Ultimate Tensile Force of Wood Member With Holes

Transkripsi

1

2

3

4

5 Ultimate Tensile Force of Wood Member With Holes Ali Awaludin 1) Abstrak Distribusi tegangan tarik yang tidak merata pada batang berlubang menyebabkan analisis kuat tarik menjadi sulit. Untuk mempermudah analisis tersebut, pada Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961 diasumsikan bahwa tegangan tarik ijin sejajar serat terjadi secara merata pada luas netto. Asumsi ini cukup konservatif karena tegangan tarik ijin sejajar serat diperoleh dengan angka aman yang besar. Pada penelitian ini, dilakukan penelitian pengaruh ukuran dan jumlah lubang terhadap kuat tarik ultimit dan bentuk kegagalan batang. Bentuk dan ukuran benda uji mencontoh model yang disarankan oleh Kufner (Kollmann & Coete, 1984). Benda uji dikelompokkan menjadi enam jenis yaitu: batang tarik tanpa lubang (TL), batang tarik dengan satu lubang 02 mm (L02), batang tarik dengan satu lubang mm (L04), batang tarik dengan satu lubang 06 mm (L06), batang tarik dengan dua lubang 02 mm ( 2LO2), dan batang tarik dengan tiga lubang 02 mm (3LO2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rasio luas lubang yang sama, penurunan kuat tarik ultimit pada batang dengan satu lubang lebih besar daripada penurunan kuat tarik ultimit pada batang dengan beberapa lubang. Bentuk kegagalan pada batang dengan satu lubang adalah garis diagonal yang melewati daerah dekat lubang, sedangkan pada batang dengan beberapa lubang bentuk kegagalannya adalah garis melintang yang melewati lubang. Nilai N=0,25 pada PKKI 1961 yang digunakan untuk analisis kuat tarik batang kayu dengan alat sambung baut menghasilkan kuat tarik ultimit analisis lebih besar daripada kuat tarik ultimit eksperimen. Kata-kata kunci : Distribusi tegangan, kuat tarik, lubang, bentuk kegagalan. Abstract As the tensile stress distribution in member with hole is not uniform, the analysis of tensile force of member becomes quite difficult to do. For simplification, in Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961, it is assumed that the allowable tensile stress parallel to grain occurs uniformly at net cross-sectional area. This assumption is conservative, since the allowable tensile stress parallel to grain is obtained from the ultimate tensile stress with high safety, factor. In this research, the effect of dimension and the number of holes at cross-section to ultimate tensile force and to failure mode were observed. The size and dimension of specimen adhered to the recommendation model of Kufizer (Kollmann & Coete, 1984). The specimens were grouped into six groups namely: tensile member without hole (TL), tensile member with one hole of 2 mm in diameter (L02), tensile member with one hole of 4 mm in diameter (L04), tensile member with one hole of 6 mm in diameter (L06), tensile member with two holes of 2 mm in diameter (2Lq52), and tensile member with three holes of 2 mm in diameter (3L02). Result shows that at the same ratio of hole area, the decrease of ultimate tensile force of member with one hole is higher than that of member with several holes. The failure mode of tensile member with one hole is a diagonal line that pass the area near the hole, while the failure mode of tensile member with several holes is a crossing line to the holes. The value of N of Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961, which is used to obtain the tensile force of member with bolt as fastener, yields ultimate tensile force of the analysis higher than that of the experiment. Keyword : Stress distribution, tensile force, holes, failure mode.

6

7 Perilaku Beton Beragregat Kasar Batu Andesit dan Tras Halus Sebagai Substitusi Parsial Semen Hanock Tanudjaja 1) Dicky R. Munaf 2) Saptahari M. Sugiri 2) L. Kin Khosama Abstrak Sulawesi Utara masih belum memiliki pabrik semen, tetapi kaya akan potensi alam seperti tambang bahan tras, batu andesit padat/berpori, pasir dan batu obsidian Pemanfaatan tras di Sulawesi Utara sampai saat ini hanya sebagai pengganti pasir dan urugan. Komposisi kimia tras terdiri dari silika 70% dan alumina 19% yang menunjukkan tras dapat digunakan sebagai substitusi parsial semen. Batu andesit berpori kurang disukai untuk pembuatan beton karena mempunyai angka keausan 58% dan kehancuran 41%. Penelitian ini menggunakan agregat kasar batu andesit padat [pa] dan berpori [po] Berta tras [t] sebagai substitusi parsial semen. Jumlah semen dan tras yang digunakan adalah 500 kg/m 3. Variasi penggunaan tras 0%, 10% 15%, 20%, 25%, 50% dan 60% untuk beton menggunakan tras dengan specific surface 228 rn 2 /kg [berturut-turut diberi nama bakapat-0, bakapat-10, bakapat-15, bakapat-20, bakapat-25, bakapat-50, bakapat-60 dan bakapot-0, bakapot-10, bakapot-15, bakapot-20, bakapot-25, bakapot-50, bakapot-60]. Variasi penggunaan tras 10% dan 15% untuk beton menggunakan tras dengan specific surface 321 m 2 /kg [berturut-turut diberi nama bakapat-10k, bakapat-15k, bakapot-10k dan bakapot-15k]. Kuat tekan bakapat-0 dan bakapot-0 pada umur 28 hari sekitar 47 mpa dan 38 mpa, kuat tarik belah sekitar 2.5 mpa dan 2.6 mpa. Mutu tertinggi diperoleh pada bakapat-10k dan bakapot-10k dengan kuat tekan umur 28 hari sekitar 45 mpa dan 38 mpa dan kuat tarik belah sekitar 2.6 mpa. Berat volum untuk bakapat dan bakapot sekitar kg/m 3 dan kg/m 3. Hasil penelitian menunjukkan tras dapat digunakan sebagai substitusi parsial semen. Semakin besar specific surface, semakin tinggi mutu beton. Penggunaan tras dapat nneningkatkan kuat tarik belah. Batu andesit bet-nor/ dapat digunakan sebagai agregat kasar dalam campuran beton, hal ini ditunjang dari pengujian secara mikro dimana batu andesit dan mortar membentuk satu kesatuan. Kata-kata kunci: batu andesit, interface, kuat tarik belah, kuat tekan, SEM, specific surface, tras. Abstract Until now there is no cement fabrication in North Sulawesi province, but rich in natural resources such as mine which consists of natural pozzolans, andesit rock, sand and obsidian rock The exploitation of natural pozzolans up to now is restrictedly used as substitute material for sand. Natural pozzolans is composed of 70% silica, and alumina 19%. Those fact point out that natural pozzolans could be used as partial substitution for cement which will reduce the use of cement itself The porous andesit rock is rarely used for concrete because the abrasion by los angeles machine test gives 58% and the breakdown by rudeloff test gives 41%. This research uses cement and natural pozzolans that contain 500 kg/m3 of andesit rock both solid and porous. The use of natural pozzolans is vary started with 0%, 10%, 15%, 20%, 25%, 50% and 60% from the total amount of cement together with natural pozzolans. The code of concrete with solid andesit rock as coarse aggregate is marked by bakapat-0, bakapat-10, bakapat-15, bakapat-20, bakapat-25, bakapat-50, bakapat-60 and the code of concrete with porous andesit rock is marked by bakapot-0, bakapot-10, bakapot-15, bakapot-20, bakapot-25, bakapot-50, bakapot-60 for natural pozzolans with specific surface 228m2/kg. The code bakapat-10k,

8 bakapat-15k, bakapot-10k and bakapot-15k for natural pozzolans with specific surface 321 m 2 /kg. The compressive strength bakapat-0 and bakapot-0 at age 28 days around 47 mpa and 38 mpa, splitting tensile strength around 2.5 rnpa and 2.6 mpa. The optimum value of compressive strength using natural pozzolans is 10% of cementitious, compressive strength bakapat-10k and bakapot-10k at age 28 days around 45 mpa and 38 mpa. The unit weight bakapat and bakapot around kg/m 3. The investigation reported above demonstrates the excellent properties of concrete made by natural pozzolans as a partially substitute material. The higher the specific surface of natural pozzolans the better the compressive strength of concrete. Furtermore, the utilization of natural pozzolans is able to increase the splitting tensile strength. The micro test shows that natural pozzolans texture is angular and porous. The porous andesit rock can he used as coarse aggregate in fresh concrete, and this is supported by the fact, achieving from micro test, shows that coarse aggregate of porous andesit rock is firmly amalgamated with the mortar. Keywords : Andesit rock, interface, compressive strength, splitting tensile strength, SEM, specific surface, natural pozzolans.

9

10 Development of Three-Load-Point Lumber Stress Rating Apparatus Sindur P. Mangkoesoebroto 1) Irwan Kurniawan 2) Abstract Three-load-point lumber stress rating apparatus is constructed. The basic principle of this apparatus is a measurement of the apparent modulus of elasticity. Basically, the apparatus consists of three rollers, two of which are located 1,000 mm apart with their fixed axes are in a straight horizontal line, while the other one is exactly in the middle of the other two with its axis adjustable in vertical direction. The mid roller is to impose certain fixed value deflection to a piece of lumber being inserted into the apparatus. The deflected lumber will exert reactions in the rollers' axes. These reactions are measured by load cells located around the six bearings supporting the rollers' axes. The deflection can be varied by changing the defection seams as to yield reactions within the specified range for certain lumber dimension. The defection is measured by a displacement transducer located in the midspan underneath the bottom side of the lumber. Based on the information of rollers' reactions and the measured deflection as well as the lumber dimensions, the apparent modulus of elasticity can be determined. The measurement is performed on some sections while the lumber translating through the rollers and shall be carried out for top and bottom sides. Tests performed using a calibrating lumber of 49.5 x 69.3 mm 2 show low dispersion in the measured quantities. A calibrating factor of 0.95 will yield 95% confidence level on the modulus of elasticity. The modulus of rupture of the lumber and therefore the timber strength class can be determined based on the apparent modulus of elasticity by methods widely reported in the literature 181. This apparatus can measure lumber with various dimensions by adjusting the vertical position of the mid roller. The lumber dimensions of 40 x 200 to 80 x 150 mm 2 can be rated by this apparatus. Since the apparatus is relatively simple, the source of errors can be well identified and controlled to achieve good reproducibility. The economy of the apparatus is resulted from its simplicity and thereby its widespread use in conjunction with construction industry is anticipated. The method and the apparatus are patented. Keywords : lumber stress rating, apparent modulus of elasticity, fixed deflection, modulus of rupture, various lumber dimension. Abstrak Telah diwujudkan suatu alat untuk pilah kayu masinal yang disebut Alat Pilah Kayu dengan Tiga Titik Beban. Prinsip dasar alat pilah adalah pengukuran modulus elastisitas lentur kayu. Alat ini tersusun dari tiga buah poros, dua diantaranya disebut poros tumpuan yang satu sama lain berjarak 1000 mm dengan kedua sumbu poros terletak pada suatu garis horizontal Poros-poros tumpuan mempunyai kedudukan vertikal dan horisontal yang selalu konstan. Sedangkan poros ketiga, disebut poros tengah, diletakkan tepat ditengah antara dua poros tumpuan Poros tengah, yang elevasi vertikalnya dapat diubah-ubah berfungsi untuk memberikan defleksi konstan pada kayu yang hendak diukur modulus elastisitasnya. Kayu yang terdefleksi akan memberikan reaksi pada seluruh poros. Reaksi yang terjadi diukur dengan menggunakan load cell yang diletakkan disekitar bantalan poros (bearing) Besarnya defleksi dapat diubah-ubah secara mudah dan cepat dengan mengganti suatu komponen yang disebut batang pengontrol defeksi. Penentuan besarnya defleksi dilakukan dengan mempertimbangkan dimensi penampang kayu yang diuji agar reaksi yang dihasilkan berada dalam batas-batas yang telah ditentukan Defleksi tersebut diukur oleh LVDT yang diletakkan tepat ditengah bentang dibawah kayu yang diuji.

11 Apabila dimensi penampang kayu, defleksi, serta reaksi pada seluruh poros diketahui, maka modulus elastisitas lentur kayu dapat ditentukan. Pengukuran dilakukan untuk kedua sisi atas dan bawah pada sejumlah segmen kayu saat kayu bertranslasi melalui poros poros. Pengujian telah dilakukan menggunakan sebuah "balok tera" berpenampang 49,5 x 69,3 mm 2 dengan panjang 2445 mm yang menghasilkan deviasi hasil pengukuran yang rendah. Faktor kalibrasi alat sebesar 0,95 memberikan tingkat kepercayaan sebesar 95% pada modulus elastisitas lentur hasil pengukuran. Berdasarkan uraian dalam berbagai literatur, modulus of rupture dapat pula ditentukan berdasarkan modulus elastisitas lentur. Alat ini dapat digunakan untuk pemilahan berbagai dimensi penampang kayu dengan mengatur elevasi vertikal poros tengah. Kayu berdimensi 40 x 200 hingga 80 x 150 mm 2 dapat ditentukan modulus elastisitasnya menggunakan alat ini. Karena alat ini relatif sederhana, maka sumber-sumber kesalahan dapat diindentifikasi serta dikontrol de-ngan balk. Nilai ekonomi alat diperoleh dari kesederhanaan alat serta hasil yang akurat, dengan demikian Alat Pilah Kayu dengan Tiga Titik Beban diharapkan dapat digunakan secara luas dalam dunia konstruksi kayu Indonesia. Metode dan alat pilah dalam makalah ini telah didaftarkan pada Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Perundang-undangan RI. Kata-kata kunci: alat pilah kayu, modulus elastisitas lentur semu, defleksi konstan, modulus keruntuhan, beragam dimensi kayu.

12

13 The Flexural Behavior of Steel Wire Fibre Reinforced Concrete Beams Thanthawi Jauhari 1) Agussalim 1) Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh serat baja terhadap perilaku lentur balok beton bertulang. Empat buah balok beton dengan kandungan serat baja yang berbeda telah diuji di Laboratorium Material dan Struktural, Departemen Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala. Sebagai variabel dalam penelitian ini adalah rasio berat serat kawat baja terhadap berat beton (WSF), yaitu 0, 0.4%, 0.8%, dan 1.2%. Hasil eksperimental menunjukkan bahwa dengan bertambah kandungan serat baja dalam beton memberikan peningkatan daktilitas balok beton serat, sedangkan kekuatan balok tidak dipengaruhi oleh beradaan serat baja. Pola keruntuhan balok beton serat adalah keruntuhan lentur dengan ragam keruntuhan tarik. Kata-kata kunci: Balok beton bertulang, serat baja, perilaku lentur, daktilitas, kuat ultimit. Abstract The reinforced concrete (RC) beams with steel fibre (steel wire fibre) were tested to study the influence of the amount of steel fibre on the flexural behavior of the reinforced concrete beams. Four reinforced concrete beams with different amount of steel fibre were tested at Structural and Material Laboratory of Civil Engineering Department, Syiah Kuala University. The experimental variable was the ratio of steel wire fibre to concrete weight (WSF) of 0, 0.4%, 0.8%, and 1.2%. The test results showed that the increasing amount of steel fibre results in an extremely increase of the ductility of the members, while the strength is not influenced by the amount of the steel fibre. The failure was the flexural tension failure. Keywords: RC beam, steel fibre, flexural behavior, ductility, ultimate strength.

14