KUALITAS JALAN CABANG DI AREAL IUPHHK-HTI PT INHUTANI I BATU AMPAR MENTAWIR KALIMANTAN TIMUR QODIMATUL UNSHURI ILYAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KUALITAS JALAN CABANG DI AREAL IUPHHK-HTI PT INHUTANI I BATU AMPAR MENTAWIR KALIMANTAN TIMUR QODIMATUL UNSHURI ILYAS"

Transkripsi

1 KUALITAS JALAN CABANG DI AREAL IUPHHK-HTI PT INHUTANI I BATU AMPAR MENTAWIR KALIMANTAN TIMUR QODIMATUL UNSHURI ILYAS DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kualitas Jalan Cabang di Areal IUPHHK-HTI PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir Kalimantan Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing skripsi yakni Prof Dr Ir Elias dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2016 Qodimatul Unshuri Ilyas E

4 ABSTRAK QODIMATUL UNSHURI ILYAS. Kualitas Jalan Cabang di Areal IUPHHK-HTI PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir Kalimantan Timur. Di bawah bimbingan ELIAS. Jalan merupakan salah satu prasarana penting dalam pengelolaan hutan sehingga perlu dilakukan pembukaan wilayah hutan yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas jalan cabang blok RKT 2014 di IUPHHK-HTI PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir Kalimantan Timur. Karakteristik jalan yang diamati berupa kerapatan jalan, spasi jalan, penampang melintang jalan, belokan jalan dan kemiringan memanjang jalan. Hasil penelitian pada jalan cabang blok RKT 2014 diperoleh kerapatan jalan total m ha ˡ, spasi jalan sebesar m, lebar jalan 4.13 m, kemiringan talud 38.78%, selokan dengan kedalaman 29 cm, lebar ke arah jalan 34 m, lebar kearah talud 28 cm, belokan dengan radius belokan minimal m, kemiringan belokan 3.9 % dan pelebaran belokan 0.54 m, dan kemiringan memanjang jalan maksimal 24 % dengan panjang jarak datar rata-rata m. Kualitas jalan cabang yang berada di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir sebagian besar belum memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Kata kunci : jalan cabang, kualitas, standar jalan ABSTRACT QODIMATUL UNSHURI ILYAS. Branch Roads Quality in the area of IUPHHK-HTI PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir East Kalimantan. Supervised by ELIAS. Forest road is one of the most important infrastructure in forest management, therefore a high quality forest opening is absolutely needed.. This study was conducted to determine the quality of branch roads at RKT 2014 block in IUPHHK-HTI PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir East Kalimantan. Road characteristics that had been observed are consist of road density, road spacing, road cross sections, road curves and road gradient. The results showed that the total road density m ha -ˡ, road spacing m, road width 4.13 m, batter slope %, drain depth 29 cm, drain width from the road 34 cm, drain width from batter slope 28 cm, minimum radius m, curve slope 3.9 % and curve widening 0.54 m, and maximum road length gradient 24 % with an average projection distance m. The quality of forest roads at RKT 2014 block in IUPHHK-HTI PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir were predominantly didn t met the required quality standard. Keywords : branch road, quality, road standard

5 KUALITAS JALAN CABANG DI AREAL IUPHHK-HTI PT INHUTANI I BATU AMPAR MENTAWIR KALIMANTAN TIMUR QODIMATUL UNSHURI ILYAS Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Kualitas Jalan Cabang di Areal IUPHHK-HTI PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukan, saran, dan kritikan yang membangun. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof Dr Ir Elias, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, arahan, masukan dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir Agus Beniarto; Kisar Tarigan, S Hut, MS; Muhamad Syarif, Abdul Salam, S Hut; Taufik Yuliansyah, Ujian Basuki, Muhtar, Saiful Bahri, Hanil Tamzid, Ari Sutanto serta seluruh pegawai PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Seping, Arman, Alim, Mas Agus dan Pak Jarsih yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman satu PKL (Praktik Kerja Lapang) terkhusus Saudara Juanda Hasibuan yang telah membantu dalam pengambilan data penelitian. Penghargaan terbesar penulis sampaikan kepada Ayah (Wargono), Ibu (Sri Supriyatin), Adik (Zainul Hamidah Ilyas) dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dorongan semangat serta bantuan moril dan materi yang diberikan kepada penulis serta rekan-rekan Departemen Manajemen Hutan Angkatan 49 dan Paguyuban Sedulur Madiun atas kebersamaan dan bantuannya selama penulis menyelesaikan studi di IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2016 Qodimatul Unshuri Ilyas

9 DAFTAR ISI DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 1 METODE PENELITIAN 1 Waktu dan Tempat 1 Alat 2 Bahan 2 Jenis dan Sumber Data 2 Metode Pengumpulan Data 3 Pengolahan Data 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Kerapatan Jalan dan Spasi Jalan 10 Kemiringan Memanjang Jalan 11 Penampang Melintang Jalan 13 Belokan Jalan 21 Spesifikasi Kualitas Jalan Cabang di Areal Blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir 22 SIMPUAN DAN SARAN 23 Simpulan 23 Saran 24 DAFTAR PUSTAKA 24 LAMPIRAN 26 RIWAYAT HIDUP 31

10 DAFTAR TABEL 1 Kerapatan jalan dan spasi jalan di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir 10 2 Hasil pengukuran kemiringan memanjang jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir 12 3 Hasil pengukuran lebar badan milik jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir 13 4 Hasil pengukuran lintasan jalan, kemiringan melintang lintasan dan bahu jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir 14 5 Hasil pengukuran selokan jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir 16 6 Hasil pengukuran talud jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir 18 7 Hasil pengukuran ruang pemanfaatan jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I batu Ampar - Mentawir 20 8 Hasil pengukuran belokan jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar- Mentawir 21 9 Spesifikasi jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir 23 DAFTAR GAMBAR 1 Ilustrasi pengukuran kemiringan memanjang jalan 3 2 Penampang melintang jalan (Elias 2012) 4 3 Ilustrasi pengukuran selokan jalan 4 4 Ilustrasi pengukuran talud jalan 4 5 Ilustrasi pengukuran kemiringan lintasan jalan 5 6 Ilustrasi pengukuran belokan jalan 5 DAFTAR AMPIRAN 1 Peta Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKT IUPHHK-HTI) tahun Instruksi kerja pemeliharaan jalan perusahaan 27 3 Perhitungan kerapatan jalan dan spasi jalan 29 4 Perbandingan tinggi talud dengan lebar talud 30

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu masalah pemanenan kayu pada dasarnya adalah masalah transportasi, yakni memindahkan kayu dari tempat penebangan ke tempat pengumpulan akhir. Kegiatan pemanenan kayu merupakan kegiatan terencana yang didalamnya terdiri dari kegiatan penebangan, penyaradan dan pengangkutan. Keberhasilan pemanenan kayu salah satunya didukung oleh kegiatan pengangkutan. Jaringan jalan angkutan memiliki peranan penting terhadap pemanenan hutan karena selain berfungsi sebagai jalan angkutan hasil hutan juga berfungsi dalam pengelolaan hutan lestari termasuk kegiatan pengangkutan tenaga kerja, pengangkutan material, pengawasan, dan perlindungan hutan. Kegiatan pengangkutan kayu membutuhkan biaya besar untuk mengeluarkan kayu bulat dari dalam hutan, sehingga perlu dilakukan perencanaan yang baik dan terintegrasi untuk menekan biaya pengangkutan (Elias 2008). Jaringan jalan angkutan hutan terdiri dari jalan koridor, jalan utama, jalan cabang, jalan ranting dan jalan sarad. Jalan cabang merupakan jalan yang dibangun secara permanen untuk membuka areal blok Rencana Kerja Tahunan (RKT). Kondisi jaringan jalan hutan yang baik harus memperhatikan kemampuan mendukung beban angkutan serta kemampuan melayani pengelolaan hutan. Dalam rangka mendukung kegiatan pengelolaan hutan perlu dilakukan penelitian terhadap kualitas jalan cabang. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas jalan cabang blok RKT 2014 di PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir Kalimantan Timur. Manfaat Penelitian Penelitian bermanfaat untuk acuan perusahaan dalam membuat jaringan jalan yang baik. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian kualitas jalan cabang dilaksanakan di blok RKT 2014 areal IUPHHK-HTI PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir Kalimantan Timur pada bulan

12 2 April Menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 239/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 tentang IUPHHK-HTI luas PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir yaitu ± ha yang secara geografis terletak di 0º57 13 LS - 1º05 28 LS dan 166º º58 29 BT. Secara administratif pemerintahan di Kabupaten Kutai Kertanegara, Penajam Paser Utara dan Kotamadya Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur. Menurut pemangkuan hutan, areal tersebut termasuk dalam wilayah areal kerja RDK/BPKH Semoi, Dinas Kehutanan Kabupaten Penajam Paser Utara, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Secara umum PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir merupakan daerah lipatan yang sudah mengalami erosi dan denudasi sehingga menjadi dataran paneplain dengan ketinggian mdpl dan daerah endapan alluvium sepanjang sungai Semoi. Bentuk wilayah datar sampai berbukit dengan titik tertinggi di sekitar perbukitan Mentawir dan titik terendah di sepanjang sungai Semoi. Iklim di areal tersebut berdasarkan klasifikasi Schmid & Ferguson termasuk ke dalam tipe A (nilai rata-rata Q= ) dan sebagian bertipe B (nilai rata-rata Q= 13.6). Curah hujan tahunan berkisar mm/tahun. Suhu rata-rata bulanan berkisar antara 25.4ºC 27.6ºC, kelembaban ratarata bulanan 84%-90%. Berdasarkan klasifikasi tanah sistem pusat penelitian tanah (1993) dan USDA Soil Taxonomi (Soil Survey Staff 1987), jenis tanah PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir yaitu Aluvial, Gleisol, Kambisol dan Podsolik (RKU PHHK- HTI PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir 2010) Alat Alat yang digunakan dalam penelitian kualitas jalan cabang adalah pita ukur berukuran 100 m, tambang, kamera, penggaris, busur derajat, alat tulis, kertas milimeter, clinometer, curvimeter, software Microsoft Word 2016 dan Microsoft Excel Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian kualitas jalan cabang adalah cat, patok, kertas millimeter blok, label, tally sheet peta areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung di lapang maupun di atas peta. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan dokumen perusahaan, Standar Operasional Prosedur (SOP) bangunan jalan perusahaan dan peta RKT 2014.

13 3 Panjang Jalan Hutan Metode Pengumpulan Data Pengukuran panjang jalan utama, jalan cabang dan jalan ranting dilakukan dengan menggunakan curvimeter dari jaringan jalan di dalam peta blok RKT Kemiringan Memanjang Jalan Cabang Pengukuran kemiringan memanjang jalan cabang dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak 10 titik yang mewakili kemiringan memanjang yang paling curam. Pengambilan kemiringan memanjang jalan dilakukan oleh dua orang. Satu orang berada di puncak tanjakan dan satu orang berada di dasar tanjakan. Setelah itu orang yang berada di dasar tanjakan membidik orang yang berada di atas tanjakan dengan menggunakan clinometer. Setelah itu mengukur jarak lapangan jalan dari dasar tanjakan sampai dengan puncak tanjakan (lihat Gambar 1). Gambar 1 Ilustrasi pengukuran kemiringan memanjang jalan Keterangan : JL = jarak lapang (m) JD = jarak datar (m) α = kemiringan memanjang jalan (%) Ta = titik awal Tb = titik akhir Penampang Melintang Jalan Cabang Pengukuran penampang melintang jalan cabang dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak 25 titik secara acak di sepanjang jalan cabang. Penampang melintang jalan yang diukur meliputi lebar badan milik jalan, lebar pembersihan badan jalan, lebar konstruksi badan jalan, bentuk talud, lebar selokan, lebar bahu jalan dan lebar lintasan jalan (lihat Gambar 2).

14 4 Gambar 2 Penampang melintang jalan (Elias 2012) Pengukuran selokan jalan dilakukan dengan mengukur lebar dan kedalaman selokan menggunakan pita ukur dan alat bantu berupa kayu (lihat Gambar 3). lebar atas lebar 1 lebar 2 lebar 1 lebar 2 tinggi tinggi tinggi lebar bawah Gambar 3 Ilustrasi pengukuran. selokan jalan Pengukuran talud dilakukan dengan mengukur sisi panjang talud menggunakan pita ukur dan kemiringan talud menggunakan clinometer. Pengukuran kemiringan dilakukan oleh dua orang, satu orang berdiri di dasar talud (titik A) membidik ke arah jalon yang dibawa satu orang di atas talud (titik B) sehingga membentuk sudut α (lihat Gambar 4). B a T A α L Gambar 4 Ilustrasi pengukuran talud jalan

15 5 Keterangan : α = kemiringan talud (%) a = panjang talud (m) L = lebar talud (m) T = tinggi talud (m) Sedangkan pada lintasan jalan diukur lebar lintasan dan kemiringan melintang jalan. Pengukuran kemiringan dari titik O (sumbu jalan) ke titik A dan titik B di kanan dan kiri jalan menggunakan clinometer (lihat Gambar 5). O A α α B Gambar 5 Ilustrasi pengukuran kemiringan lintasan jalan Radius Belokan Jalan Cabang Pengukuran radius belokan dilakukan dengan mengambil contoh sebanyak 10 titik belokan. Pengukuran radius belokan secara manual dilakukan dengan mengukur azimut di titik awal belokan (A) dari titik O, kemudian mengukur sudut azimut dari titk awal belokan (A) ke titik akhir belokan (B) menggunakan kompas. Penentuan titik awal dan akhir belokan dilakukan oleh dua orang, satu orang berdiri tetap di sumbu jalan dan satu orang berjalan mengikuti arah sumbu jalan, jika orang yang berjalan tersebut berjalan belok atau tidak lurus lagi, maka di tempat itu ditentukan sebagai titik awal dan akhir belokan. Tentukan azimut titik O ke A dan azimut titik A ke B setelah itu tandai titik A dan B kemudian di ukur jarak kedua titik tersebut. Pengukuran kemiringan melintang belokan dilakukan menggunakan clinometer oleh dua orang. Satu orang berada di tepi luar belokan dan satu orang berada di tepi dalam belokan. Pengukuran kemiringan dilakukan tegak lurus dengan sumbu jalan belokan (melalui titik C). Pelebaran belokan jalan hutan dilakukan dengan mengukur lebar jalan di tengah belokan (C) dikurangi dengan lebar jalan di titik A dan B (Elias 2009) (lihat Gambar 6). Gambar 6 Ilustrasi pengukuran belokan jalan

16 6 Keterangan : A = titik awal belokan B = titik akhir belokan C = titik di tengah belokan α = azimut yang dibentuk O dan A (%) β = azimut yang dibentuk oleh titik A dan B (%) γ = selisih azimut antara β α (%) r = radius belokan (m) Kerapatan Jalan 1. Kerapatan Jalan Utama Lu KJu = Luas Hutan Produktif 2. Kerapatan Jalan Cabang Lc KJc = Luas Hutan Produktif 3. Kerapatan Jalan Total KJt = KJu + KJc Pengolahan Data Keterangan : KJu = kerapatan jalan utama (m ha ˡ) Lu = panjang jalan utama (m) KJc = kerapatan jalan cabang (m ha ˡ) Lc = panjang jalan cabang (m) KJt = kerapatan jalan total (m ha ˡ) Spasi Jalan 1. Spasi Jalan Utama SJu = K Ju 2. Spasi Jalan Cabang SJc = K Jc 3. Spasi Jalan Rata-Rata SJrt = K Jt Keterangan : SJu = spasi jalan utama (m) KJu = kerapatan jalan utama (m ha ˡ) SJc = spasi jalan cabang (m) KJc = kerapatan jalan cabang (m ha ˡ)

