Tuntutan kepemilikan bahasa yang lainnya. tersebut menyebabkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tuntutan kepemilikan bahasa yang lainnya. tersebut menyebabkan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masyarakat.Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang memiliki aneka bahasa. daerah. Keanekaan bahasa daerah terse but diikat oleh satu bahasa persatuan, yaitu bahasa Indone sia. Dengan demikian, masyarakat Indonesia dituntut untuk mampu menggunakan bahasa. Indonesia selain bahasa daerahnya. Bahkan, tuntutan itu diperluas lagi dengan usaha menguasai bahasa asing karena bangsa Indonesia tidak berkiprah di dalam negeri saja, tetapi mereka mencoba untuk mendunia. Tuntutan kepemilikan bahasa yang lainnya. tersebut menyebabkan masyarakat Indonesia termasuk dwibahasawan (Lihat pengertian dwibahasawan dalam Fishman,1985 ). Situasi kedwibahasaan seperti itu akan berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Dengan demikian, bagaimana mengajarkan bahasa. In donesia untuk orang Indonesia perlu dipikirkan, dirumuskan, dan diteliti agar pengajaran dan pembelajaran bahasa Indone sia bagi dwibahasawan benar-benar dapat berhasil. Rusyana (1988) mengemukakan beberapa hal yang berhubunqan dengan pendidikan baqi dwibahasawan, antara lain bahasa apa yang akan diajarka.n, untuk siapa diajarkan, bagaima.na cakupa.nnya, dan bagaimana bahasa-bahasa itu diajarkan. Semua itu memerlukan penanganan para ahli, baik yang berkaitan denqan

2 f'.:<litisi (dalam menentukan bahasa mana yang diajarkan), para Unguis terapan (dalam ha 1 apa yang diajarkan dan bagaimana cakupannya), maupun dengan para praktisi (dalam hubungannya dengan bagaimana bahasa-bahasa itu diajarkan). Bahkan, Cook (1991) pada bagian awal bukunya menyatakan bahwa "language learning and language teaching are vital to the everyday lives of millions". Dalam hal pengajaran dan pembelajaran bahasa di perlukan ancangan, metode, dan teknik. Berbagai ancangan, metode, dan teknik pengajaran dan pembelajaran bahasa telah diuji coba dalam berbagai bahasa (Lihat Richards, 1993; Ellis,1988; Couture,1986; Freed,1991; Stevick,1991; Bygate,.1994; dan 0dlin,1994). Berdasarkan laporan, cara cara yang telah dilakukan mereka berhasil dalam pengajaran dan pembel aj aran bahasa (khususnya pengajaran dan pembelajaran bahasa kedua). Tampaknya keberhasilan tersebut tidak berarti mene ntukan persamaan pandangan, tumbukan-tumbukan terjadi sebab keberhasilan cara-cara yang dilakukan mereka menggunakan'perangkat yang berbeda dan dalam suasana kebahasaan yang berbeda pula. Situasi seperti itu melibatkan berbagai bahasa du nia. Jika kita araati situasi penqajaran dan pembelajaran ba hasa Indonesia yang rnengalami penggantian kurikulum sebanyak lima kali, yaitu Kurikulum tahun 1950, Kurikulum 1968, Ku rikulum 1975, Kurikulum 1984, dan Kurikulum 1994 (Tarno da lam Sitanggang,.1991: 743), tampak kepada kita. adanya usaha

3 perbaikan pengajaran. Dengan adanya penqqantian kurikulum, berbagai komponen di dalamnya juga mengalami perkembanqan. Hal itu dapat kita lihat dari penekanan yang dilakukan pada setiap kurikulum yang berbeda-beda (rnulai dari penekanan terhadap bahan sampai pada. mengutamakan fungsi bahasa). Implikasi dari perubahan itu, tentu saja, berhubungan dengan perubahan ancangan, metode, dan teknik pengajaran dan pembelajaran bahasa. Oleh sebab itu, perlu kiranya dilakukan pe nelitian mengenai keampuhan ancangan, metode, dan teknik yang dipakai dalam memaknai pelaksanaan pengajaran dan pem belaj aran bahasa. me Di samping situasi perangkat kurikulum yang terusnerus menumbuhkan qairah penelitian, kita pun tertantang o leh situasi hasil pengajaran bahasa Indonesia yang selalu m eresahkan para pendidik dan masyarakat. Keresahan yang muncul dari kalangan guru adalah penyajian bahan yang terlalu luas dalam kurikulum 1984 dan keresahan yang muncul dari masyarakat tertuju pada hasil pengajaran, yaitu bahwa penga jaran bahasa. Indonesia di sekolah-sekolah mengarah kepada penqetahuan bahasa daripada keterampilan ber bahasa dan Ltkur an keberhasilan suatu pengajaran pada umumnya oleh para pen didik dan masyarakat disandarkan pada hasil ebtanas (Lihat Badudu,1985:72j 91). Kenyataa.n di atas menun jukkan ad a kom ponen pengajaran yang lemah. Seandainya benar tanqgapan masyarakat terhadap

4 4 ketidakberhasiian pengajaran bahasa Indonesia disebabkan oleh arah pengajaran yang lebih mengarah pada pengetahuan bahasa berarti model pengajaran yang diterapkan para gliru masih belum menunjukkan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Model pengajaran yang dibuat guru, belum mampli membangkitkan semangat belajar dan juga belum mampu menciptakan suasana belajar yang dapat menumbuhkan gairah dalam meningkatkan keterampilan berbahasa para siswa. Jika model yang menyebab kan kelemahan tersebut, perlu dicari penyebabnya, yakni kom ponen model yang mana yang mengandung kelemahan dan apakah bisa komponen itu dimodifikasi. Kalau kita perhatikan perkembangan pengajaran bahasa terutama dilihat dari rancang bangun pengajaran, ternyata berbagai rancang bangun telah dihasilkan oleh para pakar linguistik terapan dalam mencari cara yang paling baik untuk pengajaran bahasa. Kita dapat menyaksikan sampai akhir abad ke-19 dunia pengajaran bahasa didominasi oleh Metode Gramatika-Terjemahan (Grammar-Translation Method). Metode ini lebih menekankan bahasa tulis, penghafalan kaidah-kaidah bahasa, dan penerjemahan (Sumardi,1992:18-19). Kelemahan yang tampak dari metode ini adalah qu.ru lebih banyak menggunakan waktunya untuk mengajarkan kaidah bahasa, bukan mengajark an ke terampii an ber bahasa 1isan dan tulisan para s iswa. Dengan demikian, guru yang tidak bisa berbahasa taget dapat mengajarkan bahasa target asalkan dia menquasai kaidah-

5 kaidat.n/.i. Meskipun demik ian, metode ini masih mewarnai dunia pengajaran bahasa karena metode ini dapat diqunakan untuk kelas yang besar dan tidak menuntut teknologi yang canggih (Sumardi,1992s18). Ketika memasuki abad ke-20 metode ini tidak mampu mempertahankan konsep-konsep pengajarannya karena kebutuhan untuk menguasai bahasa tidak hanya bahasa tulis. Pada saat inilah pengajaran bahasa. lebih diutamakan bahasa lisan. Metode yang terkenal saat. itu adalah Metode Langsung (Direct Method). Dalam penerapannya metode ini mensyaratkan guru agar ia memiliki penguasaan bahasa lisan yang baik dan jumlah siswa yang sedikit. Tentu saja kondisi semacam itu kurang memberikan keberhasilan, baik dari segi situasi kelas maupun dari kemampuan guru. Pada tahun 1940-an berkat dukungan linguistik Struktural, mulai dikembangkan Metode Audiolingual (Audio!ingual Method). Metode ini menekankan pentingnya penguasaan bahasa lisan dengan latihanlatihan berupa penubian lisan (oral drills) dan latihan penguasaan pola-pola kalimat (pattern practice). Dengan kedua cara itu diharapkan siswa dapat meningkatkan keteramp>i lannya dalam berbahasa. Metode ini hanya mampu bertahan selama 25 tahun karena perkembangan berikutnya Chomsky (1957) memperkenalkan Gramatika Transformasi. Dalam hal ini Chomsky berpendapat bahwa proses belajar bahasa adalah proses pembentukan kaidah (rule formation process) bukan pernbentukan kebiasaan (habit formation process). Meskipun pemi kiran Chomsky ini mampu menqgoyahkan pandanqan Struktur-

6 al, untuk maksud-maksud pedagogis sumbangan pemikirannyd ma sih kecil (Sumardi,1992:99). Pada deka.de berikutnya Robert Lado menawarkan suatu model pengajaran yang menggunakan ancangan linguistik kontrastif atau lebih dikenal dengan istilah analisis kontrastif dan kesalahan berbahasa. Ternyata, bukti-bukti yang diperoleh mengenai kekontrasan antardua bahasa dan temuan tentang aspek-aspek kesalahan berbahasa anak belum mampu berbltat banyak untuk menyederhanakan pola kerja praktisi peng ajaran bahasa (Nurhadi,1994:38). Selanjutnya dalam rangka mencari landasan yang kokoh untuk pengajaran bahasa, para Unguis terapan dari berbagai negara mengadopsi model pengajaran komunikatif yang ternyata untuk lingkungan Inggris telah menunjukkan kehebatannya setelah metode Lisan dan Situasional mulai surut (Lihat Sumar di, 1992: 99). Ancangan ini memanfaatkan berbagai disiplin ilmu dengan materi pelajaran disusun atas dasar fungsi bahasa dan kebutuhan siswa. Ancangan inilah yang sekarang diterapkan dalam kurikulum pengajaran bahasa di Indonesia, baik untuk Kurikulum 1984 maupun Kurikulum Bagaimana perkembangan dan hasil penqajaran dengan menggunakan ancana-..an komunikatif, kiranya, s.eca.ra makro belum bisa dilapor kan meskipun dalam skala kecil (berbagai penelitian) ancang an ini dinyatakan lebih unggul daripada ancangan lainnya.

7 Dengan perkembanqan metode pengajaran bahasa di atas tampak adanya usaha para pakar untuk mencapai keberhasilan dalam pengajaran bahasa. Dengan berkembangnya berbagai meto de mengajar tersebut muncul pertanyaan apakah ada perbedaan di antara metode tersebut dan jika ada, dalam hal apa perbedaannya. Dalam hal ini Mackey (1965:139) menyebutkan ada tiga unsur yang menyebabkan perbedaan antara metode yang satu dengan metode yang lainnya, yaitu (1) perbedaan teori bahasa yang melandasinya; (2) perbedaan tipe pemerian bahasa; dan (3) perbedaan persepsi dalam belajar bahasa. Perbedaan yang dikemukakan oleh Mackey tersebut akan berkait erat dengan model pengajaran yang dikembangkan oleh guru untuk setiap metode. Berbagai rancang bangun yang telah dibuat berdasarkan temuan Unguis terapan di atas dipakai juga dalam pengajaran bahasa Indonesia. Hal ini tampak dari munculnya perubahanperubahan kurikulum yang terjadi hampir 30 tahun terakhir ini. Walaupun kurikulum berubah, bukan berarti kurikulum merupakan satu-satunya sumber ket.idakberhas.ilan penqajaran ba hasa. Indonesia. Jika keluhan masyarakat mengenai kemampuan siswa yang belum memuaskan dalam mata pelajaran bahasa Indo nesia dij adikan ukuran keresahan, kita perlu. meneliti aspek mana yang terka.it dalam ketidakberhasi Ian pengajaran bahasa Indonesia. Dalam hal ini sekurang-kurangnya ada tiga pertan y a a n y a. n q pe r 1u d i 1a ku ka n penelitiann y a, y a. i tu ku r i ku 1u m -

8 kah yang harus diganti, pendidikkah yang kuranq profesional, ataukah aspek nonakademis yanq kuranq mendukunq. 1.2 Identifikasi Masalah Setiap kali suatu pengajaran dikatakan gagal komponen yang sering menjadi pusat perhatian masyarakat adalah guru. Pusat perhatian tersebut wajar saja dilakukan masyarakat se bab guru merupakan pengendali keberhasilan pengajaran di sekolah. Namun, dalam hal ini diperlukan kearifan untuk rnenentukan sisi mana yang mengalami kelemahan dalam dunia penga jaran. Strevens (1980:25 28) mengajukan beberapa faktor yang dapat menentukan keberhasilan dalam pengajaran bahasa, ya itu : a. pembelajar yang berkemauan; b. pembelajar melihat relevansi pembelajarannya; c. pembelajar mempunyai harapan yang tinggi; d. bahasa target mempunyai kedudukan baik di masyarakat; e. persyaratan fisik dan organisasi terpenuhi; f. tujuan realistis diterima oleh semua pihak; g. silabus cocok; h. intensitas penqajaran relatif tinggi; i. pengajar yanq berkompetensi profesional tinggi; dan j. penqajar menghargai pembelajar.

9 Kesepuluh komponen tersebut dipersinqkat oleh Tarigan (1991:3) menjadi tiga komponen, yaitu: a. prestasi pembelajar; b. prestasi pengajar; dan c. prestasi sistem. Dengan memperhatikan komponen kesuksesan dalam penga jaran bahasa di atas, kiranya jelas bahwa faktor guru (penq aj ar) merupakan sal ah satu faktor saja dalam komponen penq ajaran yang ikut menentukan kebermaknaan suatu pengajaran. Agar lebih jelas mengenai masalah yang muncul sehubungan de ngan pengajaran bahasa, di bawah ini disajikan tiga komponen pokok dalam pengajaran bahasa, yaitu kurikulum pengajaran bahasa Indonesia, pengajar bahasa, dan pembelajar bahasa Kurikulum Pengajaran Bahasa Indonesia Keberhasilan suatu pengajaran ditentukan oleh berba gai faktor. Salah satu faktor yang dapat menentukannya ada lah kurikulum. Siahaan (1986:76) menggambarkan kondisi ku rikulum sekolah di Indonesia belum memuaskan, baik dilihat dari segi kelengkapannya, kejelasan, relevansi, keajegan, kesahihan, dan kelayakan. Selama ini pemerintah Indonesia telah mengganti kurikulum Lintuk sekolah dasar dan menenqah sebanyak tujuh kali, yakni Kurikulum 1950, Kurikulum 195S, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975/1976, Kuriku lum 1984, dan yang terakhir berlaku adalah kurikulum 1994

10 10 (Tarno,1991: 743). Penggantian atau perubahan kurikulum berkait erat dengan sistem pengajaran secara menyeluruh se bab di dalam sebuah kurikulum menurut Siahaan (1991:196) terdapat informasi mengenai (1) bahasa yang akan diajarkan, (2) si pelajar, (3) cara atau sistem penyampaian bahasa. De ngan kata lain, kurikulum mengandung unsur bahan, pembel ajar, dan sistem pengajaran. Jika di antara komponen terse but terdapat kelemahan, hasil pembelajaran tidak sesuai de ngan harapan. Dengan demikian, penggantian atau penyempurnaan kurikulum berdampak terhadap bahan, pembelajar, dan sistem pengajaran. Setiap kurikulum sekolah berubah masyarakat selalu mempertanyakan hal ikhwal terjadinya perubahan atau penyempurnaan kurikulum sekolah tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul sehubungan dengan hal itu, di antaranya mengapa kurikulum berubah dan dalam hal apa perubahan itu terjadi. Pertanyaan pertama menuntut jawaban filosofis, sedangkan pertanyaan kedua menuntut jawaban teknis. Kedua tuntutan jawaban tersebut harus memberikan kejelasan kepada masyara kat agar mereka sadar terhadap perubahan tersebut. Tarigan (1995) menjelaskan lima hal yanq melatarbela kangi perubahan Kurikulum 1984 ke Kurikulum 1994, yaitu (1) perubahan sifat ma.sya.rakat Indonesia dari masyara.kat agraris menjadi masyarakat industrial is; (2) perkernbangan ilmu pe nqetahuan dan teknologi yang belum terakomodasi dalam kuri

11 11 kulum lama; (3) berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1939 tentang Sistem Pendidikan Nasional; (4) hasil pengamatan dan penelitian pelaksanaan kurikulum yang lama; dan (5) hasil studi perbandingan ke manca negara. mengenai pelaksanaan ku rikulum. Perubahan yang paling mendasar dari Kurikulum 1984 ke Kurikulum 1994 terjadi pada perubahan orientasi. Kurikulum 1984 berorientasi masih pada pengajaran. Maksudnya, dalam pelaksanaan kurikulum pengajar meletakkan dasar berpikirnya pada bagaimana bahan yang ada dalam kurikulum dapat diajar kan. Orientasi ini membawa konsekuensi pada diri pengajar bahwa mereka harus berpikir apa yang harus saya ajarkan dan bagaimana cara mengajarkan bahan sebagaimana yang telah digariskan kurikulum. Kurikulum 1994 memberikan wawasan yang berbeda, yakni orientasi bukan lagi pada pengajaran, melainkan pada pembelajaran. Dengan perubahan orientasi ini secara otomatis pengajar pun harus mengubah perlakuannya dalam memaknai pengajaran bahasa. Maksudnya, pengajar harus berpikir bagaimana cara siswa mempelajari bahan yang terdapat dalam pembelajaran yang ada di dalam kurikulum (Tarigan, 1995:5). Kurikulum.1994 dilaksanakan secara bertahap. Tahapan pelaksariaannya dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

12 X - X X - X X - X 12 TABEL 1 TAHAP PELAKSANAAN KURIKULUM SD, SLTP, DAN SMU 1994 Tahun ajaran 1994/ 1995/ 1996/ Sekolah Kelas Dst. I X X X X II - X X SD III - X IV X X X X V - X X VI - X SLTP I X X X X & II - X X SMU III - X (Sumber:Depdikbud,1993:29) Berdasarkan tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini Kurikulum 1994 baru berlanqsung selama satu tahun. Selama kurun waktu tersebut kita belum bisa menentukan apakah kurikulum ini mumpuni untuk terus dilaksanakan atau tidak. Terlepas dari hal itu kendala-kendala dalam pel aksanaannya, tentunya, sudah dapat dirasakan oleh para, pengajar, baik pada saat merancang pengajaran (membuat sila bus), melaksanakan pengajaran, maupun menilai hasil belajar.

13 13 Dalam pelaksanaan pengajaran, guru mengejawantahkan kurikulum dalam bentuk silabus. Mackey (1978:323) memberikan sumbangan pikiran bahwa dalam menganalisis silabus terdapat empat pertanyaan yang harus dijawab, yaitu (1) Apa yang ha rus ada di dalam silabus?; (2) Bagaimana cakupannya (Cakupan) ; (3) Mengapa cakupan itu harlis ada; dan (4) Bagaimana silabus itu dapat dicapai oleh para pembelajar. Empat perta nyaan yang diajukan Mackey itu menyiratkan kriteria yang ha rus ada di dalam silabus. Kriteria yang dimaksud adalah si labus harus berisi bahan yang akan diberikan. Bahan tersebut adalah bahan yang sudah disusun untuk pembelajar pada tingkat tertentu. Tentu saja, berdasarkan bahan pembelajaran tersebut akan tergambar berbagai aspek, di antaranya tujuan yang hendak dicapai, metode yang digunakan, bahan yang disampaikan, kegiatan yang dilakukan, media dan sarana yang dipakai, dan alat evaluasi yang diberikan. Dalam pengajaran bahasa terdapat berbagai macam si labus atau model pengajaran. Krahnke (1987) dalam bukunya yang berjudul Approaches to Syllabus Design for Foreign La nguage Teaching mengupas enam tipe silablis pengajaran baha sa, yakni The Structural Syllabus, The Notional/Functional Sy1labus, Situational Syllabi, Skil1-Based Syllabi, The Task-Based Syllabi, The Content-Based Syllabus, Choosing and Integrating Syllabi. Selain itu Jack C. Richards dan Theo dore S. Rodqers (.1993) membahas The Audio 1 ingual Method,

14 14 Communicative Language Teaching, Total Physical Response, The Silent May, Community Language Learning, The Natural Ap proach, dan Suggestopedia. Terence Odlin sebagai editor (1994) menyajikan tulisan seputar Pedagogical Grammar. Yalden (1987) dalam bukunya yang berjudul The Communicative Syllabus membedar enam tipe silabus komunikatif mulai dari Structural-Functional, Structures and Functions, Variabel Focus, Functional, Fully Notional, sampai pada Fully Commu nicative dengan lima tahapan rancang bangun silabus komuni katif mulai dari SLirvai kebutuhan, deskripsi tujuan, pilihan tipe silabus, silabus proto, dan silabus pedagogis. Dengan banyaknya silabus dalam pengajaran bahasa, tentu saja, suasana tersebut memberikan nuansa baru dalam dunia pengajaran bahasa. Setiap silabus memiliki dasar-dasar pemikiran yang bisa sama dan bisa juga berbeda. Model silabus di atas ditemukan dan diuji coba terutama dalam pengajaran bahasa Inqgris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Dengan demi kian, timbul permasalahan seandainya dikaitkan dengan penga jaran bahasa Indonesia, apakah semua silabus dapat diterap kan dalam pengajaran bahasa Indonesia, silabus mana saja yang cocok digunakan untuk pengajaran bahasa Indonesia, apa kah silabus terseblit dapat diterapkan dalam penqajaran baha sa. Indonesia bagi orang Indonesia, baik yang berstatus dwi bahasawan maupun ekabahasawan, ataukah silabus tersebut ha-

15 nya cocok untuk pengajaran bahasa Indonesia. bagi orang asing, bagaimana prosedur pelaksanaannya, dan kendala apa yang ditemukan dalam pengajaran bahasa Indonesia jika sila bus tersebut diterapkan. Permasalahan tersebut perlu dicari jawabnya dalam Lipaya mencari cara meningkatkan keberhasilan pengajaran bahasa Indonesia. Jawab dari permasalahan terse but akan dapat diperoleh apabila telah dilakukan penelitian. Kurikulum 1994 menganut lima pendekatan, yaitu pendekatan tujuan, Komunikatif, CBSA, Keterampilan Proses, dan Pragmatik. Kelima pendekatan tersebut diupayakan untuk mencapai vujuan pengajaran bahasa Indonesia. Adapun tujuan pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tertulis (Depdikbud,1993: 3). Dengan orientasi belajar bahasa adalah belajar berkomunika si n perlu diupayakan silabus yang mengarah pada maksud ter sebut. Misalnya, bahan struktur bahasa Indonesia disajikan dalam kegiatan keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Oleh sebab itu, penyaj iannya diperllikan silabus yang merujuk pada kebutuhan komunikasi bukan keilmuan. Penelitian yang akan penulis lakukan ini merupakan salah satu upaya ke arah itu.

16 Pengajar Bahasa Indonesia Salah satu fungsi pengajar merupakan penggerak terjadinya proses belajar mengajar. Sebagai penggerak pengajar harus memenuhi beberapa kriteria. Kriteria itu harus menyatu dalam diri pengajar agar ia dapat menunjukkan mutu profesionalnya. Pada saat hasil proses belajar mengajar kurang memuaskan, tak pelak pengajarlah yang mendapat perhatian pertama dan utama. Masyarakat sibuk dengan melayangkan ber bagai tuduhan kepada pengajar seolah-olah pengajarlah yang menjadi biang keladi kegagalannya. Benarkah simpulan masya rakat seperti itu? Apakah para pengajar belum dibekali kompetensi yang cukup untuk terjun ke lapangan? Apakah para pengajar kurang meningkatkan segi profesinya setelah terjun ke lapangan? Kiranya pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu mendapat pertimbangan dari pihak yang bersangkutan dan pihak yang berwenang. Jika kita renungkan pertanyaan-pertanyaan itu, ada dua lembaga yang mendapat sorotan dalam dunia pendidikan, yaitu lembaga persekolahan dan LPTK (IKIP, FKIP, dan STKIP). Kedua lembaga itu sama-sama mengelola dunia pendidikan. Lembaga persekolahan mengelola pendidikan di tingkat menengah ke bawah, sedangkan lembaga penghasil tenaga pengajar mengelola pendidikan di tingkat tinggi. Secara de jure kedua lembaga tersebut harus merasa prihatin, sekalipun secara de facto tanggu.ng jawab pendidikan di tangan pemerintah, orang

17 tua pembelajar, dan masyarakat. Permasalahan yang muncul sehubungan dengan pengajaran Bahasa dan Sastra. Indonesia dari sisi pengajar adalah masih banyak pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia yang tidak mempunyai kewenangan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia (Badudu,1993:2 dan Syarif, 1994:9)). Kenyataan seperti ini pada. satu sisi tidak bisa. dihindarkan (masih terdapat seko lah yang kekurangan guru) dan pada sisi lain kualitas penga jaran Bahasa dan Sastra. Indonesia pa tut dipertanyakan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan profil penga jar bahasa yang berkompetensi. Dalam hal ini Howard yanq dikutip James memberikan kriteria untuk pengajar bahasa : a. menguasai semua metode mengajarkan bahasa dan dapat menerapkan metode itu dalam proses belajar mengajar; b. menguasai bahan yang akan dan sedang diajarkan; c. melaksanakan semua kegiatan sekolah; d. menguasai semua jenis dan prosedur penilaian; e. menguasai semua tipe latihan berbahasa; f. menguasai pengelolaan kelas; g. menguasai teknik pengajaran individual; h. dapat menentukan dan menguasai silabi pelajaran; i. dapat memanfaatkan media penqajaran yang tersedia; j. menguasai tujuan pengajaran dan aktivitas untuk mencapai tujuan itu; dan k. menguasai teknik-teknik pendidikan (Pateda,1991:39). 17

18 18 Selain itu Leech mengharuskan pengajar bahasa (khususnya tata bahasa atau struktur bahasa): a. mampu menghadapi interaksi tata bahasa dengan leksikon sebagai suatu sistem komunikasi; b. dapat menganalisis permasalahan qramatis yang ditentukan pembelajar; c. mempunyai kemampuan dan keyakinan untuk menqevaluasi penggunaan tata bahasa; d. menyadari hubungan kontrastif antara bahasa penutur asli dengan bahasa asing; dan e. memahami dan menerapkan proses penyederhanaan (dalam Bygate,1994:18). Sebagian besar butir yang dikemukakan Howard masih bersifat umum. Maksudnya, kriteria itu dapat digunakan untuk pengajar yanq bukan dari bidang pengajaran bahasa. Pendapat Leech lebih mengarah pada kemampuan yang harus dimiliki pengajar tata bahasa. Padahal pengajaran bahasa tidak hanya memerlukan pengajar tata bahasa. Oleh sebab itu, perlu kiranya dicari upaya peinantapan kompetensi pengajar bahasa s-ecara menyeluruh Pembelajar Bahasa Indonesia Bukti suatu penqajaran bahasa dapat mencapai tujuan yang diharapkan akan tecerrnin pada perilaku berbahasa para pembelajarnya. Oleh sebab itu, keberhasilan suatu pengajaran

19 bahasa tidak bisa terlepas dari pembelajarnya. Studi menge nai karakteristik pembelajar telah dilakukan para pakar ba hasa, di antaranya Jakobovits (1970:98). la menemukan dua hal penting yang harus diperhatikan guru dalam pengajaran bahasa kedua, yaitu anak-anak akan lebih baik belajar bahasa kedua daripada orang dewasa dan ada bakat bawaan yang tidak sama pada setiap orang. Penemuan Jakobovits ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh US Fathman pada ta hun 1975, Ramirez dan Politzer pada. tahun 1978, Snow dan Hoefnagel-HShle pada tahun 1978 (lihat Els, 1984: ). Selain itu Nunan (1991:171) memberikan formula pembelajar yang baik adalah: a. menemukan caranya belajar; b. mengorganisasikan informasi mengenai bahasa; c. berkreasi dan bereksperimen dengan bahasa; d. mendapatkan kesempatan dan menemukan strategi dalam pemakaian bahasa, baik di dalam maupun di luar kelas; e. belajar menyesuaikan diri dan mengembangkan strategi un tuk mengerti bahasa sasaran tanpa harus paham setiap kata; f. menggunakan mnemonics; g- memperbaiki kesalahan; h. menggunakan penqetahuan bahasa; i. membiarkan konteks membantu pemahaman;

20 20 j. belajar menentukan kepandaianya; k. belajar unsur-unsur bahasa yang dapat membantu kecakapannya; 1. belajar rnenghasilkan berbagai teknik (misalnya teknik bercakap-cakap); dan m. belajar gaya bahasa yang berbeda dan memvariasikannya un tuk berbagai situasi. Masih berhubungan dengan pembelajar yanq baik, Rubin (^975) yang dikutip Tarigan (1991) menyajikan tujuh kriteria pembelajar yang baik, yakni: a. mempunyai kemauan keras dan ingin menjadi penduga yang tepat; b. berkemauan keras untuk berkomunikasi; c. tidak. segan-segan mengakui kelemahannya dalam B2 dan ti dak malu-malu berbuat kesalahan; d. berkemauan keras menggunakan bentuk yang baik; sangat memperhatikan bentuk bahasa; e. suka berlatih; f. memantau ujarannya dan membandingkannya dengan bahasa. asli baku; dan g. berkemauan keras menggunakan makna dalam konteks sosi.aln y a.

21 21 Ellis (1987:122) menempatkan sembilan kriteria untuk pembelajar yang baik, yaitu: a. mampu memberi respon terhadap dinamika kelompok situasi pembelajaran untuk mencegah kegelisahan dan rintangan; b. menccri kesempatan untuk menggunakan bahasa sasaran; c. menggunakan kesempatan secara maksimal untuk menyimak dan menanggapi ujaran dalam B2, baik yang ditujukan kepadanya maltpun kepada orang lain; d. melengkapi pelajaran kontak langsung dengan telaah teoretis; khususnya dalam hal bentuk bahasa; e. lebih dewasa dalam pengembangan gramatikal; f. mempunyai keterampilan analitik yang memadai mengenai ciri-ciri B2 dan memantau kesalahan; g. mempunyai alasan kuat untuk belajar B2; h. siap membuat percobaan dengan segala risiko, sekalipun menurut orang lain ia dianggap bodoh; dan i. mampu menyesuaikan diri pada kondisi-kondisi pembelajaran yang berbeda. Terlepas dari kriteria mana yang digunakan, yang je las tuntutan pengajaran bahasa terhadap pembelajar adalah pendayagunaan segala potensi yanq dimilikinya dalam belajar dan menggunakan bahasa sasaran. Tuntutan ini amat berat jika pengajar tidak benar-benar dalam melaksanakan kewa.j ibannya. Untuk tugas ini diperlukan tenaga pengajar profesional dalam bidanqnya.

22 Jika kita menilik keadaan pembelajar bahasa Indone sia, secara u.mum mereka dapat digolongkan ke dalam tiga qo~longan, yaitu pembelajar yang berstatus ekabahasawan bahasa daerah, ekabahasawan bahasa Indonesia, dan dwibahasawan. Da lam pengajaran bahasa. Indonesia, ketiga golongan tersebut selama ini mendapat perlaklian yang sama. Alasan yang mendukung situasi tersebut adalah faktor sarana sekolah di Indo nesia belum siap mengelompokkan mereka sesuai dengan pengua saan bahasanya dan faktor kemudahan dalam pengadministrasian. Dengan situasi yang seperti itu, timbul masalah dalam keberhasilan pengajaran. Dengan kata lain, situasi demikian memunculkan masalah, yaitu apakah keberhasilan pengajaran bahasa Indonesia tidak perlu memperhitungkan karakteristik penguasaan bahasa yang dimiliki para pembelajarnya ataukah keberagaman penguasaan bahasa pada siswa berkontribusi ter hadap keberhasilan pengajaran bahasa. Jika berkontribusi, seberapa besar kontriblisinya dan bagaimana tindak lanjutnya. Jawab permasalahan tersebut hanya dapat diperoleh melalui penel itian. 1.3 Pembatasan Masalah Pemecahan berbagai masalah di atas, tentu saja, me merlukan waktu yang tidak sedikit sebab berbagai penelitian perlu dilakukan dalam jangka waktu yang tidak sinqkat. Misalnya, penelitian, baik yang berhubungan dengan jenjanq

23 dan tingkat pendidikan, ancangan, metode, teknik, maupun yang berhubungan dengan cakupan bahan. Dalam tesis ini ha nya akan diangkat satu masalah pokok, yakni masalah yang berhubungan dengan model pengajaran bahasa. Indonesia. Model yang d.ipilih dalam rangka penelitian ini adalah model penga jaran struktur bahasa dengan ancangan tata bahasa pedagogis. Model ini digunakan sehubungan dengan karakteristik yang harus muncul dalam pengajaran bahasa Indonesia adalah bahan yang harus dikaitkan dengan kebutuhan siswa dengan memperhatikan segi kebenaran, keterbatasan, kehematan, kesederhanaan, kejelasan, dan keterhubunqan. Ancangan tata bahasa pe dagogis ini menawarkan persyaratan tersebut karena ancangan ini mendasarkan aspek kebahasaan (struktur bahasa) disajikan dengan memperhatikan unsur-unsur pedagogis. Dalam penyajiannya model ini dikaitkan dengan cakupan bahan pembelajar an struktur bahasa Indonesia, khususnya bidang sintaksis (pembelajaran kata depan [ preposisi], kata sambung [konjungtor], pembelajaran kalimat aktif-pasif, dan kalimat majemuk) di tingkat pendidikan sekolah menengah umum. Bahan sintaksis tersebut dibuat berdasarkan hasil penelitian ter hadap kesalahan berbahasa siswa sekolah menengah yang di lakukan oleh Suardi (1984), Mulyaasih (1991), Komaraningsih (1991), Irawan (1994), dan Nurdin (1995). Selain itu penentuan bahan ini disesuaikan dengan kebutuhan topik yanq disajikan, yakni mengungkapkan gagasan. Pengajaran struktur

24 24 ini digunakan sebagai bahan dalam keterampilan berfoicara dan menu lis yang berhubungan dengan penqgunaan bahasa (mengungkapkan gagasan) sebagai alat berkomunikasi. AdapLin teknik pengajaran yang akan digunakan adalah diskusi kelompok. Prosedur penyajian bahan dalam KBM menggunakan prosedlir induksi. Prosedur ini sesuai dengan tuntutan kurikulum SMU 1994 yang menitikberatkan penyajian awal dengan konteks penggunaan bahasa kemudian para siswa melakukan kegiatan pembel ajaran sehingga diharapkan siswa mampu menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan kaidah dan situasi pemakaiannya. 1.4 Perumusan Masalah Berdasarkan masalah umum dan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah yang penulis ajukan sebagai berikut. 1) Baqaimanakah model pengajaran struktur bahasa Indonesia yang baik di SMU menurut ancangan tata bahasa pedagogis? 2) Bagaimanakah rumusan tujuan pembelajaran berdasarkan ancangan tata. bahasa pedagogis untuk pengajaran struk tur bahasa Indonesia di sekolah menengah umum? 3) Apakah penyajian bahan dengan prosedur induksi cocok un tuk mengajarkan struktur bahasa Indonesia di SMU dengan ancanqan tata bahasa pedaqoq is? 4) Baqaimanakah evaluasi penqajaran struktur bahasa Indo nesia dalam model pengajaran tata bahasa pedaqoqis di s e k o 1 a. h m e n e? n q a h u m u m?

25 5) Komponen pengajaran yang mana yanq dominan dalam penq ajaran struktur bahasa Indonesia di SMU dengan mengqunak a. n a n c a.n g a.n tata ba h a s a pe d a g o g i s? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah penulis mem peroleh gambaran model penqajaran struktur bahasa Indonesia yang baik dengan ancangan tata bahasa pedagogis di sekolah menengah umum. Adapun Tujuan yang lebih rinci dalam peneli tian ini adalah penlilis: 1) memperoleh model pengajaran struktur bahasa Indonesia yang baik untuk siswa SMU; 2) memperoleh rumusan tujuan pembelajaran struktur baha sa Indonesia yang cocok untuk siswa sekolah menengah umum; 3) memperoleh prosedur penyajian bahan pengajaran struktur bahasa Indonesia yang cocok untuk siswa sekolah menengah umum; 4) memperoleh bentuk evaluasi yang cocok dalam pengajaran struktur bahasa Indonesia untuk siswa sekolah menengah umum; dan 5) menqetahui komponen penqajaran yanq dominan dalam peng ajaran struktur bahasa Indonesia dengan menggunakan anc: a n q a n tata ba h a s a pe d a g o g is.

26 1.6 Manfaat Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan bahasa pada umumnya, pengajaran bahasa Indonesia pada khususnya yang implementasinya berhubungan dengan pengembangan pengajaran bahasa Indonesia berdasarkan Kurikuluim Oleh sebab itu, manfaat penelitian ini akan dapat dirasakan oleh: 1. pendidik, sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas pengajaran struktur bahasa Indonesia; 2. pembelajar, sebagai masukan untuk meningkatkan kete rampilarmya dalam penggunaan bahasa Indonesia; dan 3. penulis buku siswa dan buku tata bahasa pedagogis, seba gai masukan untuk merancang dan mendeskripsikan bahan ajar atau. kaidah bahasa Indonesia. 1.7 Definisi Operasional Untuk memberikan arahan agar penelitian ini sesuai dengan harapan penulis diperlukan definisi operasional isti lah-istilah yanq penulis gunakan. Dengan definisi ope rasional ini diharapkan ada titik pijak yanq sama dalam memandang permasalahan. Adapun isti1 ah isti1 ah yang terkait da1 am penelitian ini sebagai berikut. a. Model yanq penulis maksu.dkan adalah rancangan pengajaran. Sebagai suatu rancangan pengajaran model ini menyiratkan g a m baran tu. j u. an, a n c a n g art, m e to d e, te k n i k, peny u s u n a n dan

27 penyajian bahan, dan evaluasi pembelajaran. b. Pengajaran Struktur Bahasa Indonesia adalah pengajaran kaidah sintaksis bahasa Indonesia, yang berkenaan dengan konjungtor, preposisi, kalimat aktif-pasif, dan kalimat maj emltk. c. Tata bahasa pedagogis adalah tata bahasa yang ditujukan untuk para pembelajar. Penyusunan tata bahasa ini dilaku kan oleh guru. Dengan demikian, rancangan dan penyajian bahan struktur dilakukan berdasarkan kebutuhan pembelajar dengan memperhatikan aspek kebenaran, keterbatasan, kehematan konsep, kejelasan, kesederhanaan, dan keterhubunqai i 1.8 Anggapan Dasar Penelitian ini menggunakan anggapan dasar sebagai berikut. 1. Metode merupakan salah satu komponen dalam pengajaran. Dalam pengajaran bahasa berbagai metode telah ditemukan. Kesernuanya digunakan dalam usaha mencapai tujuan pengaja ran. Tujuan pengajaran bahasa yang berbeda-beda menimbulkan keragaman dalam pemakaiannya. Keragaman metode itu bukan berarti akan memunculkan metode yang paling baik. Setiap metode memiliki karakteristik tertentu. Oleh sebab itu, jika metode A lebih berhasil dibandingkan dengan metode B untuk mengaj arkan y, bukan berarti metode A

28 23 1ebih baik daripada metode B. Denqan kata lain, tidak ada metode yang paling baik, yang ax da guru yang baik dalam mem i1i h metode. Setiap metode memiliki kekuatan dan kelemahan sehingga keefektifan pemakaian suatu metode bergantung kepada kecakapan guru dalam memilihnya. Keefektifan metode ini akan dapat. ditentukan oleh seberapa besar bahan dapat diserap siswa dalam jangka waktlt yang telah ditetapkan. Dengan demikian, ketepat an guru memilih metode akan dapat dilihat dari keterpahaman siswa terhadap bahan yang diberikan. Keberhasilan suatu pengajaran akan bergantung kepada ber bagai faktor. Salah satu faktornya adalah model mengajar. Berbagai model mengajar telah dikenal guru. Model meng ajar mana yang paling baik (paling cocok), tentunya, sangat sulit ditentukan sebab setiap model akan mempunyai persyaratan dengan kondisi-kondisi tertentu. Oleh sebab itu, tidak ada satu model mengajar pun yang paling cocok untuk semua situasi, dan sebaliknya tidak ada satu situa si mengajar pun yang paling cocok diharnpiri oleh semua model mengajar (Dahlan, 1990:19). Pernyataan tersebut meny ira tkan bahwa berbagai ko m ponen pengajar a. n (q u ru, tu j uan, bahan, siswa, dan sebagainya ) akan berpienqa*ruh be sar terhadap pelaksanaan model mengajar.

29 Model pengajaran struktur bahasa dengan ancangan tata bahasa pedagogis meru.pakan salah satu model meng ajar yang digunakan guru dalam menyampaikan bahan struktli r ba hasa de>n gan mempertim ban g kan Ltnsu r unsur pedagogis, yaitu kebenaran, pembatasan, kehematan konsep, kejelasan, kesederhanaan, dan keterhubungan (Swan dalam Bygate, Tonkyn, dan Wi11iams,1994:45). Pertimbangan pedagogis da lam pengajaran merupakan suatu langkah yang harus ditempuh guru, pada saat merancang, melaksanakan, dan menilai pengajarannya. Pengajaran struktur bahasa merupakan sarana dalam mendayagunakan funqsi bahasa sebagai alat ko munikasi. Agar dapat berkomunikasi dengan baik diperlukan kompetensi komunikasi. Khranke (1987:21) berpendapat bahwa struktur atau lebih sering disebut tata bahasa merupa kan komponen dalam kompetensi komunikasi. Dengan struktur yang baik dan benar komunikasi akan dapat dijalin dengan 1ancar. Model pengajaran struktur yang selama ini disajikan oleh para guru masih berkiblat pada penyajian yang bersifat linquistis bukan pedagogis. Unsur-u.nsur bahasa di ajarkan lepas dari konteksnya sehingga siswa kurang mampu mengem bangkan ke te ram pi 1annya da 1am keg ia t. an be rbah asa. Selain itu. guru dalam memberikan evaluasi masih menqarah pada. u.nsu.r teori bahasa sehingga siswa digiring untuk mem pe1 aja r i teori d a r i pada pemahaman s truk tur ba ha sa y anq

30 30 nantinyd akan digunakan dalam keperluan tuturan dan tu- 1i san (Badudu,1985:96). 4. Model pengajaran struktur bahasa dengan ancangan tata bahasa pedagogis lebih banyak melibatkan keaktifan siswa dalam belajar bahasa. Oleh sebab itu, teknik diskusi me rupakan teknik yang cocok untuk digunakan. Dengan teknik ini siswa lebih banyak diranqsang untuk berbahasa se hingga kegiatan belajar-mengajar lebih banyak diwarnai dengan pemajanan keterampilan berbahasanya. Situasi seperti inilah yang dituntut dalam pengajaran bahasa sebab pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkat kan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa In donesia, baik secara lisan maupun tertulis. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia harus lebih diwarnai oleh fungsi bahasa daripada pengetahuan bahasa. Oleh sebab itu, keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis) menduduki peran yang penting. 5. Kebaikan suatu model mengajar bergantung pada tujuan peng ajarannya. Dalam GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum SMU 1994 tercantu.m tujuan umum pengajaran bahasa Indonesia: 1) siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia se tt aqa i bahasa nasi.ona 1 dan bahasa neqar a ; 2) siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat untlik bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan ;

31 3 ) siswa memi1iki keinampuan menqgunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual (berpikir kreatif dan disiplin, menggunakan akal sehat, menerapkan pengetahuan yang berguna, memahami dan menekuni konsep abstrak serta memecahkan masalah), kematangan emosional dan sosial; dan 4) siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (Depdikbud, 1993:1). Berdasarkan tujuan umum di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan penqajaran bahasa Indonesia adalah siswa memiliki sikap, pengetahuan, dan keterampilan dalam berbahasa Indonesia. Oleh sebab itu, pengembangan model pengajaran struktur bahasa Indonesia yang baik harus memasukkan ketiga ranah tersebut.

32

ilmu, baik dari segi teoretis maupun praktis. Dari segi teore spekulatif hingga berpikir ilmiah. Hasilnya dapat kita. baca

ilmu, baik dari segi teoretis maupun praktis. Dari segi teore spekulatif hingga berpikir ilmiah. Hasilnya dapat kita. baca BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Bahasa selalu menjadi bahan kajian berbagai. disiplin ilmu, baik dari segi teoretis maupun praktis. Dari segi teore tis berbagai teori kebahasaan telah lahir

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I HAURWANGI CIANJUR TAHUN 2011/2012

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I HAURWANGI CIANJUR TAHUN 2011/2012 PEMBELAJARAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL BAGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI I HAURWANGI CIANJUR TAHUN 0/01 LENA AGUSTINA NIM. 081005 Program Studi: Pendidikan Bahasa Dan Satra

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Indonesia haruslah diarahkan pada hakikat bahasa sebagai alat komunikasi

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Indonesia haruslah diarahkan pada hakikat bahasa sebagai alat komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran Bahasa Indonesia haruslah diarahkan pada hakikat bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari. Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah mengarah-kan

Lebih terperinci

praktek Kurikulum Elektronika Komunikasi STM Nege

praktek Kurikulum Elektronika Komunikasi STM Nege BAB III RANCANGAN PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Relevansi antara mata kuliah di dalam Kurikulum Elektronika Komunikasi FPTK IKIP Bandung dengan ma ta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan satu alat yang bernama

I. PENDAHULUAN. Manusia sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan satu alat yang bernama I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sering berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan satu alat yang bernama bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling baik dan paling sempurna,

Lebih terperinci

kehidupan lainnya. Di dalam hubungan dengan fungsi

kehidupan lainnya. Di dalam hubungan dengan fungsi BAB 1 PENDAHDLDAN Dalam bab ini dikemukakan (1) latar belakang dan masalah, (2) perumusan dan pembatasan masalah, (3) tujuan dan manfaat penelitian, (4) anggapan dasar, (5) metode penelitian, (6) teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa yang cerdas ditentukan oleh kualitas pendidikan di negaranya. Semakin baik kualitas pendidikan disuatu negara akan menghasilkan bangsa yang cerdas. Keberhasilan

Lebih terperinci

METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI

METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI METODE PENGAJARAN BAHASA BERBASIS KOMPETENSI Berlin Sibarani Universitas Negeri Medan Abstract This paper discusses the concepts of competency based language teaching. The focus of the discussion is mainly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu yang bertalian dengan rendahnya mutu pendidikan telah menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. Isu-isu yang bertalian dengan rendahnya mutu pendidikan telah menjadi isu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu yang bertalian dengan rendahnya mutu pendidikan telah menjadi isu sentral yang banyak ditulis dan diperbincangkan, baik dalam forum resmi maupun tidak

Lebih terperinci

belajar yaitu dengan sistem belajar modul

belajar yaitu dengan sistem belajar modul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Mahasiswa Universitas Terbuka Sejak berdirinya Universitas Terbuka sebagai lembaga pendidikan tinggi negeri yang -ke-45 di Indonesia, dalam perjalanannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2004 (STUDI KASUS DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH GUBUG) TESIS

MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2004 (STUDI KASUS DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH GUBUG) TESIS MANAJEMEN PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA BERDASARKAN KURIKULUM 2004 (STUDI KASUS DI KELAS XI SMA MUHAMMADIYAH GUBUG) TESIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, manusia dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikembangkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Pendidikan merupakan tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan,

Lebih terperinci

levan dengan dokumen Kurikulum Elektronika Komuni-

levan dengan dokumen Kurikulum Elektronika Komuni- BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA A. Kesimpulan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan terhadap Kurikulum Elektronika Komunikasi FPTK IKIP Bandung maupun Kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, mengembangkan gagasan dan perasaan serta dapat digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam peradaban manusia, bahasa juga memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan hal yang urgen peranannya dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi antarmanusia. Selain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan akan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan sehingga akan menghasilkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan akan mendapatkan pengalaman dan pengetahuan sehingga akan menghasilkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan mengoptimalkan dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan mengoptimalkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendekatan pembelajaran mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar. Di samping dapat menarik perhatian siswa, pendekatan pembelajaran juga dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dalam kehidupan manusia menduduki fungsi yang utama. sebagai alat komunikasi. Bahasa dapat meningkatkan potensi diri manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa dalam kehidupan manusia menduduki fungsi yang utama. sebagai alat komunikasi. Bahasa dapat meningkatkan potensi diri manusia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa dalam kehidupan manusia menduduki fungsi yang utama sebagai alat komunikasi. Bahasa dapat meningkatkan potensi diri manusia dalam berekspresi

Lebih terperinci

MENGEFEKTIFKAN PERAN MAHASISWA PESERTA PENGAJARAN MIKRO DALAM MENSUPERVISI PELAKSANAAN PENGAJARAN MIKRO

MENGEFEKTIFKAN PERAN MAHASISWA PESERTA PENGAJARAN MIKRO DALAM MENSUPERVISI PELAKSANAAN PENGAJARAN MIKRO 238 Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, VVolume 21, Nomor 3, Mei 2013 MENGEFEKTIFKAN PERAN MAHASISWA PESERTA PENGAJARAN MIKRO DALAM MENSUPERVISI PELAKSANAAN PENGAJARAN MIKRO Sukaswanto Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kete-rampilan dan

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kete-rampilan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dimaksudkan untuk meningkatkan kete-rampilan dan kemahiran berbahasa siswa. Keterampilan berbahasa memiliki empat komponen

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS. Ary Kristiyani, M.Hum.

METODE PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS. Ary Kristiyani, M.Hum. METODE PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS Ary Kristiyani, M.Hum. Disampaikan pada Seminar Internasional di Yogyakarta, 9-10 November dalam Rangka Pertemuan Ilmiah Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, pembinaan bahasa Indonesia menjadi hal yang sangat penting.

BAB I PENDAHULUAN. negara, pembinaan bahasa Indonesia menjadi hal yang sangat penting. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2006 : 317), secara umum mata pelajaran Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *)

Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *) Kurikulum Bahasa Arab Berbasis Kompetensi Oleh Syihabuddin *) Pengantar Kurikulum merupakan cerminan dari filosofi, keyakinan, dan cita-cita suatu bangsa. Melalui dokumen tersebut, seseorang dapat mengetahui

Lebih terperinci

TEORI KRASHEN SEBAGAI SOLUSI PEMECAHAN MASALAH KEMAMPUAN BERBICARA PADA PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS DI INDONESIA

TEORI KRASHEN SEBAGAI SOLUSI PEMECAHAN MASALAH KEMAMPUAN BERBICARA PADA PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS DI INDONESIA TEORI KRASHEN SEBAGAI SOLUSI PEMECAHAN MASALAH KEMAMPUAN BERBICARA PADA PEMBELAJAR BAHASA INGGRIS DI INDONESIA Firma Pradesta Amanah Firma.pradesta@gmail.com Universitas Negeri Yogyakarta Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB II KURIKULUM, PRAGMATIK, DAN APLIKASINYA

BAB II KURIKULUM, PRAGMATIK, DAN APLIKASINYA 1 BAB I PENDAHULUAN Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah diarahkan untuk meningkatkan keampuan siswa dalam berkomunikasi,

Lebih terperinci

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain

peningkatan kualitas kehidupan, serta pertumbuhan tingkat intelektualitas, dimensi pendidikan juga semakin kompleks. Hal ini tentu membutuhkan desain Eni Sukaeni, 2012 Penggunaan Model Penemuan Konsep BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan kualitas kehidupan, serta

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah. PEMANFAATAN MEDIA GAMBAR BERSERI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN NARASI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PILANGSARI 1 SRAGEN TAHUN AJARAN 2009/2010 (Penelitian Tindakan Kelas) SKRIPSI Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Metode Hypnoteaching Berbasis Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Menyimak Informasi

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Metode Hypnoteaching Berbasis Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Menyimak Informasi 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Keterampilan menyimak merupakan aspek yang paling dominan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan keterampilan lainnya seperti membaca,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari sudut pandang: (i) hakikat menulis, (ii) fungsi, tujuan, dan manfaat menulis, (iii) jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu berkembang. Kemudian proses pembelajaran dapat dilakukan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. mampu berkembang. Kemudian proses pembelajaran dapat dilakukan karena adanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran adalah faktor yang kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. edu-katif tergambarkan dengan adanya interaksi yang terjadi antar guru dengan

BAB I PENDAHULUAN. edu-katif tergambarkan dengan adanya interaksi yang terjadi antar guru dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar mengajar merupakan suatu kegaitan yang bernilai edukatif, nilai edu-katif tergambarkan dengan adanya interaksi yang terjadi antar guru dengan peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Dengan pendidikan seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat menjamin kelangsungan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan salah satu prestasi

BAB I PENDAHULUAN. Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan salah satu prestasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa oleh anak-anak merupakan salah satu prestasi manusia yang paling hebat dan paling menakjubkan. Itulah sebabnya masalah ini mendapat perhatian besar.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menyimak adalah salah satu keterampilan berbahasa yang sangat penting, disamping membaca, berbicara, dan menulis. Komunikasi tidak akan dapat berlangsung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kedudukan Pembelajaran Memproduksi Teks Eksposisi Berdasarkan Kurikulum 2013 2.1.1 Kompetensi Inti Implementasi kurikulum 2013 berbasis kompetensi dan karakter harus melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi ini, kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi ini, kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Di era informasi ini, kiranya tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau bangsa

Lebih terperinci

keterampilan yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi,

keterampilan yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pengembangan dunia pendidikan, pemerintah berusaha terusmenerus mengkaji ulang kurikulum yang beriaku. Salah satu bukti konkret usaha pemerintah adalah

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS

TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 CIAMIS TINDAK TUTUR DALAM BERCERITA Oleh Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ABSTRAK Berdasarkan observasi penulis saat melakukan kegiatan PPL. Anak terlihat cenderung pasif melakukan kegiatan

Lebih terperinci

ISSN: BAHASA DAN PENGAJARANNYA. Bani. Abstrak : Kata Kunci: Kepemimpinan, Inovasi pendidikan

ISSN: BAHASA DAN PENGAJARANNYA. Bani. Abstrak : Kata Kunci: Kepemimpinan, Inovasi pendidikan ISSN: 2085-5079 BAHASA DAN PENGAJARANNYA Bani Abstrak : Bahasa dan pengajaran sangat erat hubungannya. Hal ini bisa dilihat dari hubungan yang erat antara teori-teori bahasa yang melandasi pengajaran bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi pilar utama bagi proses perubahan tingkah laku pada setiap manusia. Interaksi antar individu dan lingkungan menjadi salah satu proses pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan. terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan. terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Penegasan Judul 1. Latar Belakang Pembelajaran Bahasa Indonesia di arahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang berlaku dan harus pandai memilih kata-kata yang tepat agar apa

BAB I PENDAHULUAN. bahasa yang berlaku dan harus pandai memilih kata-kata yang tepat agar apa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengarang adalah kegiatan merangkai kata-kata yang disusun berdasarkan tema yang sudah ditentukan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar.merangkai kata-kata

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPLANASI KOMPLEKS

2015 PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS EKSPLANASI KOMPLEKS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berbahasa yang mumpuni serta dapat berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mendukung kemajuan bangsa dan Negara sebagaimana tercantum di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ada dua faktor utama yang menyebabkan terjadinya kesulitan-kesulitan pada pembelajar BIPA. Faktor pertama adalah ciri khas bahasa sasaran. Walaupun bahasabahasa di

Lebih terperinci

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1

Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa. Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik & Manfaat Linguistik Bagi Guru Bahasa Pertemuan Ketiga By Munif Pertemuan Ketiga-Munif 1 Cabang Linguistik Berdasarkan Pembidangannya Berdasarkan Sifat Telaahnya Beradasarkan Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran dengan kegiatan belajar mengajar. Salah satu penyebab tidak adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran dengan kegiatan belajar mengajar. Salah satu penyebab tidak adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar mengajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dititikberatkan pada kajian kemampuan berbahasa. upaya peningkatan kemampuan menulis kalimat bagi siswa asing dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dititikberatkan pada kajian kemampuan berbahasa. upaya peningkatan kemampuan menulis kalimat bagi siswa asing dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Penelitian ini dititikberatkan pada kajian kemampuan berbahasa sebagai upaya peningkatan kemampuan menulis kalimat bagi siswa asing dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Aep Suryana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) merupakan bagian penting dalam kerangka pengembangan pendidikan nasional yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

latihan. Salah satu wujud pendidikan yang diterapkan di sekolah maupun di lingkungan keluarga sejak dini adalah pendidikan bahasa karena bahasa

latihan. Salah satu wujud pendidikan yang diterapkan di sekolah maupun di lingkungan keluarga sejak dini adalah pendidikan bahasa karena bahasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia. Melalui bahasa, seseorang dapat mengungkapkan segala pengetahuan, pesan pikiran, gagasan, dan sebagainya.

Lebih terperinci

pendidikan/pengajaran dilihat dari perhitungan ber

pendidikan/pengajaran dilihat dari perhitungan ber BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan pengkajian terhadap data lapangan, mengadakan diskusi tentang hasil penelitian ke mudian membandingkannya dengan landasan konsep teori yang relevan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan dalam

Lebih terperinci

Bahasa Jepang merupakan alat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan. Berkomunikasi dalam bahasa Jepang

Bahasa Jepang merupakan alat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan. Berkomunikasi dalam bahasa Jepang Penguasaan bahasa Jepang merupakan persyaratan penting bagikeberhasilan individu, masyarakat, dan bangsa Indonesia dalam menjawab tantangan zaman pada tingkat global. Penguasaan Bahasa Jepang dapat diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa sasaran, siswa sering menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa sasaran, siswa sering menghadapi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pemerolehan dan pembelajaran bahasa sasaran, siswa sering menghadapi kesulitan dan kesalahan. Hal itu terjadi akibat siswa tersebut masih menggunakan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar merupakan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar merupakan pembelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar merupakan pembelajaran yang sangat penting, karena dengan pembelajaran bahasa anak memiliki keterampilan dan kemahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran tersebut. Berbagai mata pelajaran diajarkan

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran tersebut. Berbagai mata pelajaran diajarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam bidang pendidikan proses pembelajaran di sekolah menjadi pilar utama. Karena tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan nasional sangat ditentukan dari proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa seseorang dapat mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan berbahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang menangani pendidikan menengah di Indonesia mengimplementasikan kurikulum baru yang diberi

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN METODE BRAINSTORMING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

2015 PENERAPAN METODE BRAINSTORMING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan, diciptakan untuk mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, budaya, dan bahasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari beragam etnis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari beragam etnis yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari beragam etnis yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Setiap kelompok etnis tersebut memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

KAJIAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI MAROS

KAJIAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI MAROS 585 KAJIAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL GURU BAHASA INDONESIA SMA NEGERI MAROS MUHAMMAD BAKRI ABSTRAK Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) peran guru sebagai (a) manejerial yaitu mengelola kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kurikulum 2013, pembelajaran bahasa Indonesia memiliki implikasi terhadap pelaksanaan pembelajaran yang tidak terlepas dari teks dalam bentuk lisan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan yang penting dalam dunia pendidikan dan merupakan penunjang dalam semua bidang studi.

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ALFA (EKSPERIMEN KUASI)

MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ALFA (EKSPERIMEN KUASI) MODEL PEMBELAJARAN MENULIS PENGALAMAN PRIBADI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK ALFA (EKSPERIMEN KUASI) Icah 08210351 Icah1964@gmail.com Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Tinggi Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa verbal/lisan atau berbicara. Manusia bisa berkomunikasi satu dengan lainnya dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia di sekolah memegang peranan penting dalam mengupayakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia di sekolah memegang peranan penting dalam mengupayakan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari karena bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Secara luas dapat diartikan bahwa komunikasi

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA

2015 PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS TEKS BERITA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika

Lebih terperinci

3. Pada diri anak didik belum tertanam nilai-nilai

3. Pada diri anak didik belum tertanam nilai-nilai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN A. Kesimpulan Dari uraian-uraian dan analisis data di atas, pe nelitian ini menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengetahuan tentang Pancasila yang diberikan mela

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia diharapkan dapat saling mengenal dan berhubungan satu sama lain, saling berbagi pengalaman dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna

BAB I PENDAHULUAN. dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataan lain, membahas segala aspek makna ucapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dapat ditingkatkan, baik di kalangan nasional maupun. agar mutu kehidupan masyarakat dapat meningkat. Melalui pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan merupakan aspek terpenting dalam usaha pembangunan yang sedang dilaksanakan di Indonesia. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan seni. Peningkatan pengetahuan berbahasa Indonesia berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. teknologi dan seni. Peningkatan pengetahuan berbahasa Indonesia berhubungan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP secara umum adalah sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan berbahasa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ghyna Amanda Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ghyna Amanda Putri, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran bahasa, aspek keterampilan berbahasa adalah salah satu hal yang diperlukan. Berdasarkan jenisnya, aspek keterampilan berbahasa dibagi menjadi 4 yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang SISDIKNAS No. 20

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pengertian pendidikan menurut Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia kini telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1).

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan. kesatuan dari aspek bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 1). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Empat keterampilan berbahasa yang harus dimiliki siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran pokok di setiap jenjang pendidikan di Indonesia bertujuan agar siswa terampil berbahasa dan berkomunikasi secara lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan, merencanakan, dan menilai pembelajaran. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan, merencanakan, dan menilai pembelajaran. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan kegiatan pembelajaran menentukan kesuksesan guru di sekolah dalam melaksanakan, merencanakan, dan menilai pembelajaran. Oleh karena itu, seorang

Lebih terperinci

partisipan, terutama pihak pengirim komunikasi (komunikator), sering melupakan unsurunsur

partisipan, terutama pihak pengirim komunikasi (komunikator), sering melupakan unsurunsur BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau perasaan.menduduki tempat yang lebih penting daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dengan adanya pendidikan siswa akan mengembangkan bakat juga mendukung. pikir tidak ter-lepas dari pengembangan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. baik dengan adanya pendidikan siswa akan mengembangkan bakat juga mendukung. pikir tidak ter-lepas dari pengembangan pendidikan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak utama dalam menempuh karakter yang lebih baik dengan adanya pendidikan siswa akan mengembangkan bakat juga mendukung tercapainya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH DASAR (PS S2 PBISD)

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH DASAR (PS S2 PBISD) PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH DASAR (PS S2 PBISD) A. VISI PS S2 PBISD menjadi penyelenggara pendidikan tinggi unggul dalam pengembangan ilmu kependidikan lanjut bidang

Lebih terperinci

KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI

KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI KESALAHAN EJAAN DAN KETIDAKBAKUAN KATA PADA KARANGAN ARGUMENTASI SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SUKOHARJO Tahun Pelajaran 2008/2009 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia laninnya.

BAB I PENDAHULUAN. pikiran, pendapat, imajinasi, dan berhubungan dengan manusia laninnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat terpenting yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Dengan bahasa, manusia akan dapat mengungkapkan segala pemikirannya. Selain itu, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan siswa lainnya. Bagi siswa sekolah dasar, kadang

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan siswa lainnya. Bagi siswa sekolah dasar, kadang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia salah satu mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah dasar, karena dengan bahasa diharapkan siswa dapat berkomunikasi dengan siswa lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkomunikasi adalah salah satu keterampilan berbahasa. Keterampilan berbahasa itu sendiri terbagi menjadi empat komponen, yaitu: menyimak, berbicara, membaca,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik serta merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mendasar dalam dunia pendidikan ini di samping masalah. peningkatan kualitas untuk memenuhi kebutuhan akan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah mendasar dalam dunia pendidikan ini di samping masalah. peningkatan kualitas untuk memenuhi kebutuhan akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah mendasar dalam dunia pendidikan ini di samping masalah peningkatan kualitas untuk memenuhi kebutuhan akan pemerataan dalam memperoleh pendidikan, juga masalah

Lebih terperinci

hasil penelitian. Bagian kesimpulan mengemukakan tentang pengelolaan pembelajaran pada tahap perencanaan, pelaksa

hasil penelitian. Bagian kesimpulan mengemukakan tentang pengelolaan pembelajaran pada tahap perencanaan, pelaksa BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi hasil penelitian. Bagian kesimpulan mengemukakan tentang pengelolaan pembelajaran pada tahap perencanaan, pelaksa naan,

Lebih terperinci

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan

bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang akan tergantung pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Bahasa merupakan sesuatu yang penting untuk dikuasai karena bahasa adalah sarana interaksi dan alat komunikasi antar manusia. Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan pesat. Perkembangan ini memiliki dampak semakin terbuka dan tersebarnya informasi dan pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang berkembang saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang berkembang saat ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang berkembang saat ini adalah Taman Kanak Kanak (TK) seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami orang lain, seseorang perlu memiliki kosakata ( vocabulary ) dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami orang lain, seseorang perlu memiliki kosakata ( vocabulary ) dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum Bahasa digunakan sebagai alat untuk komunikasi. Tentu saja proses komunikasi akan berjalan dengan baik. Kalau kedua pihak yang berkomunikasi dibekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting,

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi, sebab bahasa adalah alat komunikasi yang sangat penting, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan ciri yang paling khas manusia yang membedakan dengan makhluk-makhluk lain. Dengan bahasa manusia dapat mengadakan komunikasi, sebab bahasa adalah alat

Lebih terperinci

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DISCUSSION TEXT BERDASARKAN KONSEP THE GENRE BASED APPROACH PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 1 SURAKARTA

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DISCUSSION TEXT BERDASARKAN KONSEP THE GENRE BASED APPROACH PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 1 SURAKARTA PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS DISCUSSION TEXT BERDASARKAN KONSEP THE GENRE BASED APPROACH PADA SISWA KELAS XII IPA 3 SMA NEGERI 1 SURAKARTA PENELITIAN TINDAKAN KELAS Diajukan Kepada Program Studi Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah serangkaian usaha untuk pengembangan atau kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah serangkaian usaha untuk pengembangan atau kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah serangkaian usaha untuk pengembangan atau kemajuan bangsa. Pengembangan bangsa itu akan dapat diwujudkan secara nyata dengan melakukan usaha-usaha

Lebih terperinci