BAB I PENDAHULUAN. pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum
|
|
- Sudomo Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber penerimaan terbesar bagi negara adalah pendapatan dari sektor pajak. Pajak merupakan salah satu pungutan oleh negara yang pembayarannya bersifat wajib untuk objek-objek tertentu. Dasar hukum penerapan pungutan pajak di Indonesia adalah berdasarkan ketentuan hasil amandemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23 huruf a yang menyebutkan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang. Penarikan pajak bersifat memaksa di antaranya karena pajak merupakan faktor yang penting bagi upaya pemerataan pembangunan oleh negara. Kondisi demikian terjadi karena dengan pajak pembangunan yang merata dapat didanai. Pajak dan pembangunan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Pembangunan merupakan proses yang harus didukung dengan tersedianya dana dan dalam hal ini pajak merupakan salah satu sumber dana bagi negara yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan. Hal tersebut sesuai dengan fungsi pajak, yaitu fungsi budgeter di mana pajak dipergunakan sebagai instrumen untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara. Selain fungsi budgeter, pajak juga memiliki fungsi reguler di mana pajak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mencapai berbagai tujuan di luar bidang keuangan negara. Penerimaan dari sektor pajak dapat digunakan 1
2 2 untuk memenuhi pengeluaran negara. Semakin besar proporsi penerimaan pajak, semakin besar pula stabilitas penerimaan negara dan semakin tinggi pula kemandirian negara dalam membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 1 Salah satu pajak yang yang diperoleh Negara adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). BPHTB merupakan pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Bagi siapa saja yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan, wajib menyerahkan sebagian nilai ekonomi yang diperolehnya kepada Negara melalui pembayaran pajak. BPHTB diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun Undang-undang tersebut mengatur objek baru yang sebelumnya tidak diatur dalam undangundang sebelumnya yaitu tentang waris, penggabungan usaha, dan pemekaran usaha. Penambahan beberapa objek pajak yang baru pada ketentuan Undang- Undang BPHTB dalam hal ini menunjukkan bahwa negara melalui pajak berusaha untuk mengoptimalkan pemasukan negara dari sektor pajak. Hal ini juga menunjukkan upaya negara untuk lebih meningkatkan pemerataan ekonomi serta pembangunan bagi seluruh masyarakat. BPHTB juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal tersebut diatur secara terinci dalam bagian ketujuhbelas pasal Menurut ketentuan tersebut, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atas perolehan hak atas tanahnya. BPHTB dikenakan bukan hanya pada saat terjadinya jual beli tanah, 1 Miyasto, Seri Keadilan Fiskal dan Moneter Nomor 10, 1993, Filosofi PBB dalam Konteks Keadilan dan Pembiayaan Pembangunan, Pengkajian Perpajakan dan Keuangan, PT. Bina Pariwara, Jakarta, hlm. 25.
3 3 tetapi juga terhadap setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan (tukar menukar, hibah, waris, pemasukan tanah ke dalam perseroan, dan lain-lain). Perolehan hak atas tanah dan bangunan dapat terjadi karena adanya peralihan hak yang meliputi peristiwa hukum atau perbuatan hukum tertentu yang terjadi antara orang atau badan hukum sebagai subjek hukum yang oleh undang-undang dan peraturan hukum diberi kewenangan untuk memiliki hak atas tanah dan bangunan, dan menurut hukum peralihan hak terjadi karena dua hal yaitu hak beralih dan hak dialihkan. 2 Berdasarkan Pasal 86 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi, dapat diketahui bahwa objek pajak BPHTB sendiri meliputi pemindahan hak dan pemberian hak baru. Salah satu proses pemindahan hak atau pengalihan kepemilikan tanah dan/atau bangunan adalah melalui waris. Tanah dan/atau bangunan yang dikenai pajak adalah tanah dan/atau bangunan yang merupakan pengalihan kepemilikan, di antaranya yaitu tanah dan/atau bangunan warisan. Pembayaran BPHTB oleh pembeli, dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). NPOP dalam jual beli tanah adalah harga transaksi. Hal ini berbeda misalnya dengan tukar menukar, hibah atau warisan, yang dasar NPOP menggunakan nilai pasar (Nilai Jual Objek Pajak/NJOP). Terdapat dua hal yang dapat mengakibatkan adanya perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu pemindahan hak dan pemberian hak baru. Kedua hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun Mariot Pahala Siahaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori dan Praktek, Grafindo, Jakarta, hlm. 61.
4 4 Pendapatan Daerah dan Retribusi Daerah. Salah satu beralihnya hak dalam hal ini adalah melalui waris. Warisan berkenaan dengan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu meninggal dunia yang beralih kepada orang lain yang masih hidup. 3 Terdapat tiga unsur yang berkaitan dengan warisan, yaitu seorang peninggal warisan (erflater) yang pada wafatnya meninggalkan kekayaan, seorang atau beberapa orang ahli waris (erfgenaam) yang berhak menerima kekayaan yang ditinggal, serta harta kekayaan atau harta warisan (nalatenschap) sebagai wujud kekayaan yang ditinggalkan dan sekali beralih kepada para ahli warisnya. 4 Pewarisan yang dimaksud dalam hal ini merupakan pewarisan hak atas tanah dan/atau bangunan. Secara yuridis, yang diwariskan adalah haknya. 5 Hal tersebut diatur dalam hukum sebab waris merupakan hal yang terjadi akibat adanya peristiwa hukum, yaitu peristiwa meninggalnya pemegang hak atas tanah dan/atau bangunan yang terdahulu, sehingga peralihan haknya terjadi melalui pewarisan. Pewarisan hak merupakan proses berpindahnya hak atas tanah dan/atau bangunan karena pemegang hak sebelumnya telah meninggal. Pemindahan hak tidak terjadi karena perbuatan hukum seperti jual beli, tukarmenukar, atau lelang, namun terjadi karena adanya peristiwa hukum yaitu meninggalnya pemilik hak atas tanah dan/bangunan yang terdahulu. Waris atau warisan sebagai objek pajak adalah sesuatu yang baru diatur dalam perundang-undangan pajak yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 2 3 Boedi Abdullah, 2011, Pengantar Hukum Keluarga, CV Pustaka Setia, Bandung, hlm Prodjodikoro dalam Boedi Abdullah, op.cit, hlm Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 397.
5 5 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB. Sebelumnya warisan telah diatur sebagai subjek pajak, yaitu warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan pihak yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dilaksanakan. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan berhenti menjadi objek pajak pada saat warisan itu dibagi. Warisan baru menjadi objek pajak apabila warisan yang belum dibagi tersebut telah mengeluarkan penghasilan. Warisan sebagai objek pajak tidak ada penjelasan secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB, akan tetapi dapat diartikan bahwa warisan yang dimaksud dalam hal ini adalah segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia berupa tanah dan atau bangunan. Warisan tersebut dapat timbul apabila proses pewarisan dari pewaris yaitu orang yang meninggal dunia yang meninggalkan harta kepada orang lain, dalam hal ini ahli waris, yaitu orang yang mengantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya atau sebagian.
6 6 Pembayaran BPHTB waris dibayar pada saat warisan terbuka atau dalam arti harafiahnya, pada saat terjadinya peralihan hak atas tanah dimaksud. Berkaitan dengan saat peralihan hak atas tanah ini, apabila mengacu pada hukum waris, maka saat beralihnya hak atas tanah tersebut adalah pada saat Pewaris meninggal dunia. Berdasarkan hal tersebut, maka perhitungan BPHTB seharusnya menggunakan perhitungan pada tahun Pewaris tersebut meninggal dunia. Permasalahannya, tidak seluruh hak atas tanah warisan tersebut akan secara langsung dibalik nama oleh ahli waris, atau juga karena masyarakat banyak yang tidak mengerti bahwa dalam setiap pewarisan diharuskan membayarkan BPHTB waris, maka biasanya pajak waris dibayarkan pada saat bersamaan dengan penjualan tanah dan bangunan warisan tersebut kepada pihak lain, atau pada saat perpanjangan maupun peningkatan status hak atas tanah dimaksud. Baru pada saat itulah ahli waris membayar BPHTB warisnya. Proses balik nama waris tidak bisa dilakukan apabila BPHTB waris tersebut tidak dibayarkan terlebih dahulu. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa tidak seluruh hak atas tanah tersebut langsung dibalik nama pada saat Pewaris meninggal dunia. Hal ini justru menimbulkan masalah sebab perhitungan pajak yang digunakan adalah pajak yang berlaku pada saat itu. Hal inilah yang mengakibatkan banyak ahli waris yang tidak segera melakukan balik nama atas tanah warisannya tersebut mengingat pajak yang tidak sedikit harus dikeluarkan ahli waris. Bahkan ada pula yang tidak sanggup membayar pajak BPHTB waris sehingga mengurungkan untuk membalik nama.
7 7 Selain berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan lain terkait BPHTB juga dapat dilihat pada implementasi BPHTB setelah pemberlakuan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa pemungutan BPHTB lahir atas dasar ketentuan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB yang telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang BPHTB. Undang-Undang tersebut memberikan kewenangan pada Direktorat Jenderal Pajak untuk memungut BPHTB dari masyarakat, sehingga BPHTB dalam hal ini termasuk salah satu bentuk pajak nasional. Tahun 2009, diundangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan peraturan tersebut, BPHTB dialihkan menjadi pajak daerah yang pemungutannya diserahkan kepada Pemerintah Kota atau Kabupaten. Peralihan BPHTB dari pajak nasional menjadi pajak daerah tentu tidak terlepas dari permasalahan dalam implementasinya. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk mengkaji secara lebih mendalam mengenai implementasi BPHTB setelah pemungutannya dilimpahkan pada Pemerintah Kota atau Kabupaten sesuai ketentuan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang implementasi pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan untuk tanah dan bangunan yang diperoleh melalui warisan setelah
8 8 dikeluarkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis menyusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas Warisan Tanah dan/atau Bangunan di Kota Yogyakarta pasca dikeluarkannya Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah? 2. Apakah faktor penghambat dalam implementasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas Warisan Tanah dan/atau Bangunan di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penelitian ini adalah dapat mengetahui dan menganalisis mengenai: a. Implementasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas Warisan Tanah dan/atau Bangunan di Kota Yogyakarta. b. Faktor pendukung dan hambatan yang terjadi pada implementasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas Warisan Tanah dan/atau Bangunan di Kota Yogyakarta.
9 9 2. Tujuan Subjektif Penelitian ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar MKn (Magister Kenotariatan) di program Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini, diharapkan terdapat manfaat yang dapat diambil. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu hukum mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas Warisan Tanah dan/atau Bangunan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat, pemerintah mengenai pelaksanaan dari pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas Warisan Tanah dan/atau Bangunan. E. Keaslian Penelitian Setelah penulis melakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian pada perpustakaan Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, serta
10 10 Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, penulis menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Kajian pada penelitian ini sepanjang pengetahuan penulis belum pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu terdapat perbedaan dengan penelitian ini sehingga keaslian dari penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian terdahulu yang memiliki kaitan dengan penelitian ini antara lain yaitu: 1. Penelitian Tesis yang dilakukan oleh Temmy Murdiatmo dari Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang. 6 Pada tahun 2007 Temmy Murdiatmo melakukan penelitian dengan judul Pelaksanaan Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atas Warisan Tanah dan/atau Bangunan di Kota Malang. Penelitian tersebut mengkaji soal pelaksanaan pengenaan BPHTB atas warisan tanah dan/atau bangunan di Kota Malang, termasuk pula hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaannya. Penelitian tersebut menggunakan metode pendekatan yuridis empiris. Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pengenaan BPHTB untuk objek pajak warisan di Kota Malang masih ditemui beberapa kesalahan. Kesalahan tersebut khususnya terkait dengan pemungutan pajak dan perhitungan besarnya pajak yang terutang oleh pejabat yang diberi wewenang, dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT. Pada penelitian tersebut, pelaksanaan pengenaan BPHTB didasarkan pada 6 Temmy Murdiatmo, 2007, Pelaksanaan Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atas Warisan Tanah dan/atau Bangunan di Kota Malang, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang.
11 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun Oleh sebab itu, perbedaan yang terdapat dalam penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan penelitian adalah terkait peraturan yang mendasarinya. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dilakukan setelah ada pelimpahan wewenang pelaksanaan pengenaan BPHTB ke pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, sedangkan penelitian Temmy Murdiatmo kajiannya dilakukan pada pelaksanaan pengenaan BPHTB ketika masih ditangani oleh pemerintah pusat. 2. Penelitian Tesis dari Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang dilakukan oleh Tini Rusdihatie pada tahun Penelitian dengan judul Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) melalui Hibah Wasiat di Jakarta Pusat tersebut fokus pada permasalahan pelaksanaan pemungutan BPHTB atas perolehan hak berdasarkan hibah wasiat di wilayah Jakarta Pusat. Selain itu, pada penelitian tersebut dikaji pula mengenai berbagai kendala yang timbul dan penyelesaian yang dilakukan pada pelaksanaannya. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan pemungutan BPHTB dilalui dalam beberapa tahapan, yaitu tahap saat pajak terutang, tahap perhitungan besarnya bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang harus dibayar, serta cara perhitungannya. Kesimpulan atas hasil penelitian tersebut adalah dalam pelaksanaan pemungutan BPHTB terdapat beberapa 7 Tini Rusdihatie, 2011, Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Melalui Hibah Wasiat di Jakarta Pusat, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
12 12 kendala, yaitu ketidaktahuan wajib pajak tentang BPHTB dan yang berhubungan dengan perhitungan terhadap hibah wasiat yang diterima secara bersamaan oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus derajat ke atas atau satu derajat lurus ke bawah dengan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus ke samping. Penelitian tersebut dilakukan setelah Undang-Undang PDRD berlaku sehingga kajian yang dilakukan sudah didasarkan pada pelaksanaan pengenaan BPHTB oleh pemerintah daerah, seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. Perbedaannya yaitu pada penelitian tersebut fokus kajiannya adalah terkait perolehan hak atas hibah wasiat sedangkan yang dilakukan oleh peneliti adalah terkait perolehan hak atas warisan tanah dan/atau bangunan. Berdasarkan dua hasil penelitian sebelumnya yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan utama dari penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan. Perbedaan tersebut terkait dengan tiga hal, yaitu permasalahan hukum yang dikaji, lokasi penelitian, serta penggunaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah sebagai dasar hukumnya. Permasalahan hukum yang penulis angkat adalah mengenai implementasi BPHTB atas warisan tanah dan/atau bangunan dengan lokasi penelitian di Yogyakarta dan dilakukan pada tahun 2013, atau setelah kewenangan pemungutan BPHTB dilimpahkan ke pemerintah daerah.
alam, retribusi, sumbangan, Bea dan Cukai, laba dari BUMN dan sumber golongan yang terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak langsung; (2) pajak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan iuran masyarakat yang diberikan kepada negara secara sukarela namun dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangundangan 1. Pajak yang dipungut dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga manusia akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa suatu apapun juga. Dia lahir ke dunia dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi seluruh makhluk dimuka bumi. Oleh karena itu, tanah memiliki peranan yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tanah adalah benda yang diciptakan Tuhan sebagai tempat hidup dan berpijak bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mempunyai fungsi penting
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Negara Republik Indonesia yang kehidupan rakyat dan perekonomiannya sebagian besar bercorak agraris, bumi termasuk perairan dan kekayaan alam yang terkandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciMODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN
MODUL PERPAJAKAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN PENDAHULUAN Dengan berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), maka mulai tahun 2011, Bea Perolehan
Lebih terperinciWALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH
Lebih terperinciini menjadikan kebutuhan akan tanah bertambah besar. Tanah mempunyai kemakmuran, dan kehidupan. Hal ini memberikan pengertian bahwa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya tanah bagi setiap bangsa di dunia semakin penting, hal ini menjadikan kebutuhan akan tanah bertambah besar. Tanah mempunyai peranan yang penting
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
SALINAN NOMOR 41/E, 2010 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN TEMPAT PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB
negara. 2 Bagi pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan berlaku PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPAT DALAM MENGOPTIMALKAN PENERIMAAN BPHTB BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah iuran
Lebih terperinci5/3/2011 DASAR HUKUM BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) OBJEK BEA PEROLEHAN HAK ATAS PENGERTIAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS
DASAR HUKUM BEA PEROLEHAN HAK ATAS (BPHTB) Ketentuan mengenai Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Terakhir
Lebih terperinciBUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG
1 BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran. Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Saat ini pajak merupakan sumber utama dana untuk pembangunan karena hampir sebagian besar sumber penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, membayar pajak merupakan salah satu kewajiban dalam. mewujudkan peran sertanya dalam membiayai pembangunan secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara. Banyak negara, termasuk Indonesia mengandalkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara utama. 1 Pajak
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Gaya Pikul Menurut Siti Resmi (2011) yang dimaksud dengan Teori gaya pikul adalah, menyatakan bahwa
Lebih terperinciPerpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi
Perpajakan / Elearning BPHTB Dosen: VED.,SE.,MSi 1 BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) Istilah Penting dalam UU BPHTB ( Pasal 1 UU No. 21 Tahun 1997 jo. UU No. 20 Tahun 2000) 1. Bea perolehan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Menimbang : a. Mengingat : 1. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN
PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Dan Dasar Hukum Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan ( BPHTB) 1. Pengertian Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan ( BPHTB) Menurut Udang-undang Nomor 28 tahun
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5916 EKONOMI. Pajak Penghasilan. Perjanjian Pengikatan. Pengalihan Hak. Tanah. Bangunan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG
BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DI KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang
Lebih terperinciPENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH
PENGALIHAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN MENJADI PAJAK DAERAH I. PENDAHULUAN Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang, menyebabkan peningkatan pula kebutuhan akan
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK DAERAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk diselesaikan oleh pemerintah daerah. Salah satu urusan yang diserahkan
BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Sistem otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang diterapkan Indonesia sejak tahun 2004 mengharuskan pemerintah untuk menyerahkan beberapa urusan untuk diselesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, banyaknya pengadaan fasilitas umum, perbaikan infrastruktur, pembangunanpembangunan dan pemekaran daerah yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umum adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai
Lebih terperinciTENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciRGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.168, 2015 EKONOMI. Pajak Penghasilan. Perjanjian Pengikatan. Pengalihan Hak. Tanah. Bangunan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinci1. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak. 2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah
DEFINISI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN 1. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan 2. Perolehan hak
Lebih terperinciNO. PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 KET 1. Pasal 1. Tetap
MATRIKS PERBANDINGAN PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN PERDA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERDA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN UMUM Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG
1 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia
14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dahulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup, berkembang biak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya. Tujuan pembangunan itu dapat tercapai, bila sarana-sarana dasarnya tersedia. Salah
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciUndang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang PERUBAHAN UNDANG-UNDANG BPHTB
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang PERUBAHAN UNDANG-UNDANG BPHTB dan berubah menjadi Pajak Daerah Berdasarkan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah LOGO BEA PEROLEHAN HAK
Lebih terperinciRANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak menurut pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun
Lebih terperinci5. waris. 6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain. 7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan. 8. penunjukkan pembeli dalam lelang. 9.
BPHTB HIBAH WASIAT Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2011 penarikan pengelolaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh pemerintah kota/kabupaten. Pengalihan ini merupakan implementasi dari
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2000 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2000 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1997 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA HIBAH WASIAT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1997 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA HIBAH WASIAT Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciPELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS HIBAH WASIAT DI UPPD DUREN SAWIT
PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) ATAS HIBAH WASIAT DI UPPD DUREN SAWIT NAMA : AYU LIANTY NPM : 41211326 PEMBIMBING : Dr. Renny Nur aini, SE., MM Latar Belakang Latar
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2000 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2000 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat dan pembangunan (Siahaan, 2010:9). Sedangkan pajak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam struktur pendapatan negara, Indonesia menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan terbesar yang mencakup pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah
Lebih terperinciPembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti:
PERTEMUAN 4 PEMBEDAAN PAJAK Pembedaan dan Penggolongan Pajak didasarkan pada suatu kriteria,seperti: 1. Siapa yang membayar pajak; 2. Siapa yang pada akhirnya memikul beban pajak; 3. Apakah beban pajak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya alam merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar sebagai sumber penghidupan
Lebih terperinciMENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT
MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT Budi Lazarusli* ABSTRAK Pada tanggal 15 September 29 diundangkan undang-undang baru yakni UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah sebagai suatu benda yang keberadaannya merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Hal ini dapat dilihat hampir semua aktivitas manusia berhubungan
Lebih terperinciBUPATI KONAWE UTARA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 4 TAHUN 2012 T E N T A N G PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KABUPATEN KONAWE UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA, Menimbang
Lebih terperinciTITIS RONALITA RESMADEWI NIM
PERAN ADMINISTRASI NOTARIS/PPAT DALAM PEMENUHAN KEWAJIBAN BPHTB TERHADAP TRANSAKSI JUAL BELI STUDI KASUS PADA KANTOR NOTARIS DAN PPAT IS HARIYANTO IMAM SALWAWI, SH JEMBER LAPORAN PRAKTEK KERJA NYATA Diajukan
Lebih terperinciWALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI
SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN
Lebih terperinciUndang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang PERUBAHAN UNDANG-UNDANG BPHTB
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 Tentang PERUBAHAN UNDANG-UNDANG BPHTB SUBJEK, OBJEK PAJAK BPHTB DAN DASAR TARIP PENGENAAN LOGO OBJEK BPHTB (UU BPHTB ps. 2) BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Untuk menjadi langkah awal pengenalan dunia notaris,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menjadi langkah awal pengenalan dunia notaris, penulis mengadakan studi lapangan atau biasa disebut praktik kerja lapangan di Kantor kenotariatan. Praktik kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pencatatan secara sistematis atas setiap bidang tanah baik mengenai data fisik maupun data yuridis dikenal dengan sebutan pendaftaran tanah. 1 Ketentuan Peraturan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG
PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1997 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA HIBAH WASIAT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1997 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA HIBAH WASIAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Bahwa dalam rangka pelaksanaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI
LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 3 JANUARI 2011 NOMOR : 1 TAHUN 2011 TENTANG : BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Sekretariat Daerah Kota
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2000 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111 TAHUN 2000 TENTANG PENGENAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah sebagai suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama Kabupaten dan Kota sebagai unit pelaksana
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciWALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG
WALIKOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PANGKALPINANG, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 23 TAHUN 2016
SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAPORAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH/NOTARIS DAN KEPALA KANTOR YANG MEMBIDANGI PELAYANAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA
LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2010 NOMOR 13 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB)
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (BPHTB) DEFINISI, OBYEK BPHTB BAB 1 A DEFINISI 1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pajak daerah
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta)
1 LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 8 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa Pajak Bea Perolehan Hak
Lebih terperinciBUPATI BANDUNG BARAT
1 BUPATI BANDUNG BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PEMUNGUTAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
RANCANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 9 TAHUN 2011 T E N T A N G BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa Bea Perolehan Hak Atas Tanah
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENELITIAN DAN PEMERIKSAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
SALINAN NOMOR 4/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENELITIAN DAN PEMERIKSAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mewujudkan Otonomi Daerah, segala macam pembangunan diserahkan langsung kepada tiap-tiap daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi adalah hak, wewenang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Penerimaan Daerah Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Dalam pelaksanaan desentralisasi, penerimaan daerah terdiri atas pendapatan dan
Lebih terperinciBUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
BUPATI MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGETAN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya
Lebih terperincia PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
a PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TIMOR TENGAH UTARA, Menimbang : a. bahwa tanah
Lebih terperinci2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5916); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENYETOR
No.29, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. PPH. Hak atas Tanah. Bangunan. Pengalihan. Perjanjian Pengikatan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 261/PMK.03/2016
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Fungsi tanah begitu penting dan mempunyai arti sendiri, sebab tanah merupakan modal bagi kehidupan
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH
BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I EKONOMI. Pajak Daerah. Pemungutan. Tata Cara. Ketentuan. Pencabutan (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 244). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH
PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU TENGAH NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKULU TENGAH
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SINTANG
1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMENEP Menimbang Mengingat : : a. bahwa pajak daerah
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain berkewajiban untuk menghormati dan tidak mengganggunya dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia ( naturlijk person) sebagai subjek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban sehingga dapat melakukan perbuatan hukum. Mempunyai atau menyandang hak dan kewajban
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2011 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0052 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN
Lebih terperinciQANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a. bahwa pajak
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 02 TAHUN 2011 TLD : 01
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR : 02 TAHUN 2011 TLD : 01 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PELAPORAN PEMBUATAN AKTA ATAU RISALAH LELANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinci