EVALUASI TINGKAT ADOPSI KLON UNGGUL DI TINGKAT PETANI KARET PROPINSI SUMATERA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI TINGKAT ADOPSI KLON UNGGUL DI TINGKAT PETANI KARET PROPINSI SUMATERA SELATAN"

Transkripsi

1 Jurnal Penelitian Karet, 212, 3 (1) : Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 212, 3 (1) : EVALUASI TINGKAT ADOPSI KLON UNGGUL DI TINGKAT PETANI KARET PROPINSI SUMATERA SELATAN Evaluation of Adoption Level of High Yielding Clones at Rubber Smallholder in South Sumatera Province 1) 1) 1) Lina Fatayati SYARIFA, Dwi Shinta AGUSTINA, Cicilia NANCY, 2) dan Muhammad SUPRIADI 1) Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet, Jl. Raya Palembang P. Balai KM 29 2) Pusat Penelitian Karet, Jalan Salak No 1 Bogor Diterima tanggal 14 Maret 212 / Disetujui tanggal 16 Juli 212 Abstract Despite the rapid increase of total natural rubber export of South Sumatera, the classic problem still heard is the low productivity of smallholder rubber. It is caused by several factors, mainly the low use of rubber clones at smallholder level viz. around 4%. Various strategic benefits have been obtained from the former rubber development projects. Therefore, it is needed to analize the know-how and adoption levels of rubber smallholders towards advanced rubber technologies, especially the use of high rubber yielding clones. The research aimed to identify the adoption level of high yielding clones based on type of clone at rubber smallholder level. This study was conducted by survey method. Selection of location was carried out purposively by selecting the central areas of rubber. Data was collected by Focus Group Discussion (FGD) method involving village officers, followed by interviewing farmers. The survey results showed that the rate of rubber clones adoption in sampling areas in South Sumatera had reached 59.2% of the average existing rubber areas. In planting year of 21, the rate of clone adoption reached 67% of the average self-help planting per year. It was noted that clones of PB 26 were the most widely known and adopted by smallholders (83%). Keywords: Hevea brasiliensis, high yielding clones, clone adoption, rubber smallholders Abstrak Sekalipun total ekspor karet alam Sumatera Selatan meningkat pesat, permasalahan klasik yang masih sering terdengar bahwa produktivitas di perkebunan rakyat masih rendah. Rendahnya produktivitas perkebunan karet di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah tingkat penggunaan bibit karet klonal di tingkat petani karet yang masih rendah (±4%). Berbagai manfaat strategis telah diperoleh dari adanya proyek-proyek pengembangan karet rakyat terdahulu, karena itu perlu dianalisis mengenai seberapa besar perkembangan pengetahuan dan adopsi petani terhadap teknologi karet maju khususnya penggunaan klon karet unggul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat adopsi klon unggul berdasarkan jenis klon. Penelitian dilakukan dengan metode survei dengan memilih sampel secara purposive, yaitu daerahdaerah yang merupakan sentra karet. Pengambilan data dilakukan melalui metode Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan perangkat-perangkat desa dan diikuti wawancara dengan petani. Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat adopsi klon karet pada daerah-daerah yang dijadikan sampel di Sumatera Selatan telah mencapai 59,2% dari rata-rata areal tanaman karet yang ada. Pada tahun tanam 21, tingkat adopsi klon mencapai 67% dari rata-rata penanaman swadaya per tahun. Jenis klon yang paling banyak dikenal dan diminati oleh petani adalah PB 26 (83%). Kata kunci : Hevea brasiliensis, klon unggul, adopsi klon, petani karet PENDAHULUAN Karet merupakan komoditas penting di Indonesia, karena arealnya yang cukup luas mencapai 3,4 juta ha, dan menjadi sumber mata pencaharian bagi sekitar dua juta 12

2 Evaluasi tingkat adopsi klon unggul di tingkat petani karet Propinsi Sumatera Selatan keluarga. Pada tahun 29 ekspor karet alam Indonesia mencapai 2,3 juta ton (6,2 miliar US$) (Ditjenbun, 29). Sejak tahun 22, terjadi kecenderungan kenaikan harga karet alam dunia yang cukup tinggi hingga saat ini (Gambar 1). Diperkirakan kenaikan harga karet ini akan berlangsung lama karena adanya pertumbuhan ekonomi negara-negara di dunia, peningkatan permintaan karet alam dan peningkatan harga karet sintetis. Kondisi ini menyebabkan komoditas karet ke depan menjadi lebih prospektif. Konsumsi karet alam dalam jangka panjang diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan perekonomian dunia dan meningkatnya standar hidup manusia. Pertumbuhan perekonomian dunia yang pesat di China, India, Korea Selatan, dan Brazil pada sepuluh tahun terakhir, telah memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup tinggi. Smit (23) memprediksi bahwa pertumbuhan konsumsi karet alam ke depan akan terus meningkat melampaui tingkat pertumbuhan produksi. Diperkirakan permintaan karet alam pada tahun 235 akan mencapai sekitar 15 juta ton, sedangkan pertumbuhan produksi akan stabil pada sekitar 2% per tahun, sehingga produksi karet alam dunia tahun 235 hanya mencapai sekitar 13,6 juta ton. Berarti akan terjadi kekurangan pasokan karet alam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dunia. Dengan demikian Indonesia memiliki peluang untuk menjadi produsen terbesar dunia. Indonesia memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara pesaing seperti Thailand dan Malaysia, karena Indonesia masih memiliki lahan yang lebih luas dan tenaga kerja yang lebih murah untuk mendukung pembangunan kebun karet. Untuk mencapai hal itu diperlukan u p a y a - u p a y a u n t u k m e m p e r c e p a t peningkatan produktivitas karet alam di Indonesia, khususnya di Propinsi Sumatera Selatan. Propinsi Sumatera Selatan sebagai satu sentra karet terbesar memiliki luas areal karet sekitar 1 juta ha dengan produktivitas sebesar 981 kg/ha/th. Luasan tersebut didominasi oleh perkebunan rakyat yaitu mencapai 94% yang sebagian besar merupakan areal karet swadaya. Karet juga menjadi sumber mata pencaharian lebih dari 75 ribu keluarga petani di Sumatera Selatan (Ditjenbun, 29). Pada tahun 29 komoditas karet masih tetap menjadi penyumbang devisa terbesar ekspor nonmigas di Sumatera Selatan dengan jumlah ekspor mencapai 696 ribu ton atau senilai 1,11 miliar US$, sedangkan total ekspor tahun 21 meningkat 12,5% atau Harga karet (US$) Rubber price (US$) Sumber (source): IRSG, Tahun (Year) Gambar 1. Grafik harga karet SIR 2 Figure 1. SIR 2 price graph 13

3 Syarifa, Agustina, Nancy, Supriadi tercatat sebanyak 756 ribu ton (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Selatan, 21). Sekalipun total ekspor Sumatera Selatan meningkat demikian pesat, permasalahan klasik yang masih sering terdengar bahwa produktivitas di perkebunan rakyat masih rendah. Rendahnya produktivitas perkebunan karet di Indonesia disebabkan beberapa faktor antara lain masih luasnya areal karet tua yang perlu segera diremajakan (> 1 ribu ha) (Ditjenbun, 29), tingkat penggunaan bibit klonal di tingkat petani yang masih rendah (+4%) serta belum adanya penerapan standar budidaya dan pemeliharaan kebun karet yang sesuai anjuran di tingkat petani (Hendratno dan Supriadi, 211). Mengingat upaya perbaikan dan peningkatan produktivitas karet telah banyak dilakukan oleh pemerintah dan telah berlangsung cukup lama sejak tahun 198an melalui proyek-proyek pengembangan karet rakyat, diperkirakan berbagai manfaat strategis telah diperoleh dari adanya proyek-proyek tersebut. Dari tahun di Sumatera Selatan telah terjadi peningkatan total luas areal sebesar 2,62% per tahun (Tabel 1). Dari peningkatan areal tersebut, terjadi juga peningkatan produktivitas sebesar 3,8% per tahun (Dinas Perkebunan Sumsel, 28) atau 3,53% per tahun (Gapkindo Sumsel, 28). Peningkatan luas areal dan produktivitas ini merupakan hasil dari berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui proyek-proyek berbantuan, kemitraan dengan instansiinstansi terkait maupun swadaya petani sendiri. Karena itu, perlu dianalisis seberapa besar tingkat pengetahuan dan adopsi petani terhadap teknologi karet khususnya penggunaan bibit karet unggul dalam perannya meningkatkan produktivitas karet di Sumatera Selatan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan pada bulan September Desember 211 dengan menggunakan metode survei. Kegiatan dilakukan dengan memilih sampel secara purposive, yaitu pada tahap pertama dipilih kabupaten yang dinilai merupakan daerah sentra karet dan potensial untuk pengembangan karet ke depan, dilanjutkan dengan pemilihan kecamatan. Pada kecamatan tersebut contoh desa diambil secara purposive dengan kriteria merupakan desa penghasil karet dan masih memiliki potensi untuk pengembangan karet. Di tingkat desa pengambilan data dilakukan melalui metode Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan perangkat-perangkat desa (Sekdes, BPD atau Kelompok Tani), dilanjutkan wawancara dengan petani karet. Survei dilakukan di 9 kabupaten/kota, 45 kecamatan, dan 85 desa seperti tertera pada Tabel 2. Tabel 1. Produktivitas karet di Sumatera Selatan, Table 1. Rubber productivity in South Sumatera, Uraian Description Sumber Source Rata-rata pertumbuhan/th Average growth/yr Luas total (ha) 474, ,756 2,62 Luas TM (ha) 277,54 598,51 2,82 Produksi (ton karet kering) Disbun 125,77 797,925 5,61 Gapkindo 112,94 659, 5,44 Produktivitas (kg /ha/th) Disbun 452 1,333 3,8 Gapkindo 48 1,11 3,53 Sumber ( Source) : Dinas Perkebunan Sumsel dan Gapkindo, 28 14

4 Evaluasi tingkat adopsi klon unggul di tingkat petani karet Propinsi Sumatera Selatan HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian sosial ekonomi dilakukan dalam rangka untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan dan adopsi petani terhadap Tabel 2. Wilayah sampel yang terpilih dalam penelitian Table 2. Sample areas selected for the study Regency Kecamatan Sub-district Jumlah desa Villages Musi Banyuasin Babat Supat 11 Bayung Lencir Batanghari Leko Lais Tungkal Ilir Sanga Desa Musi Rawas Muara Kelingi 12 Tuah Negeri BTS Ulu Muara Beliti Tiang P. Kepungut Karang Dapo STL Ulu Terawas Rawas Ulu Lubuk Linggau LLG. Selatan 2 Muara Enim Gunung Megang 15 Lubai Rambang Sungai Rotan Gelumbang Abab Penukal Talang Ubi Tanah Abang Banyuasin Betung 14 Banyuasin III Sembawa Rambutan OKI Lempuing Jaya 6 Pangkalan lampam Pampangan Pedamaran Timur Ogan Ilir Payaraman 3 OKU Induk Semidang Aji 11 Lubuk Raja Peninjauan Lubuk Batang Lengkiti Sosoh Buay Rayap OKU Timur BP Peliung 11 BP Bangsa Raja Belitang Madang Raya Belitang III Belitang Jaya Semendawai Barat Total 9 45 Kecamatan 85 Desa teknologi karet khususnya mengenai klon karet unggul di wilayah-wilayah sentra karet di Propinsi Sumatera Selatan. Hasil survei menunjukkan bahwa tingkat adopsi klon karet di desa contoh rata-rata sebesar 59% dari total, dengan tingkat adopsi klon karet yang paling tinggi terdapat di wilayah Muara Enim (83%), disusul Banyuasin (81%), dan OKU Timur (75%) (Tabel 3). Data pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa setiap tahun telah terjadi penanaman karet secara swadaya oleh petani. Hal ini menunjukkan bahwa petani karet di Sumatera Selatan tidak hanya mengandalkan penanaman karet melalui bantuan proyek. Pada tahun 21, tercatat rata-rata penanaman karet secara swadaya per tahun di Sumatera Selatan mencapai 47,2 ha per desa. Dari luasan tersebut rata-rata tingkat adopsi klon karet pada tahun tanam 21 di desa-desa contoh Sumatera Selatan telah mencapai 67%, dengan tingkat adopsi klon karet yang paling tinggi terdapat di Muara Enim yaitu sebesar 91,3% diikuti oleh Banyuasin, Musi Banyuasin, OKU Timur, Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir dan OKU Induk. Tingginya tingkat adopsi klon oleh petani di Muara Enim disebabkan dampak adanya proyek-proyek berbantuan yang dimulai sejak awal Pelita I melalui UPP berbantuan (SRDP dan TCSDP) dan PIR. Proyek-proyek tersebut telah meningkatkan pengetahuan petani terhadap keunggulan bibit karet klonal, sehingga pada perkembangannya berdampak pada penanaman karet swadaya oleh petani dengan menggunakan bibit klonal, Kemudian Pemda Muara Enim, terus melanjutkan upaya peremajaan karet melalui Proyek Gerbang Serasan, dan bantuan bibit APBD. Besarnya dampak adopsi klon karet unggul yang disebabkan oleh proyek-proyek berbantuan tersebut juga terjadi di kabupaten-kabupaten lain seperti Banyuasin, OKU Timur, dan Ogan Ilir. Banyuasin dengan tingkat adopsi klon karet sebesar 81% dari rata-rata total areal karet seluas 1856 ha per desa, merupakan daerah pengembangan proyekproyek SRDP, PIR, dan PRPTE. Dampak adanya proyek-proyek tersebut telah mengakibatkan tingginya penanaman 15

5 Syarifa, Agustina, Nancy, Supriadi Tabel 3. Adopsi klon karet pada kabupaten-kabupaten di Sumatra Selatan Table 3. Adoption of rubber clones in regencies of South Sumatera Regency Luas areal karet Rubber area, (ha) Luas areal proyek Project area (ha) Jenis proyek Types of project Adopsi klon keseluruhan Total clone adoption Musi Banyuasin CSR 85* SRDP, Partisipatif, APBD, Musi Rawas HTR 29 Lubuk Linggau 4 75 APBD, SRDP 19 Gerbang Serasan, PIR, Muara Enim APBD 83 Banyuasin SRDP, PIR, PRPTE, APBD 81 OKI APBD 51 Ogan Ilir APBD, SRDP 73 Partisipatif, APBD, PRPTE, OKU Induk OKU Timur Rata-rata Sumatera Selatan Average South Sumatera Grant, TCSDP, 63 APBD, SRDP, Partisipatif, Revitbun * = Tingkat adopsi tahun tanam 21 (Year of planting adoption level 21) Sumber (Source) : Data primer (Primary data) Tabel 4. Perkembangan adopsi klon karet secara swadaya di tingkat petani pada tahun tahun 21 Table 4. Development of rubber clone adoption by self-help farmers in planting 21 No. Regency Adopsi klon Clone adoption Luas penanaman swadaya/th Self-help planting area/yr Adopsi klon 21 Adoption clone Muara Enim 83,3 37,4 91,3 2. Banyuasin 8,8 17,5 89,6 3. Musi Banyuasin NA 73,8 84,7 4. OKU Timur 74,7 26,5 73, 5. OKI 51,3 36,3 72, 6. Ogan Ilir 73, 75, 7, 7. OKU Induk 63,3 45,2 62, 8. Musi Rawas 28,6 83,1 45,4 9. Lubuk Linggau 18,5 3, 12,5 Sumatera Selatan 59,2 47,2 66,7 Sumber (Source): Data Primer (Prrimary data) 16

6 Evaluasi tingkat adopsi klon unggul di tingkat petani karet Propinsi Sumatera Selatan swadaya karet dengan menggunakan klon unggul yang dilakukan secara swadaya. Selain itu, dampak adanya perkebunanperkebunan besar karet dan sentra-sentra pembibitan bibit unggul yang terdapat di wilayah Banyuasin juga telah banyak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan tingkat adopsi klon, sehingga pada tahun tanam 21, tingkat adopsi klon di Banyuasin telah mencapai 89,6% dari ratarata penanaman swadaya seluas 17,5 ha per desa per tahun. Sementara tingkat adopsi klon karet di Musi Banyuasin pada tahun tanam 21 mencapai 84,7% dari rata-rata penanaman swadaya seluas 74 ha per desa per tahun. Kondisi tersebut juga merupakan dampak dari adanya proyek pengembangan karet dan perkebunan besar. OKU Timur merupakan daerah pengembangan karet yang baru. Awalnya petani di OKU Timur merupakan petani padi sawah. Namun dampak dari peningkatan harga karet sejak tahun 22, telah menyebabkan minat masyarakat beralih ke pengembangan karet. Program penanaman karet di wilayah ini sebagian besar berupa bantuan bibit unggul dari dana APBD. Saat memulai usahatani karet, sebagian besar petani hanya mengandalkan bantuan bibit APBD, sehingga tanaman karet yang ditanam umumnya bibit klonal. Karena itu tingkat adopsi klon unggul keseluruhan di OKU Timur tercatat mencapai 74,7% dari rata-rata total areal karet seluas 677 ha per desa. Selain bantuan proyek petani juga menanam bibit unggul secara swadaya. Sumber bibit klonal sebagian besar diperoleh petani dari kelompok pembibitan binaan Dinas Perkebunan OKU Timur yang terletak di Martapura, dan kelompok pembibitan binaan Balai Penelitian Sembawa di Belitang. Dalam perkembangannya, tingkat adopsi klon unggul secara swadaya di OKU Timur menurun. Pada tahun tanam 21, tingkat adopsi klon karet menurun menjadi 73% dari rata-rata areal penanaman swadaya per tahun. Hal ini disebabkan adanya kekecewaan petani terhadap produksi yang dihasilkan oleh bibit bantuan yang mereka terima. Petani beranggapan bahwa bibit klonal hasilnya tidak lebih baik daripada bibit seedling yang harganya murah dan mudah diperoleh, sehingga mereka banyak beralih minat menanam karet seedling. Saat ini telah banyak beredar di masyarakat bibit dalam bentuk biji karet yang dikemas dalam kotak dengan merk dagang Golden Hope atau yang sering disebut petani dengan istilah polong merah atau balam merah, karena penampilan permukaan biji tersebut berwarna kemerahan. Harga benih tersebut bervariasi antara Rp 2.,- s/d Rp 4.,- per kotak 2 butir/kotak). Benih tersebut telah dipromosikan penjualnya sebagai bibit unggul berasal dari Malaysia, yang tidak perlu diokulasi tetapi akan menghasilkan produksi yang sama dengan bibit unggul. Promosi tersebut berhasil membuat sebagian petani mencoba menanamnya. Selain bibit Golden Hope, saat ini di OKU Timur telah banyak beredar bibit seedling kaki tiga. Sebelumnya sudah pernah berkembang bibit kaki tiga (three in one) okulasi yang berasal dari Jambi. Namun pada saat ini mulai beredar di masyarakat bibit kaki tiga yang tidak diokulasi. Usaha pembibitan bibit kaki tiga yang tidak diokulasi banyak terdapat di desa Tanjung Batu Ogan Ilir. Harga bibit tersebut di tingkat petani berkisar Rp 3.5,- - Rp 5.,- per polibeg. Di Ogan Ilir, tingkat adopsi klon keseluruhan mencapai 73%, yang merupakan dampak dari adanya proyek bantuan bibit APBD dari Pemda Ogan Ilir. Namun pada tahun tanam 21, tingkat adopsi klon menurun menjadi 7%, disebabkan petani mulai banyak yang berminat menanam bibit-bibit seedling yang beredar seperti Golden Hope dan bibit kaki tiga yang tidak diokulasi. Hal yang sama terjadi di OKU Induk, yang mana tingkat adopsi keseluruhan mencapai 63,3% dari rata-rata seluruh areal karet per desa. Penggunaan bibit unggul di kabupaten ini dimulai sejak adanya proyek-proyek pembangunan kebun karet seperti SRDP, PRPTE, PIR, dan proyek partisipatif. Selanjutnya, proyek bantuan pembangunan karet diteruskan oleh pemerintah daerah melalui proyek APBD yang berupa bantuan bibit kepada petani. Namun pada tahun tanam 21, tingkat 17

7 Syarifa, Agustina, Nancy, Supriadi adopsi klon menurun menjadi 62% dari ratarata luas penanaman karet swadaya, karena petani mulai banyak menanam bibit Golden Hope. Selanjutnya di Ogan Komering Ilir (OKI) tingkat adopsi klon karet keseluruhan mencapai sebesar 51,3%. Dalam perkembangannya di tahun tanam 21, tingkat adopsi klon meningkat menjadi 72% dari rata-rata penanaman karet per desa. Peningkatan penggunaan klon disebabkan adanya bantuan proyek Pemda melalui APBD memberikan bantuan bibit klonal ke petani. Wilayah yang memiliki tingkat adopsi klon karet terendah adalah Musi Rawas dan Kota Lubuk Linggau. Dari hasil survei, tingkat adopsi klon dari keseluruhan areal karet di desa-desa contoh Musi Rawas hanya sekitar 28,6% dari total rata-rata areal karet yang luasnya 2536 ha per desa. Pada tahun tanam 21, tingkat adopsi klon mencapai sebesar 45,4% dari rata-rata penanaman karet swadaya per desa. Sementara di Kota Lubuk Linggau, tingkat adopsi klon karet hanya sekitar 18,5% dari total areal karet yang ditanam per desa. Selanjutnya pada tahun tanam 21, tingkat adopsi klon hanya sekitar 12,5% dari rata-rata penanaman karet swadaya yang luasnya 3 ha per desa per tahun. Di wilayah ini, tingkat pengetahuan dan kesadaran petani untuk mengadopsi bibit unggul masih sangat rendah. Meskipun Kota Lubuk Linggau merupakan sentra pembibitan karet terbesar di Sumatera Selatan, dan juga pernah diberikan bantuan proyek peremajaan karet baik melalui SRDP, maupun proyek partisipatif dan bantuan APBD, hal ini tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kemajuan tingkat adopsi klon unggul di kedua wilayah ini. Bahkan masih banyak petani yang sama sekali tidak mengenal satupun jenis klon karet unggul yang direkomendasikan. Di kedua wilayah ini, umumnya petani biasa mengenal dan menggunakan bahan tanam karet seedling berupa cabutan yang dibeli di kalangan-kalangan desa. Selain itu, petani juga sudah banyak yang mengenal dan mengadopsi bahan tanam biji Golden Hope dan Bridgestone. Awalnya kondisi tersebut terjadi selain disebabkan rendahnya pengetahuan dan kesadaran petani dalam mengadopsi bibit unggul, juga disebabkan mahalnya harga bibit karet, dan adanya kekecewaan para petani terhadap produksi bibit okulasi palsu yang tidak memberikan produksi seperti yang diharapkan. Pada Gambar 2 dan Gambar 3 terlihat bahan tanam karet seedling yang banyak beredar dan ditanam oleh petani karet di Sumatera Selatan. Hasil survei menunjukkan bahwa dari tingkat pengetahuan petani karet di Sumatera Selatan terhadap jenis bibit unggul, yang paling banyak dikenal dan diminati oleh petani adalah jenis PB 26 (83%), selanjutnya klon GT 1 (48%), BPM 24 (39%), IRR 39 (32%), PR Series (23%), RRIC 1 (11%), dan RRIM 6 (Tabel 5). Klon PB 26 banyak dikenal dan diminati petani karena jumlah produksinya tinggi, dan klon PB 26 paling banyak dijumpai di penangkar bibit. Klon GT 1 umumnya dikenal oleh petani-petani yang berada disekitar proyekproyek peremajaan berbantuan (SRDP, TCSDP, dan PIR). Klon GT 1 masih sangat diminati oleh petani karena produksinya yang tinggi dan dianggap klon yang paling tahan terhadap penyakit jamur akar putih. Klon BPM 24 dan seri PR juga banyak diminati petani dikarenakan produksinya yang cukup tinggi. Namun ketersediaannya tidak begitu banyak di penangkar. Klon IRR 39 yang dulunya paling banyak diminati masyarakat petani dikarenakan keunikannya berdaun lima telah membuat petani kecewa. Hal ini dikarenakan sifat klon yang merupakan bahan tanam slow starter, tetapi memberikan produksi yang tidak sesuai dengan harapan petani pada awal sadap. Disarankan untuk lebih banyak memperkenalkan jenis klon unggul yang baru selain PB 26, yang memiliki produksi tinggi kepada para penangkar dan petani, seperti klon IRR 118, IRR 112 dan lainnya. Data pada Tabel 6 menunjukkan tingkat adopsi budidaya karet meliputi jarak tanam, pemupukan, pengendalian hama, pengendalian penyakit, dan pengendalian gulma. Umumnya petani karet di Sumatera Selatan sudah menggunakan jarak tanam (93%). Jarak tanam yang biasa dipakai masih rapat yaitu 5x3, 4x4, dan 3x4. Di Musi Rawas dan Kota Lubuk Linggau masih terdapat petani yang belum menggunakan jarak tanam. 18

8 Evaluasi tingkat adopsi klon unggul di tingkat petani karet Propinsi Sumatera Selatan Gambar Figure 2. Biji Golden Hope dan Brigestone (kiri) serta bahan tanam cabutan (kanan) 2. Seeds called Golden Hope and Brigestone (left) and rubber seedling (right) Gambar 3. Bahan tanam asal bibit kaki tiga yang tidak diokulasi Figure 3. Planting material of ungrafted three-in-one seed Tabel 5. Tingkat pengetahuan petani terhadap jenis klon Table 5. Farmers know-how about rubber clones PB 26 GT 1 BPM 24 IRR 39 PR Series RRIC 1 Musi Banyuasin Musi Rawas L. Linggau Muara Enim Banyuasin OKU Induk OKU Timur Sumatera Selatan Regency Lainnya Others RRIM 6 Sumber (Source) : Data Primer (Primary data) 19

9 Syarifa, Agustina, Nancy, Supriadi Tabel 6. Tingkat adopsi budidaya karet di tingkat petani karet Table 6. Percentage of technical practice at farmer level Regency Jarak tanam Plant spacing Pemupukan Fertilization Pengendalian hama Pest control Pengendalian penyakit Disease control Pengendalian gulma Weed control Muara Enim Banyuasin Musi Banyuasin OKU Timur OKI OKU Induk Musi Rawas Lubuk Linggau Sumatra Selatan Sumbe (Source) : Data Primer (Primary data) Tingkat kesadaran petani dalam penggunaan pupuk di Sumatera Selatan sudah cukup tinggi yaitu mencapai 77%. Tingkat adopsi pupuk paling tinggi di tingkat petani yang berada di Banyuasin, OKU Timur, Musi Banyuasin, OKI, Muara Enim, dan OKU Induk. Umumnya petani melakukan pemupukan 1-2 kali per tahun. Di Musi Rawas dan Lubuk Linggau tingkat penggunaan pupuk masih sangat rendah. Selanjutnya, tingkat adopsi pengendalian hama di tingkat petani Sumatera Selatan juga cukup tinggi, yaitu 76%. Hama yang biasa terdapat di kebun karet petani adalah babi, monyet, kambing, dan sapi. Untuk mengendalikannya, kebun dijaga dan dipagar. Sementara, tingkat pengen-dalian penyakit di tingkat petani masih sangat rendah (39%). Hal ini disebabkan rendahnya pengetahuan petani terhadap pengenalan gejala serangan dan upaya pengendalian penyakit. Tingkat adopsi pengendalian gulma di tingkat petani hanya mencapai 65%. Di OKI, Lubuk Linggau, dan Musi Rawas masih banyak petani yang membiarkan kebunnya kotor, dan tidak terawat. Permasalahan cara penyadapan masih banyak dijumpai di daerah-daerah yang di survei seperti di Musi Rawas, Lubuk Linggau, dan OKU Timur. Di wilayah-wilayah tersebut masih banyak terjadi kesalahan cara penyadapan (Gambar 4). Karena itu, masih sangat diperlukan penyuluhan serta bimbingan teknis dalam upaya pengendalian penyakit karet, dan teknik penyadapan karet yang sesuai rekomendasi. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil studi disimpulkan bahwa tingkat adopsi klon karet di tingkat petani pada wilayah-wilayah sampling di Sumatera Selatan telah mencapai 59,2% dari rata-rata areal tanaman karet, sedangkan tingkat adopsi klon karet unggul pada tahun tanam 21, telah mencapai 67% dari rata-rata penanaman karet swadaya. Dari wilayah sampling, tingkat adopsi klon karet unggul yang tertinggi di Sumatera Selatan adalah Muara Enim (83%), diikuti oleh Banyuasin (81%), OKU Timur (75%), Ogan Ilir (73%) dan OKU Induk (63%). Sebaliknya tingkat adopsi klon karet unggul yang paling rendah terdapat di Musi Rawas (29%) dan Kota Lubuk Linggau (19%). Jenis klon yang paling banyak dikenal dan diminati oleh petani karet di Sumatera Selatan adalah jenis PB 26 (83%), diikuti klon GT 1 (48%), BPM 24 (39%), IRR 39 (32%), PR Series (23%), RRIC 1 (11%), dan RRIM 6. Klon PB 26 banyak dikenal dan 2

10 Evaluasi tingkat adopsi klon unggul di tingkat petani karet Propinsi Sumatera Selatan Gambar 4. Kondisi bidang sadap di kebun karet petani di Musi Rawas Figure 4. Tapping panel condition at smallholder rubber area in Musi Rawas Regency diminati karena jumlah produksinya tinggi, dan paling banyak dijumpai di penangkar bibit. Ditinjau dari kondisi usahatani karet rakyat, dan tingkat adopsi klon karet, dapat disimpulkan bahwa Muara Enim, Banyuasin, dan OKU Timur berada pada kategori desa yang sudah maju. Disarankan program peningkatan produktivitas bagi desa-desa yang sudah maju antara lain adalah program pemberian bantuan kredit bagi pembangunan kebun seperti : Mitrabun dan Revitbun. Pendampingan untuk pola kredit harus dilakukan secara berkesinambungan sampai tahap penyadapan dan pengembalian kredit. Meskipun d e m i k i a n, p e n g a w a l a n d a l a m h a l penyadapan masih terus perlu dilakukan agar pengetahuan dan keterampilan petani meningkat untuk menghasilkan sadapan yang baik. OKI, Musi Rawas, dan Lubuk Linggau termasuk kategori desa karet yang belum maju. Disarankan komponen program untuk pengembangan desa-desa karet yang belum maju antara lain: 1) program peningkatan pengetahuan dan motivasi petani untuk segera mengadopsi bahan tanam klon unggul melalui kegiatan demplot kebun peremajaan dan penyuluhan yang intensif. 2) program pembangunan kebun pembibitan untuk menyediakan sarana adopsi secara mudah dan murah melalui pengembangan kelompok pembibitan dan dengan memperkuat penangkar yang sudah ada di wilayah setempat. Pendampingan harus dilakukan secara intensif sampai petani dapat menghasilkan bibit okulasi unggul dan kegiatan pembibitan dapat terus bergulir. DAFTAR PUSTAKA Dinas Perkebunan Sumatera Selatan. 28. Statistik Perkebunan Sumatera Selatan Tahun 28. Dinas Perkebunan Sumatera Selatan, Palembang. Direktorat Jenderal Perkebunan. 29. Statistik Perkebunan Indonesia. Karet Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia. 28. Bulletin Karet. Gabungan Perusahaan Karet Indonesia, Jakarta. Hendratno, S dan M. Supriadi Peningkatan produktivitas kebun melalui peremajaan dan penanaman klon karet unggul. Pros. Lok. Karet Nasional, 26 September 211, Hotel Kartika Chandra, Jakarta. International Rubber Study Group (IRSG). 24. Rubber Statistical Bulletin, 58 (12) dan 59 (1) September October 24. International Rubber Study Group, Wembley, London. 21

11 Syarifa, Agustina, Nancy, Supriadi International Rubber Study Group (IRSG) Rubber Statistical Bulletin, 66 (1-3) July September 211. International Rubber Study Group, Singapore. Smith, H.P. 23. The World Tyre and Rubber Industry and the China Factor: Some Scenario for the Future. Jakarta. 22

EVALUASI PENGOLAHAN DAN MUTU BAHAN OLAH KARET RAKYAT (BOKAR) DI TINGKAT PETANI KARET DI SUMATERA SELATAN

EVALUASI PENGOLAHAN DAN MUTU BAHAN OLAH KARET RAKYAT (BOKAR) DI TINGKAT PETANI KARET DI SUMATERA SELATAN Jurnal Penelitian Karet, 2013, 31 (2) : 139-148 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2013, 31 (2) : 139-148 EVALUASI PENGOLAHAN DAN MUTU BAHAN OLAH KARET RAKYAT (BOKAR) DI TINGKAT PETANI KARET DI SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PEREMAJAAN PARTISIPATIF TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN

DAMPAK POLA PEREMAJAAN PARTISIPATIF TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PROVINSI SUMATERA SELATAN Jurnal Penelitian Karet, 2017, 35 (1) : 71-82 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2017, 35 (1) : 71-82 DOI:10.22302/ppk.jpk.v1i1.283 DAMPAK POLA PEREMAJAAN PARTISIPATIF TERHADAP PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KARET

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK BISNIS PEMBIBITAN KARET DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

KAJIAN PROSPEK BISNIS PEMBIBITAN KARET DI PROVINSI SUMATERA SELATAN Jurnal Penelitian Karet, 2016, 34 (2) : 225-236 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2016, 34 (2) : 225-236 KAJIAN PROSPEK BISNIS PEMBIBITAN KARET DI PROVINSI SUMATERA SELATAN Study of Prospective of Rubber Nursery

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 202.414 23.805 44.545 48.706 46.376 48.865 42.493 30.682 43.325 261.667 537.401 2 Banyu Asin 74.354 6.893 15.232 9.133 8.357 11.370 14.914 10.561

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 175.517 14.520 28.238 30.943 30.415 63.437 80.416 47.113 57.176 280.562 537.423 2 Banyu Asin 63.171 4.322 5.770 9.872 11.440 16.385 28.658 11.966

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 178.423 31.968 30.373 48.437 35.571 58.619 50.807 24.344 67.668 248.151 537.808 2 Banyu Asin 58.327 11.485 7.424 12.266 9.755 15.582 18.133 7.698

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Max. Vegetatif (41-54 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Vegetatif 2 (31-40 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 288.456 16.926 22.384 34.827 30.181 29.824 34.511 41.041 28.541 192.768 532744 2 Banyu Asin 82.159 4.192 5.041 8.043 11.345 18.010 18.343 12.742

Lebih terperinci

07. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SUMATERA SELATAN

07. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SUMATERA SELATAN 07. ACUAN PENETAPAN REKOMENDASI PUPUK N, P, DAN K PADA LAHAN SAWAH SPESIFIK LOKASI (PER KECAMATAN) PROVINSI SUMATERA SELATAN 82 Kecamatan Tanpa bahan organik Dengan 5 ton jerami/ha Dengan 2 ton pupuk kandang/ha

Lebih terperinci

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2)

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2) KABUPATEN / KOTA : OGAN KOMERING ULU 16.01 OGAN KOMERING ULU 192.831 182.28 35.109 1 16.01.0 SOSOH BUAY RAYAP.332 6.820 14.152 2 16.01.08 PENGANDONAN 5.292 5.13 10.465 3 16.01.09 PENINJAUAN 25.186 23.13

Lebih terperinci

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Vegetatif 2 (31-40 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Max. Vegetatif (41-54 HST)

Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi (Ha) Vegetatif 2 (31-40 HST) Vegetatif 1 (16-30 HST) Max. Vegetatif (41-54 HST) Luas Sawah pada Fase Pertanaman Padi 1 Sumatera Selatan 227.724 25.153 21.877 14.691 14.496 30.225 49.463 44.048 49.214 174.800 539.158 2 Banyu Asin 91.654 6.116 2.488 1.867 3.120 7.882 13.631 16.095 18.375

Lebih terperinci

Lampiran I.16 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.16 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I.6 : Keputusan Komisi Pemilihan Umum : 98/Kpts/KPU/TAHUN 0 : 9 MARET 0 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 0 No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH

Lebih terperinci

DAMPAK RENDAHNYA HARGA KARET TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI KARET DI SUMATERA SELATAN

DAMPAK RENDAHNYA HARGA KARET TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI KARET DI SUMATERA SELATAN Jurnal Penelitian Karet, 2016, 34 (1) : 119-126 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2016, 34 (1) : 119-126 DAMPAK RENDAHNYA HARGA KARET TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI PETANI KARET DI SUMATERA SELATAN Low Rubber

Lebih terperinci

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU Afrizon, Dedi Sugandi, dan Andi Ishak (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu) afrizon41@yahoo.co.id Pengkajian Keragaan

Lebih terperinci

Dalam acara MUSI RAWAS, 24 MEI 2017

Dalam acara MUSI RAWAS, 24 MEI 2017 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERKEBNAN Dalam acara PENGEMBANGAN USAHA KEMITRAAN PEKEBUNAN Ir.H.Rudi Arpian,M.Si MUSI RAWAS, 24 MEI 2017 Kementerian Pertanian 1 www.pertanian.go.id SEBARAN KOMODITAS KARET TAHUN

Lebih terperinci

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN

POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN POTENSI MODAL PETANI DALAM MELAKUKAN PEREMAJAAN KARET DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN (FARMER CAPITAL POTENCIES FOR REPLANTING RUBBER PLANTATION IN MUSI RAWAS REGENCY SOUTH SUMATERA) Maya Riantini

Lebih terperinci

MODEL PENUMBUHAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PERBENIHAN UNTUK MENINGKATKAN MUTU BAHAN TANAM DAN PRODUKTIVITAS KARET RAKYAT

MODEL PENUMBUHAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PERBENIHAN UNTUK MENINGKATKAN MUTU BAHAN TANAM DAN PRODUKTIVITAS KARET RAKYAT Jurnal Penelitian Karet, 2011, 29 (2) : 130-141 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2011, 29 (2) : 130-141 MODEL PENUMBUHAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PERBENIHAN UNTUK MENINGKATKAN MUTU BAHAN TANAM DAN PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN TABUNGAN PETANI UNTUK MENANGGUNG BIAYA PEREMAJAAN KEBUN KARETNYA DI MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN

ANALISIS KEMAMPUAN TABUNGAN PETANI UNTUK MENANGGUNG BIAYA PEREMAJAAN KEBUN KARETNYA DI MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN Volume 2 Nomor 1 Edisi Februari 2017 ISSN : 2540-816X ANALISIS KEMAMPUAN TABUNGAN PETANI UNTUK MENANGGUNG BIAYA PEREMAJAAN KEBUN KARETNYA DI MUSI BANYUASIN SUMATERA SELATAN Oleh : Tirta Jaya Jenahar dan

Lebih terperinci

1 Grafik Ruang Kelas Belajar Madrasah berdasarkan Kondisi Bangunan. 2 Tabel Jumlah Ruang Kelas Belajar Madrasah. 3 Tabel Jumlah Perpustakaan Madrasah

1 Grafik Ruang Kelas Belajar Madrasah berdasarkan Kondisi Bangunan. 2 Tabel Jumlah Ruang Kelas Belajar Madrasah. 3 Tabel Jumlah Perpustakaan Madrasah Statistik Pendidikan Madrasah Provinsi Sumatera Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015 Semester Genap III Sarana & Prasarana Madrasah 1 Grafik Ruang Kelas Belajar Madrasah berdasarkan Kondisi Bangunan 2 Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN Peningkatan produksi karet yang optimal harus dimulai dengan pemilihan klon yang unggul, penggunaan bibit yang berkualitas sebagai batang bawah dan batang atas serta pemeliharaan yang

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN (Studi Kasus : Kelurahan Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan)

STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN (Studi Kasus : Kelurahan Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan) STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KARET RAKYAT DI KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN (Studi Kasus : Kelurahan Langgapayung, Kecamatan Sungai Kanan) Fritz Mesakh Tarigan Silangit *), Tavi Supriana **),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dengan sungai yang banyak dan besar. Hal ini memberikan potensi yang besar bagi pengembangan lahan pertanian

Lebih terperinci

l. PENDAHULUAN Karel alam adalah salah satu komoditi perkebunan yang stralegis dalam

l. PENDAHULUAN Karel alam adalah salah satu komoditi perkebunan yang stralegis dalam l. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karel alam adalah salah satu komoditi perkebunan yang stralegis dalam perekonomian Indonesia dan memiliki prospek yang cukup cerah baik di pasar dalam negeri maupun inlemasional.

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Tabungan Petani Untuk Menanggung Biaya Peremajaan Kebun Karetnya di Musi Banyuasin Sumatera Selatan

Analisis Kemampuan Tabungan Petani Untuk Menanggung Biaya Peremajaan Kebun Karetnya di Musi Banyuasin Sumatera Selatan Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol.15 (1), 2017 Analisis Kemampuan Tabungan Petani Untuk Menanggung Biaya Peremajaan Kebun Karetnya di Musi Banyuasin Sumatera Selatan Jefirstson Kore a, Yohanes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI TANAMAN SELA DI ANTARA KARET DI WILAYAH KOTA PRABUMULIH, SUMATERA SELATAN

ANALISIS USAHATANI TANAMAN SELA DI ANTARA KARET DI WILAYAH KOTA PRABUMULIH, SUMATERA SELATAN Jurnal Penelitian Karet, 2015, 33 (2) : 157-166 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2015, 33 (2) : 157-166 ANALISIS USAHATANI TANAMAN SELA DI ANTARA KARET DI WILAYAH KOTA PRABUMULIH, SUMATERA SELATAN Analysis

Lebih terperinci

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji Tabel 13 Perbandingan Karakteristik Kebun Kelapa Sawit Inti dan Plasma Contoh di Sumatera Selatan Tahun 2002 No Karakteristik Betung Barat 1 Nama lain IV Betung Talang Sawit Sungai Lengi II B Sule PT Aek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM. dikenal dengan nama botani Hevea Brasiliensis berasal dari daerah Amazone di

V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM. dikenal dengan nama botani Hevea Brasiliensis berasal dari daerah Amazone di V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM 5.1. Sejarah Karet Dunia dan Indonesia Karet merupakan tanaman berumur panjang dan secara ekonomis satu siklus pertanamannya memakan waktu sekitar 30 tahun. Tanaman karet yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KLON KARET UNGGUL TINGKAT PETANI SECARA KONVENSIONAL PADA TANAMAN MUDA DI KECAMATAN KAMPAR KIRI

IDENTIFIKASI KLON KARET UNGGUL TINGKAT PETANI SECARA KONVENSIONAL PADA TANAMAN MUDA DI KECAMATAN KAMPAR KIRI SKRIPSI IDENTIFIKASI KLON KARET UNGGUL TINGKAT PETANI SECARA KONVENSIONAL PADA TANAMAN MUDA DI KECAMATAN KAMPAR KIRI Oleh: Mhd. Hadi 11082102253 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014 BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No. 46/8/16/Th. XVII, 3 Agustus 215 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 214 PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 14,8 RIBU TON, CABAI RAWIT SEBESAR 3,87 RIBU

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN OKTOBER 2015 DAN PRAKIRAAN HUJAN DESEMBER 2015, JANUARI DAN FEBRUARI 2016 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN OKTOBER 2015 DAN PRAKIRAAN HUJAN DESEMBER 2015, JANUARI DAN FEBRUARI 2016 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN OKTOBER 2015 DAN PRAKIRAAN HUJAN DESEMBER 2015, JANUARI DAN FEBRUARI 2016 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Oktober 2015 dan Prakiraan Hujan Bulan Desember 2015, Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman karet (Hevea brasilensis Muell) adalah komoditas utama dalam bidang perkebunan yang merupakan produksi non migas dan menjadi sumber devisa negara yang cukup

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 16 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 16 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 16 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN, DAN KABUPATEN OGAN ILIR DI PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera Laporan Provinsi 169 Sumatera Selatan Jembatan Ampera Jembatan Ampera adalah sebuah jembatan di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Jembatan Ampera, yang telah menjadi semacam lambang kota,

Lebih terperinci

Guna mendukung pembangunan perikanan di Kabupaten OKU Timur dan secara umum pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi

Guna mendukung pembangunan perikanan di Kabupaten OKU Timur dan secara umum pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi 2016/09/08 09:03 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan PENYULUH PERIKANAN BANTU (PPB) KABUPATEN OKU TIMUR TURUT DAMPINGI TIM MONEV TERPADU KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2016 www.pusluh.kkp.go.id

Lebih terperinci

KOMPARASI KELAYAKAN INVESTASI KLON KARET GT 1 DAN PB 260 PADA BERBAGAI TINGKAT HARGA DAN UMUR EKONOMIS

KOMPARASI KELAYAKAN INVESTASI KLON KARET GT 1 DAN PB 260 PADA BERBAGAI TINGKAT HARGA DAN UMUR EKONOMIS Jurnal Penelitian Karet, 2017, 35 (1) : 83-92 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2017, 35 (1) : 83 92 DOI: http://dx.doi.org/10.22302/ppk.jpk.v1i1.362 KOMPARASI KELAYAKAN INVESTASI KLON KARET GT 1 DAN PB 260

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN, DAN KABUPATEN OGAN ILIR DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR, KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN, DAN KABUPATEN OGAN ILIR DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Water Resource Management to Increase Sustainably of Rice Production in Tidal

Lebih terperinci

POTENSI KAYU HASIL PEREMAJAAN KARET RAKYAT UNTUK MEMASOK INDUSTRI KAYU KARET Studi Kasus di Provinsi Sumatera Selatan

POTENSI KAYU HASIL PEREMAJAAN KARET RAKYAT UNTUK MEMASOK INDUSTRI KAYU KARET Studi Kasus di Provinsi Sumatera Selatan Jurnal Penelitian Karet, 201, 1 (1) : 68-78 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 201, 1 (1) : 68-78 POTENSI KAYU HASIL PEREMAJAAN KARET RAKYAT UNTUK MEMASOK INDUSTRI KAYU KARET Studi Kasus di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

KOMPARASI KELAYAKAN INVESTASI KLON KARET GT 1 DAN PB 260 PADA BERBAGAI TINGKAT HARGA DAN UMUR EKONOMIS

KOMPARASI KELAYAKAN INVESTASI KLON KARET GT 1 DAN PB 260 PADA BERBAGAI TINGKAT HARGA DAN UMUR EKONOMIS Jurnal Penelitian Karet, 2017, 35 (1) : 83-92 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2017, 35 (1) : 83 92 DOI: 10.22302/ppk.jpk.v1i1.362 KOMPARASI KELAYAKAN INVESTASI KLON KARET GT 1 DAN PB 260 PADA BERBAGAI TINGKAT

Lebih terperinci

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp , ANALISIS TINGKAT DAYA SAING KARET INDONESIA Riezki Rakhmadina 1), Tavi Supriana ), dan Satia Negara Lubis 3) 1) Alumni Fakultas Pertanian USU ) dan 3) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN FEBRUARI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN APRIL, MEI DAN JUNI 2016 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN FEBRUARI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN APRIL, MEI DAN JUNI 2016 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN FEBRUARI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN APRIL, MEI DAN JUNI 2016 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Februari 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2016 disusun

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN JUNI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2016 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN JUNI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2016 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN JUNI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2016 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Juni 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan Agustus, September dan Oktober

Lebih terperinci

Titik Widyasari dan Nofitri Dewi Rinojati

Titik Widyasari dan Nofitri Dewi Rinojati STUDI PENDAHULUAN TERHADAP KARAKTERISTIK USAHATANI KARET DI DAERAH LINGKAR TAMBANG (STUDI KASUS DI KABUPATEN BERAU, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR) Preliminary Study on the Characteristics of Rubber Farming

Lebih terperinci

Kerangka Berfikir MENCARI KOMODITI UNGGULAN. Penciptaan Lapangan Kerja. Manajeman Usaha. Sosial Budaya. Teknologi. Ketersediaan

Kerangka Berfikir MENCARI KOMODITI UNGGULAN. Penciptaan Lapangan Kerja. Manajeman Usaha. Sosial Budaya. Teknologi. Ketersediaan SUPLEMEN 3 RESUME PENELITIAN DASAR POTENSI EKONOMI DAERAH DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) PROPINSI SUMATERA SELATAN Bank Indonesia Palembang bekerja

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN JANUARI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN MARET, APRIL DAN MEI 2016 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN JANUARI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN MARET, APRIL DAN MEI 2016 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN JANUARI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN MARET, APRIL DAN MEI 2016 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Januari 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2016 disusun

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH BUDIDAYA KARET

KARYA ILMIAH BUDIDAYA KARET KARYA ILMIAH BUDIDAYA KARET Disusun oleh: JOKO WIJAKSONO 11.12.5651 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Karet merupakan salah satu komoditi pertanian yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN IPM 6.1 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA. Berdasarkan perhitungan dari keempat variabel yaitu:

PERKEMBANGAN IPM 6.1 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA. Berdasarkan perhitungan dari keempat variabel yaitu: PERKEMBANGAN IPM Angka IPM Kabupaten OKU Selatan dari tahun ke tahun terus meningkat. Akan tetapi karena nilai percepatan capaian (reduksi shortfall) setiap tahunnya kecil maka pada tahun 2011 peringkat

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN JULI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN SEPTEMBER, OKTOBER DAN NOVEMBER 2016 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN JULI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN SEPTEMBER, OKTOBER DAN NOVEMBER 2016 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN JULI 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN SEPTEMBER, OKTOBER DAN NOVEMBER 2016 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Juli 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

IV. GAMBARAN UMUM DAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU IV. GAMBARAN UMUM DAN MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU A. PROFIL KABUPATEN OGAN KOMERING ULU Nama Kabupaten Ogan Komering Ulu diambil dari nama dua sungai besar yang melintasi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI ABSTRAK

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI ABSTRAK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PERBAIKAN TEKNOLOGI BUDIDAYA KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI Julistia Bobihoe Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Email : julistia_06@yahoo.com No.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN RUMAH TANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN RUMAH TANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN Volume 2 Nomor 2 Edisi Agustus 2017 ISSN : 2540-816X FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGELUARAN RUMAH TANGGA PETANI KARET DI KABUPATEN BANYUASIN SUMATERA SELATAN Oleh : Siti Komariah Hildayanti Program

Lebih terperinci

Analisis Efisiensi Pemasaran Pisang Produksi Petani di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu. Oleh: Henny Rosmawati.

Analisis Efisiensi Pemasaran Pisang Produksi Petani di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu. Oleh: Henny Rosmawati. Analisis Efisiensi Pemasaran Pisang Produksi Petani di Kecamatan Lengkiti Kabupaten Ogan Komering Ulu Oleh: Henny Rosmawati Abstract This research is aimed to: 1) know the banana s marketing eficiency

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN FEBRUARI 2018 DAN PRAKIRAAN HUJAN APRIL, MEI DAN JUNI 2018 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN FEBRUARI 2018 DAN PRAKIRAAN HUJAN APRIL, MEI DAN JUNI 2018 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN FEBRUARI 2018 DAN PRAKIRAAN HUJAN APRIL, MEI DAN JUNI 2018 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Februari 2018 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2018 disusun

Lebih terperinci

METODE PENYIMPANAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) OLEH PEDAGANG PENGUMPUL TINGKAT USAHATANI DI PURUK CAHU KABUPATEN MURUNG RAYA

METODE PENYIMPANAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) OLEH PEDAGANG PENGUMPUL TINGKAT USAHATANI DI PURUK CAHU KABUPATEN MURUNG RAYA METODE PENYIMPANAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) OLEH PEDAGANG PENGUMPUL TINGKAT USAHATANI DI PURUK CAHU KABUPATEN MURUNG RAYA Cica Riyani Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Politeknik Muara

Lebih terperinci

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Karet Rakyat Melakukan Peremajaan Karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Karet Rakyat Melakukan Peremajaan Karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Karet Rakyat Melakukan Peremajaan Karet di Kabupaten Ogan Komering Ulu Oleh: Septianita Abstract The research aims to know the factor that influence rubber farmer

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN APRIL 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN JUNI, JULI DAN AGUSTUS 2016 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN APRIL 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN JUNI, JULI DAN AGUSTUS 2016 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN APRIL 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN JUNI, JULI DAN AGUSTUS 2016 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan April 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2016 disusun

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN MARET 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN MEI, JUNI DAN JULI 2016 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN MARET 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN MEI, JUNI DAN JULI 2016 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN MARET 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN MEI, JUNI DAN JULI 2016 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Maret 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan Mei, Juni dan Juli 2016 disusun berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra karet di Indonesia, menurut

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra karet di Indonesia, menurut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra karet di Indonesia, menurut data statistik Kementrian Perkebunan tahun 2012, produksi perkebunan karet rakyat (49.172 ton/tahun)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN DESEMBER 2015 DAN PRAKIRAAN HUJAN FEBRUARI, MARET DAN APRIL 2016 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN DESEMBER 2015 DAN PRAKIRAAN HUJAN FEBRUARI, MARET DAN APRIL 2016 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN DESEMBER 2015 DAN PRAKIRAAN HUJAN FEBRUARI, MARET DAN APRIL 2016 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Desember 2015 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April

Lebih terperinci

KAJIAN KELEMBAGAAN DAN KEMITRAAN PEMASARAN KAYU KARET DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

KAJIAN KELEMBAGAAN DAN KEMITRAAN PEMASARAN KAYU KARET DI PROVINSI SUMATERA SELATAN Jurnal Penelitian Karet, 201, 1 (1) : 54-67 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 201, 1 (1) : 54-67 KAJIAN KELEMBAGAAN DAN KEMITRAAN PEMASARAN KAYU KARET DI PROVINSI SUMATERA SELATAN A study on Institutions and

Lebih terperinci

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK

Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang ABSTRAK ANALISIS PENDAPATAN PADA USAHATANI PADI SAWAH LEBAK DENGAN SISTEM YARNEN DAN TUNAI DI KECAMATAN RAMBUTAN KABUPATEN BANYUASIN Sisvaberti Afriyatna Dosen Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

Kontribusi Pendapatan Buruh Wanita Tani Kelapa Sawit Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Kurup Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten Ogan Komering Ulu

Kontribusi Pendapatan Buruh Wanita Tani Kelapa Sawit Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Kurup Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten Ogan Komering Ulu Kontribusi Pendapatan Buruh Wanita Tani Kelapa Sawit Terhadap Pendapatan Keluarga di Desa Kurup Kecamatan Lubuk Batang Kabupaten Ogan Komering Ulu Oleh: Rosnaliza Testiana dan Dinda Dwi Arini Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN 1 of 14 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BANYUASIN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN DAN PENYEGAR

PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN DAN PENYEGAR PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN DAN PENYEGAR PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KARET TAHUN 2018 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2017 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KARET TAHUN 2013

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KARET TAHUN 2013 PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN TANAMAN KARET TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT

DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET ABSTRACT INFEKSI Fusarium sp. PENYEBAB PENYAKIT LAPUK BATANG DAN CABANG PADA ENAM KLON KARET Eko Heri Purwanto, A. Mazid dan Nurhayati J urusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan irigasi di Indonesia menuju sistem irigasi maju dan tangguh tak lepas dari irigasi tradisional yang telah dikembangkan sejak ribuan tahun yang lampau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman karet merupakan salah satu komoditi yang menduduki posisi cukup penting sebagai devisa non-migas dan menunjang pembangunan ekonomi Indonesia, sehingga memiliki

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN AGUSTUS 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN OKTOBER, NOVEMBER DAN DESEMBER 2016 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN AGUSTUS 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN OKTOBER, NOVEMBER DAN DESEMBER 2016 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN AGUSTUS 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN OKTOBER, NOVEMBER DAN DESEMBER 2016 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Agustus 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan Oktober, November dan

Lebih terperinci

KAJIAN STRATEGI KEBIJAKAN DAN LANGKAH OPERASIONAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KARET UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KORIDOR SUMATERA

KAJIAN STRATEGI KEBIJAKAN DAN LANGKAH OPERASIONAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KARET UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KORIDOR SUMATERA KAJIAN STRATEGI KEBIJAKAN DAN LANGKAH OPERASIONAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KARET UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KORIDOR SUMATERA PENANGGUNG JAWAB : DR. IR. MASGANTI, MS PENDAHULUAN Indonesia bersama

Lebih terperinci

BUKU SAKU KINERJA PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUKU SAKU KINERJA PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN BUKU SAKU KINERJA PEMBANGUNAN PROVINSI SUMATERA SELATAN Daftar Isi A. Fiskal... B. Program Prioritas Tahun 2017 dan 2018... C. Proyek Strategis Nasional Sumatera Selaan... D. Capaian Kinerja Tahun 2016,

Lebih terperinci

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena Latar Belakang Permasalahan lahan kritis di Indonesia semakin besar dengan semakin meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena pemanfaatannya yang melebihi kapasitasnya.

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI NASIONAL BIDANG KUMKM TAHUN 2018 DINAS KOPERASI DAN UKM PROVINSI SUMATERA SELATAN

RAPAT KOORDINASI NASIONAL BIDANG KUMKM TAHUN 2018 DINAS KOPERASI DAN UKM PROVINSI SUMATERA SELATAN RAPAT KOORDINASI NASIONAL BIDANG KUMKM TAHUN 2018 DINAS KOPERASI DAN UKM PROVINSI SUMATERA SELATAN 1 DINAS KOPERASI DAN UKM PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS SUMATERA SELATAN Provinsi Sumatera Selatan

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN DESEMBER 2017 DAN PRAKIRAAN HUJAN FEBRUARI, MARET DAN APRIL 2018 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN DESEMBER 2017 DAN PRAKIRAAN HUJAN FEBRUARI, MARET DAN APRIL 2018 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN DESEMBER 2017 DAN PRAKIRAAN HUJAN FEBRUARI, MARET DAN APRIL 2018 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Desember 2017 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April

Lebih terperinci

Dika Ardilla Sangi, Evy Maharani, Susy Edwina (Fakultas Pertanian Universitas Riau)

Dika Ardilla Sangi, Evy Maharani, Susy Edwina (Fakultas Pertanian Universitas Riau) ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN PETANI KARET POLA EX SRDP DENGAN PETANI KARET POLA SWADAYA DI KELURAHAN MUARA LEMBU KECAMATAN SINGINGI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Dika Ardilla Sangi, Evy Maharani, Susy

Lebih terperinci

PROGRAM REHABILITASI KARET DI PROVINSI JAMBI : UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

PROGRAM REHABILITASI KARET DI PROVINSI JAMBI : UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH BOKS 1 PROGRAM REHABILITASI KARET DI PROVINSI JAMBI : UPAYA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH I. PENDAHULUAN Komoditas karet memegang peranan utama dalam perekonomian masyarakat di semua kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN SEPTEMBER 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN NOVEMBER, DESEMBER 2016 DAN JANUARI 2017 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN SEPTEMBER 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN NOVEMBER, DESEMBER 2016 DAN JANUARI 2017 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN SEPTEMBER 2016 DAN PRAKIRAAN HUJAN NOVEMBER, DESEMBER 2016 DAN JANUARI 2017 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan September 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan November, Desember

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN AGUSTUS 2017 DAN PRAKIRAAN HUJAN OKTOBER, NOVEMBER DAN DESEMBER 2017 DI SUMATERA SELATAN

ANALISIS HUJAN AGUSTUS 2017 DAN PRAKIRAAN HUJAN OKTOBER, NOVEMBER DAN DESEMBER 2017 DI SUMATERA SELATAN ANALISIS HUJAN AGUSTUS 2017 DAN PRAKIRAAN HUJAN OKTOBER, NOVEMBER DAN DESEMBER 2017 DI SUMATERA SELATAN KATA PENGANTAR Analisis Hujan Bulan Agustus 2017 dan Prakiraan Hujan Bulan Oktober, November dan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. ton pada tahun 2011 menjadi juta ton pada tahun 2012 (Ditjenbun, 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas perkebunan yang dapat memberikan kontribusi dalam devisa negara dari sektor non migas. Karet juga merupakan sumber penghasilan

Lebih terperinci