BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kemampuan nasional dibidang perdagangan barang. mendorong berkembangnya bidang standardisasidalam mengantisipasiera

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kemampuan nasional dibidang perdagangan barang. mendorong berkembangnya bidang standardisasidalam mengantisipasiera"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kemampuan nasional dibidang perdagangan barang mendorong berkembangnya bidang standardisasidalam mengantisipasiera globlalisasi perdagangan dunia, ASEAN Free Trade Area (yang selanjutnya disebut AFTA) 2003 dan Asia-Pacific Economic Cooperation(yang selanjutnya disebut APEC) , menjadikan kegiatan standardisasi yang meliputi standar dan penilaian kesesuaian (conformity assessment) secara terpadu perlu dikembangkan secara berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum. 1 Perkembangan secara signifikan dilakukan Indonesia di era globalisasi untuk memajukan berbagai bidang kehidupan yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kualitas hidup rakyat Indonesia.Kemajuan tersebut khususnya terlihat dibidang perdagangan barang, banyak barang produksi asli Indonesia yang sudah diterima oleh pasar internasional dan memiliki pelanggan tetap. Hal ini merupakan kesempatan yang besar bagi negara kita untuk meningkatkan daya saing dan meningkatkan perekonomian negara dengan pengadaan barang yang berkualitas. Terlebih dengan bergabungnya Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi Asean (yang selanjutnya disebut MEA) dimana 1 Badan Standardisasi Nasional, diakses pada tanggal 16 November 2016.

2 kesempatan para investor luar negeri untuk berinvestasi dan membuka usaha di Indonesia semakin terbuka lebar, maka diharapkan produk dalam negeri mampu bersaing dengan produk luar negeri. Akan tetapi, ada dampak negatif dalam era perdagangan bebas ini yang memungkinkan arus barang dan/atau jasa dapat masuk ke semua negara dengan bebas, sehingga berbagai macam jenis produk akan banyak beredar di pasaran. 2 Diterapkannya pasar bebas pada dasarnya dibutuhkan adanya kesiapan bagi para Pelaku Usaha/Produsen di dalam menghasilkan dan memasarkan produknya apakah sudah memenuhi kualitas mutu yang dikehendaki oleh pasar tersebut. Syarat minimal adalah adanya standardisasi dan sertifikasi pada produk yang dihasilkan dan dipasarkannya. 3 Barang dan/atau jasa dalam negeri di segala kategori harus memenuhi standardisasi agar produk dalam negeri bisa bersaing secara sehat di dunia internasional. 4 Standardisasi merupakan salah satu instrumen regulasi teknis yang dapat melindungi kepentingan konsumen nasional dan sekaligus produsen dalam negeri. Melalui regulasi teknis yang berbasiskan standardisasi dapat dicegah beredarnya barang-barang yang tidak bermutu di pasar 2 EllyHernawati, Standardisasi Produk Lindungi Kepentingan Konsumen, diakses pada tanggal 3 November Lihat : Bagian Menimbang huruf a. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, yang menyatakan bahwa : Dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan, dan lingkungan hidup maka efektivitas pengaturan di bidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan. 4 Penerapan SNI, diakses pada tanggal 29 Oktober 2016.

3 domestik khususnya yang terkaitdengan kesehatan, keamanan,keselamatan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. 5 Standardisasi suatu unsur penunjang pembangunan mempunyai peranan penting dalam usaha optimalisasi pendayagunaan sumber daya dan seluruh kegiatan pembangunan. Perangkat-perangkatstandardisasi juga berperan untuk menunjang kemampuan produksi dan produkivitas, khususnya dalam peningkatan perdagangan dalam negeri dan internasional, pengembangan standardisasi serta perlindungan pemakai. 6 Standardisasi sebagai suatu acuan dalam penggolongan barang dan/atau jasa yang layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Adanya standardisasi ini juga dapat melindungi kepentingan konsumen dari tidak tepatnya jumlah kuantitas produk hingga kandungan berbahaya yang mungkin terdapat pada produk yang dibeli. 7 DiIndonesia ketentuan ketentuan standardisasi dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia (selanjutnya disebut SNI). Penetapan standardisasi produk sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan oleh produsen. 8 Maka, SNI bukanlah suatu kebijakan pemerintah yang menahan produk-produk luar negeri untuk masuk dan bersaing di dalam negeri melainkan adalah untuk melindungi kepentingan hukum konsumen yang tidak lain adalah masyarakat dalam negeri 5 Eddy Herjanto, Pemberlakuan SNI Secara Wajib Di Sektor Industri: Efektifitas dan Berbagai Aspek dalam Penerapannya (Mandatory Application Of SNI In Industrial Sector: Effectivity And Aspects In Its Implementation),Jurnal Riset Industri Vol. V, No.2, 2011, hlm Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya dengan Perlindungan Konsumen (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm Muh. Azwar Massijaya, Sik Sumaedi, Medi Yarmen, Tri Rakhmawati, Tri Widianti, I Gede Yudha Bakti, Pemilihan SNI Wajib Sebagai Objek Penelitian dengan Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) (Pusat Penelitian Sistem Mutu dan Teknologi Pengujian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Tangerang Selatan), hlm Penerapan SNI, diakses pada tanggal 7 November 2016.

4 sendiri. Kepentingan hukum tersebut adalah jaminan terhadap konsumen untuk mendapatkan barang/jasa yang berkualitas baik. 9 Ketentuan mengenai standardisasi nasional telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 Tahun 2000 berisi tentang Standardisasi Nasional yang ditetapkan oleh Presiden RI pada tanggal 10 November 2000 (selanjutnya disebut PP Standardisasi Nasional). Ketentuan ini adalah sebagai pengganti PP Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standardisasi Nasional Indonesia dan Keppres Nomor 12/1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia.Yang kemudian diatur secara umum setelah disahkannya Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (yang selanjutnya disebut UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian). Salah satu bentuk pemberlakuan Standar Nasional Indonesia dapat diterapkan pada kegiatan usaha di sektor makanan khususnya produk kopi, baik bubuk kopi saja, ataupun kopi dalam kemasan instan. Hal ini menyangkut keselamatan dan keamanan pangan bagi masyarakat, mengingat bahwa negara berkewajiban melindungi masyarakat sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bagian pembukaan alenia keempat yaitu bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsaindonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupanbangsa,dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.sehingga untukmewujudkan hal tersebutserta 9 Roli Harni Yance S. Garingging, dkk, Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI) Terhadap Industri Elektronik Rumah Tangga Di Sumatera Utara(Studi Pada PT. Neo National Medan), USU LawJournal, Vol.2, No.2 (September-2014), hlm. 76

5 untukmemenuhi hak dankebutuhan dasar warganegara,maka negaraharusmemberlakukan SNI Kopi sertamendukung perkembangan kegiatan usaha di bidang produk makanan dan minuman kemasan. Kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas ekspor pertanian Indonesia yang bernilai ekonomi tinggi. Jenis kopi yang berkembang di Indonesia yaitu kopi arabika dan robusta. Produksi kopi di Indonesia sebagian besar berbasis kopi Arabika. Salah satu kopi Indonesia yang khas dan unik, yaitu kopi luwak. Hingga saat ini kopi tersebut termasuk kopi dengan harga termahal di dunia. 10 Teknologi budi daya dan pengelolahan kopi meliputi pemilihan bahan tanam kopi unggul, pemeliharaan, pemangkasan tanaman dan pemberian penaung, pengendalian hama dan gulma, pemupukan seimbang, pemanenan, serta pengolahan kopi pasca panen. Pengolahan kopi sangat berperan penting dalam menentukan kualitas dan cita rasa kopi. 11 Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pengembangan produksi akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena penanganan pasca panen yang tidak tepat antara lain proses fermentasi, pencucian, sortasi, pengeringan dan penyangraian. Selain itu spesifikasi alat/mesin yang digunakan juga dapat mempengaruhi setiap tahapan pengolahan biji kopi Thedora Dyah Ayu Larasati, Skripsi, Pengaruh Suhu Dan Durasi Penyangraian Biji Kopi Arabika Luwak Dan Non Luwak Terhadap Sifat Fisikokimia Dan Sensori Kopi Bubuk, (Semarang: Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata, 2014), hlm. i. 11 Pudji Rahardjo, Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta (Jakarta: Penebar Swadaya, 2012), hlm Ibid., hlm. 10.

6 Berkembangnya perdagangan Internasional di zaman globalisasi ini memunculkan peluang besar bagi produsen-produsen Internasional untuk memperdagangkan produknya ke seluruh dunia. Terlebih lagi di negara berkembang dimana produk itu tidak dapat dihasilkan. Dengan adanya merk-merk internasional di bidang minuman instan dalam kemasan yang menguasai pasar dunia, maka secara otomatis berpengaruh terhadap tingkat persaingan usaha produk makanan. 13 Negara-negara diminta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap para produsen dan penjual yang terlibat dalam industri pangan. Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tetapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan merupakan hak asasi konsumen. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan standardisasi ialah penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas, dan sebagainya) dengan pedoman (standar) yang ditetapkan; pembakuan. Standardisasi ialah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. 14 Mengingat pentingnya standardisasi ini, maka hal tersebut seharusnya dapat mendorong Pelaku Usaha/Produsen untuk meningkatkan mutu dan daya saing produksinya, baik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri 13 Adi Purna Wijaya, Skripsi, Proses Sertifikasi SNI Untuk Impor Produk Peralatan Makan Dan Minum Melamin Pada PT. Famous Pacific Shipment Indonesia (FPS) Branch Yogyakarta, (Semarang, Bisnis Internasional, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret, 2012), hlm Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 1 angka 1.

7 maupun memenuhi kebutuhan luar negeri serta mampu menciptakan persaingan usaha yang sehat diantara para Pelaku Usaha/Produsen, khususnya untuk produksi barang yang sama atau sejenis. Penerapan SNI pada dasarnya bersifat sukarela. Namun, SNI yang berkaitan dengan kepentingan kesehatan, keselamatan, keamanan, dan pelestarian fungsi lingkungan hidup (selanjutnya disebut K3L), atau atas dasar pertimbangan tertentu dapat diberlakukan secara wajib. Berdasarkan alasan di atas maka Kementerian Perindustrian telah memberlakukan penerapan beberapa SNI secara wajib. Penerapan standar memerlukan prasarana teknis dan institusional meliputi standar produk dan standar pendukungnya (cara uji, cara pengukuran, dsb), lembaga penilaian kesesuaian (sertifikasi sistem mutu, sertifikasi personil, inspeksi, laboratorium uji dan kalibrasi), dan peraturan perundang-undangannya sendiri. 15 Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul : Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan di atas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah pengaturan SNI di Indonesia? 15 Eddy Herjanto, Op. Cit. hlm. 130.

8 2. Bagaimanakah prosedur pemberian Sertifikasi SNI terhadap produk kopi? 3. Bagaimanakah akibat hukum pemberlakuan SNI untuk Kopi secara wajib ditinjau dari UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut: a. Untuk memahami pengaturan mengenaipelaksanaan SNI secara wajib dalam bidang industri kopi. b. Untuk mengetahui prosedur penerbitan sertifikat produk penggunaan tanda SNI. Dan untuk mengetahui tanggung jawab lembaga sertifikasi produk (selanjutnya disebut LSPro) terhadap penerbitan sertifikat produk penggunaan tanda SNI dalam rangka perlindungan konsumen. c. Untuk mengetahui akibat hukum dari pemberlakuan SNI Kopi secara wajib berdasarkan UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. 2. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut: a. Secara teoritis Untuk memberikan pemahaman mengenai pengaturan SNI, prosedur penerbitan sertifikat produk penggunaan tanda SNI, dan tanggung jawab LPSPro terhadap penerbitan sertifikat produk penggunaan tanda SNI dalam rangka perlindungan konsumen, mengingat bahwa buku dan tulisan

9 yang membahas masalah yang berkenaan dengan tema tulisan ini masih minim maka penulisan ini didukung oleh pendapat sarjana, untuk itu penulis mengharapkan tulisan ini dapat menambah wawasan pemikiran terhadap SNI dan lembaga sertifkasi produk penggunaan tanda SNI, serta akibat hukum dari pemberlakuan SNI Kopi secara wajib. b. Secara praktis Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca, baik kalangan akademis yang belum mengetahui SNI Kopi dan bagi para konsumen agar mengetahui bahwa sebelum menggunakan suatu produk dalam negeri hendaknya memperhatikan mutu dan kualitas produk tersebut, salah satunya ialah dengan cara melihat apakah produk tersebut sudah mendapat sertifikasi dan standardisasi melalui label SNI. D. Keaslian Penulisan Berdasarkan hasil penelusuran dan pemeriksaan di perpustakaan Pusat dan Fakultas Hukum skripsi dengan judul Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian ini belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri yang asli dan disusun melalui referensi buku-buku dan informasi

10 dari media cetak maupun media elektronik sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan terutama secara ilmiah atau secara akademik. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Standar Nasional Indonesia (SNI) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan standardisasi ialah penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas, dan sebagainya) dengan pedoman (standar) yang ditetapkan;pembakuan. 16 Standardisasi ialah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi Standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. 17 Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (selanjutnya disebut BSN). Standar Nasional Indonesiaadalah dokumen berisi ketentuan teknis (merupakan konsolidasi IPTEK dan pengalaman) (aturan, pedoman atau karakteristik) dari suatu kegiatan atau hasilnya yang dirumuskan secara konsensus (untuk menjamin agar suatu standar merupakan kesepakatan pihak yang berkepentingan) dan ditetapkan (berlaku di seluruh wilayah nasional) oleh 16 diakses pada tanggal 19 November Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 1 angka 1.

11 BSNuntuk dipergunakan oleh pemangku kepentingan 18 dengan tujuan mencapai keteraturan yang optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu Lembaga Sertifikasi Produk Lembaga Sertifikasi Produk (selanjutnya disebut LSPro) di Indonesia dalam rangka meningkatkan mutu dan dan daya saing produk untuk memasuki pasar nasional, regional, maupun Internasional, serta memberikan perlindungan pada konsumen, setiap produk yang akan diekspor maupun yang beredar di pasar dalam negeri perlu diawasi dan dikendalikan mutunya, salah satunya melalui Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (selanjutnya disebut SPPT-SNI) atau standar lain yang diacu dan diakui oleh Lembaga Sertifikasi Produk yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (selanjutnya disebut KAN) Tanggung Jawab Produk Suatu tanggung jawab secara hukum dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu produk (produsen) atau dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu produk (proses) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan produk tersebut Pemangku Kepentingan adalah pihak yang mempunyai kepentingan terhadap kegiatan Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, yang terdiri atas unsur konsumen, Pelaku Usaha, asosiasi, pakar, cendikiawan, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah. Lihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. 19 Indah Aritonang, SNI ( Standar Nasional Indonesia), Standardisasi Tingkat Nasional. (diposting Minggu, 6 Oktober 2013). 20 Balai Besar Keramik Bandung, Overview Sertifikasi LSPro, pada tanggal 4 November Standardisasi Nasional Indonesia, diakses pada tanggal 16 November 2016.

12 4. Produsen Produsen adalah pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang/jasa dari barang-barang dan/atau jasa-jasa lain. Mereka dapat terdiri atas orang/badan usaha berkaitan dengan pangan, orang/badan usaha yang memproduksi sandang, orang/badan usaha berkaitan dengan jasa angkutan, perasuransian, perbankan, orang/badan usaha berkaitan dengan kesehatan, obat-obatan, narkotika, dan sebagainya Perlindungan Konsumen Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 23 Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang tersebut diatas cukup memadai. Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. 24 F. Metode Penulisan berikut: Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai 1. Spesifikasi penelitian 22 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008), hlm Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bab I, Pasal 1 angka Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 1.

13 Penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini bersifat deskriptif. Deskriptif artinya bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karateristik dari fakta-fakta (individu, kelompok, atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi. 25 Dalam penulisan skripsi ini yang mengacu kepada penelitian hukum normatif yaitu mengkaji ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan dalam penetapan SNI baik secara sukarela ataupun secara wajib terhadap produk tertentu oleh Pemerintah. Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis.penelitian normatif dapat dikatakan juga dengan penelitian sistematik hukumsehingga bertujuan mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian pokok/dasar dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan obyek hukum Data penelitian Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. 27 Data penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran kepustakaan (library research) untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekundar, serta bahan hukum tersier. 28 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana data yang diperoleh secara tidak langsung. a. Bahan hukum primer 25 Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta : Garanit, 2004), hlm Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Sumaidi Suryabrata, Metode Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hlm. 39.

14 Dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.dalam tulisan ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian,Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, serta peraturan lain yang berkaitan dengan skripsi ini. Alasan penggunaan penelitian deskriptif normatif ialah penelitian ini mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan. Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian kepustakaan yakni tata cara pengumpulan data yang bersumber pada bahan-bahan kepustakaan. 29 b. Bahan hukum sekunder Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang SNI seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan permasalahan diatas. c. Bahan hukum tersier Semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keteranganketerangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan sebagainya. 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi adalah dengan penelusuran pustaka (library research) yaitu mengumpulkan data dari 29 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2001), hlm

15 informasi dengan bantuan buku, karya ilmiah dan juga perundang-undangan yang berkaitan dengan materi penelitian. Muhammad Nazil dalam bukunya, dikemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan Analisa data Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data berikut dengan analisisnya. 31 Metode analisis data dilakukan dengan metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif.metode penarikan kesimpulan pada dasarnya ada dua, yaitu metode penarikan kesimpulan secara deduktif dan induktif.metode penarikan kesimpulan secara deduktif adalah suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus. 32 Metode penarikan kesimpulan secara induktif adalah proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum. 33 Penarikan kesimpulan terhadap data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif 30 M. Nazil, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia,2010), hlm Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm Ibid.,hlm. 10.

16 maupun induktif, sehingga akan dapat merangkum jawaban terhadap permasalahan yang telah disusun. 34 G. Sistematika Penulisan Pada dasarnya sistematika penulisan adalah gambaran-gambaran umum dari keseluruhan isi penulisan skripsi sehingga mudah untuk mencari hubungan antara satu pokok pembahasan dengan pokok pembahasan yang lain. Hal ini sesuai dengan pengertian sistem yaitu rangkaian beberapa komponen yang satu sama lain saling berkaitan atau berhubungan untuk terjadinya suatu hal. Skripsi ini disusun dalam lima bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub-bab yang disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulisan dan pembahasan bab yang dimaksudkan. Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan gambaran umum mengenai Latar Belakang masalah yang menjadi dasar penulisan, Pokok Permasalahan, Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II PENGATURAN STANDAR NASIONAL INDONESIA Bab ini menerangkan tentang Pengertian SNI, Latar Belakang Berlakunya SNI, Tunjuan dan Manfaat Penerapan SNI, Pengaturan SNI menurut Peraturan Perundang-Undangan. 34 Winarno Surachmad, Dasar dan Teknik Research (Pengantar Metodologi Ilmiah) (Bandung: Tarsito, 1982), hlm. 131.

17 BAB III PROSEDUR PEMBERIAN SERTIFIKASI STANDAR NASIONAL INDONESIA TERHADAP PRODUK KOPI Bab ini membahas mengenaibadan Sertifikasi Nasional sebagai Penentu dalam Pemberian Sertifikasi Standar Nasional Indonesia. Peran Lembaga Sertifikasi Produk sebagai Pemberi Sertifikasi Standar Nasional Indonesia. Prosedur Pemberian Sertifikat Standar Nasional Indonesia Terhadap Produk Kopi. BAB IV AKIBAT HUKUM PEMBERLAKUANSTANDAR NASIONAL INDONESIA KOPI SECARA WAJIB DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN Bab ini membahasa tentang Hambatan Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Terhadap Konsumen. Kemudian Dampak Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Terhadap Konsumen. dan Tindakan Hukum Atas Pelanggaran Standar Nasional Indonesia Kopi Oleh Produsen Kopi Menurut UU Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini, penulis memberikan kesimpulan yang merupakan intisari bab-bab sebelumnya serta jawaban atas pokok permasalahan dalam penulisan ini. Selain itu, penulis juga mengemukakan saran-saran untuk penerapan Standar Nasional di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 199, 2000 BADAN STANDARISASI. Standarisasi Nasional. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan. beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan. beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier. Oleh karena itu manusia selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 Tentang : Standardisasi Nasional Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL 1 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Standar adalah spesifikasi

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian dilakukan dalam usaha memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, penelitian hukum merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat, dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara

Lebih terperinci

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

- 2 - Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: - 2 - Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN. BAB I

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga

III. METODE PENELITIAN. beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Selain itu, juga III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar

Lebih terperinci

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut

2 global sebagai sarana peningkatan kemampuan ekonomi bangsa Indonesia. Untuk melindungi kepentingan negara dalam menghadapi era globalisasi tersebut TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT

KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/ TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/DPD RI/II/2013-2014 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari

BAB I PENDAHULUAN. menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk itu diperlukan dukungan dari 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Banyak perusahaan lokal dan internasional mencari berbagai kegiatan dalam rangka menanamkan modalnya

Lebih terperinci

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI)

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN I. UMUM Untuk mencapai tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Republik Indonesia yang diamanatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan peningkatan kesejahteraannya. Beberapa kebutuhan manusia antara lain, kebutuhan primer dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha

BAB I PENDAHULUAN. tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan usaha adalah sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang usaha tertentu yang dilingkupi oleh aspek hukum, tehnis dan ekonomi. 1 Badan usaha dengan perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata dalam segala aspek kehidupan serta diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan

- 7 - BAB III STANDARDISASI. Bagian Kesatu Perencanaan - 7 - BAB III STANDARDISASI Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 10 (1) Perencanaan perumusan SNI disusun dalam suatu PNPS. (2) PNPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat program perumusan SNI dengan judul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 147, 2001 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4157) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

Yuuk..belajar lagi!!!

Yuuk..belajar lagi!!! Yuuk..belajar lagi!!! SUB SISTEM PENERAPAN STANDAR 1. Mendukung terwujudnya jaminan mutu barang, jasa, proses, sistem atau personil sehingga memberi kepercayaan pelanggan 2. menjamin peningkatan produktivitas,

Lebih terperinci

PENERAPAN SNI PADA UKM DAN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR MUTU DI BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG

PENERAPAN SNI PADA UKM DAN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR MUTU DI BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG PENERAPAN SNI PADA UKM DAN KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR MUTU DI BARISTAND INDUSTRI PALEMBANG Oleh : Dr. HARI ADI PRASETYA BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG 2014 Dasar Hukum Peraturan Menteri

Lebih terperinci

j ajo66.wordpress.com 1

j ajo66.wordpress.com 1 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 170/Kpts/OT.210/3/2002 TENTANG PELAKSANAAN STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN MENTERI PERTANIAN Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2001 TENTANG ALAT DAN MESIN BUDIDAYA TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa alat dan mesin budidaya tanaman merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN

RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN RENCANA STRATEGIS KEDEPUTIAN BIDANG PENERAPAN STANDAR DAN AKREDITASI BADAN STANDARDISASI NASIONAL TAHUN 2015 2019 JAKARTA 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1991 TENTANG TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa dalam rangka peningkatan produktivitas dan daya guna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 19, 1991 ( EKONOMI. INDUSTRI. PERDAGANGAN Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN

PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN PENERAPAN ASAS-ASAS PERJANJIAN JUAL BELI DALAM TRANSAKSI KONTRAK BERJANGKA (FUTURES CONTRACT) DI BURSA BERJANGKA BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Perdagangan berjangka komoditi (yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pada sektor transportasi dan informasi dewasa ini menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat saat ini, secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum sangat berperan penting, tidak hanya mengatur bagaimana manusia berperilaku,

Lebih terperinci

BAB IV PENILAIAN KESESUAIAN. Bagian Kesatu Kegiatan Penilaian Kesesuaian

BAB IV PENILAIAN KESESUAIAN. Bagian Kesatu Kegiatan Penilaian Kesesuaian - 14 - BAB IV PENILAIAN KESESUAIAN Bagian Kesatu Kegiatan Penilaian Kesesuaian Pasal 30 (1) Pemenuhan terhadap persyaratan SNI dibuktikan melalui kegiatan Penilaian Kesesuaian. (2) Kegiatan Penilaian Kesesuaian

Lebih terperinci

STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP (No HP ) data\:standardisasi_gun 1

STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP (No HP ) data\:standardisasi_gun 1 STANDARDISASI (STD) Oleh: Gunadi, M.Pd NIP. 19770625 200312 1 002 (No HP. 08121569151) data\:standardisasi_gun 1 REFERENSI Internet SAE Hand Book Volume 1-4 PP No 102 Tahun 2000 tentang SNI UU No. 5 Tahun

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) AIR MINUM DALAM KEMASAN (AMDK) SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemajuan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal

Lebih terperinci

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks

2016, No diberlakukan Standar Nasional Indonesia dan/atau Persyaratan Teknis secara wajib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaks No.565, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Standadisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/M-DAG/PER/4/2016 TENTANG STANDARDISASI BIDANG PERDAGANGAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang akhir-akhir ini terus berkembang di Indonesia serta derasnya arus transaksi keuangan yang di dorong dengan semakin canggihnya tekhnologi mau

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Kebutuhan akan barang dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2014 PERINDUSTRIAN. Produk Halal. Jaminan. Bahan. Proses. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB

KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB KEBIJAKAN PENGAWASAN BARANG BEREDAR YANG SNI NYA DIBERLAKUKAN SECARA WAJIB JAKARTA, 16 SEPTEMBER 2014 DIREKTORAT JENDERAL STANDARDISASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalan penelitian normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. arah peningkatan taraf hidup masyarakat. sangat vital, seperti sebuah jantung dalam tubuh manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus berdampak kurang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.308, 2009 DEPARTEMEN PEINDUSTRIAN. SNI. Industri. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 86/M-IND/PER/9/2009 TENTANG STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat dari gambaran Indonesia yang sangat luas dan menjadi salah satu penduduk terbanyak di dunia sudah pantas bila masyarakat Indonesia sangat membutuhkan moda transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan bernegara bagi bangsa Indonesia terdapat dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mengatakan bahwa tujuan bernegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi Ekonomi dan liberalisasi perdagangan semakin berkembang adanya karena dilengkapi oleh ketentuan-ketentuan perdagangan internasional yang memberikan

Lebih terperinci

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN)

SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN) SISTEM STANDARDISASI NASIONAL (SSN) 1 SISTEM STANDARDISASI NASIONAL 1. Tatanan jaringan sarana dan kegiatan standarisasi yang serasi, selaras dan terpadu serta berwawasan nasional. 2. Merupakan dasar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asasasas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan sehat. 2 Karena

BAB I PENDAHULUAN. unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan sehat. 2 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN. Pemberlakuan. SNI. Produk Melamin. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20/M-IND/PER/2/2012 TENTANG PEMBERLAKUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan manusia yang seutuhnya. Seluruh rakyat Indonesia berhak memperoleh kesejahteraan dan keadilan, untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 322); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL TENT

2017, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 322); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL TENT No.821, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BSN. Tanda SNI. Tanda Kesesuaian Berbasis SNI. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN TANDA SNI DAN

Lebih terperinci