Indonesia (MP3EI), Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi yang masuk ke

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Indonesia (MP3EI), Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi yang masuk ke"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN Dalam kerangka Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Provinsi Papua Barat merupakan salah satu provinsi yang masuk ke dalam koridor ekonomi Papua-Maluku yang akan berperan sebagai pusat pengembangan pangan, perikanan, energi dan pertambangan nasional. Program kegiatan pembangunannya dituangkan ke dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Untuk mendukung kelancaran program MP3EI di Provinsi Papua Barat dibutuhkan data komprehensif sumber daya sektor pertambangan untuk menarik para investor dan status pemanfaatan ruang di suatu wilayah yang akan dipromosikan. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan melakukan survei potensi secara komprehensif dari berbagai bidang keilmuan, sejauhmana komoditas tambang tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi dilihat dari nilai manfaat, nilai jual serta bagaimana infrastruktur dapat mendukung terlaksananya kegiatan usaha di sektor pertambangan, terutama transportasi, energi listrik dan air bersih. Setiap wilayah (kabupaten/kota) diharapkan saling mendukung, untuk menyediakan apa yang bisa disediakan untuk wilayah lainnya. Dengan demikian akan terjadi sinergitas (resultant) guna memberikan daya dorong percepatan pembangunan di wilayah masing-masing dalam kerangka pengembangan wilayah Provinsi Papua Barat. Sektor pertambangan dan penggalian belum memberikan peran yang signifikan terhadap perekonomian Papua Barat karena kontribusi dari sektor ini pada tahun 2010 hanya sebesar 0,76% (BPS Papua Barat, 2011). Kecilnya kontribusi sektor ini dikarenakan belum tergalinya potensi sumber daya sektor pertambangan dan penggalian di wilayah ini. Keterbatasan data dan informasi yang lengkap dan komprehensif tentang keterdapatan bahan galian dan penyebarannya di wilayah provinsi ini menjadi salah satu kendala kurangnya minat investor untuk menanamkan modalnya di sektor ini. Salah satu upaya untuk meningkatkan peran/kontribusi sektor pertambangan di wilayah ini adalah dengan memanfaatkan semua potensi sumber daya mineral logam dan non logam di wilayah ini secara optimal dalam rangka mendukung pengembangan 1

2 wilayah yang berwawasan lingkungan sehingga tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Kajian Pengembangan wilayah di wilayah ini berdasarkan pendekatan sektoral yaitu sektor pertambangan yang memanfaatkan keruangan, agar bersinergi dengan sektor lainnya. Tujuan kajian pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan ini adalah Menyusun konsep pengelolaan sumber daya sektor pertambangan yang meliputi inventarisasi sektor pertambangan, pengukuran peran/kontribusi sektor pertambangan, penetapan kawasan usaha pertambangan, prioritas pengusahaan, profil investasi dan strategi pengembangan usaha sektor pertambangan. Penyusunan laporan kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan atau kerangka konsep bagi kebijakan nasional dan daerah berdasarkan isu-isu strategis sektor pertambangan yang diwujudkan dalam konsep pengembangan wilayah secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat menjadi pedoman daerah dalam menyusun rencana pembangunan. 2 METODOLOGI Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kajian ini meliputi penetapan lokasi kawasan pertambangan, penentuan komoditas tambang yang prioritas untuk diusahakan, penentuan komoditas tambang yang unggul secara ekonomi dan simulasi penetapan kawasan pengolahan sektor pertambangan dalam kerangka pengembangan wilayah. 3 KONDISI UMUM PROVINSI PAPUA BARAT 3.1 Kondisi Geografis dan Kewilayahan Secara Geografis, Provinsi Papua Barat mempunyai batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda dan Provinsi Maluku, Sebelah Barat beratasan dengan Laut Seram dan Provinsi Maluku, Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Papua. Provinsi Papua Barat memiliki luas sekitar Km 2, empat daerah yang disusul kemudian oleh Kabupaten Kaimana (16,74%), Manokwari (14,69%) dan Fakfak (11,37%), 2

3 yang luasnya paling kecil adalah Kota Sorong dengan luas hanya 657 Km 2 atau 0,68% dari luas Provinsi Papua Barat. Berdasarkan hasil sensus penduduk, jumlah penduduk Papua Barat hingga tahun 2010 sekitar jiwa, sedangkan pada tahun 2000 penduduknya berjumlah jiwa. Laju pertumbuhan penduduk antara tahun 2000 hingga 2010 naik rata-rata sebesar 3,07% per tahun. BPS Papua Barat mencatat bahwa angkatan kerja di daerah ini pada tahun 2011 berjumlah orang, bertambah orang dibandingkan dengan tahun 2010 atau meningkat 7,79%. Jumlah penduduk yang telah bekerja pada tahun 2011 tercatat orang, sedangkan yang menganggur mencapai orang. Apabila dilihat dari penyebarannya, sektor yang paling besar menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian orang (48,48%), perdagangan orang (16,73%), jasa kemasyarakatan orang (17,45%) dan sektor lainnya hanya mampu menyerap di bawah 10% termasuk sektor pertambangan yang hanya menyerap 2,65%. 3.2 Perekonomian Provinsi Papua Barat Perkembangan perekonomian Papua Barat pada tahun 2011 yang ditunjukan melalui PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 mencapai 11,92 triliun rupiah, dibandingkan dengan tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 37,19 persen. Laju pertumbuhan PDRB Papua Barat selama kurun waktu terus mengalami peningkatan yang sangat cepat, setiap tahun rata-rata naik sebesar 15,06%. Tingginya kenaikan pertumbuhan ekonomi Papua Barat ini dipicu oleh adanya kegiatan eksploitasi dan pengolahan gas alam cair Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni. Jika tanpa sektor minyak dan gas, laju pertubuhan PDRB Papua Barat hanya 7,99%. Selama kurun waktu , sektor industri pengolahan adalah sektor yang paling tinggi laju pertumbuhan ekonominya yaitu sebesar 46,40% disusul kemudian oleh sektor keuangan (15,49%), sektor jasa (15,08%), penggalian (12,94%), konstruksi (12,91%), pengangkutan (12,28%) dan yang lainnya di bawah 10%. Hingga tahun 2009, struktur PDRB Papua Barat didominasi oleh sektor pertanian (27,70%). Namun memasuki tahun 2010 sektor industri pengolahan mengambil alih peran tersebut dan pada tahun 2011 kontribusi sektor ini tercatat sebesar 41,61%, sedangkan 3

4 subsektor penggalian hanya berkontribusi sebesar 0,63%. Ternyata keberadaan eksploitasi gas alam di Papua sangat berpengaruh terhadap perekonomian di daerah ini. Kabupaten Teluk Bintuni sebagai penghasil gas alam Tangguh menjadi daerah yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Papua Barat dengan kontribusi sebesar 38,70%, disusul kemudian Kabupaten Sorong 16,90%, Kota Sorong 14,25% dan Kota Manokwari sebesar 11,31%. Sedangkan kontribusi daerah lainnya terhadap PDRB Papua Barat berada di bawah 6,00%. Selama kurun waktu tahun , Kabupaten Teluk Bintuni menjadi daerah yang paling cepat laju pertumbuhan ekonominya, dengan rata-rata kenaikan sebesar 62,02% per tahun, Teluk Wondama sebesar 13,73% dan daerah lainnya kenaikannya berada di bawah 10,00%. Empat daerah yang paling lambat pertumbuhan ekonominya adalah Kabupaten Sorong Selatan, Sorong, Raja Ampat dan Tambrauw, setiap tahun ratarata hanya naik sebesar 2,19%, 3,76%, 1,57% dan 4,89%. PDRB per kapita Papua Barat pada tahun 2011 atas dasar harga konstan tahun 200 (adhk 2000) mencapai Rp15,10 juta, meningkat dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 yang besarnya Rp12,32 juta. Kabupaten Teluk Bintuni adalah daerah dengan PDRB per kapita tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya yakni sebesar Rp103,93 (adhk 2000), disusul kemudian oleh Kabupaten Sorong Rp26,88 juta dan Raja Ampat sebesar Rp12,79 juta. Sedangkan daerah yang paling rendah PDRB per kapitanya adalah Kabupaten Maybrat yakni Rp2,55 juta atau Rp per bulan. Bandingkan dengan Kabupaten Teluk Bintuni yang besarnya Rp8,66 juta per bulan, ternyata masih terdapat perbedaan yang nyata antara daerah di Papua Barat. Kesenjangan ini dapat diperkecil apabila potensi bahan galian di daerah tertinggi dapat dioptimalkan. 4 POTENSI SUMBER DAYA BAHAN GALIAN 4.1 Geologi Peta Geologi Bersistem Indonesia sklala 1 : yang mencakup wilayah Propinsi Papu Barat dari selatan ke utara meliputi lembar lembar Pulau Karas/ Pulau Adi, Omba, Kaimana, Eranotali, Fak fak, Steenkool, Misool, Tanimabuan, Ransiki, Sorong, Mar, 4

5 Manokwari dan Waigeo. Berdasarkan keterangan dari lembar-lembar peta geologi tersebut batuan penyusun wilayah Propinsi Papua Barat meliputi batuan beku, batuan sedimen, batuan malihan dan endapan alluvium yang berumur dari Silur sampai Kwarter. Batuan beku merupakan batuan hasil letusan gunungapi dan batuan terobosan yang tersingkap ke permukaan, batuan sedimen hasil pengendapan dalam suatu cekungan yang telah mengalami pembatuan dikelompokkan dalam satuan stratigrafi resmi yang disebut formasi, batuan malihan merupakan batuan ubahan dari batuan beku, batuan sedimen dan batuan malihanmenjadi batuan malihan tertentu karena panas, tekanan atau keduanya di wilayah Propinsi Papua Barat umumnya merupakan batuan tertua yang berumur Paleozoikum sedangkan batuan termuda diendapkan jaman Kwarter berupa endapan alluvium dan litoral yang masih merupakan material lepas dan belum mengalami proses pembatuan. Pada kala Oligosen terjadi aktifitas tektonik besar pertama di Irian Jaya, yang merupakan akibat dari tumbukan lempeng Australia dengan busur kepulauan berumur Eosen pada lempeng Pasifik. Hal ini menyebabkan deformasi dan metamorfosa fasies sekis hijau berbutir halus, turbidit karbonan pada sisi benua membentuk Jalur Metamorf Rouffaer (TD) yang di wilayah Kontrak Karya Blok B dikenal sebagai Metamorf Derewo. Akibat lebih lanjut tektonik ini adalah (penciutan) Lempeng Pasifik ke atas jalur malihan dan membentuk jalur Ofiolit Irian jaya (M). Peristiwa tektonik penting kedua yang melibatkan Irian Jaya adalah Orogenesa Melanesia yang berawal dipertengahan Miosen dan mengakibatkan tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik. Hal ini mengakibatkan deformasi dan pengangkatan kuat batuan sedimen karbon- Miosen (CT), dan membentuk jalur Aktif Irian Jaya. Kelompok Batugamping new Guinea kini terletak pada ketinggian m dalam Wilayah Kontrak Karya. Jalur ini dicirikan oleh system yang komplek dengan kemiringan kearah Utara, sesar naik yang mengarah ke Selatan, lipatan kuat atau rebah dan kemiringan sayap kearah Selatan. Orogenesa Melanesia diperkirakan mencapai puncaknya pada Pliosen Tengah. Dari pertengahan Miosen sampai Plistosen, cengkungan molase (TQ) berkembang baik ke Utara maupun Selatan dari jalur Aktif Irian Jaya. Erosi yang kuat dalam pembentukan pegunungan menghasilkan detrius yang diendapkan dicekungan- 5

6 cekungan sehingga mencapai ketebalan antara meter. Tumbukan Kraton Australia dengan Lempeng Pasifik yang terus berlangsung menyebabkan deformasi bantuan dalam cekungan molase tersebut. Fase magmatis tertua terdiri dari batuan terobosan gabroik sampai dioritik, diperkirakan berumur Oligosen dan terdapat dalam lingkungan Metamorfik Derewo. Fase ketiga berupa diorite berkomposisi alkalin, terlokalisir dalam kelompok kembelangan pada sisi selatan Patahan Orogenesa Melanesia Derewo (sepanjang Patahan D1) yang berumur Miosen akhir sampai Pliosen Awal. Magmatisme termuda dan terpenting berupa intrusi dioritik sampai monzonitik yang dikontrol oleh Patahan D2, yang aktif mulai Pliosen Tengah samapai kini. Batuan-batuan intrusi ini menerobos hingga mencapai Kelompok Batugamping New Guinea, dimana endapan porfiri Cu-Au dapat terbentuk seperti tembagapura dan OK Tedi di Papua Nugini. Batuan terobosan daerah tembagapura berumur 3 juta tahun, sedangkan batuan terobosan Ok Tedi berumur Pliosen akhir pada kisaran 2,6-1,1 juta tahun. Menurut Smith (1990), sebagai akibat benturan lempeng Australia dan Pasifik adalah terjadinyapenerobosan batuan beku dengan komposisi sedang kedalam batuan sedimen diatasnya yang sebelumnya telah mengalami patahan dan pelipatan. Hasil penerobosan itu selanjutnya mengubah batuan sedimen dan mineralisasi dengan tembaga yang berasosiasi dengan emas dan perak. Tempat-tempat konsentrasi cebakan logam yang berkadar tinggi diperkirakan terdapat di daerah Kepala Burung terdapat di aisijur dan kali sute. Sementara itu dengan adanya busur kepulauan gunungapi (Awewa Volkanik group) yang terdiri dari Waigeo Island (Yapen Volc), Wayland Overhrust (Topo volc), memungkinkan terdapatnya logam, emas dalam bentuk nugget. 4.2 Potensi bahan galian menurut kabupaten/kota Kabupaten Raja Ampat Daerah kepulauan di bagian Provinsi Papua Barat berbatasan dengan Provinsi Maluku dan provinsi Maluku Utara banyak ditemui prospok endapan lateritic logam yang 6

7 berhubungan dengan batuan ultrabasa terutama di Pulau Gag dan Pulau Waigeo, beberapa lokasi bahkan sudah dieksploitasi (KESDM, 2009). Diantaranya : Pulau Gag, Kecamatan Waigeo Barat, Sumberdaya Tereka : ton bijih, Terunjuk ton bijih, terunkur ton bijih, kadar Fe = 30% - 34%; Co 0,07% - 0,09% Ni = 1,35% ( PT BHP, 2000); Pulau Waigeo, Kecamatan Waigeo selatan, sumberdaya Terukur sebesar ton bijih, kadar Ni = 1,41% Fe = 38,65% dan Co = 0,16%. Batugamping, dijumpai di daerah Pulau Batanta, Desa Yensawai dan Pulau Salawati, Desa Solol, Kecamatan Samate, Teluk Mayalibit, Desa Kabilol dan Pulau Gam, Desa Kabui, Kecamatan Waigeo Selatan. Warna abu-abu kusam, sebagian kristalin, batugamping dari Batugamping Dayang, CaO = 52,51% - 54,90%. Batubara dengan nilai kalori sedang (nilai kalori antara kal/gr, adb) terdapat di daerah Salawati, dengan total sumber daya sebesar 76,40 juta ton. Formasi pembawa batubara yang berkembang di Kabupaten Raja Ampat adalah Formasi Atkari dan Klasaman. Penyelidikan batubara pada kabupaten ini telah dilakukan oleh Diktorat Inventaris Sumber Daya Mineral (KESDM, 2009). Selain itu, di daerah ini (Distamben Papua Barat; 2012) banyak pula dijumpai kromit dan kobalt (Distrik Waigeo Selatan), mangan (Waigeo Utara dan Samate), tembaga (Waigeo Selatan, Waigeo Utara dan Samate), fosfat dan opal (Distrik Misol). Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Raja Ampat, tercatat ada 19 perusahaan yang telah memiliki IUP. Hampir seluruh IUP adalah untuk usaha pertambangan nikel, hanya satu perusahaan untuk usaha batugamping. Kabupaten Fakfak Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Fakfak, didapatkan bahan galian non logam berupa batugamping, tanah liat, oniks, pasirkuarsa dan sirtu. Batugamping, dijumpai di daerah Kecamatan Kokas, Kramomongga, Fakfak Barat, Fakfak Kota, Fakfak Tengah, Fakfak Timur, dan Teluk Patipi, hasil analisa batugamping menunjukan kandungan kimia : CaO : 44,36-55,70%, SiO 2 : 0,24-15,33%, Al 2O 3 : 0,07-1,71%, Fe 2O 3 : ,38%, MgO : 0,05-1,04%, K 2O : ,14% dan P 2O 5 : 0,04-0,19%. 7

8 Tanah liat, dijumpai di daerah Kecamatan Kramomongga, dan Bomberai. Tanah liat, berwarna abu-abu sampai putih kecoklatan, licin,plastis, mudah dibentuk, terdapat pada Formasi Steen kool. Tanah liat dijumpai pula di Distrik Kokas dengan sumber daya mencapai 864 juta ton (Distamben Papua Barat, 2012). Oniks, dijumpai di daerah kecamatan Kokas, dan Teluk Patipi, membentuk perlapisan tipis warna abu-abu muda hingga coklat muda, membentuk lensa setebal 50 cm dalam batugamping. Pasir kuarsa, dijumpai di daerah Kecamatan Bomberai, pasirkuarsa berwarna putih-putih kecoklatan, sampai putih kekuningan, kurang kompak dan mudah hancur, berbutir halus, terdapat pada endapan Aluvium. Sirtu, dijumpai di daerah Kecamatan Kokas, Bomberai, Fakfak Tengah, dan Teluk Patipi, Sirtu darat yang menempati perbukitan landai dekat Sungai Bemberai, komponen berukuran pasir, kerikil dan kerakal, berdiameter 2 10 cm, berupa batupasir, batuan beku (basal) dan kuarsit, telah ditambang dipergunakan untuk menimbun jalan. Formasi pembawa batubara yang berkembang di kabupaten Fakfak adalah Formasi Steenkool. Potensi kandungan batubaranya sampai saat ini belum diketahui karena belum adanya penyelidikan di kabupaten ini. Namun informasi dari Distamben Papua Barat (2012) menyebutkan bahwa batubara terdapat di Distrik Teluk Etna, Teluk Arguni, Buruway, Kokas dan Fak-Fak Timur. Dolomit tesebar di sisi utara kabupaten. Sedangkan emas di Distrik Teluk Etna, Ubadari, Kokas dengan kadar sekitar 0,05 gram/ton. Di Kabupaten Fakfak, sebagian besar usaha sektor pertambangan yang memiliki KP/IUP bergerak di usaha penambangan bahan galian golongan C seperti batu, tanah liat atau gamping, jumlahnya sekitar 28 perusahaan. Kabupaten Manokwari Batugamping di Kabupaten Manokwari terdapat pada Formasi Maruni dan Formasi Manokwari (Abdullah dkk; 2012). Batugamping Formasi Maruni berumur Tersier, merupakan batugamping kristalin, padu, keras dan berongga, ditemukan di Desa Maruni dan Desa Tanahmerah Kecamatan Warmare serta Desa Watariri Kecamatan Oransbari Kabupaten Manokwari. Batugamping Formasi Maruni di sebelah utara Danau Kabori telah ditambang masyarakat sebagai bahan bangunaan. Bahkan di Daerah Maruni batu- 8

9 gamping ini telah diusahakan menjadi kapur tohor. Sedangkan batugamping Formasi Manokwari berumur Tersier yang senasabah dengan batugamping Kais, ditemukan di Desa Andai, Kecamatan Manokwari, Kabupaten Manokwari. Batugamping Desa Tanahmerah Kecamatan Manokwari mempunyai sumber daya batugamping m 3. Batugamping Desa Andai Kecamatan Manokwari mempunyai sumber daya batugamping m 3. Tanah liat, di Kabupaten Manokwari, tanah liat ditemukan di Desa Saowi Kecamatan Manokwari, mempunyai sumber daya hipotetik m 3, ditambang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. Besarnya kebutuhan masyarakat setempat tidak termonitor dengan baik. Granit ditemukan di Desa Nuhuai, Kecamatan Oransbari, Kabupaten Manokwari, granit Anggi berumur Trias. Sumber daya hipotetik batuan granit Nuhuai m 3. Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Manokwari, didapatkan bahan galian non logam berupa batugamping, kuarsit, tanah liat, marmer, dan sirtu (KESDM, 2009). Batugamping, dijumpai di daerah Bukit Tuanwowoi-Maruni Kecamatan Manokwari dan Yamboi, Kecamatan Ransiki, hasil analisa batugamping menunjukan kandungan kimia : CaO = 48,06-54,77 MgO=0,50-2,60%. Kuarsit, dijumpai di daerah Sesum, Kecamatan Ransiki. Tanah liat, dijumpai di daerah Rendami-Sowi Kecamatan Warmere, dan gaya Baru, Kecamatan Ransiki. Marmer, dijumpai di daerah Gaya baru, Kecamatan Ransiki. Sirtu, dijumpai di daerah Prafi kecamatan Manokwari, dan Sabri, Kecamatan Ransiki. Potensi kandungan batubaranya sampai saat ini belum diketahui karena belum adanya penyelidik di kabupaten ini. Formasi pembawa batubara yang berkembang di kabupaten ini adalah formasi Ainim dan Steenkool. Berdasarkan informasi(distamben Papua Barat; 2012) terdapat pula sumber daya timbal, seng, tembaga, molibdenum dan timah putih (Distrik Amberbaken dan Anggi) dan emas di Distrik Amberbaken. Pasir kuarsa di Distrik Kebar dengan sumber daya dipekirakan sekitar 137,5 juta ton dengan kadar SiO2 9

10 77,6%, Al2O3 13,7% dan Fe2O3 0,8%. Diorit di Distrik Warmare, sumber daya sekitar 27 miliar ton. Potensi panas bumi di Kabupaten Manokwari, terdapat di dua daerah yaitu Ransiki dan Kebar. Potensi panas bumi yang dimiliki oleh kedua daerah ini termasuk dalam kelas sumber daya spekulatif, masing-masing sebesar 25 MWe dengan status survei pendahuluan awal, dengan demikian total potensi panas bumi Kabupaten Manokwari adalah sekitar 50 Mwe. Di Kabupaten Manokwari terdapat 8 perusahaan pertambangan yang telah memiliki IUP/KP antara lin untuk izin penambangan batubara, emas dan nikel. Namun seluruh izin yang dimiliki tersebut masih dalam tahap penyelidikan umum dan eksplorasi. Kota Sorong Batugamping Kota Sorong terdapat di Kampung Asoka, umumnya berupa bongkah-bongkah berukuran m 2 dan tersebar secara tidak beraturan dalam bancuh tak terpisahkan, sehingga besarnya sumber daya pada penyelidikan kali ini tidak dapat dihitung (Abdullah dkk; 2012). Luas sebaran serpentinit diduga 5 (lima) hektar, ketinggian rata-rata dari pemukiman penduduk 10 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik m 3. Tanah liat tersingkap di tepi jalan Teminabuan Weigo di Kampung Werwit, Kecamatan Teminabuan, berwarna abu-abu kehitaman, ketebalan yang tersingkap 1,75 meter. Bahan galian tanah liat di Kabupaten Sorong sebarannya sangat luas terdapat pada Formasi Steenkool, terdapat di sebelah selatan Teminabuan menerus sampai sebelah selatan Aitinyu. Pada penyelidikan kali ini yang dijadikan uji petik di Kampung Keyen, Kecamatan Teminabuan dengan luas sebaran hektar, ketebalan yang teramati di lapangan 1,75 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik m 3. Bahan galian ini telah dimanfaatkan untuk pembuatan bata merah. Selain itu, berdasarkan sumber daya lainnya adalah bahan galian non logam berupa andesit, batugamping, granit dan sirtu, lihat (SDG, ESDM; 2009). Kabupaten Sorong 10

11 Potensi mineral non logam yang telah dilakukan oleh Abdullah dkk (2012) di Kabupaten Sorong, menunjukan bahwa di daerah ini banyak mengandung batugamping, fosfat dan sabastone (Abdullah dkk; 2012). Berdasarkan Geologi Lembar Teminabuan batugamping ini sebarannya mulai baratlaut Teminabuan sampai Weigo, namun yang teramati dengan baik di daerah Teminabuan Weigo, luas sebarannya diduga hektar dengan ketinggian puncak rata-rata 50 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik m 3. Batugamping di Kecamatan Aitinyu berdasarkan Geologi Lembar Teminabuan sebarannya sangat luas menerus sampai sebelah utara Teminabuan, berarah baratlaut tenggara, namun yang teramati pada penyelidikan kali ini adalah batugamping yang terdapat di sekitar Kampung Yaksoro - Kampung Airsirih. Luas sebaran diduga hektar dengan ketinggian puncak rata-rata 50 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik m 3. Batugamping Kecamatan Makbon termasuk batugamping dalam Sistim Sesar Sorong, merupakan daerah bancuh. Namun demikian berdasarkan pengamatan di lapangan keberadaanya relatif menerus sepanjang 3 (tiga) km, luas sebaran yang teramati dalam penyelidikan kali ini adalah 30 hektar, ketinggian puncak rata-rata 25 meter, sehingga besarnya sumber daya hipotetik m 3. Potensi endapan batugamping di Kabupaten Sorong yang terinventarisir adalah seluas 640 hektar dengan sumber daya hipotetik sebesar m 3. Cadangan ini adalah sebagian kecil dari sumber daya batugamping yang terdapat di wilayah Kabupaten Sorong. Bahan galian fosfat yang terdapat di Kabupaten Sorong terdapat dalam tanah hasil pelapukan batuan gamping di sekitar lokasi. Konsentrasi tanah pelapukan terdapat di lembah-lembah sekitar aliran sungai yang sebarannya cukup luas. Namun demikian pada uji petik kali ini sebaran tanah pelapukan yang diamati 10 hektar, ketebalan tanah berdasarkan sumur uji di daerah tersebut 4,15 meter, sehingga sumber daya hipotetik m 3. Pasir dan batu ini terdapat di distrik Makbon, berasal dari lapisan batupasir kompak, membentuk perbukitan terjal yang dimanfaatkan sebagai pasir timbun untuk 11

12 pengrasan jalan. Tersebar pada areal seluas ha dengan tebal rata-rata 50 m, maka sumber daya hipotetik sebesar m 3. Kuarsit adalah batuan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bata tahan api dan keramik tinggi. Batuan ini ditemukan di Kampung Klasouf, Distrik Makbon, pada areal seluas 50 ha x 50 m, sumber daya hipotetik ± m 3 Batuan ultrabasa di wilayah in telah terlapukan, menjadi serpentinit, dan magnesit, dapat digunakan sebagai pupuk magnesium. Sebaran batuan ultrabasa meliputi sebagian wilayah Distrik Makbon (Ub. 01, 02, 03 dan 04), diperkirakan mencapai 35 ha, ketebalan 50 m, sumber daya hipotetik sekitar m 3. Indikasi nikel dijumpai tidak jauh dari lokasi dimana batuan Ultrabasa ada yaitu di Distrik Makbun, Indikasi nikel dijumpai dalam batuan Ultrabasa yang mengalami lateritisasi pada ketinggian sekitar meter. Hasil analisa menunjukkan kandungan CO 492 ppm, Ni 8963 ppm, Fe 414,7 % sedangkan Chrom 3300 ppm. Adapun Mg adalah 0,57 %. Tanah liat silikaan, dijumpai di Kampung Baingkete, Distrik Makbon DAN Kampung Batulubang. Batuan ini memiliki warna hitam berukuran sangat halus dengan ukuran tanah liat bersifat karbonan (tidak mengandung mangan), berwarna hitam, rapuh, mengandung bongkahan kuarsa, seluas tersingkap 5 m x 10 m. Endapan pasir besi dijumpai di bagian utara daerah penyelidikan atau di Kampung Batulubang, Distrik Makbon, merupakan endapan pantai, dengan penyebaran mengikuti garis pantai dengan panjang penyebaran 400 m, lebar 50 m dan tebal 10 cm maka sumber daya pasir besi ini sebesar m 3. Batubara banyak dijumpai di wilayah selatan Kabupaten Sorong dengan penyebaran diperkirakan cukup luas yaitu diantaranya di Distrik Salawati. Adapun formasi pembawa batubara tersebut diperkirakan adalah Formasi Konglomerat Sele, namun sebagian formasi ini tertutup oleh endapan aluvial. Dari singkapan-singkapan batubara yang dapat dijumpai dengan ketebalan yang bervariasi mulai yang paling tipis 0,40 m sampai 2 m. Berdasarkan data dari penyelidik terdahulu dan penyebaran formasi pembawa batubara, diperkirakan sumber daya batubara ini dapat mencapai ratusan juta metrik ton. Batubara dengan nilai kalori sedang (nilai kalori antara kal/gr, adb) dijumpai sekitar daerah Klamono, dengan 12

13 sumber daya sebesar 13,00 juta ton. Formasi pembawa batubara yang berkembang dikabupaten ini adalah formasi Klasman dan Steenkool. Terdapat 1 (satu) penyelidikan batubara yang telah dilakukan pada kabupaten ini. Potensi panas bumi di Kabupaten Sorong hanya terdapat di daerah Makbon, potensi panas buminya termasuk kelas sumber daya spekulatif, yaitu sebesar 25 MWe dengan status survey pendahuluan awal. Total potensi panas bumi Kabupaten Sorong hanya sekitar 25 MWe. Selain itu, potensi bahan galian lain yang dimiliki Kabupaten Sorong ((Distam Papua Barat; 2012) adalah tembaga (Distrik Sausapor), emas (Distrik Sausapor dan Salawati), Kromit (Distrik Salawati), batubara (Distrik Salawati, Ayata dan Klamono), batu mulia (sisi barat) dan pasir besi di pantai utara bagian timur. Kabupaten Maybrat Potensi sumber daya bahan galian di Kabupapen Maybrat seperti juga di daerah lainnya tergantung pada kondisi geologi dan tektoniknya, berdasarkan kedua kondisi tersebut potensi bahan galiannya meliputi batubara, batugamping, nikel, dan emas. Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Maybrat didapatkan bahan galian non logam berupa batugamping dan tanah liat. Batugamping, dijumpai di daerah Skendi Kecamatan Ayamaru, kandungan CaO = 50,44-55,53% dan MgO= 0,54-0,86%. Tanah liat, dijumpai di daerah Konda, Kecamatan Aitinyo, kandungan Al 20 3=5,29,37%. Jumlah sumber daya hipotetik masing-masing lokasi adalah 270 juta ton dan 21 juta ton. Batubara dengan nilai kalori sedang (nilai kalori antara kal/gr, adb) dijumpai sekitar daerah Teminabuan dengan sumber daya sebesar 1,91 juta ton. Formasi pembawa batubara yang berkembang di kabupaten ini adalah formasi Klasman dan steenkool. Berdasarkan informasi yang diperoleh dara Dinas Pertambangan dan Energi Papua Barat menyebutkan bahwa terdapat sekitar 10 perusahaan yang tercatat telah memiliki IUP untuk kegiatan usaha pertambangan emas dan batubara. Diantara sejumlah perusahaan tersebut baru satu perusahaan saja yang telah berproduksi, yang lainnya masih dalam tahap eksploitasi. 13

14 Kabupaten Teluk Bintuni Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Teluk Bintuni Kaolin, dijumpai di daerah Desa Baruna Kecamatan Aranday. Tanah liat, dijumpai di daerah Kampung Kalikodok Kecamatan Idoor, Kampung Jagiro Kecamatan Moskona Selatan dan Kampung Wasiri Kecamatan Timbuni. Sirtu, dijumpai di daerah Sungai Tembuni Kecamatan Bintuni, Kampung Kalikodok Kecamatan Idoor dan Desa Bartuna Kecamatan Aranday. Di kabupaten ini penyelidikan telah dilakukan oleh Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral dan pihak swasta. Batubara dengan nilai kalori sedang (nilai kalori antara kal/gr, adb) terdapat di daerah Ayata, dengan total sumber daya sebesar 29,00 juta ton. Batubara dengan nilai kalori tinggi (nilai kalori antara kal/gr, adb) dijumpai sekitar daerah Persada, Permata dan Muli (Kecamatan Bintuni), dengan sumber daya 5,38 juta ton. Batubara dengan nilai sangat tinggi (nilai kalori lebih dari 7100 kal/gr, adb) dijumpai sekitar daerah Merdey, dengan total sumber daya 25,53 juta ton. Formasi pembawa batubara yang berkembang di kabupaten ini ini adalah Formasi Ainim dan Steenkool. Kabupaten Teluk Wondama Dari data neraca sumberdaya mineral non logam di Kabupaten Teluk Wondama didapatkan bahan galian non logam berupa batugamping dan granit. Batugamping, dijumpai di daerah Kecamatan Rumberpon, Wamesa, Wasior, dan Wasior Utara. Granit, dijumpai di daerah Pulau Marsabandi Kecamatan Wasior Utara. Felspar terdapat di pantai timur bagian utara, sedangkan mika banyak dijumpai di Distrik Wasior dengan sumber daya sekitar 90,11 ton (Dinas Pertambangan dan Energi Papua Barat, 2012, Data Potensi Sumber Daya Bahan Galian Provinsi Papua Barat Tahun 2010/2011). Selain itu, di daerah ini terdapat pula potensi batubara yang tersebar di Mawes, Nikiwar, Windesi, Kuri Wamesa, Kampung Ambumi, Dusner, Nanimori dan Simiei. Tidak kurang sekitar 11 perusahaan yang sudah terdaftar dengan status kuasa pertambangan (KP) dan izin usaha pertambangan (IUP), luasnya mencapai ha. Namun sejauh ini belum ada perusahaan yang melakukan eksploitasi, masih sebatas penyelidikan umum dan eksplorasi. 14

15 Jumlah prusahaan pemilik KP dan IUP sektor pertambangan di Teluk Wondama pada tahun 2011 tercatat sebanyak 11 perusahaan, sebagian besar lokasinya berada di Wamesa, Nikiwar, Windesi, Kuir Wamesa, Ambesa, Dusner. Nanimori dan Simiei. Kabupaten Kaimana Berdasarkan informasi (Dinas Pertambangan dan Energi Papua Barat, 2012), di daerah ini terdapat batubara yang tersebar di utara pegunungan Buru. Formasi pembawa batubara yang berkembang dikabupaten ini adalah Formasi Steenkool. Potensi kandungan batubaranya sampai saat ini belum diketahui karena belum adanya penyelidik di kabupaten ini. Batugamping di sekitar kota Kaimana dan pegunungan Buru sebagian telah diusahakan dan dijual untuk memenuhi kebutuhan daerah setempat dan digunakan untuk pengerasan jalan. Diorit berada di sekitar hulu sungai Omba, sedangkan batu mulia terapat di bagian tengah kabupaten ini. Diantara sumber daya yang dimiliki oleh daerah ini belum ada satupun yang ditindaklanjuti ke arah pengusahaan, saat ini yang sudah diusahakan hanya bahan galian golongan C saja. 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN Berdasarkan superimpose, ternyata ada beberapa lokasi pengamatan berada dalam kawasan lindung, sehingga hal ini menjadi bahan pertimbangan dalam pengusahaannya agar tidak terjadi konflik kepentingan. Setelah dilakukan tumpang tindih antara kawasan tambang dengan kawasan lindung, ternyata kawasan pertambangan yang memiliki peluang untuk ditambang luasnya sekitar km 2 (atau 50,55% dari luas daratan Provinsi Papua Barat). 5.1 Penentuan komoditas unggulan kawasan usaha sektor pertambangan Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa luas kawasan sektor pertambangan yang memiliki peluang untuk diusahakan sekitar km 2, aspek lain yang harus dipertimbangkan adalah apakah kawasan pertambangan ini berada di kawasan budidaya lain. Selain itu, penetapan komoditas unggulan sektor pertambangan dapat diusahakan apabila telah memenuhi aspek lainnya seperti potensi sumber daya, nilai jual, nilai manfaat, aksesibilitas jalan dan lain-lain. 15

16 Berdasarkan hasil perhitungan terhadap berbagai jenis potensi sektor pertambangan yang berada di Provinsi Papua Barat, dapat dijelaskan sebagai berikut : Kabupaten Fakfak dapat dijadikan sebagai basis usaha pertambangan bahan galian pasir kuarsa, batugamping, tanah liat dan oniks. Kabupaten Kaimana memiliki keunggulan untuk mengusahakan komoditas batugamping. Kota Sorong dapat dijadikan kawasan usaha bahan galian kobal, batugamping, sirtu, andesit dan granit. Kabupaten Manokwari memiliki keunggulan pengusahaan bahan galian batugamping, tanah liat, kuarsit, marmer dan sirtu. Kabupaten Maybrat dapat diandalkan sebagai daerah pengusahaan bahan galian batubara, batugamping dan emas. Kabupaten Raja Ampat dapat dijadikan sebagai daerah andalan untuk mengusahakan bahan galian besi laterit, nikel, kobal, dan batugamping. Kabupaten Sorong memiliki komoditas unggulan bahan galian nikel, batubara, batugamping dan sirtu untuk diusahakan. Kabupaten Sorong Selatan memiliki keunggulan dalam bidang usaha bahan galian sirtu, batugamping dan tanah liat. Kabupaten Tambraw dapat dijadikan sebagai daerah unggulan untuk pengusahaan tambang emas. Kabupaten Teluk Bintuni sangat cocok untuk mengusahakan bahan galian batubara dan sirtu. Kabupaten Teluk Wondama memiliki komoditas batubara dan batugamping untuk dijadikan usaha pertambangan. 5.2 Profil investasi usaha komoditas unggulan sektor pertambangan Profil investasi usaha pertambangan ini merupakan gambaran secara umum yang relatif masih kasar mengingat keterbatasan data yang diperoleh di lapangan sehingga diperlukan data sekunder dari berbagai sumber yang sifatnya prediktif. Untuk mengetahui gambaran secara detail maka perlu adanya studi-studi lanjutan yang lebih spesifik lagi. 16

17 a. Profil investasi usaha pertambangan batubara Perhitungan investasi usaha pertambangan batubara dengan asumsi kapasitas produksi 1,2 juta ton/tahun, harga Rp /ton, masa operasional selama 16 tahun, striping ratio = 1:6 dan dengan investasi sebesar Rp303,495 miliar. Kriteria Penilaian : Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 31,37% per tahun Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 30,88 % per tahun. Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan. b. Profil investasi usaha pertambangan pasir kuarsa Perhitungan investasi usaha pertambangan pasir kuarsa dengan asumsi kapasitas produksi ton/tahun, harga Rp /ton, masa operasional selama 16 tahun dengan investasi sebesar Rp21,40 miliar. Kriteria Penilaian : Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 17,21 % per tahun. Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 12,22 % per tahun. Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan. c. Profil investasi usaha pertambangan andesit 17

18 Perhitungan investasi usaha pertambangan andesit dengan asumsi kapasitas produksi ton/tahun, harga Rp /ton, masa operasional selama 16 tahun dengan investasi sebesar Rp14,03 miliar. Kriteria Penilaian : Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 30,21 % per tahun. Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 29,02 % per tahun. Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan. d. Profil investasi usaha pertambangan batugamping Perhitungan investasi usaha pertambangan andesit dengan asumsi kapasitas produksi ton/tahun, harga Rp /ton, masa operasional selama 15 tahun dengan investasi sebesar Rp.6,13 miliar. Kriteria Penilaian : Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 28,90 % per tahun. Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 27,46 % per tahun. Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan. e. Profil investasi usaha pertambangan sirtu Perhitungan investasi usaha pertambangan andesit dengan asumsi kapasitas produksi ton/tahun, harga Rp /ton, masa operasional selama 16 tahun dengan investasi sebesar Rp.22,31miliar. 18

19 Kriteria Penilaian : Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 31,45 % per tahun. Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 30,51 % per tahun. Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan f. Profil investasi usaha pertambangan tanah liat Perhitungan investasi usaha pertambangan andesit dengan asumsi kapasitas produksi ton/tahun, harga Rp /ton, masa operasional selama 16 tahun dengan investasi sebesar Rp.1,38 miliar. Kriteria Penilaian : Dengan menggunakan modal 100 % milik sendiri, peluang usaha jenis bahan galian tersebut terlihat layak untuk diusahakan jika tingkat suku bunga pinjaman Bank dibawah 35,42 % per tahun. Jika memakai modal sendiri 50 % dan modal pinjaman 50 % juga layak jika tingkat suku bunga pinjaman dibawah 35,00 % per tahun. Apabila pada saat ini tingkat suku bunga pinjaman sekitar 12 % per tahun atau tingkat suku bunga simpanan deposito sekitar 6 % per tahun, maka baik investasi memakai 100% modal sendiri, modal gabungan antara modal sendiri 50% dan modal pinjaman 50 % masih layak untuk diusahakan 5.3 Manfaat investasi pengusahaan sektor pertambangan terhadap pendapatan masyarakat, tenaga kerja dan pemerintah Dengan melakukan kegiatan investasi di wilayah Provinsi Papua Barat ini diharapkan akan dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah ini. Beberapa manfaat positif yang akan timbul dengan adanya kegiatan investasi diantaranya adalah akan memberikan manfaat : sosial, ekonomi, fiskal, maupun penerimaan PAD dari 19

20 hasil kegiatan investasi itu sendiri yang dapat dimanfaatkan membiayai pembangunan di wilayahnya sehingga perkembangan wilayah bisa lebih cepat terlaksana sesuai harapan yang direncanakan. Dampak positif lainnya yang akan ditimbulkan adalah akan terbukanya lapangan kerja baru sehingga diharapkan dengan adanya investasi baru tersebut akan dapat mengurangi pengangguran di wilayah ini. Selain itu, kegiatan ini akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan memicu munculnya kegiatan ekonomi baru yang menunjang kegiatan usaha sektor pertambangan tersebut. Apabila tujuh jenis bahan galian potensial yang tersebar di Provinsi Papua Barat dapat menarik para investor dan diusahakan, maka kegiatan usaha ini diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sekitar orang. Manfaat finansial yang diperoleh dalam bentuk upah dan gajih sekitar Rp56,25 miliar setelah dipotong pajak (Tabel 1). Manfaat bagi pengusaha Dengan menginvestasikan modalnya di sektor usaha pertambangan ini, maka pengusaha akan mendapatkan surplus usaha Rp254,09 miliar ditambah pendapatan dari uang yang disimpan (bunga) sebesar Rp11,76 miliar, sehingga total keuntungan yang akan diperoleh dalam satu tahun sebesar Rp265,85 miliar. Manfaat bagi pemerintah Dampak positif lain dengan adanya kegiatan usaha pertambangan ini adalah diperolehnya berbagai penerimaan negara dari berbagai jenis pajak maupun bukan pajak yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan baik di pusat maupun daerah. Besarnya penerimaan pemerintah tersebut sekitar Rp201,13 miliar yang diperoleh dari berbagai jenis pajak pendapatan, iuran pertambangan, pajak bumi dan bangunan serta pajak penghasilan. Tabel 1 Manfaat penanaman modal dan kegiatan usaha sektor pertambangan di Provinsi Papua Barat per tahun Manfaat Batubara Manfaat dari sisi tenaga kerja Pasir kuarsa Andesit Marmer Batugamping Sirtu darat Tanah liat Jumlah Tenaga kerja (Orang) Manajemen Tak langsung

21 Upah dan gaji (juta Rp) Tenaga kerja Manajemen Tak langsung Pph (5%) tenaga kerja Upah dan gaji netto Manfaat dari sisi pengusaha (Juta Rp.) Investasii Surplus usaha Pendapatan bunga Manfaat yang diperoleh Manfaat terhadap pemerintah pusat dan daerah (juta Rp) Ppn 10% dari nilai penjualan Iuran pertambangan PBB ,18 0,83 1,03 1,60 0, Pph Badan Jumlah Nilai tambah (juta Rp.) Tenaga kerja surplus usaha dan pendapatan bunga investor Penerimaan pajak dan bukan pajak Kontribusi terhadap PDRB Nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di sektor pertambangan tersebut di Provinsi Papua Barat dalam kurun waktu satu tahun diperkirakan mencapai Rp527,03 miliar yang terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha dan pajak tak langsung. Apabila pertumbuhan PDRB Papua Barat tanpa keberadaan investasi usaha pertambangan 7 komoditas tambang tersebut, maka laju pertumbuhannya akan naik sebesar 15,06% per tahun. Sebagai contoh, maka PDRB Papua Barat pada tahun 2013 naik sebesar Rp15,78 triliun saja. Akan tetapi, jika kegiatan usaha pertambangan untuk 6 komoditas mulai beroperasi dengan masing-masing satu perusahaan maka PDRB diperkirakan akan meningkat menjadi Rp15,99 triliun. Artinya bahwa keberadaan usaha ini 21

22 akan membantu mendongkrak PDRB sebesar 1,35%. Pertumbuhan PDRB akan terus mengalami peningkatan apabila jumlah perusahaan dan investasi meningkat, dengan asumsi apabila hingga tahun 2020 jumlah perusahaan bertambah menjadi 16 perusahaan dari 6 komoditas tambang tersebut maka PDRB Papua Barat akan meningkat sebesar Rp44,89 triliun lebih besar 6,57% dibandingkan dengan tidak adanya kegiatan usaha ini yang hanya sebesar Rp42,12 triliun. Laju pertumbuhan PDRB dengan adanya kegiatan usaha pertambangan ke enam komoditas ini akan menjadi 15,91% per tahunnya. Apabila usaha penambangan batubara (dua perusahaan) mulai beroperasi pada tahun 2014, maka PDRB Papua Barat diperkirakan akan bertambah sebesar Rp930,85 miliar atau naik 5,02% sehingga menjadi Rp19,47 triliun dari sebelumnya (Rp18,54 triliun), lihat Gambar 1. Apabila perkembangan investasi di penambangan batubara pada tahun 2020 bertambah hingga menjadi 16 perusahaan, maka PDRB Papua Barat diperkirakan akan menjadi Rp56,06 triliun. Artinya bahwa kegiatan usaha penambangan batubara akan memberikan sumbangan sebesar 33,09% papada struktur PDRB Papua Barat pada saat itu. Proyeksi laju pertumbuhan PDRB dari tahun dengan adanya kegiatan usaha pertambangan ke enam komoditas ditambah dengan batubara akan meningkat sebesar 19,20% per tahunnya. Dengan beroperasinya kegiatan usaha di sektor pertambangan ini, hingga tahun 2020 diperkirakan akan mampu menyerap tenaga hingga orang pertahun. Jumlah tersebut diharapkan mampu mengurangi jumlah pengangguran yang jumlahnya mencapai orang. Dalam jangka pendek, pemilihan lokasi yang akan dijadikan kegiatan usaha pertambangan batubara sebaiknya ditetapkan berdasarkan skala prioritas, yaitu dengan mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi di daerah yang memiliki potensi batubara tersebut antara lain antara pendapatan/kapita, kontribusi PDRB, indek pembangunan manusia (IPM). Dalam jangka pendek ini, sebaiknya konsentrasi penambangan batubara dilakukan di Kabupaten Maybrat dan Teluk Wondama mengingat selain karena potensi sumber daya yang dimiliki cukup besar, namun kontribusi terhadap PDRB Provinsi Papua Barat yang rendah. Keberadaan usaha pertambangan batubara di dua daerah ini juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan per kapita yang saat ini (tahun 2011) Rp2,55 22

23 juta/kapita dan Rp7,60 juta/kapita (Provinsi Papua Barat Rp15,10 juta/kapita), serta rendahnya indeks pembangunan masyarakat yaitu 66,43 dan 66,06 (Provinsi Papua Barat 69,65). Alasan kenapa tahun 2014 kegiatan produksi batubara ini mulai dilakukan, karena apda tahun 2013 pemerintah pusat/daerah harus mempersiapkan infrastruktur jalan dan kebijakan lainnya yang mendukung terselenggaranya kegiatan ini. Mempersiapkan infarstruktur jalan sangat mendesak mengingat di kedua daerah ini kondisi infrastruktur jalan masih minim, karena rasio panjang jalan per luas wilayah standar adalah >5 km/km 2 (Widiantono, 2010). Berarti bahwa infarstruktur jalan di Provinsi Papua Barat masih sangat minim, sehingga banyak masyarakat dalam kegiatannya memanfaatkan transportasi sungai. 85,99% kondisi jalan di Papua Barat masih kerikil dan tanah sehingga harus segera ditingkatkan mejadi jalan aspal agar percepatan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai dan untuk mengatasi keterisolasian daerah terpencil. Kedua kabupaten ini dikategorikan masuk dalam kawasan terisolir karena secara umum hampir sebagian besar wilayah di kabupaten ini belum memiliki aksesibilitas terhadap sumber daya pembangunan, baik infrastruktur dasar, pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan. Langkah berikutnya adalah mempertimbangkan pengusahaan batubara di Kabupaten Manokwari dan Sorong dengan mendorong para pengusaha untuk meningkatkan izinnya dari eksplorasi ke kegiatan eksplorasi mengingat hingga saat ini belum ada satu pun perusahaan yang melakukannya. 5.4 Konsep Pengembangan Wilayah Langkah-langkah kebijakan pembangunan pertambangan di Provinsi Papua Barat dalam kerangka pengembangan wilayah dalam mendukung pembangunan berkelanjutan adalah sebagai berikut : Penataan fungsi kawasan hutan melalui perubahan tata ruang wilayah Papua Barat melalui penurunan kriteria sesuai kondisi kawasan hutan saat ini. Mendorong pembangunan industri pengolahan guna memperluas kesempatan kerja, kesempatan berusaha dan multiplier effect lainnya. Industri-industri yang memiliki prospek baik tersebut antara pengolahan untuk nikel, mangan, batugamping, kromit dan aspal. 23

24 Mengembangkan kawasan industri pertambangan nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

25 PDRB (triliun rupiah) 60,00 50,00 40,00 PDRB belum ada kegiatan usaha tambang 30,00 20,00 PDRB dengan kegiatan usaha 6 komoditas tambang PDRB dengan kegiatan usaha 6 komoditas tambang ditambah dengan batubara 10, Tahun Catatan : 6 komoditas tambang tersebut adalah pasir kuarsa, andesit, marmer, batugamping, sirtu darat. Gambar 1 Realisasi dan proyeksi PDRB Papua Barat, dan (triliun rupiah). 25

26 MP3EI diselenggarakan berdasarkan pendekatan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi, baik yang telah ada maupun yang baru. Pendekatan ini yang menjadi keunggulannya. Tujuan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi tersebut adalah untuk memaksimalkan keuntungan aglomerasi, menggali potensi dan keunggulan daerah serta memperbaiki pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mengembangkan klaster industri dan kegiatan ekonomi serta infrastruktur pendukungnya. Kebijakan pengembangan sektor pertambangan dan penggalian memperhatikan hal-hal berikut : - Berorientasi pada kekuatan pasar (market driven), melalui pemberdayaan masyarakat dan kemitraan; - Penyediaan sarana dan prasarana pendukung pengembangan usaha sektor pertambangan; - Komoditas yang dikembangkan bersifat export base (luar negeri dan antar pulau) bukan row base. Prioritas pengembangan usaha sektor pertambangan dalam kerangka pengembangan wilayah di Provinsi Papua Barat berdasarkan hasil perhitungan analisis faktor. Prioritas pengembangan usaha ini berdasarkan pula pada sumber daya yang dimiliki, tingkat permintaan, manfaat hilir/keterkaitan hilir, nilai ekonomi dan harga. Pengembangan wilayah berbasis sektor pertambangan ini diwujudkan dalam bentuk konsep sebagai berikut : - Emas, nikel, batugamping dan batubara kuarsa adalah komoditas tambang yang menjadi prioritas utama untuk diusahakan karena memiliki keterkaitan hilir yang tinggi terhadap sektor industri seperti industri logam, konstruksi/bangunan, pembangkitan dan lain-lain. - Kawasan pertambangan sesuai dengan hasil tumpang tindih lembar tata guna lahan disarankan untuk diusahakan dalam mendukung industri pengolahan antara lain di Kota Sorong, Kabupaten Maybrat, Teluk Bintuni, Teluk Wondama dan Manokwari. 26

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN BAHAN GALIAN NON LOGAM DI KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI IRIAN JAYA BARAT PUSAT SUMBERDAYA GEOLOGI B A D A N G E O L O G I DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBERDAYA MINERAL 1.1. Latar

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan Bijih Besi di Daerah Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. 1.2. Latar

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bagian dalam penelitian geologi permukaan adalah dengan menganalisis fasies lingkungan pengendapan yang didapat dari singkapan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA (12 02 0034) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI Proses terjadinya cebakan bahan galian bijih besi berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi.

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN SORONG DAN MANOKWARI PROPINSI PAPUA

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN SORONG DAN MANOKWARI PROPINSI PAPUA INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN SORONG DAN MANOKWARI PROPINSI PAPUA Oleh: Soedirman Abdullah, Ahmad Kusnardi, A. Sanusi Halim, Djadja Turdjaja, Sarino, Djoni Turkana SUBDIT. MINERAL

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

Luas Baku Sawah camatan

Luas Baku Sawah camatan 1 Papua Barat 2.100 227 223 207 142 332 445 134 348 1.483 4.208 2 Fak-fak - - - - - - - - - - - 3 Bomberay - - - - - - - - - - - 4 Fak-fak - - - - - - - - - - - 5 Fak-fak Barat - - - - - - - - - - - 6

Lebih terperinci

Luas Baku Sawah camatan

Luas Baku Sawah camatan 1 Papua Barat 1.774 430 280 151 216 362 259 328 333 1.596 4.187 2 Fak-fak - - - - - - - - - - - 3 Bomberay - - - - - - - - - - - 4 Fak-fak - - - - - - - - - - - 5 Fak-fak Barat - - - - - - - - - - - 6

Lebih terperinci

Luas Baku Sawah camatan

Luas Baku Sawah camatan 1 Papua Barat 1.896 125 203 311 284 316 381 300 337 1.795 4.249 2 Fak-fak - - - - - - - - - - - 3 Bomberay - - - - - - - - - - - 4 Fak-fak - - - - - - - - - - - 5 Fak-fak Barat - - - - - - - - - - - 6

Lebih terperinci

Luas Baku Sawah camatan

Luas Baku Sawah camatan 1 Papua Barat 1.747 158 202 251 107 297 414 220 718 1.491 4.194 2 Fak-fak - - - - - - - - - - - 3 Bomberay - - - - - - - - - - - 4 Fak-fak - - - - - - - - - - - 5 Fak-fak Barat - - - - - - - - - - - 6

Lebih terperinci

Luas Baku Sawah camatan

Luas Baku Sawah camatan 1 Papua Barat 2.021 316 153 149 133 266 165 114 564 980 3.930 2 Fak-fak - - - - - - - - - - - 3 Bomberay - - - - - - - - - - - 4 Fak-fak - - - - - - - - - - - 5 Fak-fak Barat - - - - - - - - - - - 6 Fak-fak

Lebih terperinci

Luas Baku Sawah camatan

Luas Baku Sawah camatan 1 Papua Barat 1.702 216 134 119 154 468 474 280 633 1.629 4.222 2 Fak-fak - - - - - - - - - - - 3 Bomberay - - - - - - - - - - - 4 Fak-fak - - - - - - - - - - - 5 Fak-fak Barat - - - - - - - - - - - 6

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN FAKFAK, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

INVENTARISASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN FAKFAK, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT INVENTARISASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN FAKFAK, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT Oleh : Martua Raja P., Zulfikar, Ganjar Labaik * ) Kelompok Penelitian Mineral Non Logam S A R I Secara geografis daerah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 Tatanan Geologi Regional

BAB 2 Tatanan Geologi Regional BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2)

DATA AGREGAT KEPENDUDUKAN PER KECAMATAN (DAK2) KABUPATEN / KOTA : SORONG 92.01 SORONG 69.995 58.92 128.96 1 92.01.01 MAKBON 1.618 1.549 3.16 2 92.01.04 BERAUR 1.015 886 1.901 3 92.01.05 SALAWATI 6.64 5.90 12.43 4 92.01.06 SEGET 3.581 2.11 5.698 5 92.01.0

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT INVENTARISASI DAN EVALUASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT DAN SUMBAWA, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Oleh : A. Sanusi Halim, Iwan A. Harahap dan Sukmawan SubDit Mineral Non Logam S A R I Daerah penyelidikan yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''- 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Lokasi Penelitian Tempat penelitian secara administratif terletak di Gunung Rajabasa, Kalianda, Lampung Selatan tepatnya secara geografis, terletak antara 5 o 5'13,535''-

Lebih terperinci

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN

PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN PROSPEKSI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH KELUMPANG DAN SEKITARNYA KABUPATEN MAMUJU, PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri dan Hadiyanto Subdit. Eksplorasi Batubara dan Gambut SARI Daerah

Lebih terperinci

Lampiran I.92 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

Lampiran I.92 PENETAPAN DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 Lampiran I.9 5/Kpts/KPU/TAHUN 0 9 MARET 0 ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 04 PROVINSI No DAERAH PEMILIHAN JUMLAH PENDUDUK JUMLAH KURSI DP Meliputi Kab/Kota. MANOKWARI

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi

Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi II.1. Kriteria Geologi Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Salawati yang terletak di kepala burung dari Pulau Irian Jaya,

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Salawati yang terletak di kepala burung dari Pulau Irian Jaya, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Salawati yang terletak di kepala burung dari Pulau Irian Jaya, merupakan cekungan foreland asimetris yang memiliki arah timur barat dan berlokasi pada batas

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN TELUK WONDAMA DAN TELUK BINTUNI, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN TELUK WONDAMA DAN TELUK BINTUNI, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM DI KABUPATEN TELUK WONDAMA DAN TELUK BINTUNI, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT A. Sanusi Halim, Wastoni,CP, Adrian Zenith, Sarino Kelompok Program Penelitian Mineral

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. Oleh: Robert L. Tobing, Wawang S, Asep Suryana KP Bnergi Fosil SARI Daerah penyelidikan secara administratif terletak

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN MINERAL NON LOGAM KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA

INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN MINERAL NON LOGAM KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA INVENTARISASI DAN PENYELIDIKAN MINERAL NON LOGAM KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA A. Sanusi Halim, Irwan Muksin, Jubbel Bakkara Kelompok Program Penelitian Mineral S A R I Daerah penyelidikan secara geografis

Lebih terperinci

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih

Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih 62 Bab V Evolusi Teluk Cenderawasih V.1 Restorasi Penampang Rekontruksi penampang seimbang dilakukan untuk merekonstruksi pembentukan suatu deformasi struktur. Prosesnya meliputi menghilangkan bidang-bidang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT)

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT) INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT) Kisman 1 dan Bambang Nugroho Widi 1 1 Kelompok Program dan Penelitian Mineral SARI Daerah Kaimana merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 9 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Kegiatan penelitian dilakukan di salah satu tambang batubara Samarinda Kalimantan Timur, yang luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebesar 24.224.776,7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. pertambangan antara lain, Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam berupa tambang merupakan salah satu andalan negara Indonesia setelah pertanian. Beberapa peraturan nasional baik berupa undangundang, peraturan pemerintah

Lebih terperinci

Bab III Tatanan Geologi

Bab III Tatanan Geologi 14 Bab III Tatanan Geologi III.1 Tatanan dan Struktur Geologi Regional Geologi Papua dipengaruhi dua elemen tektonik besar yang saling bertumbukan dan serentak aktif (Gambar III.1). Pada saat ini, Lempeng

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Daerah Penelitian Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian (Bakosurtanal, 2003) Secara astronomis, Papua atau Irian Jaya terletak antara 00 0 19 10 0

Lebih terperinci

PERTAMBANGAN DAN GALIAN KABUPATEN MALUKU TENGAH

PERTAMBANGAN DAN GALIAN KABUPATEN MALUKU TENGAH PERTAMBANGAN DAN GALIAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Potensi bahan galian (tambang) dan energi yang potensial untuk dikembangkan secara komersil antara lain emas, tembaga, nikel, batu gamping, belerang, minyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Tatanan tektonik daerah Kepala Burung, Papua memegang peranan penting dalam eksplorasi hidrokarbon di Indonesia Timur. Eksplorasi tersebut berkembang sejak ditemukannya

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015 Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Bandung, Maret 2015 MINERAL LOGAM Terdapat 24 komoditi mineral yang memiliki nilai sumber daya dan cadangan yang sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sulawesi Tengah merupakan salah satu Provinsi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki banyak potensi Sumber Daya Alam, baik dari aspek pertambangan, perkebunan,

Lebih terperinci

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI ENDAPAN BATUBARA DI DAERAH BUNGAMAS, KABUPATEN LAHAT PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Nanan S. Kartasumantri Sub. Direktorat Eksplorasi Batubara dan Gambut, DSM S A R I Daerah penyelidikan terletak

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI GEOLOGI

BAB IV KONDISI GEOLOGI BAB IV KONDISI GEOLOGI 4.1 Geologi Regional Geologi Irian Jaya sangatlah kompleks, merupakan hasil dari pertemuan dua lempeng yaitu lempeng Australia dan Pasifik ( gambar 4.1 ). Kebanyakan evolusi tektonik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Kesampaian Daerah Daerah penelitian secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kampung Seibanbam II, Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Propinsi Kalimantan Selatan.

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM KABUPATEN ROKAN HULU DAN ROKAN HILIR, PROVINSI RIAU

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM KABUPATEN ROKAN HULU DAN ROKAN HILIR, PROVINSI RIAU INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL NON LOGAM KABUPATEN ROKAN HULU DAN ROKAN HILIR, PROVINSI RIAU Oleh : Zulfikar, Adrian Zainith, Andi S. Sulaeman SubDit Mineral Non Logam S A R I Secara geografis daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. FISIOGRAFI Geologi regional P.Obi ditunjukkan oleh adanya dua lajur sesar besar yang membatasi Kep.Obi yaitu sesar Sorong-Sula di sebelah utara dan sesar Sorong Sula mengarah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

INTERPRETASI ANALISA CITRA SATELIT POTENSI NIKEL PULAU WAIGEO, KABUPATEN RAJA AMPAT, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT

INTERPRETASI ANALISA CITRA SATELIT POTENSI NIKEL PULAU WAIGEO, KABUPATEN RAJA AMPAT, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT INTERPRETASI ANALISA CITRA SATELIT POTENSI NIKEL PULAU WAIGEO, KABUPATEN RAJA AMPAT, PROPINSI IRIAN JAYA BARAT Safitri Dwi Wulandari Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstract Based

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik

PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA. Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik PENELITIAN BATUAN ULTRABASA DI KABUPATEN HALMAHERA TIMUR, PROVINSI MALUKU UTARA Djadja Turdjaja, Martua Raja P, Ganjar Labaik Kelompok Program Penelitian Mineral S A R I Satuan batuan ultrabasa terdiri

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI

BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG Potensi bahan galian pasir kuarsa di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung (Agung Mulyo) POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL

BAB II STRATIGRAFI REGIONAL BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Heru Sigit Purwanto Program Pascasarjana Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)

GEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949) BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN EKSPLORASI UMUM ENDAPAN BESI DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto (Kelompok Kerja Penelitian Mineral) Sari Kegiatan eksplorasi umum endapan besi

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA DINAS PERTAMBANGAN, ENERGI DAN LINGKUNGAN HIDUP

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA DINAS PERTAMBANGAN, ENERGI DAN LINGKUNGAN HIDUP PETA POTENSI BAHAN GALIAN KETERANGAN : 1 = PT. SEKO INTI LESTARI; 56.000 Ha 2 = PT. USAHA TIGA GENERASI; 19.000 Ha atan Sabb ang appa atan S 3 4 5 = CV. BONTALI ANUGRAH; 14.170 Ha = PT. ANEKA TAMBANG ;

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Geologi Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki potensi pertambangan yang sangat potensial. Secara geologist Indonesia berada pada tumbukan dua lempeng besar yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Papua Pulau Papua secara administratif terletak pada posisi 130 0 19 BT - 150 0 48 BT dan 0 0 19 LS 10 0 43 LS. Pulau ini terletak di bagian paling timur Negara

Lebih terperinci