PERBANDINGAN MODEL IDENTIFIKASI DAERAH BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KALIMANTAN BARAT RIA RACHMAWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN MODEL IDENTIFIKASI DAERAH BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KALIMANTAN BARAT RIA RACHMAWATI"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN MODEL IDENTIFIKASI DAERAH BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KALIMANTAN BARAT RIA RACHMAWATI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Model Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Ria Rachmawati NIM E

4 ABSTRAK RIA RACHMAWATI. Perbandingan Model Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat. Dibimbing oleh ERIANTO INDRA PUTRA dan SUWARSONO. Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang rawan terhadap gangguan kebakaran hutan dan lahan. Alternatif yang dapat digunakan untuk mengukur area bekas kebakaran hutan dan lahan adalah dengan memanfaatkan citra peginderaan jauh. Salah satu jenis citra yang dapat digunakan adalah citra MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua model identifikasi daerah bekas kebakaran hutan dan lahan dengan penginderaan jauh dan menganalisis model identifikasi yang sesuai diaplikasikan di Indonesia khususnya Kalimantan Barat dengan menggunakan citra MODIS. Model identifikasi yang dipilih menggunakan indeks vegetasi yaitu Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan indeks kebakaran yaitu Normalized Burn Ratio (NBR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua model memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran. Namun model NBR memiliki nilai akurasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 66.02% dibandingkan dengan nilai akurasi pada NDVI sebesar 64.02%. Dengan demikian model identifikasi area bekas kebakaran yang paling sesuai diaplikasikan untuk daerah Kalimantan Barat dengan menggunakan citra MODIS adalah model identifikasi NBR. Kata kunci: Area terbakar, citra MODIS, NBR ABSTRACT RIA RACHMAWATI. Comparison of Identification Models on Burned Area in West Kalimantan. Supervised by ERIANTO INDRA PUTRA and SUWARSONO. West Kalimantan is one of the provinces in Indonesia which is vulnerable to forest and land fires. One of alternative method that could be used to determine the burned area is by using remote sensing images, e.g. MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) images. This research aimed to compare two identification model of burned area of the forest and land fires by remote sensing and to analyze the appropriate model used to be applied in Indonesia specifically in West Kalimantan using MODIS images. This research analyze the use of identification model by using vegetation index of Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and by using fire index of Normalized Burn Ratio (NBR). The result shows that both of the models provide good capability to detect burned area. However, NBR model has higher accuracy of 66.02% compared to NDVI of 64.02%. Therefore, the most appropriate identification model to be used at West Kalimantan by using MODIS image is the NBR model. Keywords: Burned area, MODIS images, NBR

5 PERBANDINGAN MODEL IDENTIFIKASI DAERAH BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KALIMANTAN BARAT RIA RACHMAWATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6

7

8 PRAKATA Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari, April, Mei dan Juni 2015 ini ialah kebakaran hutan, dengan judul Perbandingan Model Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Erianto Indra Putra, SHut MSi selaku pembimbing I dan Bapak Suwarsono, SSi MSi selaku pembimbing II. Penghargaan penulis sampaikan kepada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Deputi Penginderaan Jauh, serta lembaga NASA yang telah membantu selama pengumpulan dan pengolahan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Wadih, Ibunda Mariam, Kakak Robby Kurniawan dan Adik Rizka Afriani, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kakak Mirzha Hanifah yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian, kepada Uni Anissa Dwiyani, teman-teman Silvikultur 48 yang telah memberikan dukungan dan semangat, serta para sahabat yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2015 Ria Rachmawati

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2 Waktu dan Tempat 2 Alat dan Bahan 2 Prosedur Penelitian 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat 7 Intensitas dan Pola Distribusi Titik Panas (Hotspot) 8 Model Identifikasi Area Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan dengan Penginderaan Jauh 9 Akurasi Model Identifikasi Area Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan 12 SIMPULAN DAN SARAN 16 Simpulan 16 Saran 16 DAFTAR PUSTAKA 16 LAMPIRAN 18 RIWAYAT HIDUP 19 vii vii vii

10 DAFTAR TABEL 1 Rata-rata dan standar deviasi NDVI dan NBR pada saat sebelum kebakaran (pre fire), setelah kebakaran (post fire) dan nilai perubahan 11 2 D-Value NDVI dan NBR pada lokasi area bekas kebakaran 12 3 Nilai ambang batas (threshold) deteksi area bekas kebakaran hutan menggunakan variabel NDVI dan NBR 13 4 Tingkat akurasi model dalam mengidentifikasi area bekas kebakaran 16 DAFTAR GAMBAR 1 Skema alur pengumpulan dan pengolahan data penelitian 6 2 Peta administrasi Provinsi Kalimantan Barat 7 3 Grafik intensitas hotspot bulanan Provinsi Kalimantan Barat tahun Perekaman citra MODIS untuk sebagian daerah Kalimantan Barat periode sebelum kebakaran pada tanggal 4 Februari 2014 dengan menggunakan ER Mapper 10 5 Perekaman citra MODIS untuk sebagian daerah Kalimantan Barat periode setelah kebakaran pada tanggal 9 April 2014 dengan menggunakan ER Mapper 10 6 Grafik perubahan nilai rata-rata untuk model NDVI dan NBR 12 7 Hasil overlay akurasi model NDVI dari citra MODIS dan citra Landsat 8 dengan menggunakan Arc Map GIS Hasil overlay akurasi model NBR dari citra MODIS dan citra Landsat 8 dengan menggunakan Arc Map GIS DAFTAR LAMPIRAN 1 Rata-rata NDVI dan NBR pada sampel area bekas kebakaran dari citra MODIS pada saat sebelum kebakaran, setelah kebakaran dan nilai perubahan 18

