terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh. Tingkatan selanjutnya mekanisme yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Tingkatan terakhir adalah adopsi yang merupakan suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

14 19 Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007). Setiawati dan Dermawan (2008) mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain faktor Internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, dan emosi. Kecerdasan merupakan tingkatan kualitas proses pikir seseorang yang dipengaruhi banyak faktor diantaranya hereditas, nutrisi, dan latihan. Faktor selanjutnya persepsiyaitu pengalaman yang dihasilkan melalui indra penglihatan, pendengaran, dan penciuman. Motivasi yang dapat merubah perilaku dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang yang akan diwujudkan dalam bentuk tindakan atau kegiatan. Setelah motivasi akan timbul minat, minat merupakan keinginan yang tumbuh dari dalam diri individu untuk melakukan serangkaian kegiatan dalam mencapai satu tujuan. Faktor yang terakhir adalah emosi, emosi sangat mempengaruhi dilakukan atau tidak dilakukannya suatu kegiatan. Emosi individu memerlukan manajemen, sehingga akan menghasilkan emosi yang stabil. Emosi yang labil akan menghasilkan perilaku yang destruktif. Faktor Eksternal yang dapat mempengaruhi sikap yaitu ketergantungan dengan orang lain dan budaya. Manusia memiliki ketergantungan satu dengan yang lainnya, oleh karena itu perubahan perilaku bisa dipengaruhi manusia yang ada disekitarnya. Sedangkan

15 20 budaya merupakan wujud nyata dari hasil proses pembelajaran. Budaya tumbuh seiring dengan perkembangan manusia. Budaya ada yang dipertahankan dan ada yang lambat laun ditinggalkan dengan berbagai alasan. Suryani dan Widyasih (2010) mengatakan bahwa pembentukan tindakan dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan dan orang tua merupakan model seorang anak untuk berperilaku. Perilaku kebiasaan sering mempunyai kaitan erat dengan kesehatan atau peningkatan status kesehatan. Kebiasaan- kebiasaan kesehatan terbentuk pada masa kanak-kanak dibawah pengaruh sikap dan tingkah laku orang tua. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengamati tindakan dari subjek dalam rangka memelihara kesehatannya (observasi). Namun dapat juga dilakukan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh subjek (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan objek tertentu (Notoatmodjo, 2005). 2. Konsep remaja Remaja merupakan periode perkembangan dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara 13 sampai 20 tahun. Istilah adolescence biasanya menunjukkan maturasi psikologis individu, ketika pubertas menunjukkan titik dimana reproduksi mungkin dapat

16 21 terjadi. Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan perubahan penampilan pada orang muda, dan perkembangan mental mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi (Potter dan Perry, 2005). Saat masa remaja terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik (organobiologik) secara cepat dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya perubahan besar tersebut menyebabkan perlu adanya pengertian, bimbingan, dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya agar dalam sistem perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat sedemikian rupa sehingga kelak remaja tersebut menjadi manusia dewasa yang sehat jasmani, rohani, dan sosial (Widyastuti, Rahmawati, dan Purnamaningrum, 2009). Perubahan fisik remaja yaitu terjadinya perubahan secara biologis yang ditandai dengan kematangan organ seks primer dan organ seks sekunder yang dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual. Hormon seks pada remaja putri disebut hormon estrogen (Dariyo, 2004). Menurut Berk (1993 dalam Dariyo, 2004) perubahan seks primer adalah perubahan-perubahan organ seksual yang semakin matang sehingga dapat berfungsi untuk melakukan proses reproduksi dimana seorang individu dapat melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis dan dapat memperoleh keturunan anak, misalnya vagina, ovarium, dan uterus. Tanda kematangan organ reproduksi primer pada perempuan adalah datangnya menstruasi. Menstruasi adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala yang akan

17 22 terjadi kira-kira setiap 28 hari. Menstruasi terjadi pada usia 8 tahun sampai usia 16 tahun. Meskipun pada awalnya menstruasi tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama (Potter dan Perry, 2005). Papilia, Olds dan Felmen (1998 dalam Dariyo, 2004) mengatakan perubahan seks sekunder adalah perubahan tanda-tanda identitas seks seseorang yang diketahui melalui penampakan postur fisik akibat kematangan seks primer. Pada perempuan perubahan seks sekunder seperti kulit halus, bentuk tubuh (9,5-14,5 tahun), suara melengking tinggi, pertumbuhan payudara (7-13 tahun), kelenjar keringat, rambut kemaluan pada vagina (7-14 tahun), dan bulu ketiak (1-2 tahun setelah tumbuhnya rambut pubis). Perubahan emosi selama masa remaja sama dramatisnya dengan perubahan fisik. Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan asimilasi pengharapan masyarakat. Remaja dihadapkan pada keputusan dan dengan demikian membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, penyakit yang ditularkan melalui hubungan sesual, dan kehamilan (Potter dan Perry, 2005). 3. Kebersihan alatgenitalia Kebersihan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan terhadap perawatan diri, serta persepsi terhadap perilaku (Hidayat, 2009).

18 23 Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ genitalia interna yang terletak di dalam rongga pelvis dan di topang oleh lantai pelvis dan organ genitalia eksterna yang terletak di perineum. Perawatan diri alat genitalia yang dimaksud yaitu perawatan diri pada organ eksterna, dengan menjaga kebersihan alat genitalia eksterna otomatis akan menjaga kesehatan alat genitalia interterna. Struktur genitalia eksterna secara berurutan (arah anterior ke arah posterior) terdiri dari: Mons pubis (mons veneris), labia mayora dan minora, klitoris, prepusium klitoris, vestibulum, fourchette, dan perineum (Bobak, Lowdermilk, dan Jensen, 2004). Kebersihan alat genitalia adalah membersihkan sekret (cairan yang dikeluarkan dari organ reproduksi) dan bau dari perineum untuk mencegah terjadinya infeksi dan meningkatkan kenyamanan (Kozier, Erb, Berman, dan Snyder, 2004). Perawatan area genitalia yang dilakukan dengan benar dapat mengurangi jumlah kuman yang masuk melalui saluran reproduksi sehingga tidak terjadi infeksi dan masalah kesehatan pada organ reproduksi. Perawatan area genitalia merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh setiap perempuan. Kebersihan alat genitalia yang tidak maksimal dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem vagina, sehingga meneyebabkan keluarnya lendir berlebihan yang biasa disebut keputihan. Oleh karena itu, untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin karena keputihan merupakan tanda dari terjadinya gangguan pada organ reproduksi (Sibagariang, Pusmaika, dan Rismalinda, 2010). Infeksi dapat terjadi pada setiap struktur organ reproduksi. Anatomi sistem reproduksi wanita memunginkan menyebabkan naiknya organisme dari saluran

19 24 bagian bawah ke atas dan dapat mencapai rongga peritoneal, demikian pula infeksi dapat turun dari saluran bagian atas jika terjadi penyebaran hematogen organisme dan tempat primernya dalam tubuh. Vaginistis merupakan infeksi pada vagina yang merupakan keluhan ginekologi yang paling sering. Vaginistis bisa disebabkan oleh penggunaan cairan pembersih kelamin atau deodoran, sabun mandi, dan pakaian dalam. Infeksi radang panggul juga terjadi karena tidak menjaga kebersihan sehingga menyebabkan naiknya organisme ke traktus genitalia bagian atas hingga ke ovarium. Perilaku tidak menjaga kebersihan alat genitalia bisa sampai mengakibatkan terjadinya keadaan keganasan pada organ reproduksi, seperti kanker vulva, kanker serviks, kanker endometrium, dan kanker ovarium (Price dan Wilson, 2006). Kebersihan Alat genitalia harus dijaga setiap hari. Pada remaja putri, membiasakan diri untuk membersihkan vagina setiap setelah buang air kecil atau buang air besar dan mengeringkan sampai benar-benar kering sebelum mengenakan pakaian dalam adalah perilaku yang benar. Tehnik membersihkan vagina adalah dari depan ke belakang. Vagina dapat dibersihkan menggunakan air bersih yang hangat. Vagina tidak boleh dibersihkan menggunakan cairan antiseptik secara berlebihan, karena akan merusak flora normal, yaitu bakteri Doderlein. Kuman ini memecah glikogen pada lendir vagina menjadi asam (ph ± 4,5) yang bersifat bakterisida (membunuh kuman). Penggunaan antiseptik berlebihan akan membunuh flora normal dan memberi kesempatan bagi berkembang biaknya kuman patogenik, sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi (Poltekkes Depkes, 2012).

20 25 Hal-hal yang perlu diketahui dan diperhatikan dalam menjaga kebersihan alat genitalia yaitu: 1. Alat genitalia perlu dijaga kebersihannya. Area genitalia sebaiknya dibasuh setelah buang air kecil, buang air besar dan ketika mandi dengan cara mencuci tangan sebelum menyentuh vagina, kemudian membasuh dengan air bersih dari arah depan (vagina) ke arah belakang (anus). Hal tersebut untuk menghindari perpindahan kuman dari anus ke vagina yang dapat menyebabkan infeksi. Air yang digunakan sebaiknya menggunaan air yang mengalir dari keran, karena air yang berada di ember atau bak dapat mengandung bakteri dan jamur. 2. Area genitalia harus selalu dalam keadaan kering. Setelah membasuh daerah genitalia dengan air bersih, kemudian daerah genitalia dikeringkan dengan menggunakan tisu maupun handuk bersih sebelum memakai celana dalam dan setelah itu jangan lupa mencuci tangan. Area genitalia yang dibiarkan basah akan menimbulkan suasana lembab yang dapat memicu perkembangan patogen dari luar. Pemakaian tisu sebaiknya yang tidak mengandung parfum dan bewarna putih agar tidak menyebabkan iritasi pada vagina dan penggunaan handuk secara bergantian sebaiknya dihindari karena bisa menjadi media penularan penyakit kulit dan kelamin. 3. Area genitalia harus selalu dalam kondisi kering. Oleh karena itu, celana harus diganti secara teratur untuk menjaga kebersihan. Jika celana dalam terasa basah, maka celana dalam segera diganti dengan celana yang bersih dan kering. Celana dalam sebaiknya diganti minimal 2 kali sehari.

21 26 Sebelum menggunakan celana dalam tidak dianjurkan untuk menaburkan bedak di vagina dan daerah sekitarnya karena bedak tersebut akan mengumpul disela-sela lipatan vagina yang sulit terjangkau tangan ketika membersihkan. Jika tumpukan bedak dibiarkan, maka akan mengundang kuman. 4. Pakaian dalam yang digunakan juga menentukan kesehatan alat genitalia. Celana dalam yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan katun karena dapat menyerap keringat. Celana dari bahan satin ataupun bahan sintetik lainnya justru menyebabkan area genitalia menjadi panas dan lembab. Kondisi ini akan menimbulkan ketidaknyamanan dan sangat kondusif bagi pertumbuhan jamur. Pakaian dalam yang digunakan juga harus dalam kondisi bersih dan ukuran yang tepat. Jika celana dalam terlalu ketat, maka akan mengganggu kenyamanan kulit dan menimbulkan rasa gatal. Pakaian luar yang digunakan juga perlu diperhatikan. Celana luar yang digunakan sebaiknya berukuran longgar. Celana luar yang sempit tidak dianjurkan karena memiliki pori-pori yang sangat rapat sehingga tidak memungkinkan udara untuk mengalir secara leluasa. Celana luar dianjurkan terbuat dari bahan kain. 5. Produk pembersih vagina tidak boleh digunakan secara rutin dan berlebihan. Hal ini disebabkan karena vagina sudah mempunyai mekanisme alami untuk mempertahankan keasamannya. Keseringan menggunakan pembersih tersebut dapat mengubah keseimbangan asam basa vagina sehingga menyebabkan iritasi dan infeksi pada vagina.

22 27 6. Saat menstruasi, kondisi vagina menjadi lebih lembab daripada biasanya. Oleh karena itu remaja putri harus memperhatikan lebih cermat dibandingkan hari biasanya. Saat menstruasi, remaja putri harus memakai pembalut yang bersih. Sebaiknya memilihpembalut yang berbahan lembut, dapat menyerap dengan baik, dan tidak mengandung bahan yang dapat menimbulkan alergi seperti parfum dan gel.setelah buang air kecil atau buang air besar sebaiknya pembalut diganti dengan yang baru. Saat menstruasi dianjurkan mengganti pembalut setiap 3 sampai 4 jam sekali dalam sehari atau 6 sampai 8 kali sehari ketika darah menstruasi dalam kondisi banyak. Jika pada hari menstruasi terakhir, maka pembalut diganti setiap 3 kali sehari untuk menghindari pertumbuhan bakteri dan jamur. 7. Pantyliner sebaiknya tidak digunakan setiap hari dan pantyliner digunakan sesuai dengan kebutuhan artinya ketika mengalami keputihan yang banyak sekali. Beberapa hari menjelang menstruasi dan sesudah menstruasi, biasanya wanita akan mengalami keputihan normal akibat pengaruh hormon. Pemakaian pantyliner digunakan untuk mengurangi kelembaban disekitar alat genitalia. Pantyliner yang digunakan sebaiknya tidak mengandung parfum dan sering diganti untuk mencegah iritasi. 8. Rambut yang tumbuh di daerah genitalia sebaiknya dipotong ketika sudah panjang dan lebat. Jika dibiarkan terlalu panjang rambut di daerah genitalia dapat menjadi sarang mikroorganisme patogen (Pribakti, 2010).

BAB II TINJUAN PUSTAKA. tertentu dan merupakan domain yang sangat penting untuk. 1) Tingkat Pengetahuan. ada 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

BAB II TINJUAN PUSTAKA. tertentu dan merupakan domain yang sangat penting untuk. 1) Tingkat Pengetahuan. ada 6 tingkat pengetahuan, yaitu : 9 BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Menurut Sunaryo (2013), pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris atau pengindraan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Peran Ibu a. Definisi Ibu Ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah wanita yang telah melahirkan seseorang, maka anak harus menyayangi ibu, sebutan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

BAB 1 PENDAHULUAN. secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan secara optimal (Nursalam, 2008). kesehatan sebagai berikut : a. mengubah pengetahuan;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan secara optimal (Nursalam, 2008). kesehatan sebagai berikut : a. mengubah pengetahuan; BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian Pendidikan kesehatan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga, atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Remaja a. Pengertian Remaja atau adolescenc (Inggris ), berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG

2016 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA (13-15 TAHUN) KELAS VII DAN VIII TENTANG PERSONAL HYGIENE PADA SAAT MENSTRUASI DI SMPN 29 BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan tentang kesehatan reproduksi merupakan masalah penting yang perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Pada masa remaja, pertumbuhan fisik dan seksualnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN SISTEM REPRODUKSI REMAJA DENGAN TINDAKAN REPRODUKSI SEHAT DI SMA DHARMA PANCASILA MEDAN 2008 No. Identitas : Tgl. Interview : Jenis Kelamin : Keterangan

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan

SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA. Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan SURAT PERNYATAAN EDITOR BAHASA INDONESIA Nama : RABITA NIM : 095102004 Judul : Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Kelas X SMA AL AZHAR Medan Tentang Perawatan Alat Genitalia Eksterna Tahun 2010 Menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, sosial dan spiritual secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa. menjalani proses terjadi pertumbuhan dan perkembangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja juga sering disebut sebagai

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG FLOUR ALBUS FISIOLOGI DAN FLOUR ALBUS PATOLOGI DI SMK NEGERI 2 ADIWERNA KABUPATEN TEGAL Nikmatul Rifqiyah 1, Nilatul Izah 2 Email: izzah_naila@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja adalah masa transisi sebagai proses dalam mempersiapkan diri meninggalkan dunia anak-anak untuk memasuki dunia orang dewasa. Pada masa ini terjadi banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menstruasi merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menstruasi merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi merupakan ciri khas kedewasaan seorang wanita, terjadi perubahan-perubahan siklik dari alat kandungannya sebagai persiapan untuk kehamilan. Pada masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja mengalami perkembangan fisiologis, psikososial, kognitif, moral dan perkembangan seksual. Perubahan fisiologis pada masa remaja merupakan hasil aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi resiko resiko kesehatan reproduksi. Kegiatan kegiatan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan masyarakat. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan,

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanakkanak ke masa dewasa. Namun jika pada usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata,

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kompleks. Setelah panca indra menerima rangsangan yang diteruskan kepusat dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kompleks. Setelah panca indra menerima rangsangan yang diteruskan kepusat dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Menarche ( Haid Pertama) Menarche adalah haid pertama yang terjadi akibat proses sistem hormonal yang kompleks. Setelah panca indra menerima rangsangan yang diteruskan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan tentang kesehatan reproduksi perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak. Upaya untuk menuju reproduksi yang sehat sudah harus dimulai terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental,

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Saya Mahasiswa Universitas Sari Mutiara Indonesia dengan Program Studi Ilmu

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Saya Mahasiswa Universitas Sari Mutiara Indonesia dengan Program Studi Ilmu Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya Mahasiswa Universitas Sari Mutiara Indonesia dengan Program Studi Ilmu Keperawatan akan melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Reproduksi remaja adalah suatu kondisi atau keadaan sehat secara menyeluruh baik kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dalam segala hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan hidup, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional pada hakekatnya bertujuan untuk menumbuhkan sikap dan tekad kemandirian manusia dan masyarakat Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi keperawatan Universitas

