B A B I P E N D A H U L U A N
|
|
- Ade Sutedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 B A B I P E N D A H U L U A N A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan hal yang sangat penting dalam hubungan antar manusia karena perkawinan tidak hanya sebuah peristiwa hukum antara suami dan istri. Akan tetapi, perkawinan juga sebuah peristiwa sosiologis yang berdampak bagi orang ketiga atau orang-orang diluar perkawinan tersebut. Apabila ada pertanyaan terkait Mengapa setiap manusia dianjurkan untuk melaksanakan perkawinan?" mungkin setiap orang juga menemukan berbagai alasan yang berbeda. Oleh karena manusia sebagai makhluk yang berakal, maka bagi manusia perkawinan merupakan budaya untuk berketurunan guna kelangsungan dan memperoleh ketenangan hidupnya, yang beraturan dan mengikuti perkembangan budaya manusia. Dalam masyarakat sederhana budaya perkawinan adalah dalam bentuk yang sederhana, sempit, dan bahkan tertutup. Sedangkan dalam masyarakat modern budaya perkawinannya maju, luas serta terbuka. 1 Perkawinan sudah ada dalam masyarakat yang sederhana sekalipun, karena ia dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat dan para pemuka agama dan pemuka adat. 1 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung, Mandar Maju, 2003, Hlm 1.
2 Perkawinan dianggap sebagai sebuah prosesi yang sakral dan suci yang mana tidak mengherankan permasalahan mengenai perkawinan ini sering kali dihubungkan dengan kaedah-kaedah agama. Selain kaedah agama, perkawinan juga erat kaitannya dengan adanya norma hukum dan aturan yang mengaturnya. Hukum diperlukan dalam perkawinan dikarenakan dampak dari diberlangsungkannya perkawinan itu sendiri dimana akan menimbulkan hak, kewajiban, serta tanggung jawab masingmasing mempelai juga anggota keluarganya. Apabila tidak ada aturan hukum yang jelas mengikat terkait hal tersebut, maka ditakutkan akan terjadi perselisihan dikemudian hari. Aturan perkawinan bagi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berlaku secara resmi sejak tanggal diundangkan, yaitu tanggal 2 Januari 1974, kemudian berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975, melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undangundang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang tersebut sudah berlaku secara formal yuridis bagi bangsa Indonesia, dan telah menjadi bagian dari hukum positif. Undang-undang perkawinan ini, selain meletakkan asas-asas, sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan berlaku bagi berbagai golongan masyarakat Indonesia. 2 2 Asmin, Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau dari Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974, Jakarta, Dian Rakyat, 1986, hlm. 16
3 Menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 dalam Pasal 1 menyatakan bahwa Perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa. 3 Ikatan lahir batin yang sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 tersebut merupakan perwujudan dari hak asasi manusia itu sendiri, yang mana menunjukan bahwasanya perkawinan merupakan bagian dari hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani serta hak beragama dan juga hak menikah dan membentuk keluarga yang ketentuannya juga diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Walaupun tentang perkawinan ini telah ada pengaturannya dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, tidak berarti bahwa undang-undang ini telah mengatur semua aspek yang berkaitan dengan perkawinan, contoh persoalan yang tidak diatur oleh UU Perkawinan adalah perkawinan beda agama, yaitu antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang berbeda agama. 4 Masalah kawin beda agama kembali mencuat setelah adanya pengajuan permohonan pengujian Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan kepada Mahkamah Konstitusi pada September 2014 yang lalu. Pasal tersebut mengatur terkait syarat sahnya perkawinan, yang mana berbunyi sebagai berikut: 3 Djaja S Meliala,Himpunan Peraturan Perundang-Undangan tentang Perkawinan, Nuansa Aulia, Bandung, 2008, hlm.,1. 4 Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya, Pionir Jaya, Bandung, 1986, hlm. 11
4 Pasal 2 (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal tersebut diintepretasikan bahwa negara memberikan pembatasan terhadap perkawinan yang hanya diakui secara sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan yang dianut. Dengan demikian, pasal tersebut tidak memberikan kepastian hukum yang jelas kepada calon mempelai yang menikah apabila memiliki keyakianan ataupun agama yang berbeda. Ketentuan tersebut memberikan pembatasan berdasarkan agama terhadap kebebasan hak untuk menikah dan membentuk keluarga terhadap lelaki dan perempuan yang telah dewasa yang mana diatur dalam Universal Declaration on Human Rights ( Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). Di dalam Universal Declaration of Human Rights (UDHR) menerangkan dan juga menegaskan bahwasanya perkawinan merupakan bagian dari Hak dasar manusia dalam pergaulan masyarakat Internasional. Hal tersebut dilihat dimana secara khusus hak untuk menikah dan
5 membentuk keluarga diatur dalam pasal 16 UDHR yang mana berbunyi sebagai berikut : 5 Article 16 (1) Men and women offull age, without any limitation due to race, nationality or religion, have the right to marry and to found a family. They are entitled to equal rights as to marriage, during marriage and at its dissolution (2) Marriage shall be entered into only with free and full consent of intending spouses (3) The family is the natural and fundamental group unit of society and is entitled to protection by society and State Pasal 16 (1) Orang-orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan, dengan tidak dibatasi oleh kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam hal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian 5 Vide Pasal 16 ayat (1),(2), dan (3) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ( Universal Declarationof Human Rights) tentang Hak menikah dan membentuk keluarga, yang dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 1948.
6 (2) Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan kedua mempelai (3) Keluarga adalah kesatuan alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan negara Selain itu, kedudukan hak untuk menikah dan membentuk keluarga juga mendapatkan perlindungan Hukum Internasional pada Pasal 23 ayat 2 dan 3 dalam International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yaitu : 1. The family is the natural and fundamental group unit of society and is entitled to protection by society and the State 2. The right of men and women of marriageable age to marry and to found a family shall be recognized, 3. No marriage shall be entered into without the free and full consent of the intending spouses. 1. Keluarga merupakan kesatuan kelompok masyarakat yang alami dan fundamental dan berhak atas perlindungan dari masyarakat dan negara. 2. Hak Pria dan wanita yang cukup umur untuk menikah dan membentuk keluarga harus diakui.
7 3. Perkawinan tidak boleh diadakan tanpa persetujuan yang bebas dan sempurna dari kedua calon mempelai. Dalam kedua instrumen Hak Asasi Manusia Internasional tersebut menjelaskan bagaimana perkawinan sebagai bagian dari hak asasi manusia seharusnya diberlangsungkan tanpa paksaan dan bebas dilakukan oleh laki-laki dan perempuan tanpa adanya batasan agama, ras, dan kewarganegaraan untuk melangsungkan perkawinan. Akan tetapi, apabila hal tersebut dihubungkan dengan perngertian perkawinan menurut pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun yang mana Perkawinan bukan hanya sekedar sebagai suatu perbuatan hukum saja, akan tetapi juga merupakan suatu perbuatan keagamaan, sehingga oleh karenanya sah atau tidaknya suatu perkawinan digantungkan sepenuhnya pada hukum masingmasing agama dan kepercayaan yang dianut oleh rakyat Indonesia. 7 Dilihat dari aturan tersebut, tampak adanya perbedaan aturan maupun prinsip terkait hak untuk menikah dan membentuk keluarga ini. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara jelas diterangkan bahwa Indonesia berpedoman kepada UDHR, yang mana hal tersebut tertera dalam pasal 75 Undang- Undang No.39 Tahun 1999 yang mana berbunyi sebagi berikut...mengembangkan kondisi yang konduksif bagi pelaksanaan hak asasi 6 Vide Pasal 1 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai definisi Perkawinan 7 Abdurrahman dan Riduan Syahrani, Hukum Perkawinan, Alumni, Bandung, 1978, hlm. 9
8 manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.. 8 Dilihat dari ketentuan pasal tersebut, Indonesia seharusnya secara otomatis mempunyai kewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam UDHR tersebut terkait kebebasan untuk menikah yang mana juga tercermin dalam ketentuan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun sebagai konstitusi tertinggi negara Indonesia. Berdasarkan bunyi pasal 2 UU Nomor 1 Tahun 1974, secara eksplisit negara disini mencampurkan koridor perkawinan beserta administrasinya berdasarkan koridor agama. Hal ini dikarenakan hanya perkawinan yang sah yang dapat dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil, sedangkan sah atau tidaknya suatu perkawinan dilihat berdasarkan aturan agama masing-masing, maka secara tidak langsung administrasi perkawinan juga tergantung dengan ketentuan agama atau kepercayaan masing-masing. Hal tersebut mungkin tidak akan menjadi sebuah permasalahan apabila perkawinan terjadi diantara laki-laki dan perempuan yang seiman atau beragama sama. Namun, permasalahan pemenuhan hak menikah dan membentuk keluarga ini muncul ketika dihadapkan kepada kasus Perkawinan beda agama dimana laki-laki dan perempuan yang akan menikah tidak seiman dan berbeda agama. Ketika hal tersebut terjadi, 8 Indonesia,Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 75 butir a,lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembar Negara nomor Vide Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
9 timbul berbagai pertanyaan bagaimana keabsahan perkawinan tersebut, lalu ketentuan agama mana yang harus diikuti, dan bagaimana pencatatan perkawinannya. Selain itu, hal ini adalah faktual dan bukan persangkaan bahwa masih banyak anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan yang mengalami diskriminasi pemenuhan dan perlindungan hak anak, mencakup relasi dalam hukum keluarga, termasuk hak-hak atas pelayanan sosial, pendidikan, dan pencatatan kelahiran. Tentu saja hal itu vis a vis dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak ( the best interest of child). 10 Dengan demikian, dengan tidak adanya kepastian hukum terkait pencatatan perkawinan beda agama, maka tidak hanya kedua mempelai yang mengalami dampaknya. Akan tetapi, hal tersebut juga menjadikan anak yang lahir dalam perkawinan beda agama juga tidak memiliki kepastian secara hukum. Pada satu sisi, keinginan melegalkan kawin beda agama merupakan ide sensitif yang sangat potensial menimbulkan polemik di masyarakat. Namun, di sisi lain permintaan ini patut dihargai sebagai fakta empiris yang berhubungan dengan jaminan dan perlindungan hak warga negara untuk membentuk keluarga yang hendak atau telah melangsungkan kawin beda agama. Akan tetapi, pembatasan yang terdapat dalam aturan Pasal 2 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tersebut membuat banyak pasangan di Indonesia melangsungkan perkawinan agama melalui penyelundupan hukum. Seorang Peneliti dari Human Right 10 diakses pada tanggal 6 Januari 2016 pukul WIB
10 Watch (HRW), Andreas Harsono, mengatakan Pasal 2 ayat 1 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengakibatkan diskriminasi terhadap pasangan beda agama. Ia melihat pasal tersebut telah membuat warga yang ingin menikah beda agama harus mengorbankan agama dan kepercayaannya demi mendapat status hukum yang sah. 11 Pasangan yang melangsungkan perkawinan beda agama kerap menyiasati berbagai cara agar perkawinan mereka sah di mata hukum, misalnya perkawinan di luar negeri, secara adat, atau pindah agama sesaat. Padahal, jelas dalam instrumen HAM Internasional baik UDHR maupun ICCPR dalam hal ini mengatur bahwa perkawinan haruslah dilandasi oleh unsur free and consent. Namun, apabila melihat realita bahwa untuk melaksanakan perkawinan beda agama tersebut terpaksa mengharuskan salah satu calon mempelai harus berpindah agama dan mengorbankan agama ataupun kepercayaan yang dianutnya membuat pembatasan tersebut secara tidak langsung melanggar unsur free and consent tadi. Selain itu, siasat penyelundupan hukum dengan melaksanakan perkawinan di luar negeri ataupun dengan cara adat juga berdampak pada aspek hukum lain seperti status anak dan juga masalah waris. Setelah berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, maka pengaturan perkawinan beda agama menjadi cenderung terhalangi. Hal ini berdasarkan alasan yakni pertama, dengan mengingat kembali pada sejarah undang-undang perkawinan 1973, terutama perdebatan yang berkaitan 11 an.beda.agama diakses pada tanggal 4 Januari 2016, pukul WIB
11 dengan pasal 11 ayat (2) bahwa perbedaan karena kebangsaan, suku bangsa, negara asal, tempat asal, agama, kepercayaan dan keturunan tidak merupakan penghalang perkawinan dan kemudian mendapat perubahan, maka perkawinan beda agama tidak dimungkinkan (dilarang) di Indonesia. 12 Hal tersebut menjadi perdebatan, apakah pembatasan yang terdapat dalam aturan perundang-undangan terkait perkawinan di Indonesia tersebut telah melanggar prinsip Hak Asasi Manusi yang diakui secara universal atau memang ada kewenangan negara untuk pembatasan pemenuhan suatu Hak Asasi Manusia dengan alasan tertentu. Setelah diratifikasinya International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR) melalui UU No. 12 Tahun 2005, Negara Indonesia memiliki tanggung jawab dalam pemenuhan Hak-Hak yang ada didalam ICCPR tersebut termasuk hak untuk menikah dan membentuk keluarga. ICCPR pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan kewenangan negara-negara pihak oleh aparatur represif negara yang menjadi ICCPR. Makanya hak-hak yang terhimpun didalamnya juga sering disebut sebagai hak-hak negatif (negative rights). Artinya, hak-hak dan kebebasan yang dijamin didalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara terbatasi atau terlihat minus. Tetapi apabila negara berperan intervensionis, tak bisa dielakkan hak-hak dan kebebasan 12 diakses pada tanggal 3 Desember 2015 pukul WIB
12 yang diatur didalamnya akan dilanggar oleh negara. 13 Akan tetapi, dengan adanya aturan perkawinan Indonesia yang berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut. Maka, secara tidak langsung adanya pembatasan pemenuhan hak tersebut yang dilakukan oleh negara. Hal inilah yang secara garis besar akan penulis ulas dalam penulisan hukum berjudul Tinjauan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional terhadap Kewenangan Negara dalam Membatasi Pemenuhan Hak untuk Menikah dan Membentuk Keluarga dengan memfokuskan studi pada kasus perkawinan beda agama di Indonesia. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan pada sub-bab sebelumnya, Penulis menentukan rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan HAM dalam Hukum Internasional mengenai perkawinan khususnya perkawinan beda agama? 2. Bagaimanakah cara mengatasi gap dalam pengaturan perkawinan beda agama dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional terutama hubungannya dengan Hak Asasi Manusia? 13 IfdhalKasim, Hak Sipil dan Politik (Esai-Esai Pilihan), Jakarta, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), 2001, hlm.xi-xii
13 C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin Penulis capai dalam penulisan hukum ini mencakup 2 (dua) hal, yakni sebagai berikut : 1. Tujuan Subjektif Tujuan Subjektif dari penulisan hukum ini adalah untuk memperoleh semua data yang diperlukan dalam rangka menyusun penulisan hukum guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif Tujuan Objektif dari penulisan hukum ini didasarkan pada rumusan masalah yang telah Penulis kemukakan pada sub-bab sebelumnya, yakni sebagai berikut : a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan HAM dalam Hukum Internasional mengenai perkawinan khususnya perkawinan beda agama. b. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi gap dalam pengaturan perkawinan beda agama dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional terutama hubungannya dengan Hak Asasi Manusia.
14 D. KEASLIAN PENELITIAN Penulis telah melakukan penelusuran kepustakaan terhadap beberapa sumber, telah banyak penelitian dengan topik Penegakan Hak Asasi Manusia, namun tidak penulis temukan penelitian yang serupa dengan judul Penulis yakni Tinjauan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional terhadap Kewenangan Negara dalam Membatasi Pemenuhan Hak untuk Menikah dan Membentuk Keluarga. Adapun penelitian yang serupa dengan tulisan penulis, berikut perbedaan dan persamaannya dengan Penulisan Hukum yang dibuat penulis : 1. Tesis berjudul Kawin Beda Agama Dalam Legislasi Hukum Perkawinan Indonesia Perspektif HAM, hasil karya Faiq Tobroni. 14 Tesis yang dibuat oleh Faiq ini sama-sama membahas terkait perkawinan beda agama dalam persfektif HAM. Namun, Faiq secara khusus lebih membahas terkait implikasi penggunaan konsep maslahat, baik dari Maqashid Syari ah dan Utilitarianisme, terhadap kasus kawin beda agama. Selain itu, dalam tesis tersebut Faiq juga membahas terkait implikasi konsep tersebut dengan dinamika legislasi perkawinan konteks Indonesia dalam mengakomodasi tuntutan HAM. Dilihat dari 14 Magister Hukum (M.H), Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
15 rumusan masalah dan pembahasan Tesis dari Faiq tersebut tentunya berbeda dengan penulisan hukum yang penulis tulis dikarenakan penulis lebih cendrung membahas perkawinan beda agama dalam kaitan pemenuhan Hak menikah dan membentuk Keluarga oleh negara dilihat dari Hukum HAM Internasional yang mana tidak hanya dilihat dari persfektif islam saja seperti karya Faiq tersebut, namun juga dari persfektif agama-agama yang ada di Indonesia. 2. Jurnal berjudul Interfaith Marriage and Religious Commitment among Catholics, hasil karya Larry R Petersen. 15 Jurnal yang dibuat oleh Petersen ini juga memiliki kesamaan dengan Penulisan Hukum yang penulis tulis terkait sama-sama membahas terkait Perkawinan Beda Agama. Akan tetapi, perbedaannya terdapat pada pembahasan Petersen lebih kepada Perkawinan Beda Agama yang dilakukan oleh Seseorang yang beragama Katolik dengan diluar agama Katolik. Dalam jurnal tersebut, Petersen juga membahas terkait Perkawinan Beda Agama apabila dikaitkan dengan HAM. Namun, Jurnal Petersen ini berbeda jauh dengan penulisan hukum penulis yang mana dapat dilihat dari segi lokasi yang mana penulis menganalisis mengenai Pemenuhan Hak menikah 15 Student of Memphis State University
16 dan membentuk keluarga terkait kasus Perkawinan Beda Agama di Indonesia. Disamping itu, penulis juga lebih membahas perkawinan beda agama secara keseluruhan dimana dilihat dari berbagai agama yang ada di Indonesia. Demikian kedua penelitian dengan tema yang hampir bermiripan dengan penulisan hukum penulis, yakni terkait Hak Asasi Manusi dan Perkawinan Agama. Kendati memiliki kesamaan topik, namun substansi materiil dari apa yang disampaikan berbeda dimana dalam penulisan hukum ini, penulis lebih membahas terkait kewenangan negara dalam pembatasan pemenuhan HAM terutama terkait hak untuk menikah dan membentuk keluarga di Indonesia. Oleh karena itu, Penulis memiliki keyakinan bahwa sepanjang pengetahuan penulis bahwa penulisan hukum ini adalah asli. E. KEGUNAAN PENELITIAN Secara khusus, berikut adalah beberapa keguanaan dari penulisan hukum berjudul Tinjauan Hukum Hak Asasi Manusia Internasional terhadap Kewenangan Negara dalam Membatasi Pemenuhan Hak untuk Menikah dan Membentuk Keluarga ini : 1. Kegunaan Akademis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya dalam bidang
17 Hukum Internasional, lebih khusus lagi dalam bidang hukum hak asasi manusia internasional dengan fokus utama pada hak untuk menikah dan membentuk keluarga. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan bagibagi penelitian-penelitian selanjutnya yang memiliki research interest yang sama dengan Penulis, yakni dibidang hak asasi manusi, khususnya terkait hak untuk menikah dan membentuk keluarga. 2. Kegunaan Praktis a. Hasil penelitan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya terutama dalam pemenuhan hak asasi manusia terkhusunya hak untuk menikah dan membentuk keluarga. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan oleh pemerintah Republik Indonesia dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia warga negaranya terkhususnya hak untuk menikah dan membentuk keluarga.
18
BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting yang terjadi dalam hidup manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari orang lain. Tuhan menciptakan manusia secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG
AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN PERKAWINAN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN BERLANGSUNG Oleh : Komang Padma Patmala Adi Suatra Putrawan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ketentuan hukum yang berlaku nasional dalam hukum perkawinan, yaitu Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ketentuan Undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai kodratnya, manusia mempunyai hasrat untuk tertarik terhadap lawan jenisnya sehingga keduanya mempunyai dorongan untuk bergaul satu sama lain. Untuk menjaga kedudukan
Lebih terperinciBAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE
30 BAB II PENGESAHAN ANAK LUAR KAWIN DARI PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERBEDA KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN PARTICULARS OF MARRIAGE NO. 49/08 YANG TERDAFTAR PADA KANTOR DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciPerkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *
Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 24 Oktober 2015; disetujui: 29 Oktober 2015 Perilaku seks menyimpang hingga saat ini masih banyak terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana di nyatakan dalam UU
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah lembaga yang luhur untuk membentuk keluarga dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Lebih terperinci2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,
Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk selanjutnya disebut UUP memberikan definisi perkawinan sebagai ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan
Lebih terperinciAKIBAT HUKUM PERKAWINAN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
AKIBAT HUKUM PERKAWINAN BERBEDA AGAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN ABSTRACT oleh : Cyntia Herdiani Syahputri Ni Luh Gede Astariyani Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan
Lebih terperinciPUTUSAN NOMOR 68/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
1 F PUTUSAN NOMOR 68/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 3277 K/ Pdt/ 2000 Mengenai Tidak Dipenuhinya Janji Kawin Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Lebih terperinciMemutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin
Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus keluarga. Anak juga merupakan aset bangsa yang sangat berharga; sumber daya manusia yang berperan penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sesuai dengan isi Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan
Lebih terperinciKebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban masyarakat dalam suatu wilayah
Lebih terperinciBAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo
BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama. Ini tercermin dari semboyan bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara dengan sistem hukum civil law yang sangat menjunjung tinggi kepastian hukum. Namun dalam perkembangannya Sistem hukum di Indonesia dipengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyandang disabilitas memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia, sudah sepantasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia yang merupakan negara yang terdiri dari berbagai etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun makna pernikahan berbeda-beda, tetapi praktekprakteknya pernikahan
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Salah satu pengaturan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah pengaturan dibidang perkawinan yang dirumuskan kedalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU
Lebih terperinciDwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK
KAJIAN YURIDIS PASAL 43 AYAT 1 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN SETELAH ADANYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TERHADAP KEDUDUKAN ANAK DI LUAR NIKAH Dwi Astuti S Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah satu budaya yang beraturan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat
Lebih terperinciTINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN. Dahlan Hasyim *
Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor : 23a/DIKTI/Kep./2004 Tgl 4 Juni 2004 TINJAUAN TEORITIS ASAS MONOGAMI TIDAK MUTLAK DALAM PERKAWINAN Dahlan Hasyim * Abstrak Perkawinan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Lebih terperinciREVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN
REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Oleh: HERU SUSETYO Dosen Fakultas Hukum UIEU heru.susetyo@indonusa.ac.id ABSTRAK Undang Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 lahir antara lain dari perjuangan panjang kaum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagian yang terkecil dan yang pertama kali digunakan manusia sebagai sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga inilah kemudian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan sakral dalam kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari kehidupan manusia
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak
TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria
Lebih terperinciPENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014
PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014 Membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
Lebih terperinciPERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA. Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT
PERKAWINAN CAMPURAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Oleh : Sasmiar 1 ABSTRACT Mixed marriage according to Nomor.1 Act of 1974 on Marriage is a marriage between Indonesian citizens with a foreign citizen (Article 57).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbedaan aturan terhadap suatu perkawinan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan dan berkedudukan sama di hadapan Tuhan. Manusia dianugerahi akal budi dan hati nurani sehingga mampu membedakan yang
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DAN ANAK YANG PERKAWINANNYA TIDAK TERCATAT DI INDONESIA. Sukma Rochayat *, Akhmad Khisni **
Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 1 Maret 2017 Perlindungan Hukum Terhadap Wanita Dan Anak ( Sukma Rochayat) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WANITA DAN ANAK YANG PERKAWINANNYA TIDAK TERCATAT DI INDONESIA
Lebih terperinciRingkasan Putusan.
Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan
Lebih terperinciImplikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.
Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan membahas dan menganalisis apakah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan di atas adalah merupakan rumusan dari Bab I Dasar Perkawinan pasal
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya dalam pergaulan hidup bermasyarakat, dari sifat tersebut manusia dikenal sebagai mahluk
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008 I. PEMOHON Nama pekerjaan Alamat : Suryani : Buruh sesuai dengan KTP : Serang Propinsi Banten II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Aristoteles manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia tidak dapat terlepas dari interaksi dengan lingkungan dan manusia disekitarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan
Lebih terperinciPerkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hak Asasi Manusia 1
Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hak Asasi Manusia 1 Aidul Fitriciada Azhari Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta Aidul.F.Azhari@ums.ac.id Perkawinan Beda Agama dalam UU dan Yurisprudensi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),
Lebih terperinciBAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974
BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Perkawinan merupakan institusi kecil yang sangat penting dalam masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina begitu pula tumbuhtumbuhan dan lain sebagainya.
Lebih terperinciKompetensi. Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. hukum dengan HTSdP.
Hukum Dan Hak Asasi Manusia Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (HTSdP) Andhika Danesjvara & Nur Widyastanti Kompetensi 1. Mampu menjelaskan pengertian tentang Hak Turut Serta dalam Pemerintahan. 2. Mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan di bawah umur merupakan peristiwa yang dianggap wajar oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah umur bisa menjadi isu yang menarik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan bermasyarakat ternyata tidak lepas untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, hal
Lebih terperincidigilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.
DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia
Lebih terperinciC. Konsep HAM dalam UU. No. 39 tahun 1999
6. Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan Hak mendapatkan pengajaran Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat C. Konsep
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk
Lebih terperinciModul ke: Hak Asasi Manusia. Fakultas. Rusmulyadi, M.Si. Program Studi.
Modul ke: Hak Asasi Manusia Fakultas Rusmulyadi, M.Si. Program Studi www.mercubuana.ac.id Pengertian HAM Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama) I. PEMOHON 1. Damian Agata Yuvens, sebagai Pemohon I; 2. Rangga sujud Widigda, sebagai Pemohon II; 3. Anbar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia merupakan negara hukum yang menyadari, mengakui, dan menjamin hak asasi manusia dalam proses penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara serta memberikan
Lebih terperinciBAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu
BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM
TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 2 Perkawinan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki kodrat alam sejak lahir sampai meninggal dunia hidup bersama-sama dengan manusia lain, atau manusia tidak dapat hidup menyendiri, terpisah dari kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW
BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengungsi dan pencari suaka kerap kali menjadi topik permasalahan antara Negara Penerima dengan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) sebagai mandat
Lebih terperinci2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan
No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN
Lebih terperinciThe Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict
The Enactment of Marriage Agreement Post Constitutional Court Verdict Heniyatun 1 *, Puji Sulistyaningsih 2, Bambang Tjatur Iswanto 3 1,2,3 Hukum/Fakultas Hukum, *Email: heniyatun@ummgl.ac.id Keywords:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setiap manusia di muka bumi ini diciptakan saling berpasang-pasangan. Seorang pria dan seorang wanita yang ingin hidup bersama dan mereka telah memenuhi persyaratan-persyaratan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian
Lebih terperinciLex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016
KAJIAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN YANG BELUM MEMENUHI SYARAT PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1974 1 Oleh: Billy Bidara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat di suatu negara. Keluarga yang baik, harmonis, penuh cinta kasih, akan dapat memberi pengaruh yang baik
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 69/PUU-XIII/2015 Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Terhadap Warga Negara Indonesia yang Menikah dengan Warga Negara Asing I. PEMOHON Ike Farida II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH NASKAH PUBLIKASI. derajat S-I Program Studi Pendidikan. Pancasila dan Kewarganegaraan
IMPLEMENTASI PENGENAAN TARIF AKAD NIKAH (Studi Kasus Penyelenggaraan Pernikahan di KUA Kec. Mantingan Kab. Ngawi dalam Perspektif Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi
Lebih terperinciMASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN. Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1. Abstrak
MASALAH KEWARGANEGARAAN DAN TIDAK BERKEWARGANEGARAAN Oleh : Dr. Widodo Ekatjahjana, S.H, M.H. 1 Abstrak Masalah kewarganegaraan dan tak berkewarganegaraan merupakan masalah yang asasi, dan menyangkut perlindungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu
Lebih terperinciBAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN
BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Lebih terperinci