PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA"

Transkripsi

1 PERHITUNGAN POROSITAS DENGAN METODE INVERSI SEISMIK DAN PENENTUAN DAERAH PROSPEK RESERVOAR BATUPASIR A E, FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN TANGKAP CEKUNGAN SUMATRA SELATAN Jarot Setyowiyoto *, Bayu Satiyaputra Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia Tel *corresponding author: j_setyowiyoto@yahoo.com ABSTRAK Penelitian ini menjelaskan perhitungan porositas dengan menggunakan metode inversi seismik serta persebaran dan lingkungan pengendapan reservoar batupasir yang terpilih dari Formasi Talang Akar, Cekugan Sumatra Selatan. Data seismik 3D yang mencakup luas area 24 km 2 serta data log sumur dari tiga sumur digunakan. Area penelitian berada pada Cekungan Sumatra Selatan yang merupakan cekungan yang telah terbukti menghasilkan hidrokarbon yang cukup banyak pada beberapa puluh tahun terakhir ini. Salah satu formasi yang mengandung banyak hidrokarbon pada cekungan ini adalah Formasi Talang Akar yang memiliki reservoar batupasir. Data sumur bor yang digunakan menunjukkan adanya beberapa lapisan batupasir yang cukup baik untuk dijadikan reservoar yang merupakan endapan channel dari lingkungan pengendapan fluvial. Lima penanda yang ditentukan dijadikan acuan dan dipetakan pada data seismik beserta sesar yang ada. Kelima penanda kemudian diamati dengan menggunakan atribut impedansi untuk memperkirakan persebaran porositasnya. Zona yang diteliti memiliki rentang porositas total yang baik. Zona prospek dapat ditentukan berdasarkan hasil penarikan penanda serta persebaran porositas yang dilakukan. I. PENDAHULUAN Cekungan Sumatra Selatan merupakan salah satu cekungan yang sangat penting dan bernilai ekonomis yang berada di pulau Sumatra, Indonesia. Salah satu formasi yang dijadikan sebagai reservoar pada cekungan ini adalah Formasi Talang Akar. Sudah lebih dari 100 lapangan minyak dan gas yang telah di eksplorasi, dan lebih dari 60 lapangan tersebut masih aktif hingga saat ini (Ginger dan Fielding, 2005). Lokasi penelitian berada pada Lapangan Tangkap, Sub-Cekungan Palembang Selatan, Cekungan Sumatra Selatan (Gambar 1.a). Penelitian ini menjelaskan tentang pemanfaatan data eksplorasi awal berupa seismik 3D untuk menentukan porositas total dan zona prospek pada suatu daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah perhitungan porositas total berdasarkan data seismik 3D guna mengetahui persebaran porositas total pada Formasi Talang Akar, yang kemudian ditentukan daerah prospek yang ekonomis berdasarkan hasil porositas dan peta struktur 413 II. waktu dari seismik 3D yang ada. Penelitian ini diharapkan dapat membantu meminimalisir kegagalan dalam suatu eksplorasi migas. KONDISI GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sumatra Selatan merupakan salah satu cekungan yang terbesar di pulau Sumatra dan berada di bagian selatan dari pulau Sumatra. Menurut penelitian dari Pertamina BPPKA (1996), cekungan ini dibatasi oleh batuan dasar kristalin dan batuan metasedimen Pra-Tersier pada pegunungan Tigapuluh dibagian utara, Perbukitan Barisan pada bagian barat, pulau Bangka dan Lingga pada bagian timur dan timur laut, serta Tinggian Lampung pada bagian tenggara. De Coster (1974) mengatakan bahwa terdapat 4 fase tektonik utama yang terjadi pada Cekungan Sumatra Selatan. Fase yang pertama adalah fase orogenesa Mesozoik Tengah yang merupakan fase dimana perlapisan sedimen yang terendapkan sebelumnya mengalami pengangkatan, termetamorfosa, tersesarkan

2 dan terlipat. Hasil dari proses ini adalah sabuk batuan metamorf yang terdiri dari berbagai macam litologi dengan derajat deformasi yang berbeda-beda. Fase tektonik kedua adalah gaya regangan terhadap pulau Sumatra pada Kapur Akhir Tersier Awal yang membentuk sesar, blok sesar dan graben. Arah utama dari gaya regangan ini adalah Utara Selatan dan Barat Laut Tenggara. Fase tektonik yang ketiga adalah fase tektonik pasif dimana deformasi tektonik mulai terhenti dan sedimen Tersier yang terendapkan mulai memberi beban yang menghasilkan penurunan isostatik (isostatic subsidence). Fase tektonik yang terakhir adalah pengangkatan Bukit Barisan akibat adanya pengaruh dari subduksi kerak Samudra Hindia ke arah Sumatra. Pengangkatan ini menghasilkan bentukan sesar mendata Semangko serta mengakibatkan sesar-sesar normal yang telah terbentuk pada fase sebelumnya ter-inversi. Menurut Ginger dan Fielding (2005), terdapat 8 formasi yang menyusun Cekungan Sumatra Selatan, yaitu batuan dasar Pra-Tersier, Formasi Lemat/Lahat, Formasi Talang Akar, Formasi Batu Raja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim dan Formasi Kasai (Gambar 1.b). Ginger dan Fielding (2005) menyatakan bahwa Formasi Talang Akar sebagai formasi yang diteliti pada penelitian ini terendapkan pada Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan terendapkan secara tidak selaras diatas formasi Lahat/Lemat. Tebal formasi ini mencapai 460 m 610 m. Litologi formasi ini adalah batupasir, batulanau dan serpih. Pada akhir fase syn-rift hingga awal post-rift terjadi pengendapan batuan di lingkungan fluvial dan delta di Cekungan Sumatra Selatan. III. KETERSEDIAAN DATA DAN METODE PENELITIAN IV. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan analisis berbasis perangkat lunak. Data penelitian yang dianalisis adalah data sumur bor dan data seismik. Perangkat lunak yang digunakan adalah PETREL dan GEOVIEW. Data sumur yang tersedia merupakan data log yang berjumlah tiga data log sumur yang masing-masing bernama BSP-01, BSP-02 dan BSP-03. Data log yang dimiliki ketiga sumur mencakup data log GR, SP, CALI, MSFL, ILD, NPHI, RHOB dan DT. Selain data log, terdapat pula data checkshot yang berguna untuk mengikat penarikan batas kronostratigrafi dari log sumur dengan data seismik. Sumur BSP-01 dengan BSP-02 berjarak 2,2 meter kearah timur, sumur BSP-02 dengan BSP-03 berjarak 2 meter kearah barat daya dan sumur BSP-02 dengan BSP-01 2,4 meter kearah barat laut. Data seismik yang digunakan merupakan seismik 3D yang mencakup 229 inline (dari 5000 sampai 5228) dengan panjang lintasan 5.322,67 meter dan 267 xline (dari 1000 sampai 1266) dengan panjang lintasan 4.559,07 meter (Gambar 3). DATA DAN ANALISIS Data sumur bor Dengan ketidakhadiran data batuan inti, maka data log sumur dijadikan dasar utama untuk menentukan litologi dan batas parasekuen pada masing-masing sumur bor. Data log GR digunakan untuk menginterpretasi jenis litologi yang dilalui oleh sumur bor, sedangkan data log SP dan CALI digunakan sebagai data pendukung apabila log GR tidak ada atau tidak terlalu bagus. Data log MSFL dan ILD digunakan untuk mengetahui apakah pada lapisan tertentu memiliki kemungkinan mengandung hidrokarbon atau tidak. Penentuan kandungan hidrokarbon juga dapat dilakukan dengan menggunakan log RHOB dan NPHI, sedangkan log DT digunakan sebagai koreksi checkshot yang ada apabila dibutuhkan. 414

3 Cutoff Cutoff adalah batas pembagian nilai GR guna menentukan litologi menggunakan log sumur. Penentuan cutoff sebagai tahap awal dilakukan pada masing-masing sumur. Cutoff yang digunakan adalah 60%:40% dari nilai minimum dan maksimum log GR (33,764 API 220,606 API) dengan nilai GR antara 33,764 API 145,864 API sebagai batupasir dan 145,865 API 220,606 API sebagai serpih. Penentuan Litologi Terdapat 3 litologi yang dihasilkan yaitu batupasir, serpih dan batubara. Litologi yang dominan pada bagian bawah dari ketiga sumur (bagian yang lebih dalam) adalah batupasir, sedangkan semakin keatas (bagian yang lebih dangkal) batupasir semakin menipis dan serpih semakin menebal. Selain kedua litologi tersebut, terdapat pula beberapa sisipan batubara yang berada pada bagian tengah log. Litologi batupasir yang ada pada ketiga sumur mulai dari yang paling dalam hingga yang dangkal secara gradual menipis dan sedikit berbeda bentuknya jika diperhatikan pada pola log GR dan ILD nya. Pada bagian yang lebih dalam, pola log GR dan ILD menunjukkan bentukan batupasir yang lebih seragam ukuran butirnya, sedangkan pada bagian log yang lebih dangkal, pola log GR dan ILD menunjukkan bentukan batupasir yang menghalus keatas. Litologi serpih yang ada pada ketiga sumur mulai dari yang paling dalam hingga yang paling dangkal secara gradual menebal. Serpih yang berada di bagian yang dalam memiliki nilai GR dan ILD yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan serpih yang berada di bagian yang lebih dangkal. Penentuan Batas Parasekuen Parasekuen adalah suatu suksesi bed atau bedset yang dibatasi oleh Marine-Flooding Surfaces (MFS) atau permukaan korelatifnya. Pada setiap sumur di daerah penelitian ditarik sembilan batas parasekuen. Batas batas 415 tersebut ditarik dengan acuan litologi yang telah ditentukan beserta bentukan log yang ada. Batas parasekuen 1 ditarik diatas litologi serpih yang berada diatas batupasir yang membentuk bentukan blocky pertama pada tampilan log. Batas parasekuen 2 ditarik diatas litologi serpih yang berada di perlapisan batupasir yang cukup tebal dan memiliki pola blocky namun dengan sedikit sisipan serpih. Batas parasekuen 3 ditarik diatas batubara tipis tepat dibawah batupasir yang tebal. Batas parasekuen 4 berada pada bagian atas litologi serpih yang berada sekitar 30 meter diatas batas parasekuen 3. Penarikan batas parasekuen ini didasari oleh tidak hadirnya batubara sebagai sisipan diantara batupasir dan serpih. Batas parasekuen 5 ditarik pada bagian atas endapan batubara yang cukup tipis. Penarikan ini berdasarkan oleh kehadiran beberapa perlapisan tipis batubara. Batas parasekuen 6 berada diatas serpih yang terletak dibagian atas lapisan batupasir yang tipis. Batas ditarik dikarenakan batupasir yang berada dibawah serpih dianggap sebagai batas awal perubahan lingkungan pengendapan, yang awalnya adalah fluvial menjadi semakin kearah delta. Batas parasekuen 7 ditarik dikarenakan terdapat beberapa endapan batupasir yang sedikit mencolok pada parasekuen ini. Batas parasekuen 8 ditarik dengan memperhatikan bentukan endapan yang polanya mulai berubah kembali mengkasar. Batas parasekuen 9 merupakan batas parasekuen terakhir yang ditarik pada penelitian ini. Batas ini ditarik dengan acuan data awal yang menyatakan bahwa pada batas ini merupakan batas atas Formasi Talang Akar. Data Seismik Data seismik merupakan data yang diolah setelah pengolahan data sumur bor dilakukan. Data seismik yang digunakan merupakan data seismik 3D dengan satuan waktu. Data seismik

4 diolah sedemikian rupa sehingga mampu untuk membentuk peta struktur waktu dan peta porositas yang akan digunakan untuk penentuan lokasi daerah prospek reservoar. Untuk dapat membuat peta struktur waktu dibutuhkan tahapan penentuan marker pilihan, kemudian dilakukan interpretasi sesar dan horison (penanda) pada seismik di daerah penelitian, hasil interpretasi yang didapatkan diubah menjadi peta struktur waktu. Peta porositas didapat dengan inversi data seismik yang ada menjadi data akustik impedan yang kemudian dengan melakukan analisis sensitifitas pada log sumur, akan didapatkan nilai persamaan untuk mengubah nilai akustik impedan menjadi nilai porositas. Penentuan Marker Marker yang dipilih untuk ditarik sebagai penanda pada seismik adalah pada batas parasekuen 1 yang ditarik diatas batupasir A, parasekuen 3 yang ditarik diatas batupasir B, parasekuen 5 yang ditarik diatas batupasir C, parasekuen 8 yang ditarik diatas batupasir D, dan parasekuen 9 yang ditarik diatas batupasir E. Kelima penanda dipilih dikarenakan sebagai representasi dari masing-masing lingkungan pengendapan yang ada serta sebagai perwakilan dari keseluruhan Formasi Talang Akar. Batupasir A C sebagai bagian dari Formasi Talang Akar bagian bawah, sedangkan batupasir D dan E sebagai bagian dari Formasi Talang Akar bagian atas. Interpretasi Sesar dan Horison (Penanda) Penarikan sesar dan penanda yang telah terpilih dilakukan pada seluruh lintasan seismik yang ada guna mendapatkan hasil yang cukup detil dan akurat. Penarikan penanda pada seismik mengacu pada penarikan kronostratigrafi dimana garis penarikan bukan sebagai korelasi litologi namun sebagai garis waktu yang membatasi waktu pengendapan antara lapisan dibawah penanda dengan lapisan diatas penanda. 416 Inversi Data Seismik Inversi data seismik menjadi data akustik impedan adalah dengan memanfaatkan data log sumur yaitu p-wave (m/s) x density (g/cc). inversi yang dilakukan pada data seismik daerah penelitian adalah post-stack inversion. Metode yang digunakan adalah Linear Programming Sparse Spike Inversion (Gambar 2) yaitu metode yang menggunakan perkiraan pantulan yang disaring dengan batasan frekuensi tertentu untuk menghasilkan kontras antara frekuensi yang tinggi dengan frekuensi yang rendah (Veeken, 2007). Hasil dari inversi ini adalah tampilan data seismik yang menunjukkan perbedaan karakter impedansi akustik formasi. Semakin rendah nilai impedansi akustiknya maka semakin tinggi nilai porositasnya, sedangkan semakin tinggi nilai impedansi akustiknya maka semakin rendah nilai porositasnya. Dasar interpretasi ini adalah nilai impedansi akustik yang berbanding terbalik dengan nilai porositas. Perbedaan karakter ini ditunjukkan dengan perbedaan warna pada tampilan hasil inversi. Analisis Sensitifitas Analisis sensitifitas adalah tahapan yang dilakukan untuk melihat kepekaan antara dua jenis log. Kedua jenis log yang dibandingkan utuk dilihat kepekaannya adalah log p- impedan dan log neutron. Kedua log digunakan dikarenakan kedua log tersebut yang dapat digunakan untuk membuat data inversi. Hubungan p-impedan dan porositas adalah berbanding terbalik, sehingga kurva pada crossplot akan dianggap sensitif apabila polanya semakin besar porositas maka semakin kecil p-impedan, begitu pula sebaliknya. Analisis sensitifitas dilakukan pada ketiga sumur (BSP-01, BSP-02, dan BSP-03) serta gabungan ketiga sumur. Setelah diteliti, maka didapatkan kesimpulan bahwa hanya pada sumur BSP-01 dan BSP-03 kurva menunjukkan sensitivitasnya, sedangkan pada sumur BSP-02

5 dan gabungan ketiga sumur, hasilnya tidak sensitif. Kedua metode yang sensitif kemudian dicari persamaan garisnya untuk mengetahui rumusan menghitung porositas total dari data seismik. pada sumur BSP-01 didapat y = - 5,70285e-005x + 0, (Gambar 9a) dan pada sumur BSP-03 didapat y = -4,3086e-005x + 0, (Gambar 3) dengan y adalah porositas total dan x adalah p-impedan. V. DISKUSI Lingkungan Pengendapan Dengan menggunakan batas parasekuen yang telah ada, analisis fasies log serta analisis elektrofasies, didapatkan lingkungan pengendapan pada lokasi penelitian adalah lingkungan fluvial yang semakin keatas mengalami pendalaman dan menjadi lingkungan fluvio-deltaic. Kehadiran batubara pada bagian tengah log merupakan penanda batas perubahan lingkungan. Pada bagian bawah lingkungan pengendapan berada di sungai teranyam, pada batas parasekuen 3 terjadi perubahan menjadi sungai berkelok, kemudian pada batas parasekuen 5 kembali berubah menjadi daerah dataran banjir dan yang terakhir pada batas parasekuen 8 kembali berubah menjadi lingkungan yang sudah dekat dengan delta ditunjukkan dengan pola pengendapan yang sedikit mengkasar keatas. Pembagian batas parasekuen, litologi serta lingkungan pengendapan dapat dilihat pada Gambar 4. Peta Struktur Waktu Pembentukan peta struktur waktu dilakukan setelah kelima penanda ditarik pada lintasan seismik dan telah diberikan unsur tektonik berupa sesar pada daerah penelitian. Kelima peta struktur waktu dapat dilihat pada Gambar 5a 9a. Berdasarkan tampilan peta struktur waktu kelima penanda, terlihat bahwa pada penanda batupasir A yang merupakan batas parasekuen 1 hingga penanda batupasir C yang merupakan batas parasekuen 5 memiliki pola kontur yang 417 serupa dan sedikit terlihat bentukan sistem fluvialnya, sedangkan pada penanda batupasir D yang merupakan batas parasekuen 8 dan penanda batupasir E yang merupakan batas parasekuen 9 bentukan pola konturnya sudah mulai berubah dan berbeda dengan ketiga penanda sebelumnya. Hal ini memperkuat interpretasi lingkungan pengendapan yang berbeda antara kedua penanda yang diatas dengan ketiga penanda yang berada dibawahnya. Selain dengan bukti tersebut, pada tampilan slice seismik dari zona antara batas parasekuen 3 dan batas parasekuen 5 juga terdapat beberapa bentukan aliran sungai berkelok yang lebih memperkuat interpretasi yang telah ada. Peta Porositas Hasil dari analisis sensitifitas kedua sumur yang sensitif dibandingkan dan terpilih sumur BSP-03 dikarenakan kelimpahan titik-titik yang merepresentasikan nilai GR yang rendah pada lingkaran biru yang berupa zona porositas tinggi dan nilai impedansi rendah. Sedangkan sumur BSP-01 tidak terpilih dikarenakan titiktitik yang melimpah pada zona biru adalah titik yang memiliki nilai GR yang tinggi yang diinterpretasikan sebagai serpih. Nilai impedansi berbanding terbalik dengan nilai porositas, sehingga daerah yang awalnya memiliki nilai impedansi tinggi merupakan daerah yang memiliki nilai porositas total yang rendah, begitu pula sebaliknya. Pada hasil perhitungan porositas dengan menggunakan model impedan Linear Programming Sparse Spike yang yang telah dibentuk menjadi peta pada penanda yang ditarik pada lintasan seismik, didapatkan persebaran porositas total antara 5% hingga 55% yang cukup merata dibeberapa tempat pada seismik. Walaupun rentang porositas total cukup beragam, namun lapisan-lapisan yang awalnya diinterpretasikan sebagai batupasir pada model ini memiliki nilai porositas total antara 20% hingga 40%, sehingga diyakini bahwa metode ini

6 merupakan metode yang paling baik untuk digunakan pada daerah penelitian. Peta Prospek Reservoar Penentuan prospek reservoar dilakukan dengan penampalan peta struktur waktu dengan peta persebaran porositas total. Sedangkan penentuan zona prospek reservoar menggunakan acuan bentukan kontur yang menutup dan memiliki nilai porositas yang cukup tinggi. Pada penelitian ini, unsur jebakan stratigrafi tidak dimasukkan dikarenakan keterbatasan data dan waktu pengolahan. Penanda Batas Parasekuen 1 (Batupasir A) memiliki tujuh zona prospek (Gambar 5b), Batas Parasekeun 3 (Batupasir B) hanya memiliki dua zona prospek, namun dengan zona yang luas (Gambar 6b). Terdapat tiga zona prospek pada Batas Parasekuen 5 (Batupasir C) (Gambar 7b). Pada Batas Parasekuen 8 (Batupasir D) terdapat 3 zona prospek (Gambar 8b). Terakhir pada Batas Parasekuen 9 (Batupasir E) terdapat 4 zona prospek (Gambar 9b). VI. KESIMPULAN 1. Lingkungan pengendapan Formasi Talang Akar berdasarkan analisis elektrofasies secara vertikal berubah dari sungai teranyam menjadi sungai berkelok dan terakhir menjadi daerah fluvio-deltaic. 2. Model Linear Programming Sparse Spike cukup baik untuk digunakan pada daerah penelitian dikarenakan memiliki rentang nilai porositas total yang merata, yaitu antara 5% hingga 45% dengan dominasi porositas total pada angka 20% hingga 40%. 3. Berdasarkan penampalan model peta struktur waktu dan peta porositas total, maka didapatkan tujuh zona prospek pada batupasir A, dua zona prospek pada batupasir B, tiga zona prospek pada batupasir C, tiga zona prospek pada batupasir D dan empat zona prospek pada batupasir E. VII. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dept. Eksplorasi PPPTMGB LEMIGAS yang telah membantu dalam proses penyediaan dan penggunaan data, serta diskusi yang diberikan. DAFTAR PUSTAKA Bishop, M.G., South sumatra basin province, indonesia: the lahat/talang akar-cenozoic total petroleum system, U.S. Department of the Interior, U.S. Geological Survey. De Coster, G.L., The geology of the central and south sumatra basins, Proceedings Indonesian Petroleum Association (IPA) 3 rd Annual Convention, P Ginger, D., Fielding, K., The petroleum systems and future potential of the south sumatra basin, proceeding 30 th annual convetion and exhibition, Indonesian Petroleum Association, August 2005 p PERTAMINA BPPKA, Petroleum geology of indonesian basin: principles, methods and application, volume X, south sumatra basins, Jakarta, Indonesia. Robertson Research International Limited, Petroleum geochemistry of indonesian basins, Robertson Research International Limited, UK. Serra, O., Sedimentary environments from wireline logs, Schlumberger, Prancis. Veeken, P.C.H., Seismic stratigraphy, basin analysis and reservoir characterisation, handbook of geophysical exploration, seismic exploration, Volume 37, Elsevier B.V., Belanda. 418

7 Wagoner, J.C.V., Mitchum, R.M., Campion, K.M., Rahmanian V.D., Silisiclatic sequence stratigraphy in well logs, cores, and outcrops: concepts for high-resolution correlation of time and facies, AAPG Methods in Exploration Series No. 7, Tulsa, Oklahoma. GAMBAR Gambar 1. (a) Peta daerah penelitian (daerah penelitian merupakan daerah yang berada pada kotak merah). (b) Kolom stratigrafi regional Cekungan Sumatra Selatan (Modifikasi Robertson Research International Ltd., 1983). 419

8 Gambar 3.Hasil crossplot P-Impedan vs NPHI serta persamaan yang didapat (kiri) sumur BSP-01 (kanan) sumur BSP-03. Lingkaran biru merupakan zona dengan nilai porositas yang tinggi dan nilai impedansi rendah, sedangkan lingkaran merah merupakan zona dengan nilai porositas yang rendah dan nilai impedansi yang tinggi. PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 420

9 Gambar 2. Tampilan hasil inversi pada inline 5140 dan melalui sumur BSP-02 dengan metode linear programming sparse spike. PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 421

10 Gambar 4. Pembagian lingkungan pengendapan pada sumurbsp-01, BSP-02 dan BSP-03. PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 422

11 Gambar 5. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 1 (b) peta prospek batas parasekuen 1. Gambar 6. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 3 (b) peta prospek batas parasekuen

12 Gambar 7. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 5 (b) peta prospek batas parasekuen 5. Gambar 8. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 8 (b) peta prospek batas parasekuen

13 Gambar 9. (a) peta struktur waktu batas parasekuen 9 (b) peta prospek batas parasekuen

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Gambaran Umum Daerah penelitian secara regional terletak di Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan ini dibatasi Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah

Lebih terperinci

Analisis Persebaran Total Organic Carbon (TOC) pada Lapangan X Formasi Talang Akar Cekungan Sumatera Selatan menggunakan Atribut Impedansi Akustik

Analisis Persebaran Total Organic Carbon (TOC) pada Lapangan X Formasi Talang Akar Cekungan Sumatera Selatan menggunakan Atribut Impedansi Akustik Analisis Persebaran Total Organic Carbon (TOC) pada Lapangan X Formasi Talang Akar Cekungan Sumatera Selatan menggunakan Atribut Impedansi Akustik PRIMA ERFIDO MANAF1), SUPRIYANTO2,*), ALFIAN USMAN2) Fisika

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Pertamina BPPKA (1996), Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah Cekungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri yang berada di lepas pantai Sumatera Tenggara, telah berproduksi dari 30 tahun hingga saat ini menjadi area penelitian yang menarik untuk dipelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra

BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam wilayah Cekungan Sumatra Selatan, lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra Selatan termasuk

Lebih terperinci

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan Bab II Tektonostrigrafi II.1 Tektonostratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan Cekungan Busur Belakang Sumatera terbentuk pada fase pertama tektonik regangan pada masa awal Tersier. Sedimentasi awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Sumatera Selatan termasuk salah satu cekungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Sumatera Selatan termasuk salah satu cekungan yang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Sumatera Selatan termasuk salah satu cekungan yang menghasilkan hidrokarbon terbesar di Indonesia. Minyak bumi yang telah diproduksi di Cekungan Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi utama yang sangat penting dan berpengaruh pada kehidupan manusia. Dengan meningkatnya kebutuhan akan minyak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatera Selatan merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang berada di belakang busur dan terbukti menghasilkan minyak dan gas bumi. Cekungan Sumatera

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI UMUM

BAB III GEOLOGI UMUM BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan yang berbentuk asimetris, dibatasi oleh sesar dan singkapan batuan Pra-Tersier yang mengalami pengangkatan di bagian

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

Potensi Gas Metana Batubara Formasi Muara Enim di Lapangan YF, Cekungan Sumatera Selatan

Potensi Gas Metana Batubara Formasi Muara Enim di Lapangan YF, Cekungan Sumatera Selatan Potensi Gas Metana Batubara Formasi Muara Enim di Lapangan YF, Cekungan Sumatera Selatan Yusi Firmansyah, Reza Mohammad Ganjar Gani, Ardy Insan Hakim, Edy Sunardi Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrokarbon merupakan salah satu energi yang sangat penting di dunia. Semakin menipisnya hidrokarbon dan semakin besarnya jumlah permintaan mengakibatkan kegiatan untuk

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL 9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah

Lebih terperinci

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian

I.2 Latar Belakang, Tujuan dan Daerah Penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Topik Kajian Topik yang dikaji yaitu evolusi struktur daerah Betara untuk melakukan evaluasi struktur yang telah terjadi dengan mengunakan restorasi palinspatik untuk mengetahui mekanismenya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

SIKUEN STRATIGRAFI FORMASI TALANG AKAR LAPANGAN DR, SUB CEKUNGAN JAMBI,CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

SIKUEN STRATIGRAFI FORMASI TALANG AKAR LAPANGAN DR, SUB CEKUNGAN JAMBI,CEKUNGAN SUMATERA SELATAN SIKUEN STRATIGRAFI FORMASI TALANG AKAR LAPANGAN DR, SUB CEKUNGAN JAMBI,CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Yusi Firmansyah 1), Dhehave Riaviandhi 2), Reza Mohammad G.G 1) 1) Laboratorium Stratigrafi, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STRATIGRAFI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Oleh : Edlin Shia Tjandra (07211033) Fanny Kartika (07211038) Theodora Epyphania (07211115) TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

Kata kunci: Interpretasi seismik, Petrofisika, Volumetrik, OOIP

Kata kunci: Interpretasi seismik, Petrofisika, Volumetrik, OOIP PERHITUNGAN VOLUMETRIK CADANGAN HIDROKARBON MENGGUNAKAN DATA PETROFISIK DAN SEISMIK PADA RESERVOIR BATUPASIR FORMASI TALANG AKAR, LAPANGAN CTR, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN Citra Fitriani 1, Makharani,S.Si

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub-Cekungan berdasarkan Pertamina BPPKA (1996), yaitu Sub-Cekungan Muara, Sub-Cekungan Berau, Sub-Cekungan Tarakan, dan Sub-Cekungan

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM Cekungan Asri merupakan bagian dari daerah operasi China National Offshore Oil Company (CNOOC) blok South East Sumatera (SES). Blok Sumatera Tenggara terletak pada

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang mengambil judul Analisis Reservoar Pada Lapangan FRL Formasi Talangakar, Cekungan Sumatera Selatan dengan Menggunakan Seismik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta geologi tiga dimensi yang ditampilkan secara numerik, yang dilengkapi dengan deskripsi kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Dalam mencari cadangan minyak dan gas bumi, diperlukan adanya kegiatan eksplorasi hidrokarbon, salah satunya dengan mengevaluasi sumur sumur migas yang sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. fosil, dimana reservoir-reservoir gas konvensional mulai mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CBM (Coal Bed Methane) atau Gas Metan Batubara pada beberapa tahun terakhir ini menjadi salah satu kandidat alternatif pemenuhan kebutuhan energi fosil, dimana reservoir-reservoir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lapangan Nagabonar merupakan bagian dari grup Nagabonar (NB Group) yang terdiri dari Lapangan Nagabonar (NB), Lapangan Mama dan Lapangan Nagabonar Extension (NBE).

Lebih terperinci

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku

Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku 1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku berumur Paleozoic-Mesozoic

Lebih terperinci

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN 40 BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan T, berada di Sub-Cekungan bagian Selatan, Cekungan Jawa Timur, yang merupakan daerah operasi Kangean

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Struktur Regional Terdapat 4 pola struktur yang dominan terdapat di Pulau Jawa (Martodjojo, 1984) (gambar 2.1), yaitu : Pola Meratus, yang berarah Timurlaut-Baratdaya. Pola Meratus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub-

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub- BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebuah lapangan gas telah berhasil ditemukan di bagian darat Sub- Cekungan Tarakan, Kalimantan Utara pada tahun 2007. Lapangan gas ini disebut dengan Lapangan BYN

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pendahuluan Analisis tektonostratigrafi dan pola sedimentasi interval Formasi Talang Akar dan Baturaja dilakukan dengan mengintegrasikan data geologi dan data geofisika

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Data Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data seismik 3D PSTM Non Preserve. Data sumur acuan yang digunakan untuk inversi adalah sumur

Lebih terperinci

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas

MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA. Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas MEMFOKUSKAN TARGET EKSPLORASI MIGAS DI KAWASAN TIMUR INDONESIA Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas Rakhmat Fakhruddin, Suyono dan Tim Assesmen Geosains Migas rakhmatfakh@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional Cekungan Natuna Barat berada pada kerak kontinen yang tersusun oleh batuan beku dan metamorf yang berumur Kapur Awal Kapur Akhir. Cekungan ini dibatasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan XVII adalah lapangan penghasil migas yang terletak di Blok Sanga-sanga, Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Cekungan Kutai merupakan cekungan penghasil

Lebih terperinci

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri.

Tabel hasil pengukuran geometri bidang sesar, ketebalan cekungan dan strain pada Sub-cekungan Kiri. Dari hasil perhitungan strain terdapat sedikit perbedaan antara penampang yang dipengaruhi oleh sesar ramp-flat-ramp dan penampang yang hanya dipengaruhi oleh sesar normal listrik. Tabel IV.2 memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011 SIKUEN STRATIGRAFI DAN ESTIMASI CADANGAN GAS LAPISAN PS-11 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG, SEISMIK DAN CUTTING, FORMASI EKUIVALEN TALANG AKAR LAPANGAN SETA CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA SKRIPSI Oleh: SATYA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penerapan Cadzow Filtering Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan meningkatkan strength tras seismik yang dapat dilakukan setelah koreksi NMO

Lebih terperinci

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU INVENTARISASI BITUMEN PADAT DENGAN OUTCROP DRILLING DAERAH MUARA SELAYA, PROVINSI RIAU Oleh : Deddy Amarullah dan Dede Ibnu Suhada Kelompok Program Penelitian Energi Fosil ABSTRAK Sesuai dengan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Jawa Timur merupakan salah satu cekungan minyak yang produktif di Indonesia. Dari berbagai penelitian sebelumnya, diketahui melalui studi geokimia minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejarah eksplorasi menunjukan bahwa area North Bali III merupakan bagian selatan dari Blok Kangean yang dioperasikan oleh Atlantic Richfield Bali North Inc (ARCO),

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion 1 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan Seismik Multiatribut Linear Regresion Pada Lapngan Pams Formasi Talangakar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Desember Penulis. 1. TUHAN YESUS KRISTUS yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, iii

KATA PENGANTAR. Yogyakarta, Desember Penulis. 1. TUHAN YESUS KRISTUS yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, iii KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan karunianya penulis dapat menyelesaikan Tugas akhir dengan judul KARAKTERISASI RESERVOAR KARBONAT

Lebih terperinci

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi

BAB IV PEMAPARAN DATA Ketersediaan Data Data Seismik Data Sumur Interpretasi DAFTAR ISI JUDUL... PENGESAHAN. i PERNYATAAN. ii IJIN PENGGUNAAN DATA iii KATA PENGANTAR.... v SARI...... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... 1 DAFTAR GAMBAR... 3 BAB I PENDAHULUAN... 8 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan ekonomis di Indonesia dan telah banyak dilakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan. Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan. Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Secara regional ada beberapa Formasi yang menyusun Cekungan Sumatera Selatan diantaranya: 1. Komplek Batuan Pra -Tersier Komplek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Shale merupakan jenis batuan yang mendominasi batuan sedimen di dunia, yakni sekitar 50-70 %, sedangkan sisanya berupa sandstone dan sedikit limestone (Jonas and McBride,

Lebih terperinci

Kata kunci : petrofisika, analisis deterministik, impedansi akustik, volumetrik

Kata kunci : petrofisika, analisis deterministik, impedansi akustik, volumetrik PERHITUNGAN VOLUMETRIK CADANGAN HIDROKARBON BERDASARKAN ANALISIS PETROFISIKA DAN INTERPRETASI SEISMIK PADA LAPISAN SAND-A FORMASI TALANG AKAR DI LAPANGAN WIRA CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Dwi Noviyanto 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH i ii iii iv vi vii viii xi xv xvi BAB I.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Suardy dan Taruno (1985), Indonesia memiliki kurang lebih 60 cekungan sedimen yang tersebar di seluruh wilayahnya. Dari seluruh cekungan sedimen tersebut, penelitian

Lebih terperinci

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN BAB II GOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Kerangka Tektonik Sub-cekungan Jatibarang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara. Konfigurasi batuan dasar saat ini di daerah penelitian, yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Sunda dan Asri adalah salah satu cekungan sedimen yang terletak dibagian barat laut Jawa, timur laut Selat Sunda, dan barat laut Cekungan Jawa Barat Utara (Todd dan Pulunggono,

Lebih terperinci

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI)

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv ABSTRAK...vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xvi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Morfologi Pulau Sumatra memiliki orientasi baratlaut yang terbentang pada ekstensi dari Lempeng Benua Eurasia. Pulau Sumatra memiliki luas area sekitar 435.000

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara yang terletak di sebelah baratlaut Pulau Jawa secara geografis merupakan salah satu Cekungan Busur Belakang (Back-Arc Basin) yang

Lebih terperinci

PEMODELAN RESERVOAR PADA FORMASI TALANG AKAR BAWAH, LAPANGAN YAPIN, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

PEMODELAN RESERVOAR PADA FORMASI TALANG AKAR BAWAH, LAPANGAN YAPIN, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR PEMODELAN RESERVOAR PADA FORMASI TALANG AKAR BAWAH, LAPANGAN YAPIN, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan sarjana S1 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perminyakan adalah salah satu industri strategis yang memegang peranan sangat penting saat ini, karena merupakan penyuplai terbesar bagi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Arafura yang terletak di wilayah perairan Arafura-Irian Jaya merupakan cekungan intra-kratonik benua Australia dan salah satu cekungan dengan paket pengendapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatra atau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di bagian barat

BAB I PENDAHULUAN. Sumatra atau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di bagian barat BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Sumatra atau Sumatera merupakan salah satu pulau terbesar di bagian barat wilayah Indonesia. Kata Sumatra digunakan dalam rujukan literatur geologi internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Untuk memenuhi permintaan akan energi yang terus meningkat, maka perusahaan penyedia energi melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi yang berasal dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii SARI... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

Jurnal OFFSHORE, Volume 1 No. 1 Juni 2017 : ; e -ISSN :

Jurnal OFFSHORE, Volume 1 No. 1 Juni 2017 : ; e -ISSN : Metode Inversi Avo Simultan Untuk Mengetahui Sebaran Hidrokarbon Formasi Baturaja, Lapangan Wine, Cekungan Sumatra Selatan Simultaneous Avo Inversion Method For Estimating Hydrocarbon Distribution Of Baturaja

Lebih terperinci

Seminar Nasional ke-ii FTG Universitas Padjadjaran. Mohan Hilman, S.T. Pusat Studi Energi UNPAD

Seminar Nasional ke-ii FTG Universitas Padjadjaran. Mohan Hilman, S.T. Pusat Studi Energi UNPAD Geomodeling Sekuen Stratigrafi Dan Perkembangan Reservoar Batupasir Pada Cekungan Sumatra Selatan Berdasarkan Data Seismik Dan Well Log Pada Lapangan "Mohan" Mohan Hilman, S.T. Pusat Studi Energi UNPAD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai

BAB I PENDAHULUAN. sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penting dan bernilai sangat ekonomis yang ada di Indonesia. Luas cekungan tersebut mencapai 60.000 km 2 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu cekungan Tersier yang mempunyai prospek hidrokarbon yang baik adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat atau sering

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii ABSTRAK... iv PERNYATAAN... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Badan Geologi (2009), Subcekungan Enrekang yang terletak pada bagian utara-tengah dari Sulawesi Selatan merupakan salah satu subcekungan yang memiliki

Lebih terperinci

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH Rikzan Norma Saputra *, Moch. Indra Novian, Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi,

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA Secara umum, metode penelitian dibagi atas tiga kegiatan utama yaitu: 1. Pengumpulan data, baik data kerja maupun data pendukung 2. Pengolahan data 3. Analisis atau Interpretasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geomorfologi Zona penelitian ini meliputi Cekungan Kalimantan Timur Utara yang dikenal juga dengan Cekungan Tarakan yang merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metode Pembuktian Metode penalaran logika yang digunakan adalah metode deduksi yaitu penentuan batas sekuen, maximum flooding surface (MFS), system-tract, paket parasekuen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lapangan Ibrahim merupakan salah satu lapangan minyak dari PT. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut mulai diproduksi pada

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan...

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii HALAMAN PERNYATAAN.... iii IJIN PENGGUNAAN DATA.... iv KATA PENGANTAR.... v SARI........ vii ABSTRACT....... viii DAFTAR ISI............ ix DAFTAR

Lebih terperinci

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density

Klasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-127 Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density Ismail Zaky Alfatih, Dwa Desa Warnana, dan

Lebih terperinci

PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR

PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR PENENTUAN SIFAT FISIK BATUAN RESERVOIR PADA SUMUR PENGEMBANGAN DI LAPANGAN RR Mogam Nola Chaniago Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Lapangan RR terletak di bagian timur laut

Lebih terperinci

Korelasi Data Log Sumur dan Seismik untuk Penyebaran Litologi dan Porositas Reservoir Hidrokarbon Formasi Gumai Cekungan Sumatera Selatan

Korelasi Data Log Sumur dan Seismik untuk Penyebaran Litologi dan Porositas Reservoir Hidrokarbon Formasi Gumai Cekungan Sumatera Selatan 166 NATURAL B, Vol. 3, No. 2, Oktober 2015 Korelasi Data Log Sumur dan Seismik untuk Penyebaran Litologi dan Porositas Reservoir Hidrokarbon Formasi Gumai Cekungan Sumatera Selatan Timur Dikman S. 1)*,

Lebih terperinci

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG

BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG BAB IV MODEL EVOLUSI STRUKTUR ILIRAN-KLUANG IV.1. Analisis Geometri Struktur Iliran-Kluang Berdasarkan arahnya, sesar yang ada didaerah sepanjang struktur Iliran- Kluang dapat dibedakan atas tiga kelompok,

Lebih terperinci

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency

(a) Maximum Absolute Amplitude (b) Dominant Frequency Peta isokron pada gambar IV.14 di atas, menunjukan bagaimana kondisi geologi bawah permukaan ketika sistem trak rift-climax tahap awal dan tangah diendapkan. Pada peta tersebut dapat dilihat arah pengendapan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii

DAFTAR ISI. BAB IV METODE PENELITIAN IV.1. Pengumpulan Data viii DAFTAR ISI Halaman Judul HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERNYATAAN... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xiii BAB I PENDAHULUAN I.1.

Lebih terperinci

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal)

BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) BAB IV TEKTONOSTRATIGRAFI DAN POLA SEDIMENTASI 4.1 Tektonostratigrafi 4.1.1 Tektonostratigrafi Formasi Talang Akar (Oligosen-Miosen Awal) Berdasarkan penampang seismik yang sudah didatarkan pada horizon

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015

BAB IV METODE PENELITIAN. Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015 53 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Tugas Akhir ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan pada 13 April 10 Juli 2015 di PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore, TB. Simatupang

Lebih terperinci