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. Saya sebagai mahasiswa program studi keperawatan Universitas Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Ditempat Dengan hormat, Saya sebagai mahasiswa program studi keperawatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo, menyatakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV LAMPIRAN No Kegiatan Desember Januari Februari Maret April Mei Juni I II III I V I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 Pengajuan masalah penelitian 2 BAB I Pendahulua

Lebih terperinci

objek. (Notoatmodjo, 2003, p. 124)

objek. (Notoatmodjo, 2003, p. 124) BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan teori 1. Sikap a. Pengertian Sikap di definisikan sebagai reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Di sini dapat di simpulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputihan merupakan keluhan yang sering menyerang wanita dan tidak mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat mempengaruhi kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Imunisasi Dasar Tubuh manusia pada dasarnya mampu melawan zat asing (Bakteri, Virus, Racun dan sebagainya) dengan mengaktifkan sistim kekebalan yang ada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perilaku 1. Defenisi Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut. bagi kehidupan seorang pria maupun wanita. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan patut menjadi perhatian masyarakat secara umum dan individu secara khusus. Kesehatan reproduksi juga merupakan salah satu unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku adalah tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau lingkungan, remaja adalah masa transisi dari kanan-kanak menuju dewasa dalam masa transisi ini perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat, salah satunya adalah perilaku perineal hygiene. Perilaku 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan unsur dasar yang penting dalam kesehatan umum, baik pada laki-laki maupun perempuan. Menurut Efendi dan Makhfudli (2009), kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Personal Hygiene Organ Reproduksi Personal hygiene organ reproduksi merupakan suatu tindakan perorangan diperlukan untuk memperoleh kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko

BAB I PENDAHULUAN. perubahan, munculnya berbagai kesempatan, dan seringkali mengahadapi resikoresiko BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi merupakan masalah yang penting untuk mendapatkan perhatian terutama dikalangan remaja. Masa remaja diwarnai oleh pertumbuhan, perubahan, munculnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prakti prientasi pasien baru 1. Pengertian Orientasi Orientasi adalah melihat atau meninjau supaya kenal atau tahu (Purwadarminta, 1999). Dalam konteks keperawatan orientasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada

I. PENDAHULUAN. manusia, dan sering disebut masa peralihan. Tanda - tanda remaja pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja juga merupakan masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinggal di daerah tropis yang panas membuat kita sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh lembab, terutama pada organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja merupakan masa seorang remaja harus memperhatikan kesehatan sistem reproduksi termasuk kebersihan daerah genetalia, khususnya bagi remaja putri.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga dapat didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata bebas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian Kesehatan Reproduksi Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi kesejahteraan fisik, mental, dan sosial bukan semata-mata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh 1. Pengertian Pola asuh orang tua adalah sikap atau perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Perilaku yang bersifat relatif dan konsisten dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebersihan pada saat menstruasi adalah cara yang sangat penting bagi wanita untuk memelihara tingkat kebersihan selama menstruasi. Kebiasaan menjaga kebersihan, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Dari segi biologis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Dari segi biologis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian Perilaku Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Dari segi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

Lebih terperinci

PERILAKU PERSONAL HYGIENE REMAJA PUTERI PADA SAAT MENSTRUASI PERSONAL HYGIENE BEHAVIOR FEMALE TEENAGER WHEN TO MENSTRUATING

PERILAKU PERSONAL HYGIENE REMAJA PUTERI PADA SAAT MENSTRUASI PERSONAL HYGIENE BEHAVIOR FEMALE TEENAGER WHEN TO MENSTRUATING Perilaku Personal Hygiene Remaja Puteri pada Saat Menstruasi PERILAKU PERSONAL HYGIENE REMAJA PUTERI PADA SAAT MENSTRUASI PERSONAL HYGIENE BEHAVIOR FEMALE TEENAGER WHEN TO MENSTRUATING STIKES RS. Baptis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, yaitu mereka yang berumur 10-19 tahun BKKBN (2000). Masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu (Maulana.2009.hlm 194). 1. Tingkat Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perawatan Vulva 1. Definisi Vulva Vulva adalah organ seksual wanita bagian luar dan merupakan bagian sistem reproduksi yang berada pada bagian luar vagina atau jalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Perilaku Perilaku adalah suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. & Wartonah, 2006). Pengertian lain personal hygiene menurut Departemen

BAB I PENDAHULUAN. & Wartonah, 2006). Pengertian lain personal hygiene menurut Departemen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Personal hygiene atau kebersihan diri berasal dari bahasa Yunani yakni suatu tindakan dalam menjaga kebersihan dan kesehatan individu dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan objek yang di ketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan objek yang di ketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek yang 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang di ketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. kelamin) (Manuaba Ida Bagus Gde, 2009: 61). Wanita yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keputihan adalah cairan putih yang keluar dari liang senggama secara berlebihan. Keputihan dapat dibedakan dalam beberapa jenis diantaranya keputihan normal (fisiologis)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Sebagian besar BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) 1. Definisi Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan (Knowledge). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta

DAFTAR PUSTAKA. Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta 1 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi : Revisi VI. Jakarta : Rineka Cipta Astuti, Yuli P. 2010. Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Sikap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Perilaku Mencuci Tangan Perilaku adalah respon atau reaksi individu terhadap stimulasi yang berasal dari luar atau dari dalam dirinya ( Ali, 2010). Pengertian perilaku menurut

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan kesehatan

Tujuan pendidikan kesehatan Definisi Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan konsepnya berupaya agar masyarakat menyadari atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada Bab IV ini akan membahas hasil penelitian dan pembahasan yang dimulai dengan gambaran responden penelitian, gambaran tingkat pengetahuan, gambaran kesiapan,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Perineal Hygiene Di SMPIT As Salam Pasar Minggu SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA. Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Perineal Hygiene Di SMPIT As Salam Pasar Minggu SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang Perineal Hygiene Di SMPIT As Salam Pasar Minggu SKRIPSI Nama : Indida Leli Indah F NPM : 1006823305 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut

BAB I PENDAHULUAN. biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode kehidupan terjadinya perubahan biologis, psikologis dan sosial (Rudolph, 2014). Batas usia remaja menurut WHO (2009), adalah 12-24 tahun.

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA DALAM MENGHADAPI DYSMENORRHEA PADA SISWI KELAS XI SMA NEGERI 3 SLAWI Aniq Maulidya, Nila Izatul D III Kebidanan Politeknik Harapan Bersama Jalan Mataram No.09 Tegal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS 2.1.1. Pengertian Persepsi Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi (kespro) merupakan masalah vital dalam pembangunan kesehatan pada khususnya, karena tidak akan dapat diselesaikan dengan jalan kuratif saja, namun

Lebih terperinci

Dewi Puspitaningrum. * ) Jurusan Kebidanan Universitas Muhammadiyah Semarang Korespondensi

Dewi Puspitaningrum. * ) Jurusan Kebidanan Universitas Muhammadiyah Semarang Korespondensi FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTIK PERAWATAN ORGAN GENITALIA EKSTERNAL PADA ANAK USIA 10-11 TAHUN YANG MENGALAMI MENARCHE DINI DI SEKOLAH DASAR KOTA SEMARANG Dewi Puspitaningrum * ) Jurusan Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah suatu kondisi sejahtera jasmani, rohani, dan sosial-ekonomi, bukan hanya bebas dari penyakit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang Yuli Irnawati 1, Vivi Nur Setyaningrum 2 1,2 DIII Kebidanan, Akbid

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sisten reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya, guna mencapai kesejahteraan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi ialah keadaan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, tetapi dalam segala

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI 2.1.1 Defenisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses alami bayi untuk menyusu,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses alami bayi untuk menyusu, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inisiasi Menyusu Dini 2.1.1 Definisi IMD Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses alami bayi untuk menyusu, yaitu dengan memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian tentang kesehatan reproduksi menunjukkan bahwa 75% wanita di dunia pasti mengalami keputihan paling tidak sekali seumur hidup dan 45% diantaranya dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada saluran reproduksi (Romauli&Vindari, 2012). Beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan alat-alat reproduksi berperan penting dalam menunjang terlaksananya fungsi reproduksi yang optimal pada wanita. Dengan alat reproduksi yang sehat, wanita

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah

Lebih terperinci

BAB 1. All About Remaja

BAB 1. All About Remaja BAB 1. All About Remaja Siapakah Remaja? Pengertian remaja, Klasifikasi remaja (umur) Setiap dari kita pasti pernah mengalami masa remaja, atau mungkin kita sekarang sedang dalam masa remaja? tapi pengertian

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN ALAT GENITALIA SAAT MENSTRUASI

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN ALAT GENITALIA SAAT MENSTRUASI PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEBERSIHAN ALAT GENITALIA SAAT MENSTRUASI Mardiana Zakir* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang Perilaku kesehatan pada remaja saat menstruasi diawali

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu diperlukan obat tersedia

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

Lebih terperinci