PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA DALAM RANGKA MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DI KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA DALAM RANGKA MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DI KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH"

Transkripsi

1 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa ( Lufthi Darmawan Aditya) PELAKSANAAN PENANGANAN UNJUK RASA DALAM RANGKA MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DI KEPOLISIAN DAERAH JAWA TENGAH Lufthi Darmawan Aditya *, Umar Ma ruf ** * Mahasiswa Magister (S-2) Ilmu Hukum UNISSULA Semarang lutfiaditya93@gmail.com ** Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Semarang ABSTRACT The unhandled demonstration could be a chaos that resulted in the loss of both casualties and property victims, for which the Police were given the authority to handle the protests. The need for special handling of demonstrations by the Police in the Central Java Police Force due to uncontrolled demonstrations can lead to anarchy actions resulting in disruption of public order.need for special handling of demonstrations by the Police in the Central Java Police area is due to uncontrolled demonstrations that can lead to anarchy actions resulting in disruption of public order. Implementation of the handling of protests in the territory of Central Java Regional Police carried out guided by Perkap Polri Number: No Pol. 16 of 2006 on Mass Control and Regulation of the Chief of Police No. 7 of 2012 on Procedures for Implementation of Service, Security, and Handling of Public Opinion Coverage. Handling demonstrations through three stages of preparation stage, implementation phase and consolidation phase. The obstacles faced by the police in handling demonstrations in the Central Java Regional Police Region are the equipment of the Dalmas troops as well as from the incomplete and damaged Brimob PHH, letters of request from local units and sudden intelligence reports, and the limited number of Personnel in securing rallies. To overcome these obstacles by applying for funds for maintenance and maintenance of equipment and also funding for renewal of completeness and borrow vehicles or accommodation from the police sector in the ranks of Central Java Police. Keywords: handling, demonstration, Polda Jateng. PENDAHULUAN Unjuk rasa merupakan salah satu hak rakyat yang dilindungi oleh negara dalam konstitusi dasar dan Undang-undang. Kemerdekaan menyampaikan pendapat ini merupakan sarana bagi rakyat untuk mengapai tujuannya. Sebagian rakyat mengakui bahwa unjuk rasa merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencapai kepentingannya. Perubahan yang ingin dicapai oleh sebagian masyarakat masih meyakini bahwa kekuatan massa yang tidak bersenjata mampu untuk mempengaruhi kebijakan. Jika dikaji secara konstisional, demonstrasi merupakan hak yang harus dilindungi oleh pemerintah. Namun di sisi lain, orang yang melakukan unjuk rasa juga harus menaati peraturan perundang-undangan lainya yang berlaku 187

2 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : Seiring dengan itu bermacam kerusuhan, penjarahan dan pembakaran merebak di berbagai tempat maka dalam mengamankan unjuk rasa dari tindakan yang melanggar hukum tersebut, upaya Polri dan masyarakat di tanah air sangatlah penting demi ketentraman Bangsa dan Negara Indonesia. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tanggal 16 Oktober 1998 tentang Kemerdekan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, maka Polri diharapkan mampu menangani semaraknya unjuk rasa atau demonstrasi dewasa ini. Unjuk Rasa yang apabila tidak tertangani dengan baik maka akan menjadi kekacauan yang mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit yaitu korban jiwa dan korban harta benda bahkan aktivitas transportasi dan ekonomi menjadi terhambat dikarenakan Unjuk rasa yang bersifat anarkis tersebut. Namun tentunya pihak Kepolisian Negara RI tidak tinggal diam dalam mengantisipasi keadaan tersebut. Semenjak dulu Polri telah melakukan upaya-upaya baik dalam tataran pembenahan instrument maupun dalam tatanan operasional untuk meredam keganasan Unjuk Rasa yang bersifat anarkis tersebut. Penangangan unjuk rasa oleh Polda Jateng dilakukan dengan berbagai cara. Sebagai contoh, pada saat terjadi demo pada tanggal 4 November 2016, Polda Jateng turut serta dalam mengamankan unjuk rasa di Jakarta dengan mengirimkan dua Satuan Setingkat Kompi (SKK) atau sekitar 210 personel dari Brimob Polda Jateng. Selain itu juga turut mengamankan wilayahnya yang meliputi 6 lokasi unjuk rasa yaitu Magelang, Solo, Karanganyar, Pekalongan, Pati, dan Semarang. Untuk antisipasi unjuk rasa, pihak kepolisian memperkuat pengamanan dengan unsur Satuan Brimob maupun Sabhara dengan penanganan secara persuasif. Khusus untuk wilayah Solo ada 1 SSK Polwan berjilbab. Hal ini karena wilayah Solo dan kawasan sekitarnya dikenal sebagai kota dengan populasi Islam garis keras. Penanganan kemanan unjuk rasa di Solo dengan mengerahkan polisi berjilbab diharapkan bisa membuat situasi lebih damai dan kondusif. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis memilih judul Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa Dalam Rangka Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Masyarakat Di Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Adapun permasalahan yang diangkat sebagai berikut : Mengapa diperlukan penanganan unjuk rasa oleh Kepolisian di Kepolisian Daerah Jawa Tengah? Bagaimana pelaksanaan penanganan unjuk rasa di Kepolisian Daerah Jawa Tengah? Apa kendala-kendala yang dihadapi oleh Kepolisian dalam menangani unjuk rasa di Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan bagaimana upaya mengatasinya? PEMBAHASAN Sebab Diperlukannya Penanganan Unjuk Rasa Oleh Kepolisian Kepolisian Jawa Tengah Polri dalam kaitannya dengan Pemerintahan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di 188

3 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa ( Lufthi Darmawan Aditya) bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia. Dalam kaitannya dengan kehidupan bernegara Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sebagaimana diketahui, bahwa aksi unjuk rasa yang tidak terkendali dapat berujung pada perbuatan anarki yang dapat mengakibatkan terganggunya ketertiban umum. Yang dimaksud anarki sebagaimana tercantum dalam Protap Kapolri Nomor : Protap/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-terangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan dengan norma hukum yang mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan jiwa dan atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain. Tugas dari kepolisian adalah mengamanankan jalannya unjuk rasa agar tidak terjadi perjarahan ataupun tindak anarki dan tindak pidana oleh massa atau demonstran yang saat itu tidak puas akan hasil dari pelaksaan unjuk rasa tersebut.tugas Polisi sebagai penegak hukum adalah melindungi kepentingan masyarakat terhadap tindak pidana yang melanggar jiwa, kehormatan, kemerdekaan dan melanggar kepentingan hukum masyarakat dan negara. Penegakan hukum yang dilakukan oleh kepolisian ini bersifat represif. Tugas represif tersebut dapat dibagi menjadi represif yustisial (penyidikan) dan represif non yustisial (pemeliharaan ketertiban). Polri sesuai dengan tugas pokoknya yang diatur dalam Undang-Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 memiliki kewajiban terhadap masyarakat untuk melindungi, mengayomi dan melayani melalui kegiatan Pengaturan, Penjagaan dan Pengawalan. Disamping tugas pokoknya, Polri dalam rangka mengimplementasikan niat dan komitmen bangsa Indonesia untuk menegakkan supremasi hukum akibat adanya berbagai kekerasan dan kerusuhan massa yang dirasakan sangat merugikan masyarakat bangsa dan negara Indonesia tersebut, maka Polri sesuai tugas, fungsi dan perannya sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi dan menanggulangi kekerasan dan kerusuhan massa. 189

4 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : Menurut penulis, unjuk rasa adalah hak asasi dan sekaligus hak konstitusional warga negara, maka pada prinsipnya kegiatan unjuk rasa harus dipandang sebagai orang maupun sekelompok orang yang sedang menjalankan maupun menikmati hak-haknya sebagai warga negara untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum. Unjuk rasa memerlukan penanganan khusus dari pihak kepolisian mengingat dalam setiap aksi unjuk rasa yang pada awalnya damai dan tertib bisa saja berubah menjadi tindakan anarkis yang dapat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Hal ini karena Polri merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa Di Kepolisian Daerah Jawa Tengah Polri telah memiliki prosedur tetap dalam pengananan unjuk rasa pada setiap situasi. Dasar hukum dalam pelaksanaan penanganan unjuk rasa mengacu pada Perkap Polri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa. Dalam peraturan tersebut telah diatur mengenai tahap-tahap pelaksanaan penanganan unjuk rasa mulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap pengakhiran. Pelaksanaan penanganan unjuk rasa di wilayah hukum Polda Jateng telah sesuai dengan teori kepastian hukum. Utrecht menyebutkan, bahwa kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu : (1) adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan (2) berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. 1 Dalam melakukan aksi unjuk rasa, kepastian hukum bagi demonstran harus jelas. Apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan harus jelas, sanksi yang diberikan juga harus jelas. Demikian halnya bagi pihak Polri yang bertugas mengamankan jalanya unjuk rasa, juga harus jelas apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dalam penanganan unjuk rasa yang dilakukan oleh Polri, ada beberapa peraturan perundang-undangan yang telah mengaturnya yaitu : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum; 3. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa; 1 Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung.,h

5 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa ( Lufthi Darmawan Aditya) 4. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti Dan Cara BertindakDalam Penanggulangan Huru-Hara; 5. Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut telah jelas disebutkan bagaimana prosedur penanganan unjuk rasa mulai dari situasi tertib sampai dengan situasi apabila pengunjuk rasa melakukan pelanggaran hukum, beserta sanksi-sanksinya. Kemudian telah diatur pula mengenai hal-hal yang wajib dilakukan dan larangan-larangan dalam pengananan unjuk rasa oleh anggota Polri. Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut telah menjamin adanya kepastian hukum dalam penanganan unjuk rasa di wilayah hukum Polda Jateng. Teori kepastian hukum dalam penanganan unjuk rasa tersebut juga didukung dengan teori penegakan hukum. Dalam teori penegakan hukum, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum salah satunya faktor hukumnya sendiri, yang didalamnya dibatasi pada undang undang saja. Adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan unjuk rasa tersebut merupakan faktor pendukung dalam penanganan unjuk rasa. Ditinjau dari teori kewenangan Polri, pelaksanaan pengamanan unjuk rasa wilayah hukum Polda Jateng telah sesuai dengan wewenang Polri. Pada Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 disebutkan, bahwa Polri mempunyai tugas pokok yaitu : a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. b. Menegakkan hukum c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Tugas Polri tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 13 ayat (3) UU No. 9 tahun 1998 yang menyatakan bahwa dalam penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dengan demikian, kegiatan Polri dalam penanganan unjuk rasa sudah sesuai dengan tugas Polri sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Tugas Polri dalam menegakkan hukum dikaitkan dengan penanganan unjuk rasa sejalan dengan ketentuan Pasal 16 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang menyatakan bahwa pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai aparat penegak hukum Polri 191

6 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : berwenang untuk menindak setiap pelaku yang melanggar hukum, termasuk pelaku unjuk rasa yang melanggar hukum. Dalam contoh kasus unjuk rasa pembangunan semen di Rembang, terjadi aksi bakar tenda antara peserta unjuk rasa. Tindakan yang dilakukan Polri adalah menindaklanjuti dengan melakukan penyidilikan dan pemanggilan orang-orang yang terlibat unjuk rasa. Hal demikian telah sesuai dengan tugas dan wewenang Polri untuk menegakkan hukum. Pada Pasal 15 ayat (1) huruf a dan b UU No. 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 UU No. 2 Tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang untuk menerima laporan dan/atau pengaduan dan membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum. Selanjutnya pada Pasal 15 ayat (2) huruf a disebutkan, bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya berwenang memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya. Dengan demikian, pemberian perijinan unjuk rasa dan pengamanan unjuk rasa oleh Polri telah sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Penanganan unjuk rasa di Polda Jateng, baik ditinjau dari teori kewenangan Polri maupun dari teori penegakan hukum, maka telah sesuai dengan kedua teori tersebut. Tugas Polri sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 sejalan dengan ketentuan Pasal 13 ayat (3) UU No. 9 tahun 1998, dimana Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Demikian halnya dalam hal perlu adanya tindakan hukum, dengan mengamankan pengunjuk rasa yang melakukan aksi anarkis telah sesuai dengan teori penegakan hukum. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Kepolisian Dalam Menangani Unjuk Rasa Di Wilayah Kepolisian Daerah Jawa Tengah Dan Upaya Mengatasinya Dalam pelaksanaan penanganan unjuk rasa, pihak aparat kepolisian Polda Jateng juga menghadapi beberapa hambatan atau kendala, yaitu : 2 1. Perlengkapan dari pasukan Dalmas lanjut maupun dari PHH brimob yang belum lengkap dan ada yang sudah rusak Untuk mengatasi kendala tersebut, dalam hal ini Polda Jateng telah mengajukan permohonan dana untuk pemeliharaan dan perawatan alat dan juga pengajuan dana untuk pembaharuan kelengkapan. Menurut keterangan Bripka Sulihanto, untuk mengatasi kekurangan kendaraan biasanya meminjam 2 Wawancara dengan AKBP I Nyoman Kompi, selaku Kasubdit Dalmas Polda Jateng, tanggal 5 Juli 2017 di Semarang 192

7 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa ( Lufthi Darmawan Aditya) kendaraan atau akomodasi dari kepolisian sektor yang ada di jajaran Polda Jateng Surat permohonan dari satuan setempat dan laporan dari intelkam yang mendadak Untuk mengatasi kendala tersebut, Polri tetap mengupayakan agar pengamanan unjuk rasa tetap dilaksanakan semaksimal mungkin. Sebelum pelaksanaan pengamanan, dilakukan apel bersama dan selalu ditekankan kepada personel untuk tetap bertanggungjawab dengan tugasnya dan bertindak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk selanjutnya, diupayakan agar dalam permintaan bantuan pasukan di waktu yang akan datang surat permohonan dikirim secepat mungkin. 3. Terbatasnya jumlah personil dalam pengamanan aksi unjuk rasa Untuk mengatasi kendala tersebut, pengamanan tetap dilaksanakan dan penambahan pasukan dilakukan setelah anggota melaksanakan upacara rutin tanggal 17. Selain itu, dalam hal terjadi kekurangan personel dapat meminta bantuan dari jajaran kepolisian di wilayah hukum Polda Jateng. Dalam teori penegakan hukum, faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah : 4 a. Faktor hukumnya sendiri b. Faktor penegak hukum c. Faktor sarana dan prasarana d. Faktor masyarakat. e. Faktor kebudayaan Kelengkapan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki oleh satuan Dalmas dalam menangani unjuk rasa merupakan salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan penanganan unjuk rasa oleh Polri. Akan tetapi, berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sarana dan prasana Dalmas masih terbatas dan ada beberapa yang mengalami kerusakan. Hal ini dapat mengakibatkan kurang optimalnya penanganan unjuk rasa oleh Polda Jateng. Faktor undang-undang merupakan faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam penangnaan unjuk rasa. Pada dasarnya undang-undang telah mengatur secara jelas mengenai ketentuan administrasi untuk pemberitahuan unjuk rasa. Hal ini dimaksudkan agar ada sinkronisasi antara pengunjuk rasa dengan aparat Polri. Akan tetapi dari pihak kepolisian sendiri ternyata sering terlambat menindaklanjuti adanya pemberitahuan akan adanya unjuk rasa. Hal ini menjadi faktor penghambat dalam penanganan unjuk rasa di Polda Jateng. 3 Wawancara dengan Bripka Sulihanto selaku Danton Dalmas 2 Polda Jateng di Semarang, 4 Juli Soerjono Soekanto, 2004,Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.5 193

8 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : Faktor penegak hukum juga mempengaruhi keberhasilan dalam penanganan unjuk rasa. Dalam hal ini adalah satuan dalmas yang dikerahkan untuk melakukan pengamanan unjuk rasa. Kekurangsiapan dalam adminstrasi maupun kekurangan personil dalam kegiatan pengamanan unjuk rasa merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dalam kegiatan pengamanan unjuk rasa, dimana dalam proses penangnanan unjuk rasa menjadi kurang optimal. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor sarana dan prasarana dan faktor penegak hukum yang ada di Polda Jateng belum mendukung proses penegakan hukum dalam penanganan unjuk rasa yang terjadi. Adapun faktor undang-undang sebenarnya telah mendukung penanganan unjuk rasa, akan tetapi implementasinya tidak dilaksanakan secara optimal. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan baik dalam jumlah maupun kualitas yang dimiliki oleh Unit Dalmas Polda Jateng. PENUTUP Kesimpulan 1. Perlunya penanganan khusus unjuk rasa oleh Kepolisian di Kepolisian Jawa Tengah, adalah karena aksi unjuk rasa yang tidak terkendali dapat berujung pada perbuatan anarki mengakibatkan terganggunya ketertiban umum. Perbuatan anarki berupa perbuatan yang bertentangan dengan norma hukum, mengakibatkan kekacauan, membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan jiwa dan atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain. 2. Pelaksanaan penanganan unjuk rasa di wilayah Kepolisian Daerah Jawa Tengah dilaksanakan berpedoman pada Perkap Polri Nomor : No Pol. 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa dan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Penanganan unjuk rasa melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap konsolidasi. 3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh kepolisian dalam menangani unjuk rasa di Wilayah Kepolisian Daerah Jawa Tengah adalah perlengkapan dari pasukan Dalmas lanjut maupun dari PHH brimob yang belum lengkap dan ada yang sudah rusak, surat permohonan dari satuan setempat dan laporan dari intelkam yang mendadak, dan terbatasnya jumlah personil dalam pengamanan aksi unjuk rasa. Untuk mengatasi kendala tersebut dengan mengajukan permohonan dana untuk pemeliharaan dan perawatan alat dan juga pengajuan dana untuk pembaharuan kelengkapan dan meminjam kendaraan atau akomodasi dari kepolisian sektor yang ada di jajaran Polda Jateng. Dalam hal pemberitahuan 194

9 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No. 1 September 2017 Pelaksanaan Penanganan Unjuk Rasa ( Lufthi Darmawan Aditya) mendadak, maka tetap mengupayakan agar pengamanan unjuk rasa tetap dilaksanakan semaksimal mungkin. Untuk mengatasi kekurangan personel dengan meminta bantuan dari jajaran kepolisian di wilayah hukum Polda Jateng. Saran 1. Untuk mengoptimalkan pengamanan unjuk rasa, hendaknya apabila ada permohonan bantuan pasukan segera ditindaklanjuti, sehingga bisa segera dilakukan persiapan baik administrasi, persiapan pasukan, ranmor, peralatan/ perlengkapan dalmas sehingga kegiatan pengamanan dapat dilaksanakan secara maksimal dan berjalan kondusif. 2. Perlu adanya pengadaan ataupun penambahan peralatan dan perlengkapan baru untuk pelaksanaan tugas pengamanan unjuk rasa, mengingat keterbatasan peralatan dan perlengkapan yang dimiliki oleh Polda Jateng. DAFTAR PUSTAKA Amiroeddin Sjarif, 1996, Hukum Disiplin Militer Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Anton Tabah, 2001, Membangun Polri yang Kuat (Belajar dari Macan-Macan Asia), Mitra Hardhasuma, Jakarta. Barda Nawawi Arief,2006, Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) di Indonesia, Badan Penerbit UNDIP, Semarang. Basuki, 2015, Jangan Takut Polisi (Panduan Pintar Mengenali Kode Etik Profesi Kepolisian), Jakarta. C.S.T. Kansil, 1982, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Din Syamsuddin, 2000, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, PT. Logos Wacana Ilmu, Jakarta. Djoko Prakoso, 2002, Polisi Sebagai Penyidik Dalam Penegakkan Hukum, Bina Aksara, Jakarta. Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta. Hilman Hadikusuma, 1992, Bahasan Hukum Indonesia, Alumni, Alumni. Joko Siswanto, 2006, Reaksi Intelektualis Untuk Demokrasi, Yayasan Bakti Nusantara, Palembang. Kepolisian Republik Indonesia, 2006, Buku Panduan tentang Hak Asasi Manusia untuk Anggota Polri, PTIK,Jakarta. 195

10 Jurnal Reformasi Hukum Vol. 1. No.1 September 2017 : Kunarto, 1997, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta., 1999, Merenungi Kiprah Polri menghadapi Gelora Anarkhi 2, Cipta Manunggal, Jakarta. Liliana Tedjo Saputro, 1995, Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta. Mustafa Kamal Pasha dan kawan-kawan, 2003, Pancasila dalam tinjauan Historis dan filosofis, Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta. Momo Kelana, 2004, Hukum Kepolisian, PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, Jakarta. Munir Fuady, 2003, Aliran Hukum Kritis, Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Pudi Rahardi, 2007, Hukum Kepolisian, Profesionalisme dan Reformasi Polri. Laksbang Mediatama, Surabaya. Riduan Syahrani, 1999, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung. R. Seno Soeharjo, 1998, Serba-serbi tentang Polisi : Pengantar Usaha Mempeladjari Hukum Polisi, Politeia, Bogor. Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta., 2005, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press. Suharwadi K Lubis, 1994, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Supriadi, 2006, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kode Etik Professi Polri. Peraturan Kapolri Nomor19 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. Keputusan Kapolri No. Pol.:Kep/53/X/2002 tanggal17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Markas Sesar Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta perubahannya;. Keputusan Kapolri No. pol.:kep/54/x/2002 tanggal17 Oktober 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (polda) beserta perubahannya. 196

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tabel tentang jumlah kejahatan yang BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kepolisian Polres Bantul terbukti kurang berhasil dalam menangani tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan masyarakat, sehingga berbagai dimensi hukum

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban atas permasalahan, yaitu : Klaten, antara lain adalah :

BAB III PENUTUP. sebagai jawaban atas permasalahan, yaitu : Klaten, antara lain adalah : BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah penulis utarakan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai jawaban atas permasalahan, yaitu : 1.

Lebih terperinci

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RESOR PANGKALPINANG STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Polri sebagai aparat negara yang bertugas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PERIZINAN DAN PENGAWASAN KEGIATAN KERAMAIAN UMUM, KEGIATAN MASYARAKAT LAINNYA, DAN PEMBERITAHUAN KEGIATAN POLITIK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA T ENT ANG TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DI W ILAYAH HUKUM POL R E S

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil analisis terhadap pembahasan dan hasil penelitian yang

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil analisis terhadap pembahasan dan hasil penelitian yang 39 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis terhadap pembahasan dan hasil penelitian yang telah diuraikan di dalam Bab II, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan secara

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU Pertanyaan : Apa sebenarnya faktor faktor penyebab terjadinya kerusuhan pada waktu melakukan demonstrasi? Jawaban

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan,

BAB III PENUTUP. Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan, BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari pembahasan di atas maka dapat diberi kesimpulan, yaitu: Seorang anggota Polri yang menyalahgunakan senjata api dapat mempertanggungjawabkannya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang peranan Bidang Pembinaan Hukum Polda Jawa Tengah terhadap Provos dalam menangani tindak pidana kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara adalah melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UPAYA POLRES JAYAPURA KOTA DALAM MENANGANI DEMONSTRASI ANARKIS DI KOTA JAYAPURA

UPAYA POLRES JAYAPURA KOTA DALAM MENANGANI DEMONSTRASI ANARKIS DI KOTA JAYAPURA Upaya Polres Jayapura Kota Dalam.. Muslim UPAYA POLRES JAYAPURA KOTA DALAM MENANGANI DEMONSTRASI ANARKIS DI KOTA JAYAPURA Muslim, SH.,MHum 1 Abstrak : Upaya yang dilakukan Polres Jayapura Kota dalam menangani

Lebih terperinci

anarkis, Polda yogyakarta melakukan upaya sebagai berikut; a. upaya melalui pendekatan dan kerjasama demonstran dengan pihak kepolisian.

anarkis, Polda yogyakarta melakukan upaya sebagai berikut; a. upaya melalui pendekatan dan kerjasama demonstran dengan pihak kepolisian. 44 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka untuk menjawab rumusan masalah yang telah diajukan sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak. pidana Kesusilaan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak. pidana Kesusilaan 49 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Upaya yang dilakukan Polisi DIY dalam Penanggulangan Tindak pidana Kesusilaan Berdasarkan wawancara dengan narasumber Bapak Kompol Zulham Efendi Lubis, S.iK dalam hal

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. II tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan yaitu:

BAB III PENUTUP. II tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan yaitu: 95 penghambat yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum disiplin dan kode etik profesi polri tersebut diatas. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan aturan dan fakta yang dianalisis dalam pembahasan

Lebih terperinci

diuraikan di atas, maka dapat simpulkan sebagai berikut: a. Tindakan Kepolisian Terhadap Pelaku Pelanggaran Pasal 134 Huruf g adalah

diuraikan di atas, maka dapat simpulkan sebagai berikut: a. Tindakan Kepolisian Terhadap Pelaku Pelanggaran Pasal 134 Huruf g adalah 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka dapat simpulkan sebagai berikut: a. Tindakan Kepolisian Terhadap Pelaku Pelanggaran Pasal 134 Huruf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan, negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi dan wewenang, sebagai suatu organisasi yang baik dan kuat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. fungsi dan wewenang, sebagai suatu organisasi yang baik dan kuat memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia selain mempunyai tugas pokok, fungsi dan wewenang, sebagai suatu organisasi yang baik dan kuat memiliki aturan tata tertib

Lebih terperinci

Bab III. Penutup. dalam penulisan hukum/skripsi ini sebagai berikut:

Bab III. Penutup. dalam penulisan hukum/skripsi ini sebagai berikut: Bab III Penutup A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik bebarapa kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam penulisan hukum/skripsi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING)

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PEMELIHARA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Yogyakarta melakukan upaya sebagai berikut : Pemasangan kamera CCTV di berbagai tempat.

BAB III PENUTUP. Yogyakarta melakukan upaya sebagai berikut : Pemasangan kamera CCTV di berbagai tempat. 51 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka untuk menjawab rumusan masalah yang telah diajukan sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu organisasi hakekatnya memiliki sumber daya manusia yang seharusnya dapat digali pada setiap potensi masing-masing individu. Serta dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. kemudian dilanjutkan dengan sidang komisi kode etik kepolisian, jadi. putusan akhir sebagai polisi melalui sidang komisi kode etik.

BAB III PENUTUP. kemudian dilanjutkan dengan sidang komisi kode etik kepolisian, jadi. putusan akhir sebagai polisi melalui sidang komisi kode etik. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis berkaitan dengan judul penyelesaian pelanggaran Kode Etik Kepolisian berpotensi Pidana dan upaya pengawasan pelanggaran Kode Etik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI KEPOLISIAN DALAM PERANNYA SEBAGAI PENEGAK HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN

TUGAS DAN FUNGSI KEPOLISIAN DALAM PERANNYA SEBAGAI PENEGAK HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN TUGAS DAN FUNGSI KEPOLISIAN DALAM PERANNYA SEBAGAI PENEGAK HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN KASMAN TASARIPA / D 101 08 313 ABSTRAK Masalah Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MARKAS BESAR PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO.POL. : 1 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA KOMISI III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2015 [1] RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

JURNAL PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN OLEH ORGANISASI MASYARAKAT (STUDI KASUS DI TASIKMALAYA)

JURNAL PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN OLEH ORGANISASI MASYARAKAT (STUDI KASUS DI TASIKMALAYA) JURNAL PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN OLEH ORGANISASI MASYARAKAT (STUDI KASUS DI TASIKMALAYA) Diajukan Oleh : MARLON PARDAMEAN SIMANJUNTAK N P M : 100510243 Program Studi : Ilmu Hukum Program

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PEDOMAN TINDAKAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PENEGAKAN HUKUM DAN KETERTIBAN DALAM PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL 1 2 - Pedoman Tindakan Kepolisian Negara RI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO: 4 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar

I. PENDAHULUAN. merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SUMATERA BARAT RESOR PARIAMAN Jalan Imam Bonjol 37 Pariaman 25519 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BAG OPS POLRES PARIAMAN Pariaman, 02 Januari 2012 2 KEPOLISIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia salah satunya Kota Malang terdapat tradisi yang biasanya masyarakat lakukan dalam memperingati hari raya idul fitri, peringatan pergantian tahun baru, perayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang menjujung nilai-nilai demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang menjujung nilai-nilai demokrasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang menjujung nilai-nilai demokrasi. Setelah terjadinya reformasi, sistem demokrasi menjadi pilihan yang dirasa cocok dengan kondisi

Lebih terperinci

PROFIL SATPOL PP KABUPATEN BINTAN TAHUN kerja daerah yang memiliki tipe A, yang dipimpin oleh seorang Kepala Satuan

PROFIL SATPOL PP KABUPATEN BINTAN TAHUN kerja daerah yang memiliki tipe A, yang dipimpin oleh seorang Kepala Satuan PROFIL SATPOL PP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2014 A. Gambaran Umum. Satuan Pamong Praja Kabupaten Bintan sebagai satuan perangkat kerja daerah yang memiliki tipe A, yang dipimpin oleh seorang Kepala Satuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk terwujudnya tujuan nasional negara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah dapat

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah dapat BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan rumusan masalah dapat disimpulkan, sebagai berikut : 1. Pengaturan Protap Nomor 01 tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarki,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA SEMARANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Masuknya ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PEMELIHARA KEAMANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENGATURAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN KEGIATAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEGALITAS KEPOLISIAN MELAKUKAN TINDAKAN TEGAS BAGI PELAKU KEKERASAN DAN KERUSUHAN DALAM DEMONSTRASI DI INDONESIA

LEGALITAS KEPOLISIAN MELAKUKAN TINDAKAN TEGAS BAGI PELAKU KEKERASAN DAN KERUSUHAN DALAM DEMONSTRASI DI INDONESIA WAHANA INOVASI VOLUME 3 No.1 JAN-JUNI 2014 ISSN : 2089-8592 LEGALITAS KEPOLISIAN MELAKUKAN TINDAKAN TEGAS BAGI PELAKU KEKERASAN DAN KERUSUHAN DALAM DEMONSTRASI DI INDONESIA Harisman Dosen Fakultas Hukum

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA SEMARANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai berikut:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai berikut: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan dapat dikemukakan kesimpulannya sebagai berikut: 1. Pelaksanaan penyidikan bagi anggota POLRI yang melakukan tindak pidana, pelaksanaannya pada prinsipnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas kekuasaan belaka, maka segala kekuasaan negara harus

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas kekuasaan belaka, maka segala kekuasaan negara harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, maka segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum. Secara tegas dinyatakan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undangundang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HSL RPT TGL 5 MART 09 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

*40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA Copyright (C) 2000 BPHN PP 32/2004, PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA *40931 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 32 TAHUN 2004 (32/2004) TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 7 TAHUN 2006 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 7 TAHUN 2006 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Hsl Rpt (12) Tgl 19-05-06 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO. POL. : 7 TAHUN 2006 TENTANG KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum merupakan profesi luhur yang terhormat atau profesi mulia ( nobile officium) dan sangat berpengaruh di dalam tatanan kenegaraan. Profesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 7 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BINTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA HASIL FINAL 26 Mei 2011 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK Hsl rpt tgl 24 Maret 2009 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA LINTAS GANTI DAN CARA BERTINDAK DALAM PENANGGULANGAN HURU-HARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undang-undang

Lebih terperinci

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 5 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 5 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA AMBON TIPE A DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yaitu melalui peranan seseorang atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yaitu melalui peranan seseorang atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang memerlukan adanya suatu dorongan sehingga kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yaitu melalui

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.POLRI menjalankan tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat, salah satu sarana dalam penyampaian pendapat dalam demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. pendapat, salah satu sarana dalam penyampaian pendapat dalam demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara mempunyai hak atas kebebasan berpendapat 1. Hal ini merupakan perwujudan demokrasi dari tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Lebih terperinci

Bab III PENUTUP. internal Bidpropam Polda DIY belum dilaksanakan secara optimal.

Bab III PENUTUP. internal Bidpropam Polda DIY belum dilaksanakan secara optimal. 74 Bab III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya, maka sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dalam penulisan hukum ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TEKNIS PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KEPALA POLISI DAERAH LAMPUNG DALAM UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA MASYARAKAT LAMPUNG. (Jurnal Ilmiah) Oleh SEPTIAN ALAM

KEBIJAKAN KEPALA POLISI DAERAH LAMPUNG DALAM UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA MASYARAKAT LAMPUNG. (Jurnal Ilmiah) Oleh SEPTIAN ALAM KEBIJAKAN KEPALA POLISI DAERAH LAMPUNG DALAM UPAYA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN KEPADA MASYARAKAT LAMPUNG (Jurnal Ilmiah) Oleh SEPTIAN ALAM Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN

JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN JURNAL PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEKERASAN DI KABUPATEN SLEMAN Diajukan oleh : GERRY PUTRA GINTING NPM : 110510741 Program Studi : Ilmu Hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJAPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN

NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA POLRES SUMBAWA BARAT BAB I PENDAHULUAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT SUMBAWA BARAT Jalan Telaga Baru - Taliwang 84355 NASKAH SEMENTARA STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR KEGIATAN PENGENDALIAN MASSA SAT SABHARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana menjadi sorotan tajam dalam perkembangan dunia hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pidana menjadi sorotan tajam dalam perkembangan dunia hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai perkembangan dunia hukum tentu tidak akan ada habisnya. Dunia hukum saat ini menjadi perbincangan bahkan perdebatan baik di kalangan aparat maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ketentraman dan rasa aman merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang tertuang dalam

Lebih terperinci