BAB II PENGATURAN TENTANG PEMBUKAAN RAHASIA BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENGATURAN TENTANG PEMBUKAAN RAHASIA BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank"

Transkripsi

1 BAB II PENGATURAN TENTANG PEMBUKAAN RAHASIA BANK MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN A. Pengertian dan Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank 1. Defenisi Rahasia Bank Rahasia Bank atau Banking Secrecy di kenal di negara maupun di dunia ini yang mempunyai lembaga keuangan bank. Rahasia bank tidak ada bedanya dengan rahasia yang harus di pegang teguh oleh para profesiaonal seperti pengacara yang wajib merahasiakan hal-hal yang menyangkut penyakit pasiennya. Bahkan kalau rahasia di maksud tidak di pegang teguh dan dibocorkan kepada pihak lain, maka atas tindakan tersebut dapat dikenakan sanksi, baik perdata maupun pidana. 13 Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Pengertian rahasia bank berdasarkan pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 10 tahun 1998 (UU Perbankan) ini memberikan rumusan bahwa hal-hal yang wajib disimpan oleh bank adalah rahasia dari nasabah penyimpan (penabung) dan tidak lagi termasuk pinjaman (kredit) dari nasabah. Namun percantuman perkataan segala sesuatu masih menunjukan keluasan rahasia dari nasabah penyimpan yang wajib dijaga (disimpan) oleh bank. Rahasia bank di Indonesia mempunyai 13 Huala adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm

2 pengecualian, sehingga terdapat kemungkinan untuk dapat membuka rahasia bank Ruang Lingkup Pembukaan Rahasia Bank Kepercayaan masyarakat sangat mendukung eksistensi suatu bank, oleh karena itu, bank sangat berkepentingan menjaga agar kadar kepercayaan masyarakat, yang telah maupun yang akan menyimpan dana, maupun yang telah atau menggunakan jasa-jasa bank lainnya terpelihara dengan baik mengingat bank merupakan bagian dari sistem keuangan dan pembayaran dimana kesehatan dari sistem-sistem tersebut sangat besar artinya bagi masyarakat. Untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya adalah dapat tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dana dan atau menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain. 15 Kerahasiaan bank sangat penting untuk melindungi kepentingan nasabah secara individual sehingga melahirkan ketentuan ketentuan hukum yang mengatur mengenai kerhasiaan bank. Pengertian rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan tidak boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Hubungan ini menurut kelaziman wajib dirahasiakan oleh bank, 14 Sunawan, Rahasia Bank Dalam Kaitannya Dengan Kejahatan Perbankan, diakses pada tanggal 6 juni Sutan Remy Sjahdeni, Rahasia Bank dan Berbagai Masalah Disekitarnya (Jurnal Hukum Bisnis, 1999), hlm 5. 17

3 adalah seluruh data dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari orang dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. 16 Mengenai kemungkinaan penerobosan kerahasiaan bank dapat dilakukan, yaitu karena adanya suatu kepentingan umum berupa kepentingan: Perpajakan 2. Pemeriksaan di pengadilan 3. Kepentingan kelancaran dan keamanan usaha bank. Bank sebagai subjek pajak mempunyai kewajiban yang sama dengan subjek pajak lainnya, Oleh karena itu dalam pemeriksaan wajib pajak bank, data yang berhubungan dengan penghasilan bank maupun yang berkaitan penghasilan, dengan sendirinya tunduk pada ketentuan. 18 Ruang lingkup rahasia bank dimuat dalam beberapa pasal dalam Undangundang No.10 tahun 1998 diantaranya dalam pasal 1 ayat 28 juga ditegaskan bahwa rahasia bank tersebut menyangkut keterangan mengenai nasabah dan simpanannya. Selain itu dalam pasal 40 juga dinyatakan dengan tegas bahwa yang tergolong dalam rahasia bank adalah keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Dari kata nasabah penyimpanan dapat disimpulkan bahwa maksud dari pembuat Undang-undang adalah mengenai identitas nasabah penyimpan. 16 Adiastopo Joko Purnomo, (Pimpinan Tim Kantor Bank Indonesia Solo), Penyimpanan Dana Yang Wajib Dirahasiakan, dikutip diakses pada tanggal 29 juli 2017, pukul wib 17 Muhamad Djumhana, op.cit, hlm Indonesia, Undang-undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. 18

4 Berbeda dengan pasal 40 Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan ruang lingkup rahasia bank yaitu tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya. Pada penjelasan pasal 40 tersebut dinyatakan bahwa masyarakat hanya akan mempercayakan uangnya kepada bank atau memanfaatkan jasa bank (termasuk jasa bank berupa kredit) apabila dari bank ada jaminan bahwa pengatahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan nasabah (termasuk kredit yang diperolehnya) tidak akan disalahgunakan. 19 B. Penerapan Pembukaan Rahasia Bank 1. Hal Yang Wajib Dirahasiakan Dalam menentukan hal-hal (informasi) yang termasuk rahasia bank tidaklah mudah dan sampai saat ini belum ada satu keseragaman mengenai hal-hal (informasi) apa saja yang dikategorikan sebagai salah satu yang masuk kategori yang untuk dirahasiakan oleh bank dari informasi dan data-data seorang nasabah. Penentuan ini perlu untuk dapat dilindungi oleh hukum kerahasiaan. Hukum kerahasiaan berkaitan dengan perlindungan rahasia-rahasia, baik yang menyangkut perdagangan, rahasia yang sifatnya pribadi atau mengenai pemerintahan. Rahasia bank adalah salah satu bagian yang dilindungi oleh hukum kerahasiaan. Menyangkut rahasia bank terkait pula pihak-pihak yang berhubungan dengan bank tersebut baiksecara langsung maupun tidak langsung. Pihak yang secara langsung yaitu mereka yang bekerja atau mempunyai hubungan erat dengan bank dengan bank seperti anggota komisaris. Adapun pihak yang secara 19 Sutan Remy Syahdeni, op.cit.,hlm.6 19

5 tidak langsung yaitu mereka yang mempunyai keterkaitan dengan kegiatan bank seperti konsultan hukumnya, akuntan publiknya dan pihak jasa penilai (appraisal), mereka semua terkait pada rahasia jabatannya. Rahasia jabatan adalah menyangkut informasi yang diterima seseorang dari pihak lain dalam rangka hubungan profesinya. Rahasia jabatan yang berhubungan dengan perbankan, seperti yang telah disebutkan diatas yaitu konsultan hukum, akuntan publik, dan pihak jasa penilai (appraisal). Mereka diwajibkan untuk memegang rahasia pihak yang berhubungan dengannya (klien). Tetapi ketatnya rahasia tersebut sering pula dipakai diluar jalur hukum seperti untuk menutupi kejahatan kliennya. Penentuan hal-hal yang termasuk kategori rahasia bank harus berpijak pada: 20 a. Kelaziman operasional perbankan Operasional perbankan yang utama adalah menghimpun dana masyarakat serta memberikan kredit. Operasi tersebut sudah lazim bank mengadakan pencatatan-pencatatan data-data, dan informasi jalannya usaha yang dilakukan serta dalam hubungannya dengan nasabahnya. Keadaan keuangan nasabah yang tercatat padanya, ialah keadaan mengenai keuangan yang tercatat pada bank yang meliputi segala simpanannya yang tercantum dalam semua pos pasiva, dan segala pos aktiva yang merupakan pemberian kredit dalan berbagai macam bentuk kepada yang bersangkutan. Hal-hal lain yang harus dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, 20 Muhamad Djumhan, Op cit, hlm

6 ialah segala keterangan orang, dan badan yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya, yaitu meliputi : pemberian pelayanan, dan jasa dalam lalu lintas uang, baik dalam maupu luar negeri, pendiskontoan, dan jual beli surat berharga,dan pemberian kredit. b. Apakah pembocoran/pembukaan informasi akan merugikan pemilik informasi (nasabah) atau menguntungkan pihak lain, namun selalu ada pertanyaan tentang informasi seperti apa yang akan menimbulkan akibat kerugian itu. Meskipun agak kabur, kriteria ini jelas menunjuk kalangan perbankanlah sebagai sumber keputusan utama untuk menentukan informasi manakah yang harus diperlakukan sebagai hal yang konfidensial. c. Pihak pemilik informasi (nasabah) harus yakin secara wajar bahwa informasi itu benar-benar belum diketahui masyarakat luas. Dari hal-hal yang dikemukakan diatas maka sekarang dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa informasi yang dapat dirahasiakan tidak harus merupakan hal yang sangan khusus. 2. Pengecualiannya Pengecualian dalam hal rahasia bank ini tercantum dalam pasal 40 ayat (1) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, yang menyebut bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana diatur dalam pasal 41, pasal 41A, pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 44A. 21

7 Kata kecuali diartikan sebagaimana pembatasan terhadap berlakunya rahasia bank. Mengenai keterangan yang disebut dalam pasal-pasal tadi bank boleh tidak merahasiakan (boleh mengungkapkannya). 21 Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya itu boleh di ungkapkan dalam hal-hal sebagai berikut: a. Untuk kepentingan perpajakan (pasal 41) Mengenai pembukaan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ini diatur dalam ketentuan pasal 41 ayat (1) undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang menentukan bahwa untuk kepentingan perpajakan, pimpinan bank indonesia atas permintaan Menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpanan tertentu kepada pejabat pajak. 22 b. Untuk penyelesaian piutang bank Dalam pasal 41 A Undang-undang No.10 Tahun 1998 disebutkan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan urussan piutang dan lelang negara / panitia urusan piutang negara, pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat badan urusan piutang negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Izin tersebut diberikan: Abdulkadir Muhammad dan Rida Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana,2005), hlm Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm

8 1) Atas permintaan tertulis dari kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) / ketua PUPN dengan menyebutkan: a) Nama dan jabatan pejabat BUPLN/ PUPN yang meminta keterangan; b) Nama nasabah debitor yang bersangkutan yang diperlukan keterangan, dan c) Alasan diperlukannya keterangan dari nasabah debitor tersebut. 2) Izin tersebut dengan sendirinya : a) Diberikan secara tertulis; b) Menyebutkan nama dan jabatan pejabat BUPLN/PUPN yang meminta keterangan; c) Menyebutkan nama nasbah debitor yang akan dimintai keterangan berkaitan dengan utang bank yang diserahkan kepada BUPLN/PUPN; dan d) Mencantumkan keperluan keterangan tersebut dikaitkan dengan urusan penyelesaian piutang bank. c. Untuk kepentingan peradilan pidana (pasal 42) Pemeriksaan di pengadilan negeri meliputi perkara pidana dan perkara perdata ketentuan yang berhubungan dengan pembukaan rahasia bank dalam hukum acara pidana diatur pada pasal 170 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yaitu: 24 mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan meyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut. 24 Muhammad Djumhana. Op Cit. Hlm

9 Kalangan perbankan diakui oleh peraturan perundang-undangan nomor 7 tahun 1992 tentang pokok-pokok perbankan, diwajibkan untuk menyimpan rahasia. Tanpa izin tertulis dari Menteri keuangan, mereka tidak boleh membuka yang menyangkut rahasia bank. Demikian bila tidak izin maka mereka dapat mengajukan untuk dibebaskan dari kewajiban untuk menjadi saksi suatu perkara. Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri keuangan dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang keadaan keuangan tersangka / terdakwa pada bank. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung atau Ketua Mahkamah Agung, permintaan sebagaimana dimaksud diatas harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka / terdakwa, sebab-sebab keterangan diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan-keterangan yang diperlukan. 25 d. Untuk Kepentingan Pemeriksaan Peradilan Perdata (pasal 43) Pasal 43 Undang-undang perbankan menyatakan, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank dapat menginformasikan kepada pengadilan didepan hakim tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. 26 Penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa informasi mengenai keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dapat diberikan oleh bank kepada 25 Marulak Pardede, Hukum Pidana Bank, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia(Simpanan, Jasa dan Kredit),(Jakarta: Ghalia Indonesia,2006), hlm

10 pengadilan tanpa izin menteri. Pasal ini tidak diubah oleh Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, maka penjelasannya perlu disesuaikan oleh Pimpinan Bank Indonesia sebagai pemberi izin bukan lagi menteri. 27 Ketentuan ini merupakan landasan hukum dan alasan dapat dibukanya atau diterobosnya ketentuan rahasia bank untuk kepentingan penyelesaian perkara perdata antara bank dan nasabahnya di pengedilan, oleh karena itu direksi dari bank yang bersangkutan dapat memberikan keterangan mengenai keadaan keuangan dari nasabah tersebut. 28 e. Untuk Kepentingan Tukar-Menukar Informasi Antar Bank (Pasal 44) Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabah kepada bank lain dalam rangka tukar menukar informasi antar bank. Tukar menukar informasi antar bank dimaksudkan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan status dari suatu bank lain. Bank dapat menilai tingkat resiko yang dihadapi, sebelum melakukan sesuatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Ketentuan mengenai tukar manukar informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh bank Indonesia, yang antara lain mengatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis besar dari kredityang diterima nasabah, agunan, dan masuk tidaknya debitur yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. 29 Informasi antar bank tersebut antara lain berupa: 27 Muhumad Djumhana, Op Cit, hlm Hermansyah, Op Cit. Hlm Marulak Pardede I, Op Cit. Hlm 59 25

11 1) Informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank dalam rangka melakukan kerja sama atau transaksi dengan bank; 2) Informasi kredit untuk mengetahui status dan keadaan debitor bank guna mencegah penyimpangan pengelolaan perkrditan; 3) Informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar. Sebelumnya Bank Indonesia telah mengatur ketentuan tata cara tukarmenukar informasi antar bank sebagai mana dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/6/UPB masing-masing tanggal 25 januari 1995, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan tukar-menukar informasi antar bank adalah permintaan pemberian informasi mengenai keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitor tertentu dan keadaan serta status untuk bank. Informasi antara bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat yang memperoleh penunjukan sebagaimana diatur oleh ketentuan internal masing-masing bank. Ada dua bentuk permintaan informasi antar bank, yaitu: 30 1) Permintaan informasi kepada bank lain Bank dapat meminta informasi kepada bank lain mengenai keadaan debitor tertentu secara tertulis dari direksi bank dengan menyebutkan secara jelas tujun penggunaan informasi yang diminta. Permintaan informasi mengenai keadaan kredit dapat dilakukan oleh : a. Bank umum kepada bank umum. b. BPR kepada BPR. 30 Rachmadi Usman, Op Cit, hlm

12 Bank yang dimintai informasi wajib memberikan informasi secara tertulis sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Unutk nasabah yang masih tercatat sebagai debitor aktif (nasabah aktif) cukup dengan menegaskan bahwa nasabah yang dimaksud adalah debitor bank yang bersangkutan. Sedangkan untuk nasabah yang tidak lagi tercatat sebagai debitor aktif (nasabah tidak aktif) informasinya dapat meliputi : a. Data debitor, b. Data pengurus; c. Data agunan; d. Data jumlah fasilitas kredit yang diberikan ; e. Dan keadaan kolektibilitas terakhir. Informasi yang diterima oleh bank peminta, bersifat rahasia dan wajib digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan sebagaimana disebutkan dalam surat permintaan informasi. Bank yang melanggar akan dikenakan sanksi administratifyang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. 2) Permintaan informasi melalui Bank Indonesia Bank dapat meminta informasi mengenai nasabah debitor kepada bank Indonesia atau keadaan dan status suatu bank melalui bank Indonesia secara tertulis dengan menyebut secara jelas tujuan penggunaan informasi yang diminta. meliputi: Informasi mengenai bank yang dapat diberikan oleh bank Indonasi tersebut a. Nomor dan tanggal akta pendirian dan izin usaha; b. Status/jenis usaha; c. Tempat kedudukan; d. Susunan pengurus; e. Permodalan; f. Neraca yang telah di umumkan; g. Pengikutsertaan dalam kliring; dan h. Jumlah kantor bank 27

13 Bank yang melanggar ketentuan ini dikenakan sanksi administratif yang dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. f. Untuk kepentingan pihak lain yang ditunjuk nasabah (pasal 44 ayat 1) Pemberian keterangan atas persetujuan nasabah penyimpan untuk kepentingan pihak lian sebagaimana disebutkan dalam pasal 44 A ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 bahwa atas permintaan persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut. Berdasarkan ketentuan pasal 44 A ayat (1) tersebut bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpanan kepada pihak yang ditunjuknya, asalkan ada permintaan, atau persetujuan, atau kuasa tertulis dari nasabah penyimpan yang bersangkutan, misalnya kepada penasahat hukum yang menangani perkara nasabah penyimpan. g. Untuk kepentingan penyelesaian kewarisan (pasal 44 A ayat 2) Apabila nasabah penyimpanan telah meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. 31 Pengecualian ini disebutkan dalam pasal 44 A ayat (2) yang merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam undang-undang perbankan yang diubah. Sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, pengecualian rahasia bank juga diatur dalam peraturan Gubernur Bank Indonesia Nomor: hlm Y. Sri Susilo, dkk, Bank & Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), 28

14 2/19/PBI/2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank. Lahirnya peraturan Gubernur Bank Indonesia ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa rahasia bank yang diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menunjang kepercayaan nasabah penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, kepentingan peradilan dalam perkara pidana, dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah, dan permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia. 32 Selain pengecualian-pengecualian yang telah di uraikan diatas, maka Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) juga diberikan kewenangan dalam membuka rahasia bank. Kewenangan tersebut didasarkan pada Surat Mahkamah Agung No. KMA/694/R.45/XII/2004 perihal pertimbangan hukum atas pelaksanaan kewenangan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) terkait dengan ketentuan rahasia bank yang ditandatangani oleh Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 2 desember Surat Keputusan Mahkamah Agung RI tersebut diterbitkan sebagai jawaban atas Surat Gubernur Bank Indonesia No. 6/2/GBI/DHk/Rahasia, tanggal 8 agustus 2004 yang meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung untuk menjawab persoalan kewenangan Komisi Pemberantas Korupsi dalam pembukaan rahasia bank Andrian Sutedi, Hukum Perbankan (Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Marger, Likuidasi dan Kepailitan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm 9 33 Hermansyah, Op cit, hlm

15 Pemberian kewenangan untuk menerobos rahasia bank kepada Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) adalah suatu terobosan hukum yang tepat dalam upaya mencegah dan menindak tindak pidana dibidang perbankan. 34 C. Pengaturan Mengenai Rahasia Bank Menurut Undang-undang Perbankan Terdapat beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum sebagai landasan bagi rahasia bank agar dapat berlaku secara yuridis formal. Adapun yang merupakan dasar hukum berlakunya rahasia bank adalah pasal 40 sampai dengan pasal 45 Undang-undang Perbankan, yaitu sebagai berikut 35 : Pasal 40 (1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 41 A, pasal 42, pasal 43,pasal 44,dan pasal 44 A. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut berlaku juga bagi pihak terfaliasi. Pasal ini menjelaskan bahwa apabila nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpan, walaupun demikian, pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan yaitu berdasarkan pasal 41, pasal 41 A, pasal 43, pasal 44. Pasal 41 (1) Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepda pejabat pajak. 34 Ibid, hlm Munir Fuady, Hukum Perbankan Modren (buku kesatu), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), hlm 89 30

16 (2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), haruslah menyebutkan nama pejabat pajak, dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. Pasal ini menjelakan bahwa dalam hal kepentingan perpajakan, bank dapat menginformasikan keterangan-keterangan dan bukti-bukti tertulis atas permintaan Menteri Keungan Melalui Pimpinan Bank Indonesia, dan pengecualian ini merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum. Pasal 41 A (1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah Debitur. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. (3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan. Pasal ini menjelaskan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin secara tertulis kepada Pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang/Panitia Urusan Piutan Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur. Pasal 42 (1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. (3) Permintaan tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim sepanjang 31

17 permintaan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3). Pasal 42 A Pasal ini mengatur bahwa bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 41 A, dan Pasal 42. Pasal 43 Dalam perkara perdata antara dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, maka bank dapat memberikan informasi keuangan nasabah yang dalam perkara tersebut serta keterangan lain yang bersangkutan dengan perkara tersebut tanpa perlu izin dari menteri. Pasal 44 (1) Dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Pasal ini menjelaskan bahwa dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, maka direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain dengan tujuan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah terjadinya kredit rangkap serta untuk mengetahui keadaan dan status dari suatu bank. Pasal 44 A (1) Atas permintaan, persetujuan,atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut. (2) Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah pennyimpan tersebut. 32

18 Pasal ini merupakan ketentuan yang baru ditambahkan dalam Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatur mengenai penyelesaian kewarisan. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan, maka bank diperbolehkan /dapat memberikan informasi mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tersebut apabila ia meninggal dunia kepada ali warisnya. Pasal 45 Pihak yang merasakan dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bankbank sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43, dan pasal 44 tersebut diatas, berhak untuk menegtahui isi keterangan tersebut dan dapat memita pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan. Pasal ini menjelaskan bahwa apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat keterangan yang diberikan oleh bank, maka masalah tersebut dapat diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke pengadilan yang berwenang. Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah disahkan dan di undangkan pada tanggal 10 november 1998, dalam kerangka perbaikan dan pengukuhan perekonomian nasional walaupun Undang-undang No.10 Tahun 1998 hanya merupakan revisi, bukan mengganti keseluruhan pasal-pasal Undang-undang Perbankan lama, namun dilihat dari pokok-pokok ketentuannya, perubahan mencakup penyehatan secara menyeluruh sistem perbankan, tidak hanya penyehatan bank secara individual. 33

19 Salah satu perubahan yang terdapat dalam Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah ketentuan mengenai rahasia bank. Dilihat dari paragraf ke-8 penjelasan umum, perubahan ketentuan mengenai rahasia bank dihubungan dengan upaya peningkatan fungsi kontrol sosial terhadap lembaga perbankan. Inti perubahan rahasia bank menurut Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, bila di bandingkan dengan ketentuan yang lama adalah perlunya peninjauan ulang pada sifat ketentuan rahasia bank yang selamat ini sangat kaku dan tertutup. Jadi walaupun rahasia bank merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang meneglola dana masyarakat, namun Undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perbankan menetapkan untuk tidak merahasiakan seluruh aspek yang di tata usahakan oleh bank. D. Perlindungan Data Pribadi Nasabah Bank sentral sebagai pelaksana otoritas moneter berperan sekali dalam rangka perlindungan nasabah (masyarakat). Menyangkut perlindungan konsumen (nasabah) ini kita dapat menggunakan penerapan hukum pidana, maupun hukum perdata bahkan dimungkinkan pula melalui hukum administrasi negara. 36 Beberapa mekanisme yang dipergunakan dalam rangka perlindungan nasabah bank adalah sebagai berikut: Pembuatan peraturan baru Lewat pembuatan peraturan baru di bidang perbankan atau merevisi peraturan yang sudah ada merupakan salah satu cara untuk memberikan 36 Muhamad Djumhana, Op cit, hlm Munir Fuady I, Op cit, hlm

20 perlindungan kepada nasabah suatu bank. Banyak peraturan yang secara langsung maupun tidak langsung yang bertujuan melindungi nasabah, akan tetapi lebih banyak lagi diperlukan seperti itu dari apa yang terdapat dewasa ini. 2. Pelaksanaan peraturan yang ada Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan kepada nasabah adlah dengan melaksanakan peraturanyang ada di bidang perbankan serat lebih ketat oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan yang bertujuan melindungi nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan perbankan tersebut harus ditegakkan secara objektif tanpa melihat siapa direktur, komisaris atau pemegang saham dari bank yang bersangkutan. 3. Perlindungan nasabah deposan lewat lembaga asuransi deposito Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan melalui lembaga asuransi deposito yang adil dan predictable ternyata dapat juga membawa hasil yang positif. 4. Memperketat perizinan bank Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adalah salah satu cara agar bank tersebut kuat dan qualified sehingga dapat mamberikan keamanan bagi nasabahnya. Undang-undang perbankan menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan dalam hal-hal sebagai berikut: a. Susunan organisasi b. Pemodalan c. Kepemilikan d. Keahlian dibidang perbankan dan 35

21 e. Kelayakan rencana kerja. 5. Memperketat pengaturan dibidang kegiatan bank Ketentuan-ketentuan yang menyangkut dengan kegiatan bank banyak juga yang secara langsung atau tidak langsung bertujuan untuk melindungi pihak nasabah. Pengaturan-pengaturan tersebut khususnya yang menyangkut kegiatan bank, mengatur tentang hal-hal sebgai berikut: 38 a. Ketentuan mengenai permodalan, ketentuan ini antara lain mengenai kecukupan modal atau yang disebut juga dengan Capital Adequate Ratio (CAR) yang diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). b. Ketentuan mengenai menajemen, yang dalam hal merupakan penilaian kualitatif mengenai menjemen terhadap manjemen pemodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan menejemen likuiditas. c. Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif, yang dalam hal ini diukur tingkat kemampuan pengembaliannys dengan kategori lancar, kurang lancar, diragukan den macet. d. Ketentuan mangenai likuiditas, dalam hal ini seringkali dilakukan pengukuran lewat Cash Ratio atau Minimum Reserve requitment, Juga harus menghindari adanya kesulitan likuiditas yang biasanya terjadi karena adanya tindakan yang disebut Mismatch. 38 Ibid, hlm

22 e. Ketentuan mengenai rentabilitas, dalam hal ini sering diukur dengan cara penilaian kuantatif melalui rasio perbandingan laba selama 12 (dua belas) bulan terakhir terhadap volume usaa dalam periode yang sama (return on assets atau ROA), dan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional dalam periode I(satu) tahun. f. Ketentuan mengenai solvabilitas. g. Ketentuan mengenai kesehatan bank, dalam hal ini sering dipergunakan sebagai ukuran adalah: 1) Capital, assets quality, management quality, eamings, dan liquidity (Camel); 2) Posisi Devisa Netto (Net Oen Position) dengan tujun untuk menghidari resiko nilai tukar (Exchange rate risk); 3) Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau yang sering pula disebut dengan Legal Lending Limit (3L) atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dalam hal ini Undang-undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 Memberikan kewenangan kepada bank central untuk menetapkan BMPK tersebut. Khusus untuk nasabah tertentu maka bank indonesia dapat juga menetapkan BMPK, nasabah-nasabah tertentu tersebut adalah : a) Pemegang saham 10% (sepuluh persen) atau lebih dari modal setor; b) Anggota dewan komisaris; c) Anggota direksi; 37

23 d) Keluarga pemegang saham (sampai derajat kedua lurus atau kesamping), dewan komisaris dan direksi; e) Pejabat bank lainnya; f) Perusahaan dimana di dalamnya ada kepentingan pemegang saham, komisaris, direksi, pejabat bank lainnya dan anggota keluarga dari pemegang saham, direktur dan komisaris. 6. Memperketat pengawasan bank Dalam rangka meminimalkan resiko yang ada dalam bisnis bank, maka pihak otoritas, khususnya Bank Indonesia (juga dalam hal tertentu Menteri Keuangan) harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap bankbank yang ada, baik terhadap bank-bank pemerintah maupun terhadap bnk swasta. Penekanan pada usaha penjagaan dalam rangka perlindungan nasabah ini dengan cara terjaganya kesehatan bank agar tidak bangkrut, membawa kosekuensi kewajiban indonesia untuk lebih efektif lagi dalam hal pembinaan dan pengawas bank. Sebagai lembaga pengawas perbankan di Indonesia, maka bank Indonesia mempunyai peran yang besar sekali dalam usaha melindungi, dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugin akibat tindakn bank yang salah. Bank Indonesia wajib lebih efektif lagi melakukan tugas, dan kewenangannya unutk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh seluruh bank yang beroperasi di Indonesia. Pengawasan yang efektif dan baik adalah merupakan langkah preventif dalam membendung, atau setidak-tidaknya mengurangi kasus kerugian nasabah karena tindakan bank, atau lembaga keuangan lainny yang melawan hukum Muhamad Djumhana, Op cit, hlm

24 Hanya saja perlu diperhatikan disini bahwa sebagai pengawas, bank Indonesia tidak dapat mencampuri secara langsung urusan intern dari bank yang diawasinya itu. Pengendalian bank tersebut tetap menjadi kewenangan pengurus bank tersebut, karena itu harus jelas batas-batas dari ikut campur tangan bank Indonesia sehingga tidak mengambil porsi kewenangan dari pengurus bank tersebut. 40 Tujuan diwajibkannya prinsip kehati-hatian (Prudental principle) oleh bank-bank pada umumnya adalah untuk melindungi nasabah bank yang menyimpan dananya pada bank yang bersangkutan. 41 Upaya perlindungan yang diberikan oleh undang-undang perbankan terhadap dan masyarakat merupakan penegasan bahwa sekalipun uang yang disimpan oleh nasabah penyimpan dana telah menjadi milik bank sejak disetorkan dan selama penyimpanan bank. Tetapi bank tidak mempunyai kebebasan mutlak untuk menggunakan uang itu. 42 Bank hanya boleh menggunakan uang itu untuk tujuan dan dengan cara yang dapat menjamin kepastian bahwa bank itu nantinya akan mampu membayar kembali masyarakat yang disimpan kepadanya apabila ditagih oleh para penyimpannya. Mangingat hal yang demikian, maka hubungan bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan kontraktual antara debitur dan kreditur yang dilandasi atas azas kehati-hatian. 40 Munir Fuady I, Op cit, hlm Marulak Pardede II, Op cit, Hlm Ronny Sautma Hotma Bako, Op cit, hlm 51 39

UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH SKRIPSI

UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH SKRIPSI UPAYA BANK MENJAGA KEAMANAN RAHASIA BANK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH CITRA

Lebih terperinci

BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM. boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini

BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM. boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini A. Pengertian Rahasia Bank BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM Rahasia bank adalah segala sesuatu yang behubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan

Lebih terperinci

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM RAHASIA BANK PENGERTIAN RAHASIA SESUATU YANG DIPERCAYAKAN SESEORANG UNTUK TIDAK DICERITAKAN KEPADA ORANG YANG TIDAK BERWENANG MENGETAHUINYA RAHASIA BANK SESUATU YANG DIPERCAYAKAN NASABAH KEPADA BANK AGAR

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 19 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan

Lebih terperinci

SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH. Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat

SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH. Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat E-mail: rusdan@yahoo.com ABSTRAK Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang eksistensinya

Lebih terperinci

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Liabilitas dan Modal Persyaratan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790] UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790] 33. Ketentuan Pasal 46 ayat (1) diubah, sehingga Pasal 46 ayat (1) menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb

TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb 1. PENGERTIAN TINDAK PIDANA PERBANKAN Arti luas: TPP adalah perilaku (conduct), baik berupa melakukan sesuatu (commission)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LIKUIDASI BANK DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN 2.1 Likuidasi Bank 2.1.1 Pengertian likuidasi bank Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga Penjamin

Lebih terperinci

KESEHATAN DAN RAHASIA BANK

KESEHATAN DAN RAHASIA BANK KESEHATAN DAN RAHASIA BANK Kesehatan Bank Yaitu kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian 2. Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank 3. Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank

A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian 2. Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank 3. Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian Kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN HUKUM HUBUNGAN BANK DENGAN NASABAH. Kemudian pihak bank menggunakan dana yang disetorkan tersebut untuk

BAB II TINJAUAN HUKUM HUBUNGAN BANK DENGAN NASABAH. Kemudian pihak bank menggunakan dana yang disetorkan tersebut untuk BAB II TINJAUAN HUKUM HUBUNGAN BANK DENGAN NASABAH A. Hubungan Bank Dengan Nasabah Hubungan bank dengan nasabah pada prinsipnya didasarkan oleh dua unsur, yaitu hukum dengan kepercayaan. Kepercayaan ini

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 3/Mei/2017 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH YANG DIDAFTARHITAMKAN AKIBAT KESALAHAN SISTEM PERBANKAN MENURUT UU No. 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN 1 Oleh : Anggraini Said 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. keuangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Perlakuan Akuntansi Perlakuan akuntansi adalah standar yang melandasi pencatatan suatu transaksi yang meliputi pengakuan, pengukuran atau penilaian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472] BAB VIII KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 46 (1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM BENTUK RAHASIA BANK 1 Oleh: Rezza Muhammad Sjamsuddin 2

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM BENTUK RAHASIA BANK 1 Oleh: Rezza Muhammad Sjamsuddin 2 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM BENTUK RAHASIA BANK 1 Oleh: Rezza Muhammad Sjamsuddin 2 ABSTRAK Adapun permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana lembaga perbankan Indonesia dalam

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM Manajemen Dana Bank

Andri Helmi M, SE., MM Manajemen Dana Bank Andri Helmi M, SE., MM Manajemen Dana Bank KESEHATAN BANK PENGERTIAN KESEHATAN BANK : Kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. keuangan (Financial Intermediary) antara debitur dan kreditur BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK 2.1. Pengertian dan Fungsi Bank Bank adalah "suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan (Financial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO Menimbang: a. bahwa dalam rangka menumbuhkembangkan lembaga keuangan mikro yang mampu berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.05/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

Bab 3. Kesehatan dan Rahasia Bank

Bab 3. Kesehatan dan Rahasia Bank A. KESEHATAN BANK Kesehatan bank diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara cara yang

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.343, 2014 KEUANGAN. OJK. Lembaga Keuangan. Mikro. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5622) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perbankan

Lebih terperinci

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa

II. Tinjauan Pustaka. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa II. Tinjauan Pustaka A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undangundang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867] BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 59 (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha Bank Syariah, UUS, atau kegiatan penghimpunan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sejalan dengan tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK Menimbang: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Sri Pujiyanti Dr. Ir. E. Susi Suhendra, MS Universitas Gunadarma

Sri Pujiyanti Dr. Ir. E. Susi Suhendra, MS Universitas Gunadarma ANALISIS KINERJA KEUANGAN MENGENAI TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMEL (STUDI KASUS PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) Tbk DAN PT. BANK BUKOPIN Tbk PERIODE 2006-2008) Sri Pujiyanti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PERUMUSAN PERTANYAAN PENELITIAN A. Kajian Teori 1. Definisi Bank Kata bank berasal dari bahasa latin yaitu Banca yang berarti meja, meja yang dimaksud adalah meja yang biasa digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan Semakin banyak kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank, semakin banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. fungsi, melayani setiap kepentingan pembangunan dalam masyarakat dalam

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK. fungsi, melayani setiap kepentingan pembangunan dalam masyarakat dalam keperdataan secara umum dan dalam keilmuwan hukum perbankan secara khusus yang didasarkan pada pemikiran yuridis yang didapat dari proses penulisan ini BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK A. Pengertian Bank

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB III ATURAN PELAKSANA UNDANG-UNDANG

BAB III ATURAN PELAKSANA UNDANG-UNDANG BAB III ATURAN PELAKSANA UNDANG-UNDANG A. Aturan Pelaksana Undang-Undang dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Beberapa pasal dan ayat yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 13/ 3 /PBI/2011 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS

Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS BAB I KETENTUAN UMUM 1 1 Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat

BAB I PENDAHULUAN. banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perekonomian suatu negara saat ini Lembaga Perbankan memiliki peranan yang cukup penting, bahkan dalam kehidupan masyarakat modern sehari-hari sebagian besar melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan dunia perbankan semakin pesat dan modern baik dari segi ragam produk, kualitas pelayanan, maupun teknologi yang dimiliki. Perbankan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Bank 1. Pengertian Bank Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat tidak terlepas dari kaitannya dengan uang. Sebab untuk menjalankan perekonomian,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Pengertian Bank Bank adalah lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran, dan tidak kalah pentingnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara,

I. PENDAHULUAN. Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu Negara, bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank telah menjadi bagian dari sistem keuangan dan

Lebih terperinci

No. 3/16/DPBPR Jakarta, 18 Juli 2001 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA

No. 3/16/DPBPR Jakarta, 18 Juli 2001 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA No. 3/16/DPBPR Jakarta, 18 Juli 2001 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik. kesimpulan, yaitu :

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pembahasan pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik. kesimpulan, yaitu : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada Bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu : 1. Hubungan kontraktual antara bank dan nasabah dalam transaksi di perbankan adalah hubungan

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017. RAHASIA BANK DALAM KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH (UU No. 21 TAHUN 2008) 1 Oleh: Reviyansyah J.

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017. RAHASIA BANK DALAM KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH (UU No. 21 TAHUN 2008) 1 Oleh: Reviyansyah J. RAHASIA BANK DALAM KEGIATAN USAHA BANK SYARIAH (UU No. 21 TAHUN 2008) 1 Oleh: Reviyansyah J. Dien 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimankah rahasia bank dalam kegiatan usaha bank

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UU R.I No.8/1995 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TANGGAL 1 JULI 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adequacy ratio), batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit), kualitas aktiva

BAB I PENDAHULUAN. adequacy ratio), batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit), kualitas aktiva BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat yang semakin maju yaitu sebagai penggerak perekonomian. Dengan melalui bank unit-unit ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA A. Pengertian Bank Indonesia Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai nasabah serta dana yang disimpannya dari pihak-pihak yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengenai nasabah serta dana yang disimpannya dari pihak-pihak yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai suatu lembaga yang diberikan kepercayaan untuk mengelola dana masyarakat berkewajiban untuk menjaga kerahasiaan atas segala informasi mengenai nasabah serta

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL

- 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL - 1 - PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/2/PBI/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM KONVENSIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta

BAB I PENDAHULUAN. dan memperkokoh dalam tatan perekonomian nasional. peningkatan pembangunan pemerintah maupun bagi pengusaha-pengusaha swasta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka diperlukan suatu kebijakan yang mampu mengakomodir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok agar anak-anak tertarik untuk mengisinya dengan tabungan

BAB I PENDAHULUAN. yang mencolok agar anak-anak tertarik untuk mengisinya dengan tabungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya bank dikenal sebagai sebuah tempat dimana kita menyimpan uang kita, tempat yang sangat identik dengan kata menabung. Orang tua kita selalu mengajari kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapisan masyarakat. Secara umum, bank memiliki fungsi utama. lembaga intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. lapisan masyarakat. Secara umum, bank memiliki fungsi utama. lembaga intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan perusahaan jasa yang menyediakan jasa bagi seluruh lapisan masyarakat. Secara umum, bank memiliki fungsi utama sebagai lembaga intermediasi, yaitu menghimpun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang Undang Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari pembayaran uang. Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Menurut Undang

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN. A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan

BAB II ASPEK HUKUM PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN. A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan BAB II ASPEK HUKUM PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan (Banking Law) yakni

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SIMPAN PINJAM I OLEH KOPERASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bank sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. bank sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Fungsi dan Tujuan Perbankan Indonesia Ketentuan mengenai fungsi perbankan di Indonesia dapat dilihat dalam pengertian bank sebagaimana dirumuskan pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D 101 08 008 ABSTRAK Fungsi Bank adalah sebagai mediator keuangan yang menjembatani antara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiata usahanya. Banyak

BAB II LANDASAN TEORI. kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiata usahanya. Banyak BAB II LANDASAN TEORI A. Bank 1. Pengertian Bank Perbankan adalah sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiata usahanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berdasarkan asas kehati-hatian, mampu meredam hingga sekecil-kecilnya

BAB I PENDAHULUAN. dan berdasarkan asas kehati-hatian, mampu meredam hingga sekecil-kecilnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi dan peran pengawasan bank dengan fungsi dan peran manajemen bank merupakan dua kegiatan yang sangat erat kaitannya ibarat dua sisi dari sebuah koin, karena

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, - 1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 27 /PBI/2000 TENTANG BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang mengalami perubahan yang cepat

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOM OR : 172/KM K.06/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD BPR BKK KANTOR CABANG TIRTOMOYO TAHUN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD BPR BKK KANTOR CABANG TIRTOMOYO TAHUN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS TINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL PADA PD BPR BKK KANTOR CABANG TIRTOMOYO TAHUN 2010 2012 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013

Lex et Societatis, Vol. I/No.3/Juli/2013 PENYELESAIAN ATAS PELANGGARAN RAHASIA BANK 1 Oleh : Indra S. Mooduto 2 ABSTRAK Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya

Lebih terperinci

SAP & SILABUS IDENTITAS MATA KULIAH

SAP & SILABUS IDENTITAS MATA KULIAH SAP & SILABUS A B IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH DOSEN : HUKUM PERBANKAN : Prof. Dr. Joni Emirzon, SH, MHum Arfiana Novera, SH, M.Hum Sri Handayani, SH, M.Hum Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN A. Pengertian Lembaga Pembiayaan Perusahaan merupakan Badan Usaha yang menjalankan kegiatan di bidang perekonomian (keuangan, industri, dan perdagangan), yang dilakukan

Lebih terperinci

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN

II. PIHAK YANG WAJIB MELALUI PROSES PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN Yth. Direksi Perusahaan Efek Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Penjamin Emisi Efek dan/atau Perantara Pedagang Efek di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 57 /SEOJK.04/2017 TENTANG

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016/Edisi Khusus MERGER BANK DAN AKIBATNYA TERHADAP NASABAH PENYIMPAN DANA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 1998 1 Oleh : Yosua Manengal 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Analisis Rasio Rasio keuangan merupakan indeks yang menghubungkan dua angka akuntansi dan diperoleh membagi satu angka dengan angka lainnya. Jadi, rasio

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK. bank, maupun OJK selaku pemilik otoritas dalam mengawasi bank. 1

BAB II TEORI PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK. bank, maupun OJK selaku pemilik otoritas dalam mengawasi bank. 1 BAB II TEORI PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK A. Tingkat Kesehatan Bank Kesehatan merupakan hal penting dalam setiap kehidupan. Hal ini pun juga berlaku bagi lembaga keuangan. Kesehatan suatu lembaga keuangan

Lebih terperinci