BAB II KAJIAN TEORI. A. Penalaran Matematis 1. Definisi Penalaran matematis adalah proses berfikir atau cara berfikir seseorang untuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. A. Penalaran Matematis 1. Definisi Penalaran matematis adalah proses berfikir atau cara berfikir seseorang untuk"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Penalaran Matematis 1. Definisi Penalaran matematis adalah proses berfikir atau cara berfikir seseorang untuk menarik kesimpulan, sehingga menghasilkan pernyataan baru untuk menyelesaikan masalah matematika. Pendapat tersebut merujuk dari beberapa pendapat-pendapat ahli. Shadiq (2004) mengartikan penalaran sebagai suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar, berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan. Senada dengan Shadiq, Lithner (2008) juga mendefinisikan penalaran matematis sebagai garis pemikiran atau cara berfikir yang diadopsi untuk menghasilkan pernyataan dan kesimpulan untuk menyelesaikan masalah. Selain pendapat dua ahli di atas, Keraf (Shadiq, 2004) mengungkapkan penalaran sebagai proses berfikir yang menghubung-hubungkan fakta-fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju pada suatu kesimpulan. Misalnya persamaan kuadrat x 2 + 9x 10 = 0, dapat ditarik kesimpulan bahwa x = 1 atau x = 10. Mengacu pada definisi penalaran menurut Lithner, penalaran di sini tidak didasarkan pada logika formal selama ada argumentasi-argumentasi pendukung yang masuk akal. Selanjutnya Lithner (2008) menyimpulkan tentang struktur kemampuan penalaran matematis yang menjadi dasar baginya menyelesaikan suatu masalah matematika. Terdapat 4 yaitu : 9

2 10 a. Harus ada masalah matematika yang ditunjukkan dengan situasi matematika untuk selanjutnya diproses. b. Strategi pemilihan, dimana pemilihan dilihat dari pengertian yang luas seperti memilih, mengingat, membuat, mengubah, menebak dll yang dapat didukung oleh argumentasi prediktif. Argumentasi prediktif adalah argumentasi perkiraan dimana dalam kriteria penalaran matematika menurut Permendikbud (2014) yaitu poin mengajukan dugaan dan melakukan manipulasi matematis. c. Strategi implementasi dapat didukung oleh argumentasi verifikasi. Argumentasi verifikasi adalah argumentasi pemerikasaan tentang kebenaran suatu solusi atau hasil pemecahan suatu masalah matematika, dimana di dalam kriteria penalaran matematika menurut Permendikbud (2014) merupakan poin penyusunan bukti dan penarikan kesimpulan. d. Kesimpulan yang dimuat. Kesimpulan di sini berupa argumentasi yang didasarkan pada pemilihan strategi dan implementasi strategi yang masuk akal tentunya. Artinya tidak harus didukung dengan bukti langsung atau tidak langsung. Argumentasi adalah inti atau subtansi, bagian dari penalaran yang bertujuan untuk menyakinkan diri sendiri atau orang lain akan kesimpulan yang disampaikan. Berdasarkan struktur di atas, poin b dan c adalah bagian dari proses pemecahan masalah. Maka dari itu, penalaran dan pemecahan masalah merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan struktur penalaran di atas, dimana struktur tersebut erat kaitannya dengan pemecahan masalah, Lithner (2006) membagi penalaran menjadi dua yaitu:

3 11 a. Penalaran imitatif matematis atau imitative mathematical reasoning yang kemudian disingkat dengan IR. b. Penalaran kreatif matematis atau creative mathematical reasoning yang kemudian disingkat dengan CR. 2. Jenis Penalaran Matematis Merujuk pada definisi penalaran, Lithner (2008) membagi penalaran ke dalam dua tipe yaitu: a. Penalaran imitatif matematis Imitatif berasal dari bahasa inggris imitatitve yang memiliki asal kata imitate yang berarti meniru. Dalam bahasa Indonesia imitatif memiliki arti bersifat tiruan. Penalaran imitatif matematis adalah penalaran matematis yang bersifat tiruan. Artinya proses berfikir peserta didik dalam membuat kesimpulan hanya berdasarkan ingatan peserta didik dari buku ataupun contoh yang telah mereka kerjakan. Dengan kata lain, penalaran imitatif matematis adalah penalaran yang hanya didasarkan pada ingatan tentang apa yang telah dipelajari dahulu. Selaras dengan hal tersebut Lithner (2006) menyebutkan bahwa penalaran imitatif yaitu mengikuti atau menyalin sebuah mode atau contoh tanpa memperhatikan keasliannya. Studi empiris Lithner (2006) mengidentifikasikan penalaran imitatif ke dalam dua jenis yaitu ingatan (memorized) dan algoritma (algorithmic). 1) Penalaran ingatan (Memorized Reasoning)/ MR Penalaran ingatan (MR) adalah penalaran yang mengandalkan ingatan tentang jawaban yang harus diselesaikan. Penalaran ingatan hanya mengingat

4 12 jawaban yang telah dikerjakan sebelumnya tanpa memperhatikan langkah penyelesaian masalah. Dengan kata lain penalaran ingatan adalah penalaran yang menyalin jawaban pekerjaan sebelumnya dalam menyelesaikan masalah. Biasanya tipe soal yang terdapat di dalam penalaran ini adalah tipe soal yang menuntut si penalar untuk mendefinisikan sebuah pernyataan, membuat bukti, mengkonversikan satuan. Sebuah soal dapat dikatakan memuat penalaran ingatan jika memenuhi kriteria berikut: a) Strategi pemilihan ditentukan dengan mengingat jawaban lengkap. Maksudnya adalah dalam menyelesaikan permasalahan matematika (mengajukan dugaan dan manipulasi matematis) peserta didik hanya menggunakan ingatannya untuk menjawab permasalahan tersebut. b) Implementasi strategi terdiri hanya dengan menyalin jawaban secara runtut. Impelemntasi tersebut didukung dengan penyusunan bukti dan penarikan kesimpulan. Uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa soal yang memuat penalaran jenis MR adalah : a) Menanyakan definisi atau fakta dimana lebih membutuhkan kemampuan mengingat yang tinggi. b) Strategi pemilihan ditentukan dengan mengingat jawaban lengkap. c) Implementasi strategi terdiri hanya dengan menyalin jawaban secara runtut.

5 13 Contoh soal tipe MR: Tentukan jenis akar persamaan kuadrat dari 2x 2 4x + 3! Jawaban dari soal tersebut menuntut peserta didik untuk mengingat tentang syarat akar-akar persamaan kuadrat dikatakan nyata dan berbeda, kembar, atau imajiner. Jika D > 0, maka akar-akar persamaannya nyata (real) dan berbeda. Jika D = 0, maka akar-akar persamaannya kembar. Jika D < 0, maka akar-akar persamaannya imajiner. Dari soal di atas diperoleh nilai D = ( 4) = 8. Sehingga nilai D < 0. Jadi jenis akar-akar persamaan kuadrat tersebut adalah imajiner. 2) Penalaran Algoritmik (Algorithmic Reasoning)/ AR Penalaran algoritmik (AR) adalah salah satu jenis penalaran imitatif. Penalaran algoritmik hampir sama dengan penalaran ingatan akan tetapi penalaran jenis ini lebih cenderung untuk mengingat setiap langkah yang digunakan untuk mengerjakan soal yang disediakan. Jadi penalaran algortimik menitikberatkan kepada ingatan seseorang tentang bagaimana soal tersebut diselesaikan berdasarkan langkah-langkah yang benar. Penalaran jenis ini tidak membutuhkan solusi baru dalam penyelesaiannya. Biasanya soal penalaran tipe ini terdapat di dalam buku dengan angka yang berbeda, tetapi memiliki esensi yang sama. Sebuah soal dapat dikatakan mengandung penalaran algortimik jika:

6 14 a) Strategi pemilihan ditentukan bukan hanya sekedar mengingat jawaban seperti MR tetapi langkah-langkah algortima yang akan membimbing seseorang kepada solusi yang sebenarnya. Hal tersebut didukung dengan pengajuan dugaan yang mengandalkan ingatan. b) Impelementasi strategi terdiri atas perhitungan perhitungan trivial atau tindakan-tindakan dengan aturan yang telah diberikan. Maksudnya dalam melakukan penyelesaian masalah (manipulasi matematis, menyusun bukti dan penarikan kesimpulan) seseorang menyerap langkah solusi seperti yang telah dikerjakan. Uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa soal yang mengandung penalaran tipe AR adalah: a) Strategi pemilihan ditentukan bukan hanya sekedar mengingat jawaban seperti MR tetapi algortima penyelesaian. b) Implementasi terdiri atas perhitungan trivial. c) Tidak membutuhkan solusi baru. Contoh soal tipe AR: Persamaan kuadrat x 2 + 4px + 4 = 0 mempunyai akar-akar x 1 dan x 2. Jika x 1 (x 2 ) 2 + (x 1 ) 2 x 2 = 32, maka nilai p adalah Jawaban dari soal tersebut adalah sebagai berikut: Peserta didik harus memahami konsep penentuan akar-akar dengan menggunakan faktorisasi. Jika terdapat persamaan ax 2 + bx + c = 0, maka bentuk penyelesaian menggunakan faktor adalah (x + x 1 )(x + x 2 ) = 0 untuk a = 1. Jika diperluas kembali maka akan memperoleh bentuk

7 15 persamaan ax 2 + (x 1 + x 2 )x + (x 1 x 2 ) = 0. Dari persamaan terakhir secara umum diperoleh (x 1 + x 2 ) = b a dan (x 1 x 2 ) = c. Dengan catatan a bahwa x 1 dan x 2 adalah akar-akar persamaan kuadrat. Setelah mengetahui konsep tersebut maka peserta didik dapat menemukan nilai p setelah mengubah x 1 (x 2 ) 2 + (x 1 ) 2 x 2 = 32 menjadi x 1 x 2 (x 1 + x 2 ) = 32. Kemudian dengan mengetahui nilai a = 1, b = 4p dan c = 4 sehingga diperoleh x 1 x 2 = c = 4 = 4 a 1 x 1 + x 2 = b a = 4p 1 = 4p Akan diperoleh x 1 x 2 (x 1 + x 2 ) = 32 4( 4p) = 32 16p = 32 p = 2 Jadi nilai p = 2. Dengan demikian seseorang tersebut hanya mengingat langkah algortima untuk menyelesaikan masalah matematika yang disajikan. Tidak terpaku pada jawabannya tetapi terpaku pada langkah solusi yang dimaksudkan. Hal ini menyebabkan tipe soal untuk penalaran tipe AR sangat beragam. Secara sepintas kedua jenis penalaran tersebut sama, akan tetapi MR lebih mengingat tentang fakta atau jawaban kemudian menyalinnya. Sementara AR meskipun sama-sama mengingat, lebih mengingat prosedur dan mengerjakan soal yang disajikan dengan algortima yang benar. Biasanya tipe MR yang

8 16 menanyakan tentang fakta atau bukti serta definisi-definisi yang membutuhkan jawaban lengkap. Perbedaan yang lebih mendasar adalah AR sadar benar bahwa antara algoritma yang satu dengan algoritma selanjutnya saling berkaitan. Berbeda dengan MR yang tidak mendasarkan algoritma satu dengan yang lain, akan tetapi lebih mengarah kepada hafalan suatu penyelesaian. b. Penalaran kreatif matematis (creative mathematical reasoning) Penalaran kreatif matematis (CR) adalah proses berfikir yang didefinisikan memiliki kebaharuan, masuk akal, fleksibel dan berdasarkan sifat matematis. Berikut dijelaskan setiap aspek dari penalaran kreatif matematis menurut Lithner (2006): 1) Pembaharuan Artinya solusi pemecahan masalah tersebut baru diciptakan berdasarkan pemahaman penalar atau solusi tersebut adalah solusi yang pernah dilupakan kemudian dimunculkan kembali. Akan tetapi jika solusi yang dilupakan tersebut dimunculkan kembali hanya dengan menyalin langkahnya maka itu bukan termasuk ke dalam penalaran kreatif. Jika dikaitkan dengan kriteria kemampuan penalaran secara umum maka penalar akan mengajukan dugaan tentang solusi pemecahan masalah dengan menampilkan sesuatu yang baru. Misalnya dengan menampilkan strategi penyelesaian yang berbeda. 2) Masuk akal Adalah argumen yang disampaikan mendukung strategi pilihan atau implementasi strategi sehingga memberikan alasan bahwa kesimpulan yang

9 17 disampaikan benar. Berarti penalar harus membuat atau menyusun argumen untuk membuktikan dugaan yang disampaikan benar dan masuk akal serta dapat diterima oleh khalayak umum. Dengan kata lain menebak-nebak sebuah jawaban atas suatu kesimpulan tidak dibenarkan. 3) Fleksibel Menggunakan strategi dan implementasi yang berbeda dengan menyesuaikan situasi masalah yang disediakan. 4) Berdasarkan sifat matematis Argumen yang ditampilkan harus berdasarkan sifat instrinsik matematis yang termuat dalam komponen penalaran. Komponen yang termuat di dalam penalaran terdiri atas objek, transformasi dan konsep. Objek merupakan aspek dasar, seperti angka, variabel, fungsi, grafik, diagram, matriks dan lain sebagainya. Trasformasi adalah apa yang telah dikerjakan terhadap objek dan menghasilkan objek yang berbeda. Misalnya seperti menghitung apel dalam kehidupan sehari-hari kemudian ditransformasikan menjadi angka. Konsep disini dilihat sebagai pusat dari ide matematika yang menghubungkan antara objek, transformasi, dan unsur-unsurnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan kriteria kemampuan penalaran kreatif yaitu : 1) Pembaharuan 2) Masuk akal 3) Fleksibel 4) Berdasarkan sifat matematis

10 18 Contoh soal tipe CR di bawah ini mengutip dari hasil studi yang dilakukan Lithner (2006). Seorang peserta didik bernama Anne diminta untuk menyelesaikan soal berikut: Tentukan nilai maksimum dan minimum dari fungsi y = 7 + 3x x 2 pada interval [ 1,5]! Jawaban Anne sebagai berikut Anne menggambar (gambar 1) grafik pada perhitungannya, dia ingin mengatahui seperti apa jika digambar. Gambar 2.1. Grafik perhitungan nilai maksimum dan minimum (Sumber : Lithner,2006) Saya mengetahui fungsi ini, saya pernah melihat bentuk x 2 adalah fungsi kuadrat dimana jika koefisien dari x 2 bernilai positif maka akan membentuk lembah. Tetapi jika koefisien dari x 2 bernilai negatif maka membentuk bukit. Saya dapat melihat bahwa fungsi tersebut minimum pada saat x = 5 kata Anne. Dia dapat melihat bahwa nilai maksimum terjadi ketika x = 1,5 tetapi nilai tersebut tidak dapat ditentukan menggunakan grafik. Anne menghitung beberapa nilai fungsi dengan x = 1,5. Tetapi tidak dapat menemukannya. Dia diam selama dua menit. Kami telah belajar tentang turunan. Disana dikatakan tentang kemiringan. Dan nilai maksimum hanya dapat terjadi dimana kemiringannya sama dengan nol. Saya dapat menyelesaikan itu. Saya pikir bahwa turunan dari x 2 adalah 2x. Anne dengan mudah mengitung y = 3 2x menemukan bahwa y pada saat x = 1,5 dan menghitung y(1,5) = 9,25. Anne menyimpulkan bahwa nilai tersebut sesuai dengan grafik.

11 19 Dari contoh tersebut dapat dilihat pemikiran Anne merupakan penalaran kreatif matematis karena memenuhi kriteria berikut: 1) Kebaharuan Anne menggunakan konsep turunan dalam menyelesaikan soal, tetapi belum melihat algortima untuk mendapatkan nilai maksimum yang dibangun melalui pilihan strategi kunci: nilai maksimum terletak pada puncak dimana nilai turunannya sama dengan nol. Dari proses terlihat Anne tidak hanya mengikuti prosedur algoritma yang diberikan oleh orang lain. 2) Fleksibel Anne menganalisis situasi dan mengadaptasi ke dalam kondisinya, hal ini merupakan inisiatif yang tidak lazim diantara para peserta didik yang hanya berfokus pada pendekatan algortimik. 3) Masuk akal Anne mempunyai argumen berdasar matematis yang masuk akal tentang pilihan strateginya dan kesimpulan 4) Berdasarkan matematis Anne mengembangkan pengertian konsep yang bagus tentang fungsi dan sifat instrinsiknya yaitu relasi antara konsep turunan gradien dan nilai maksimum. Pada penelitian ini, penulis mengambil dua jenis penalaran berdasarkan kerangka kerja Lithner yaitu penalaran imitatif dan penalaran kreatif. Sementara itu, penalaran imitatif dibagi atas dua jenis yaitu penalaran ingatan dan penalaran algortimik. Dengan demikian, terdapat tiga jenis penalaran yang digunakan yaitu

12 20 penalaran ingatan (MR), penalaran algoritmik (AR) dan penalaran kreatif (CR). Kriteria kemampuan penalaran matematis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Penalaran Ingatan (MR) : a) Strategi pemilihan ditentukan dengan mengingat jawaban lengkap. Artinya pengajuan dugaan ditentukan dengan mengingat jawaban, definisi, atau syarat tertentu. b) Implementasi strategi hanya menyalin jawaban secara runtut. Peserta didik menyimpulkan dan menyusun bukti hanya menyalin jawaban yang telah ada. Peserta didik tidak memperhatikan keterkaitan antar langkah yang digunakan. 2. Penalaran Algortimik (AR): a) Strategi pemilihan ditentukan bukan hanya sekedar mengingat jawaban tetapi langkah-langkah algortima yang akan membimbing seseorang kepada solusi yang sebenarnya. b) Implementasi strategi terdiri atas perhitungan-perhitungan trivial. Peserta didik menyimpulkan dan menyusun bukti berdasarkan rumus atau langkah awal yang dilakukan. Untuk langkah selanjutnya peserta didik hanya mengikuti alur awal saja. Dengan demikian peserta didik memperhatikan keterkaitan antar langkah yang dilakukan. 3. Penalaran Kreatif (CR): a) Pembaharuan yaitu menyajikan solusi penyelesaian yang baru atau menampilkan solusi lama tetapi tidak sekedar menyalin. b) Fleksibel yaitu sesuai dengan kondisi dalam soal.

13 21 c) Masuk akal yaitu jika argumen yang ditampilkan dapat diterima oleh khalayak umum d) Berdasarkan sifat matematis yiatu menyusun argumen berdasarkan sifat matematis. B. Gaya Belajar Peserta didik menangkap suatu materi yang disampaikan oleh guru berbedabeda. Mereka akan memilih cara yang paling mudah agar apa yang disampaikan oleh guru dapat dengan mudah diterimanya dengan baik. Hal tersebut disebut dengan gaya belajar. Gaya belajar bukan hanya berbicara mengenai bagaimana seseorang menerima informasi dan menangkap informasi dari guru akan tetapi memproses informasi tersebut dengan menggunakan otak kiri atau otak kanan. Gaya belajar adalah salah satu cara seseorang untuk menyerap dan menguasi informasi dan atau bagaimana informasi tersebut diproses. Selain itu menurut beberapa riset yang telah dilakukan Dunn (1979) bahwa definisi gaya belajar hampir sama yaitu mengarah kepada bagaimana seseorang memproses informasi atau informasi tersebut disalurkan dengan persepsi dari masing masing orang. Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara seseorang untuk menangkap dan mengolah informasi agar dapat dipahami dengan baik. Dunn (1979) mengatakan ada banyak variabel yang mempengaruhi cara belajar seseorang. Misalnya faktor fisik, lingkungan, emosional, dan sosiologi. Tentunya jika faktor tersebut diperinci lagi maka akan banyak sekali variabel yang mempengaruhi gaya belajar seserorang. Misalnya saja seseorang dapat belajar dengan baik ketika sambil mendengarkan musik atau dapat belajar dengan baik ketika hari sudah sepi (telah malam). Ada seseorang belajar paling baik dengan

14 22 diskusi kelompok, sedangkan ada lagi yang harus dibimbing oleh orang lain misalnya guru, orang tua atau privat, dan ada pula seseorang yang memilih untuk belajar sendiri. Terdapat banyak sekali karakter peserta didik dalam memilih cara yang baik untuk belajar. Faktor yang mempengaruhi gaya belajar seseorang ini memunculkan berbagai pengelompokan gaya belajar. Ada beberapa klasifikasi gaya belajar menurut beberapa ahli. Misalnya klasifikasi gaya belajar menurut De Porter (2003) yang terkenal yaitu gaya belajar Visual, Audiotory, Kinestetic yang lebih dikenal dengan VAK. Namun gaya belajar tersebut merupakan gaya belajar yang masih umum, tidak merujuk khusus pada mata pelajaran tertentu. Meskipun gaya belajar tersebut dapat diterapkan di dalam matematika. Akan tetapi pembagian gaya belajar VAK didasarkan pada modalitas seseorang. Seperti kita ketahui bahwa modalitas pasti dimiliki oleh setiap individu. Karena alasan itulah tipe gaya belajar lainnya pun juga memiliki modalitas utama dalam setiap tipenya. Seorang penulis bernama Gustav Carl Jung (Silver, 2010) ahli psikolog asal Swiss mengamati tentang bagaimana seseorang mengolah informasi, berdasarkan empat hal yaitu thinking, sensing, feeling, dan intuition. Thinking adalah fungsi abstrak yang mengembangkan pembuktian fakta, logika, jelas, prosedur yang konsisten dalam mengambil keputusan. Thinking menunjukan sebab-akibat, ide dan dampak, aksi dan hasilnya sehingga dapat menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Feeling adalah fungsi dasar yang digunakan dalam kehidupan, hubungan emosional untuk membuat keputusan yang berarti. Dengan feeling dapat

15 23 menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Sensing adalah fungsi dasar yang mengembangkan penglihatan, pendengaran, penciuman untuk menyediakan fakta dan pengalaman langsung di lapangan. Dengan sensing dapat mengetahui karakteristik seseorang, tempat, benda dan sebagainya. Dengan sensing pula dapat melihat, mendengarkan, merasakan dan sebagainya. Terakhir intuition adalah fungsi abstrak yang menggunakan firasat, pengetahuan, tebakan dan inspirasi untuk mengelompokannya ke dalam pola atau kemungkinan-kemungkinan. Dengan intuisi apa yang kita inginkan, mimpikan dapat kita capai (Hanson, 1996). Silver, Strong dan Perinni membagi gaya belajar yang lebih mengarah pada matematika menjadi 4 gaya belajar yaitu penguasaan, pemahaman, ekspresi diri, dan antarpribadi (Silver, 2010). Gaya belajar yang muncul tersebut adalah hasil kombinasi antara thinking dan sensing menghasilkan gaya belajar penguasaan, thinking dan feeling menghasilkan gaya belajar antarpribadi, intuition dan feeling menghasilkan gaya belajar ekspresi diri dan kombinasi antara intuition dan thinking menghasilkan gaya belajar pemahaman (Silver, 2010). Berikut klasifikasi dan ciri-ciri gaya belajar menurut Silver, dkk (2012): 1. Gaya Penguasaan Seseorang dengan gaya belajar penguasaan akan cenderung belajar menggunakan indra penglihatan mereka agar dapat dengan mudah menangkap informasi. Ciri-ciri gaya belajar penguasaan: a) Lebih senang belajar selangkah demi selangkah. b) Lebih nyaman dengan tugas yang meminta mereka untuk mengingat tentang fakta dan prosedur. c) Belajar dengan instruksi yang jelas. d) Lebih cenderung ketika belajar dengan pemodelan dan praktik. e) Menyukai umpan balik yang cepat tentang ketrampilan yang telah dikuasai.

16 24 f) Senang menyelesaikan masalah matematika yang sama seperti sebelumnya dan menggunakan algoritma untuk mendapatkan jawaban tunggal. g) Seseorang dengan gaya belajar penguasaan akan kesulitan untuk menyelesaikan masalah yang terlalu abstrak dan berhadapan dengan masalah yang bukan masalah rutin. Moirao & Warrick(2010) menambahkan bahwa seseorang dengan tipe penguasaan, akan mengajukan pertanyaan diawali dengan kata tanya apa dimana jawabannya menuntut jawaban yang benar. Seseorang bergaya belajar penguasaan, mereka akan termotivasi dengan sebuah kesuksesan, kompetensi dan kejelasan. Motivasi tersebut berasal dari sebuah harapan yang jelas. Karena motivasi tersebut maka seseorang dengan gaya belajar penguasaan harus mengetahui kriteria untuk mengevaluasi kemampuan mereka, untuk kinerja mereka selanjutnya. 2. Gaya Pemahaman Seseorang dengan gaya belajar pemahaman umumnya menyukai hal yang membutuhkan kemampuan berfikir kritis dan pembelajaran akademik. Ciri-ciri : a) Lebih senang kepada memahami mengapa matematika yang mereka pelajari bekerja. b) Senang masalah matematika yang meminta untuk menjelaskan, membuktikan dan mengambil sikap. c) Lebih senang belajar matematika dengan melihat pola dan mengidentifikasi pertanyaan terselubung. d) Akan kesulitan ketika mereka mereka bekerja dengan lingkungan sosial/ memerlukan kerja sama atau kelompok. Hal ini dikarenakan mereka lebih senang bekerja sendiri. e) Mereka akan senang ketika model pembelajarannya adalah sesuatu yang menantang kemampuan berfikir mereka dan membiarkan mereka untuk menjelaskan idenya. Artinya peserta didik tersebut senang dengan keadaan dimana mereka diberikan kesempatan untuk mengutarakan ide mereka. f) Peserta didik dengan gaya belajar pemahaman lebih senang menggunakan alasan untuk masalah rutin yang dihadapi dimana keadaan tersebut dapat mengukur peningkatan kemampuannya.

17 25 g) Menekankan belajar mendalam. Model dan praktik dengan lebih mengarah kepada pengamatan dan memperhatikan proses adalah cara untuk menyelesaikan masalah dan mengumpulkan informasi. Selain itu, Moirao & Warrick(2010) menambahkan bahwa tipe gaya belajar pemahaman akan memulai pertanyaan dengan kata tanya mengapa dimana setiap pertanyaan tersebut menuntut alasan dan argumentasi. Seseorang dengan gaya belajar pemahaman akan lebih termotivasi ketika lingkungan menuntut sebuah pemikiran kritis dan menantang karena orang dengan gaya belajar ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. 3. Gaya Ekspresi Diri Seseorang dengan gaya belajar ekspresi diri umumnya membutuhkan sebuah kesempatan untuk memilih untuk mengekspresikan kreativitas mereka. Selain itu seseorang dengan gaya belajar ini terbiasa untuk menvisualisasikan ide mereka dalam bentuk imajinasi. Ciri-ciri gaya belajar tersebut antara lain: a) Senang menggunakan imajinasi mereka untuk mengeksplor ide-ide matematika. b) Senang dengan permasalahan matematika yang tidak rutin dan mengijinkan mereka untuk berfikir diluar kebiasaan. c) Menggunakan pendekatan pemecahan masalah dengan menvisualkan masalah, menghasilkan solusi yang mungkin dan mengeksplorasi beberapa alternatif. d) Peserta didik dengan gaya belajar ini mengalami kesulitan ketika mereka berhadapan dengan instruksi matematika yang lebih kearah sistem drill dan praktis serta pemecahan masalah yang lebih kearah hafalan. e) Senang dengan pembelajaran yang meminta kemampuan imajinasi dan kreatif dalam memecahkan masalah di kelas. f) Mereka senang dengan penugasan yang meminta mereka untuk menampilkan sesuatu yang baru dan langkah yang berbeda. g) Tipe gaya belajar ini lebih senang untuk bekerja mengunakan angan-angan mereka. Selain itu, tipe gaya belajar ini lebih sering menggunakan kata tanya bagaimana jika dalam setiap pertanyaannya karena mereka senang belajar

18 26 dengan kemungkinan-kemungkinan (Moirao & Warrick,2010). Seseorang dengan gaya belajar ini termotivasi oleh keaslian dan lingkungan yang cenderung memberikan banyak stimulasi/ rangsangan, kejutan dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk berfikir kreatif. Menggunakan imajinasi, kemungkinan-kemungkinan untuk menghasilkan suatu ide baru dimana ide tersebut dapat merubah pandangan seseorang. 4. Gaya Antarpribadi Umumnya seseorang yang memiliki gaya belajar antarpribadi menginginkan sebuah pengalaman belajar. Biasanya mereka akan belajar secara berkelompok atau membutuhkan hubungan sosial yang baik selama proses pembelajaran. Dengan demikian gaya belajar antarpribadi tidak dapat terlepas dengan aktivitas kelompok. Ciri-ciri gaya belajar antarpribadi antara lain: a) Senang belajar matematika melalui dialog, kolaborasi, dan kelompok belajar. b) Senang menyelesaikan masalah matematika yang berpusat pada aplikasi matematika pada dunia nyata dan bagaimana matematika dapat membantu orang. c) Kesulitan jika berhadapan dengan instruksi yang membebaskan jawaban pada lembar kerja atau ketika apa yang mereka pelajari kurang berkaitan dengan aplikasi pada kehidupan nyata. d) Senang dengan pembelajaran yang memberikan perhatian pada kesuksesan mereka dan kesulitan mereka di dalam matematika. e) Cara kerja orang yang memiliki gaya belajar ini adalah dengan feeling by feeling satu sama lain. Berdasarkan uraian karakteristik masing-masing gaya belajar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada karakteristik masing-masing gaya belajar yang sesuai dengan kemampuan penalaran matematis adalah sebagai berikut: 1. Gaya belajar penguasaan, mereka lebih cenderung untuk menganalisis setiap argumentasi sebelum menyimpulkan. Mereka juga senang dengan

19 27 penyelesaian matematika, yang membutuhkan ingatan tajam yang berkaitan dengan jawaban sebelumnya atau algortima penyelesaian. Meskipun demikian, gaya belajar ini sering mengalami kesalahan mengingat mereka adalah tipe peniru yang baik. 2. Gaya belajar pemahaman, mereka mampu menarik kesimpulan dengan baik. Hal ini dikarenakan tipe gaya belajar penguasaan lebih senang menguji hipotesis/ dugaan-dugaan sebelum mengambil kesimpulan. Selain itu, tipe ini tidak mengalami kesulitan ketika harus membuat dugaan, sehingga tidak heran jika mereka akan menuliskan argumentasinya secara detail. 3. Gaya belajar ekspresi diri, mereka mampu menarik kesimpulan dengan baik dan mampu membuat solusi baru yang berbeda. Tetapi menuntut keaslian dari sebuah pekerjaan. Mereka juga senang dengan pekerjaan yang membutuhkan kreativitas. Meskipun demikian, tipe gaya belajar juga mampu untuk membuat dugaan dengan baik. 4. Gaya belajar antarpribadi, mereka cenderung menganalisis setiap masalah dengan baik seperti gaya belajar penguasaan. Sehingga mengerti benar dengan apa yang dilakukannya. Jadi gaya belajar ini mengerti benar setiap langkah yang digunakan dan keterkaitan antar langkahnya. C. Materi KD 3.3 : Menentukan nilai persamaan kuadrat dengan satu variabel yang tidak diketahui. KD 4.3 : Menggunakan pola dan generalisasi untuk menyelesaikan masalah nyata.

20 28 D. Penelitian Relevan Kolopita (2015) melakukan penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif, terkait struktur dan kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal ujian nasioanal matematika SMP/MTs Tahun 2013/2014 menggunakan kerangka kerja Lithner. Menyebutkan bahwa dari 40 soal UN terdapat 33 soal bertipe AR, 4 soal bertipe MR dan 3 soal bertipe CR. Selanjutnya dari 94 peserta didik tidak ada satu peserta didik yang dapat menyelesaikan soal tipe CR, melainkan mereka lebih menggunakan penalaran imitatif (IR) untuk menyelesaikan soal UN tersebut. Jonsson dkk (2014) juga melakukan penelitian yang sama tentang penalaran algoritma dan kreatif. Penelitian deskriptif kuantitatif ini menghasilkan kesimpulan bahwa belajar dengan mengedepankan penalaran kreatif lebih efektif dibandingkan dengan penalaran algortima dilihat dari penyusunan konstruksi pengetahuan. Selain itu ternyata penggunaan penalaran algortima berimbas terhadap kecakapan kognitif dalam hal hafalan. Meninjau dua penelitian di atas, keduanya memiliki persamaan dalam hal penalaran. Keduanya melihat dari jenis penalaran berdasarkan kerangka kerja Lithner. Penelitian kali ini juga akan melihat penalaran dengan kerangka Lithner sebagai variabel utama. Akan tetapi penalaran dengan kerangka Lithner ini ditinjau dari gaya belajar. Gaya belajar yang digunakan juga gaya belajar yang dikembangkan oleh Silver dkk dimana gaya belajar ini dianggap cukup matematis.

21 29 E. Kerangka Pikir Kemampuan penalaran matematis menjadi penting karena ketika seseorang harus menarik kesimpulan dari sebuah masalah matematika, ia harus menggunakan nalar untuk menyelesaikannya. Kemampuan penalaran matematis peserta didik dikelompokan berdasarkan karakteristik dan kesulitan peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika. Terdapat dua kemampuan penalaran yaitu penalaran imitatif dan penalaran kreatif. Penalaran imitatif sendiri dibagi menjadi dua yaitu penalaran ingatan dan penalaran algortima. Kemampuan penalaran menurut Lithner menggunakan strategi penyelesaian dan implementasi strategi sebagai kriteria. Strategi penyelesaian tersebut tergantung kepada setiap peserta didik yang dipengaruhi oleh gaya belajarnya. Gaya belajar yang dikembangkan oleh Silver dkk, mengedepankan gaya belajar yang lebih matematis. Artinya antara gaya belajar tersebut dengan kemampuan matematis peserta didik memiliki keterkaitan. Pemilihan strategi penyelesaian dapat didukung dengan argumentasi prediktif. Penyusunan argumentasi prediktif inilah yang menjadi acuan masingmasing gaya belajar, apakah akan menggunakan teori yang terdapat dalam buku, pengembangan teori yang terdapat dalam buku, hasil diskusi atau argumentasi baru yang dirasa masuk akal. Kemudian cara setiap peserta didik mengimplementasikan strategi penyelesaian juga disesuaikan dengan gaya belajar. Implementasi strategi didukung argumentasi verifikasi juga disesuaikan dengan gaya belajar masingmasing. Setiap gaya belajar memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik yang menonjol inilah yang membedakan satu orang dengan orang lain. Karakteristik

22 30 yang ditonjolkan kepada gaya belajar ini adalah bagaimana seseorang memandang masalah matematika dan memahami masalah tersebut sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisis kemampuan penalaran matematis yang dimiliki oleh peserta didik jika ditinjau dari gaya belajar.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. logis. Sedangkan penalaran yaitu cara menggunakan nalar atau proses mental

BAB II KAJIAN PUSTAKA. logis. Sedangkan penalaran yaitu cara menggunakan nalar atau proses mental BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penalaran Imitatif 1. Definisi penalaran Penalaran berasal dari kata nalar yang mempunyai arti pertimbangan tentang baik buruk, kekuatan pikir atau aktivitas yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya hasil belajar matematika yang

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya hasil belajar matematika yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika masih dipandang sebagai bidang studi yang sulit bagi para siswa. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya hasil belajar matematika yang terlihat dari nilai matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 50 BAB III METODE PENELITIAN Adapun pertanyaan besar dalam penelitian dokumen ini adalah bagaimana kualitas soal Ujian Nasional mata pelajaran Matematika tahun 2011, 2012, 2013 dan 2014. Menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Pembahasan Penalaran Imitatif pada Soal-soal Ujian Nasional Matematika

BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN. A. Pembahasan Penalaran Imitatif pada Soal-soal Ujian Nasional Matematika BAB V PEMBAHASAN DAN DISKUSI HASIL PENELITIAN A. Pembahasan Penalaran Imitatif pada Soal-soal Ujian Nasional Matematika Tahun Pelajaran 2010/2011, 2011/2012 dan 2012/2013 1. Penalaran pada Soal UN Tahun

Lebih terperinci

BAB II. indonesia yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Menurut Akhmat Sudrajat

BAB II. indonesia yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Menurut Akhmat Sudrajat 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemampuan Kemampuan berasal dari kata mampu yang dalam kamus besar bahasa indonesia yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu disiplin ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam kehidupan dan kehadirannya sangat terkait erat dengan dunia pendidikan adalah Matematika.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu elemen yang harus dimiliki oleh suatu negara. Karena dengan adanya pendidikan suatu negara tersebut akan mengalami suatu kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada saat di sekolah dasar, materi matematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Matematika sebagai salah satu mata pelajaran dasar pada setiap jenjang pendidikan formal, mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pendidikan. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber

Lebih terperinci

PENALARAN KREATIF MATEMATIS. Aprilia Dwi Handayani. Universitas Nusantara PGRI Kediri

PENALARAN KREATIF MATEMATIS. Aprilia Dwi Handayani. Universitas Nusantara PGRI Kediri PENALARAN KREATIF MATEMATIS Aprilia Dwi Handayani Universitas Nusantara PGRI Kediri ABSTRAK Matematika dapat dipandang sebagai cara bernalar, karena matematika memuat cara pembuktian yang sahih atau valid,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai sumber dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di. kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan suatu hal yang sangat melekat di setiap kehidupan manusia, mulai dari masalah yang dengan mudah dipecahkan sampai kepada masalah yang sulit untuk didapatkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Pembelajaran Langsung

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Pembelajaran Langsung 58 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Langsung a. Pengertian Pembelajaran Langsung Model pembelajaran langsung menurut Arends (Trianto, 2009) adalah salah satu model pendekatan

Lebih terperinci

Pembelajaran Grafik Fungsi Trigonometri Berbantu Aplikasi Geogebra untuk Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa

Pembelajaran Grafik Fungsi Trigonometri Berbantu Aplikasi Geogebra untuk Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 M-107 Pembelajaran Grafik Fungsi Trigonometri Berbantu Aplikasi Geogebra untuk Meningkatkan Kreativitas dan Hasil Belajar Siswa Titin Apriliati SMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana terhadap suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak globalisasi adalah perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak globalisasi adalah perkembangan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and Communication 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan perubahan paradigma masyarakat dari lokal menjadi global. Masyarakat awalnya hanya berinteraksi dalam suatu kelompok tertentu, tetapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan proses bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di awal, pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam suatu pembelajaran terdapat dua aktivitas inti yaitu belajar dan mengajar. Menurut Hermawan, dkk. (2007: 22), Belajar merupakan proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat. Dampak dari perkembangan ini menuntut adanya individu-individu yang berkualitas, yaitu

Lebih terperinci

PENERAPAN STRATEGI SCAFFOLDING

PENERAPAN STRATEGI SCAFFOLDING PENERAPAN STRATEGI SCAFFOLDING DENGAN SIMULATION GAME UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERNALAR PADA POKOK BAHASAN PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI SISWA KELAS VII-E DI SMP NEGERI 1 SAWIT TAHUN AJARAN 2009 / 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri karena persaingan dalam dunia pendidikan semakin ketat. Salah satu upaya yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada kurikulum berbasis kompetensi yang tertuang dalam lampiran Permen 23 Tahun 2006 (Wardhani, 2008:2) disebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang sangat berperan penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu matematika dipelajari pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan paradigma pembelajaran matematika di adaptasi dalam kurikulum di Indonesia terutama mulai dalam Kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 serta pada kurikulum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kritis Tujuan pendidikan nasional salah satunya adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Deporter dan Hernacki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Penelitian Pendidikan adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu negara. Dengan pendidikan yang lebih baik akan mengarah pada perkembangan suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Matematika juga dapat menjadikan siswa menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016:

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu proses dan tujuan yang penting dalam pembelajaran di sekolah adalah mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Menurut Abidin (2016: 1), kompetensi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis. menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Proses berpikir kreatif berhubungan erat dengan kreativitas. Munandar (2009), kreativitas merupakan kemampuan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting, baik bagi siswa maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan matematika dalam dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia dan juga mendasari perkembangan teknologi modern, serta mempunyai peran penting dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Berpikir adalah memanipulasi atau mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Ini sering dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar,

BAB I PENDAHULUAN. pelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari sekolah dasar, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pondasi dari kemampuan sains dan teknologi. Pemahaman terhadap matematika, kemampuan yang bersifat keahlian sampai kepada pemahaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan disiplin ilmu yang sifatnya terstruktur dan terorganisasi dengan baik, mulai dari konsep atau ide yang tidak terdefinisi sampai dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemampuan berpikir kreatif dan komunikasi serta teknologi yang maju merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam masyarakat modern, karena dapat membuat manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Putri Dewi Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika adalah disiplin ilmu yang kaya konsep dan sangat mengutamakan keteraturan dan koneksitas. Konsep-konsep dalam matematika tidak terputusputus dan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Teoretis

BAB II. Kajian Teoretis BAB II Kajian Teoretis A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Menurut Slavin (Rahayu 2011, hlm. 9), Missouri Mathematics Project (MMP) adalah suatu program yang dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemampuan penalaran Matematika

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kemampuan penalaran Matematika 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Kemampuan penalaran Matematika Istilah penalaran atau reasoning dijelaskan oleh Keraf (dalam Shadiq,2009: 2) sebagai proses berfikir yang berusaha menghubunghubungkan fakta-fakta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam

I. PENDAHULUAN. belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu kompetensi guru dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu pranata sosial yang menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan potensi siswa. Keberhasilan pendidikan ini didukung dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Pendekatan pembelajaran Somatic, Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) Menurut Hermowo (Firti, 2012:17) SAVI adalah singkatan dari Somatis (bersifat raga), Auditori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang 9 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan berpikir kreatif merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam skala sempit maupun luas, sederhana maupun kompleks. Kesuksesan individu sangat ditentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR

MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR MYERSS BRIGGS TYPE INDICATOR Personality Questionaire PANDUAN PENGISIAN MBTI NO. A 1. Isilah dengan jujur & refleksikan setiap pernyataan yang ada ke dalam keseharian Anda 2. JANGAN terlalu banyak berpikir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan dalam teknologinya, jika pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru dipandang sebagai komponen yang penting di dalam proses pembelajaran. Kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki

1. PENDAHULUAN. perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu dan teknologi suatu negara. Ketika suatu negara memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) representasi adalah konfigurasi atau sejenisnya yang berkorespondensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang mempunyai peranan penting dalam memajukan kemampuan berfikir manusia. Pentingnya ilmu matematika dalam memajukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Penalaran Matematis Shadiq (Depdiknas, 2009) menyatakan bahwa penalaran adalah suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan dalam rangka membuat suatu pernyataan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Matematika mempunyai andil dalam mengembangkan bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi,

BAB I PENDAHULUAN. butuhkan dan berguna dalam kehidupan sehari-hari baik dalam sains, teknologi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.. Matematika merupakan pelajaran yang di ajarkan disekolah dari tingkat SD sampai SMA, bahkan di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan matematika sangat di butuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan bidang ilmu yang sangat penting untuk dikuasai oleh setiap insan karena manfaatnya berdampak langsung dalam kehidupan manusia sehari-hari.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir

II. TINJAUAN PUSTAKA. Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Matematika Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan eksak yang digunakan hampir pada semua bidang ilmu pengetahuan. Menurut Suherman (2003:15), matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar 1.1.Pengertian Belajar Pada pembelajaran Matematika penting sekali adanya upaya untuk mencapai ketuntasan pembelajaran, hal ini sesuai dengan pendapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) Pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seseorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerapannya yang semakin luas ke berbagai bidang tak terkecuali dalam

BAB I PENDAHULUAN. penerapannya yang semakin luas ke berbagai bidang tak terkecuali dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komputer yang demikian cepat serta penerapannya yang semakin luas ke berbagai bidang tak terkecuali dalam pengajaran, menjadikan komputer

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh penting dalam kemajuan suatu negara. Dengan adanya pendidikan, pengetahuan baru dapat kita temukan

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Penalaran Kreatif Soal Ujian Nasional Matematika Tahun 2016 Tingkat Sekolah Lanjutan Atas

Analisis Perbandingan Penalaran Kreatif Soal Ujian Nasional Matematika Tahun 2016 Tingkat Sekolah Lanjutan Atas Jurnal Analisa 3 (2) (2017) 148-156 p-issn : 2549-5135 http://journal.uinsgd.ac.id/index.php/analisa/index e-issn : 2549-5143 Analisis Perbandingan Penalaran Kreatif Soal Ujian Nasional Matematika Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi,

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era informasi instan dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, baik informasi yang berupa ilmu pengetahuan umum, teknologi, maupun yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh sebab itu matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kemampuan seseorang mengkomunikasikan ide, pikiran, ataupun pendapat sangatlah kurang. Seseorang tidak akan pernah mendapat gelar master dan doktor sebelum

Lebih terperinci

sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya.

sehingga siswa perlu mengembangkan kemampuan penalarannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam kehidupan dan harus dikuasai oleh semua orang, baik dalam bidang pendidikan formal maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, pesatnya kemajuan teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, pesatnya kemajuan teknologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebar ke setiap aspek kehidupan. Hampir seluruh dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika dalam dunia pendidikan di Indonesia telah dimasukkan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sejak usia dini. Matematika adalah salah satu mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir secara umum diartikan sebagai proses yang intens untuk memecahkan masalah dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga

Lebih terperinci

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan

MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK. Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan MENGENAL GAYA BELAJAR PESERTA DIDIK Oleh Mansur HR Widyaiswara LPMP Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 19 disebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola pikir dan pola sikap siswa. Kilpatrick dan Findell (2001) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan adanya peningkatan sumber daya manusia

Lebih terperinci

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika

Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika Makalah Termuat pada Jurnal MIPMIPA UNHALU Volume 8, Nomor 1, Februari 2009, ISSN 1412-2318) Oleh Ali Mahmudi JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang baik. Hal ini sejalan dalam Undang-Undang No.20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. warga negara yang baik. Hal ini sejalan dalam Undang-Undang No.20 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu cara untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi warga negara yang baik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91). Pengajaran Berdasarkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Broblem Based Instruction (PBI) Istilah Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBM) diadopsi dari istilah Inggris Problem Based Instruction (PBI) (Trianto, 2009:91).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju dan berkembangnya suatu Negara dipengaruhi oleh pendidikan. Bagaimana jika pendidikan di suatu Negara itu makin terpuruk? Maka Negara tersebut akan makin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teoritik 1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis a. Pengertian Berpikir Kreatif Proses berpikir merupakan urutan kejadian mental yang terjadi secara alamiah atau terencana

Lebih terperinci

Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar

Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar PRISMA 1 (2018) https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Kemampuan Berpikir Kreatif Mahasiswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika Dasar Amidi Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES

Lebih terperinci