EVALUASI PENETAPAN KAWASAN ANDALAN: STUDI EMPIRIS DI KALIMANTAN SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PENETAPAN KAWASAN ANDALAN: STUDI EMPIRIS DI KALIMANTAN SELATAN"

Transkripsi

1 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 17, No. 1, 2002, EVALUASI PENETAPAN KAWASAN ANDALAN: STUDI EMPIRIS DI KALIMANTAN SELATAN Hairul Aswandi Alumnus Magister Ekonomika Pembangunan, UGM Mudrajad Kuncoro Universitas Gadjah Mada ABSTRACT This paper attempts to evaluate government policy to classify a region as a key region (kawasan andalan) with special reference to South Kalimantan province. Using location quotient and logistic regression, we showed that the policy designed and based merely on regional income per capita and key subsector. The policy seems, to ignore the growth of regional income and regional specialisation. Our analysis also suggests that regional classification based on Klassen Typology is a better alternative than that of the ad-hoc key region. Key words: kawasan andalan, LQ, logistic regression, Klassen Typology PENDAHULUAN Salah satu realitas pembangunan adalah terciptanya kesenjangan pembangunan antardaerah dan antarkawasan. Menyadari hal tersebut, pemerintah mencoba melakukan perubahan konsep pembangunan dari pendekatan sektoral kepada pendekatan regional sejak repelita VI. Pendekatan pengembangan wilayah tersebut dilakukan melalui penataan ruang sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), yang bertujuan untuk mengembangkan pola dan struktur ruang nasional melalui pendekatan kawasan, dan dilaksanakan melalui penetapan kawasan andalan (Witoelar, 2000). Perbedaan laju pembangunan antardaerah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antardaerah, terutama antara Jawa dengan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) (Haeruman 1996, 41:48; Kuncoro, 2002). Salah satu kebijakan yang diambil pemerintah untuk mempersempit ketimpangan regional adalah diterapkannya kebijakan pembangunan daerah melalui konsep kawasan andalan, yang dilakukan berdasarkan potensi yang dimiliki daerah. Dengan kebijakan tersebut diharapkan terjadi keseimbangan tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita antarwilayah, sehingga dapat menutup atau paling tidak mempersempit gap antara perkembangan ekonomi antara daerah Jawa dan luar Jawa, dan antara KBI dan KTI. 1 Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Mubyarto atas komentar-komentarnya yang konstruktif terhadap versi awal artikel ini.

2 28 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Januari Kawasan andalan merupakan kawasan yang ditetapkan sebagai penggerak perekonomian wilayah (prime mover), yang memiliki kriteria sebagai kawasan yang cepat tumbuh dibandingkan lokasi lainnya dalam suatu Provinsi, memiliki sektor unggulan dan memiliki keterkaitan ekonomi dengan daerah sekitar (hinterland) (Royat, 1996:15). Pertumbuhan kawasan andalan diharapkan dapat memberikan imbas positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah sekitar (hiterland), melalui pemberdayaan sektor/subsektor unggulan sebagai penggerak perekonomian daerah dan keterkaitan ekonomi antardaerah. Penekanan pada pertumbuhan ekonomi sebagai arah kebijakan penetapan kawasan andalan adalah mengingat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu variabel ekonomi yang merupakan indikator kunci dalam pembangunan (Kuncoro, 2000:18). Kawasan andalan Provinsi Kalimantan Selatan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), terdiri dari kawasan andalan Banjarmasin, Batulicin- Kotabaru, dan Kandangan-Hulu Sungai Selatan. Penentuan kawasan andalan di Provinsi Kalimantan Selatan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Kebijakan lebih lanjut terhadap kawasan andalan Kalimantan Selatan adalah ditetapkannya KAPET Batulicin yang merupakan kawasan andalan dalam Kabupaten Kotabaru. Untuk memberikan gambaran mengenai letak kawasan andalan Kalimantan Selatan dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Lokasi Kawasan Anadalan di Provinsi Kalimantan Selatan

3 2002 Aswandi & Kuncoro 29 Berdasarkan kriterianya, penetapan kawasan andalan semata-mata didasarkan pada aspek ekonomi, meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan adanya faktor lain di luar faktor ekonomi. Secara konseptual kebijakan pemerintah tersebut sangat efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah, dalam upaya mengejar ketertinggalan pembangunan antardaerah. Meskipun demikian, penerapan di lapangan tidak menutup kemungkinan adanya penyimpangan kebijakan tersebut terutama dalam penetapan suatu daerah sebagai kawasan andalan. Akibatnya, kebijakan yang ditetapkan hanyalah sebagai simbol kepedulian terhadap realitas keterbelakangan yang dialami daerah, khususnya daerah-daerah di Kawasan Timur Indonesia. Penelitian ini bertujuan: pertama, untuk mengetahui posisi perekonomian daerahdaerah di Kalimantan Selatan yang diukur melalui perbandingan tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita kabupaten/kota terhadap Provinsi Kalimantan Selatan. Kedua, menemukenali subsektor ekonomi unggulan yang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian pada tiap kabupaten/ kota di Kalimantan Selatan. Ketiga, untuk mengetahui spesialisasi antardaerah di kawasan andalan, antardaerah kawasan andalan dengan kawasan bukan andalan, maupun antardaerah kawasan bukan andalan. Keempat, untuk mengetahui ketepatan penetapan kawasan andalan Kalimantan Selatan, dilihat dari kriteria persyaratannya. Untuk mencapai tujuan-tujuan penelitian tersebut digunakan alat analisis Tipologi Klassen, Location Quotient, Indeks Spesialisasi Regional, Model Logit (Binary Logistic Regression), dan Multinomial Logistic Regression. KONSEP KAWASAN ANDALAN Konsep kawasan andalan memiliki relevansi yang sangat erat dengan konsep-konsep dan teori pembangunan regional. Dilihat dari kriteria penetapannya, konsep kawasan andalan tersebut didukung teori pertumbuhan ekonomi, teori basis ekonomi, teori pusat pertumbuhan, dan teori spesialisasi. Sebagai kawasan yang memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh dibandingkan dari daerah lainnya dalam suatu provinsi, berarti kawasan andalan memiliki faktor-faktor kelebihan yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya. Terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan kemajuan teknologi (technological progress) (Todaro 2000:115). Penciptaan peluang investasi dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh kawasan bersangkutan. Sektor/subsektor unggulan yang diukur dengan analisis Location Quotient (LQ) memiliki kesamaan dengan sektor ekonomi basis, yang pertumbuhannya menentukan pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas-aktivitas lain (non basis) merupakan konsekuensi dari pembangunan menyeluruh tersebut (Soepono, 2000:41-53; Hoover, 1971). Basis ekonomi dari sebuah komunitas terdiri atas aktivitasaktivitas yang menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja basis yang menjadi tumpuan perekonomian. Semua pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor basis. Penempatan kriteria pertumbuhan sebagai dasar penetapan kawasan andalan relevan dengan teori pusat pertumbuhan Perroux (1988) yang mengatakan bahwa pertumbuhan tidak muncul di berbagai daerah pada waktu yang sama. Ia menyatakan bahwa kota merupakan sutau tempat sentral dan sekaligus merupakan kutub pertumbuhan. Pertumbuhan hanya terjadi di beberapa tempat, terutama daerah perkotaan, yang disebut pusat pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda. Kaitannya dengan sektor unggulan, Perroux mengatakan bahwa industri unggulan (L industrie matrice) merupakan penggerak utama dalam pembangunan daerah, adanya sektor/industri unggulan memungkinkan dilakukannya pemusatan industri yang akan

4 30 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Januari mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena pemusatan industri akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antardaerah sehingga perkembangan industri di suatu daerah akan mempengaruhi perkembangan daerah lainnya. Perekonomian merupakan gabungan dari sistem industri yang relatif aktif (industri unggulan) dengan industri-industri yang relatif pasif yaitu industri yang tergantung dari industri unggulan atau pusat pertumbuhan. Daerah yang relatif maju atau aktif akan mempengaruhi daerah-daerah yang relatif pasif (Arsyad 1999: ). Keterkaitan perekonomian kawasan andalan dengan daerah sekitar sebagai salah satu kriteria penetapannya relevan dengan konsep spesialisasi. Adanya spesialisasi komoditas sesuai dengan sektor/subsektor unggulan yang dimiliki memungkinkan dilakukannya pemusatan kegiatan sektoral pada masing-masing daerah, yang akan mempercepat pertumbuhan di daerah. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:34-35) masyarakat dapat lebih efektif dan efisien jika terdapat pembagian kerja, yang membagi keseluruhan proses produksi menjadi unit-unit khusus yang terspesialisasi. Ekonomi spesialisasi telah memungkinkan terbentuknya jaringan perdagangan antarindividu dan antarnegara yang demikian luas, yang merupakan ciri dari suatu perekonomian maju. Adanya keterkaitan ekonomi (spesialisasi) antardaerah yang mendorong proses pertukaran sesuai kebutuhan masing-masing, akan memungkinkan bergeraknya perekonomian masing-masing daerah secara bersama-sama menuju proses pertumbuhan. HASIL ANALISIS 1. Analisis Tipologi Klassen Alat analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan per kapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: daerah cepat-maju dan cepattumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income) (Syafrizal, 1997: 27-38; Kuncoro, 1993; Hil, 1989). Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/kota dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) daerah cepat-maju dan cepa- tumbuh, daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata Provinsi Kalimantan Selatan; (2) daerah maju tapi tertekan, daerah yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Kalimantan Selatan; (3) daerah berkembang cepat adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan per kapita lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Kalimantan Selatan. (4) Daerah relatif tertinggal adalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Kalimantan Selatan. Disebut tinggi apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan; digolongkan rendah apabila indikator di suatu kabupaten/ kota lebih rendah dibandingkan rata-rata seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Perkembangan PDRB per kapita dan pertumbuhan PDRB untuk tiap kabupaten/kota selama periode , beserta rata-ratanya untuk seluruh kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan, dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

5 2002 Aswandi & Kuncoro 31 Tabel 1. PDRB Perkapita Harga Konstan Tanpa Migas Kabupaten/Kota Di Kalimantan Selatan, KABUPATEN/KOTA Rata-Rata Kotabaru Banjarmasin Hulu Sungai Selatan Tanah Laut Banjar Barito Kuala Tapin Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Tabalong Kalimantan Selatan Sumber: BPS Kalimantan Selatan, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan Menurut Lapangan Usaha, beberapa terbitan (diolah). Tabel 2. Pertumbuhan PDRB Tanpa Migas Kabupaten/Kota Di Kalimantan Selatan, (Dalam %) KABUPATEN/KOTA Rata-rata Kotabaru 9,30 10,13 14,32 2,49 7,60 12,80 9,44 Banjarmasin 9,46 9,63 9,43 6,78-14,65-0,37 3,38 Hulu Sungai Selatan 6,04 6,96 6,48 3,26-5,64 2,38 3,25 Tanah Laut 9,15 7,56 8,83 0,56-10,74 4,32 3,28 Banjar 9,30 10,99 9,05 3,43-4,86 3,46 5,23 Barito Kuala 8,95 8,50 5,31 3,68-9,68 0,14 2,82 Tapin 6,68 7,71 8,19 3,87-4,43 10,57 5,43 Hulu Sungai Tengah 7,24 6,82 7,62 1,64-18,06-2,18 0,51 Hulu Sungai Utara 12,01 13,38 20,04 0,84-7,41 2,44 6,88 Tabalong 6,32 17,65 15,17 9,79 15,30 14,80 13,17 KALIMANTAN SELATAN 8,96 9,14 9,92 4,51-6,42 5,41 5,25 Sumber: BPS Kalimantan Selatan, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan Menurut Lapangan Usaha, beberapa terbitan (diolah) Dengan tipologi Klassen, kita dapat membagi kabupaten/kota di Kalimatan Selatan menjadi 4 klasifikasi (lihat Gambar 2). Kabupaten Kotabaru merupakan satu-satunya daerah kawasan andalan yang termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh, sedangkan dua daerah lainnya yaitu Kota Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan masing-masing berada pada kategori daerah maju tapi tertekan dan daerah relatif tertinggal. Keadaan tersebut menunjukkan kurang tepatnya penetapan kawasan andalan

6 32 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Januari Kalimantan Selatan, dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu persyaratan penetapannya, terutama penetapan Kota Banjarmasin sebagai daerah maju tapi dengan tingkat pertumbuhan rendah, dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang berada pada klasifikasi daerah relatif tertinggal. Daerah pada kawasan bukan andalan terbagi dalam tiga klasifikasi yang terdiri dari satu daerah berada pada klasifikasi daerah maju tapi tertekan yaitu Kabupaten Barito Kuala. Sebanyak tiga daerah berada pada klasifikasi daerah berkembang cepat yang terdiri dari Kabupaten Tapin, Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong. Daerah yang termasuk dalam kategori relatif tertinggal terdiri dari tiga daerah yaitu Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Keterangan : KTB = Kotabaru, BJM = Banjarmasin, HSS = Hulu Sungai Selatan, TALA = Tanah Laut, BJR = Banjar, BTL = Barito Kuala, TPN = Tapin, HST = Hulu Sungai Tengah, HSU = Hulu Sungai Utara, TBL = Tabalong. Sumber: Tabel 1 dan 2 Gambar 2. Posisi Perekonomian Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan menurut Tipologi Klassesn Sebagai daerah cepat maju dan cepat tumbuh, Kabupaten Kotabaru memiliki tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita yang lebih tinggi sepanjang periode penelitian dibandingkan dengan Provinsi Kalimantan Selatan. Keberadaan Kabupaten Kotabaru pada klasifikasi tersebut, tidak terlepas dari kemampuannya dalam menarik investasi. Nilai investasi yang berhasil diserap merupakan nilai terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan dari tahun 1986 sampai tahun 1999 yaitu sebesar Rp ,8 juta (36,47%) untuk PMDN

7 2002 Aswandi & Kuncoro 33 dan US$1.124 juta (82,49%) untuk PMA. Dilihat dari PDRB subsektor lapangan usaha, pertumbuhan PDRB Kabupaten Kotabaru didukung terutama oleh struktur perekonomian yang terbukti cukup kebal terhadap tekanan krisis moneter. Struktur perekonomian Kabupaten Kotabaru menunjukkan, pertambangan tanpa migas sebagai pemberi sumbangan terbesar yang terbukti mampu mendorong pertumbuhan PDRB secara keseluruhan, di samping dua subsektor dominan lainnya yaitu perdagangan besar dan eceran dan perkebunan. Pertumbuhan ketiga subsektor tersebut terbukti mampu mendorong PDRB Kabupaten Kotabaru untuk tetap tumbuh positif pada saat terjadi krisis moneter yaitu 7,60% tahun 1998 dan 12,80% tahun Kota Banjarmasin, sebagai daerah yang berada pada klasifikasi maju tapi tertekan, pada dasarnya memiliki laju pertumbuhan yang cukup tinggi, hanya saja dalam beberapa tahun terakhir perekonomiannya mengalami tekanan akibat krisis moneter. Rentannya sektor penyangga perekonomian Kota Banjarmasin terhadap krisis moneter mengakibatkan terjadinya pertumbuhan negatif (penurunan) PDRB Kota Banjarmasin yaitu sebesar - 14,65% pada tahun 1998 dan sebesar -0,37% pada tahun Subsektor yang mengalami tekanan krisis moneter tersebut adalah subsektor industri tanpa migas, bangunan, perdagangan besar dan eceran, dan pengangkutan. Dilihat dari struktur perekonomiannya, Kota Banjarmasin memiliki kesamaan dengan Kabupaten Barito Kuala sebagai daerah maju tertekan lainnya dalam hal subsektor penopang perekonomiannya, yaitu subsektor industri tanpa migas. Meskipun demikian pola pertumbuhan kedua daerah tersebut menunjukkan adanya perbedaan, yaitu Kabupaten Barito Kuala memiliki pertumbuhan ekonomi lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Kalimantan Selatan, sepanjang periode observasi. Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebagai kawasan andalan yang berada pada klasifikasi daerah relatif tertinggal, berkaitan erat dengan rendahnya kegiatan pembangunan. Berdasarkan data tahun 1999, realisasi anggaran pembangunan daerah ini hanya sebesar 22,69% dari total pengeluarannya. Nilai realisasi anggaran pembangunan tersebut merupakan nilai terendah dibandingkan dengan realisasi pengeluaran pembangunan daerah lainnya di Provinsi Kalimantan Selatan. Rendahnya alokasi dana untuk kegiatan pembangunan tersebut menunjukkan kurangnya insentif untuk menarik investor menanamkan modalnya di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Nilai investasi yang berhasil diserap dari tahun 1968 sampai 1999 hanya berasal dari PMDN yaitu sebesar Rp juta atau 0,49% dari total investasi PMDN Provinsi Kalimantan Selatan, yang berarti rata-rata pertahunnya Rp. 564,38 juta. Selain dua kondisi yang kurang mendukung terhadap pertumbuhan dan pendapatan per kapita tersebut, ekonominya juga menunjukkan pertumbuhan negatif setiap tahunnya yang berdampak pada tertahannya laju pertumbuhan PDRB secara keseluruhan. Daerah-daerah kawasan bukan andalan yang berada pada klasifikasi daerah berkembang cepat merupakan daerah dengan tingkat pertumbuhan lebih tinggi dibanding rata-rata provinsi, namun pendapatan per kapitanya lebih rendah. Tingginya pertumbuhan ekonomi daerah yang berada pada klasifikasi ini, didorong oleh pertumbuhan subsektor pertambangan di luar migas. Ketiga daerah dengan klasifikasi berkembang cepat tersebut (lihat Gambar 2) merupakan daerah penghasil tambang batubara dengan nilai yang lebih besar dibandingkan daerah di kawasan bukan andalan lainnya. Daerah-daerah kawasan bukan andalan yang berada pada klasifikasi daerah relatif tertinggal merupakan daerahdaerah yang memiliki basis pertanian, yang pertumbuhannya tidak mampu mengangkat pertumbuhan PDRB secara keseluruhan.

8 34 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Januari Berdasarkan pembahasan klasifikasi posisi perekonomian menurut Tipologi Klassen, maka keberadaan Kabupaten Kotabaru sebagai daerah cepat maju dan cepat tumbuh, selain tepat dinyatakan sebagai kawasan andalan, juga menunjukkan tepatnya Kabupaten Kotabaru sebagai wilayah KAPET, dibandingkan dengan dua daerah lainnya di kawasan andalan. Dilihat dari persyaratan pertumbuhan ekonomi, maka penetapan Kota Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebagai kawasan andalan menunjukkan ketidaktepatan penetapan kebijakan yang dijalankan pemerintah. 2. Analisis Location Quotient (LQ) Analisis LQ digunakan untuk menentukan subsektor unggulan perekonomian daerah, yang mengacu pada formulasi Bendavid-Val (1991:74) berikut : Xr / RVr LQ atau Xn / RVn Keterangan : Xr / Xn LQ RVr / RVn Xr = Nilai Produksi subsektor i pada daerah Kabupaten RVr = Total PDRB Kabupaten Xn = Nilai Produksi subsektor i pada daerah Provinsi Kalimantan Selatan RVn = Total PDRB Provinsi Kalimantan Selatan Kriteria pengukuran LQ menurut Bendavid Val, (1991:74) yaitu bila LQ > 1 berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat daerah lebih besar dari sektor yang sama di tingkat nasional. Bila LQ < 1 berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat daerah lebih kecil dari sektor yang sama di tingkat nasional, dan bila LQ = 1 : berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada tingkat daerah sama dengan sektor yang sama pada tingkat nasional. Bila nilai LQ > 1 berarti subsektor tersebut merupakan subsektor unggulan di daerah dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Apabila nilai LQ < 1 berarti subsektor tersebut bukan merupakan subsektor unggulan dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Analisis LQ menunjukkan bahwa seluruh kabupaten/kota baik yang berada dalam kawasan andalan maupun pada kawasan bukan andalan, memiliki nilai LQ yang lebih besar dari satu pada beberapa subsektor lapangan usaha. Artinya, semua kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan memiliki subsektor unggulan dan penetapan kawasan andalan berdasarkan persyaratan sektor unggulan dapat dipandang tepat. Hasil perhitungan analisis LQ dapat ditunjukkan pada tabel 3. Kesamaan subsektor unggulan dari kabupaten/kota di Kawasan Andalan yaitu, Kabupaten Kotabaru memiliki keunggulan yang sama dengan Kota Banjarmasin pada subsektor pengangkutan. Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan memiliki keunggulan yang sama pada subsektor perkebunan, perikanan, dan perdagangan besar dan eceran. Kota Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan memiliki keunggulan yang sama pada subsektor air bersih, restoran dan swasta. Dari 22 subsektor lapangan usaha tersebut, terdapat dua diantaranya yang bukan merupakan unggulan dan daya saingnya tidak dimiliki oleh daerah di kawasan andalan, yaitu subsektor peternakan dan penggalian. Hal tersebut menarik untuk dicermati dan diarahkan pada upaya terciptanya interaksi (pertukaran) antara daerah penghasil kedua subsektor tersebut dengan daerah di kawasan andalan. Daerah-daerah di kawasan andalan dalam hal ini dapat dijadikan pasar atas kedua komoditas tersebut.

9 2002 Aswandi & Kuncoro 35 Tabel 3. Perhitungan LQ Rata-Rata Kawasan Andalan dan Kawasan Bukan Andalan, Kawasan Andalan Kawasan Bukan Andalan LAPANGAN USAHA Kab KTB Kota BJM Kab HSS Kab TALA Kab BJR Kab BTL Kab TPN Kab HST Kab HSU Kab TBL Tanaman Bahan Makanan 0,49 0,02 2,82 1,93 1,22 1,39 2,73 1,54 1,06 1,28 Perkebunan 1,55 0,01 1,44 2,34 0,65 0,10 1,56 1,27 0,74 1,81 Peternakan 0,43 0,59 0,91 1,83 1,55 0,22 1,82 2,14 2,29 1,41 Kehutanan 1,92 0,00 0,31 1,31 1,92 0,10 1,55 0,27 0,70 3,44 Perikanan 1,67 0,05 1,44 1,51 0,75 0,73 0,97 1,11 1,25 0,43 Pertambangan Tanpa Migas 2,32 0,00 0,02 0,05 0,34 0,00 0,52 0,00 3,26 2,36 Penggalian 0,56 0,00 0,52 0,40 5,83 0,08 0,07 0,80 0,15 0,26 Industri Tanpa Migas 0,57 1,29 0,31 1,02 0,50 2,76 0,15 0,39 0,43 0,13 Listrik 0,27 1,98 0,40 0,43 2,53 0,08 0,38 0,51 0,31 0,42 Air Bersih 0,31 2,35 1,04 0,38 0,70 0,10 1,28 0,59 0,51 1,14 Bangunan 0,77 1,41 0,91 0,58 1,64 0,56 1,25 0,68 0,58 0,84 Perdagangan Besar & Eceran 1,15 0,95 1,11 1,18 1,44 0,35 0,98 0,98 0,81 0,99 Hotel 0,13 3,43 0,09 0,06 0,50 0,05 0,06 0,44 0,07 0,08 Restoran 0,16 1,20 2,30 0,72 1,28 0,31 2,92 1,59 1,17 0,95 Pengangkutan 1,29 2,06 0,58 0,23 0,66 0,16 0,30 0,71 0,44 0,26 Komunikasi 0,61 2,67 0,46 0,17 1,01 0,04 0,51 0,44 0,19 0,78 Bank -0,03 3,95 0,28 0,15-0,17 0,06 0,43 0,01 0,30 0,51 Lmb Keuangan Tanpa Bank 0,35 1,43 0,99 0,74 1,25 0,26 1,31 1,89 0,64 1,17 Sewa Bangunan 0,55 0,79 1,57 1,11 1,39 0,61 1,56 1,73 1,03 1,98 Jasa Perusahaan 0,05 3,06 0,33 0,07 1,16 0,12 0,19 0,26 0,34 0,79 Pemerintahan Umum 0,52 0,65 1,74 1,04 1,25 0,64 1,65 2,20 1,29 1,54 Swasta 0,27 1,56 1,16 0,73 1,59 0,37 1,08 1,49 0,80 0,84 Keterangan: KTB = Kotabaru, BJM = Banjarmasin, HSS = Hulu Sungai Selatan, TALA = Tanah Laut, BJR = Banjar, BTL = Barito Kuala, TPN = Tapin, HST = Hulu Sungai Tengah, HSU = Hulu Sungai Utara, TBL = Tabalong. Sumber: BPS Kalimantan Selatan, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan Menurut Lapangan Usaha, beberapa terbitan (diolah) Seluruh kabupaten pada kawasan bukan andalan memiliki keunggulan yang sama dalam subsektor tanaman bahan makanan. Hal tersebut cukup beralasan jika dilihat dari pengalokasian kegiatan di Kalimantan Selatan. Daerah-daerah pada kawasan bukan andalan tersebut merupakan daerah yang dialokasikan sebagai pengembangan sektor pertanian. Selain keunggulan yang dimiliki secara bersama-sama, tabel 3 juga menunjukkan subsektor yang keunggulan daya saingnya dimiliki setiap kabupaten/kota, baik yang berada pada kawasan andalan maupun di kawasan bukan andalan. Adanya perbedaan daya saing atau keunggulan subsektor tersebut, sangat memungkinkan dilakukannya spesialisasi produksi antardaerah, sehingga membuka peluang pertukaran komoditas sesuai kebutuhan masing-masing daerah. Implikasi dari hal tersebut adalah bahwa pertumbuhan suatu daerah akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan daerah lainnya. Peran pemerintah daerah untuk memberdayakan sektor unggulan sebagai penggerak perekonomian daerah sangat diperlukan, terutama dalam proses pertukaran komoditas antardaerah yang mendorong masuknya pendapatan dari luar ke daerah bersangkutan.

10 36 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Januari 3. Analisis Spesialisasi Regional Penggunaan alat analisis indeks spesialisasi regional adalah untuk mengetahui tingkat spesialisasi antardaerah di Provinsi Kalimantan Selatan, dengan menggunakan Indeks Krugman sebagaimana diterapkan oleh Kim (1995: ) untuk menganalisis spesialiasi regional di Amerika Serikat, yaitu: SIjk n i 1 Keterangan : E E ij j E E ik k SI jk = Indeks Spesialisasi Kabupaten j dan k E ij = PDRB Sektor i pada Kabupaten j E j = Total PDRB Kabupaten j E ik = PDRB Sektor i pada Kabupaten k E k = Total PDRB Kabupaten k Kriteria pengukurannya menurut Kim (1995:883) adalah bila Indeks spesialisasi regional mendekati nol maka kedua daerah j dan k tidak memiliki spesialisasi, dan bila indeks spesialisasi regional mendekati dua maka kedua daerah j dan k memiliki spesialisasi. Batas tengah antara angka nol dan dua tersebut adalah satu, oleh karena itu nilai indeks spesialisasi yang lebih besar dari satu dapat dianggap sebagai sektor/subsektor yang memiliki spesialisasi. Untuk melihat tinggi rendahnya tingkat spesialisasi suatu daerah terhadap daerah lainnya, sebagai pembanding dipergunakan nilai rata-rata indeks spesialisasi seluruh daerah. Hasil perhitungan indeks spesialisasi menunjukkan adanya kenaikan nilai rata-rata indeks spesialisasi kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 0,11 yaitu dari 0,74 pada tahun 1993 menjadi 0,85 pada tahun Kenaikan nilai rata-rata indeks spesialisasi tersebut didorong oleh kenaikan nilai rata-rata pada masing-masing daerah Kenaikan rata-rata indeks spesialisasi kabupaten/kota pada kawasan andalan sebesar 0.07 sedangkan kawasan bukan andalan mengalami kenaikan sebesar Hal tersebut menunjukkan kabupaten/kota pada kawasan bukan andalan memiliki perkembangan tingkat spesialisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan andalan. Secara rinci spesialisasi antardaerah di Provinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel 4 dan tabel 5. Tabel 4. Indeks Spesialisasi Regional Kabupaten/Kota Di Kalimantan Selatan Tahun 1993 KTB BJM HSS TALA BJR BTL TPN HST HSU TBL Rata-Rata KTB 0,98 0,85 0,70 0,70 1,20 0,92 0,87 0,54 0,89 0,85 BJM 1,08 1,04 0,88 1,03 1,14 1,04 1,01 1,19 1,04 HSS 0,43 0,57 1,05 0,32 0,23 0,41 0,46 0,60 TALA 0,53 0,91 0,54 0,46 0,43 0,48 0,61 BJR 1,08 0,54 0,52 0,49 0,55 0,65 BTL 1,10 1,06 1,01 1,18 1,07 TPN 0,39 0,49 0,45 0,65 HST 0,40 0,42 0,60 HSU 0,62 0,60 TBL 0,69 Rata-Rata 0,74 Keterangan : KTB = Kotabaru, BJM = Banjarmasin, HSS = Hulu Sungai Selatan, TALA=Tanah Laut, BJR = Banjar, BTL=Barito Kuala, TPN=Tapin, HST=Hulu Sungai Tengah, HSU=Hulu Sungai Utara, TBL= Tabalong. Sumber: Tabel 3 (data diolah)

11 2002 Aswandi & Kuncoro 37 Tabel 5. Index Spesialisasi Regional Kabupaten/Kota Di Kalimantan Selatan Tahun 1999 KTB BJM HSS TALA BJR BTL TPN HST HSU TBL Rata-Rata KTB 1,09 0,92 0,93 0,77 1,30 0,90 0,77 0,63 0,73 0,89 BJM 1,02 0,83 0,87 1,05 1,15 0,96 1,26 1,35 1,06 HSS 0,61 0,52 1,11 0,30 0,37 0,81 0,98 0,74 TALA 0,67 0,67 0,62 0,60 0,86 0,99 0,75 BJR 1,09 0,49 0,48 0,75 0,82 0,72 BTL 1,19 1,08 1,19 1,33 1,11 TPN 0,46 0,81 0,78 0,74 HST 0,83 0,95 0,72 HSU 0,26 0,82 TBL 0,91 Rata-Rata 0,85 Sumber: Tabel 3 (data diolah) Spesialisasi antardaerah di kawasan andalan menunjukkan adanya kenaikan antara Kabupaten Kotabaru terhadap Kota Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kenaikan indeks spesialisasi Kabupaten Kotabaru terhadap Kota Banjarmasin menunjukkan semakin terspesialisasinya subsektor usaha kedua daerah tersebut, sedangkan kenaikan Kabupaten Kotabaru terhadap Kabupaten Hulu Sungai Selatan masih belum menunjukkan adanya spesialisasi. Nilai indeks spesialisasi Kota Banjarmasin terhadap Kabupaten Hulu Sungai Selatan menunjukkan adanya penurunan tingkat spesialisasi. Kenaikan indeks spesialisasi antardaerah di kawasan andalan dengan kawasan bukan andalan menunjukkan semakin terspesialisasinya kegiatan subsektor usaha Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Barito Kuala, sedangkan kenaikan nilai indeks spesialisasi Kabupaten Kotabaru terhadap tiga kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Tanah Laut, Banjar, dan Hulu Sungai Utara masih belum menunjukkan adanya spesialisasi. Hasil analisis juga menunjukkan semakin terdiversifikasinya subsektor usaha Kabupaten Kotabaru terhadap tiga kabupaten lainnya dalam kawasan bukan andalan yaitu Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Tengah, dan Tabalong yang ditunjukkan oleh penurunan nilai indeks spesialisasi, dengan nilai yang semakin mendekati nol. Kenaikan indeks spesialisasi Kota Banjarmasin terhadap empat kabupaten di kawasan bukan andalan yaitu Kabupaten Barito Kuala, Tapin, Hulu Sungai Utara, dan Tabalong, menunjukkan semakin terspesialisasi subsektor usaha Kota Banjarmasin terhadap keempat kabupaten tersebut. Selain itu, Kota Banjarmasin juga mengalami penurunan nilai indeks spesialisasi terhadap tiga kabupaten kawasan bukan andalan lainnya yaitu, Kabupaten Tanah Laut, Banjar, dan Hulu Sungai Tengah, yang berakibat semakin terdiversifikasinya subsektor usaha Kota Banjarmasin terhadap tiga kabupaten tersebut. Kabupaten Hulu Sungai Selatan menunjukkan adanya kenaikan indeks spesialisasi terhadap daerah di kawasan bukan andalan, kecuali terhadap Kabupaten Tapin dan Kabupaten Banjar. Adanya penurunan nilai indeks spesialisasi ini berarti subsektor usaha Kabupaten Hulu Sungai Selatan terhadap kedua kabupaten tersebut semakin terdiversifikasi. Kenaikan tersebut hanya berdampak pada semakin terspesialisasinya kegiatan subsektor usaha Kabupaten Hulu Sungai

12 38 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Januari Selatan terhadap Kabupaten Barito Kuala, sedangkan terhadap kabupaten lainnya masih belum menunjukkan adanya spesialisasi. Spesialisasi antardaerah dalam kawasan bukan andalan menunjukkan adanya kenaikan indeks spesialisasi, kecuali antara Kabupaten Tanah Laut terhadap Barito Kuala, antara Kabupaten Banjar terhadap Kabupaten Tapin dan Hulu Sungai Tengah, dan antara Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tabalong, menunjukkan semakin terdiversifikasi subsektor usaha antardaerah tersebut. Kenaikan nilai indeks spesialisasi yang menunjukkan semakin terspesialisasinya subsektor usaha antardaerah yang bersangkutan yaitu antara Kabupaten Barito Kuala terhadap Kabupaten Banjar, Tapin, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara, dan Tabalong. Kabupaten lainnya pada kawasan bukan andalan meskipun mengalami kenaikan nilai indeks spesialisasi antardaerah, namun nilainya masih lebih mendekati nol dari pada dua, sehingga masih belum menunjukkan adanya spesialisasi. Dilihat dari rata-rata indeks spesialisasi, pada tahun 1993 terdapat tiga daerah yang memiliki nilai lebih tinggi dari rata-rata indeks spesialisasi seluruh kabupaten/kota yaitu, Kabupaten Kotabaru, Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala. Ketiga daerah tersebut merupakan daerah maju menurut analisis Tipologi Klassen, yang berarti daerah maju lebih terspesialisasi dari daerah berkembang dan daerah tertinggal. Pada tahun 1999 Kabupaten Tabalong berhasil menyejajarkan diri dengan ketiga daerah tersebut dan bahkan tingkat spesialisasinya lebih tinggi dibandingkan kawasan andalan Kotabaru. Tingkat spesialisasi tertinggi dialami oleh Kabupaten Barito Kuala yang merupakan daerah di kawasan bukan andalan. Hasil analisis menunjukkan tingkat spesialisasi yang dimiliki bukanlah sebuah jaminan suatu daerah ditetapkan sebagai kawasan andalan, hal ini terlihat dari nilai rata-rata indeks spesialisasi Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang lebih rendah dari sebagian besar daerah di kawasan bukan andalan sepanjang periode penelitian. 4. Daerah di Kalimantan Selatan: Dua atau Empat Klasifikasi? Analisis untuk membedakan kinerja perekonomian kawasan andalan dan kawasan bukan andalan digunakan model logit atau binary logistic regression, sedangkan untuk melihat alternatif pengklasifikasian daerah di Provinsi Kalimantan Selatan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, digunakan model multinomial logistic regression. Analisis model logit atau binary logistic regression, dilakukan dengan menggunakan persamaan (Kuncoro, 2001 : 210) berikut ini: di mana : Prob (Y=0) = 1 / [ 1 + exp ( b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 ) ] Y = Dummy Variabel, di mana 1 = Kawasan andalan; 0 = Kawasan bukan andalan X 1 = Pertumbuhan PDRB X 2 = PDRB per kapita X 3 = Spesialisasi daerah Dengan menggunakan variabel yang sama sebagaimana model logit di atas, maka analisis model regresi logistik multinomial untuk melihat alternatif pengklasifikasian daerah di Kalimantan Selatan dilakukan melalui persamaan berikut : di mana D4 = b 0 + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 D4 = Klasifikasi kabupaten/kota di Kalimantan Selatan yaitu: 1 = Daerah cepat maju dan cepat tumbuh 2 = Daerah maju tapi tertekan 3 = Daerah berkembang cepat 4 = Daerah relatif tertinggal

13 2002 Aswandi & Kuncoro 39 Berdasarkan hasil analisis logit, pengujian kecocokan model analisis menunjukkan bahwa pengujian model penuh dengan tiga variabel bebas dibandingkan dengan konstanta terbukti secara statistik bahwa sejumlah variabel penjelas mampu membedakan kawasan andalan dan kawasan bukan andalan. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai Chi-Square = 12,86 dengan derajat kebebasan (3, N=60) yang signifikan dengan p < 0,01 (lihat Tabel 6). Tabel 6 Uji Kecocokan Model Kawasan Andalan dan Kawasan Bukan Andalan Chi-Square df Significance Model 12, ,0049 Block 12, ,0049 Step 12, ,0049 Sumber: lihat lampiran 1 (diolah) Kemampuan peramalan dari model yang digunakan cukup bagus, yaitu tingkat sukses total sebesar 76,67%, dengan 95,24% kawasan andalan dan 33,33% kawasan bukan andalan mampu diramal secara benar (lihat Tabel 7). Meskipun kemampuan peramalan dari model logit di atas cukup bagus, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan peramalan dari model regresi logistik multinomial dengan menggunakan empat klasifikasi pilihan hasil. Tingkat sukses total peramalan model regresi multinomial sebesar 88,3%, dengan 100,0% daerah cepat maju, 100% daerah maju tertekan, 72,2% daerah berkembang, dan 91,7% daerah relatif tertinggal telah dapat diramalkan secara benar (lihat Tabel 8). Hasil perbandingan kedua model klasifikasi daerah di Provinsi Kalimantan Selatan tersebut menunjukkan perlunya dilakukan klasifikasi daerah berdasarkan empat klasifikasi perkembangan perekonomian, di samping klasifikasi yang telah ditetapkan pemerintah berdasarkan kawasan andalan dan kawasan bukan andalan, terutama untuk lebih fokusnya kebijakan pembangunan dan pemerataan hasilhasil pembangunan pada seluruh kabupaten/ kota yang ada di Kalimantan Selatan. Tabel 7. Klasifikasi Kemampuan Prediksi Variabel Bebas terhadap Kawasan Andalan Dan Kawasan Bukan Andalan Provinsi Kalimantan Selatan Predicted Observed Bukan Andalan B Andalan A Percent Correct Bukan Andalan B ,24% Andalan A ,33% Overall 76,67% Sumber: lihat lampiran 1 (diolah) Tabel 8. Klasifikasi Kemampuan Prediksi Variabel Bebas terhadap Klasifikasi Daerah Alternatif Predicted Observed Maju Ber- Percent Cepat Maju Tertinggal Tertekan kembang Correct Cepat Maju ,0% Maju Tertekan ,0% Berkembang ,2% Tertinggal ,7% Overall Percentage 88,3% Sumber: lihat lampiran 1 (diolah)

14 40 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Januari Hasil analisis model logit menunjukkan bahwa menurut kriteria Wald hanya variabel pendapatan per kapita (X2) yang dapat diandalkan untuk meramal kawasan andalan, dengan nilai statistik Wald sebesar 6,59 yang signifikan dengan p<0,05 (lihat tabel 9). Hal tersebut berarti pendapatan per kapita memiliki pengaruh secara positif terhadap probabilitas suatu daerah berada pada kawasan andalan. Dengan kata lain, semakin tinggi pendapatan perkapita maka semakin tinggi pula probabilitas suatu daerah berada di kawasan andalan. Variabel pertumbuhan PDRB dan spesialisasi daerah menunjukkan keadaan yang tidak signifikan secara statistik yang berarti tidak memiliki pengaruh terhadap probabilitas suatu daerah berada pada kawasan andalan. Tingkat signifikansi tersebut menunjukkan bahwa pemilihan suatu daerah sebagai kawasan andalan di Provinsi Kalimantan Selatan tidak mempertimbangkan tingkat pertumbuhan PDRB dan spesialisasi daerah. Kriteria yang diacu dalam penetapan kawasan andalan hanya pendapatan per kapita saja. Tabel 9. Persamaan Variabel, Koefisien Regresi, Standar Error, Statistik Wald dan Odds Ratio Variabel B S.E Wald df Sig Exp(B) 95% CI for Exp (B) Lower Upper X1-0,0516 0,0484 1, ,2863 0,9497 0,8637 1,0442 X2 2,02E E-07 6, ,0103 1,0000 1,0000 1,0000 X3-2,9064 3,0200 0, ,3359 0,0547 0, ,3425 Constant -2,0853 1,7754 1, ,2402 Sumber : lihat lampiran 1 (diolah) Hasil analisis model regresi logistik multinomial menunjukkan bahwa menurut kriteria statistik Wald, seluruh variabel penjelas pada klasifikasi cepat maju-cepat tumbuh dan maju tapi tertekan menunjukkan keadaan yang tidak signifikan dengan nilai statistik Wald 0,00 (lihat tabel 10). Hal ini berarti seluruh variabel peramal tidak memiliki pengaruh dan tidak dapat diandalkan untuk meramal klasifikasi daerah pada kedua klasifikasi tersebut. Kendati demikian, daerah dengan klasifikasi berkembang cepat memiliki dua variabel yang signifikan dengan p<0,05 yaitu pertumbuhan PDRB dan indeks spesialisasi. Hal tersebut berarti pertumbuhan PDRB dan indeks spesialisasi memiliki pengaruh terhadap pengklasifikasian daerah sebagai daerah berkembang cepat. Variabel pendapatan per kapita menunjukkan keadaan yang tidak signifikan dengan nilai statistik Wald sebesar 2,047 dan p=0,153, yang berarti tidak memiliki pengaruh dan tidak dapat diandalkan untuk memprediksi pengklasifikasian daerah sebagai daerah berkembang. Dengan demikian hanya terdapat dua faktor penentu terhadap pengklasifikasian daerah sebagai daerah berkembang cepat yaitu, pertumbuhan PDRB dan spesialisasi antardaerah yang berpengaruh secara positif. Artinya apabila pertumbuhan PDRB naik sebesar 1% maka probablitas suatu daerah berada pada klasifikasi daerah berkembang cepat akan naik sebesar 0,4%, dan apabila spesialisasi daerah naik sebesar 1% maka probabilitas suatu daerah berada pada klasifikasi daerah berkembang cepat naik sebesar 52,63%.

15 2002 Aswandi & Kuncoro 41 Tabel 10. Parameter Estimasi, Koefisien Regresi, Standar Error, Statistik Wald dan Odds Ratio Klasifikasi B S.E Wald df Sig Exp(B) 95% CI for Exp (B) Lower Upper Cepat Maju Intercept -39, , 0, dan Tumbuh GR -0, ,354 0, ,000 0,550 0,000 a PK 4,579E-05 0,009 0, ,996 1,000 0,983 1,017 SI -82,594 0,000, 0, 1,349E-36,, Maju Tapi Intercept -279, ,017 0, ,998 Tertekan GR 0, ,308 0, ,000 1,376 0,000 a PK -2,640E-05 0,077 0, ,000 1,000 0,861 1,162 SI 365, ,17 0, ,999 6, ,000 a Berkembang Intercept -33,948 11,520 8, ,003 Cepat GR 0,400 0,159 6, ,012 1,492 1,093 2,037 PK -3,773E-06 0,000 2, ,153 1,000 1,000 1,000 SI 52,263 18,656 7, ,005 4,98E ,8 3,78E+38 Sumber: lihat lampiran 1 (diolah) KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Kesimpulan Hasil analisis mengenai evaluasi kebijakan penetapan kawasan andalan di Kalimantan Selatan ditunjukkan pada gambar 3. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pertimbangan penetapan kawasan andalan di Kalimantan Selatan hanya mengacu pada pendapatan per kapita dan subsektor unggulan, yang ditunjukkan oleh hasil analisis location Quotient dan model logit. Pertumbuhan PDRB dan spesialisasi daerah ternyata tidak menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kawasan andalan di Kalimantan Selatan. Analisis Tipologi Klassen menunjukkan, dari tiga daerah di kawasan andalan hanya Kabupaten Kotabaru yang berada pada daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh dengan tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita tinggi. Kota Banjarmasin merupakan daerah maju tapi tertekan dengan tingkat pertumbuhan rendah, sedangkan Kabupaten Hulu Sungai Selatan merupakan daerah dengan klasifikasi relatif tertinggal dengan tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita rendah. Hasil analisis spesialisasi regional menunjukkan bahwa kemampuan kawasan andalan sebagai daerah yang memiliki keterkaitan perekonomian (sektoral) dengan daerah lainnya masih lemah. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin terdiversifikasinya subsektor usaha daerah-daerah di kawasan andalan bahkan terjadi penurunan tingkat spesialisasi antardaerah kawasan andalan selama tahun Implikasi dari seluruh persyaratan yang harus dipenuhi adalah kebijakan penetapan kawasan andalan di Provinsi Kalimantan Selatan tidak tepat, terutama penetapan Kota Banjarmasin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Hasil analisis pengklasifikasian daerah menunjukkan bahwa pengklasifikasian daerah di Provinsi Kalimantan Selatan lebih baik dengan menggunakan empat klasifikasi menurut Tipologi Klassen daripada hanya berdasarkan klasifikasi kawasan andalan dan kawasan bukan andalan. Empat klasifikasi daerah tersebut yaitu daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal.

16 42 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Januari STUDI KEPPRES KA Klassen LQ SI Regresi Logistik Studi Penetapan K A Pertumbuhan PDRB Pendapatan Perkapita Subsektor Unggulan Spesialisasi Daerah Klasifikasi Daerah Daerah Cepat Maju & tumbuh Daerah Maju tapi Tertekan Daerah Berkembang Daerah Tertinggal Syarat Penetapan KA Pertumbuhan PDRB Sektor Unggulan Pengembalian Investasi Analisis Logit Kawasan Andalan Kawasan Bukan Andalan KEBIJAKAN Kawasan Andalan Klasifikasi Daerah Alternatif Persyaratan KA Pertumbuhan PDRB Pendapatan Perkapita Subsektor Unggulan Spesialisasi Daerah Pengembalian Investasi Alternatif Pengklasifikasian Daerah : Daerah Cepat Maju Daerah Maju Tertekan Daerah Berkembang Daerah Tertinggal Pembangunan Kabupaten/Kota Keterangan : KA = kawasan andalan LQ = Location Quetient SI = Spesialisasi Daerah Gambar 3. Hasil analisis evaluasi penetapan kawasan andalan di Kalimantan Selatan

17 2002 Aswandi & Kuncoro Implikasi Kebijakan Berdasarkan hasil-hasil analisis dapat ditarik implikasi kebijakan sebagai berikut. Pertama, penetapkan kebijakan pembangunan dan pengembangan sektoral perekonomian daerah, hendaknya lebih memprioritaskan subsektor unggulan yang dimiliki oleh masingmasing kabupaten/kota. Meskipun demikian subsektor lainnya tetap mendapat perhatian secara proporsional sesuai dengan potensi dan peluang pengembangannya. Pengembangan subsektor unggulan hendaknya diarahkan pada upaya untuk menciptakan keterkaitan antardaerah dalam Provinsi Kalimantan Selatan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui penciptaan spesialisasi yang memungkinkan bergeraknya perekonomian secara bersama-sama melalui proses pertukaran komoditas antardaerah. Kedua, diperlukan pemantauan dan evaluasi terhadap fungsi kawasan andalan sebagai prime mover dan generator bagi pertumbuhan perekonomian wilayah, sehingga keberadaannya benar-benar dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan daerah sekitar. Ketiga, untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi pada kawasan andalan terutama Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang berada pada klasifikasi daerah relatif tertinggal, diperlukan kebijakan yang dapat memberikan insentif bagi investasi di daerah tersebut. Insentif yang dapat diberikan adalah perbaikan prasarana, yang selama ini menghambat laju investasi di daerah tersebut. Kedekatan daerah ini dengan Kabupaten Kotabaru sebagai wilayah KAPET di Provinsi Kalimantan Selatan, harus dimanfaatkan kearah terciptanya interaksi perekonomian antara keduanya. Kemudahan dan potensi yang dimiliki KAPET hendaknya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan perekonomian Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah dengan membuka jalan lintas yang dapat menghubungkan kedua daerah tersebut. Selain itu interaksi perekonomian antara kawasan andalan Banjarmasin dengan kedua kawasan andalan tersebut juga tetap menjadi perhatian pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Keempat, selain menggunakan klasifikasi yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat berupa kawasan andalan dan kawasan bukan andalan, pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan juga dapat menetapkan kebijakan pengklasifikasian daerah berdasarkan empat klasifikasi yaitu daerah cepat-maju dan tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin, Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta. Bendavid Val, Avrom, Regional and Local Economic Analysis for Practioners, Fourt Edition, New York, Praeger Publisher. Hill, H. (Ed.). (1989). Unity and Diversity: Regional Economic Development in Indonesia since Singapore: Oxford University Press. Hoover, E. M An Introduction to Regional Economics. (1st ed.). New York: Alfred A. Knopf, Inc. Kim, Sukkoo, Expansion of Markets and The Geographic Distribution of Economic Activities: The Trends in U.S. Regional Manufacturing Structure , The Quarterly Journal of Economics, November, Kuncoro, Mudrajad, Indonesia Menjelang Tahun 2000: Sebuah Renungan, Analisis CSIS, XXII(2), Maret-April., Ekonomi Pembangunan (Teori, Masalah dan Kebijakan), Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

18 44 Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Januari, Metode Kuantitatif (Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi), Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta., Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia, UPP AMP YKPN, Yogyakarta (segera terbit). Perroux, F. (1988). The Pole of Development's New Place in a General Theory of Economic Activity. In B. Higgins & D. J. Savoie (Eds.), Regional Economic Development: Essays in Honour of Francouis Perroux. Boston: Unwin Hyman. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Keputusan Presiden Republik Indonesia Tentang Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan Menurut Lapangan Usaha, Tahun , BPS Propinsi Kalimantan Selatan., Kalimantan Selatan Dalam Angka, BPS Propinsi Kalimantan Selatan., Peraturan Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Selatan Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Kalimantan Selatan, Bappeda Propinsi Kalimantan Selatan. Royat, Sujana, Pembangunan Ekonomi Regional dan Upaya Menunjang Pertumbuhan KAPET Dalam Kaitannya Dengan Kemitraan Antara Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 12, Tahun XXV Samuelson, Paul A and Nordhaus, William D, Makroekonomi (terjemahan oleh : Haris Munandar, dkk), Erlangga, Jakarta. Sjafrizal, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat, Prisma LP3ES, No 3 Tahun XXVI, Soepono, Prasetyo, Teori Pertumbuhan Berbasis Ekonomi Ekonomi (Ekspor) : Posisi dan Sumbangannya Bagi Perbendaharaan Alat-Alat Analisis Regional, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 16, No.1, Todaro, M.P, Economic Development, Seventh Edition, New York, Addition Wesley Longman, Inc. Witoelar, Erna, Pengelolaan Pantai Dan Pulau-Pulau Kecil Melalui Pendekatan Pengembangan Wilayah, Lokakarya Nasional Dies Natalis Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

19 2002 Aswandi & Kuncoro 45 LAMPIRAN 1. Data Logit dan Logistik Obs X1 X2 X3 K Klas Obs X1 X2 X3 K Klas 1 9, ,82 1,00 1, , ,07 0,00 2, , ,80 1,00 1, , ,08 0,00 2, , ,80 1,00 1, , ,08 0,00 2,00 4 2, ,79 1,00 1, , ,09 0,00 2,00 5 7, ,90 1,00 1, , ,17 0,00 2, , ,89 1,00 1, , ,11 0,00 2,00 7 9, ,03 1,00 2, , ,65 0,00 3,00 8 9, ,03 1,00 2, , ,67 0,00 3,00 9 9, ,03 1,00 2, , ,70 0,00 3, , ,03 1,00 2, , ,71 0,00 3, , ,10 1,00 2, , ,78 0,00 3, , ,06 1,00 2, , ,74 0,00 3, , ,62 1,00 4, , ,60 0,00 4, , ,65 1,00 4, , ,62 0,00 4, , ,68 1,00 4, , ,65 0,00 4, , ,67 1,00 4, , ,67 0,00 4, , ,74 1,00 4, , ,79 0,00 4, , ,74 1,00 4, , ,72 0,00 4, , ,62 0,00 4, , ,64 0,00 3, , ,66 0,00 4, , ,72 0,00 3, , ,69 0,00 4, , ,83 0,00 3, , ,70 0,00 4, , ,79 0,00 3, , ,77 0,00 4, , ,84 0,00 3, , ,75 0,00 4, , ,82 0,00 3, , ,66 0,00 4, , ,68 0,00 3, , ,67 0,00 4, , ,70 0,00 3, , ,69 0,00 4, , ,74 0,00 3, , ,71 0,00 4, , ,77 0,00 3, , ,74 0,00 4, , ,88 0,00 3, , ,72 0,00 4, , ,91 0,00 3,00 Keterangan : X1 = Pertumbuhan PDRB, X2 = Pendapatan Perkapita, X3 = Indeks Spesialisasi, K = Kawasan, Klas = Klasifikasi Daerah menuruttipologi Klassen. Sumber: Diolah dari Tabel 1-5

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

Evaluasi Pengembangan Kawasan Andalan Pasuruan-Probolinggo- Luumajang di Provinsi Jawa Timur-Indonesia

Evaluasi Pengembangan Kawasan Andalan Pasuruan-Probolinggo- Luumajang di Provinsi Jawa Timur-Indonesia Evaluasi Pengembangan Kawasan Andalan Pasuruan-Probolinggo- Luumajang di Provinsi Jawa Timur-Indonesia Reza Purba Adhi 1,Achmad Ghozali 2,M.Taufiqul Hakim 3, dan Fathul Ali 4 Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN FUNGSI KOTA-KOTA PADA KAWASAN TERTENTU MEDAN SEKITARNYA (Metropolitan Mebidang Area)

PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN FUNGSI KOTA-KOTA PADA KAWASAN TERTENTU MEDAN SEKITARNYA (Metropolitan Mebidang Area) PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN FUNGSI KOTA-KOTA PADA KAWASAN TERTENTU MEDAN SEKITARNYA (Metropolitan Mebidang Area) Riadil Akhir Lubis, Arsyad, Harmes Joni, dan Irman Abstrak Salah satu realitas pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS STATISTIKA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH (STUDI KASUS: PROVINSI SUMATERA UTARA)

ANALISIS STATISTIKA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH (STUDI KASUS: PROVINSI SUMATERA UTARA) βeta p-issn: 2085-5893 e-issn: 254-0458 Vol. 3 No. 2 (Nopember) 200, Hal. 46-62 βeta 200 DOI: http://dx.doi.org/0.2044/betajtm.v9i2.7 ANALISIS STATISTIKA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH (STUDI

Lebih terperinci

TIPOLOGI PERTUMBUHAN DAN TINGKAT SPESIALISASI REGIONAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAMBI

TIPOLOGI PERTUMBUHAN DAN TINGKAT SPESIALISASI REGIONAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAMBI Volume 13, Nomor 1, Hal. 35-40 ISSN 0852-8349 Januari Juni 2011 TIPOLOGI PERTUMBUHAN DAN TINGKAT SPESIALISASI REGIONAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAMBI Amril dan Paulina Lubis Fakultas Ekonomi, Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 26 ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2) 1) Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 IDENTIFIKASI PEREKONOMIAN KABUPATEN KERINCI Siti Hodijah Abstrak This research entitled Economic Identification

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR Oleh: Zainal Arifin Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang E-mail/No. Hp: azainala@yahoo.com/08155528001 Abstract

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.4 Oktober 2011 ANALISIS EKONOMI ANTAR WILAYAH DI PROVINSI JAMBI Dra.Imelia.,MSi Dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR Oleh: Zainal Arifin Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang E-mail/No. Hp: azainala@yahoo.com/08155528001 Abstract

Lebih terperinci

CVw = 3. Analisis penentuan subsektor unggulan perekonomian daerah, dengan teknik analisis Location Quotient ( LQ ).

CVw = 3. Analisis penentuan subsektor unggulan perekonomian daerah, dengan teknik analisis Location Quotient ( LQ ). 1 Analisis Kinerja Perekonomian Propinsi Jambi 2009 ( Kab. Batang Hari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Timur, Tebo, Kota Jambi, Kota Sungai Penuh ) Oleh : Bhian Rangga Prodi Geografi FKIP UNS A. Pendahuluan

Lebih terperinci

PENETAPAN KAWASAN ANDALAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN TIMUR

PENETAPAN KAWASAN ANDALAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN TIMUR PENETAPAN KAWASAN ANDALAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PADA TINGKAT KABUPATEN/KOTA DI KALIMANTAN TIMUR Oleh: Dwi Dhasta Wahyuningtiyas Staff PT. Jhon Crane Indonesia E-mail/No. Hp: dhastablue@yahoo.com/-

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN ANGGOTA LEMBAGA REGIONAL BARLINGMASCAKEB

IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN ANGGOTA LEMBAGA REGIONAL BARLINGMASCAKEB Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 9, Nomor 1, April 2008: 26 43 IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KABUPATEN ANGGOTA LEMBAGA REGIONAL BARLINGMASCAKEB Diah Setyorini Gunawan 1 dan Ratna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah. Pembangunan merupakan proses perubahan secara terus menerus dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah. Pembangunan merupakan proses perubahan secara terus menerus dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Ekonomi Daerah 2.1.1. Pengertian Pembangunan Ekonomi Daerah Pembangunan merupakan proses perubahan secara terus menerus dan terjadi dalam jangka panjang, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KETEPATAN PENETAPAN KAWASAN ANDALAN (STUDI KASUS DI JAWA TENGAH ) Oleh: Sri Mulyani 1), Herman Sambodo 2), Lilis Siti Badriah 3)

ANALISIS KETEPATAN PENETAPAN KAWASAN ANDALAN (STUDI KASUS DI JAWA TENGAH ) Oleh: Sri Mulyani 1), Herman Sambodo 2), Lilis Siti Badriah 3) EKO-REGIONAL, Vol. 3, No.1, Maret 2008 ANALISIS KETEPATAN PENETAPAN KAWASAN ANDALAN (STUDI KASUS DI JAWA TENGAH 2000 2005) Oleh: Sri Mulyani 1), Herman Sambodo 2), Lilis Siti Badriah 3) 1) Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

PROYEKSI SEKTOR EKONOMI PROVINSI DI KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU TAHUN 2025 SKRIPSI

PROYEKSI SEKTOR EKONOMI PROVINSI DI KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU TAHUN 2025 SKRIPSI PROYEKSI SEKTOR EKONOMI PROVINSI DI KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU TAHUN 2025 SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi atau Ahli Madya Oleh: Ilhamd Rahmaan

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) DAMPAK PERTUMBUHAN SEKTOR EKONOMI BASIS TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI Imelia, Hardiani ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1,no 7 April 2013 Analisis Tipologi Pertumbuhan Sektor Ekonomi Basis dan Non Basis dalam Perekonomian Propinsi Jambi Emilia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. berimplikasi kepada provinsi dan Kabupaten/Kota, untuk melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah di era otonomi menghadapi berbagai tantangan, baik internal maupun eksternal, seperti masalah kesenjangan dan iklim globalisasi. Yang disebut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di empat Kabupaten di Provinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Bojonegoro.

Lebih terperinci

ANALISIS KEUNGGULAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI MALUKU UTARA PUBLIKASI ILMIAH

ANALISIS KEUNGGULAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI MALUKU UTARA PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS KEUNGGULAN EKONOMI DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI MALUKU UTARA PUBLIKASI ILMIAH Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat Magister (S2) OLEH NURMALA TAJUDDIN NPM: 080414022 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN

ANALISIS SEKTOR BASIS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN ANALISIS SEKTOR BASIS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008-2010 Oleh : Teguh Pamuji Tri NH, SE, MSi*) Abstraksi Dalam Penelitian ini ingin mengetahui sector basis yang menjadi penompang di Kabupaten Pekalongan.

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN. Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DENGAN PENDEKATAN LOCATION QUATION KABUPATEN PELALAWAN Anthoni Mayes, Yusni Maulida dan Toti Indrawati Jurusan Ilmu Ekonomi Prodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE.

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE. Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.5 April 2012 Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi

Lebih terperinci

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali

9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali 9.1. Analisis LQ Sektor Jembrana Terhadap Sektor Propinsi Bali A nalisis LQ menunjukkan potensi dari tempat terkait dengan kondisi kekayaan yang ada di wilayah tersebut. LQ berguna untuk melihat spesialisasi

Lebih terperinci

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA

DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA DINAMIKA PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI DI KAWASAN SOLO RAYA Wiwit Rahayu, Nuning Setyowati 1) 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret email: wiwit_uns@yahoo.com

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR PROPINSI SUMATERA TAHUN

ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR PROPINSI SUMATERA TAHUN ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR PROPINSI SUMATERA TAHUN 2011-2015 Putri Suryani Sebayang Jurusan Ilmu Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan Email : putrisby76@gmail.com

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam

METODE PENELITIAN. bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam 28 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data yang tercakup dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2 Jurnal Kajian Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume II No 3, Desember 2015 ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA Aurelianus Jehanu 1 rulijehanu@gmail.com Ida Ayu Purba Riani 2 purbariani@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas tentang laju pertumbuhan ekonomi, struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, serta hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini hanya di Kabupaten Boyolali saja, akan tetapi untuk melengkapi data penelitian ini dibutuhkan suatu perbandingan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi Oleh: SETYO EDI UTOMO 201010180311057 ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract

ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA. Abstract ANALISIS PROYEKSI SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI MALUKU UTARA Disusun oleh : Karmila Ibrahim Dosen Fakultas Pertanian Universitas Khairun Abstract Analisis LQ Sektor pertanian, subsektor tanaman pangan,

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN TIMUR TENGAH SELATAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN TIMUR TENGAH SELATAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN TIMUR TENGAH SELATAN PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Olivia Louise Eunike Tomasowa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang E-mail: oliph_21@yahoo.com

Lebih terperinci

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri

STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA. M. Zainuri STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN JEPARA Universitas Muria Kudus, Gondangmanis Bae, Po Box 53, Kudus 59352 Email: zainuri.umk@gmail.com Abstract The economic structure of Jepara regency shown

Lebih terperinci

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera Tiur Roida Simbolon Ilmu Ekonomi Regional, Fakultas Ekonomi Pascasarjana Unimed, Medan e-mail :

Lebih terperinci

Analisis Struktur Ekonomi dan Ketimpangan Antar Sektor di Kabupaten Tebo Periode Oleh:

Analisis Struktur Ekonomi dan Ketimpangan Antar Sektor di Kabupaten Tebo Periode Oleh: Analisis Struktur Ekonomi dan Ketimpangan Antar Sektor di Kabupaten Tebo Periode 2001-2010 Oleh: *)Ahmad Soleh **)Dosen Tetap STIE Muhaammadiyah Jambi Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA Etik Umiyati ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR

ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR ANALISIS PERBANDINGAN PEREKONOMIAN PADA EMPAT KORIDOR DI PROPINSI JAWA TIMUR Zainal Arifin Jurusan Akutansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Malang Alamat Korespondensi : Perum Puncak Permata

Lebih terperinci

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sisterm kelembagaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan

BAB I PENDAHULUAN. daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana pemerintah daerah beserta masyarakatnya bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan melakukan mitra kerja dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap pembangunan terutama di daerah, salah satunya di Provinsi Jawa Barat. Pembangunan ekonomi daerah erat kaitannya dengan industrialisasi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

BAB 10. PENDAPATAN REGIONAL

BAB 10. PENDAPATAN REGIONAL BAB 10. PENDAPATAN REGIONAL 10.1. Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha PDRB Kalimantan Selatan menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku dengan migas tahun 2009 mencapai 51.177 milyar

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA

KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 201-208 ISSN : 1829-9946 KINERJA DAN PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BLORA WIWIT RAHAYU Staf Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua 42 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan tolak ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat dari berbagai aspek. meluasnya kesempatan kerja serta terangsangnya iklim ekonomi di wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan sub sistem dari pembangunan nasional, sehingga adanya keterikatan antara pembangunan daerah dan pembangunan nasional yang tidak

Lebih terperinci

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di:

JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman Online di: JURNAL GAUSSIAN, Volume 2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 219-228 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (Studi Kasus BPS Kabupaten Kendal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi dan permasalahan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI EKONOMI SEKTORAL PADA EMPAT KABUPATEN DI PULAU MADURA

ANALISIS POTENSI EKONOMI SEKTORAL PADA EMPAT KABUPATEN DI PULAU MADURA ANALISIS POTENSI EKONOMI SEKTORAL PADA EMPAT KABUPATEN DI PULAU MADURA Oleh: Azmi Faiz Nur Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang E-mail/No. Hp: azmi_fn@gmail.com/- Ida Nuraini Fakultas

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS PENETAPAN KAWASAN ANDALAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PADA TINGKAT KABUPATEN DI PROPINSI MALUKU SKRIPSI. Oleh: Muhammad A. A.

ANALISIS PENETAPAN KAWASAN ANDALAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PADA TINGKAT KABUPATEN DI PROPINSI MALUKU SKRIPSI. Oleh: Muhammad A. A. ANALISIS PENETAPAN KAWASAN ANDALAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN PADA TINGKAT KABUPATEN DI PROPINSI MALUKU SKRIPSI Oleh: Muhammad A. A. Makka 04630038 JURUSAN ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS KESENJANGAN EKONOMI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS KESENJANGAN EKONOMI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS KESENJANGAN EKONOMI DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Ahmad Fadliansyah Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Banjarbaru Jl. Teratai No. 4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan e-mail: ahmad.fadliansyah.2014@gmail.com

Lebih terperinci

PENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

PENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) Volume 21 Nomor 1, 2017 51 PENENTUAN POTENSI EKONOMI DI PRABUMULIH DAN OKU BERDASARKAN INDIKATOR PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) Novy Anggraini 1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dwi Sakti Baturaja ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Peramalan Peramalan adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang dengan waktu yang relatif lama ( assaury, 1991). Sedangkan ramalan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA DI KOTA KUPANG PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2005 2010 Oleh: Olivia Louise Eunike Tomasowa Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

LECTURE 9 REGRESI LOGISTIK & DISKRIMINAN

LECTURE 9 REGRESI LOGISTIK & DISKRIMINAN LECTURE 9 REGRESI LOGISTIK & DISKRIMINAN DR. MUDRAJAD KUNCORO, M.Soc.Sc Fakultas Ekonomi & Pascasarjana UGM Outline: Multinomial Regresi Binary Logistik Analisis Diskriminan Perbandingan multinomial, binary,

Lebih terperinci

PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI

PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI T E S I S Oleh : MASRIDA ZASRIATI,SE BP : 09212 06 023 PROGRAM STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS LOCATION QUOTIENT SEKTOR DAN SUBSEKTOR PERTANIAN PADA KECAMATAN DI KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS LOCATION QUOTIENT SEKTOR DAN SUBSEKTOR PERTANIAN PADA KECAMATAN DI KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS LOCATION QUOTIENT SEKTOR DAN SUBSEKTOR PERTANIAN PADA KECAMATAN DI KABUPATEN PURWOREJO The Analysis of Location Quotient on Sector and Subsector of Agriculture among the Sub Districts in Purworejo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB)

Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB) Analisis Sektor Unggulan Kota Bandar Lampung (Sebuah Pendekatan Sektor Pembentuk PDRB) Zuhairan Yunmi Yunan 1 1 Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Magelang yang merupakan salah satu kota yang ditetapkan menjadi kawasan andalan wilayah jawa tengah pada Perda Jawa Tengah

Lebih terperinci

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH Jurnal Serambi Ekonomi & Bisnis Vol. 1 No. 1 (2014): 35 40 ISSN 2354-970X KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH Khairul Aswadi Program Studi Pendidikan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi nasional dan mengutamakan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Analisis Lokasi, Analisis Kontribusi, Tipologi Klassen, koridor Jawa Timur

Kata Kunci : Analisis Lokasi, Analisis Kontribusi, Tipologi Klassen, koridor Jawa Timur ANALISIS POTENSI EKONOMI SEKTORAL KORIDOR UTARA SELATAN PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2005 2009 Oleh: M. Sofyan Andiatma Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang ABSTRACT The research analyzes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat

I. PENDAHULUAN. Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan pembangunan perekonomian di daerah baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setiap daerah dituntut untuk mampu melakukan rentang kendali dalam satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui sektor unggulan dan struktur ekonomi yang ada pada seluruh provinsi di Pulau Jawa, sehingga

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Ekonomi di Kabupaten Rokan Hulu Identify of Economic s Potency in Rokan Hulu Regency.

Identifikasi Potensi Ekonomi di Kabupaten Rokan Hulu Identify of Economic s Potency in Rokan Hulu Regency. Identifikasi Potensi Ekonomi di Kabupaten Rokan Hulu Identify of Economic s Potency in Rokan Hulu Regency. Rahmanisyak Program Studi Manajemen / S1 Universitas Pasir Pengaraian ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Analisis Kawasan Andalan Di Jawa Tengah. Analisis Kawasan Andalan in Central Java

Analisis Kawasan Andalan Di Jawa Tengah. Analisis Kawasan Andalan in Central Java Aset, September 2009 : 117-128 Vol. 11, No.2 ISSN 1693-928X Analisis Kawasan Andalan Di Jawa Tengah Analisis Kawasan Andalan in Central Java AMIN PUJIATI Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang Gedung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama negara berkembang. Pembangunan ekonomi dicapai diantar anya dengan melakukan usaha-usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi ekonomi merupakan dunia kegiatan dan keterkaitan perekonomian. Kegiatan-kegiatan perekonomian tidak lagi sekedar nasional tapi bahkan internasional, bukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN

IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN IDENTIFIKASI SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN WAROPEN Muhammad Fajar Kasie Statistik Sosial BPS Kab. Waropen Abstraksi Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui deskripsi ekonomi Kabupaten Waropen secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju

I. PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk dapat mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan perkapita (income per capital) dibandingkan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang mengarah kearah yang lebih baik dalam berbagai hal baik struktur ekonomi, sikap, mental, politik dan lain-lain. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian integral, dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI

DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol. 9, No. 01 April 2014 DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI Rosmeli * *Dosen Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

DAMPAK PENINGKATAN PENGELUARAN KONSUMSI SEKTOR RUMAH TANGGA DAN PENGELUARAN SEKTOR PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROPINSI JAMBI ABSTRAK

DAMPAK PENINGKATAN PENGELUARAN KONSUMSI SEKTOR RUMAH TANGGA DAN PENGELUARAN SEKTOR PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROPINSI JAMBI ABSTRAK DAMPAK PENINGKATAN PENGELUARAN KONSUMSI SEKTOR RUMAH TANGGA DAN PENGELUARAN SEKTOR PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROPINSI JAMBI Syaifuddin, Adi Bhakti, Rahma Nurjanah Dosen Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci