STUDI PERILAKU HARIAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI TAMAN WISATA ALAM BUMI KEDATON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI PERILAKU HARIAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI TAMAN WISATA ALAM BUMI KEDATON"

Transkripsi

1 J. Sains MIPA, Agustus 2011, Vol. 17, No. 2, Hal.: ISSN STUDI PERILAKU HARIAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI TAMAN WISATA ALAM BUMI KEDATON Bainah Sari Dewi dan Endang Wulandari Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung ABSTRACT Sambar deer (Cervus unicolor) is one of the components in the forest ecosystem which plays an important role in the food chain cycle. However, the overexploitation by human being could decrease the population of this animal in the nature. One of the conservation effort which can be conducted is by ex-situ conservation. This research is then performed to find out the daily behavior of 4 sambar deers at Taman Wisata Alam Bumi Kedaton (TWABK) from 21 July to 3 August The daily behavior data were obtained by direct observation using scan animal sampling method for 14 days. The result showed that highest daily behavior of the sambar deer (C. unicolor) at TWABK was rest where for deers of A, B, C and D were 4435 min (44%); 4738 min.(47%); 4738 min. (47%) and 4435 min. (44%), respectively. The highest rest time was at , while the lowest was at , the highest moving time was at and , while the lowest was at The highest feeding time was at and the lowest was at Keywords: C. unicolor, TWABK, daily behavior, deer captive breeding, scan animal sampling. ABSTRAK Rusa sambar (C. unicolor) merupakan salah satu komponen pembentuk ekosistem hutan, yang peranannya sangat penting dalam siklus rantai makanan. Akan tetapi, terjadinya pemanfaatan rusa oleh manusia secara berlebihan dan tidak terkendali dapat mengakibatkan penurunan populasi satwa tersebut di alam. Salah satu upaya konservasi yang dapat dilakukan adalah dengan penangkaran (konservasi ex-situ). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: perilaku harian empat ekor rusa sambar yang ada di Taman Wisata Bumi Kedaton pada tanggal 21 Juli s/d 3 Agustus Data mengenai perilaku harian diperoleh melalui pengamatan langsung dengan menggunakan metode scan animal sampling selama 14 hari pengamatan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perilaku harian rusa sambar (C. unicolor) yang ada di dalam penangkaran di Taman Wisata Bumi Kedaton (TWABK) perilaku tertingginya adalah istirahat yaitu rusa A 4435 menit (44%), rusa B 4738 menit (47%), ruisa C 4738 menit (47%), dan rusa D 4435 menit (44%). Waktu istirahat tertinggi pada pukul , terendah pada pukul , waktu pindah tertinggi pada pukul dan terendah pada pukul waktu makan tertinggi pada pukul terendah pada pukul Kata kunci: C. unicolor, TWABK, perilaku harian, penangkaran rusa, scan animal sampling 1. PENDAHULUAN Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi, dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang dimanfaatkan untuk banyak kepentingan manusia, salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. Manusia memanfaatkannya dengan berbagai cara, dan sering kali menyebabkan terjadinya penurunan populasi mereka, bahkan telah menyebabkan beberapa jenis satwa liar terancam kepunahan 1). Ancaman kepunahan dapat diatasi dengan program-program yang tertuang di dalam kegiatan konservasi sumber daya alam. Kegiatan konservasi tersebut meliputi perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan yang lestari (Undang-undang Nomor 5 tahun 1990). Rusa Sambar (C. unicolor ) adalah salah satu dari empat jenis rusa di Indonesia yang sudah dilindungi oleh undang-undang namun jumlah populasinya terus terus berkurang akibat perburuan liar dan semakin tingginya degradasi habitat aslinya 2). Rusa Sambar merupakan rusa terbesar untuk daerah Tropik dengan sebaran di Indonesia terbatas di pulau Sumatera, Kalimantan dan pulau di sekitar Sumatera 3) FMIPA Universitas Lampung 75

2 Bainah Sari Dewi dan Endang Wulandari Studi Perilaku Harian Rusa Sambar (Cervus unicolor) Menghindari kepunahan dan sekaligus memanfaatkan rusa secara optimal dan berkelanjutan dapat dilakukan melalui penangkaran (konservasi ex-situ). Penangkaran rusa mempunyai prospek karena rusa mudah beradaptasi dengan lingkungan di luar habitat alaminya, mempunyai tingkat produksi dan reproduksi yang tinggi. Peningkatan produksi dan reproduksi merupakan indikator keberhasilan dari usaha budi daya satwa 4). Dalam pembangunan penangkaran ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu komponen habitat yang terdiri dari pakan, air, naungan (cover), dan ruang 5). Rusa mempunyai adaptasi yang tinggi dengan lingkungannya sehingga mudah untuk ditangkarkan. Habitat penangkaran berbeda dengan habitat alami. Berdasarkan ciri habitatnya, pada habitat penangkaran terdapat peningkatan nutrisi, bertambahnya persaingan intraspesifik untuk memperoleh makanan, berkurangnya pemangsaan oleh predator alami, berkurangnya penyakit dan parasit serta meningkatnya kontak dengan manusia 6). Karakteristik morfologi pada pemeliharaan rusa di suatu penangkaran sangat diperlukan untuk menentukan sistem pemeliharaan rusa 7). Pakan merupakan salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan penangkaran. Pakan utama rusa adalah daun-daunan dan rumput-rumputan. Nilai gizi yang terkandung dalam hijauan tersebut, seperti protein dan energi, relatif rendah sehingga perlu ditambahkan pakan konsentrat berupa jagung untuk mencukupi kebutuhan gizi rusa. Pakan konsentrat biasanya disukai oleh rusa dan mengandung cukup energi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan rusa 8). Strategi terbaik bagi pelestarian jangka panjang bagi keanekaragaman hayati adalah perlindungan populasi dan komunitas alami di habitat, yang dikenal sebagai pelestarian in-situ (atau dalam kawasan). Kemampuan spesies untuk menjalankan proses adaptasi evolusi mengikuti lingkungan komunitas mereka yang selalu berubah-ubah hanya dapat berlangsung di alam bebas. Namun, bagi banyak spesies langka yang telah terdesak oleh pengaruh perbuatan manusia, pelestarian in-situ bukan pilihan yang nyata. Kalau suatu populasi sisa/ tertinggal berukuran terlalu kecil, atau bila seluruh individu tersisa hanya ditemukan diluar kawasan-kawasan yang dilindungi, maka pelestarian in-situ mungkin tidak dapat berhasil. Satu-satunya jalan untuk mencegah kepunahan spesies adalah dengan memelihara individu-individu dalam kondisi terkendali, dibawah pengawasan manusia 9). Strategi ini dikenal sebagai pelestarian ex-situ (atau diluar habitatnya). Sejumlah spesies yang punah di alam masih dapat bertahan sebagai koloni-koloni peliharaan, misalnya rusa pere david, elaphurus davidianus. Pohon Franklin yang cantik sekarang hanya hidup di kebun tanaman dan tidak lagi ditemukan di alam bebas. Upaya-upaya konservasi ex-situ merupakan bagian terpenting bagi strategi konservasi terpadu untuk melindungi satwa terancam punah 10) strategi-strategi konservasi secara ex-situ dan in-situ merupakan pendekatan yang menunjang 11). Individu-individu dari populasi ex-situ dapat dilepas di alam secara berkala untuk memperbesar upaya konservasi yang sedang berjalan. Penelitian pada hewan tangkaran dapat mengungkapkan ekologi dasar suatu spesies dan dapat pula memberikan arah untuk membentuk strategistrategi konservasi yang baru untuk populasi-populasi in-situ. Populasi-populasi ex-situ yang bertahan secara mandiri juga dapat mengurangi tuntutan untuk mengoleksi individu-individu dari alam demi keperluan pendidikan ataupun penelitian. Pada akhirnya hewan-hewan tangkaran yang dapat di tonton masyarakat dapat membantu pendidikan masyarakat tentang pentingnya melestarikan spesies, dalam rangka melindungi anggota lain dari komunitas tempat spesies tersebut ditemukan di alam. Sementara itu, pelestarian spesies secara in-situ amat penting bagi kelangsungan hidup spesies yang sulit di tangkar (misalnya badak, maupun bagi kelanjutan kebun binatang, akuarium, dan kebun raya agar dapat menampilkan spesies-spesies baru. Konservasi ex-situ tidaklah murah, biaya pemeliharaan badak hitam dan gajah dari afrika di kebun binatang mencapai 50 kali biaya perlindungan individu-individu kedua spesies tersebut di alam 12). Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Bumi Kedaton. Taman Wisata Bumi terletak di Kampung Batu Putuk-Teluk Betung Bandar lampung. Penelitian ini dilakukan karena Rusa sambar (C. unicolor) merupakan sumberdaya alam hayati yang dilindungi, banyak brmanfaat bagi ilmu pengetahuan dan hiburan serta mempunyai tingkat produksi dan reproduksi yang tinggi. Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku harian empat ekor rusa sambar yang ada di Taman Wisata Bumi Kedaton. 2. METODE PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Taman Wisata Bumi Kedaton pada bulan Juli-Agustus FMIPA Universitas Lampung

3 J. Sains MIPA, Agustus 2011, Vol. 17, No Bahan dan Alat Bahan yang menjadi objek penelitian ini adalah empat ekor rusa sambar yang berada di Taman Wisata Bumi Kedaton. Sedangkan alat yang digunakan adalah: (1) kamera untuk mengambil gambar sebagai dokumentasi, (2) Jam tangan sebagai penunjuk waktu.; (3) Tally Sheet.; (4) Alat Tulis Data yang Dikumpulkan Data primer Data primer pada penelitian ini berupa perilaku harian dengan parameter yang diamati meliputi perilaku makan, perilaku istirahat, dan perilaku berpindah tempat. 2. Data sekunder Data sekunder yaitu data yang tersedia dari instansi-instansi terkait dalam hal ini Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), pihak pengelola Taman Wisata Alam Bumi Kedaton(TWABK), jurnal dan artikel Metode Analisis Data Perilaku harian Data mengenai perilaku harian rusa sambar (Cervus Unicolor) diperoleh dari pengamatan langsung dengan metode scan sampling. Dengan metode ini dilakukan pencatatan terhadap perilaku rusa sambar dengan interval waktu tertentu. Pengamatan dilakukan 14 hari, dengan interval waktu mulai dari pukul sampai dengan pukul 18.00WIB. Interval waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 menit. Tabel 1. Contoh hasil pengumpulan data. Waktu Perilaku Keterangan Makan Istirahat Pindah Perilaku yang diamati selam pengamatan adalah : 1. Perilaku makan, yaitu perilaku yang dilakukan rusa sambar untuk mengunyah, ruminansia, dan memasukan makan kedalam mulut. 2. Perilaku perpindahan tempat, seperti jalan, berkeliaran, berlari, dan perilaku lainnya yang berhubungan dengan perpindahan tempat. 3. Istirahat, yaitu keadaan atau perilaku rusa sambar saat tidak melakukan perpindahan tempat dan perilaku makan, seperti tidur, duduk dan lain-lain Analisis data Data yang diperoleh selama dua minggu pengamatan dirata-rata dan dipersentasekan untuk mengetahui persentase perilaku harian setiap hari dan interval waktu perjam. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola perilaku harian ditunjukkan oleh masing-masing rusa sambar pada penangkaran di Taman Wisata Bumi Kedaton memiliki perilaku yang berbeda. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dideskripsikan pada pada Gambar 1 dan Tabel 2. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan data diatas tenyata persentase perilaku tertinggi yang dilakukan rusa A adalah perilaku istirahat. Hal ini diduga karena sistem pemberian pakan yang berdasarkan waktu sehingga membatasi waktu-waktu makan rusa, sedangkan untuk melakukan pindah tempat dibatasi oleh ruang lingkup kandang yang tidak terlalu luas FMIPA Universitas Lampung 77

4 Bainah Sari Dewi dan Endang Wulandari Studi Perilaku Harian Rusa Sambar (Cervus unicolor) Gambar 1. Persentase Perilaku Harian Rusa Sambar A, B, C, dan D selama 14 hari pengamatan di Taman Wisata Bumi Kedaton. Perilaku istirahat biasanya dilakukan sebagai perilaku yang menyelingi perilaku makan, yang dilakukan dengan berbaring di bawah pohon sambil memamah biak. Perilaku ini juga dilakukan untuk berteduh dan berlindung dari teriknya sinar matahari pada siang hari, untuk menjaga kestabilan suhu tubuh. Sedangkan perilaku bergerak (movement) biasa dilakukan rusa untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, umumnya dari satu areal vegetasi ke areal vegetasi lainnya untuk mencari makan, atau untuk mencari tempat berlindung yang lebih aman akibat ada gangguan. Perilaku istirahat atau resting memiliki beberapa kategori. Menurut Semiadi et al. 13) perilaku istirahat adalah perilaku selain makan dan memamah biak. Namun demikian definisi ini tidak menjelaskan pada posisi apa perilaku iatirahat itu dilakukan. Bisa jadi berpindahnya seekor rusa dari satu tempat ketempat lain disebut istirahat karena tidak sedang melakukan perilaku makan atau memamah biak 14). Sama seperti pada rusa A pada rusa B pun perilaku tertinggi yaitu perilaku istirahat yaitu sebanyak 47%. Perilaku istirahat pada pagi hari ( ) dilakukan di daerah dekat pepohonan sebelum melakukan perilaku makan bersama-sama. Kondisi ini ditandai dengan perilaku istirahat bergerombol dengan jarak tiap individu yang tidak berjauhan. Perilaku yang dilakukan selama istirahat seringkali adalah memamah biak. Siang hari ( ) setelah perilaku makan. Hal ini berbeda pada sore hari ( ) dimana individu-individu beristirahat dalam kelompok-kelompok kecil yang saling berjauhan satu sama lain. Perilaku istirahat pada rusa C pagi hari ( ) tidak berbeda jauh dengan perilaku ketiga rusa yang lainnya. Kondisi ini ditandai dengan besarnya persentasi perilaku istirahat pada waktu-waktu tersebut. Perilaku yang dilakukan selama istirahat seringkali adalah memamah biak. Siang hari ( ) setelah perilaku makan. Kondisi ini ditandai dengan perilaku istirahat bergerombol dengan jarak tiap individu yang tidak berjauhan. Hal ini berbeda pada sore hari ( ) dimana individu-individu beristirahat dalam FMIPA Universitas Lampung

5 J. Sains MIPA, Agustus 2011, Vol. 17, No. 2 kelompok-kelompok kecil yang saling berjauhan satu sama lain selain memamah biak beberapa diantaranya tidur untuk satu atau dua jam. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Semiadi et al. 13) terhadap rusa sambar diketahui bahwa perilaku istirahat dilakukan pada antara pukul dan Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan iklim antara tropis dan sub tropis (New Zealand), namun demikian perilaku istirahat pada pagi hari menampakkan kesamaan yang jelas. Rusa D menunjukkan perilaku tertinggi adalah perilaku istirahat yaitu 44%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan alokasi waktu untuk setiap perilaku harian dari rusa sambar di kawasan penangkaran Taman Wisata bumi Kedaton pada setiap periode perilaku yakni pagi, siang dan sore hari. Sebagian besar alokasi waktu digunakan untuk istirahat (44 %), selanjutnya perilaku ingesti atau makanminum (43 %) sebagai perilaku utama untuk memenuhi kebutuhn hidup (energi), dan diikuti, bergerak (6,12%). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan tenyata persentase perilaku tertinggi yang dilakukan rusa sambar adalah perilaku istirahat. Hasil pengamatan selama 12 jam untuk setiap harinya, didapatkan hasil ternyata rusa sambar tidak hanya berperilaku di tempat drop in pakan saja, tetapi juga berperilaku di sekitar kandang secara merata untuk memenuhi kebutuhan pakannya. Besarnya intensitas makan, pindah, dan istirahat dari keempat rusa sambar yang ada di Taman Wisata Bumi Alam Kedaton dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Persentase perilaku rata-rata dalam interval waktu per jam dari Rusa A, Rusa B, Rusa C dan Rusa D. Gambar 2 dapat dilihat persentase makan tertinggi ada pada pukul dan Hal ini dikarenakan pada jam tersebut adalah jam pemberian makan rusa. Menurut Takatsuki 1980, perilaku makan dari cervus nipon di kepulauan Kinkazan Jepang memiliki komposisi pakan yang berbeda dengan perbedaan habitat yang ada. Menurut riset Takatsuki 15), perilaku pakan seekor rusa akan berbeda berdasarkan komposisi pakan dan perbedaan tipe habitat. Tabel 2. Menu harian rusa di TWABK No. Hari tanggal Makan Pagi Jum -lah Makan Siang Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Makan sore 1. Selasa Rumput 21 Dedak 2 Ubi 8 Kecambah 1.3 Wortel 1.2 Rumput 22 Jum -lah 2011 FMIPA Universitas Lampung 79

6 Bainah Sari Dewi dan Endang Wulandari Studi Perilaku Harian Rusa Sambar (Cervus unicolor) 20 Juli'10 2. Rabu Rumput 25 Dedak 2.5 Ubi 8 Kecambah 1.5 Wortel 1.2 Rumput juli'10 3. Kamis Rumput 23 Dedak 2.7 Ubi 6.5 Kecambah 1.5 Wortel 1 Rumput juli'10 4. Jum'at Rumput 20 Dedak 3 Ubi 7.8 Kecambah 1.2 Wortel 1 Rumput juli'10 5. Sabtu Rumput 20 Dedak 3 Ubi 7.8 Kecambah 1.2 Wortel 0.6 Rumput juli'10 6. Minggu Rumput 21 Dedak 2.5 Ubi 8.1 Kecambah 1.4 Wortel 0.7 Rumput juli'10 7. Senin Rumput 22 Dedak 1.5 Ubi 8 Kecambah 1.5 Wortel 1.5 Rumput juli'10 8. Selasa Rumput 20 Dedak 1.8 Ubi 6 Kecambah 1.1 Wortel 1 Rumput Juli'10 9. Rabu Rumput 22 Dedak 1.7 Ubi 7.5 Kecambah 1.5 Wortel 1.1 Rumput juli' Kamis Rumput 22 Dedak 1.1 Ubi 6.22 Kecambah 1 Wortel 2 Rumput juli' Jum'at Rumput 23 Dedak 2.1 Ubi 8 Kecambah 0.9 Wortel 1.5 Rumput juli' Sabtu Rumput 20 Dedak 3 Ubi 6.8 Kecambah 1.5 Wortel 1.2 Rumput juli' Minggu Rumput 21 Dedak 2.7 Ubi 7.1 Kecambah 1.3 Wortel 1.1 Rumput ags' Senin Rumput 26 Dedak 3.4 Ubi 6,9 Kecambah 1.3 Wortel 1.5 Rumput ags' Rata-rata Per ekor Hasil pengukuran perilaku makan (Tabel 2) berkisar 472,63-526,19 menit per 12 jam. Penelitian menurut Afzalani dkk 16) perilaku makan rusa Sambar berkisar 297,25-332,78 menit per 12 jam. Firkin 17) menyatakan bahwa lama waktu makan dipengaruhi oleh bahan kering pakan yang diberikan, bentuk fisik dan komposisi kimia pakan. Menurut Semiadi 18) tingkat kesuksesan penangkaran rusa Sambar dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain pemberian air susu, dan perawatan harian rusa tersebut. Hasil penelitian Ismail 19) mendeskripsikan bahwa lama waktu makan rusa Jawa di Cariu 192,67±59,88 menit per 12 jam, sedangkan di penangkaran Ranca Upas perilaku makan 341,80±141,51 menit per 12 jam. Perbedaan lama perilaku makan rusa yang diperoleh dalam penelitian ini dibandingkan dengan rusa pada dua daerah penangkaran tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan jenis (rusa Sambar vs rusa Jawa), perbedaan bobot badan (rusa Sambar memiliki bobot badan lebih tinggi) dan jenis bahan pakan yang diberikan. Bahan pakan pada penelitian Afzalani dkk 16) adalah daun cabe-cabe, rumput Kumpai, rumput Lapang, rumput Kolonjono. Menurut Wulandari dan Dewi 20) bahan pakan rusa Sambar di TWBK adalah rumput, dedak, wortel, ubi, dan kecambah. Menurut Wirdateti dkk 21) penangkaran rusa di Taman Safari Indonesia memberikan pakan rumput Raja, gulma kebun, ubi jalar dan wortel, serta pakan konsentrat komersial. Nusa Tenggara Timur, pakan yang biasa diberikan pada rusa Timor di dalam penangkaran antara lain rumput gajah (P. purpureum), rumput raja (P. purpureopoidhes), turi (Sesbania grandiflora), lamtoro (Leucaena leucocephala), beringin (Ficus benjamina) dan Kabesak (Acacia leucocephala). Menurut Wirdateti 22) jenis tumbuhan yang disukai atau dimakan rusa tercatat ada sekitar 40 suku. tumbuhan ini dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu; jenis rumputrumputan, perdu, semak, dan pohon. yang terbanyak adalah pada suku Euphorbiaceae, Leguminoceae, Fabaceae, Poaceae, dan Convolvulaceae. Di samping itu jenis-jenis tumbuhan yang berdaun tebal seperti daun coro (Ficus, sp), berdaun pahit seperti kapuraca (Calophylum inophyllum), dan berdaun yang berbau menusuk seperti daun kayu sirih (Piper aduncum) tidak disukai. Persentase istirahat tertinggi adalah pada pukul Aktivitas istirahat biasanya dilakukan sebagai aktivitas yang menyelingi aktivitas makan. aktivitas yang dilakukan adalah dengan berbaring di bawah pohon dan duduk-duduk, Aktivitas ini juga dilakukan untuk berteduh dan berlindung dari teriknya sinar FMIPA Universitas Lampung

7 J. Sains MIPA, Agustus 2011, Vol. 17, No. 2 matahari pada siang hari untuk menjaga kestabilan suhu tubuh. Sedangkan aktivitas bergerak (movement) biasa dilakukan rusa untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, berjalan, dan berlari. ` 4. KESIMPULAN DAN SARAN Perilaku harian rusa sambar (Cervus unicolor) yang ada di dalam penangkaran di Taman Wisata Bumi Kedaton Provinsi Lampung perilaku tertingginya adalah istirahat yaitu rusa A 44%, rusa B 47%, ruisa C 47%, dan rusa D 44%. Sehingga perlu disarankan agar pengelola hendaknya menanam tanaman yang rindang untuk menaungi rusa pada saat beristirahat. DAFTAR PUSTAKA 1. Alikodra, H.S Pengelolaan Satwa Liar jilid I. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. 2. Ma ruf, A., Atmoko, T. dan Syahbani, I Teknologi penangkaran rusa sambar (cervus unicolor) di Desa Api-Api Kabupaten Panajam Paser Utara Kalimantan Timur. Prosiding Gelar dan Dialog Teknologi 2005 : Halaman 57-68, Whitehead, G.K Encylopedia of Deer. Shrewsbury: Swann Hill Press. 4. Garsetiasih, R Bioekologi rusa timor dan peluang pengembangan budidayanya. Buletin Kehutanan dan Perkebunan 1(1): Garsetiasih, R dan Mariana Model penangkaran rusa. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Grier, J.W. and Burk, T Biology of animal behaviour. Dubuque, IO: W.C. Brown. 7. Pattiselanno, F., Tethool, A.N. dan Yeseray, D.Y Karakteristik Morfologi dan Praktek Pemeliharaan Rusa Timor di Manokwari. Berkala Ilmiah Biologi, 7 (2): Garsetiasih, R Daya cerna rumput dan campurannyadengan daun beringin, daun kabesak, dan daun turi sebagai pakan rusa (Cervus timorensis). Buletin Santalum 3: Conway, W.G Where we go from here. International Zoo Yearbook, 20 (1): Falk, S. 1991: A review of the scarce and threatened flies of Great Britain (part 1). Research and survey in nature conservation 39. Peterborough, Nature Conservancy Council. 11. Robinson, G. E Modulation of alarm pheromone perception in the honey bee: evidence for division of labor based on hormonall regulated response thresholds. Journal of Comparative Physiology A: Neuroethology, Sensory, Neural, and Behavioral Physiology, 160 (5): , 12. Leader-Williams, N., Albon, S.D. and Berry, P.S.M Illegal exploitation of black rhinoceros and elephant populations: patterns of decline, law enforcement and patrol effort in Luangwa Valley, Zambia. Journal of Applied Ecology, 27: Semiadi, G., Muir, P.D., Barry, T. and Veltman, N Grazing patterns of sambar deer (Cervus unicolor) and red deer (Cervus elaphus) in captivity. New Zealand Journal of Agricultural Research, 36: Lelono, A Pola aktivitas makan harian rusa (Cervus timorensis) dalam penangkaran. Seminar Biologi 2011 FMIPA Universitas Lampung 81

8 Bainah Sari Dewi dan Endang Wulandari Studi Perilaku Harian Rusa Sambar (Cervus unicolor) 15. Takatsuki, S Food Habits of Sika Deer on Kinkazan Island. The science of the Tohoku University, Fourth series. Biology. XXXVIII (1): 31 pages. 16. Afzalani, Muthalib, R.A, dan Musnandar, E Preferensi Pakan, Tingkah Laku Makan dan Kebutuhan Nutrien Rusa Sambar (Cervus unicolor) dalam Usaha Penangkaran di Provinsi Jambi. Media Peternakan, 31 (2): Firkin, J.L Optimizing rumen fermentation. In: Proc. Tri-State Dairy Nutrition Conference, USA. p Semiadi, G Teknik Perawatan Anak Rusa Tropika Sejak Lahir Hingga Masa Sapih (Hand-Rearing Technique of Tropical Deer From Birth to Weaning Age). Media Konservasi, 2: Ismail, D Kajian tingkah laku dan kinerja reproduksi rusa Jawa (Cervus timorensis) yang dipelihara di penangkaran. Disertasi. Program Pascasarjana. Universitas Padjadjaran, Bandung. 20. Wulandari, E dan Dewi, B.S Studi Suplai Pakan dan Perilaku Makan Rusa Sambar (Cervus unicolor) di Taman Wisata Bumi Kedaton. Skripsi Mahasiswa Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 21. Wirdateti, Farida, W.R. dan Zein, M.S.A Perilaku Harian Rusa Jawa (Cervus timorensis) di Penangkaran Taman Safari Indonesia. Biota, 2: Wirdateti, W., Mansur, M. dan Kundarmasno. A Pengamatan Tingkah Laku Rusa Timor (Cervus timorensis) di PT Kuala Tembaga, Desa Artembaga, Bitung-Sulawesi. Animal Production, 7 (2): FMIPA Universitas Lampung

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.

I. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rusa merupakan salah satu sumber daya genetik yang ada di Negara Indonesia. Rusa di Indonesia terdiri dari empat spesies rusa endemik yaitu: rusa sambar (Cervus unicolor),

Lebih terperinci

ANALISIS PREFERENSI PAKAN DROP IN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DAN RUSA TOTOL (Axis axis) DI PENANGKARAN PT. GUNUNG MADU PLANTATIONS LAMPUNG TENGAH

ANALISIS PREFERENSI PAKAN DROP IN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DAN RUSA TOTOL (Axis axis) DI PENANGKARAN PT. GUNUNG MADU PLANTATIONS LAMPUNG TENGAH ANALISIS PREFERENSI PAKAN DROP IN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DAN RUSA TOTOL (Axis axis) DI PENANGKARAN PT. GUNUNG MADU PLANTATIONS LAMPUNG TENGAH ANALYSIS PREFERENCES DROP IN FEED SAMBAR DEER (Cervus

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Nilai Gizi Pakan Gizi pakan rusa yang telah dianalisis mengandung komposisi kimia yang berbeda-beda dalam unsur bahan kering, abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA

TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA TINGKAH LAKU MAKAN RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DALAM KONSERVASI EX-SITU DI KEBUN BINATANG SURABAYA VINA SITA NRP.1508 100 033 JURUSAN BIOLOGI Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel :

KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA. Surel : 19-20 November KAJIAN KEBERADAAN TAPIR (Tapirus indicus) DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS BERDASARKAN JEBAKAN KAMERA Yusrina Avianti Setiawan 1), Muhammad Kanedi 1), Sumianto 2), Agus Subagyo 3), Nur Alim

Lebih terperinci

Pengaruh Pengunjung terhadap Perilaku dan Pola Konsumsi Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga

Pengaruh Pengunjung terhadap Perilaku dan Pola Konsumsi Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga Bul. Plasma Nutfah 21(2):47 Pengaruh Pengunjung terhadap Perilaku dan Pola Konsumsi Rusa Timor (Rusa timorensis de Blainville 1822) di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga (Visitor Influence on Behavior

Lebih terperinci

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI PUSAT PENYELAMATAN SATWA GADOG CIAWI - BOGOR SKRIPSI AI NURI PRATIWI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di penangkaran rusa Hutan Penelitian (HP) Dramaga- Bogor yang dikelola oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. [12 Oktober 2012].

DAFTAR PUSTAKA.  [12 Oktober 2012]. 48 DAFTAR PUSTAKA [FKA] Forum Kerjasama Agribisnis. 2008. Sorgum sebagai komoditas pangan dan industri. [terhubung berkala]. http://foragri.com/sorgum-sebagaikomoditas-pangan-dan-industri. [16 September

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Ruang dan Waktu Rusa Sambar Rusa unicolor di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Disiapkan Oleh:

Analisis Penggunaan Ruang dan Waktu Rusa Sambar Rusa unicolor di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta. Disiapkan Oleh: Laporan Praktikum Mata Kuliah Ekologi Kuantitatif Analisis Penggunaan Ruang dan Waktu Rusa Sambar Rusa unicolor di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Feri Irawan Disiapkan Oleh: E351140061 Dosen: Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan Rusa (Cervus Timorensis)

Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan Rusa (Cervus Timorensis) Daya Cerna Jagung dan Rumput sebagai Pakan Rusa (Cervus Timorensis) R. Garsetiasih Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor 88 ABSTRACT The experiment was done on two couples

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hukum adalah qonditio sine quanon, syarat mutlak bagi masyarakat. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. hukum adalah qonditio sine quanon, syarat mutlak bagi masyarakat. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hubungan antara hukum dan masyarakat sangatlah erat, karena hukum senantiasa dipengaruhi oleh proses interaksi sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai

Lebih terperinci

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI

KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)

Lebih terperinci

Uji Palatabilitas Pakan pada Burung Rangkong di Penangkaran Taman Rusa. Feed Palatability Test on Hornbill in Taman Rusa

Uji Palatabilitas Pakan pada Burung Rangkong di Penangkaran Taman Rusa. Feed Palatability Test on Hornbill in Taman Rusa Uji Palatabilitas Pakan pada Burung Rangkong di Penangkaran Taman Rusa Feed Palatability Test on Hornbill in Taman Rusa Nanda Yustina, Abdullah, Devi Syafrianti Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

Tingkah Laku Makan Rusa Sambar (Cervus unicolor) dalam Konservasi Ex-situ di Kebun Binatang Surabaya

Tingkah Laku Makan Rusa Sambar (Cervus unicolor) dalam Konservasi Ex-situ di Kebun Binatang Surabaya JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-171 Tingkah Laku Makan Rusa Sambar (Cervus unicolor) dalam Konservasi Ex-situ di Kebun Binatang Surabaya Vina Sita dan Aunurohim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat tinggi dalam berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di seluruh wilayah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Satwa liar merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang mendukung proses-proses ekologis di dalam ekosistem. Kerusakan hutan dan aktivitas manusia yang semakin meningkat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Rusa Rusa merupakan salah satu jenis satwa yang termasuk dalam Bangsa (Ordo) Artiodactyla, Anak Bangsa (Subordo) Ruminansia dan Suku (Family) Cervidae. Suku Cervidae terbagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC

WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC CURRICULUM VITAE WANDA KUSWANDA, S.HUT, MSC 1 Jabatan Peneliti Peneliti Madya 2 Kepakaran Konservasi Sumberdaya Hutan 3 E-mail wkuswan@yahoo.com 4 Riwayat Pendidikan S1 : Jurusan Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dedak Padi sebagai Pakan Tambahan Rusa

Pemanfaatan Dedak Padi sebagai Pakan Tambahan Rusa Pemanfaatan Dedak Padi sebagai Pakan Tambahan Rusa R. Garsetiasih, N.M. Heriyanto, dan Jaya Atmaja Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor ABSTRACT The experiment was conducted to study growth of deer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan primer (primary forest) adalah hutan yang telah mencapai umur lanjut dan ciri struktural tertentu yang sesuai dengan kematangannya serta memiliki sifat-sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan makanan, binatang peliharaan, pemenuhan kebutuhan ekonomi, dan estetika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang Penentuan Kuota Panenan dan Ukuran Populasi Awal Rusa Timor di Penangkaran Hutan Penelitian Dramaga ini dilakukan di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI priyambodo@fmipa.unila..ac.id #RIPYongki Spesies dan Populasi Species : Individu yang mempunyai persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

Tingkah Laku Makan Rusa Sambar (Cervus unicolor) dalam Konservasi Ex-situ di Kebun Binatang Surabaya

Tingkah Laku Makan Rusa Sambar (Cervus unicolor) dalam Konservasi Ex-situ di Kebun Binatang Surabaya Tingkah Laku Makan Rusa Sambar (Cervus unicolor) dalam Konservasi Ex-situ di Kebun Binatang Surabaya Vina Sita, dan Aunurohim Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan

Lebih terperinci

Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor

Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor Evaluasi Plasma Nutfah Rusa Totol (Axis axis) di Halaman Istana Bogor R. Garsetiasih 1 dan Nina Herlina 2 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor 2 Sekretariat Jenderal Departemen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di

I. PENDAHULUAN. Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Monyet hitam sulawesi (Macaca nigra) merupakan salah satu dari delapan jenis Macaca endemik Sulawesi yang dapat dijumpai di Sulawesi Utara, antara lain di Cagaralam Dua

Lebih terperinci

KEBUTUHAN NUTRISI ANOA (Bubalus spp.) [The Nutritional Requirement of Anoa (Bubalus spp.)]

KEBUTUHAN NUTRISI ANOA (Bubalus spp.) [The Nutritional Requirement of Anoa (Bubalus spp.)] Media Konservasi Vol. VII, No. 2, Juni 2001 : 75-80 KEBUTUHAN NUTRISI ANOA (Bubalus spp.) [The Nutritional Requirement of Anoa (Bubalus spp.)] ABDUL HARIS MUSTARI DAN BURHANUDDIN MASY'UD Staf Pengajar

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam rangka menyumbangkan ekosistem alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan konservasi yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E

PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E PENENTUAN KUOTA PEMANENAN LESTARI RUSA TIMOR (Rusa timorensis, de Blainville, 1822) RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 PROGRAM KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari

Lebih terperinci

*Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang

*Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang Somatometri Rusa Timor Libriana N.L., Koen P., Silvana T., 21 28 SOMATOMETRI RUSA TIMOR (Cervus timorensis Blainville) SETELAH PEMBERIAN KONSENTRAT DAN KULIT ARI KEDELAI PADA PAKAN HIJAUAN Libriana Nurul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus) merupakan salah satu jenis satwa liar yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu

Lebih terperinci

PENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT. Oleh :

PENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT. Oleh : PENDUGAAN POPULASI RUSA TOTOL ( Axis axis ) DI ISTANA BOGOR DENGAN METODE CONTENTRATION COUNT Oleh : Isniatul Wahyuni 1) (E34120017), Rizki Kurnia Tohir 1) (E34120028), Yusi Widyaningrum 1) (E34120048),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Kerusakan dan hilangnya habitat, perburuan liar, dan bencana alam mengakibatkan berkurangnya populasi satwa liar di alam. Tujuan utama dari konservasi adalah untuk mengurangi

Lebih terperinci

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA

POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA Jurnal Biotik, ISSN: 2337-9812, Vol. 3, No. 2, Ed. September 2015, Hal. 133-137 POLA AKTIVITAS ORANGUTAN (Pongo abelii) DI KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KETAMBE ACEH TENGGARA 1 Afkar dan 2 Nadia

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E34120028 Dosen Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA PROGRAM STUDI KONSERVASI BIODIVERSITAS

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA

BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA BIRD PREFERENCE HABITATS AROUND SERAYU DAM BANYUMAS CENTRAL JAVA Enggar Lestari 12/340126/PBI/1084 ABSTRACT Interaction between birds and habitat is the first step to determine their conservation status.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan

Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with

Lebih terperinci

PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG

PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG Skripsi Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satwa dalam mencari makan tidak selalu memilih sumberdaya yang ketersediaannya paling tinggi. Teori mencari makan optimal atau Optimal Foraging Theory (Schoener, 1986;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988).

I. PENDAHULUAN. tumbuhan asing yang dapat hidup di hutan-hutan Indonesia (Suryowinoto, 1988). 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Dibuktikan dengan terdapat berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan endemik yang hanya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

BAB I PENDAHULUAN. asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti hutan rawa, danau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang mendapat sebutan Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia,

Lebih terperinci

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS Pratiwi A.A. Talumepa*, R. S. H. Wungow, Z. Poli, S. C. Rimbing Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi

I. PENDAHULUAN. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999. Lembaga konservasi dunia yaitu IUCN (International

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015 di Taman Agro Satwa dan Wisata Bumi Kedaton, Bandar Lampung. Peta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Penangkaran Rusa Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi (PPPKR) yang terletak di Hutan Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

Evaluasi Tatalaksana Pemeliharaan dan Tingkah Laku Sosial Macaca di Taman Marga Satwa Tandurusa Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara

Evaluasi Tatalaksana Pemeliharaan dan Tingkah Laku Sosial Macaca di Taman Marga Satwa Tandurusa Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 2 (2) 88-93 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Evaluasi Tatalaksana Pemeliharaan dan Tingkah Laku Sosial Macaca di Taman Marga Satwa Tandurusa Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di

I. PENDAHULUAN. Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Dari sebelas Taman Hutan Raya yang ada di Indonesia, salah satu terdapat di Lampung yaitu Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman (Tahura WAR). Tahura WAR ini sangat berpotensi

Lebih terperinci

FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FLORA DAN FAUNA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Indentitas Flora dan Fauna Indonesia Indonesia merupakan negara yang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000).

I. PENDAHULUAN. terancam sebagai akibat kerusakan dan fragmentasi hutan (Snyder et al., 2000). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung paruh bengkok termasuk diantara kelompok jenis burung yang paling terancam punah di dunia. Sebanyak 95 dari 330 jenis paruh bengkok yang ada di Indonesia dikategorikan

Lebih terperinci