BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Epidemiologi Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 menyatakan bahwa TB merupakan penyebab kematian kedua pada golongan penyakit infeksi, sedangkan pada SKRT tahun 2001 mengalami peningkatan dimana penyakit TB peringkat pertama sebagai penyebab kematian pada golongan penyakit infeksi. Sedangkan menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah 0.4 persen, tidak berbeda dengan tahun WHO memperkirakan setiap tahunnya terjadi kematian akibat TB dan terdapat kasus TB di Indonesia. Sedangkan data Departemen Kesehatan pada Tahun 2001 di Indonesia terdapat penderita dengan TB BTA positif yang di obati (23% dari perkiraan penderita dengan TB BTA positif. Tiga perempat dari kasus berusia tahun dan baru 20% yang tercakup dalam program pemberantasan tuberkulosis yang dilaksanakan pemerintah. 19,20 WHO telah menetapkan bahwa target dari temuan kasus TB paru melalui strategi DOTS yaitu 70% dan angka kesembuhan sebesar 85%. Sementara pencapaian secara global di dunia kasus temuan TB paru adalah 60% dan angka kesembuhan mencapai 84%. Hal tersebut berarti pencapaian kedua indikator tersebut belum mencapai target walaupun untuk angka kesembuhan hampir mencapai target. Pada tahun 2007, 80% negara-negara Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) telah mencapai target penemuan penderita yang ditetapkan WHO yaitu 70%. Bahkan beberapa negara telah mencapai 100% yaitu 26

2 Myanmar dan Kamboja. Sedangkan Indonesia belum mencapai target penemuan penderita TB paru yaitu hanya mencapai 61% dan dengan angka kesembuhan 68%. 1 WHO report tahun 2011 menyatakan, untuk kasus TB paru di Indonesia pada tahun 2010 diperoleh angka insidensi semua tipe TB yaitu kasus atau 189 per penduduk, angka prevalensi semua tipe TB, atau 289 per penduduk dan angka kematian TB, atau 27 per penduduk atau 175 orang per hari. Bila dibandingkan dengan tahun 1990 (base line data) capaian insidensi semua tipe sebesar 44.9%, prevalensi semua tipe TB sebesar 34.8% dan angka kematian TB sebesar 70.6%. Sedangkan untuk angka penjaringan suspek TB paru sendiri mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu sebesar 82 per penduduk dibandingkan tahun 2006 dan tahun 2009 terjadi penurunan sebesar sebesar 7 per penduduk dibandingkan tahun Pada tahun 2010 angka ini terjadi peningkatan sebesar 57 per penduduk dibandingkan pada tahun Berdasarkan data sampai dengan triwulan 2 tahun 2011, angka penjaringan suspek sebesar 550 per penduduk. Angka penjaringan suspek per provinsi pada tahun 2011 menunjukkan capaian 330 sampai dengan per penduduk, yaitu tertinggi Sulawesi Utara dan terendah Kepulauan Riau. Sedangkan untuk wilayah Sumatera Utara sendiri menempati urutan ke-8 dengan angka pencapaian 1123 per penduduk pada tahun Untuk angka persentase pasien BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya dimana angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Dengan angka target adalah 5-15 %, untuk Sumatera Utara sendiri 27

3 masih menduduki peringkat 12 yaitu sebesar 10.8% pada tahun 2008 hingga tahun Kemungkinan hal ini disebabkan antara lain oleh karena; penjaringan suspek yang terlalu longgar, banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). 17 Keterlambatan diagnosis yang diikuti dengan keterlambatan pengobatan TB paru sangatlah mungkin sebagai penyebab belum tercapainya target kerja penanggulangan TB paru di Indonesia. Yang pada akhirnya akan berisiko meningkatkan transmisi penularan infeksi yang luas dan berkepanjangan, menyebabkan penyakit lebih berat, komplikasi lebih banyak, meningkatkan resiko kematian serta berpotensi memperburuk keadaan ekonomi pasien maupun keluarga. Keterlambatan mendiagnosis TB paru sudah dilaporkan baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan TB paru dapat berasal dari pasien atau dari sistem pelayanan kesehatan, terjadi mulai pada saat pasien mulai mengeluh adanya gejala yang berhubungan dengan TB paru sampai pengobatan anti tuberkulosis diberikan. Keterlambatan ini dapat dibagi atas dua kategori yaitu keterlambatan pasien dan keterlambatan oleh sarana kesehatan Defenisi TB Tuberkulosis adalah penyakit infeksi Mycobacterium tuberkulosis complex. Penyakit ini dapat menular langsung dari penderita dan terutama menyerang paru disebut juga (TB) paru. Bila Mycobacterium tuberculosis menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal) maka akan disebut tuberkulosis ekstra paru. Mycobacterium tuberculosis sendiri adalah bakteri berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal

4 mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu bakteri ini disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Pada dasarnya kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama dalam beberapa tahun. 4,23 Cara penularan tuberkulosis paru adalah melalui percikan dahak (droplet) di mana sumber penularannya adalah penderita tuberkulosis paru dengan BTA positif, pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahaknya maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular. 23 Risiko penularan setiap tahun Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan 29

5 ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun di antara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi, kemudian sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis paru, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita tuberkulosis. Dari keterangan tersebut dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka di antara penduduk rata-rata terjadi 100 penderita setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA positif. 4 Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) / Acquaired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi kuman TB menjadi sakit tuberkulosis paru. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (opportunistic), seperti tuberkulosis paru maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita tuberkulosis paru akan meningkat pula, dengan demikian penularan penyakit tuberkulosis paru di masyarakat akan meningkat pula

6 Faktor risiko kejadian penyakit tuberkulosis paru, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut Transmisi * Jumlah kasus TB BTA (+) * Faktor lingkungan : - Ventilasi - Kepadatan ruang * Faktor prilaku Risiko menjadi TBC bila dengan HIV * 5 10% per tahun * > 305 life time HIV (+) * Diagnosis tepat dan tepat *Pengobatan tepat dan lengkap * Kondisi kesehatan mendukung Sembuh Terpajan Infeksi 10% TB Paru Mati * Konsetrasi kuman * Lama kontak * Malnutrisi * Penyakit DM, immune-supresan * Keterlambatan diagnosis dan pengobatan * Tata laksana tak memadai * Kondisi kesehatan Gambar 1. Faktor risiko kejadian TB Paru. (Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis DEPKES RI 2006) Riwayat alamiah penderita tuberkulosis paru yang tidak diobati setelah 5 tahun penderita akan: a. 50% akan meninggal b. 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi 31

7 c. 25% akan menjadi kasus kronis yang tetap menular Diagnosis 23 a. Gambaran Klinis Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya. 1) Gejala klinis Gejala klinis TB dapt dibagi menjadi gejala lokal dan gejala sistemik. Bila orang yang terkena adalah paru maka gejala lokal adalah gejala respiratori yang meliputi: a) Batuk 2 minggu b) Batuk darah c) Sesak napas d) Nyeri dada Gejala respiratori ini bervariasi dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya diperlukan untuk membuang dahak ke luar. 2) Gejala sistemik 32

8 Demam Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun. 3) Gejala TB ekstraparu Gejala ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat misalnya pada limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Pada pleuritis TB terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi rongga yang pleuranya terdapat cairan. b. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainana struktur paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pada pleuritis TB, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pluera. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis TB, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersaring di daerah leher (kemungkinan metastasis tumor) kadang-kadang di daerah ketiak, Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess. 33

9 Gambar 2. Apeks paru lobus superior dan apeks lobus inferior. (PDPI 2011) b. Pemeriksaan Bakteriologi. 23 1) Bahan pemeriksaan Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman TB mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liqour cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (Broncholveolar Lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/bjh). 2) Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak tiga kali minimal dua kali dengan satu kali dahak pagi hari. Bahan pemeriksaan hasil Biopsi Jarum Halus (BJH) dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan kultur dan 34

10 uji kepekaan dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3 5 ml sebelum dikirim ke laboratorium mikrobiologi dan patologi anatomi. 3) Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain Pemeriksaan bakteriologi dari spesismen dahak dan bahan lain (cairan pluera, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambang, BAL, urin, feses dan jaringan biopsi termasuk BJH dapat dilakukan dengan cara: a) Mikroskopis b) Biakan Pemeriksaan mikroskopis: a) mikroskopis biasa : pewarnaan Zeihl Neilsen b) mikroskopis flourensens : pewarnaan auramin rhodamin Menurut rekomendasi WHO, interprestasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala International Union Against Tubercolosis and Lung Deaseas (IUATLD) a) Skala IUATLD (1) tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif. (2) Ditemukan 1 9 BTA dalam 100 lapang pandang ditulis jumlah kuman yang ditemukan. (3) Ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1 +) (4) Ditemukan 1 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut + + (2 +) 35

11 (5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (3 +) b) Pemeriksaan kuman biakan Pemeriksaan indentifikasi Mycobacterium tubercolosis dengan cara: (1) Biakan (a) Egg base media: Lowenstein-Jensen, Ogawan Kudoh (b) Agar base media : Middle Brook (c) Microbacteria growth indicator tube test (MGITT) (d) BACTEC (2) Uji Molekular (a) Polymerase chain reaction (PCR) Based Methods of IS6110 Genotyping (b) Spoligotyping (c) Restriction Fragment Length Polymorphyism (RFLP) (d) MIRU/VNTR Analysis (e) Genomic Deletion Analysis Identifikasi M. Tubercolosis dan uji kepekaan: (a) Hain test (uji kepekaan untuk R dan H) (b) Molecular beacon testing (uji kepekaan untuk R) (c) Gene X-pert (uji kepekaan untuk Rifampisin) c. Pemeriksaan Radiologi. 16 Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi yaitu foto lateral, top-lordotic, oblik atau CT-Scan. Pada pemeriksan foto 36

12 toraks, TB dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah 1) Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah 2) Kavitas, terutama lebih dari satu dikeliling oleh bayangan opak berawan atau nodular. 3) Bayangan bercak milier. 4) Efusi pleura unilateral (umumnya) dan bilateral (jarang) Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif 1) Fibrotik 2) Kalsifikasi 3) Schwarte atau penebalan pleura Luluh paru (destroyed lung) 1) Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit menilai akvivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut. 37

13 2) Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan akivitas proses penyakit. Gejala klinis Dahak BTA Foto toraks TB paru BTA (+) TB paru BTA (-) Meragukan Penyakit paru lain Foto lama ada Foto lama tidak ada Lakukan pemeriksaan penunjang lainnya sesuai kebutuhan dan fasilitas ( induksi sputum, bronkoskopi, biopsi dll) Evaluasi foto Dahak BTA Dahak BTA Dahak BTA Dahak BTA Dahak BTA Dahak BTA Dahak BTA Dahak BTA Gambar. 3. Alur diagnosis TB paru. (PDPI 2011) Catatan : Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan kegawatan dan medis spesialistik, alur tersebut dapat digunakan secara lebih fleksibel. d. Pemeriksaan Penunjang Lain. 23 1) Analisis Cairan pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan plueura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interprestasi hasil analisis yang mendukung diagnosis TB adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat serta analisis cairan pluera terdapat sel limposit dominan dan glukosa rendah. 2) Pemeriksaan Histopatologi Jaringan 38

14 Pemeriksaan histopatologi dilakukan membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biospi atau otopsi yaitu: a) Aliran aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB). b) Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum Abram, Cope dan Veen Silverman). c) Biopsi jaringan paru (transbronchial lung biospi (TBLB) dengan bronkoskopi, transthoracal needle aspiration (TTNA), biopsi paru terbuka. d) Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigai TB e) Otopsi Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi pemeriksaan histologi. 3) Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator spesifik untuk TB. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif tetapi laju endap yang normal tidak menyingkirkan TB Limposit juga kurang spesifik. 39

15 2.4. Klasifikasi Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita tuberkulosis paru memerlukan suatu definisi kasus yang memberikan batasan baku setiap klasifikasi dan tipe penderita. Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus yaitu: a. Organ tubuh yang sakit; paru atau ekstra paru b. Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung; BTA positif atau BTA negatif. c. Riwayat pengobatan sebelumnya; baru atau sudah pernah diobati d. Status HIV pasien Tujuan dari pada klasifikasi penyakit dan tipe penderita adalah untuk menetapkan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan dimulai Penatalaksanaan Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan menggunakan strategi DOTS. Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien serta mencegah resistensi OAT. Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit, tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak lanjutnya

16 Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. 2. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. 3. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). 4. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan. Obat OAT yang dipakai adalah: Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E), Streptomisin (S). 23 Pengobatan TB standar dibagi menjadi: a. Pasien Baru Paduan obat yang dianjurkan 2HRZE/4HR dengan pemberian dosis setiap hari. Bila menggunakan OAT program maka pemberian dosis setiap hari pada fase intensif dilanjutkan dengan pemberian dosis tiga kali seminggu dengan DOT 2HRZE/4H 3 R 3 b. Pada pasien dengan riwayat pengobatan TB lini pertama, pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji kepekaan secara individual. Selama menunggu hasil uji kepekaan diberikan paduan obat 2HRZES/HRZE/5HRE c. Pasien multi-drug resistant (MDR) Catatan: 41

17 TB paru kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru sedangkan kasus TB-MDR dirujuk ke rujukan TB-MDR. TB paru dan ekstra paru diobati dengan regimen pengobatan yang sama dan lama pengobatan berbeda yaitu: Obat 1) Meningitis TB lama pengobatan 9 12 bulan karena beresiko kecatatan dan mortalitas. Etambutol sebaiknya digantikan dengan streptomisin 2) TB tulang, lama pengobatan 9 bulan karena sulit menilai respon pengobatan. 3) Kortikosteriod diberikan pada meningits TB dan perikarditis TB. 4) Limfadenitis TB lama pengobatan minimal 9 bulan. Dosis (Mg/Kg BB/ Hari Dosis yang dianjurkan Harian (mg/ kgbb/hari Harian (mg/ kgbb/hari Dosis maks/hari (mg) Dosis (mg) / berat badan (kg) / hari < >60 R H Z E S* Sesuai BB *pasien berusia lebih dari 60 tahun tidak bisa mendapatkan dosis lebih dari 500 mg/ hari Tabel 1. Jenis dan dosis OAT Patogenesis TB Paru a. Tuberkulosis Primer Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang yang disebut sarang 42

18 primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja di dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan tampak peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer mengalami salah satu nasib sebagai berikut: 1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution add integrum) 2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus) 3. Menyebar dengan cara: a. Perkontuinatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis. b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru yang bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan. c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. 43

19 Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan sembuh meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma) atau meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer. b. Tuberkulosis post primer Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia tahun. Tuberkulosis post primer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberkulosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post primer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 1. Diresobsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat. 44

20 2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar. 3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik). Kavitas tersebut akan menjadi meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas. Kavitas bisa pula memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas lagi. Ataupun kavitas dapat menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped). 25 Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut : 1. Hemoptisis berat (ekspektorasi darah dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. 2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial 45

21 3. Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. 4. Pneumotoraks (Adanya udara di dalam rongga pleura) spontan, kolaps spontan karena kerusakan jaringan. 5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya 6. Insufisiensi kardio pulmoner ( Cardio Pulmonary Insufficiency) Keterlambatan Diagnosis TB Paru Salah satu kegiatan dalam program pemberantasan penyakit TB paru adalah upaya penemuan penderita TB paru secara dini, antara lain meliputi: pencaarian tersangka, peranan kader dan keluarga, kesediaan penderita untuk diperiksa serta pemeriksaan mikroskopis merupakan kegiatan awal pemberantasan yang perlu dilakukan secara cepat dan cermat. Penemuan penderita (case finding) masih merupakan masalah penanggulangan TB paru di Indonesia. Angka cakupan penemuan kasus (case detection rate) TB paru di Indonesia masih dibawah target yaitu pada tahun % dan hanya mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2007 yaitu 69.1% dari 70% yang ditargetkan. 2 Keadaan ini disebabkan terlambatnya penemuan kasus secara dini sehingga terjadi keterlambatan (delay) dalam diagnosis dan pengobatan TB. Menurut penelitian yang dilakukan WHO pada tahun 2006 tentang keterlambatan diagnosis dan pengobatan tuberkulosis paru di beberapa negara disebut kan bahwa keterlambatan total (total delay) adalah jarak waktu dari timbulnya gejala klinis TB paru sampai waktu dimana pasien diberikan pengobatan TB (OAT). Total delay tersebut merupakan hasil dari jarak waktu 46

22 antara keterlambatan diagnostik (diagnostic s delay) dan keterlambatan pengobatan (treatment s delay). 8 a. Keterlambatan diagnosis (diagnostic s delay): jarak waktu antara timbulnya gejala klinis TB paru dengan waktu dimana pasien dinyatakan atau didiagnosis TB paru. b. Keterlambatan pengobatan (treatment s delay): jarak waktu ketika pasien dinyatakan menderita TB paru atau didiagnosis TB paru dengan waktu dimana pasien mendapatkan pengobatan OAT. Keterlambatan total juga merupakan hasil dari keterlambatan dari pasien sendiri (patient s delay) dan keterlambatan sistem pelayanan kesehatan (health care system s delay). a. Keterlambatan pasien (patient s delay): jarak waktu antara timbulnya gejala klinis TB paru dengan waktu dimana pasien mendatangi pelayanan kesehatan untuk mengobati gejala klinisnya tersebut. b. Keterlambatan sistem pelayanan kesehatan (health care system s delay): jarak waktu antara tanggal dimana pasien mendatangi pelayanan kesehatan dengan waktu dimana pasien mendapatkan OAT. 8 Keterlambatan diagnosis Keterlambatan pengobatan Gejala awal Pengobatan sebelumnya Tanggal didiagnosis Tanggal mendapat OAT 47

23 Keterlambatan pasien Gambar. 4. Jarak waktu keterlambatan (WHO 2006) Keterlambatan sistem pelayanan kesehatan Tidak ada kesepakatan para ahli tentang batas waktu untuk keterlambatan pasien dan keterlambatan dokter. Dalam berbagai penelitian, titik potong batas waktu keterlambatan ditentukan dengan dua cara. Cara pertama berdasarkan kesepakatan para ahli dengan suatu periode yang masuk akal dengan berbagai pertimbangan, seperti dalam penelitian Wandwalo dan kawan-kawan di Mwanza (Tanzania). Berdasarkan pengetahuan medis beberapa dokter dan mempertimbangkan tingkat sosio-ekonomi pasien, keterlambatan pasien dihitung bila periode mulai gejala awal sampai kunjungan pertama ke sarana kesehatan lebih dari 30 hari, dan keterlambatan dokter dihitung bila periode kunjungan pertama ke sarana kesehatan sampai diputuskan dapat OAT lebih dari 10 hari. 26 Cara kedua yaitu menggunakan nilai median keterlambatan yang didapat dalam penelitian tersebut, seperti dalam penelitian Chang dan kawan-kawan. 27 Penelitian yang dilakukan oleh Toseef diperoleh hasil bahwa keterlambatan diagnosis adalah rata-rata 90 hari, keterlambatan pasien adalah rata-rata 9 hari, keterlambatan pengobatan kurang dari 1 hari serta keterlambatan sistem pelayanan kesehatan adalah 84 hari, dengan keterlambatan total adalah rata-rata 46 hari. 28 Dari penelitian yang dilakukan di Jogjakarta oleh Willem dan kawan-kawan diperoleh keterlambatan pasien adalah rata-rata 14 hari. 29 Sampai saat ini belum ada ketetapan standar waktu untuk keterlambatan (delay) baik secara nasional maupun internasional. Namun standar keterlambatan penetapan waktu delay ini tidak begitu berbeda antara negara satu dengan negara 48

24 lain. Sedang berdasarkan pemantauan WHO terhadap penelitian yang dilakukan di wilayah timur Mediterania diperoleh rata-rata keterlambatan pasien paling cepat di Pakistan yaitu 10 hari dan yang paling lama adalah di Somalia yaitu 69 hari. Keterlambatan pelayanan kesehatan paling cepat 5 hari yaitu di Irak dan terlama 75 hari di Iran. Untuk keterlambatan diagnosis adalah 44 hari di Irak dan terlama 96 hari di pakistan. Keterlambatan pengobatan tercepat di Yaman dan Mesir yaitu 1 hari dan terlama di Pakistan dan Somalia yaitu 4 hari. Sedangkan keterlambatan total paling lama di Pakistan yaitu 100 hari dan tercepat di Irak yaitu 46 hari. 8 Di Auckland, New Zealand waktu dari mulai gejala sampai pengobatan dimulai adalah 12 minggu dimana keterlambatan pasien 1 minggu dan keterlambatan pelayanan kesehatan 12 minggu. 30 Di Ethiopia, Demissie M. dan kawan-kawan. menyatakan interval antara timbulnya gejala-gejala utama dan kunjungan pertama ke fasilitas kesehatan adalah tidak lebih dari satu bulan. Sedang untuk health service delay (doctor s delay) adalah lebih dari 15 (lima belas) hari. 31 Sedangkan di Indonesia sendiri penelitan mengenai keterlambatan pernah dilakukan di Padang oleh Sabrina E dan kawan-kawan memperlihatkan median keterlambatan pasien adalah 7 minggu. Untuk keterlambatan dokter didapati 4,2 minggu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rama Vivera di Sumatera Utara didapatkan bahwa keterlambatan pasien adalah 4.67 bulan sedangkan keterlambatan pelayanan kesehatan adalah 3.78 bulan dengan keterlambatan total adalah 7.68 bulan. 21,22 Pada penelitian ini keterlambatan pasien (patient s delay), didefinisikan bila periode antara pasien pertama merasakan keluhan yang relevan dengan TB sampai datang ke sarana kesehatan yang pertama dikunjungi lebih dari 3 (tiga) 49

25 minggu. Penetapan ini didasari oleh penelitian sebelumnya diberbagai negara yang tidak begitu jauh berbeda antara negara yang satu dengan negara lain, khususnya di Indonesia sendiri. Keterlambatan pelayanan kesehatan (health care system s delay), yaitu bila periode pertama pasien ke sarana kesehatan sampai diputuskan dapat OAT lebih dari 7 hari. Kriteria ini ditetapkan oleh karena setiap pasien yang datang ke Bagian Paru Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan, maka hari pertama sudah dilakukan pemeriksaan klinis, foto toraks, dan pemeriksaan BTA sputum. Pemeriksaan BTA selesai pada hari ketiga sejak kedatangan pertama pasien. Sputum pertama pada saat pasien datang dan pada hari kedua sputum kedua sambil membawa sputum pagi harinya. Sehingga dalam 3 hari atau paling lama 4 hari diagnosis dan pengobatan sudah diberikan. Namun jika pasien datang ke klinik paru pada saat satu hari sebelum hari libur maka hasil pemeriksaan BTA sputum akan selesai lebih lama sekitar 7 hari Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Beberapa faktor telah diidentifikasi dapat mempengaruhi keterlambatan dalam diagnosis dan memulai pengobatan TB paru, termasuk persepsi pasien terhadap penyakit, tingkat sosial ekonomi, stigma, tingkat kesadaran tentang penyakit TB paru, tingkat keparahan penyakit, jarak antara tempat tinggal pasien dan pelayanan kesehatan, pengobatan sebelumnya yang tidak jelas seperti pasien berobat ke mantri, bidan bahkan dukun. Keterlambatan juga dapat berasal dari dokter, ketersediaan fasilitas kesehatan seperti laboratorium, foto toraks ataupun faktor ketersediaan obat. 8 Pada penelitian Tauseef pada tahun 2011 di Pakistan menemukan bahwa keterlambatan oleh pasien adalah kompleks dan multifaktorial seperti: 28 50

26 1. Usia dimana pada umumnya TB paru terjadi pada usia produktif yaitu tahun. 2. Jenis kelamin juga cukup berpengaruh, dimana pria lebih sering berada diluar rumah dan lebih banyak berinteraksi dengan orang lain yang mungkin saja merupakan pasien TB paru BTA positif. 3. Pengetahuan tentang mengenai gejala TB yang tidak adekuat, dimana mereka menduga batuk yang mereka derita bukan oleh karena TB, dan pasien baru mencari pertolongan pengobatan ketika merasakan batuk semakin parah atau produktif. 4. Tingkat pendidikan berdasarkan hasil penelitian didapati sebagian besar pasien TB paru ada orang yang tidak mendapatkan pendidikan yang cukup bahkan buta huruf, hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap upaya pencarian nformasi mengenai gejala penyakit yang dialaminya. 5. Pekerjaan, ditemukan bahwa lebih banyak pasien TB paru yang memiliki pekerjaan daripada yang pengangguran 6. Pengetahuan pasien mengenai penyakit TB paru, hal ini sangatlah berpengaruh terhadap keterlambatan diagnosis, dimana pasien yang mengetahui mengenai penyakit TB paru baik gejala klinis dan penanganan nya maka ia akan segera mendatangi tempat pengobatan yang tepat, sehingga diagnosis dapat dilakukan secara cepat dan tepat 7. Stigma terhadap TB, dimana pasien takut dan malu menderita jika orang mengetahui bahwa ia mengidap penyakit TB paru karena mereka takut dikucilkan dari masyarakat, sehingga pasien TB paru cenderung menutupnutupi penyakitnya 51

27 8. Gejala klinis. Berdasarkan hasil penelitian gejala yang paling sering muncul pada pasien TB paru adalah batuk, demam dan penurunan berat badan sehingga pasien cenderung mengganggap hal tersebut adalah keadaan yang biasa. Yang pada akhirnya pasien baru mendatangi pelayanan kesehatan ketika gejala dirasakan pasien sudah berat. 9. Riwayat pengobatan sebelumnya. Pada umumnya pasien akan berusaha mengobati sendiri gejala yang dirasakannya, berobat ke mantri, pengobatan tradisional bahkan ke dukun. Pasien lebih suka ke praktek dokter umum daripada pusat pelayanan yang dikelola oleh pemerintah karena mudah dijangkau, waktu menunggu singkat, waktu kerja lebih panjang dan petugas kesehatan yang lebih ramah serta lebih pengertian. Pasien juga cenderung tidak nyaman atau takut akan mengenai diagnosis apa yang akan diterimanya jika ia berobat ke dokter spesialis. 10. Jarak ke tempat pengobatan yang kurang terjangkau dimana pusat pelayanan kesehatan waktu kerjanya terlalu singkat dan jaraknya yang jauh dari tempat tinggal pasien. Sehingga pasien tidak dapat langsung mendatangi pelayanan kesehatan yang tepat ketika gejala mereka rasakan. 11. Sumber informasi mengenai penyakit TB paru yang kurang. 12. Beban biaya seperti: hilangnya waktu kerja, ongkos yang mahal, biaya obat-obatan, biaya sosial oleh karena perceraian dan anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah. Sedang keterlambatan oleh dokter umumnya dilakukan oleh dokter yang berpraktek umum. Yang disebabkan oleh karena: 52

28 1. Kurangnya pengetahuan / kewaspadaan terhadap rekomendasi pengobatan yang terbaik 2. Kurang terlibat dalam program nasional pemberantasan TB Penelitian yang dilakukan oleh Sabrina E dan kawan-kawan di Rumah Sakit Dr. M. Djamil di Padang didapati bahwa keterlambatan lebih lama pada perempuan dengan umur 24 tahun, tidak bekerja dan dengan tingkat pendidikan yang rendah. 21 Sebelumnya penelitian yang dilakukan oleh Rama Vivera di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan menyatakan bahwa kelompok yang terlama mendapatkan pengobatan adalah kelompok usia 36 sampai 45 tahun, lokasi tempat tinggal yang di luar Medan, jenis kelamin laki-laki, dengan pendidikan rendah dan tidak bekerja. 22 Berdasarkan penelitian Liam CK di Malaysia dikatakan bahwa masyarakat harus mendapatkan pengetahuan yang baik tentang gejala-gejala TB dan pentingnya segera konsultasi bila gejala muncul. Dikatakan juga dokter umum yang berpraktek swasta harus lebih waspada terhadap kemungkinan diagnosis TB dan segera merujuk pasien ke rumah sakit pemerintah. 31 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hooi LN di Chest Clinic Penang Hospital, didapati keterlambatan (delay) pada jenis kelamin laki-laki lebih lama jika dibandingkan pada perempuan. Keterlambatan juga lebih lama pada pasien dengan pendidikan dibawah Sekolah Menengah Pertama, dengan riwayat penyalahgunaan obat-obatan dan pasien yang berobat ke dokter umum yang berpraktek swasta. 33 Namun terdapat sedikit perbedaan jika melihat hasil penelitian Paynter S. di North Middlesex University Hospital London, dimana diperoleh faktor jenis kelamin dan gejala TB tidak berbeda secara bermakna. Didapati pula keterlambatan pasien lebih lama pada umur lebih dari 33 tahun, 53

29 pasien yang lahir pada negara dengan prevalensi TB yang rendah, kontak pertama dengan dokter umum dan sputum negatif. Keterlambatan dokter lebih lama pada pasien yang lahir dengan prevalensi TB yang rendah dan kontak pertama dengan dokter umum, sputum negatif. Sedang umur, jenis kelamin dan gejala klasik TB tidak bermakna. 34 Penelitian di Bereau of Tuberculosis New York oleh Sherman LE dan kawan-kawan didapati bahwa patient s delay di pengaruhi oleh usia yang tua, dan ternyata faktor bahasa juga berpengaruh terhadap keterlambatan diagnosis dimana keterlambatan terjadi pada penggunaan bahasa selain bahasa Inggris. Sedang yang mempunyai hubungan bermakna dengan doctor s delay adalah status gelandangan, tidak adanya foto toraks pada kunjungan pertama dan BTA negatif. 35 Lienhart C dan kawan-kawan meneliti di Rural and Urban Health Centres di Gambia menilai bahwa keterlambatan lebih panjang oleh karena faktor usia tua, daerah tempat tinggal yang di daerah pedesaan, status pendidikan yaitu sekolah dan tidak sekolah. Sedang pada batuk darah keterlambatannya lebih pendek dan namun faktor jenis kelamin tidak memberikan berpengaruh terhadap keterlambatan. 36 Pada penelitian yang dilakukan oleh Godfrey dan kawan-kawan, di Primary Health Centres Lusaca Zambia menilai keterlambatan berhubungan dengan usia tua, penyakit dasar yang berat, persepsi pasien yang jelek terhadap pelayanan kesehatan, jauhnya jarak dari rumah ke klinik kesehatan pemerintah dan riwayat pasien yang lebih dulu mencari pengobatan ke klinik swasta. Dalam hal ini delay tidak berhubungan dengan pengetahuan tentang TB, pendidikan, tingkat sosial ekonomi, jenis kelamin dan stigma TB yang berhubungan dengan HIV. 37 Dondu Guneylioglu dan kawan-kawan, pada penelitian di Tertiary Care Hospital di Istanbul, Turki meneliti bahwa umur, tingkat pendidikan, daerah 54

30 tempat tinggal dan status ekonomi tidak memiliki efek yang signifikan terhadap keterlambatan dokter, sedang jenis kelamin laki-laki dan berobat ke dokter spesialis memiliki keterlambatan yang lebih pendek secara bermakna. Pada patient s delay interval lebih pendek secara bermakna pada status ekonomi yang lebih baik, tetapi jenis kelamin, umur, daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan tidak memiliki efek yang signifikan terhadap keterlambatan pasien. 38 Pada penelitian tersebut keterlambatan dokter lebih lama secara signifikan dibandingkan keterlambatan pasien. Dari penelitian yang dilakukan Odusanya dan kawan-kawan menilai bahwa keterlambatan pasien bisa saja disebabkan karena rendahnya pengetahuan dan kewaspadaan pasien tentang TB serta kurangnya informasi dari pemerintah atau pelayanan kesehatan tentang pengobatan gratis TB. Namun faktor sosiodemografi seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tempat pertama konsultasi dan juga hasil sputum tidak memberikan hubungan yang signifikan. Penelitian ini juga didapati faktor keterlambatan terutama disebabkan oleh pasien karena dokter praktek umum swasta di Lagos segera merujuk pasien ke klinik paru, berhubung mahalnya biaya berobat di rumah sakit swasta. 39 Penelitian yang dilakukan Demissie M dan kawan-kawan meneliti bahwa keterlambatan pasien dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tidak baiknya pengetahuan pasien tentang TB serta jarak rumah yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan. 31 Pronyk PM, menilai bahwa keterlambatan diagnosis lebih lama pada wanita dibandingkan pria, jarak rumah yang jauh dari pelayanan kesehatan, stigma pasien dimana kepercayaan bahwa TB disebabkan oleh gunaguna. Namun diagnosis lebih cepat ditegakkan pada pasien dengan jumlah 55

31 keluarga yang besar, riwayat peminum alkohol, pekerja migran. Pada penelitian ini didapati keterlambatan pasien lebih bermakna daripada keterlambatan dokter Dampak Keterlambatan Dampak dari keterlambatan diagnosis dan pengobatan TB adalah sebagai berikut: a. Penyebaran infeksi dan penyakit pada kontak serumah b. Bertambah beratnya penyakit c. Bertambah lamanya masa pengobatan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan dan adanya jaringan parut pada paru d. Meningkatnya angka kematian. 30 Keterlambatan diagnosis TB akhirnya akan menyebabkan penularan di dalam rumah tangga akan semakin besar, terutama terhadap anak-anak yang sangat rentan untuk tertular. Komplikasi TB pada anak juga berat seperti meningitis TB. Seorang pasien dengan sputum BTA positif akan menginfeksi lebih dari 10 kontak pertahunnya. 38 Mengakibatkan banyak orang tertular dan mengidap penyakit TB paru, sehingga TB akan semakin sulit ditanggulangi. Produktivitas pasien akan sangat menurun, pasien akan mangkir bekerja yang berdampak terhadap pendapatan keluarga dan ekonomi nasional. Dampak ekonomi tersebut mengakibatkan munculnya Kemiskinan, anak-anak akan terlantar bahkan sampai putus sekolah oleh karena ketiadaan biaya. Keterlambatan juga membutuhkan biaya pengobatan yang lebih besar, karena proses penyakit yang sudah lanjut disertai kerusakan jaringan paru bahkan sampai komplikasi penyakit ke organ lain. Puncaknya keterlambatan dignosis dan pengobatan TB akan memberikan dampak peningkatan jumlah kematian akibat TB

32 2.8. Kerangka Konsep Penelitian Umur Jenis kelamin Tingkat pendidikan Pekerjaan Pendapatan Daerah tempat tinggal Gejala awal Pengobatan sebelumnya Keterlambatan pasien stigma Jarak ketempat pengobatan Pengetahuan tentang TB Keterlambatan diagnosis Tindakan awal yankes Gambar 5. Kerangka Konsep Keterangan gambar: Keterlambatan pelayanan kesehatan : variabel bebas penentu keterlambatan pasien : variabel bebas penentu keterlambatan pelayanan kesehatan : variabel bebas penentu keterlambatan diagnosa : variabel terikat 57

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia terutama negara berkembang. Munculnya epidemik Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI TUBERKULOSIS DAN KEJADIANNYA Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan dapat mengenai berbagai organ tubuh. Penyakit tuberkulosis terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung paru yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman ini menyerang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Gambaran Umum TBC Paru a. Definisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar menyerang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Tuberkulosis paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex (PDPI, 2006). 2.2. Epidemiologi Tuberkulosis Tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIMTOM ANSIETAS Ansietas dialami oleh setiap orang pada suatu waktu dalam kehidupannya. Ansietas adalah suatu keadaan psikologis dan fisiologis yang dicirikan dengan komponen

Lebih terperinci

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah: SOP PENATALAKSANAAN TB PARU 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. 2. Tujuan Untuk menyembuhkan pasien, mencegah

Lebih terperinci

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 TEMA 1 : Tuberkulosis (TB) A. Apa itu TB? TB atau Tuberkulosis adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses destruksi yang terjadi pula secara simultan

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Pasien TB

Dasar Determinasi Pasien TB Dasar Determinasi Pasien TB K-12 DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal, yaitu:

Lebih terperinci

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Tuberkulosis 2.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang dapat menyerang hampir seluruh bagian tubuh manusia disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Konsep Tuberkulosis ( TB Paru ) a. Etiologi Penyakit TB Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk basil yang dikenal dengan nama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Pengertian Tuberkulosis Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis Mycobakterium tuberculosa. Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Berobat Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Indonesia sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yaitu masyarakat, bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis A.1. Definisi 1,6-9 TB (Tuberkulosis) merupakan penyakit menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman ini menyerang paru (TB paru),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkolusis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB paling sering menjangkiti paru-paru dan TB paru sering

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang bersifat kronik dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang. Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aspek Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Penularan TB tergantung dari lamanya kuman TB berada dalam suatu ruangan, konsentrasi kuman TB di udara serta lamanya menghirup udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI

PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI PROFIL RADIOLOGIS TORAKS PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI POLIKLINIK PARU RSUD DR HARDJONO-PONOROGO SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran OLEH : EKA DEWI PRATITISSARI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Kasus TB

Dasar Determinasi Kasus TB Dasar Determinasi Kasus TB EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengawas Minum Obat (PMO) a. Pengertian PMO Menurut Depkes RI (1999) PMO adalah seseorang yang ditunjuk dan dipercaya untuk mengawasi dan memantau penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TB Paru adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan setiap tahun cukup besar

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU Dasar Determinasi Kasus TB EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Dalam bab ini akan dibahas teori,konsep dan variabel dalam penelitian yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru 1. Penjelasan TB Paru 2. program Pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT

Mulyadi *, Mudatsir ** *** ABSTRACT Hubungan Tingkat Kepositivan Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan Gambaran Luas Lesi Radiologi Toraks pada Penderita Tuberkulosis Paru yang Dirawat Di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh Mulyadi *,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis (TBC) 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya masuk ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S. Tinjauan Pustaka Tuberculosis Paru Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S. TB Paru Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit akibat infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Penyakit

Lebih terperinci

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Tuberkulosis Dapat Disembuhkan Erlina Burhan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Apakah Penyakit Tuberkulosis atau TB itu? Penyakit menular Kuman penyebab: Mycobacterium tuberculosis Bukan penyakit keturunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari 1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. FKUI-RS Persahabatan

Peran ISTC dalam Pencegahan MDR. Erlina Burhan. Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. FKUI-RS Persahabatan Peran ISTC dalam Pencegahan MDR Erlina Burhan Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS Persahabatan TB-MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia (man-made phenomenon),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pemberantasan penyakit. berperanan penting dalam menurunkan angka kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis 2.1.1 Definisi Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yaitu sebagian dari organisma kompleks termasuklah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis (TB) 2.1.1. Pengertian TB TB adalah penyakit infeksi yang menular, di mana sebagian besar infeksi terjadi pada paru (Koplewich, 2005). 2.1.2. Penyebab TB Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis Pulmonal (TB Paru) 1. Definisi TB Paru Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008). 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Pengertian TB Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

PRATIWI ARI HENDRAWATI J HUBUNGAN ANTARA PARTISIPASI PENGAWAS MENELAN OBAT (PMO) KELUARGA DENGAN SIKAP PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BANYUANYAR SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi persyaratan meraih derajat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Distribusi Penyakit Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh invasi organisme mikroskopik yang disebut patogen. Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus, atau parasit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular kronis yang telah lama di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah salah satu permasalahan kesehatan yang masih sulit ditanggulangi, baik itu penyakit menular langsung maupun tidak langsung. Tuberkulosis (TB)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

BAB 1 PENDAHULUAN. ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru. kanker, 17.8% dari kematian karena kanker). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker paru merupakan kasus keganasan yang paling sering ditemukan di seluruh dunia dewasa ini (12.6% dari seluruh kasus baru kanker, 17.8% dari kematian karena kanker).

Lebih terperinci

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

APA ITU TB(TUBERCULOSIS) APA ITU TB(TUBERCULOSIS) TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis. Penyakit Tuberkolusis bukanlah hal baru, secara umum kita sudah mengenal penyakit ini. TB bukanlah

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan

TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tuberkulosis Paru Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang bersifat aerobik, tahan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENANGANAN PENYAKIT TUBERCULOSA PARU (TBC) TUGAS Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Penilaian Mata Kuliah Nursing Practice 6.2 di STIK Immanuel Bandung Tahun Akademik 2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Pengertian Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB paru) merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis ( mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,

BAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan masalah utama bidang kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru TB, dan lebih dari 2 juta orang meninggal

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis. 4 Sekitar 80%

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis. 4 Sekitar 80% 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi menular, yang menyerang paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberkulosis. 4 Sekitar 80% Mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai organ lainnya (Suharyo, 2013). Basil Mycobacterium tuberculois

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengenai organ lainnya (Suharyo, 2013). Basil Mycobacterium tuberculois BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru atau TB Paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan M. tuberculosis, yang sebagian besar menyerang

Lebih terperinci