JALALUDDIN /AKK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JALALUDDIN /AKK"

Transkripsi

1 PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HYGIENE DAN KARAKTERISTIK ANAK TERHADAP INFEKSI KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BLANG MANGAT KOTA LHOKSEUMAWE T E S I S JALALUDDIN /AKK SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HYGIENE DAN KARAKTERISTIK ANAK TERHADAP INFEKSI KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BLANG MANGAT KOTA LHOKSEUMAWE T E S I S Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh JALALUDDIN /AKK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 Judul Tesis : PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HYGIENE DAN KARAKTERISTIK ANAK TERHADAP INFEKSI KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BLANG MANGAT KOTA LHOKSEUMAWE Nama Mahasiswa : Jalaluddin Nomor Pokok : Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi Menyetujui Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Erman Munir, MSc) Ketua (Ir. Evi Naria, MKes) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc) Tanggal lulus : 23 Juni 2009

4 Telah diuji pada Tanggal : 23 Juni 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Erman Munir, MSc Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes 2. dr. Surya Dharma, MPH 3. dr. Taufik Ashar, MKM 41

5 PERNYATAAN PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN, PERSONAL HYGIENE DAN KARAKTERISTIK ANAK TERHADAP INFEKSI KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN BLANG MANGAT KOTA LHOKSEUMAWE T E S I S Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Medan, Juni 2009 Jalaluddin /AKK

6 ABSTRAK Penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Keadaan sanitasi lingkungan yang belum memadai, keadaan sosial ekonomi yang masih rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing merupakan beberapa faktor penyebab tingginya prevalensi infeksi cacing. Penyakit kecacingan di Propinsi NAD khususnya Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di mana tahun 2006 dijumpai pada 65 murid SD yang diperiksa 35 murid (53.8 %) di antaranya positif menderita penyakit kecacingan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh sanitasi lingkungan, personal hygiene dan karakteristik anak terhadap kejadian infeksi kecacingan pada murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Propinsi NAD. Jenis penelitian ini adalah desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah murid kelas V dan VI dari 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri sebanyak 240 orang, sampel berjumlah 150 orang, diambil secara proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis menggunakan regresi logistik berganda pada α=0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanitasi lingkungan meliputi sanitasi rumah dan sekolah 50.7% tidak memenuhi syarat. Personal hygiene meliputi; kebersihan kuku (46.7%), penggunaan alas kaki (52.7%) dan kebiasaan cuci tangan (53.3%) kategori tidak baik. Karakteristik individu Anak meliputi; pengetahuan (36.0%), sikap (41.3%) buruk. Jenis kelamin (52,0%) perempuan dan penghasilan orangtua (60.0%) kategori rendah. Infeksi kecacingan positif (52.7%). Variabel yang memengaruhi terjadinya infeksi kecacingan adalah kebersihan kuku, pemakaian alas kaki, kebiasaan cuci tangan, jenis kelamin dan penghasilan orangtua. Disarankan kepada Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat bekerjasama dengan Instansi swasta untuk memperbaiki sanitasi lingkungan di Kecamatan Blang Mangat. Kepada dinas kesehatan dan Puskesmas untuk meningkatkan promosi kesehatan khususnya pada kebersihan diri murid Sekolah Dasar. Petugas Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) agar terus melakukan pembinaan kepada semua Sekolah Dasar terutama untuk ketiga sekolah lokasi penelitian. Kata kunci : Sanitasi lingkungan, Personal hygiene, Infeksi kecacingan

7 ABSTRACT Helminthes is still one of the health problems, especially in rural areas in Indonesia. Inadequate environmental condition, low socio-economic condition, and appropriate climate for the growth and development of worm are several of the factors that cause the high prevalence of helminthes. Helminthes still becomes a health problem especially in Blang Mangat Sub-district, Lhokseumawe, the Province of Nanggroe Aceh Darrussalam. In 2006, 35 (53%) out of the 65 elementary school students examined were positively suffering from helminthes. The purpose of this cross-sectional study is to analyze the influence of environmental sanitation (home and school environment), personal hygiene (the cleanliness of fingger nails, wearing footwear, and the habit of washing hands), and Chlid characteristics (knowledge, attitude, sex, and parent's income) on the incident of in the helminthes in the elementary school students in Blang Mangat Sub-district, Lhokseumawe, the Province of Nanggroe Aceh Darrussalam. The population for this study were 240 elementary school students of grade V and grade VI from 3 Public Elementary school, and 150 of them were selected to be the samples for this study through proportional sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through through multiple logistic regression test at α = The result of this study shows that environmental sanitation including home and school sanitation (50.7%) does not meet the requirement, personal hygene including the cleanliness of finger nails (46.7%), weaming footwears (52.7%), and the habit of washing hands (53%) belongs to poor category, and chlid characteristics including knowledge (36.0%), and attitude (41.3%) belongs to poor category, and Parents' income (60.0%) belong to low category. The helminthes rate (52.7%) is positive. The variables that influenced the incident of helminthes were home environmental sanitation, the cleanliness of fingger nails, wearing footwear, the habit of washing hands, sex, and the income of the parents of the elementary school students. It is suggested that the Government of Lhokseumawe could cooperate with the private agencies or institutions to improve basic sanitation in Blang Mangat subdistrik. Lhokseumawe Distrik Health Office and Blang Mangat Health Center need to improve the health promotion especially the personal health of the elementary school students. The working staff of School Health Initiative (UKS) is suggested to keep developing of all of the elementary school especially the three elementary schools which are located in research location. Key words: Environmental Sanitation, Personal Hygiene, Helminthes

8 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah serta Karunianya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul " Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene dan Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan pada Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe". Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan komunitas/epedemiologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dengan segala ketulusan hati dan keikhlasan, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : Bapak Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp. A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, sebagai Ketua dan Ibu Prof. Dr.Dra. Ida Yustina, MSi sebagai Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

9 Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan sejak dari persiapan peenelitian sampai selesainya tesis ini.. Bapak Dr. Surya Dharma,MPH dan bapak dr. Taufik Ashar, MKM sebagai Dosen Penguji Tesis yang telah memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan penelitian ini. Bapak Bupati Aceh Utara, Ilyas A.Hamid yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Bapak Saifuddin Saleh, SH selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin untuk melakukan penelitian ini. Para dosen dan staf di lingkungan Sekolah Pascasarjana Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya Komunitas/Epidemiologi. Keluarga besar jajaran di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara, yang telah memberikan motivasi, dukungan moril kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10 Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada keluarga tercinta Istri Cut Nurmalawati, SKM yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan waktu dan tenaga serta doa dan ananda tercinta Aulia Amira, Aulia Assyfa, Aulia Raja Aufhar, Aulia Putroe Harifa. harapan tesis ini menjadi pendorong bagi ananda untuk menjadi anak yang lebih baik, lebih bijak dan lebih sukses di masa depan. Seluruh rekan-rekan mahasiswa di lingkungan Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan khususnya Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, khususnya, dr.irawati, Yusnidaryani,SKM, Salbiah.M.Kes, dr. Susan C.Hutagalung, Hamdani, SKM, Linda K.Bangun,SKM, Safrizal, SKM, Rizkie, SKM. Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya. Medan, Mei 2009 Penulis Jalaluddin

11 RIWAYAT HIDUP Jalaluddin lahir di Bambi 19 Juli 1969, anak keempat dari enam bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri Guci Rumpong lulus pada tahun 1983, melanjutkan ke SMP N. 1 Caleu dan lulus pada tahun 1986, Masuk SMA Negeri 1 Beureunuen lulus pada tahun 1989, kemudian mengikuti pendidikan pada SPAG Depkes RI Banda Aceh lulus pada tahun 1990, pada tahun 1995 tugas belajar pada AKZI Depkes RI Jakarta lulus tahun 1999 kemudian mengikuti tugas belajar pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2000 dan selesai pada tahun Pengalaman bekerja penulis dimulai dari pengagkatan jadi CPNS pada tanggal 1 Maret 1993 ditempatkan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara. Tugas belajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi mulai tahun 2005 sampai Menikah Pada tahun 1999 dengan Cut Nurmalawati, SKM dan dikaruniai anak 4 orang, anak pertama Aulia Amira dan anak kedua Aulia Assifa, Anak ketiga Aulia Raja Aufhar dan anak keempat Aulia Putroe Hariva.

12 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii vi vii ix xii xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian... 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Faktor yang Berhubungan dengan Infeksi Kecacingan Faktor Sanitasi Lingkungan Faktor Manusia Infeksi Cacing yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmited Helminths) Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) Cacing Cambuk (Trichuris trichiura ) Cacing Tambang Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus) Dampak Infeksi Kecacingan Pada Anak Transmisi Telur Cacing ke Tubuh Manusia Pencegahan dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan Landasan Teori Kerangka Konsep BAB 3 METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel... 29

13 Populasi Sampel Metode Pengumpulan Data Pengumpulan Data Metode Pemeriksaan Faeses Variabel dan Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Aspek Pengukuran Metode Pengukuran Variabel Variabel Lingkungan Variabel Personal Hygiene Variabel Kararteristik Individu Metode Analisis Data BAB 4 HASIL PENELITIAN Deskripsi Lokasi Penelitian Kondisi Geografi Demografi Sanitasi Lingkungan Sanitasi Lingkungan Rumah Sanitasi Lingkungan Sekolah Personal Higiene Kebersihan Kuku Penggunaan Alas Kaki Kebiasaan Cuci Tangan Karakteristik anak Pengetahuan Sikap Jenis Kelamin Infeksi Kecacingan Analisis Bivariat Analisis Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Infeksi Kecacingan Analisis Hubungan Pemakaian Alas Kaki dengan Infeksi Kecacingan Analisis Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dengan Infeksi Kecacingan Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Infeksi Kecacingan Analisis Hubungan Sikap dengan Infeksi Kecacingan Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Infeksi Kecacingan... 54

14 Analisis Hubungan Penghasilan Orangtua dengan Infeksi Kecacingan Analisis Multivariat (Regresi Logistik) BAB 5 PEMBAHASAN Infeksi Kecacingan anak SD Negeri di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Sanitasi Lingkungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Infeksi Kecacingan Hubungan Sanitasi Lingkungan Sekolah dengan Infeksi Kecacingan Personal Higiene Kebersihan Kuku dengan Infeksi Kecacingan Pemakaian Alas Kaki dengan Infeksi Kecacingan Kebiasaan Cuci Tangan dengan Infeksi Kecacingan Karakteristik anak Pengetahuan dengan Infeksi Kecacingan Sikap dengan Infeksi Kecacingan Hubungan Jenis Kelamin dengan Infeksi Kecacingan Penghasilan Orangtua dengan Infeksi Kecacingan Keterbatasan Penelitian BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 74

15 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 3.1. Distribusi Sampel pada Setiap Sekolah Menurut Proporsi Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Blang Mangat tahun Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Blang Mangat Tahun Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Blang Mangat Tahun Distribusi Sanitasi Lingkungan Rumah Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Distribusi Kebersihan Kuku Siswa SDN di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Distribusi Penggunaan Alas Kaki Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Distribusi Pengetahuan Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Distribusi Sikap Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Distribusi Jenis Kelamin Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Distribusi Penghasilan Orang Tua Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Distribusi Infeksi Kecacingan Siswa SDN di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Distribusi Infeksi Kecacingan berdasarkan Jenis Cacing Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun

16 4.14. Hasil Uji Chi-square antara Sanitasi Lingkungan Rumah Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Hasil Uji Chi-square antara Kebersihan Kuku di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Hasil Uji Chi-square antara Pemakaian Alas Kaki Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Hasil Uji Chi-square antara Kebiasaan Cuci Tangan Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Hasil Uji Chi-square antara Pengetahuan Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Hasil Uji Chi-square antara Sikap Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Hasil Uji Chi-square antara Jenis Kelamin Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Hasil Uji Chi-square antara Penghasilan Orangtua Siswa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik Metode Backward Stepwise Hasil Uji Regresi Multivariat Logistik Metode Backward Stepwise... 57

17 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides Siklus hidup Trichuris trichiura Siklus hidup Hookworm Ancylostoma duodenale dan Necator americanus Memperlihatkan keseimbangan antara agen dan pejamu ditentukan oleh posisi lingkungan terhadap keduanya Kerangka Konsep Penelitian... 28

18 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian Uji validitas dan reliabilitas Hasil Tabulasi Silang Hasil Uji Regresi Dokumentasi Penelitian Peta Lokasi Penelitian

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia beserta perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Bila ditinjau lebih jauh mengenai Undang-Undang tersebut, maka manusia dengan lingkungan sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Keadaan sanitasi lingkungan yang belum memadai, keadaan sosial ekonomi yang masih rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan cacing merupakan beberapa faktor penyebab tingginya prevalensi infeksi cacing usus yang ditularkan di Indonesia (Zit, 2000). Salah satu penyakit cacingan adalah penyakit cacingan usus yang ditularkan melalui tanah atau sering disebut Soil Transmitted Helminths yang sering dijumpai pada anak usia Sekolah Dasar di mana pada usia ini anak masih sering kontak dengan tanah. Ada 3 jenis cacing yang terpenting adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura), (Depkes RI, 2004) Dari hasil survey tahun 2002 di 10 Propinsi di Indonesia dengan sasaran anak Sekolah Dasar, Prevalensi kecacingan di Indonesia antara 4,8 % sampai dengan

20 83,0 %, Prevalensi tertinggi di propinsi Nusa Tenggara Barat diikuti Propinsi Sumatera Barat dan yang terendah di Propinsi Jawa Timur. Hasil survey prevalensi kecacingan tahun 2003 dengan sasaran dan lokasi yang sama pada tahun 2002 menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Prevalensi kecacingan keseluruhan 33,1 %, cacing gelang 22, 26 %, cacing cambuk 20,30 % dan cacing tambang 0,75 % (Dirjen P2M & PL, 2004). Penyakit cacingan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Dari hasil penelitian ternyata prevalensi penyakit cacingan masih tinggi, yaitu 60-70%. Tingginya prevalensi ini disebabkan oleh iklim tropis dan kelembaban udara tinggi di Indonesia, yang merupakan lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing, serta kondisi sanitasi dan higyene yang buruk. (Depkes, 2004) Penyakit cacing ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku panjang dan kotor menyebabkan telur cacing terselip. Penyebaran penyakit cacing salah satu penyebabnya adalah kebersihan perorangan yang masih buruk. Penyakit cacing dapat menular di antara murid sekolah yang sering berpegang tangan sewaktu bermain dengan murid lain yang kukunya tercemar telur cacing (Hendrawan, 1997). Infeksi cacing menyebabkan kehilangan darah murid sekolah dasar di Indonesia sebanyak liter darah per tahun. Infeksi cacing tambang misalnya dapat mengakibatkan terjadinya anemia. Infeksi ini dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,0005 cc 0,34 cc/hari. Pada infeksi berat, kadar hemoglobin dapat mencapai angka 4 gr % dari kadar hemoglobin normal (11 gr % ) (FKUI, 2002)

21 Sampai saat ini penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, terutama di daerah pendesaan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah sanitasi lingkungan yang belum memadai, kebersihan pribadi (Personal Hygiene), tingkat pendidikan dan sosial ekonomi rendah dan perilaku hidup sehat yang belum memadai (Rampengan, 1997). Pencegahan infeksi berulang sangat penting dengan membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat seperti menghindari kontak dengan tanah yang kemungkinan terkontaminasi feses manusia, cuci tangan dengan sabun dan air sebelum memegang makanan, lindungi makanan dari tanah dan cuci atau panaskan makanan yang jatuh ke lantai (Lilisari, 2007) Wisnungsih (2004) penelitian pada siswa SDN Keburuhan Kecamatan Ngombol Kabupaten Purwerejo menemukan bahwa ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian infeksi cacing. Selanjutnya Widyaningsih (2004) menemukan bahwa perbedaan kejadian infeksi cacing usus pada anak sekolah dasar di Desa Tertinggal dan non Tertinggal Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar dengan hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara mencuci tangan sebelum makan, kebiasan memakai sandal, keadaan kuku dan frekuensi potong kuku terhadap kejadian infeksi cacing. Sejalan dengan Sutanto (1992) di SD jarakan dan SD Ngoto Kecamatan sewon Bantul Yogyakarta tentang infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah menunjukan bahwa intensitas infeksi Ascaris dan trichuris berpengaruh status gizi anak. Wachidanijah (2002) melanjutkan bahwa pengetahuan ada hubungan dengan kejadian infeksi cacing pada murid sekolah dasar.

22 Masih tingginya angka kesakitan penyakit menular di Indonesia seperti cacingan, antara lain dipengaruhi oleh tidak tersedianya air bersih, tidak adanya sarana pembuangan air limbah dan kurangnya kebersihan lingkungan perumahan (Meriyati, 1994) Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan dapat tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan untuk dapat tumbuh sempurna baik fisik maupun intelektualnya, dalam hubungan dengan infeksi kecacingan, beberapa peneliti ternyata menunjukan bahwa usia sekolah merupakan golongan yang sering terkena infeksi kecacingan karena sering berhubungan dengan tanah (Depkes RI, 2004) Hasil kegiatan survei yang dilakukan dari beberapa kabupaten di Provinsi NAD tahun 2006 didapatkan persentase kecacingan yang tertinggi di Kabupaten Aceh Barat (56,60 %), Aceh Besar (50.75 %), Pidie (45,65 %) Bireun ( % ) dan Kota Lhokseumawe (41.75 % )(World Food Programe, 2006) Pada tahun 2006 survei yang dilakukan oleh Wold Food Programe (WFP) bekerjasama dengan Universitas Indonesia menunjukkan bahwa kejadian infeksi kecacingan di Kecamatan Blang Mangat pada 65 murid SD yang diperiksa 35 murid (53.8 %) positif cacing. Jika dibandingkan dengan angka Nasional adalah 30,35 % (Dirjen P2M & PL, 2004) angka ini masih sangat tinggi hal ini menunjukkan bahwa penyakit infeksi kecacingan masih sangat tinggi di kota Lhokseumawe.

23 Kota Lhokseumawe mempunyai 4 Kecamatan salah satu diantaranya adalah Kecamatan Blang Mangat terdapat 11 sekolah dasar dan 1 Madrasah Ibtidaiyah Swasta, dimana masih banyak dijumpai murid-murid sekolah dasar yang tidak memakai alas kaki pergi ke sekolah. Daerah tersebut masih banyak dijumpai pemukiman penduduk sanitasi lingkungannya belum memadai (BPS, Kota Lhokseumawe, 2008). Berdasarkan Uraian diatas maka penulis ingin menganalisa pengaruh sanitasi lingkungan, Personal Hygiene dan karakteristik anak dengan infeksi kecacingan anak SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah tingginya angka prevalensi kecacingan anak SD dan belum diketahui apakah sanitasi lingkungan, personal hygiene dan karakteristik anak berpengaruh terhadap Infeksi kecacingan pada murid Sekolah Dasar di Kecamatan Blang Mangat Tujuan Penelitian. Untuk menganalisis pengaruh sanitasi lingkungan (lingkungan rumah, lingkungan sekolah), personal hygiene (kebersihan kuku, pemakaian alas kaki dan kebiasaan cuci tangan) serta karakteristik anak (pengetahuan, sikap, jenis kelamin dan penghasilan orang tua) terhadap kejadian infeksi kecacingan pada murid Sekolah Dasar di Kecamatan Blang Mangat.

24 1.4. Hipotesis 1. Ada pengaruh sanitasi lingkungan terhadap infeksi kecacingan pada murid SD negeri di Kecamatan Blang Mangat. 2. Ada pengaruh personal hygiene terhadap infeksi kecacingan pada murid SD negeri di Kecamatan Blang Mangat. 3. Ada pengaruh karakteristik anak terhadap infeksi kecacingan pada murid SD negeri di Kecamatan Blang Mangat Manfaat Penelitian. 1. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dan Puskesmas Blang Mangat. 2. Dari hasil penelitian ini sebagai acuan dalam melakukan kegiatan promosi kesehatan bagi siswa SD Negeri di Kecamatan Blang Mangat. 3. Sebagai pengembangan konsep-konsep dalam bidang Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

25 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan. Secara epidemiologik, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kecacingan, yaitu faktor sanitasi lingkungan dan faktor manusia (Soedarto, 1991) dijelaskan sebagai berikut : Faktor Sanitasi Lingkungan Mawardi dalam Riyadi (1994) menyatakan bahwa lingkungan adalah sesuatu yang berada disekitar manusia secara lebih teperinci dapat dikatagorikan dalam beberapa kelompok : a. Lingkungan Fisik, yang ternasuk dalam kelompok ini adalah tanah dan udara serta interaksi satu sama lainnya diantara faktor-faktor tersebut. b. Lingkungan biologis, yang termasuk dalam hal ini adalah semua organisme hidup baik binatang, tumbuhan maupun mikroorganisme kecuali manusia sendiri. c. Lingkungan sosial yaitu termasuk semua interaksi antara manusia dari makhluk sesamanya yang meliputi faktor sosial, ekonomi, kebudayaan dan psikososial. Berdasarkan kategori diatas diartikan pula bahwa lingkungan adalah kumpulan dari semua kondisi atau kekuatan dari luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan dari suatu organisme hidup (manusia)

26 Kesehatan lingkungan merupakan salah satu displin ilmu kesehatan masyarakat dan merupakan perluasan dari prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi. Kesehatan lingkungan adalah hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya yang berakibat atau mempengaruhi derajat kesehatannya, WHO mendefinisikan bahwa kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia, keadaan sehat mencakup manusia seutuhnya dan tidak hanya sehat fisik saja tetapi juga sehat mental dan hubungan sosial yang optimal di dalam lingkungannya (Mawardi, 1992) Dalam penanggulangan cacingan, pengawasan sanitasi air dan makanan sangat penting, karena penularan cacing terjadi melalui air dan makanan yang terkontaminasi oleh telur dan larva cacing (Riyadi, 1994). Paragdima Blum tentang kesehatan dari lima faktor dimana lingkungan mempunyai pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi status kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial, linkungan rekreasi, lingkungan kerja Lingkungan Rumah. Sanitasi lingkungan merupakan salah satu usaha untuk mencapai lingkungan sehat melalui pengendalian faktor lingkungan fisik khususnya hal-hal yang mempunyai dampak merusak perkembangan fisik kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Usaha sanitasi lingkungan menurut Kusnoputranto (1986) adalah usaha kesehatan yang menitikberatkan pada usaha pengendalian faktor lingkungan fisik yang mungkin menimbulkan dan menyebabkan kerugian dalam perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.

27 Rumah yang sehat dan layak huni tidak harus berwujud rumah mewah dan besar namun rumah yang sederhana dapat juga menjadi rumah yang sehat dan layak dihuni Rumah sehat adalah kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah dan perumahan sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Disamping lingkungan rumah tempat tinggal, anak Sekolah Dasar juga membutuhkan lingkungan sekolah tempat belajar yang sehat baik untuk perkembangan fisik, mental dan spiritualnya. Sebagian besar waktu anak sekolah dasar dihabiskan dengan bermain baik di rumah maupun di sekolah sehingga anak sekolah dasar mempunyai potensi untuk terjangkit penyakit infeksi kecacingan (Poespoprodjo dan Sadjimin, 2002). Sanitasi lingkungan merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Oleh karena itu untuk mencapai kemampuan hidup sehat di masyarakat, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Penyediaan Air Bersih Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan (Slamet, 1996). Untuk itu penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan dari seperti : Syarat kualitas air secara fisik adalah tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan jernih. Secara kimia air yang baik tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia ataupun mineral terutama zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Dan syarat bakteriologis semua air minum hendaknya dapat terhindar dari kemungkinan terkontaminasi bakteri terutama bakteri pathogen. Mengingat bahwa tidak mungkin air yang dikonsumsi seratus persen sesuai dengan persyaratan kesehatan, namun air

28 yang ada diusahakan sedemikian rupa mendekati syarat-syarat yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990. b. Toilet dan Kamar Mandi Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran/najis yang lazim disebut WC, sehingga kotoran atau najis tersebut berada dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Dirjen P2M & PLP, 1998). Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan berbagai macam penyakit seperti : Diare, Cholera, Dysentri, Poliomyelitis, Ascariasis dan sebagainya. Kotoran manusia merupakan buangan padat. Selain menimbulkan bau, mengotori lingkungan juga merupakan media penularan penyakit pada masyarakat. Perjalanan agent penyebab penyakit melalui cara transmisi seperti dari tangan, maupun melalui peralatan yang terkontaminasi ataupun melalui mata rantai lainnya. Dimana memungkinkan tinja atau kotoran yang mengandung agent penyebab infeksi masuk melalui saluran pencernaan. Untuk itu persyaratan toilet dan kamar mandi harus memenuhi persyaratan : i. Toilet selalu dalam keadaan bersih ii. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan iii. Ada pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi, dilengkapi dengan penahan bau

29 iv. Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan tempat pengelolaan makanan (dapur, ruang makan) v. Lubang penghawaan harus berhubungan langsung dengan udara luar vi. Harus dilengkapi dengan slogan untuk memelihara kebersihan vii. Tidak terdapat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi tempat perindukan binatang pengerat dan serangga. c. Pengelolaan Air Limbah Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran berbagai penyakit. (Notoatmodjo, 2003). Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja, air seni dan CO 2. Masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang multikompleks (Notoatmodjo, 2003). Darmayanti, dalam Hidayat (2002) menunjukkan adanya hubungan yang erat antara faktor lingkungan tempat tinggal dengan prevalensi cacing pada anak sekolah dasar. Tinggi angka prevalensi A.lumbricoides pada anak sekolah dasar di desa dibandingkan dengan di kota menunjukan adanya perbedaan higiene dan sanitasi lingkungan. Penelitian tersebut juga menggambrakan bahwa adanya infeksi ganda A.lumbricoides di desa lebih tinggi dibandingkan di kota. Hal ini menunjukan bahwa

30 lingkungan pedesaan merupakan faktor predisposisi untuk anak-anak sekolah dasar di desa Lingkungan Sekolah Di samping lingkungan rumah tempat tinggal, lingkungan sekolah secara tidak langsung mempunyai sumbangan terhadap terjadinya penularan penyakit infeksi cacingan. Sebagian besar waktu anak sekolah dasar dihabiskan dengan bermain baik dirumah maupun di sekolah sehingga anak sekolah dasar mempunyai potensial untuk terjangkit penyakit infeksi kecacingan (Poespoprodjo dan Sadjimin, 2002) Faktor Manusia Hygiene Perorangan Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Azwar, 1993). Entjang (2001) usaha kesehatan pribadi (Hygiene perorangan) adalah upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri meliputi a. Memelihara kebersihan b. Makanan yang sehat c. Cara hidup yang teratur d. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani e. Menghindari terjadinya penyakit f. Meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah

31 g. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat h. Pemeriksaan kesehatan Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan pada umumnya adalah dengan pemutusan rantai penularan, yang antara lain dilakukan dengan pengobatan massal, perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta penddikan kesehatan (Soedarto, 1991) Azwar (1993) pada prakteknya upaya higiene antara lain meminum air yang sudah direbus sampai mendidih dengan suhu 100 C selama 5 menit, mandi dua kali sehari agar badan selalu bersih dan segar, mencuci tangan dengan sabun sebelum memegang makanan, mengambil makanan dengan memakai alat seperti sendok atau penjepit dan menjaga kebersihan kuku serta memotongnya apabila panjang. Onggowaluyo (2002) kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan kepribadian seseorang, kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikro organisme diantaranya bakteri dan telur cacing. Penularan kecacingan diantaranya melalui tangan yang kotor, kuku yang kotor yang kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan ketika makan, hal ini diperparah lagi apabila tidak terbiasa mencuci tangan memakai sabun sebelum makan. Hygiene perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan, artinya apabila melakukan hygiene perorangan harus diikuti atau didukung oleh sanitasi lingkungan yang baik, kaitan keduanya dapat dilihat misalnya pada saat mencuci tangan sebelum makan dibutuhkan air bersih, yang harus memenuhi syarat kesehatan.

32 Perilaku Notoatmodjo (1993) menyatakan perilaku manusia dapat dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara rinci merupakan refleksi dari gejolak kejiwaan seperti : pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagian yang ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisk dan sosial budaya masyarakat. Perilaku dapat diukur dengan cara mengukur unsur-unsur perilaku dimana salah satu adalah pengetahuan, dengan cara memperoleh data atau informasi tentang indikator indikator pengetahuan tersebut. Untuk dapat menentukan tingkat pengetahuan terhadap sanitasi lingkungan dilakukan melalui wawancara (Notoatmodjo, 2003). Perilaku sehat pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Sebagai contoh perilaku yang berkaitan dengan lingkungan misalnya perilaku seseorang berhubugan dengan pembuangan air kotor yang menyangkut segi-segi hygiene, pemeliharaan teknik dan penggunaannya. Menurut Azwar (1993) perilaku sehat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti : - Latar belakang seseorang yang meliputi norma-norma yang ada, kebiasaan, nilai budaya dan keadaan sosial ekonomi yang berlaku dimasyarakat. - Kepercayaan meliputi manfaat yang didapat, hambatan yang ada, kerugian dan kepercayaan bahwa seseorang dapat terserang penyakit. - Sarana merupakan tersedia atau tidaknya fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

33 Depkes RI (1998), salah satu aspek yang penting dalam penanggulangan infeksi kecacingan adalah dengan cara meningkatkan pengetahuan dan perilaku keluarga tentang hygiene perorangan serta sanitasi lingkungan dan makanan meliputi : - Mandi pakai sabun 2 kali sehari - Memotong dan membersihkan kuku. - Cuci tangan sebelum makan dan sehabis buang air besar. - Memasak makanan dan minuman - Buang air besar di jamban yang memenuhi syarat. - Menjaga kebersihan lingkungan rumah - Menggunakan air bersih Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penularan infeksi kecacingan adalah kurangnya pengetahuan tentang infeksi kecacingan. Wachidanijah (2002) menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan makin tinggi pengetahuan seseorang semakin baik perilaku dalam hubungan dengan penyakit kecacingan. Perilaku masyarakat untuk buang air besar di sembarang tempat dan kebiasaan tidak memakai alas kaki mempunyai intensitas infeksi cacing tambang pada penduduk di Desa Jagapati Bali, dengan pola transmisi infeksi cacing tersebut pada umumnya terjadi disekitar rumah (Bakta, 1995). Kebiasaan buang air besar di sungai secara menetap ternyata menyebabkan tinggi infeksi oleh Soil-Transmited Helminths pada masyarakat.

34 2.2. Infeksi Cacing yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmited Helminths) Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran cm, sedangkan cacing betina cm, pada stadium dewasa hidup di rongga usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva di usus halus. Gambaran umum siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides dapat dilihat pada gambar berikut ini : Gambar 2.1. Siklus hidup Ascaris lumbricoides Keterangan : 1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus, seekor cacing betina mampu menghasilkan telur sampai perhari yang akan keluar bersama feses. 2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infective setelah 18 hari sampai beberpa minggu di tanah.

35 3. Tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum, lembab, hangat, tempat teduh) 4. Telur infective tertelan 5. Masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian menembus mucosa usus, masuk kelemjar getah bening dan aliran darah dan terbawa sampai ke paru-paru 6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10 14), menembus dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya terlelan kembali. Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan mulai tertelan telur infeksi sampai menjadi cacing dewasa sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun dalam tubuh (Bruckner, 2006) Trichuris trichiura ( Cacing Cambuk ) Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cara infeksi adalah langsung, tidak diperlukan hospes perantara. Bila telur yang telah berisi embrio tertelan manusia, larva yang menjadi aktif akan keluar di usus halus masuk ke usus besar dan menjadi dewasa dan menetap. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di usus besar hospes. Telur yang infektif bila tertelan manusia menetes menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding usuu halus menuju pembuluh darah atau saluran limpa kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru (Onggowaluyo, 2002). Siklus hidup cacing Trichuris trichiura digambarkan sebagai berikut (Albert, 2006): Gambar 2.2. Siklus hidup Trichuris trichiura Gambar 2.2. Siklus hidup Trichuris trichiura

36 Kelainan patologis yang disebabkan oleh cacing dewasa terutama terjadi karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons alergi. Keadaan ini erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur dan status kesehatan umum dari hospes (penderita). Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya tanpa gejala pada infeksi ringan. Pada infeksi menahun dapat menimbulkan anemia, diare, sakit perut, mual dan berat badan turun (Onggowaluyo, 2002). Penyebaran geografis T.trichuira sama A. lumbricoides sehingga seringkali kedua cacing ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Frekuensinya di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan, frekuensinya antara 30% - 90 %. Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak anak. Faktor terpenting dalam penyebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur. Telur berkembang baik pada tanah liat, lembab dan teduh (Onggowaluyo, 2002). Di Daerah hiperentemik, laju infeksi dapat dicegah dengan pengobatan, pembuatan MCK (mandi, cuci dan kakus) yang sehat dan teratur, penyuluhan, pendidikan tentang hygienis dan sanitasi pada masyarakat (Onggowaluyo, 2002) Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus (Cacing Tambang) Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, Cacing melekat pada mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Infeksi pada manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariorm yang ada di tanah. Cacing betina menghasilkan butir telur sehari. Cacing betina mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa berbentuk seperti hurup S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur hidup cacing tambang dimulai dari keluarnya telur cacing bersama feses, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam

37 waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari larynk, larva ikut tertelan dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Gandahusada dkk, 2004). Gambaran umum siklus hidup cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 2.3. Siklus hidup Hookworm Ancylostoma duodenale dan Necator americanus Keterangan : Larva cacing tambang pada suhu hangat dan lembab mengalami pertumbuhan dalam 3 tahap. Pada tahap ahir, larva-larva ini akan naik ke permukaan tanah. Dengan bentuk tubuh yang runcing di bagian atas, larva ini akan masuk menembus kulit dan ikut ke dalam aliran darah sampai ke organ hati. Melalui pembuluh darah larva ini akan terbawa ke paru-paru. Larva cacing tambang kemudian bermigrasi ke bagian kerongkongan dan kemudian tertelan. Larva kemudian menuju usus halus dan menjadi dewasa dengan menghisap darah penderita. Cacing tambang bertelur di usus halus yang kemudian dikeluarkan bersama dengan feses ke alam dan akan menyebar kemana-mana (Albert, 2006).

38 Gambaran klinis walaupun tidak khas, tidak cukup mendukung untuk memastikan untuk dapat membedakan dengan anemia karena defisiensi makanan atau karena infeksi cacing lainnya. Diagnosa terakhir ditegakkan dengan menemukan telur cacing pada feses penderita. Secara praktis telur cacing Ancylostoma duodenale tidak dapat dibedakan dengan telur Necator americanus. Untuk membedakan kedua spesies ini biasanya dilakukan tekhnik pembiakan larva (Onggowaluyo, 2002) Dampak Infeksi Kecacingan pada Anak Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang berat akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak. Infeksi cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) mengakibatkan anemia defesiensi besi, sedangkan Trichuris trichiura menimbulkan morbiditas yang tinggi (Soedarto, 1999). Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang dikonsumsi manusia tidak dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam tubuh. Pada infeksi ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang 3% dari kalori yang dicerna, pada infeksi berat 25% dari kalori yang dicerna tidak dapat dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Ascaris lumbricoides yang berkepanjangan dapat menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin A (Hidayat, 2002).

39 Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah, turunnya berat badan dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5 juta dan hemoglobin 30% di bawah normal. Anemia berat ini dapat terjadi karena infeksi Trichuris trichiura mampu menghisap darah sekitar 0,005 ml/hari/cacing (Gandahusada dkk, 2004). Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat (Gandahusada dkk, 2004). Gejala kecacingan jika penderita yang ditumpangi cacing sudah kekurangan gizi terjadi karena sebagian makanan dimakan oleh cacing, tanda-tandanya : berat badan turun, wajah pucat, kulit dan rambut jering, keadaan tubuh lemah, lesu dan mudah sakit. Selera makan berkurang, kulit telapak tangan tidak merah, kurang darah dan mungkin jantung berdebar-debar, sesak nafas dan sering pening (Hendrawan, 2007) 2.4. Transmisi Telur Cacing ke Tubuh Manusia Pencemaran tanah dengan tinja manusia merupakan penyebab transmisi telur A.lumbricoides dan T.trichiura dari tanah kepada manusia melalui tangan dan kuku yang tercemar telur cacing, lalu masuk kemulut melalui makanan (Mahfuddin, 1994).

40 Agustina (2000) mendapatkan bahwa ada hubungan yang erat antara tanah dan kuku yang tercemar telur A.lumbricoides dan kejadian askariasis pada anak balita di Kecamatan Paseh Jawa Barat. Selain melalui tangan, transmisi telur cacing ini dapat juga melalui makanan dan minuman, terutama makanan jajanan yang tidak dikemas dan tidak tertutup rapat. Telur cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada makanan tersebut, jika diterbangkan oleh angin, atau dapat juga melalui lalat yang sebelumnya hinggap di tanah/selokan/air limbah sehingga kaki-kakinya membawa telur cacing tersebut (Helmy, 2000). Transmisi melalui sayuran yang dimakan mentah (tidak dimasak) dan proses membersihkannya tidak sempurna juga dapat terjadi, terlebih jika sayuran tersebut diberi pupuk dengan tinja segar. Di beberapa negara penggunaan tinja sebagai pupuk harus diolah dahulu dengan bahan kimia tertentu berupa desinfestasi (Brown, 1979) Pencegahan dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan Secara Nasional di Indonesia upaya pencegahan dan pemberantasan Infeksi Kecacingan sudah dilakukan sejak tahun 1975 dengan kebijakan pemberantasan terbatas pada daerah tertentu karena biaya yang tersedia terbatas. Pada Pelita V dan VI Program pemberantasan penyakit kecacingan meningkat kembali karena pada periode ini lebih memperhatikan pada peningkatan perkembangan dan kualitas hidup anak (Dirjen P2M & PL, 1998). Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan pada umumnya adalah dengan pemutusan rantai penularan, yang antara lain dilakukan dengan pengobatan

41 massal, perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta pendidikan kesehatan (Soedarto, 1991). Hal-hal yang perlu dibiasakan agar tercegah dari penyakit kecacingan adalah sebagai berikut (Nadesul, 1997). - Biasakan mencuci tangan sebelum makan atau memegang makanan, gunakan sabun dan bersihkan bagian kuku yang kotor. - Biasakan menggunting kuku secara teratur seminggu sekali. - Tidak membiasakan diri menggigit kuku jemari tangan atau menghisap jempol. - Tidak membiasakan bayi dan anak-anak bermain-main di tanah. - Tidak membuang kotoran di kebun, parit, sungai atau danau dan biasakan buang kotoran di jamban. - Biasakan membasuh tangan dengan sabun sehabis dari jamban - Biasakan tidak jajan penganan yang tidak tertutup atau terpegang-pegang tangan. - Di wilayah yang banyak terjangkit penyakit kecacingan, periksakan diri ke puskesmas terlebih ada tanda gejala kecacingan. - Segera mengobati penyakit cacing sampai tuntas - Penyakit cacing berasal dari telur cacing yang tertelan dan kurangnya kebersihan diri dan lingkungan yang tidak baik. - Biasakan makan daging yang sudah benar-benar matang dan bukan yang mentah atau setengah matang. - Biasakan berjalan kaki kemana-mana dengan memakai alas kaki. - Obat cacing hanya diberikan kepada orang yang benar-benar mengidap penyakit kecacingan

42 - Biasakan makan lalap mentah yang sudah dicuci dengan air bersih yang mengalir. Penanggulangan infeksi cacing usus tidak mudah karena keterkaitan dengan masalah lingkungan. Pemberian obat-obatan hanya bersifat mengobati tetapi tidak memutuskan mata rantai penularan. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan terpadu yang mencakup pengobatan massal, penyuluhan kesehatan, peningkatan status gizi, perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta partisipasi masyarakat (Hadidjaja, 1994). Menurut Sasongko (2007) kunci pemberantasan cacingan adalah memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan. Misalnya, tidak menyiram jalanan dengan air got. Sebaiknya, bilas sayur mentah dengan air mengalir atau mencelupkannya beberapa detik ke dalam air mendidih. Juga tidak jajan di sembarang tempat, apalagi jajanan yang terbuka. Biasakan pula mencuci tangan sebelum makan, bukan hanya sesudah makan. Dengan begitu, rantai penularan cacingan bisa diputus.pada saat bersamaan, anak-anak yang menderita cacingan harus segera diobati. Namun, meski semua anak sudah minum obat cacing, tak berarti masalah cacingan akan selesai saat itu juga. Pemberantasan kecacingan adalah kerja gotong royong yang butuh waktu bertahuntahun. Negara maju sepenti Jepang pun pernah dibuat sibuk oleh ulah para cacing perut ini. Setelah kalah oleh Sekutu saat Perang Dunia II, Jepang jatuh menjadi negara miskin. Karena miskin, mereka menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk pertanian. Akibatnya, penularan cacing menjadi tak terkendali, sampai menyerang 80% penduduk. Butuh waktu 10 tahun untuk menurunkan angka kecacingan hingga di bawah 10%. Pada kasus cacingan ringan sampai sedang, gejalanya sulit dikenali.

43 Untuk memastikan, anak-anak harus diperiksa tinjanya dengan mikroskop. Jika terbukti mengandung telur cacing, ia harus segera diobati Landasan teori Kejadian kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar selain disebabkan oleh perilaku si anak itu sendiri, juga bisa disebabkan oleh perilaku orangtuanya yang tidak sehat serta kondisi lingkungan yang tidak sehat. Dengan demikian kejadian kecacingan pada anak di duga berkaitan pula dengan pendidikan dan pengetahuan orangtuanya, terutama pendidikan dan pengetahuan ibu dan lingkungan. Proses terjadinya penyakit menurut John Gordon atau lebih dikenal dengan Model Gordon menggambarkan terjadinya penyakit sebagai adanya sebatang pengungkit, yang mempunyai titik tumpu ditengah-tengahnya. Pada kedua ujung batang tadi terdapat pemberat, yakni A (Agent), H (Host), dan tumpuannya adalah L (Lingkungan). A,H dan L dianggap sebagai tiga elemen utama yang berperan dalam interaksi ini, sehingga terjadi keadaan sehat ataupun sakit (Soemirat, 2005). A = Agent/penyebab penyakit H = Host/pejamu/populasi beresiko tinggi L = Lingkungan Seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

44 Agen Host Fisika Kimia Biologi Sosial Lingkungan Gambar 2.4. Memperlihatkan keseimbangan antara agen dan pejamu ditentukan oleh posisi lingkungan terhadap keduanya Gambar diatas menunjukkan bahwa apabila pengungkit tadi berada dalam keseimbangan, maka dikatakan bahwa masyarakat berada dalam keadaan sehat. Apabila interaksi ketiga unsur tadi menghasilkan keadaan tidak seimbang, maka didapat keadaan yang tidak sehat atau keadaan sakit. H A L A H L Keadaan ke-1 Keadaan ke-2 Interaksi antar faktor-faktor penyebab penyakit, serta serangkaian prosesnya merupakan lingkaran keseimbangan dari ke tiga unsur / faktor. Faktor lingkungan

45 sangat berperan dalam keseimbangan tersebut. Pengeseran faktor lingkngan ke arah yang menguntungkan agen pada keadaan tertentu akan menyebabkan pejamu agen berkembang biak (bahan penyubur) pada genangan air yang tidak dibersihkan, maka pejamu rentan dalam lingkungan tersebut akan terserang agen. Sebaiknya bila keadaan lingkungan bergeser ke arah yang menurunkan kerentanan pejamu, misalnya tidak mengalami penurunan berat badan dan sebagainya, maka pengeseran lingkungan tersebut meningkatkan daya tahan pejamu terhadap serangan agen (model2). Keseimbangan antara agen-pejamu-lingkungan akan dapat dicapai apabila lingkungan sedemikian rupa, sehingga tidak memberikan peluang bagi agen untuk menjadi ganas, dan sebaliknya pejamu memilki daya tahan terhadap serangan agen, apabila terjadi keseimbangan yang menguntungkan sifat khusus agen, maka pejamu yang rentan akan lebih mudah dipengaruhi agen, dan akhirnya penjamu menjadi sakit/terganggu kesehatannya. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik (temperatur, cahaya, pertukaran udara, perumahan, pakaian, air, tanah dan sebagainya), lingkungan biologis (setiap flora dan fauna), Lingkungan sosial (penduduk, kebudayaan, adat istiadat, agama, pendidikan, kepercayaan, pendapatan dan sebagainya) Dari segi lingkungan, misalnya lingkungan mungkin berperan sebagai bahan penyubur agen atau pada keadaan tertentu, membuat pejamu menjadi rentan terhadap serangan serta keganasan agen yang bersangkutan. Seseorang yang berada dalam lingkungan dengan suhu dan kelembaban tertentu, yang memungkinkan perkembangbiakan atau pertumbuhan dengan cepat agen di dalam penjamu.

46 Usaha-usaha kesehatan ditujukan untuk mengendalikan ketiga faktor yang mempengaruhi kesehatan tersebut sehingga manusia dapat tetap hidup sehat, yaitu : a. Terhadap faktor penyebab penyakit. 1. Memberantas sumber penularan penyakit. 2. Mencegah terjadinya kecelakaan 3. Menigkatkan taraf hidup rakyat b. Terhadap faktor manusia Mempertinggi daya tahan tubuh manusia dan meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam prinsip- prinsip kesehatan perorangan. c. Terhadap faktor lingkungan Mengubah atau mempengaruhi lingkungan hidup, sehingga faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia. Infeksi kecacingan pada anak SD sering terjadi karena perilaku sehari-hari yang kurang sehat. Perilaku bermain, tidak memakai alas kaki, menggunakan tangan ketika bermain dan tidak mencuci tangan setelah bermain, tidak mencuci tangan waktu akan makan dan setelah buang air besar dan perilaku buang air besar sembarang tempat adalah contoh perilaku yang kurang sehat.

47 2.7. Kerangka Konsep Berdasarkan pada landasan teori di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut : VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN Sanitasi Lingkungan - Lingkungan Rumah - Lingkungan Sekolah Personal Hygiene - Kebersihan Kuku - Pemakaian Alas Kaki - Kebiasaan Cuci Tangan Kejadian Infeksi Kecacingan Karakteristik Anak - Pengetahuan - Sikap - Jenis Kelamin - Penghasilan Orangtua Pemeriksaan Laboratorium Gambar 2.5. Kerangka Konsep Penelitian

48 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan cross secsional yaitu penelitian yang dilakukan dengan sekali pengamatan pada suatu saat tertentu terhadap objek yang berubah, berkembang atau tumbuh menurut waktu (Budiarto, 2003). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory research (penjelasan) yaitu mencari seberapa besar pengaruh faktor sanitasi lingkungan, personal hygiene dan karakteristik anak terhadap infeksi kecacingan pada murid Sekolah Dasar di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokeumawe. Dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan pendekatan deskriftip yaitu melakukan observasi terhadap lingkungan sekolah Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokeumawem, bulan Pebruari sampai dengan Maret Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah murid kelas V dan VI dari 3 (tiga) Sekolah Dasar Negeri terpilih dengan pertimbangan sebagai berikut :

49 a. Sekolah Dasar tersebut berada di wilayah pesisir pantai yang merupakan daerah pasang surut sehingga sering digenangi air. b. Sekolah Dasar tersebut bekas bencana gempa bumi dan gelombang tsunami. c. Dari survei awal ditemukan banyak murid memiliki sanitasi lingkungan dan hygiene personal yang buruk Sampel Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Notoatmodjo (1997) sebagai berikut : n = N ( ) N d Keterangan: N n = Besar Populasi. = Besar Sampel. d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0.05) n n n n = = = = { 240} ( (0,05) 2 { 240}

50 Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dari 250 murid (total populasi), maka diperoleh 150 murid untuk dijadikan sampel. 2002) Pengambilan sampel menggunakan cara proportional sampling (Arikunto,S, Tabel 3.1. Distribusi Sampel pada Setiap Sekolah Menurut Proporsi No. Sekolah Jumlah Murid (%) Jumlah Sampel 1. SDN , SDN , SDN Jumlah , Metode Pengumpulan Data Pengumpulan Data Metode Pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara : a. Pengisian Kuesioner. b. Observasi terhadap sanitasi lingkungan sekolah. c. Pemeriksaan Faeces d. Data Sekunder yang meliputi : Data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dan Puskesmas Blang Mangat yang berhubungan dengan penelitian. Data primer yang dikumpulkan dilakukan ujicoba kuesioner diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel lingkungan rumah, kebiasaan cuci tangan, penggunaan alas kaki, kebersihan kuku, pengetahuan dan sikap valid dan reliabel untuk digunakan dalam penelitian ini dengan hasil sebagai berikut:

51 a. Variabel lingkungan rumah dengan 4 item pertanyaan, diperoleh nilai koefisien korelasi >0,3 dan nilai alpha cronbach 0,8223 > 0,6 (memenuhi syarat yang telah ditetapkan). (lampiran. 2) b. Variabel Kebiasaan Cuci Tangan dengan 6 item pertanyaan, diperoleh nilai koefisien korelasi >0,3 dan nilai alpha cronbach 0,8188 > 0,6 (memenuhi syarat yang telah ditetapkan) (lampiran. 2) c. Variabel Penggunaan alas kaki dengan 3 item pertanyaan, diperoleh nilai koefisien korelasi >0,3 dan nilai alpha cronbach 0,6724 > 0,6 (memenuhi syarat yang telah ditetapkan) (lampiran. 2). d. Variabel kebersihan kuku dengan 3 item pertanyaan, diperoleh nilai koefisien korelasi >0,3 dan nilai alpha cronbach 0,7854 > 0,6 (memenuhi syarat yang telah ditetapkan) (lampiran. 2). e. Variabel pengetahuan dengan 10 item pertanyaan, diperoleh nilai koefisien korelasi >0,3 dan nilai alpha cronbach 0,8620 > 0,6 (memenuhi syarat yang telah ditetapkan) (lampiran. 2). f. Variabel sikap dengan 10 item pertanyaan, diperoleh nilai koefisien korelasi >0,3 dan nilai alpha cronbach 0,8532 > 0,6 (memenuhi syarat yang telah ditetapkan) (lampiran. 2).

52 Metode Pemeriksaan Faeses Sebelum pemeriksaan faeces dilakukan terlebih dahulu pot faeces dibagikan kepada responden sehari sebelum dilakukan pemeriksaan kemudian pagi harinya dikumpulkan kembali lalu faeses di bawa ke laboratorium. Metode yang digunakan memeriksa faeces untuk menentukan seseorang terinfeksi kecacingan atau tidak digunakan metode Tebal Kato Katz, prosedurnya adalah sebagai berikut : 1. Gelas Objek yang biasa 2. Kertas cellophane yang hydropilik,ukuran 22 x 40 mm direndam dalam larutan kato untuk waktu paling sedikit 24 jam lamanya sebelum dapat dipakai. 3. Larutan kato (50 ml glycerin, 50 ml phenol 6%, 0.6 ml larutan malchite green dalam air 3%). 2. Cara Kerja : - Letakkan tinja sebesar biji kacang kedelai (100 mg) di atas objek yang bersih. - Tutup tinja dengan sepotong kertas Cellophone yang telah disiapkan. - Ratakan dengan cara menekan tinja dengan benda yang tumpul sampai tersebar rata dibawah kertas Cellophone tersebut, jagalah jangan sampai ada tinja yang keluar dari tepi kertas Cellophone tersebut. - Biarkan preparat tersebut selama 15 menit dalam suhu kamar (28 32 C) kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali atau 400 kali.

53 3. Hasil. a. Faeces : Positif (+) ditemukan telur cacing b. Faeces : Negatif (-) tidak ditemukan telur cacing Variabel dan Definisi Operasional Variabel Variabel independen dalam penelitian ini adalah sanitasi lingkungan (rumah, dan sekolah), personal hygiene (kebersihan kuku, kebiasaan cuci tangan, penggunaan alas kaki) karakteristik anak (pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin dan penghasilan orang tua) dan Variabel dependen adalah Infeksi Kecacingan Definisi Operasional a. Sanitasi lingkungan rumah adalah kondisi kesehatan rumah yang berhubungan dengan penularan infeksi cacingan dengan indikator ketersedian air bersih, ketersedian jamban, adanya sarana pembuang sampah dan adanya SPAL. b. Sanitasi lingkungan sekolah adalah fisik sekolah dengan indikator halaman sekolah, sumber air bersih, kepemilikan jamban, sarana pembuang sampah dan SPAL. c. Kebersihan kuku adalah upaya yang dilakukan oleh murid dalam memelihara kebersihan kuku. d. Penggunaan alas kaki adalah sering atau jarang murid menggunakan alas kaki pada saat keluar dari rumah.

54 e. Kebiasaan cuci tangan adalah cara yang dilakukan oleh murid untuk membersihkan tangan sebelum makan, setelah buang air besar dan setelah bermain tanah, yang akan dilihat apakah anak mencuci tangan atau tidak dan apakah anak yang mencuci tangan memakai sabun atau tidak. f. Pengetahuan murid sekolah dasar tentang infeksi cacingan adalah kemampuan murid sekolah dasar menjawab pertanyaan tentang penyakit cacingan. g. Sikap adalah tanggapan atau persepsi murid sekolah dasar terhadap infeksi cacingan. h. Jenis kelamin dibedakan atas laki-laki dan perempuan. i. Penghasilan orang tua murid adalah pendapatan yang diperoleh orang tua murid dalam satu bulan. j. Infeksi kecacingan adalah ditemukannya satu atau lebih telur cacing usus pada murid sekolah dasar melalui pemeriksaan feses Aspek Pengukuran 1. Aspek Pengukuran Variabel Independen Pengukuran variabel bebas adalah Sanitasi lingkungan, Personal hygiene dan karakteristik anak secara rinci dapat dilihat pada tabel Tabel 3.2 :

55 Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Variabel Dependen No Nama Variabel Alat ukur Hasil Ukur Skala 1. Lingkungan rumah Kuesioner a. Memenuhi syarat. Ordinal b. Tidak Memenuhi syarat 2. Lingkungan Sekolah Kuesioner a. Memenuhi syarat. Ordinal b. Tidak Memenuhi syarat 3. Penggunaan alas kaki Kuesioner Sering Ordinal Jarang 4. Kebersihan kuku Kuesioner Baik Tidak Baik Ordinal Ordinal Penggunaan alas kaki Kuesioner Sering Jarang Ordinal 5 Kebiasaan cuci Kuesioner Tidak cuci tangan Ordinal tangan Cuci tangan dengan air Cuci tangan pakai air dan sabun 6 Pengetahuan Kuesioner a. baik Ordinal b. Sedang c. Kurang 7 Sikap Kuesioner a. baik Ordinal b. Sedang c. Kurang 8 Jenis Kelamin 1. Laki-laki 2. perempuan Nominal 9 Pengahsilan orang tua Kuesioner a. Rendah Ordinal 10 Infeksi Cacing Pemeriksaan Laboratorium b. Tinggi a. Positif telur cacing b. Negatif telur cacing Nominal 3.6. Metode Pengukuran Variabel Variabel Lingkungan Variabel Lingkungan Rumah Kriteria rumah sehat diambil dari Pedoman Penanggulangan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penilaian kategori dibagi menjadi 2 :

56 - Memenuhi syarat kesehatan: Jika semua indikator terpenuhi. - Tidak Memenuhi syarat kesehatan: Jika satu atau lebih indikator tidak terpenuhi Variabel Lingkungan Sekolah. Lingkungan sekolah meliputi halaman bersih, ketersedian air bersih, kebersihan jamban, adanya sarana pembuang sampah dan adanya SPAL, penilaian kategori dibagi menjadi 2: - Memenuhi syarat kesehatan: Jika semua indikator terpenuhi. - Tidak Memenuhi syarat kesehatan: Jika satu atau lebih indikator tidak terpenuhi Variabel Personal Hygiene Pengukuran variabel kebiasaan cuci tangan yaitu tidak cuci tangan, cuci tangan dengan air saja atau cuci tangan pakai air dan sabun. penggunaan alas kaki, kebersihan kuku dikategorikan menjadi dua yaitu : 1. Baik jika jawaban Ya 75% atau apabila responden menjawab pertanyaan 2 3 benar 4. Buruk, jika jawaban Tidak < 75 % atau apabila responden menjawab pertanyaan 1 benar

57 3.6.3.Variabel Kararteristik Anak Pengetahuan Pengetahuan ini diukur dengan memberikan jawaban dari kuesioner yang telah diberi nilai (skor). Tiap pertanyaan mempunyai nilai 0 sampai nilai 1 dengan kriteria : - Jawaban benar = 1 - Jawaban salah = 0 Berdasarkan jumlah tersebut, pengetahuan diklasifikasikan dalam 3 kategori : a. Baik, Jika jawaban benar responden 75% atau apabila responden menjawab pertanyaan benar b. Sedang, Jika jawaban benar responden 40 75% atau apabila responden menjawab pertanyaan benar 4 7. c. Buruk, jika jawaban tidak 40% atau apabila responden menjawab pertanyaan < Sikap Sikap diukur dengan memberikan jawaban dari kuesioner yang telah diberi nilai (skor), tiap pertanyaan mempunyai nilai 0 sampai nilai 1 dengan kriteria : - Jawaban setuju = 1 - Jawaban tidak setuju = 0 Berdasarkan jumlah tersebut, sikap diklasifikasikan dalam 3 kategori : a. Baik, Jika jawaban setuju oleh responden 75% atau apabila responden menjawab pertanyaan setuju 8 10

58 b. Sedang, Jika jawaban setuju oleh responden 40 75% atau apabila responden menjawab pertanyaan setuju 4-7 c. Buruk Jika jawaban setuju oleh responden 40% atau apabila responden menjawab pertanyaan setuju < Jenis kelamin Jenis kelamin di kategorikan : - Laki-laki = 1 - Perempuan = Penghasilan orang tua Pengukuran tingkat penghasilan orang tua diukur berdasarkan upah minimum Kabupaten/Provinsi NAD. Pengkategorian penghasilan orang tua adalah (peraturan Gebernur Provinsi Nanggroe Aceh darussalam No. 67 Tahun 2007) 1. Rendah, jika penghasilan Rp ,-/bulan 2. Tinggi, jika penghasilan > Rp ,-/bulan Metode Analisa Data Analisa univariat dilakukan untuk mendapat gambaran tentang distribusi frekuensi responden untuk masing-masing variabel meliputi, faktor lingkungan (lingkungan rumah, lingkungan sekolah) Personl hygiene (kebersihan kuku, penggunaan alas kaki, kebersihan cuci tangan) dan karakteristik anak (pengetahuan, sikap, jenis kelamin dan penghasilan orang tua) serta infeksi kecacingan.

59 Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen yaitu : faktor lingkungan (lingkungan rumah, lingkungan sekolah) Personal hygiene (kebersihan kuku, penggunaan alas kaki, kebiasaan cuci tangan) dan karakteristik anak (pengetahuan, sikap, jenis kelamin dan penghasilan orang tua) terhadap infeksi kecacingan. Analisis multivariat untuk melihat pengaruh antara faktor lingkungan, pesonal hygiene dan karakteristik anak terhadap infeksi cacing dengan melakukan uji statistik (analisis regresi logistik) yang dapat dijadikan variabel yang terpengaruh terhadap infeksi cacing. Dari uji multivariat ini akan diketahui variabel mana yang paling dominan pengaruhnya terhadap infeksi kecacingan, dengan persamaan regresi ebagai berikut: Y = α + β I X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 + β 5 X 5 + β 6 X 6 + β 7 X 7 + µ Keterangan: Y α X 1 X 2 X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 β 1 -β 7 μ = Variabel Dependen (Kejadian Infeksi Kecacingan) = Konstanta Regresi = Sanitasi Lingkungan Rumah = Kebersihan Kuku = Pemakaian Alas Kaki = Kebiasaan Cuci Tangan = Sikap = Jenis Kelamin = Penghasilan Orangtua = Koefisien Regresi = Error term

60 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian Kondisi Geografi Kecamatan Blang Mangat berada di Wilayah Pemerintah Kota Lhokseumawe, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Luas Wilayah Kecamatan Blang Mangat Km², dengan ketinggian 30 m dari permukaan laut. Terdiri dari dataran tinggi dan daratan rendah (BPS Kota Lhokseumawe, 2008). Adapun batas-batas Wilayah Kecamatan Blang Mangat adalah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan.Geureudong Pasee - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Muara Dua - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Syamtalira bayu Demografi a. Jumlah Penduduk Berdasarkan data BPS Kecamatan Blang Mangat 2008 distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin sebagai berikut : Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Blang Mangat tahun 2009 No. Golongan Umur Jenis Kelamin (Tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah % > ,8 21,1 32,1 27,9 8,7 0,4 Jumlah ,0 Sumber : Koordinator Statistik Kec. Blang Mangat 2008

61 Jumlah penduduk di Kecamatan Blang Mangat jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan jiwa, dan paling banyak adalah golongan umur tahun. b. Sarana Kesehatan Berdasarkan data Profil Puskesmas Blang Mangat 2008 distribusi sarana kesehatan dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 4.2. Distribusi Sarana Kesehatan di Kecamatan Blang Mangat Tahun 2009 No. Sarana Kesehatan Jumlah Puskesmas 1 Puskesmas Pembantu 1 Posyandu 28 Balai Pengobatan 3 Praktek Dokter Spesialis 1 Praktek Dokter Umum 2 Praktek Dokter Gigi 1 Bidan Praktek 3 Apotik 1 Toko Obat 6 Jumlah 47 Sumber : Profil Puskesmas Blang Mangat, 2008 Sarana pelayanan kesehatan yang paling banyak di Kecamatan Blang Mangat adalah Posyandu. Berdasarkan data Profil Puskesmas Blang Mangat 2008 Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas dapat dilihat sebagai berikut :

62 Tabel 4.3. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Blang Mangat Tahun 2009 No. Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah Dokter Umum Dokter Gigi Akademi Bidan Akademi Perawat Akademi Analis Akademi Penilik Kesehatan Bidan Perawat Perawat Gigi Asisten Apoteker Gizi Pekarya Kesehatan Jumlah 35 Sumber : Puskesmas Kecamatan Blang Mangat, 2008 Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang paling banyak di Kecamatan Blang Mangat adalah Perawat dan yang paling sedikit adalah Pekarya kesehatan Sanitasi Lingkungan Sanitasi Lingkungan Rumah Sanitasi lingkungan rumah responden di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe yang tidak memenuhi syarat sebesar 50,7%, Jamban tidak berfungsi dengan baik, tidak adanya sumber air bersih dan tida adanya saluran pembuangan air limbah. Tabel 4.4. Distribusi Sanitasi Lingkungan Rumah Murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Lingkungan Rumah Jumlah Persentase (%) Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Jumlah ,0

63 Sanitasi Lingkungan Sekolah Hasil pengamatan atau observasi terhadap lingkungan sekolah menunjukkan lingkungan sekolah cenderung tidak memenuhi syarat sanitasi lingkungan yang ditetapkan. Hal ini terlihat dari : a. Halaman sekolah yang bersih di SDN 9 sedangkan SDN 3 dan SDN 7 tidak bersih b. Air bersih tersedia di SDN 9 sedangkan SDN 3 dan SDN 7 tidak tersedia c. Tempat pembuangan sampah tarsedia di SDN 9 sedangkan SDN 3 dan SDN 7 tidak tersedia c. SPAL tidak tarsedia di SDN 9, SDN 3 maupun SDN Personal Hygiene Kebersihan Kuku uraian berikut: Pada penelitian ini kebersihan kuku murid Sekolah Dasar dapat dilihat pada Tabel 4.5. Distribusi Kebersihan Kuku Murid SDN di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Kebersihan Kuku Jumlah Persentase (%) Baik Tidak baik Jumlah ,0 Persentase kebersihan kuku murid Sekolah Dasar yang baik 53,3% lebih banyak daripada kebersihan kuku yang tidak baik.

64 Penggunaan Alas Kaki Penggunaan alas kaki oleh murid Sekolah Dasar dan kategorinya dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.6. Distribusi Penggunaan Alas Kaki Murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Penggunaan Alas Kaki Jumlah Persentase (%) Baik Tidak baik Jumlah ,0 Persentase murid SD menggunakan alas kaki (sepatu atau sandal) saat keluar rumah, saat sekolah lebih besar pada kategori tidak baik yaitu 52,7% Kebiasaan Cuci Tangan Kebiasaan cuci tangan oleh murid Sekolah Dasar dan kategorinya dapat dilihat pada uraian berikut: Tabel 4.7. Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Murid SD di Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Kecamatan Kebiasaan Cuci Tangan Jumlah Persentase (%) Baik Tidak baik Jumlah ,0 Persentase murid yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan kategori tidak baik sebesar 53,3%, yaitu saat mau makan, setelah buang air besar, cuci tangan pakai air dan sabun dan setelah bermain dengan tanah.

65 4.4. Karakteristik Individu Pada penelitian ini, karakteristik individu yang dilihat meliputi: Pengetahuan, Sikap, Jenis kelamin, Penghasilan orangtua. Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat pada uraian berikut : Pengetahuan Pengetahuan Murid tentang penyakit infeksi kecacingan meliputi : tertular apabila bermain dengan tanah, cacing masuk ketubuh melalui tangan, memotong kuku untuk terhindar dari penyakit kecacingan, gejala penyakit kecacingan adalah malas, kurus, perut buncit dan kurang darah, apabila bermain dengan dengan tanah harus pakai sandal, setelah bermain harus cuci tangan, minum obat cacing enam bulan sekali, harus mencuci tangan dengan air bersih dan tidak boleh buang air besar sembarangan. Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Pengetahuan Jumlah Persentase (%) Baik Sedang Buruk Jumlah ,0 Hasil penelitian tentang pengetahuan menunjukkan sebagian besar Murid mempunyai pengetahuan yang buruk, yaitu 36,0% Sikap Sikap Murid tentang penyakit infeksi kecacingan meliputi : anak-anak mudah tertular karena perilaku mereka belum bersih dan sehat, memcuci tangan setelah BAB supaya tidak terkena penyakit kecacingan, BAB di WC dapat mencegah kecacingan,

66 tanda penyakit kecacingan perut buncit, sering ngantuk waktu belajar, dan menjadi malas, penyakit kecacingan menganggu prestasi belajar, anak kecacingan harus minum obat cacing, memotong kuku supaya terhindar dari kecacingan, setelah bermain harus mencuci tangan dengan air bersih dan pakai sabun, kebiasaan bermain dengan tanah menyebabkan kecacingan, sebaiknya memakai sandal ketika bermain supaya terhindar dari cacingan. Tabel 4.9. Distribusi Sikap Murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Sikap Jumlah Persentase (%) Baik Sedang Buruk Jumlah ,0 Hasil penelitian tentang sikap menunjukkan sebagian besar murid SD 41,3% mempunyai sikap yang buruk Jenis Kelamin Distribusi berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat sebagai berikut: Tabel Distribusi Jenis Kelamin murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Perempuan Laki-laki Jumlah ,0 Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar murid SD 52,0% mempunyai jenis kelamin perempuan.

67 Penghasilan Orang Tua Penjelasan mengenai distribusi pendapatan orangtua murid SD dapat dilihat dengan kategori sebagai berikut: Tabel Distribusi Penghasilan Orangtua murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun Penghasilan Orangtua Jumlah Persentase (%) Tinggi Rendah Jumlah ,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orangtua murid SD mempunyai penghasilan 60,0%.pada kategori rendah Infeksi Kecacingan Infeksi kecacingan pada murid Sekolah Dasar dapat dilihat dengan distribusi sebagai berikut: Tabel Distribusi Infeksi Kecacingan murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun No. Infeksi Kecacingan Jumlah n % 1. Positif Negatif Jumlah ,0 Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium mengenai infeksi kecacingan murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe menunjukkan bahwa yang positif menderita infeksi kecacingan sebanyak 52,7%.

68 Infeksi Kecacingan berdasarkan Jenis Cacing Hasil pemeriksaan laboratorium atas jenis cacing pada murid SD dapat dilihat sebagai berikut: Tabel Distribusi Infeksi Kecacingan berdasarkan Jenis Cacing murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Tahun No. Jenis infeksi Infeksi Kecacingan Positif Negatif Jumlah Total n % n % n % 1. Ascaris 65 43, , ,0 2. Trichiuris 31 20, , ,0 Distribusi infeksi kecacingan murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe berdasarkan jenis cacing persentase yang paling banyak adalah positif infeksi kecacingan gelang (Ascaris lumbricoides) 43,3%. Sedangkan yang mengalami positif infeksi kecacingan jenis Trichiuris hanya 20,6%. Dari 96 penderita infeksi kecacingan 17 murid diantaranya menderita infeksi kecacingan kedua jenis telur cacing Analisis Bivariat Pada penelitian ini, analisis bivariat yang dilihat meliputi: Sanitasi lingkungan rumah, Personal Hygiene (Kebersihan kuku, Pemakaian alas kaki dan Kebiasaan cuci tangan) dan Karakteristik Anak (pengetahuan, sikap, jenis kelamin dan penghasilan orang tua) dengan Infeksi kecacingan dapat dilihat pada uraian berikut :

69 Analisis Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Infeksi Kecacingan. Tabel Hasil Uji Chi-square antara Sanitasi Lingkungan Rumah murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun No. Infeksi Kecacingan Sanitasi Lingkungan OR P Positif Negatif Rumah 95% CI Value n % n % 1. Tidak Memenuhi Syarat 62 81, ,4 14,849 0, Memenuhi Syarat 17 23, ,0 6,715-32,834 Jumlah 79 52, ,3 Positif infeksi kecacingan lebih tinggi pada Murid yang sanitasi lingkungan rumahnya tidak memenuhi syarat yaitu 81,6 % dibandingkan dengan Murid yang sanitasi lingkungan rumahnya yang memenuhi syarat yaitu 23,0%. Hasil Uji Chisquare diperoleh p = 0,000, artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan rumah dengan infeksi kecacingan dengan nilai OR 14,849 (95% CI : 6,715-32,834) dimana sanitasi lingkungan rumah murid SD yang tidak memenuhi syarat berpeluang 14,849 kali terinfeksi kecacingan dibandingkan sanitasi lingkungan rumah yang memenuhi syarat. Selanjutnya untuk kebersihan kuku dengan infeksi kecacingan dapat dilihat sebagai berikut : Tabel Hasil Uji Chi-square antara Kebersihan Kuku di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Infeksi Kecacingan No. OR 95% CI P Value Kebersihan Kuku Positif Negatif n % n % 1. Tidak baik 46 65, ,3 2,730 0, Baik 33 41, ,8 1,404-5,306 Jumlah 79 52, ,3

70 Positif infeksi kecacingan lebih tinggi pada murid yang mempunyai kebersihan kuku yang tidak baik yaitu 65,7 % dibandingkan dengan murid yang kebersihan kukunya baik yaitu 41,2%. Hasil Uji Chi-square diperoleh p = 0,005, artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara kebersihan kuku dengan infeksi kecacingan dengan nilai OR 2,730 (95% CI : 1,404-5,306) dimana kebersihan kuku murid SD tidak baik berpeluang 2,730 kali terinfeksi kecacingan dibandingkan kebersihan kuku yang baik Analisis Hubungan Pemakaian Alas Kaki dengan Infeksi Kecacingan. Pemakaian alas kaki dengan infeksi kecacingan dapat dilihat denan kategori sebagai berikut : Tabel Hasil Uji Chi-square antara Pemakaian Alas Kaki murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun No. Pemakaian Alas Kaki Infeksi Kecacingan OR P Positif Negatif 95% CI Value n % n % 1. Tidak baik 51 64, ,4 2,797 0, Baik 28 39, ,6 4,556-5,426 Jumlah 79 52, ,3 Positif infeksi kecacingan lebih tinggi pada murid SD yang mempunyai kebiasaan menggunakan alas kaki tidak baik yaitu 64,6 % dibandingkan dengan murid yang kebiasaan memakai alas kaki yang baik yaitu 39,4%. Hasil Uji Chisquare diperoleh p = 0,004, artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pemakaian Alas Kaki dengan infeksi kecacingan dengan nilai OR 2,797 (95% CI : 4,556-5,426) dimana kebiasaan memakai alas kaki murid SD tidak baik

71 berpeluang 2,797 kali terinfeksi kecacingan dibandingkan memakai alas kaki yang baik Analisis Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dengan Infeksi Kecacingan. Kebiasaan cuci tangan dengan terjadinya infeksi kecacingan pada murid Sekolah Dasar dapat dilihat sebagai berikut: Tabel Hasil Uji Chi-square antara Kebiasaan Cuci Tangan murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun No. Infeksi Kecacingan Kebiasaan Cuci OR P Positif Negatif Tangan 95% CI Value n % n % 1. Tidak baik 50 62, ,5 2,958 0, Baik 29 41, ,6 1,521-5,753 Jumlah 79 52, ,3 Positif infeksi kecacingan lebih tinggi pada murid SD yang mempunyai kebiasaan cuci tangan tidak baik yaitu 62,5 % dibandingkan dengan Murid yang kebiasaan cuci tangannya baik yaitu 41,4%. Hasil Uji Chi-square diperoleh p = 0,002, artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan cuci tangan dengan infeksi kecacingan dengan nilai OR 2,958 (95% CI : 1,521-5,753) dimana kebiasaan cuci tangan murid SD tidak baik berpeluang 2,958 kali terinfeksi kecacingan dibandingkan kebiasaan cuci tangan yang baik Analisis Hubungan Pengetahuan dengan Infeksi Kecacingan. Pengetahuan murid SD dengan terjadinya infeksi kecacingan dapat dilihat sebagai berikut:

72 Tabel Hasil Uji Chi-square antara Pengetahuan murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Infeksi Kecacingan No. Pengetahuan Positif Negatif n % n % 1. Buruk 38 70, ,6 2. Sedang 40 78, ,6 3. Baik 1 2,2 4 97,8 Jumlah 79 52, ,3 p 0,000 Positif infeksi kecacingan lebih tinggi pada murid yang mempunyai pengetahuan buruk yaitu 70,4 % dibandingkan dengan murid yang pengetahuan yang baik yaitu 2,2%. Hasil Uji Chi-square diperoleh p = 0,000, berarti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan dengan infeksi kecacingan Analisis Hubungan Sikap dengan Infeksi Kecacingan. berikut: Sikap murid SD dengan terjadinya infeksi kecacingan dapat dilihat sebagai Tabel Hasil Uji Chi-square antara Sikap murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Infeksi Kecacingan No. Sikap Positif Negatif n % n % 1. Buruk 41 66, ,9 2. Sedang 36 66, ,3 3. Baik 2 5, ,1 Jumlah 79 52, ,3 p 0,000 Positif infeksi kecacingan lebih tinggi pada murid SD yang mempunyai sikap buruk yaitu 66,1 % dibandingkan dengan murid yang sikapnya baik yaitu 5,9%. Hasil

73 Uji Chi-square diperoleh p= 0,000, berarti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap dengan infeksi kecacingan Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan Infeksi Kecacingan. Apabila dilihat berdasarkan jenis kelamin dengan terjadinya infeksi kecacingan pada murid Sekolah Dasar sebagai berikut: Tabel Hasil Uji Chi-square antara Jenis Kelamin murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun Infeksi Kecacingan No. OR 95% CI P Value Jenis kelamin Positif Negatif n % n % 1. Perempuan 57 79, ,8 9,673 0, Laki-laki 22 28, ,8 4,556-20,534 Jumlah 79 52, ,3 Positif infeksi kecacingan lebih tinggi pada murid SD yang jenis kelaminnya perempuan yaitu 79,2 % dibandingkan dengan murid yang jenis kelamin laki-laki yaitu 28,2%. Hasil Uji Chi-square diperoleh p = 0,000, artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan infeksi kecacingan. Nilai OR 9,673 (95% CI 4,556-20,534) Analisis Hubungan Penghasilan Orangtua dengan Infeksi Kecacingan. Apabila dilihat berdasarkan penghasilan orang tua murid SD dengan terjadinya infeksi kecacingan adalah sebagai berikut:

74 Tabel Hasil Uji Chi-square antara Penghasilan Orangtua murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dengan Infeksi Kecacingan Tahun No. Penghasilan Orangtua Infeksi Kecacingan OR P Positif Negatif 95% CI Value n % n % 1. Rendah 59 65, ,4 3,806 0, Tinggi 20 33, ,7 1,908-7,595 Jumlah 79 52, ,3 Positif infeksi kecacingan lebih tinggi pada murid yang jenis penghasilan orangtuanya kategori rendah yaitu 65,6% dibandingkan dengan murid yang penghasilan orangtuanya kategori tinggi yaitu 33,3%. Hasil Uji Chi-square diperoleh p = 0,000, artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara penghasilan orangtua dengan infeksi kecacingan dengan nilai OR 3,806 (95% CI : 1,908-7,595) dimana penghasilan orangtua murid SD rendah berpeluang 3,806 kali terinfeksi kecacingan dibandingkan penghasilan orangtua yang tinggi Analisis Multivariat (Regresi Logistik) Analisis dengan menggunakan uji regresi logistik (logistic regression) untuk mencari faktor yang dominan yang mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan pada Siwa SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, dengan melalui beberapa langkah yaitu: 1. Melakukan analisa pada model deskriptif pada setiap variabel dengan tujuan untuk mengestimasi peranan masing-masing variabel.

75 2. Melakukan pemilihan variabel yang potensial dimasukkan dalam model. Variabel yang dipilih atau yang dianggap signifikan yaitu variabel yang mempunyai nilai p kurang dari 0, Setelah diidentifikasi variabel yang signifikan, selanjutnya dilakukan pengujian secara bersamaan dengan metode stepwise untuk mengidentifikasi faktor paling dominan yang berpengaruh terhadap terjadinya infeksi kecacingan pada Siwa SD Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dan dimasukkan dalam metode persamaan regersi logistik. Dalam penelitian ini terdapat 8 variabel yang diduga berpengaruh terhadap terjadinya infeksi kecacingan pada murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe, yaitu sanitasi lingkungan rumah, kebersihan kuku, pemakaian alas kaki, kebiasaan cuci tangan, pengetahuan, sikap, jenis kelamin dan penghasilan orangtua. Tahap selanjutnya kedelapan variabel ini dimasukkan sebagai kandidat untuk dilakukan analisis regresi logistik. Analisis multivariat bertujuan mendapatkan model yang terbaik dalam menentukan variabel dominan. Dalam permodelan ini menggunakan metode backward stepwise. Hasil uji regresi logistik menunjukkan variabel pengetahuan tidak berpengaruh (p>0,005) terhadap terjadinya infeksi kecacingan pada murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe. Dapat dilihat pada Tabel 4.22 berikut ini

76 Tabel Hasil Uji Multivariat Regresi Logistik Metode Backward Stepwise Variabel Independen Exp(β) p Sanitasi Lingkungan Rumah 18,471 0,000 Kebersihan Kuku 3,691 0,024 Pemakaian Alas Kaki 3, Kebiasaan Cuci Tangan 3,195 0,043 Pengetahuan 2,836 0,065 Sikap 2,999 0,045 Jenis Kelamin 3, Penghasilan Orangtua 4,476 0,008 Constant 0, Overall percentage = 84,0% Berdasarkan hasil uji regresi logistik setelah dikeluarkan variabel pengetahuan, yang masuk ke dalam model adalah sanitasi lingkungan rumah, kebersihan kuku, pemakaian alas kaki, kebiasaan cuci tangan, sikap, jenis kelamin dan penghasilan orangtua yang digunakan diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel Hasil Uji Regresi Multivariat Logistik Metode Backward Stepwise Variabel Independen Exp(β) P Sanitasi Lingkungan Rumah 27,929 0,000 Kebersihan Kuku 3,809 0,020 Pemakaian Alas Kaki 3, Kebiasaan Cuci Tangan 3,386 0,029 Sikap 3,194 0,030 Jenis Kelamin 3,870 0,013 Penghasilan Orangtua 4,355 0,008 Constant 0, Overall percentage = 85,3% Berdasarkan hasil akhir uji regresi logistik diperolah variabel yang yang dominan mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan pada murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe adalah sanitasi lingkungan rumah, kebersihan

77 kuku, pemakaian alas kaki, kebiasaan cuci tangan, sikap, jenis kelamin dan penghasilan orangtua. Dimana dari keseluruhan variabel tersebut yang paling dominan adalah variabel sanitasi lingkungan rumah dengan nilai koefisien (Exp.β) (lampiran). Berdasarkan nilai koefisien regresi (β) masing-masing variabel independen dapat dibuat model persamaan regresi sebagai berikut: Y = α + β I X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 + β 5 X 5 + β 6 X 6 + β 7 X 7 Y = 0,003+27,929 (X 1 )+3,809(X 2 ) +3,471(X 3 ) +3,386(X 4 ) +3,194(X 5 ) +3,870(X 6 ) +4,355(X 7 ) Secara keseluruhan model ini dapat memprediksi besarnya pengaruh variabel sanitasi lingkungan rumah, kebersihan kuku, pemakaian alas kaki, kebiasaan cuci tangan, pengetahuan, sikap, jenis kelamin dan penghasilan orangtua terhadap terjadinya infeksi kecacingan pada murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe sebesar 85,3% (overall percentage), sedangkan 14,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam uji regresi logistik ini.

78 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Infeksi Kecacingan Murid SD Negeri di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 150 anak SD kelas V dan VI di SDN 3, SDN 7 dan SDN 9 yang dilakukan pemeriksaan feses secara laboratorium didapatkan sebanyak 79 orang (52,7%) positif infeksi kecacingan dengan rincian cacing gelang 65 orang (43,3%), cacing cambuk 31 orang (20,6%). Dari 96 murid SD 17 murid diantaranya menderita infeksi kecacingan kedua jenis telur cacing. Persentase infeksi kecacingan pada murid SD di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe berada di atas Angka Nasional infeksi kecacingan sebesar 30,35%. Perbedaan angka infeksi kecacingan pada masing-masing hasil penelitian ini merupakan salah satu penyebab adanya perbedaan faktor risiko di beberapa lokasi penelitian, terutama yang berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan, higiene perorangan murid dan kondisi alam atau geografi (Wachidaniyah,2002) Penyakit cacingan lebih banyak menyerang pada anak - anak SD dikarenakan aktifitas mereka yang lebih banyak berhubungan dengan tanah. Diantara cacing tersebut yang sering dtemui pada ank-anak adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides) dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). Cacing sebagai hewan parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam usus anak, tetapi juga merusak dinding usus sehingga mengganggu penyerapan zat-zat gizi tersebut. Anak anak yang terinfeksi cacingan biasanya mengalami gejala: lesu, pucat/anemia, berat badan

79 menurun, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang dan kadang disertai batuk batuk (Nadesul H. 1997) Hasil ini mendukung penelitian Ginting (2005) pada anak SD di Kabupaten Langkat tahun 2005 menunjukkan angka 77,6 % positif infeksi kecacingan. Hasil Survey Dinas Kesehatan Sumatera Utara pada anak SD di Kabupaten/Kota tahun 2005 menunjukkan angka rata-rata infeksi kecacingan 49,2%. Hasil penelitian Pasaribu pada anak SD di Kabupaten Karo tahun 2004 menunjukkan angka 91,3% yang positif infeksi kecacingan. Mendukung pendapat Brown (1983) cacing gelang dan cacing cambuk ditemukan pada semua umur, tetapi lebih sering ditemukan pada anak-anak golongan umur 5 sampai 9 tahun yang belum sekolah dan anak-anak yang sudah sekolah, yaitu yang lebih sering berhubungan dengan tanah. Siklus hidup cacing tambang menurut Albert (2006) pada tahap akhir larva dengan tubuh yang runcing dibagian atas akan menembus kulit dan ikut ke dalam aliran darah. Infeksi cacing masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pendesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing, pada umumnya memang tidak menyebabkan penyakit berat dan tidak mematikan sehingga sering kali diabaikan, tetapi dalam jangka panjang dapat menurunkan derajat kesehatan (Rasmaliah, 2001).

80 5.2. Sanitasi Lingkungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Infeksi Kecacingan Hasil Chi square Test hubungan sanitasi lingkungan rumah dengan infeksi kecacingan menunjukkan p = 0,000, berarti ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan rumah dengan infeksi kecacingan. Dari 74 orang murid yang mempunyai sanitasi lingkungan rumah tidak memenuhi syarat terdapat 62 orang positif infeksi kecacingan. Setelah dilakukan uji multivariat (regresi logistik) menunjukkan faktor sanitasi lingkungan rumah termasuk variabel yang paling dominan mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan. Hasil wawancara dengan murid, sebanyak 77 rumah (51.3%) tidak memiliki sumber air bersih milik sendiri baik PDAM ataupun sumur gali untuk keperluan sehari-hari. Mereka memperoleh air dari sumur bor milik umum. Data kepemilikan jamban sangat rendah hanya 64 rumah (42,7%) sedangkan 86 rumah lainnya (57,3%) tidak memiliki jamban. Sebagaian diantaranya memanfaatkan jamban umum untuk BAB dan sebagian lagi dikebun. Secara umum keadaan ini menggambarkan bahwa kondisi lingkungan rumah murid SD di Kecamatan Blang Mangat masih belum memenuhi standar sebagai lingkungan yang memenuhi persyaratan kesehatan. Hal ini tentu saja dapat sebagai rantai penyebaran penyakit Infeksi kecacingan Pada tabel 4.14 dapat dilihat bahwa secara statistik diperoleh hasil bahwa kondisi sanitasi lingkungan rumah dan kejadian infeksi kecacingan pada murid SD berpengaruh signifikan, terlihat dari nilai probabilitas 0,000 yang lebih kecil dari

81 0,05. artinya terdapat pengaruh yang positif dan signifikan sanitasi lingkungan dengan kejadian infeksi kecacingan. Pada tabel Koefisien β =27,929 hal ini menunjukkan bahwa faktor sanitasi lingkungan dominan mempengaruhi infeksi kecacingan.dari 8 variabel yang diteliti Hal ini menggambarkan bahwa semakin buruk kondisi sanitasi lingkungan, maka angka kejadian infeksi kecacingan pada murid SD semakin tinggi. Kesehatan lingkungan di Indonesia masih merupakan masalah utama dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Masalah lingkungan ini meliputi kurangnya penyediaan air bersih, kurangnya pembuangan kotoran yang sehat, keadaan rumah yang tidak sehat, usaha hygiene yang belum menyeluruh, pembuangan sampah dan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik. Kondisi ini dipicu oleh multifaktor, diantaranya tingkat kemampuan ekonomi masyarakat, kurangnya pengetahuan tentang kondisi lingkungan yang baik, kurangnya kesadaran dalam pemeliharaan lingkungan dan masih kurangnya kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang mendukung peningkatan kualitas kesehatan lingkungan ini. (Anies, 2005) Keadaan sehat merupakan hasil interaksi antara manusia dan lingkungannya yang serasi dan dinamis. Lingkungan yang tidak memenuhi standar kesehatan diketahui merupakan faktor resiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat. Infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang erat hubungannya dengan hygiene dan sanitasi lingkungan seperti penggunaan air minum yang tidak bersih, tidak memadainya sarana pembuangan kotoran, limbah, sampah, dan perumahan yang

82 tidak memenuhi standar kesehatan. Kurangnya kebersihan lingkungan ini menyebabkan angka kejadian infeksi kecacingan semakin meningkat. Berarti semakin baik kondisi lingkungan seseorang maka semakin kecil kemungkinan terjadinya infeksi kecacingan pada murid SD. Sarana Pembuangan sampah di lingkungan rumah tidak tertata dengan baik, responden yang memiliki sarana pembuangan sampah hanya 48 rumah (32,2%) sedangkan 112 rumah (67,8%). Sarana pembuangan limbah juga belum tertata dengan baik. Entjang (2001) bahwa pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dalam kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak saniter dari tinja manusia dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap tanah dan sumber air. Kondisi ini mengakibatkan agen penyakit dapat berkembang biak dan menyebarkan infeksi terhadap manusia. Faktor manusia untuk menjaga kebersihan sanitasi jamban merupakan hal yang harus diperhatikan, contohnya yang harus dihindari adalah jarak dari lubang penampungan kotoran atau dinding resapan jamban < 10 meter dari SPT/SGL, air buangan dari septik tank/lubang penampungan kotoran dialirkan ke sungai/got. Dilantai dalam/sekitar jamban terdapat lalat/kecoa, lantai jamban kotor, luas slap <1m 2. Penanggulangan infeksi kecacingan tidak mudah karena berkaitan dengan masalah lingkungan, pemberian obat-obatan hanya bersifat mengobati tetapi tidak memutuskan mata rantai penularan. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan yang mencakup pengobatan massal, penyuluhan

83 kesehatan, peningkatan status gizi, perbaikan sanitasi lingkungan dan hygiene perorangan serta partisipasi masyarakat (Hadidjaja, 1994) Sanitasi Lingkungan Sekolah dan Infeksi Kecacingan Sanitasi lingkungan sekolah berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada saat penelitian menunjukkan ketiga sekolah yang menjadi lokasi penelitian ketigatiganya dikategorikan tidak baik, karena jamban tidak berfungsi dengan baik dan tidak bersih, sumber air tidak berfungsi dengan baik untuk keperluan sekolah, pekarangan/halaman sekolah kurang bersih dan tidak ada tempat pembuangan sampah yang ditetapkan, lokasi untuk jajan murid kurang bersih, makanan dan minuman di kantin sekolah tidak tertutup dan banyak lalat pada makanan dan minuman di kantin sekolah, tidak ada sabun yang tersedia di jamban/wc ketiga sekolah tersebut. Lingkungan sekolah yang tidak memenuhi syarat tersebut rentan terhadap risiko penularan infeksi kecacingan. Keadaan lingkungan sekolah dan rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan menyebabkan tingginya prevalensi cacingan pada murid sekolah dasar di daerah ini. Hal ini sesuai dengan teori Blum yang menyatakan bahwa faktor lingkungan mempunyai kontribusi yang paling besar di dalam mempengaruhi status kesehatan individu maupun masyarakat (Notoatmodjo, 2003)

84 5.3. Personal Hygiene Kebersihan Kuku dengan Infeksi Kecacingan Hasil Chi square Test hubungan kebersihan kuku dengan infeksi kecacingan menunjukkan p = 0,003, berarti ada hubungan yang bermakna antara kebersihan kuku dengan infeksi kecacingan. Dari 70 orang murid yang mempunyai kebersihan kuku buruk terdapat 46 orang (65%) positif infeksi kecacingan dengan keadaan kuku panjang dan tidak bersih. Setelah dilakukan uji multivariat (regresi logistik) menunjukkan faktor kebersihan kuku termasuk variabel yang mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan. Infeksi kecacingan dapat dipengaruhi oleh karena murid sering bermain ditanah, sehingga lebih mudah terinfeksi kecacingan. Personal higiene seperti kebersihan kuku merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terinfeksi kecacingan. Sebagian responden yang tidak menjaga kebersihan kuku dan kuku kotor kemungkinan disebabkan karena ketidaktahuan responden. Infeksi kecacingan kebanyakan ditularkan melalui tangan yang kotor, kuku jemari tangan yang kotor dan panjang sering tersimpan telur cacing, jika kuku jemari tangan tidak dicuci dengan bersih maka telur cacing yang tersimpan dikuku akan ikut tertelan sewaktu makan (Nadesul,1997) Menurut Azwar (1993) pada prakteknya upaya higiene antara lain meminum air yang sudah direbus sampai mendidih, mandi dua kali sehari, mengambil makanan

85 dengan memakai alat seperti sendok atau penjepit dan menjaga kebersihan kuku serta memotongnya apabila panjang. Onggowaluyo (2002) kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan kepribadian seseorang, kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat melekat berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikro organisme diantaranya bakteri dan telur cacing. Penularan kecacingan diantaranya melalui tangan yang kotor, kuku jari tangan yang kotor yang kemungkinan terselip telur cacing akan tertelan ketika makan Pemakaian Alas Kaki dengan Infeksi Kecacingan Hasil Chi square Test hubungan pemakaian alas kaki dengan infeksi kecacingan menunjukkan p = 0,002, berarti ada hubungan yang bermakna antara pemakaian alas kaki dengan infeksi kecacingan. Dari 79 orang murid yang menggunakan alas kaki yang tidak baik terdapat 51 orang (64,56%) positif infeksi kecacingan. Setelah dilakukan uji multivariat (regresi logistik) menunjukkan faktor pemakaian alas kaki termasuk variabel yang mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan. Apabila dilihat dari perilaku bermain sebagian murid setiap harinya bermain dengan tanah dan melepas alas kaki, yang merupakan salah satu penyebab tingginya risiko infeksi kecacingan. Sesuai dengan hasil penelitian Agustina (2000) di Kecamatan Paseh Jawa Barat menjumpai bahwa ada hubungan yang erat antara tanah yang tercemar telur A.lumbricoides dengan kejadian Askaris pada anak balita.

86 Kebiasaan Cuci Tangan dengan Infeksi Kecacingan Hasil Chi square Test hubungan kebiasaan cuci tangan dengan infeksi kecacingan menunjukkan p = 0,010, berarti ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan cuci tangan dengan infeksi kecacingan. Dari 80 orang murid yang mempunyai kebiasaan cuci tangan yang tidak baik terdapat 50 orang (62,5%) positif infeksi kecacingan. Setelah dilakukan uji multivariat (regresi logistik) menunjukkan faktor kebiasaan cuci tangan termasuk variabel yang mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Fatmandini (1998) di Sleman bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan cuci tangan dengan infeksi kecacingan. Demikian juga dengan penelitian Mahfuddin, dkk (1994) pada murid Sekolah Dasar di Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur bahwa mencuci tangan yang benar dan menggunakan sabun sebelum makan dapat mengurangi infeksi cacing gelang. Menurut Majid (2001), bahwa cara yang paling baik dalam memutus mata rantai penularan infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah, antara lain dengan menjaga kebersihan pribadi misalnya mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan menggunting kuku secara rutin. Penelitian Bakta (1995) di Desa Jagapati Bali menemukan bahwa intensitas infeksi cacing tambang juga dipengaruhi kebiasaan tidak memakai alas kaki. Penelitian Hayimi pada SD di Bekasi menemukan bahwa 63,52% anak yang terinfeksi cacing, 14,8% diantaranya tidak menggunakan alas kaki.

87 5.4. Karakteristik Anak Pengetahuan dengan Infeksi Kecacingan Hasil Chi square Test hubungan pengetahuan dengan infeksi kecacingan menunjukkan p = 0,000, berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan infeksi kecacingan. Dari 79 orang murid yang mempunyai pengetahuan yang tidak baik terdapat 60 orang (75,95%) positif infeksi kecacingan. Setelah dilakukan uji multivariat (regresi logistik) menunjukkan faktor pengetahuan termasuk variabel yang mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan. Hal ini terjadi karena murid masih belum memahami penyebab, gejala, cara penularan dan uapaya-upaya pencegahan penyakit kecacingan. Disamping itu sarana Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tidak berjalan dengan baik Secara garis besar hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa tingkat pengetahuan murid SD tentang masalah kecacingan masih kurang. Salah satu penyebabnya adalah belum adanya materi pelajaran khusus tentang penyakit cacingan pada sekolah dasar khususnya untuk kelas V dan VI. Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu Sikap dengan Infeksi Kecacingan Hasil chi square test hubungan sikap dengan infeksi kecacingan menunjukkan p = 0,000, berarti ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan infeksi kecacingan. Dari 82 orang murid yang mempunyai sikap yang tidak baik terdapat 54 orang (65,85%) positif infeksi kecacingan. Setelah dilakukan uji multivariat (regresi

88 logistik) menunjukkan faktor sikap termasuk variabel yang mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan. Ini terjadi karena mereka tidak bersikap sesuai pengetahuannya. Azwar (1998), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas tetapi adalah prediposisi suatu prilaku Hubungan Jenis Kelamin dengan Infeksi Kecacingan Hasil chi square test hubungan jenis kelamin dengan infeksi kecacingan menunjukkan p = 0,000, berarti ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan infeksi kecacingan. Dari 72 orang murid yang jenis kelamin laki-laki terdapat 57 orang (72.2%) positif infeksi kecacingan. Setelah dilakukan uji multivariat (regresi logistik) menunjukkan faktor jenis kelamin termasuk variabel yang mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Pasaribu (2004) di Kabupaten Karo dan Hidayat (2002) di Mataram, bahwa infeksi kecacingan tidak dipengaruhi oleh faktor hormonal sehingga murid laki-laki maupun perempuan dapat mengalami infeksi kecacingan Penghasilan Orangtua dengan Infeksi Kecacingan Hasil chi square test hubungan penghasilan orangtua dengan infeksi kecacingan menunjukkan p = 0,000, berarti ada hubungan yang bermakna antara penghasilan orangtua dengan infeksi kecacingan. Dari 90 orang murid yang penghasilan orangtuanya kategori rendah terdapat 59 orang positif infeksi kecacingan. Setelah

89 dilakukan uji multivariat (regresi logistik) menunjukkan faktor penghasilan orangtua termasuk variabel yang dominan mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan. Sanitasi dasar lingkungan yang masih buruk salah satu penyebabnya adalah faktor kemiskinan. Kemiskinan didefinisikan sebagai suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemiskinan bukan semata-mata kekurangan dalam ukuran ekonomi, tapi juga melibatkan kekurangan dalam ukuran lingkungan dan kebudayaan serta kejiwaan. Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua penyakit (Suburratno, 2004) Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah harus memiliki informasi atau peta kemiskinan agar dapat membuat kebijakan-kebijakan yang tepat dalam pengentasan kemiskinan ini, menentukan target penduduk miskin sehingga dapat memperbaiki keadaan seperti sanitasi lingkungan dan dapat mengevaluasi programprogram yang berkenaan dengan penanggulangan kemiskinan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan rancangan cross secsional yaitu penelitian yang dilakukan dengan sekali pengamatan pada suatu

90 saat tertentu terhadap objek yang berubah, berkembang atau tumbuh menurut waktu, oleh karena penelitian ini tidak dapat memberikan penjelasan sebab akibat, tetapi hubungan yang ada hanya menunjukkan besarnya kemaknaan variabel independen dalam hubungannya dengan variabel dependen.

91 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasrkan hasil penelitian Pengaruh Sanitasi Lingkungan, Personal Hygiene Dan Karakteristik Anak Terhadap Infeksi Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sanitasi lingkungan meliputi sanitasi rumah dan sekolah tidak memenuhi syarat (50.7%) 2. Personal Hygiene meliputi; kebersihan kuku (46.7%), penggunaan alas kaki (52.7%) dan Kebiasaan Cuci Tangan (53.3%) kategori tidak baik 3. Karakteristik anak meliputi; pengetahuan (36.0%), sikap (41.3%) buruk, dengan jenis kelamin perempuan (52.0%) dan penghasilan orangtua kategori Rendah (60.0%) 4. Infeksi kecacingan positif (52.7%), jenis infeksi kecacingan gelang (Ascaris lumbricoides) (43,3%) 5. Variabel yang mempengaruhi terjadinya infeksi kecacingan murid SD Negeri di Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe adalah sanitasi lingkungan rumah dengan OR 14,849 (95% CI : 6,715-32,834), kebersihan kuku OR 2,730 (95% CI : 1,404-5,306), pemakaian alas kaki OR 2,797 (95% CI : 4,556-5,426), kebiasaan cuci tangan OR 2,958 (95% CI : 1,521-5,753), sikap,

92 jenis kelamin OR 9,673 (95% CI 4,556-20,534) dan penghasilan orangtua OR 3,806 (95% CI : 1,908-7,595). Dimana yang paling dominan pengaruhnya adalah sanitasi lingkungan rumah p=<0, Saran 1. Untuk Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat bekerjasama dengan Instansi swasta untuk memperbaiki santasi lingkungan di Kecamatan Blang Mangat. 2. Untuk Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dan Puskesmas Blang Mangat, dengan tingginya angka infeksi kecacingan sebesar 52,7% perlu meningkatkan promosi kesehatan khususnya pada kebersihan diri murid Sekolah Dasar. 3. Untuk petugas Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Puskesmas Blang Mangat agar terus melakukan pembinaan kepada semua Sekolah Dasar terutama untuk ketiga sekolah lokasi penelitian dengan mitra kerjasama sehingga kegiatan UKS berjalan dengan baik. 4. Perlu dilakksanakan pemberian obat cacing secara berkala kemudian dilakukan pemeriksaan faeses secara berkelanjutan.

93 DAFTAR PUSTAKA Albert B Sabin Vaccine Institute 1889 F Street. N W Suite 200S. Washington DC. www//http; DPDx, the Parasitology Website, 2007 Agustina Telur Cacing Ascaris Lumbricoides pada Tinja dan Kuku Anak Balita serta pada tanah di Kecamatan Paseh Kabupaten Bandung, Jawa Barat Anies Mewaspadai penyakit lingkungan.. Elex Media Komputindo. Jakarta Arikunto, S Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta Azwar A Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Mutiara, Jakarta Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Lhokseumawe, Bakta IM Aspek Epidemiologi Infeksi Cacing Tambang Pada Penduduk Dewasa Desa Jagapati Bali, Jurnal Medika, Jakarta Brown Dasar Parasitologi Klinis, Penerjemah Rukmono, Jakarta Dasar Parasitologi Klinis, Gramedia, Jakarta Budiarto E Metodologi Penelitian Kedokteran, EGC, Jakarta Bruckner, Diagnostik Kedokteran, Alih Bahasa Mahimin, Cetakan I, EGC, Jakarta Depkes RI, Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Kecacingan, Jakarta Indonesia Sehat 2010, Depkes RI, Jakarta Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi, Depkes RI, Jakarta

94 Dirjen P2M & PL Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Kecacingan, Depkes RI, Jakarta Profile P2M & PL tahun 2004, Ditjend PPM-PL, Jakarta Entjang I Ilmu Kesehatan Masyarakat, Citra Aditya Bakti, Bandung Fatmandini A.S Infeksi Cacingan Usus yang Ditularkan Melalui Tanah Kaitannya dengan Perilaku Anak dan Status Gizinya di SD Negeri Sleman, Program Pasca sarjana, Universitas Gajah Mada, Yogjakarta FKUI, Parasitologi Kedokteran, Jakarta. Gandahusada S. Ilahude H, Herry D dan Pribadi W 2004, Parasitologi Kedokteran. FK UI, Jakarta Ginting L Faktor-faktor yang mempengaruhi Infestasi Kecacingan anak SD di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat, Program Pasca sarjana, Universitas Indonesia, Jakarta Gunawan. A.T Profil Infeksi Telur Cacing pada Balita di Kecamatan Banyumas, Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta Hadidjaja P Masalah Penyakit Kecacingan di Indonesia dan Penanggulangannya, Majalah Kedokteran Indonesia, Jakarta Hasyimi, M, Sumarti dan Hasyimi R, Hubungan Malnutrisi dan Infeksi Kecacingan pada anak SD di Daerah Sriamur, Bekasi, Jurnal Jaringan Epidemiologi Nasional, II, (35-40) Helmy D Penyakit cacing di Unit Pemukiman Transmigrasi Propinsi Bengkulu Pada Anak Sekolah Dasar, Media Litbang Kesehatan, Jakarta Hendrawan. N, Infeksi Cacing, Raneka Cipta, Jakarta. Hidayat,T., Kesehatan Lingkungan Higine perseorangan dan Intensitas penyakit kecacingan dengan status gizi pada anak sekolah dasar di kota Mataram. Thesis Program Pasca Sarjana, UGM, Yokyakarta. Ismid IS Peran serta masyarakat dalam Program Integrasi Keluarga Berencana, Pemberantasan Penyakit Cacing dan perbaikan Gizi di Kelurahan Jembatan Besi, Jakarta Barat, Seminar Parasitologi Nasional IV, Yogjakarta

95 Jawetz E, Melnick LJ, Adelberg AE, Brooks FG, Butel SJ, and Ornston NL Mikrobiologi Kedokteran. Penerjemah Nugroho E dan Maulany FT, Edisi 20, EGC, Jakarta Kusnoputranto, H, Kesehatan Lingkungan, FKM UI, Jakarta. Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, and Lwanga SK Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta Lilisari, M Cacingan dalam Health Messenger, Aide Medical Internationale Mahfuddin H Infeksi Cacing yang Ditularkan Melalui Tanah Khususnya Trichuris Trichiura dengan Albendazole dan Mebendazole, Majalah Parasitologi, Jakarta. 9.(1). Mahzumi W Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Angka Kecacingan Dalam Program Pemberian Obat Cacing Anak Usia Sekolah, Program Pasca Sarjana UGM, Yogjakarta Majid, A, Mencegah Jangkitan Cacing. Pusat Racun Negara, USM. ( Margono SS Pelaksanaan Penanggulangan Cacing Usus pada Program Terpadu di DKI Jakarta, Majalah kedokteran, Jakarta, 2.(22) Mawardi MS, Kesehatan Lingkungan. FPOK IKIP Padang. Meriyati S,1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Kanisius, Jakarta Nadesul H Bagaimana Kalau Kecacingan, Puspa Swara, Jakarta Nokes C Moderate to Heavy Infections of Trichiura Affect Cognitive Function in Jamaica School Children, Parasitologi Notoatmodjo S Pengantar Pendidikan dan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Andi Offset, Yogyakarta Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta Metodologi Penelitian kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Onggowaluyo J.S.Parasitologi Medik I (Helmintologi), EGC, Jakarta

96 Pasaribu Penentuan Frekuensi Optimal Pengobatan Massal Ascaris dengan Albendazol pada Anak Usia Sekolah Dasar di Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo tahun Disertasi, Program Pascasarjana USU, Medan. Pawlowski ZS Hookworm Infection and Anemia, Approaches to Prevention and Control, WHO, Jenewa Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Kualitas Fisika, Kimia, Mikrobiologi, Dan Radioaktivitas, Air, Jakarta. Poespoprodjo, JR dan Sadjimin,T Hubungan antara tanda dan gejala penyakit cacing dan kejadian kecacingan pada anak usia sekolah dasar di kecamatan Ampama kota kabupaten Poso Sulawesi Tengah, Jurnal epidemiologi Indonesia 4 (1) Rampengan, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, EGC, Jakarta : 1997 Rasmaliah Info Kesehatan Masyarakat. Volume V No.1 Fakuktas Kesehatan Masyarakat USU Medan. Riduwan Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Alfabeta, Bandung Riyadi S Ilmu Kesehatan Masyarakat, Usana Offset Printing, Surabaya. Sarwono, Solita Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep dan Aplikasinya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Sasongko. A Kuncinya Hidup Bersih. diakses 16 Desember 2008 Slamet, JS, Kesehatan Lingkungan, Gadjah University Press, Yogyakarta. Suburratno, Riau dalam arus perubahan. Pekanbaru: Alaf Riau Soedarto Helmintologi Kedokteran, EGC, Jakarta Soemirat J Epidemiologi Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

97 Sutanto, Pengaruh Infeksi Kecacingan Dengan Status Gizi Anak. Thesis Program pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Wachidanijah Pengetahun, sikap dan perilaku anak serta lingkungan rumah dan sekolah dengan kejadian infeksi cacing anak SD, Program Pascasarjana UGM, Yogjakarta Wartomo H Prevalensi dan Intensitas Soil-Transmitted Helminth pada penduduk yang menggunakan Pupuk Tinja Manusia di Desa Batur, Program Pasca Sarjana UGM, Yogjakarta Widyaningsih, Penelitian Perbedaan Kejadian Infeksi Cacing Usus Pada anak sekolag Dasar di Desa Tertinggal dan Non Tertinggal Kecamatan Tasik Madu Kabupaten Karang Anyar Jawa Barat. Thesis Program Pasca Sarjana, UGM, Yokyakarta Wisnungsih, Penelitian Infeksi Kecacingan Pada Siswa SD Keburuhan Kecamatan Ngombol Kab. Purworejo. World Food Programme, 2006, Pemberantasan Kecacingan Anak Usia Sekolah Dasar, Banda Aceh Zit Z Pengobatan Infeksi Cacing yang Ditularkan melalui Tanah dengan Kombinasi Mebendazol dan Pirantel Pada Anak, Majalah Kedokteran Sriwijaya. 32.(1)

98 Lampiran-1 LEMBAR PERTANYAAN /KUESIONER PENGARUH SANITASI LINGKUNGAN PERSONAL HIGIENE DAN KARAKTERISTIK TERHADAP INFEKSI KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR NEGERI DI KECAMATAN BLANG MANGAT KOTA LHOKSEUMAWE Nomor Sampel A. Identitas Responden 1. Nama Responden :.. 2. Umur :.. 3. Alamat :.. 4. Jenis Kelamin :.. 5. Pekerjaan Orang tua:.. 6. Asal SD :.. B. Sanitasi Lingkungan Rumah 1. Darimana Sumber air untuk keperluan di rumah? a. Ledeng/PAM (1) b. Sungai (0) 2. Apakah dirumah ada Jamban/WC yang di pakai oleh anggota keluarga a.ya (1) b.tidak (0) 3. Apakah ada tempat pembuangan sampah a.ya (1) b.tidak (0) 4. Apakah ada sarana pembuangan air limbah a. Ya (1) b. Tidak (0)

99 C. Sanitasi Lingkungan Sekolah (Observasi) No Observasi 1. Lingkungan Sekolah a. Halaman Sekolah bersih. b. Ketersedian air bersih - Cukup - Kusalitas Baik c. Tersedia pembuangan sampah d. Tersedia SPAL Ya Tidak D. Personal Hygeine No - Kebersihan kuku (observasi) 1. Kuku Siswa a. Pendek b. Bersih. c. Dipotong. Observasi - Penggunaan alas kaki Ya Tidak 1. Apakah adik menggunakan alas kaki (sepatu, sandal) setiap keluar rumah? a. Ya (1) b. Tidak (0) 2. Apakah adik kalau lagi bermain menggunakan alas kaki (sepatu, sandal)? a. Ya (1) b. Tidak (0) 3. Pada waktu istirahat sekolah apakah adik bermain sambil membuka sepatu? a. Tidak (1) b. Ya (0)

100 - Kebiasaan cuci tangan : 1. Apakah setiap mau makan adik mencuci tangan? a. Ya (1) b. Tidak (0) Bila ya teruskan dengan pertanyaan no Dengan apakah adik mencuci tangan sewaktu mau makan? a. Air dan sabun (1) b. Air saja (0) 3. Apakah setelah buang air besar (berak) adik mencuci tangan? a. Ya (1) b. Tidak (0) Bila ya teruskan dengan pertanyaan no Dengan apakah adik mencuci tangan setelah buang air besar (berak)? a. Air dan sabun (1) b. Air saja (0) 5. Apakah setelah bermain dengan tanah adik mencuci tangan? a. Ya (1) b. Tidak (0) Bila ya teruskan dengan pertanyaan no Dengan apakah adik mencuci tangan setelah bermain dengan tanah? a. Air dan sabun (1) b. Air saja (0)

101 E. Pengetahuan Siswa tentang penyakit infeksi cacingan No Pertanyaan Jawaban Skor 1 Anak yang sering bermain dengan a. Benar tanah akan tertular penyakit b. Salah cacingan 2 Cacing dapat masuk ke dalam tubuh anak melalui tangan yang kotor 3 Saya memotong kuku tangan supaya terhindar dari penyakit kecacingan 4 Gejala penyakit cacingan pada anak-anak antara lain adalah anak menjadi malas. 5 Gejala penyakit cacingan pada anak-anak antaralain adalah anak menjadi kurus, perut buncit dan kurang darah 6 Apabila anak bermain di tanah harus menggunakan sandal 7 Setelah bermain anak-anak harus mencuci tangan dan kaki. 8 Anak-anak sebaiknya minum obat cacing enam bulan sekali 9 Sebelum makan anak-anak harus mencuci tangan dengan air bersih 10 Buang air besar tidak boleh di sembarang tempat karena dapat menyebabkan cacingan a. Benar b. Salah a. Benar b. Salah a. Benar b. Salah a. Benar b. Salah a. Benar b. Salah a. Benar b. Salah a. Benar b. Salah a. Benar b. Salah a. Benar b. Salah

102 F. Sikap Siswa tentang Penyakit Cacingan No Pertanyaan Jawaban Skor 1 Anak-anak mudah terkena a. Setuju penyakit kecacingan karena b. Tidak Setuju perilaku mareka belum bersih dan sehat.. 2 Saya mencuci tangan setelah BAB supaya tidak terkena penyakit kecacingan. 3 BAB di WC berarti dapat mencegah penularan penyakit kecacingan. 4 Tanda-tanda penyakit cacingan pada anak-anak antara lain adalah perut buncit sering ngantuk waktu belajar dan anak menjadi malas 5 Penyakit kecacingan pada anakanak harus dicegah karena dapat mengganggu pretasi belajar. 6 Anak yang cacingan harus minum obat cacing 7 Saya memotong kuku tangan supaya terhindar dari penyakit cacingan 8 Setalah bermain sebaiknya saya mencuci tangan dan kaki dengan sabun. 9 Di sekolah saya selalu memakai sepatu meskipun sedang bermain di tanah 10 Anak-naka sebaiknya memakai sandal ketika bermain supaya terhindar dari kecacingan. a. Setuju b. Tidak Setuju a. Setuju b. Tidak Setuju a. Setuju b. Tidak Setuju a. Setuju b. Tidak Setuju a. Setuju b. Tidak Setuju a. Setuju b. Tidak Setuju a. Setuju b. Tidak Setuju a. Setuju b. Tidak Setuju a. Setuju b. Tidak Setuju

103 Lampiran-2 Validitas dan Reliabilitas Variabel Lingkungan Rumah ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. SAN SAN SAN SAN SAN SAN SAN SAN SAN N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted SAN SAN SAN SAN SAN SAN SAN SAN SAN R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients N of Cases = 20.0 N of Items = 9 Alpha =.8223

104 Validitas dan Reliabilitas Variabel Lingkungan Sekolah ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) 1. SEK1 2. SEK2 3. SEK3 4. SEK4 Mean Std Dev Cases 1. SEK SEK SEK SEK N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted SEK SEK SEK SEK Reliability Coefficients N of Cases = 20.0 N of Items = 4 Alpha =.7489

105 Validitas dan Reliabilitas Variabel Kebiasaan Cuci Tangan ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) 1. CT1 2. CT2 3. CT3 4. CT4 5. CT5 6. CT6 Mean Std Dev Cases 1. CT CT CT CT CT CT N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted CT CT CT CT CT CT Reliability Coefficients N of Cases = 20.0 N of Items = 6 Alpha =.8188

106 Validitas dan Reliabilitas Variabel Penggunaan Alas kaki ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) 1. AL1 2. AL2 3. AL3 Mean Std Dev Cases 1. AL AL AL N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted AL AL AL Reliability Coefficients N of Cases = 20.0 N of Items = 3 Alpha =.6724

107 Validitas dan Reliabilitas Variabel Kebersihan Kuku ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) 1. KK1 2. KK2 3. KK3 4. KK4 5. KK5 Mean Std Dev Cases 1. KK KK KK KK KK N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted KK KK KK KK KK Reliability Coefficients N of Cases = 20.0 N of Items = 5 Alpha =.7854

108 Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Murid tentang penyakit infeksi cacingan ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. T T T T T T T T T T N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted T T T T T T T T T T R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients N of Cases = 20.0 N of Items = 10 Alpha =.8620

109 Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap Murid tentang Penyakit Cacingan ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Mean Std Dev Cases 1. S S S S S S S S S S N of Statistics for Mean Variance Std Dev Variables SCALE Item-total Statistics Scale Scale Corrected Mean Variance Item- Alpha if Item if Item Total if Item Deleted Deleted Correlation Deleted S S S S S S S S S S R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Reliability Coefficients N of Cases = 20.0 N of Items = 10 Alpha =.8532

110 Lampiran-3 Crosstabs lingkungan rumah * kejadian infeksi kecacingan lingkungan rumah * kejadian infeksi kecacingan Crosstabulation lingkungan rumah Total Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total kejadian infeksi kecacingan Positif Negatif Total % 19.7% 50.7% 41.3% 9.3% 50.7% % 80.3% 49.3% 11.3% 38.0% 49.3% % 100.0% 100.0% 52.7% 47.3% 100.0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 150 a. Computed only for a 2x2 table a Asymp. Sig. Value df (2-sided) b b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Risk Estimate Odds Ratio for lingkungan rumah (Tidak memenuhi syarat / Memenuhi syarat) For cohort kejadian infeksi kecacingan = Positif For cohort kejadian infeksi kecacingan = Negatif N of Valid Cases 95% Confidence Interval Value Lower Upper

111 lingkungan sekolah * kejadian infeksi kecacingan lingkungan sekolah * kejadian infeksi kecacingan Crosstabulation lingkungan sekolah Total Tidak memenuhi syarat Memenuhi syarat Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total kejadian infeksi kecacingan Positif Negatif Total % 28.2% 56.0% 42.7% 13.3% 56.0% % 71.8% 44.0% 10.0% 34.0% 44.0% % 100.0% 100.0% 52.7% 47.3% 100.0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 150 a. Computed only for a 2x2 table a Asymp. Sig. Value df (2-sided) b b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Risk Estimate Odds Ratio for lingkungan sekolah (Tidak memenuhi syarat / Memenuhi syarat) For cohort kejadian infeksi kecacingan = Positif For cohort kejadian infeksi kecacingan = Negatif N of Valid Cases 95% Confidence Interval Value Lower Upper

112 kebersihan kuku * kejadian infeksi kecacingan kebersihan kuku * kejadian infeksi kecacingan Crosstabulation kebersihan kuku Total Buruk Baik Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total kejadian infeksi kecacingan Positif Negatif Total % 33.8% 46.7% 30.7% 16.0% 46.7% % 66.2% 53.3% 22.0% 31.3% 53.3% % 100.0% 100.0% 52.7% 47.3% 100.0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a. b. Computed only for a 2x2 table a Asymp. Sig. Value df (2-sided) b cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Risk Estimate Odds Ratio for kebersihan kuku (Buruk / Baik) For cohort kejadian infeksi kecacingan = Positif For cohort kejadian infeksi kecacingan = Negatif N of Valid Cases 95% Confidence Interval Value Lower Upper

113 pemakaian alas kaki * kejadian infeksi kecacingan pemakaian alas kaki * kejadian infeksi kecacingan Crosstabulation pemakaian alas kaki Total Buruk Baik Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total kejadian infeksi kecacingan Positif Negatif Total % 39.4% 52.7% 34.0% 18.7% 52.7% % 60.6% 47.3% 18.7% 28.7% 47.3% % 100.0% 100.0% 52.7% 47.3% 100.0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a. b. Computed only for a 2x2 table a Asymp. Sig. Value df (2-sided) b cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Risk Estimate Odds Ratio for pemakaian alas kaki (Buruk / Baik) For cohort kejadian infeksi kecacingan = Positif For cohort kejadian infeksi kecacingan = Negatif N of Valid Cases 95% Confidence Interval Value Lower Upper

114 kebiasaan cuci tangan * kejadian infeksi kecacingan kebiasaan cuci tangan * kejadian infeksi kecacingan Crosstabulation kebiasaan cuci tangan Total Buruk Baik Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total kejadian infeksi kecacingan Positif Negatif Total % 39.4% 53.3% 34.7% 18.7% 53.3% % 60.6% 46.7% 18.0% 28.7% 46.7% % 100.0% 100.0% 52.7% 47.3% 100.0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a. b. Computed only for a 2x2 table a Asymp. Sig. Value df (2-sided) b cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Risk Estimate Odds Ratio for kebiasaan cuci tangan (Buruk / Baik) For cohort kejadian infeksi kecacingan = Positif For cohort kejadian infeksi kecacingan = Negatif N of Valid Cases 95% Confidence Interval Value Lower Upper

115 pengetahuan * kejadian infeksi kecacingan Crosstab pengetahuan Total Baik Sedang Buruk Count Expected Count % within pengetahuan Count Expected Count % within pengetahuan Count Expected Count % within pengetahuan Count Expected Count % within pengetahuan kejadian infeksi kecacingan Negatif Positif Total % 2.2% 100.0% % 78.4% 100.0% % 70.4% 100.0% % 52.7% 100.0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square a Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 150 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

116 sikap * kejadian infeksi kecacingan Crosstab sikap Total Baik Sedang Buruk Count Expected Count % within sikap Count Expected Count % within sikap Count Expected Count % within sikap Count Expected Count % within sikap kejadian infeksi kecacingan Negatif Positif Total % 5.9% 100.0% % 66.7% 100.0% % 66.1% 100.0% % 52.7% 100.0% Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square a Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 150 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

117 jenis kelamin * kejadian infeksi kecacingan jenis kelamin * kejadian infeksi kecacingan Crosstabulation jenis kelamin Total Perempuan Laki-laki Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total kejadian infeksi kecacingan Positif Negatif Total % 21.1% 48.0% 38.0% 10.0% 48.0% % 78.9% 52.0% 14.7% 37.3% 52.0% % 100.0% 100.0% 52.7% 47.3% 100.0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test a Asymp. Sig. Value df (2-sided) b Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 150 a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Risk Estimate Odds Ratio for jenis kelamin (Perempuan / Laki-laki) For cohort kejadian infeksi kecacingan = Positif For cohort kejadian infeksi kecacingan = Negatif N of Valid Cases 95% Confidence Interval Value Lower Upper

118 penghasilan orang tua * kejadian infeksi kecacingan penghasilan orang tua * kejadian infeksi kecacingan Crosstabulation penghasilan orang tua Total Rendah Tinggi Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total Count Expected Count % within kejadian infeksi kecacingan % of Total kejadian infeksi kecacingan Positif Negatif Total % 43.7% 60.0% 39.3% 20.7% 60.0% % 56.3% 40.0% 13.3% 26.7% 40.0% % 100.0% 100.0% 52.7% 47.3% 100.0% Chi-Square Tests Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases a. b. Computed only for a 2x2 table a Asymp. Sig. Value df (2-sided) b cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Risk Estimate Odds Ratio for penghasilan orang tua (Rendah / Tinggi) For cohort kejadian infeksi kecacingan = Positif For cohort kejadian infeksi kecacingan = Negatif N of Valid Cases 95% Confidence Interval Value Lower Upper

119 Lampiran-4 Logistic Regression Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1 Step Block Model Chi-square df Sig Model Summary Step 1-2 Log Cox & Snell Nagelkerke likelihood R Square R Square Classification Table a Observed Step 1 kejadian infeksi kecacingan Overall Percentage a. The cut value is.500 Negatif Positif Predicted kejadian infeksi kecacingan Percentage Negatif Positif Correct Step 1 a LINGRMH KEBKUKU ALASKAKI KEBCUTA TAHU SIKAP GENDER PNGHSLN Constant Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. Exp(B) a. Variable(s) entered on step 1: LINGRMH, KEBKUKU, ALASKAKI, KEBCUTA, TAHU, SIKAP, GENDER, PNGHSLN.

120 Logistic Regression Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients Step 1 Step Block Model Chi-square df Sig Model Summary Step 1-2 Log Cox & Snell Nagelkerke likelihood R Square R Square Classification Table a Observed Step 1 kejadian infeksi kecacingan Overall Percentage a. The cut value is.500 Negatif Positif Predicted kejadian infeksi kecacingan Percentage Negatif Positif Correct Step 1 a LINGRMH KEBKUKU ALASKAKI KEBCUTA SIKAP GENDER PNGHSLN Constant Variables in the Equation B S.E. Wald df Sig. Exp(B) a. Variable(s) entered on step 1: LINGRMH, KEBKUKU, ALASKAKI, KEBCUTA, SIKAP, GENDER, PNGHSLN.

121 Lampiran- 5 Dokumentasi Penelitian Gambar 1. Kondisi Ruang Belajar Murid SD Blang Mangat Gambar 2. Kondisi Lingkungan Sekolah Murid SD Blang Mangat

122 Gambar 3. Kondisi Murid SD Blang Mangat waktu istirahat Gambar 4. Wawancara dan Pemberian Label Sampel

123 TELUR CACING GELANG Ascaris Lumbricuides Gambar 5. Telur Cacing Gelang Gambar 5. Telur Cacing Cambuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichuria), dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Kecacingan Infeksi cacingan adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan minuman atau melalui kulit dimana tanah sebagai media penularannya yang disebabkan oleh cacing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai

Lebih terperinci

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI Oleh: Muhammad Fawwaz (101211132016) FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA 1 DAFTAR ISI COVER... 1 DAFTAR ISI... 2 BAB I... 3 A. LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit infeksikecacingan yang ditularkan melalui tanah(soil transmitted

Lebih terperinci

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur kira-kira 28 hari sesudah infeksi. 2. Siklus Tidak Langsung Pada siklus tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar

Lebih terperinci

xvii Universitas Sumatera Utara

xvii Universitas Sumatera Utara xvii BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths Manusia merupakan hospes yang utama untuk beberapa nematoda usus. Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan yang penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminth (STH) atau penyakit kecacingan yang penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan masyarakat khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara tropis yang sedang berkembang seperti Indonesia, masih banyak penyakit yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan, salah satunya adalah infeksi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 2.1 Helminthiasis Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes dari beberapa Nematoda usus. Sebagian besar daripada Nematoda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit parasit baik yang disebabkan oleh cacing, protozoa, maupun serangga parasitik pada manusia banyak terdapat di negara berkembang dan beriklim tropis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil- Transmitted Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health Oganization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang prevalensinya sangat tinggi di Indonesia, terutama cacing usus yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 dalam Bab I Pasal 1 disebutkan

Lebih terperinci

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO Zainudin Lakodi NIM 811409110 Program study Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang bersifat kronis yang ditularkan melalui tanah dan menyerang sekitar 2 milyar penduduk di dunia

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Cacingan Cacing merupakan salah satu parasit pada manusia dan hewan yang sifatnya merugikan dimana manusia merupakan hospes untuk beberapa jenis cacing yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi masalah tingginya prevalensi penyakit infeksi, terutama yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi pembangunan kesehatan, yaitu memelihara kesehatan yang bermutu (promotif), menjaga kesehatan (preventif),

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU DAN HIGIENE SISWA SD NEGERI DENGAN INFEKSI KECACINGAN DI DESA JUMA TEGUH KECAMATAN SIEMPAT NEMPU KABUPATEN DAIRI TAHUN 2008

HUBUNGAN PERILAKU DAN HIGIENE SISWA SD NEGERI DENGAN INFEKSI KECACINGAN DI DESA JUMA TEGUH KECAMATAN SIEMPAT NEMPU KABUPATEN DAIRI TAHUN 2008 HUBUNGAN PERILAKU DAN HIGIENE SISWA SD NEGERI 030375 DENGAN INFEKSI KECACINGAN DI DESA JUMA TEGUH KECAMATAN SIEMPAT NEMPU KABUPATEN DAIRI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : ANITA H. TUMANGGOR NIM : 051000539 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing kelas nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing yang termasuk STH antara lain cacing

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan permasalahan yang banyak ditemukan di masyarakat namun kurang mendapat perhatian. Di dunia lebih dari 2 milyar orang terinfeksi berbagai jenis

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Soil Transmitted Helminths. ABSTRACT

ABSTRAK. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Soil Transmitted Helminths. ABSTRACT Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 2, No. 2, Ed. September 2014, Hal. 77-137 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS () PADA MURID KELAS 1, 2 DAN 3 SDN PERTIWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih dari satu miliar orang terinfeksi oleh Soil Transmitted Helminth (STH) (Freeman et al, 2015).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian kecacingan di Indonesia yang dilaporkan di Kepulauan Seribu ( Agustus 1999 ), jumlah prevalensi total untuk kelompok murid Sekolah Dasar (SD) (95,1 %),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak Sekolah Dasar merupakan sasaran strategis dalam perbaikan gizi masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Cirebon, kecacingan, Pulasaren

ABSTRAK. Kata Kunci: Cirebon, kecacingan, Pulasaren ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA-SISWI SEKOLAH DASAR KELAS VI MENGENAI PENYAKIT KECACINGAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PULASAREN KOTA CIREBON TAHUN 2013 Mentari Inggit Anggraini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ascariasis yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides atau cacing gelang merupakan penyakit usus halus yang pada sebagian besar kasus ditandai dengan sedikit gejala

Lebih terperinci

AGUSNAR /IKM

AGUSNAR /IKM PENGARUH PENYULUHAN DENGAN METODE CERAMAH MENGGUNAKAN MEDIA SLIDE DAN FILM TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG PERSONAL HYGIENE DAN INFEKSI KECACINGAN DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT KECACINGAN PADA SISWA SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Soil Transmitted Helminths (STH) adalah cacing golongan nematoda usus yang penularannya melalui tanah. Dalam siklus hidupnya, cacing ini membutuhkan tanah untuk proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5

I. PENDAHULUAN. Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar orang atau 24% dari populasi

Lebih terperinci

Pemeriksaan Kualitatif Infestasi Soil Transmitted Helminthes pada Anak SD di Daerah Pesisir Sungai Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau

Pemeriksaan Kualitatif Infestasi Soil Transmitted Helminthes pada Anak SD di Daerah Pesisir Sungai Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau Pemeriksaan Kualitatif Infestasi Soil Transmitted Helminthes pada Anak SD di Daerah Pesisir Sungai Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau Lilly Haslinda, Esy Maryanti, Suri Dwi Lesmana, Mislindawati Abstrak

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN SISWA DENGAN INFEKSI KECACINGAN ANAK SD NEGERI DI KECAMATAN SIBOLGA KOTA KOTA SIBOLGA

HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN SISWA DENGAN INFEKSI KECACINGAN ANAK SD NEGERI DI KECAMATAN SIBOLGA KOTA KOTA SIBOLGA HUBUNGAN HIGIENE PERORANGAN SISWA DENGAN INFEKSI KECACINGAN ANAK SD NEGERI DI KECAMATAN SIBOLGA KOTA KOTA SIBOLGA TESIS Oleh RAHMAD RIZKI ZUKHRIADI DLY 057023014/AKK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014 Al-Sihah : Public Health Science Journal 12-18 Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014 Azriful 1, Tri Hardiyanti Rahmawan 2 1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan aset atau modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain berfungsi sebagai

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado GAMBARAN HIGIENE PERORANGAN DAN KEJADIAN KECACINGAN PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR ALKHAIRAAT 01 KOMO LUAR, KECAMATAN WENANG, KOTA MANADO Ardiyanto V. Pua *, Budi T. Ratag *, Ricky C. Sondakh * *Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI 47 KOTA MANADO

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI 47 KOTA MANADO HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI 47 KOTA MANADO Brian R. Lengkong*, Woodford B. S. Joseph,. Victor D. Pijoh Bidang Minat Kesling Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kebijakan pembangunan kesehatan telah ditetapkan beberapa program dan salah satu program yang mendukung bidang kesehatan ialah program upaya kesehatan masyarakat.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SISWA DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN INFEKSI CACINGAN SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TESIS.

HUBUNGAN KARAKTERISTIK SISWA DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN INFEKSI CACINGAN SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TESIS. HUBUNGAN KARAKTERISTIK SISWA DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN INFEKSI CACINGAN SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TESIS Oleh SALBIAH 057023018/AKK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO PENYAKIT KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELIMBING PADANG TAHUN 2012

FAKTOR RISIKO PENYAKIT KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELIMBING PADANG TAHUN 2012 FAKTOR RISIKO PENYAKIT KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELIMBING PADANG TAHUN 2012 Asep Irfan (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang) ABSTRACTS This study aims to determine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kecacingan merupakan salah satu diantara banyak penyakit yang menjadi masalah masyarakat di Indonesia. Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT CACINGAN Oleh : Kelompok 7 Program Profesi PSIK Reguler A Prilly Priskylia 115070200111004 Youshian Elmy 115070200111032 Defi Destyaweny 115070200111042 Fenti Diah

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun 20 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminthiasis Ada lebih dari 20 jenis cacing usus yang dapat menginfeksi manusia, namun yang tersering penyebarannya di seluruh dunia adalah cacing gelang

Lebih terperinci

TESIS. Oleh : CUT YUNIWATI /IKM

TESIS. Oleh : CUT YUNIWATI /IKM PENGARUH PERAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP KESIAPAN WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI KELUHAN MENOPAUSE DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH PROVINSI ACEH TESIS Oleh : CUT YUNIWATI 097032146/IKM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecacingan merupakan masalah kesehatan yang tersebar luas didaerah tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 lebih dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 922-933 Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi cacing usus terutama yang ditularkan melalui tanah atau disebut soil-transmitted helmint infections merupakan salah satu infeksi paling umum di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

TESIS. Oleh MARIA POSMA HAYATI /IKM

TESIS. Oleh MARIA POSMA HAYATI /IKM PENGARUH PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN MAKANAN PADA BALITA DI PUSKESMAS BANDAR KHALIFAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TESIS Oleh MARIA POSMA HAYATI 097032136/IKM

Lebih terperinci

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK Lampiran I HUBUNGAN PERSONAL HIGIENE DENGAN KANDUNGAN TELUR CACING PADA KOTORAN KUKU PEKERJA BIOGAS DI DESA TANJUNG HARAPAN KECEMATAN WONOSARI KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2013 Oktaviani Ririn Lamara 811 409

Lebih terperinci

KARMILA /IKM

KARMILA /IKM PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN KEPATUHAN PERAWAT TERHADAP PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2014 TESIS Oleh KARMILA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global, khususnya di negara-negara berkembang pada daerah tropis dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGETAHUAN, PENGALAMAN, DAN MINAT TERHADAP PERSEPSI PENDERITA TENTANG PENYAKIT MALARIA DI KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG

PENGARUH PENGETAHUAN, PENGALAMAN, DAN MINAT TERHADAP PERSEPSI PENDERITA TENTANG PENYAKIT MALARIA DI KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG PENGARUH PENGETAHUAN, PENGALAMAN, DAN MINAT TERHADAP PERSEPSI PENDERITA TENTANG PENYAKIT MALARIA DI KECAMATAN PANTAI LABU KABUPATEN DELI SERDANG T E S I S Oleh EMMY KHAIRATI LUBIS 087012007/IKM PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang, agar dapat mewujudkan derajad kesehatan yang optimal.

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2 Lintang Sekar Langit lintangsekar96@gmail.com Peminatan Kesehatan Lingkungan,

Lebih terperinci

Faktor risiko terjadinya kecacingan di SDN Tebing Tinggi di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan Abstrak

Faktor risiko terjadinya kecacingan di SDN Tebing Tinggi di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan Abstrak Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No., Juni 20 Hal : 50-54 Penulis :. Nita Rahayu 2. Muttaqien Ramdani Korespondensi : Balai Litbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor meningkatnya kejadian infeksi adalah kebiasaan hidup yang kurang bersih. Infeksi yang sering berkaitan dengan lingkungan yang kurang higinis adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi Kecacingan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa Indonesia

Lebih terperinci

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting drg. R. Vensya Sitohang, M.Epid Direktur P2PTVZ, Ditjen P2P, Kemenkes SITUASI CACINGAN Lebih dari 1.5 milyar orang atau 24% penduduk

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFEKSI CACINGAN PADA ANAK DI SDN 01 PASIRLANGU CISARUA

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFEKSI CACINGAN PADA ANAK DI SDN 01 PASIRLANGU CISARUA GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INFEKSI CACINGAN PADA ANAK DI SDN 01 PASIRLANGU CISARUA Adisti Andaruni 1 Sari Fatimah 1 Bangun Simangunsong 2 1 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, Bandung,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak pra sekolah merupakan kelompok yang mempunyai resiko besar terkena gizi kurang. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut tumbuh kembang anak dalam masa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan menjangkiti banyak manusia di seluruh dunia. Sampai saat ini penyakit kecacingan masih tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing tularan tanah merupakan cacing yang paling sering menginfeksi manusia, biasanya hidup di dalam saluran pencernaan manusia (WHO, 2011). Spesies cacing tularan

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA DAN PEER GROUP TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMA NEGERI 2 DAN MAN 2 MEDAN TAHUN 2012 TESIS.

PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA DAN PEER GROUP TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMA NEGERI 2 DAN MAN 2 MEDAN TAHUN 2012 TESIS. PENGARUH POLA ASUH ORANGTUA DAN PEER GROUP TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMA NEGERI 2 DAN MAN 2 MEDAN TAHUN 2012 TESIS Oleh WILDAN 107032185/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

Kata Kunci: kebersihan kuku, kebiasaan mencuci tangan tangan, kontaminasi telur cacing pada kuku siswa

Kata Kunci: kebersihan kuku, kebiasaan mencuci tangan tangan, kontaminasi telur cacing pada kuku siswa Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat Vol.1 No.2 Edisi November ISSN 2580-0590 ANALISIS HYGIENE PERORANGAN TERHADAP KONTAMINASI TELUR CACING PADA KUKU SISWA SEKOLAH DASAR DI WILAYAH PUSKESMAS TAHTUL YAMAN

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecacingan merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh parasit cacing yang dapat membahayakan kesehatan. Penyakit kecacingan yang sering menginfeksi dan memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PREVALENSI INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH PADA MURID MADRASAH IBTIDAIYAH ISLAMIYAH DI DESA SIMBANG WETAN KECAMATAN BUARAN KOTA PEKALONGAN JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan sebagai syarat kelulusan program

Lebih terperinci

ABSTRAK. Antonius Wibowo, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto Lana, dr

ABSTRAK. Antonius Wibowo, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto Lana, dr ABSTRAK HUBUNGAN PERILAKU SISWA KELAS III DAN IV DENGAN HASIL PEMERIKSAAN FESES DAN KEADAAN TANAH TERHADAP INFEKSI SOIL TRANSMITED HELMINTHS DI SDN BUDI MULYA 3 CIPAGERAN-CIMAHI Antonius Wibowo, 2007.

Lebih terperinci

T E S I S. Oleh FERRA YUSTISIA BR PURBA /IKM

T E S I S. Oleh FERRA YUSTISIA BR PURBA /IKM PENGARUH PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN DAN ADAT ISTIADAT TERHADAP PARTISIPASI SUAMI DALAM PERAWATAN KEHAMILAN ISTRI DI KELURAHAN PINTU SONA KABUPATEN SAMOSIR T E S I S Oleh FERRA YUSTISIA BR PURBA 097032133/IKM

Lebih terperinci

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Rizka Yunidha Anwar 1, Nuzulia Irawati 2, Machdawaty Masri 3

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract.  Rizka Yunidha Anwar 1, Nuzulia Irawati 2, Machdawaty Masri 3 600 Artikel Penelitian Hubungan antara Higiene Perorangan dengan Infeksi Cacing Usus (Soil Transmitted Helminths) pada Siswa SDN 25 dan 28 Kelurahan Purus, Kota Padang, Sumatera Barat Tahun 2013 Rizka

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh. Yoga Wicaksana NIM

SKRIPSI. Oleh. Yoga Wicaksana NIM FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERJADINYA INFEKSI KECACINGAN (ASCARIS LUMBRICOIDES DAN TRICHURIS TRICHIURA) PADA MURID SDN III SEPUTIH KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Oleh Yoga Wicaksana NIM 032010101062

Lebih terperinci

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA SISWA SDN 101200 DESA PERKEBUNAN HAPESONG DAN SDN 101300 DESA NAPA KECAMATAN BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Nematoda disebut juga Eelworms (cacing seperti akar berkulit halus)cacing tersebut menggulung dan berbentuk kumparan dan biasanya mempunyai

Lebih terperinci

TESIS. Oleh LISBET HERAWATY SIHOMBING /IKM

TESIS. Oleh LISBET HERAWATY SIHOMBING /IKM PENGARUH KETERSEDIAAN SARANA, PENGETAHUAN DAN SIKAP LANJUT USIA ( LANSIA) TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TESIS Oleh LISBET HERAWATY SIHOMBING 107032197/IKM

Lebih terperinci

PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG

PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG MKM Vol. 03 No. 02 Desember 2008 PREVALENSI INFEKSI CACING USUS YANG DITULARKAN MELALUI TANAH PADA SISWA SD GMIM LAHAI ROY MALALAYANG Jansen Loudwik Lalandos 1, Dyah Gita Rambu Kareri 2 Abstract: Kualitas

Lebih terperinci

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI

UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI UJI DAYA ANTHELMINTIK INFUSA BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) TERHADAP CACING GELANG BABI (Ascaris suum) SECARA IN VITRO SKRIPSI Diajukan Oleh : Restian Rudy Oktavianto J500050011 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG Volume, Nomor, Tahun 0, Halaman 535-54 Online di http://ejournals.undip.ac.id/index.php/jkm HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Kecacingan Menurut asal katanya helminth berasal dari kata Yunani yang berarti cacing. Cacing merupakan hewan yang terdiri dari banyak sel yang membangun suatu jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Soil Transmitted Helminths 2.1.1. Definisi soil transmitted helminthes Soil Transited Helminths (STH) adalah sekelompok cacing parasit (kelas Nematoda) yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN Fitria Nelda Zulita, Gustina Indriati dan Armein Lusi Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helmithiasis) disebut juga penyakit infeksi kecacingan STH, masih merupakan problema kesehatan

Lebih terperinci

: KAMALIAH /IKM

: KAMALIAH /IKM PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, KEPERCAYAAN DAN TRADISI WANITA USIA SUBUR (WUS) TERHADAP PEMERIKSAAN PAP SMEAR DALAM UPAYA DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2011 TESIS Oleh : KAMALIAH

Lebih terperinci

CUT ZULIATI MULI /IKM

CUT ZULIATI MULI /IKM PENGARUH KUALITAS PELAYANAN KESEHATAN TERHADAP KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TESIS OLEH CUT ZULIATI MULI 077013005/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

TESIS. Oleh : S A F R I Z A L /IKM

TESIS. Oleh : S A F R I Z A L /IKM PENGARUH SUMBER DAYA ORGANISASI PUSKESMAS TERHADAP KINERJA PETUGAS SURVEILANS EPIDEMIOLOGI DALAM PELAPORAN KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA) DI KABUPATEN BIREUEN TESIS Oleh : S A F R I Z A L 057023017/IKM PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat diwujudkan jika masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Tambang dan Cacing Gelang 1. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) a. Batasan Ancylostoma duodenale dan Necator americanus kedua parasit ini di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak yang mempunyai banyak pemukiman kumuh, yaitu dapat dilihat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '"/ *

bio.unsoed.ac.id la l b T'b ', */'i I. PENDAHULUAN zt=r- (ttrt u1 II. JENIS PENYAKIT CACINGA}I '/ * i zt=r- (ttrt u1 la l b T'b ', */'i '"/ * I. JENIS.JENIS CACING PARASIT USUS YANG UMUM MENYERANG ANAK SEKOLAH DASAR-) Oleh : Dr. Bambang Heru Budianto, MS.**) I. PENDAHULUAN Penyakit cacing usus oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat merupakan salah satu serangga ordo Diptera yang berperan dalam masalah kesehatan manusia, yaitu sebagai vektor penular penyakit. Lalat berperan sebagai vektor

Lebih terperinci

ABSTRAK. Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths (STH)

ABSTRAK. Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths (STH) v ABSTRAK HUBUNGAN PERILAKU HIGIENITAS DIRI DAN SANITASI SEKOLAH DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA KELAS III-VI SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 5 DELOD PEKEN TABANAN TAHUN 2014 Infeksi kecacingan

Lebih terperinci

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006)

CACING TAMBANG. Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) CACING TAMBANG Editor oleh : Nanda Amalia safitry (G1C015006) PROGRAM STUDY D-IV ANALIS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG TAHUN 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hygiene Perorangan Hygiene perorangan disebut juga kebersihan diri, kesehatan perorangan atau personal hygiene. Hygiene berasal dari kata hygea. Hygea dikenal dalam sejarah Yunani

Lebih terperinci