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan di Indonesia termasuk ke dalam hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Namun, dalam kenyataannya keberadaan hutan di Indonesia keadaannya semakin terancam karena beberapa gangguan, seperti ilegal logging, perambahan, kebakaran hutan dan lahan serta masih banyak lagi gangguan lainnya. Salah satu gangguan hutan yang kian mengancam adalah kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan merupakan salah satu gangguan hutan yang dapat menimbulkan kerugian dalam bidang ekonomi, ekologi dan sosial baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut Syaufina (2008) kebakaran hutan dan lahan umumnya disebabkan oleh kegiatan manusia baik disengaja maupun karena kelalaian, seperti kegiatan pembakaran hutan untuk pembukaan lahan. Selain itu, terjadinya kebakaran hutan dan lahan tidak hanya disebabkan oleh perbuatan manusia melainkan ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti cuaca atau iklim yang sangat kering. Beberapa wilayah Indonesia sangat rentan terhadap gangguan kebakaran hutan dan lahan. Kalimantan merupakan wilayah di Indonesia yang rawan terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia (2014) terdapat delapan provinsi di Indonesia yang rawan terhadap kejadian kebakaran hutan dan lahan, salah satunya adalah Provinsi Kalimantan Barat. Memperhatikan ancaman bencana kebakaran hutan dan lahan dengan dampak-dampak cukup besar yang diakibatkan, maka diperlukan penyediaan informasi daerah yang telah mengalami kebakaran hutan dan lahan (area bekas kebakaran) untuk penanganan dan rehabilitasi lahan pasca kebakaran. Pengukuran area bekas kebakaran dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran area bekas kebakaran secara langsung di lapangan memerlukan waktu yang lama terlebih jika area bekas kebakaran memiliki luas dan wilayah yang sulit dijangkau, serta membutuhkan biaya yang relatif mahal. Alternatif yang dapat digunakan dalam pengukuran area bekas kebakaran adalah dengan pengukuran secara tidak langsung yang dilakukan dengan memanfaatkan sistem penginderaan jauh, yaitu analisis data berbasis citra. Jenis citra yang biasanya digunakan dalam sistem penginderaan jauh adalah citra Landsat-8, SPOT-5, Ikonos, MODIS, Quickbird dan lain-lain. Salah satu jenis citra yang sering digunakan untuk analisis terkait adalah citra MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) karena memiliki tingkat saturasi yang lebih tinggi serta memiliki resolusi spasial dan radiometrik yang lebih baik (Cochrane 2003). Model identifikasi yang dapat digunakan diantaranya adalah model identifikasi area bekas kebakaran berbasis pada perubahan nilai reflektansi seperti indeks vegetasi atau Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan indeks kebakaran atau Normalized Burn Ratio (NBR) (Suwarsono et al. 2013). Model identifikasi tersebut pada awalnya dikembangkan di luar wilayah Indonesia berdasarkan karakteristik kebakaran hutan dan lahan yang diduga berbeda dengan karakteristik kebakaran hutan dan lahan di wilayah Indonesia sehingga akan berpengaruh pada tingkat akurasi yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu adanya

12 2 pengembangan model identifikasi tersebut di wilayah Indonesia agar mendapatkan tingkat akurasi yang lebih baik (Suwarsono et al. 2013). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi area bekas kebakaran hutan dan lahan di wilayah Indonesia khususnya Kalimantan Barat. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi area bekas kebakaran hutan dan lahan melalui pemanfaatan penginderaan jauh sebagai acuan penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan bagi pemerintah setempat. Tujuan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dua model identifikasi area bekas kebakaran hutan dan lahan, dan menganalisis model identifikasi area terbakar yang sesuai diaplikasikan di wilayah Indonesia khususnya Kalimantan Barat dengan menggunakan citra MODIS. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai area bekas kebakaraan hutan dan lahan melalui konsep penginderaan jauh sehingga dapat dijadikan sebagai acuan penanganan pasca kebakaran. METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Pengembangan, Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari, April, Mei, dan Juni Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan beberapa program seperti Ms Excel untuk pengolahan tabulasi data dan grafik, Arc Map GIS 10 untuk pengolahan format Sistem Informasi Geografis, dan seperangkat alat yang disediakan dari LAPAN (ER Mapper) untuk pengolahan data citra MODIS, citra Landsat-8, dan analisis statistik untuk model identifikasi NDVI dan NBR. Bahan yang digunakan berupa data sebaran titik panas (hotspot) di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2014 yang diperoleh dari NASA MODIS hotspot dataset (( data citra MODIS reflektansi kanal 1 hingga 7 yang bersumber dari LAPAN, dan data citra Landsat 8 yang bersumber dari LAPAN.

13 3 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu pengumpulan data dan pengolahan data. Adapun uraian lengkap tahapan prosedur penelitian adalah sebagai berikut. Pengumpulan Data Tahapan pengumpulan data yang pertama meliputi pengunduhan data sebaran titik panas (hotspot) wilayah Kalimantan Barat tahun 2014 yang bersumber dari NASA. Data hotspot digunakan sebagai acuan awal dalam mendeteksi adanya titik api sebagai indikasi adanya kebakaran hutan dan lahan. Data hotspot tersebut digunakan pula untuk menentukan periode sebelum kebakaran, puncak kebakaran, dan periode setelah kebakaran di Kalimantan Barat tahun Tahapan kedua adalah pengumpulan data citra MODIS daerah Kalimantan Barat periode Data modis yang digunakan adalah data reflektansi kanal 1 hingga 7, dengan resolusi spasial 250 meter untuk kanal 1 dan 2, dan resolusi spasial 500 meter untuk kanal 3 hingga 7. Tahapan ketiga adalah pengumpulan data citra Landsat 8 (21 Maret 2014) yang digunakan untuk membuat area bekas kebakaran (burned area) referensi sebagai acuan untuk menguji tingkat akurasi informasi area bekas kebakaran. Data citra MODIS dan citra Landsat 8 bersumber dari LAPAN. Pengolahan Data Penentuan periode kebakaran. Pengolahan data dimulai dari pengolahan data hotspot bulanan tahun Intensitas hotspot dapat mengindikasi adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Kalimantan Barat selama tahun Berdasarkan pola intensitas hotspot bulanan dapat diketahui periode sebelum kebakaran, puncak kebakaran, dan periode setelah kebakaran. Informasi ini dapat digunakan untuk menentukan rentang waktu dari citra MODIS yang dipilih untuk identifikasi area bekas kebakaran. Ekstraksi variabel indeks dari citra MODIS. Variabel indeks yang diekstraksi dari citra MODIS adalah variabel indeks vegetasi atau dan indeks kebakaran. Indeks vegetasi yang dipilih adalah Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), sedangkan indeks kebakaran yang dipilih adalah Normalized Burn Ratio (NBR). Data ini digunakan untuk mengidentfikasi area bekas kebakaran. Menurut Nunohiro et al. (2007) terdapat korelasi yang tinggi antara kanal 2 dengan jumlah klorofil dan aktifitas vegetasi. Kanal 7 menunjukkan sifat reflektansi dan radiasi objek. Terkait dengan kebakaran hutan, nilai kanal 2 akan menurun dengan menurunnya jumlah klorofil dan nilai kanal 7 akan meningkat dengan meningkatnya suhu sehingga berdasarkan sifat kedua kanal tersebut dapat diturunkan model deteksi kebakaran hutan. Untuk menghitung nilai NDVI diadopsi dari metode Huete et al. (1999) dan untuk menghitung nilai NBR diadopsi dari metode Key and Benson (2002). Persamaan kedua variabel tersebut sebagai berikut:

14 4 NDVI = B2 B1 B2 + B1 Keterangan: NDVI : Normalized Difference Vegetation Index B1 : Reflektansi kanal 1 MODIS B2 : Reflektansi kanal 2 MODIS NBR = B2 - B7 B2 + B7 Keterangan: NBR : Normalized Burn Ratio B2 : Reflektansi kanal 2 MODIS B1 : Reflektansi kanal 7 MODIS Pembuatan data training sample. Pembuatan data training sample dilakukan untuk menduga daerah bekas kebakaran hutan dan lahan berdasarkan hasil pengamatan secara visual dari citra MODIS. Data ini digunakan sebagai acuan dasar dalam menentukan model identifikasi area bekas kebakaran yang paling baik. Perhitungan tingkat kemampuan model dalam mengidentifikasi area bekas kebakaran. Perhitungan tingkat kemampuan model berbasis nilai indeks dalam penentuan area bekas kebakaran dilakukan dengan menghitung nilai Normalized Distance (D). Nilai D diperoleh dari perhitungan nilai selisih antara rata-rata nilai sampel setelah dan sebelum kebakaran dibagi dengan jumlah standar deviasi keduanya. Nilai D > 1 menunjukkan bahwa model memiliki kemampuan yang baik dalam membedakan area bekas kebakaran dan bukan area bekas kebakaran, sedangkan jika D < 1 maka model tersebut mempunyai kemampuan yang rendah. Perhitungan D juga dapat digunakan sebagai alat verifikasi model. Untuk menghitung D digunakan persamaan sebagai berikut (Kaufman and Remer 1994): D = µ2 - µ1 σ2 + σ1 Keterangan: D : Normalized Distance µ1 : Rata-rata nilai sampel sebelum kebakaran µ2 : Rata-rata nilai sampel setelah kebakaran σ1 : Standar deviasi nilai sampel sebelum kebakaran σ2 : Standar deviasi nilai sampel setelah kebakaran Penentuan ambang batas (Thresholds) area bekas kebakaran. Nilai ambang batas sangat menentukan tingkat akurasi informasi area bekas kebakaran yang dihasilkan. Perhitungan nilai ambang batas dilakukan dengan rumus rata-rata (µ) dan standar deviasi (σ) masing-masing nilai indeks yang diperoleh dari citra MODIS untuk seluruh area bekas kebakaran referensi. Thresholds yang digunakan untuk menentukan area bekas kebakaran menggunakan rumus µ + 2σ dan µ - 2σ.

15 5 Pembuatan area bekas terbakar (burned area) referensi dari Citra Landsat 8. Untuk mengetahui besaran tingkat akurasi area bekas kebakaran yang dihasilkan oleh citra MODIS maka diperlukan data area terbakar pembanding. Area terbakar pembanding dibuat berdasarkan interpretasi visual dengan menggunakan citra resolusi lebih tinggi yaitu menggunakan citra Landsat 8. Identifikasi area bekas kebakaran dari citra MODIS. Area bekas kebakaran diidentifikasi dari citra MODIS dengan menggunakan dua model berdasarkan nilai ambang batas yang telah diperoleh. Model identifikasi area bekas kebakaran yang dilakukan meliputi model perubahan NDVI dan NBR. Burned area berdasarkan model NDVI, diidentifikasi dengan menggunakan persamaan: BA ( NDVI) = NDVI > t ( NDVI) NDVI 2 < t (NDVI2) NDVI = NDVI 2 NDVI 1 Keterangan: BA ( NDVI) : Burned area berdasarkan perubahan NDVI t ( NDVI) : Nilai ambang batas burned area berdasarkan NDVI NDVI 1 : NDVI sebelum kebakaran NDVI 2 : NDVI setelah kebakaran Burned area berdasarkan model NBR, diidentifikasi dengan menggunakan persamaan: BA ( NBR) = NBR > t ( NBR) NBR 2 < t (NBR2) NBR = NBR 2 NBR 1 Keterangan: BA ( NBR ) : Burned area berdasarkan perubahan NBR t ( NBR) : Nilai ambang batas burned area berdasarkan NBR NBR 1 : NBR sebelum kebakaran NBR 2 : NBR setelah kebakaran Perhitungan tingkat akurasi hasil identifikasi area bekas kebakaran dari citra MODIS. Tingkat akurasi area bekas kebakaran yang dihasilkan adalah dengan membandingkan antara area bekas kebakaran dari citra MODIS dengan area bekas terbakar referensi. Tingkat akurasi area bekas kebakaran dapat diketahui dengan menghitung Individual Classification Success Index (ICSI) yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Koukoulas and Blackburn 2001): ICSI = 1- Error of Omm% + Error of Comm% Keterangan: ICSI : Individual Classification Success Index Omm : Ommision; area bekas kebakaran yang masuk ke kelas lain Comm : Commision; area bekas kebakaran tambahan dari kelas lain

16 6 Pengunduhan data hotspot Provinsi Kalimantan Barat tahun 2014 di Pola persebaran hotspot secara temporal (bulanan) Pola sebaran hotspot secara spasial Analisis periode pucak kebakaran Citra MODIS periode sebelum kebakaran hutan Citra MODIS periode setelah kebakaran hutan NDVI pre NBR pre NDVI post NBR post Identifikasi area terbakar (burned area) Citra Landsat 8 Burned area referensi overlay Uji Akurasi Model identifikasi burned area yang sesuai Selesai Gambar 1 Skema alur pengumpulan dan pengolahan data penelitian

17 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Provinsi Kalimantan Barat Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat Pulau Kalimantan atau diantara garis 2 08 LU dan 3 05 LS serta diantara BT dan BT pada peta bumi. Berdasarkan letak geografis ini, maka daerah Kalimantan Barat tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 0 ) tepatnya di Kota Pontianak. Provinsi Kalimantan Barat adalah salah satu daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang tinggi (Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat 2014). Batas-batas wilayah daerah Provinsi kalimantan Barat adalah sebelah utara berbatasan dengan Serawak (Malaysia), sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa dan Kalimantan Tengah, sebelah timur berbatasan dengan Kalimantan Timur dan sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna dan Selat Karimata (Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat 2014). Sebagian besar wilayah Kalimantan Barat merupakan daratan berdataran rendah dengan luas sekitar km 2. Wilayah ini membentang lurus dari Utara ke Selatan sepanjang lebih dari 600 km dan sekitar 850 km dari Barat ke Timur. Wilayah daratan diapit oleh dua pegunungan yaitu, Pegunungan Kalingkang di bagian Utara dan Pegunungan Schwaner di Selatan sepanjang berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Sebagian besar tutupan lahan di Kalimantan Barat adalah hutan (42.32%) dan semak belukar (34.11%). Adapun areal hutan terluas terletak di Kabupaten Kapuas Hulu ( ha), sedangkan semak belukar terluas berada di Kabupaten Ketapang ( ha) (Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat 2014). Gambar 2 Peta administrasi Provinsi Kalimantan Barat (Sumber: Diolah dengan Arc Map GIS 10)

18 8 Intensitas dan Pola Distribusi Titik Panas (Hotspot) Kebakaran hutan dan lahan dapat dipantau melalui pengamatan titik panas melalui pemanfaatan penginderaan jauh yang diturunkan dari data berbasis citra. Istilah titik panas (hotspot) lebih tepat digunakan dibandingkan dengan istilah titik api (Thoha 2008). Menurut Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.12/menhut- II/2009 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan, Pasal 1 angka 9 bahwa hotspot adalah indikator kebakaran hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan suhu di sekitarnya. Data hotspot dapat digunakan sebagai indikator kejadian kebakaran hutan dan lahan, namun perlu adanya peninjauan kembali mengenai akurasinya (Hanifah 2014). Sumber data hotspot dapat diperoleh dari beberapa lembaga diantaranya NASA (The National Aeronaytics and Space Administration), LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan beberapa sumber lainnya. Sumber data hotspot yang memiliki akurasi baik salah satunya adalah dari sensor satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang diperoleh dari NASA (The National Aeronaytics and Space Administration) (Suwarsono et al. 2013). Citra MODIS merupakan hasil dari perekam berupa citra (imagery) oleh sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dari satelit Terra/Aqua yang dioperasionalkan oleh NASA. Sensor MODIS mendeteksi suatu objek di permukaan bumi yang memiliki suhu relatif lebih tinggi dibandingkan dengan suhu disekitarnya. Orbit Terra melintasi garis equator pada pagi hari dari arah utara ke selatan, sementara orbit Aqua melintasi garis equator pada sore hari dari selatan ke utara. MODIS Terra dan Aqua mengamati seluruh permukaan bumi setiap 2 hari dan mendapatkan data dalam 36 band spektral. Citra MODIS memiliki kelebihan yaitu lebih banyaknya spektral panjang gelombang, ketelitian cakupan lahan yang lebih, dan lebih kerapnya frekuensi pengamatan (NASA 2014). Sensor MODIS memiliki ambang batas 320K pada siang hari dan 315K pada malam hari. Hotspot MODIS terdeteksi pada ukuran 1 km x 1 km sehingga setiap kebakaran yang terdeteksi diwakili oleh 1 km piksel (Chrisnawati 2008). Sensor satelit citra MODIS memiliki aplikasi yang luas diantaranya aplikasi darat (land), aplikasi laut (ocean) dan aplikasi atmosfer (atmosphere). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah hotspot di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2014 adalah titik. Jumlah hotspot mengalami dua periode puncak yaitu pada bulan Februari dan bulan Juli. Gambar 3 menunjukkan intensitas temporal titik panas di Kalimantan Barat sepanjang tahun Peningkatan titik panas terjadi mulai bulan Januari hingga mencapai puncaknya pada bulan Februari dengan jumlah hotspot sebanyak titik, lalu terjadi penurunan mulai bulan Maret hingga bulan Mei. Peningkatan terjadi kembali pada bulan Juni hingga mencapai puncaknya pada bulan Juli dengan jumlah hotspot sebanyak titik. Berdasarkan data sebaran temporal titik panas (hotspot) tahun 2014, periode perekaman citra MODIS yang dipilih untuk periode sebelum kebakaran yaitu bulan Januari, sedangkan periode setelah kebakaran yaitu bulan April yang cukup mewakili untuk wilayah Kalimantan Barat.

19 9 Gambar 3 Grafik intensitas hotspot bulanan Provinsi Kalimantan Barat tahun 2014 Model Identifikasi Area Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan dengan Penginderaan Jauh Penginderaan jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga menghasilkan informasi yang berguna. Metode penginderaan jauh merupakan pengukuran dan pengambilan data spasial berdasarkan perekaman sensor pada perangkat kamera udara, scanner, atau radar. Prinsip perekaman oleh sensor dalam pengambilan data melalui metode penginderaan jauh dilakukan berdasarkan perbedaan daya reflektansi energi elektromagnetik masing-masing objek di permukaan bumi. Daya reflektansi yang berbeda-beda oleh sensor akan direkam dan didefinisikan sebagai objek yang berbeda dan dipresentasikan dalam sebuah citra. Teknologi penginderaan jauh telah berkembang pesat beberapa saat ini. Kelebihan teknologi penginderaan jauh adalah menyediakan fasilitas pengidentifikasian pengukuran, dan penganalisisan karakteristik objek tanpa melakukan kontak langsung dengan objek tersebut. Teknologi penginderaan jauh telah diterapkan secara luas dan telah diakui sebagai alat yang ampuh dan efektif dalam mendeteksi penggunaan lahan dan perubahan penutupan lahan (Parsa 2014). Karakteristik suatu citra dalam penginderaan jauh adalah adanya rentang panjang gelombang. Suatu citra memiliki resolusi yang berbeda pada setiap panjang gelombang yang dimilikinya. Menurut Jaya (2002), resolusi citra penginderaan jauh dibagi atas empat kategori diantaranya, resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi radiometrik dan resolusi temporal. Resolusi spasial merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk permukaan bumi yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di sekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya bisa ditentukan. Resolusi spektral merupakan dimensi dan jumlah daerah panjang

20 10 gelombang yang sensitif terhadap sensor. Resolusi radiometrik merupakan ukuran sensitif sensor untuk membedakan aliran radiasi yang dipantulkan oleh permukaan bumi, sedangkan resolusi temporal merupakan frekuensi suatu sistem merekam suatu areal yang sama. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat diaplikasikan untuk mengidentifikasi daerah bekas kebakaran hutan dan lahan. Pada penelitian ini, identifikasi daerah bekas kebakaran hutan dan lahan menggunakan dua model identifikasi yaitu model identifikasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan model identifikasi Normalized Burn Ratio (NBR). Model identifikasi tersebut diterapakan pada citra MODIS dengan nilai reflektansi kanal 1 hingga 7. Mencermati data citra MODIS yang memiliki karakteristik baik, maka dapat diketahui bahwa data dari citra MODIS dapat digunakan untuk mengetahui daerah-daerah yang telah mengalami kebakaran hutan dan lahan. (Suwarsono 2012). Gambar 4 Perekaman citra MODIS untuk sebagian daerah Kalimantan Barat periode sebelum kebakaran pada tanggal 4 Februari 2014 dengan menggunakan ER Mapper Gambar 5 Perekaman citra MODIS untuk sebagian daerah Kalimantan Barat periode setelah kebakaran pada tanggal 9 April 2014 dengan menggunakan ER Mapper

21 11 Dalam pengaplikasiannya, NDVI menggunakan reflektansi kanal 1 dan 2, sedangkan NBR menggunakan reflektansi kanal 2 dan 7. Data citra MODIS yang digunakan adalah data dari bulan Januari hingga April 2014 dengan mengkombinasikan tanggal sebelum kebakaran dan setelah kebakaran. Tanggal terbaik yang diambil sebagai sampel adalah tanggal 4 Februari 2014 sebagai perekaman periode sebelum kebakaran dan 9 April 2014 sebagai perekaman periode setelah kebakaran. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan akan berdampak pada peningkatan nilai reflektansi spektrum panjang gelombang tampak, dari spektrum warna biru, hijau hingga ke merah (MODIS kanal 1, 3 dan 4). Peningkatan juga terjadi pada spektrum panjang gelombang infamerah pendek (MODIS kanal 6 dan 7). Selain itu kejadian kebakaran hutan dan lahan berakibat pada penurunan nilai reflektansi spektrum panjang gelombang infamerah dekat (MODIS kanal 2 dan 5). Nilai NDVI dan NBR juga mengalami penurunan akibat kejadian kebakaran hutan dan lahan (Suwarsono et al. 2013). Berdasarkan perhitungan nilai NDVI dan NBR dapat diketahui nilai rata-rata dan nilai standar deviasi periode sebelum kebakaran (pre fire), periode setelah kebakaran (post fire), dan nilai perubahan. Hasil tersebut tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Rata-rata dan standar deviasi NDVI dan NBR pada saat sebelum kebakaran (pre fire), setelah kebakaran (post fire) dan nilai perubahan Variabel Nilai Pre fire Post fire Perubahan NDVI Mean SD NBR Mean SD Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai variabel NDVI mengalami penurunan nilai sebesar 0.164, sedangkan untuk variabel NBR mengalami penurunan sebesar Kondisi ini terjadi karena kejadian kebakaran hutan dan lahan mengakibatkan hilangnya sebagian atau keseluruhan vegetasi yang tumbuh di permukaan lahan. Pada saat sebelum terjadi kebakaran hutan dan lahan, nilai NDVI dan NBR relatif tinggi, namun setelah adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan dalam rentan waktu yang relatif singkat terjadi perubahan pada lahan menajdi lahan terbuka yang menyisakan bekas-bekas kebakaran seperti arang atau abu.

22 12 Gambar 6 Grafik perubahan nilai rata-rata untuk model NDVI dan NBR Akurasi Model Identifikasi Area Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan Tingkat kemampuan model NDVI dan NBR dalam mengidentifikasi area bekas kebakaran Untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu variabel sebagai indikator dalam mendeteksi area bekas kebakaran, digunakan pendekatan nilai Distance (Dvalue) (Kaufman dan Remer 1994). Nilai D > 1 menunjukan bahwa variabel tersebut memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran, sebaliknya jika D < 1 menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki kemampuan yang kurang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran (Suwarsono 2012). Hasil perhitungan nilai D dari 24 lokasi sampel area bekas kebakaran, menunjukkan bahwa variabel dari NDVI dan NBR bernilai baik karena memberikan nilai lebih dari 1. Namun demikian, NBR memiliki kemampuan yang relatif lebih tinggi dibandingkan NDVI karena memiliki D-Value yang lebih tinggi. D-Value dari masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 D-Value NDVI dan NBR pada lokasi area bekas kebakaran Variabel D-Value NDVI 3.19 NBR 8.23 Hasil dari Tabel 2 menunjukkan bahwa variabel NBR memiliki nilai D sebesar 8.23 dan variabel NDVI memiliki nilai D sebesar Hasil tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel, baik NDVI maupun NBR memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran. Nilai ambang batas (threshold) NDVI dan NBR dari citra MODIS untuk mendeteksi area bekas kebakaran Pada pembahasan sebelumnya, telah dibahas bahwa model identifikasi NBR memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mendeteksi area bekas kebakaran, meskipun NDVI juga mampu mendeteksi area bekas kebakaran dalam tingkatan

23 13 yang lebih rendah. Perhitungan nilai ambang batas (threshold) dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata (µ) dan nilai standar deviasi (σ) masing-masing variabel. Threshold yang digunakan untuk menentukan area bekas kebakaran dalam penelitian ini adalah µ + 2σ dan µ - 2σ. Hasil perhitungan terhadap 24 sampel area bekas kebakaran, menghasilkan nilai ambang batas (threshold) untuk pendeteksian area bekas kebakaran dengan menggunakan variabel NDVI dan NBR. Nilai ambang batas (threshold) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai ambang batas (threshold) deteksi area bekas kebakaran menggunakan variabel NDVI dan NBR Variabel Post fire Perubahan NDVI NBR Tingkat akurasi model identifikasi area bekas kebakaran hutan dan lahan Nilai akurasi area bekas kebakaran untuk model NDVI dan NBR didapatkan dari nilai ambang batas yang digunakan sebagai persyaratan. Persayaratan tersebut tertera dibawah ini: Persyaratan untuk model identifikasi NDVI: Syarat 1 NDVI : NDVI 2 = Syarat 2 NDVI : NDVI = Dimana, NDVI 2 = Nilai NDVI setelah kebakaran NDVI = Perubahan nilai NDVI sebelum dan setelah kebakaran Persyaratan untuk model identifikasi NBR: Syarat 1 NBR : NBR 2 = Syarat 2 NBR : NBR = Dimana, NBR 2 = Nilai NBR setelah kebakaran NBR = Perubahan nilai NBR sebelum dan setelah kebakaran

24 14 Gambar 7 Hasil overlay akurasi model NDVI dari citra MODIS dan citra Landsat 8 dengan menggunakan Arc Map GIS 10 Keterangan: : Burned area NDVI dari citra MODIS : Burned area NDVI dari citra Landsat 8

25 15 Gambar 8 Hasil overlay akurasi model NBR dari citra MODIS dan citra Landsat 8 dengan menggunakan Arc Map GIS 10 Keterangan: : Burned area NBR dari citra MODIS : Burned area NBR dari citra Landsat 8 Hasil perhitungan tingkat akurasi pada kedua model dalam mengidentifikasi area bekas kebakaran menunjukkan bahwa model NBR memiliki tingkat akurasi lebih tinggi dibandingkan model NDVI. Nilai akurasi NBR sebesar 66.02%, sedangkan nilai akurasi NDVI sebesar 64.02%. Hasil tersebut dapat terlihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa model identifikasi area bekas kebakaran yang paling sesuai diaplikasikan untuk daerah Kalimantan Barat dengan menggunakan citra MODIS adalah model identifikasi NBR.

26 16 Tabel 4 Tingkat akurasi model dalam mengidentifikasi area bekas kebakaran Model Komisi (ha) Terkoreksi (ha) Omisi (ha) Jumlah (ha) Akurasi (%) NDVI NBR SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, model NDVI dan NBR pada dasarnya memiliki kemampuan yang baik dalam mendeteksi area bekas kebakaran hutan dan lahan di Provinsi kalimantan Barat. Namun, model NBR lebih memberikan nilai D yang tinggi (8.23) dibandingkan model NDVI (3.19), selain itu model NBR memberikan nilai akurasi sebesar 66.02% dan model NDVI memberikan nilai akurasi 64.02%, sehingga model identifikasi area bekas kebakaran yang paling sesuai diaplikasikan di Provinsi Kalimantan Barat dengan menggunakan citra MODIS adalah model NBR. Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan model identifikasi area bekas kebakaran dengan menggunakan citra MODIS di berbagai daerah di wilayah Indonesia sebagai informasi mengenai area kebakaran hutan dan lahan sehingga dapat mempermudah dalam penanganan pasca kebakaran hutan dan lahan. DAFTAR PUSTAKA Chrisnawati G Analisa sebaran titik panas dan suhu permukaan daratan sebagai penduga terjadinya kebakaran hutan menggunakan sensor satelit NOAA/AVHRR dan EOS Aqua-Terra /MODIS. [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Cochrane MA Fire science for rainforest. Nature. 421: Hanifah M Analisis hubungan curah hujan dengan distribusi dan kemunculan titik panas (hotspot) untuk deteksi dini di Provinsi Kalimantan Timur. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Huete A, Justice C, Leeuwen VW Modis vegetation index (MOD 13) Algorithm Theorical Basis Document. Virginia (US): University of Virginia, Departemen of Environmental Science, Charlottesville. Jaya INS Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

27 17 Kaufman YJ, Remer LA Detection of forests fire using mid-ir reflectance: an application for aerosol studies. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, [KLH RI] Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia Lokakarya pencegahan kebakaran hutan dan lahan menuju masyarakat peduli api [Internet]. [diunduh 2015 Jun 01]. Tersedia pada: Koukoulas S, Blackburn GA Intoducing New Indices for Accuracy Evaluation of Classified Images Representing Semi-Natural Woodland Environments. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 67(4), Nunohiro E, Katayama K, K J Mackin, dan J G Park Forest and field fire search system using MODIS data. Journal of Advanced Computational Intelligence and Intelligent Informatics. 11(8): Parsa IM Studi komparasi beberapa teknik analisis citra Landsat multiwaktu untuk pemetaan lahan sawah (studi kasus Tanggamus- Lampung). Jakarta (ID): Prosiding Seminar nasional penginderaan jauh [Pemprov Kalbar] Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Sekilas Kalimantan Barat [Internet]. [diunduh 2015 Juni 3]. Tersedia pada: Suwarsono Daerah bekas kebakaran hutan dan lahan (burned area) di Kalimantan. [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Suwarsono, Rokhmatuloh, Waryono T Pengembangan model identifikasi daerah bekas kebakaran hutan dan lahan (burned area) menggunakan citra MODIS di Kalimantan. J Penginderaan Jauh. 10(2): Syaufina L Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia; Perilaku, Penyebab, dan Dampak Kebakaran. Malang (ID): Bayumedia Publishing. Thoha AS Penggunaaan data hotspot untuk monitoring kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. [karya tulis]. Medan (ID): Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

28 18 LAMPIRAN Lampiran 1 Rata-rata NDVI dan NBR pada sampel area bekas kebakaran dari citra MODIS pada saat sebelum kebakaran, setelah kebakaran dan nilai perubahan No. Sampel Pre fire Post fire Perubahan NDVI NBR NDVI NBR NDVI NDVI

29 19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 21 Januari 1993 sebagai anak kedua dari pasangan Wadih dan Mariam. Penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bekasi pada tahun 2011, dan pada tahun tersebut penulis dinyatakan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan (SNMPTN Undangan). Selama studi di IPB, penulis sempat menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Silvika tahun 2013 dan mata kuliah Silvikultur tahun Penulis aktif dalam kegiatan lembaga kemahasiswaan Fakultas Kehutanan IPB, seperti Himpunan Profesi Departemen Silvikultur Tree Grower Community (TGC) sebagai sekretaris divisi Communication and Information pada periode 2012/2013 dan sekretaris divisi Human Resources Development pada priode 2013/2014. Tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di Pangandaran dan Gunung Sawal, Jawa Barat. Tahun 2014 penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan KPH Cianjur. Tahun 2015 penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi di PT Timah (Persero) Tbk, Kepulauan Belitung. Penulisan karya ilmiah untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan berupa skripsi yang berjudul Perbandingan Model Identifikasi Daerah Bekas Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Barat, penulis dibimbing langsung oleh Dr Erianto Indra Putra, SHut Msi dan Suwarsono, SSi MSi.

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau)

Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) A758 Studi Akurasi Citra Landsat 8 dan Citra MODIS untuk Pemetaan Area Terbakar (Studi Kasus: Provinsi Riau) Agita Setya Herwanda, Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo)

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo) Nurul Aini Dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh : Hernandi Kustandyo (3508100001) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi

Lebih terperinci

DETEKSI AREA BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA RESOLUSI MENENGAH MODIS DENGAN PENDEKATAN INDEKS KEBAKARAN

DETEKSI AREA BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA RESOLUSI MENENGAH MODIS DENGAN PENDEKATAN INDEKS KEBAKARAN Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 6 No. 1 (Juli 2016): 77-85 e-issn: 2460-5824 Available online at: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jpsl/ doi : 10.19081/jpsl.6.1.77 DETEKSI AREA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS

PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS PENENTUAN POLA SEBARAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI SELAT SUNDA DAN PERAIRAN SEKITARNYA DENGAN MENGGUNAKAN DATA INDERAAN AQUA MODIS Firman Ramansyah C64104010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature

ABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature ABSTRAK Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki hamparan hutan yang luas tidak terlepas dengan adanya masalah-masalah lingkungan yang dihasilkan, khususnya kebakaran hutan. Salah satu teknologi yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1 1. Pendahuluan Penginderaan jarak jauh merupakan salah satu teknologi penunjang pengelolaan sumber daya alam yang paling banyak digunakan saat ini. Teknologi

Lebih terperinci

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya Kepala LAPAN Manfaat data satelit penginderaan jauh Perolehan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Suhu permukaan merupakan salah satu parameter yang utama dalam seluruh interaksi antara permukaan darat dengan atmosfer. Suhu permukaan darat merupakan contoh fenomena

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16 Any Zubaidah 1, Suwarsono 1, dan Rina Purwaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman padi merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kelangsungan masyarakat Indonesia. Peningkatan produksi tanaman pangan perlu dilakukan untuk mencapai

Lebih terperinci

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS Oleh : Tyas Eka Kusumaningrum 3509 100 001 LATAR BELAKANG Kawasan Pesisir Kota

Lebih terperinci

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH DESI MARDIANI

HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH DESI MARDIANI HUBUNGAN CURAH HUJAN DAN TITIK PANAS (HOTSPOT) DALAM KAITANNYA DENGAN TERJADINYA KEBAKARAN DI PROVINSI ACEH DESI MARDIANI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS.

Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. LAMPIRAN Lampiran 1. Karakteristik satelit MODIS. Pada tanggal 18 Desember 1999, NASA (National Aeronautica and Space Administration) meluncurkan Earth Observing System (EOS) Terra satellite untuk mengamati,

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN) IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN) Kebakaran hutan dan lahan gambut merupakan kebakaran permukaan dimana api membakar bahan bakar yang ada di atas

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendugaan Parameter Input 4.1.1. Pendugaan Albedo Albedo merupakan rasio antara radiasi gelombang pendek yang dipantulkan dengan radiasi gelombang pendek yang datang. Namun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Kebakaran hutan secara umum didefinisikan sebagai kejadian alam yang bermula dari proses reaksi secara cepat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008). 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebakaran hutan didefenisikan sebagai suatu kejadian dimana api melalap bahan bakar bervegetasi, yang terjadi didalam kawasan hutan yang menjalar secara bebas dan tidak terkendali di

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh : EDEN DESMOND

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA 1 PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DI DAS ULAR SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: Yan Alfred Sigalingging 061201030 Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN PEDOMAN PEMANFAATAN DATA LANDSAT-8 UNTUK DETEKSI DAERAH TERBAKAR (BURNED AREA)

PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN PEDOMAN PEMANFAATAN DATA LANDSAT-8 UNTUK DETEKSI DAERAH TERBAKAR (BURNED AREA) 2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN Landsat-8/1 September 2014 Landsat-8/3 Oktober 2014 PEDOMAN PEMANFAATAN DATA LANDSAT-8 UNTUK DETEKSI DAERAH TERBAKAR (BURNED AREA) LI 1 03 002 01 01 PEDOMAN

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI PEMETAAN DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KABUPATEN TOBA SAMOSIR PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh MAYA SARI HASIBUAN 071201044 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN (LAND USE) DI KECAMATAN SINGKOHOR KABUPATEN ACEH SINGKIL TAHUN 2015 SKRIPSI Oleh: Chandra Pangihutan Simamora 111201111 BUDIDAYA HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT

APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT APLIKASI DATA INDERAAN MULTI SPEKTRAL UNTUK ESTIMASI KONDISI PERAIRAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELATAN JAWA BARAT Oleh: Nurlaila Fitriah C64103051 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Mendeteksi Kebakaran Hutan Menggunakan Citra Satelit Landsat

KATA PENGANTAR Aplikasi Penginderaan Jauh dalam Mendeteksi Kebakaran Hutan Menggunakan Citra Satelit Landsat KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Aplikasi Penginderaan

Lebih terperinci

ESTIMASI UNSUR-UNSUR CUACA UNTUK MENDUKUNG SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DENGAN DATA MODIS

ESTIMASI UNSUR-UNSUR CUACA UNTUK MENDUKUNG SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DENGAN DATA MODIS ESTIMASI UNSUR-UNSUR CUACA UNTUK MENDUKUNG SISTEM PERINGKAT BAHAYA KEBAKARAN HUTAN/LAHAN DENGAN DATA MODIS M. Rokhis Khomarudin 1, Orta Roswintiarti 1, dan Arum Tjahjaningsih 1 1 Lembaga Penerbangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang rawan terjadi kekeringan setiap tahunnya. Bencana kekeringan semakin sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia dengan pola dan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum dan Distribusi Titik Panas (hotspot)provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 o 45-2 o 45 LS dan 101 o 104 o 55 BT, terletak di tengah Pulau Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan

BAB I PENDAHULUAN. Maret hingga Agustus. Kondisi ini didukung oleh suhu rata-rata 21 0 C 36 0 C dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 Kabupaten/Kota di Provinsi Riau. Kota Dumai sangat dipengaruhi oleh iklim laut. Musim hujan jatuh pada bulan September hingga

Lebih terperinci

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data

Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit. Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun 2017 Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Laut di Laut Banda Berdasarkan Data Citra Satelit Forecasting Fishing Areas in Banda Sea Based on Satellite Data Muhammad

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA

PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA PERUBAHAN LUAS EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya 1, Inggriyana Risa Damayanti 2, Ety Patwati 3, Syifa Wismayanti Adawiah 4 1 Dosen Jurusan Oseanografi, Universitas

Lebih terperinci

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak A123-04-1-JW Hatulesila Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon Jan Willem Hatulesila 1), Gun Mardiatmoko 1), Jusuph Wattimury 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

Diterima 12 Agustus 2013; Disetujui 22 Oktober 2013 ABSTRACT

Diterima 12 Agustus 2013; Disetujui 22 Oktober 2013 ABSTRACT Pengembangan Model Identifikasi Daerah... (Suwarsono et al.) PENGEMBANGAN MODEL IDENTIFIKASI DAERAH BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (BURNED AREA) MENGGUNAKAN CITRA MODIS DI KALIMANTAN (MODEL DEVELOPMENT

Lebih terperinci

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH

KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH KAJIAN DAERAH RAWAN BENCANA TSUNAMI BERDASARKAN CITRA SATELIT ALOS DI CILACAP, JAWA TENGAH Oleh : Agus Supiyan C64104017 Skripsi PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS

DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS DETEKSI EKOSISTEM MANGROVE DI CILACAP, JAWA TENGAH DENGAN CITRA SATELIT ALOS Oleh : Tresna Sukmawati Suhartini C64104020 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? * Parwati Sofan, Nur Febrianti, M. Rokhis Khomarudin Kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan September

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xii ABSTRACT... xiii

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN TUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI PANTAI LHOKNGA, KECAMATAN LHOKNGA, KABUPATEN ACEH BESAR

ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN TUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI PANTAI LHOKNGA, KECAMATAN LHOKNGA, KABUPATEN ACEH BESAR ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN TUTUPAN LAHAN PASCA TSUNAMI PANTAI LHOKNGA, KECAMATAN LHOKNGA, KABUPATEN ACEH BESAR SKRIPSI Oleh : TIA NOVITA SIREGAR 101201020 Manajemen Hutan PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR

INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR INFORMASI KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERDASARKAN INDEKS KEKERINGAN DAN TITIK PANAS DI KABUPATEN SAMOSIR Oleh Perdamean Abadi. P 061201018 Manajemen Hutan DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 6, 2009 :54-64

Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 6, 2009 :54-64 54 Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 6, 2009 :54-64 PEMANFAATAN DATA MODIS UNTUK IDENTIFIKASI DAERAH BEKAS TERBAKAR (BURNED AREA) BERDASARKAN PERUBAHAN NILAI NDVI DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2009 Suwarsono,

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014

Jurnal Geodesi Undip Juli 2014 IDENTIFIKASI BEKAS KEBAKARAN LAHAN MENGGUNAKAN DATA CITRA MODIS DI PROVINSI RIAU Muhammad Haqki, Andri Suprayogi, Haniah *) Program Studi Teknik Geodesi Fakultas Teknik - Universitas Diponegoro Jl. Prof.

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian 18 3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 hingga Juni 2011 dengan lokasi penelitian yaitu Perairan Selat Makassar pada posisi 01 o 00'00" 07 o 50'07"

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran hutan dan Lahan 2.1.1 Pengertian dan Proses Terjadinya Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan oleh Brown dan Davis (1973) dalam Syaufina (2008) didefinisikan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT IKONOS (Studi Kasus di Desa WEK II, Kecamatan Padangsidempuan Utara, Kota Padangsidempuan)

PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT IKONOS (Studi Kasus di Desa WEK II, Kecamatan Padangsidempuan Utara, Kota Padangsidempuan) PERENCANAAN PENGHIJAUAN DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT IKONOS (Studi Kasus di Desa WEK II, Kecamatan Padangsidempuan Utara, Kota Padangsidempuan) SKRIPSI Oleh: RIO FRENKY SITANGGANG 031201033 / MANAJEMEN

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan 22 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2011 dengan menggunakan citra MODIS. Lokasi untuk objek penelitian adalah perairan Barat-

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Citra MODIS Terra/Aqua Jawa 24 Terkoreksi Radiometrik Data CH Koreksi Geometrik Bogor & Indramayu Malang *) & Surabaya *) Eo Lapang Regresi Vs Lapang Regeresi MODIS Vs lapang Hubungan dengan Kekeringan

Lebih terperinci

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI

ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI ESTIMASI EVAPOTRANSPIRASI SPASIAL MENGGUNAKAN SUHU PERMUKAAN DARAT (LST) DARI DATA MODIS TERRA/AQUA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERINGAN WAHYU ARIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Padi dan Mobilitas Petani Padi Usahatani merupakan organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi lapangan pertanian (Hernanto, 1995). Organisasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA) Oleh : Dawamul Arifin 3508 100 055 Jurusan Teknik Geomatika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan suatu tempat yang luas yang didalamnya terdapat berbagai macam makhluk hidup yang tinggal disana. Hutan juga merupakan suatu ekosistem yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

DETEKSI SEBARAN TITIK API PADA KEBAKARAN HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN GELOMBANG-SINGKAT DAN BACKPROPAGATION (STUDI KASUS KOTA DUMAI PROVINSI RIAU)

DETEKSI SEBARAN TITIK API PADA KEBAKARAN HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN GELOMBANG-SINGKAT DAN BACKPROPAGATION (STUDI KASUS KOTA DUMAI PROVINSI RIAU) TESIS DETEKSI SEBARAN TITIK API PADA KEBAKARAN HUTAN GAMBUT MENGGUNAKAN GELOMBANG-SINGKAT DAN BACKPROPAGATION (STUDI KASUS KOTA DUMAI PROVINSI RIAU) TRI HANDAYANI No. Mhs. : 125301914 PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Ada 3 data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang pertama adalah data citra satelit Landsat 7 ETM+ untuk daerah cekungan Bandung. Data yang

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kekeringan Kekeringan (drought) secara umum bisa didefinisikan sebagai kurangnya persediaan air atau kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau volume

Lebih terperinci

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014

Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014 Pengamatan kebakaran dan penyebaran asapnya dari angkasa: Sebuah catatan kejadian kebakaran hutan/lahan di Sumatera Selatan tahun 2014 *Yenni Vetrita, Parwati Sofan, Any Zubaidah, Suwarsono, M. Rokhis

Lebih terperinci

Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Ir. Rubini Jusuf, MSi. Sukentyas Estuti Siwi, MSi. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring dan Pelaporan

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perilaku Kebakaran Perilaku kebakaran dapat didefenisikan sebagai cara dimana api di alam berkembang, bagaimana bahan bakar terbakar, perkembangan nyala api dan penyebaran api dan

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 2 (1) (2013) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ANALISIS PERUBAHAN KERAPATAN VEGETASI KOTA SEMARANG MENGGUNAKAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN

HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN HUBUNGAN CURAH HUJAN DENGAN KEJADIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MUHAMMAD DERY FAUZAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci