2 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya Landscape Character Assessment (LCA)
|
|
- Sukarno Lesmana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 5 2 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Budaya Menurut UU No.11 tahun 2010, kawasan cagar budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khusus. Smith (2004) menyatakan bahwa lanskap budaya adalah suatu susunan gagasan atau ide dan praktik yang tertanam di suatu tempat. Sedangkan menurut UNESCO (2005), lanskap budaya adalah representasi dari kombinasi kerja antara alam dan manusia, ilustrasi dari perkembangan umat manusia dan permukiman dari waktu ke waktu, dibawah pengaruh tantangan fisik dan/atau kesempatan yang diberikan oleh lingkungan alam dan kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi, dan budaya, baik eksternal maupun internal. Lanskap budaya adalah suatu area fisik yang memiliki fitur alami dan elemen-elemen buatan akibat aktivitas manusia yang menghasilkan pola-pola dalam lanskap, yang memberikan karakter khusus, mencerminkan hubungan antara manusia terhadap lanskap (Lennon dan Mathews 1996). Lanskap atau bentang alam memiliki sifat yang dinamis karena selalu berubah dari waktu ke waktu. Perubahan lanskap ini bisa menuju ke arah yang lebih baik namun juga bisa menuju ke arah perubahan yang lebih buruk. Perubahan lanskap ke arah yang lebih buruk sering dikenal dengan istilah degradasi lanskap. Degradasi lanskap ini biasanya disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Pada masa modern seperti saat ini, manusia menjadi pengaruh dominan yang menyebabkan terjadinya degradasi lanskap. Seperti pernyataan Golley (1990) dalam Naveh (1995), manusia merupakan organisme yang tidak hanya melihat dan merasakan lanskap tetapi juga berinteraksi dengannya dalam proses transaksional yang dinamis. Mengolah dan merawat alam hingga alam tersebut sesuai bagi tempat hidup manusia bukan berarti bahwa alam takluk oleh dominansi manusia (Ahrendt dalam Naveh 1995). Landscape Character Assessment (LCA) Karakter adalah suatu pola dari elemen-elemen lanskap yang berbeda, konsisten dan dapat dikenali yang membuat satu lanskap berbeda dengan yang lainnya. Karakteristik adalah elemen-elemen atau kombinasi elemen yang memberi kontribusi terhadap perbedaan karakter. Elemen adalah komponenkomponen individu yang menghiasi lanskap seperti pohon, bangunan, dan sebagainya. Karakterisasi adalah proses mengidentifikasi area-area yang memiliki kesamaan karakter, mengklasifikasi dan memetakannya serta mendeskripsikan karakternya. Karakter lanskap adalah keseluruhan visual dan impresi budaya dari atributatribut lanskap atau penampilan fisik dan konteks budaya dari sebuah lanskap yang memberikan suatu identitas dan sense of place. Karakter lanskap memberikan image budaya dan visual pada suatu area geografis dan terdiri atas kombinasi atribut fisik, biologi, dan budaya yang membuat setiap lanskap dapat dikenali dan unik (USDA 1995).
2 6 Landscape Character Assessment (LCA) adalah suatu alat yang dapat membuat kontribusi yang signifikan terhadap tujuan yang berhubungan dengan perlindungan lingkungan dan penggunaan sumber daya secara bijaksana sebagai pilar pembangunan berkelanjutan (Swanwick 2002). Dalam penilaian karakter suatu lanskap, aspek estetika dan persepsi menjadi salah satu bagian yang penting untuk dinilai. Estetika merupakan hal yang berkaitan erat dengan persepsi seseorang terhadap suatu objek. Estetika lingkungan atau lanskap sebenarnya bukan merupakan hal yang baru karena sudah dikenal sejak abad ke-18. Namun, estetika terhadap lingkungan maupun lanskap ini masih kurang mendapatkan perhatian di Indonesia. Banyak kebijakan-kebijakan pemerintah melalui peraturan daerahnya belum memasukkan aspek estetika lingkungan sebagai aspek yang harus diperhatikan dan dilindungi. Nilai-nilai yang terdapat dalam estetika lingkungan sangat mempengaruhi suatu bangsa, budaya, dan individu. Estetika terhadap lanskap budaya di Indonesia belum mendapatkan apresiasi baik dari masyarakat itu sendiri maupun dari pemerintah. Menurut Carlson (2009), nilai estetika suatu lanskap budaya tidak hanya dilihat dari fisik luarnya saja (estetika formal) tetapi juga memiliki nilai estetika yang tersirat di dalamnya (estetika ekspresif) seperti makna, simbol, mistik, dan sebagainya. Sejak tahun 1960, kepedulian dan perhatian terhadap isu-isu lingkungan meningkat termasuk peraturan daerah di Amerika Serikat menyebabkan munculnya kebutuhan akan metode untuk mengevaluasi keindahan atau estetika lanskap. Para profesional arsitek lanskap berupaya menemukan berbagai macam model untuk melakukan penilaian terhadap lingkungan (Gorski 2007). Menurut Daniel (2001) dalam Kivanc (2013), kualitas visual lanskap adalah produk bersama dari proses psikologi para pengamat (persepsi, kognisi, emosi) dalam interaksinya dengan karakteristik visual lanskap yang terlihat jelas. Kivanc (2013) menyatakan ada 3 pendekatan yang dapat digunakan dalam menilai kualitas visual suatu lanskap. Pertama, pendekatan evaluasi yang berdasarkan pada opini ahli (expert) dalam hal ini yaitu para ahli yang memahami nilai-nilai estetika lingkungan. Pendekatan ini biasanya diaplikasikan pada pengelolaan lingkungan. Pengalaman mempengaruhi respon, apresiasi, dan penilaian seseorang terhadap estetika suatu lanskap (Brook 2013). Kedua, pendekatan evaluasi berdasarkan pada persepsi user. Pendekatan ini biasanya digunakan dalam proyek penelitian, kegiatan akademik, dan sebagainya. Ketiga, pendekatan evaluasi dengan mengkombinasikan atau mengintegrasikan preferensi user dan opini para ahli. Pendekatan ini bisa digunakan dalam proyek, studi, atau manajemen lingkungan. Teknik Semantic Differential (SD) adalah metode yang sesuai digunakan untuk mengukur nilai emosional terhadap suatu produk. Metode ini sudah dikembangkan dalam variasi konsep yang luas. SD sudah digunakan sebagai instrumen dalam menilai desain furnitur jalan, kursi kantor, mobil, telepon genggam, maskot dalam olahraga, dan juga terhadap arsitektur, desain lingkungan, ergonomik dan desain produk untuk komersil. SD juga banyak digunakan untuk menilai persepsi seseorang maupun suatu populasi terhadap sebuah produk (Mondragon et al. 2005). Teknik SD ini pun juga dapat digunakan untuk menilai persepsi seseorang atau populasi terhadap suatu lanskap.
3 7 Signifikansi Budaya Menurut Australia ICOMOS (1999) dalam piagam Burra, signifikansi budaya artinya nilai-nilai estetis, historis, ilmiah, sosial atau spiritual yang penting untuk generasi dahulu, kini atau masa yang akan datang. Signifikansi estetis tidak hanya dibatasi pada visual saja tetapi juga estetika yang bisa dirasakan oleh panca indera lainnya seperti suara dan aroma. Signifikansi historis berhubungan dengan nilai dari suatu tempat yang memiliki keterkaitan dengan suatu kejadian penting di masa lalu. Signifikansi sosial yaitu terkait dengan nilai-nilai atau tempat-tempat yang memiliki nilai penting bagi suatu masyarakat. Selain itu juga berhubungan dengan aktivitas, budaya, serta norma yang ada di dalam masyarakat. Sedangkan signifikansi ilmiah terkait dengan potensi yang dimiliki oleh lanskap atau tempat tertentu bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Signifikansi budaya itu tersirat dalam tempat itu sendiri, bahan-bahannya, tata letaknya, fungsinya, asosiasinya, maknanya, rekamannya, tempat-tempat terkait dan obyek-obyek terkait. Tempattempat bersignifikansi budaya harus dilestarikan untuk generasi kini dan yang akan datang. Menurut UU No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, nilai penting yang dimiliki oleh suatu cagar budaya yaitu nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Namun, belum ada penjelasan dan penjabaran secara rinci dalam peraturan pemerintah mengenai nilai-nilai penting tersebut. Menurut Tanudirjo (2004) dalam Supriadi (2010), sebuah cagar budaya memiliki nilai penting sejarah apabila cagar budaya tersebut menjadi bukti yang berbobot dari peristiwa yang terjadi pada masa prasejarah dan sejarah, berkaitan erat dengan tokoh-tokoh sejarah, atau menjadi bukti perkembangan penting dalam bidang tertentu. Sementara memiliki nilai penting ilmu pengetahuan apabila cagar budaya tersebut berpotensi untuk diteliti lebih lanjut dalam rangka menjawab masalah-masalah dalam berbagai bidang seperti arkeologi, antropologi, arsitektur, dan bidang ilmu lainnya. Nilai penting kebudayaan apabila cagar budaya tersebut dapat mewakili hasil pencapaian budaya tertentu, mendorong proses penciptaan budaya, atau menjadi jati diri bangsa atau komunitas tertentu. Pearson dan Sullivan (1995) dalam Awat (2011) menyatakan 5 nilai penting yang dimiliki oleh suatu sumberdaya budaya atau cagar budaya yaitu nilai penting estetika, arsitektural, sejarah, ilmu pengetahuan, dan sosial. Nilai penting estetika didasarkan pada kemampuan untuk menyajikan pemandangan yang mengesankan, membangkitkan perasaan khusus dan makna tertentu bagi masyarakat, rasa ketertarikan, dan paduan serasi antara alam dan budaya manusia. Nilai penting arsitektural didasarkan pada kemampuan untuk mencerminkan keindahan seni rancang bangun yang khas, penggunaan bahan, gaya rancang bangun, serta teknologi. Nilai penting ilmu pengetahuan berdasarkan pada ketersediaan data atau informasi untuk melakukan penelitian sehingga menghasilkan pengetahuan baru. Sementara nilai penting sosial meliputi kemampuan untuk menumbuhkan perasaan rohaniah (spiritual dan kebanggaan) dan perasaan budaya lainnya bagi kelompok tertentu. Berdasarkan berbagai definisi dan pengelompokan nilai penting di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai penting menurut Piagam Burra sudah mencakup semua nilai penting yaitu terdiri atas nilai penting estetis, historis, ilmiah, sosial atau spiritual. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai signifikansi
4 8 suatu lanskap budaya adalah metode Cultural Heritage Landscape Assessment yang mengacu pada metode penilaian Heritage Victoria Landscape Assessment. Metode ini digunakan untuk menilai signifikansi lanskap budaya yang ada di Victoria, Australia. Metode ini juga mengacu pada piagam Burra yang ditetapkan pada tahun 1999 di Burra, Australia. Hasil dari penilaian signifikansi ini dapat bermanfaat untuk proses registrasi warisan budaya (cultural heritage), kegiatan perencanaan, rencana pengelolaan, dan penilaian warisan budaya lainnya. 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi lanskap budaya Rumah Larik Kota Sungai Penuh, Provinsi Jambi yaitu Rumah Larik Enam Luhah, Rumah Larik Pondok Tinggi, dan Rumah Larik Dusun Baru (Gambar 3). Kegiatan penelitian dilakukan selama 9 bulan mulai dari bulan Oktober 2013 hingga Juni Gambar 3 Lokasi penelitian Jenis dan Sumber Data Data-data yang dibutuhkan terkait dengan penelitian ini untuk menilai karakter lanskap, karakter estetika, dan nilai penting lanskap yaitu data kesejarahan, data biofisik, data sosial, budaya, ekonomi, dan data pengelolaan. Data-data tersebut diperoleh melalui studi pustaka, observasi lapang, dan wawancara terhadap beberapa narasumber yang terpercaya (Tabel 1).
5 9 Tabel 1 Jenis dan sumber data yang diperlukan No. Jenis Data Sumber 1 Data Kesejarahan: - Dinas Pariwisata - sejarah Kerinci - Studi pustaka - sejarah Rumah Larik - Ahli sejarah - sejarah lanskap/elemen lanskap - Ketua/lembaga - sejarah budaya dan masyarakat Kerinci adat 2 Data Bio-Fisik: - peta administrasi Kota Sungai Penuh - peta landuse dan sejarah landuse - peta landform, geologi, landcover, dsb. - peta sejarah kota/kawasan - citra satelit - geologi, tanah, landform, hidrologi/drainase, vegetasi - sistem sirkulasi - kondisi fisik lanskap budaya Rumah Larik - elemen-elemen lanskap budaya - visual 3 Data Sosial, Budaya, Ekonomi: - kependudukan - suku bangsa - aktivitas budaya/tradisi/seni - adat istiadat 4 Data Pengelolaan: - status kepemilikan - pengelola - sistem/teknis pengelolaan - kebijakan/peraturan pemerintah - rencana pemerintah, RTRW/RTRK - Tokoh masyarakat - BAPPEDA - BPN - Kantor Kelurahan - Pengamatan - Masyarakat lokal - Internet - Studi pustaka - Kantor Kecamatan - Dinas Kependudukan - Dinas Pariwisata - Masyarakat lokal - Pengamatan - Studi pustaka - Ketua/lembaga adat - Dinas Pariwisata - Masyarakat lokal - Studi pustaka Prosedur Analisis Data Ada 3 jenis metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Landscape Character Assessment (LCA), Semantic Differential (SD), dan Cultural Heritage Landscape Assessment (CHLA). Prosedur analisis dari masingmasing metode ini dijelaskan sebagai berikut: Landscape Character Assessment (LCA) Penilaian karakter lanskap budaya Rumah Larik dilakukan dengan metode LCA (Swanwick 2002). Pada metode ini dilakukan beberapa modifikasi dalam tahapan prosesnya menyesuaikan dengan topik yang diteliti. Metode ini terdiri dari 4 tahap: Tahap 1, meliputi kegiatan persiapan yaitu menentukan ruang lingkup seperti, menentukan objek dan tujuan analisis, menentukan skala objek yang di analisis, data-data yang diperlukan beserta sumbernya, dan pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan penilaian ini.
6 10 Tahap 2, kegiatan pengumpulan data sekunder seperti data geologi, landform, hidrologi/drainase, tanah, landcover/vegetasi (Natural factors); serta data landuse, permukiman, batas-batas, dan sejarah (Cultural/social factors). Tahap 3, melakukan kegiatan survei lapang untuk pengambilan data yang meliputi aspek estetika dan persepsi. Pada tahap ini dilakukan pengambilan data berupa sampel foto yang akan digunakan untuk penilaian estetika. Pengambilan sampel foto untuk penilaian estetika dilakukan dengan menentukan titik-titik terbaik atau vantage points terlebih dahulu pada peta ketiga Rumah Larik. Selain itu, juga dilakukan pengamatan (groundcheck) kesesuaian data sekunder dengan kondisi aktual di lapangan. Kegiatan survei lapang ini membutuhkan beberapa peralatan seperti kamera digital untuk dokumentasi, alat tulis dan papan jalan, dan peta lokasi penelitian. Tahap 4, meliputi kegiatan klasifikasi dan deskripsi karakter lanskap berdasarkan analisis terhadap semua data yang telah dikumpulkan. Output dari proses ini yaitu, peta tipe karakter lanskap, deskripsi tipe karakter lanskap, area karakter lasnkap, dan identifikasi karakteristik kunci lanskap (key characteristics). Peta tipe karakter lanskap diolah menggunakan laptop jenis Toshiba Satellite L505D dengan perangkat lunak Adobe Photoshop CS3, dan program pendukung grafis lainnya. Karakter setiap lanskap Rumah Larik ini masing-masing dijabarkan dalam bentuk poin-poin sehingga dapat dengan mudah diketahui persamaan maupun perbedaannya. Semantic Differential (SD) Metode Semantic Differential (SD) digunakan untuk mengukur atau menilai reaksi responden terhadap konsep atau kata-kata stimulus melalui rating pada skala bipolar yang dibatasi oleh kata sifat (adjectives) yang berlawanan. Konsep atau kata sifat yang digunakan dapat berupa situasi, kondisi, setting lingkungan atau lanskap, dan sejenisnya. Adapun prosedur penilaian estetika berdasarkan metode SD antara lain sebagai berikut: 1. Menentukan topik, tujuan, dan objek yang dinilai. Dalam kasus ini yang akan dinilai dengan menggunakan metode SD adalah karakter estetika lanskap budaya Rumah Larik di Kota Sungai Penuh yang terdiri atas Rumah Larik Enam Luhah, Pondok Tinggi, dan Dusun Baru. 2. Mempersiapkan kuesioner SD yang terdiri dari kata-kata bipolar. Kata-kata bipolar dipilih berdasarkan topik yang akan dinilai. Pada penelitian ini topik yang akan dinilai yaitu karakter estetika lanskap budaya Rumah Larik. Katakata bipolar yang sudah dipilih selanjutnya diseleksi kembali dengan cara eliminasi untuk menentukan kata-kata bipolar yang paling tepat dan sesuai dengan topik untuk digunakan dalam penilaian. Melalui seleksi ini maka terpilihlah 12 kata bipolar yang paling tepat untuk digunakan dalam penilaian (Tabel 2). Setiap kata bipolar dibatasi dengan 7 skala penilaian mulai dari (-3) yang paling rendah, 0 untuk nilai yang netral, dan (+3) untuk nilai tertinggi.
7 11 Tabel 2 Kata-kata bipolar untuk penilaian SD No. Kata-kata Bipolar Negatif Positif K1 Buruk Indah K2 Modern Tradisional K3 Profan Sakral K4 Semrawut Harmoni K5 Biasa Unik K6 Lemah Kuat K7 Tidak penting Penting/bernilai K8 Palsu Asli K9 Baru Lama/Antik K10 Pasif Aktif/Hidup K11 Rusak Terpelihara K12 Membosankan Menarik 3. Menentukan responden penilai. Responden yang digunakan dalam penilaian karakter estetika lanskap budaya ini bisa menggunakan pendekatan menurut Kivanc (2013) yaitu menurut persepsi para ahli, user, atau kombinasi antara persepsi ahli dan user. Pada penelitian ini, pendekatan yang akan digunakan adalah penilaian oleh responden ahli. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposif (purposial sampling), sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti dan didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu (Faisal 2008). Responden ahli yang dipilih sebagai sampel adalah mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap program Sarjana dan Pascasarjana. Responden ini dipilih karena dianggap telah memiliki pemahaman terhadap nilai estetika lanskap. Responden ahli bisa lebih mendalam dalam menilai karena mereka memiliki banyak pengetahuan, pengalaman, dan kepekaan yang kuat dalam menilai suatu lanskap (Porteous 1996). Jumlah responden yang digunakan dalam penilaian berjumlah 30 orang (n = 30). 4. Mempersiapkan sampel foto objek atau lanskap yang dinilai. Jumlah sampel foto yang diambil harus mewakili gambaran umum lanskap secara keseluruhan. Foto yang diambil adalah foto bagian lanskap Rumah Larik dari ketiga lokasi pengamatan. Foto yang dijadikan sampel berjumlah 30 foto, yang terbagi menjadi 14 foto dari Rumah Larik Enam Luhah, 12 foto dari Rumah Larik Pondok Tinggi, dan 4 foto dari Rumah Larik Dusun Baru (Lampiran 2). Perbandingan jumlah sampel foto 14 : 12 : 4 tersebut diperoleh berdasarkan pertimbangan dan perhitungan luas area permukiman. Rumah Larik Enam Luhah memiliki luas area permukiman sekitar m 2, Rumah Larik Pondok Tinggi sekitar m 2, dan Rumah Larik Dusun Baru seluas m 2. Teknik pengambilan foto untuk sampel yaitu dengan menentukan lokasi vantage points pada peta kawasan. Penentuan lokasi vantage points dilakukan berdasarkan hasil LCA yang menghasilkan area karakter lanskap yaitu area yang memiliki karakter paling kuat dalam lanskap budaya Rumah Larik. Kemudian dilanjutkan dengan pengambilan foto di lapangan dengan menggunakan kamera DSLR Nikon tipe D3100 dengan lensa standar mm. Foto yang digunakan dalam penilaian ini adalah foto berwarna. Kamera diatur dengan ukuran gambar 3456x2304 pixel (medium) dan pengaturan
8 12 lainnya agar setiap foto yang diambil memiliki kualitas gambar yang sama. Waktu pengambilan foto di lapangan dilakukan pada pukul hingga karena dianggap sebagai waktu dengan penyinaran matahari yang baik. 5. Penilaian oleh responden dilakukan secara bersama-sama. Responden dikumpulkan dalam sebuah ruangan dan diberikan kuesioner SD yang sudah disiapkan. Sebelum penilaian dimulai, dilakukan simulasi penilaian dengan menggunakan 2 sampel foto yang ditampilkan melalui LCD. Simulasi ini bertujuan agar responden menjadi lebih familiar dengan kata-kata bipolar yang digunakan. Setelah simulasi selesai dilakukan, maka langsung dilanjutkan dengan proses penilaian. Foto lanskap sebanyak 30 foto ditayangkan melalui LCD secara acak. Responden diminta untuk menilai dalam waktu 4 detik untuk setiap kata bipolar sehingga untuk menilai 1 buah foto membutuhkan waktu 48 detik. 6. Hasil dari penilaian setiap responden ini kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji KMO-MSA dan Bartlett. Uji lanjutnya menggunakan analisis biplot untuk mengetahui korelasi atau hubungan antar variabel dan analisis faktor (factor analysis) untuk mereduksi sejumlah variabel menjadi variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit yang dapat mewakili variabel asalnya. Proses analisis ini menggunakan laptop dengan perangkat lunak Microsoft Excel 2007, Minitab 16, SPSS 17 dan Microsoft Word Dari metode ini dihasilkan kesimpulan mengenai karakter estetika untuk mendukung penilaian karakter lanskap budaya Rumah Larik. Cultural Heritage Landscape Assessment (CHLA) Metode Cultural Heritage Landscape Assessment (CHLA) digunakan untuk menilai signifikansi/nilai penting dari suatu lanskap budaya. Metode ini diadaptasi dari Heritage Victoria Landscape Assessment Guidelines dalam Heritage Council of Victoria (2009). Adapun proses penilaian berdasarkan metode ini yaitu dengan cara mengumpulkan informasi tentang lanskap melalui survei lapang, penelusuran sejarah, sumber primer, fotografi dan koleksi seni, direktori dan buku yang relevan, wawancara sejarah (oral history interviews), dan pengetahuan masyarakat lokal. Pengumpulan data-data ini akan memerlukan beberapa peralatan seperti alat tulis, kamera digital dan voice recorder. Setelah data-data terkumpul, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi nilai dari lanskap budaya (cultural heritage values) dan melakukan pembobotan berdasarkan kriteria kelangkaan, keunikan, dan keaslian. Mengacu pada piagam Burra, maka ada 4 kriteria utama yang harus diidentifikasi dan dinilai untuk signifikansi lanskap budaya yaitu estetika, sejarah, sosial atau spiritual, dan ilmiah (Tabel 3). Skor hasil pembobotan lalu dijumlahkan dan dibuat interval kelas untuk mengetahui tingkat signifikansinya. Tingkat signifikansi akan dibagi menjadi 3 yaitu signifikansi rendah, sedang, dan tinggi. Langkah terakhir yaitu mendeskripsikan nilai penting (significant) lanskap budaya tersebut berdasarkan hasil pembobotan dari setiap kriteria. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan interval kelas menurut Selamet (1983) dalam Anggraeni (2011) adalah sebagai berikut:
9 13 Interval Kelas (IK) Signifikansi Tinggi Signifikansi Sedang Signifikansi Rendah = Skor maksimum (SMa) Skor minimum (SMi) Jumlah Kategori = SMi + 2IK + 1 sampai SMa = SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2IK) = SMi sampai SMi + IK Tabel 3 Kriteria penilaian signifikansi lanskap budaya No Kriteria 1 Estetika b a. Landuse a Skor Rendah (1) Sedang (2) Tinggi (3) Terjadi perubahan penggunaan lahan >50% Terjadi perubahan penggunaan lahan sebesar 25-50% Terjadi perubahan penggunaan lahan <25% b. Arsitektur rumah Didominasi >50% oleh rumah bergaya arsitektur modern Didominasi >50% oleh rumah semi modern tapi tetap memiliki corak/gaya tradisional Didominasi >50% oleh rumah yang memiliki gaya arsitektur tradisional dan keaslian c. Elemen lanskap Keaslian elemen baik bentuk, material, dan letaknya <50% Keaslian elemen baik bentuk, material, dan letaknya 50-75% Keaslian elemen baik bentuk, material, dan letaknya >75% d. Integritas/Unity a Lanskap tidak memiliki kesatuan/unity dan karakternya tidak harmonis dengan lingkungan sekitar 2 Sejarah b a. Elemen lanskap a Terdapat hanya satu elemen bersejarah dengan umur >50 tahun b. Area/ruang a Tidak terdapat area atau tempat yang memiliki nilai sejarah kejadian penting di masa lalu 3 Sosial/Spiritual b a. Area/ruang Area/ruang dan aktivitas sosial budaya masyarakat sudah tidak ada lagi Lanskap memiliki unity dan integritas karakter yang lemah dengan sekitarnya Terdapat 2-5 elemen bersejarah dengan umur >50 tahun Terdapat area atau tempat bersejarah di masa lalu namun saat ini sudah berubah fungsi Aktivitas sosial budaya masyarakat masih berjalan namun area atau ruang untuk beraktivitas sudah tidak ada atau sebaliknya Lanskap memiliki unity yang kuat dan karakter yang harmonis dengan sekitarnya Terdapat lebih dari 5 elemen bersejarah dengan umur >50 tahun Area atau tempat bersejarah masih dipertahankan dan terdapat landmark /penanda Masih terdapat area atau tempat penting bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas sosial budaya
10 14 b. Norma/aturan adat Setidaknya masih terdapat satu norma atau aturan adat yang masih dijalankan oleh masyarakat Beberapa norma atau aturan adat sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Norma atau aturan adat masih sepenuhnya dijalankan oleh masyarakat c. Tradisi budaya 4 Ilmiah b a. Aktivitas Masyarakat sudah sepenuhnya meninggalkan tradisi adat yang mengandung nilai spiritual Aktivitas atau kearifan lokal yang bernilai pendidikan sudah hilang Nilai spiritual dalam tradisi masyarakat mulai menghilang/hanya dilakukan oleh sebagian masyarakat Masih terdapat aktivitas atau kearifan lokal yang bernilai pendidikan namun sudah mulai hilang Masyarakat umumnya masih melakukan tradisi ritual adat pada acara tertentu Terdapat kearifan lokal yang dipertahankan dan berpotensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan b. Elemen lanskap Tidak ada elemen yang memiliki nilai pengetahuan/ilmiah Hanya beberapa elemen saja yang memiliki nilai pengetahuan yang tinggi Setiap elemen memiliki nilai pengetahuan yang tinggi sehingga dapat bermanfaat bagi pendidikan [Dimodifikasi dari Harris dan Dines (1988) a dan Australia ICOMOS (1999)] b. Hasil dari analisis terhadap karakter dan signifikansi lanskap budaya ini kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menghasilkan rekomendasi tindakan pelestarian untuk diterapkan pada lanskap budaya Rumah Larik ini sesuai dengan tingkat signifikansinya. Tindakan pelestarian ini tetap memperhatikan tatanan, fungsi atau penggunaan, interpretasi, pengelolaan, dan pengembangan ke depannya. Tindakan pelestarian yang akan digunakan mengacu pada Piagam Burra yaitu, perubahan (change), pemeliharaan (maintenance), preservasi (preservation), restorasi (restoration), rekonstruksi (reconstruction), adaptasi (adaptation), penambahan (new work), melestarikan fungsi (conserving use), mempertahankan asosiasi dan makna (retaining association and meanings), dan interpretasi (interpretation). Piagam Burra digunakan karena piagam ini merupakan sebuah model adaptif yang dapat disesuaikan secara budaya pada pengelolaan tapak beberapa tempat di dunia (Mason 2008). Sementara berdasarkan UU No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, bentuk tindakan pelestariannya yaitu perlindungan yang meliputi penyelamatan, pengamanan, pemeliharaan, pemugaran; pengembangan meliputi penelitian, revitalisasi, dan adaptasi; serta pemanfaatan.
3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian
8 suatu lanskap budaya adalah metode Cultural Heritage Landscape Assessment yang mengacu pada metode penilaian Heritage Victoria Landscape Assessment. Metode ini digunakan untuk menilai signifikansi lanskap
Lebih terperinciIII. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
16 III. METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Empang yang secara administratif masuk dalam wilayah Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Propinsi Jawa
Lebih terperinciGambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : BAPEDDA Surakarta
11 BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian mengenai pengaruh konsep lanskap Keraton terhadap lanskap Kota ini dilakukan pada kawasan Keraton Kesunanan dan kawasan Kota. Peta lokasi penelitian
Lebih terperinciGambar 4. Peta Lokasi Penelitian
33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,
Lebih terperinciKONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus
30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,
Lebih terperinciGLOSARIUM. Anak perempuan yang berada dalam suatu garis keturunan sebuah keluarga atau semua wanita dalam sebuah kelompok masyarakat adat Kerinci.
80 GLOSARIUM anok betino ajun arah Depati dusun jirat kenduri larik/laheik luhah mendapo Ninik Mamak parit bersudut empat Anak perempuan yang berada dalam suatu garis keturunan sebuah keluarga atau semua
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni
Lebih terperinciBAB III. METODOLOGI PENELITIAN
15 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Studi ini dilakukan di Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Survei pendahuluan tapak dilakukan pada bulan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Estetika
4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan
Lebih terperinciGambar 12. Lokasi Penelitian
III. METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalur wisata Puncak, terletak di Kabupaten Bogor. Jalur yang diamati adalah jalur pemasangan reklame yang berdasarkan data
Lebih terperinciTabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Perkampungan Portugis Kampung Tugu Jakarta Utara Lanskap Sejarah Aspek Wisata Kondisi Lanskap: - Kondisi fisik alami - Pola Pemukiman - Elemen bersejarah - Pola RTH
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah 2.2 Kriteria Lanskap Sejarah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Sejarah Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui seluruh indera yang dimiliki manusia (Simonds
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
63 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi dalam penelitian ini mengacu pada tujuan yang telah ditentukan yaitu untuk mengetahui konsep, makna atau nilai dan pengaruh dari perilaku dan tradisi budaya
Lebih terperinciKecamatan Beji. PDF created with pdffactory Pro trial version METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian evaluasi kualitas ecological aesthetics lanskap kota ini dilaksanakan di Kecamatan Beji Kota Depok. Periode penelitian berlangsung dari Maret 2004 sampai Nopember
Lebih terperinciIII METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.
III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 14. Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Data Kelurahan Kuin Utara) Peta Kecamatan Banjarmasin Utara. Peta Kelurahan Kuin Utara
METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kuin adalah wilayah sepanjang daerah aliran Sungai Kuin yang terletak di kota Banjarmasin.
Lebih terperinciDasar Kebijakan Pelestarian Kota Pusaka 1. Tantangan Kota Pusaka 2. Dasar Kebijakan terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional
1. Tantangan 2. Dasar terkait (di Indonesia) 3. Konvensi Internasional Source: PU-PPI. (2011). - Langkah Indonesia Membuka Mata Dunia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang bersama-sama adan Indonesia
Lebih terperinciLokasi dan Waktu. Bahan dan Alat. program. Metode Penelitian Lanskap
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Kegiatan Penelitian dilakukan di Kampus Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat (Gambar 1). Kegiatan berupa persiapan dan pra penelitiann dilakukan selama bulan Maret sampai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN LITERATUR
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Pengertian Pelestarian Filosofi pelestarian didasarkan pada kecenderungan manusia untuk melestarikan nilai-nilai budaya pada masa yang telah lewat namun memiliki arti penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap merupakan bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter lanskap tersebut menyatu secara
Lebih terperinciGambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)
BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa
Lebih terperinciLampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER
LAMPIRAN 111 112 Lampiran 1. Kuesioner Persepsi Masyarakat di Dalam Kawasan Empang LEMBAR KUESIONER Dengan Hormat, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari dalam membantu pengumpulan data penelitian
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian
III. METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi mengenai perencanaan lanskap jalur interpretasi wisata sejarah budaya ini dilakukan di Kota Surakarta, tepatnya di kawasan Jalan Slamet Riyadi. Studi ini dilaksanakan
Lebih terperinciKAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D
KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciPERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D
PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR Oleh: NDARU RISDANTI L2D 005 384 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciMETODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian
12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma rasionalistik. Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi
Lebih terperinciBAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek
BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Ide perancangan Gua Lowo merupakan obyek wisata alam yang berada di pegunungan dengan dikelilingi hutan jati yang luas. Udara yang sejuk dengan aroma jati yang khas, serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: Bappeda, 2004 dan 2010)
12 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian mengambil lokasi di Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution yang terletak di Jalan Belitung No. 1, Kelurahan Merdeka, Kecamatan Sumur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Kota Yogyakarta tidak dapat dilepaskan dari keberadaan Keraton Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1756. Berdirinya Keraton
Lebih terperinciGambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi
BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks
BAB III METODE PERANCANGAN Metode perancangan Rumah Susun pekerja ini menggunakan metode secara kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks permasalahan yang ada secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tema dan gaya sebuah hotel menjadi aspek yang membedakan hotel yang satu dengan hotel yang lainnya. Tema merupakan titik berangkat proses perancangan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan framework penyusunan laporan secara keseluruhan. Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Selain itu dibahas pula ruang lingkupnya yang
Lebih terperinciIII METODOLOGI PENELITIAN
22 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Lenteng Timur Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep (Gambar 13). Pemilihan lokasi penelitian ini dipilih berdasarkan
Lebih terperinciKONSEP REVITALISASI PERMUKIMAN DI KAWASAN TUA KASTEEL NIEUW VICTORIA KOTA AMBON. oleh
KONSEP REVITALISASI PERMUKIMAN DI KAWASAN TUA KASTEEL NIEUW VICTORIA KOTA AMBON oleh DIANE ELIZABETH DE YONG 3208201830 Latar Belakang PENDAHULUAN Bangsa Portugis membangun benteng tahun 1588 dan diberi
Lebih terperinciMETODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
9 METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kawasan Situs Ratu Boko, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya berjarak
Lebih terperinciAnalisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya,
Saujana17 alam dan budaya Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya, April 23, 2010 in tulisan Analisis Penilaian Bangunan Cagar Budaya RETNO HASTIJANTI, Untag Surabaya Analisis Penilaian Bangunan Cagar
Lebih terperinciProsiding SN SMAP 09 ABSTRAK PENDAHULUAN. FMIPA UNILA, November
Prosiding SN SMAP 09 UJI SCENIC BEAUTY ESTIMATION TERHADAP KONFIGURASI TEGAKAN-TEGAKAN VEGETASI DI KEBUN RAYA BOGOR Imawan Wahyu Hidayat 1 1 Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pacet
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah dan Budaya Lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indra manusia. Semakin jelas harmonisasi dan
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar
Lebih terperinciIII. METODOLOGI. Gambar 10. Lokasi Penelitian. Zona Inti
III. METODOLOGI 3.. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilakukan di kawasan Kota Tua Jakarta yang termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Berdasarkan SK Gubernur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup sosio-kultural yang lebih sempit, salah satu manfaat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Friedman (2000) mengatakan, dalam perspektif global saat ini tidak banyak dipertentangkan tentang fakta bahwa homogenisasi dunia barat, tetapi kebanyakan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kraton Yogyakarta merupakan kompleks bangunan terdiri dari gugusan sejumlah bangunan antara lain; Alun alun Utara, Pagelaran, Sitihinggil Utara, Cepuri, Keputren, Keputran,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN, STRUKTUR, DAN KAWASAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif, karena penelitian ini bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau
BAB III METODE PERANCANGAN 3.1 Metode Umum Kajian perancangan dalam seminar ini menggunakan pendekatan kualitatif, karena penelitian ini bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau uraian secara sistematis
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinci4. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah mengenai kerja sama luar negeri di bidang kebudayaan skala daerah.
W. BIDANG KEBUDAYAAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kebijakan Bidang 1. 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan skala 2. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Sejarah Lanskap sejarah (historical landscape) menurut Harris dan Dines (1988), secara sederhana dapat dinyatakan sebagai bentukan lanskap tempo dulu (landscape of
Lebih terperinciGambar 3.1 Peta Kota Cirebon Sumber: Hasil Penelitian, 2013.
A. Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian Pada penelitian ini, daya tarik wisata yang akan dikaji adalah potensi wisata budaya kota Cirebon provinsi Jawa Barat. Wilayah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kebun Raya Objek Wisata
3 TINJAUAN PUSTAKA Kebun Raya Menurut LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya merupakan suatu kawasan yang mengkoleksi berbagai jenis tumbuhan. Tumbuhan yang dikoleksi kebun raya memiliki
Lebih terperinciPERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D 003 381 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciBUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG
BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 07 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PEMUGARAN KAWASAN DAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA DI DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang
Lebih terperinciGambar 2 Peta lokasi studi
15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan
Lebih terperinciMEMUTUSKAN: : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA.
Menimbang Mengingat BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 61 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI : a. bahwa cagar budaya
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 37 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN DAN KLASIFIKASI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciPROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELESTARIAN BUDAYA MELAYU KABUPATEN SIAK
PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PELESTARIAN BUDAYA MELAYU KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa budaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota pada perkembangannya memiliki dinamika yang tinggi sebagai akibat dari proses terjadinya pertemuan antara pelaku dan kepentingan dalam proses pembangunan. Untuk
Lebih terperinciIntegrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada bab I pendahuluan dibahas mengenai latar belakang dari perancangan sebuah Museum seni karikatur dan patung di Tabanan dilanjutkan dengan rumusan masalah, tujuan, serta metode penelitian.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan kawasan bersejarah kerap diiringi dengan perubahan fungsi dan terkadang diikuti perubahan fisik bangunan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pemilik bangunan.
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kawasan Kota Tua merupakan salah satu kawasan potensial di Kota Padang. Kawasan ini memiliki posisi yang strategis, nilai sejarah yang vital, budaya yang beragam, corak
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian (Sumber: dan Googlemaps, 2009) Peta Kota Bandung Tanpa Skala.
13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Penelitian ini dilakukan di Taman Cilaki Atas (TCA), Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan
Lebih terperinciV. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak
V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi
Lebih terperinci3 METODE Jalur Interpretasi
15 2.3.5 Jalur Interpretasi Cara terbaik dalam menentukan panjang jalur interpretasi adalah berdasarkan pada waktu berjalan kaki. Hal ini tergantung pada tanah lapang, jarak aktual dan orang yang berjalan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 38 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN PENGHARGAAN PELESTARI KAWASAN CAGAR BUDAYA DAN BENDA CAGAR BUDAYA
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci : Ruang publik, Yaroana Masigi, Pelestarian
ABSTRAK Ruang publik Yaroana Masigi merupakan bagian paling inti dari kawasan Benteng Keraton Buton. Kegiatan Budaya dan adat yang berlangsung di Yaroana Masigi masih terpelihara sampai saat ini. Kajian
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG CAGAR BUDAYA I. UMUM Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan
Lebih terperinci2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut
Lebih terperinciBAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang
BAB VIII PENUTUP Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang telah disajikan pada Bab V, Bab VI, dan Bab VII. Pada bab ini juga dicantumkan saran yang ditujukan kepada Pemerintah
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciUniversitas Kristen Maranatha BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Indonesia sebagai Negara Kepulauan
Lebih terperinciMETODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan
Lebih terperinciBAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya
BAB V A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya ilmiah ini, diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian, akan diuraikan
Lebih terperinciMETODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kebun Raya Cibodas
10 METODE Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2010. Penelitian dilakukan di Kebun Raya Cibodas, Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Gambar
Lebih terperinciBAB 3 METODE PERANCANGAN. metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode
BAB 3 METODE PERANCANGAN Dalam proses perancangan Pusat Olahraga Aeromodelling di Malang ini, metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode ini berisi tentang paparan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beragam budaya dan tradisi Indonesia membuat banyaknya kerajinan tradisional di Indonesia. Contohnya yang saat ini lagi disukai masyarakat Indonesia yaitu kerajinan
Lebih terperinciPERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN KAWASAN BUDAYA KAMPUNG LENGKONG KYAI, TANGERANG ROBBY CHANDRA
PERENCANAAN LANSKAP UNTUK PELESTARIAN KAWASAN BUDAYA KAMPUNG LENGKONG KYAI, TANGERANG ROBBY CHANDRA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN MENGENAI
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Gambar 8 Peta Lokasi Penelitian (Sumber:
13 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Studi Lokasi penelitian ini berada pada CBD Sentul City, yang terletak di Desa Babakan Maday, Kecamatan Citeuruep, Kabupaten DT II Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pantun dalam Dendang lahir secara adat di suku Serawai. Isi dan makna nilai-nilai keetnisan suku Serawai berkembang berdasarkan pola pikir yang disepakati
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. Metode perancangan ini banyak penelitian yang dilakukan, baik
BAB III METODE PERANCANGAN 3.1. Metode Perancangan Metode perancangan ini banyak penelitian yang dilakukan, baik menggunakan metode penelitian yang bersifat analisa kuantitatif-korelatif, yaitu mencari
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciMETODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kelapa Rapat (Klara) Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan luas area ± 5.6 Ha (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama 4
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id
BAB I PENDAHULUAN Kota akan selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial-budaya, ekonomi dan politik yang melatar belakanginya. Perencanaan dan perancangan kota sebagai pengendali
Lebih terperinciLAMPIRAN XVII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010
LAMPIRAN XVII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 Q. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Kebijakan Bidang Kebudayaan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing
BAB V KESIMPULAN Barus merupakan bandar pelabuhan kuno di Indonesia yang penting bagi sejarah maritim Nusantara sekaligus sejarah perkembangan Islam di Pulau Sumatera. Pentingnya Barus sebagai bandar pelabuhan
Lebih terperinci