KANDUNGAN NUTRISI DAN ASAM LEMAK DAGING KERBAU RAWA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIGEMUKKAN DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KANDUNGAN NUTRISI DAN ASAM LEMAK DAGING KERBAU RAWA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIGEMUKKAN DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING"

Transkripsi

1 KANDUNGAN NUTRISI DAN ASAM LEMAK DAGING KERBAU RAWA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIGEMUKKAN DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING SKRIPSI YUNIA DEVIA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN YUNIA DEVIA. D Kandungan Nutrisi dan Asam Lemak Daging Kerbau Rawa dan Sapi Peranakan Ongole yang Digemukkan dengan Suplementasi Campuran Garam Karboksilat Kering. Skripsi. Program Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rudy Priyanto Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi Kerbau merupakan salah satu jenis ternak penghasil daging. Permintaan daging yang terus meningkat, menjadikan kerbau lokal memiliki peran dalam melengkapi kebutuhan daging sapi di dalam negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan komponen asam lemak dan kandungan nutrisi daging kerbau Rawa dan sapi PO yang digemukkan menggunakan pakan konsentrat yang disuplementasi minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk Campuran Garam Karboksilat Kering. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Technopark SEAFAST dan Laboratorium Pusat Penelitian Sumber daya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan adalah ternak jantan yang berjumlah enam ekor kerbau Rawa dan delapan ekor sapi PO. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan selama proses pemeliharaan dengan perbandingan 60:40. Jenis perlakuan adalah konsentrat tanpa CGKK dan ksonsentrat + CGKK 45gr/kg konsentrat. Kedua jenis ternak diberi perlakuan selama dua setengah bulan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktoial 2x2. Faktor pertama adalah jenis ternak (kerbau dan sapi) sedangkan faktor kedua adalah penambahan pakan suplemen (konsentrat tanpa CGKK dan konsentrat + CGKK 45 gr/kg konsentrat atau 4,5%). Tiap perlakuan terdiri atas tiga ekor kerbau dan empat ekor sapi, sebagai ulangan. Peubah yang diukur meliputi: kandungan nutrien (kadar air, abu, lemak dan protein) dan komponen asam lemak daging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerbau Rawa dan sapi PO yang digemukkan dengan suplementasi minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk CGKK menghasilkan daging dengan kandungan nutrisi relatif sama. Sementara, terjadi interaksi antara perbedaan jenis ternak dan perlakuan terhadap komponen asam lemak pada daging kerbau. Penambahan suplemen minyak ikan lemuru yang terproteksi dalam bentuk CGKK mampu menurunkan (p<0,05) asam lemak jenuh dan meningkatkan (p<0,05) asam lemak tidak jenuh dalam daging kerbau. Sedangkan, komponen asam lemak di dalam daging sapi tidak dipengaruhi oleh pemberian suplemen CGKK. Kata-kata kunci : Kerbau Rawa, Sapi Peranakan Ongole (PO), Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK), Karakteristik Kimia daging

3 ABSTRACT The Fatty Acids Composition And Chemical Caharacteristics Of Meat From Cattle And Buffalo Fatten On Feedlot Ration Supplemented By Protected Lemuru Fish Oil In The Form Of Dried Carboxylate Salt Mixture Y. Devia, R. Priyanto, and H. Nuraini Buffalo is a potential meat producing animal. There is an increasing demand of buffalo meat in Indonesian. The study was aimed to examine the fatty acids composition and chemical characteristic of meat from cattle and buffalo fatten on feedlot ration supplemented by protected lemuru fish oil in the form of dried carboxylate salt mixture (DCM). The research used six swamp buffalo and eight Ongole grade cattle. They were assigned to 2x2 factorial model with two animal species (cattle and buffalo) and two level ration (suplemented and not supplemented ration with dried carboxylate salt).the results of this study showed that swamp buffalo and Peranakan Ongole cattle fatten on feedlot ration using protected lemuru fish oil in the form of DCM, produced meat with similar chemical characteristic. Meanwhile, they were significant interaction between ruminant species and ration on fatty acid composition. In buffaloes the addition of the protected lemuru fish oil could significantly decreased (p<0,05) the saturated fatty acid but significantly (p<0,05) increased the unsaturated fatty acid in meat. However, this was not the case for cattle. Keywords : Swamp Buffalo, Ongole Grade Cattle, Dried Carboxylate Salt Mixture (DCM), Chemical Characteristic

4 KANDUNGAN NUTRISI DAN ASAM LEMAK DAGING KERBAU RAWA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIGEMUKKAN DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING YUNIA DEVIA D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 Judul Kandungan Nutrisi dan Asam Lemak Daging Kerbau Rawa dan Sapi Peranakan Ongole yang Digemukkan dengan Suplementasi Campuran Garam Karboksilat Kering Nama Yunia Devia NIM D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Rudy Priyanto) (Dr. Ir. Henny Nuraini, M. Si) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr,Sc.) NIP Tanggal Ujian : 11 juni 2012 Tanggal Lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 08 Juni 1990 di Kelurahan Oganlima, Kecamatan Abung Barat, Kabupaten Lampung Utara, Lampung. Anak pertama dari tiga bersaudara dengan Ayah yang bernama Rohman dan Ibu Nahdiyati. Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan pada tahun 1996 di Taman Kanak-Kanak Dharma wanita (TK Pertiwi) Oganlima, Abung Barat, Lampung Utara, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan tingkat dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 01 Oganlima, Abung Barat, Lampung Utara yang diselesaikan pada tahun Tahun 2002 melanjutkan studi di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 02 Baturaja, Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan yang diselesaikan pada tahun 2005, kemudian melanjutkan studi di Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 03 Kotabumi, Lampung Utara, Lampung yang diselesaikan pada tahun Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI, yang terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi OMDA Lampung. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti kepanitiaan Masa Perkenalan Fakultas Meet Cowboy 2010, De Satay Festival 2009 dan Dekan Cup 2010 serta beberapa kegiatan kepanitiaan kampus lainnya.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kesempatan yang dilimpahkan-nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir penyusunan skripsi dengan baik dengan judul Kandungan Nutrisi dan Asam Lemak Daging Kerbau Rawa dan Sapi Peranakan Ongole Yang Digemukkan dengan Suplementasi Campuran Garam Karboksilat Kering. Kerbau Rawa merupakan salah satu komoditas usaha peternakan yang potensial dalam penyediaan daging. Ternak kerbau dipelihara secara ekstensif dan dipotong pada umur tua, sehingga daging yang dihasilkan memiliki kualitas rendah, Penggemukan kerbau merupakan salah satu cara pemeliharaan agar dapat memperbaiki kualitas daging. Permasalahan kekurangan nutrien pada pakan penggemukan dapat diatasi dengan menambahkan pakan suplemen. Pakan suplemen yang diberikan pada penelitian ini berupa minyak ikan lemuru terproteksi dalam Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK). Minyak ikan lemuru dapat meningkatkan nilai nutrisi daging, karena mengandung asam lemak omega-3 seperti EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Decosahexaenoic Acid) sehingga daging yang dihasilkan diharapkan lebih baik dari kualitas sebelumnya. Skripsi ini disusun berdasarkan penelitian selama empat bulan. Tahap persiapan yaitu pembuatan CGKK, persiapan kandang dan penyediaan pakan serta penyediaan ternak kerbau dan sapi. Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan penelitian yang dimulai dari pemeliharaan kerbau dan sapi sesuai perlakuan selama dua setengah bulan. Setelah pemeliharaan selama dua setengah bulan dilakukan pemotongan dan dilakukan pengukuran kandungan nutrisi (kadar air, abu, protein dan lemak) dan komponen asam lemak daging kerbau dan sapi bagian otot loin pada rusuk ke-12 dan 13. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang penggunaan CGKK terhadap kandungan nutrisi dan komponen asam lemak daging kerbau dan sapi sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan pengetahuan bidang peternakan umumnya dan bermanfaat bagi para pembaca khususnya. Bogor, Juni 2012 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ii iii iv v vi vii viii ix x xi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Taksonomi Kerbau... 3 Karakteristik Ternak Kerbau... 3 Kelemahan Ternak Kerbau... 4 Kelebihan Ternak Kerbau... 4 Pakan Ternak Kerbau... 5 Kualitas Pakan Ternak... 5 Sistem Pemeliharaan Ternak Kerbau... 6 Kendala Pemeliharaan Ternak Kerbau... 7 Perkembangan Ternak Kerbau... 7 Penggemukan Ternak Kerbau... 8 Produksi Daging Kerbau... 9 Daging Kerbau Karakteristik Daging Kerbau dan Daging Sapi Kandungan Nutrisi Daging Kerbau dan Daging Sapi Asam Lemak Daging Kerbau dan Daging Sapi Pencernaan dan Penyerapan Lemak Teknologi Perlindungan Lemak Minyak Ikan Lemuru Sapi Peranakan Ongole MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu... 18

9 Materi Ternak Kandang dan Peralatan Pakan dan Air Minum Prosedur Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering Persiapan dan Pemeliharaan Sapi dan Kerbau Pemotongan Ternak dan Deboning Analisa Sifat Kimia Daging Analisa Proksimat Kadar Air Kadar Protein Kasar Kadar Lemak Kasar Kadar Abu Analisa Komponen Asam Lemak Rancangan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Nilai Nutrisi Daging Kadar Air Kadar Abu Kadar Protein Kadar Lemak Komponen Asam Lemak Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid) dan Asam Lemak Tak jenuh (Unsaturated Fatty Acid) Eicosapentaenoic Acid (EPA) dan Docosahexaenoic Acid (DHA) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 49

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perbandingan Nutrisi Limbah Pertanian/ Perkebunan dengan Mutu Standar Pakan Untuk Sapi Populasi Ternak (000) Ekor Produksi Daging (ton) di Indonesia Tahun Perbandingan Karakteristik Daging Kerbau dan Sapi dengan Sistem Pemeliharaan yang Berbeda Komponen Asam Lemak Daging Kerbau dan Sapi pada Sistem Pemeliharaan yang Berbeda Komposisi Asam Lemak yang Terkandung pada Minyak Ikan Lemuru Komposisi dan Kandungan Nutrien Pakan Ternak Sapi dan Kerbau Berdasarkan Bahan Kering Rataan Kandungan Nutrisi Daging Berdasarkan Jenis Ternak dengan Suplemen CGKK dan non CGKK Rataan Komponen Asam Lemak Daging Berdasarkan Jenis Ternak dengan Suplemen Pakan CGKK dan non CGKK

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Skema Proses Pembuatan CGKK Kondisi Kandang Sapi Penelitian Kondisi Kandang Kerbau Penelitian.. 30

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. Hasil Analisis Ragam Asam Lemak Jenuh Berdasarkan Jenis Ternak (JTER), Perlakuan Garam Karboksilat Kering (PLK) dan Interaksi Kedua Faktor Tersebut Hasil Analisis Ragam Asam Lemak tak Jenuh Berdasarkan Jenis Ternak (JTER), Perlakuan Garam Karboksilat Kering (PLK) dan Interaksi Kedua Faktor Tersebut Hasil Analisis Ragam Eicosapentaenoic Acid (EPA) Berdasarkan Jenis Ternak (JTER), Perlakuan Garam Karboksilat Kering (PLK) dan Interaksi Kedua Faktor Tersebut Hasil Analisis Ragam Docosahexaenoic Acid (DHA) Berdasarkan Jenis Ternak (JTER), Perlakuan Garam Karboksilat Kering (PLK) dan Interaksi Kedua Faktor Tersebut Hasil Analisis Ragam Asam Kadar Air Berdasarkan Jenis Ternak (JTER), Perlakuan Garam Karboksilat Kering (PLK) dan Interaksi Kedua Faktor Tersebut Hasil Analisis Ragam Asam Kadar Abu Berdasarkan Jenis Ternak (JTER), Perlakuan Garam Karboksilat Kering (PLK) dan Interaksi Kedua Faktor Tersebut Hasil Analisis Ragam Asam Kadar Protein Berdasarkan Jenis Ternak (JTER), Perlakuan Garam Karboksilat Kering (PLK) dan Interaksi Kedua Faktor Tersebut Hasil Analisis Ragam Asam Kadar Lemak Berdasarkan Jenis Ternak (JTER), Perlakuan Garam Karboksilat Kering (PLK) dan Interaksi Kedua Faktor Tersebut... Halaman

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Kerbau Rawa (Bubalus bubalis) merupakan salah satu komoditas usaha peternakan yang potensial dalam hal penyediaan daging karena memiliki persentase karkas cukup tinggi yaitu 50-55% serta mampu mengubah makanan yang berkualitas rendah menjadi pertumbuhan otot (Yurleni, 2010). Pemeliharaan ternak kerbau di Indonesia masih dilakukan secara ekstensif dengan pakan berasal dari hijauan tanpa adanya pemberian konsentrat. Umumnya, ternak kerbau dipelihara sebagai ternak kerja, sehingga dipotong pada umur yang sudah tua. Hal ini menyebabkan daging yang dihasilkan menjadi keras dan alot. Usaha penggemukan ternak pedaging semakin berkembang seiring dengan meningkatnya konsumsi daging di Indonesia dari tahun ketahun. Jenis ternak yang umum digunakan dalam usaha penggemukan adalah sapi potong. Sapi yang umum digunakan dalam usaha penggemukan adalah sapi bakalan impor (Brahman Cross) dan sapi Peranakan Ongole. Kerbau Rawa memiliki prospek yang baik dalam usaha penggemukan. Daging kerbau sangat diminati di beberapa daerah di Indonesia. Penampilan produksi kerbau sebagai penghasil daging dapat ditingkatkan melalui perbaikan pakan dan sistem pemeliharaan secara intensif. Penggemukan kerbau dengan sistem feedlot diharapkan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan kerbau dalam waktu yang singkat, serta dapat memperbaiki kualitas daging yang dihasilkan. Strategi pemberian pakan akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat gizi, yang digunakan dalam pembentukan jaringan karkas. Ternak harus diberi Pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi ternak. Umumnya hijauan dan konsentrat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia dalam proses penggemukan. Beberapa usaha penggemukan ternak menambahkan pakan suplemen untuk melengkapi kebutuhan nutrisi ternak. Hal ini bertujuan agar produksi ternak menjadi lebih optimal. Penelitian ini menggunakan pakan suplemen minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk CGKK. Minyak ikan lemuru (Sardinella longiseps) merupakan limbah dari industri pengalengan ikan lemuru. Kandungan asam lemak tak jenuh dalam minyak ikan lemuru yaitu sekitar 85,61 %. Asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam minyak

14 ikan lemuru adalah asam lemak omega-3 seperti EPA (Eicosapentaenoic Acid C20:5(n-3)) dan DHA (Docosahexaenoic Acid, C22:6(n-3)). Minyak ikan lemuru merupakan bahan pakan yang tidak dapat diberikan kepada ternak secara langsung, karena memiliki palatabilitas yang rendah. Oleh sebab itu, minyak ikan lemuru dihidrolisis dengan asam melalui proses kimiawi, sehingga menghasilkan CGKK agar dapat diberikan kepada ternak secara langsung (Tasse, 2010). Metode proteksi terhadap minyak ikan lemuru dilakukan karena bertujuan untuk menghindari terjadinya proses biohidrogenasi di dalam rumen ternak ruminansia, yang dapat mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh. Daging kerbau dan sapi banyak mengandung asam lemak jenuh, disebabkan oleh adanya proses biohidrogenasi di dalam rumen ternak, sehingga terdapat perbedaan kualitas daging ruminansia dan monogastrik. Asam lemak jenuh daging ruminansia dikenal tinggi sehingga dinilai memiliki kandungan nutrisi yang rendah dan mendapat sorotan negatif bagi kesehatan manusia. Pemberian minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk CGKK pada ternak kerbau dan sapi diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi daging yang dihasilkan. Selain meningkatkan nilai nutrisi dan kandungan EPA dan DHA dalam daging, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat perbedaan kualitas daging kerbau dan sapi yang digemukkan secara feedlot dengan penambahan suplemen pakan minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk CGKK. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang teknik budidaya kerbau secara intensif untuk menghasilkan daging yang memiliki kandungan asam lemak omega-3 tinggi. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kandungan nutrisi dan komponen asam lemak pada daging kerbau Rawa dan sapi Peranakan Ongole (PO) yang digemukkan dengan pakan konsentrat yang disuplementasi minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK).

15 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kerbau Kerbau merupakan hewan ruminansia dari sub family Bovinae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai. Kerbau Rawa adalah kerbau tipe pedaging sedangkan kerbau Sungai merupakan kerbau tipe perah. Taksonomi kerbau (Bubalus bubalis) menurut Fahimuddin (1975) adalah sebagai berikut: Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Arthiodactyla Family : Bovidae Genus : Bos Sub genus: Bubaline Spesies : Bubalus bubalis Kerbau Sungai (river buffalo) biasa digunakan sebagai ternak perah dan memiliki kebiasaan berkubang pada air jernih. Kerbau Sungai banyak terdapat di India, Pakistan, Mesir, dan daerah Mediterania. Kerbau Rawa (swamp bufallow) tersebar dalam jumlah yang besar di daerah Asia Tenggara. Kerbau Rawa biasanya digunakan sebagai penghasil daging dan hewan kerja. Kerbau sungai di beberapa Negara, dikembangbiakkan untuk produksi susu. Peran dan fungsi lain dari ternak kerbau adalah sebagai penghasil pupuk, sehingga ternak ini sering dijuluki dengan ternak multiguna (Muthalib, 2006). Karakteristik Ternak Kerbau Karakteristik dari ternak kerbau antara lain memiliki kulit tebal dengan warna kulit dan rambut hitam keabu-abuan, memiliki tanduk besar mengarah kebelakang serta memiliki sedikit kelenjar keringat, sehingga kurang tahan terhadap cuaca panas. Kerbau sering berendam atau melumuri tubuhnya dengan lumpur (berkubang pada lumpur). Hal ini bertujuan untuk mengurangi cekaman panas sehingga fungsi fisiologis tubuhnya dapat berjalan dengan normal. Umumnya pertambahan bobot

16 badan pada ternak kerbau sangat dipengaruhi oleh kesempatannya dalam berkubang (Zulbardi et al., 1982; Fahimuddin, 1975). Kelemahan Ternak Kerbau Kerbau merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang memiliki beberapa kelemahan seperti rendah tingkat reproduksinya. Rendahnya tingkat reproduksi pada ternak ini disebabkan oleh beberapa faktor penghambat seperti proses deteksi estrus lebih sulit dan memiliki masa kebuntingan lebih lama dibandingkan dengan ternak sapi, serta ternak kerbau memiliki kemampuan terbatas dalam mengubah kelebihan energi atau tenaga menjadi jaringan lemak. Keterbatasan ternak kerbau dalam mengubah kelebihan energi/tenaga di dalam tubuhnya, menyebabkan rendahnya pertambahan bobot badan kerbau meskipun diberi pakan yang berkualitas bagus (Gunawan dan Romjali, 2010). Kelemahan lain yang terdapat pada ternak kerbau adalah memiliki sistem perkawinan berulang. Sistem perkawinan sering berulang diantara spesies ternak kerbau menyebabkan terjadinya penurunan terhadap produktivitas dan juga populasinya, sehingga peningkatan terhadap populasi ternak kerbau akan sulit untuk ditingkatkan (Darminto et al., 2010; Utomo dan Prawirodigdo, 2010). Kelebihan Ternak Kerbau Kerbau merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya. Kelebihan ternak kerbau antara lain yaitu mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan kering serta memiliki kemampuan cukup tinggi untuk mengatasi tekanan dan perubahan lingkungan yang ekstrim (Gunawan dan Romjali, 2010; Darminto et al., 2010). Ternak kerbau dapat mengkonsumsi pakan berkualitas rendah yang tidak dimakan oleh sapi dan mampu memanfaatkannya untuk menghasilkan produksi daging. Hal ini dinyatakan karena kerbau mampu mencerna pakan berserat kasar tinggi secara lebih baik dibandingkan dengan sapi (Adiwinarti et al., 2010). Daya cerna kerbau terhadap selulosa mencapai dua kali lipat lebih tinggi daripada sapi. Kemampuan ternak kerbau dalam mencerna pakan berserat kasar tinggi dapat disebabkan oleh perbedaan spesifik mikroba rumen antara ternak kerbau dan sapi. Jumlah protozoa yang dimiliki ternak kerbau adalah ± /ml sedangkan sapi

17 hanya memiliki ± /ml protozoa, pada ph rumen 5,05-7,6, sehingga pencernaan pada kerbau dianggap lebih baik. Tingginya jumlah mikroba pada rumen kerbau menunjukkan bahwa lingkungan di dalam rumen kerbau diduga sangat baik untuk tempat tumbuh dan berbiak mikroorganisme rumen seperti protozoa, sehingga membantu proses pencernaan di dalam tubuh ternak (Chalmers dan White, 1993). Pakan Ternak Kerbau Pakan ternak kerbau umumnya tidak jauh berbeda dengan pakan sapi yang terdiri atas hijauan dan juga limbah hasil pertanian. Jerami padi, rumput lapang dan daun ubi jalar diberikan pada ternak kerbau sebagai pakan hijauan. Umumnya pakan tambahan jarang diberikan kepada ternak kerbau sehingga kebutuhan gizinya belum terpenuhi secara optimal. Faktor utama untuk meningkatkan produktivitas ternak kerbau adalah memberikan pakan hijauan berkualitas baik (Utomo dan Prawirodigdo, 2010). Hijauan merupakan pakan utama ternak kerbau, terutama bagi ternak yang digembalakan. Pakan limbah pertanian digunakan sebagai pakan ternak kerbau pada saat proses pemeliharaan secara intensif (digemukkan). Limbah hasil pertanian memiliki kandungan protein tinggi. Pakan penggemukan dapat memanfaatkan limbah hasil pertanian karena mampu memenuhi kebutuhan ternak, sehingga pertambahan bobot badan ternak mencapai target yang diinginkan dalam waktu relatif singkat. Umumnya beberapa peternak belum mengetahui bahwa limbah hasil pertanian/perkebunan dapat digunakan sebagai pakan ternak (Indraningsih et al., 2006). Menurut Mayunar (2006), pemilihan pakan hijauan dan konsentrat untuk ternak dapat disesuaikan dengan ketersediaan bahan yaitu mudah dan murah untuk mendapatkannya, serta sesuai dengan syarat kebutuhan dasar bagi ternak yang dipelihara. Kualitas Pakan Ternak Ternak diberikan pakan berkualitas baik dan memenuhi kebutuhan ternak agar dapat memproduksi daging secara optimal. Limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Menurut Indraningsih et al. (2006), permasalahan umum dalam menggunakan pakan limbah pertanian adalah faktor pengetahuan peternak, kualitas pakan limbah pertanian, faktor lingkungan (cemaran) dan pola penggembalaan ternak kerbau. Kualitas pakan ternak tergantung pada

18 komposisi dan kandungan nutrisi di dalamnya, terutama terhadap protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan tingkat kecernaan. Produktivitas sapi potong tergantung pada pemberian pakan, oleh sebab itu ketersediaan, jumlah dan mutu harus diperhatikan dalam pemilihan pakan sebelum diberikan kepada ternak. Tabel 1 menunjukkan perbandingan nutrisi pakan limbah hasil pertanian terhadap standar mutu pakan untuk ternak dewasa. Tabel 1. Perbandingan Nutrisi Limbah Pertanian/Perkebunan dengan Mutu Standar Pakan Untuk Sapi No Parameter Limbah pertanian/perkebunan Padi Jagung Kisaran nilai standar (%) 1 Bahan kering (%) 66,0 21, Protein kasar (%) 3,9 3, Lemak kasar (%) 0, Serat kasar (%) 33,0 20, TDN 38,1 16, Sumber : Indraningsih et al. (2006) Limbah hasil pertanian dapat digunakan sebagai pakan ternak, meskipun kandungan nutrisinya relatif rendah dibandingkan standar mutu pakan untuk sapi dewasa. Pakan limbah hasil pertanian digunakan sebagai pakan suplementasi hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Suplementasi dilakukan karena umumnya limbah hasil pertanian mengandung protein lebih baik daripada hijauan pakan ternak. Limbah tanaman dapat digunakan sebagai pakan, namun perlu dilakukan pemilihan (seleksi), karena bertujuan untuk mengurangi efek samping terhadap kesehatan ternak. Seleksi dapat dilakukan dengan mengetahui kandungan nutrisi pakan limbah pertanian, kandungan toksin/kandungan zat antinutrisi di dalam tanaman. Sistem Pemeliharaan Ternak Kerbau Sistem pemeliharaan ternak kerbau oleh peternak masih sederhana, yakni dikandangkan dan digembalakan (semi intensif). Penggembalaan dilakukan ketika

19 lahan sawah tidak ditanami padi dan di lapangan penggembalaan. Saat sore hari ternak kerbau dikandangkan dan biasanya dimandikan terlebih dahulu (Rusdiana dan Herawati, 2009). Pemeliharaan ternak secara ekstensif apabila ditinjau dari segi usaha maka dinilai tidak merugikan, hal ini disebabkan karena hampir semua biaya produksi tidak ada. Sistem pemeliharaan dilakukan secara ekstensif sangat tidak diharapkan, jika bertujuan untuk memenuhi kebutuhan daging secara nasional. Hal ini disebabkan oleh lama waktu yang dibutuhkan untuk penggemukan sangat lama. Sistem pemeliharaan terhadap ternak kerbau secara ekstensif sangat bergantung pada ketersediaan dan penggunaan rumput alam sebagai pakan utama bagi ternak (Muthalib, 2006). Penerapan pemeliharaan secara sistem intensif mampu menghasilkan produksi lebih efisien. Sistem pemeliharaan secara intensif dapat memungkinkan ternak mengkonsumsi ransum berkualitas baik, memanfaatkan hasil ikutan industri pertanian sebagai pakan tambahan, mempermudah pengawasan kesehatan ternak serta penggunaan lahan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan sistem ekstensif. Peningkatan dalam usaha perkembangan ternak kerbau dapat dilakukan dengan perbaikan pola pemeliharaanya ke arah yang lebih intensif (Parakkasi, 1999; Muthalib, 2006). Kendala Pemeliharaan Ternak Kerbau Pemeliharaan ternak kerbau dilakukan oleh sebagian kecil petani-petani di Indonesia dengan metode yang masih sangat sederhana, yaitu menerapkan sistem semi intensif (Dania dan Poerwoto 2006). Kendala dalam melakukan usaha pemeliharaan ternak kerbau adalah keterbatasan dalam ketersediaan pakan saat musim kemarau dan keterbatasan lahan, sehingga kepemilikan ternak kerbau di wilayah pedesaan masih relatif sedikit. Menurut Indraningsih et al. (2006), kendala lain dalam memelihara ternak kerbau adalah keterbatasan bibit unggul, kesehatan ternak kurang diperhatikan, mutu pakan ternak masih relatif rendah, terjadinya perkawinan silang dalam dan kurangnya pengetahuan peternak dalam menangani produksi dan reproduksi ternak.

20 Perkembangan Ternak Kerbau Secara umum populasi ternak kerbau mengalami penurunan (Tabel 2), hal ini disebabkan oleh perkembangbiakan ternak kerbau masih relatif lambat sehingga tingkat produktivitasnya rendah. Tabel 2. Populasi Ternak (000) Ekor Jenis ternak Tahun *) Sapi potong Sapi perah Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Ayam buras Ayam petelur Ayam pedaging Itik Keterangan : *Angka Sementara Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (2011) Salah satu faktor penyebab utama dalam penurunan populasi ternak kerbau adalah penampilan reproduksinya relatif rendah karena ternak kerbau memiliki dewasa kelamin, periode birahi, masa kebuntingan panjang dan gejala birahi yang sulit untuk dideteksi (Putu et al., 1994). Faktor lain sebagai penyebab rendahnya populasi ternak kerbau adalah masalah perkembangbiakan, pakan, kesehatan ternak, tatalaksana pemeliharaan, serta perhatian peternak yang kurang baik dalam

21 manajemen pemeliharaannya (Lubis dan Sitepu, 1999; Diwyanto dan Handiwirawan, 2006). Oleh sebab itu, untuk memperbaiki kondisi tersebut diperlu-kan usaha peningkatan produksi dan mutu genetik ternak melalui berbagai upaya penerapan teknologi. Penggemukan Ternak Kerbau Usaha penggemukan ternak kerbau pada saat ini belum banyak dilakukan oleh peternak maupun oleh pihak swasta. Usaha ini memiliki prospek sangat baik apabila diikuti dengan perbaikan manajemen pemeliharaan, penggunaan sumberdaya lokal secara optimal dan teknologi tepat guna. Usaha penggemukan ternak kerbau telah dilakukan pada beberapa daerah salah satunya di Jawa Barat. Usaha penggemukan tersebut dilakukan selama 62 hari dengan menggunakan inovasi teknologi dan memanfaatkan jerami padi fermentasi. Proses penggemukan kerbau ini menggunakan empat macam perlakuan yaitu pemberian pakan basal berupa jerami segar dan jerami fermentasi, serta ditambahkan pakan penguat berupa konsentrat (Priyanti dan Saptati, 2006). Penggemukan ternak merupakan usaha untuk mempercepat dan meningkatkan bobot potong ternak ruminansia dalam waktu relatif singkat, karena ternak dipelihara pada suatu lokasi kandang dengan sistem pemberian pakan yang lebih baik (Dania dan Poerwoto, 2006). Usaha penggemukan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas karkas/daging. Deposit lemak dalam karkas dapat mempengaruhi kualitas karkas/daging. Lama penggemukan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar lemak pada otot ternak. Semakin lama proses penggemukan maka jumlah kadar air pada otot ternak akan semakin menurun sedangkan kadar lemak akan semakin meningkat (Parakkasi, 1999). Menurut Hasinah dan Handiwirawan (2006), usaha penggemukan dilakukan untuk mengetahui keragaman produksi dan produktivitas ternak kerbau. Kemampuan produksi kerbau dapat dilihat dari beberapa indikator sifat-sifat produksi seperti bobot lahir, bobot sapih, bobot dewasa, laju pertambahan bobot badan dan sifat-sifat karkas (persentase karkas dan juga kualitas karkas).

22 Produksi Daging Kerbau Produksi daging kerbau di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (2011), pada tahun 2010 hanya sebesar ton, angka ini sangat kecil dibandingkan dengan kontribusi daging sapi yang sebesar ton (Tabel 3). Kebutuhan ternak pedaging sebagai sumber daging (halal) utama, meningkat setiap tahunnya terutama di Indonesia. Kebutuhan daging sapi terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh populasi dan pendapatan yang juga meningkat setiap tahunnya, akan tetapi tidak diikuti dengan peningkatan populasi ternak sebagai penghasil daging (Tabel 2). Besarnya peran ternak sapi sebagai penghasil daging disebabkan oleh pelaku industri dan pemerintah hanya memfokuskan kepada ternak ini saja sehingga potensi ternak lain sebagai sumber daging seperti kerbau menjadi kurang mendapat peluang untuk dioptimalkan. Agar dapat memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri serta mengurangi impor daging dari luar negeri dapat dilakukan dengan menentukan ternak alternatif sebagai penghasil daging seperti kerbau dan juga ternak ruminansia lainnya. Kerbau merupakan salah satu alternatif ternak untuk dikembangkan karena memiliki potensi sebagai ternak penghasil daging (Indraningsih et al., 2006). Tabel 3. Produksi Daging (ton) di Indonesia Tahun Sapi Kerbau Pulau Sumatera Jawa Bali Nusa Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Indonesia Sumber : Badan Pusat Statistik (2011) Daging Kerbau Daging kerbau belum popular, karena ternak ini dipotong pada umur tua (8-10 tahun) dan sering digunakan untuk membajak sawah serta menarik barang

23 (kendaraan). Akibatnya, menghasilkan daging kerbau tidak empuk, juiceness rendah, flavour kurang enak sehingga tidak memenuhi syarat sebagai daging yang bermutu baik (Direktorat Jendral Peternakan, 2005). Menurut Darminto et al. (2010), perbaikan kualitas daging kerbau dari ternak pekerja dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pemeliharaan baru yaitu secara intensif. Daging berkualitas baik dapat dihasilkan apabila selama proses pemeliharaan ternak kerbau diberikan pakan yang baik, yaitu kombinasi antara hijauan dan konsentrat serta perbaikan dalam manajemen pemeliharaan. Karakteristik Daging Kerbau dan Daging Sapi Kerbau Lumpur menurut Darminto et al. (2010), digunakan sebagai ternak pekerja dan setelah itu dijual sebagai sumber daging. Karakteristik daging kerbau Menurut Diwyanto dan Handiwirawan (2006), yaitu lebih merah dibanding daging sapi karena memiliki pigmentasi lebih banyak dan memiliki lemak intramuskular yang rendah, sehingga daging yang dihasilkan menjadi lebih keras dan alot daripada daging sapi. Kelebihan daging kerbau daripada daging sapi yaitu memiliki kandungan lemak daging yang rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh kemampuan ternak kerbau yang terbatas dalam mengubah kelebihan energi atau tenaga menjadi jaringan lemak. Karakteristik daging kerbau tersebut menyebabkan beberapa konsumen tertentu yang memiliki masakan tradisional unik lebih menyukai daging kerbau, seperti masyarakat yang sebagian besar berada di wilayah Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dll. Penelitian yang dilakukan oleh Burhanudin et al. (2002) terhadap tingkat kesukaan daging kerbau membuktikan bahwa konsumen kurang menyukai daging kerbau disebabkan oleh dagingnya yang keras dan alot. Menurut Williamson dan Payne (1993), daging kerbau dengan karakteristik alot bukan disebabkan oleh pengaruh intrinsik, akan tetapi karena hewan ini dipotong pada umur tua. Kandungan Nutrisi Daging Kerbau dan Daging Sapi Daging adalah bahan pangan yang dilengkapi dengan komposisi protein seimbang namun terkadang bermasalah karena memiliki kadar lemak tinggi. Daging merupakan salah satu bahan pangan sebagai sumber protein hewani. Komposisi kimia daging sangat menentukan nilai nutrisi atau kualitas dari daging yang dihasil-

24 kan. Komposisi kimia daging kerbau dan sapi diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh dua orang peneliti yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Perbandingan Karakteristik Daging Kerbau dan Sapi dengan Sistem Pemeliharaan yang Berbeda Parameter Kerbau Sapi Kadar Air (%) ,64 Kadar Protein (%) 20,2-24,1 19,81 Kadar Abu (%) 1,00 1,08 Kadar Lemak (%) 0,9-1,8 5,98 Sumber : Kandeepan et al. (2009) dan Setiyono et al. (2006) Tabel 4 diatas menunjukkan hasil analisa kandungan nutrisi daging kerbau yang dipelihara secara ekstensif dan sapi yang dipelihara secara intensif (digemukkan). Kedua jenis ternak tersebut dipelihara dengan manajemen yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Kandeepan et al. (2009) dan Setiyono et al. (2006) menunjukkan bahwa kandungan nutrisi daging kerbau dan sapi memiliki persentase hampir sama, meskipun kedua jenis ternak tersebut berada pada sistem pemeliharaan yang berbeda. Kadar air, kadar protein dan kadar abu dari daging sapi hampir sama dengan daging kerbau. Berbeda terhadap kadar lemak daging yang menunjukkan bahwa kadar lemak daging sapi yang digemukkan lebih tinggi daripada daging kerbau yang dipelihara secara ekstensif (digembalakan pada lahan pastura). Ternak kerbau umumnya dipelihara secara ekstensif (digembalakan) sedangkan ternak sapi lebih sering dipelihara secara intensif (digemukkan). Kedua jenis ternak tersebut dipelihara pada sistem berbeda, sehingga tingkat asupan gizi dan juga nutrisi yang diperoleh juga berbeda. Menurut Rebak et al. (2010), perbedaan kandungan nutrisi daging kerbau dan sapi dari hasil penelitian tersebut, dapat disebabkan oleh perbedaan sistem pemberian pakan dan juga manajemen pemeliharaan dari kedua jenis ternak tersebut. Otot pada mamalia umumya memiliki kadar air sekitar 75% dengan kisaran 68-80%, kadar protein sekitar 19% dengan kisaran antara 16-22%, dan kadar lemak sekitar 2,5% dengan kisaran 1,5-13% (Lawrie, 2003). Kerbau menghasilkan daging dengan kualitas serupa dengan daging sapi, namun daging kerbau lebih disukai di beberapa daerah karena kadar lemak daging kerbau relatif rendah. Daging

25 ruminansia memiliki kandungan nutrisi yang sedikit dipengaruhi oleh perbedaan spesies. Pada dasarnya Otot mamalia memiliki komposisi kimia yang sangat bervariasi. Menurut Usmiati dan Priyanti (2006), daging dari ternak ruminansia memiliki variasi komposisi kimia atau kandungan nutrisi yang tergantung dari jenis spesies ternak, umur, jenis kelamin dan letak serta fungsi daging di dalam tubuh. Asam Lemak Daging Kerbau dan Daging Sapi Muchtadi et al. (2002), menyatakan bahwa lemak tersusun atas asam-asam lemak yang meliputi asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid) dan asam lemak tidak jenuh (Unsaturated Fatty Acid). Asam lemak jenuh yaitu apabila rantai hidrokarbonnya tidak memiliki ikatan rangkap dan dijenuhi oleh hidrogen. Sedangkan asam lemak tak jenuh yaitu apabila rantai hidrokarbonnya tidak dijenuhi oleh hidrogen sehingga memiliki satu atau lebih ikatan rangkap. Tabel 5 berikut menunjukkan kandungan asam lemak pada daging kerbau dan daging sapi yang dihasilkan oleh peneliti yang berbeda. Tabel 5. Komponen Asam Lemak Daging Kerbau dan Daging Sapi pada Sistem Pemeliharaan yang Berbeda Parameter Daging sapi* Daging kerbau** Asam lemak jenuh (%) 36,37 54,60 Asam lemak tak jenuh (%) 63,83 45,25 C20:5n-3 (%) - 0,04 C22:6n:3 (%) - 0,10 Sumber : Setiyono et al. (2006)* dan Juarez et al. (2010)** Kadar asam lemak daging sapi dan kerbau diteliti oleh Setiyono et al. (2006) dan Juarez et al. (2010) menunjukkan bahwa dengan manajemen pemeliharaan secara intensif (digemukkan) menghasilkan daging dengan kandungan asam lemak jenuh lebih rendah dan kandungan asam lemak tak jenuh yang lebih tinggi. Hal ini berbeda terhadap ternak kerbau yang dipelihara secara ekstensif (digembalakan pada lahan pastura) yang menghasilkan daging dengan kandungan asam lemak jenuh lebih tinggi dan kandungan asam lemak tak jenuh lebih rendah.

26 Hasil penelitian yang diperoleh dari beberapa peneliti tersebut membuktikan bahwa terdapat perbedaan kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh pada daging sapi dan kerbau (Tabel 5). Hal ini disebabkan oleh perbedaan manajemen pemeliharaan yang diberikan pada ternak selama proses penelitian. Perbedaan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang terkandung di dalam daging sapi dan kerbau menurut Setiyono et al. (2006), dapat disebabkan oleh perbedaan faktor genetik antara kedua daging yang berasal dari spesies ternak yang berbeda. Daging kerbau memiliki struktur komposisi kimia, nilai nutrisi, palatabilitas dan bagian karkas yang dapat dikonsumsi hampir sama dengan daging sapi. Daging kerbau dianggap oleh masyarakat memiliki kandungan kolesterol yang rendah, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan hewani yang sehat. Daging kerbau mengandung kadar kolesterol yang rendah, hal ini disebabkan oleh keterbatasan ternak kerbau dalam mengubah energi/tenaga menjadi jaringan lemak. Lemak daging kerbau terpusat di bawah kulit dan rongga tubuh sedangkan sedikit diantara daging. Daging kerbau memiliki jumlah lemak yang sedikit sehingga tingkat kolesterolnya lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi (Usmiati dan Priyanti, 2006; Darminto et al., 2010; Gunawan dan Romjali, 2010). Menurut Muctadi et al. (2002), asam-asam lemak adalah komponen penyusun lemak. Rendahnya asam-asam lemak dapat disebabkan karena kadar lemak yang sedikit terdapat pada daging. Pencernaan dan Penyerapan Lemak Proses pencernaan dan penyerapan lemak pada ternak ruminansia dibantu oleh mikroba di dalam rumen. Semua lemak di dalam pakan akan dihidrolisis atau diuraikan menjadi lebih sederhana yaitu menjadi asam lemak bebas dan gliserol, sehingga dapat diserap oleh tubuh ternak. Pencernaan dan penyerapan lemak terjadi di dalam rumen. Penyerapan lemak dari usus halus di dalam plasma darah tidak dalam keadaan bebas karena sifat lemak yang tidak larut dalam air, sehingga membutuhkan zat pengangkut khusus seperti lipoprotein. Kadar lemak daging merupakan faktor yang mempengaruhi kualitas atau komposisi kimia daging. Daging memiliki kadar lemak yang sangat dipengaruhi oleh tingkat kejenuhan asam lemaknya (Tillman et al., 1991).

27 Teknologi Perlindungan Lemak Proses perlindungan pakan yang mengandung asam lemak tak jenuh dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti proses saponifikasi (sabun kalsium), menggunakan formalin, melalui hidrolisis basa dan hidrolisis asam. Pembuatan Campuran Garam Karboksilat kering dilakukan secara kimiawi melalui hidrolisis asam. Minyak ikan lemuru diolah dengan proses hidrolisis asam karena memiliki waktu lebih singkat dibandingkan dengan hidrolisis basa, sehingga lemak tidak banyak teroksidasi. Pembuatan garam karboksilat dengan cara hidrolisis asam diawali dengan mereaksikan bahan lemak dengan larutan asam klorida (HCl). Minyak ikan merupakan lemak terhidrolisis oleh larutan HCl (Asam). Agar dapat memperoleh garam karboksilat, maka minyak ikan lemuru terhidrolisis dengan asam harus ditambah dengan larutan KOH. Campuran antara minyak ikan terhidrolisis dengan asam kemudian ditambah larutan KOH sehingga menghasilkan garam karboksilat. Setelah terbentuk menjadi garam karboksilat maka dicampurkan dengan onggok. Perbandingan antara jumlah onggok dan minyak ikan adalah 1 : 5 b/b. Kemudian campuran onggok garam karboksilat tersebut dikeringkan pada oven dengan suhu 32 0 C, sehingga diperoleh Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK). Proses pengeringan dilakukan bertujuan untuk memperoleh CGKK dengan kadar air 15% (Tasse, 2010). Proses penyerapan campuran garam karboksilat oleh ternak ruminansia, yaitu terjadi pemisahan antara onggok dan garam karboksilat di dalam rumen atau abomasal. Garam karboksilat akan terionisasi menjadi karboksilat dan kalium. Proses selanjutnya yaitu karboksilat akan diserap oleh sel intestinal (usus halus) kemudian berikatan dengan gliserol (diesterifikasi) sehingga membentuk lipid (lemak) dan kemudian bergabung dengan chilomikron dan VLDL. Kemudian dibawa ke jaringan tubuh dan asam lemak akan dilepaskan dari lemak dalam kapiler darah lalu asam lemak akan diabsorbsi dan disimpan menjadi lemak daging terutama asam lemak EPA dan DHA (Tasse, 2010). Mekanisme proteksi asam lemak tidak jenuh di dalam minyak ikan lemuru tidak didasari oleh titik cair asam lemaknya melainkan berdasarkan level keasaman atau ph rumen dan usus halus di dalam tubuh ternak. Garam kalsium akan tetap utuh pada lingkungan rumen dengan ph netral (ph 6-7), tetapi akan terurai pada

28 lingkungan asam (ph 2-3). ph rumen normal menyebabkan garam kalsium tidak dapat terdegradasi atau terurai. Namun, pada lingkungan asam garam kalsium akan terpisah dalam bentuk lemak dan kalium. Pemisahan antara kalium dan lemak menyebabkan asam lemak akan terbebas sehingga mudah dipecah serta dapat diserap di dalam tubuh ternak (Tasse, 2010). Minyak Ikan Lemuru Minyak ikan lemuru (Sardinella longiseps), merupakan limbah industri pengalengan ikan lemuru yang memiliki potensi sebagai sumber asam lemak tak jenuh, dengan kandungan sekitar 85,61% (Maryana, 2002). Minyak ikan lemuru dapat dimanfaatkan sebagai sumber asam lemak dan dapat dijadikan pakan ternak, karena ketersediannya yang tinggi dan juga memiliki kandungan asam lemak tak jenuh (Tabel 6) berupa EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid) (Lubis, 1993). Hasil penelitian Dewi (1996) membuktikan bahwa minyak ikan lemuru memiliki kandungan EPA sebesar 15 % sedangkan DHA sebesar 11 %. Beberapa pakan ternak ruminansia mengandung asam-asam lemak, sehingga apabila diberikan pada ruminansia akan terhidrogenasi di dalam rumen. Kualitas lemak ruminan dan monogastrik berbeda disebabkan oleh adanya proses hidrogenasi di dalam tubuh ternak ruminansia. Proses hidrogenasi merupakan suatu proses yang mengubah asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh. Ternak ruminansia dapat memproduksi daging dengan kandungan asam lemak jenuh tinggi, sehingga memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan manusia (Parakkasi, 1999). Minyak ikan lemuru mengandung asam lemak omega-3 seperti EPA dan DHA yang berperan untuk menurunkan kadar kolesterol dan mencegah terjadinya penyempitan pembuluh darah serta mampu meningkatkan kecerdasan otak dan mempercepat pertumbuhan serta perkembangan anak (Simopaulus, 2002).

29 Tabel 6. Komposisi Asam Lemak yang Terkandung pada Minyak Ikan Lemuru Asam lemak % komposisi g/100 g contoh C14:0 12,5 6,20 C16:0 9,5 1,05 C16:1 3,8 0,65 C17:1 0,8 0,20 C18:0 0,8 0,34 C18:1 3,9 1,62 C18:2 1,1 0,45 C18:3n-6 0,1 0,04 C18:3n-3 0,6 0,24 C20:0 1,6 0,68 C20:1n-4 0,1 0,01 C20:2n-6 0,1 0,01 C20:3n-3 1,3 0,21 C20:5n-3 (EPA) 34,7 8,67 C22:n-4 0,5 0,2 C22:3n-3 0,4 0,16 C22:6n-3 (DHA) 27,1 6,77 Sumber : Lubis (1993) Sapi Peranakan Ongole Sapi Peranakan Ongole (PO) adalah salah satu ternak penghasil daging yang merupakan sumberdaya genetik dari sapi lokal. Pelestarian sumber daya genetik terhadap ternak sapi PO bertujuan untuk meningkatkan produktivitas sapi lokal. Karakteristik sapi PO secara fisiologis antara lain, baik dalam menanggapi perubahan maupun perbaikan pakan dan memiliki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan tropis. Sapi Peranakan Ongole merupakan sapi dari hasil persilangan sapi Sumba Ongole dan sapi Jawa. Ciri-ciri sapi PO yaitu memiliki ukuran tubuh yang besar dan panjang, berwarna putih (namun punuk hingga leher berwarna putih keabu-abuan dan lututnya berwarna hitam), memiliki kepala yang panjang dan telinga agak tergantung, tanduknya pendek dan tumpul yang pada bagian pangkalnya berukuran

30 besar, selain itu sapi PO juga memiliki gelambir yang lebar, bergantung dan belipat yang umbuh sampai tali pusar (Payne dan Hodges, 1997). Tampilan bobot hidup dan ukuran tubuh ternak sapi PO bervariasi karena dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan yang beragam, seperti perbedaan umur, manajemen pemeliharaan serta jumlah dan jenis pakan yang diberikan (Hartati et al., 2010). Sapi PO memiliki kelemahan yaitu sulit untuk mencerna pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Hal ini disebabkan mikroba rumen pada ternak sapi memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan ternak kerbau. Tingkat konsumsi pakan pada sapi PO akan semakin menurun, apabila pakan yang diberikan mengandung serat kasar tinggi. Konsentrat biasanya diberikan untuk melengkapi pakan utama ternak. Konsentrat rendah akan kandungan serat kasarnya, sehingga daya cerna ternak terhadap konsentrat relatif tinggi (Adiwinarti et al., 2010; Anggorodi, 1994).

31 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Juni hingga September Pemeliharaan Kerbau Rawa dan sapi Peranakan Ongole (PO) dilaksanakan selama dua setengah bulan, di Laboratorium lapang Blok A, Fakultas Peternakan. Pembuatan suplemen Campuran Garam Karboksilat Kering di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan dan Technopark SEAFAST, Fakultas Teknologi Pertanian. Analisis komponen asam lemak dan kandungan nutrisi daging di Laboratorium Terpadu Baranangsiang dan Laboratorium Pusat Penelitian Sumber daya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Materi Ternak Penelitian ini menggunakan enam ekor ternak kerbau Rawa jantan dengan rataan bobot hidup 218,66 ± 16,28 kg dan delapan ekor ternak sapi Peranakan Ongole (PO) jantan dengan rataan bobot hidup 217,37 ± 15,44 kg yang ditempatkan pada kandang individu. Daging yang digunakan untuk dianalisa (uji proksimat dan uji komponen asam lemak) adalah daging kerbau dan sapi yang terdapat di bagian otot Longisimus dorsi pada rusuk ke-12 dan 13. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan ternak kerbau dan sapi adalah kandang individu. Peralatan yang digunakan untuk masa pemeliharaan adalah tempat pakan, tempat minum, timbangan badan ternak, timbangan pakan, tongkat ukur, meteran, dan thermometer ruang untuk mengukur suhu dan kelembaban kandang. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan CGKK meliputi kompor, tabung Erlenmeyer, gelas ukur, pipet, dan thermometer. Peralatan yang digunakan dalam analisis kualitas daging adalah timbangan digital untuk menimbang sampel daging, blender, kertas saring, oven, cawan porselen, Bunsen, ruang asam, gelas piala, Erlenmeyer, pipet volumetrik, pipet tetes, tanur, labu soxhlet, labu kjedhal, corong buncher, pisau, piring, gelas, dan alat tulis.

32 Pakan dan Air Minum Pakan yang diberikan berupa hijauan yang terdiri atas rumput gajah dan rumput lapang yang dicampur dengan tongkol jagung. Konsentrat yang digunakan merupakan konsentrat komersial. Konsentrat komersial tersebut dicampur dengan kulit ari kedelai dari limbah pembuatan tempe. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan sesuai dengan kebutuhan ternak kerbau dan sapi berdasarkan bahan kering. Penambahan Campuran Garam Karboksilat Kering dilakukan dengan mencampurkannya ke dalam konsentrat yang diberikan. Air minum ternak selalu tersedia di dalam bak air minumnya. Berikut pada Tabel 7 disajikan komposisi dan kandungan nutrien ransum penelitian yang diberikan terhadap ternak kerbau dan sapi. Tabel 7. Komposisi dan Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan Berdasarkan Bahan Kering Komposisi zat-zat makanan (%) Berat Kering* Abu* Lemak Kasar* Protein Kasar* Serat kasar* BETN** TDN** R1 (Hijauan + Konsentrat) 33,33 7,42 2,25 13,65 35,80 40,87 57,79 R2 (Hijauan + Konsentrat + CGKK) 33,58 7,25 2,91 13,82 35,93 40,09 58,87 *Hasil analisa Proksimat **Berdasarkan perhitungan TDN (Hartadi et al., 1980) = (92,64 0,338(SK)) (6,945(LK) 0,762(BETN)) + (1,115(PK) + 0,031(SK) 2 ) (0,133(LK) 2 + 0,036(SK)(BETN)) + (0,207(LK)(BETN) + 0,100(LK)(PK)) (0,022(LK) 2 (PK)) Prosedur Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu tahap pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK), tahap pemeliharan ternak kerbau dan sapi selama dua setengah bulan secara feedlot, tahap pemotongan, tahap analisis kandungan nutrisi dan komponen asam lemak daging. Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) Proses pembuatan Campuran Garam Kering Karboksilat Kering (CGKK) dilakukan pada awal penelitian sebelum tahap pemeliharaan ternak dan dilakukan

33 beberapa kali sesuai dengan ketersediaan CGKK saat pemeliharaan. Seperti terlihat pada Gambar 1. Persiapan Bahan Penimbangan Bahan-Bahan seperti HCl, KOH dan onggok HCl dan KOH dilarutkan terpisah dengan menggunakan aquades Minyak ikan + larutan HCl (0,2M) dikocok Dimasukkan aquadest lalu dipanaskan dan diaduk sampai berbusa hingga suhu mencapai 70 0 C selama 30 menit Larutan KOH ditambahkan (konsentrasi berdasarkan angka asam/0,2m) Diaduk dan didinginkan Dicampur kedalam onggok dan diaduk hingga rata Dikeringkan di dalam oven pada suhu 32 0 C Siap diberikan kepada ternak dengan di campur dengan konsentrat Gambar 1. Skema Proses Pembuatan CGKK

34 Pembuatan CGKK dimulai dengan persiapan bahan-bahan kimia yaitu KOH, dan HCl yang ditimbang, kemudian diencerkan. Apabila semua bahan sudah siap, maka proses awal yang dilakukan adalah minyak ikan lemuru dipanaskan, Kemudian dicampur dengan HCl (0,2M), minyak ikan sebagai lemak yang terhidrolisis oleh larutan HCl tersebut dikocok lalu ditambah dengan aquades dan adonan diaduk hingga suhunya 70 0 C, bila sudah mencapai suhu tersebut maka ditambahkan dengan larutan KOH dengan konsentrasinya berdasarkan angka asam (0,2M), kemudian diaduk hingga rata. Adonan yang telah tercampur rata kemudian didinginkan lalu dicampur dengan onggok dan diaduk hingga halus dan merata serta sampai campuran adonan tersebut tidak ada yang menggumpal. Jumlah onggok yang digunakan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok 1:5 b/b. Adonan yang sudah halus dan rata kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 32 0 C. Hasil pengeringan campuran tersebut merupakan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK). Pengeringan dilakukan agar CGKK awet dan tidak berjamur. Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) yang telah dikeringkan dapat dicampur dengan konsentrat dengan kadar yaitu 4,5% atau 45 gr/kg konsentrat dan siap untuk dikonsumsi oleh ternak. Persiapan dan Pemeliharaan Kerbau dan Sapi Ternak yang dipelihara dan digemukkan selama dua setengah bulan dikandangkan secara individu. Penimbangan bobot badan ternak kerbau dan sapi dilakukan diawal sebelum proses pemeliharaan. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui keseragaman bobot badan Kerbau Rawa dan sapi PO. Ternak percobaan sebanyak enam ekor Kerbau Rawa dan delapan ekor sapi PO. Kerbau dan Sapi tersebut dikandangkan sesuai dengan perlakuannya sehingga memudahkan pemberian perlakuan CGKK. Mekanisme pemberian pakan yaitu 3 % dari bobot badan yang ingin dicapai sampai tahap akhir proses penggemukan. Bobot badan yang ingin dicapai yaitu 250 kg selama pemeliharaan dua stengah bulan dengan target peningkatan bobot badan perhari adalah 1 kg. Jumlah pemberian pakan perekor dalam satu hari adalah hijauan sebanyak 20 kg dan konsentrat sebanyak 12 kg. Konsentrat terdiri atas campuran konsentrat komersial ditambah dengan kulit ari kedelai yang berasal dari limbah pembuatan tempe dengan perbandingan antara konsentrat dan kulit ari kedelai adalah 1:2.

35 Pemberian pakan dibagi menjadi tiga tahap yaitu pagi, siang dan sore. Mekanisme pemberian konsentrat untuk kerbau dan sapi yang diberi perlakuan penambahan CGKK dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah sebagian kecil dari total konsentrat dicampur dengan CGKK, kemudian diberikan kepada ternak. Tahap kedua adalah pemberian sisa konsentrat yang tidak dicampur CGKK, setelah konsentrat yang diberikan pada tahap pertama telah habis dikonsumsi. Apabila total konsentrat yang diberikan telah habis dimakan maka diberikan minum dan juga hijauan sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat. Pemotongan Ternak Penyembelihan dilakukan di RPH (Rumah Potong Hewan) Fakultas Peternakan. Ternak yang akan disembelih ditimbang bobot potongnya terlebih dahulu, kemudian dimandikan dan diberi tanda (berupa nomor) dengan menggunakan spidol marker agar mudah dalam mengidentifikasi. Ternak digiring masuk ke ruang pemingsanan (knocking box) lalu dipingsankan (stunning) dengan menggunakan alat cash knocker yang dipukulkan tepat dipertengahan dahi di antara kedua kelopak mata. Penyembelihan dilakukan dengan memotong vena jugularis, oesophagus dan trachea, lalu didiamkan sebentar sampai pengeluaran darah sempurna, setelah ternak mati, salah satu kaki belakang diikatkan dengan rantai pada ujung katrol listrik dan kemudian secara perlahan ditarik ke atas sampai menggantung sempurna pada rel penggantung (roller dan shackling chain). Penggantungan dilakukan pada tendon Achilles. Kepala, keempat kaki, ekor dan kulit dipisahkan dari tubuh ternak, Kaki belakang dilepas dengan gunting listrik. Kepala dilepas dari tubuh pada sendi occipito-atlantis (heading). Kaki depan dan belakang dilepaskan pada sendi Carpo-metacarpal dan sendi Tarso-metatarsal. Pengulitan (skinning) dilakukan dengan membuat irisan dari anus sampai leher melewati bagian perut dan dada, juga dari arah kaki belakang dan kaki depan menuju irisan tadi. Kulit dilepas dari arah ventral perut dan dada ke arah dorsal dan punggung. Pengeluaran isi rongga perut dan dada dilakukan dengan menyayat dinding abdomen sampai dada. Karkas segar kemudian dibelah simetris (splitting) dengan menggunakan gergaji listrik besar (power saw) pada sepanjang tulang belakang dari sacral (Ossa vertebrae sacralis) sampai leher (Ossa vertebrae cervicalis). Karkas diberi label dan ditimbang dengan timbangan sebagai bobot karkas segar/panas

36 sebelah kiri dan kanan. Karkas disimpan dalam chilling room pada suhu 2-5 o C selama ±24 jam. Sebelum dilakukan pembentukan potongan komersial karkas (wholesale cuts), bobot setengah karkas ditimbang sebagai bobot karkas dingin/layu. Karkas yang diamati potongan komersialnya adalah karkas sebelah kiri, setengah karkas sebelah kiri ini dibelah menjadi dua bagian terlebih dahulu sebelum dideboning, yaitu pada ruas tulang rusuk 12 dan 13. Seperempat bagian depan (forequarter) meliputi chuck, blade, cuberoll, brisket dan shin. Seperempat bagian belakang (hindquarter) meliputi striploin atau sirloin, tenderloin, rump, silverside, topside, knuckle, flank dan shank. Semua potongan komersial karkas kemudian ditimbang dan dicatat sebagai bobot potongan komersial karkas. Analisa Sifat Kimia Daging Analisa sifat kimia daging dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumber daya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Pengujian komponen asam lemak daging dilakukan di laboratorium Terpadu Baranangsiang Institut Pertanian Bogor. Analisa pada daging kerbau dan sapi dengan pemberian suplemen berupa minyak ikan lemuru terproteksi dalam Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) bertujuan untuk mengetahui serta melihat peningkatan kandungan nutrisi dan komponen asam lemak pada produk daging. Analisa kandungan nutrien pada daging meliputi kadar air, kadar protein kasar, kadar abu serta kadar lemak. Analisa komponen asam lemak meliputi komponen asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh, EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid) pada daging. A. Analisa Proksimat 1. Kadar Air Analisa proksimat terhadap kadar air dilakukan dengan cara pemanasan langsung. Metode ini dilakukan dengan cara menghitung seberapa besar air yang hilang melalui proses pemanasan. Proses pemanasan menggunakan alat yaitu oven. Langkah awal yaitu cawan dibersihkan dan dicuci terlebih dahulu kemudian botol dikeringkan selama 1 jam dengan suhu 105 o C di dalam eksikator. Sampel sebanyak 1 gram ditimbang dalam

37 cawan dan dimasukkan ke dalam oven bersuhu C selama 8 jam kemudian ditimbang. Adapun persamaan untuk mencari kadar air pada sampel daging yang telah diuji, adalah sebagai berikut: Kadar Air (%) = 2. Kadar Protein Kasar Metode Kjeldahl dilakukan untuk mengetahui kadar protein pada daging. Metode ini terdiri dari beberapa tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Langkah awal yang dilakukan adalah sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram dan dimasukkan kedalam labu kjeldahl 100 ml dan ditambahkan selenium 0,25 gram dan 3 ml H 2 SO 4 pekat. Proses awal yang dilakukan setelah penimbangan sampel yaitu proses destruksi (pemanasan dalam keadaaan mendidih) selama 1 jam, sampai larutan jernih. Sampel yang telah didestruksi dan telah dingin kemudian ditambahkan 50 ml aquadest dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung di dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H 3 BO 3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Volume hasil tampungan (destilat) yang menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan dan hasil destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Metode diatas yang telah dilakukan sehingga diperoleh kadar nitrogen total yang dihitung dengan rumus : %N = Keterangan : Kadar Protein Kasar (%) = 6,25 x %N S = volume titran sampel (ml) B = volume titran blanko (0.15 ml) W = bobot sampel (mg) 2,5 = faktor koreksi

38 Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen. Faktor perkalian yang umum digunakan untuk berbagai bahan pangan berkisar antara 5,18 6, Kadar Lemak Kasar Uji kadar lemak diperoleh dengan cara metode Soxhlet. Metode ini dilakukan dengan cara lemak diekstraksi terlebih dahulu. Langkah pertama yang dilakukan adalah sebanyak 2 gram sampel disebar di atas kapas yang telah diberi alas kertas saring dan kemudian digulung membentuk thimble lalu dimasukkan kedalam labu soxhlet. Proses selanjutnya adalah melakukan ekstraksi selama 6 jam dengan pelarut lemak yang berupa heksan sebayak 150 ml. Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu C selama 1 jam. Cara memperoleh kadar lemak kasar pada sampel yang telah diuji, dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: Kadar Lemak Kasar (%) = 4. Kadar Abu Kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada sampel yang di analisa. Langkah awal dalam uji kadar abu adalah sebanyak 1 gram sampel ditempatkan di dalam cawan porcelain lalu dibakar sampai tidak berasap, kemudian diabukan di dalam tanur dengan suhu C selama 2 jam dan setelah itu ditimbang. Cara memperoleh kadar abu dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini: Kadar Abu (%) = B. Analisis Komponen Asam Lemak Bahan yang digunakan untuk menganalisis komposisi asam-asam lemak adalah daging has luar dalam bentuk segar maupun rebus. Analisis komposisi asam-asam lemak dari masing-masing sampel yang telah diekstrak akan dilakukan menurut prosedur laboratorium yang telah ditetapkan.

39 Langkah awal yang dilakukan dalam melakukan analisa asam lemak adalah lemak atau minyak dihidrolisis menjadi asam lemak, kemudian ditransformasi menjadi bentuk ester yang bersifat lebih mudah menguap. Proses transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam lemak (FAME), selanjutnya FAME dianalisis dengan alat kromatografi gas. Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul puncak pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan. Penentuan komponen dalam contoh dilakukan dengan teknik internal standar. Teknik standar internal dilakukan Untuk meminimalkan kesalahan akibat volume injeksi, preparasi sampel, pengenceran, dan sebagainya. Tahap awal yang dilakukan dalam proses analisa asam lemak ini adalah melakukan proses preparasi contoh atau sampel (hidrolisis dan esterifikasi) dengan cara yaitu mg contoh lemak atau minyak yang berada di dalam tabung bertutup Teflon ditimbang, lalu ditambahkan 1ml NaOH 0,5 N dalam methanol dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Proses selanjutnya setelah hidrolisis sampel, maka ditambahkan 2 ml BF 3 20% dan dipanaskan kembali selama 20 menit kemudian didinginkan dan ditambahkan 2 ml NaCl jenuh serta 1 ml isooctane, lalu dikocok dengan baik setelah itu lapisan isooctane dipindahkan dengan bantuan pipet tetes kedalam tabung yang berisi sekitar 0,1 gram Na 2 SO 4 anhidrat, dibiarkan 15 menit dan yang terakhir adalah dipisahkan antara fasa cair kemudian diinjeksikan ke kromatografi gas. Tahap berikutnya adalah proses analisis komponen asam lemak sebagai FAME, dengan cara yang pertama yaitu kondisi alat dilakukan pengaturan sebagai berikut : (1) keadaan kolom : Cyanoprofil methyl sil (capillary column), (2) dimensi kolom : p = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, 025µm Film Tickness, (3) laju alir N 2 : 20 ml/menit,

40 (4) laju alir H 2 : 30 ml/menit (5) laju alir udara : ml/menit (6) suhu injector : 2200C, (7) suhu detector : 2400C, (8) suhu kolom : program temperature, (9) kolom temperature : (a) rate ( 0 C/menit) = 0, temperature ( 0 C) = 125, hold time (menit) =5, (b) rate ( 0 C/menit) =10, temperature ( 0 C) = 185, hold time (menit) =5, (c) rate ( 0 C/menit) = 5, temperature ( 0 C) = 205, hold time (menit) =10, (d) rate ( 0 C/menit) =3, temperature ( 0 C) = 225, hold time (menit) =7, (10) split ratio :1 : 80, (11) inject volum : 1 µl, (12) linier velocity : 23,6 cm/sec. Proses selanjutnya setelah pengaturan terhadap alat adalah 1 µl campuran standar FAME diinjeksikan, bila semua puncak sudah keluar maka diinjeksikan 1 µl sampel yang telah dipreparasi kemudian diukur waktu retensi dan puncak masing-masing komponen. Waktu retensi yang diperoleh dari alat yang digunakan untuk analisa komponen asam lemak tersebut kemudian dibandingkan dengan standar. Informasi mengenai jenis dari komponen komponen dalam sampel dan jumlah kandungan komponen dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Kandungan Asam Lemak = Keterangan : A x = Area Sampel A s = Area Standar V = Volume Contoh (Isooctane 1 ml) C = Konsentrasi Standar Gram Contoh = ± 30 mg/ Bahan

41 Rancangan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang diterapkan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktoial 2x2. Faktor pertama adalah jenis ternak (kerbau dan sapi) dan faktor kedua adalah pemberian pakan suplemen (konsentrat tanpa CGKK dan konsentrat yang ditambah dengan CGKK 45 gr/kg konsentrat atau 4,5%). Tiap perlakuan terdiri atas tiga ekor kerbau dan empat ekor sapi, sebagai ulangan. Model rancangan yang digunakan untuk percobaan ini adalah : Keterangan : Y ijk = μ + A i + B j + (AB) ij + ijk Y ijk = Hasil pengamatan kandungan nutrisi dan komponen asam lemak daging pada jenis ternak ke-i, dan pemberian pakan suplemen ke-j, dan dengan ulangan ke-k µ = Nilai rataan umum A i Pengaruh jenis ternak pada taraf ke-i B j = Pengaruh pemberian pakan suplemen pada taraf ke-j (AB) ij = Pengaruh interaksi antara faktor jenis ternak pada taraf ke-i dengan pemberian pakan suplemen pada taraf ke-j ε ijk = Pengaruh galat percobaan yang berasal dari faktor jenis ternak ke-i dan perlakuan pemberian pakan suplemen ke-j pada ulangan ke-k Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis ragam atau Analysis Of Variance (ANOVA). Hasil analisis yang menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilakukan uji lanjut Least Square Means. Peubah yang diamati adalah kandungan nutrisi daging meliputi kadar air, kadar lemak, kadar abu dan kadar protein serta komponen asam lemak meliputi asam lemak jenuh, asam lemak tak jenuh, EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid) yang terkandung dalam daging.

42 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Ternak percobaan yang digunakan adalah ternak jantan berjumlah 14 ekor, terdiri dari enam ekor kerbau Rawa dan delapan ekor sapi PO (Gambar 2 dan Gambar 3). Ternak tersebut dibedakan menjadi dua kelompok. Tiga ekor kerbau dan empat ekor sapi diberi pakan dengan penambahan suplemen minyak ikan lemuru terproteksi dalam CGKK, sedangkan tiga ekor dan empat ekor lainnya tidak (sebagai kontrol). Suplemen pakan berupa CGKK ini berbahan dasar minyak ikan lemuru yang berasal dari limbah pengalengan ikan. Pemanfaatan limbah minyak ikan lemuru dilakukan karena minyak ikan lemuru memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan kandungan nutrisi di dalam daging. Minyak ikan lemuru merupakan bahan pakan yang tidak dapat diberikan kepada ternak secara langsung, karena memiliki palatabilitas yang rendah. Oleh sebab itu, minyak ikan lemuru dihidrolisis dengan asam melalui proses kimiawi, sehingga menghasilkan CGKK agar dapat diberikan kepada ternak secara langsung. Menurut Tasse (2010), hidrolisis asam dilakukan karena memiliki waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan hidrolisis basa. Asam lemak tak jenuh yang terdapat di dalam minyak ikan lemuru mudah teroksidasi, sehingga perlu dilakukan proteksi kedalam bentuk CGKK. Campuran Garam Karboksilat Kering merupakan salah satu metode yang digunakan untuk memproteksi asam lemak tak jenuh agar tidak terhidrogenasi di dalam rumen, sehingga asam lemak tak jenuh tersebut tidak terurai menjadi asam lemak jenuh dan dapat by pass ke dalam usus serta dibawa oleh darah ke jaringan otot dalam bentuk asam lemak tak jenuh. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa, proses hidrogenasi yang terjadi di dalam rumen menyebabkan perubahan asam lemak tak jenuh menjadi asam lemak jenuh, sehingga sering mendapat sorotan negatif bagi kesehatan manusia. Metode pemberian suplemen minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk CGKK ini adalah dengan cara dicampurkan kedalam konsentrat sehingga dapat dikonsumsi oleh ternak. Pemberian konsentrat dilakukan terlebih dahulu kemudian baru diberikan hijauan. Hal ini dilakukan agar ternak tidak terlalu kenyang, sehingga suplemen minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk CGKK yang diberikan dikonsumsi habis oleh ternak.

43 Gambar 2. Kondisi Kandang Sapi Penelitian Gambar 3. Kondisi Kandang Kerbau Penelitian Nilai Nutrisi Daging Daging kerbau merupakan salah satu bahan pangan yang dapat dijadikan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral. Menurut Usmiati dan Priyanti (2006),

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kerbau Karakteristik Ternak Kerbau

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kerbau Karakteristik Ternak Kerbau TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kerbau Kerbau merupakan hewan ruminansia dari sub family Bovinae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India (Hasinah dan Handiwirawan, 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni hingga bulan September 2011 dan bertempat di Laboratorium Lapang Blok A, Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA

Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA 1 Deskripsi KONSENTRAT ASAM LEMAK OMEGA-3 UNTUK SUPLEMENTASI PAKAN SAPI POTONG DAN METODE PEMBUATANNYA Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan komposisi bahan, metode pembuatan dan produk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui sistem produksi ternak kerbau sungai Mengetahui sistem produksi ternak kerbau lumpur Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau

TINJAUAN PUSTAKA Kerbau TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Kerbau merupakan ternak penghasil daging merah dan susu. Kerbau di Indonesia juga banyak digunakan sebagai ternak pengangkut dan pembajak sawah. Beberapa daerah di Indonesia, khususnya

Lebih terperinci

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di

PENGANTAR. sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak. dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan makanan favorit di PENGANTAR Latar Belakang Domba termasuk ternak ruminansia kecil dengan potensi daging yang sangat digemari oleh masyarakat. Sate daging domba walaupun banyak dipopulerkan dengan nama sate kambing merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitan dengan judul Tampilan Protein Darah Laktosa dan Urea Susu akibat Pemberian Asam Lemak Tidak Jenuh Terproteksi dan Suplementasi Urea pada Ransum Sapi FH dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT

PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PENAMPILAN PRODUKSI DAN KUALITAS DAGING KERBAU DENGAN PENAMBAHAN PROBIOTIK, KUNYIT DAN TEMULAWAK PADA PAKAN PENGGEMUKAN SKRIPSI NOVARA RAHMAT PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Pakan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Juni sampai dengan September 2011. Pengolahan minyak ikan Lemuru ke dalam bentuk Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG Pakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam suatu usaha peternakan, yaitu dapat mencapai 70-80%. Pengalaman telah menunjukkan kepada kita, bahwa usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein hewani merupakan zat makanan yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin meningkat seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia. Buah nenas merupakan produk terpenting kedua setelah pisang. Produksi nenas mencapai 20%

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Ternak babi bila diklasifikasikan termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Babi Babi adalah binatang yang dipelihara dari dahulu, dibudidayakan, dan diternakkan untuk tujuan tertentu utamanya untuk memenuhi kebutuhan akan daging atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau

KAJIAN KEPUSTAKAAN. terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau domestik. Kerbau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tinjauan Umum Kerbau Kerbau adalah hewan ruminansia dari sub famili Bovidae yang berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau domestikasi atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat yakni pada tahun 2011 berjumlah 241.991 juta jiwa, 2012 berjumlah 245.425 juta

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Pakan Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI I. Pendahuluan Ternak ruminansia diklasifikasikan sebagai hewan herbivora karena

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau

PENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih

Lebih terperinci

MATERI. Lokasi dan Waktu

MATERI. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembuatan pelet ransum komplit

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4. PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan SILASE TANAMAN JAGUNG SEBAGAI PENGEMBANGAN SUMBER PAKAN TERNAK BAMBANG KUSHARTONO DAN NANI IRIANI Balai Penelitian Ternak Po Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Pengembangan silase tanaman jagung sebagai alternatif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu (Bligon) merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang dengan kambing Peranakan Etawa (PE). Kambing jenis ini mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi, serta memiliki wilayah kepulauan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal

dan sapi-sapi setempat (sapi Jawa), sapi Ongole masuk ke Indonesia pada awal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Zoologis Sapi Menurut blakely dan bade, (1998) Secara umum klasifikasi Zoologis ternak sapi adalah sebagai berikut Kingdom Phylum Sub Pylum Class Sub Class Ordo Sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Bali adalah salah satu bangsa sapi murni yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus) dan mempunyai bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. 21 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016. Penelitian dilaksanakan di Peternakan Sapi Perah Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Pembibitan Ternak Unggul

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, dikarenakan kebutuhan akan susu domestik dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan 22 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2014 Februari 2015 di Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Kemudian, analisis kandungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Kandungan Nutrien Daging pada Beberapa Ternak (per 100 gram daging) Protein (g) 21 19, ,5 TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci domestik (Oryctolagus cuniculus) merupakan keturunan dari kelinci liar Eropa yang berasal dari negara sekitar Laut Mediterania dan dibawa ke Inggris pada awal abad 12 (NRC,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber

PENDAHULUAN. akan protein hewani berangsur-angsur dapat ditanggulangi. Beberapa sumber PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu tujuan usaha peternakan adalah untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, sehingga permasalahan kekurangan gizi masyarakat akan protein hewani berangsur-angsur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

KHARISMA ANINDYA PUTRI H

KHARISMA ANINDYA PUTRI H TAMPILAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN HARIAN DAN KADAR UREA DARAH PADA KAMBING PERAH DARA PERANAKAN ETTAWA AKIBAT PEMBERIAN RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI UREA YANG BERBEDA SKRIPSI Oleh KHARISMA ANINDYA PUTRI H

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Kelinci merupakan ternak mamalia yang mempunyai banyak kegunaan. Kelinci dipelihara sebagai penghasil daging, wool, fur, hewan penelitian, hewan tontonan, dan hewan kesenangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi sapi perah yang sedikit, produktivitas dan kualitas susu sapi yang rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat Jenderal Peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai ternak penghasil daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penampilan Produksi Sapi Madura Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Bali (Bos sondaicus) dengan sapi PO maupun sapi Brahman, turunan dari Bos indicus. Sapi

Lebih terperinci

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c

Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c Kualitas Daging Sapi Wagyu dan Daging Sapi Bali yang Disimpan pada Suhu - 19 o c (THE QUALITY OF WAGYU BEEF AND BALI CATTLE BEEF DURING THE FROZEN STORAGE AT - 19 O C) Thea Sarassati 1, Kadek Karang Agustina

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak 8 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian keluaran kreatinin pada urin sapi Madura yang mendapat pakan dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging Ternak kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai penyedia daging. Ternak kambing mampu beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang

BAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat

Lebih terperinci