DOSIS MINIMUM IRADIASI GAMMA UNTUK PERLAKUAN KARANTINA TERHADAP Bactrocera papayae (DREW & HANCOCK) (DIPTERA: TEPHRITIDAE) RATIH RAHAYU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DOSIS MINIMUM IRADIASI GAMMA UNTUK PERLAKUAN KARANTINA TERHADAP Bactrocera papayae (DREW & HANCOCK) (DIPTERA: TEPHRITIDAE) RATIH RAHAYU"

Transkripsi

1 DOSIS MINIMUM IRADIASI GAMMA UNTUK PERLAKUAN KARANTINA TERHADAP Bactrocera papayae (DREW & HANCOCK) (DIPTERA: TEPHRITIDAE) RATIH RAHAYU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Dosis Minimum Iradiasi Gamma untuk Perlakuan Karantina terhadap Bactrocera papayae (Drew & Hancock) (Diptera: Tephritidae) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Jakarta, Mei 2012 Ratih Rahayu A

4 ABSTRACT RATIH RAHAYU. Minimum Dose of Gamma Irradiation for Quarantine Treatment Against Bactrocera papayae (Drew & Hancock) (Diptera: Tephritidae). Supervised by ENDANG SRI RATNA, RULY ANWAR and ACHMAD NASROH KUSWADI. Bactrocera papayae is one of the most important fruit flies which is distributed in several countries of Asia and Papua New Guinea, including Indonesia. This fly has been given attention, particularly on the international trade of the agricultural commodities, because it carry a risk of entry and spread pest to free area. A quarantine treatment of gamma irradiation is suggested to alter a common chemical fumigation such as methyl bromide (MB). The objective of this research was to determine a minimum dose of 60 Cobalt gamma rays applied on egg and larval stages of this fly that were maintained on the artificial diet in-vitro. There were two kind of treatments. First, egg, first instar larvae, second instar larvae, and third instar larvae were irradiated at six level of doses 0 (control), 25, 50, 75, 100, 125 and 150 Gy. Second, the most tolerant stage of the fly based on first treatment, were irradiated at nine level of doses 10, 20, 40, 60, 80, 100, 120, and 150 Gy including control. Our result showed that the third instar was the most tolerant stage of the fly to irradiation treatment. The minimum quarantine dose of irradiation to eradicate the third instar was Gy. Key words : Irradiation, Bactrocera papayae, quarantine treatments

5 RINGKASAN RATIH RAHAYU. Dosis Minimum Iradiasi Gamma untuk Perlakuan Karantina terhadap Bactrocera papayae (Drew & Hancock) (Diptera: Tephritidae). Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA, RULY ANWAR DAN ACHMAD NASROH KUSWADI. B. papayae merupakan salah satu spesies lalat buah penting dengan sebaran wilayah dibeberapa negara Asia termasuk Indonesia dan Papua New Guinea. Lalat buah ini berperan penting dalam lalu lintas perdagangan komoditas pertanian antar negara yang membawa risiko masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan ke wilayah yang masih bebas. Iradiasi merupakan salah satu perlakuan yang berpotensi untuk menggantikan perlakuan karantina yang umum digunakan yaitu fumigasi dengan methyl bromide (MB). Penelitian ini bertujuan mendapatkan dosis minimum iradiasi sinar gamma dari 60 Cobalt yang diperlakukan pada telur dan larva B. papayae untuk mencegah pembentukan imago secara in-vitro. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2011 sampai dengan bulan April 2012 di Laboratorium Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta. Penelitian terdiri dari 2 tahap pengujian yaitu: (1) uji resistensi telur dan larva B. papayae terhadap iradiasi sinar gamma secara in-vitro, dan (2) uji dosis minimum iradiasi sinar gamma secara in-vitro pada larva instar tiga. Pada tahap pertama peengujian dilakukan dengan menggunakan stadia lalat buah yang mungkin ada dalam komoditi inang, yaitu stadia telur, L1, L2 dan L3 yang dipelihara dalam pakan buatan. Perlakuan iradiasi dilakukan dengan 6 taraf dosis yaitu 0 (kontrol), 25, 50, 75, 100, 125 dan 150 Gy. Pengamatan dilakukan terhadap pupa dan imago yan terbentuk pada masing-masing stadium dan taraf dosis. Pengujian tahap kedua dilakukan dengan menggunakan larva instar tiga sebagai stadium yang paling resisten terhadap iradiasi sinar gamma. Perlakuan iradiasi dilakukan dengan 9 taraf dosis 10, 20, 40, 60, 80, 100, 120, 150 Gy dan 0 Gy sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan pada pupa dan imago yang terbentuk pada setiap taraf dosis. Berdasarkan jumlah pupa dan imago yang terbentuk pada telur, L1, L2 dan L3 diketahui bahwa L3 merupakan stadium yang paling resisten terhadap iradiasi sinar gamma dibandingkan telur, L1 dan L2. Hasil pengujian dosis minimum iradiasi sinar gamma pada seluruh taraf dosis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pembentukan pupa. Imago yang muncul pada setiap taraf dosis di analisis LD probit 9 dengan program Polo Plus. Hasil analisis probit menunjukkan bahwa dosis Gy efektif dalam mencegah munculnya imago B. papayae. Kata Kunci: Iradiasi, Bactrocera papayae, perlakuan karantina.

6

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

8 DOSIS MINIMUM IRADIASI GAMMA UNTUK PERLAKUAN KARANTINA TERHADAP Bactrocera papayae (DREW & HANCOCK) (DIPTERA: TEPHRITIDAE) RATIH RAHAYU Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir. Turhadi Noerachman, M.Si.

10 Judul Tesis : Dosis Minimum Iradiasi Gamma untuk Perlakuan Karantina terhadap Bactrocera papayae (Drew & Hancock) (Diptera: Tephritidae) Nama Mahasiswa : Ratih Rahayu Nomor Pokok : A Program Studi : Entomologi Disetujui Komisi Pembimbing Dra. Endang Sri Ratna, PhD Ketua Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si. Anggota Prof.(R). Ir. Achmad Nasroh Kuswadi, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Entomologi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 15 Mei 2012 Tanggal Lulus :

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2011 ini adalah perlakuan karantina iradiasi, dengan judul Dosis Minimum Iradiasi Gamma untuk Perlakuan Karantina terhadap Bactrocera papayae (Drew & Hancock ) (Diptera: Tephritidae). Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi Sekolah Pascasarjana IPB. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dra. Endang Sri Ratna, PhD selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam penulisan tesis ini 2. Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bantuan pustaka selama penyusunan tesis ini 3. Prof (R) Ir. Achmad Nasroh Kuswadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, masukan dan motivasi yang bermanfaat bagi penulis 4. Ir. Turhadi Noerachman, M.Si yang telah memberikan saran, masukan dan menyediakan waktu untuk menguji tesis ini 5. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini 6. Ibu Murni dan Ibu Indah sebagai peneliti di BATAN yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini 7. Seluruh keluarga, Ayah, ibu, kakak-kakak, suami dan anakku tercinta atas segala dukungan dan doa yang diberikan 8. Rekan-rekan di Program Khusus Karantina, Dwi, Erna, Aulia, Aprida, Yuli, Arif, Fitri, Joni, Nurul, Selamet, Riri, Lulu, Rahman, dan Catur atas dukungan dan kebersamaannya 9. Seluruh staf pengajar di Program Studi Entomologi/Fitopatologi Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga tesis ini beranfaat bagi pihak yang membutuhkan, terutama dibidang Hama dan Penyakit Tumbuhan. Bogor, Mei 2012 Ratih Rahayu

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Betung (Musibanyuasin) pada tanggal 8 April 1982 dari ayah Sulaiman Effendi dan ibu Ami Hartini. Penulis merupakan anak ke-4 dari empat bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus pendidikan sarjana program studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Tahun 2006 sampai dengan 2009 penulis bekerja sebagai petugas karantina di Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Timika. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pasca Sarjana IPB diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Saat ini penulis bekerja sebagai petugas karantina di Badan Karantina Pertanian Jakarta.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Bactrocera papayae (Drew & Hancock)... 3 Distribusi... 3 Morfologi... 4 Biologi dan Ekologi... 5 Kisaran Inang... 5 Aplikasi Iradiasi Gamma pada Bahan Makanan dan Komoditas Pertanian... 6 Iradiasi sebagai Perlakuan Karantina... 7 Sejarah Perkembangan Perlakuan Iradiasi untuk Buah dan Sayuran... 9 Efek Iradiasi terhadap Lalat Buah dan Implementasinya terhadap Keamanan Komoditas BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan Metode Penelitian Perbanyakan Massal Lalat Buah B. papayae Uji Keberhasilan Hidup Lalat Buah di Dalam Pakan Buatan 13 Aplikasi Iradiasi Gamma terhadap Telur dan Larva B. papayae Pengujian Dosis Minimum Iradiasi terhadap L3 B. papayae secara in-vitro Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan Perkembangan Stadia Larva B. papayae pada Pakan Buatan Pengaruh Iradiasi Gamma terhadap Perkembangan B. papayae Pengujian Dosis Minimum Iradiasi secara in-vitro KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xvii xix

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi pakan buatan lalat buah B. papayae Jumlah larva B. papayae yang hidup dari inokulasi 100 telur pada pakan buatan Pupa B. papayae yang terbentuk dari 100 butir telur dalam pakan buatan yang diiradiasi gamma pada stadium yang berbeda Dosis lethal iradiasi gamma pada stadia telur dan larva B. papayae berdasarkan mortalitas larva Jumlah imago B. papayae yang muncul setelah perlakuan iradiasi gamma stadia telur dan larva pada pakan buatan Jumlah pupa dan imago yang muncul dari 100 ekor L3 B. papayae dalam pakan buatan setelah mendapat perlakuan iradiasi gamma pada taraf dosis yang berbeda Tiga taraf dosis lethal iradiasi gamma pada L3 B. papayae dalam pakan buatan berdasarkan mortalitas imago... 23

15 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Peta persebaran B. papayae di Asia Tenggara Ciri morfologi imago B. papayae, seta praskutelar (a), seta skutelar (b), lateral postsutural vittae (c), sel bc dan c (d), abdomen terga ruas ke Ukuran pradewasa lalat buah B. papayae, telur (a), larva instar satu (b), larva instar dua (c), dan larva instar tiga (d) Iradiator gamma chamber 4000 A Bentuk-bentuk imago setelah perlakuan iradiasi: kedua sayap tidak berkembang sempurna (a), imago muncul sebagian (b), salah satu sayap tidak berkembang sempurna (c), bentuk imago normal (d)... 20

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data jumlah larva B. papayae yang hidup dari inokulasi 100 telur pada pakan buatan Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data pupa B. papayae yang terbentuk dari 100 butir telur dalam pakan buatan yang diiradiasi gamma pada stadium yang berbeda Analisis probit dengan program POLO-PC untuk data dosis lethal iradiasi gamma pada stadia telur dan larva B. papayae berdasarkan mortalitas larva Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data jumlah imago B. papayae yang muncul setelah perlakuan iradiasi gamma stadia telur dan larva pada makanan buatan Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data jumlah pupa dan imago yang muncul dari 100 ekor L3 B. papayae dalam pakan buatan setelah mendapat perlakuan iradiasi gamma pada taraf dosis yang berbeda Analisis probit dengan program POLO-Plus untuk data Tiga taraf dosis lethal iradiasi gamma pada L3 B. papayae dalam pakan buatan berdasarkan mortalitas imago... 51

17 PENDAHULUAN Latar Belakang Lalat buah famili Tephritidae merupakan salah satu organisme pengganggu tumbuhan (OPT) penting di Asia dan Pasifik yang seringkali berasosiasi dengan buah tropika. Serangan larva lalat yang tumbuh dan berkembang di dalam buah mengakibatkan pembusukan bagian daging buah yang dapat mengurangi nilai estetika dan higienis makanan, sehingga buah tidak dapat dipasarkan (Siwi et al. 2006; Clarke et al. 2005). Keberadaan lalat buah Bactrocera papayae di Indonesia telah dilaporkan oleh Siwi et al. (2006). Persebaran serangga ini meliputi beberapa wilayah di Asia dan Papua New Guinea. Lalu lintas perdagangan komoditas pertanian yang dinamis saat ini menimbulkan dampak peningkatan risiko masuk dan tersebarnya OPT karantina ke wilayah yang masih bebas (CAB International 2007). Oleh karena itu, negara pengimpor memberlakukan persyaratan impor yang ketat antara lain dengan perlakuan yang efektif dalam mengeradikasi OPT. Perlakuan karantina yang umum digunakan untuk mengeradikasi serangga pada makanan dan komoditas pertanian adalah fumigasi metil bromida (MB). Berdasarkan Montreal Protocol, fumigan MB dikategorikan sebagai bahan perusak ozon. Oleh karena itu, National Plant Protection Organization (NPPO) menganjurkan upaya pembatasan penggunaan bahan tersebut melalui perlakuan karantina alternatif, diantaranya adalah perlakuan iradiasi (IPPC 2008). Perlakuan iradiasi telah dimasukkan sebagai bagian dari peraturan perkarantinaan yang aplikasinya disahkan secara internasional (IPPC 2003). Hossain et al. (2011) melaporkan bahwa secara umum berbagai komoditas bahan pertanian yang dikonsumsi segar paling toleran terhadap perlakuan karantina iradiasi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Australia, India, Vietnam, Thailand dan Pakistan dilaporkan telah mengadopsi metode tersebut untuk mencegah lolosnya serangga di dalam komoditas bahan segar. Keuntungan penggunaan iradiasi dibandingkan perlakuan karantina lain adalah aplikasi cepat, praktis, tidak menimbulkan residu bahan kimia dan berbagai jenis buah toleran terhadap iradiasi (Hallman 2011).

18 2 Iradiasi terhadap serangga dapat mengakibatkan penghentian aktivitas hidup, penghambatan pertumbuhan dan perkembangan stadia pradewasa, penghambatan reproduksi imago, dan mortalitas serangga (IPPC 2003). Respon iradiasi ini pada serangga bergantung pada dosis yang diaplikasikan. Berdasarkan fakta di atas, penentuan dosis efektif aplikasi iradiasi terhadap setiap spesies penting di teliti untuk mengefisiensikan dosis minimum dalam mengeradikasi OPT/OPTK yang akan digunakan dalam skala komersial. Pada umumnya, skala pengamatan perlakuan karantina yang digunakan berupa mortalitas serangga, yaitu untuk membatasi kemungkinan serangga lolos hidup pada bahan komoditas ekpor-impor. Aplikasi iradiasi dengan dosis minimum dapat mengurangi kerusakan pada komoditas, mengurangi biaya dan aplikasi menjadi lebih cepat. Penentuan dosis minimum iradiasi yang efektif mengeradikasi spesies lalat buah telah banyak dilakukan di luar negeri (Rivera dan Hallman 2007; Hallman dan Martinez 2001). Dosis 60 dan 100 Gy iradiasi sinar gamma dilaporkan efektif mencegah pembentukan stadia imago Anastrepha ludens pada buah jeruk dan Ceratitis capitata pada buah mangga. Namun hingga saat ini belum dilaporkan tentang dosis minimum aplikasi iradiasi untuk mengeradikasi lalat buah B. papayae. Oleh karena itu, penentuan dosis minimum radiasi sinar gamma terhadap B. papayae perlu diteliti sebagai dasar pertimbangan yang dapat direkomendasikan dalam pengendalian OPT karantina. Tujuan Penelitian ini bertujuan menentukan dosis minimum iradiasi sinar gamma, sumber radio aktif 60 Cobalt yang di aplikasikan pada telur dan larva B. papayae terhadap lolos hidup stadia pradewasa dan mortalitas imago. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam merekomendasikan dosis minimum perlakuan iradiasi sinar gamma sebagai perlakuan karantina di Indonesia.

19 TINJAUAN PUSTAKA Bactrocera papayae (Drew & Hancock) Distribusi Lalat buah famili Tephritidae merupakan hama utama pada bebuahan dan sesayuran di wilayah tropis dan subtropis (CAB International 2007). Genus Bactrocera menjadi salah satu genus utama di wilayah Asia dan Pasifik (Clarke et al. 2005; Clarke et al. 2001) dan B. dorsalis complex menjadi salah satu hama paling penting dikawasan Asia Tenggara (Adsavakulchai et al. 1999). Persebaran lalat buah B. papayae telah meluas di Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Christmas Island (Drew dan Hancock 1994), Papua New Guinea dan Brunei Darussalam (Gambar 1; EPPO 2011; CAB International 2007). Lalat buah ini dilaporkan sebagai hama baru di Cairns (Queensland Utara, Australia) pada bulan Oktober 1995, populasi berkembang mapan di daerah tersebut dan dilaporkan menjadi hama 2 tahun kemudian. Serangga ini berhasil dieradikasi dengan menggunakan jantan mandul yang berasal dari perbanyakan massal di Queensland (SPC 2011). Legend Present (national record) Present (subnational record) Transient Gambar 1 Peta persebaran B. papayae di Asia Tenggara (EPPO 2011)

20 4 Morfologi B. papayae memiliki tipe metamorfosis holometabola. Pertumbuhan dan perkembangan stadia serangga meliputi telur, larva, pupa dan imago. Telur berwarna putih bening, putih keruh atau putih kekuningan. Bentuk telur silindris dan menyempit ke arah posterior. Panjang telur mm, dan lebar telur 0.20 mm. Stadia larva B. papayae dilalui dengan tiga instar. Panjang larva instar akhir mm dan lebar mm. Pupa eksarata terbungkus di dalam puparium. Puparium pada awalnya berwarna kuning pucat, kemudian berangsur-angsur berubah hingga coklat kehitaman. Panjang puparium mm dan lebar mm (Noor et al. 2011; CAB International 2007). Ciri karakter morfologi Imago B. papayae sebagai berikut (Gambar 2), memiliki rentang sayap 6.2 mm. Kepala hipognatus, panjang permukaan kepala arah vertikal 1.8 mm. Skutum toraks dominan berwarna hitam dengan pita berwarna kuning disisi lateral (lateral postsutural vittae) dan tidak terdapat pita (postsutural vittae) di tengah. Pada bagian tepi posterior skutum dan anterior skutelum terdapat masing-masing 2 seta praskutelar dan 2 seta skutelar. Abdomen berbentuk oval, pola warna hitam berbentuk huruf T membentang di bagian terga ruas abdomen ruas ke 3-5. Femur berwarna kuning kemerahan. Pertulangan sayap, khususnya pita kostal tidak tumpang tindih dengan Radius 2+3 dan tidak meluas pada ujung sayap, sel bc dan c jelas (Drew dan Hancock 1994; Rahardjo et al. 2009; Sukarmin 2011; Siwi et al. 2006) c d a e b Gambar 2 Ciri morfologi imago B. papayae, seta praskutelar (a), seta skutelar (b), lateral postsutural vittae (c), sel bc dan c (d), abdomen terga ruas ke 3 5 (e)

21 5 Ciri morfologi spesies B. papayae memiliki kemiripan dengan B. carambolae, B. dorsalis, B. occipitalis, dan B. philippinensis, yaitu memiliki lateral postsutural vitae yang lebar, pita costal sempit, terga abdomen ruas ke 3-5 dengan garis lateral dan pita longitudinal bagian tengah yang gelap dan sempit, bercak oval berwarna pucat pada tergum ruas ke-5, aculeus (ruas ujung ovipositor yang mengeras) berbentuk seperti jarum. Perbedaan B. papayae dengan B. carambolae, B. dorsalis, dan B. occipitalis adalah aculeus yang lebih panjang ( mm) dan pita costal umumnya tidak tumpang tindih dengan Radius 2+3. B. papayae dibedakan dari B. carambolae dengan ciri tidak dijumpainya bercak hitam pada permukaan femur. Begitu pula B. papayae dibedakan dengan B. philippinensis dengan ukuran sisik pada ruas ujung dan tengah ovipositor yang lebih panjang (Ebina dan Ohto 2006; Drew dan Hancock 1994; Mahmood 2004). Biologi dan Ekologi B. papayae merupakan hama polifagus menyerang buah dan sayuran berdaging. Imago betina biasanya meletakkan telur di bawah kulit buah inang secara berkelompok berisi telur. Telur menetas dalam waktu 1.16 hari. Larva makan dan hidup menggerek di dalam daging buah sehingga menimbulkan gejala serangan buah busuk dan jatuh. Larva terdiri atas 3 instar. Stadia larva berlangsung 6 hingga 35. Larva instar akhir akan keluar dari dalam buah dan berpupa di permukaan tanah dekat tanaman inang. Stadia pupa berkisar 8 hingga 12 hari, namun dalam suhu rendah dapat mencapai 90 hari. Imago mulai kawin pada hari ke-8 hingga 12 setelah eklosi. Lama hidup imago mencapai 1 hingga 3 bulan, bahkan dapat mencapai 12 bulan di daerah bersuhu rendah (Noor et al. 2011; Clarke et al. 2001; CAB International 2007). Kisaran Inang Spesies B. papayae merupakan hama polifagus dengan kisaran inang yang luas, meliputi 209 spesies dari 51 famili tanaman inang (Clarke et al. 2005). Menurut Allwood et al. (1999) di Asia Tenggara, B. papayae tercatat memiliki 193 spesies inang dari 114 genus dan 50 famili tanaman. Lalat buah ini memiliki

22 6 perbedaan preferensi inang di setiap wilayah. Terminalia catappa, Psidium guajava, Syzygium samarangense dan Averrhoa carambola menjadi inang yang disukai di Thailand dan Malaysia (Clarke et al. 2001). Pepaya jarang diserang B. papaye di Brunei Darusalam, dan mangga merupakan inang utama saat terjadi outbreak di Queensland Australia (CAB International 2007). Aplikasi Iradiasi Gamma pada Bahan Makanan dan Komoditas Pertanian Iradiasi adalah perlakuan pemaparan sinar terhadap suatu bahan untuk berbagai keperluan khusus. Teknologi iradiasi umumnya dimanfaatkan untuk berbagai tujuan antara lain: terapi penyakit kanker, mendeteksi barang di pelabuhan udara, mengewetkan ban, mensterilkan pupuk, membuat peralatan masak anti lengket, membersihkan wol, sterilisasi peralatan medis, dan membunuh bakteri pada kosmetik (Brennand 1995). Iradiasi dapat digunakan terhadap bahan pangan dengan tujuan membunuh bakteri merugikan seperti E. coli dan Salmonella, mencegah pertunasan umbi, memperpanjang waktu simpan komoditas, dan mencegah perkembangan OPT (Ferrier 2009). Iradiasi yang berkaitan dengan pengendalian OPT pada bahan pangan dan hasil pertanian dilakukan dengan cara memaparkan sinar gamma, e-beam (elektron berenergi tinggi), atau sinar X tanpa merusak kualitas bahan. Sinar yang di pancarkan akan menembus ke bagian dalam bahan yang disinari dan akan merusak molekul sel organisme hidup termasuk OPT di dalamnya. Pada serangga OPT sasaran perlakuan sinar biasanya berpengaruh pada jaringan reproduksi (Ferrier 2010). Sumber radiasi yang umum diaplikasikan untuk iradiasi bahan makanan adalah: (1) sinar gamma yang dipancarkan oleh unsur radioaktif 60 Cobalt dan 137 Cesium, (2) berkas elektron yang dihasilkan di dalam mesin berkas elektron (MBE), dan (3) sinar X dihasilkan oleh mesin sinar X. Sinar gamma dan sinar X memiliki kemiripan dalam kemampuan daya tembus yang tinggi melampaui bahan kemasan. Namun, cara kerja di antara keduanya berbeda, yaitu berkas sinar terkonsentrasi pada arah yang sama (searah), sedangkan sinar gamma dipancarkan ke segala arah secara merata. Radiasi berkas elektron hanya dapat menembus beberapa sentimeter ke dalam bahan perlakuan, sehingga penggunaan cara tersebut hanya terbatas pada komoditas bahan berukuran kecil. Cara

23 7 pengoperasian iradiasi yang dikembangkan untuk keperluan skala komersial ada dua tipe: (1) komoditas yang akan diradiasi dimasukkan ke dalam ruang radiasi dan bahan sumber radioaktif diarahkan ke ruang radiasi sesuai dengan waktu yang diperlukan hingga mencapai dosis tertentu, (2) sistem konveyor yang melalukan komoditas melewati sumber penyinaran dengan kecepatan tertentu sesuai dengan dosis serap yang dibutuhkan. Sinar X dan berkas elektron yang keduanya memancarkan sinar searah sesuai diaplikasikan melalui metode sistem konveyor (Hallman 1999; IPPC 2003). Keamanan iradiasi terhadap kualitas bahan makanan dipengaruhi oleh dosis penyinaran yang diaplikasikan. WHO (1992) menyatakan bahwa makanan hasil iradiasi dibawah dosis 10 KGy dinyatakan aman dari infestasi OPT dan masih memiliki kandungan gizi yang memadai. Keamanan penggunaan bahan makanan hasil iradiasi tersebut didukung oleh sebagian besar lembaga kesehatan masyarakat di seluruh dunia, yaitu dengan mencantumkan pelabelan pada produk makanan. Makanan hasil iradiasi tersebut biasanya diberi label treated with irradiation atau treated by irradiation (IPPC 2003; Ferrier 2010; Delincee 1998). Iradiasi sebagai Perlakuan Karantina Lalulintas komoditas hasil pertanian serta kehutanan dalam perdagangan global memberi peluang terjadinya perpindahan atau penyebaran OPT dari suatu daerah atau negara ke negara lain yang terbawa bersama komoditas tersebut. Oleh karena itu, peraturan karantina diperlukan sebagai upaya pencegahan masuk dan penyebaran OPT baik melalui darat, laut maupun udara. Upaya tersebut berupa perlakuan karantina yang bertujuan untuk membunuh, membuang ataupun mencegah perkembangbiakan OPT pada komoditas tersebut. Metode perlakuan karantina tumbuhan dapat dilakukan secara fisik maupun kimiawi. Contoh perlakuan fisik adalah aplikasi suhu tinggi atau rendah, kontrol atmosfer, iradiasi dan kombinasi dari perlakuan tersebut (Follet dan Neven 2006). Sedangkan contoh perlakuan kimiawi adalah aplikasi pestisida fumigan. Perlakuan suhu tinggi pada kisaran o C dan suhu rendah pada kisaran 0 3 o C serta perlakuan fumigan etilen dibromida dan metil bromida pada komoditas bahan pertanian telah dilaporkan untuk keperluan eradikasi lalat buah (Hallman 1999).

24 8 Demikian pula, penyimpanan bahan di ruang pendingin dan berbagai perlakuan panas dengan kombinasi pencelupan insektisida juga dilaporkan untuk mengeradikasi lalat buah Tephritiae (Hallman dan Loaharanu 2002). Setiap metode perlakuan karantina memiliki kekurangan dan kelebihan. Tiga perlakuan suhu tinggi, suhu rendah maupun kimia efektif dalam mengendalikan OPT, namun seringkali faktor kerugian yang ditimbulkan menjadi kendala operasional. Perlakuan suhu tinggi dapat menimbulkan kerusakan pada beberapa komoditas seperti terjadi pada buah pome dan alpukat, perlakuan suhu rendah membutuhkan waktu aplikasi yang lama yaitu kurang lebih 12 hari, sedangkan perlakuan kimia mulai dihindari karena efek negatif yang ditimbulkan terhadap kesehatan dan lingkungan (Hallman 1999). Sekarang ini perlakuan iradiasi mulai banyak diminati karena memiliki beberapa keunggulan antara lain (1) aplikasi cepat; (2) dapat diaplikasikan pada komoditas dikemas; (3) tidak meninggalkan residu bahan kimia; (4) berbagai jenis buah toleran pada aplikasi dosis yang sesuai; dan (5) dosis efikasi tidak dipengaruhi oleh ukuran buah. Walaupun demikian, iradiasi memiliki beberapa kelemahan antara lain (1) diperlukan biaya yang besar untuk membangun fasilitas iradiasi; (2) aplikasi pada komoditas yang sudah dikemas dalam skala komersial membutuhkan dosis yang lebih tinggi, sehingga menimbulkan risiko kerusakan pada komoditas; (3) tidak menimbulkan mortalitas yang akut pada serangga; dan (4) untuk alasan keamanan dan biaya yang tinggi iradiasi dilaksanakan di lokasi yang tersentralisasi, sehingga tidak dapat dilaksanakan di lokasi pengemasan setempat (Hallman dan Martinez 2001). Iradiasi telah diakui sebagai perlakuan karantina terhadap produk bahan segar oleh The International Consultative Group on Food Irradiation (ICGFI) dan The Regional Plant Protection Organizations (RPPO). RPPO yang mendukung iradiasi untuk keperluan karantina adalah The North American Plant Protection Organization (NAPPO), The European Plant Protection Organization (EPPO), The Asia and Pacific Plant Protection Commission (APPPC) (Limohpasmanee et al. 2005).

25 9 Sejarah Perkembangan Perlakuan Iradiasi untuk Buah dan Sayuran Penggunaan iradiasi sinar X sebagai perlakuan karantina telah diperkenalkan sejak tahun 1930 (Koidsumi 1930 dalam Burditt 1994). Berikutnya Balock et al. (1966) mengemukakan bahwa sinar gamma dari radioaktif 60 Cobalt telah digunakan untuk eradikasi lalat buah asal Hawai. Macfarlane (1966) menyatakan bahwa iradiasi sinar gamma digunakan sebagai perlakuan karantina untuk mencegah masuknya B. tryoni di Australia. Follet (2006), melaporkan bahwa iradiasi telah digunakan sebagai perlakuan fitosanitari untuk mengeradikasi kutu perisai pada buah peach. Pada tahun 1970 Food dan Agriculture Organization (FAO) dan International Atomic Energy Agency (IAEA) menyelenggarakan panel ahli di Honolulu, Hawai USA, yang membahas megenai (1) potensi iradiasi sebagai perlakuan karantina untuk buah sayuran segar terutama yang terserang oleh lalat buah dan penggerek buah mangga; (2) penentuan dosis yang dibutuhkan; (3) kriteria yang dibutuhkan untuk keamanan karantina; (4) metode implementasi; dan (5) teknik disinfestasi dengan iradiasi. Pada tahun 1984 United States Environmental Protection Agency (USEPA) melarang penggunaan fumigan ethylene dibromide (EDB) diaplikasikan pada makanan. Maka FAO, IAEA dan World Health Organization (WHO) menindaklanjuti aksi tersebut dengan mendirikan ICGFI. ICGFI menyelenggarakan dua pertemuan yang membahas mengenai iradiasi sebagai perlakuan karantina. Pada pertemuan tersebut ICGFI memberikan beberapa rekomendasi antara lain: (1) pelaksanaan perlakuan dimasukkan dalam panduan internasional karantina tumbuhan (International Plant Quarantine Treatment Manual); (2) penelitian dilakukan untuk mengembangkan perlakuan iradiasi untuk OPT penting lainnya; (3) evaluasi toleransi dosis untuk komoditas lainnya; (4) program pelatihan dikembangkan untuk petugas karantina. Kemudian beberapa pertemuan diselenggarakan untuk membahas topik tersebut pada tahuntahun berikutnya (Burditt 1994; Loaharanu 1992). Iradiasi secara komersial pertama kali dilaksanakan pada tahun 1986 yaitu dengan mengaplikasikan iradiasi gamma dosis 750 Gy pada komoditas mangga

26 10 yang dikirim dari Puerto Rico ke Florida. Kemudian tahun 1989, buah pepaya hasil perlakuan iradiasi amma dosis 150 Gy diekspor dari Hawaii ke California. Penggunaan iradiasi sebagai sarana perlakuan karantina berlangsung terus menerus dan semakin meluas ke Negara-negara lain seperti Australia, Vietnam, Thailand, dan Pakistan. Fasilitas iradiasi komersial untuk perlakuan karantina pertama kali didirikan tahun 1992 di Florida, kemudian diikuti pada tahun 1995 di Hawaii (Dowdy 2001; Hossain et al. 2011). Efek Iradiasi terhadap Lalat Buah dan Implementasinya terhadap Keamanan Komoditas Iradiasi pada perlakuan karantina bahan pertanian umumnya tidak menimbulkan mortalitas akut pada serangga sasaran, sehingga dosis iradiasi yang diaplikasikan untuk mendapatkan respon mortalitas tinggi dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan pada komoditas. Faria (1989) dalam Bustos et al. (2004) menyatakan bahwa dosis iradiasi gamma yang diperlukan untuk mortalitas larva C. capitata mencapai Gy, namun dosis tersebut mempengaruhi kualitas buah. Oleh karena itu dosis rekomendasi pengendalian diturunkan cukup untuk mencegah perkembangan atau reproduksi serangga, dosis tersebut dianggap setara dengan mortalitas dan memberikan jaminan keamanan karantina. Sebagai contoh dosis 1000 Gy dapat membunuh stadium dewasa penggerek kentang, namun batas dosis 400 Gy dapat merusak komoditas sehingga dosis rekomendasi menjadi 200 Gy yang hanya memberikan efek sterilitas pada serangga tersebut (Dowdy 2001; Hossain et al. 2011). Dosis minimum perlakuan iradiasi yang direkomendasikan oleh IPPC terhadap lalat buah family Tephritidae adalah 150 Gy. Sasaran dosis yang diberikan adalah mortalitas larva instar tiga yang dianggap berukuran paling besar dan paling bertahan hidup. Meskipun pada prakteknya petugas karantina masih mungkin menemukan serangga lolos hidup dalam bentuk pupa maupun imago yang kemungkinan besar tidak produktif atau steril. Perlakuan iradiasi tidak selalu menyebabkan perubahan morfologi (bentuk) tubuh baik pada larva maupun imago yang lolos hidup. Nation et al. (1995) melaporkan perlakuan iradiasi dapat menurunkan aktivitas fenoloksidase pada larva Anastrepha suspensa. Dosis 20

27 11 Gy menyebabkan penghambatan proses melanisasi yang ditandai dengan perubahan warna kelabu pada lapisan integumen dibandingkan kontrol yang berwarna hitam setelah melalui periode pembekuan dan pelelehan spesimen. Pengujian fenoloksidase melalui metode simple spot test pada transparansi film dengan menggunakan penanda 2-methyl-DOPA tidak menghasilkan perubahan warna integumen pada larva yang diradiasi dengan dosis 25 Gy, sebaliknya perubahan warna merah terjadi pada larva perlakuan kontrol. Rahman et al. (1990; 1992) melaporkan bahwa terjadi pengurangan ukuran ganglion supraesophageal pada larva C. capitata, B. cucurbitae, dan B. dorsalis yang diberi pelakuan iradiasi.

28 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan mulai bulan November 2011 sampai dengan bulan April 2012 di Laboratorium Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta. Alat dan Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah lalat buah spesies B. papayae, Iradiator gamma chamber 4000A pemasangan tahun 1992 (kapasitas 2 liter dengan sumber radiasi gamma Co-60, Shelf shield/potrable dengan aktivitas maksimum ± Ci) dan pakan untuk perbanyakan lalat buah. Lalat buah diperoleh dari hasil pembiakan massal di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN Jakarta. Pakan buatan dibuat dengan komposisi bahan yang diuraikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi pakan buatan lalat buah B. papayae (Kuswadi et al. 1999) Bahan- bahan Jumlah Sekam gandum 223 g Ragi roti 28 g Gula pasir 1000 g Sodium benzoat 0.79 g Nipagin 0.79 g HCl teknis 0.75 g Air 600 ml Metode Penelitian Uji penentuan kisaran dosis perlakuan mengacu pada pedoman dosis minimum dalam ISPM No.18 (IPPC 2003) tentang pedoman penggunaan iradiasi sebagai ketentuan fitosanitari (Reseach Protocol). Laju dosis iradiasi gamma chamber 4000A sebesar 64.8 krad/jam atau 10 Gy/55 detik (1 krad = 10 Gy).

29 13 Perbanyakan Massal Lalat Buah B. papayae Perbanyakan lalat buah dilakukan dengan teknik pembiakan massal yang telah dikembangkan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi (Kuswadi et al. 1999). Telur dari hasil perbanyakan digunakan sebagai stok serangga uji pada perlakuan selanjutnya. Uji Keberhasilan Hidup Lalat Buah di Dalam Pakan Buatan Setiap 100 telur B. papayae berasal dari stok pembiakan massal diinokulasikan pada 300 gram pakan buatan di wadah plastik berukuran 5 cm x 10 cm x 8 cm. Pakan buatan dimasukkan dalam wadah berukuran 10 cm x 8 cm, dengan volume pakan kurang lebih 300 gram. Inokulasi dilakukan dengan cara meletakkan telur di atas potongan kain hitam ukuran 3.5 cm x 3.5 cm yang berada di permukaan pakan buatan. Telur dipelihara pada suhu 25 o C. Media pakan berisi inokulum telur dibongkar berturut-turut pada hari ke-3, ke-4 dan ke-5 setelah inokulasi, untuk diamati dan dihitung jumlah populasi L1, L2 dan L3 yang berhasil hidup. Pemilihan telur yang digunakan pada perlakuan serta pengamatan setiap instar larva ditentukan berdasarkan pedoman ukuran panjang tubuh larva (Gambar 3). Perlakuan tersebut diulang lima kali. Gambar 3 Ukuran pradewasa lalat buah B. papayae, telur (a), larva instar satu (b), larva instar dua (c), dan larva instar tiga (d) Aplikasi Iradiasi Gamma terhadap Telur dan Larva B. papayae Pengujian dilakukan pada seluruh stadia lalat buah yang mungkin ada dalam komoditi inang, yaitu stadia telur, L1, L2 dan L3 yang dipelihara dalam pakan buatan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mendapatkan stadia yang paling toleran terhadap perlakuan iradiasi gamma.

30 14 Setiap kelompok berisi 100 telur B. papayae yang berasal dari stok pembiakan massal diinokulasikan pada media pakan buatan. Inokulasi telur dan pemeliharaan larva dilakukan dengan cara yang sama seperti diuraikan di atas. Media pakan buatan yang telah diinokulasi telur, masing-masing diberi perlakuan iradiasi gamma berturut-turut pada hari ke-1, ke-3, ke-4 dan ke-5 setelah inokulasi dengan asumsi bahwa 3 hari pemeliharaan tersebut merupakan waktu pembentukan L1, L2 dan L3. Dosis iradiasi yang diujikan adalah 0 (kontrol), 25, 50, 75, 100, 125 dan 150 Gy. Setiap perlakuan tersebut diulang sebanyak 5 kali. Jika telah diiradiasi, telur dan larva lalat buah tersebut kemudian dialasi pakan buatan yang berisi serbuk gergaji sebagai media berpupa. Setelah lalat buah memasuki stadia pupa, pupa tersebut dipisahkan dari serbuk gergaji kemudian dipindahkan pada kurungan imago. Mortalitas pupa hasil masingmasing perlakuan telur, L1, L2 dan L3 dianalisis menggunakan prorgram probit POLO-PC. Dosis efektif iradiasi terhadap mortalitas pupa tersebut dinyatakan dalam LD 50. Data tersebut dibandingkan dengan analisis ragam Anova dan uji Tukey dengan program Minitab 16. Jumlah imago yang terbentuk dihitung dan diamati gejala morfologi tubuhnya akibat iradiasi gamma. Gambar 4 Iradiator gamma chamber 4000A Pengujian Dosis Minimum Iradiasi terhadap L3 B. papayae secara In-vitro Pengujian dilakukan dengan menggunakan stadium lalat buah yang paling toleran terhadap radiasi sinar gamma. Berdasarkan hasil uji toleransi telur dan

31 15 larva, diketahui bahwa stadium L3 merupakan stadium yang paling toleran terhadap radiasi sinar gamma. Larva instar tiga diperoleh dari pemeliharaan telur hingga stadium larva instar tiga dalam pakan buatan. Pemeliharaan pada nampan berukuran kurang lebih 5 cm x 30 cm x 20 cm dengan suhu ruangan 25 o C. Enam hari setelah inokulasi telur, lalat buah telah memasuki stadium L3. Pengujian dilakukan dengan memindahkan 100 ekor L3 akhir yang berasal dari stok pemeliharaan larva ke dalam wadah plastik berisi pakan buatan berukuran 5 cm x 10 cm x 8 cm. Larva dibiarkan kurang lebih 6 jam sebelum pelaksanaan iradiasi. Iradiasi L3 dalam pakan buatan dengan dosis 0 (kontrol), 10, 20, 40, 60, 80, 100, 120, dan 150 Gy. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Pemeliharaan larva setelah iradiasi gamma hingga terbentuknya imago dilakukan dengan cara yang sama seperti diuraikan di atas. Jumlah pupa hasil perlakuan dosis iradiasi dihitung dan dianalisis ragam Anova dan uji Tukey dengan program Minitab 16. Imago yang terbentuk setelah perlakuan dosis iradiasi dianalisis probit POLO-Plus. Dosis efektif iradiasi gamma terhadap mortalitas imago tersebut dinyatakan dalam LD 50, LD 99 dan LD Probit 9. LD probit 9 merupakan standar yang digunakan untuk memenuhi dosis minimum keperluan eradikasi pada perlakuan karantina. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam eka arah (Oneway Anova), dilanjutkan dengan uji Tukey pada tingkat kepercayaan 95%. Pengolahan data menggunakan program statistik Minitab 16. Data mortalitas imago di analisis probit untuk mendapatkan LD (Probit 9) dengan menggunakan program Polo-Plus.

32 HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan Perkembangan Stadia Larva B. papayae pada Pakan Buatan Sebelum dilakukan uji toleransi telur dan larva lalat buah terhadap iradiasi sinar gamma, perlu diketahui pertumbuhan dan perkembangan B. papayae stadia larva dalam pakan buatan. Pengaruh perlakuan pakan terhadap pertumbuhan dan perkembangan B. papayae ditunjukkan pada Tabel 2 dan Lampiran 1. Perlakuan iradiasi telur terhadap L1, L2 dan L3 terbentuk berturut-turut pada hari ke-4, ke-5 dan ke-6, yaitu rata-rata sebesar 74%, 62% dan 50%. Tabel 2 Jumlah larva B. papayae yang hidup dari inokulasi 100 telur pada pakan buatan Stadia Larva instar 1 Larva instar 2 Larva Instar 3 Rata-rata jumlah larva (ekor) 73.6 ± 1.67 a 62.0 ± 7.31 b 49.6 ± 1.52 c Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Tukey pada taraf 5%. Dari pengujian ini diketahui bahwa dalam setiap tahap perkembangannya mulai stadia telur yang diinokulasikan hingga jumlah L1 sampai dengan L3 yang terbentuk semakin berkurang. Penurunan jumlah larva juga dilaporkan Noor et al. (2011) terjadi saat pemeliharaan larva B. papayae pada media buah jambu biji, masing-masing L1, L2 dan L3 sebesar 74%, 55% dan 26%. Namun, bila dibandingkan dengan hasil percobaan ini pakan buatan relatif lebih baik dibandingkan inang asli pada buah jambu biji, ditunjukkan dengan hasil perkembangan L2 dan L3. Noor et al. (2011) menyebutkan bahwa keberhasilan perkembangan telur hingga mencapai larva instar tiga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: jenis inang, temperatur, serta infeksi mikroba pada individu lalat buah dan kontaminan mikroba pada pakan.

33 17 Pengaruh Iradiasi Gamma terhadap Perkembangan B. papayae Pengaruh dosis irradiasi pada setiap stadia lalat buah terhadap pembentukan pupa B. papaya ditunjukkan pada Tabel 3 dan Lampiran 2. Dosis iradiasi gamma 25 Gy hingga 150 Gy sangat nyata menghambat perkembangan telur yang ditunjukkan dengan keberhasilan pembentukan pupa sangat rendah, yaitu rata-rata berkisar antara 0-8% dibandingkan kontrol sebesar 76%. Kematian telur pada perlakuan kontrol sebesar 24% diduga bukan akibat iradiasi melainkan faktor kematian alami atau infertilitas telur, dengan pertimbangan bahwa telur yang ditetaskan berhasil hidup hingga L1 sebesar 74% pada percobaan sebelumnya (Tabel 2). Pembentukan pupa cenderung sedikit meningkat pada perlakuan iradiasi L1 rata-rata berkisar antara 3-22% nyata berbeda dengan kontrol sebesar 75%. Penghambatan pertumbuhan L1 secara umum masih nyata pada perlakuan dosis tinggi Gy dengan perkecualian pada dosis 25 Gy yang hanya mencapai 6%. Rendahnya pembentukan pupa pada dosis terendah ini diduga karena terjadi perbedaan respon variasi di antara individu populasi larva uji. Pertahanan larva terhadap perlakuan iradiasi semakin meningkat pada perkembangan L2 dibandingkan L1. Pupa yang terbentuk rata-rata berkisar antara 26-41% berbeda nyata dengan perlakuan kontrol sebesar 62%, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan dosis terendah yang mencapai 49%. Pertahanan pupa terlihat nyata pada perlakuan dosis rendah mulai Gy dengan tingkat Tabel 3 Pupa B. papayae yang terbentuk dari 100 butir telur dalam pakan buatan yang diiradiasi gamma pada stadium yang berbeda Dosis perlakuan Jumlah pupa hasil iradiasi pada stadia (ekor) (Gy) Telur L1 L2 L a a a a b 5.71c ab a b b bc a b bc bc a b 4.62 c bc b b 3.53 c c b b 2.72 c c b Ket: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Tukey pada taraf 5%.

34 18 persentase keberhasilan pembentukan pupa yang lebih tinggi 35-49% dibandingkan dosis Gy yang berkisar antara 26-28%. Hal ini berarti bahwa L2 cenderung lebih tahan terhadap perlakuan iradiasi dibandingkan L1 maupun telur. Perlakuan iradiasi L3 menghasilkan pupa yang relatif jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan telur maupun instar larva sebelumnya, yaitu berkisar antara 52-88%. Perlakuan dosis rendah Gy menghasilkan pupa 83-87% tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol sebesar 90%. Peningkatan pertahanan larva juga ditunjukkan dengan persentase pupa yang dihasilkan pada perlakuan dosis tinggi Gy sebesar 46-60% yang relatif hampir sama pada perlakuan dosis rendah 25 Gy terhadap L2, yaitu sebesar 49%. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa semakin berkembang stadium perkembangan serangga, maka semakin meningkat pertahanannya terhadap respon irradiasi. Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa L3 memiliki respon pertahanan paling tinggi atau lebih toleran terhadap perlakuan iradiasi. Peningkatan ketahanan larva ditunjukkan lebih jelas dengan peningkatan dosis efektif atau LD 50 terhadap mortalitas larva (Tabel 4 dan Lampiran 3). Data hasil analisis Probit menunjukkan bahwa LD 50 tertinggi diperoleh pada perlakuan iradiasi terhadap L3 sebesar Gy, berturut-turut menurun pada L2 sebesar Gy dan terendah pada L1 sebesar 2 Gy. Hal ini berarti bahwa L3 merupakan larva paling toleran terhadap perlakuan iradiasi gamma. LD 50 hasil perlakuan telur terhadap mortalitas pupa relatif lebih tinggi dari perlakuan larva instar I. Hal ini diduga bahwa kulit telur membantu proses perlindungan terhadap perkembangan embrio dari pengaruh luar seperti contoh iradiasi gama. Ketahanan L3 terhadap Tabel 4 Dosis lethal iradiasi gamma pada stadia telur dan larva B. papayae berdasarkan mortalitas larva Perlakuan LD 50 (Gy) Persamaan regresi Telur 7.19 y = x L y = x L y = x L y = x

35 19 iradiasi gamma ditunjukkan pada berbagai spesies lalat buah B. latifrons, B. jarvisi, B. tryoni, A. suspense, maupun C. capitata (Follet et al. 2011; Bustos et al. 2004; Heather dan Corcoran 1992; Jessup et al. 1992). Menurut Hallman dan Loaharanu (2002), ) secara umum tingkat toleransi serangga terhadap iradiasi akan meningkat sejalan dengan perkembangan serangga. Stadium L3 merupakan stadium yang paling toleran pada lalat buah yang mungkin ditemukan pada inang, sehingga stadium L3 dapat digunakan pada pengujian iradiasi untuk keperluan karantina terhadap Tephritidae. Namun berbeda dengan hasil penelitian Hallman dan Worley (1999) bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat toleransi antara L3 dan prepupa A. obliqua secara in-vitro. Follet dan Lower (2000) menyebutkan bahwa pada Cryptophlebia illepida instar awal lebih toleran daripada instar tengah. Nimpha Pseudaulacaspis pentagona lebih toleran terhadap iradiasi dibandingkan stadium dewasa dalam mencegah terbentuknya F1. Bagaimanapun juga Hallman (1999) dan Hallman et al. (2010) menyatakan bahwa sebelum pelaksanaan perlakuan karantina, stadia yang paling toleran yang mungkin ada di dalam komoditas perlu diidentifikasi sehingga dosis efektif yang diperlakukan pada stadia yang paling toleran akan efektif pula untuk stadia yang lebih rentan. Hallman et al. (2010) menyatakan bahwa perlakuan fitosanitari harus menunjukkan keefektifan terhadap stadia yang paling toleran yang ada pada media pembawa sehingga perlakuan akan efektif pada stadia yang lain. Pupa yang terbentuk hasil perlakuan iradiasi sebagian besar tidak berganti kulit menjadi imago (Tabel 5 dan lampiran 4). Imago dapat eklosi hanya pada perlakuan dosis rendah iradiasi gama terhadap L3, yaitu sebesar 6%. Walaupun pupa tersebut lolos hidup menjadi imago, namun terjadi berbagai variasi abnormalitas morfologi. Dari seluruh L3 yang lolos dari perlakuan iradiasi dosis 25 Gy, tiga bentuk fenomena abnormalitas ditemukan pada imago lalat B. papaya (Gambar 5). Pertama, 18% imago yang berhasil molting memiliki kedua sayap tidak berkembang sempurna (Gambar 5a), selanjutnya 37% pupa tidak berhasil molting sempurna, yaitu tubuh bagian kepala berhasil ganti kulit, tetapi bagian tubuh lainnya tetap di dalam puparium (Gambar 5b), terakhir 9% imago yang berhasil molting dengan memiliki sebagian sayap berkembang dan sayap lainnya

36 20 Tabel 5 Jumlah imago B. papayae yang muncul setelah perlakuan iradiasi sinar gamma stadia telur dan larva pada pakan buatan Jumlah imago yang muncul pada perlakuan (ekor) Dosis (Gy) Telur L1 L2 L a b b b b b b Ket: Angka rata-rata yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji lanjut Tukey dengan taraf 5%. Gambar 5 Bentuk-bentuk imago setelah perlakuan iradiasi: kedua sayap tidak berkembang sempurna (a), imago muncul sebagian (b), salah satu sayap tidak berkembang sempurna (c), bentuk imago normal (d) berkerut (Gambar 5c), dan sebagian sisanya 37% memiliki morfologi sempurna. Dari keempat bentuk imago ini hanya imago dalam bentuk normal yang perlu diwaspadai, karena imago ini aktif dalam pergerakan dan terbang serta dapat bertahan hidup lebih dari 2 minggu, sedangkan imago yang muncul sebagian (half emerge) hanya dapat bertahan hidup kurang dari 1 hari. Imago dengan kedua sayap tidak berkembang pergerakannya tidak aktif, tidak dapat terbang serta hanya dapat bertahan hidup kurang dari 3 hari. Imago dengan salah satu sayap tidak berkembang, pergerakan aktif namun tidak dapat terbang dan hanya dapat

37 21 bertahan hidup kurang lebih 4 hari. Berdasarkan biologi B. papayae imago mulai kawin setelah 8 hingga 12 hari dari munculnya imago, sehingga ketiga bentuk imago yang tidak normal ini memiliki risiko yang sangat rendah untuk dapat berkembang biak dan menimbulkan kerusakan. Dengan demikian dosis efektif terhadap mortalitas pupa tidak menjamin keamanan perlakuan karantina. Hal ini ditunjukkan bahwa perlakuan eradikasi lalat buah selain teramati dalam bentuk kegagalan eklosi pupa menjadi imago juga terjadi abnormalitas sayap pada imago yang berhasil hidup. Sama seperti hasil yang dilaporkan oleh Vijaysegaran et al. (1992) bahwa iradiasi gamma pada dosis Gy terhadap telur, larva instar I, II, dan III B. dorsalis complex dalam media wortel mencegah terbentuknya imago. Hal yang sama dilaporkan oleh Windeguth (1992), bahwa larva A. suspensa yang diiradiasi dosis 50 Gy pada stadia L3 dan kemudian dipelihara selama 1-7 hari dalam media buatan, tidak terbentuk imago hidup. Pengujian Dosis Minimum Iradiasi secara In-vitro Dalam pengujian iradiasi untuk kepentingan karantina dikenal beberapa metode inokulasi antara lain: (1) pemeliharaan, inokulasi dan iradiasi lalat buah dalam pakan buatan atau in-vitro, (2) inokulasi buatan dengan pemindahan lalat buah dari pakan buatan ke dalam media buah atau in-situ, dan (3) inokulasi telur secara alami dengan oviposisi lalat buah (Hallman dan Loaharanu 2002). Menurut Hallman dan Thomas (2010) metode yang paling akurat adalah metode yang mendekati kondisi alami, melalui oviposisi langsung oleh lalat buah betina walaupun memiliki kelemahan dengan tidak diketahui tepatnya jumlah telur yang diinokulasikan. Pengujian dosis minimum dalam penelitian ini dilakukan secara in-vitro dengan pertimbangan lalat buah yang digunakan dalam perlakuan merupakan lalat buah hasil dari pemeliharaan di laboratorium dengan pakan buatan. Penggunaan media yang sama diharapkan dapat mengurangi gangguan terhadap perkembangan larva karena lalat buah memerlukan adaptasi jika dipelihara dengan media yang berbeda. Sebagaimana disebutkan oleh Hallman (1999) bahwa pemeliharaan larva dalam pakan buatan, kemudian diinokulasikan dalam media buah tidak mensimulasikan kondisi di lapangan, validitas metode ini harus diverifikasi

BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat

BAB I PENDAHULUAN. Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat buah merupakan hama penting yang menyerang buah-buahan. Lalat buah yang termasuk dalam Familia Tephritidae telah banyak diketahui sebagai organisme pengganggu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman hortikultura

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman hortikultura I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman hortikultura seperti buah-buahan. Komoditi hortikultura diharapkan dapat menjadi komoditas unggulan untuk mendukung

Lebih terperinci

Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi iradiasi sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak iradiasi terhadap mutu pangan

Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi iradiasi sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak iradiasi terhadap mutu pangan Iradiasi makanan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi iradiasi sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak iradiasi terhadap mutu pangan Indikator Setelah perkuliahan ini,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 21 III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Vapor Heat Treatment Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT) Karawang, Jawa Barat. Waktu

Lebih terperinci

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA [ 60 Co] TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE DREW & HANCOCK IN VITRO DAN IN VIVO

PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA [ 60 Co] TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE DREW & HANCOCK IN VITRO DAN IN VIVO J. HPT Tropika. ISSN 1411-7525 Ratna et al. Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma [ 60 Co] 17 Vol. 15, No. 1: 17 25, Maret 2015 PENGARUH IRADIASI SINAR GAMMA [ 60 Co] TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE DREW & HANCOCK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Buah salak merupakan buah yang memiliki peluang pasar yang sangat tinggi.selain mangga, rambutan dan manggis, buah salak adalah salah satu komoditas buah-buahan asli Indonesia

Lebih terperinci

KEEFEKTIFAN IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE

KEEFEKTIFAN IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE KEEFEKTIFAN IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE (DREW & HANCOCK) IN VITRO DAN IN VIVO KEEFEKTIFAN IRADIASI SINAR GAMMA TERHADAP BACTROCERA CARAMBOLAE (DREW & HANCOCK) IN VITRO DAN IN VIVO

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama (Bractrocera dorsalis) Menurut Deptan (2007), Lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : insecta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas buah-buahan Indonesia harus diperhatikan seiring dengan globalisasi perdagangan buah dan sayur segar. Salah satu kendala yang dihadapi petani buah dan sayur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Dalam fisika, radiasi mendeskripsikan setiap proses di mana energi bergerak melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Orang awam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jambu Biji Botani Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jambu Biji Botani Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jambu Biji Botani Jambu biji berasal dari daerah tropik Amerika. Menurut pendapat De Candolle, jambu biji berasal dari daerah antara Meksiko dan Peru (Soetopo 1997). Nama botani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nangka, semangka, melon, cabai dan sebagainya. Akibat serangan hama ini

I. PENDAHULUAN. nangka, semangka, melon, cabai dan sebagainya. Akibat serangan hama ini I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lalat buah (Diptera: Tephritidae) merupakan hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan secara luas maupun tanaman pekarangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Spesies Lalat Buah yang Tertangkap Jumlah seluruh imago lalat buah yang tertangkap oleh perangkap uji selama penelitian adalah sebanyak 12 839 individu. Berdasarkan hasil identifikasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Entomologi dan Gedung Workshop Fumigasi dan X-Ray di Balai Uji Terap Teknik dan Metoda Karantina Pertanian, Bekasi dari bulan November

Lebih terperinci

1b. Abdomen tidak berpetiole; terga ruas II-IV bermembran b. Terdapat 2 seta pada skutelum a. Terdapat seta pada prescutellar...

1b. Abdomen tidak berpetiole; terga ruas II-IV bermembran b. Terdapat 2 seta pada skutelum a. Terdapat seta pada prescutellar... LAMPIRAN 60 61 Lampiran 1 Identifikasi Bactrocera carambolae 1b. Abdomen tidak berpetiole; terga ruas II-IV bermembran... 12 12b. Terdapat 2 seta pada skutelum... 18 18a. Terdapat seta pada prescutellar...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Berbah berada di dataran

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Berbah berada di dataran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbah adalah Kecamatan di bawah naungan Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Berbah berada di dataran rendah. Ibukota kecamatannya berada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR

PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR PENGKAJIAN BAHAN PELAPIS, KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN UNTUK MEMPERPANJANG MASA SIMPAN BUAH MANGGIS KEMALA SYAMNIS AZHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Iklim Kabupaten Rokan Hilir

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Iklim Kabupaten Rokan Hilir IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Rokan Hilir terletak pada garis 00 25' 20 o LU - 010 25' 41 o LU dan 1000 02' 56 o BT - 1000 56' 59 o BT dengan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption. ABSTRACT ESWA TRESNAWATI. The Life Cycle and Growth of Graphium agamemnon L. and Graphium doson C&R. Butterflies (Papilionidae: Lepidoptera) Fed by Cempaka (Michelia champaca) and Soursoup (Annona muricata).

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan kerugian secara ekonomi pada budidaya pertanian (Li et al.,

BAB I PENDAHULUAN. telah mengakibatkan kerugian secara ekonomi pada budidaya pertanian (Li et al., 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ancaman serangan organisme penganggu tumbuhan semakin bertambah terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesehatan manusia serta keamanan lingkungan. Famili Tephritidae

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional hingga pasar modern. Selain itu, jambu biji juga penting sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tradisional hingga pasar modern. Selain itu, jambu biji juga penting sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jambu biji (Psidium guajava) merupakan buah yang mempunyai nilai ekonomi di Indonesia dan memiliki pangsa pasar yang luas mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern.

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA,

PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, PEMANTAUAN DAN KAJIAN KEBERADAAN KUMBANG KHAPRA, Trogoderma granarium Everts., (COLEOPTERA: DERMESTIDAE) DAN HAMA GUDANG LAINNYA DI WILAYAH DKI JAKARTA, BEKASI, SERANG, DAN CILEGON MORISA PURBA SEKOLAH

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS LALAT BUAH (DIPTERA : TEPHRITIDAE) PADA JAMBU AIR DALHARI (Syzygium samarangense) DI KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

IDENTIFIKASI JENIS LALAT BUAH (DIPTERA : TEPHRITIDAE) PADA JAMBU AIR DALHARI (Syzygium samarangense) DI KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA IDENTIFIKASI JENIS LALAT BUAH (DIPTERA : TEPHRITIDAE) PADA JAMBU AIR DALHARI (Syzygium samarangense) DI KABUPATEN SLEMAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan 15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO Jalan Raya Dringu Nomor 81 Telp. (0335) 420517 PROBOLINGGO 67271 Pendahuluan Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi Oleh : Ika Ratmawati, SP,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalat buah (Bactrocera spp.) merupakan salah satu hama yang banyak menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan secara luas maupun tanaman

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 1 EVALUASI KINERJA KEUANGAN SATUAN USAHA KOMERSIAL PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM DARSONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. RINGKASAN... v. HALAMAN PERSETUJUAN...

DAFTAR ISI. SAMPUL DALAM... i. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii. ABSTRAK... iii. ABSTRACT... iv. RINGKASAN... v. HALAMAN PERSETUJUAN... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI... ii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv RINGKASAN... v HALAMAN PERSETUJUAN... vii TIM PENGUJI... viii RIWAYAT HIDUP... ix KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. 3.2 Bahan dan Alat

III BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian. 3.2 Bahan dan Alat III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun 36 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi ekstrak daun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang melihat langsung fenomena, gejala, atau ciri-ciri secara langsung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Pakan Pembiakan Serangga Uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dari awal

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kebugaran T. chilonis pada Dua Jenis Inang Pada kedua jenis inang, telur yang terparasit dapat diketahui pada 3-4 hari setelah parasitisasi. Telur yang terparasit ditandai dengan perubahan

Lebih terperinci

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR

MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR MANAJEMEN RISIKO DI PERUSAHAAN BETON (STUDI KASUS UNIT READYMIX PT BETON INDONESIA) MUAMMAR TAWARUDDIN AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH

PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH PENGARUH BENTUK DAN KETINGGIAN PERANGKAP STICKY TRAP KUNING TERHADAP LALAT BUAH (Bactrocera spp.) (Diptera:Tephritidae) PADA TANAMAN TOMAT ( Solanum lycopersicum Mill.) DI DATARAN RENDAH SKRIPSI OLEH :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan,

BAB I PENDAHULUAN. seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pare (Momordica ) merupakan tumbuhan dataran rendah yang seluruh bagian dari tanaman ini dimanfaatkan sebagai obat bagi manusia (Deptan, 2002 dalam Irwanto, 2008).

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PENGESAHAN ii PERNYATAAN PRAKATA v DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i DAFTAR LAMPIRAN ii I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Keaslian Penelitian 5 C. Tujuan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

PEDOMAN OTORISASI IRADIASI PANGAN SECARA UMUM ATAU BERDASARKAN KELOMPOK PANGAN

PEDOMAN OTORISASI IRADIASI PANGAN SECARA UMUM ATAU BERDASARKAN KELOMPOK PANGAN PEDOMAN OTORISASI IRADIASI PANGAN SECARA UMUM ATAU BERDASARKAN KELOMPOK PANGAN DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/PERMENTAN/OT.140/7/2009 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN PESTISIDA BERBAHAN AKTIF METIL BROMIDA UNTUK TINDAKAN PERLAKUAN KARANTINA TUMBUHAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pestisida. Metil. Bromida. Karantina. Tumbuhan. Penggunaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pestisida. Metil. Bromida. Karantina. Tumbuhan. Penggunaan. No.226, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pestisida. Metil. Bromida. Karantina. Tumbuhan. Penggunaan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2009 TENTANG PENGGUNAAN

Lebih terperinci

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A

TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI. Oleh: NURFITRI YULIANAH A TUNGAU PADA TANAMAN STROBERI Oleh: NURFITRI YULIANAH A44103045 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NURFITRI YULIANAH. Tungau pada Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN

KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN 1 KISARAN HAMA SASARAN FORMULASI INSEKTISIDA BOTANI FTI-1 DAN KEAMANANNYA PADA BIBIT BEBERAPA FAMILI TANAMAN R. PANJI FERDY SURYA PUTRA A44101063 PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) PENGARUH PERLAKUAN PANAS METODE VAPOR HEAT TREATMENT TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) Oleh : Ali Parjito F14103039 2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN

PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN PEMANFAATAN RADIASI SINAR GAMMA (Co-60) UNTUK PENINGKATAN PERTUMBUHAN DAN KETAHANAN TANAMAN KEDELAI TERHADAP PENYAKIT PUSTUL DAUN KARYA ILMIAH TERTULIS (SKRIPSI) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LALAT BUAH (Diptera: Tephritidae) PADA MANGGAA MALAM KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI

IDENTIFIKASI LALAT BUAH (Diptera: Tephritidae) PADA MANGGAA MALAM KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI IDENTIFIKASI LALAT BUAH (Diptera: Tephritidae) PADA MANGGAA MALAM (Mangifera indica) DI KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI.

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI. STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA (Mangifera indica L.) SKRIPSI Oleh : NI KADEK NITA KARLINA ASTRIYANI NIM : 0805105020 KONSENTRASI PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU Oleh

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR )

ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) ANALISIS IMPLEMENTASI MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA ( STUDI KASUS PENGEMBANGAN PELABUHAN MAKASSAR ) TEGUH PAIRUNAN PUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IRADIASI GAMMA DALAM PENGENDALIAN DENGAN TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM) ABSTRAK

IRADIASI GAMMA DALAM PENGENDALIAN DENGAN TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM) ABSTRAK STERILITAS LALAT BUAH Bactrocera papayae DENGAN MENGUNAKAN IRADIASI GAMMA DALAM PENGENDALIAN DENGAN TEKNIK SERANGGA MANDUL (TSM) Indah Arastuti Nasution dan A. Nasroh Kuswadi Pusat Aplikasi Teknologi Isotop

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan pada bulan September 2017. B. Bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan beragamnya jenis buah-buahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

JENIS LALAT BUAH Bactrocera spp PADA TANAMAN JAMBU KRISTAL Psidium guajava di Desa Bumiaji Kota Batu

JENIS LALAT BUAH Bactrocera spp PADA TANAMAN JAMBU KRISTAL Psidium guajava di Desa Bumiaji Kota Batu 137 Buana Sains Vol 16 No 2: 137-142, 2016 JENIS LALAT BUAH Bactrocera spp PADA TANAMAN JAMBU KRISTAL Psidium guajava di Desa Bumiaji Kota Batu I Made Indra Agastya dan Hidayati Karamina PS. Agroteknologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

POTENSI PENGGUNAAN PARASITOID DALAM PENGENDALIAN LALAT BUAH Bactrocera DI PULAU LOMBOK. ABSTRAK

POTENSI PENGGUNAAN PARASITOID DALAM PENGENDALIAN LALAT BUAH Bactrocera DI PULAU LOMBOK. ABSTRAK Jurnal Edukasi Matematika dan Sains, Vol. 1 No.2 POTENSI PENGGUNAAN PARASITOID DALAM PENGENDALIAN LALAT BUAH Bactrocera DI PULAU LOMBOK Akhmad Sukri 1, Gito Hadi Prayitno 2 1 Institut Keguruan dan Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA AROMA BUAH TERHADAP PREFERENSI OVIPOSISI Bactrocera carambolae DREW DAN HANCOCK (DIPTERA: TEPHRITIDAE) ABSTRAK

PENGARUH BEBERAPA AROMA BUAH TERHADAP PREFERENSI OVIPOSISI Bactrocera carambolae DREW DAN HANCOCK (DIPTERA: TEPHRITIDAE) ABSTRAK Jurnal HPT Volume 1 Nomor 2 Juni 2013 72 PENGARUH BEBERAPA AROMA BUAH TERHADAP PREFERENSI OVIPOSISI Bactrocera carambolae DREW DAN HANCOCK (DIPTERA: TEPHRITIDAE) Toto Himawan, P. Wijayanto dan S. Karindah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

CARA IRADIASI YANG BAIK UNTUK MEMBASMI SERANGGA PADA BIJI-BIJIAN SEREALIA

CARA IRADIASI YANG BAIK UNTUK MEMBASMI SERANGGA PADA BIJI-BIJIAN SEREALIA CARA IRADIASI YANG BAIK UNTUK MEMBASMI SERANGGA PADA BIJI-BIJIAN SEREALIA DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PERLAKUAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA

PEDOMAN TEKNIS PERLAKUAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PEDOMAN TEKNIS PERLAKUAN KARANTINA TUMBUHAN DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA PUSAT KARANTINA TUMBUHAN DAN KEAMANAN HAYATI NABATI BADAN KARANTINA PERTANIAN 2012 1 Seri Perlakuan Karantina Tumbuhan PEDOMAN TEKNIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dalam kondisi pertanian Indonesia saat ini dengan harga pestisida tinggi, menyebabkan bahwa usaha tani menjadi tidak menguntungkan sehingga pendapatan tidak layak. Kondisi

Lebih terperinci

RANCANGBANGUN DAN UJI PERFORMANSI UNIT VHT (VAPOR HEAT TREATMENT) UNTUK PENANGANAN PASCAPANEN PEPAYA

RANCANGBANGUN DAN UJI PERFORMANSI UNIT VHT (VAPOR HEAT TREATMENT) UNTUK PENANGANAN PASCAPANEN PEPAYA RANCANGBANGUN DAN UJI PERFORMANSI UNIT VHT (VAPOR HEAT TREATMENT) UNTUK PENANGANAN PASCAPANEN PEPAYA Oleh : ARIS SETYAWAN F14104108 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RANCANGBANGUN

Lebih terperinci

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. POTENSI JERUK NIPIS Citrus aurantifolia UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp. DEWI MAHARANI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN TANAMAN INANG TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR Spodoptera litura Fabricius SKRIPSI

PENGARUH PERBEDAAN TANAMAN INANG TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR Spodoptera litura Fabricius SKRIPSI PENGARUH PERBEDAAN TANAMAN INANG TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN DAYA TETAS TELUR Spodoptera litura Fabricius SKRIPSI Oleh : Ratna Setiawati NIM 060210103007 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH

ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH ASPEK MIKROBIOLOGIS DAGING AYAM BEKU YANG DILALULINTASKAN MELALUI PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK MELANI WAHYU ADININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci