BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berkembangnya ilmu teknologi dan informasi yang semakin pesat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari berkembangnya ilmu teknologi dan informasi yang semakin pesat"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin maju atau yang lebih kita kenal dengan era globalisasi seperti sekarang ini ternyata mampu mengubah kehidupan manusia. Dilihat dari berkembangnya ilmu teknologi dan informasi yang semakin pesat nampaknya telah menghipnotis sebagian besar penduduk di muka bumi ini. Mereka dengan mudah mendapatkan berbagai informasi yang diinginkan dengan cepat tanpa membutuhkan waktu yang lama. Untuk berkomunikasi pun dengan mudahnya mereka lakukan walaupun berada dalam tempat yang jauh. Kecanggihan alat informasi dan komunikasi setidaknya dapat mempermudah pekerjaan manusia. Banyak teknologi baru dengan berbagai inovasi bermunculan dengan harga yang semakin murah dan mudah didapatkan masyarakat seperti ponsel pintar, laptop, tablet yang semakin memudahkan masyarakat untuk saling berkomunikasi. Perkembangan teknologi saat ini menyebabkan manusia sangat membutuhkan segala jenis pelayanan teknologi tertutama dalam bidang telekomunikasi untuk mempermudah setiap orang untuk bertelekomunikasi. Namun seringkali teknologi tersebut disalahgunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menimbulkan persoalan yang rumit Maskun, 2013,Kejahatan Siber Cybercrime : Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, h.17

2 2 Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi dan informatika ini memberikan pelayanan dalam bentuk media baru dengan berbagai kemudahan yang diberikan. Mulai dari hal yang kecil seperti tidak perlu lagi membeli koran dipagi hari untuk membaca berita terkini, melalui media internet hal-hal terkini yang ada didunia yang ingin diketahui cukup hanya sekali sentuhan ditambah lagi tidak ada ruang batasan mengenai tempat dan waktu internet bias diakses dimana saja tanpa perlu menghabiskan biaya yang banyak mulai dari kalangan masyarakat kelas sosial atas hingga masyarakat kelas bawah dapat menikmati kemudahan yang diberikan media internet ini. Negara Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang mengalami perkembangan. Salah satu ciri perkembangan ini adalah dengan banyaknya program pembangunan di berbagai bidang kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Perkembangan tersebut diatas misalnya dapat dilihat dari perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau yang kita kenal dengan istilah IPTEK, serta perkembangan di bidang informasi dan komunikasi yang sangat pesat dan tidak terbendung, dewasa ini yang sudah tentu berdampak pada seluruh aspek atau seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Dengan demikian, tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa perkembangan yang salah satunya dicirikan dengan banyaknya pembangunan senantiasa akan menimbulkan perubahan. 2 h.1 2 Kristian dan Yopi Gunawan, 2013, Penyadapan Dalam Hukum Positif di Indonesia, Bandung,

3 3 Fenomena ini menunjukan bahwa kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain dimana informasi inilah yang menjadi jembatan penghubung antara satu dan lainnya yang memiliki keterkaitan seperti hubungan keluarga, persahabatan hingga koneksi kerja dimana informasi berbentuk internet yang memberikan banyak kemudahan. Maka manusia bergantung pada kemampuan internet,sehingga perkembangan teknologi informatika menjadi kebutuhan yang setara dengan kebutuhan pokok manusia di era globalisasi saat ini. Perkembangan dan kemajuan teknologi komputer dan telekomunikasi berupa media internet sebagai salah satu penyebaran informasi dalam kehidupan sehari-hari membawa dampak buruk berupa penyalahgunaan media internet sebagai salah satu sarana untuk melakukan perbuatan memperoleh data identitas diri seperti user id dan password dengan menggunakan teknik phising. Phising atau Identity theft adalah tindakan memperoleh informasi pribadi seperti User ID, PIN, nomor rekening, nomor kartu kredit Anda secara tidak sah melalui palsu kepada seseorang atau suatu perusahaan atau suatu organisasi dengan menyatakan bahwa pengirim adalah suatu entitas bisnis yang sah. 3 Informasi ini kemudian akan dimanfaatkan oleh pihak phiser untuk mengakses rekening, melakukan penipuan kartu kredit atau memandu nasabah untuk melakukan transfer ke rekening tertentu dengan iming-iming hadiah. 3 Sutan Remy Syahdeini, 2009, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Grafiti, Jakarta, h

4 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari bulan sebelumnya. Anti- Phishing Working Group (APWG) dalam laporan bulanannya, mencatat ada e- mail baru dan unik serta situs palsu dan Selama tahun 2014 Anti-Phishing Working Group (APWG) dalam laporannya, mencatat ada baru dan unik serta situs palsu yang digunakan sebagai sarana phishing dan diketahui situs palsu diyakini dibuat oleh phiser. 4 Selain terjadi peningkatan kuantitas, kualitas seranganpun juga mengalami kenaikan. Artinya, situs-situs palsu itu ditempatkan pada server yang tidak menggunakan protokol standar sehingga terhindar dari pendeteksian. Teknik ini bisa saja dilakukan melalui vuln xss dengan membuat halaman fake login atau login palsu. 5 Kehadiran website palsu sebuah bank nasional pernah menjadi berita yang cukup menjadi perhatian masyarakat karena telah banyak memakan korban. Kasus phising yang pernah menjadi pembicaraaan itu adalah Klikbca.com tetapi situs ini sekarang sudah tidak aktif, pada saat ramai terjadinya phising klikbca ini, Jika anda masuk ke lima situs ( wwwklikbca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickbca.com dan klikbac.com.), anda akan mendapatkan situs internet yang sama persis dengan situs klikbca.com. Hanya saja saat melakukan login, anda tidak akan masuk ke fasilitas internet banking BCA, namun akan tertera pesan "The page cannot be displayed". 4 antiphising.org, (cited 30 December 2015), Available from URL : 5 Kiddo, 2010, Hacking Website, Media Kita, Jakarta, h.81

5 5 Fatalnya, dengan melakukan login di situs-situs itu, username dan PIN internet anda akan terkirim pada sang pemilik situs. Jebakan website palsu menjadi penghambat bank untuk memberikan fasilitas yang semakin baik kepada nasabahnya. Di satu sisi bank memberikan kemudahan transaksi bagi nasabahnya cukup dengan internet banking namun di sisi lainnya terdapat pihak jahat yang memanfaatkan kelengahan nasabah untuk mengambil informasi penting nasabah seperti nomor pin rekening tabungan di bank dengan menggunakan website palsu yang memiliki tampilan sama persis dengan website bank yang aslinya. Satu lagi contoh yang pernah terjadi dalam sebuah situs web game online yaitu milik Gemscool.com yaitu untuk mendapatkan id atau user serta password pemain game online lainnya dengan tujuan untuk mengambil item dalam game tersebut maka beberapa oknum menggunakan teknik phising untuk menjerat korban ke dalam web palsu tersebut. Berikut adalah contoh tampilan web asli Gemscool.com dan web palsu nya : Gambar 1. 1 Web Gemscool.com yang asli

6 6 Gambar 1. 2 Web Gemscool Palsu Dalam negara-negara berkembang khususnya kepolisian sangat susah untuk menanggulangi dan menangkal karena terbatasnya sumber daya manusia, sarana dan prasarana teknologi yang dimiliki. Saat ini pemerintah belum menganggap kejahatan komputer belum sebagai prioritas utama dalam penegakan kebijakan hukum dibandingkan terorisme dan korupsi padahal pada dasarnya terorisme pun bisa dimulai hanya cukup diam didepan komputer. Kejahatan-kejahatan cyber seperti phising cukup meresahkan masyarakat pada umumnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah mengatur hubunganhubungan hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer yang berkembang menjadai cyber crime atau dalam bahasa Indonesia disebut kejahatan mayantara atau kejahatan dunia siber. Akan tetapi di Indonesia tidak ada peraturan atau undang-undang yang mengatur tentang phising.

7 7 Di Indonesia sendiri setidaknya sudah terdapat UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ketentuan hukum yang mengatur tentang phising (pencurian identitas) sampai saat ini belum diatur, akan tetapi beberapa unsur-unsur perbuatan phising tersebut terdapat dalam beberapa pasal dalam beberapa pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008, yaitu Pasal 28 ayat 1 yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dan Pasal 35 yang berbunyi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengerusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik. Jika dilihat dari uraian diatas maka perbuatan phising ini dalam dimasukan dalam kategori kekosongan norma. Kekosongan norma dapat diartikan sebagai suatu keadaan kosong atau ketiadaan peraturan perundang-undangan (hukum) yang mengatur tata tertib (tertentu) dalam masyarakat, sehingga kekosongan hukum dalam hukum positif lebih tepat dikatakan sebagai kekosongan undangundang/peraturan Perundang-undangan. Akibat yang ditimbulkan dengan adanya kekosongan hukum, terhadap hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur itu dapat terjadi ketidakpastian hukum atau ketidakpastian peraturan perundangundangan di masyarakat yang lebih jauh lagi akan berakibat pada kekacauan hukum (rechtsverwarring), dalam arti bahwa selama tidak diatur berarti boleh, selama belum

8 8 ada tata cara yang jelas dan diatur berarti bukan tidak boleh. Hal inilah yang menyebabkan kebingungan (kekacauan) dalam masyarakat mengenai aturan apa yang harus dipakai atau diterapkan. Dalam masyarakat menjadi tidak ada kepastian aturan yang diterapkan untuk mengatur hal-hal atau keadaan yang terjadi. Maka daripada itu perbuatan mendapatkan data identitas diri menggunakan teknik phising perlu dikriminalisasi. Melihat dari permasalahan di atas tentang tindak pidana phising, hal inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk mengangakat Skripsi dengan judul KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN MEMPEROLEH DATA IDENTITAS DIRI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PHISING. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dalam skripsi ini akan ditulis beberapa permasalahan yang dianggap perlu diketemukan penyelesaiannya. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Hukum Positif di Indonesia mengatur perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan teknik phising? 2. Bagaimanakah sebaiknya pengaturan perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan teknik phising kedepannya dalam hukum positif di Indonesia? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Agar tidak terjadi suatu pembahasan yang berlebihan dan agar pembahasan sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat, maka perlu untuk memberikan batasan-

9 9 batasan terhadap permasalahan tersebut di atas. Terhadap permasalahan pertama akan dibahas mengenai Hukum positif di Indonesia mengatur perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan tekning phising. Dengan melihat rumusan permasalahan yang di angkat sebelumnya, maka penulis menaruh suatu objek kajian dalam penulisan karya tulis ini yaitu akan membahas bagaimana kriminalisasi tentang perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan tekning phising. Dimana kita ketahui tidak ada peraturan khusus yang mengatur tentang perbuatan memperoleh data identitas diri menggunakan phising tersebut Orisinalitas Skripsi ini merupakan karya tulis asli penulis, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan penulis sangat terbuka atas saran dan kririk yang membangun bagi penyempurnaannya. Untuk memperlihatkan orisinalitas dari skripsi ini, maka dapat dibandingkan dengan skripsi-skripsi yang pernah ada sebelumnya. Adapun skripsi-skripsi sebelumnya yang menyangkut tentang kebijakan hukum pidana dan/atau kejahatan terhadap data identitas diri adalah sebagai berikut. 1. Skripsi dengan judul PENENTUAN TEMPUS DAN LOCUS DELICTI DALAM KEJAHATAN CYBER CRIME (Studi Kasus Reskrimsus Polda

10 10 Jateng), ditulis oleh Martini Puji Astuti tahun 2013 dari Universitas Negeri Semarang, dengan rumusan masalahnya adalah : 1) Bagaimanakah penentuan tempus dan locus delicti dalam kejahatan cyber crime? 2) Bagaimanakah pengaturan kewenangan pengadilan yang berhak mengadili kasus cyber crime? 2. Skripsi dengan judul KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE (CRACKING) DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK ditulis oleh Alberth M. Rumahorbo tahun 2010 dari Universitas Sumatera Utara, dengan rumusan masalahnya adalah : 1) Bagaimana kejahatan pembobolan website sebagai bentuk kejahatan di bidang informasi dan transaksi elektronik? 2) Apa faktor penyebab dan modus kejahatan pembobolan website? Bertolak dari beberapa skripsi diatas, maka dapat dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penulis menekankan kepada kekosongan norma sehingga perbuatan pencurian identitas harus diatur kedepannya dalam hukum positif di Indonesia (Ius Constituendum). Sehingga dapat dilihat dan dibandingkan, bahwa 2 skripsi yang disebutkan diatas berbeda penulisannya dari karya tulis yang dibuat oleh penulis (baik dilihat dari judul, fokus penelitian, dan rumusan masalah).

11 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini ada 2 (dua) tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah yakni untuk mengetahui perkembangan hukum di Indonesia dan menambah pengetahuan hukum pidana mengenai kriminalisasi perbuatan yang memperoleh data sensitif menggunakan teknik phising dalam RUU KUHP Pidana Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap pencurian identitas diri menggunakan teknik phising dalam hukum positif di Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana sebaiknya kedepannya pengaturan perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan teknik phising dalam hukum positif di Indonesia. 1.6 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu: Manfaat Teoritis Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum pidana, khususnya pemahaman teoritis mengenai konsep perumusan tentang perbuatan memperoleh data

12 12 identitas diri menggunakan teknik phising dalam RUU-KUHP. Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah penulis dapat memperoleh pencerahan mengenai permasalahan yang penulis hadapi sehingga menjadi dasar pemikiran yang teoritis bahwa suatu RUU-KUHP perlu dikaji dalam perumusan konsepnya agar penerapan tersebut nantinya bisa memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum Manfaat Praktis Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi pembentuk undang-undang khususnya DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), sebagai badan legislatif pembuat undang-undang di Indonesia terkait dengan RUU-KUHP mengenai perbuatan memperoleh data identitas diri menggunakan teknik phising yang merupakan suatu hal yang baru sebagai perbuatan pidana. 1.7 Landasan Teoritis Pembahasan ini akan menjelaskan suatu landasan teoritis yang menjadi landasan berpikir dan yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas mengenai kriminalisasi perbuatan memperoleh data identitas diri dengan menggunakan tekning phising. Ungkapan klasik ubi societas ibi ius hingga sekarang masih relevan untuk menggambarkan hukum yang tidak sslepas dari kehidupan manusia. Bahwa

13 13 manusia hidup bermasyarakat membutuhkan peraturan-peraturan yang disebut hukum, yaitu suatu norma yang mengatur perilaku hidup manusia. 6 Indonesia adalah Negara hukum, hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945(selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) merupakan suatu pedoman dasar yang menjadikan hukum sebagai kaidah dalam berperilaku di masyarakat. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa hukum berlaku sebagai kaidah yang merupakan patokan berprilaku atau sikap yang sepantasnya bagi masyarakat. Patokan hukum tersebut memberikan pedoman, bagaimana seharusnya manusia berperikelakuan atau bersikap tindak dalam kehidupan bermasyarakat sehingga terciptanya suatu keselarasan kehidupan dan kedamaian di dalam kehidupan bermasyarakat. 7 Berdasarkan penjelasan Soerjono Soekanto tersebut, maka dapat diartikan bahwa Soerjono Soekanto memberikan pemahaman bahwa hukum di dalam masyarakat memiliki tujuan yang jelas. Hukum pidana dihubungkan dengan negara hukum berarti berbicara mengenai asas legalitas, asas legalitas menjelaskan haruslah ada suatu perumusan undangundang yang tegas mengenai tindak pidana dan perbuatan pidana, yang menurut para ahli terbentuk dari terjemahan kata strafbarfeit, dan setelah adanya perumusan undang-undang yang tegas terhadap suatu tindak pidana, maka perlulah dipahami 6 Roni Wiyanto,2012, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Maju, Surakarta, h.1 7 Soerjono Soekanto, 1983, Pengantar Sejarah Hukum, Alumni, Bandung, h.40

14 14 mengenai asas lex spesialis derogat legi generalis yang artinya apabila suatu negara di dalam suatu sengketa atau masalah memiliki dua undang-undang yang dapat diterapkan, maka yang harus diterapkan adalah undang-undang yang secara khusus mengatur perkara tersebut. 8 Berikut beberapa teori yang akan digunakan untuk membahas rumusan masalah diatas: a. Teori Negara Hukum Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). Djokosutomo mengatakan, bahwa negara hukum menurut UUD 1945 adalah berdasarkan pada kedaulatan hukum. 9 Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Oleh karena itu, negara tidak boleh melaksanakan aktivitasnya atas dasar kekuasaan belaka,tetapi harus berdasarkan pada hukum. Secara teori, negara hukum (rechstaat) adalah negara bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan 8 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I), h C.S.T Kansil dan Christine S.T., 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini), cetakan I, PT Rineka Cipta, Jakarta, h. 86.

15 15 hukum yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan terganggu, dan agar semua berjalan menurut hukum. 10 Seiring dengan perkembangan negara hukum itu sendiri, kini suatu negara dapat dikategorikan sebagai negara hukum asalkan memenuhi dua belas prinsip, yakni: 1. Supremasi Hukum (supremacy of law); 2. Persamaan dalam Hukum (equality before The Law); 3. Asas legalitas (due process of law); 4. Pembatasan kekuasaan; 5. Organ-organ eksekutif independen; 6. Peradilan bebas dan tidak memihak; 7. Peradilan tata usaha negara; 8. Peradilan tata negara; 9. Perlindungan hak asasi manusia; 10. Bersifat demokratis (democratische rechtstaat); 11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare rechtstaat); 12. Transparansi dan kontrol sosial Hans Kelsen, 2006, Teori Tentang Hukum dan Negara, cetakan I, Penerbit Nusamedia dan Penerbit Nuansa, Bandung, h Jimly Assiddhiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitualisme, Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, h.124.

16 16 Utrecht dan Rachmat Soemitro memberikan dua macam asas yang merupakan ciri negara hukum, yaitu asas legalitas dan asas perlindungan terhadap kebebasan setiap orang dan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya. 12 Philipus M. Hadjon memberikan ciri-ciri negara hukum sebagai berikut: 1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat; 2. Hubungan fungsional yang proposional di antara kekuasaan negara; 3. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah, peradilan sarana terakhir; 4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. 13 Sejarah kelahiran, perkembangan, maupun pelaksanaannya di berbagai negara, konsep negara hukum sangat dipengaruhi dan tidak dapat dipisahkan dari asas kedaulatan rakyat, asas demokrasi, serta asas konstitusional. 14 Hukum yang hendak ditegakkan dalam negara hukum agar hak-hak asasi warganya benar-benar terlindungi hendaklah hukum yang benar dan adil, yaitu hukum yang bersumber dari aspirasi rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat melalui wakil-wakilnya yang dibuat secara konstitusional tertentu. Dengan demikian, elemen-elemen yang penting dari sebuah negara hukum, yang merupakan ciri khas dan merupakan syarat mutlak adalah: 12 E. Utrecht, 1966, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan IX, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, h Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih, Surabaya, h Murtir Jeddawi, 2012, Hukum Administrasi Negara, cetakan I, Penerbit Total Media, Yogyakarta h. 44.

17 17 1. Asas pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia; 2. Asas legalitas; 3. Asas pembagian kekuasaan negara; 4. Asas peradilan yang bebas dan tidak memihak Asas kedaulatan rakyat 6. Asas demokrasi, dan 7. Asas konstitusionalitas Teori negara hukum menggambarkan bahwasanya Negara Hukum adalah adanya kegiatan-kegiatan ketatanegaraan yang bertumpu pada keadilan. b. Teori Kebijakan Kriminal (Criminal Policy) Kebijakan penanggulan kejahatan atau politik kriminal (criminal policy) merupakan bagian dari politik penegakan hukum dalam arti luas yang seluruhnya merupakan bagian dari politik sosial, yaitu suatu usaha dari masyarakat atau negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. 16 Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat. 17 Sudarto pernah mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu : 15 Ibid. 16 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Muladi dan Barda Nawawi Arief I), h Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief I), h. 77.

18 18 a) Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar darireaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana. b) Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi. c) Dalam arti paling luas (yang beliau ambil dari Jorgen Jepsen) ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badanbadan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dalam masyarakat. Menutut G. Peter Hoefnagels dalam bukunya Barda Nawawi Arief yang berjudul Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru) mendefinisikan kebijakan kriminal yakni : 1. Kebijakan kriminal adalah ilmu tanggapan (Criminal policy is the science of responses); 2. Kebijakan kriminal adalah ilmu pencegahan kejahatan (Criminal policy is the science of crime prevention); 3. Kebijakan kriminal adalah kebijakan menunjuk perilaku manusia sebagai kejahatan (Criminal policy is a policy of designating human behavior as crime); 4. Kebijakan kriminal adalah total rasional tanggapan terhadap kejahatan (Criminal policy is a rational total of the responses to crime). 18 dalam arti: a. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik sosial; b. Ada keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non penal. 19 Pelaksanaan kebijakan kriminal dengan demikian harus menunjang tujuan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan masyarakat, serta harus dilakukan 18 Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief II), h Ibid, h.5-6

19 19 dengan pendekatan integral melalui keseimbangan sarana penal dan non penal untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan. c. Teori Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy) Kebijakan hukum pidana merupakan bagian daripada politik kriminal (criminal policy). Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik dengan pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum pidana). Oleh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan hukum pidana merupakan bagian pula dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy). 20 Kebijakan Hukum Pidana (politik hukum pidana/penal policy) dikaji konteks bagian dari politik hukum yang dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Politik hukum ini ditempatkan sebagai alat yang bekerja dalam sistem sosial dan sistem hukum tertentu untuk mencapai suatu tujuan masyarakat atau negara, Ibid, h Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum:Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, ( Alumni, Bandung ), h. 1-2

20 20 Politik hukum pidana atau kebijakan hukum pidana adalah bagaimana mengusahakan atau membuat atau merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik. Maka melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam artian memenuhi syarat keadilan dan daya guna. 22 Menurut A. Mulder dalam bukunya Barda Nawawi Arief Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, strafrechtspolitiek atau kebijakan hukum pidana ialah garis kebijakan untuk menentukan: a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbarui; b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana; c. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan. 23 Kebijakan hukum pidana jika dilihat dari kedua pengertian diatas pada dasarnya adalah suatu usaha dalam penanggulangan kejahatan dengan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik atau memperbaharui undang-undang yang telah ada agar dapat mencegah terjadinya tidak pidana yang terjadi dalam masyarakat. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal dapat dilakukan dengan cara yang fungsionalisasi atau operasionalisasinya melalui beberapa tahap, yaitu : 1) Tahap formulasi (kebijakan legislatif); 22 Sudarto, 2007, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Sudarto II), h Barda Nawawi Arief II, op.cit.,h.23.

21 21 2) Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial); 3) Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif). 24 Tahap Formulasi merupakan upaya dalam pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang bukan hanya tugas dari aparatur penegak hukum, tetapi juga tugas dari aparatur pembuat hukum yakni badan legislatif sebagai badan untuk kebijakan dalam bentuk perundang-undangan yang nantinya jika ada kelemahan dapat menjadi penghambat dalam penangulangan tahap aplikasi dan eksekusi. d. Teori Pembaharuan Hukum Pidana (Penal Reform) Pembaruan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan hukum pidana. Makna dan hakikat pembaruan hukum pidana berkaitan erat dengan latar belakang dan urgensi diadakannya pembaruan hukum pidana itu sendiri. Pada hakikatnya pembaruan hukum pidana merupakan suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofilosofis, dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia. 25 Makna dan hakikat pembaruan hukum pidana adalah : a. Dilihat dari sudut pendekatan-kebijakan - Sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah- 24 Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief III),hal Barda Nawawi Arief II, op.cit., h. 25

22 22 masalah sosial dalam rangka mencapai/menunjang tujuan nasional (kesejahteraan masyarakat dan sebagainya). - Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan). - Sebagai bagian dari dari kebijakan penegakan hukum, pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya memperbaharui substansi hukum (legal substance) dalam rangka mengefektifkan penegakan hukum. b. Dilihat dari sudut pendekatan-nilai Pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan upaya melakukan peninjauan kembali (reorientasi dan re-evaluasi) nilai-nilai sosiopolitik, sosiofilosofis dan sosiokultural yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan normatif dan substantif hukum pidana yang dicita-citakan. Bukanlah pembaruan ( reformasi ) hukum pidana, apabila orientasi nilai dari hukum pidana yang dicita-citakan (misalnya KUHP Baru) sama saja dengan orientasi nilai dari hukum pidana lama warisan penjajah (KUHP Lama atau WvS). 26 e. Konsep Tindak Pidana Istilah tindak pidana hakekatnya merupakan istilah yang berasal dari terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa Belanda. Beberapa perkataan yang digunakan menerjemahkan kata strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana Indonesia antara lain yaitu tindak pidana, delict, dan perbuatan pidana. Sementara dalam berbagai perundang-undangan digunakan berbagai istilah, antara lain: peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, hal yang diancam dengan hukum, dan tindak pidana. 27 Pengertian sederhana dari tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan dimana disertai ancaman (sanksi) yang berupa 26 Barda Nawawi Arief II, op.cit., h Ismu Gunadi W. dan Jonaedi Efendi, 2011, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, h

23 23 pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 28 Unsur-unsur tindak pidana dalam rumusan pasal peraturan perundang-undangan terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif. Lamintang dalam bukunya Leden Marpaung yang berjudul Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana mengemukakan bahwa: Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk di dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Adapun yang dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku harus dilakukan. 29 Menurut teori monistis, unsur-unsur strafbaar feit itu meliputi baik unsur perbuatan yang lazim disebut unsur objektif, maupun unsur pembuat yang lazimnya dinamakan unsur subjektif. Teori dualistis sebaliknya ingin memisahkan (mengeluarkan) schuld itu dari pengertian tindak pidana. 30 Teori dualistis itu sendiri adalah teori yang memisahkan tindak pidana dari pertanggungjawaban pidana. 1.8 Metode Penelitian Didalam melakukan penelitian ilmiah, tentunya menggunakan metode-metode ilmiah dalam penelitiannya. Demikian pula pada penelitian dan penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode ilmiah, yaitu: 28 Ibid. 29 Ledeng Marpaung, op.cit, h Chairul Huda, 2011, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan : Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 9

24 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan, kaidahkaidah atau norma-norma sebagai patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. 31 Penelitian terhadap asas-asas hukum merupakan suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk menemukan asas hukum atau doktrin hukum piositif yang berlaku Jenis Pendekatan Penelitian ini digunakan jenis pendekatan perundang-undangan (the statue approach), pendekatan analisis konsep hukum (analitical &conseptual approach) dan pendekatan perbandingkan (comparative approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti ketentuanketentuan yang mengatur tentang phising dan ada atau tidaknya norma yang mengatur tindak pidana phising. Pendekatan analisis konsep hukum digunakan untuk memahami konsep-konsep aturan tentang dibuatnya perbuatan phising dalam RUU KUHP. Pendekatan perbandingan digunakan untuk kedalaman pengkajian dengan membandingkan RUU KUHP di Indonesia dengan Undang-Undang di Amerika 31 H. Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.24

25 25 Serikat yaitu Identity Theft Penalty Enchancement Act karena Amerika serikat yang mengatur perbuatan phising secara jelas Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari : 1. Bahan hukum primer Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang bersifat mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan. Sumber bahan hukum primer yang digunakan yakni : - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. - RUU-KUHP Nasional Tahun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik - Identity Theft Penalty Enchancement Act 2. Bahan hukum sekunder Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik literaturliteratur hukum yang berupa buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de hersender leer), pendapat para sarjana, maupun literatur non hukum dan artikel atau berita yang diperoleh via internet.

26 26 3. Sumber bahan hukum tertier Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadan bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (library research). Telaah kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu dengan cara mengumpulkan beberapa buku-buku yang terkait dengan penelitian ini kemudian mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan, kemudian dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini Teknik Analisis Bahan Hukum Menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dapat digunakan berbagai teknik analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskripsi, teknik evaluasi, teknik argumentasi dan teknik sistematisasi. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya, deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisiproposisi hukum atau non-hukum. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti

27 27 terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder. Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Pembahasan permsalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum.teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat.

Keywords: Phishing, Legal Confusion, Criminalization, Legal Reform

Keywords: Phishing, Legal Confusion, Criminalization, Legal Reform KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN MEMPEROLEH DATA IDENTITAS DIRI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PHISING Oleh I Gede Arya Utamayasa Ida Bagus Surya Dharma Jaya I Gusti Ayu Dike Widhiyaastuti Bagian Hukum Pidana

Lebih terperinci

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN SPAMMING MELALUI MEDIA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TETANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh : Shah Rangga Wiraprastya Made Nurmawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Apabila dilihat secara geografis, Indonesia memiliki letak yang strategis

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana,

I.PENDAHULUAN. Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembaharuan dan pembangunan sistem hukum nasional, termasuk dibidang hukum pidana, merupakan salah satu masalah besar dalam agenda kebijakan /politik hukum Indonesia.Khususnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut tidak hanya dalam bidang ekonomi saja namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut tidak hanya dalam bidang ekonomi saja namun dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dewasa ini sudah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut tidak hanya dalam bidang ekonomi saja namun dalam bidang teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan izin tinggal merupakan suatu peristiwa hukum yang sudah sering terjadi di dalam tindak pidana keimigrasian. Izin tinggal yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan industri yang merupakan hasil dari budaya manusia membawa dampak positif, dalam arti teknologi dapat di daya gunakan untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai,

BAB I PENDAHULUAN. Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdebatan mengenai aborsi di Indonesia akhir-akhir ini semakin ramai, karena dipicu oleh berbagai peristiwa yang mengguncang sendi-sendi kehidupan manusia.

Lebih terperinci

crime dalam bentuk phising yang pernah terjadi di Indonesia ini cukup

crime dalam bentuk phising yang pernah terjadi di Indonesia ini cukup BAB IV ANALISIS TERH}ADAP CYBER CRIME DALAM BENTUK PHISING DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM A. Analisis Cara Melakukan Kejahatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Usaha penanggulangan kejahatan, secara operasional dapat dilakukan melalui sarana penal maupun non penal. Menurut Muladi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kebijakan Kriminal Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena keterbiasaanya terdapat semacam kerancuan atau kebingungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perbuatan dan Sifat melawan Hukum I. Pengertian perbuatan Perbuatan menurut Simons, adalah berbuat (handelen) yang mempunyai sifat gerak aktif, tiap gerak otot yang dikehendaki,

Lebih terperinci

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur

hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

Waspadai Penipuan Bermodus Phishing. Apa itu phishing? Bagaimana phishing dilakukan?

Waspadai Penipuan Bermodus Phishing. Apa itu phishing? Bagaimana phishing dilakukan? Waspadai Penipuan Bermodus Phishing Hati-hati jika Anda akan mereply e-mail yang meminta informasi tentang rekening Anda, seperti User ID, PIN, nomor rekening/nomor kartu ATM, atau pemberitahuan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum merupakan suatu alat negara yang mempunyai tujuan untuk. menertibkan, mendamaikan, dan menata kehidupan suatu bangsa demi

BAB I PENDAHULUAN. Hukum merupakan suatu alat negara yang mempunyai tujuan untuk. menertibkan, mendamaikan, dan menata kehidupan suatu bangsa demi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan suatu alat negara yang mempunyai tujuan untuk menertibkan, mendamaikan, dan menata kehidupan suatu bangsa demi tercapainya suatu keadilan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berusaha untuk benar-benar menjunjung tinggi hak asasi manusia, negara akan menjamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam

I. PENDAHULUAN. terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencurian dapat diproses melalui penegakan hukum. Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian, khususnya pencurian dalam keluarga diatur didalam ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

I. PENDAHULUAN. juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan zaman tidak hanya merupakan perkembangan di bidang teknologi semata melainkan juga diikuti dengan berkembangnya permasalahan yang muncul di masyarakat. Perkembangan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Arief, Barda Nawawi Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. DAFTAR PUSTAKA Arief, Barda Nawawi. 1998. Berbagi Aspek Kebijakan Penegakan Pembangunan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Moeljatno. 1996. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta.

Lebih terperinci

STUDI KASUS. Penipuan Identitas dan Pencenaran Nama Baik melalui Internet (Cyber Crime)

STUDI KASUS. Penipuan Identitas dan Pencenaran Nama Baik melalui Internet (Cyber Crime) Bram Ratya Setiadi Offering I : 120413423791 STUDI KASUS Penipuan Identitas dan Pencenaran Nama Baik melalui Internet (Cyber Crime) Kasus: Penipuan Yang Pernah Terjadi Di Indonesia Menggunakan Media Komputer

Lebih terperinci

Waspadai Penipuan Bermodus Phishing

Waspadai Penipuan Bermodus Phishing Waspadai Penipuan Bermodus Phishing Apa itu phishing? Phishing adalah tindakan memperoleh informasi pribadi seperti User ID, PIN, nomor rekening bank, nomor kartu kredit Anda secara tidak sah dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan republik indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan awal dari kebangkitan masyarakat atau bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang semakin meningkat membuat permasalahan-permasalahan dalam. dalam pelaksanaan hukum pidana di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang semakin meningkat membuat permasalahan-permasalahan dalam. dalam pelaksanaan hukum pidana di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju dan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat membuat permasalahan-permasalahan dalam hukum di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem eletronik adalah system computer yang mencakup perangkat keras lunak komputer, juga mencakup jaringan telekomunikasi dan system komunikasi elektronik, digunakan

Lebih terperinci

KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS

KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS ABSTRAK Oleh I Made Agus Windara AA. Ketut Sukranatha Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Seperti yang kita

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar-Belakang Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi telah menjadi pendorong lahirnya era perkembangan teknologi informasi.fenomena kecepatan perkembangan teknologi informasi ini telah merebak di seluruh

Lebih terperinci

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban

Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban A. Latar Belakang Kejahatan merupakan bayang-bayang peradaban manusia, bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri, maka kejahatanpun berkembang bahkan lebih maju dari peradaban manusia itu sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita tentang peristiwa pidana, baik melalui media cetak maupun media elektronik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi dari hari ke hari berkembang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan adanya perkembangan di seluruh aspek kehidupan yaitu ekonomi, budaya, hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini

I. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik dalam bentuk hardware dan software. Dengan adanya sarana

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik dalam bentuk hardware dan software. Dengan adanya sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi dapat dikatakan sebagai lokomotif yang dipergunakan dalam proses globalisasi di berbagai aspek kehidupan. 1 Dengan adanya kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa di era globalisasi perkembangan dan kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling menonjol adalah dengan hadirnya

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality

BAB I PENDAHULUAN. adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) tidak berdasar atas

Lebih terperinci

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta 1 UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. LATAR BELAKANG Kejahatan narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di Indonesia adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht) yang pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara yuridis formal pemberlakuan hukum pidana Belanda di Indonesia didasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Secara yuridis formal pemberlakuan hukum pidana Belanda di Indonesia didasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum pidana yang saat ini berlaku di Indonesia merupakan hukum warisan penjajahan Belanda yang berdasarkan asas konkordansi diberlakukan di Indonesia. Secara yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Kelalaian dalam Kegiatan yang Mengumpulkan Massa dan Menimbulkan Korban Tinjauan adalah melihat dari jauh dari tempat

Lebih terperinci

Makalah Kejahatan E-Commerce "Kasus Penipuan Online" Nama : Indra Gunawan BAB I PENDAHULUAN

Makalah Kejahatan E-Commerce Kasus Penipuan Online Nama : Indra Gunawan BAB I PENDAHULUAN Makalah Kejahatan E-Commerce "Kasus Penipuan Online" Nama : Indra Gunawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer, telekomunikasi dan informasi telah berkembang sangat pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA) BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA) A. Pengertian Cyber Crime Membahas masalah cyber crime tidak lepas dari permasalahan keamanan jaringan komputer atau keamanan informasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki beragam hak sejak ia dilahirkan hidup. Hak yang melekat pada manusia sejak kelahirannya ini disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang benar-benar menjunjung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) di Dunia sangat dirasakan manfaatnya dalam berbagai sektor Industri, Perbankan maupun Usaha Kecil-Menengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya. Beragam agama, ras, suku bangsa, dan berbagai golongan membaur menjadi satu dalam masyarakat.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. 1. Perundang-undangan pidana umum yakni KUHP beserta semua perundangundangan

BAB III PENUTUP. 1. Perundang-undangan pidana umum yakni KUHP beserta semua perundangundangan 81 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perundang-undangan pidana umum yakni KUHP beserta semua perundangundangan yang merubah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai langkah

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai langkah BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai langkah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi tindak penipuan perdagangan online dapat dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini tercantum dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945 amandemen ketiga yang berbunyi

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Oleh : Wahab Ahmad, S.HI., SH (Hakim PA Tilamuta, Dosen Fakultas Hukum UG serta Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI

PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU SKRIPSI Diajukan Oleh: Nama : MUHAMMAD YUSRIL RAMADHAN NIM : 20130610273 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKATA 2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. moderen demi menunjang dan mempermudah kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. moderen demi menunjang dan mempermudah kehidupannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) telah membawa perubahan besar dalam kehidupan umat manusia di seluruh dunia. Dengan kemampuan akal yang dimilikinya,

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh. guna menjawab permasalahan yang diteliti, maka pada bab ini

BAB III PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh. guna menjawab permasalahan yang diteliti, maka pada bab ini BAB III PENUTUP Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh guna menjawab permasalahan yang diteliti, maka pada bab ini penulis mencoba menyimpulkan hasil penulisan sesuai dengan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi sasaran utamanya adalah terciptanya landasan yang kuat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat melakukan perdagangan dengan sistem barter, yaitu suatu sistem perdagangan dengan pertukaran antara

Lebih terperinci

Siapa Perlu Peduli Ancaman Cybercrime?

Siapa Perlu Peduli Ancaman Cybercrime? Siapa Perlu Peduli Ancaman Cybercrime? Oleh: Mas Wigrantoro Roes Setiyadi*) Kelompok Kerja e-security, suatu unit aktivitas di dalam wadah Organisasi Kerjasama Ekonomi Asia Pacific (APEC) kembali menggelar

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diyakini merupakan agenda penting masyarakat dunia saat ini, antara lain ditandai

I. PENDAHULUAN. diyakini merupakan agenda penting masyarakat dunia saat ini, antara lain ditandai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang berkelanjutan harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat. Kehadiran masyarakat informasi juga diyakini merupakan

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5952 KOMUNIKASI. INFORMASI. Transaksi. Elektronik. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak hanya menyangkut masalah substansinya saja, akan tetapi selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini hukum di Indonesia mengalami suatu perubahan dan perkembangan yang pengaruhnya sangat luas. Perubahan-perubahan yang direncanakan tersebut jelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kecanggihan teknologi seluler dewasa ini cukup memudahkan setiap orang

I. PENDAHULUAN. Kecanggihan teknologi seluler dewasa ini cukup memudahkan setiap orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecanggihan teknologi seluler dewasa ini cukup memudahkan setiap orang melakukan berbagai komunikasi satu dengan yang lain. Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana perjudian merupakan suatu tindak pidana biasa yang mempunyai dampak serius dalam kelompok tindak pidana kesusilaan. Saat ini perjudian telah berkembang

Lebih terperinci