BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Keluarga Berencana (KB) a. Definisi Keluarga Berencana (KB) Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2008). Keluarga berencana menurut Undang-Undang no. 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Handayani, 2010). Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma. Ada dua 11

2 12 pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern (metode efektif) (Wiknjosastro, 2009) Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Hartanto, 2008). b. Tujuan Keluarga Berencana Menurut Suratun (2008), tujuan keluarga berencana antara lain adalah: 1) Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita (Hanafi, 2002). Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus ( ) yang menyatakan bahwa

3 13 pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung. 2) Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup. 3) Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia. 4) Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas. 5) Tujuan akhir Keluarga Berencana adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi. Tujuan Keluarga Berencana adalah meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Sedangkan dalam era otonomi daerah saat ini

4 14 pelaksanaan program Keluarga Berencana Nasional bertujuan untuk mewujudkan keluarga berkualitas memiliki visi, sejahtera, maju, bertanggung jawab, bertakwa dan mempunyai anak ideal, dengan demikian diharapkan terkendalinya tingkat kelahiran dan pertambahan penduduk, meningkatkan jumlah peserta KB atas kesadaran, sukarela dengan dasar pertimbangan moral dan agama dan berkembangnya usahausaha yang membantu peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, serta kematian ibu pada masa kehamilan dan persalinan (Hartanto, 2008). c. Sasaran Program KB 1) Sasaran Langsung Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara tahun, Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga memberi efek langsung penurunan fertilisasi (Suratun, 2008). 2) Sasaran Tidak Langsung a) Kelompok remaja usia tahun, remaja ini memang bukan merupakan target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung tetapi merupakan kelompok yang beresiko untuk melakukan hubungan seksual akibat telah berfungsinya alat-alat reproduksinya. Sehingga program KB disini lebih berupaya

5 15 promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta kejadian aborsi. b) Organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansiinstansi pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim ulama, wanita, dan pemuda), yang diharapkan dapat memberikan dukungannya dalam pelembagaan NKKBS (Hartanto, 2008). c) Sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi (Prawirohardjo, 2009). d. Pelayanan KB Pelayanan kontrasepsi saat ini dirasakan masyarakat, khususnya pasangan suami-istri, sebagai salah satu kebutuhannya. Pelayanan kontrasepsi yang semula menjadi program pemerintah dengan orientasi pemenuhan target melalui subsidi penuh dari pemerintah, berangsurangsur bergeser menjadi suatu gerakan masyarakat yang sadar akan kebutuhannya hingga bersedia membayar untuk memenuhinya. Peran pelayanan Keluarga Berencana diarahkan untuk menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamtan ibu dan bayi yang dikandungnya. Pelayanan KB bertujuan menunda, menjarangkan, atau membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup. Dengan demikian pelayanan KB sangat berguna dalam mengaturan kehamilan dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan

6 16 tau tidak tepat waktu (Depkes, 2012). Ada lima hal penting dalam pelayanan Keluarga Berencana yang perlu diperhatikan (Depkes, 2012): 1) Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada Pasangan Usia Subur yang isterinya mempunyai keadaan 4 terlalu yaitu terlalu muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3 orang), terlalu dekat jarak kehamilan (kurang dari 2 tahun), dan terlalu tua (lebih dari 35 tahun). 2) Menekankan bahwa KB merupakan tanggung jawab bersama antara suami dan isteri. Suami juga perlu berpartisipasi aktif dalam ber KB dengan menggunakan alat/metode kontrasepsi untuk pria. 3) Memberi informasi lengkap dan adil tentang keuntungan dan kelemahan masing-masing metode kontrasepsi. Setiap klien berhak untuk mendapat informasi mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metode yang paling cocok bagi dirinya. 4) Memberi nasehat tentang metoda yang paling cocok sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik sebelum pelayanan KB diberikan kepada klien, untuk memudahkan klien menentukan pilihan. 5) Memberi informasi tentang kontraindikasi pemakaian berbagai metode kontrasepsi. Pelaksanaan pelayanan KB perlu melakukan skrining atau penyaringan melalui pemeriksaa fisik terhadap klien untuk memastikan bahwa tidak terdapat kontraindikasi bagi pemakaian metoda kontrasepsi yang akan dipilih. Khusus untuk

7 17 tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju (informed consent) dari klien. 2. Pasangan Usia Subur Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara tahun, Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga memberi efek langsung penurunan fertilisasi (Suratun, 2008). Pasangan usia subur yaitu pasangan yang istrinya berumur tahun atau pasangan suami-istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (datang bulan) (BKKBN, 2009). 3. Unmet Need KB (Bukan Peserta KB) a. Definisi Unmet Need KB merupakan Wanita kawin usia subur dan tidak hamil, menyatakan tidak ingin punya anak lagi dan tidak memakai alat kontrasepsi seperti IUD, PIL, suntik, Implant, Obat Vaginal, dan kontrasepsi mantap untuk dirinya atau untuk suaminya atau wanita yang sedang hamil dan terjadinya kehamilan tersebut tidak sesuai dengan waktu yang dikehendaki dan sebelum hamil tidak menggunakan alat kontrasepsi (Hamid, 2012).

8 18 Unmet Need adalah perempuan yang berstatus menikah yang tidak menggunakan kontrasepsi, yang subur dan keinginan untuk berhenti melahirkan anak atau menunda kelahiran yang tidak diinginkan atau tidak tepat waktu, wanita pasca pastum amenore yang tidak menggunakan kontrasepsi dan ingin menunda atau mencegah kehamilan (WHO, 2010). Menurut BKKBN (2009) unmet need merupakan Pasangan Usia Subur (PUS) yang tidak menginginkan anak, menginginkan anak dengan jarak 2 tahun atau lebih tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi. b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Unmet Need KB Menurut Hartanto (2008), faktor yang mempengaruhi terjadinya unmet need antara lain: 1) Umur Penelitian mengenai hubungan antara umur dan kejadian Unmet Need KB sudah sering dilakukan karena variabel umur merupakan salah satu variabel latar belakang demografis dari responden yang paling mudah diketahui. Variabel umur ditemukan signifikan pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2004) yang menemukan bahwa kemungkinan terjadinya Unmet Need KB cenderung menurun seiring meningkatnya umur responden wanita. Pasangan usia subur yaitu pasangan yang istrinya berumur tahun atau pasangan suami-istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri

9 19 berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (datang bulan) (BKKBN, 2009). Variabel umur ditemukan signifikan pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2004) yang menemukan bahwa kemungkinan terjadinya unmet need cenderung menurun seiring meningkatnya umur responden wanita. Hasil penelitian Westoff dan Bankole (2006) menunjukkan adanya penurunan kebutuhan terhadap KB untuk menjarangkan kelahiran setelah mencapai usia 30 tahun dan kebutuhan KB untuk membatasi kelahiran mencapai puncaknya pada usia tahun. Dengan demikian hubungan antara umur dan kebutuhan KB berbentuk seperti huruf U terbalik, yaitu kebutuhan KB rendah pada umur muda dan tua, namun kebutuhan ini tinggi pada kelompok umur paling produktif (Isa, 2009) Variabel umur ditemukan signifikan pada penelitian yang dilakukan oleh Kaushik (2003) di India, Ahmadi dan Iranmahboob (2005) di Iran, dan juga di Indonesia oleh Prihastuti dan Djutaharta (2004) yang menemukan bahwa kemungkinan terjadinya Unmet Need KB cenderung menurun seiring meningkatnya umur responden wanita. Weinstein (2006) pada penelitian terhadap data Survei Demografi dan Kesehatan di Kyrgistan menemukan bahwa umur berhubungan dengan terjadinya Unmet Need KB untuk pembatasan

10 20 kelahiran, tetapi tidak berhubungan untuk penjarangan atau penundaan kelahiran 2) Pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Tingkat pendidikan menunjukan korelasi positif yang meningkat. Tingkat pendidikan menunjukan korelasi positif dengan terjadinya perubahan perilaku positif yang meningkat dan dengan demikian pengetahuan juga meningkat. Pembagian pendidikan menurut pengetahuan juga meningkat. Pembagian pendidikan menurut Depdiknas yaitu pendidikan dasar (SD,SMP), menengah (SMK, MA, MAK) tinggi (Akademi, PT) (Pro-Health, 2009). Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri (Notoatmodjo, 2010). Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseoarang makin baik pula pengetahuannya (Hary, 2006). Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB. Ini

11 21 disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah menerima ide dan tata cara kehidupan baru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan akan mempengaruhi pemilih jenis kontrasepsi. Hasil penelitian Matahari (2011) tentang hubungan tingkat pendidikan akseptor KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi di rumah bersalin Endang Widayat Waru Sidoarjo, didapatkan hasil bahwa p= 0,025 < α (0,05). Jadi Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti ada hubungan antara tingkat pendidikan akseptor KB terhadap pemilihan alat kontrasepsi. Hasil ini diperkuat dengan hasil penelitian (Isa, 2009). Variabel latar belakang pendidikan responden merupakan variabel yang sejak lama diteliti dan dianggap berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya unmet need. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel latar belakang pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian unmet need, seperti yang dilakukan oleh Westoff dan Bankole (2006) yang menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin rendah persentase terjadinya unmet need. Pendidikan bisa mempengaruhi kondisi unmet need karena orang berpendidikan akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang permasalahan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi, sehingga mereka bisa lebih mengerti mengenai alat atau cara KB tertentu beserta pengaruhnya pada kesehatan.

12 22 Dengan demikian, mereka bisa menentukan alat atau cara yang ingin digunakan dalam ber-kb, sehingga dapat lebih menghindari kemungkinan terjadinya unmet need. Orang yang memiliki pendidikan juga cenderung lebih mengerti tentang urgensi pembatasan kelahiran dan pembentukan keluarga yang berkualitas, serta manfaatnya bagi pembangunan, sehingga akan mempengaruhi preferensi fertilitas mereka pada tingkat yang lebih rendah dan secara otomatis menciptakan permintaaan terhadap alat atau cara KB tertentu. Jadi, pendidikan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi wanita secara psikologis dan fisiologis dalam menggunakan alat atau cara KB tertentu dan akan mengurangi kemungkinan terjadinya unmet need (Isa, 2009). Penelitian oleh Aryal, et.al (2006) terhadap data survei demografi dan kesehatan di Nepal menemukan bahwa kejadian unmet need justru ditemukan pada responden wanita yang memiliki pendidikan tinggi karena wanita yang berpendidikan akan lebih mengerti dan menyatakan kebutuhannya terhadap alat kontrasepsi untuk memenuhi preferensi fertilitasnya, sementara wanita yang tidak berpendidikan cenderung tidak memiliki motivasi untuk membatasi fertilitasnya. Sehingga apabila akses terhadap alat KB di tempat tersebut masih buruk, peluang wanita yang berpendidikan untuk mengalami status unmet need KB akan lebih besar (Isa, 2009).

13 23 3) Riwayat KB Pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2004) terhadap data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun ditemukan secara signifikan bahwa kejadian Unmet Need KB lebih cenderung terjadi pada wanita yang belum pernah menggunakan KB sama sekali daripada wanita yang sudah pernah atau masih menggunakan KB. Pengalaman menggunakan KB akan membuat wanita lebih mengerti dan dapat menentukan tindakan yang tepat bagi dirinya dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi dan untuk memenuhi keinginanya dalam preferensi fertilitas, sehingga hal ini akan semakin mengurangi peluang terjadinya Unmet Need KB. Westoff (2006) juga menentukan besarnya angka persentase kejadian Unmet Need KB pada orang yang belum pernah menggunakan KB dan orang yang tidak berniat untuk menggunakan KB di masa depan 4) Aktivitas Ekonomi (Pekerjaan) Pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti (2004), ditemukan hubungan yang signifikan antara Unmet Need KB dan status bekerja dari wanita, dimana di daerah perkotaan wanita yang bekerja memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami kejadian Unmet Need KB. Hal ini terjadi karena wanita yang bekerja akan lebih memiliki kepentingan untuk membatasi dan mengatur kehamilan atau kelahiran yang dia inginkan karena hal ini akan mempengaruhi karier dan pekerjaan mereka, sehingga menyebabkan

14 24 mereka memberi perhatian lebih terhadap pemakaian alat/cara KB tertentu yang selanjutnya dapat memperkecil kemungkinan kejadian Unmet Need KB. 5) Indeks Kesejahteraan Hidup (Penghasilan) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ahmadi dan Iranmahboob di Iran tahun 2005 terlihat bahwa variabel kesejahteraan keluarga responden berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan mengalami kejadian Unmet Need KB. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan Djutaharta di Indonesia tahun 2004 juga diperoleh kesimpulan bahwa responden yang berada ditingkat kesejahteraan menengah hingga teratas memiliki kemungkinan lebih kecil mengalami kejadian Unmet Need KB dibandingkan mereka yang hidup pada tingkat menengah kebawah dan terbawah (Isa, 2009). Menurut Notoatmodjo (2007) yang mengutip pendapat Andersen, menyatakan bahwa penghasilan memiliki pengaruh terhadap keikutsertaan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Penghasilan sesorang tidak dapat diukur sepenuhnya dari pekerjaannya. Bila dihubungkan dengan tingkat keikutsertaan pada program KB, orang pada tingkat penghasilan tinggi akan lebih mudah menerima dan mengikuti program ini. Sebaliknya orang dengan penghasilan rendah akan sangat sulit ikut dalam program KB. Hal ini

15 25 dikarenakan pada program KB, akseptor menanggung sendiri biaya yang dikenakan bila dia menggunakan salah satu alat kontras. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan Djutaharta di Indonesia tahun 2004 juga diperoleh kesimpulan bahwa responden yang berada ditingkat kesejahteraan menengah hingga teratas memiliki kemungkinan lebih kecil mengalami kejadian Unmet Need KB dibandingkan mereka yang hidup pada tingkat menengah kebawah dan terbawah. Klizjing (2008) juga menyatakan bahwa kejadian Unmet Need KB berhubungan dengan faktor ekonomi karena di Negara-Negara yang mengalami transisi dan pergolakan ekonomi, seperti Latvia, Lithuania dan Bulgaria, terjadi peningkatan kejadian Unmet Need KB, sehingga tingkat Unmet Need KB yang terjadi di Negara tersebut lebih tinggi dibandingkan Negara-Negara Eropa lainnya yang tidak mengalami pergolakan ekonomi. Variabel yang sejenis dan lebih sering digunakan untuk melihat hubungannya dengan kejadian Unmet Need KB adalah variabel pendapatan atau penghasilan yang memiliki fungsi sama, yaitu untuk melihat kesejahteraan dan daya beli yang dimiliki oleh responden. Ketika pendapatan seseorang naik, maka daya belinya juga akan naik dan kesejahteraannya secara otomatis juga akan naik.

16 26 Hamid (2012) menemukan bahwa pendapatan akan berbanding terbalik dengan peluang status Unmet Need KB. Dalam sebuah rumah tangga, pendapatan yang mereka miliki akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan yang paling primer yaitu makanan, sehingga pendapatan yang mereka miliki tidak terlalu besar, rumah tangga akan menjadi kebutuhan sekunder dan tersier, terutama barang bukan makanan, sebagai prioritas terakhir. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan terhadap alat KB yang membutuhkan biaya atau ongkos untuk memperolehnya, juga tidak akan dijadikan prioritas yang penting dalam pola konsumsi yang dijalankannya. Sehingga bagi rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan, pendapatan, dan daya beli yang rendah akan lebih mungkin bagi mereka mengalami kejadian Unmet Need KB karena mereka hanya akan menjadikan kebutuhan mereka terhadap alat Kontrasepsi sebagai prioritas kesekian untuk dipenuhi dengan keterbatasan anggaran konsumsi yang dimiliki (Isa, 2009). Menurut Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Banyumas tahun 2011, kabupaten banyumas menetapkan upah minimum regional sebesar Rp ,00, jika kurang dari Rp ,00 maka dianggap berpenghasilan rendah, antara Rp ,00 dianggap berpenghasilan menengah dan lebih dari Rp ,00 dianggap berpenghasilan atas

17 27 6) Dukungan suami Pada masa sekarang seorang wanita berkarier sudah merupakan suatu hal yang biasa, sesuai dengan tuntutan jaman. Wanita berkarier tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga untuk aktualisasi diri. Seorang wanita ingin lebih maju, sehingga ruang geraknya tidak lagi terbatas pada urusan rumah tangga, tetapi mulai masuk kewilayah yang lebih luas (Isa, 2009). Persetujuan suami merupakan salah satu variabel sosial budaya yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi bagi kaum wanita sebagai istri secara khusus, dan di dalam keluarga secara umum. Budaya patrilineal yang menjadikan pria sebagai kepala keluarga yang masih banyak dianut sebagian besar pola keluarga di dunia menjadikan preferensi suami terhadap fertilitas dan pandangan serta pengetahuannya terhadap program KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di dalam keluarga untuk menggunakan alat atau cara KB tertentu (Isa, 2009). Dalam beberapa penelitian, variabel penolakan atau persetujuan dari suami terbukti berpengaruh terhadap kejadian unmet need dalam rumah tangga. Kejadian unmet need seringkali terjadi ketika suami tidak setuju terhadap penggunaan alat atau cara KB tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan preferensi fertilitas, kurangnya pemahaman terhadap alat/cara KB, takut akan efek samping, masalah

18 28 sosial budaya, dan berbagai faktor lainnya. Kaushik (1999) dalam penelitiannya di India menunjukkan bahwa penerimaan suami terhadap KB berpengaruh signifikan terhadap kejadian unmet need, begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Litbang BKKBN di Indonesia pada tahun Casterline dan koleganya pada penelitian yang dilakukan di Filipina juga menemukan kesimpulan yang sama mengenai hubungan antara penerimaan suami terhadap KB dan kejadian unmet need (Isa, 2009). Menurut Gottlieb (1983) dalam Handayani (2009) bahwa dukungan sosial adalah informasi verbal dan non verbal, saran bantuan yang nyata yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, teman dan atasan. Menurut Kuntjoro (2002) dalam Handayani (2009) bahwa bentuk-bentuk dukungan sosial adalah informasi verbal dan non verbal, saran yang dapat terlibat dalam suatu kelompok yang memungkinkannya untuk berbagai minat, perhatian, suami menghargai atas kemampuan dan keahlian istri, suami dapat diandalkan ketika istri membutuhkan bantuan, dan suami merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri. Dengan adanya dukungan suami, tugas yang tadinya terasa berat menjadi lebih ringan

19 29 dan membahagiakan, sebaliknya juga suami istri dalam sebuah perkawinan tidak mampu menjalin kerjasama, maka hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam mengatasi permasalahan hidup lebih kompleks dikemudian hari (Handayani, 2009). 7) Jumlah Anak Jumlah anak adalah jumlah anak yang dimiliki oleh pasangan usia subur (PUS), dengan tidak memperhitungkan berapa kali wanita tersebut melahirkan anak. Jumlah anak sangat berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB (Boer, 2005). Deklarasi Hak Asasi Manusia yang dikenal dengan deklarasi teheran, mencantumkan dua hal pokok yang berkaitan dengan hak reproduksi (Boer, 2005) : a) Hak menentukan jumlah dan jarak anak. b) Hak mendapatkan pendidikan dasar dan informasi mengenai hal tersebut. Selanjutnya dalam Undang-Undang No.10 tahun 1992 dicantumkan tentang pengembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, juga menjamin hak dalam kedudukan yang sederajat setiappasangan untuk mengatur jumlah dan jarak kelahiran mereka. Keputusan tentang jumlah anak adalah hak orang tua, tetapi harus diimbangi dengan kesanggupan untuk memenuhi kewajibannya. Dua orang anak adalah jumlah anak yang ideal bagi keluarga

20 30 berencana. Namun masih banyak keluarga yang menganggap bahwa anak merupakan investasi yang sangat berharga. Semakin banyak anak, semakin banyak pula rezeki. Mereka cenderung memilih banyak anak. Dari segi ekonomi anak berguna bagi keluarga sebagai tenaga yang dapat diperbantukan untuk menambah penghasilan orang tua. Dalam kebijakan pembanguan keluarga kecil bahagia sejahtera, dianjurkan kepada pasangan usia subur yang telah mempunyai anak kurang dari dua orang, untuk mengikuti cara-cara pencegahan kehamilan dengan mengikuti program Keluarga Berencana yaitu maksud menjarangkan kehamilannya. Sedangkan yang telah mempunyai jumlah anak lebih dari dua, dianjurkan untuk mengakhiri kehamilannya dengan metode yang efektif dengan efek samping yang ringan (Boer 2005). Syam (2008) dalam penelitiannya di Bukit Tinggi Sumatera Barat, menemukan adanya hubungan antara jumlah anak hidup dengan kejadian Unmet Need KB dan begitu juga Klizjing (2008) yang menemukan adanya hubungan yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Westoff dan Bankole (2006), dan Prihastuti da Djutaharta (2004) terhadap data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia di Indonesia juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan kejadian Unmet Need KB. Hubungan antara Unmet Need KB dan jumlah anak hidup sangat dipengaruhi oleh preferensi fertilitas dari pasangan. Dengan demikian,

21 31 disini perlu dilihat dua kemungkinan situasi yang dapat mengakibatkan terjadinya Unmet Need KB yaitu apakah kebutuhan Keluarga Berencana untuk menjarangkan kelahiran ataukah kebutuhan Keluarga Berencan untuk membatasi kelahiran (tidak menginginkan anak lagi). Kedua kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh pertimbangan antara jumlah anak yang sudah dimiliki dengan preferensi fertilitas yang diinginkan oleh pasangan tersebut. Semakin besar jumlah anak masih hidup yang sudah dimiliki, maka akan semakin besar kemungkinan preferensi fertilitas yang diinginkan sudah terpenuhi, sehingga semakin besar peluang munculnya keinginan untuk menjarangkan kelahiran atau membatasi kelahiran dan begitu pula peluang terjadinya Unmet Need KB bagi wanita tersebut 8) Dukungan Keluarga Keluarga adalah unit/satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebuatn primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja. Banyak hal mengenai kepribadian yang diaunut dari keluarga yang pada saat-saat ini sering dilupakan orang. Keluarga sudah

22 32 seringkali kehilangan peranannya. Oleh karena itu adalah kebijaksanaan kalau dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas (Isa, 2009). 9) Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Lebih jauh, mengemukakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang over behavior (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hasil penelitian Hamid (2012) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya unmet need KB. Ditemukan responden dengan pengetahuan kurang, berpeluang 4,33 kali menjadi unmet need KB di banding responden yang berpengetahuan baik 10) Sikap Sikap (attitude), merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2007). Sikap adalah suatu predisposisi umum untuk beberapa atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif (Maramis, 2006).

23 33 Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb, menyatakan sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu, sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan suatu prilaku. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang ada dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Menurut Alport (1954) dalam Notoatmodjo (2007), sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecendrungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

24 34 B. Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi : Umur Pendidikan Riwayat KB Pekerjaan Keluarga Berencana Penghasilan Dukungan Suami Kejadian Unmet Need Jumlah Anak Dukungan Keluarga Pengetahuan Sikap Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Hartanto (2008), Prihastuti (2004), Isa (2009), Handayani (2009), Hamid (2012)

25 35 C. Kerangka Konsep Kerangka konsep/kerangka berfikir merupakan dasar pemikiran pada penelitian yang dirumuskan dari fakta-fakta, observasi dan tinjauan pustaka atau uraian dalam kerangka konsep menjelaskan hubungan dan keterkaitan antar variabel peneliti (Saryono, 2010). Variabel Independent Variabel Dependent Faktor-faktor yang mempengaruhi Unmet Need: a. Umur b. Pendidikan c. Riwayat KB d. Pekerjaan e. Penghasilan f. Dukungan Suami Kejadian Unmet Need Keterangan : : variabel yang diteliti : arah penelitian Gambar 2.2 Kerangka Konsep D. Hipotesis Hipotesis dalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut. Setelah melalui pembuktian, maka hipotesis dapat benar atau salah, bisa diterima bisa ditolak (Notoatmodjo, 2010). Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan faktor umur, pendidikan, riwayat KB, pekerjaan, penghasilan, dukungan suami dengan kejadian unmet need

26 36 pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Sokaraja II Tahun 2016.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Pengertian Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai Undang undang No.17 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai Undang undang No.17 Tahun 2007 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar atau hak fundamental warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sesuai Undang undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 1 BAB 2 TINJAUAN LITERATUR 2.1 Definisi dan Penghitungan Unmet Need Definisi unmet need sebagai kebutuhan KB yang tidak terpenuhi, secara umum memang tidak mengalami perubahan berarti sejak pertama kali

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Pengertian Menurut WHO (1970), Keluarga Berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan suami isteri untuk, (1), Menghindari kelahiran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 : keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai. masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai masalah. Masalah utama yang dihadapi di Indonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2014 mencapai 231,4 juta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama di Indonesia adalah penduduk yang cukup tingi. Laju pertumbuhan penduduk bervariasi pada tahun 2009 sebesar 2,4%, sedangkan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya laju pertumbuhan penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi Indonesia di bidang kependudukan. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penjarangan kelahiran (Depkes RI, 1999; 1). dan jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penjarangan kelahiran (Depkes RI, 1999; 1). dan jarak anak serta waktu kelahiran (Stright, 2004; 78). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga Berencana 1. Beberapa konsep tentang KB KB adalah merupakan salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan jalan memberikan nasehat perkawinan,pengobatan kemandulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan. Dari hasil penelitian diketahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus

BAB I PENDAHULUAN. setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia berada di urutan ke empat dengan penduduk terbesar di dunia setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus 2016 mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia adalah

Lebih terperinci

Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007)

Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007) Akseptor Keluarga Berencana 1. Pengertian Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007) 2. Jenis-jenis Akseptor KB a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi. 1. Indonesia yang kini telah mencapai 237,6 juta hingga tahun 2010 menuntut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat dalam tingkat jumlah penduduk terbesar di dunia dengan laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia berada di urutan ke empat dengan penduduk terbesar di dunia setelah Amerika, China, dan India. Jumlah penduduk Indonesia dari hasil Sensus 2010 mencapai angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 248,8 juta jiwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas, maupun persebarannya merupakan tantangan yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relative tinggi. Esensi tugas program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan pada hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman dan takwa kepada Tuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Program Keluarga Berencana (KB) Nasional yang dicanangkan sejak tahun 1970, kemudian dikukuhkan dan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010).

I. PENDAHULUAN. dengan jumlah penduduk sebanyak juta jiwa penduduk (BPS, 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar yaitu dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 juta jiwa penduduk (BPS, 2010). Di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan

BAB I PENDAHULUAN. menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya menempati posisi keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dengan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga Berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk ke empat terbesar di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) berpotensi meningkatkan status kesehatan wanita dan menyelamatkan kehidupannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Definisi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IUD DENGAN MINAT KB IUD DI DESA MOJODOYONG KEDAWUNG SRAGEN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IUD DENGAN MINAT KB IUD DI DESA MOJODOYONG KEDAWUNG SRAGEN HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IUD DENGAN MINAT KB IUD DI DESA MOJODOYONG KEDAWUNG SRAGEN Hajar Nur Fathur Rohmah, Ida Fitriana Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK Latar Belakang: Keluarga Berencana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. jiwa. Menurut data Badan Pusat Statistik sosial didapatkan laju pertumbuhan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Indonesia terus meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 237,6 juta jiwa. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan telah menjadi perhatian pemerintah Indonesia sejak ditandatanganinya deklarasi mengenai kependudukan oleh para pemimpin dunia termasuk presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara 2,15% pertahun hingga 2,49% pertahun. Tingkat pertumbuhan penduduk seperti itu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi

BAB I PENDAHULUAN. jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Kontrasepsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga berencana (KB) adalah upaya untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan keluarga,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya laju pertumbuhan penduduk yang terjadi merupakan suatu permasalahan yang dihadapi Indonesia, maka diperlukan perhatian serta penanganan yang sungguh sungguh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN-

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN- BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hasil penelitian UN- Deutsche Bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan sosial ekonomi (Rismawati, 2012). mengatur jarak kelahiran atau mengurangi jumlah kelahiran dengan

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan sosial ekonomi (Rismawati, 2012). mengatur jarak kelahiran atau mengurangi jumlah kelahiran dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang utama bagi wanita. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk merupakan masalah besar bagi Negara di dunia khususnya Negara berkembang. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya angka kelahiran di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan lamban, hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk setelah perang dunia kedua sangat cepat meningkat, oleh karena penemuan dalam bidang kesehatan diantaranya usia harapan hidup makin panjang, angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

SINOPSIS RENCANA TESIS ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PASANGAN USIA SUBUR TIDAK MENGGUNAKAN KONTRASEPSI DI DESA CERME KECAMATAN GROGOL KABUPATEN KEDIRI

SINOPSIS RENCANA TESIS ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PASANGAN USIA SUBUR TIDAK MENGGUNAKAN KONTRASEPSI DI DESA CERME KECAMATAN GROGOL KABUPATEN KEDIRI SINOPSIS RENCANA TESIS ANALISIS FAKTOR PENYEBAB PASANGAN USIA SUBUR TIDAK MENGGUNAKAN KONTRASEPSI DI DESA CERME KECAMATAN GROGOL KABUPATEN KEDIRI OLEH : CUCUN SETYA FERDINA PROGRAM STUDI FAKULTAS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan

Upaya meningkatkan pelayanan KB diusahakan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana (KB) Menurut WHO pengertian keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif tertentu, menghindari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Peran program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pertumbuhan penduduk merupakan perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit"

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cara keluarga berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cara keluarga berencana yang pertama dilakukan adalah dengan jalan berdoa dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana 2.1.1. Sejarah Keluarga Berencana Keluarga berencana bukanlah sesuatu yang baru, karena menurut catatan dan tulisan yang berasal dari Mesir kuno, Yunani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai

BAB I PENDAHULUAN. (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development) tanggal 5 sampai 13 September 1994 di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati

BAB I PENDAHULUAN. Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Delapan tujuan Millenium Development Goals (MDG s) telah disepakati oleh 191 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk dicapai pada tahun 2015 (WHO, 2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 228 juta jiwa. Dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Keluarga Berencana (KB 2.1.1 Sasaran Keluaraga Berencana Sasaran dan target yang ingin dicapai dengan program KB adalah bagaimana supaya segera tercapai dan melembaganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak kehamilan. terbentuknya keluarga kecil yang berkualitas (BkkbN, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga berencana adalah upaya untuk mewujudkan penduduk tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi hormonal adalah alat atau obat kontrasepsi yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kehamilan dimana bahan bakunya mengandung preparat estrogen dan progesteron,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) Keluarga Berencana adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) Keluarga Berencana adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO (World Health Organization) Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objekobjek tertentu, menghindari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga berencana telah menjadi salah satu sejarah keberhasilan dan telah diterapkan sejak tahun 1970 dalam rangka upaya pengendalian jumlah penduduk. Ledakan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. setinggi-tingginya. Derajat kesehatan masyarakat dapat dilihat dari berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama di Indonesia dalam bidang kependudukan adalah masih tingginya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi,

BAB 1 PENDAHULUAN. berkesinambungan. Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik, mental, maupun sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai saat ini, pertumbuhan penduduk yang cepat terjadi akibat dari tingginya angka laju pertumbuhan penduduk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara

BAB I PENDAHULUAN. adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pemikiran lahirnya Keluarga Berencana di Indonesia adalah adanya permasalahan kependudukan, karena Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduknya berada pada

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM KB

KERANGKA ACUAN PROGRAM KB KERANGKA ACUAN PROGRAM KB I. PENDAHULUAN Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbandingan karakteristik...,cicik Zehan Farahwati, FKM UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) berpotensi meningkatkan status kesehatan wanita dan menyelamatkan kehidupannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memungkinkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUR DAN PARITAS AKSEPTOR KB TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK

GAMBARAN UMUR DAN PARITAS AKSEPTOR KB TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK GAMBARAN UMUR DAN PARITAS AKSEPTOR KB TERHADAP PEMILIHAN KONTRASEPSI SUNTIK Lina Darmayanti Bainuan* *Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia, tercatat saat ini jumlah penduduk sebanyak 237,6 juta jiwa (menurut sensus 2010) dan laju

Lebih terperinci

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( ) GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 (633-646) HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRIA TENTANG KELUARGA BERENCANA DENGAN PERILAKU PRIA DALAM BERPARTISIPASI MENGGUNAKAN METODE KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. Pada analisis ini, variabel yang akan dieksplorasi adalah variabel kejadian

BAB V HASIL PENELITIAN. Pada analisis ini, variabel yang akan dieksplorasi adalah variabel kejadian 73 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Analisis univariat Pada analisis ini, variabel yang akan dieksplorasi adalah variabel kejadian kehamilan tidak diinginkan, variabel kegagalan kontrasepsi termasuk jenis metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai penyebab banyaknya jumlah

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai penyebab banyaknya jumlah 10 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Geografi dan Keluarga Berencana Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai penyebab banyaknya jumlah anak yang dimiliki PUS setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan latar belakang program Keluarga Berencana (KB) dengan menggunakan metode IUD, rumusan masalah yang timbul, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per tahun selama 2 tahun terakhir adalah sebesar 1,49% (Profil

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per tahun selama 2 tahun terakhir adalah sebesar 1,49% (Profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia tahun 2009 tercatat sebesar 231.369.592 jiwa, sedangkan dari hasil sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sebesar 237.556.363 jiwa. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah

BAB I PENDAHULUAN. pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi kearah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melalui kesepakatan International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 terjadi perubahan paradigma baru Program Keluarga Berencana Nasional (KBN).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Untuk mewujudkan penduduk Indonesia yang berkualitas maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara sedang berkembang yang tidak luput dari masalah kependudukan. Berdasarkan data hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo

BAB 1 PENDAHULUAN. dihasilkan dalam International Conference of Population Development (ICPD) Cairo BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan lingkungan strategis baik nasional, regional maupun internasional, telah memberi pengaruh pada program keluarga berencana nasional di Indonesia. Perubahan

Lebih terperinci

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU

ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU ANALISA PENURUNAN TFR DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROPINSI BENGKULU I. Pendahuluan Propinsi Bengkulu telah berhasil melaksanakan Program Keluarga Berencana ditandai dengan penurunan fertilitas dari 3% hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. (1969) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) merupakan bagian program pembangunan nasional di Indonesia yang sudah dimulai sejak masa awal pembangunan lima tahun (1969) yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli

BAB I PENDAHULUAN. yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, masalah kependudukan merupakan masalah penting yang mendapat perhatian dan pembahasan yang serius dari ahli kependudukan, baik di Indonesia maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ketahun. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi penduduk yang termasuk empat atau lima besar di dunia setelah Republik Rakyat China, India, Amerika Serikat dan kemudian Indonesia. Sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (Murdiyanti, 2007). mempunyai visi Keluarga Berkualitas tahun Keluarga berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana Nasional (Murdiyanti, 2007). mempunyai visi Keluarga Berkualitas tahun Keluarga berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara baik negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari jumlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2.1.1 Definisi Persepsi berasal dari bahasa lathin, persipere: menerima, perceptio: pengumpulan, penerimaan, pandangan, dan pengertian. Persepsi adalah kesadaran intuitif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah

BAB I PENDAHULUAN. Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) yang dimulai tahun 1970 telah meningkatkan angka prevalensi kontrasepsi (CPR) di Indonesia dari 26 persen tahun 1976 menjadi 62 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan. Realita yang ada saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya sangat padat. Hal ini terlihat dari angka kelahiran yang terjadi di setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak masalah kependudukan dan belum bisa teratasi hingga saat ini. Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Angka kematian merupakan barometer status kesehatan, terutama kematian ibu dan kematian bayi. Tingginya angka kematian tersebut menunjukkan rendahnya kualitas pelayanan

Lebih terperinci

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN :

Volume 2 / Nomor 2 / November 2015 ISSN : HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN SERENGAN Devi Pramita Sari APIKES Citra Medika Surakarta ABSTRAK Pasangan Usia

Lebih terperinci

Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total

Tingkat pertumbuhan sekitar 1,48% per tahun dan tingkat kelahiran atau Total BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Situasi dan kondisi Indonesia dalam bidang kependudukan, kualitasnya saat ini masih sangat memprihatinkan. Hal ini merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk dapat mengakibatkan laju

BAB I PENDAHULUAN. adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk dapat mengakibatkan laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Negara berkembang, termasuk Indonesia, masalah yang sering dihadapi adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk dapat mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DROP OUT (THE BEHAVIORAL FACTOR THAT INFLUENCES DROP-OUT FAMILY PLANNING ACCEPTOR)

FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DROP OUT (THE BEHAVIORAL FACTOR THAT INFLUENCES DROP-OUT FAMILY PLANNING ACCEPTOR) FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA DROP OUT (THE BEHAVIORAL FACTOR THAT INFLUENCES DROP-OUT FAMILY PLANNING ACCEPTOR) Aries Wahyuningsih*, Umi Hanik* *STIKES RS. Baptis Kediri,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI KONDOM DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS KASOKANDEL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Yeti Yuwansyah Penggunaan alat kontrasepsi sangat

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MULTIPARA TENTANG KONTRASEPSI IUD DI DESA SIDAHARJA WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATIBOGOR

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MULTIPARA TENTANG KONTRASEPSI IUD DI DESA SIDAHARJA WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATIBOGOR GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MULTIPARA TENTANG KONTRASEPSI IUD DI DESA SIDAHARJA WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATIBOGOR Amalia Kusumawati 1, Joko Kurnianto 2, Desy Fitrianingsih 3 Email :desy.fitrianingsih.df@gmail.com

Lebih terperinci

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIMPANG TIGA KABUPATEN PIDIE. TAHUN 2013 Nurbaiti Mahasiswi Pada STIKes U Budiyah Banda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1998 Indonesia dihadapkan dengan masalah jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Sesuai dengan pendapat Malthus yang

Lebih terperinci

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari

Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo Mesir tahun 1994 menekankan bahwa kondisi kesehatan tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, tetapi meliputi aspek mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan sangat berkaitan erat dengan kualitas masyarakat. Penduduk yang besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan berharga

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Peran suami, Akspektor Mantap (MOW).

ABSTRAK. Kata Kunci : Peran suami, Akspektor Mantap (MOW). HUBUNGAN PERAN SUAMI DENGAN ISTRI SEBAGAI AKSEPTOR MANTAP Ida Susila* Eka Furiyanti** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan **Mahasiswa Program Studi Diploma III Kebidanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah

I. PENDAHULUAN. tinggi. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk pada bulan Agustus 2010 jumlah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara berkembang yang memiliki banyak permasalahan penduduk, salah satunya adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode

I. PENDAHULUAN. metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine Device (IUD), implant, kondom, suntik, metode operatif untuk wanita (MOW), metode 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontrasepsi merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Pada saat ini telah banyak

Lebih terperinci