BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan kebijakan otonomi daerah, desentralisasi merupakan salah satu strategi yang

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Dalam rangka melaksanakan kebijakan otonomi daerah, desentralisasi merupakan salah satu strategi yang ditetapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan menjawab tantangan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah, baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota bahkan secara spesifik kewenangan diharapkan mampu diterjemahkan oleh masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Untuk mencapai Indonesia sehat, maka pelaksanaan tantangan desentralisasi, telah ditetapkan pula Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor: 004/MENKES/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan yang ditetapkan pada tahun 2003 melalui Paradigma Sehat. Keputusan Menteri tersebut telah menggariskan perlunya disusun Sistem Kesehatan Daerah (SKD) dengan memperhatikan Sistem Kesehatan Nasional (SKN), Renstrada serta Visi dan Misi Daerah (Syafii Ahmad, 2004). Dengan memperhatikan UU Nomor : 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Nomor : 23 Tahun 2002 tentang Otonomi Daerah dan diperkuat dengan KEPMENKES NO 004/MENKES/SK/2003 tentang kebijakan Desentralisasi, dengan tujuan percepatan pembangunan bidang kesehatan telah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Tujuan desentralisasi di bidang kesehatan adalah mewujudkan pembangunan Nasional di Bidang Kesehatan yang berlandaskan prakarsa dan aspirasi masyarakat dengan cara memberdayakan, menghimpun, dan mengoptimalkan potensi daerah untuk kepentingan dan prioritas nasional dalam mencapai Indonesia Sehat. Menurut Ahmad, (2004) untuk mencapai tujuan yang telah diuraikan tersebut di atas ditempuh kebijakan antara lain, (1) Desentralisasi bidang kesehatan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah (2) P elaksanaan desentralisasi bidang kesehatan didasarkan kepada otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjwab (3) Desentralisasi bidang kesehatan harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom. Pemerintah Pusat berkewajiban memfasilitasi

2 pelaksanaan pembangunan kesehatan daerah dengan meningkatkan kemampuan daerah dalam pengembangan sistem kesehatan dan manajemen kesehatan (4) Desentralisasi bidang kesehatan harus lebih meningkatkan peran dan fungsi Badan Legislasi Daerah, baik dalam hal fungsi legislasi, fungsi pengawasan, maupun fungsi anggaran (5) Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan harus sesuai peraturan perundang-undangan, sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah (6) Sebagai pelengkap desentralisas i bidang kesehatan dilaksanakan pula dekonsentrasi bidang kesehatan yang diletakkan di daerah Provinsi sebagai wilayah administrasi. Asas dekonsentrasi ini dimaksudkan untuk melimpahkan kewenangan tertentu di bidang kesehatan yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Menurut Hartono yang dikutip oleh Hosio (2005), implementasi dapat diartikan sebagai penyediaan sarana untuk mencapai suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak terhadap sesuatu. Hal ini sesuai pendapat Webster yang dikutip oleh Wahap (1997) yang mengartikan implementasi sebagai to provide the means for carrying out; to give practical effects to. Tindakan-tindakan tersebut, pada suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusankeputusan menjadi pola opersasional, dan melanjutkan upaya tersebut untuk mencapai perubahan dalam keputusan-keputusan tersebut sehingga implementasi yang dalam proses memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran-sasaran diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran yang dikehendaki. Dengan memperhatikan apa yang menjadi ungkapan para ahli di atas dan diperkuat dengan adanya beberapa undang-undang maka di harapkan para pimpinan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), lembaga Pemerintah maupun swasta juga harus mampu mengaplikasikan apa yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab dalam organisasi yang dikelolanya. Rumah Sakit Umum Daerah Serui, yang merupakan salah satu unit pelayanan teknis, dimana titik berat pelayanannya lebih diarahkan pada pelayanan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Rumah Sakit Umum Daerah Serui merupakan unit pelayanan

3 strategis yang dapat menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan di Kabupaten Kepulauan Yapen yang harus lebih mendapat perhatian ekstra ketat dalam melihat apa yang menjadi hak dari para pelaksana tehnis fungsional, terutama dokter dan perawat. Dengan demikian tidak menimbulkan keresahan yang pada akhirnya berdampak pada aksi mogok kerja. Dengan demikian pelayanan pasien akan terabaikan dan secara sistemik mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan di Kabupaten Kepulauan Yapen. Dari sekian banyaknya tenaga kesehatan maka dokter dan perawat sangat mempunyai peran penting dan berpengaruh kuat dalam menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan dan menjadi tonggak atau motor penggerak uatama dalam menentukan maju mundurnya organisasi kesehatan adalah doketr dan perawat. Hal ini tidak berarti tenaga profesi lain terabaikan atau kurang diperhitungkan. Namun dari aspek jumlahnya, sudah barang tentu perawat merupakan ranking tertinggi dari keseluruhan tenaga profesi kesehatan lainnya dan mempunyai peran yang sangat strategis sekaligus menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan terdepan dalam menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan di suatu daerah. Selanjutnya dapat dilihat jumlah tenaga profesi pada tabel berikut: Tabel 1.1. Jumlah Tenaga Profesi Kesehatan pada RSUD Serui- Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2010 No Jenis ketenagaan Jabatan 1. Dokter Ahli 6 org 2. Dokter Umum 8 org 3. Dokter Gigi 2 org 4. Apoteker 2 org 5. Asisten Apoteker 11 org 6. Pranata Laboratorium 8 org 7. Sanitarian 2 org 8. Administrasi kesehatan 24 org 9. Perawat gigi 3 org 10. Nutrisionis Kesehatan 8 org 11. Bidan 10 org 12. Perawat 135 org 13. Radiografer 3 org 14. Perekam medic 5 org Total 234 org Sumber : Profil RSUD Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen Tahun 2011

4 Upah kerja yang layak merupakan harapan setiap manusia bekerja, meskipun dapat saja berbeda pada setiap kelompok kerja di perusahaan atau lembaga-lembaga kesehatan. Pemberian insentif pada setiap orang harus disesuaikan hak dan kewajibannya. Perlu diperhatikan di sini bahwa kepuasan kerja karyawan tidak hanya diukur dengan materi, akan tetapi juga dipengaruhi oleh interaksi antara manusia serta organisasi. Selanjutnya ditegaskan pula bahwa motivasi kerja adalah prakondisi bagi individu untuk berperilaku dalam pekerjaan yang dia tekuni. Motivasi yang tinggi cenderung menghasilkan prestasi kerja yang tinggi dan motivasi yang rendah cenderung menghasilkan prestasi yang rendah, demikian juga dalam penghargaan. Efek dari penghargaan itu dapat berupa kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan dan ketidakpuasan akan memberikan umpan balik terhadap motivasi kerja berikutnya. Menurut Uno, (2006), Setiap individu memiliki kondisi internal yang turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal tersebut adalah motivasi. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian motivasi dapat diartikan sebagai proses untuk mencoba memengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkanya, sesuai dengan tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Motivasi dalam suatu organisasi sudah barang tentu tidak saja berupa insentif ataupun honorarium yang disesuaikan dengan beban kerja dan tanggungjawab tetapi faktor lain juga sangat berpengaruh dalam meningkatkan motivasi, seperti suasana organisasi yang harmonis, pendekatan antara pimpinan dengan bawahan yang terjalin baik fasilitas kerja yang memadai, keterbukaan, serta saling menghargai antara satu dengan yang lainnya serta faktor non teknis lainnya. Dari uraian-uraian di atas dan prasurvei yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Januari 2011 telah diketahui permasalahan yang dihadapi oleh dokter dan perawat pada RSUD Serui, adalah hak-hak berupa Insentif dan honorarium yang

5 kadang-kadang terlambat dibayarkan dalam waktu yang lama, tidak dibayarkan sesuai beban kerja dan bahkan kadang tidak dibayarkan. Tidak adanya transparansi dari pimpinan terhadap hak-hak karyawan. Padahal yang menjadi motor penggerak utama dalam menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan adalah dokter dan perawat, sehingga dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap motivasi, dan prestasi kerja yang implikasinya pasien menjadi korban. Tabel insentif untuk masing-masing organisasi profesi sebagai berikut: Tabel 1.2. Tabel Insentif dan Honor yang Diperoleh Masing-Masing Tenaga Fungsional RSUD Serui, Tahun 2010 No Jenis ketenagaan Jabatan Besarnya insentif Dokter Ahli Bedah Rp ,- Ahli Penyakit dalam Rp ,- Ahli Anak Rp ,- Ahli Mata Rp ,- Ahli Kandungan Rp ,- Umum Rp ,- Dokter PTT Rp ,- Gigi Rp ,- Perawat Perawat Rp ,- Apoteker Apoteker Rp ,- Asisten Apoteker Asisten Rp ,- Pranata Laboratorium Pranata Rp ,- Epidemilog Kes. Epidemilog Rp ,- Sanitarian Sanitasi Rp ,- Administrator Adminitrasi Rp ,- Penyuluh Kes, Penyuluh Rp ,- Nutrisionis Nutrision Rp ,- Bidan Bidan Rp ,- Radografer Radigrafer Rp ,- Perekam Medik Perekam medik Rp ,- Sumber : Kepegawaian RSUD Serui Rumah Sakit Umum Daerah Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, merupakan ujung tombak terdepan dalam pembangunan kesehatan, dan mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan. Rumah Sakit Umum Daerah Serui adalah unit pelaksana teknis di

6 Kabupaten yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya yang dititik beratkan pada pelayanan yang bersifat curative dan rehabilitative. Berdasarkan beberapa fakta dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi fokus penelitian adalah pemberian insentif, honorarium, motivasi kerja, prestasi kerja, kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja dokter dan perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Serui yang bertanggungjawab dalam membayarkan insentif dan honorarium kepada dokter dan perawat. Untuk itu penelitian tentang insentif dan honorarium pada Rumah Sakit Umum Daerah Serui layak dilakukan, dengan judul Implementasi Pemberian Insentif dan Honorarium Terhadap Motivasi Kerja Dokter dan Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Serui Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi pemberian Insentif dan honor kepada dokter dan perawat? 2. Bagaimana dampak pemberian insentif dan honor kepada dokter dan perawat terhadap motivasi kerja? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui bagaimana implementasi pemberian Insentif dan honor kepada dokter dan perawat dan dampaknya terhadap motivasi kerja. 2. Tujuan khusus a. Bagaimana mekanisme pemberian insentif dan honor kepada dokter dan perawat. b. Dampak apa yang terjadi; c. Bagaimana solusinya.

7 D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Praktis a. Bagi Direktur RSUD Serui, Kabupaten Kepulauan Yapen, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam pengambilan kebijakan, agar dalam proses pemberian insentif dan honorarium dapat disesuaikan dengan beban kerja, Pangkat dan pendidikan. b. Bagi dokter dan perawat, penelitian ini dapat menjadi pelajaran berharga tentang apa yang menjadi permasalahan selama ini Di RSUD Serui. 2. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan dalam bidang manajemen RSUD Serui, terutama manajemen keuangan, khususnya mekanisme pemberian insentif dan honor bagi dokter dan perawat. b. Bagi peneliti, hasil penelitian dapat menjadi indikator atau pembanding dalam pengkajian terhadap permasalahan yang sama yg terjadi didaerah lain. E. Keaslian Penelitian 1. Darmawan, (2008). Analisis Penetapan Insentif Pelayanan Tenaga Perawat di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Persamaan: Insentif tenaga perawat. Dengan metode : Kualitatif. Perbedaan : untuk menganalisis penetapan insentif pelayanan tenaga perawat di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal. Hasil penelitian : tidak seimbangnya besaran penerimaan insentif tenaga perawat yang kurang berazas keadilan sehingga perlu dilakukan perbaikan pada distribusi insentif pelayanan tenaga perawat. 2. Ayuningtyas, (2006), Sistem Pemberian Insentif yang Berpihak Pada Sumber Daya Manusia Kesehatan di Daerah Terpencil: Studi Kasus Provinsi Lampung. Persamaan : Insentif. Metodelogi : kualitatif. Hasil penelitian : Studi memperlihatkan hampir di semua unit kerja dan dinkes kabupaten/kota

8 di Provinsi Lampung kekurangan jumlah SDM kesehatan. Rasio antara jenis tenaga kesehatan (dokter, dokter gigi, bidan, perawat dan lain -lain) terhadap seratus ribu penduduk yang harus dilayani masih kurang dan di bawah rasio nasional. Perbedaan : Tidak ada kebijakan pemberian insentif bagi berbagai jenis tenaga kesehatan (bidan, perawat, dokter umum) di kota dan kabupaten di Provinsi Lampung. 3. Hartono (2008), Persepsi sistem Insentif terhadap Kepuasan Kerja Perawat di bagian rawat Inap Rumah Sakit Brawijaya. Persamaan : adalah variabel insentif,dengan metode : Kualitatif. kepuasan Kerja dan motivasi. Perbedaan: untuk mengetahui pengaruh persepsi tentang system insentif terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh persepsi tentang system insentif terhadap kepuasan kerja Perawat di bagian rawat Inap Rumah Sakit Brawijaya.