17 7 SJrt = spasi jalan rata-rata (m) KJt = kerapatan jalan total (m ha ˡ) Profil Penampang Melintang Jalan Cabang 1. Lebar Badan Milik Jalan Cabang Rata-Rata LBMJrt = n n=1 LBMJ 2. Lebar Lintasan Jalan Cabang Rata-Rata LLJrt = n n=1 LLJ 3. Bahu Jalan Cabang Rata-Rata a. Lebar Bahu Jalan Kanan Rata-Rata LBrtka = n n=1 LB ka n b. Lebar Bahu Jalan Kiri Rata-Rata LBrtki = n n=1 LB ki c. Lebar Bahu Jalan Rata-Rata LBrt = n n n LBrtka + LBrtki Keterangan : LBMJrt = lebar badan milik jalan rata-rata (m) LBMJ = lebar badan milik jalan (m) LLJrt = lebar lintasan jalan rata-rata (m) LLJ = lebar lintasan jalan (m) LBrtka = lebar bahu jalan kanan rata-rata (m) LBka = lebar bahu jalan kanan (m) LBrtki = lebar bahu jalan kiri rata-rata (m) LBki = lebar bahu jalan kiri (m) LBrt = lebar bahu jalan rata-rata (m) n = banyak contoh yang dambil Selokan Jalan Cabang 1. Segitiga atau Trapes a. Lebar Rata-Rata Selokan Lrts = n n=1 Ls b. Tinggi Rata-Rata Selokan Trts= n n=1 Ts n n 2

18 8 2. Trapesium a. Lebar Rata-Rata Selokan Atas LTrta = n n=1 LTa b. Lebar Rata-Rata Selokan Bawah LTrtb = n n=1 LTb c. Tinggi Rata-Rata Selokan TTrt = n n=1 Tt n n n Keterangan : Lrts Ls Trts Ts LTrta LTa LTrtb LTb TTrt Tt n = lebar rata-rata selokan segitiga atau trapes (m) = lebar selokan segitiga atau trapes (m) = tingg rata-rata selokan segitiga atau trapes (m) = tinggi selokan (m) = lebar rata-rata selokan atas trapesium (m) = lebar selokan atas trapesium (m) = lebar rata-rata selokan bawah trapsium (m) = lebar selokan bawah trapesium (m) = tinggi rata-rata selokan trapesium (m) = tinggi selokan trapesium (m) = banyak contoh yang diambil Talud Jalan Cabang 1. Tinggi Talud T = a sin α 2. Lebar Talud L = a cos α Keterangan : T = tinggi talud (m) L = lebar talud (m) a = panjang sisi miring talud (m) α = kemiringan talud (%) Ruang Pemanfaatan Jalan 1. Ruang Pemanfaatan Jalan (Rumaja) Rumaja = LBMJrt + LLJrt + LBrtka + LBrtki + LSrtj + LSrtt + LTrtka + LTrtki Keterangan : LBMJrt = lebar badan milik jalan rata-rata (m) LLJrt = lebar lintasan jalan rata-rata (m) LBrtka = lebar bahu jalan kanan rata-rata (m) LBrtki = lebar bahu jalan kiri rata-rata (m)

19 9 LSrtj = lebar selokan ke arah jalan rata-rata (m) LSrtt = lebar selokan ke arah talud rata-rata (m) LTrtka = lebar talud kanan rata-rata (m) LTrtki = lebar talud kiri rata-rata (m) Kemiringan Rata-Rata Melintang Jalan Cabang 1. Kemiringan Rata-Rata Melintang Kanan Jalan KLrtka = n n=1 KL ka 2. Kemiringan Rata-Rata Melintang Kiri Jalan KLrtki = n n=1 KL ki n n Keterangan: KLrtka = kemiringan rata-rata melintang kanan jalan (%) KLka = kemiringan melintang kanan jalan (%) KLrtki = kemiringan rata-rata melintang kiri jalan (%) KLki = kemiringan melintang kiri jalan (%) n = banyak contoh yang diambil Kemiringan Memanjang Jalan Cabang 1. Jarak Datar Kemiringan Jalan JD = JL cos α Keterangan: JD = jarak datar (m) JL = jarak lapang (m) α = kemiringan jalan (%) Belokan Jalan Cabang Menurut Elias (2009) untuk menentukan radius belokan jalan digunakan rumus sebagai berikut: 1. Radius Belokan r = Jarak titik A ke B 2 sin(β α ) 2. Pelebaran Belokan P = C (A+B) 2 3. Rata-Rata Pelebaran Belokan Prt = n n=1 P n Keterangan : P C = pelebaran belokan (m) = lebar di tengah belokan (m)

20 10 A = lebar di titik A (m) B = lebar di titik B (m) Prt = rata-rata pelebaran belokan (m) n = banyak contoh yang diambil r = radius belokan (m) γ = selisih azimut antara β α (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Kerapatan Jalan dan Spasi Jalan Jaringan jalan hutan merupakan kumpulan dari sekmen-sekmen yang saling terhubung membentuk suatu jaringan jalan yang terpadu berupa jalan lurus, jalan belokan, maupun bangunan hutan. Jaringan jalan yang digunakan untuk pengelolaan hutan di areal PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir pada areal blok RKT 2014 dibagi menjadi jalan utama dan jalan cabang. Jalan utama dengan panjang m dan jalan cabang dengan panjang m. Blok RKT 2014 memiliki luas ha dengan luas produktif ha, luas sempadan sungai ha, luas tegakan karet ha, luas areal rawa ha dan luas areal konservasi ha. Hasil penelitian mengenai kerapatan jalan dan spasi jalan di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Kerapatan jalan dan spasi jalan di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir Jenis jalan Panjang jalan (m) Kerapatan (m ha ˡ) Spasi jalan (m) Jalan utama Jalan cabang Total Kerapatan jalan di areal blok RKT 2014 terdiri dari kerapatan jalan utama dan kerapatan jalan cabang. Kerapatan jalan utama pada blok RKT 2014 sebesar m ha ˡ dan untuk jalan cabang diperoleh kerapatan sebesar m ha ˡ. Kerapatan jalan total di blok RKT 2014 sebesar m ha ˡ. Menurut Elias (2012) Kerapatan jalan hutan jati di KPH-KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) di Jawa Tengah yang dikelola oleh PT Perhutani Unit I sebesar m ha ˡ dan kerapatan di hutan alam tropika Indonesia berkisar antara m ha ˡ dengan rata-rata 17 m ha ˡ. Menurut Yusuf (2000) diacu dalam Elias (2012) Kerapatan jalan di BKPH Parung Panjang yang dikelola oleh PT Perhutani Unit III Jawa Barat sebesar m ha ˡ yang berasal dari rata-rata RPH Tanjo, RPH Maribaya dan RPH Jayabaya. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2006) di RPH Pucung Kerep dalam kegiatan pemanenan hutan jati di KPH Kendal PT Perhutani Unit I Jawa Tengah dengan luas areal ha diperoleh kerapatan jalan total sebesar m ha ˡ. Kerapatan jalan hasil penelitian lebih besar

21 11 dibandingkan dengan beberapa literatur yang ada. Perbedaan kerapatan jalan ini dikarenakan areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir dilakukan pembuatan jalan utama maupun jalan cabang mengelilingi petak tanaman sehingga menghasilkan kerapatan jalan yang tinggi. Dietz et al. diacu dalam Elias (2012) mengatakan bahwa kerapatan jalan di beberapa negara di Eropa tergolong tinggi. Kerapatan jalan di Jerman pada tahun 1980 sebesar m ha ˡ, kerapatan jalan di Swiss tahun 1975 sebesar 29 m ha ˡ dan kerapatan jalan di Austria tahun 1975 sebesar 33.3 m ha ˡ. Hasil data kerapatan yang diperoleh termasuk kedalam rata-rata yang diperbolehkan dalam kerapatan jalan yang ada di beberapa negara di Eropa. Spasi jalan yang diperoleh di blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir terdiri dari spasi jalan di jalan utama sebesar m dan spasi jalan cabang sebesar m. Spasi jalan total yang diperoleh di areal blok RKT 2014 sebesar m. Menurut Yusuf (2000) diacu dalam Elias (2012) spasi jalan utama di hutan rimba BKPH Parung Panjang yang dikelola oleh Perhutani Unit III Jawa Barat yang terdiri dari RPH Tanjo, RPH Maribaya dan RPH Jagabaya sebesar 2155 m, spasi jalan cabang sebesar 1248 m dan spasi jalan rata-rata sebesar 884 m. Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma (2006) di RPH Pucung Kerep dalam kegiatan pemanenan hutan jati di KPH Kendal PT Perhutani Unit I Jawa Tengah dengan luas areal ha diperoleh spasi jalan 468 m. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Herdiawan (2002) di BKPH Banjar Utara KPH Ciamis PT Perhutani Unit III Jawa Barat menyebutkan spasi jalan yang terdiri dari RPH Gadung, RPH Bunter dan RPH Rancah sebesar m. Blok RKT 2014 di PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir memilik perbedaan kerapatan jalan dan spasi jalan dengan beberapa literatur yang telah disebutkan. Hal tersebut terjadi dikarenakan areal blok RKT 2014 merupakan areal yang baru pertama kali dibuka untuk penanaman karet. Dalam pembukaan areal tanam blok RKT 2014 dilakukan dengan menebang habis tegakan yang ada di dalam areal blok RKT. PT Inhutani I Batu Ampar merupakan hutan tanaman produksi yang ditanami oleh tanaman karet sehingga dalam pelaksanaan pemeliharaan tanaman karet dilakukan dengan membuat jalan utama maupun jalan cabang yang mengelilingi setiap petak di dalam blok RKT Jalan utama maupun jalan cabang yang dibuat di dalam blok RKT 2014 selain untuk menjadi batas antar petak juga digunakan untuk mempermudah pemeliharaan tanaman. Kemiringan Memanjang Jalan Pengambilan data kemiringan memanjang jalan cabang dilakukan secara acak mewakili kemiringan jalan yang paling curam di areal blok RKT Hasil pengukuran kemiringan memanjang jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir dapat dilihat pada Tabel 2.

22 12 Tabel 2 Hasil pengukuran kemiringan memanjang jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir No Kemiringan memanjang jalan Jarak lapang Jarak datar cabang curam (%) (m) (m) Rata-rata Keterangan: (-) pada kemiringan memanjang jalan cabang merupakan turunan dari arah luar hutan Pengukuran kemiringan memanjang jalan di areal blok RKT 2014 dilakukan pada kemiringan memanjang jalan curam dengan rata-rata kemiringan memanjang jalan curam sebesar % dan jarak datar rata-rata kemiringan curam sebesar m. Kemiringan memanjang jalan curam ditemukan sebanyak delapan titik berkisar antara 13 % - 24 % dengan kemiringan rata-rata sebesar %. Data penelitian yang diperoleh di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir diperoleh kemiringan memanjang jalan cabang maksimal pada jalan cabang sebesar 24 % dengan jarak datar m dan m. Elias (2012) mengatakan dalam klasifikasi dan spesifikasi klas kualitas jalan hutan untuk hutan tanaman industri di Indonesia, jalan cabang termasuk ke dalam klas III. Kemiringan memanjang jalan maksimal untuk jalan cabang pada hutan tanaman industri adalah 12 %. Data dari hasil penelitian yang diperoleh sangat berbeda jauh dari standar kemiringan memanjang maksimal jalan cabang. Kemiringan memanjang jalan cabang maksimal diperoleh sebesar 24% yang merupakan kemiringan memanjang jalan curam dengan rata-rata jarak datar kemiringan memanjang curam sebesar m. Menurut Elias (2012), spesifikasi jalan hutan untuk jalan cabang sebesar 15 % dengan panjang maksimum pada kemiringan maksimal sebesar 750 m. Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan perbedaan sebesar 9 % dari kemiringan memanjang jalan maksimal jalan cabang dengan panjang jarak datar kemiringan curam sebesar m dan m. Hasil yang diperoleh dari penelitian tidak sesuai dengan standar yang ditentukan untuk jalan cabang baik pada klasifikasi klas jalan hutan untuk hutan tanaman industri maupun spesifikasi kemiringan memanjang jalan hutan. Hal ini dikarenakan lokasi blok RKT 2014 di PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir merupakan daerah berbukit dan pengambilan data lapang kemiringan memanjang jalan cabang dilakukan di lokasi dengan kecuraman tinggi.

23 13 Penampang Melintang Jalan Penampang melintang jalan merupakan bagian yang sangat penting dalam penentuan kualitas jalan yang ditentukan berdasarkan standar jalan yang akan dibuat. Penampang melintang jalan merupakan penampang yang tegak lurus terhadap as jalan. Dalam penampang melintang jalan dapat terlihat bagian jalan seperti lebar lintasan jalan, kemiringan lintasan jalan, lebar bahu jalan, lebar selokan jalan dan kemiringan talud jalan. Pengambilan data penampang melintang dilakukan secara acak mewakili seluruh areal yang berada di blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir. Lebar Badan Milik Jalan Pengambilan data lebar badan milik jalan pada jalan cabang dilakukan secara acak pada 25 titik yang mewakili areal penampang melintang di blok RKT Hasil pengukuran lebar badan milik jalan pada jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil pengukuran lebar badan milik jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir No Lebar badan milik jalan (m) No Lebar badan milik jalan (m) Rata-rata lebar badan milik jalan (m) 9.75 Keterangan: (-) badan milik jalan tidak dilakukan pengukuran dikarenakan terdapat rawa di pinggir jalan cabang Kondisi lebar badan milik jalan yang diamati di areal blok RKT 2014 memiliki rata-rata sebesar 9.75 m. Lebar badan milik jalan diukur dari pohon di kanan jalan ke pohon di kiri jalan yang memiliki jarak terdekat dengan tepi jalan. Elias (2012) mengatakan bahwa lebar badan milik jalan pada jalan cabang dalam standar jalan utama dan jalan cabang untuk hutan alam tropika Indonesia sebesar 20 m 25 m. Hasil penelitian yang dilakukan diperoleh lebar badan milik jalan yang belum memenuhi standar yang telah ditentukan. Hal ini dikarenakan dari 25 titik yang diamati hanya

24 14 terdapat 11 titik yang memiliki lebar badan milik jalan dan 14 titik tidak memiliki lebar badan milik jalan. Tidak adanya lebar badan milik jalan ini dikarenakan saat melakukan pengambilan data di lapangan, jalan berada di punggung bukit dimana kanan dan kiri jalan berupa jurang. Selain itu pohon hanya berada di satu sisi jalan, sementara sisi jalan yang lain jarak pohon terlalu jauh dikarenakan terdapat rawa. Lebar Lintasan, Kemiringan Melintang Lintasan dan Bahu Jalan Pengambilan data penampang melintang jalan cabang berupa lintasan jalan, kemiringan melintang lintasan jalan dan bahu jalan dilakukan secara acak sebanyak 25 titik yang mewakili areal penampang melintang di blok RKT Hasil pengukuran lintasan jalan, kemiringan melintang lintasan jalan dan bahu jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengukuran lintasan jalan, kemiringan melintang lintasan dan bahu jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir No Lintasan jalan Bahu jalan Lebar (m) Persen kanan (%) Persen kiri (%) Kanan Kiri Rata-rata Keterangan: (-) tidak ada bahu jalan

25 Kondisi penampang melintang jalan cabang yang diamati memiliki lebar lintasan jalan sebesar 3.98 m dan lebar jalan 4.13 m. PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir menentukan standar lintasan jalan cabang beserta bahu sebesar 8 m (Lampiran 2). Dalam pengamatan di lapangan tidak ditemukan sekmen jalan yang lebarnya 8 m. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Departemen Kehutanan dan Perkebunan (2000) menyebutkan bahwa jalan cabang memiliki lebar maksimum permukaan tanah liat yang dipadatkan 7.3 m. Lebar lintasan jalan yang dipadatkan digunakan sebagai data pembanding karena kondisi jalan di areal blok RKT 2014 berupa tanah yang dipadatkan yang belum dilakukan perkerasan. Hasil penelitian lebar lintasan jalan masih dapat diperbolehkan, namun bukan termasuk ke dalam klas jalan cabang melainkan klas jalan ranting dikarenakan nilai lebar jalan berada diantara 4 m sampai dengan 6 m. Elias (2012) mengatakan bahwa lebar badan jalan untuk jalan cabang dalam spesifikasi klas jalan hutan untuk HTI di Indonesia, jalan cabang termasuk ke dalam klas III dengan lebar badan jalan 5 m dengan lebar jalan yang diperkeras sebesar 3 m. Hasil penelitian yang dilakukan di areal blok RKT 2014 memiliki perbedaan 0.87 m untuk lebar badan jalan sehingga belum memenuhi standar. Elias (2012) mengatakan bahwa lebar jalan cabang pada klas hutan jati dan spesifikasi teknisnya di Pulau Jawa sebesar 3.5 m. Hasil penelitian yang dilakukan memiliki lebar jalan cabang di areal blok RKT 2014 sebesar 3.98 m sehingga memenuhi standar lebar jalan cabang di hutan jati. Kemiringan melintang lintasan jalan diukur dari tengah lintasan jalan terhadap tepi lintasan jalan. Kemiringan melintang lintasan jalan cabang dilakukan secara acak di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir. Rata-rata kemiringan melintang lintasan jalan kanan sebesar 3.12% dan rata-rata kemiringan melintang lintasan kiri sebesar 3.12%. Rata-rata kemiringan melintang lintasan jalan keseluruhan adalah 3.12%. Menurut Elias (2012), bentuk badan jalan cabang pada standar jalan utama dan jalan cabang untuk hutan alam tropika Indonesia berbentuk punggung penyu. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa lintasan jalan cabang berbentuk punggung penyu. Bentuk lintasan jalan punggung penyu dimaksudkan untuk mengalirkan air yang berada di tengah jalan agar jalan tidak tergenang air dan rusak. Menurut Elias (2012), kemiringan melintang lintasan jalan sebesar 4 % - 6 %. Hasil penelitian yang dilakukan memiliki rata-rata keseluruhan kemiringan melintang jalan sebesar 3.12%. Bahu jalan merupakan bagian dari lebar jalan yang berada di kanan dan kiri lintasan jalan. Pada penelitian yang dilakukan pada 25 titik di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir penampang melintang jalan cabang di areal blok RKT 2014 tidak memiliki bahu jalan. Hal ini dikarenakan permukaan jalan cabang tidak dilakukan perkerasan jalan yang mengakibatkan kesulitan dalam penentuan bahu jalan cabang dengan lebar lintasan jalan cabang sehingga areal blok RKT 2014 dapat dikatakan tidak memiliki bahu jalan. Elias (2012) mengatakan pada spesifikasi klas jalan hutan untuk hutan tanaman industri di Indonesia, jalan cabang masuk ke dalam klas III dengan lebar bahu kanan 1 m dan lebar bahu kiri 1 m. Elias (2012) mengatakan bahwa lebar bahu jalan di kanan dan kiri jalan cabang pada klas jalan hutan jati dan spesifikasi teknisnya di Pulau Jawa sebesar 1.5 m. Suparto dan Tinambunan (1976) menyebutkan bahwa lebar bahu jalan 15

26 16 sekurang-kurangnya 1.2 m. Kusuma (2006) menyebutkan bahu jalan cabang pada RPH Pucung Kerep di KPH Kendal PT Perhutani Unit I Jawa Tengah tidak memiliki bahu jalan cabang. Hasil penelitian yang dilakukan hampir sama dikarenakan jalan cabang yang berada di blok RKT 2014 belum dilakukan perkerasan sehingga sulit untuk menentukan bahu jalan. Selokan Selokan merupakan saluran drainase yang berada di kiri dan kanan jalan yang berfungsi untuk mengalirkan air dari permukaan jalan agar permukaan jalan tidak terendam air dan rusak. Pengambilan data penampang melintang jalan cabang berupa selokan jalan dilakukan secara acak sebanyak 25 titik yang mewakili areal penampang melintang di blok RKT Hasil pengukuran selokan jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil pengukuran selokan jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir Selokan kanan (m) Selokan kiri (m) No Lebar ke arah Lebar ke Lebar ke Lebar ke Tinggi talud arah jalan arah jalan arah talud Tinggi Rata-rata Keterangan: (-) tidak ada selokan jalan

27 17 Hasil penelitian yang dilakukan di aral blok RKT 2014 sebagian besar selokan yang diamati memiliki bentuk segitiga dengan kedalaman rata-rata 29 cm, lebar ratarata 0.34 m atau 34 cm ke arah jalan dan lebar ke arah talud sebesar 0.28 m atau 28 cm. Bureau of Land Management (BLM) diacu dalam Suparto dan Tinambunan (1976) menyebutkan bahwa penampang melintang segitiga memiliki kedalaman 30 cm dengan lebar ke arah jalan sebesar 100 cm dan lebar ke arah talud sebesar 20 cm 30 cm. Hasil penelitian yang dilakukan sama-sama memiliki bentuk selokan segitiga. Perbedaan sangat kecil terdapat pada kedalaman selokan sebesar 1 cm. Lebar selokan ke arah talud sesuai, yaitu berkisar cm. Penelitian yang dilakukan Fauzan (1999) di HTI PT Musi Hutan Persada Sumatera Selatan menyebutkan bahwa selokan berbentuk kerucut ke bawah atau segitiga. Lebar atas selokan sebesar 100 cm dengan lebar ke arah jalan sebesar 50 cm dan lebar ke arah talud sebesar 50 cm. Kedalaman selokan yang diperoleh sebesar 50 cm. Hasil penelitian yang dilakukan di areal blok RKT 2014 memiliki bentuk sama berupa segitiga. Sementara hasil penelitian berupa lebar selokan ke arah talud sebesar 32 cm atau memiliki perbedaan 18 cm dan lebar selokan ke arah jalan sebesar 34 cm atau memiliki perbedaan sebesar 16 cm. Kedalaman selokan yang diperoleh dari hasil penelitian sebesar 29 cm sehingga memiliki perbedaan sebesar 21 cm. Peraturan yang dibuat oleh PT Inhutani I Batu Ampar-Mentawir hanya menyebutkan bahwa bentuk selokan yang digunakan seperti huruf U atau huruf V (Lampiran 2). Bentuk selokan yang diamati sebagian besar adalah segitiga atau bentuk V. Sehingga bentuk selokan sudah sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh perusahaan. Namun pihak perusahaan tidak menjelaskan ukuran dalam pembuatan selokan baik lebar maupun kedalaman selokan. Penampang melintang yang diamati pada jalan cabang tidak semuanya memiliki selokan jalan. Hal ini dikarenakan selokan jalan yang ada sudah tertimbun tanah akibat hujan. Selain itu bentuk selokan juga sudah berubah diakibatkan adanya aliran air yang mengalir di sepanjang selokan sehingga bentuk selokan mengikuti arah aliran air hujan. Dari 25 titik pengamatan yang dilakukan hanya terdapat 7 bagian penampang melintang yang memiliki selokan kanan dan 7 penampang melintang yang memiliki selokan kiri. Hasil pengamatan selokan di lapangan dapat dilihat rata-rata selokan berbentuk segitiga sebanyak 11, sedangkan selokan berbentuk trapesium berjumlah 3. Selokan jalan harus dibuat sepanjang jalan di kanan dan kiri jalan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari jalan becek, basah dan licin saat dilewati kendaraan angkutan sewaktu hujan. Talud Talud merupakan bagian lereng yang berada di kanan dan kiri jalan berfungsi untuk menstabilkan tanah, memelihara kemiringan lereng dan mencegah bahaya longsor. Pembuatan talud harus memperhitungkan volume galian dan timbunan yang akan dibuat (Elias 2012). Pengambilan data penampang melintang jalan cabang berupa talud jalan dilakukan secara acak sebanyak 25 titik yang mewakili areal penampang melintang di blok RKT Hasil pengukuran talud jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir dapat dilihat pada Tabel 6.

28 18 Tabel 6 Hasil pengukuran talud jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir No Kemiringan (%) Talud kanan Panjang Tinggi (m) (m) Lebar (m) Kemiringan (%) Talud kiri Panjang Tinggi (m) (m) Lebar (m) Ratarata Rata-rata kemiringan talud keseluruhan (%) Rata-rata tinggi talud keseluruhan (m) 1.32 Rata-rata lebar talud keseluruhan (m) 4 Perbandingan keseluruhan tinggi talud dengan lebar talud 1:3.04 Keterangan: (-) tidak ada talud jalan

29 Penelitian yang dilakukan di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir memiliki talud yang berasal dari galian dan timbunan. Pengukuran talud diperoleh kemiringan talud rata-rata keseluruhan sebesar 38.71% dengan kemiringan talud kanan rata-rata sebesar % dan kemiringan talud kiri rata-rata sebesar 37.78%, panjang talud rata-rata keseluruhan 4.29 m dengan panjang talud kanan ratarata 4.05 m dan panjang talud kiri rata-rata 4.27 m, lebar talud rata-rata keseluruhan 4.00 m dengan lebar talud kanan rata-rata 3.73 m dan rata-rata lebar talud kiri 4.27 m serta tinggi talud rata-rata keseluruhan 1.32 m dengan tinggi talud kanan rata-rata 1.38 m dan tinggi talud kiri rata-rata 1.25 m. Hasil pengambilan data di lapangan diperoleh 21 talud galian dan 13 talud timbunan. Perbandingan tinggi talud dengan lebar talud pada talud galian sebesar 1:3.14 dan perbandingan tinggi talud dengan lebar talud pada talud timbunan 1:2.89 (Lampiran 4). Menurut Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Departemen Kehutanan dan Perkebunan (2000) disebutkan bahwa kemiringan talud maksimum yang disarankan adalah 100 %. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kemiringan talud memenuhi standar yaitu kurang dari 100 %. Hasil talud galian memiliki kemiringan rata-rata % dengan panjang talud rata-rata 3.73 m, lebar talud rata-rata 3.48 m dan tinggi talud rata-rata sebesar 1.1 m. Perbandingan tinggi talud dengan lebar talud pada talud galian sebesar 1:3.14. Talud galian paling curam sebesar 92 % dan talud galian paling landai sebesar 10 %. Elias (2012) mengatakan talud galian dengan tanah stabil mempunyai perbandingan tinggi dan lebar 1:1 atau sebesar 100 %, tanah yang tidak padu memiliki perbandingan tinggi dan lebar 1:2 atau sebesar 50 % dan untuk talud galian batuan induk memiliki perbandingan 10:1. Jika dibandingkan dengan literatur yang ada, hasil penelitian memiliki kemiringan talud lebih kecil dan perbandingan tinggi dengan lebar talud lebih besar. Talud dengan kemiringan kecil dan perbandingan tinggi talud dengan lebar talud yang besar lebih bagus. Karena kemiringan talud yang semakin kecil menunjukkan bahwa pembuatan jalan cabang tidak banyak melakukan kegiatan galian. Hasil penelitian yang diperoleh di areal blok RKT 2014 memiliki talud timbunan dengan kemiringan rata-rata sebesar %, panjang talud rata-rata 5.15 m, lebar talud rata-rata 4.81 m dan tinggi talud rata-rata Perbandingan tinggi talud dengan lebar talud diperoleh sebesar 1:2.89. Talud timbunan paling curam memiliki kemiringan 80 % dan paling landai 13 %. Elias (2012) mengatakan bahwa talud timbunan mempunyai perbandingan tinggi dan lebar 4:5 atau sebesar 80 %. Talud timbunan yang ideal memiliki perbandingan tinggi dan lebar 1:2 atau lebih datar. Hasil penelitian yang diperoleh memiliki kemiringan talud lebih kecil dan perbandingan tinggi talud dengan lebar talud yang lebih besar. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pembuatan talud sudah baik. Penelitian di lapangan diperoleh tiga titik yang tidak memiliki talud. Hal ini dikarenakan kondisi jalan berada di areal datar. 19

30 20 Ruang Pemanfaatan Jalan (Rumaja) Pengukuran tentang penampang melintang jalan dapat mengetahui ruang pemanfaatan jalan yang digunakan oleh PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir. Ruang pemanfaatan jalan dimaksudkan untuk mengetahui lebar areal yang digunakan untuk membuat jalan cabang. Hasil pengukuran ruang pemanfaatan jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil pengukuran ruang pemanfaatan jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I batu Ampar - Mentawir No Bahu jalan (m) Lebar lintasan (m) Talud (m) Selokan kanan (m) Lebar Lebar ke arah ke arah talud jalan Selokan kiri (m) Rumaja (m) Lebar lebar Lebar Lebar Kanan Kiri ke arah ke arah kanan kiri talud jalan Ratarata Keterangan: (-) tidak ditemukan profil jalan yang bersangkutan

31 21 Hasil pengukuran ruang pemanfaatan jalan yang diperoleh di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir sebesar 6.03 m. Ruang pemanfaatan jalan terdiri dari lintasan jalan, bahu jalan, selokan jalan dan talud. Belokan Jalan Pengambilan data belokan jalan cabang dilakukan pada areal yang memiliki radius belokan kecil di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir. Hasil pengukuran belokan jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil pengukuran belokan dengan radius kecil pada jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar- Mentawir No Azimuth O-A ( α) A-B (β) A (awal) Lebar (m) B (akhir) C (pusat) Jarak A-B (m) Kemiringan melintang pada belokan (%) Radius belokan (m) Pelebaran belokan (m) Ratarata Radius belokan terkecil di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir adalah sebesar m. Rata-rata radius belokan kecil di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir memiliki rata-rata sebesar m. Radius belokan minimal berhubungan dengan jarak pandang dan kecepatan kendaraan yang melewati belokan. Direktur Jendral Pengelolaan Hutan Produksi Departemen Kehutanan dan Perkebunan (2000) mengatakan bahwa radius belokan jalan minimal sebesar 25 m dengan kecepatan kendaraan 30 km jam ˡ dan dalam penggunaannya memerlukan pemasangan rambu-rambu jalan. Penelitian yang dilakukan diperoleh radius belokan kecil di bawah standar berjumlah 9 titik yaitu berkisar antara m m dan hanya satu radius belokan yang memenuhi standar yaitu m. Radius belokan yang diperoleh sebagian besar belum memenuhi standar. Elias (2012) mengatakan jalan cabang pada spesifikasi klas jalan hutan untuk HTI di Indonesia termasuk ke dalam klas III dengan radius belokan > 20 m. Radius

32 22 belokan yang diperoleh melalui data penelitian hanya 3 yang memiliki radius di atas standar berkisar antara m m, sedangkan 7 titik yang lain memiliki radius di bawah standar berkisar antara m m. Nilai radius rata-rata belokan minimum keseluruhan sebesar m. Menurut Elias (2012), jari-jari minimun belokan jalan cabang pada klas jalan hutan jati dan spesifikasi teknisnya di Pulau Jawa sebesar 40 m. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa radius belokan minimum yang diperoleh semuanya belum memenuhi standar yang telah ditetapkan. Rata-rata pelebaran belokan jalan cabang adalah sebesar 0.54 m. Elias (2012) mengatakan bahwa pelebaran belokan sebesar 0.55 m memiliki radius belokan 75 m. Pelebaran belokan pada radius belokan terkecil 25 m adalah 1.65 m. Sementara hasil penelitian menyebutkan pelebaran belokan sebesar 0.54 dengan radius belokan ratarata m. Hasil penelitian di lapangan sangat berbeda jauh dengan literatur yang telah ditetapkan. Menurut Elias (2012), pelebaran belokan jalan cabang pada klas jalan hutan jati dan spesifikasi teknisnya di Pulau Jawa sebesar 1.6 m. Hasil pelebaran belokan yang diperoleh belum memenuhi standar yang telah ditetapkan. Pelebaran belokan diperlukan untuk memudahkan kendaraan mengangkut muatan agar dapat berjalan menepi atau merapat pada bagian dalam belokan. Rata-rata kemiringan melintang jalan belokan adalah sebesar 3.9 % dengan kisaran 2 % - 8 %. Pembuatan kemiringan melintang jalan belokan dilakukan untuk mencegah kendaraan keluar dari jalur lintasan jalan dan untuk menambah kestabilan kendaraan sehingga pada belokan jalan cabang memiliki ketinggian yang berbeda dengan bagian yang rendah berada di dalam belokan. Besar radius yang digunakan harus disesuaikan dengan kendaraan yang akan melintas. Spesifikasi Kualitas Jalan Cabang di Areal Blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir Profil jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir telah disajikan pada tabel 1-8. Secara keseluruhan kualitas jalan cabang di PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir sebagian besar belum memenuhi standar yang telah ditentukan. Secara keseluruhan spesifikasi jalan cabang di areal blok RKT 2014 disajikan pada Tabel 9.

33 23 Tabel 9 Spesifikasi jalan cabang di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir No Spesifikasi Hasil 1 Kemiringan memanjang jalan maksimal (%) 24 2 Lebar badan milik jalan (m) Lebar lintasan jalan (m) Kemiringan melintang lintasan jalan (%) Selokan jalan Lebar selokan ke arah jalan (cm) Lebar selokan ke arah talud (cm) Kedalaman selokan (cm) 6 Talud Kemiringan talud (%) Lebar talud (m) Tinggi talud (m) Perbandingan tinggi talud dengan lebar talud 7 Belokan jalan Radius belokan minimal (m) Kemiringan melintang jalan belokan (%) Pelebaran belokan (m) : Ruang pemanfaatan jalan (m) 6.03 Spesifikasi kualitas jalan cabang yang terdapat di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir hanya kemiringan talud yang memenuhi standar yang telah ditentukan. Hasil penelitian kemiringan rata-rata talud keseluruhan didapat sebesar % dan kemiringan talud maksimum yang diperkenankan adalah 100 %. Komponen spesifikasi jalan cabang yang lain meliputi lebar badan milik jalan, lebar lintasan jalan, lebar bahu jalan, selokan jalan dan radius belokan jalan berada di bawah standar yang telah ditentukan oleh perusahaan maupun ahli. Kesesuain profil yang lain terdapat pada bentuk lintasan jalan berupa punggung penyu dan bentuk selokan berupa segitiga atau V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Kerapatan jalan total di PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir sebesar m ha ˡ dan spasi jalan diperoleh m. 2. Kemiringan memanjang jalan maksimal sebesar 24 % dengan panjang jarak datar rata-rata keseluruhan m.

34 24 3. Penampang melintang jalan cabang menunjukkan lebar badan milik jalan 9.75 m, lebar lintasan jalan sebesar 3.98 m, kemiringan talud % dengan perbandingan tinggi talud dengan lebar talud sebesar 1:3.14, selokan jalan cabang berbentuk segitiga dengan kedalaman 29 cm, lebar ke arah jalan 34 cm dan lebar ke arah talud sebesar 28 cm 4. Belokan jalan cabang diperoleh radius belokan kecil m dengan kemiringan melintang pada belokan sebesar 3.9 % dan pelebaran belokan sebesar 0.54 m 5. Kualitas jalan cabang yang berada di areal blok RKT 2014 PT Inhutani I Batu Ampar Mentawir sebagian besar belum memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang evaluasi jaringan jalan angkutan hasil hutan untuk menunjang kegiatan pengelolaan hutan di hutan tanaman industri. DAFTAR PUSTAKA Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Departemen Kehutanan dan Perkebunan Prinsip dan Praktik Pemanenan Hutan di Indonesia. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Elias Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor (ID): IPB Press Modul-Modul Praktek Lapangan Pembukaan Wilayah Hutan pada Diklat WAS-GANIS Pemanenan Hutan Produksi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Pembukaan Wilayah Hutan. Bogor (ID): IPB Press. Fauzan N Perencanaan Perkerasan Jalan Angkutan di Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus di HTI PT Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Herdiawan G Studi Jaringan Jalan Angkutan Hasil Hutan di BKPH Banjar Utara KPH Ciamis PT Perhutani (Persero) Unit III Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kusuma AR Evaluasi Jalan Angkutan Hasil Hutan dan Kegiatan Pemanenan Kayu Jati di KPH Kendal PT Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. PT Inhutani I Unit Batu Ampar - Mentawir Instruksi Kerja Pemeliharaan Jalan. Batu Ampar (ID): PT Inhutani I Unit Batu Ampar Mentawir Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri PT Inhutani I Batu Ampar - Mentawir. Batu Ampar (ID): PT Inhutani I Unit Batu Ampar Mentawir.

35 Suparto RS, Tinambunan D Saran Perbaikan Cara Pembuatan Jalan Hutan di Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Penelitian Hasil Hutan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 25

36 26 Lampiran 1 Peta Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (PKT IUPHHK-HTI) tahun 2014

37 27 Lampiran 2 Instruksi kerja pemeliharaan jalan perusahaan PT. INHUTANI I UNIT BATU AMPAR-MENTAWIR No. Dokumen : BTM/IK/ Tanggal Terbit : 1 April 1998 No. Terbit : A Tanggal Revisi : No. Revisi : INSTRUKSI KERJA PEMELIHARAAN JALAN Disiapkan Diperiksa Disahkan Asisten Perencanaan Wakil Manajer Manajer No Tahapan Pekerjaan Standar Gambar. Persiapan Peralatan: 1. Chainsaw dan perlengkapannya 2. Unit Buldozer / Tracktor 3. Unit Exavator 4. Unit Dump Truck 5. Motor Grader 1. Unit dalam keadaan baik dan siap pakai. 2. Unit dalam keadaan baik dan siap pakai 3. Unit dalam keadaan baik dan sip pakai 4. Unit dalam keadaan baik dan siap pakai 5. Unit dalam keadaan baik dan siap pakai. Pelaksanaan kegiatan : 1. Amati kondisi jalan berdasarkan : a). Tingkat kepadatan pengerasan jalan b). Bentuk badan jalan. c). Lebar badan jalan d). Parit dikanan-kiri jalan e). Kerimbunan pohon dikanan kiri jalan a). Layak untuk berlangsungnya sarana transportasi aktivitas Pemanenan dan Pengangkutan kayu. b). Badan jalan tersebut seperti punggung penyu. Sehingga air tidak menggenang ditengah-tengah jalan. c). Badan jalan Utama berikut bahu selebar 12 meter. Badan jalan cabang berikut bahu 8 meter. d). Parit pada jalan tersebut seperti huruf V atau U. e). Usahakan tidak ada pohon yang ranting atau daunnya masuk ke jalan maupun menutupi rambu yang ada. Pandangan pengemudi bebas kedepan pada posisi tikungan atau belokan atau tanjakan/turunan serta terbebas dari semak/pohon dari tepi jalan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN A. PENGERTIAN DAN KONSEP Pembukaan wilayah hutan merupakan kegiatan yang merencanakan dan membuat sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka mengeluarkan kayu. Prasarana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 PWH BAB II TINJAUAN PUSTAKA PWH adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kegiatan produksi kayu, pembinaan hutan, perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi sarana kerja, dan komunikasi

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah

BAB I PENDAHULUAN. menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe vegetasi hutan tertua yang menutupi banyak lahan yang terletak pada 10 LU dan 10 LS dan memiliki curah hujan sekitar 2000-4000

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di IUPHHK HA (ijin usaha pemamfaatan hasil hutan kayu hutan alam) PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

Sri Rahaju dan Sri Wilarso Budi R

Sri Rahaju dan Sri Wilarso Budi R 2 MODULE PELATIHAN PENGUKURAN DAN PEMETAAN LOKASI RESTORASI, REHABILITASI DAN AGROFORESTRY Sumber :ESP 2006 Oleh : Sri Rahaju dan Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor berada pada wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bogor, Bekasi dan Tangerang dengan batas-batas

Lebih terperinci

KUALITAS PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN PADA PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI

KUALITAS PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN PADA PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KUALITAS PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN PADA PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI di PT. INHUTANI I Unit Manajemen Hutan Sambarata, Berau, Kalimantan Timur MEILIA ISTIQOMAH E14070058 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako USULAN JUDUL Kepada Yth Bapak Ketua Jurusan Teknik Petambangan Di,- Makassar Dengan Hormat, Dengan ini saya sampaikan kepada Bapak bahwa kiranya dengan tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MASYARAKAT HUKUM ADAT (IUPHHK-MHA) KEPADA CV. BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT HUKUM ADAT

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI

PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI PENGARUH BERBAGAI PENUTUPAN TUMBUHAN BAWAH DAN ARAH SADAP TERHADAP PRODUKTIVITAS GETAH PINUS (Pinus merkusii) EVA DANIAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pasal 23 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, tujuan pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pasal 23 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, tujuan pemanfaatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut pasal 23 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, tujuan pemanfaatan hutan adalah untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara

Lebih terperinci

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI

TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI Nursyamsu Hidayat, Ph.D. TANAH DASAR, BADAN JALAN REL DAN DRAINASI TANAH DASAR (SUBGRADE) Fungsi tanah dasar: Mendukung beban yang diteruskan balas Meneruskan beban ke lapisan dibawahnya, yaitu badan jalan

Lebih terperinci

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 +

254x. JPH = 0.278H x 80 x 2.5 + 4.3. Perhitungan Daerah Kebebasan Samping Dalam memperhitungkan daerah kebebasan samping, kita harus dapat memastikan bahwa daerah samping/bagian lereng jalan tidak menghalangi pandangan pengemudi. Dalam

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN UPR. 02 UPR. 02.4 PEMELIHARAAN RUTIN TALUD & DINDING PENAHAN TANAH AGUSTUS 1992 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di perkebunan rakyat Desa Huta II Tumorang, kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat

Lebih terperinci

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) DWI PUSPITASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968)

LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968) LAPORAN PERHITUNGAN RD, RS, PERSEN PWH, JARAK SARAD RATA RATA DI PETA BERDASARKAN METODE SACHS (1968) NAMA : JONIGIUS DONUATA NIM : 132 385 018 MK KELAS : KETEKNIKAN KEHUTANAN : A PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN

UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN DOKUMEN NEGARA UJIAN NASIONAL Tahun Pelajaran 2011/2012 SOAL TEORI KEJURUAN Satuan Pendidikan : Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kompetensi Keahlian : Teknik Survei dan Pemetaan Kode Soal : 1014 Alokasi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di zaman yang semakin maju ini, transportasi menjadi hal vital dalam kehidupan manusia. Kesuksesan bertransportasi sangatlah dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN, Vol. 21, No.1, Maret. 2014: 83-89 KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM RAWA GAMBUT (Residual Stand Damage Caused by Timber Harvesting in Natural Peat

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH LAMPIRAN 7 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.1/Menhut-II/2009 Tanggal : 6 Januari 2009 PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH A. Identifikasi dan Deskripsi Calon Sumber Benih 1. Pemilik sumber benih mengajukan

Lebih terperinci

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 40 IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Pengelolaan Hutan Pengusahaan hutan atas nama PT. Sari Bumi Kusuma memperoleh izin konsesi pengusahaan hutan sejak tahun 1978 sejak dikeluarkannya Forest

Lebih terperinci

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air.

Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah. - Membawa air dari permukaan ke pembuangan air. 4.4 Perhitungan Saluran Samping Jalan Fungsi Saluran Jalan Berfungsi mengendalikan limpasan air di permukaan jalan dan dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan. Fungsi utama : - Membawa

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

Penempatan marka jalan

Penempatan marka jalan Penempatan marka jalan 1 Ruang lingkup Tata cara perencanaan marka jalan ini mengatur pengelompokan marka jalan menurut fungsinya, bentuk dan ukuran, penggunaan serta penempatannya. Tata cara perencanaan

Lebih terperinci

Lampiran 4. Analisis Keragaman Retensi Bahan Pengawet Asam Borat

Lampiran 4. Analisis Keragaman Retensi Bahan Pengawet Asam Borat Lampiran 1. Kadar Air Kayu Sebelum Proses Pengawetan Kayu Berat Awal (gram) BKT (gram) Kadar Air (%) 1 185,8 165,2 12,46 2 187,2 166,8 12,23 3 173,4 152,3 13,85 Kadar Air Rata-rata 12,85 Lampiran 2. Kerapatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA Sabar P. T. Pakpahan 3105 100 005 Dosen Pembimbing Catur Arief Prastyanto, ST, M.Eng, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

LAPORAN PERSEN PWH : JONIGIUS DONUATA NIM : : KETEKNIKAN KEHUTANAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN

LAPORAN PERSEN PWH : JONIGIUS DONUATA NIM : : KETEKNIKAN KEHUTANAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN LAPORAN PERSEN PWH NAMA : JONIGIUS DONUATA NIM : 132 385 018 MK KELAS : KETEKNIKAN KEHUTANAN : A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBER DAYA HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN LAHAN KERING POLITEKNIK PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) TANAH ANDEPTS PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN KACANG TANAH DI KEBUN PERCOBAAN KWALA BEKALA USU DELIMA LAILAN SARI NASUTION 060308013 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan jenis usaha jangka panjang. Kelapa sawit yang baru ditanam saat ini baru akan dipanen hasilnya beberapa tahun kemudian. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA

GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA U +1000-2000 1300 1250 1200 1150 1100 1065 0 1050 1000 950 900 BAB XIII GARIS KONTUR SIFAT DAN INTERPOLASINYA Garis kontur (contour-line) adalah garis khayal pada peta yang menghubungkan titik-titik dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro dengan luas wilayah 50.145,4 ha, secara administratif seluruh wilayahnya berada di Daerah Tingkat II Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN Penampang melintang jalan adalah potongan melintang tegak lurus sumbu jalan, yang memperlihatkan bagian bagian jalan. Penampang melintang jalan yang akan digunakan harus

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Evaluasi teknis adalah mengevaluasi rute dari suatu ruas jalan secara umum meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan data yang ada atau tersedia

Lebih terperinci

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU TEKNIK PENEBANGAN KAYU Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 23 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum KPH Cepu 4.1.1 Letak Geografi dan Luas Kawasan Berdasarkan peta geografis, KPH Cepu terletak antara 111 16 111 38 Bujur Timur dan 06 528 07 248

Lebih terperinci

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS

Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara PembuatanDEFINISI, GEOGRAFI, IPS ON FEBRUARY 23, 2016 NO COMMENTS Pengertian Garis Kontur, Peraturan, & Cara Pembuatan Peta merupakan gambaran permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan telah berkembang hingga saat ini adalah batubara. Semakin menurunnya tren produksi minyak dan gas saat ini membuat

Lebih terperinci

III METODOLOGI PENELITIAN

III METODOLOGI PENELITIAN III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di areal KPH Balapulang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah. Pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN BAB II KEADAAN UMUM PERUSAHAAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai keadaan umum perusahaan sebagai tempat penelitian dan sumber data, yang meliputi gambaran umum perusahaan, potensi bahan galian, visi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten

BAB IV. 4.1 Letak PT. Luas areal. areal kerja PT. PT Suka Jaya. areal Ijin Usaha. Kabupaten BAB IV KODISI UMUM LOKASI PEELITIA 4.1 Letak dan Luas Areal PT Suka Jaya Makmur merupakan salah satu anak perusahaan yang tergabungg dalam kelompok Alas Kusuma Group dengan ijin usaha berdasarkan Surat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN Menimbang : a. Bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Lebih terperinci

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 4 praktek perambahan masyarakat lokal melalui aktivitas pertanian atau perladangan berpindah dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha kehutanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii DAFTAR ISI RINGKASAN... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MASYARAKAT HUKUM ADAT (IUPHHK-MHA) KEPADA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) MO MAKE UNAF DI

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-17-2004-B Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi Daftar tabel. Daftar gambar Prakata. Pendahuluan. i ii ii iii

Lebih terperinci

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG

MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH MODUL III WATERPASS MEMANJANG DAN MELINTANG Abdul Ghani Sani Putra 1006680631 Dila Anandatri 1006680764 Nur Aisyah al-anbiya 1006660913 Pricilia Duma Laura 1006680915

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Blok Koleksi Tanaman Tahura Wan Abdul Rachman. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2012 sampai dengan Maret 2012.

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan Penelitian... 2 1.3 Ruang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Lokasi penelitian terletak di dalam areal HPH PT. Sari Bumi Kusuma Unit Seruyan (Kelompok Hutan Sungai Seruyan Hulu) yang berada pada koordinat 111 0 39 00-112

Lebih terperinci

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN

Geologi dan Endapan Batubara Daerah Pasuang-Lunai dan Sekitarnya Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menunjang pembangunan di Indonesia, dibutuhkan sumber energi yang memadai, hal ini harus didukung dengan ketersediaan sumber daya alam yang cukup. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) Pudy Syawaluddin E

EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) Pudy Syawaluddin E EVALUASI PERUBAHAN KELAS HUTAN PRODUKTIF TEGAKAN JATI (Tectona grandis L.f.) (Kasus di Kesatuan Pemangkuan Hutan Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur) Pudy Syawaluddin E14101052 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus

dimana, Ba = Benang atas (mm) Bb = Benang bawah (mm) Bt = Benang tengah (mm) D = Jarak optis (m) b) hitung beda tinggi ( h) dengan rumus F. Uraian Materi 1. Konsep Pengukuran Topografi Pengukuran Topografi atau Pemetaan bertujuan untuk membuat peta topografi yang berisi informasi terbaru dari keadaan permukaan lahan atau daerah yang dipetakan,

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain :

PERENCANAAN SALURAN. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : PERENCANAAN SALURAN Perencanaan Pendahuluan. Rencana pendahuluan dari saluran irigasi harus menunjukkan antara lain : - Trase jalur saluran pada peta tata letak pendahuluan. - Ketinggian tanah pada jalar

Lebih terperinci