BAB I PENDAHULUAN. Untuk membangun masyarakat dan mengisi kemerdekaan melalui suatu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Untuk membangun masyarakat dan mengisi kemerdekaan melalui suatu"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk membangun masyarakat dan mengisi kemerdekaan melalui suatu sistem ketatanegaraan yang responsif, adil dan demokratis bukanlah merupakan hal mudah. Alasannya dikarenakan berhubungan dengan hal-hal fundamental seperti, penataan dan pembentukan kerangka struktur negara dan masalah-masalah mendasar lainnya menyangkut penataan lembaga-lembaga negara. Penataan dan kewenangan lembaga negara di negara-negara yang menganut negara hukum yang demokratis secara ontologis bertujuan, menciptakan harmonisasi dalam pemerintahan, guna pencapaian penyelenggaraan pemerintahan yang baik, meskipun suatu negara dinyatakan dalam situasi negara dalam keadaan darurat sekalipun. Secara idealistik, pengaturan tentang kewenangan Presiden negara Republik Demokratik Timor Leste menyatakan negara dalam keadaan darurat, dibenarkan melalui tiga argumentasi menurut lapisan keilmuan hukum. Berkaitan dengan tingkatan lapisan ilmu hukum tersebut, Sebagaimana Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke mengatakan, 1 dalam ilmu hukum kami membedakan dua cabang: apa yang dinamakan dogmatika hukum (atau ajaran hukum atau kemahiran hukum terdidik terlatih) dan teori hukum. Tingkat ketiga dari ilmu hukum, di atas dogmatika hukum dan teori hukum ditempati oleh 1 Jan Gijssels, Mark Van Hoecke, 1982, Wat Is Rechtsteorie, terjemahan B.Arief Sidharta, 2002, Apakah Teori Hukum itu, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, penerbitan Tidak Berkala No.3, Seri Dasar-dasar Ilmu Hukum No.3, Hlm. 8

2 2 filsafat hukum. Filsafat hukum akan mendapat giliran pertama, mengingat ia, sebagaimana yang akan tampak, dalam derajat yang besar menentukan terhadap cara yanag dengannya dogmatika hukum dan teori hukum diemban (di-praxiskan). lapisan keilmuan hukum dalam arti luas meliputi, lapisan tertinggi adalah filsafat hukum, dibawahnya lapisan teori hukum dan lapisan paling bawah adalah ilmu hukum dogmatik. Guna memberikan pembenaran filosofis, teoretis dan menurut ilmu hukum dogmatik, maka pengkajian perihal kewenangan Presiden negara Republik Demokratik Timor Leste untuk menyatakan, negara dalam keadaan darurat, akan dideskripsikan dan dianalisis melalui tiga lapisan keilmuan hukum. Pertama, dari pembenaran filosofis berkaitan dengan aspek ontologi dan aksiologi hukum, ini bertalian dengan hakekat kewenangan Presiden menyatakan negara dalam keadaan darurat dan perang, guna menjamin stablitas negara sesuai tujuan negara Republik Demokratik Timor Leste, sebagaimana tercantum dalam pembukaan (preamblo/preamble) Konstitusi pada alinea ke sembilan. 2 Selanjutnya dalam alinea Pertama, kedua dan ketiga 3, berisi hakekat perjuangan rakyat Timor Leste 2.Konstituicao da RDTL Preamblo Alinea Tigabelas : Interpretando o profundo sentimento, as aspirações e a fé em Deus do povo de Timor-Leste; Reafirmam solenemente a sua determinação em combater todas as formas de tirania, opressão, dominação e segregação social, cultural ou religiosa, defender a independência nacional, respeitar e garantir os direitos humanos e os direitos fundamentais do cidadão, assegurar o princípio da separação de poderes na organização do Estado e estabelecer as regras essenciais da democracia pluralista, tendo em vista a construção de um país justo e próspero e o desenvolvimento de uma sociedade solidária e fraterna.( Hodi interpreta povu Timór-Leste nia sentimentu kle an, nia aspirasaun no nia fé ba Maromak; Hateten hikas ho solenidade nia determinasaun atu halo funu hasoru forma oin-oin tirania nian, opresaun, dominasaun no kaketak sosiál, kulturál ka tuir relijiaun, atu defende independénsia nasionál, respeita no fó garantia ba direitus umanus, no ema sidadaun sira-nia direitu fundamentál, atu kaer metin prinsípiu haketak podér iha Estadu nia organizasaun no harii demokrasia sanak-barak nia regra prinsipál sira, hodi buka harii nasaun ida-ne ebé justu no buras, hodi mós foti sosiedade ida-ne ebé hakiak ema atu fó neon-laran ba malu nu udar maunalin). Interpreting the profound sentiment, the aspirations and the faith in God of the People of East Timor; Solemnly reaffirm their determination to fight all forms of tyranny, oppression, social, cultural or religious domination and segregation, to defend national independence, to respect and guarantee human rights and the fundamental rights of the citizen, to ensure the principle of the separation of powers in the organization of the State, and to establish the essential rules of multi-party democracy, with a view to building a just and prosperous nation and developing a society of solidarity and fraternity. 3 Ibid. Alinea Satu : A independência de Timor-Leste, proclamada pela Frente Revolucionária do Timor-Leste Independente (FRETILIN) em 28 de Novembro de 1975, vê-se internacionalmente

3 3 dalam rumusan sebagai berikut., Setelah pembebasan Rakyat Timor Leste dari penjajahan dan pendudukan yang tidak sah atas Tanah Air Maubere oleh kekuatan asing, kemerdekaan Timor Leste, yang diproklamirkan oleh Front Revolusioner Timor Leste Merdeka/Frente Revolusionario Timor Leste Independente (FRETILIN) pada tanggal 28 November 1975, diakui secara internasional pada tanggal 20 Mei Perjuangan melawan musuh, yang pada awalnya di bawah kepemimpinan FRETILIN, diperluas menjadi bentuk-bentuk keikutsertaan politik yang menyeluruh, khususnya setelah pembentukan Dewan Nasional Perlawanan Maubere atau Concelho Nacional Resistencia Maubere (CNRM) pada tahun 1987 dan Dewan Nasional Perlawanan Rakyat Timor atau Concelho Nacional Resistencia Timorense (CNRT) pada tahun Perjuangan tersebut dilakukan dalam tiga lapisan bentuk gerakan perlawanan, sebagaimana dirumuskan dalam mukadimah Alinea empat, alinea reconhecida a 20 de Maio de 2002, uma vez concretizada a libertação do povo timorense da colonização e da ocupação ilegal da Pátria Maubere por potências estrangeiras. (Timór-Leste nia independénsia iha loron 28 fulan Novembru 1975, ne ebé Frente Revolusionáriu Timór-Leste Independente (FRETILIN) mak proklama, sei hetan rekoñesimentu internasionál iha loron 20 fulan Maiu tinan 2002, wainhira povu timoroan hetan libertasaun hosi kolonializmu no okupasaun ilegál ba Pátria Maubere hosi poténsia raiseluk). The independence of East Timor, proclaimed by the Frente Revolucionária of Independent East Timor (FRETILIN) on November 28, 1975, is internationally recognized on May 20, 2002, following the liberation of the Timorese people from the colonization and ccupation of the Maubere Motherland by foreign powers. Alinea Dua : A elaboração e adopção da Constituição da República Democrática de Timor-Leste culmina a secular resistência do povo timorense, intensificada com a invasão de 7 de Dezembro de ( Elaborasaun no adosaun Konstituisaun Repúblika Demokrátika Timór-Leste nian, mak tutun-a as rezisténsia sekulár povu timoroan nian ne ebé sai maka as liu horik invazaun loron 7 fulan Dezembru tinan ) The elaboration and adoption of the Constitution of the Democratic Republic of East Timor is the culmination of the secular resistance of the Timorese People intensified following the invasion of December 7, Alinea Tiga : A luta travada contra o inimigo, inicialmente sob a liderança da FRETILIN, deu lugar a formas mais abrangentes de participação política, com a criação sucessiva do Conselho Nacional de Resistência Maubere (CNRM), em 1987, e do Conselho Nacional de Resistência Timorense (CNRT), em ( Funu hasoru funu-maluk, hahú ho FRETILIN nia lideransa, ne ebé loke dalan luan tan ba partisipasaun polítika, hodi hamoris Konsellu Nasionál Rezisténsia Maubere (CNRM) iha tinan 1987, tuir mai Konsellu Nasionál Rezisténsia Timorense (CNRT) iha tinan 1998.) The struggle waged against the enemy, initially under the leadership of FRETILIN, gave way to more comprehensive forms of political participation, particularly in the wake of the establishment of the National Council of the Maubere Resistance (CNRT) in 1987 and the National Council of Timorese Resistance (CNRT) in 1998.

4 4 lima, alinea enam dan alinea tujuh 4. Didalamnya, terkandung nilai-nilai: Aksiaksi front klandestin yang secara jitu dilaksanakan di wilayah pendudukan musuh, melibatkan pengorbanan beribu-ribu nyawa baik perempuan maupun laki-laki, khususnya pemuda-pemudi, yang berjuang tanpa pamrih, demi kebebasan dan kemerdekaan. Aksi gerakan bersenjata yang dilakukan secara bergerilya di hutan hutan belantara, dan aksi diplomatik yang dilakukan di luar negeri untuk memperoleh simpati dan dukungan dunia internasional. Selanjutnya Alinea ke delapan dan alinea ke sembilan 5 mengandung nilainilai perjuangan rakyat bangsa Timor Leste, dan penghargaan terhadap jasa perjuangan pihak Gereja, dan penghormatan kepada para Pahlawan yang gugur di medan perang. Bahwa Dari sisi budaya dan kemanusiaan, Gereja Katolik di Timor Leste selalu mampu menanggung, secara bermartabat, penderitaan seluruh 4 Ibid. Preamblo. Alinea Empat : A Resistência desdobrou-se em três frentes.(rezisténsia hala o iha frente oin tolu) The Resistance was divided into three fronts. Alinea Lima : A frente armada foi protagonizada pelas gloriosas Forças Armadas de Libertação Nacional de Timor-Leste (FALINTIL), cuja gesta histórica cabe exaltar. (. Frente armada ne ebé Forsas Armadas Libertasaun Nasionál Timor-Leste (FALINTÍL) hala o ho barani tebes hodi hasa e asaun históriku ida) The armed front was carried out by the glorious Forças Armadas de Libertação Nacional de Timor-Leste (FALINTIL) whose historical undertaking is to be praised. Alinea Enam : A acção da frente clandestina, astutamente desencadeada em território hostil, envolveu o sacrifício de milhares de vidas de mulheres e homens, em especial jovens, que lutaram com abnegação em prol da liberdade e independência. (Asaun hosi frente klandestina, ne ebé hala o hodi matenek iha funu-maluk sira-nia leet, ne ebé feto no mane rihun barak fó sira-nia moris, liuliu klosan sira-ne ebé hala o funu ho sirania moris atu bele hetan liberdade no independénsia. The action of the clandestine front, astutely unleashed in hostile territory, involved the sacrifice of thousands of lives of women and men, especially the youth, who fought with abnegation for freedom and independence. Alinea Tujuh : A frente diplomática, conjugadamente desenvolvida em todo o Mundo, permitiu abrir caminho para a libertação definitiva.( Frente diplomátika, ne ebé hala o iha mundu raiklaran, loke dalan ba libertasaun totál). The diplomatic front, harmoniously carried out all over the world, enabled the opening of the way for definitive liberation. 5 Ibid. Preamblo, Alinea Delapan : Na sua vertente cultural e humana, a Igreja Católica em Timor-Leste sempre soubre assumir com dignidade o sofrimento de todo o Povo, colocando-se ao seu lado na defesa dos seus mais elementares direitos. (Iha nia parte kulturál no umanu, Uma-Kreda Katólika iha Timór-Leste la para simu ho dignidade povu tomak nia terus, hodi tau an iha povu nia leet hodi defende sira-nia direitu kdasar). In its cultural and humane perspective, the Catholic Church in East Timor has always been able to take on the suffering of all the People with dignity, placing itself on their side in the defense of their most elementary rights.

5 5 Rakyat, membela mereka dalam rangka mempertahankan hak-hak asasi umat (rakyat). Dalam pembukaan konstitusi ini terkandung nilai-nilai ontologi hukum, yang merupakan salah satu cabang filsafat hukum. Nilai-nilai tersebut terkait dengan hakekat perjuangan rakyat dan bangsa Timor Leste, meraih kemerdekaan dari penindasan-penindasan. Sedangkan nilai aksiologi hukum yang merupakan ajaran nilai-nilai dari tugas dan fungsi sebuah negara yaitu: Pertama, berkaitan dengan nilai perlindungan terhadap hak asasi manusia, kemerdekaan, kebebasan, demokrasi dan pembagian kekuasaan. Kedua, perlindungan dan pengembangan hak asasi manusia, demokrasi dan pembagian kekuasaan secara teoretis dibenarkan, berdasarkan teori-teori hak asasi manusia dan negara hukum, maupun ajaran trias politica Montesquieu tentang pemisahan kekuasaan. Ketiga, terkait kebebasan, demokrasi dan pembagian kekuasaan dari perspektiv hukum, maka secara subtansial berkaitan dengan kajian hukum tata negara. Negara Republik Demokratis Timor Leste ( negara RDTL), dalam sistem ketata negaraannya selain terdapat lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif, ada lembaga Kepresidenan dan lembaga pendukung seperti Dewan Negara (Concelho do Estado/state auxiliary agencies), dan Komite tetap Parlemen (Comite permanente do Parlamento). Secara kelembagaan dari beberapa lembaga tersebut memiliki kewenangan sebagai lembaga negara tetapi bukan lembaga negara yang memegang kedaulatan negara. Dalam artian masing-masing lembaga

6 6 memiliki kekuasaan, untuk melengkapi lembaga kedaulatan negara, dalam menjalankan fungsi pemerintahan berdasarkan ketentuan konstitusi negara RDTL. Oleh karena pentingnya suatu pengaturan kekuasaan berdasarkan hukum, maka Negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Sejak setelah referendum tahun 1999, masuk pada era persiapan restaurasi kemerdekaan Timor Leste 20 mei 2002, dibawah pengawasan UNTAET (united nation transitional administration for east timor) atau oleh pemerintahan transisi Timor Leste, berdasarkan Resgulasi UNTAET No.2 Tahun 2001 (Untaet Regulation 2001/2) dibentuk majelis konstituante yang disebut Assembleia Konstituante, guna menyelenggarakan pembentukan Konstitusi negara RDTL. Kemudian atas kerja keras Assembleia Konstituante tersebut, maka terbentuklah Konstitusi Negara RDTL yang disahkan 23 maret tahun 2002 dan diberlakukan pada tanggal 20 Mei Dalam Konstitusi Negara RDTL, dinyatakan eksistensi lembaga-lembaga negara, yaitu kekuasaan Pemerintahan negara Republik Demokratik Timor Leste terdiri atas; kekuasaan eksekutif yang dipimpin oleh Perdana Menteri, kekuasaan legislatif dipimpin oleh Presiden Parlamen dan kekuasaan yudikatif dipimpin oleh Mahkamah Agung (O Presidente da Tribunal do Recurso), dan menentukan batasan-batasan kewenangan lembaga tersebut dalam melaksanakan kekuasaan negara RDTL, Dapat diketahui bahwa, kekuasaan pemerintahan tersebut dijalankan menurut tugas dan fungsi kelembagaan. Maka lembaga yang dimaksud adalah lembaga negara yang dinyatakan dalam Pasal 67 Konstitusi negara Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) Tahun 2002, menyatakan negara

7 7 RDTL memiliki empat lembaga tinggi negara yaitu; lembaga-lembaga kedaulatan negara terdiri atas Presiden Republik, Parlemen Nasional, Pemerintah dan Pengadilan. Tiap lembaga tinggi dipimpin oleh seorang pejabat negara, yang seharusnya setiap lembaga melaksanakan tugas dan fungsi secara mandiri dan melakukan koordinasi secara horizontal antar lembaga Negara. Selain pelaksanaan tugas secara mandiri dan koordinasi secara horisontal, konstitusi juga mengatur tentang pelaksanaan tugas dan fungsi Presiden Republik secara subtitusi oleh Presiden Parlemen. Hal tentang dapat menjalankan fungsi secara substitusi ini, ditetapkan dalam Pasal 84 ayat (1) 6 Konstitusi negara Republik Demokratik Timor Leste tahun Ketentuan Pasal 84 ayat (1) tersebut, mengandung unsur disharmonisasi hukum jika kita sandingkan ketentuan dalam Pasal ini dengan ketentuan dalam Pasal 69 konstitusi negara RDTL, yang menganut asas pemisahan kekuasaan. Dengan demikian, walaupun di negara Republik Demokratik Timor Leste menganut asas pemisahan kekuasaan (separation of power) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 Konstitusi RDTL Namun asas pemisahan kekuasaan tersebut tidak mutlak, oleh karena adanya amanat konstitusi untuk saling ketergantungan antara lembaga-lembaga negara tersebut, dan boleh menjalankan fungsi jabatan secara substitusi oleh Presiden Parlemen kepada 6 Ibid. Pasal 84 ayat 1 Menyebutkan: Selama Presiden Republik berhalangan sementara, maka fungsi Presiden akan dijalankan oleh Presiden Parlemen Nasional, atau bila Presiden Parlemen berhalangan, akan dijalankan oleh seorang pengganti. 7 Ibid. Pasal 69 menyebutkan: Princípio da separação dos poderes, Os orgaos de soberania, nas suas relacoes reciprocas e no exercicio das suas funcoes,observam o principio da separacao e interdependencia dos poderes estabelecidos na Constituicao harus mengikuti asas pemisahan kekuasaan dan saling ketergantungan yang ditetapkan dalam Konstitusi.

8 8 Jabatan Presiden Republik. Hal ini berarti, secara substansial konstitusi, negara RDTL mengetengahkan penerapan sistem pembagian kekuasaan (distribution of power), dan sifat fleksiblitas dalam menjalankan tugas dan fungsi jabatan selaku pejabat negara (khusus dalam tugas dan fumgsi lembaga negara). Saling ketergantungan yang dimaksud dapat diartikan saling bekerjasama. Hal tersebut mengandung arti bahwa antara keempat lembaga negara tersebut masing-masing tidak dapat menjalankan tugas dan fungsi secara terpisah. Misalnya, pada hubungan kewenangan Presiden Republik dengan Parlemen Nasional, dan hubungan Presiden Republik dengan Pemerintah (Perdana Menteri) dalam hal mengumumkan Negara dalam keadaan darurat ataupun negara dalam keadaan perang, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 85 huruf (g),(h), dan (i) sebagai berikut: Declarar o estado de sitio ou o estado de emergencia, mediante autorizacao do Parlamento Nacional, ouvidos o Conselho de Estado, o Governo e o Conselho Superior de Defesa e Seguranca (Mengumumkan keadaan perang atau keadaan darurat, dengan persetujuan parlemen nasional, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara, Pemerintah dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan); to declare the state of siege or a state of emergency following authorization by the National Parliament, after consultation with the Council of State, the government and the Supreme Council of Defense and Security; Declarar a guerra e fazer a paz, mediante proposta do Governo, ouvidos o Conselho de Estado e o Conselho Superior de Defesa e Seguranca, sob autorizacao do Parlamento Nacional (Mengumumkan perang dan mewujudkan perdamaian atas usulan Pemerintah, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan, berdasarkan persetujuan Parlemen nasional); to declare war and make peace following a Government proposal, after consultation with the Council of State and the Supreme Council of Defense and Security, under authorization of the National Parliament; Indultar e comutar penas, ouvido o Governo (Memberikan pengampunan dan memperingankan hukuman, setelah berkonsultasi dengan pemerintah) to grant pardons and commute sentences after consultation with the Government;

9 9 Hal tersebut menimbulkan kondisi yang membingungkan, oleh karena kewenangan untuk pengambilan keputusan pernyataan negara dalam keadaan darurat, ataupun pengumuman negara dalam keadaan perang, diputuskan secara bersama-sama oleh Presiden Republik, Presiden Parlemen, dan Pemerintah (Perdana Menteri). Sebagaimana dialami dalam kasus penyerangan Mayor Alfredo Reinado Alves terhadap Presiden Jose Ramos Horta Pada Tahun , dalam penanganan kasus tersebut Dekrit Presiden tentang negara dalam keadaan darurat dikeluarkan oleh Presiden Parlemen Nasional Fernando La Sama de Araujo selaku Presiden republik sementara (substitusi). Pengumuman pernyataan negara dalam keadaan darurat tersebut, diumumkan secara resmi oleh Presiden republik sementara dan Presiden Parlemen sementara dan Perdana Menteri dalam media Televisi dan media cetak resmi. Secara Konstitusional, kewenangan Presiden, kewenangan Parlemen Nasional dan kewenangan Pemerintah (Perdana Menteri) dapat ditelusuri dalam Pasal 85, Pasal 95, dan Pasal 115 Konstitusi negara RDTL "Ramos-Horta wounded". The Sydney Morning Herald Retrieved Didownload 7 desember Konstitusi, Op.cit. Pasal.95 ayat 3 alinea (j). menyebutkan: memastikan pengumuman keadaan perang atau keadaan darurat; Pasal 115. b).mengusulkan pengumuman perang atau perwujudan perdamaian kepada Presiden Republik; c).mengusulkan pengumuan keadaan perang atau keadaan darurat kepada Presiden Republik; Pasal 85 Promulgar os diplomas legislativos e mandar publicar as resolucoes do Parlamento Nacional que aprovem acordos e ratifiquem tratados e convencoes internacionais; (mengumumkan secara resmi undang-undang dan memerintahkan penerbitan resolusi-resolusi dari parlemen nasional yang mengesahkan kesepakatan dan meratifikasi traktat serta perjanjian internasional). to promulgate statutes and order the publication of resolutions by the National Parliament approving agreements and ratifying international treaties and conventions; a) Exercer as competencias inerentes as funcoes de comandante Supremo das Forcas Armadas; (Melaksanakan wewenang yang merupakan inti dari fungsi-fungsi sebagai panglima angkatan bersenjata); exercise competences inherent in the functions of Supreme Commander of the Defense Force; b) Exercer o direito de veto relativamente a qualquer diploma legislativo, no prazo de 30 dias a contar da sua recepcao (Menggunakan hak veto atas undang-undang apa saja

10 10 Dengan demikian, pengaturan dalam Pasal 85 tersebut mengandung unsur norma kabur dan sekaligus norma konflik antara alinea (c) dan alinea (f), dan huruf (b) dengan huruf (f dan g), yang mana pada huruf (b) dinyatakan melaksanakan wewenang yang merupakan inti dari fungsi-fungsi sebagai panglima angkatan bersenjata, namun pada huruf (f) dan (g) dinyatakan dalam waktu 30 hari, terhitung mulai pada tanggal penerimaannya); to exercise the right of veto regarding any statutes within 30 days from the date of their receipt; c) Nomear e empossar o Primeiro-Ministro indigitado pelo partido ou alianca dos partidos com maioria parlamentar, ouvidos os partidos politicos representados no Parlamento Nacional (Mengangkat dan mengambil sumpah perdana menteri yang telah ditunjuk oleh partai atau koalisi partai dengan mayoritas dalam parlemen, setelah mengadakan konsultasi dengan partai-partai politik yang menduduki kursi dalam parlemen nasional);.to appoint and swear in the Prime Minister designated by the party or alliance parties with parliamentary majority after consultation with the political parties sitting in the National Parliament; d) Requerer ao Supremo Tribunal de Justica a apreciacao preventiva e a fiscalizacao abstracta da constitucionalidade das normas, bem como a verificacao da inconstitucionalidade por omissao (Meminta kepada mahkama agung untuk melaksanakan peninjauan pencegahan dan peninjauan abstrak atas kesesuaian aturanaturan dengan UUD, serta pembenaran atas pertentangan dengan UUD yang disebabkan kelalaian); to request the Supreme Court of Justice to undertake a preventive appraisal and abstract review of the constitutionality of the rules, as well as verification of unconstitutionality by omission; e) Submeter a referendo questoes de relevante interesse nacional, nos termos do artigo 66.º (Mengajukan hal-hal yang bersangkutan dengan kepentingan Negara untuk diputuskan melalui jajak pendapat, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 66); to submit relevant issues of national interest to a referendum provided in Article 66; f) Declarar o estado de sitio ou o estado de emergencia, mediante autorizacao do Parlamento Nacional, ouvidos o Conselho de Estado, o Governo e o Conselho Superior de Defesa e Seguranca (Mengumumkan keadaan perang atau keadaan darurat, dengan persetujuan parlemen nasional, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara, Pemerintah dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan); to declare the state of siege or a state of emergency following authorization by the National Parliament, after consultation with the Council of State, the government and the Supreme Council of Defense and Security; g) Declarar a guerra e fazer a paz, mediante proposta do Governo, ouvidos o Conselho de Estado e o Conselho Superior de Defesa e Seguranca, sob autorizacao do Parlamento Nacional (Mengumumkan perang dan mewujudkan perdamaian atas usulan Pemerintah, setelah berkonsultasi dengan Dewan Negara dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan, berdasarkan persetujuan Parlemen nasional); to declare war and make peace following a Government proposal, after consultation with the Council of State and the Supreme Council of Defense and Security, under authorization of the National Parliament; h) Indultar e comutar penas, ouvido o Governo (Memberikan pengampunan dan memperingankan hukuman, setelah berkonsultasi dengan pemerintah) to grant pardons and commute sentences after consultation with the Government; i) Conferir, nos termos da lei, titulos honorificos, condecoracoes e distincoes (Menghadiahkan gelar kehormatan, tanda jasa dan piagam penghargaan sesuai undangundang).to award honorary titles, decorations and merits in accordance with the law.

11 11 berkonsultasi dengan Pemerintah, dengan Dewan Negara dan Dewan Tinggi Pertahanan Keamanan. (Padahal kedua dewan ini dipimpin langsung oleh Presiden). Selanjutnya hal tersebut menunjukan pengaturan yang tumpangtindih antara huruf (f) dan huruf (g) dan terjadi disharmonisasi pengaturan antara huruf (b) dan huruf (g) sebagaimana memberikan makna saling berlawanan(conflict Norm). Selanjutnya pengaturan seperti itu, diulangi kembali dalam bagian kewenangan Pemerintah dan kewenangan Parlemen Nasional, yaitu dalam Pasal 115 ayat 2 alinea (b dan c), dan dalam Pasal 95 ayat 3 alinea (j). Apabila dilihat pada tataran sinkronisasi aturan, maka hal tumpangtindih terjadi juga pada huruf (c) Pasal 85 tentang penggunaan hak veto, sebagaimana diulangi kembali dalam Pasal 88 dan dibatasi kewenangan tersebut dengan meminta pertimbangan dari Parlamen, ini berarti kewenangan memveto oleh Presiden terhadap undang-undang tertentu, bukan sebuah kewenangan atribusi yang terinspirasi oleh hak-hak prerogative yang lazimnya dimiliki oleh seorang kepala negara. Selanjutnya ketentuan huruf (h) Pasal 85 Konstitusi negara Republik Demokratik Timor Leste tentang wewenang Presiden memberikan pengampunan dan memperingankan hukuman setelah berkonsultasi dengan Pemerintah, ketentuan ini dapat diartikan bahwa, ketentuan yang telah menyimpang dari tugas dan fungsi pokok lembaga Pemerintah, oleh sebab tugas dan fungsi pemerintah bukan melakukan fungsi yudikatif. Konsekuensi dari pengaturan yang menyimpang tersebut adalah Pemerintah memberikan pertimbangan yang salah, karena untuk mengampuni atau meringankan hukuman oleh Presiden kepada seorang narapidana, seyogyanya berkonsultasi kepada lembaga yudikatif (Mahkamah Agung), karena hanya

12 12 lembaga yudikatif yang mengemban tugas dan fungsi kehakiman. Selanjutnya Pasal tentang wewenang presiden dalam hubungannnya dengan lembaga lain. 10 Ibid. Pasal 86 Compete ao Presidente da Republica relativamente aos outros orgaos/it is incumbent upon the President of the Republic, with regard to other organs:), Presiden Republik bertanggung jawab dan berwenang untuk: a) to chair the Supreme Council of Defense and Security; Mengetuai dewan tinggi pertahanan dan keamanan; (Presidir ao Conselho Superior de Defesa e Seguranca); b) to chair the Council of State; Mengetuai dewan Negara; (Presidir ao Conselho de Estado); c) to set dates for elections of the President and the National Parliament in accordance with the law; Menetapkan tanggal pemilihan presiden dan parlemen nasional sesuai dengan undang-undang; (Marcar, nos termos da lei, o dia das eleicoes para o Presidente da Republica para o Parlamento Nacional); d) to request the convening of extraordinary sessions of the National Parliament, whenever imperative reasons of national interest justify it; Memohon sidang luar biasa parlemen nasional apabila dibenarkan karena alasan kepentingan nasional yang mendesak; (Requerer a convocacao extraordinaria do Parlamento Nacional, sempre que imperiosas razoes de interesse nacional o justifiquem); e) to address messages to the National Parliament and the country; Berbicara kepada parlemen nasional dan pada Negara; (Dirigir mensagens ao Parlamento Nacional e ao pais); f) to dissolve the National Parliament in case of a serious institutional crisis preventing the formation of a government or the approval of the State Budget and lasting more than sixty days, after consultation with political parties sitting in the Parliament and with the Council of State, on pain of rendering the act of dissolution null and void, taking into consideration provisions of Article 100; Membubarkan parlemen nasional, apabila terdapat krisis kelembagaan yang parah, yang menghalangi pembentukan pemerintahan atau pengesahan anggaran Negara, dan yang berlangsung lebih dari enam puluh hari, setelah berkonsultasi dengan partai-partai politik yang memiliki kursi di parlemen, dan dengan dewan Negara, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 100 Konstitusi RDTL, agar tindakan pembubaran tidak dinyatakan tidak sah dan kemudian dibatalkan. (Dissolver o Parlamento Nacional, em caso de grave crise institucional que nao permita a formacao de governo ou a aprovacao do Orcamento Geral do Estado por um periodo superior a sessenta dias, com audicao previa dos partidos politicos que nele tenham assento e ouvido o Conselho de Estado, sob pena de inexistencia juridica do acto de dissolucao, tendo em conta o disposto no artigo 100.º); g) to dismiss the Government and remove the Prime Minister from office after the National Parliament has rejected his or her program for two consecutive times; Membubarkan pemerintah dan memberhentikan perdana menteri apabila programnya ditolak dua kali berturut-turut oleh parlemen nasional; (Demitir o Governo e exonerar o Primeiro- Ministro, quando o seu programa tenha sido rejeitado pela segunda vez consecutiva pelo Parlamento Nacional); h) to appoint, swear in and remove Government Members from office, following a proposal by the Prime Minister, in accordance with number 2, Article 106; Mengangkat mempersumpahkan dan memberhentikan dari jabatan anggota-anggota pemerintah, atas usulan dari perdana menteri, berdasarkan ayat 2 Pasal 106; (Nomear, empossar e exonerar os membros do Governo, sob proposta do Primeiro-Ministro, nos termos do n.o 2 do artigo 106.º); i) to appoint two members of the Supreme Council of Defense and Security; Mengangkat dua orang anggota dewan tinggi pertahanan dan keamanan; (Nomear dois membros para o Conselho Superior de Defesa e Seguranca);

13 13 Kewenangan Presiden menurut Pasal 86 tersebut dapat dijelaskan, bahwa secara hierarkis dalam struktur ketatanegaraan negara RDTL, kedudukan Presiden secara vertikal berada di atas kedudukan lembaga-lembaga tinggi yang lain. Berdasarkan kewenangan konstitusional itu, Presiden dapat membubarkan Parlemen Nasional dan mengangkat ataupun memberhentikan Perdana Menteri dan anggota Pemerintah, serta mengangkat Dewan Negara. Dengan demikian kewenangan Presiden untuk mengangkat dan memberhentikan Perdana Menteri dan membubarkan Parlemen Nasional merupakan kewenangan atribusi untuk mengawasi lembaga Parlemen dan Pemerintah. j) to appoint the President of the Supreme Court of Justice and swear in the President of the High Administrative Court, the Tax Court and the Court of Accounts; Mengangkat ketua mahkama agung dan mempersumpahkan ketua pengadilan tinggi administrasi, perpajakan dan pemeriksaan keuangan; (Nomear o Presidente do Supremo Tribunal de Justica e empossar o Presidente do Tribunal Superior Administrativo, Fiscal e de Contas); k) to appoint the Prosecutor-General for a term of four years; Mengangkat jaksa agung untuk masa jabatan selama empat tahun; (Nomear o Procurador-Geral da Republica para um mandato de quatro anos); l) to appoint and dismiss the Deputy Prosecutor-General in accordance with number 6, Article 133; Mengangkat dan memberhentikan wakil-wakil jaksa agung berdasarkan ayat 6 Pasal 133; (Nomear e exonerar os Adjuntos do Procurador-Geral da Republica nos termos do n.º 6 do artigo 133.º); m) to appoint and dismiss, following proposal by the Government, the General Chief of Staff of the Defense Force, the Deputy General Chief of Staff of the Defense Force, and the Chiefs of Staff of the Defense Force, after consultation with the General Chief of Staff regarding the latter two cases; Atas usulan dari pemerintah, mengangkat dan memberhentikan kepala staf agung angkatan pertahanan, wakil kepala staf agung angkatan pertahanan dan para kepala staf angkatan pertahanan, setelah berkonsultasi dengan kepala staf agung angkatan pertahanan terhadap kedua pengangkatan terakhir tersebut; (Nomear e exonerar, sob proposta do Governo, o Chefe do Estado-Maior- General das Forcas Armadas, o Vice-Chefe do Estado-Maior-General das Forcas Armadas e os Chefes de Estado-Maior das Forcas Armadas, ouvido, nos ultimos casos, o Chefe do Estado-Maior-General das Forcas Armadas); n) to appoint five Members for the Council of State; Mengangkat lima orang anggota dewan Negara; (Nomear cinco membros do Conselho de Estado); o) to appoint one member for the Superior Council of the Judiciary and for the Superior Council for the Public Prosecution. Mengangkat seorang anggota untuk dewan tinggi kehakiman dan dewan tinggi kejaksaan. (Nomear um membro para o Conselho Superior da Magistratura Judicial e o Conselho Superior do Ministerio Publico).

14 14 Namun dalam ketentuan tersebut menunjukkan adanya antinomi atau mengandung norma konflik, yaitu; dalam rumusan kalimat huruf (m) menentukan, mengangkat dan memberhentikan kepala Staf Agung angkatan pertahanan atas usul Pemerintah. Sementara dalam rangkaian kalimat ketentuan huruf (a) menentukan Presiden mengetuai Dewan Pertahanan dan keamanan. Hal ini berarti, meskipun Presiden adalah Panglima tertinggi angkatan bersenjata juga sebagai Ketua dewan pertahanan dan keamanan, tetapi dalam pengaturan kewenangan secara hirarkhi menurut garis komando pertahanan keamanan, justru kewenangan tersebut menjadi kewenangan pemerintah (Perdana Menteri). Dengan demikian pengaturan dalam huruf (a), huruf (m), dan huruf (f) Pasal 86 tersebut tidak menunjukan sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang baik. Selanjutnya Pasal tentang wewenang presiden berkaitan dengan hubungan internasional. 11 Ibid. Pasal 87 Competences with Regard to International Relations, (kewenangan berkaitan dengan hubungan internasional) It is incumbent upon the President of the Republic, in the field of international relations /Compete ao Presidente da Republica, no dominio das relacoes internacionais: a) Declarar a guerra, em caso de agressao efectiva ou iminente, e fazer a paz, sob proposta do Governo, ouvido o Conselho Superior de Defesa e Seguranca e mediante autorizacao do Parlamento Nacional ou da sua Comissao Permanente (Mengumumkan perang dalam keadaan penyerangan nyata atau yang akan datang dan untuk mewujudkan perdamaian, atas usulan dari pemerintah, setelah berkonsultasi dengan dewan tinggi pertahanan dan keamanan serta atas perijinan dari parlemen nasional atau komisi tetap parlemen); to declare war in case of actual or imminent aggression and to make peace, following proposal by the Government, after consultation with the Supreme Council for Defense and Security and following authorization of the National Parliament or of its Standing Committee; b) Nomear e exonerar embaixadores, representantes permanentes e enviados extraordinarios, sob proposta do Governo (Mengangkat dan memberhentikan para duta besar, wakil-wakil tetap dan utusan-utusan khusus, atas usulan dari pemerintah); to appoint and dismiss ambassadors, permanent representatives and special envoys, following proposal by the Government; c) Receber as cartas credenciais e aceitar a acreditacao dos representantes diplomaticos estrangeiros (Menerima surat-surat kepercayaan dan mengesahkan akreditasi wakil-wakil diplomatik asing); to receive credential letters of accreditation and accredit foreign diplomatic representatives;

15 15 Ketentuan Pasal 87 pada bagian huruf (a), yang menyebutkan mengumumkan perang dalam keadaan penyerangan nyata atau yang akan datang. Sebenarnya tentang hal tersebut telah diatur dalam Pasal 85 huruf (g), sehingga disini terjadi pengulangan pengaturan kembali (sehingga tetap menampakkan adanya rumusan ketentuan yang tumpangtindih). Alasannya, pengaturan semacam ini menempatkan kewenangan Presiden dalam satu unit tanggung jawab yang sama. Demikian juga, pengaturan menurut huruf (d) Pasal Pasal 85, Presiden diharuskan berkonsultasi dengan Pemerintah, menunjukkan seolah-olah dalam bidang pertahanan dan keamanan, terpusat pada kewenangan Pemerintah (Perdana menteri) daripada Presiden. Apabila dicermati secara keseluruhan pengaturan di dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 87, dengan jelas menunjukan adanya ketidakharmonisan pengaturan tentang wewenang Presiden. Hal tersebut dapat dikategorikan dalam pengaturan yang mengandung unsur norma konflik (conflict of norm), norma kabur dan norma kosong. Hal ini akan berimplikasi pada pengendalian angkatan bersenjata di negara RDTL. Pada hal pengedalian angkatan bersenjata di negara ini sangat signifikan karena berkaitan dengan mati atau hidupnya negara. d) Conduzir, em concertacao com o Governo, todo o processo negocial para a conclusao de acordos internacionais na area da defesa e seguranca (Berkonsultasi dengan pemerintah untuk melakukan proses perundingan apapun yang menuju ke penyelesaian kesepakatan-kesepakatan internasional dalam bidang pertahanan dan keamanan).conduct, in consultation with the Government, any process of negotiation towards the completion of international agreements in the field of defense and security.

16 16 Selanjutnya ketentuan Pasal tentang pengaturan kewenangan hak Veto Presiden. Dalam Pasal 88 tersebut, khusus untuk mengatur tentang wewenang Presiden dalam hal menggunakan hak veto. Namun dalam ayat (2) dan ayat (4) dapat diartikan seolah-olah Presiden tidak memiliki wewenang memveto terhadap undang-undang apabila telah melampaui batas waktu Sembilan puluh 12 Ibid. Pasal 88 Promulgação e veto ; 1. No prazo de trinta dias contados da recepcao de qualquer diploma do Parlamento Nacional para ser promulgado como lei, o Presidente da Republica promulga-o ou exerce o direito de veto, solicitando nova apreciacao do mesmo em mensagem fundamentada (Dalam waktu tiga puluh hari terhitung mulai dari tanggal diterimanya rancangan undang-undang apapun dari parlemen nasional, dengan tujuan untuk diumumkan secara resmi sebagai undang-undang, Presiden Republik akan mengumumkannya secara resmi atau mengunakan hak veto. Bila demikian, presiden berdasarkan alasan yang layak, harus menyampaikan permohonan pada parlemen nasional untuk meminta pertimbangan ulang atas RUU tersebut). Within thirty days after receiving any draft law from the National Parliament for the purpose of its promulgation as law, the President of the Republic shall eitherpromulgate the law or exercise the right of veto, based on substantive grounds, send a message to the National Parliament requesting a new appraisal of the statute. 2. Se o Parlamento Nacional, no prazo de noventa dias, confirmar o voto por maioria absoluta dos Deputados em efectividade de funcoes, o Presidente da Republica devera promulgar o diploma no prazo de oito dias a contar do dia da sua recepcao (Apabila parlemen nasional, dalam waktu Sembilan puluh hari, memastikan pemberian suaranya dengan suara mayoritas mutlak dari para anggotanya yang menjalankan fungsi sepenuhnya, maka Presiden Republik harus mengumumkan secara resmi Rancangan Undang-Undang itu dalam waktu delapan hari terhitung mulai tanggal penerimaannya); If, within ninety days, the National Parliament confirms its vote by an absolute majority of its Members in full exercise of their functions, the President of the Republic shall promulgate the law within eight days after receiving it. 3. Sera, porem, exigida a maioria de dois tercos dos Deputados presentes, desde que superior a maioria absoluta dos Deputados em efectividade de funcoes, para a confirmacao dos diplomas que versem materias previstas no artigo 95.º (Namun demikian, mayoritas dua pertiga dari anggota yang hadir disyaratkan untuk meratifikasi Rancangan Undang-Undang dalam hal urusan-urusan yang ditetapkan dalam Pasal 95 bila mayoritas tersebut melebihi mayoritas mutlak para anggota yang menjalankan fungsi sepenuhnya) However, a majority of two-thirds of the Members present shall be required to ratify laws on matters provided for in Article 95 when that majority exceeds an absolute majority of the Members in full exercise of their functions. 4. No prazo de quarenta dias contados da recepcao de qualquer diploma do Governo para ser promulgado, o Presidente da Republica promulga-o ou exerce o direito de veto, comunicando por escrito ao Governo o sentido de veto (Dalam waktu empat puluh hari setelah menerima Rancangan Undang-Undang apapun dari pemerintah atas tujuan pengumuman resmi sebagai undang-undang Presiden Republik dapat mengumumkan dokumen tersebut dengan resmi atau mengunakan hak vetonya melalui pemberitahuan, secara tertulis, yang memuat alasan atas veto tersebut). Within forty days after receiving any draft law from the Government for the purpose of its promulgation as law, the President of the Republic shall either promulgate it or exercise the right of veto by way of a written communication to the Government containing the reasons for the veto.

17 17 hari yang telah ditentukan oleh parlemen nasional sesuai suara mayoritas Parlemen, mengharuskan Presiden untuk mengumumkan RUU yang diajukan oleh Parlemen. Dengan demikian dapat dikatakan hak veto yang dimiliki oleh Presiden seolah-olah bukan sebagai suatu kewenangan atribusi, justru diturunkan derajat kewenangan tersebut menjadi kewenangan delegasi dari parlemen ke Presiden. Ke depan hal inilah yang harus diharmonisasi melalui amandemen konstitusi negara RDTL. Pengaturan perihal wewenang Penjabat Presiden sementara (Powers of an Interim President of the Republic) diatur menurut ketentuan Pasal 89 tentang wewenang Presiden Republik sementara yaitu dijabat oleh Presiden Parleman (Actos do Presidente da República interinoo Presidente da Republica interino nao pode praticar os actos previstos nas alineas f),g), h), i), j), k), l), m), n) e o) do artigo 86.º). Menurut pengaturan dalam Pasal 89 bahwa Presiden Republik sementara tidak mempunyai wewenang yang ditentukan dalam ayat f), g), h), i), j), k), l), m), n) dan o) An interim President of the Republic cannot exercise the powers specified in letters f, g, h, i, j, k, l, m, n and o of Article 86. dari Pasal 86 Konstitusi Negara RDTL Selain kewenangan pokok Presiden yang diatur dalam Pasal 85 s/d Pasal 89, masih terdapat kewenangan yang berhubungan dengan Badan Penasehat Presiden (Advisory bodies to the head of state). Yang diatur dalam Pasal 90 dan Pasal Kewenangan Presiden terkait hubungan 13 Ibid. Pasal 90 dan Pasal 91, sebagaimana diatur dalam Pasal 90 tentang definisi Dewan Negara dan Pasal 91 tentang peran dan fungsi dan keanggotaan Dewan Negara. Article 90: Council of State (Dewan Negara) Concelhodo Estado 1. The Council of State is the political consultative organ of the President of the Republic who presides over it. (Dewan Negara adalah lembaga penasehat politik Presiden Republik dan dipimpin oleh Presiden sendiri).o Conselho de Estado e o orgao de consulta politica do Presidente da Republica, que a ele preside. 2. The Council of State comprises: (Dewan Negara terdiri atas) O Conselho de Estado integra:

18 18 Kewenangan Dewan Negara (Concelho do Estado/ Council of State). Lebih lanjutnya Pasal-pasal yang mengatur tentang wewenang pemerintah yang a) former Presidents of the Republic who were not removed from office; (Para mantan Presiden Republik yang tidak pernah diberhentikan dari jabatannya); Os ex- Presidentes da Republica que nao tenham sido destituidos; b) the President of the National Parliament; (Presiden Parlemen Nasional) O Presidente do Parlamento Nacional; c) the Prime Minister; Perdana Menteri; O Primeiro-Ministro; d) five citizens elected by the National Parliament in accordance with the principle of proportional representation and for the period corresponding to the legislative term, provided that they are not members of the organs of sovereignty;lima orang warga negara yang dipilih oleh Parlemen Nasional, berdasarkan asas perwakilan proporsional, untuk masa jabatan yang sesuai dengan masa jabatan badan legislatif, asal mereka bukan anggota dari lembaga-lembaga kedaulatan Cinco cidadaos eleitos pelo Parlamento Nacional de harmonia com oprincipio da representacao proporcional, pelo periodo correspondente aduracao da legislatura, que nao sejam membros de orgaos de soberania; e) five citizens designated by the President of the Republic for the period corresponding to the term of office of the President, provided that they are not members of the organs of sovereignty. Lima orang warga negera yang ditunjuk oleh Presiden Republik dengan masa jabatan yang sama dengan masa jabatan Presiden Republik, asal merekabukan anggota dari lembaga-lembaga kedaulatan. Cinco cidadaos designados pelo Presidente da Republica, pelo periodocorrespondente a duracao do seu mandato, que nao sejam membros de orgaos de soberania. Article 91(Pasal 91) Artigo 91: Competence, Organization and Functioning of the Council of State(Wewenang, Penataan dan Tata Kerja Dewan Negara) Competência, organização e funcionamento do Conselho de Estado) 1. It is incumbent upon the Council of State: Dewan Negara berwewenang dan bertanggung jawab untuk: Compete ao Conselho de Estado: a. express its opinion on the dissolution of the National Parliament; Menyampaikan pendapatnya mengenai pembubaran Parlemen Nasional; Pronunciar-se sobre a dissolucao do Parlamento Nacional; b. express its opinion on the dismissal of the Government; Menyampaikan pendapatnya mengenai pemberhentian Pemerintah; Pronunciar-se acerca da demissao do Governo; c. express its opinion on the declaration of war and the making of peace; Menyampaikan pendapatnya mengenai pengumuman perang dan perwujudan perdamaian; Pronunciar-se sobre a declaracao de guerra e a feitura da paz; d. express its opinion on any other cases set out in the Constitution and advise the President of the Republic in the exercise of his or her functions, when requested by the President; Menyampaikan pendapatnya mengenai semua hal lain yang ditetapkan dalam UUD dan untuk memberikan nasehat kepada Presiden Republik dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsinya, apabila diminta oleh Presiden; Pronunciar-se nos demais casos previstos na Constituicao e, em geral, aconselhar o Presidente da Republica no exercicio das suas funcoes, quando este lho solicitar. e. to draft its Rules of Procedure. Menyusun Tata Tertibnya. Elaborar o seu Regimento interno. 2. The meetings of the Council of State shall not be open to the public. Rapat-rapat Dewan Negara tidak terbuka untuk umum. As reunioes do Conselho de Estado nao sao publicas. 3. The law defines the organization and functioning of the Council of State. Penataan dan tata kerja Dewan Negara akan ditentukan dengan undang-undang. A lei define a organizacao e o funcionamento do Conselho de Estado.

19 19 berkaitan dengan kewenangan mengusulkan menyatakan negara dalam keadaan darurat dan melaporkan segala aktivitas pemerintah kepada Presiden secara keseluruhan diatur dalam Pasal 115, ayat 2 huruf (b) dan (c), dan Pasal 117 ayat 1 huruf (d). 14 Apabila dicermati, isi Pasal 85 dan Pasal 115 mengenai kewenangan Presiden dan Pemerintah ditemukan adanya pengaturan yang tumpangtindih. Tumpang tindih seperti itu, sebagaimana pengaturan pada Pasal 115 isi ketentuan huruf (c), Perdana menteri (Pemerintah) bertanggung jawab untuk mengusulkan pengumuman keadaan perang kepada Presiden, dan hal inipun telah diatur dalam Pasal 85 huruf (f) dan huruf (g) tentang kewenangan Presiden mengumumkan 14 Ibid. Pasal 115, (Artigo 115.º Competência do Governo/ Competence of the Government), Pasal 115 tentang wewenang Pemerintah sebagai berikut: 2. Compete ainda ao Governo relativamente a outros orgaos: Ayat (2). (Pemerintah berwewenang dan bertanggung jawab menjamin hubungan dengan badan-badan lain untuk): It is also incumbent upon the Government in relation to other organs: b). Propor ao Presidente da Republica a declaracao de guerra ou a feitura da paz; Mengusulkan pengumuman perang atau perwujudan perdamaian kepada Presiden Republik; to propose to the President of the Republic the declaration of war or the making of peace. c). Propor ao Presidente da Republica a declaracao do estado de sitio ou do estado de emergencia; Mengusulkan pengumuman keadaan perang atau keadaan darurat kepada Presiden Republik; to propose to the President of the Republic the declaration of the state of siege or the state of emergency; Pasal 117 ayat (1) Perdana menteri berwenang dan bertanggung jawab untuk; 1. Compete ao Primeiro-Ministro (Kewenangan Perdana Menteri) It is incumbent upon the Prime Minister: a) Chefiar o Governo (Memimpin pemerintah) to be the Head of Government;; b) Presidir ao Conselho de Ministros (Mengetuai dewan menteri); to preside over the Council of Ministers; c) Dirigir e orientar a politica geral do Governo e coordenar a accao de todos os Ministros, sem prejuizo da responsabilidade directa de cada um pelos respectivos departamentos governamentais (Membimbing dan mengarahkan kebijakan umum pemerintah dan mengkoordinasikan kegiatan semua menteri, tanpa mengurangi tanggungjawab dari setiap menteri atas departemen pemerintahnya masing-masing), to direct and guide the general policy of the Government and to co-ordinate the activities of all Ministers, without prejudice to the direct responsibility of each Minister for their respective governmental department; d) Informar o Presidente da Republica sobre os assuntos relativos a politica interna e externa do Governo (Tetap melaporkan kepada Presiden Republik urusan yang menyangkut kebijakan pemerintah dalam dan luar negeri); to inform the President of the Republic on matters of domestic and foreign policy of the Government;Exercer as demais funcoes atribuidas pela Constituicao e pela lei (Melaksanakan tugas-tugas lain yang dilimpahkan oleh Konstitusi dan oleh undang-undang lainnya).to perform other duties attributed to it by the Constitution and the law.

MPR dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan ( People s Consultative Assembly in Constitutional System)

MPR dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan ( People s Consultative Assembly in Constitutional System) MPR dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan ( People s Consultative Assembly in Constitutional System) Dr. Herlambang P. Wiratraman Constitutional Law Department Universitas Airlangga 8 March 2018 Pergeseran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR- LESTE TENTANG AKTIFITAS KERJA SAMA DIBIDANG PERTAHANAN

Lebih terperinci

Sistem Pemerintahan. Fitra Arsil

Sistem Pemerintahan. Fitra Arsil Sistem Pemerintahan Fitra Arsil Susunan Pemerintahan Horisontal Dalam membahas pembagian kekuasaan Horisontal (separation of powers), hanya akan dibahas hubungan antara eksekutif dan legislatif, karena

Lebih terperinci

Kompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP.

Kompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Andhika Danesjvara & Nur Widyastanti Kompetensi 1. Mampu menjelaskan pengertian tentang Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. 2. Mampu

Lebih terperinci

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Oleh: Verdinandus Kiki Afandi, Nengah Suantra, Made Nurmawati (Bagian

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1992 TENTANG PENGESAHAN PROPOSED THIRD AMENDMENT OF THE ARTICLES OF AGREEMENT OF THE INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Abstraksi. Kewenangan Presiden Menyatakan Negara dalam Keadaan Darurat menurut Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor Leste

Abstraksi. Kewenangan Presiden Menyatakan Negara dalam Keadaan Darurat menurut Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor Leste Abstraksi Judul: Kewenangan Presiden Menyatakan Negara dalam Keadaan Darurat menurut Konstitusi Negara Republik Demokratik Timor Leste Dalam penelitian ini Masalah yang dikaji yaitu: 1) Pemikiran-pemikiran

Lebih terperinci

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004

KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 KEKUASAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI PRESIDEN (FOREIGN POWER OF THE PRESIDENT) Jumat, 16 April 2004 1. Ketentuan UUD 1945: a. Pra Amandemen: Pasal 11: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL

KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL KEKUATAN MENGIKAT RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL Oleh I Komang Oka Dananjaya Progam Kekhususan Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The

Lebih terperinci

KEMERDEKAAN TIMOR LESTE TAHUN 1999

KEMERDEKAAN TIMOR LESTE TAHUN 1999 KEMERDEKAAN TIMOR LESTE TAHUN 1999 Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memnuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Sejarah (S1) dan mencapai gelar Sarjana Sastra. SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

Pembagian Kekuasaan. Horisontal: Vertikal: Negara kesatuan (Unitary) Negara federal (Federal) Negara konfederasi (Confederation)

Pembagian Kekuasaan. Horisontal: Vertikal: Negara kesatuan (Unitary) Negara federal (Federal) Negara konfederasi (Confederation) MATERI KULIAH 1. PEMBAGIAN KEKUASAAN (8 Feb), 2. KEKUASAAN EKSEKUTIF (15 Feb), 3. KEKUASAAN LEGISLATIF (22 Feb), 4. KEKUASAAN YUDIKATIF (1 Mar), 5. LEMBAGA NEGARA & ALAT NEGARA (8 Mar), 6. STATE AUXILIARY,LPND,

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA A. SISTEM PEMERINTAHAN PARLEMENTER Sistem pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Direktorat Nasional Pendaftaran Tanah dan Bangunan (Direcçao. Terras, Propriedades E Serviços Cadastrais).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Direktorat Nasional Pendaftaran Tanah dan Bangunan (Direcçao. Terras, Propriedades E Serviços Cadastrais). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Direktorat Nasional Pendaftaran Tanah dan Bangunan (Direcçao Nacional de Terras, Propriedades E Serviços Cadastrais) di Timor-Leste. 1. Latar belakang Pembentukan Direktorat

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra

KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI LEMBAGA NEGARA BANTU (STATE AUXILIARY INSTITUTIONS) Oleh : Tjokorda Gde Indraputra I Nyoman Bagiastra Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk keterlibatan DPR dalam praktik pelaksanaan kekuasaan Presiden di bidang hubungan

RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk keterlibatan DPR dalam praktik pelaksanaan kekuasaan Presiden di bidang hubungan 2 3 RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bentuk-bentuk keterlibatan DPR dalam praktik pelaksanaan kekuasaan Presiden di bidang hubungan luar negeri dalam kaitannya dengan kewenangan DPR berdasarkan

Lebih terperinci

TESIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TIMOR LESTE TERHADAP HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH DALAM MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM DAN TERCAPAINYA KEADILAN

TESIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TIMOR LESTE TERHADAP HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH DALAM MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM DAN TERCAPAINYA KEADILAN TESIS KEBIJAKAN PEMERINTAH TIMOR LESTE TERHADAP HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH DALAM MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM DAN TERCAPAINYA KEADILAN HERMENEGILDO MAGNO GOMES No. Mhs: 105201521/PS/MIH PROGRAM PASCA

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Luh Gede Mega Karisma I Gde Putra Ariana Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PERAN KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

PERAN KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Disampaikan pada Kuliah Perdana Semester Genap tahun 2009-2010

Lebih terperinci

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! MATERI KHUSUS MENDALAM TATA NEGARA Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia Menurut Uud 1945 Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE UNITED KINGDOM OFGREAT BRITAIN AND NOTHERN

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh : 209 LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Indonesia is a unitary state based

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 56/1994, PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE UNITED KINGDOM OFGREAT BRITAIN AND NOTHERN IRELAND ON COPYRIGHT PROTECTION Oleh: PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Pemerintah República Democratica de Timor-Leste (RDTL) 1. Pengertian kebijakan Dunn (2000:51-52) menjelaskan bahwa secara etimologis, istilah kebijakan (policy) berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. Seperti dapat diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950,

Lebih terperinci

NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Apa isinya?

NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Apa isinya? NILAI DAN NORMA KONSTITUSIONAL UUD NRI 1945 UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia. Apa isinya? Istilah konstitusi dalam bahasa Prancis dikenal dengan istilah constituer, dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

UU AMNESTI MELINDUNGI PARA PELAKU KEJAHATAN SELAMA MASA KRISIS

UU AMNESTI MELINDUNGI PARA PELAKU KEJAHATAN SELAMA MASA KRISIS JUDICIAL SYSTEM MONITORING PROGRAMME PROGRAMA DE MONITORIZAÇÃO DO SISTEMA JUDICIAL UU AMNESTI MELINDUNGI PARA PELAKU KEJAHATAN SELAMA MASA KRISIS 2006-2007 Pendahuluan Parlemen Nasional (PN) sebagai badan

Lebih terperinci

PENGARUH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 TERHADAP PERUBAHAN KONFIGURASI KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENGARUH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 TERHADAP PERUBAHAN KONFIGURASI KEKUASAAN KEHAKIMAN i TESIS PENGARUH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 TERHADAP PERUBAHAN KONFIGURASI KEKUASAAN KEHAKIMAN EMILIANUS AFANDI No. Mhs : 115201601 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

FUNGSI LEGISLASI DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG FUNGSI LEGISLASI DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG Oleh Epita Eridani I Made Dedy Priyanto Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK The House of Representatives is a real

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

Demokrasi: PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia. Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: 05 Fakultas PSIKOLOGI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Demokrasi: Antara Teori dan Pelaksanaanya di Indonesia Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengantar: Arti, Makna,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DI JERMAN

LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DI JERMAN LEMBAGA PENYELENGGARA PEMILU DI JERMAN Jerman merupakan sebuah negara republik federal yang terdiri atas 16 negara bagian (Länder). Kekuasaan legislatif dibagi antara Bundestag dan Landtage (Parlemen Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP TRIAS POLITICA DI INDONESIA BERDASARKAN PERSPEKTIF UUD 1945 PASCA AMANDEMEN

PENERAPAN KONSEP TRIAS POLITICA DI INDONESIA BERDASARKAN PERSPEKTIF UUD 1945 PASCA AMANDEMEN Skripsi PENERAPAN KONSEP TRIAS POLITICA DI INDONESIA BERDASARKAN PERSPEKTIF UUD 1945 PASCA AMANDEMEN Disusun Oleh : Limmi Pangaribuan 080906082 Dosen Pembimbing : Drs.Zakaria Taher, MSP Dosen Pembaca :

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka

Bab II. Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka pada bab ini akan membahas tentang sejarah pada awal kemerdekaan sampai masa kini dan hubungannya dengan keberadaan DPR dan juga pendapat ahli hukum tentang DPR.

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG IKATAN KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Menimbang

Lebih terperinci

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I.

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I. PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I Oleh : EIA007323 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI

Lebih terperinci

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesama perempuan yang bersosialisasi ditengah-tengah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sesama perempuan yang bersosialisasi ditengah-tengah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan yang dihadapi dan dijalani oleh kaum perempuan dari waktu ke waktu memiliki perkembangan yang signifikan. Kedinamisan dari perkembangan tersebut

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Puspaningrum *) Abstract : The Constitutional Court

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara independen, sebetulnya adalah konsekuensi logis dari redistribusi kekuasaan negara yang terjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1992 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF THE SUDAN ON ECONOMIC AND

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERGESERAN KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA SETELAH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 (Studi Terhadap Majelis Permusyawaratan Rakyat)

PERGESERAN KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA SETELAH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 (Studi Terhadap Majelis Permusyawaratan Rakyat) PERGESERAN KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA SETELAH AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 (Studi Terhadap Majelis Permusyawaratan Rakyat) Disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 1989 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE GERMAN DEMOCRATIC REPUBLIC ON ECONOMIC AND TECHNICAL COOPERATION

Lebih terperinci

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA

SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA SUSUNAN PEMERINTAHAN VERTIKAL DAN HORIZONTAL MATERI PERKULIAHAN HUKUM TATA NEGARA SISTEM PEMERINTAHAN SISTEM PEMERINTAHAN Sistem Pemerintahan di seluruh dunia terbagi dalam empat kelompok besar: Sistem

Lebih terperinci

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial

Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial Lembaga Kepresidenan dalam Sistem Presidensial R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 11 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Wewenang Presiden

Lebih terperinci

KONSTITUSI SEBAGAI LANDASAN POLITIK HUKUM. Muchamad Ali Safa at

KONSTITUSI SEBAGAI LANDASAN POLITIK HUKUM. Muchamad Ali Safa at KONSTITUSI SEBAGAI LANDASAN POLITIK HUKUM Muchamad Ali Safa at KEDAULATAN RAKYAT DAN KONSTITUSI Rakyat Yang Berdaulat Constituent power PERJANJIAN SOSIAL Perjanjian tertinggi, hukum dasa Konstitusi Tiga

Lebih terperinci

-2- Peraturan Presiden tentang Pengesahan Final Acts of the World Conference on International Telecommunications, Dubai, 2012 (Akta-Akta Akhir Konfere

-2- Peraturan Presiden tentang Pengesahan Final Acts of the World Conference on International Telecommunications, Dubai, 2012 (Akta-Akta Akhir Konfere No.3, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Akta Akhir. Konferensi. Telekomunikasi Internasional. Dubai, 2012. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN

Lebih terperinci

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Hamdan Zoelva 2 Pendahuluan Negara adalah organisasi, yaitu suatu perikatan fungsifungsi, yang secara singkat oleh Logeman, disebutkan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Negara Bantu dalam Struktur Ketatanegaran Republik Indonesia Corruption Eradication Commission Institutional

Lebih terperinci

Negara dan Konstitusi

Negara dan Konstitusi Negara dan Konstitusi Negara dan Konstitusi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu negara Penyelenggaraan bernegara Indonesia juga didasarkan

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam suatu Negara, Pengaturan merupakan suatu keharusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam suatu Negara, Pengaturan merupakan suatu keharusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam suatu Negara, Pengaturan merupakan suatu keharusan agar tercipta kedamaian dan ketertiban dalam Negara tersebut sehingga dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

D. Semua jawaban salah 7. Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya A. Terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah B. Tidak bertanggung

D. Semua jawaban salah 7. Kekuasaan Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya A. Terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah B. Tidak bertanggung TATA NEGARA 1. Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar atas A. Kekuasaan belaka B. Lembaga negara C. Kedaulatan rakyat D. Majelis Permusyawaratan Rakyat 2. Pemerintah berdasar

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMILIHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PARADIGMA DEMOKRASI KONSTITUSIONAL (Studi Mengenai Sidang Umum MPR 1999)

PELAKSANAAN PEMILIHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PARADIGMA DEMOKRASI KONSTITUSIONAL (Studi Mengenai Sidang Umum MPR 1999) PELAKSANAAN PEMILIHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN PARADIGMA DEMOKRASI KONSTITUSIONAL (Studi Mengenai Sidang Umum MPR 1999) TESIS Oleh : MARUDUT HASUGIAN NIM : 992105054/ILMU HUKUM KONSENTRASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

MALACANAN MANILA INSTRUMENT OF RATIFICATION

MALACANAN MANILA INSTRUMENT OF RATIFICATION MALACANAN MANILA INSTRUMENT OF RATIFICATION TO WHOM THESE PRESENTS SHALL COME, GREETINGS: KNOW YE, that whereas, The Agreement on the Establishment of the Regional Secretariat of the Coral Triangle Initiative

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM MEMUTUS PERKARA PERDATA DI LINGKUNGAN PENGADILAN AGAMA Pembahasan mengenai analisis data mengacu pada data-data sebelumnya,

Lebih terperinci

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017

Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017 Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN HORISONTAL

LEMBAGA NEGARA DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN HORISONTAL LEMBAGA NEGARA DAN PEMBAGIAN KEKUASAAN HORISONTAL R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 16/5/2007 SUB POKOK BAHASAN Memahami Macam

Lebih terperinci

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan

Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Soal Undang-Undang Yang Sering Keluar Di Tes Masuk Sekolah Kedinasan Posted by KuliahGratisIndonesia Materi soal Undang-undang merupakan salah satu komposisi dari Tes Kompetensi Dasar(TKD) yang mana merupakan

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

I. PEMOHON Kasmono Hadi, S.H, sebagai Pemohon.

I. PEMOHON Kasmono Hadi, S.H, sebagai Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 37/PUU-XII/2014 Maksud Frasa Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bagi Pahlawan Nasional dan Veteran Republik Indonesia I. PEMOHON Kasmono Hadi, S.H, sebagai Pemohon.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Oleh : Ni Made Ayu Tresnasanti I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana

Oleh : Ni Made Ayu Tresnasanti I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana FUNGSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 Oleh : Ni Made Ayu Tresnasanti I Made

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

Tjokorda Alit Budi Wijaya I Made Subawa Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Tjokorda Alit Budi Wijaya I Made Subawa Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana PENGISIAN KEKOSONGAN JABATAN WAKIL KEPALA DAERAH YANG BERASAL DARI PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 Tjokorda Alit Budi Wijaya I Made Subawa Ni Made

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR-LESTE TENTANG KEGIATAN KERJA SAMA DI BIDANG

Lebih terperinci

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik

- Dibentuk oleh suatu Perjanjian Internasional - Memiliki organ yang terpisah dari negara-negara anggotanya - Diatur oleh hukum internasional publik BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 6 KEPRIBADIAN HUKUM / PERSONALITAS YURIDIK / LEGAL PERSONALITY, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG ORGANISASI INTERNASIONAL A. Kepribadian Hukum Suatu OI

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Bagan Lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tugas dan Wewenang MPR Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci