MAKALAHN SISTEM PERKEMIHAN CAPD (CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAKALAHN SISTEM PERKEMIHAN CAPD (CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS)"

Transkripsi

1 MAKALAHN SISTEM PERKEMIHAN CAPD (CONTINUOUS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS) DISUSUN OLEH : KELOMPOK V 1. ABDULLAH TAMIM SAIDU (001 STYC13 ) 2. ARTADRINIA ZIKRUL LAELI (009 STYC 13) 3. DIAN EFITAYANTI (018 STYC 13 ) 4. FIRMAN SAPUTRA (029 STYC 13 ) 5. HELMI YATI ASRI (035 STYC 13 ) 6. RAMANDA SATRIA (079 STYC 13 ) 7. SITI KHADIJAH (092 STYC 13 ) YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1 MATARAM 1

2 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan dan rahmat karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Sistem Perkemihan CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Disease ). Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Sistem Perkemihan. Karena makalah ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Zulkahfi, SST., S.Kep., Ners., M.Kes., selaku Ketua STIKES YARSI Mataram. 2. Indah Wasliah, Ners., M.Kep., Sp.Anak., selaku Ka. Prodi S1 Keperawatan STIKES YARSI Mataram. 3. Bq. Nur ainun Apriani Idris, Ners., selaku dosen pembimbing akademik. 4. Ruly Fatmawati, S. Kep., Ners., selaku dosen Mata Kuliah Sistem Perkemihan. 5. Semua pihak yang ikut membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis membuat makalah ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa yang jelas agar mudah dipahami. Karena penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar pembuatan makalah penulis yang berikutnya dapat menjadi lebih baik. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Mataram, 12 Juni 2016 Penulis 2

3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penulisan Manfaat Penulisan Ruang Lingkup Metode Penulisan Sistematika Penulisan... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik Sejarah dan Perkembangan Definisi CAPD Anatomi Membran Peritonium Tujuan CAPD Indikasi CAPD Kontraindikasi CAPD Cara Kerja CAPD Prosedur CAPD Pemasangan Kateter Peritonial Dialisis Cairan Dialisat Penggantian Cairan Dialisat Prinsip-prinsip CAPD Efektifitas CAPD Keuntungan CAPD dibandingkan HD Kelemahan CAPD Komplikasi CAPD Fase Persiapan Sebelum CAPD

4 18 Penatalaksanaan Keperawatan Penatalaksanaan Diet BAB 3 PEMBAHASAN JURNAL Gambaran Karakteristik Pasien Yang Menjalani CAPD Gambaran Kualitas Hidup Pasien Yang Menjalani CAPD 31 BAB 4 PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA 4

5 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebuah penelitian di Indonesia mengungkapkan bahwa sebanyak 6,2% dari populasi penduduk Indonesia menderita gagal ginjal. Para penderita itu harus menjalani terapi dan pengobatan yang memerlukan biaya besar. Dari angka 6,2% tersebut, banyak penderita yang mengalami gagal ginjal kronik tahap lima. (Suhardjono, 2008). Gaya hidup modern yang gemar melahap makanan dengan kadar garam, gula, lemak serta kebiasaan merokok dan minum alkohol, juga menjadi pemicu penyakit gagal ginjal. Transplantasi ginjal dan peritonial dialisis merupakan pilihan terapi pengganti ginjal yang dapat dijadikan alternatif pengobatan. Saat ini, terdapat teknologi baru yang hadir sebagai terapi bagi penderita gagal ginjal, yaitu Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD). Terapi pengganti ginjal ini sesuai sebagai metode pengobatan yang diberikan kepada pasien gagal ginjal yang tidak mungkin lagi diobati secara konservatif dengan diet dan obat-obatan. (Suhardjono, 2008) Peritonial dialisis dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) yang menggunakan Twinbag CAPD System, serta Automated Peritoneal Dialysis (APD) yang menggunakan mesin khusus. CAPD merupakan dialisis mandiri yang bisa dilakukan sendiri oleh penderita, sedangkan APD dilakukan dengan mesin khusus di rumah sakit (Situmorang, 2004). Dengan demikian, penggunaan metode CAPD dapat dijadikan pilihan selain hemodialisis dan transpalansi ginjal. CAPD dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi penderita, sebab mereka dapat menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak batasan untuk mengkonsumsi makanan (Erlan, 2007). Kualitas hidup bisa dipandang dari segi subyektif dan obyektif. Dari segi subyektif merupakan perasaan enak dan puas atas segala sesuatu secara 1

6 umum, sedangkan secara obyektif adalah pemenuhan tuntutan kesejahteraan materi, status sosial, dan kesempurnaan fisik secara sosial atau budaya (Trisnowati, 2002). Menurut Kunmartini (2008), pasien penyakit ginjal kronik (PGK) seringkali dihadapi dengan berbagai komplikasi yang mengikuti penyakit yang dideritanya yang berakibat semakin menurunnya kualitas hidup orang tersebut. Menurut Cella (1994), penilaian kualitas hidup penderita gagal ginjal dapat dilihat pada aspek kesehatan fisik, kesehatan mental, fungsi sosial, role function dan perasaan sejahtera. Pada masa yang akan datang, semua jenis pelayanan kesehatan, pemantauan terhadap efikasi pengobatan harus mempertimbangkan kualitas hidup penderita disamping status klinis dan status ekonominya (Ganz, 1994). Jumlah pasien yang tetap hidup dengan terapi dialisis di Amerika Serikat terus meningkat dari tahun ke tahun. Di negara ini mortalitas pasien dengan dialisis mendekati 18% per tahun. Kematian ini disebabkan karena masalah penyakit kardiovaskuler dan infeksi 1. Lima puluh persen populasi dialisis di dunia menggunakan cara peritoneal dialisis. Peritoneal dialisis digunakan hampir 12% pada populasi dialisis di Amerika Serikat. Di negaranegara berkembang populasi pasien dengan peritoneal dialisis ini cenderung naik. Angka ketahanan hidup pada pasien yang menggunakan hemodialisis dibandingkan dengan peritoneal dialisis adalah hampir sama. Perkecualian pada pasien diabetik usia tua yang mendapatkan terapi CAPD dimana mereka mempunyai resiko relatif kematian 1,26 kali dibandingkan mereka yang diterapi dengan hemodialisis. Faktor-faktor komorbid yang tidak diukur mungkin dapat menjelaskan terjadinya perbedaan ini atau mungkin juga karena adanya bias yang tidak terdiskripsi. Karena angka ketahanan hidup pada pasien yang menggunakan hemodialisis dibandingkan dengan peritoneal dialisis adalah hampir sama, dan adanya beberapa kelebihan peritoneal dialisis anatara lain lebih fleksibel, lebih efektif dalam segi biaya dan tehnik yang lebih sederhana, maka 2

7 penggunaan CAPD di Indonesia cenderung lebih disukai. Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian secara deskriptif mengenai CAPD Rumusan Masalah 1. Bagaimana Sejarah CAPD ( Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis )? 2. Bagaimana Definisi ( Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis )? 3. Bagaimana prinsip kerja, indikasi, kontraindikasi, komplikasi, keuntungan serta kerugian CAPD? 1.3. Tujuan Penulisan Berkaitan dengan rumusan masalah diatas, diharapkan memberikan tujuan dan manfaat sebagai berikut : Tujuan Umum Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Perkemihan, serta para mahasiswa dapat mengetahui dan memahami tentang CAPD ( Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ) Tujuan Khusus 1. Mahasiswa memahami konsep tentang CAPD ( Continous 1.4. Manfaat Bagi Mahasiswa Bagi Pendidikan Ambulatory Peritoneal Dialisis ). 2. Mahasiswa memahami prinsip kerja, indikasi, kontraindikasi, komplikasi keuntungan, serta kerugian CAPD Dapat memberikan manfaat dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi pembaca dan penulis dan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan. Sebagai kerangka acuan dalam pembuatan makalah dan menambah pengetahuan dan informasi tentang CAPD Ruang Lingkup Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi masalah pada CAPD ( Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis, prinsip kerja, indikasi, kontraindikasi, komplikasi keuntungan, serta kerugian CAPD). 3

8 1.6. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah adalah metode Deskrisif dan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik studi kepustakaan yang mengambil materi dari berbagai sumber buku, jurnal penelitian, dan media internet Sistematika Penulisan BAB 1 BAB 2 BAB 3 BAB 4 : Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat, Ruang Lingkup, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. : Tinjauan Pustaka : Pembahasan Jurnal : Penutup meliputi : Kesimpulan dan Saran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar CAPD ( Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis ) Sejarah dan Perkembangan 4

9 Kemajuan teknologi kedokteran yang berkembang pesat saat ini memungkinkan para penderita gagal ginjal menjalani rutinitas cuci darah (dialisa) sambil bekerja, cuci mata di mall, bahkan sambil bercinta dengan pasangan! Padahal di masa lalu, kegiatan dialisa harus dilakukan di rumah sakit sambil terbaring lemah selama 5 jam, sebanyak tiga kali seminggu. Belum lagi perasaan gatal di sekujur tubuh sebagai dampak dari terapi cuci darah tersebut. Terapi cuci darah yang begitu praktis itu bernama Continuous Ambulatory Peritoneal Dyalisis/CAPD atau dialisis tanpa mesin dan dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita gagal ginjal. Metode ini merupakan metode alternatif dengan menggunakan membran semipermiabel yang berfungsi sebagai ginjal buatan, sehingga mampu menyerap cairan pembersih ke dalam rongga ginjal. Dalam waktu 4 sampai 6 jam dengan frekuensi 4 kali sehari, terjadi proses difusi serta ultrafiltrasi dalam ginjal, sehingga zat racun yang ada di dalamnya terserap ke luar dan diganti cairan baru. Karena masih tergolong teknologi baru, biaya CAPD masih tergolong mahal. Umumnya, biaya yang dikeluarkan peserta terapi CAPD saat ini masih sebesar Rp 4,2-Rp 5 juta setiap bulannya. Namun, biaya sebesar itu menjadi tak berarti, jika melihat kondisi tubuh penderita yang bugar dan tetap produktif seperti sebelum terkena gagal ginjal. Karena pasien tetap bisa bekerja dan melakukan segala aktivitas seperti biasa, layaknya orang sehat. Bedanya, peserta CAPD punya kantong kecil di perutnya untuk pergantian cairan dialisat itu. Pada harian Kompas dikatakan bahwa terdapat pengalaman Karyono (45), karyawan swasta yang telah menjalani terapi CAPD selama tiga tahun ini agaknya bisa jadi pelajaran. Karyono mengaku, kualitas hidupnya makin membaik setelah ikut terapi CAPD. Selain itu, ia bisa kembali bekerja dan sama produktifnya seperti sebelum sakit. 5

10 Definisi CAPD CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) adalah metode pencucian darah dengan menggunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang baru (Surya Husada, 2008). Peritoneal Dialisis Peritoneal dialysis adalah suatu proses dialysis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai penampung cairan dialysis, dan peritoneum sebagai membrane semi permeable yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan & solute yang berisi racun yang akan dibuang. Peritoneal dialisis merupakan suatu proses dialisis di dalam rongga perut yang bekerja sebagai penampung cairan dialisis dan peritoneum sebagai membran semipermeabel yang berfungsi sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan dan solute yang berisi racun ureum yang akan dibuang. Peritoneal dialysis ini secara prinsip mirip dengan hemodialisis. Keduanya sama-sama tergantung pada pergerakan pasif dari air dan solute melewati membrane semipermeabel. Proses ini disebut sebagai difusi. Arah dari aliran solute ini ditentukan oleh konsentrasi masing-masing sisi membrane, sehingga solute bergerak dari sisi dengan konsentrasi tinggi ke sisi yang konsentrasinya lebih rendah. Pada zaman dulu peritoneal dialisis dilakukan secara intermiten, dimana pasien harus melakukan pergantian cairan secara rutin setiap 8 jam atau lebih (biasanya sepanjang malam), 3 atau 4 kali seminggu. Sejumlah mesin otomatis 6

11 telah dikembangkan untuk membantu agar proses dialisis menjadi lebih sederhana dan lebih mudah. Kemudian pada tahun 1976 diperkenalkan salah satu tehnik peritoneal dialisis yaitu continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), dan langsung dapat diterima sebagai terapi alternative untuk pasien dengan gagal ginjal.continuous pada CAPD ini berarti bahwa cairan dialisat selalu berhubungan dengan membrane peritoneum, kecuali pada saat penggantian cairan dialisat Gambar 1. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) Anatomi Membran Peritoneum Rongga peritoneum adalah bagian dari perut yang membungkus organ-organ, seperti lambung, ginjal, usus, dan lain-lain. Di dalam rongga perut ini terdapat banyak pembuluh darah kecil (kapiler) yang berada pada satu sisi dari membran peritoneum dan cairan dialysis pada sisi yang lain. 7

12 Rongga peritoneum berisi sekitar 100ml cairan yang berfungsi untuk lubrikasi / pelicin dari membran peritoneum.pada orang dewasa normal, rongga peritoneum dapan mentoleransi cairan > 2 liter tanpa menimbulkan gangguan.membran peritoneum merupakan lapisan tipis bersifat semi permeable. Luas permukaannya kurang lebih 1,55m2 yang terdiri dari 2 bagian, yaitu: a. Bagian yang menutupi / melapisi dinding rongga perut (parietal peritoneum), merupakan 20% dari total luas membran peritoneum. b. Bagian yang menutup organ di dalam perut (vasceral peritoneum), merupakan 80% dari luas total membran peritoneum. Total suplai darah pada membran peritoneum dalam keadan basal adalah ml/mnt Tujuan CAPD Tujuan terapi CAPD ini adalah untuk mengeluarkan zat-zat toksik serta limbah metabolik, mengembalikan keseimbangan cairan yang normal dengan mengeluarkan cairan yang berlebihan dan memulihkan keseimbangan elektrolit Indikasi CAPD a. pasien yang tidak mampu atau yang tidak mau menjalani hemodialisa b. Pasien yang rentan terhadap perubahan cairan, elektrolit dan metabolic yang cepat (hemodinamik yang tidak stabil) c. Penyakit ginjal stadium terminal yang terjdai akibat penyakit diabetes d. Pasien yang berisiko mengalami efek samping pemberian heparin secara sistemik e. Pasien dengan akses vascular yang jelek (lansia) f. Adanya penyakit CV yang berat g. Disamping itu, hipertensi berat, gagal jantung kongestif dan edema pulmonary yang tidak responsive terhadap terapi dapat juga diatasi dengan dialysis peritoneal Kontraindikasi CAPD 8

13 a. Riwayat pembedahan abdominal sebelumnya (kolostomi, ileus, nefrostomi) b. Adhesi abdominal c. Nyeri punggung kronis yang terjadi rekuren disertai riwayat kelainanpada discus intervertebalis yang dapat diperburuk dengan adanya tekanan cairan dialis dalam abdomenyang kontinyu d. Pasien dengan imunosupresi Cara Kerja CAPD a. Pemasangan Kateter untuk Dialisis Peritoneal Sebelum melakukan Dialisis peritoneal, perlu dibuat akses sebagai tempat keluar masuknya cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) dari dan ke dalam rongga perut (peritoneum). Akses ini berupa kateter yang ditanam di dalam rongga perut dengan pembedahan. Posisi kateter yaitu sedikit di bawah pusar. Lokasi dimana sebagian kateter muncul dari dalam perut disebut exit site. b. Pemasukan Ciran Dialisat Dialisis Peritoneal diawali dengan memasukkan cairan dialisat (cairan khusus untuk dialisis) ke dalam rongga perut 9

14 melalui selang kateter, lalu dibiarkan selama 4-6 jam. Ketika dialisat berada di dalam rongga perut, zat-zat racun dari dalam darah akan dibersihkan dan kelebihan cairan tubuh akan ditarik ke dalam cairan dialisat. Zat-zat racun yang terlarut di dalam darah akan pindah ke dalam cairan dialisat melalui selaput rongga perut (membran peritoneum) yang berfungsi sebagai alat penyaring, proses perpindahan ini disebut Difusi. Cairan dialisat mengandung dekstrosa (gula) yang memiliki kemampuan untuk menarik kelebihan air, proses penarikan air ke dalam cairan dialisat ini disebut Ultrafiltrasi Prosedur CAPD Proses ini tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya membutuhkan waktu singkat (± 30 menit). Terdiri dari 3 langkah: 1. Pengeluaran cairan Cairan dialisat yang sudah mengandung zat-zat racun dan kelebihan air akan dikeluarkan dari rongga perut dan diganti dengan cairan dialisis yang baru. Proses pengeluaran cairan ini berlangsung sekitar 20 menit. 10

15 2. Memasukkan cairan Cairan dialisat dialirkan ke dalam rongga perut melalui kateter. Proses ini hanya berlangsung selama 10 menit. 3. Waktu tinggal Sesudah dimasukkan, cairan dialisat dibiarkan ke dalam rongga perut selama 4-6 jam, tergantung dari anjuran dokter. 11

16 Proses penggantian cairan di atas umumnya diulang setiap 4 atau 6 jam (4 kali sehari), 7 hari dalam seminggu Pemasangan Kateter Peritoneal Dialisis Keberhasilan penempatan kateter adalah hal yang paling utama, karena alat tersebut bersifat permanen. Komplikasi yang berhubungan dengan kateter termasuk infeksi exit site dan tunel telah diidentifikasi sebagai kegagalan tehnik yang diperkirakan 1/3 dari kegagalan peritoneal dialisis dan harus kembali ke hemodialisa. Penanganan yang baik, penempatan kateter yang tepat dan perawatan kateter awal akan mengurangi komplikasi tersebut. Sehari sebelum operasi pasien menjalani hemodialisis terlebih dahulu. Letak exit site sebaiknya ditentukan lebih dulu serta diberi tanda. Letak exit site sebaiknya pada posisi lateral dan ditempatkan di atas atau di bawah garis pinggang dan sebaiknya tidak pada bekas luka atau di bawah lipatan lemak. Satu jam sebelum operasi disarankan pemberian antibiotika 1 gram cephalosporin generasi pertama dan 2x0,5 gram yang masing-masing diberikan 8 12

17 jam dan 12 jam kemudian. Alternatif lain dapat juga diberikan 1 gram vancomycin intra vena 24 jam sebelum operasi. Anestesi diberikan secara lokal dengan lidocain 2% subkutan tanpa epinefrin. Meskipun anestesi lokal sudah cukup, namun perlu menghubungi dokter anestesi untuk mencegah komplikasi. Jarak 2 cm dari bawah umbilikus arah ke kanan atau ke kiri dibuat insisi transverse paramedian 3 cm sampai ke rektus fascia anterior. Kemudian rektus fascia anterior disayat secara transversal untuk mendapatkan otot rektus. Setelah didapatkan rektus fascia posterior dan menyayatnya akan didapatkan selaput peritoneum dimana selaput peritoneum ini harus dijaga agar tidak terjadi robekan. Kemudian ditempatkan 2 klem di atas rectus fascia posterior pada daerah sayatan sehingga terbentuk lobang selebar diameter kateter. Kateter dimasukkan secara kaudal ke arah pelvik minor untuk memungkinkan terjadinya gravitasi pada waktu drain. Pergerakan kateter selama dialisa sangat diharapkan karena posisi tersebut mengoptimalkan pada waktu cairan masuk atau keluar. Cuff internal ditempatkan di dalam setara dengan otot rektus. Dengan tehnik Purse string peritoneum ditutup dengan pas menggunakan benang yang dapat diserap di bawah cuff. Untuk mengurangi insiden terjadinya infeksi dibuat tunnel dengan menggunakan tunneller, dimana sebaiknya tunel ini berada di dinding abdomen di bawah kulit. Selanjutnya kateter akan melalui tunel dan keluar pada exit site dan mengarah ke bawah. Cuff eksternal sebaiknya ditempatkan sedalam jaringan lemak di bawah fascia scarpa minimal 2 cm di bawah exit site. Penempatan ini akan membantu mencegah infeksi serta ekstrusi cuff eksternal. Setelah kateter keluar pada exit site, luer lock adaptor dipasang dan dihubungkan dengan ekstension line dan dicek fungsi kateter yaitu dengan mencoba memasukkan sejumlah cairan dialisat untuk mengetahui posisi kateter serta ada tidaknya kebocoran. Jika kateter telah terpasang dengan tepat, pemasukan cairan tidak akan memberikan rasa sakit serta cairan 13

18 dapat keluar dengan lancar. Setelah letak kateter dianggap tepat, luka operasi dijahit lapis demi lapis. Untuk meminimalkan pergerakan kateter dari exit site sebaiknya difiksasi. Hal ini juga berguna untuk mencegah ekstrusi cuff eksternalserta mempercepat proses penyembuhan. Pemberian antibiotika pada exit site tidak diperlukan karena dikhawatirkan akan terjadi resistensi. Perawatan luka operasi yang tepat merupakan metode terbaik pencegahan infeksi. Meskipun proses dialisa dapat segera dilakukan, namun lebih baik menundanya untuk 1-3 hari dengan tujuan agar terjadi proses penyembuhan luka operasi yang lebih baik. Jika dialisa mendesak untuk dilakukan, dapat dikerjakan pada pasien dengan posisi terlentang serta volume minimal (500 ml). Idealnya CAPD ditunda sampai hari setelah pemasangan kateter. Pada masa ini pasien perlu dilakukan hemodialisa atau intermiten peritoneal dialisa. Gambar 3. Letak kateter Tenchkoff dan exit site pada pasien CAPD Cairan Dialisat Ada 3 macam konsentrasi cairan dialisat dalam CAPD, yaitu dekstrose 1,5%, dekstrose 2,5% (hipertonik), dan dekstrose 4,25% (hipertonik). Dekstrose 1,5% dapat menarik cairan sebanyak ml dan digunakan untuk pasien dehidrasi atau pasien dengan berat badan turun. Dialisat ini mengandung 110 kalori. Dekstrose 2,3% yang mengandung 180 kalori dapat menarik cairan sebanyak

19 ml dan umumnya digunakan pada pasien overload atau kelebihan cairan, sedangkan dekstrose 4,25 % dapat menarik cairan sebanyak ml dan juga digunakan untuk pasien overload. Dialisat dengan konsentrasi 4,25% ini mengandung 250 kalori. Komposisi cairan dialisat terdiri dari natrium 132 meq/l, kalium 0 meq/l, klorida 96 meq/l, kalsium 3,5 meq/l, magnesium 0,5 meq/l, laktat 40 meq/l dan ph berkisar 5,2. Sebelum digunakan sebaiknya cairan dialisat dihangatkan terlebih dahulu secara pemanasan kering misalnya dengan cara diletakkan di atas bantalan atau selimut listrik atau dibungkus di dalam selimut dengan tujuan agar mencapai suhu normal atau sama dengan suhu tubuh pasien Penggantian Cairan Dialisat Pada saat proses penggantian cairan dialisat pasien harus ditempatkan pada tempat yang tenang dan bersih untuk mencegah kemungkinan kontaminasi. Setelah cuci tangan dengan bersih dan menyiapkan beberapa alat, pasien mulai untuk mengalirkan solute lama yang sudah berada di rongga peritoneum secara gravitasi keluar dari rongga abdomennya. Proses ini disebut sebagai drain dan biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 menit. Langkah selanjutnya adalah melepas tube dari kantong dialisat lama dan menghubungkan tube ke kantong dialisat yang baru. Proses ini dapat dilakukan secara manual dimana dibutuhkah koordinasi yang baik antara mata dan tangan dan juga fisik yang kuat. Setelah tube terhubung ke kantong dialisat yang baru, kantong tersebut harus diletakkan di atas abdomen pasien sehingga dialisat yang baru dapat mengalir ke dalam rongga peritoneum pasien secara gravitasi. Proses ini dikenal dengan istilah infusion. Setelah semua cairan dialisat masuk ke rongga peritoneum pasien melepaskan tube dari kantong dialisat tersebut dan pasien bisa beraktifitas seperti biasa. Keseluruhan proses penggantian cairan dialisat ini membutuhkan waktu sekitar 20 sampai 30 menit. 15

20 Penggantian cairan dialisat ini pada umumnya berlangsung 4 kali sehari, yaitu pada pagi hari, kemudian siang hari, sore hari dan sebelum waktu tidur. Untuk efisiensi yang maksimum, dwell time yaitu waktu saat cairan dialisat berada di abdomen, sebaiknya paling sedikit 4 jam. Selama dialisat berada dalam abdomen, pasien selalu dalam kondisi didialisis. Oleh karena itu, pembuangan waste product dan air berlangsung secara gradual dan kontinu. Proses ini hampir mendekati fungsi ekskresi dari ginjal normal Prinsip-prinsip CAPD CAPD bekerja berdasrkan prinsip-prinsip yang sama seperti pada bentuk dialisis lainnya, yaitu: difusi dan osmosis. a. Difusi Membrane peritoneum menyaring solute dan air dari darah ke rongga peritoneum dan sebaliknya melalui difusi. Difusi adalah proses perpindahan solute dari daerah yang berkonsentrasi tinggi ke daerah yang berkonsentrasi rendah, dimana proses ini berlangsung ketika cairan dialisat dimasukkan ke dalam rongga peritoneum. Konsentrasi cairan CAPD lebih rendah dari plasma darah, karena cairan plasma banyak mengandung toksin uremik.toksin uremik berpindah dari plasma ke cairan CAPD. b. Osmosis Osmosis adalah perpindahan air melewati membrane semi permeable dari daerah solute yang berkonsentrasi rendah (kadar air tinggi) ke daerah solute berkonsentrasi tinggi (kadar air rendah). Osmosis dipengaruhi oleh tekanan osmotic dan hidrostatik antara darah dan cairan dialisat. Osmosis pada peritoneum terjadi karena glukosa pada cairan CAPD menyebabkan tekanan osmotic cairan CAPD lebih tinggi (hipertonik) dibanding plasma, sehingga air akan berpindah dari 16

21 kapiler pembuluh darah ke cairan dialisat (ultrafiltrasi) Kandungan glucose yang lebih tinggi akan mengambil air lebih banyak. Cairan melewati membrane lebih cepat dari pada solute. Untuk itu diperlukan dwell time yang lebih panjang untuk menarik solute. 1) Perpindahan cairan pada CAPD dipengaruhi : a) Kualitas membrane b) Ukuran & karakteristik larutan c) Volume dialisat 2) Proses dialysis pada CAPD terjadi karena adanya perbedaan : a) Tekanan osmotic b) Konsentrasi zat terlarut antara cairan CAPD dengan plasma darah dalam pembuluh kapiler Pada saat cairan dialisat dimasukkan dalam peritoneum, air akan diultrafiltrasi dari plasma ke dialisat, sehingga meningkatkan volume cairan intra peritoneal. Peningkatan volume cairan intraperitoneal berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa dari cairan dialisat. 3) Standar konsentrasi elektrolit cairan CAPD: a) Na (132 meq /lt) b) Cl ( 102 meq /lt) c) Mg (0,5 meq /lt) d) K (0 meq /lt) CAPD merupakan terapi dialisis yang kontinyu, kadar produk limbah nitrogen dalam serum berada dalam keadaan yang stabil. Nilainya tergantung pada fungsi ginjal yang masih tersisa, volume dialisa setiap hari, dan kecepatan produk limbah tesebut diproduksi. Fluktuasi hasil-hasil laboritorium ini pada CAPD tidak bergitu ekstrim jika dibandingkan dengan dialysis peritoneal intermiten karena proses dialysis 17

22 berlangsung secara konstan. Kadar eletrilit biasanya tetap berada dalam kisaran normal. Semakin lama waktu retensi, kliren molekul yang berukuran sedang semakin baik.diperkirakan molekul-molekul ini merupakan toksik uremik yang signifikan.dengan CAPD kliren molekul ini meningkat. Substansi dengan berat molekul rendah, seperti ureum, akan berdifusi lebih cepat dalam proses dialysis daripada molekul berukuran sedang, meskipun pengeluarannya selama CAPD lebih lambat daripada selama hemodialisa. Pengeluaran cairan yang berlebihan pada saat dialysis peritonial dicapai dengan menggunakan larutan dialisat hipertonik yang memiliki konsentrasi glukosa yang tinggi sehingga tercipta gradient osmotic. Larutan glukosa 1,5%, 2,5% dan 4,25% harus tersedia dengan bebepara ukuran volume, yaitu mulai dari 500 ml hingga 3000 ml sehingga memungkinkan pemulihan dialisat yang sesuai dengan toleransi, ukuran tubuh dan kebutuhan fisiologik pasien. Semakin tinggi konsentrasi glukosa, semakin besar gradient osmotic dan semakin banyak cairan yang dikeluarkan. Pasien harus diajarkan cara memilih larutan glukosa yang tepat berdasarkan asupan makanannya. Pertukaran biasanya dilakukan empat kali sehari. Teknik ini berlangsung secara kontinyu selama 24 jam sehari, dan dilakukan 7 hari dalam seminggu. Pasien melaksanakan pertukaran dengan interval yang didistribusikan sepanjang hari (misalnya, pada pukul pagi, siang hari, sore dan malam).dan dapat tidur pada malam harinya. Setipa pertukaran biasanya memerlukan waktu menit atau lebih; lamanya proses ini tergantung pada lamanya waktu retensi yang ditentukan oleh dokter. Lama waktu penukaran terdiri atas lima atau 10 menit periode infus (pemasukan cairan 18

23 dialisat), 20 menit periode drainase (pengeluaran ciiran dialisat) dan waktu rentensi selama 10 menit, 30 menit atau lebih Efektifitas CAPD Selain bisa dikerjakan sendiri, proses penggantian cairan dengan cara CAPD lebih hemat waktu dan biaya, tak menimbulkan rasa sakit, dan fungsi ginjal yang masih tersisa dapat dipertahankan lebih lama (Wurjanto, 2010). Menurut Wurjanto, CAPD adalah cara penanganan penderita gagal ginjal, yakni dialisis yang dilakukan melalui rongga peritoneum (rongga perut) di mana yang berfungsi sebagai filter adalah selaput/membran. Cara kerjanya, diawali dengan memasukkan cairan dialisis ke dalam rongga perut melalui selang kateter yang telah ditanam dalam rongga perut. Teknik ini memanfaatkan selaput rongga perut untuk menyaring dan membersihkan darah. Ketika cairan dialisis berada dalam rongga perut, zat-zat di dalam darah akan dibersihkan, juga kelebihan air akan ditarik. Cara CAPD antara lain hanya butuh 30 menit, dilakukan di rumah oleh pasien bersangkutan, tidak ada tusukan jarum yang menyakitkan, fungsi ginjal yang tersisa bisa lebih lama, dialisis dapat dilakukan setiap saa, dan pasiennya lebih bebas atau dapat bekerja seperti biasa (Wurjanto, 2010) Keuntungan CAPD dibandingkan HD : Terdapat tiga keuntungan utama dari penggunaan dialisis peritoneal: 1. Bisa mengawetkan fungsi ginjal yang masih tersisa. Seperti diketahui sebenarnya saat mencapai GGT, fungsi ginjal itu masih tersisa sedikit. Di samping untuk membersihkan kotoran, fungsi ginjal (keseluruhan) yang penting lainnya adalah mengeluarkan eritropoetin (zat yang bisa meningkatkan HB) dan pelbagai hormon seks. Berbeda dengan dialisis yang lain, dialisis peritoneal tidak mematikan fungsi-fungsi tersebut. 2. Angka bertahan hidup sama atau relatif lebih tinggi dibandingkan hemodialisis pada tahun-tahun pertama pengobatan Meskipun 19

24 pada akhirnya, semua mempunyai usia juga, tetapi diketahui bahwa pada tahun-tahun pertama penggunaan dialisis peritoneal menyatakan angka bertahan hidup bisa sama atau relatif lebih tinggi. 3. Harganya lebih murah pada kebanyakan negara karena biaya untuk tenaga/fasilitas kesehatan lebih rendah (Tapan, 2004). Keuntungan tambahan yang lain yaitu: 1. Dapat dilakukan sendiri di rumah atau tempat kerja 2. Pasien menjadi mandiri (independen), meningkatkan percaya diri 3. Simpel, dapat dilatih dalam periode 1-2 minggu. 4. Jadwal fleksibel, tidak tergantung penjadwalan rumah sakit sebagaimana HD 5. Pembuangan cairan dan racun lebih stabil 6. Diit dan intake cairan sedikit lebih bebas 7. Cocok bagi pasien yang mengalami gangguan jantung 8. Pemeliharaan residual renal function lebih baik pada 2-3 tahun pertama Kelemahan CAPD : 1. Resiko infeksi Peritonitis 2. BB naik karena glukosa, pada cairan CAPD diabsorbsi. 3. Lebih banyak protein yang hilang dari tubuh selama berlangsungnya proses dialisis peritoneal (Iqbal et al, 2005) Komplikasi CAPD Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada CAPD adalah : 1. Peritonitis Merupakan komplikasi yang paling sering terjadi dan paling serius, yaitu antara % dari pasien yang menjalani peritoneal dialisis. Hal ini disebabkan oleh adanya kontaminasi dari Staphylokokus epidermidis yang bersifat aksidental, 20

25 dan Staphylococcus aureus dengan angka morbiditas tinggi, prognosis lebih serius serta lebih lama. Manifestasi dari peritonitis yaitu cairan dialisat yang keruh, nyeri abdomen yang difus, hipotensi serta tanda-tanda syok lainnya, hal ini jika penyebabnya S. Aureus. Pemeriksaan cairan drainage untuk penghitungan jumlah sel, pewarnaan Gram, dan pemeriksaan kultur untuk tahu penyebab mikroorganisme dan arahan terapi. Penatalaksanaan Peritonitis di rumah sakit apabila pasien dalam kodisi parah dan tak mungkin melakukan terapi pertukaran dirumah, dengan menjalani dialisis peritoneal intermitten selama 48 jam atau lebih atau sepenuhnya dihentikan selama dapat terapi suntikan antibiotik. Jika gejalanya ringan ditangani secara rawat jalan dan terapi antibiotik ditambahkan dalam cairan dialisat serta dapat AB peroral selama 10 hari. Infeksi akan menghilang dalam waktu 2-4 hari. AB harus diberikan dengan cermat dan tidak bersifat nefrotoksik agar tidak memperparah fungsi ginjal yang tersisa. Intervensi bedah mungkin diperlukan jika peritonitis akibat adanya kebocoran dari usus. Pada infeksi persisten di tempat keluar kateter pelepasan kateter permanen diperlukan untuk mencegah peritonitis. Peritonitis dengan hasil kultur cairan peritoneal positif juga merupakan indikasi pelepasan kateter. Untuk sementara menggunakan HD selama satu bulan sampai dilakukan pemasangan kateter yang baru. Pasien dengan peritonitis akan kehilangan protein melalui peritoneum dalam jumlah besar, malnutrisi akut, serta kelambatan penyembuhan 2. Kebocoran 21

26 Kebocoran cairan dialisat yang biasa terjadi melalui luka insisi atau luka pemasangan kateter setelah kateter terpasang. Kebocoran akan berhenti spontan jika terapi dialisis ditunda selama beberapa hari sampai luka insisi dan tempat keluarnya kateter sembuh. Faktor yang dapat memperlambat kesembuhan adalah aktifitas abdomen yang tidak semestinya atau mengejan pada saat buang air besar. Kebocoran dapat dihindari dengan memulai infus cairan dialisat dengan volume kecil ( ml) dan secara bertahap meningkatkan volume mencapai 2000 ml 3. Perdarahan Cairan drainage dialisat yang mengandung darah dapat terlihat khususnya pada wanita yang sedang haid. Hal ini disebabkan karena cairan hipertonik menarik darah dari uterus lewat orificium tuba falopii yang bermuara ke dalam kavum peritoneal. Kejadian ini dapat terjadi selama beberapa kali penggantian cairan mengingat darah akibat prosedur tersebut tetap berada pada rongga abdomen. Penyebab lain adanya perdarahan karena pergeseran kateter dari pelvis serta pada pasien yang habis menjalani pemeriksaan enema atau mengalami trauma. Adapun intervensi yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan pertukaran cairan lebih sering untuk mencegah obstruksi kateter oleh bekuan darah 4. Komplikasi lainnya adalah a. Hernia abdomen karena peningkatan tekanan intra abdomen yang terus menerus. Tipe hernia yang terjadi adalah insisional, inguinal, diafragmatik, dan umbilikal. Tekanan intra abdomen yang persisten meningkat juga dapat memperburuk gejala hernia hiatus dan hemoroid. 22

27 b. Hipertrigliseridemia sehingga memberi kesan dapat mempermudah aterogenesis. Penyakit Kardiovaskuler tetap merupakan penyebab utama kematian pada populasi pasien ini. c. Nyeri Punggung bawah dan anoreksia karena cairan dalam rongga peritoneum selain rasa manis yang selalu tarasa pada indra pengecap juga berkaitan dengan absorpsi glukose. d. Pembentukan bekuan dalam kateter peritoneal dan konstipasi Fase persiapan sebelum dilakukan CAPD 1. Persiapan Bagi Klien yang akan menjalani CAPD Persiapan bagi klien dan keluarga yang menjalani CAPD tergantung dari status fisik dan psikologis klien, tingkat kesadaran, pengalaman sebelumnya tentang terapi dialysis dan pemahaman serta adaptasi klien terhadap prosedur tersebngut. Mungkin klien yang akan menjalani hemodialis peritoneal berada dalam kondisi akut sehingga memerlukan terapi jangka pendek untuk memperbaiki kondisi yang berat pada status cairan dan elektrolit. Prosedur dialisi peritoneal perlu dijelaskan terlebih dahulu kepada pasien dan surat persetujuan (inform consent) yang sudah ditandatangani harus sudah diperoleh sebelum prosedur tersebut dilaksanakan. data dasar mengenai tanda-tanda vital, berat badan dan kadar elektrolit serum harus dicatat. pengosongan kandung kemih dan usus diperlukan untuk memperkecil resiko tertusuknys organ-organ internal. perawat juga harus mengkaji rasa cenas klien dan memberikan dukngan serta petunjuk mengenai prosedur yang akan dilaksanakan. Kateter untuk dialysis peritoneal harus dipasang di kamar operasi, sehingga hal ini harus dijelaskan kepada klien dan keluarganya. 2. Persiapan Peralatan untuk Dialysis Peritoneal 23

28 Disamping merakit peralatan untk dialysis peritoneal, perawat harus berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan konsentrasi larutan dialisat yang akan digunakan dan obat-obatan yang akan ditambahkan pada dialisat tersebut. Heparin dapat ditambahkan untk mencegah pembentukan bekuan fibrin yang dapat menyembut kateter peritoneal.kalium klorida dapat diresepakn untk mencegah hipokalemia.antibiotic dapat diberikan untk mengobati peritonitis. sebelum menambahkan obat-obatan ini, larutan dialisat dihangatkan hingga mencapai suhu tubuh untuk mencegah gangguan rasa nyaman nyeri dan nyeri abdomen, selain itu tindakan-tindakan ini dapat menyebabkan dilatasi pembuluhpembuluh darah peritoneum sehingga meningkatkan klierens ureum. Larutan yang terlalu dingin menyebabkan nyeri dan vasokonstriksi dan menurunkan klirens.larutan yang terlalu panas dapat membakar peritoneum. peralatan yang digunakan untuk menghangatkan larutan dialisat harus dipantau dengan cermat untuk menjamin suhu yang diinginkan. Sesaat sebelum dialysis dimulai, peralatan dan selang untuk dialysis dirakit.selang tersebut diisi dengan larutan dialisat yang sudah dipersiapkan untuk mengurangi jumlah udara yang masuk kedalam kateter serta kavum peritoneal, yang dapat menyebabkan gangguan rasa nyaman pada abdomen dan mengganggu penetesan serta pengaliran keluar cairan dialisat tersebut. 3. Pemasangan Kateter untuk Dialysis Peritoneal Idealnya, kateter peritoneal dipasang dalam kamar operasi untuk mempertahankan teknik aseptic dan memperkecil kemungkinan kontaminasi.sebuah kateter stylet dapat digunakan jika diperkirakan dialisi peritoneal akan dilakukan dalam waktu singkat. Sebelum prosedur ini dilakukan, kulit abdomen dibersihkan dengan larutan aseptic lokal untuk mengurangi 24

29 jumlah bakteri pada kulit dan untuk mengurangi resiko kontaminasi seta infeksi pada lokasi pemasangan kateter. Dokter melakukan penyuntikan infiltrasi anestesi local ke dalam kulit dan jaringan subkutan pasien sebelum prosedur pemasangan keteter dilakukan.insisi kecil atau sebuah tusukan dilakukan pada abdomen bagian bawah, 3 hingga 5 cm dibawah umbilicus, di daerah ini relative tidak mengandung banyak pembuluh darah besar sehingga perdarahan yang terjadi tidak begitu besar. Sebuah trokar (sebuah alat yang berujung tajam) digunakan untk menusuk peritoneum sementara pasien mengencangkan otot abdomennya dengan cara menganggkat kepalanya. Keteter dimasukkan melalui trokar dan kemudian diatur posisisnya.caiaran yang sudah disiapkan diinfuskan ke dalam cavum peritoneal dengan mendorong omentum (lapisan peritoneal yang membentang dari organ-organ abdomen) menjauhi kateter. sebuah jahitan dapat dibuat untuk mempertahankan kateter pada tempatnya Penatalaksanaan Keperawatan a.hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya. b. Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam Penatalaksanaan Diet a.kalori harus cukup : kalori dalam waktu 24 jam. b. Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein c.lemak diberikan bebas. d. Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat. 25

30 e.diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 0,5 mg/kg/hari. BAB 3 PEMBAHASAN JURNAL 3.1. Gambaran Karakteristik Sosio-Demografi Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi CAPD Gambaran karakteristik sosio-demografi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi CAPD. Penelitian ini melibatkan 47 pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi CAPD di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Responden penelitian berdasarkan jenis kelamin terdiri dari responden perempuan 40,42% dan responden laki-laki 59,57%, maka jenis kelamin responden paling banyak pada penelitian ini adalah berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan data dari USRDS bahwa pasien gagal ginjal kronik terbanyak adalah laki-laki. Secara umum gagal ginjal kronik memiliki resiko yang sama besar kejadiannya terhadap jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Hal ini berhubungan dengan faktor resiko yang bersifat 26

31 multifaktorial yaitu yang pertama adalah pekerjaan salah satu contohnya orang yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia, apabila bahan-bahan kimia terpapar dan masuk kedalam tubuh akan dapat mempengaruhi ginjal dan menyebabkan penyakit ginjal. Selanjutnya gaya hidup yang tidak sehat misalnya kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan makanan yang mengandung karbohidrat tinggi tetapi rendah serat, kurangnya melakukakan aktivitas olahraga, kebiasaan merokok serta meminum minuman yang beralkohol dapat menimbulkan penyakit ginjal kronik, dan berikutnya adalah faktor genetika yaitu penyakit ginjal dapat berupa keturunan atau bawaan seperti kelainan struktural, kelainan fungsi yang menimbulkan penyakit ginjal. Terdapatnya kecendurungan laki-laki lebih rentan terkena gagal ginjal kronik dikarena faktor pekerjaan pada lakilaki lebih berat baik dari segi beban fisik maupun beban mental yang dialaminya daripada perempuan dan faktor kebiasaan merokok lebih tinggi terjadi pada laki-laki di bandingkan perempuan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Perakis memaparkan jumlah pasien CAPD di Yunani tahun sebagian besar (57,90%) adalah laki-laki. Penelitian lain yang dilakukan oleh Chan tentang profil kesehatan pasien gagal ginjal terminal yang menjalani peritoneal dialysis di hongkong menunjukkan juga jumlah responden lakilaki lebih banyak yaitu sebanyak 83 orang. Sedangkan penelitian yang di lakukan di rumah sakit denpasar menunjukkan bahwa responden laki-laki (52%) lebih banyak dibandingkan responden perempuan. Hasil penelitian menunjukkan rentang usia responden pada penelitian ini adalah tahun, meningkatnya usia seseorang memberikan dampak pada penurunan fungsi fungsi tubuh sehingga semakin rentan terhadap penyakit. Umur pasien yang semakin meningkat juga berkaitan dengan prognosis suatu penyakit dan harapan hidup. Pada penderita yang berusia di atas 55 tahun lebih mudah untuk terjadinya suatu komplikasi yang dapat memperberat fungsi ginjal untuk bekerja dibandingkan dengan penderita yang usianya di bawah 40 tahun. Dalam penelitian ini didapatkan 27

32 responden dengan rentang usia tahun berjumlah 24 responden (51,08%) dan responden dengan rentang usia tahun berjumlah 23 responden (48,93%). Hal ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan di unit hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto yang menyatakan bahwa responden yang menderita gagal ginjal kronik banyak pada kelompok usia produktif yaitu berjumlah (71,7%). Kecenderungan bertambahnya penderita gagal ginjal kronik dan bergesernya usia responden 10 tahun lebih muda dari tahun terjadi dikarenakan gagalnya pencegahan primer seperti menghindari faktor resiko, sehingga hal ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi, dan salah satunya pencegahan primer yang dilakukan adalah dengan menghindari kebiasaan merokok karena kebiasaan merokok tersebut dapat memperbesar resiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan terjadinya penyempitan pada pembuluh darah, termasuk pembuluh darah di ginjal, serta angka kejadian penyakit seperti diabetes mellitus dan hipertensi juga meningkat kejadiannya pada usia reproduktif. Hal itulah yang menjadi alasan banyaknya pasien usia produktif yang mengidap penyakit ginjal kronik atau gagal ginjal kronik. Berdasarkan data yang diperoleh, responden penelitian terbanyak berasal dari suku melayu (31,91%) kemudian diikuti oleh suku batak (23,40%), suku jawa (21,27%), suku minang dan suku tionghoa (10,63%) serta suku aceh (2,12%). Pada dasarnya hal ini lebih dikarenakan kondisi demografi penduduk di provinsi Riau. RSUD Arifin ahmad merupakan rumah sakit rujukan yang menerima pasien dari rumah sakit pemerintah lainnya dari daerah maupun kabupaten se-provinsi Riau. Populasi suku terbanyak di provinsi Riau ini adalah suku melayu. Latar belakang budaya dan suku seseorang mengajarkan bagaimana cara sehat, cara mengenali sakit, dan cara merawat orang sakit dan efek penyakit dan interprestasinya berbeda menurut kultur masing-masing suku. Perbedaan suku dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil sebuah 28

33 keputusan tentang penggunaan layanan kesehatan. Pada dasarnya penyakit yang berhubungan dengan suku berkaitan dengan faktor genetik atau faktor lingkungan. Misalnya cara merawat orang sakit, cara menjaga kesehatan dan pemilihan makanan pada orang yang sakit. Dalam penelitian ini diperoleh responden terbanyak memiliki status pendidikan terakhir sebagai lulusan D1/D2/D3/S1 (53,19%) dan paling sedikit merupakan lulusan SD (6,38%). Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Batubara yang menunjukkan jumlah respondennya mayoritas adalah pendidikan terakhirnya perguruan tinggi. Status pendidikan terakhir berperan penting dalam menentukan status kesehatan dan kualitas hidup seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kesadaran tentang pentingnya kesehatan dan pengobatan akan masalah kesehatanya yang dihadapinya juga akan semakin tinggi dan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka individu tersebut akan cenderung untuk lebih berpikir positif. Status pendidikan terakhir juga berpengaruh terhadap sumberdaya ekonomi dan sosial yang dicapai, sehingga muncul paradigma bahwa tingkat pendidikan yang rendah mengakibat suatu individu memiliki pengetahuan yang rendah terhadap kesehatan dirinya dan dapat jatuh pada keadaan streesfull, sehingga hal ini dapat menyebabkan meningkatnya resiko penyakit ginjal kronik. Data dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas responden telah menikah (93,61%). Besar atau tidaknya dukungan yang diterima oleh seorang responden yang sudah menikah sangat menentukan perjalanan penyakit dari gagal ginjal kronik. Dukungan yang diberikan pada pasangan dapat berupa motivasi, penghargaan, perhatian, dan pemberian solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh pasangannya. Didapatkannya dukungan yang lebih dari pasangan akan dapat mempengaruhi emosional dari pasien gagal ginjal kronik dan dapat menimbulkan perbaikan pada perjalanan penyakitnya. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa pasien yang telah memakai CAPD dalam kurun waktu <1 tahun sebanyak 19,14%, pasien 29

34 yang memakai CAPD dalam kurun waktu 1-5 tahun sebanyak 72,34% dan pasien yang memakai CAPD >5 tahun sebanyak 8,51%. Responden dengan jangka waktu memakai CAPD terpendek adalah 1 bulan dan terlama adalah 80 bulan. Komplikasi yang terjadi pada responden yaitu hipoalbumin, infeksi exit site/tunnel, peritonitis dan kebocoran cairan dialisat terjadi pada maupun pada responden yang lebih dari 5 tahun menjalani CAPD, responden jarang kontrol ke tenaga medis dan banyak responden telah lupa melakukan prosedur standar dalam perawatan CAPD. Penelitian yang dilakukan oleh Noph yang mengamati pasien yang menjalani terapi CAPD pada 3 tahun pertama ditemukan terjadinya infeksi exit site, catheter replacement dan peritonitis. Menurut penelitian Pollock juga menemukan terjadinya peritonitis pada 2-3 tahun pertama pemakaian CAPD di Australia, sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Szeto et all menyatakan bahwa rata-rata lama responden menjalani terapi CAPD adalah 63,7 bulan dan terdapat 23% yang mengalami peritonitis. Hasil penelitian didapatkan mayoritas responden bekerja sebagai IRT, pensiunan dan tidak bekerja (36,17%), sedangkan yang bekerja sebagai wiraswasta berjumlah (34,08%) dan yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil berjumlah (29,78%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asri dkk menyatakan bahwa 2/3 pasien yang menjalani terapi dialisis tidak pernah dapat kembali pada aktivitas atau pekerjaan semula sehingga pasien dapat kehilangan pekerjaannya. Rendahnya aktivitas seseorang dapat berpengaruh terhadap perburukan kesehatan baik dari segi fisik maupun psikis individu, sehingga dapat mengakibatkan seseorang sakit Gambaran Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi CAPD Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik merupakan salah satu hal penting untuk menilai efek samping dari sebuah terapi pengobatan. Kualitas hidup dapat menggambarkan suatu beban seorang penderita akibat penyakit yang dideritanya dan terapi yang diperolehnya. Ketepatan dalam melakukan pengukuran kualitas hidup bermanfaat untuk mengetahui proses penyakit 30

35 dan efek terapi yang diberikan kepada penderita, dengan demikian pasien yang menderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi CAPD perlu diteliti kualitas hidupnya. Pada penelitian ini dengan menggunakan kuesioner KDQOL-SF TM didapatkan sebanyak 76,59% pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi CAPD memiliki kualitas hidup yang baik dan 23,40% termasuk dalam kategori buruk. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatayati yang menilai kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi CAPD dengan menggunakan kuesioner kualitas hidup dari Spitzer di dapatkan hasil bahwa 68,75% responden termasuk dalam kategori baik, sedangkan sisanya sebanyak 31,25% termasuk dalam kategori sedang. Karakteristik seseorang berpengaruh terhadap pola dan kualitas kehidupan seseorang. Karakteristik dapat dilihat dari beberapa sudut pandang misalnya yang pertama usia yaitu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nofitri menemukan adanya hubungan usia dalam aspekaspek kehidupan individu dalam meningkatkan kualitas hidup. Saat memasuki usia tua kualitas hidup seseorang menjadi lebih baik karena individu tersebut telah melewati masa-masa dalam perubahan hidupnya dan individu yang berusia tua lebih memiliki kemampuan untuk mengarahkan dan mengevaluasi dirinya kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini bahwa kelompok usia tahun sebanyak 82,60% memiliki kualitas hidup dalam kategori baik. Berikutnya pendidikan merupakan Pasien yang memiliki status pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang luas sehingga memungkinkan pasien tersebut dapat mengontrol dirinya terhadap masalah yang sedang dihadapinya, mempunyai perkiraan yang tepat dalam mengatasi kejadian, mudah mengerti tentang apa yang dianjurkan oleh petugas kesehatan, mempunyai pengalaman serta percaya diri yang tinggi serta pasien tersebut dapat mengurangi kecemasan yang dirasakannya sehingga individu tersebut dapat mengambil keputusan yang tepat. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Notoadmojo yang 31

BAB I PENDAHULUAN. bahkan terjadi gagal ginjal. Jika tidak diobati, penyakit ginjal bisa

BAB I PENDAHULUAN. bahkan terjadi gagal ginjal. Jika tidak diobati, penyakit ginjal bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ginjal adalah organ tubuh yang sangat penting. Namun, banyak orang yang tidak sadar untuk menjaganya sehingga ginjal menjadi tidak sehat dan bahkan terjadi gagal

Lebih terperinci

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari Proses Peritoneal dialisis dan CAPD Dahlia Lara Sikumalay 13113120012 Putri Ramadhani 1311312008 Tria Wulandari 1311312006 Fakultas Keperawatan Universitas Andalas 2016 Prosedur peritoneal dialisis Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

CAIRAN DIALISAT PERITONEAL EXTRANEAL Dengan Icodextrin 7,5% Hanya untuk pemberian intraperitoneal

CAIRAN DIALISAT PERITONEAL EXTRANEAL Dengan Icodextrin 7,5% Hanya untuk pemberian intraperitoneal CAIRAN DIALISAT PERITONEAL EXTRANEAL Dengan Icodextrin 7,5% Hanya untuk pemberian intraperitoneal SELEBARAN BAGI PASIEN Kepada pasien Yth, Mohon dibaca selebaran ini dengan seksama karena berisi informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut, kanan dan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan, sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang kurang dari 60 ml. Penyakit ginjal kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi dan menjadi masalah kesehatan bukan hanya di Indonesia bahkan di negara maju. Di Amerika Serikat misalnya, angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam memepertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbanagn cairan tubuh, dan nonelektrolit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit ginjal kronik (PGK) disebut sebagai penyakit renal tahap akhir yang merupakan gangguan fungsi renal yang progesif dan irreversibel dimana terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002) 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik / penyakit ginjal tahap akhir (ESRD / End Stage Renal Disease) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik hampir selalu bersifat asimtomatik pada stadium awal. Definisi dari penyakit ginjal kronik yang paling diterima adalah dari Kidney Disease:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi RSUD dr. Moewardi adalah rumah sakit umum milik pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis adalah kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan medis dan keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostatic dengan mengatur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

Terapi Pengganti Ginjal. Ledy Martha Aridiana, S.Kep. Ns. M.Kes

Terapi Pengganti Ginjal. Ledy Martha Aridiana, S.Kep. Ns. M.Kes Terapi Pengganti Ginjal Ledy Martha Aridiana, S.Kep. Ns. M.Kes Anatomi dan fisiologi ginjal Ginjal 2 buah : kanan, kiri Letak : retroperitoneal Ukuran : 11x6x3cm Berat : 120-170gr Terdiri dari : cortex

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiiki peran vital dalam mempertahankan homeostasis, gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Semua

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati ** PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati ** Pasien diabetes yang mengalami gagal ginjal terminal harus menjalani terapi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal atau renal failure merupakan gangguan fungsi ginjal menahun yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan kemampuannya

Lebih terperinci

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis?

Gagal Ginjal Kronis. 1. Apa itu Gagal Ginjal Kronis? Gagal Ginjal Kronis Banyak penyakit ginjal yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda gangguan pada kesehatan. Gagal ginjal mengganggu fungsi normal dari organ-organ tubuh lainnya. Penyakit ini bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal berperan sangat penting bagi sistem pengeluaran (ekskresi) manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa metabolisme yang tidak diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan kemajuan zaman membawa dampak yang sangat berarti bagi perkembangan dunia, tidak terkecuali yang terjadi pada perkembangan di dunia kesehatan. Sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fungsi kesejahteraan dan keselamatan pada manusia untuk mempertahankan volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak ada obat lain yang dipelajari sebanyak alkohol. Alkohol merupakan suatu senyawa kimia

Lebih terperinci

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya Apakah diabetes tipe 1 itu? Pada orang dengan diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat membuat insulin. Hormon ini penting membantu sel-sel tubuh mengubah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok pertama adalah kelompok pasien yang melakukan Hemodialisa 2 kali/minggu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diet gagal ginjal adalah diet atau pengaturan pola makan yang dijalani oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal punya peran penting sebagai organ pengekresi dan non ekresi, sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan kreatinin yang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya menginginkan dirinya selalu dalam kondisi yang sehat, baik secara fisik maupun secara psikis, karena hanya dalam kondisi yang sehatlah manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan permasalahan di bidang nefrologi dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidensi

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SKRIPSI Diajukan Oleh : ARLIS WICAK KUSUMO J 500060025

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi ekskresi, fungsi pengaturan dan fungsi hormonal dari ginjal sebagai kegagalan sistem sekresi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ini merupakan cross sectional survey karena pengambilan data dilakukan pada satu waktu dan tidak berkelanjutan (Hidayat 2007). Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. konsentrasi elektrolit pada cairan ekstra sel (Tawoto & Watonah, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan organ tubuh yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi ginjal antara lain, pengatur volume dan komposisi darah, pembentukan sel darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah, mengatur asam-basa darah, mengontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh

Lebih terperinci

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI OLEH : KELOMPOK 5 HAPPY SAHARA BETTY MANURUNG WASLIFOUR GLORYA DAELI DEWI RAHMADANI LUBIS SRI DEWI SIREGAR 061101090 071101025 071101026 071101027 071101028 Nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan pada jantung dan pembuluh darah, termasuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung kongestif, penyakit vaskular

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik adalah gangguan faal ginjal yang berjalan kronik dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Ginjal merupakan organ yang mempunyai fungsi vital pada manusia, organ ini memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini penyakit gagal ginjal kronis menduduki peringkat ke- 12 tertinggi angka kematian atau angka ke-17 angka kecacatan diseluruh dunia, serta sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap akhir atau gagal ginjal terminal. Richard Bright pada tahun 1800 menggambarkan beberapa pasien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh yang berperan dalam mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah suatu penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel akibat suatu proses patofisiologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronis (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

transplantasi adalah pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum

transplantasi adalah pasien dan hanya ada 920 pasien yang menerima transplantasi (NHSBT, 2014). Hemodialisis merupakan metode perawatan umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal adalah menurunnya fungsi ginjal. Apabila hanya 10% dari ginjal yang berfungsi, pasien dikatakan sudah pada tahap penyakit ginjal tahap akhir atau yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini telah mampu merubah gaya hidup manusia. Manusia sekarang cenderung menyukai segala sesuatu yang cepat, praktis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kondisi yang sehat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kondisi yang sehat, baik secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kondisi yang sehat, baik secara jasmani atau rohani. Sehat dapat diartikan sebagai kondisi dari tubuh yang terlepas

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mempertahankan volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh merupakan fungsi esensial untuk kesejahteraan, yang berarti keselamatan dari seluruh makhluk hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cairan dalam tubuh mencakup 50% - 60% dari total berat badan (Ignatavicius & Workman, 2006). Jumlah tersebut sangat bervariasi tergantung dari umur, jenis kelamin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan penyakit yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang cukup berat dan terjadi perlahan dalam waktu yang lama (menahun) disebabkan

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

Tabel 1.1 Keaslian penelitian Tabel 1.1 Keaslian penelitian Peneliti No (tahun) 1 Sunarni (2009) 2 Dwi susilo wati (2003) 3 Ahmad Sapari (2009) Judul Hubungan antara kepatuhan pelaksanaan hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 150 ribu orang dan yang membutuhkan terapi pengganti ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 150 ribu orang dan yang membutuhkan terapi pengganti ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronis merupakan masalah yang sangat penting dalam bidang ilmu penyakit dalam khususnya bagian ginjal hipertensi atau nefrologi (Firmansyah, 2010). Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal ginjal terminal (GGT) merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal yang bersifat irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mengangkut sampah metabolik

Lebih terperinci

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai

1. Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hai ASERING JENIS-JENIS CAIRAN INFUS Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteriis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma. Komposisi:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmhg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmhg. Pada populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan 9 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 ml/min/1.73 m 2 selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Hemodialisa Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia masih menghadapi berbagai permasalahan kesehatan yang cukup sulit. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tubuh manusia, mineral berperan dalam proses fisiologis. Dalam sistem fisiologis manusia, mineral tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen antara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini bila

BAB I PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini bila 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang latar belakang, rumusan penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. A. Latar Belakang Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal adalah salah satu organ utama sitem kemih atau uriner (tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronis (GGK) merupakan suatu kondisi dimana kedua ginjal tidak dapat berfungsi secara normal, yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan permasalahan bidang nefrologi dengan angka kejadian masih cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering diawali tanpa keluhan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu gangguan fungsi jantung dimana otot jantung kekurangan suplai darah yang disebabkan karena adanya penyempitan pembuluh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam tubuh manusia. Fungsi tersebut diantaranya mengatur konsentrasi garam dalam darah, dan mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Dengan prevalensi 15% di negara berkembang, dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional maupun lokal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa. mengatur keseimbangan asam basa, mempertahankan volume dan

BAB I PENDAHULUAN. memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa. mengatur keseimbangan asam basa, mempertahankan volume dan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang berfungsi untuk memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa metabolisme tubuh yang tidak diperlukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan

I. PENDAHULUAN. Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen terbesar dari tubuh sekitar 60% dari berat badan rata-rata orang dewasa (70 kg). Total air tubuh dibagi menjadi dua kompartemen cairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menganggu mekanisme biologis dalam tub uh. Salah satu bentuk kerusakan ginjal

BAB I PENDAHULUAN. menganggu mekanisme biologis dalam tub uh. Salah satu bentuk kerusakan ginjal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan penting dalam tubuh manusia terutama dalam proses metabolisme, menjaga keseimbangan cairan tubuh, dan pembentukan sejumlah vitamin serta mineral

Lebih terperinci

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masyarakat selama ini menganggap penyakit yang banyak mengakibatkan kematian adalah jantung dan kanker. Sebenarnya penyakit gagal ginjal juga dapat mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena

BAB I PENDAHULUAN. adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena 6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) yang lebih dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah suatu kondisi terganggunya metabolisme di dalam tubuh karena ketidakmampuan tubuh membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci