BAB II GAMBARAN UMUM PESANTREN. Pada awal kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara, mereka menjumpai bahwa

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II GAMBARAN UMUM PESANTREN. Pada awal kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara, mereka menjumpai bahwa"

Transkripsi

1 BAB II GAMBARAN UMUM PESANTREN 2.1 Sejarah Berdirinya Pesantren Pada awal kedatangan bangsa Eropa ke Nusantara, mereka menjumpai bahwa sebagian besar penduduknya beragama Islam. Di wilayah ini juga sudah terdapat model pendidikan tradisional yang secara umum menekankan pada pendidikan agama Islam. Pendidikan ini berlangsung di langgar, surau dan di mesjid, materi pelajarannya pun hanya berkisar pada baca tulis Al-Quran. Pendidikan tradisional ini lambat laun berkembang karena langgar, surau ataupun mesjid tidak mampu lagi menampung jumlah murid yang ingin belajar agama Islam terutama bagi orangorang yang ingin memperdalam ilmu agama kadangkala mereka menginap di langgar, surau ataupun mesjid sehingga mereka bisa lebih intensif dalam mempelajari agama Islam 11. Hal ini kemudian memacu tokoh-tokoh agama atau orang-orang yang perduli pada pendidikan Islam untuk mendirikan sebuah pesantren. Pada umumnya pesantren adalah milik kyai atau suatu kelompok keluarga. Mereka menyediakan harta kekayaannya dengan maksud menyebarkan ilmunya kepada orang lain, selain itu ada juga seseorang yang mewakafkan sebagian kekayaannya misalnya berupa tanah kepada kyai untuk dipakai sebagai tempat pendidikan agama. Wakaf ini bisa berasal dari penguasa, raja atau orang kaya lainnya. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam formal lanjutan dari pendidikan tradisional di langgar, surau atau mesjid. Pesantren merupakan unsur 1 H. Abuddin Nata, (ed), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2001, hal.23

2 penting dari pendidikan Islam namun hanya sedikit yang dapat kita ketahui tentang perkembangan pesantren di masa lalu terutama sebelum Nusantara dijajah Belanda karena sumber sejarahnya tidak jelas dan sangat kurang. Namun dalam buku Karel A. Steenbrink dikatakan bahwa pesantren telah ada sejak masa Hindu-Budha bahkan dikatakan bahwa istilah pesantren merupakan istilah dari India bukan dari Arab 22. Ketika Nusantara dikuasai oleh VOC, kemudian beralih pada pemerintah kolonial Belanda, mereka membiarkan pondok pesantren berjalan apa adanya. Untuk pendidikan anak-anak mereka, Belanda sangat mengandalkan sekolah-sekolah Kristen, namun setelah kebutuhan atas tenaga pegawai pemerintahan pemerintah Kolonial Belanda juga menyelenggarakan pengajaran melalui sistem persekolahan, namun sangat diskriminatif terutama menyangkut penduduk pribumi. Hal ini dapat dilihat ketika masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, pemerintah hanya memperhatikan perbaikan staats onderways (sekolah-sekolah pemerintah) sedangkan mohammedans gods dienst onderways (pondok pesantren) tidak. Karena bagi Belanda pondok pesantren tidak menguntungkan dan ditakutkan menjadi basis kekuatan dalam menghimpun rakyat untuk melawan penjajah. Banyak hal yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda untuk mematikan pendidikan Islam. Beberapa kebijakan yang mereka buat adalah: Tahun 1882, pemerintah kolonial Belanda mendirikan Prienterreden (pengadilan agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren. Tahun 1902, dikeluarkan Ordonansi yang berisi peraturan bahwa guru-guru agama yang akan mengajar harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat. 2 Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta: LP3ES, 1994, hal 32

3 Tahun 1932, dikeluarkan peraturan yang disebut Ordonansi Sekolah Liar (Wilde school ordonantie), yang berisi tentang kewenangan untuk memberantas dan menutup madrasah atau pesantren yang tidak ada izinnya atau yang memberi pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Kolonial Belanda. 33 Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda ini sangat menyulitkan pendidikan Islam dalam melebarkan sayapnya. Walaupun demikian kyai-kyai tidak putus asa dan mendirikan pesantren-pesantren baru secara diam-diam. Tantangan pendidikan Islam tidak hanya terjadi pada masa pemerintahan Belanda. Pada masa awal Indonesia merdeka pun terjadi demikian, setelah penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, pemerintah RI mendorong pembangunan sekolah umum seluas-luasnya dan membuka luas kesempatan bagi tamatan sekolah umum untuk meduduki jabatan administrasi pemerintahan RI. Dampaknya, pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun peminatnya karena anak-anak muda yang dulu tertarik pada dunia pesantren beralih ke sekolah-sekolah umum karena lebih jelas dan terjamin masa depannya. Perhatian terhadap pesantren mulai muncul lagi pada dekade tahun tahun 50-an tepatnya pada tahun 1955 yaitu ketika partai NU menempati posisi 4 besar pada pemilu, selain itu pesantren juga melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Kyai Haji Hasyim Asyari dll. 4 Pada awalnya pesantren bukanlah semacam sekolah atau madrasah walaupun sekarang ini telah banyak yang mendirikan unit-unit pendidikan klasikal. Berbeda dengan sekolah atau madrasah, pesantren memiliki pola kepemimpinan, ciri khusus, unsur-unsur kepemimpinan bahkan aliran keagamaan tertentu. 3 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hal.47 4 H. Abuddin Nata, op Cit. hal. 50

4 Secara historis, Pesantren merupakan lembaga pendidikan Non-formal swasta yang tidak mengajarkan pelajaran umum. Seluruh program pendidikan disusun sendiri dan pada umumnya bebas dari ketentuan formal. Program pendidikan baik formal maupun informal berjalan di bawah pengawasan seorang kyai. Pada umumnya pesantren tidak pernah mengeluarkan ijazah bagi para santrinya. Ijazah menurut pesantren sendiri adalah keterampilan dan kecakapan itu sendiri. Dengan kata lain ijazah adalah pengakuan sekaligus penghargaan langsung dari masyarakat. Karena doktrin inilah biasanya orientasi santri pada awal masuk pesantren tidak berharap menjadi pegawai negeri. Mereka lebih dipersiapkan untuk berwiraswasta seperti berdagang atau profesi lainnya. Namun, seiring waktu berjalan, banyak para santri setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren ingin melanjutkan ke pendidikan formal dan ingin menjadi pegawai negeri. Menjawab tantangan ini lambat laun pesantren melakukan pembenahan internal dengan melakukan penyesuaian atau pembaharuan sistem pendidikan seiring dengan tuntutan perkembangan zaman. Sejumlah pesantren dewasa ini telah mengembangkan sistem pendidikan baru dengan mendirikan sekolah umum di lingkungan mereka sendiri. Dengan demikian pesantren, mengalami modifikasi sedemikian rupa sehingga pesantren tidak lagi menjadi pendidikan yang hanya tertuju pada pendidikan agama dan identik dengan kaum sarungan. 2.2 Unsur-unsur Pesantren Kyai Berdirinya pondok pesantren berawal dari seorang kyai yang tinggal di suatu tempat. Kyai berasal dari bahasa Sunda, yaitu Ki atau Aki, yang berarti

5 orangtua, dan selanjutnya menjadi Kyai yang artinya adalah orang yang dituakan terutama dalam bidang keagamaan. Seorang kyai dianggap memiliki pengetahuan agama yang tinggi kemudian datanglah santri yang ingin belajar agama kepadanya. Oleh karena semakin banyak santri yang ingin belajar kepadanya kyai pun mendirikan pondok pesantren. Tanah tempat berdirinya pesantren biasanya milik pribadi kyai atau merupakan tanah yang diwakafkan dan dana operasionalnya pun pada awalnya berasal dari masyarakat, sehingga tidak heran guru yang mengajar di pesantren tidak bayar dengan uang atau memiliki kerja sampingan. Dalam sebuah pesantren kekuasaan dan peran seorang kyai sangat besar. Segala keputusan di pesantren sepenuhnya berada di tangan kyai, baik dalam penyusunan kurikulum, metode dan peraturan lainnya yang berlaku di dalam pesantren. Seorang kyai tidak hanya dihormati dan disegani oleh santri tapi juga oleh masyarakat karena kyai dianggap sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT, doa mereka lebih makbul sehingga tidak heran jika kemudian banyak masyarakat mempercayakan penyelesaian permasalahan kehidupan mereka seperti mencarikan jodoh, memberi jodoh, mengobati penyakit, memberi nama anak dsb Santri Santri merupakan sebutan umum pengganti siswa atau murid pada sekolahsekolah non pesantren 5. Pada umumnya santri mewakili kelompok siswa usia SMP dan SMU, dengan pengecualian beberapa pesantren juga ada membina santri sendiri. Santri dapat dibagi menjadi dua, yaitu santri mukim dan santri kalong 6. Santri mukim adalah santri yang selama 24 jam berada di bawah pengawasan dan tanggung 5 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS. 1989, hal Model pesantren ini biasanya dilakukan oleh pendidikan pesantren tradisional.

6 jawab pesantren, mereka semuanya wajib mengikuti seluruh kegiatan atau aktivitas yang diselenggarakan pesantren sementara santri kalong adalah santri yang belajar di pesantren bedanya mereka tidak menginap di pesantren Materi Pelajaran dan Metode Pengajaran Sebagai lembaga pendidikan Islam, pesantren pada dasarnya hanya mengajarkan agama, sedangkan sumber kajian atau mata pelajarannya ialah kitabkitab dalam bahasa Arab. Pelajaran agama yang dikaji di pesantren ialah Al-Quran dengan tajwidnya dan tafsir, aqa id dan ilmu kalam, fiqh dan ushul fiqh, hadis dengan mushthalah hadis, bahasa Arab dengan ilmu alatnya seperti nahwu, sharaf, bayan, ma ani, badi dan arudh, tarikh, mantiq dan tasawuf. Kitab yang dikaji di pesantren umumnya kitab-kitab yang ditulis dalam aba pertengahan yaitu antara abad ke-12 sampai dengan abad ke-15 atau lazim disebut dengan KITAB KUNING Dalam sebuah pesantren metode yang lazim digunakan ada 3 yaitu: 1. Wetonan Wetonan adalah metode kuliah para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang menerangkan pelajaran. Santri menyimak kitab masing dan dicatat bila perlu. Istilah weton berasal dari kata waktu (Jawa), yang berarti waktu, karena pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melakukan shalat fardu. Di Jawa Barat metode ini disebut Bandongan, sedang di Sumatera sebut dengan Halaqah. System ini juga dikenal dengan sebutan Balaghan, yaitu belajar secara kelompok (grup), yang diikuti oleh seluruh santri.

7 2. Sorogan Metode sorogan ialah suatu metode dimana seorang santri menghadap guru atau kyai seorang demi seorang dengan membawa kitab yang dipelajarinya. Kyai membacakan dan menerjemahkan kalimat demi kalimat, kemudian menerangkan maksudnya. Santri menyimak bacaan kyai dan mengulanginya sampai memahaminya. Istilah Sorogan berasal dari kata Sorog yang berarti menyodorkan kitab ke depan kyai atau asistrennya. Menurut Dhofier, metode sorogan ini merupakan metode yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional sebab sistem ini memerlukan kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi santri, namun metode ini juga diakui paling intensif karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab langsung. 3. Hafalan Metode hafalan ialah metode santri menghapal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya. Biasanya cara menghapal ini diajarkan dalam bentuk syair atau nazham. Dengan cara ini memudahkan santri untuk menghapal, baik ketika sedang belajar maupun disaat berada di luar jam belajar. Kebiasaan menghapal, dalam sistem pendidikan pesantren, merupakan tradisi yang sudah berlangsung sejak awal berdirinya. Hapalan tidak hanya terbatas pada ayat-ayat Al-Quran dan hadist maupun nazham tetapi juga isi atau kitab tertentu karena itu pula oleh sebahagia kyai diajarkan secara berangsur, kalimat demi kalimat sehingga santrinya mengerti benar apa yang diajarkannya Sekilas Tentang Kitab Kuning

8 Kitab, merupakan istilah khusus yang digunakan untuk menyebut karya tulis di bidang keagamaan yang ditulis dengan huruf Arab. Sebutan ini membedakannya dengan karya tulis pada umumnya yang ditulis dengan huruf selain huruf Arab, yang disebut buku. Adapun kitab yang menjadi sumber belajar di pesantren dan lembaga pendidikan Islam tradisional semacamnya disebut Kitab Kuning (KK). Sebutan kuning adalah karena kertas yang digunakan berwarna kuning mungkin karena sudah berumur lama kitab kuning juga disebut kitab kuno. Istilah kitab kuning ini selanjutnya menjadi nama jenis literatur dan menjadi karakter fisik. Sebagai sumber belajar kitab kuning telah dipergunakan sejak abad ke XVI, meskipun tradisi cetak belum tersebar di Indonesia. Kitab kuning yang dipelajari dalam pengajian kitab memiliki corak yang berbeda dari abad ke abad, meskipun kitab yang dipelajari sejenis kelompok kitab karya abad pertengahan Islam. Sejalan dengan corak Islam yang pertama kali masuk di Indonesia, kitab yang dipelajari sekitar abad 17 bercorak mistik (tasawuf), khusunya paham tasawuf falsafi Wahdat al-wujud, seperti kitab al- Tuhfah al- Mursalat ila Ruh al-nabi ditulis tahun1000/0590 oleh Syekh Muhammad Fadhlullah al-burhanfuri yang mengajarkian paham Martabat Tujuh. Di Jawa pada abad ke-16 berkembang paham Manunggaling Kawula Gusti yang dianut oleh Syeik Siti Djenar. Meskipun demikian, pada awal abad ke-17 dipelajari juga kitab figh Taqrib karya Abu Suja al Isfahani dan karya anonim al-idhah. Kedua kitab tersebut masih digunakan sampai sekarang. Dalam buku Van Bruinessen tercata ada 900 kitab kuning yang berbeda-beda. Dari kitab tersebut sekitar 500 karya berbahasa Arab, 200 karya berbahasa Melayu, 120 karya berbahasa Jawa, 35 karya berbahasa Sunda, 25 karya berbahasa Madura

9 dan 5 karya berbahasa Aceh. Kitab kuning dibagi kedalam tiga kelompok yaitu: 1. Kitab Dasar, 2. Kitab Menengah dan 3. Kitab Besar. Diantara kitab popular yang digunakan kurikullum, termasuk Kitab Dasar adalah Bina (Sharf), Awawil (Nahwu), Aqidat al-awwanm (Akidah) dan Washaya (Akhlak). Untuk Kitab Menengah meliputi kitab Amsilat al Tashrifiyah (sarf/ Tsanawiyah), Kailani Maqshud (sarf/ Aliyah) dsb. Untuk kitab Besar meliputi kitab Jam u al-jawawi, al Asyibah wa al- Nadho (Ushul Fiqh) dsb. Kitab kuning sebagai sumber belajar umumnya diakses oleh kalangan tradisionis yang memberi penghargaan tinggi pada kitab dan pengarangnya dan merasa memiliki tanggung jawab moral untuk melestarikannya sebagaimana adanya. Sedangkan kalangan modernis kurang mengakses kitab kuning ini. Pada umumnya mereka cenderung menggunakan sumber belajar yang disusun sendiri oleh para pengajar dengan cara mengambil substansi kitab ini, atas dasar pertimbangan efesiensi dan efektifitas mempelajarinya Sistem Pendidikan Pesantren Sistem pendidikan menggunakan pendekatan holistik, artinya para pengasuh pesantren memandang bahwa kegiatan belajar-mengajar merupakan kesatupaduan atau lebur dalam totalitas kegiatan kehidupan sehari-hari. Bagi warga pesantren, belajar di pesantren tidak mengenal perhitungan waktu, kapan harus mulai dan kapan harus selesai dan target apa yang harus dicapai. Bagi dunia pesantren hanya ilmuilmu yang berkaitan dengan ubudiah yang dipandang sakral sedang ilmu muamallah dipandang tidak sakral. Dalam pandangan mereka semua kejadian dalam kehidupan 7 Abbudin Nata, (ed), op.cit, hal 165

10 berawal dari Tuhan berproses menurut hukumnya dan berakhir atau kembali kepadanya. Setiap peristiwa yang terjadi merupakan bagian dalam keseluruhan dan selalu berhubungan satu sama lain dan akhirnya pasti bertemu pada kebenaran Tuhan. Kyai yakin bahwa apa saja yang dipelajari oleh santri adalah baik dan pada suatu saat akan mendatangkan manfaat bagi yang bersangkutan jika sudah tiba waktunya. Seiring dengan pandangan holistik ini maka di pesantren tidak pernah dijumpai perumusan tujuan pendidikan pesantren yang jelas dan standar yang berlaku umum bagi semua pesantren juga tidak ditemukan kurikulum, cara-cara penilaian yang jelas dan kalkulatif serta cara-cara penerimaan santri dan tenaga kependidikan secara jelas pula. Dalam cara penerimaan santri boleh masuk pesantren setiap saat, tinggal di pesantren selama santri mau dan meninggalkan pesantren sewaktu-waktu. Dalam penerimaan tenaga kependidikan siapa saja boleh bekerja dan membantu asal iklas kecuali bagi program pendidikan formal seperti madrasah dan sekolah umum serta Pondok Pesantren Gontor yang seluruh kegiatannya menyelenggarakan pendidikan formal. 8. Dalam perkembangan selanjutnya pesantren mengalami perubahanperubahan baik dalam kurikulum maupun sistem pengajarannya Fungsi Pesantren Pesantren tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan tetapi juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren menyelenggarakan pendidikan formal seperti madrasah, sekolah umum dan perguruan tinggi. Sistem pendidikan Non-formal yang secara khusus 8 Mastuhu, op.cit, hal 142

11 mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi pikiran-pikiran ulama fikih, hadist, tafsir, tauhid dan tasawuf yang hidup antara abad ke 7-13 Masehi. Kitab-kitab yang dipelajari meliputi: tauhid, tafsir, hadist, fiqih, ushul fikih, tasawuf, bahasa Arab, mantik dan akhlak. Dalam perannya di tengah masyarakat, pesantren memiliki 3 (tiga) fungsi sosial, yaitu sebagai lembaga pendidikan, membangun moral masyarakat dan mempersiapkan tenaga pendidik dan pembina di tengah-tengah masyarakat. Sebagai lembaga sosial, pesantren juga menampung anak dari segala lapisan masyarakat muslim tanpa membeda-bedakan tingkat sosial ekonomi orang tuanya. Biaya hidup di pesantren relatif murah daripada belajar di luar pesantren. Pesantren juga banyak menerima anak-anak nakal atau yang memiliki tingkah laku yang menyimpang untuk dididik dan kembali menjadi manusia yang baik. Setiap hari pesantren juga menerima tamu dari masyarakat umum, umumnya kedatangan mereka adalah untuk bersilaturahmi, meminta nasihat, dan sebagainya. Sehubungan dengan ketiga fungsi tersebut maka pesantren memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya dan menjadi rujukan moral bagi kehidupan masyarakat umum. Masyarakat umum memandang pesantren sebagai komunitas khusus ideal terutama dalam bidang kehidupan moral keagamaan. Masing-masing pesantren tampak memiliki semacam daerah pengaruh sendiri, yaitu komunitas-komunitas dalam masyarakat. Misalnya pesantren Tebu Ireng, pengaruhnya meliputi masyarakat di Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta, Kalimantan, dan sebagainya Tantangan Pesantren Masa Depan 9 Zuly Qodir, Ada Apa dengan Pesantren Ngruki, Yogyakarta: Amanah, hal 25

12 Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam perkembangannya pesantren banyak melakukan berbagai pembaharuan dalam rangka menjawab tantangan hidup. Beberapa hal pembaharuan yang dilakukan pesantren adalah sebagai berikut: a. Kyai bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Artinya dalam kegiatan belajarmengajar santri dibekali dengan buku-buku pembaharuan yang ditulis oleh cendikiawan muslim Indonesia maupu dari luar yang telah diterjemahkan. b. Dewasa ini hampir seluruh pesantren menyelenggarakan jenis pendidikan formal, yaitu madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi. Jenis pendidikan pesantren sendiri sebagai jenis pendidikan non-formal tradisional yang hanya mempelajari kitab-kitab klasik hanya sekitar 1-2% dari keseluruhan kegiatan pendidikan pesantren. c. Seiring dengan pergeseran-pergeseran tersebut santri mebutuhkan ijazah dan penguasaan bidang keahlian atau keterampilan yang jelas maka para santri cenderung mempelajari sains dan teknologi pada lembaga-lembaga pendidikan formal baik di madrasah maupun sekolah umum selain tetap belajar di pesantren untuk mendalami agama dalam rangka memperoleh moral agama. d. Saat ini santri yang ingin belajar pesantren rata-rata dikenakan biaya belajar yang relatif lebih murah dari sekolah umum atau swasta dan biaya tersebut sekedar untuk menutupi biaya pengajar, administrasi dsb Dari Pesantren Ke Madrasah Sejarah Madrasah 10 Mastuhu, loc. Cit

13 Pesantren dan madrasah memiliki sejarah yang berbeda. Madrasah sebagai lembaga pendidikan mempunyai sejarahnya sendiri. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam dalam bentuk formal sudah dikenal sejak abad ke-11 atau ke-12 Masehi, yaitu sejak dikenal adanya madrasah Nidzamiyah yang didirikan di Baqhdad oleh Nizam Al- Mulk, seorang wajir dari dinasti Saljuk. Madrasah ini telah memperkaya khasanah lembaga pendidikan di lingkungan masyarakat Islam karena pada masa sebelumnya Islam hanya mengenal pendidikan yang biasa diselenggarakan di mesjid. Di Timur-Tengah, madrasah kemudian berkembang sebagai penyelenggara pendidikan keislaman tingkat lanjut yaitu melayani orangorang yang masih haus ilmu sesudah mereka belajar di Mesjid. 11 Kata madrasah sebagai nama lembaga pendidikan agama Islam tidak asing lagi bagi pendengaran masyarakat Indonesia, baik kalangan pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum, akan tetapi tidak diketahui secara pasti sejak kapan madrasah sebagai istilah atau sebutan untuk satu jenis pendidikan Islam digunakan di Indonesia. Namun demikian madrasah sebagai satu lembaga pendidikan Islam berkelas dan mengajarkan sekaligus ilmu-ilmu keagamaan dan non keagamaan sudah tampak sejak awal abad ke-20. Mengingat bahwa saat ini lembaga pendidikan di Indonesia uyang berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada umumnya disebut sekolah, maka kiranya dipandang perlu untuk memberi penjelasan tentang pengertian madrasah dan sekolah untuk membedakan kedua istilah tersebut ditinjau dari segi kelembagaan. Di dalam UU No.2 tahun 1989 tentang pendidikan dinyatakan bahwa sekolah merupakan bagian dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan 11 Zuhairini, dkk, op.cit, hal 56

14 yang menurut jenisnya terdiri dari atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan keagamaan, pendidikan kedinasan, pendidikan akademik dan pendidikan professional. Istilah madrasah dalam berbagai penggunaannya terdapat bermacam-macam pengertian dan ruang lingkupnya, baik di dalam buku-buku ilmiah maupun di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, pengertian dari arti istilah madrasah tersebut pada hakikatnya adalah sama, yaitu sebagaimana terdapat dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Agama serta Menteri Dalam Negeri yang mengatur tentang madrasah, yaitu bahwa madrasah merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang didalam kurikulumnya memuat materi pelajaran agama dan pelajaran umum, mata pelajaran agama pada madrasah lebih banyak dibandingkan dengan mata pelajaran agama pada sekolah umum. Namun demikian, tidak semua lembaga pendidikan yang berbentuk madrasah menamakan dirinya madrasah karena kadang-kadang ada juga lembaga pendidikan madrasah menamakan dirinya sekolah. Atas dasar hal tersebut, dalam pembahasan selanjutnya lembaga pendidikan yang dikatakan madrasah adalah apabila secara prinsipil keberadaannya sesuai dengan pengertian madrasah tersebut dengan sistem klasikal dan adanya pelajaran pengetahuan umum, walaupun lembaga itu menamakan dirinya sekolah atau dengan nama lain. Pesantren dan madrasah merupakan dua hal yang berbeda, namun dalam perkembangannya sistem pendidikan di pesantren mulai menyamai sistem pendidikan pesantren dengan memisahkan santri-santri ke dalam kelas-kelas tertentu. Perbedaan yang mencolok antara pesantren dan madrasah adalah sistem pondok yang dibebankan kepada santri di pesantren sedangkan murid di Madrasah tidak.

15 2.3.2 Tingkatan dalam Madrasah Madrasah di Indonesia dibagi ke dalam beberapa tingkatan: 1. Madrasah Ibtidaiyah Kebanyakan madrasah ibditaiyah berstatus swasta dan tersebar di seluruh tanah air. Madrasah ibtidaiyah negeri (MIN) awalnya berjumlah 205 buah, berasal dari madrasah-madrasah yang semula diasuh oleh Pemerintah Daerah Istimewa Aceh, kemudian diserahkan kepada Departemen Agama oleh Pemerintah Daerah Istimewa Aceh pada tahun 1949 berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 1 tahun 1959, 19 buah berasal dari Keresidenan Lampung dan 11 buah berasal dari Sekolah Mambaul Ulum di Keresidenan Surakarta diserahkan kepada Departemen Agama masing-masing dengan Penetapan Menteri Agama No.2 Tahun 1959 dan Penetapan Menteri Agama No.12 Tahun Kemudian pada tahun 1967, terbuka kesempatan untuk menegerikan madrasah, hingga sampai tahun 1970 dengan diterbitkannya keputusan Menteri Agama Nomor 213 Tahun 1970 tentang larangan penegerian madrasah, maka Madrasah Ibtidaiyah Negeri menjadi 362 buah. 2. Madrasah Tsanawiyah Seperti Madrasah Ibtidayah, Madrasah Tsanawiyah kebanyakan berstatus swasta, Madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri (MTsAIN) semula dimaksudkan sebagai percontohan bagi madrasah swasta. Proses penegerian dimulai pada tahun 1967 berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 80 Tahun 1967, sekarang diubah menjadi MTsN. Sampai tahun 1970 MTsN berjumlah 182 buah, Madrasah Tsanawiyah Swasta seluruhnya berjumlah buah. Madrasah Tsanawiyah Swasta

16 juga dapat memiliki status terdaftar dan dipersamakan. Pada saat ini seluruh Madrasah Tsanawiyah berjumlah buah. 3. Madrasah Aliyah Madrasah Aliyah negeri pertama kali didirikan melalui proses penegerian berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 80 Tahun 1967, yaitu dengan menegerikan Madrasah Aliyah Al-Islam di Surakarta dan kemudian Madrasah Aliyah di Magetan Jawa Timur, Madrasah Aliyah Palangki di Sumatera Barat dan sebagainya. Sampai dengan tahun 1970, seluruhnya berjumlah 43 buah. Jumlah ini tidak bertambah lagi dikarenakan kebijaksanaan yang diambil pemerintah mengingat keterbatasan anggaran dan kurangnya tenaga guru sehingga diterbitkan SK Menteri Agama Nomor 213 Tahun 1970 tentang Penghentian Penegerian Sekolah/Madrasah Swasta dan Pendirian/ Penegerian Sekolah-sekolah/Madrasah Negeri dalam lingkungan Departemen Agama. Pada saat ini seluruh Madrasah Aliyah berjumlah buah Abdul Rahman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi dan Aksi, Jakarta: P.T Grafindo Persada, 2004, hal. 31

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting yang harus diberikan terhadap seorang anak. Pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu pendidikan formal seperti

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab

BAB IV PENUTUP. (tradisional) adalah pesantren yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab BAB IV PENUTUP 1. Kesimpulan Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama Islam khas Indonesia merupakan pendidikan alternatif dari pendidikan formal yang dikelola oleh pemerintah. Pertama, karena pesantren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang

BAB I PENDAHULUAN. Quran menjelaskan bahwa manusia itu makhluk yang mempunyai dua fungsi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Islam adalah pendidikan yang mempunyai suatu tujuan, membentuk pribadi muslim seutuhnya, yang mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.232,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN

2015 PERKEMBANGAN PENDIDIKAN PESANTREN CIPARI DESA SUKARASA KECAMATAN PANGATIKAN KABUPATEN GARUT TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan sebelum adanya lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Penelitian Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tradisional pertama yang bergerak dalam bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang awalnya sangat berperan

Lebih terperinci

PONDOK PESANTREN DALAM UNCERTAINTY SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA

PONDOK PESANTREN DALAM UNCERTAINTY SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA e-issn: 2548-9542 PONDOK PESANTREN DALAM UNCERTAINTY SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA Program Studi Teknik Grafika, Politeknik Negeri Media Kreatif PSDD Medan e-mail : gunawan@yahoo.com Abstrak Pondok pesantren

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin. Melihat data yang disajikan, tampak bahwa kepemimpinan kepala MTsN

BAB V PEMBAHASAN. A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin. Melihat data yang disajikan, tampak bahwa kepemimpinan kepala MTsN BAB V PEMBAHASAN A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin Kedisiplinan adalah kata kunci keberhasilan pendidikan. Kedisiplinan erat kaitannya dengan kepemimpinan, yang dalam organisasi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam bentuk pendidikan sekolah dan luar sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. dituangkan dalam bentuk pendidikan sekolah dan luar sekolah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Dalam sejarah peradaban manusia, terlihat dengan jelas bahwa kemajuan suatu bangsa selalu terkait dengan masalah pendidikan sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Sejarah perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. banyak berperan dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Sejarah perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak masa penyebaran Islam dan telah banyak berperan dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.822, 2014 KEMENAG. Islam. Pendidikan. Keagamaan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar terhadap dunia pendidikan dan pembentukan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren merupakan khazanah pendidikan dan budaya Islam di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia, peran pesantren tidak diragukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik etis adalah politik balas budi atau politik kehormatan, namun tidak lepas dari intrik-intrik politik dan memiliki tujuan didalamnya, hal yang pada awalnya

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tradisi agung di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam seperti yang muncul di pesantren, alasan munculnya pesantren ialah untuk mentransmisikan

Lebih terperinci

MADRASAH DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Dr. Hamlan Hi. AB. Andi Malla Abstrak adrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di MIndonesia telah mengalami proses transformasi dari lembaga pendidikan tradisional

Lebih terperinci

Madrasah Dalam Sistem Pendidikan Nasional MADRASAH DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. Kata Kunci: Madrasah, Sistem dan Pendidikan Nasional

Madrasah Dalam Sistem Pendidikan Nasional MADRASAH DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL. Kata Kunci: Madrasah, Sistem dan Pendidikan Nasional MADRASAH DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Dr. Hamlan Hi. AB. Andi Malla Abstrak adrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di MIndonesia telah mengalami proses transformasi dari lembaga pendidikan tradisional

Lebih terperinci

BAB IV USAHA-USAHA KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN LAMONGAN

BAB IV USAHA-USAHA KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN LAMONGAN 57 BAB IV USAHA-USAHA KH. MASRUR QUSYAIRI DALAM MENGEMBANGKAN PONDOK PESANTREN HIDAYATUL UMMAH PRINGGOBOYO MADURAN LAMONGAN KH. Masrur Qusyairi adalah tulang punggung dalam menentukan perkembangan Pondok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia

BAB I PENDAHULUAN. harus berhadapan langsung dengan zaman modern. dilepas dari kehidupan manusia. Islam juga mewajibkan kepada manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia tidak diragukan lagi peranannya dan kiprahnya dalam membangun kemajuan bangsa Indonesia. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara alamiah manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal serta mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula dengan pendidikan sebagai

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN MODERN

PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN MODERN Vol,1, Vol. 1, Desember 2015 Fakultas Agama Islam Universitas Wiralodra Indramayu http:/jurnal.faiunwir.ac.id PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN MODERN Oleh : Dr. Abdul Tolib Abstrak Pesantren modern memiliki

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI SEKOLAH BERBASIS PESANTREN DI SMP DARUL MA ARIF BANYUPUTIH KABUPATEN BATANG A. Analisis Implementasi Sekolah Berbasis Pesantren di SMP Darul Ma arif Banyuputih Kabupaten Batang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Pondok Pesantren TPI Al Hidayah Plumbon Limpung

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Pondok Pesantren TPI Al Hidayah Plumbon Limpung BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Pondok Pesantren TPI Al Hidayah Plumbon Limpung Batang 1. Pondok Pesantren TPI Al Hidayah dalam Lintas Sejarah Sekitar tahun 1949, keadaan Desa Plumbon

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA 84 BAB IV ANALISIS DATA A. Implementasi UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 terhadap Pengembangan Kurikulum di Madrasah Miftahul Ulum Sidogiri Pasuruan Madrasah Miftahul Ulum Sidogiri Pasuruan adalah sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesantren terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia

I. PENDAHULUAN. pesantren terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan dunia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang sudah dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka, bahkan sejak Islam masuk ke Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan warganya. berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.

BAB I. masyarakat yang maju, adil dan makmur, serta memungkinkan warganya. berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. BAB I A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dibidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur an, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 57.

BAB I PENDAHULUAN. Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur an, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 57. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an telah melakukan proses penting dalam pendidikan manusia sejak diturunkannya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ayat-ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan agama khususnya Pendidikan agama Islam sangat dibutuhkan bagi kepentingan hidup manusia, bukan hanya untuk kepentingan hidup pada masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat, eksistensi pendidikan Islam telah ada sejak

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat, eksistensi pendidikan Islam telah ada sejak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah telah mencatat, eksistensi pendidikan Islam telah ada sejak Islam pertama kali diturunkan, ketika Rasulullah mendapat perintah untuk menyebarkan agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dalam kehidupan manusia, mempunyai peranan yang sangat penting. Ia dapat membentuk kepribadian seseorang. Ia diakui sebagai kekuatan yang dapat menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan umat Islam dari periode Nabi Muhammad Saw. diutus sampai pada periode modern, mengalami pasang surut antara kemajuan dan kemunduran yang dialami

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG BACA TULIS AL QUR AN BAGI PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR / MADRASAH IBTIDAIYAH, SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan masyarakat muslim di Indonesia. 1. pesantren; dalam hal ini kyai dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang telah berfungsi sebagai salah satu benteng pertahanan umat Islam, pusat dakwah dan pusat pengembangan masyarakat

Lebih terperinci

MADRASAH DAN PEMBEDAYAAN PERAN MASYARAKAT Oleh: Soprayani

MADRASAH DAN PEMBEDAYAAN PERAN MASYARAKAT Oleh: Soprayani MADRASAH DAN PEMBEDAYAAN PERAN MASYARAKAT Oleh: Soprayani Abstrak Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, memperjelas posisi madrasah adalah sekolah umum yang berciri khas

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 308 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM NON FORMAL

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 308 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM NON FORMAL BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 308 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN ISLAM NON FORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI GARUT, : a. bahwa sehubungan telah

Lebih terperinci

2. BAB II TINJAUAN UMUM

2. BAB II TINJAUAN UMUM 2. BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pondok Pesantren 2.1.1 Pengertian Pondok Pesantren Asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukkan tempat, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, kemudian pembaharuan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, kemudian pembaharuan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Madrasah di Sumatera Barat di mulai awal abad ke- 20 yang merupakan tempat awal tumbuh dan berkembangnya pergerakan pembaharuan pemikiran Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Arab. 2 Menurut Prof. Dr. Denys Lombard, menjelang tahun 1880 aksara Arab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan Arab pegon di Nusantara sangat erat kaitannya dengan syi ar Agama Islam, diduga

Lebih terperinci

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PONDOK PESANTREN DAN MAJELIS TAKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial selalu hidup berdampingan dengan manusia yang lain. Mereka terikat oleh norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat yang diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki banyak kekayaan kebudayaan yang tak ternilai harganya. Kebudayaan yang dimaksud dapat berupa benda (tangible

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubagus Arief Rachman Fauzi, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Pandeglang terletak di wilayah Provinsi Banten, merupakan kawasan sebagian besar wilayahnya masih pedesaan. Luas wilayahnya 2.193,58 KM 2. Menurut

Lebih terperinci

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lingkup pendidikan agama pada lembaga pendidikan meliputi Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Diniyah, Pendidikan Guru Agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paserta didik juga diberikan bekal nilai-nilai akhlak, membina hati dan

BAB I PENDAHULUAN. paserta didik juga diberikan bekal nilai-nilai akhlak, membina hati dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat mereka hidup. Menurut webster s new world dictionary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat. Pendidikan merupakan usaha melestarikan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesantren telah lama menjadi lembaga yang memiliki kontribusi penting dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia, serta besarnya jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Islam menempatkan pendidikan pada kedudukan yang sangat penting. Ayat Al-Quran yang pertama kali disampaikan kepada Nabi Muhammad berisi seruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah suatu wadah pendidikan keagamaan yang mempunyai ciri khas tersendiri dan berbeda dengan lembaga pendidikan lainnya. Pendidikan yang ada di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada Bab III ini dijelaskan pendekatan dan metode penelitian, subjek dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada Bab III ini dijelaskan pendekatan dan metode penelitian, subjek dan 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada Bab III ini dijelaskan pendekatan dan metode penelitian, subjek dan latar belakang penelitian, data dan sumber data, teknik dan prosedur pengumpulan data, dan teknik

Lebih terperinci

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN

Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman religiusitas santri BAB I PENDAHULUAN 14 Tabel 13 : Rekapitulasi angket indikator variabel y pengalaman..... 98 Tabel 14 : Pengaruh intensitas santri dalam kegiatan pendidikan pesantren dengan religiusitas santri... 101 BAB I PENDAHULUAN Bab

Lebih terperinci

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

2015 STUDI TENTANG PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SANTRI AGAR MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha sadar dan terencana untuk memanusiakan manusia melalui pengembangan seluruh potensinya sesuai dengan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia berhak menentukan nasib bangsanya sendiri, hal ini diwujudkan dalam bentuk pembangunan. Pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DAN RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan seorang individu untuk dapat bersaing di zaman yang semakin maju. Pendidikan juga variatif seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan memiliki peran yang penting dalam suatu negara yakni sebagai saran untuk menciptakan manusia yang unggul. Pendidikan tidak bisa terlepas dari kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pesantren ada beberapa hal yang menjadi kendala menurunnya tingkat kesadaran akan pentingnya pendidikan di pesantren. Karenanya, penulis mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan sebagai upaya untuk membangun sumber daya manusia memerlukan wawasan yang sangat luas, karena pendidikan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa, tidak hanya bagi individu yang menempuh pendidikan tersebut, tetapi juga berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep

I PENDAHULUAN. dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya. Konsep I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang berfalsafah Pancasila, memiliki tujuan pendidikan nasional pada khususnya dan pembangunan pada umumnya yaitu ingin menciptakan manusia seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa ingin berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan selain karena manusia tercipta sebagai makhluk

Lebih terperinci

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN PENDIDIKAN M.Nidhamul Maulana 1 (2014100703111119), Mumtaza Ulin Naila 2 (201410070311120), Zubaidi Bachtiar 3 (201410070311121), Maliatul Khairiyah 4 (201410070311122), Devi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lewat peperangan, seperti Mesir, Irak, Parsi dan beberapa daerah lainnya. proses Islamisasi itu adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. lewat peperangan, seperti Mesir, Irak, Parsi dan beberapa daerah lainnya. proses Islamisasi itu adalah pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pendidikan Islam di Indonesia telah berlangsung sejak masuknya Islam ke Indonesia. Menurut catatan sejarah masuknya Islam ke Indonesia dengan damai berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA

BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA BAB IV DAMPAK KEBERADAAN PONDOK PESANTREN DALAM BIDANG SOSIAL, AGAMA DAN PENDIDIKAN BAGI MASYARAKAT TLOGOANYAR DAN SEKITARNYA Adanya sebuah lembaga pendidikan agama Islam, apalagi pondok pesantren dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketika peserta didik akan mencari studi lanjut ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), siswa-siswa akan memikirkan berbagai alternatif pilihan program pendidikan yang

Lebih terperinci

Dhiaul Huda. Sejarah Pendirian

Dhiaul Huda. Sejarah Pendirian Dhiaul Huda Sejarah Pendirian Dayah Pendidikan Islam Dhiaul Huda Gampong Keude Tambue Kecamatan Simpang Mamplam Kabupaten Bireuen bermula dari mendidik anak-anak sendiri di rumah mulai tahun 1970, sesudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Madrasah adalah merupakan lembaga yang mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan Islam, tempat masyarakat mentransfer keterampilan, kebiasaan, cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia. Artinya pendidikan pada dasarnya adalah sebagai upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia. Artinya pendidikan pada dasarnya adalah sebagai upaya mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia. Artinya pendidikan pada dasarnya adalah sebagai upaya mengembangkan kemampuan/potensi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pergaulan. bebas dan kasus penyimpangan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pergaulan. bebas dan kasus penyimpangan lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa transisi remaja, dimana remaja pada saat itu mencari jati diri memungkinkan mereka lebih bebas berekspresi dan bertindak. Dengan kebebasan tersebut, banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ranah kognitif merupakan ranah psikologis siswa yang terpenting. Dalam perspektif psikologi, ranah kognitif yang berkedudukan pada otak ini adalah sumber sekaligus pengendali

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus 195 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sebagai bagian akhir tesis ini, peneliti memberikan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan. bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan. bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah bahwa: Menurut Abd A la dalam bukunya pembaruan pesantren menyebutkan Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan merupakan realitas yang tidak dapat dipungkiri.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK A. Latar Belakang Pemikiran Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragamannya yang terdapat

Lebih terperinci

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG

POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG POLA KEPEMIMPINAN K. H. M. THOHIR ABDULLAH, A.H DALAM UPAYA PENGEMBANGAN PONDOK PESANTREN RAUDLOTUL QUR AN DI MANGKANG SEMARANG A. Latar Belakang Masalah Pada setiap kajian tentang Islam tradisional di

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN DI AL WUSTHO ISLAMIC DIGITAL BOARDING COLLEGE CEMANI SUKOHARJO NASKAH ARTIKEL PUBLIKASI Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 75 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari paparan bab-bab sebelumnya dalam skripsi ini dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kuran Jawi merupakan produk terjemah tafsir Al-Qur'a>n yang merujuk kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150.

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi yang sangat maju pesat banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merusak keimanan. Ini terjadi disebabkan oleh akhlaq

Lebih terperinci

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. *

KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN. Oleh, Novita Siswayanti, MA. * KIAI WAHID HASYIM SANG PEMBAHARU PESANTREN Oleh, Novita Siswayanti, MA. * Abstrak: Pemikiran pembaharuan Kiai Wahid Hasyim telah memberikan pencerahan bagi eksistensi pesantren dalam menentukan arah serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agama. 1 Di sekolah umum (SD, SMP, SMA) pengajaran agama dipandang

BAB I PENDAHULUAN. agama. 1 Di sekolah umum (SD, SMP, SMA) pengajaran agama dipandang agama. 1 Di sekolah umum (SD, SMP, SMA) pengajaran agama dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran agama Islam berarti kegiatan mempelajari agama Islam, supaya orang mempunyai pengetahuan

Lebih terperinci

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran 2011-2012 A. Pondok Pesantren Istilah Pondok Pesantren merupakan dua istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah Islam di Indonesia memiliki keunikan tersendiri, karena disamping menjadi salah satu faktor pemersatu bangsa juga memberikan nuansa baru dalam keberislamannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak orang tua. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru merupakan salah satu penentu keberhasilan dalam pendidikan. Untuk itu setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian 1. Data tentang Proses Pembelajaran Muatan Lokal Ta limul Muta allim melalui Kitab Hidayatul Mutaallim Berdasarkan hasil observasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan 0 GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR52TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN BEASISWA BAGI SISWA, SANTRI DAN MAHASISWA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, pembelajaran bahasa adalah belajar berkomunikasi, mengingat bahasa merupakan sarana komunikasi dalam masyarakat. Untuk dapat berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pendidikan senantiasa menjadi sorotan bagi masyarakat khususnya di Indonesia yang ditandai dengan adanya pembaharuan maupun eksperimen guna terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar

BAB I PENDAHULUAN. (punishment) sebagai ganjaran atau balasan terhadap ketidakpatuhan agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya manusia yang melakukan tindakan tidak sesuai dengan aturan atau ketertiban yang dibuat oleh suatu negara, organisasi, pendidikan, kelompok atau individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mensosialisasikan kemampuan baru kepada mereka agar mampu. mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamis. 3

BAB 1 PENDAHULUAN. mensosialisasikan kemampuan baru kepada mereka agar mampu. mengantisipasi tuntutan masyarakat yang dinamis. 3 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang di dalamnya mengandung unsur-unsur seperti guru, siswa, tujuan, dan sebagainya. 1 Pendidikan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya adalah sebuah proses yang bermuara pada lahirnya sumber daya manusia yang berkualitas. Ketika disadari bahwa hidup adalah perubahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang banyak tumbuh di pedesaan dan perkotaan. Sebagai kerangka sistem pendidikan Islam tradisional, pesantren

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. al-qur an dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi komitmen yang sangan

BAB I PENDAHULUAN. al-qur an dalam kehidupan sehari-hari sudah menjadi komitmen yang sangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenal al-qur an sejak dini merupakan langkah yang utama dan pertama sebelum pembelajaran yang lainnya. Bagi setiap muslim menanamkan nilai-nilai al-qur an

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya. Betapa pentingnya pendidikan agama itu bagi setiap warga

Lebih terperinci