STRATEGI PENGEMBANGAN UKM BATIK DI KOTA MEDAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGEMBANGAN UKM BATIK DI KOTA MEDAN"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGEMBANGAN UKM BATIK DI KOTA MEDAN Frida Ramadini 1), Inggrita Gusti Sari Nasution 2) 1) Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara Kampus USU-Medan 2) Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara Kampus USU-Medan dhini92@gmail.com 1), inggrita_gs@yahoo.com 2) ABSTRAK Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memiliki peranan dalam pembangunan dan pertumbuhan perekonomian nasional. UKM berperan dalam penyediaan lapangan kerja dan berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat,mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Dengan keunggulan yang dimiliki, UKM juga memiliki posisi yang strategis bagi pengembangan ekonomi daerah. Pada saat ini industri batik dianggap sebagai sektor yang memiliki nilai kompetitif. Hal ini disebabkan selain karena karakteristiknya yang berbasis kepada budaya, industri batik juga memiliki kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah. Namun dalam kasus usaha batik di kota Medan, perkembangan usaha batik di kota Medan masih relatif stagnan meskipun produk ini membawa karakteristik lokal dengan beragam motif etnis khas Sumatera Utara sebagai keunikan produknya. Dengan menggunakan diagram Fishbone dan Force Field Analysis (FFA) untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh usaha batik di kota Medan, ditemukan bahwa masalah-masalah dalam pengembangan usaha batik di kota Medan muncul di sisi : pengrajin batik,wirausaha, bahan baku dan peralatan, penetrasi pasar, dukungan pemerintah dan konsumen. Maka agar pengembangan usaha batik di kota Medan dapat berjalan dengan optimal diperlukan sinergitas antara 3 (elemen) yaitu pemerintah, pelaku UKM dan akademisi sehingga usaha batik di kota Medan dapat berkembang menjadi produk lokal unggulan daerah. Kata kunci : strategi pengembangan,ukm,batik I. PENDAHULUAN Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia memiliki peranan dalam pembangunan dan pertumbuhan perekonomian nasional. UKM banyak memberikan kontribusi positif yang signifikan terhadap upaya penanggulangan masalah-masalah ekonomi dan sosial di Indonesia.UKM berperan dalam penyediaan lapangan kerja dan berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat,mendorong pertumbuhan ekonomi dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Dengan keunggulan yang dimiliki, UKM juga memiliki posisi yang strategis bagi pengembangan ekonomi daerah. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal sesuai potensinya menjadi sangat penting. Dengan keunggulan yang dimiliki, UKM menjadi sangat penting untuk mewujudkan pengembangan perekonomian daerah dan pemberdayaan masyarakat (Sulistyastuti,2004). Sebagai bagian dari usaha kecil dan menengah,industri kreatif perlu dikembangkan untuk mewujudkan program pengembangan ekonomi daerah. Hal ini dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi daerah dan kreativitas masyarakat sehingga dapat menghasilkan produk yang mempunyai keunggulan bersaing (competitive advantage). Industri kreatif memerlukan strategi keunggulan bersaing untuk mampu bersaing.untuk itu industri kreatif perlu mempersiapkan diri sebaik mungkin dan mampu meningkatkan daya saing.daya saing merupakan kemampuan untuk mempertahankan pangsa pasar. Daya saing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omzet penjualan dan profitabilitas perusahaan. Indikator-indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran daya saing, diantaranya pertumbuhan nilai atau volume output, inovasi produk, pangsa pasar, nilai omzet, kualitas produk, profit, tingkat pendidikan rata-rata pekerja dan pengusaha, jumlah sertifikat standardisasi yang dimiliki dan jumlah paten yang dibeli, standardisasi, jenis teknologi yang digunakan, pemasaran,produksi, produktivitas atau efisiensi, nilai mesin dan peralatan produksi atau nilai asset, jumlah pengeluaran promosi, dan jaringan kerja atau kerja sama dengan pihak lain (Megasari,2014). Salah satu sub sektor industri kreatif yang cukup berkembang di Indonesia adalah industri batik. Sejak UNESCO menetapkan batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia (World Heritage) batik semakin berkembang. Hal ini menjadikan Indonesia memilki banyak jenis batik. Batik Medan hadir dengan beragam motif etnik khas Sumatera Utara yang tampil atraktif dengan motif ornamen dari berbagai macam suku yang 135

2 ada di wilayah ini, seperti ornamen Tapanuli Utara (Batak Toba), Mandailing, Tapanuli Tengah, Simalungun, Pakpak Dairi, Karo, Melayu Deli dan Nias. Perkembangan batik Sumut menjadi suatu hal yang menarik untuk diperhatikan. Kondisi saat ini batik khas Sumatera Utara dengan skala usaha kecil (kurang dari sepuluh industri batik) mulai mengalami pertumbuhan. Meskipun pada saat ini produk yang dihasilkan masih hanya merambah pasar lokal, industri ini sangat berpotensi untuk dapat dikembangkan karena dapat mengangkat budaya lokal dan menjadi alternatif pilihan di tengah-tengah tren batik yang kini sedang booming. Menurut Ramadhini dan Sari (2012), industri batik Sumut berpotensi untuk dikembangkan.pemberdayaan masyarakat lokal dan motif batik Sumut yang khas dan unik dapat dijadikan sebagai keunggulan produk untuk dapat merebut pasar yang lebih luas merupakan peluang yang bisa didapatkan dalam pengembangan industri batik Sumut.Batik Sumut berpotensi untuk dapat dikembangkan karena dapat melestarikan dan mengangkat budaya lokal dan menjadi alternatif pilihan batik nasional. Hambatan pengembangan industri batik Sumut adalah terletak pada permasalahan ketersediaan bahan baku, keterbatasan sumber daya manusia dan persaingan dengan batik Jawa.Pengembangan dapat dilakukan dengan perbaikan dalam manajemen produksi dan manajemen pemasaran yang baik dan kerja sama dengan berbagai lembaga terkait secara lebih intensif.hal ini menjadi tantangan sekaligus menjadi permasalahan dalam pengembangan industri batik Sumut khususnya batik Medan yang masih relatif stagnan. Penelitian ini dilakukan pada UKM batik di kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan UKM batik di kota Medan dan menyusun strategi pengembangan batik di kota Medan. Dengan mengetahui permasalahan yang ada UKM akan dapat mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin untuk mampu bersaing. Dan dengan adanya strategi pengembangan UKM batik diharapkan akan dapat mengembangkan usaha batik sehingga mampu meningkatkan daya saing. II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil dan Menengah, yang dimaksud dengan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang ini (Saiman,2009). Sedangkan yang dimaksud dengan Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Adapun Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp ,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha ; atau 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp ,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) Sedangkan Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut : 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp ,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,- (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp ,- (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,- (lima puluh miliar rupiah) Kendati terdapat beberapa definisi mengenai usaha kecil namun usaha kecil mempunyai karakteristik yang hampir seragam.pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi.kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga,kerabat,pedagang perantara,bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum (Hindasah,2011). Menurut Demirbag et,al (2006), keberhasilan usaha kecil dan menengah (small medium enterprises) memiliki dampak langsung terhadap pembangunan ekonomi baik pada negara maju maupun negara berkembang.usaha kecil dan menengah memiliki kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja dengan biaya minimum,mereka adalah pelopor dalam dunia inovasi dan memiliki fleksibilitas tinggi yang memungkinkan usaha tersebut untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (Brock dan Evans,1986;ACS dan Audretsch,1990). 136

3 Untuk menjadi kegiatan ekonomi yang memiliki nilai tambah dan berdaya saing tinggi UKM membutuhkan strategi pengembangan yang terintegrasi, sehingga UKM tidak hanya memiliki keunggulan komparatif tetapi juga memiliki keunggulan kompetitif. UKM batik perlu memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif agar dapat bertahan dan bersaing dalam menghadapi persaingan global. Melihat berbagai permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan UKM, maka dibutuhkan suatu strategi pengembangan UKM agar perkembangan UKM di Indonesia berjalan dengan cepat, permasalahan yang dihadapi UKM dapat direduksi, dan UKM mempunyai keunggulan yang kompetitif (Hafsah,2004). Daya saing merupakan kemampuan untuk mempertahankan pangsa pasar.daya saing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omzet penjualan dan profitabilitas perusahaan. Indikator-indikator yang dapat digunakan dalam pengukuran daya saing, diantaranya pertumbuhan nilai atau volume output, inovasi produk, pangsa pasar, nilai omzet, kualitas produk, profit, tingkat pendidikan rata-rata pekerja dan pengusaha, jumlah sertifikat standardisasi yang dimiliki dan jumlah paten yang dibeli, standardisasi, jenis teknologi yang digunakan, pemasaran,produksi, produktivitas atau efisiensi, nilai mesin dan peralatan produksi atau nilai asset, jumlah pengeluaran promosi, dan jaringan kerja atau kerja sama dengan pihak lain (Megasari,2014). Menurut Tambunan (2002), karakteristik UKM yang memiliki keunggulan kompetitif adalah sebagai berikut : (a) memiliki kualitas SDM yang baik, (b) pemanfaatan teknologi yang optimal, (c) mampu melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas, (d) mampu meningkatkan kualitas produk, (e) memiliki akses promosi yang luas, (f) memiliki sistem manajemen kualitas yang terstruktur, (g) sumber daya modal yang memadai, (h) memiliki jaringan bisnis yang luas, dan (i) memiliki jiwa kewirausahaan. III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memungkinkan dalam pengumpulan informasi tentang suatu objek secara lebih rinci untuk melihat makna di balik objek dan memahami fenomena yang ada. Penelitian ini menggunakan data primer (data dasar yang didapatkan di lapangan). Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan penyebaran kuisioner. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pelaku UKM batik di kota Medan yang berjumlah 6 (enam) orang. Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling yakni sampel jenuh atau sensus dikarenakan jumlah populasi yang tidak banyak jumlahnya maka peneliti memutuskan untuk mengambil semua populasi yang ada untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada digunakan diagram sebab akibat (diagram ishikawa/fishbone). Diagram ini merupakan alat untuk visualisasi sintesis dari identifikasi faktor penyebab dalam suatu permasalahan. Menurut Tague dalam Adhanita (2004:27), diagram ini dapat digunakan dalam penelitian untuk mengidentifikasi penyebab masalah yang ada atau mengidentifikasi manajemen resiko dalam pelaksanaan sebuah proyek. Sehingga langkah-langkah tindakan dan perbaikan akan lebih mudah dilakukan jika masalah dan akar penyebab masalah teridentifikasi. Teknik analisis data menggunakan analisis medan kekuatan atau Force Field Analysis (FFA) yang dikembangkan oleh Lewin dan secara luas digunakan untuk menginformasikan pengambilan keputusan, terutama dalam perencanaan dan pelaksanaan program manajemen perubahan dalam organisasi. Menurut Narayanasamy dalam Adhanita (2009), FFA digunakan untuk mencari dan menganalisis kekuatan yang dapat mempengaruhi situasi dan menyebabkan perubahan ke arah positif. Masalah utama yang dihadapi dalam analisis sebab dan akibat (Fishbone) menjadi tujuan dalam analisis FFA. Kemudian mengklasifikasikan faktor kekuatan dan peluang dan faktor kelemahan dan ancaman dengan memberikan nilai berdasarkan kondisi aktual. Kedua faktor akan menjadi kunci untuk menganalisis sejauh mana kita mampu mempengaruhi dan membawa perubahan ke situasi yang lebih baik. Menurut Sianipar dan Entang dalam Fatih (2010), adapun tahap-tahap Force Field Analysis (FFA) adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi masalah berdasarkan isu strategis. Isu strategis dapat menyangkut aspek kelembagaan. Dari beberapa aspek tersebut dapat diidentifikasi masalah-masalah dalam pengembangan batik. Mengelompokkan masalah-masalah tersebut untuk dianalisis 2. Menganalisis masalah dengan mengidentifikasi berbagai kekuatan pendorong (driving force) dan kekuatan penghambat (restraining force) Selanjutnya faktor-faktor pendorong dan penghambat dinilai berdasarkan skor. Skor yang diberikan tersebut diberikan berdasarkan aspek-aspek berikut : 1. Urgensi atau bobot faktor dalam mencapai kinerja 2. Dukungan atau kontribusi tiap faktor dalam mencapai kinerja 3. Keterkaitan antar faktor dalam mencapai kinerja 137

4 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Permasalahan UKM Batik Di Kota Medan Permasalahan dalam pengembangan UKM Batik Di Kota Medan dapat diidentifikasi melalui diagram Ishikawa (Fishbone) berikut ini : Gambar 4.1 Diagram Ishikawa (Fishbone) Duri ikan menggambarkan permasalahan yang dihadapi UKM batik di kota Medan, yang terdiri dari permasalahan pengrajin, wirausaha, bahan baku dan peralatan, penetrasi pasar, dukungan pemerintah dan konsumen. Permasalahan pengrajin terletak pada jumlah ketersediaan pengrajin, kurangnya tenaga kerja yang terampil dan kreatif serta pengrajin yang kurang menjiwai seni membatik. Permasalahan wirausaha adalah totalitas dalam berwirausaha, kurangnya semangat dan motivasi berwirausaha dan kurangnya kreativitas wirausaha. Permasalahan bahan baku dan peralatan meliputi bahan baku dan peralatan membatik sulit didapat, bahan baku dan peralatan tergantung dari Pulau Jawa dan bahan pewarna masih menggunakan bahan kimia. Jaringan usaha dan penetrasi pasar mempunyai permasalahan dimana usaha belum memiliki segmen pasar dan target pasar yang jelas, saluran distribusi produk masih sederhana serta promosi belum optimal. Pemerintah belum mendukung pelaku usaha batik sepenuhnya dan konsumen khususnya di kota Medan masih belum mengetahui dan menyukai batik Medan juga menjadi permasalahan lainnya dalam pengembangan UKM batik di kota Medan Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan UKM Batik di Kota Medan Setelah memperhatikan permasalahan pengembangan UKM batik di kota Medan dengan menggunakan diagram Fishbone diatas, maka dapat diidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat UKM batik di kota Medan dalam tabel berikut ini : Tabel 4.1. Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Pengembangan UKM Batik Di Kota Medan Faktor Pendorong (Driving Factors) 1. Keberadaan batik sebagai warisan budaya 2. Keunikan produk yang menggunakan motif etnik khas Sumut 3. Promosi 4. Daya tarik wilayah Sumber : Data Primer diolah (2016) Faktor Penghambat (Restraining Factors) 1. Jumlah dan ketersediaan pengrajin batik 2. Totalitas berwirausaha 3. Bahan baku dan peralatan membatik 4. Penetrasi pasar 5. Dukungan pemerintah 6. Konsumen 7. Persaingan dengan batik Jawa dan Malaysia 138

5 4.3. Analisis Medan Kekuatan (Force Field Analysis) Teknik Force Field Analysis (FFA) menyatakan bahwa suatu sistem pada keadaan keseimbangan terjadi karena adanya keseimbangan faktor-faktor yang berperan dalam sistem tersebut (Sianipar dan Entang, dalam Fatih,2010). Faktor-faktor yang berperan dalam sistem tersebut terdiri dari faktor-faktor pendorong dan faktorfaktor penghambat. Faktor pendorong akan memperkuat keseimbangan menuju kepada apa yang diinginkan berupa kekuatan dan peluang. Faktor-faktor penghambat akan menghambat keseimbangan menjauhi apa yang diinginkan berupa kelemahan dan ancaman. Gambaran faktor-faktor pendorong dan penghambat berikut nilai dorongan dan hambatannya tersaji dalam tabel berikut ini : Tabel 4.2. Identifikasi Faktor Pendorong dan Faktor Penghambat Pengembangan UKM Batik Di Kota Medan No Faktor Pendorong (Driving Factors) TNB No Faktor Penghambat (Restraining Factors) TNB Kekuatan Kelemahan 1 2 Keunikan Produk Batik sebagai warisan budaya 5,50 4, Jumlah dana ketersediaan pengrajin Totalitas berwirausaha Bahan baku dan peralatan Penetrasi pasar 2,60 2,60 2,34 1,68 TOTAL KEKUATAN 9,90 TOTAL KELEMAHAN 9,22 Peluang Ancaman 3 Daya tarik wilayah 3,52 5 Dukungan pemerintah yang belum optimal 3,60 4 Promosi 5,50 6 Konsumen 3,24 7 Persaingan dengan batik Jawa dan Malaysia 2,32 TOTAL PELUANG 9,02 TOTAL ANCAMAN 9,16 TOTAL FAKTOR PENDORONG 18,92 TOTAL FAKTOR PENGHAMBAT 18,38 Sumber : Data Primer diolah (2016) Keterangan : TNB = total nilai bobot Tabel diatas menggambarkan faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam analisis medan kekuatan (force field analysis). Berdasarkan hasil analisis faktor pendorong dan penghambat diperoleh total nilai bobot faktor (TNB) dari keseluruhan total faktor pendorong adalah 18,92 dan hasil analisis faktor-faktor penghambat diperoleh nilai total THB sebesar 18,38. Nilai total faktor pendorong 18,92 lebih besar dari nilai total faktor penghambat 18,38. Dengan demikian pengembangan telah berada pada posisi ke arah positif yang berarti UKM batik di kota Medan memiliki peluang pasar yang prospektif untuk dikembangkan. Adapun yang menjadi faktor kunci dalam pengembangan batik di kota Medan dapat diketahui dengan menentukan faktor kunci keberhasilan (FKK). FKK ini diperoleh dari menentukan variabel yang memiliki bobot terbesar dalam faktor pendorong dan faktor penghambat. Hasil analisis menyatakan FKK dalam pengembangan batik tercantum pada tabel berikut ini : Tabel 4.3. Faktor Kunci Keberhasilan UKM Batik Faktor Pendorong (Driving Factors) Kekuatan Keunikan Produk Peluang Promosi Faktor Penghambat (Restraining Factors) Kelemahan Totalitas Berwirausaha Ancaman Dukungan Pemerintah Sumber : Data Primer diolah (2016) 139

6 4.4. Identifikasi Solusi Dan Aktivitas Dalam Pengembangan Batik Di Kota Medan Kota Medan sebagai salah satu kota yang memiliki tingkat heterogenitas yang tinggi mulai memiliki batik etnis. Walaupun batik bukanlah budaya yang ada di Sumatera Utara khususnya di kota Medan namun beberapa tahun terakhir batik sudah mulai dikembangkan. Keunikan yang terdapat pada batik Medan terletak pada motif ornamen yang dipadukan dengan motif ulos dari berbagai etnik suku di Sumatera Utara. Motif batik disesuaikan dengan 5 (lima) etnis Batak yang ada di Sumatera Utara, yaitu Mandailing, Tapanuli Utara (Toba), Simalungun, Karo, Pakpak Dairi dan Tapanuli Tengah. Motif dari lima etnis Batak itu diantaranya adalah corak dari kain ulos Batak, seperti motif Hari Hara Sundung Di Langit yang menunjukkan ciri khas Batak Toba dan motif Pani Patunda dari Simalungun. Selain itu motif Melayu seperti Pucuk Rebung, Semut Beriring, dan Itik Pulang Petang. Motif Toba terdiri dari Desa Nawalu, Gorga Sitompi. Batak Mandailing dengan motif Matahari juga dikembangkan sebagai motif batik Medan. Setelah melihat adanya 4 (empat) faktor kunci keberhasilan pengembangan batik Medan, maka dapat diberikan beberapa solusi dan aktivitas yang dapat dilakukan untuk pengembangan batik Medan, antara lain : 1. Keunikan Produk Sebagai Faktor Kekuatan Untuk Pengembangan Batik Medan Dengan melihat berbagai motif etnik tersebut, batik Medan sudah memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan batik dari daerah lainnya. Namun motif-motif tersebut masih terlihat kaku dan kombinasi warna yang kontras, sehingga terkesan batik Medan hanya dapat digunakan untuk acara formal saja seperti acara adat dll. Oleh karena itu solusi yang dapat ditawarkan agar batik Medan dapat lebih berkembang antara lain memodifikasi paduan warna agar menjadi lebih menarik perhatian konsumen, mengembangkan desain batik dengan banyak variasi dan tidak hanya menjadikan kain batik sebagai pakaian resmi saja tetapi menjadikan kain batik sebagai pakaian fashionable dan juga batik dapat dikembangkan menjadi produk-produk dekorasi rumah (home décor) dan kerajinan tangan (handycraft). 2. Promosi Sebagai Faktor Peluang Dalam Pengembangan Batik Medan Sejauh ini pasar batik Medan masih terbatas pada kalangan tertentu seperti instansi pemerintah, swasta, sesama pengrajin dan persatuan guru di Medan. Masih banyak masyarakat Medan yang belum mengetahui bahwa Medan memiliki batik. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan batik Medan disebabkan oleh kurang gencarnya promosi batik Medan. Promosi yang dilakukan selama ini adalah terbatas pada mengikuti pameran lokal yang diselenggarakan oleh dinas-dinas terkait Pemko Medan. Promosi dengan menggunakan media sosial juga belum optimal digunakan. Solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah pelaku UKM harus lebih aktif dan gencar membuat program-program promosi seperti mengikuti ajang pameran dengan skala nasional secara mandiri dan tidak hanya tergantung pada pemerintah daerah saja, dan juga harus lebih aktif mengikuti perkembangan bentuk-bentuk promosi melalui media sosial, sehingga masayarakat luas lebih banyak mengenal produk batik Medan. Selain itu pelaku UKM sebaiknya mempunyai outlet penjualan yang tetap yang berfungsi untuk mempromosikan dan membantu pemasaran produk batik Medan. Di sisi lain dukungan pemerintah dalam mempromosikan batik Medan juga sangat berperan. Hal yang bisa dilakukan adalah dengan cara memberikan kesempatan kepada pelaku UKM untuk diikutsertakan dalam pameran dengan skala yang lebih besar baik di dalam maupun di luar negeri, bukan hanya sekedar mengikutsertakan produk UKM tanpa ada pelaku UKM nya. 3. Totalitas Berwirausaha Sebagai Faktor Kelemahan Dalam Pengembangan Batik Medan Pelaku UKM harus memiliki mental wirausaha bukan mental makelar. Pelaku UKM harus dapat menciptakan produk yang bernilai tinggi dengan kualitas yang baik. Dibutuhkan keseriusan dan totalitas dalam menghasilkan produk dengan terus belajar berinovasi dan mengembangkan kreativitas. Produk yang diciptakan harus punya karakter yang kuat dan mengikuti perkembangan fashion yang ada saat ini. Pelaku UKM harus mendokumentasikan motif dengan baik karena mode itu berputar kembali biasanya setelah 10 tahun pembeli akan mencari kembali motif yang dulu pernah dibelinya. Selain itu wirausaha harus aktif menjalin kerjasama dengan pihak-pihak tertentu misalnya bermitra dengan hotel,restoran,kantor yang ada di kota Medan untuk melakukan penawaran produk batik bukan saja dalam bentuk pakaian tetapi produk batik yang sudah dimodifikasi dalam bentuk home décor, dll. Untuk itu wirausaha harus mampu memberdayakan pengrajin agar lebih kreatif dengan cara mengambil tenaga kerja dari kota batik lainnya. Lalu membentuk komunitas pengrajin dan menunjuk koordinator yang bertanggung jawab, diharapkan nantinya para koordinator ini dapat memberikan multiplier effect bagi masyarakat sekitarnya. 4. Dukungan Pemerintah Sebagai Ancaman Dalam Pengembangan Batik Medan Kurang optimalnya dukungan pemerintah dalam pengembangan batik Medan menjadi ancaman bagi pelaku UKM batik di kota Medan. Selama ini dukungan, keaktifan dan perhatian dari pemerintah belum serius dalam mengembangkan usaha batik di kota Medan, masih terbatas pada pelatihan dan pameran yang lebih banyak bersifat lokal dan kurangnya pembinaan yang dilakukan oleh SKPD (satuan kerja perangkat daerah) terkait. Seharusnya dinas-dinas terkait dapat mendukung dan membantu para pengrajin maupun wirausaha seperti memberikan pelatihan yang rutin dan tindak lanjutnya serta memberikan kesempatan 140

7 kepada pengrajin maupun wirausahanya untuk mempromosikan batik melalui ajang pameran yang berskala nasional/internasional, seperti Inacraft, dll. Dan perlu upaya pemerintah untuk lebih membudayakan batik dengan cara mewajibkan pegawai negeri, pegawai swasta dan anak sekolah pada hari-hari tertentu untuk menggunakan batik Medan. Permasalahan sulitnya mendapatkan pengrajin yang terampil bisa diatasi dengan cara memberdayakan anak-anak jalanan untuk terlibat dalam proses membatik, karena anak-anak jalanan memiliki potensi untuk berkarya dan berkreasi. Hal ini merupakan salah satu langkah yang dilakukan pemerintah kota Bogor untuk mengatasi kesulitan mendapatkan tenaga kerja untuk membatik. Agar solusi dan aktivitas di atas dapat direalisasikan untuk pengembangan UKM batik di kota Medan, diperlukan suatu model pengembangan. Model yang dapat digunakan adalah model sinergitas sebagai suatu strategi dan langkah nyata pengembangan UKM batik di kota Medan yang komprehensif. Sinergi dapat dilakukan antara pemerintah (government), pelaku UKM (businessman) dan akademisi (academician), seperti terlihat pada gambar berikut ini : Peran Pemerintah Akademisi Kebijakan Bimbingan Pembinaan Pelaku UKM Batik Penelitian Pengabdian Brainstorming Gambar 4.2 Model Sinergitas Pengembangan Batik Di Kota Medan Pengembangan UKM batik bisa berjalan jika ada kerjasama yang baik dari 3 (tiga) elemen tersebut. Ketiga elemen tersebut harus mampu berperan dalam pengembangan UKM. Pemerintah memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengoptimalisasi potensi yang ada pada UKM. Pemerintah diharapkan mampu menjadi pembuat kebijakan yang memberi kemudahan bagi UKM untuk mengembangkan usahanya. Dan dalam mengemban tanggung jawab ini pemerintah membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah akademisi yang berperan melalui fungsi perguruan tinggi dalam bidang pengabdian masyarakat dan juga riset-riset yang diarahkan dalam pengembangan UKM batik di kota Medan. Selain itu juga diperlukan kegiatan diskusi ilmiah yang menghadirkan akademisi dan pelaku UKM untuk saling bertukar pikiran atau pendapat dalam kegiatan brainstorming. Jika elemen pemerintah, UKM dan akademisi berjalan masing-masing tanpa adanya sinergi maka bisa jadi yang dikerjakan suatu elemen akan saling meniadakan atau tumpang tindih. V. Kesimpulan Dan Saran 5.1. Kesimpulan Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Permasalahan yang dihadapi oleh pelaku UKM batik di kota Medan terdiri dari permasalahan pengrajin, wirausaha, bahan baku dan peralatan, jaringan usaha dan penetrasi pasar, dukungan pemerintah dan konsumen. 2. Keberadaan batik sebagai warisan budaya, keunikan produk yang menggunakan motif etnik khas Sumut dan promosi dan daya tarik wilayah merupakan faktor-faktor pendorong pengembangan UKM batik di kota Medan. Sedangkan jumlah dan ketersediaan pengrajin batik, totalitas berwirausaha, bahan baku dan peralatan membatik, penetrasi pasar, dukungan pemerintah, konsumen dan persaingan dengan batik Jawa dan Malaysia merupakan faktor-faktor penghambat pengembangan UKM batik di kota Medan. 3. Berdasarkan analisis medan kekuatan (force field analysis) dengan melihat skor tertinggi maka ada 4 (empat) kunci keberhasilan yang menjadi kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman. 4. Keunikan produk merupakan faktor kekuatan, promosi merupakan faktor peluang, totalitas berwirausaha merupakan faktor kelemahan dan dukungan pemerintah merupakan faktor ancaman. 5. Model sinergitas dapat digunakan sebagai suatu strategi dan langkah nyata pengembangan UKM batik di kota Medan yang komprehensif. Sinergi dapat dilakukan antara pemerintah (government), pelaku UKM (businessman) dan akademisi (academician) 141

8 5.2. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan dalam pengembangan UKM batik di Kota Medan adalah sebagai berikut: 1. Pelaku UKM harus memiliki mental wirausaha bukan mental makelar.pelaku UKM harus dapat menciptakan produk yang bernilai tinggi dengan kualitas yang baik. Dibutuhkan keseriusan dan totalitas dalam menghasilkan produk dengan terus belajar berinovasi dan mengembangkan kreativitas. Produk yang diciptakan harus punya karakter dan mengikuti perkembangan fashion yang ada saat ini. Pelaku UKM harus mendokumentasikan motif dengan baik karena mode itu berputar kembali biasanya setelah 10 tahun pembeli akan mencari kembali motif yang dulu pernah dibelinya. 2. Dibutuhkan dukungan, keaktifan dan perhatian dari pemerintah secara serius dalam mengembangkan ukm batikl di kota Medan. Seperti diskusi bersama antara pemerintah dengan pelaku UKM. Diperlukan program pemerintah untuk terus memajukan ukm batik di kota Medan seperti aksi dari pemimpin daerah yang menunjukkan rasa cinta akan produk batik kota Medan. 3. Akademisi harus ikut berperan serta dalam pengembangan UKM batik di kota Medan melalui kegiatan riset dan pengabdian pada masyarakat yang diarahkan pada pengembangan UKM, khususnya UKM batik di kota Medan. DAFTAR PUSTAKA Acs,Z., Audretsch, D., 1990, The Economics of Small Firms : A European Challenge, Kluwer Academic Publishers, Norwall MA. Adhanita,Septiara., 2013, Pengembangan Batik Jambi Motif Sungai Penuh Sebagai Bentuk Kontribusi Pada Pembangunan, Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota Semarang, Semarang. Brock,W., and Evans,D., 1986, The Economics of Small Business : Their Roles and Regulations in US Economy, Holmes & Meier Publishers, Teaneck, NJ. Demirbag,M.,Tatoglu,E.,Tekinsus,M., and Zaim,S., 2006, An Analysis of The Relationship Between TQM Implementation And Organizational Performance : Evidence From Turkish SMEs, Journal of Manufacturing Technology Management. Fatih, Cholid., 2010, Strategi Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut Di Kabupaten Tuban, J-SEP Vol. 4 No. 3 Hafsah,M.J., 2004, Upaya Pengembangan Usaha Kecil danmenengah(ukm), Infokop,No.25TahunXX, Jakarta. Hindasah,Lela., 2011, Strategi Survival Dan Faktor-FaktorPenentu Survival Industri Kecil (Studi Empiris Industri Gegabah,Kasongan,Bantul,Yogyakarta, Prosiding Seminar Internasional Dan Call For Papers Towards Excellent Small Business, Yogyakarta. Hisrich,Robert D., And Michael P. Peters., 2005, Entrepreneurship.Fifth Edition, McGraw-Hill Higher Education, New York. Hutagalung, Raja Bongsu.,Syafrizal Helmi Situmorang.,Frida Ramadini., 2010, Kewirausahaan, USU Press, Medan. Lupiyoadi, Rambat., 2007, Entrepreneurship From Mindset ToStrategy, Salemba Empat, Jakarta. Megasari, Kartika Ayu., 2014, Identifikasi Kesiapan Daya Saing Industri Kecil Menengah(IKM) Alas Kaki Di Kota Mojokerto Menghadapi PasarBebas, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang. Nasution, Lazuardi., 2013, Bonus Arus Bebas Tenaga Kerja Terampil 2015 : Indonesia Harus Tingkatkan Daya Saing. Bulletin Kerjasama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan RI, Edisi I, Jakarta. Pusparini,Hesti., 2011, Strategi Pengembangan Industri Kreatif di Sumatera Barat, Artikel Perencanaan Pembangunan Pascasarjana, Universitas Andalas, Padang. Rizal, HB Achmad., dkk 2012, Kajian Strategi Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Hutan Rakyat Di Provinsi Sulawesi Selatan (Study on Optimalisation Strategy of Private Forest Land Utilization in South Sulawesi), Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol.9 No.4 Ramadini,Frida., dan Sari, Linda Raina., 2012, Pengembangan Industri Batik Sumatera Utara, Jurnal Inovasi, Medan. 142

9 Syamwil,Rodia., 2015,.Pengembangan Batik Berbasis Zat Warna Alam Untuk Menunjang Pariwisata Kabupaten Kendal (StudiKasus Di Batik Linggo), Prosiding Seminar Nasional IENACO. Semarang. Suliyanto.,dkk 2015, Persepsi Generasi Muda Terhadap Profesi Pengembangan Batik Tulis Di Purbalingga, 3 rd Economics & Business Research Festival Vol.18 No.1. Sulistyastuti,Dyah Ratih., 2004,.Dinamika Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Analisis Konsentrasi Regional UKM di Indonesia , Jurnal Ekonomi Pembangunan, Jakarta. Sugiyono., 2013, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung. Saiman, Leonardus., 2009, Kewirausahaan,Teori,Praktek Dan Kasus-Kasus, Salemba Empat,Jakarta. Tambunan,T., 2002, Usaha Kecil danmenengah di Indonesia ;Beberapa Isu Penting, Salemba, Jakarta. Zimmerer W.Thomas., Scarborough M.Norman., 2008,.Kewirausahaan danmanajemen Bisnis Kecil, Salemba Empat, Jakarta. Fitnline.com/artikel/read/batik-medan. Diakses tanggal 31 Agustus 2016 Pukul Wib. BIODATA PENULIS 1. Frida Ramadini, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, lulus tahun Tahun 2002 memperoleh gelar Magister Manajemen (MM) dari Program Studi Magister Manajemen Universitas Sumatera Utara, lulus tahun Saat ini sebagai Staf pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 2. Inggrita Gusti Sari Nasution, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, lulus tahun Tahun 2007 memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dari Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, lulus tahun Saat ini sebagai Staf pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 143

IbPE BATIK DI MEDAN SUMATERA UTARA. Faulina, Efni Siregar, Vivianti Novita Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Medan ABSTRAK

IbPE BATIK DI MEDAN SUMATERA UTARA. Faulina, Efni Siregar, Vivianti Novita Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Medan ABSTRAK IbPE BATIK DI MEDAN SUMATERA UTARA Faulina, Efni Siregar, Vivianti Novita Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Medan ABSTRAK Pengabdian bagi produk ekspor tahun kedua ini diselenggarakan di kecamatan

Lebih terperinci

IbPE BATIK DI MEDAN SUMATERA UTARA

IbPE BATIK DI MEDAN SUMATERA UTARA IbPE BATIK DI MEDAN SUMATERA UTARA Efni Siregar, Faulina, Vivianti Novita Jurusan Administrasi Niaga, Politeknik Negeri Medan ABSTRAK Pengabdian bagi produk ekspor ini akan diselenggarakan di kecamatan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif, dengan ini

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pelaksanaan Pengembangan Ekonomi Kreatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak,

BAB I PENDAHULUAN. Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di daerah Sumatera Utara terdapat beberapa suku, salah satunya adalah suku Batak, yang dalam kehidupan sosialnya, tidak terlepas dari suatu tradisi yang disebut dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar.

BAB I PENDAHULUAN. taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu. sebuah usaha bisa tumbuh menjadi besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memulai sebuah usaha memang harus didahului dengan taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu membutuhkan modal yang besar. Mengawalinya dengan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam bahasa Batak disebut dengan istilah gorga. Kekayaan ragam hias

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam bahasa Batak disebut dengan istilah gorga. Kekayaan ragam hias BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang memiliki kekayaaan berbagai khasanah ragam hias atau ornamen yang tersebar di wilayah Nusantara, dari Sabang sampai Merauke, masing-masing daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang memiliki keanekaragaman dan warisan budaya yang bernilai tinggi yang mencerminkan budaya bangsa. Salah satu warisan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk membangun jaringan pasar, aspek tersebut adalah : 1. Membangun sistem promosi untuk penetrasi pasar

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk membangun jaringan pasar, aspek tersebut adalah : 1. Membangun sistem promosi untuk penetrasi pasar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memulai sebuah usaha memang harus didahului dengan taktik dan strategi. Membuat usaha yang besar tidak selalu membutuhkan modal yang besar. Mengawalinya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai bangsa yang besar mempunyai ciri dan adat kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai bangsa yang besar mempunyai ciri dan adat kebiasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai bangsa yang besar mempunyai ciri dan adat kebiasaan yang disebut dengan kebudayaan, yang merupakan hasil karya dan pengetahuan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad XVIII atau awal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kerajinan batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Meluasnya kesenian batik menjadi milik rakyat

Lebih terperinci

2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI

2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI 2011 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI Departemen Pendayagunaan IPTEK MITI Mahasiswa 2011 PETUNJUK TEKNIS Program Hibah MITI untuk Pemberdayaan Masyarakat LATAR BELAKANG Bangsa Indonesia adalah Negara

Lebih terperinci

PENGERTIAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

PENGERTIAN USAHA KECIL DAN MENENGAH PENGERTIAN USAHA KECIL DAN MENENGAH ENDRA YUAFANEDI ARIFIANTO TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MATERI MUKM PENGANTAR MANAJEMEN UKM PENGERTIAN UKM KONSEP DASAR USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan keberadaannya perlu mendapat dukungan dari semua pihak, baik dari sektor pemerintah maupun non-pemerintah.

Lebih terperinci

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik

Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Melestarikan Budaya Dengan Membuka Usaha Galeri Batik Seni batik merupakan salah satu kebudayaan lokal yang telah mengakar di seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Bila awalnya kerajinan batik hanya berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa daerah. Masyarakatnya terdiri dari atas beberapa suku seperti, Batak Toba, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu Provinsi yang memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dalam bentuk adat istiadat, seni tradisional maupun bahasa daerah. Masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Strategi a. Konsep Strategi Strategi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan perusahaan baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Strategi dalam

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) mencerminkan

BAB I. Pendahuluan. Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) mencerminkan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. UKM di Indonesia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif saat ini sangat berkembang pesat dan dapat memberikan kontribusi penting bagi perekonomian negara. Industri kreatif global diperkirakan tumbuh 5% per

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Usaha kecil menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 adalah usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Usaha kecil menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 adalah usaha BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha kecil menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam

BAB I PENDAHULUAN. daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ragam hias di Indonesia merupakan kesatuan dari pola- pola ragam hias daerah atau suku- suku yang telah membudaya berabad- abad. Berbagai ragam hias yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Koentjaraningrat (2015: 116), sebanyak 250 juta masyarakat Indonesia yang tinggal di Kepulauan Nusantara dengan bangga dalam hal keanekaragaman kebudayaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar.

BAB I PENDAHULUAN. pula pada kemampuan pengusaha untuk mengkombinasikan fungsi-fungsi. tersebut agar usaha perusahaan dapat berjalan lancar. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nur Akmalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nur Akmalia, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kebutuhan manusia pada busana semakin meningkat sesuai dengan perkembangan zaman, tren, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS). Tekstil sebagai material

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai

BAB V PENUTUP. Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Strategi bisnis APIP S Kerajinan Batik menggunakan aliansi strategis dengan sebagai strategi mencapai keunggulan bersaing. Tipe aliansi pada APIP S Kerajinan Batik adalah Nonequity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. proteksi ekonomi secara resmi dari pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian suatu negara maupun daerah pada kenyatannya terdapat berbagai sektor-sektor yang dapat memperlihatkan tingkat pertumbuhan perekonomian, yitu sektor

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis nantinya akan dapat dilihat. dari bertahan atau tidaknya bisnis yang dijalankannya.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis nantinya akan dapat dilihat. dari bertahan atau tidaknya bisnis yang dijalankannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Bisnis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang dikerjakan oleh perusahaan untuk mencari keuntungan atau nilai tambah.saat ini perkembangan bisnis dunia sudah semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya, suku dan kesenian yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Salah satu suku yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara agar tetap dapat unggul. Menurut Nurimansyah (2011), daya saing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat persaingan dalam perdagangan internasional yang ketat mangharuskan setiap negara untuk menyiapkan industrinya agar dapat bersaing. Daya saing yang tinggi dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan terencana dari satu situasi ke situasi lainnya yang dinilai lebih baik. Pembangunan yang terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH A. Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM di definisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam sehingga banyak sekali objek wisata di Indonesia yang patut untuk

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan alam sehingga banyak sekali objek wisata di Indonesia yang patut untuk BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya Negara Indonesia adalah negara yang kaya dengan kekayaan alam sehingga banyak sekali objek wisata di Indonesia yang patut untuk diacung jempolkan. Objek

Lebih terperinci

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan

Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan Pengembangan Ekonomi Kreatif dan Pemberdayaan Pemuda Indonesia Ahmad Buchori Kepala Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan Bogor, 29 Desember 2015 1 Agenda 1. Potensi dan Tantangan Kondisi

Lebih terperinci

INDUSTRI MARMER DAN ONIX TULUNGAGUNG OLEH: YUDA HADI PRAYOKO NIM

INDUSTRI MARMER DAN ONIX TULUNGAGUNG OLEH: YUDA HADI PRAYOKO NIM INDUSTRI MARMER DAN ONIX TULUNGAGUNG OLEH: YUDA HADI PRAYOKO NIM. 10.11.4594 JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011 Abstrak Industri marmer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan komunikasi dan manajemen untuk membobilisasi manusia, uang,dan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan komunikasi dan manajemen untuk membobilisasi manusia, uang,dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkewirausahaan adalah usaha untuk menciptakan nilai melalui pengenalan kesempatan bisnis, manajemen pengambilan risiko yang tepat, dan melalui keterampilan

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI

Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI 2010 Petunjuk Teknis Program HIBAH MITI Tim Community Development MITI Mahasiswa 2010 PETUNJUK TEKNIS Program Hibah MITI untuk Pemberdayaan Masyarakat LATAR BELAKANG Tingkat daya saing Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pengetahuan yang dimiliki oleh stakeholder dari sebuah perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. banyak pengetahuan yang dimiliki oleh stakeholder dari sebuah perusahaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengetahuan adalah aset yang sangat berharga bagi perusahaan. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh stakeholder dari sebuah perusahaan, akan membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan. meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka pengembangan ekonomi daerah yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka pengembangan ekonomi lokal sesuai potensinya menjadi sangat penting.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia selalu menarik untuk diteliti dan diperbincangkan. Negara kepulauan terbesar di dunia ini memiliki tantangan tersendiri dalam mengatur kegiatan ekonominya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kreatif sering dikemukakan oleh berbagai pakar ekonomi sebagai industri gelombang ke-4 setelah pertanian, industri dan teknologi informasi. Walaupun masih

Lebih terperinci

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

6. URUSAN PERINDUSTRIAN 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Pembangunan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan dan merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi. Sektor industri memegang peranan penting dalam peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Suhardiyono (1992), dalam rangka membangun pertanian tangguh para pelaku pembangunan pertanian perlu memiliki kemampuan dalam memanfaatkan segala sumberdaya secara

Lebih terperinci

KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T

KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T PANDUAN LOMBA sains dan TERAPAN (LST) KETUA PANITIA: TOTO SUPRIYANTO, S.T., M.T. POLITEKNIK NEGERI JAKARTA DEPOK 2017 1 I. PENDAHULUAN Era globalisasi memberi memberi dampak ganda yaitu di samping membuka

Lebih terperinci

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG 1.1. Latar Belakang Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan bangga akan kebudayaannya sendiri. Dari kebudayaan suatu bangsa bisa dilihat kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih maksimal terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. lebih maksimal terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Kecil Menengah ( UKM ) mempunyai peranan dan strategi penting bagi pertumbuhan ekonomi negara, baik negara berkembang maupun negara maju. Pada saat krisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini sektor Usaha kecil menengah semakin menggeliat sebagai penopang ekonomi nasional. Hal tersebut terlihat dari pengalaman yang mampu melewati masa krisis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata dan kebudayaan merupakan salah satu sektor yang sangat potensial dan perlu mendapat perhatian yang baik bagi pemerintah daerah untuk keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini, sektor pariwisata merupakan industri penting dan terbesar di dunia, banyak negara mulai menyadari pentingnya sektor pariwisata ini.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro selama ini terbukti dapat

I. PENDAHULUAN. pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro selama ini terbukti dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia merupakan pemain utama dalam kegiatan perekonomian, dan merupakan akselerator dalam pengembangan ekonomi masyarakat. Usaha mikro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. ekonomi yang lebih besar justru tumbang oleh krisis.

BAB I PENDAHULUAN an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. ekonomi yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis moneter yang terjadi secara mendadak dan di luar perkiraan pada akhir 1990-an merupakan pukulan yang sangat berat bagi pembangunan Indonesia. Dampak

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK DAN STRATEGI PEMASARAN BAHAN BUSANA BATIK BANTULAN DENGAN STILASI MOTIF ETHNO MODERN

PENGEMBANGAN PRODUK DAN STRATEGI PEMASARAN BAHAN BUSANA BATIK BANTULAN DENGAN STILASI MOTIF ETHNO MODERN PENGEMBANGAN PRODUK DAN STRATEGI PEMASARAN BAHAN BUSANA BATIK BANTULAN DENGAN STILASI MOTIF ETHNO MODERN Oleh: Sri Wening, Enny Zuhni K, Sri Emy Yuli S A. Latar Belakang Masalah Batik merupakan warisan

Lebih terperinci

Program Kreativitas Mahasiswa

Program Kreativitas Mahasiswa 2011 pedoman 1. PENJELASAN UMUM Program Kreativitas Mahasiswa Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Jakarta 2011 1 Lulusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batak merupakan salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia yang banyak berdomisili di daerah Sumatera Utara. Etnik Batak ini terdiri dari enam sub etnik yaitu

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER JUNI 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER JUNI 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA PEMBUKAAN GELAR BATIK NUSANTARA 2015 JAKARTA CONVENTION CENTER 24 28 JUNI 2015 Yth. Presiden Republik Indonesia beserta istri; Yth. Para Menteri Kabinet

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, mempunyai

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif.

BAB 1 PENDAHULUAN. industri lagi, tetapi mereka harus lebih mengandalkan SDM yang kreatif. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini dunia telah memasuki era industri pada gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry). Industri ini telah mampu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Kekayaan sumberdaya alam tersebut salah satunya tercurah pada sektor pertanian. Berbagai macam komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya perubahan dalam aliran-aliran baru yang menyangkut arus pendapatan dan manfaat (benefit) kepada

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan yang salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman biota laut (perikanan dan kelautan). Dengan luas wilayah perairan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Berkembangnya perekonomian global saat ini menjadi salah satu ajang berbagai negara di seluruh dunia untuk mempromosikan produk dan jasa yang mereka hasilkan. Dan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri

BAB I PENDAHULUAN. sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran. Selain UMKM ada juga Industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu secara rasional, empiris dan sistematis. Adapun metodologi penelitian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan dituntut untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan pasar yang semakin ketat secara tidak langsung akan mempengaruhi usaha suatu perusahaan dalam mempertahankan pangsa pasar. Setiap perusahaan dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan seni dan budayanya. Hal itu telihat dari keberagaman suku yang dimiliki Bangsa Indonesia, mulai dari cara hidup

Lebih terperinci

PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017

PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017 PPN/Bappenas: KNKS Untuk Percepatan Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah di Indonesia Kamis, 27 Juli 2017 Pada 2016, penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 258,7 juta jiwa dan sekitar 85 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 merupakan momen yang menakutkan bagi perekonomian Indonesia. Krisis pada saat itu telah mengganggu seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang harus dilakukan. Salah satunya adalah bekerja. Bekerja adalah aktifitas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang harus dilakukan. Salah satunya adalah bekerja. Bekerja adalah aktifitas yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam kelangsungan hidupnya memerlukan berbagai aktifitas yang harus dilakukan. Salah satunya adalah bekerja. Bekerja adalah aktifitas yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Ekonomi kreatif yang digerakkan oleh industri kreatif, didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini semakin pesat dan semakin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Salah satu perkembangan pesat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. xix

BAB 1 PENDAHULUAN. xix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Sumatera atau dengan nama lain Pulau Percha, Andalas, Suwarnadwipa (bahasa Sansekerta, Pulau Emas ) terletak di bagian barat kepulauan Indonesia. Pulau Sumatera

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Analisis Situasi Seni batik menjadi terkenal karena ia menjadi identitas sekaligus symbol sebuah komunitas masyarakat baik secara lokal maupun nasional. Batik sebagai symbol local

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis telah berkembang pesat saat ini baik dalam pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan bisnis telah berkembang pesat saat ini baik dalam pasar domestik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis telah berkembang pesat saat ini baik dalam pasar domestik (nasional) maupun dimasa internasional, dimana untuk memenangkan persaingan perusahaan

Lebih terperinci

Ringkasan Bahan Menteri Perindustrian Pada Seminar Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan untuk Memenangkan MEA I. Gambaran Umum Industri Kecil dan Menengah

Ringkasan Bahan Menteri Perindustrian Pada Seminar Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan untuk Memenangkan MEA I. Gambaran Umum Industri Kecil dan Menengah Ringkasan Bahan Menteri Perindustrian Pada Seminar Menumbuhkan Ekonomi Kerakyatan untuk Memenangkan MEA -------------------------------------------------------------------------------- I. Gambaran Umum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Perekonomian di Indonesia sejak terjadinya krisis moneter mengalami kesulitan. Keadaan ini tidak hanya terjadi pada industri besar atau menengah saja, melainkan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI PANGAN OLAHAN BERBAHAN DASAR KETELA POHON PENDAHULUAN

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI PANGAN OLAHAN BERBAHAN DASAR KETELA POHON PENDAHULUAN P R O S I D I N G 516 STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI PANGAN OLAHAN BERBAHAN DASAR KETELA POHON SRDm Rita Hanafie 1, Soetriono 2, Alfiana 3 1) Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang, 2) Fakultas

Lebih terperinci

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian 6. URUSAN PERINDUSTRIAN Urusan perindustrian mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENTINGNYA KEWIRAUSAHAAN

PENTINGNYA KEWIRAUSAHAAN PENTINGNYA KEWIRAUSAHAAN Di dalam keragaman definisi mengenai kewirausahaan, pada hakikat-nya terkandung suatu gagasan yang sama dan cenderung semakin diakui oleh berbagai pihak, terutama yang berkenaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring waktu berlalu, kondisi dunia bisnis yang kian kompetitif membuat banyak perusahaan harus mengatasi beratnya kondisi tersebut dengan membuat strategi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

MAKALAH PERAN SERTA PEREMPUAN DALAM UMKM

MAKALAH PERAN SERTA PEREMPUAN DALAM UMKM MAKALAH PERAN SERTA PEREMPUAN DALAM UMKM Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PERAN SERTA PEREMPUAN DALAM UMKM Dr. Nahiyah J.Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 34 provinsi yang kini telah tumbuh menjadi beberapa wacana untuk mendirikan provinsi-provinsi baru di Indonesia. Pembentukan provinsi baru ini didasari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,1985). Sedangkan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Inkulturasi budaya Indonesia berawal dari masuknya bangsa-bangsa asing ke Indonesia yang awalnya memiliki tujuan untuk berdagang. Dengan masuknya budaya-budaya

Lebih terperinci