STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI KABUPATEN BENGKALIS S U F A N D I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI KABUPATEN BENGKALIS S U F A N D I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI KABUPATEN BENGKALIS S U F A N D I SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Nopember 2006 S U F A N D I NIM.A

3 ABSTRAK SUFANDI Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Dibimbing oleh ARIEF DARYANTO dan W.H. LIMBONG. Agroindustri perdesaan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang digeluti masyarakat kecil, tak terbantahkan. Perlu diketahui sektor ini bukan saja mampu meningkatkan pendpatan pada pelaku agroindustri; meningkatkan penyerapan tenaga kerja; meningkatkan PDRB melalui peningkatan ekspor hasil pertanian tetapi juga mampu mendorong munculnya industri yang lain. Dengan pemikiran seperti diatas peneneliti ingin melihat persoalan agroindustri perdesaan. Selain itu kajian ini berupaya menelaah komoditas agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan; melihat faktorfaktor stategis internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan dan rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Pada akhirnya kajian yang dilakukan untuk menyusun rancangan strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpad u di Kabupaten Bengkalis. Kajian menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan pengamatan langsung dan wawancara dengan responden. Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan instansi terkait antara lain Dinas Pertanian Peternakan; Dinas Perindustrian Perdagangan dan Investasi; Bappeda; BPS; Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bengkalis dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Riau. Setelah data yang relevan dengan penelitian diperoleh maka selanjutnya data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan sub sektorbahan baku; bahan baku komoditas agroindustri; untuk mengetahui faktorfaktor eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan; dan untuk memperoleh rumusan strategi pengembangan agroindutri perdesaan. Dari hasil kajian pembangunan daerah dapat ditarik beberapa kesimpulan: petama berdasarkan analisis yang lakukan dengan menggunakan teknik skoring maka terpilih sub sektor perkebunan dari sub sektor perkebunan dilakukan analis is teknik skoring untuk mendapatkan basis bahan baku agroindustri maka diperoleh bahan baku yang berbasis sagu, untuk pengembangan agroindustri yang berbasis sagu dilakukan melalui strategi pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpadu. Untuk mendapatkan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu pembinaan dan pengembangan usaha agroindustri berbasis sagu secara terpadu dilakukan melalui programprogram pertama program pemantapan teknologi pengolahan sagu kedua program pengembangan produk hasil olahan sagu ketiga program pengembangan lembaga informasi pasar dan yang keempat revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu.

4 Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2006 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa seizin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya

5 STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DI KABUPATEN BENGKALIS S U F A N D I Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

6 Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan Di Kabupaten Bengkalis Nama Mahasiswa : S u f a n d i NIM : A Menyetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Arief Daryanto, Mec Ketua Prof. Dr. Ir. W. H. Limbong, MS Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Yusman Syaukat, Mec Prof. Dr. Ir. Khairil Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 17 September 2006 Tanggal Lulus : 17 September 2006

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bengkalis pada tanggal 23 juli Penulis merupakan anak pertama dari dua orang bersaudara, putra dari pasangan Ibrahim bin H. Ramli dan Rusni binti Basiran. Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Negeri Temiang Kecamatan Bukit Batu Kabupaten Bengkalis pada tahun Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri Selat Baru Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis pada tahun 1983, dan Sekolah Pendidikan Guru di SPG Negeri Kabupaten Bengkalis pada tahun Pada tahun 1986 bulan juli diterima pada Program S1 Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Sultan Syarif Qasim Pekan Baru dan diselesaikan pada tahun Tahun 1997 penulis diterima berkerja pada Pemda Kabupaten Bengkalis dan ditempatkan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pada tahun 2003 Pemda Kaupaten Bengkalis memberikan kesempatan untuk ikut belajar di Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

8 PRAKATA Tiada kata yang layak penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT kecuali rasa syukur, atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penulisan kajian pembangunan daerah yang berjudul Strategi Pengembangan Agroindustri PERDESAAN di Kabupaten Bengkalis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Pembangunan Daerah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Pemerintah Kabupatan Bengkalis yang telah memberi kesempatan belajar kepada penulis di Institut Pertanian Bogor. 2. Bapak Dr.Ir. Arief Daryanto, MEc dan Bapak Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong MS selaku komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang bermafaat bagi penulis. 3. Bapak Ir. Fredian Tony, M.S dan Bapak Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec selaku dosen mata kuliah Metodologi Kajian Pembangunan Daerah yang telah memberikan teori dan teknik dalam penulisan. 4. Bapak Dr.Ir.Yusman Syaukat, MEc, selaku Ketua Program pada Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 5. Kedua orangtua, Istri dan Anakanak yang senantiasa memberikan Doa serta dukungan moril. 6. Rekanrekan mahasiswa MPD kelas khusus Pemkab Bengkalis

9 Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan penulis dalam penerapan tekhnik penulisan maupun pengungkapan substansinya, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik maupun saran yang dapat memperkaya pengetahuan penulis dan mempertajam isi tulisan ini. Akhirnya, semoga tulisan ini bermanfaaat dan semoga berkah Allah bersama kita semua. Aamiin. Bogor, Nopember 2006 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Kajian Tujuan Kajian Manfaat Kajian... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Argoindustri Pengembangan Argoindostri Pendekatan Wilayah Dalam Pembangunan Argoindustri Manajemen Strategis III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Tempat dan Waktu Kajian Metode Kajian Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Metode Perancangan Program IV. GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN 4.1. Keadaan Geografis Keadaan Demografis Pendidikan Angkatan kerja Kondisi Perekonomian Perindustrian Aksesibilitas V. PENENTUAN KOMODITAS AGROINDUSTRI PERDESAAN 5.1. Sub Sektor Pertanian Sub Sektor Perkebunan Sub Sektor Peternakan Sub Sektor Perikanan... 40

11 5.5. Penentuan Sub Sektor Sumber Bahan Baku Penentuan Bahan Baku Komoditas Agroindustri Sagu Sebagai Bahan Baku Komoditas Agroindustri di Kabupaten Bengkalis Ikhtisar VI. FAKTORFAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN UNGGULAN 6.1. Faktorfaktor Strategis dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan Faktor Internal Faktor Eksternal Evaluasi FaktorFaktor Strategis Evaluasi Faktor Internal Evaluasi Faktor Ekternal Matriks Internal Ekternal Matriks SWOT Penentuan Alternatif Strategi Ikhtisar VII. RANCANGAN PROGRAM 7.1. Visi Kabupaten Bengkalis Misi Kabupaten Bengkalis Arah Kebijakan Pembangunan Industri Kabupaten Bengkalis Rancangan Program Agroindustri Berbasis Sagu VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. kesimpulan Implikasi Kebijakan DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN... 86

12 DAFTAR TABEL 1. Tujuan, Metode Analisis, Variabel, Jenis dan Sumber Data Penelitian Matriks Strateg i SWOT Kepadatan Penduduk di Kab. Bengkalis Menurut Kecamatan, Tahun Distribusi Penduduk Kabupaten Bengkalis Umur 10 Tahun ke Atas menurut Ijazah/STTB Tertinggi Tahun Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Bengkalis tahun Laju Pertumbuhan Sektoral PDRB Kabupaten Bengkalis, Perkembangan Luas Panen Tanaman Bahan Makanan Menurut Kecamatan Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Kecamatan Perkembangan Luas Panen Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunn Rakyat Menurut Kecamatan Perkembangan Produksi Ternak Kebupaten Bengkalis Menurut Kecamatan Perkembangan Produksi Perikanan menurut Kecamatan Hasil Penentuan Bobot Sub Sektor Hasil analisis Penentuan Baku Komoditas Agroindustri Luas Panen, Produksi Per Hektar Komoditas Tanaman Sagu di Kabupaten Bengkalis Tahun Kontribusi Komoditas Sagu Terhadap PDRB Tahun Produksi Sagu dan Penyerapan Tenaga Kerja Tahun

13 18. Jumlah Agroindustri Perdesaan yang Berbasis Sagu di Kabupaten Bengkalis Tahun EFI Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis EFE Pengembangan Komoditas Agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri perdesaan Berbasis Sagu di Kabupaten Bengkalis Hasil Perhitungan Peringkat Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis Masalah dan Tindakan Pemecahan Masalah Strategi Penetrasi Pasar dan Pengembangan Produk Agroindustri... 78

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. PDRB Kabupaten Bengkalis Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 1993 Menurut Sektor (Jutaan Rupiah) Perhitungan Penentuan Sub Sektor Bahan Baku Agroindustri dengan Menggunakan Teknik Skoring Berdasarkan Penilaiann 7 Orang Responden Perhitungan Penentuan Bahan Baku Agroindustri dengan Menggunakan Teknik Skoring Berdasarkan Penilaian 7 Orang Responden Penentuan Kekuatan dan Kelemahan Faktor Strategis Internal Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan Berb asis Sagu dari 7 Responden Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu dari 7 Responden Hasil Perhitungan Rating Faktor Kekuatan dari 7 Responden Hasil Perhitungan Rating Faktor Kelemahan dari 7 Responden EFI Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu di Kabupaten Bengkalis Penentuan Kekuatan dan Kelemahan Faktor Strategis Eksternal dalam Pengembangan Agroindustri Peresaan Berbasis Sagu dari 7 Responden Penentuan Bobot Faktor Strategis Eksternal Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu dari 7 Responden Hasil Perhitungan Rating Faktor Peluang dari 7 Responden Hasil Perhitungan Rating Faktor Ancaman dari 7 Responden EFE Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu di Kabupaten Bengkalis Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 1 (Memperkuat Struktur Agroindustri Berbasis Sagu Melalui

15 Pengembangan Industri Hulu yang Memproduksi Bahan Baku yang Berkualitas) Dari 7 Responden Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 2 (Melaksanakan Kemitraan Antara Industri Besar/Menengah Dengan Agroindustri Perdesaan Dalam Pengembangan Agroindustri Sagu) Dari 7 Responden Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 3 (Pembinaan dan Pengembangan Usaha Agroindustri Berbasis Sagu Secara Terpadu) Dari 7 Responden Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 4 (Penetrasi Pasar dan Pengembangan Produk Agroindustri Berbasis Sagu) Dari 7 Responden Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 5 (Memperkuat Jaringan Informasi Pasar Guna Memanfaatkan Peluang Perdagangan Antar Daerah) Dari 7 Responden Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 6 (Pemberdayaan Kelembagaan Pelaku Agroindustri Berbasis Sagu) Dari 7 Responden Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategis 7 (Peningkatan Intensitas Pembinaan Agroin dustri Berbasis Sagu Melalui Perluasan Penguasan Faktor Produksi Serta Pemberian Pelatihan dan Pengembangan Guna Meningkatkan Kemampuan Usaha) Dari 7 Responden Hasil Perhitungan Total Nilai Daya Tarik (TNDT) Dalam Pemilihan Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis Melalui QSPM Dari 7 Responden Gambar Budidaya Tanaman Sagu dan Pengolahan

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Proses Agroindustri Kerangka Pemikiran Analisis Strategi Pengembangan Agroin dustri perdesaan di Kaupaten Bengkalis Matriks Internal dan Ekternal... 21

17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi mengakibatkan semakin kompleksnya pasar yang disertai dengan semakin terbukanya ekonomi domestik, sehingga menimbulkan adanya ketidakpastian terhadap komoditas pertanian apabila produkproduk pertanian tersebut tidak mampu bersaing sesuai dengan tuntutan pasar yang semakin kuat. kondisi tersebut diperparah dengan kondisi usaha pertanian yang masih bersifat tradisional dan pada umumnya dipasarkan dalam bentuk bahanbahan mentah (primary product). Dalam permasalahan tersebut harus ada upaya dalam menjaga produkproduk dari pertanian tersebut agar dapat mempunyai nilai lebih serta meningkatkan posisi tawarnya (bergaining position). Untuk dapat berperandalam perekonomian, maka produk pertanian harus dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar. Salah satu upaya yang dilakukan melalui peningkatan industrialisasi produk pertanian (agroindustri) dalam bentuk pascapanen terhadap produk pertanian secara umum. Upaya pengembangan agroindustri tidak dapat dilepaskan dari peran agroindustri itu sendiri yakni menciptakan nilai tambah terhadap hasil pertanian, menarik tenaga kerja pertanian ke sektor industri, dan mendukung upaya pembangunan pertanian. Pengembangan agroindustri di Kabupaten Bengkalis selama ini diperlihatkan dengan kondisi yang belum begitu berkembang, sehingga peluang letak Kabupaten Bengkalis yang strategis tersebut tidak dapat memberikan dampak yang dapat menumbuhkembangkan agroindustri itu sendiri.

18 2 Secara demografis letak Kabupaten Bengkalis di Pesisir Selatan Pulau Sumatera, merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Negara Singapura dan Malaysia, sehingga akan memberikan dampak langsung terhadap fenomena era globalisasi di Kabupaten Bengkalis. Dengan kondisi daerah yang didominasi oleh hutan dan areal pertanian yang cukup luas, menuntut adanya solusi terhadap permasalahan dalam pembangunan sektor pertanian, maka diperlukan dukungan dari program pengembangan agroindustri perdesaan. Selama ini pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis banyak diwarnai oleh pengaruh birokrasi, yaitu dalam bentuk program program yang diterapkan pada masyarakat hanya bersifat proyek sehingga muncul permasalahanpermasalahan di dalam pembangunan agroindustri. Atas dasar hal tersebut, maka diperlukan suatu analisis untuk menentukan Bagaimana Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis?, agar dapat mendukung upaya pembangunan pertanian Perumusan Masalah Peluang otonomi daerah harus direspon oleh pemerintah daerah secara bijak, terutama dalam perencanaan pembangunan dan pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara optimal dan terarah untuk kesejahteraan masyarakat. Pertanian merupakan mata pencaharian sebahagian besar penduduk Kabupaten Bengkalis. Agroindustri merupakan sektor hilir dari pertanian, dalam suatu rangkaian agribisnis dapat diharapkan sebagai peluang pasar. Dalam pengembangan pertanian mau tidak mau agroindustri berbasis perdesaan harus dikembangkan. Untuk itu perlu dilihat. apa sumbersumber bahan baku agroindustri yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bengkalis?, dan apa

19 3 komoditas agroindustri perdesaan yang akan dikembangkan di Kabupaten Bengkalis?. Kekuatan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu daerah. Namun keunggulan komparatif harus diiringi dengan keunggulan kompetitif agar dapat bersaing dengan kompetitor dari luar daerah. Kabupaten Bengkalis dalam menghasilkan produkproduk pertanian dapat dikatakan sudah memiliki keunggulan komparatif bagi pengembangan agroindustri. Beberapa produk pertanian selama ini telah diolah menjadi produk industri oleh berbagai agroindustri yang berada di Kabupaten Bengkalis, namun dalam pemasaran produkproduk tersebut selama ini dirasakan masih lemah dalam bersaing dengan produk dari luar, untuk itu perlu dilihat bagaimana faktorfaktor strategis eksternal dan internal mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis?. Suatu usaha atau organisasi dalam perkembangannya dipengaruhi oleh lingkungan yang harus dihadapi baik internal maupun eksternal. Agroindustri juga tidak terlepas dari pengaruh lingkungan, dengan mengelola faktorfaktor lingkungan secara baik maka dapat diharapkan suatu usaha atau organisasi memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage). Dalam rangka pengembangan agroindustri perdesaan perlu diketahui apa rumusan strategi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis?.

20 Tujuan dan Manfaat Kajian Tujuan Kajian Tujuan umum dari kajian ini adalah merumuskan strategi pengembangan agroindustri perdesaan sebagai penjabaran visi dan misi Kabupaten Bengkalis. Tujuan khusus dilakukannya kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi sub sektor bahan baku agroindustri yang akan dikembangkan di Kabupaten Bengkalis. 2. Mengidentifikasi komoditas bahan baku agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bengkalis. 3. Mengetahui faktorfaktor strategis eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. 4. Memperoleh rumusan strategi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis Manfaat Kajian Manfaat dilakukan kajian ini adalah sebagai berikut: 1. Teridentifikasinya sub sektor bahan baku agroindustri yang akan dikembangkan di Kabupaten Bengkalis. 2. Teridentifikasinya komoditas bahan baku agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bengkalis. 3. Diketahuinya faktorfaktor strategis eksternal dan internal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis.

21 5 4. Diperoleh rumusan strategi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. 5. Memberikan sumbangan pemikiran kepada Pem erintah Kabupaten Bengkalis dalam menyusun suatu rumusan yang tepat mengenai strategi pengembangan potensi agroindustri perdesaan berdasarkan potensi yang dimiliki daerah. 6. Bagi penulis dapat merupakan sarana pengembangan wawasan dalam menganalisa suatu masalah, dalam hal ini mengenai penentuan potensi agroindustri perdesaan dan formulasi strategi pengembangannya.

22 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Agroindustri Agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian tetapi sebelum pembangunan tersebut memulai ketahapan pembangunan industri. Sajise (1996) di acu dalam Soekartawi (2001). Jadi setelah pembangunan pertanian, diikuti dengan pembangunan agroindustri kemudian pembangunan industri. Selanjutnya Austin (1992) serta Brown (1994) di acu dalam Soekartawi (2001) mendefinisikan agroindustri sebagai pengolah sumber bahan baku yang bersumber dari tanaman atau hewan. Dengan kata lain pengolahan adalah suatu operasi atau rangkaian operasi terhadap suatu bahan mentah untuk diubah bentuknya dan atau komposisinya. Dengan definisi tersebut terlihat bahwa pelaku agroindustri berada diantara petani (yang memproduksi hasil pertanian sebagai bahan baku agroindustri). Untuk lebih rinci, Hicks (1995) mengatakan langkahlangkah dalam agroindustri meliputi: (1) Upaya meningkatkan nilai tambah: (2) Menghasilkan produk yang dapat di pasarkan atau digunakan atau dimakan: (3) Meningkatkan daya simpan, dan (4) Menambah pendapatan dan keuntungan produsen. Agroindustri merupakan bagian dari agribisnis dan dalam agrib isnis terdapat tiga unsur yaitu (Handaka dan Paramawati, 2002): 1. Industri hulu pertanian, yaitu industriindustri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian. Termasuk dalam industri ini adalah industri

23 7 kimia seperti pupuk, pestisida dan obatobatan untuk komoditas pertanian, industri perbenihan/pembibitan serta industri alat dan mesin pertanian. 2. Budidaya pertanian dalam arti luas, mencakup aspek budidaya atau produksi tanaman pangan, perkebunan, holtikultura, peternakan dan perikanan. Pertanian dimulai dari persiapan seperti pengolahan lahan hingga panen. 3. Industri hilir atau agroindustri, yaitu kegiatan industri pengolahan hasil pertanian menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (final product). Dengan berlakunya Undangundang otonomi daerah, daerah harus semakin memahami potensi daerahnya masingmasing. Artinya, daerah harus menjadi penghasil berbagai komoditas dengan asumsi tiap daaerah membangun agroindustri berdasarkan komoditas yang mempunyai potensi lokal. Diharapkan dengan otonomi daerah, penapsiran Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 dan UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004 campur tangan pemerintah dalam membentuk kebijakan (pusat dan daerah) mampu mempengaruhi permintaan pasar, serta harus menjadi acuan dalam menerapkan agroindustri yang mengedepankan budaya mutu. Untuk lebih memperjelas, bagan proses agroindustri dapat dilihat pada Gambar 1 (Handaka dan Paramawati, 2002). Kebijakan Pemerintah (Pusat/daerah) Masukan (input): Komoditas lokal Teknologi Sumberdaya manusia Proses (agroindustri): Penangan segar Transpormasi bentuk Proses perlakuan Luaran (output): Produk primer Produk antara Gambar 1. Proses Agroindustri

24 Pengembangan Agroindustri Menurut Nasution (2002) Strategi dasar pengembangan agroindustri terdiri dari beberapa tahap yaitu: (1) merubah pola pikir petani dari pola pikir yang berorientas i pada produk keorientasi pasar, melalui kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, untuk mencetak tenaga profesional. (2) Membebaskan semua kendala (struktur) sehingga aktivitas agroindustri dapat mencapai tingkat yang optimal melalui pembangunan prasarana fisik, lembaga finansial yang terjangkau oleh para pekebun. Pengembangan agroindustri di Indonesia cukup berpeluang karena: (1) Didukung oleh besarnya potensi sumberdaya yang dimiliki, (2) Tuntutan (permintaan/demand) pasar yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, (3) Keanekaragaman produk pertanian merupakan potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi berbagai produk olahan (agroindustri) dan (4) Tuntutan pasar dengan semakin meningkat permintaan terhadap bahan pangan olahan dan dengan adanya gejala negara maju mulai meninggalkan industri pengolahan. Merupakan peluang untuk mengembangkan agroindustri di Indonesia (Wardoyo, 1992 di acu dalam Nasution, 2002 ). Lebih lanjut dikatakan oleh Wardoyo (1990) salah satu yang perlu disadari dalam pengembangan agroindustri di Indonesia mempunyai ciri yang spesifik, akibat bervariasinya kualitas sumberdaya pola usahatani dan sistem lembaga yang dianut masyarakat setempat pengembangan agroindustri harus memperhatikan skala usaha, sehingga pada tingkat yang menguntungkan dan efisien dalam menghadapi kendala yang cukup beragam. Dalam stuasi seperti ini pendekatan

25 9 yang dilakukan untuk pengembangan agroindustri dapat ditempuh dengan tiga pola yaitu: pola usaha besar terintegrasi: pola kemitraan skala besar dengan petani kecil dan pola skala rumah tangga dilingkungan petani Pendekatan Wilayah Dalam Pengembangan Agroindustri Menurut Hanafiah diacu dalam Nasution (2002) bahwa perkembangan beberapa konsep dalam pendekatan pembangunan wilayah perdesaan yang pernah dilakukan antara lain: 1. Pengembangan Kelompok Masyarakat (Community Development) Pengembangan kelompok masyarakat didefenisikan sebagai suatu proses, metoda, program, kelembagaan dan gerakan yang mencakup pengikutsertakan masyarakat dalam menanggulangi masalah yang dihadapi bersama, mendidik dan melatih masyarakat dalam proses mengatasi masalah secara bersamasama serta mengaktifkan kelembanggan untuk alih teknologi kepada masyarakat. 2. Pembukaan Daerah Baru Pendekatan pembukaan daerah baru kurang mendapat perhatian karena terlalu mahal, meskipun dari sisi yang lain dapat memberikan hasil yang memuaskan. 3. Pembangunan Pertanian Pendekatan ini telah berhasil dalam meningkatkan produksi, tetapi membawa masalah lain seperti adanya polarisasi faktor produksi dan masalah kelembagaan. 4. Pengembangan Industri Perdesaan Pendekatan keempat ini keberhasilannya sangat diragukan karena tidak adanya kaitan yang jelas antara industri kecil dan industri besar.

26 10 5. Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengembangan Pendekatan ini mengacu pada struktur dan organisasi tata ruang suatu wilayah, maka terdapat suatu daerah pusat dan (pole of growth) dan wilayah pinggiran (hinterland), yang mempunyai saling ketergantungan secara fungsional. Bagi pembangunan perdesaan peranan pusatpusat pertumbuhan selain berfungsi sebagai pusat pelayanan, dan pemukiman, juga dapat dilihat sebagai unsur strategis dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan perdesaan. Pengembangan industri kecil termasuk agroindustri yang padat karya di kawasan perdesaan dan peningkatan peran serta masyarakat perdesaan dalam pengambilan keputusan serta pengembangan tatanan kelembagaan yang memadai merupakan unsurunsur pokok dalam pembangunan desa secara terpadu Manajemen Strategis Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai objektifnya. Seperti yang tersirat dalam definisi, fokus manajemen strategis terletak pada memadukan manajemen, pemasaran, keuntungan/akunting, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem infomasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi (David, 2002). Siagian (2001) mengatakan bahwa manajemen strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi tersebut. David (2002) mengemukakan bahwa

27 11 proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap, yaitu : perumusan strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Perumusan strategi termasuk mengembangkan misi, mengenali peluang dan ancaman eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan objektif jangka panjang, menghasilkan strategi alternatif dan memilih strategi tertentu untuk dilaksanakan. Implementasi strategi menuntut perusahaan untuk menetapkan objektif tahunan, melengkapi kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasik an sumberdaya sehingga strategi yang dirumuskan dapat dilaksanakan, implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya mendukung strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif mengubah arah usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi dan menghubungkan kompensasi karyawan dengan prestasi organisasi. Implementasi strategi sering disebut tahap tindakan manajemen strategis. Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Para manajemen sangat perlu mengetahui kapan strategi tertentu tidak berfungsi dengan baik. Evaluasi strategi terutama berarti usaha untuk memperoleh informasi, dimana semua strategi dapat dimodifikasi dimasa depan karena faktorfaktor eksternal dan internal selalu berubah. Ada tiga aktifitas mendasar untuk mengevaluasi strategi, yaitu: (1) meninjau faktorfaktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi sekarang, (2) mengukur prestasi, dan (3) mengambil tindakan korektif. Evaluasi strategi diperlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan dimasa depan.

28 12 Proses manajemen strategis dapat diuraikan sebagai pendekatan yang objektif, logis, sistematis untuk membuat keputusan besar dalam suatu organisasi. Proses manajemen strategis paling baik dapat dipelajari dan diterapkan menggunakan suatu model. Setiap model menggambarkan semacam proses, pendekatan yang jelas dan praktis untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi strategi. Siagian (2001) berpendapat bahwa terdapat dua belas tahap yang umum dilalui dalam proses manajemen strategis, yaitu: 1. Perumusan Misi Organisasi Bagi suatu organisasi atau perusahaan penentuan misi sangat penting karena misi itu bukan hanya sangat mendasar sifatnya, akan tetapi membuat organisasi memiliki jati diri yang bersifat khas. Dengan kata lain misi adalah faktor yang membedakan satu organisasi lainnya yang sejenis, dalam arti bergerak dalam bidang bisnis yang serupa. Pentingnya misi juga terlihat dengan jelas apabila diingat bahwa misi menentukan tugastugas utama yang harus terselenggara dalam organisasi dalam rangka pencapaian dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Singkatnya dalam misi harus terlihat jelas produk andalan apa yang akan dihasilkan, pasar/konsumen, cara pemanfaatan teknologi yang akan digunakan, yang kesemuanya menggambarkan sistem nilai dan skala prioritas yang dianut oleh para pengambil keputusan strategis dalam organisasi. 2. Penentuan Profil Organisasi Setiap organisasi menghadapi keterbatasan kemampuan menyediakan dan memperoleh sumbersumber yang diperlukannya dalam arti dana, sarana,

29 13 prasarana, waktu dan tenaga kerja. Menghadapi kenyataan demikian manajemen puncak perlu melakukan suatu analisis yang objektif agar dapat ditentukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber yang sudah dimiliki atau mungkin diperolehnya, berdasarkan analisis itulah profil organisasi ditetapkan. Profil dimaksud menggambarkan kuantitas dan kualitas berbagai sumber yang dapat atau mungkin dikuasainya untuk dimanfaatkan dalam rangka pelaksanaan strategi yang telah ditentukan. Peranan profi organisasi menjadi sangat penting dalam melihat apa yang mungkin atau tidak mungkin dikerjakan oleh organisasi. 3. Analisis dan Pilihan Strategis Penilaian yang dilakukan secara simultan terhadap lingkungan eksternal dan profil organisasi memungkin manajemen mengidentifikasikan berbagai jenis peluang yang mungkin timbul dan dapat dimanfaatkan. Berbagai peluang tersebut berupa kemungkinan yang wajar untuk dipertimbangkan. Dalam melakukan analisis tentang berbagai kemungkinan tersebut manajemen mutlak perlu melakukan penyaringan yang cermat sehingga terlihat perbedaan nyata antara kemungkinan sebagai peluang dan kemungkinan yang diinginkan. Jika proses demikian dilalui dengan tepat, hasilnya ialah suatu pilihan yang sifatnya strategis. Suatu pilihan strategis harus bermuara pada penggabungan antara sasaran jangka panjang dan strategi dasar organisasi yang pada gilirannya menempatkan organisasi pada posisi yang optimal dalam menghadapi lingkungannya dalam rangka mengemban misi yang telah ditetapkan sebelumnya.

30 14 4. Penetapan Sasaran Jangka Panjang Agar mempunyai makna operasional yang dipahami oleh semua orang dalam organisasi, manajemen puncak harus menyatakan secara jelas apa yang diinginkan dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu dimasa yang akan datang, karena itulah apa yang dimaksud dengan sasaran. Pada umumnya pencapaian sasaran melibatkan berbagai unsur organisasi, berbagai sasaran tersebut dinyatakan secara spesifik, dapat diukur, dapat dicapai dan konsisten dengan berbagai sasaran lain yang ingin dicapai oleh organisasi. 5. Penentuan Strategis Induk Untuk mencapai berbagai sasaran yang telah ditentukan, setiap organisasi memerlukan strategi induk, yaitu suatu rencana umum yang bersifat menyeluruh atau komprehensif yang mengandung arahan tentang tindakantindakan utama yang apabila terlaksana dengan baik akan berakibat pada tercapainya berbagai sasaran jangka panjang dalam lingkungan eksternal yang bergerak dinamis. Dengan perkataan lain, strategi induk merupakan suatu pernyataan oleh manajemen puncak tentang caracara yang akan digunakan dimasa depan untuk mencapai berbagai sasaran yang telah ditetapkan tersebut. 6. Penentuan Strategis Operasional Telah umum diketahui bahwa suatu organisasi terdiri dari berbagai satuan kerja yang dikenal dengan berbagai nomenklatur seperti departemen, divisi, bagian, seksi dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan fungsional seperti produksi,

31 15 Pemasaran, keuangan, akunting, sumber daya manusia dan berbagai fungsi organisasi lainnya. Berbagai satuan kerja itulah yang mengoperasionalkan rencana maupun strategi organisasi. Bagi mereka inilah strategi operasional dibuat dan ditentukan dan atas dasar itulah mereka bekerja pada tahun berikutnya. Satu hal yang menonjol dalam strategi operasional ialah rencana dan program kerja yang dinyatakan dalam bentuk anggaran. 7. Penentuan Sasaran Jangka Pendek Sasaran jangka panjang suatu organisasi atau perusahaan memerlukan kongkretisasi. Salah satu cara melakukan kongkretisasi itu ialah dengan melakukan periodisasi, antara lain dengan menetapkan sasaran tahunan. Dengan perkataan lain, sasaran jangka panjang mutlak perlu dirinci dalam sasaran jangka pendek, dalam hal ini sasaran tahunan. Karena sifatnya rincian sasaran jangka panjang, berarti bahwa bidangbidang sasaran jangka panjang juga merupakan bidangbidang sasaran jangka pendek. Hanya saja karena jangkauan waktunya lebih dekat, rincian tersebut harus semakin lebih jelas, kongkret, mengandung halhal yang sifatnya mendetail dan semakin bersifat kuantitatif. 8. Perumusan Kebijaksanaan Kebijaksanaan dalam kaitan ini diartikan sebagai pernyataan formal dari pimpinan organisasi yang digunakan oleh berbagai pihak dalam organisasi dalam menunaikan kewajiban dan memikul tanggung jawab masingmasing. Kebijaksanaan merupakan bagian dari upaya menjamin bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam organisasi dimaksudkan untuk mencapai berbagai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

32 16 9. Pelembagaan Strategis Agar dalam suatu organisasi tercipta suatu persepsi tentang gerak langkah dari semua komponen organisasi dalam rangka implementasi strategi untuk mencapai tujuan sasaran yang telah ditetapkan harus menjadi milik setiap orang dalam organisasi disebut dengan pelembagaan suatu strategi. Dengan pelembagaan yang efektif berarti apapun yang terjadi dalam organisasi selalu diarahkan pada operasionalisasi. Dengan perkataan lain pelembagaan membuat halhal diatas mendarah daging disemua tingkat, kalangan dan komponen organisasi yang bersangkutan. Sudah barang tentu pelembagaan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus dilakukan secara terprogram dan berkelanjutan. Dalam pelembagaan tersebut, tiga unsur organisasi yang mutlak mendapat sorotan perhatian adalah struktur organisasi, gaya kepemimpinan dan kultur organisasi. 10. Penciptaan Sistem Pengawasan Merupakan kenyataan yang tidak dapat disanggah bahwa operasionalisasi strategi memerlukan pengawasan. Mengawasi berarti mengamati dan memantau dengan berbagai cara sementara berbagai kegiatan operasional sedang berlangsung. Maksudnya ialah untuk mengetahui apakah dalam pelaksanaan terdapat penyimpangan dari rencana dan program yang telah ditentukan sebelumnya. 11. Penciptakan Sistem penilaian Penilaian merupakan salah satu fungsi manajerial yang sangat penting dan oleh karena itu perlu dilakukan oleh manajemen. Karena menajemen merupakan suatu proses maka penilaian dilakukan apabila satu tahap

33 17 implementasi telah selesai dikerjakan. Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dengan hasil yang seharusnya dicapai berdasarkan rencana dan program yang telah ditetapkan sebelumnya. 12. Penciptaan Sistem Umpan Balik Manajemen puncak sangat berkepentingan memperoleh umpan baik tentang bagaimana strategi yang telah ditetapkan diimplementasikan. Dengan umpan balik yang faktual, tepat waktu dan objektif, manajemen puncak memperoleh pengetahuan tentang segisegi keberhasilan organisasi maupun kekurang berhasilannya atau bahkan kegagalannya. Sekaligus dapat diketahui faktorfakto r penyebabnya yang pada gilirannya dimanfaatkan dalam melakukan proses manajemen strategis berikutnya. Menurut sejarah, manfaat prinsip dari manajemen stragtegis adalah membantu organisasi membuat strategi yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang lebih sistematis, logis dan rasional pada pilihan strategis. Hal ini pasti berlanjut menjadi manfaat utama dari manajemen strategis Lingkungan Strategis Menurut Rangkuti (2001) proses perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis, yaitu (1) Tahap pengumpulan data (2) Tahap analisis dan (3) Tahap pengembalian keputusan. Tahap pengumpulan data pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua yaitu data eksternal dan internal. Model yang dapat digunakan dalam tahap ini yaitu : (1) Matriks faktor

34 18 strategi eksternal, (2) Matriks faktor strategi internal dan (3) Matriks profil kompetitif. Tahap analisis dilakukan setelah semua informasi yang berpengaruh dikumpulkan. Ada beberapa model yang dapat digunakan yaitu : (1) Matriks TOWS atau SWOT, (2) Matriks BCG, (3) Matriks Internal Eksternal, (4) Matriks SPACE dan (5) Matriks Grand Strategi. Analisis situasi atau lingkungan merupakan awal proses perumusan strategi. Selain itu analisis situasi juga mengharuskan para manajer strategi untuk menemukan kesesuaian strategi antara peluangpeluang eksternal dan kekuatankekuatan internal, disamping memperhatikan ancamanancaman eksternal dan kelemahankelemahan internal. Mengingat bahwa SWOT adalah akronim untuk Strength, Weaknesses, Opportunities and Threats dari organisasi, yang semuanya merupakan faktor faktor strategi (Hunger dan Wheelen, 2001). Rangkuti (2001) menyatakan bahwa matriks SWOT dipakai untuk menyusun faktorfaktor strategis perusahaan. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan strategi, yaitu: (1) Strategi SO (2) Strategi ST (3) Strategi WO, dan (4) Strategi WT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat mengeliminir kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

35 Pengambilan Keputusan David (2002) mengemukakan bahwa analis is dan intuisi menyediakan dasar untuk membuat keputusan perumusan strategi. Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) merupakan tahap ketiga dari kerangka analisis perumusan strategi untuk menunjukkan strategi alternatif mana yang baik. Matriks EFE dan Matriks IFE menyediakan informasi yang diperlukan bagi QSPM. Matriks QSPM adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif, berdasarkan pada faktorfaktor krisis untuk sukses internal dan eksternal yang dikenali sebelumnya. Secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan pada sejauh mana faktorfaktor sukses kritis eksternal dan internal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari setiap strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menetapkan dampak kumulatif dari setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal.

36 III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Saat ini, pemerintah Kabupaten Bengkalis sedang menggagas adanya pengembangan beberapa komoditas unggulan guna mendongkrak peningkatan pendapatan petani/masyarakat sekaligus memacu perekonomian daerah. Komoditas yang dikembangkan antara lain : Nenas, Kelapa Sawit, Karet dan Sagu. Pola pengembangan yang akan dilaksanakan adalah dengan cara menopang agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Kerangka pemikiran analisis strategi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kerangka Pemikiran Analisis Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis

37 21 Untuk terlaksananya program diperlukan adanya suatu rencana strategis sehingga program benarbenar berhasil baik dalam rangka pengembangan ekonomi lokal/daerah dalam peningkatan pendapatan pelaku agroindustri dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang mendalam yang akan dilaksanakan dalam bentuk Kajian Pembangunan Daerah ini, dengan alur pikir sebagaimana tertera pada Gambar Tempat dan Waktu Kajian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau yang meliputi 13 Kecamatan. Waktu pelaksanaan untuk pengumpulan data penelitian dilakukan selama dua bulan, mulai bulan Maret sampai dengan mai Metode Kajian Sasaran Penelitian dan Teknik Sampling Sasaran penelitian adalah pengumpulan data skunder yang menyangkut informasi mengenai sumbersumber bahan baku agroindustri, untuk dilakukan penilaian bobot keriteria berdasarkan pertimbangan para ahli. Penentuan responden ahli dilakukan dengan metode purposive sampling sebanyak 7 orang. Begitu juga untuk penentuan kekuatan pengendali analisis SWOT dilakukan hal yang sama Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data skunder dilakukan dengan telaah pustaka dan data yang diperoleh dari instansi atau dinas terkait Dinas Pertanian Peternakan, Dinas Perikanan, Dinas Kehutanan Perkebunan, Badan Pusat Statistik, Badan

38 22 Perencanaan Daerah, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa serta Dinas Perindustrian Perdagangan dan Investasi Kabupaten Bengkalis dan Provinsi Riau Metode Pengolahan dan Analisis Data Setelah data yang relevan seperti ditunjukkan pada Tabel 1, maka selanjutnya data tersebut diolah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk menentukan komoditas agroindustri dan menyusun strategi pengembangannya di Kabupaten Bengkalis sesuai dengan tujuan penelitian, sebagai berikut: Tabel 1. Tujuan, Metode Analisis, Variabel, Jenis dan Sumber Data Penelitian No Tujuan Mengidentifikasi sumbersumber bahan baku agroindustri perdesaan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bengkalis Mengidentifikasi bahan baku komoditas agroindustri perdesaan yang dikembangkan di Kabupaten Bengkalis Mengetahui faktorfaktor strategis internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri. Merumuskan strategi pengembangan agroindustri perdesaan. Metode Analisis Teknik Skoring Teknik Skoring IFE, EFE IE, SWOT, QSPM Variabel Luas panen. Produksi. Penilaian dari ahli. Penilaian dari ahli. Penilaian dari ahli. Penilaian dari ahli. Jenis Data Sekunder. Primer. Sumber Data Data dari instansi terkait. Wawancara dengan responden ahli. Primer. Wawancara dengan responden ahli. Primer. Wawancara dengan responden ahli. Primer. Wawancara dengan responden ahli. a. Metode Teknik Skoring Teknik skoring digunakan untuk penentuan subsektor sumber bahan baku dan pemilihan bahan baku agroindustri di Kabupaten Bengkalis.

39 23 Tahapan kegiatan yang dilakukan dalam teknik skoring adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan semua alternatif. 2. Ditentukan kriteriakriteria penting dalam pengambilan keputusan. 3. Dilakukan penilaian terhadap semua kriteria. 4. Dilakukan penilaian terhadap semua alternatif masingmasing kriteria. 5. Dih itung nilai dari tiap alternatif. 6. Memberikan jenjang kepada alternatif berdasarkan pada nilai masingmasing, mulai dari urutan nilai alternatif terbesar sampai yang terkecil. Adapun kriteriakriteria yang digunakan meliputi: (1) Ketersediaan lahan, (2) Produktivitas lahan, (3) Keterampilan petani, (4) Teknologi; (5) Potensi pasar, (6) Aksesibilitas, (7) Aspek kelembagaan, (8) Kebijakan pemerintah, (9) Kondisi lingkungan/alam, (10) Aspirasi/motivasi petani, (11) Kemudahan/ketersediaan peralatan. Dari 11 kriteria tersebut kepada responden diminta untuk memberikan skor dari 1 sampai 4 (1 = tidak mendukung, 2 = kurang mendukung, 3 = mendukung, 4 = sangat mendukung). Dalam penilaian ini semua responden diasumsikan memiliki kemampuan yang sama dalam hal pemberian skoring. b. Evaluasi Faktor Ekternal (EFE) Langkah kerja dalam penentuan faktor eksternal dan pembobotan yaitu : membuat daftar peluang dan ancaman kemudian memberikan bobot pada tiap peluang dan ancaman, (dari tidak penting > 0,0 sampai dengan penting = 1,0) sehingga total bobot adalah 1, selanjutnya berikan rating 1 4

40 24 pada setiap peluang dan ancaman (1 = dibawah ratarata, 2 = ratarata, 3 = diatas ratarata, 4 = sangat diatas ratarata). Tahap selanjutnya kalikan bobot dengan rating sehingga menghasilkan weight score, jumlahkan weight score untuk mendapatkan total weight score (David, 2002). c. Evaluasi Faktor Internal (EFI) Menurut David (2002), langkah penutup dalam melaksanakan audit manajemen strategis internal adalah membuat matriks Evaluasi Faktor Internal (EFI) seperti pada Tabel 4. Alat perumusan strategi ini meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam berbagai bidang fungsional dari suatu usaha dan matriks ini juga memberikan dasar untuk menggali dan mengevaluasi hubungan diantara bidangbidang ini. Penilaian intuitif diperlukan dalam mengembangkan matriks EFI. Matriks EFI dapat dikembangkan dalam 5 langkah sebagai berikut: 1. Tuliskan faktorfaktor sukses kritis, gunakan 10 sampai 20 faktor internal terpenting, termasuk kekuatan maupun kelemahan. 2. Berikan bobot dengan kisaran dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (terpenting) pada setiap faktor. 3. Berikan peringkat satu sampai empat setiap faktor untuk menunjukan apakah faktor itu mewakili kelemahan utama (peringkat = 1), kelemahan kecil (peringkat = 2), kekuatan kecil (peringkat = 3) dan kekuatan utama (peringkat = 4). 4. Kalikan setiap bobot faktor dengan peringkat untuk menentukan nilai yang dibobot untuk setiap variabel.

41 25 5. Jumlahkan nilai yang dibobot untuk setiap variabel untuk menentukan total nilai yang dibobot. Berdasarkan analisis matriks faktor internal dan eksternal maka akan dapat diketahui peluang dan ancaman yang harus direspon paling besar, serta kekuatan yang akan dioptimalkan dan kelemahan yang akan dieleminir. Penentuan bobot setiap variabel internal dan eksternal dapat dilakukan dengan selang pembobotan mulai dari nilai 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat penting), Total bobot yang diberikan harus sama dengan 1. Penentuan rating dilakukan terhadap semua faktor strategis baik internal maupun eksternal, yang kemudian hasilnya dirataratakan (mean). Selang penilaian adalah 1 sampai 4, untuk matriks EFE nilai mengindikasikan seberapa efektif organisasi meresponden peluang dan ancaman, sedangkan untuk IFE mengindikasikan seberapa besar kekuatan dan kelemahan mempengaruhi organisasi. d. Matriks Internal dan Ekternal (IE) Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci total nilai EFI yang diberi robot pada sumbu x dan total nilai EFE yang diberi robot pada sumbu y. Pada sumbu x total nilai EFI yang diberi bobot dari 1 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah, nilai dari 2 sampai 2,99 menunjukkan posisi internal yang sedang, nilai dari 3 sampai 4 menunjukkan posisi internal yang kuat. Pada sumbu y total nilai EFE yang diberi bobot dari 1 sampai 1,99 menunjukkan posisi ekternal yang rendah, nilai dari 2 sampai 2,99 menunjukkan posisi ekternal yang sedang, nilai dari 3 sampai 4 menunjukkan posisi ekternal yang tinggi.

42 26 Menurut David (2006) Adapun Arti pada masingmasing divisi adalah sebagai berikut: (1) untuk divisi yang masuk dalam sel I,II dan IV dapat digambarkan sebagai daerah tumbuh dan kembangkan. (2) divisi yang masuk dalam sel III, V dan VII dapat dikelola dengan cara jaga dan pertahankan. (3) untuk divisi yang masuk dalam sel IV, VII dan IX adalah tuai atau divestasi. Sedangkan keterkaitan antara matriks IE dan matriks SWOT adalah matriks IE merupakan faktor pengendali dalam melakukan analisis SWOT. Gambar 3. Matriks Internal dan Eksternal e. Analisis SWOT (StrenghWeaknesOpportunitiesThreats) Kegiatan selanjutnya adalah analisis StrenghWeaknesOpportunities Threats (SWOT). Dalam matriks SWOT alternatif formula strategi dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan adalah suatu teknik membandingkan suatu komponen dengan komponen lain dalam suatu kategori yang sama. Matriks SWOT membantu dalam

43 27 melakukan perbandingan berpasangan, antara kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman. Selanjutnya David (2006) mengatakan rerdasarkan matriks SWOT seperti Tabel 2, dapat dikembangkan beberapa alternatif strategi sebagai berikut: 1. Strategi ST (Strength Threatss), yaitu dengan menggunakan kekuatan yang ada untuk menghindari dan mengatasi ancaman dalam rangka pengembangan agroindustri. Tabel. 2. Matriks SWOT Faktor Eksternal Faktor Internal Oppurtunities (O) Strenght (S) Strategi S O Strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Weaknesses (W) Strategi W O Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memmanfaatkan peluang Threats (T) Sumber : David, 2006 Strategi S T Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi W T Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman 2. Strategi SO (Strength Opportunities), yaitu dengan menggunakan kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam rangka pengembangan agroindustri. 3. Strategi WO (Weaknesses Opportunities), yaitu dengan menggunakan peluang dimiliki untuk mengatasi kelemahan dalam rangka pengambangan agroindustri.

44 28 4. Strategi WT (Weaknesses Threatss), yaitu suatu upaya meminimumkan kelemahan dan menghindari ancaman dalam rangka pengembangan agroindustri. f. Quantitative Strategic Planning Matrikss (QSPM) QSPM merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan pada faktorfaktor kunci eksternal dan internal. Data yang ada dimasukkan dalam tabel yang telah dipersiapkan dan selanjutnya dianalisis. Menurut David (2006) untuk menentukan strategi yang paling sesuai maka dilanjutkan dengan analisis. Tabel Analisis Strategi dengan langkahlangkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: Langkah 1 : Daftarkan peluang/ancaman kunci eksternal dan kekuatan/ kelemahan internal dalam kolom kiri QSPM. Langkah 2 : Berikan nilai/bobot untuk setiap faktor (Identik dengan nilai yang diberikan pada matriks EFI dan EFE). Langkah 3 : Memeriksa (pencocokkan) matriks dan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan untuk ditetapkan. Langkah 4 : Menetapkan nilai daya tarik, yaitu 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = amat menarik. Langkah 5 : Menghitung total nilai daya tarik, yang merupakan hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik dalam setiap baris. Semakin tinggi total nilai daya tarik semakin menarik strategi tersebut.

45 29 Langkah 6 : Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Menunjukkan total nilai daya tarik dalam setiap kolom strategi QSPM, jumlah ini menunjukkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi. Semakin tinggi nilai daya tarik menunjukkan strategi itu semakin menarik Metode Perancangan Program Untuk menwujudkan agroindustri perdesaan dan dapat jadi andalan bagi perekonomian daerah maka perlu paradigma baru dalam pembangunan agroindustri, yaitu dengan visi terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif serta kreatif. Melalui pegembangan agroindustri yang baru tersebut mengisyaratkan bahwa pembangunan agroindustri harus memihak pada rakyat. Paradigma pembangunan agroindustri yang baru tersebut perlu disosialisasikan dan diketahui oleh semua stakeholders dan pelaksanaannya harus fokus kepada pencapaian sasaran yang diharapkan. Dalam melakukan FGD masingmasing orang yang hadir diharpkan berpartisipasi terhadap perancangan program yang didiskusikan untuk berpedoman kepada: 1. Merumuskan permasalahan dengan lebih efektif. 2. Komunikasi yang efektif diantara para pelaku yang diharapkan berperan serta dalam program. 3. Adanya kesukarelaan antara para pelaku dalam berperan serta. Beberapa alasan yang menyertakan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam adalah:

46 30 1. Merumuskan permasalahan yang lebih efektif. 2. Terungkapnya informasi riil dan pemahaman masyarakat diluar jangkauan ilmiah. 3. Terumuskannya alternatif penyelesaian masalah yang secara sosial lebih dapat diterima. 4. Terbentuknya rasa memiliki pada masyarakat terhadap rencana dan penyelesaian program, sehingga memudahkan penerapan. Diharapkan anggota diskusi yang hadir dalam FGD adalah stakeholder yang mempunyai latar belakang pendidikan sesuai permasalahan yang akan dibahas dalam suatu model perencanan yang berorientasi pada proses dengan pendekatan bottom up dengan menggunakan metode partisipatory dalam pelaksanaan kegiatan yang berorientasi pada proses model top down, perencaan kegiatan dimaksud sudah dikenal dan diakui secara luas: 1. Data dikumpulkan, dikaji dan dicoba secara langsung oleh pemakai. 2. Pemecahan masalah sudah langsung dapat dicoba selama berlansung proses dikusi. 3. Menjadi meningkat penghargaan atas masalah yang dihadapi para stakeholders, konteks kebudayaan serta perubahan kondisi. 4. Kelemahan dan kekuatan langsung dipahami oleh mereka yang ikut dalam proses diskusi. 5. Semakin meningkat motivasi peserta untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan lantaran semakin memahami masalah yang dihadapi. Pertalian dengan halhal yang dikemukakan diatas maka dalam Kajian Pembangunan Daerah ini terutama dalam pelaksanaan pengembangan komoditas agroindustri di Kabupaten Bengkalis, maka pendekatan atau Metoda Perancangan Program yang akan digunakan adalah dengan Fokus Grup Diskusi (Focus Group Discussion (FGD).

47 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Keadaan wilayah Kabupaten Bengkalis terletak pada posisi Timur Pulau Sumatera antara 2º, 30 ºLintang Utara0º,17º Lintang Utara atau 100º, 52º Bujur Timur 102º, 10º Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Bengkalis ,77 km² yang terdiri dari pulau pulau dan lautan. Jika dirinci luas wilayah menurut kecamatan dan dibandingkan dengan luas Kabupaten Bengkalis, Kecamatan Pinggir merupakan Kecamatan terluas yaitu dengan luas 2.503,47 km² (21,795%) dan Kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Rangsang Barat dengan luas km² (2,10%). Batas wilayah Kabupaten Bengkalis adalah: Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Melaka. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Siak. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kepulauan Riau. Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu dari kabupaten di Provinsi Riau bagian kepulauan. Kabupaten Bengkalis terdiri atas wilayah daratan yang berupa lima buah pulau besar, yaitu: Pulau Bengkalis, Pulau Rupat, Pulau Padang, Pulau Tebing Tinggi serta Pulau Rangsang dan pulaupulau sekitarnya. Secara administratif Kabupaten ini terbagi menjadi 13 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Mandau, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Rupat, Kecamatan Bengkalis, Kecamatan Bantan, Kecamatan Merbau, Kecamatan Rangsang, Kecamatan

48 32 Tebing Tinggi, Kecamatan Rupat Utara, Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kecamatan Rangsang Barat, Kecamatan Siak Kecil dan Kecamatan Pinggir Keadaan Demografis Kondisi Penduduk di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2005 berjumlah yang terdiri atas jiwa penduduk lakilaki dan jiwa penduduk perempuan, tersebar pada 13 Kecamatan. Kecamatan yang terbesar jumlah penduduknya adalah Kecamatan Mandau dengan jumlah penduduk jiwa sedangkan yang terkecil jumlah penduduknya adalah Kecamatan Rupat Utara dengan jumlah penduduk jiwa. Tingginya jumlah penduduk di Kecamatan Mandau disebabkan oleh banyaknya pendatang sebagai akibat banyaknya perusahaan seperti Caltex di Duri dan sebagainya yang membutuhkan tenaga kerja baik dari daerah itu sendiri maupun dari daerah lain atau provinsi lain. Disamping itu letak Kecamatan Mandau adalah di daerah daratan yang dapat dicapai dengan transportasi darat. Tabel 3. Kepadatan Penduduk di Kabupaten Bengkalis Menurut Kecamatan Tahun 2005 No Kecamatan Luas /km 2 Jlh Penduduk Mandau Pinggir Bukit Batu Siak kecil Rupat Rupat utara Bengkalis Bantan Merbau Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tebing Tinggi Barat Kepadatan per km Jumlah Sumber: Pusat Statistik Kabupaten. Bengkalis 200 6

49 33 Tabel 3 menunjukkan Kabupaten Bengkalis yang memiliki luas km 2, dengan jumlah penduduk jiwa, dengan memiliki angka kepadatan penduduk 60 jiwa/km 2. Kecamatan terpadat adalah Kecamatan Mandau dengan kepadatan penduduk 255 jiwa/km 2, disusul Kecamatan Bengkalis dengan kepadatan penduduk adalah 135 jiwa/km 2. Sementara itu kecamatan terjarang penduduknya adalah Rupat Utara dengan kepadatan penduduk 18 jiwa/km Pendidikan Pasar kerja pada umumnya menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja selalu lebih besar dari lapangan kerja yang tersedia, sehingga menimbulkan adanya tingkat pengangguran. Selain itu, ketidak sesuaian antara tingkat pendidikan/ keterampilan yang dimiliki tenaga kerja dengan pekerjaan yang tersedia (dunia usaha) menjadi permasalahan yang menimbulkan dampak pada perekonomian secara makro. Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu bangsa banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan penduduk, semakin maju pendidikan berarti akan membawa berbagai pengaruh positif bagi masa depan diberbagai bidang kehidupan. Sumber daya manusia yang berkualitas tentu dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas pula. Karena dengan membaiknya tingkat pendidikan setiap orang mempunyai kesempatan untuk meningkatkan peran serta dan kemampuannya dalam pelaksanaan pembangunan. Gambaran penduduk Kabupaten Bengkalis menurut ijazah/ STTB tertinggi yang dimiliki kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.

50 34 Tabel 4. Distribusi Penduduk Kabupaten Bengkalis Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2005 No Tingkat Pendidikan Lakilaki Perempuan Jumlah Tidak sekolah SD/MI SLTP/MTs SMU/SMA SM/Kejuruan Diploma I/II Diploma III Diploma IV/ S1S3 20,25 28,21 19,84 19,79 9,16 0,17 0,97 1,61 23,76 30,49 22,33 18,23 3,33 0,65 0,86 0,65 21,96 29,33 21,05 19,03 6,17 0,40 0,92 1,14 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis 2006 Tabel 4 menunjukkan penduduk Kabupaten Bengkalis yang tidak sekolah cukup banyak yaitu 29,33 persen. Penduduk perempuan yang memiliki ijazah SD/MI lebih besar persentasenya dibandingkan lakilaki, yaitu lakilaki 28,21 persen dan perempuan 30,49 persen. Namun demikian semakin tinggi jenjang pendidikan menunjukkan kecenderungan persentase penduduk perempuan yang menamatkan sekolah lebih kecil dari pada penduduk lakilaki. Distribusi jenjang pendidikan formal merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kualitas sumber daya manusia di wilayah Kabupaten Bengkalis. Berdasarkan jenjang pendidikan formal tersebut dapat diuraikan: pendidikan dasar sebesar 29,33 persen, penduduk dengan pendidikan menengah pertama sebesar 21,05 persen, Penduduk dengan Tingkat pendidikan menengah atas sebesar 19,03persen, penduduk dengan tingkat sekolah menengah kejuruan sebesar 16,17 persen, penduduk dengan pendidikan diploma III sebesar 0,92 persen, penduduk dengan tingkat pendidikan. Tingginya penduduk yang berpendidikan sekolah menengah merupakan refleksi bahwa sebagian penduduk yang tamat sekolah menengah tidak melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bertitik tolak dari data

51 35 distribusi jenjang pendidikan formal diketahui bahwa sebesar 19,05 persen angkatan kerja berada pada jenjang pendidikan sekolah menengah atas, hal ini dapat diartikan bahwa angkatan kerja di Kabupaten Bengkalis cukup memadai Angkatan Kerja Jumlah pekerja yang terdaftar pada Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Bengkalis selama tahun 2004 dan 2005 berjumlah orang, jumlah yang mencari kerja orang, tingkat partisipasi angkatan kerja 91,36 persen sedangkan tingkat pengangguran terbuka berjumlah 8,64 persen (Tabel 5). Tabel 5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Bengkalis Tahun No Status Bekerja Mencari Kerja TPAK TPT Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis Tahun LK Pr Jml Lk Pr Jml Dari Tabel 5 terlihat bahwa persentase penduduk yang bekerja dari tahun 2004 mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2005, yaitu dari 91,62 persen menjadi 91,36 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka mengalami peningkatan dari 8,36 persen pada tahun 2002 menjadi 8,64 persen pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan peningkatan kesempatan kerja bagi penduduk Kabupaten Bengkalis Kondisi Perekonomian Perkembangan perekonomian pada sauatu daerah antara lain dapat dilihat pada perkembangan ekonominya. Laju pertumbuhan ekonomi dihitung dari

52 36 besaran pertumbuhan angka distribusi persentase angka PDRB atas dasar harga konstan dan distribusi persentase angka PDRB atas dasar harga berlaku. Tabel 6. Laju Pertumbuhan Sektoral PDRB Kabupaten Bengkalis Tahun 2005 (persen) No Lapangan usaha Rata rata 1 Pertanian 6,86 5,57 5,09 5,63 5,78 2 Pertambangan dan galian 13,91 8,16 10,75 16,25 12,22 3 Industri pengolahan 9,65 8,64 8,91 8,10 8,82 4 Listrik,air minum dan gas galian 2,19 6,23 4,69 7,18 5,05 5 Bangunan 7,74 5,39 7,46 9,34 7,47 6 Perdagangan hotel, resoran 5,61 6,15 10,82 8, Pengangkutan dan Komunikasi 7,90 10,43 8,68 12,26 9,81 8 Keuangan 11,59 12,22 10,37 13,73 11,97 9 Jasajasa 7,61 7,14 8,90 11,65 8,81 Pertumbuhan 7,14 6,68 8,13 8,20 7,34 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis Tahun 2006 Pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 2002 mengalami penurunan, namun secara nasional pertumbuhannya mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan ratarata 7,53 persen pertahun princian pada tahun 2001 sebesar 7,14 persen, tahun 2002 sebesar 6,68 persen, tahun 2003 sebesar 8,13 persen, tahun 2004 sebesar 8,20 persen dan pada tahun 2005 sebesar 7,34 persen. Terlihat pada Tabel 6 pertumbuhan sektoral PDRB Kabupaten. Bengkalis yang paling laju pertumbuhannya adalah sektor pertambangan dan galian diikuti oleh sektor keuangan, pengangkutan dan komunikasi, industri pengolahan dan jasa Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bengkalis menyatakan bahwa pada tahun 2005 perusahaan industri kimia, agro dan hasil hutan sebanyak buah, sedang industri logam, mesin, elektronika dan aneka sebanyak 1475

53 37 buah. Nilai produksi yang dihasilkan oleh perusahaan industri di Kabupaten Bengkalis selama tahun 2005 menurut jenis industri, industri kimia, agro dan hasil hutan sebesar Rp , dan industri logam, mesin, elektronika dan aneka Rp , Aksesibilitas Kabupaten Bengkalis dapat dicapai melalui transportasi darat dan laut, hampir sebagian besar pergerakan penduduk memanfaatkan transporatsi laut atau sungai karena tipologi wilayah Kabupaten Bengkalis sebagai wilayah kepulauan. Armada transportasi air yang banyak digunakan di Kabupaten Bengkalis adalah kapal feri ukuran besar dan kecil, kapal boat, roro dan pompong. Dilengkapi dengan pelabuhan bertaraf internasional yang diberi nama Sri Bandar Laksamana dan sampai saat ini tersedia kapal dengan rute BengkalisMalaka berangkat setiap hari.

54 V. PENENTUAN KOMODITAS AGROINDUSTRI PERDESAAN Penentuan komoditas agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis dilakukan dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan (kuesioner) kepada 7 orang reponden yang dianggap ahli atau mengetahui pada bidang pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Kemudian dari kuesioner tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik skoring. Pemilihan komoditas agroindustri berdasarkan kepada sumber bahan baku komoditas agroindustri tersebut antara lain sub sektor pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan Sub Sektor Pertanian Sub sektor pertanian di Kabupaten Bengkalis adalah tanaman yang termasuk kelompok tanaman bahan makanan dan buahbuahan. Tanaman bahan makanan yang menonjol adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, talas, kacang kedelai dan kacang hijau. Tanaman buahbuahan yang menonjol adalah alpokat, durian, nangka, manggis, sirsak, melinjo, sukun, rambutan dan lainlain. Luas panen tanaman bahan makan di Kabupaten Bengkalis ada beberapa jenis, untuk mengetahui luas penen tanaman bahan makanan tersebut sebagaimana Tabel 7 pemilihan ini berdasarkan hasil laporan dari dinas pertanian peternakan Kabupaten Bengkalis. Dari sembilan jenis komoditas tanaman bahan makanan selama rentang waktu hanya ada satu jenis tanaman yang tingkat pertumbuhannya positif (mengalami peningkatan) yaitu padi ladang sebesar 2,14 persen per tahun sedangkan luas panen bahan makanan yang lain tingkat pertumbuhannya negative

55 39 (mengalami penurunan). Perkembangan lu as panen tanaman bahan makanan sebagaimana pada Tabel 7 sebagai berikut. Tabel 7. Perkembangan Luas Panen Tanaman Bahan Makanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun Kecamatan Mandau Pinggir Bukit batu Siak Kecil Bantan Bengkalis Merbau Rupat Rupat Utara Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tb. Tinggi Barat Padi sawah Padi ladang Jagung Jenis Komoditi (ton) Ubi kayu Ubi jalar Kacang tanah Talas Kedelai 2 Kacang hijau Pertumbuhan 2,62% 2,14% 20,00% 8,83% 1,19% 9,24% 16,11% 58,43% 48,07% Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkalis Tahun Luas panen padi sawah tahun 2005 seluas ha, dan yang tersebar di 10 kecamatan, kecamatan yang paling luas panen adalah Kecamatan Rangsang Barat seluas ha. Dari tahun terus mengalami penurunan sebesar 2,62 persen per tahun, dengan luas panen tertinggi pada tahun 2002 seluas ha dan luas penen terendah pada tahun 2003 seluas ha. Luas panen padi ladang tahun 2005 seluas ha yang tersebar pada 2 kecamatan yaitu Kecamatan Rupat dan Rupat Utara. Dalam rentang waktu 2001 sampai dengan 2005 mengalami penurunan 2,14 persen per tahun dengan luas panen tertinggi pada tahun 2005 seluas ha dan luas panen terendah pada tahun 2003 seluas 520 ha.

56 40 Luas penen jagung tahun 2005 seluas 43 ha tersebar pada 5 kecamatan dari tahun pertumbuhannnya mengalami penurunan sebesar 20,00 persen per tahun, luas panen tertinggi berada pada tahun 2002 seluas 553 ha dan luas panen terendah pada tahun 2005 seluas 43 ha. Luas penen ubi kayu pada tahun 2005 seluas 293 ha tersebar pada 11 kecamatan, dari tahun pertumbuhannnya mengalami penurunan sebesar 8,83 persen per tahun, luas panen tertinggi berada pada tahun 2002 seluas ha dan luas panen terendah pada tahun 2003 seluas 247 ha. Sedangkan jenis tanaman bahan makanan lainnya seperti, kacang hijau, ubi jalar, kedelai dan kacang tanah laus panennya pada tahun 2005 tidak begitu menonjol yaitu seluas, kacang hijau 4 ha, kedelai 2 ha, talas 19 ha, kacang tanah 38 ha, dan. ubi jalar 65 ha. Dari segi produksi tanaman bahan makanan diperlihatkan pada Tabel 8 sebagai berikut. Tabel 8. Perkembangan Produksi Tanaman Bahan Makanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun Jenis Komoditi (ton) Kecamatan Padi Padi Ubi Ubi Kacang Kacang Jagung Talas Kedelai sawah lading kayu jalar tanah hijau Mandau Pinggir Bukit batu Siak Kecil Bantan Bengkalis Merbau Rupat Rupat Utara Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tb. Tinggi Barat 196,48 693, ,00 451, ,22 707,16 207,00 178, , , ,83 573,34 14,49 12,42 115,60 2,30 2,00 2,07 7,41 6, ,48 46,00 194,22 832,96 206,60 200,00 350,00 507,15 118,30 48,00 22,50 286,44 284,48 7,69 36,80 37,00 38,00 82,50 29,76 95,68 44,40 15,00 13,50 40,00 54,25 12,46 28, ,00 6,25 19,20 1,84 4,00 Jumlah , ,17 235, ,65 494,58 74,74 31,45 1,84 4, , ,89 221, ,39 487,70 36,46 62,75 1,66 4, , ,00 755, ,00 727,70 124,50 87,60 30, , ,00 111, , ,80 56,30 178,20 143, , ,00 218, ,00 393,00 68,00 80,00 56,00 Pertumbuhan /tahun 3,16% 1.73% 1,92% 19,33% 5,92% 2,39% 49,88% 61,06% 48,30% Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkalis Tahun 2006

57 41 Produksi padi sawah tahun 2005 sebesar ,88 ton, dan tersebar di 10 kecamatan, kecamatan yang paling tinggi produksinya adalah Kematan Bukit Batu sebesar ,00 ton. Dari tahun terus mengalami peningkatan sebesar 3,16 persen per tahun, sedangkan produksi tertinggi pada tahun 2005 sebesar ,88 ton dan produksi terendah pada tahun 2004 sebesar ,28 ton. Produksi padi ladang tahun 2005 sebesar 2.306,17 ton yang tersebar pada 2 kecamatan yaitu Kecamatan Rupat dan Rupat Utara. Dalam rentang waktu mengalami peningkatan 1,73 persen per tahun dengan produksi tertinggi pada tahun 2003 sebesar 2.865,00 ton.dan produksi terendah pada tahun 2002 sebesar 2.084,00 ton. Produksi jagung tahun 2005 sebesar 235,19 ton tersebar pada 10 kecamatan dari tahun pertumbuhannnya mengalami peningkatan sebesar 1,92 persen per tahun, produksi tertinggi berada pada tahun 2005 sebesar 235,19 ton dan produksi terendah pada tahun 2003 seluas 755,40 ton. Produksi ubi kayu pada tahun 2005 sebesar 3.050,65 ton tersebar pada 11 kecamatan, dari tahun pertumbuhannnya mengalami penurunan sebesar 19,33 persen per tahun, produksi tertinggi berada pada tahun 2002 sebesar ,00 ton dan produksi terendah berada pada tahun 2003 sebesar 3.751,00 ton. Produksi ubi jalar pada tahun 2005 sebesar 494,58 ton tersebar pada 12 kecamatan, dari tahun pertumbuhannnya mengalami peningkatan sebesar 5,19 persen per tahun, produksi tertinggi berada pada tahun 2002 sebesar 114,80 ton dan produksi terendah pada tahun 2001 sebesar 393,00 ton.

58 42 Sedangkan jenis tanaman bahan makanan lainnya seperti, kacang hijau, kedelai, talas dan kacang tanah produksinya pada tahun 2005 tidak begitu menonjol hal ini dapat dilihat pada Tabel Sub Sektor Perkebunan Luas panen tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten Bengkalis ada beberapa jenis. Untuk mengetahui luas panen tanaman perkebunan rakyat sebagaimana pada Tabel 9 sebagai berikut. Tabel 9. Perkembangan Luas Panen Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun Kecamatan Jenis Komoditi (ton) Karet Kelapa Kopi Sagu Melinjo Mandau Pinggir Bukit batu Siak Kecil Bantan Bengkalis Merbau Rupat Rupat Utara Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tb. Tinggi Barat , ,75 11,00 0,50 2,50 1,50 1,75 4,00 Jumlah , , , , , ,00 Pertumbuhan /tahun 4,74% 1,34% 15,1% 2,07% 15,65% Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkalis 2006 Dari lima jenis komoditas tanamam perkebunan rakyat pada Tabel 9 dalam rentang waktu luas panen tanaman keret tingkat pertumbuhannya negatif (mengalami penurunan) yaitu seluas 4,74 persen yang tersear pada 13

59 43 Kecamatan, perpersentase yang tertinggi pada tahun 2004 sebesar ha dan luas panen terendah pada tahun 2005 sebesar ha Luas panen tanaman kelapa pada tahun 2005 sebesar ha tersebar pada 11 kecamatan dari tahun pertumbuhannya mengalami peningkatan sebesar 1,34 persen per tahun luas panen tertinggi juga berada pada tahun 2005 seluas ha dan luas panen terendah pada tahun 2003 sebesar ha. Untuk mengetahui perkembangan produksi tanaman perkebunan rakyat sebagaimana pada Tabel 10 sebagai berikut. Tabel 10. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun Kecamatan Mandau Pinggir Bukit batu Siak Kecil Bantan Bengkalis Merbau Rupat Rupat Utara Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tb. Tinggi Barat Jenis Komoditi (ton) Karet Kelapa Kopi Sagu Melinjo ,5 21,8 1 0,3 166,0 0, ,75 11,00 0,50 2,50 1,50 1,75 4,00 Jumlah ,00 262, , ,80 265, , ,34 524, , ,00 429, , , ,00 Pertumbuhan /tahun 41,70% 9,49% 10,83% 0,81% 15,65% Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkalis 2006 Luas panen tanaman sagu tahun 2005 seluas ha yang tersebar pada 7 kecamatan yaitu Kecamatan Merbau, Rupat, Rupat Utara, Rangsang, Rangsang Barat, Tebing Tinggi dan Tebing Tinggi Barat. Dalam rentang waktu 2001 sampai dengan 2005 mengalami peningkatan pertumbuhan 2,07 persen per tahun dengan

60 44 luas panen tertinggi di tahun 2005 seluas ha.dan luas panen terendah pada tahun 2004 seluas ha. Produksi karet tahun 2005 sebesar ton, yang tersebar pada 13 kecamatan, kecamatan yang paling tinggi produksinya adalah Kematan Tebing sebesar ton. Dari tahun terus mengalami peningkatan sebesar 41,70 persen per tahun, sedangkan produksi tertinggi berada pada tahun 2004 sebesar ton dan produksi terendah berada pada tahun 2001 sebesar ton. Produksi sagu tahun 2005 sebesar ton yang tersebar pada 6 kecamatan yaitu Kecamatan Merbau, Rupat, Rupat Utara, Rangsang, Tebing Tinggi dan Tebing Tinggi Barat. Dalam rentang waktu mengalami peningkatan 0,81 persen per tahun dengan produksi tertinggi pada tahun 2005 sebesar ton.dan produksi terendah pada tahun 2004 sebesar ton Sub Sektor Peternakan Secara umum populasi ternak di Kabupaten Bengkalis mengalami peningkatan selama kurun waktu dari tahun kebutuhan daging mengalami peningkatan Produksi tahun 2005 sebesar ton, yang tersebar pada 13 kecamatan, kecamatan yang paling tinggi produksinya adalah Kecamatan Mandau sebesar ton. Dari tahun terus mengalami peningkatan sebesar 6,86 persen per tahun, sedangkan produksi tertinggi berada pada tahun 2005 sebesar ton dan produksi terendah berada pada tahun 2001 sebesar ton. Pada sisi lain Produksi telur tahun 2005 sebesar ton yang tersebar pada 13 kecamatan, dalam rentang waktu 2001 sampai dengan 2005 mengalami

61 45 penurunan 12,39 persen per tahun dengan produksi tertinggi pada tahun 2004 sebesar 2.683,.23 ton.dan produksi terendah pada tahun 2005 sebesar 1.140,27 ton. Perkembangan produksi ternak sebagaimana pada Tabel 11 sebagai berikut. Tabel 11. Perkembangan Produksi Tern ak Kabupaten Bengkalis Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun Tingkat Produksi (kg) Kecamatan Daging Telur Mandau Pinggir Bukit batu Siak Kecil Bantan Bengkalis Merbau Rupat Rupat Utara Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tb. Tinggi Barat Jumlah Pertumbuhan /tahun 6,86 % 12,39 % Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkalis 5.4. Sub Sektor Perikanan Produksi sub sektor perikanan secara umum di Kabupaten Bengkalis mengalmi penurunan selama kurun waktu dari tahun sebesar 11,04 persen per tahun yang tersebar pada 13 kecamatan, kecamatan yang paling tinggi produksinya adalah Kecamatan Bengkalis sebesar 3.822,50 ton, sedangkan produksi tertinggi berada pada tahun 2005 sebesar ton dan produksi terendah berada pada tahun 2001 sebesar ton. Perkembangan produksi perikanan sebagaimana pada Tabel 12 sebagai berikut.

62 46 Tabel 12. Perkembangan Produksi Perikanan Menurut Kecamatan di Kabupaten Bengkalis Tahun Kecamatan Mandau Pinggir Bukit batu Siak Kecil Bantan Bengkalis Merbau Rupat Rupat Utara Rangsang Rangsang Barat Tebing Tinggi Tb. Tinggi Barat Ikan laut Produksi Perikanan (ton) Tangkap Tambak KJA 53,00 5, , ,00 8,56 9,50 564, , ,00 265,00 2,70 5,20 93,50 2,75 1,10 2,50 2,50 Ikan air tawar 14,00 6,50 4,00 125,00 Jumlah 14,00 6,50 57,00 130, , ,50 11,31 9,50 564, , ,50 267,50 2,70 Jumlah 9.964,76 98,70 8,85 149, , ,00 128,12 7,31 15, , ,21 200,15 138,36 203, , ,89 181,60 305,97 50, , ,27 163,05 473,57 178, ,89 Pertumbuhan/tahun 10,46% 11,79% 21,1% 4,27% 11,04% Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Bengkalis 5.5. Penentuan Sub Sektor Sumber Bahan Baku Berdasarkan empat sub sektor tersebut responden diminta untuk memberikan penilaiaan berdasarkan 11 kriteria yang telah ditetapkan. Penilaian kriteriakriteria tersebut dengan memberikan nilai 4 (sangat mendukung), nilai 3 (mendukung), nilai 2 (kurang mendukung) dan nilai 1 (tidak mendukung). Responden pada kajian ini terdiri dari para pejabat pengambil kebijakan, para pakar/ahli (dosen dan pejabat dan peneliti) serta para pelaku agroindustri (pihak swasta dan pengusaha yang bergerak dibidang agroindustri). Hasil penentuan sub sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan diperlihatkan pada Tabel 13. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari para responden tentang penetapan sub sektor agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis, kemudian dilakukan dengan analisis teknik skoring.

63 47 Tabel 13. Hasil Penentuan Bobot Sub Sektor No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Bobot 1 Ketersediaan lahan ,097 2 Produktivitas lahan ,102 3 Keterampilan petani ,088 4 Teknologi ,084 5 Potensi pasar ,102 6 Aksesibilitas ,097 7 Aspek kelembagaan ,071 8 Kebijakan pemerintah ,093 9 Kondisi lingkungan/alam , Aspirasi/motivasi petani , Kemudahan/ketersediaan peralatan ,071 S k o r 2,681 2,714 2,862 2,904 Ranking IV III II I Dari hasil penilaian tersebut terlihat bahwa sub sektor yang mempunyai nilai tertinggi adalah sub sektor perkebunan dengan nilai 2,904, sub sektor perikanan urutan kedua dengan nilai 2,862, sub sektor peternakan urutan ketiga dengan nilai 2,714, kemudian sub sektor pertanian pada urutan keempat dengan nilai 2,681. Hasil analisis memperlihatkan bahwa sub sektor perkebunan dan perikanan tidak terdapat perbedaan yang sangat mencolok, namun yang akan dibahas lebih lanjut adalah sub sektor yang memiliki nilai atau rangking tertinggi, dalam hal ini adalah sub sektor perkebunan. Sub sektor perkebunan layak dijadikan sub sektor agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis hal ini diketahui dari beberapa kriteria utama, yaitu kondisi lingkungan /alam dengan kriteria bobot tertinggi sebesar 0,106, potensi pasar dan produktifitas lahan mempunyai bobot yang sama sebesar 0,102 sedangkan ketersediaan lahan dan aksesibilitas mempunyai bobot sama yaitu 0,097 kemudian kebijakan pemerintah dengan bobot sebesar 0,093.

64 Penentuan Bahan Baku Komoditas Agroindustri Penentuan bahan baku komoditas agro industri pada sub sektor perkebunan, dilakukan sama seperti dalam penentuan sub sektor perkebunan yaitu dengan menggunakan kriteria dan skor sebagaimana yang tertera pada Tabel 14 selanjutnya dianalisis dengan teknik skoring muncul bahan baku berbasis sagu. Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa pada umumnya responden memberi nilai 3 terhadap tiga komoditas utama dengan 11 kriteria yang ada, artinya ketiga komoditas utama tersebut kucuali komoditas bahan baku melinjo tersebut layak dikembangkan dan dijadikan bahan baku agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Pada kajian ini, penulis hanya memilih satu komoditas bahan baku yang mempunyai skor tertinggi untuk dijadikan komoditas bahan baku agroindustri perdesaan, walaupun dari masingmasing komoditas bahan baku tidak terlalu jauh perbedaannya. Berdasarkan Tabel 14 tersebut ternyata komoditas bahan baku berbasis sagu dapat dijadikan komoditas bahan baku agroindustri perdesaan dengan nilai skor tertinggi sebesar 2,918, sedangkan komoditas bahan baku lainnya masingmasing kelapa dengan skor sebesar 2,833, kopi dengan skor sebesar 2,555 dan melinjo dengan skor sebesar 2,359. Komoditas bahan baku berbasis sagu terpilih sebagai komoditas agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis, dimana dari 11 kriteria utama yang mendasari penilaian para responden adalah aksesibilitas ketersediaan bahan baku dengan bobot 0,106, potesi pasar dan keterampilan masyarakat mempunyai nilai yang sama dengan bobot 0,087, tingkat produksi bahan baku dengan bobot 0,084 dan

65 49 daya serap tenaga kerja dengan bobot sebesar 0,080 serta teknologi yang tersedia dan kelembagaan dengan bobot sebesar 0,076. Tabel 14. Hasil Analisis Penentuan Bahan Baku Komoditas Agroindustri No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Bobot 1 Tingkat produtifitas bahan baku ,094 2 Aksesibilitas ketersediaan bahan baku ,106 3 Potensi pasar ,098 4 Teknologi yang tersedia ,086 5 Kebijakan pemerintah ,082 6 Kelembagaan ,086 7 Sarana dan prasarana produksi ,098 8 Keterampilan masyarakat ,098 9 Sosial budaya masyarakat , Daya serap tenaga kerja , Dampak terhadap lingkungan ,082 S k o r 2,918 2,555 2,833 2,359 Ranking I III II IV Sedangkan kriteria lainnya yang juga menjadi pertimbangan untuk penentuan bahan baku agroindustri perdesaan adalah kebijaksanaan pemerintah, sosial budaya masyarakat serta dampak terhadap lingkungan dengan masingmasing bobot sebesar 0, Sagu Sebagai Bahan Baku Komoditas Agroindustri di Kabupaten Bengkalis Sagu merupakan salah satu pilihan bahan baku agroindustri yang layak dikembangkan di Kabupaten Bengkalis. Pada Tabel 15, diuraikan produksi sagu ratarata 5,06 persen per tahun dengan luas panen ratarata ha per tahun, produksi sagu basah ratarata ton per tahun.

66 50 Tabel 15. Luas Panen, Produksi per hektar Komoditas Tanaman Sagu di Kabupaten Bengkalis Tahun No Uraian Tahun Ratarata 1 Luas panen (Ha) Produksi Sagu Basah (ton) Produksi/Ha/Th (ton) 5,27 5,06 4,92 5,05 5,01 5,06 Sumber: Bidprod Dishutbun Bengkalis 2006 Kontribusi sagu terhadap PDRB Kabupaten Bengkalis tertinggi terjadi pada tahun 2001 sebesar 1,99 persen, pada tahun 2002 mengalami penurunan sebesar 1,15 persen, pada tahun 2003 terjadi kenaikan sebeasar 1,30 persen dan pada tahun 2004 juga kontribusi sagu terhadap PDRB Kabupaten Bengkalis mengalami kenaikan sebesar 1,88 persen. Kontribusi komoditas sagu terhadap PDRB sebagaimana pada Tabel 16 sebagai berikut. Tabel 16. Kontribusi Komoditas Sagu Terhadap PDRB Tahun No Uraian Tahun PDRB Bengkalis , , , ,88 2 PDRB Sagu 493,41 264,53 308,91 333,66 3 Kontribusi sagu 1,99 1,15 1,30 1,88 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis 2005 Uraian produksi sagu dan penyerapan tenaga kerja yang terdapat pada Tabel 17 pada tahun 2005 produksi sagu sebesar ton dan pada tahun 2006 sebesar ton (laporan sampai dengan bulan Juni 2006). Untuk nilai ekpor produksi sagu pada tahun 2005 sebesar ton dan tahun 2006 sebesar ton. Kenyataan ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan produksi sagu dapat dijadikan sebagai andalan untuk penyediaan bahan baku agroindustri.

67 51 Tabel 17. Produksi Sagu dan Penyerapan Tenaga Kerja Tahun No Kecamatan Produksi (ton) Tenaga Kerja * * 1 Tebing Tinggi T. Tinggi Barat Rangsang Rangsang Barat Merbau Jumlah Keterangan: * sampai dengan bulan Juni Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bengkalis 2006 Penyerapan tenaga kerja pada tahun 2005 sebanyak 351 orang dan pada tahun 2006 sebanyak 396 orang, penyerapan tenaga pada tahun 2006 meningkat sebesar 11,2 persen. Dari Tabel 17 di atas menjelaskan peningkatan produksi sagu yang ada secara jelas berhubungan dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja. Hal in i lebih memperkuat bahwa sagu layak dikembangkan sebagi bahan baku agroindustri. Dalam pedistribusian agroindustri sagu di Kabupaten Bengkalis selama ini ditunjukkan dengan penyebaran yang merata, dimana usaha agroindutri pada umumnya terdapat pada setiap kecamatan yang dalam pengolahan dijadikan berbagai bentuk komoditas. Dilihat dari industri yang berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis telah berkembang bermacammacam olahan seperti kerupuk sagu, keu semperong sagu, makanan dari sagu, mie sagu, pengolahan tepung sagu kering, dan pengolahan sagu basah. Jumlah agroidustri perdesaan yang berbasis sagu sebagaimana pada Tabel 18 sebagai berikut.

68 52 Tabel 18. Jumlah Agroindustri perdesaan yang Berbasis Sagu di Kabupaten Bengkalis Tahun 2005 No Komoditas Lokasi (Kecamatan) Jumlah 1 Kerupuk Sagu Bukit Batu 1 Merbau 2 2 Kue Semprong Tebing Tinggi 2 3 Makanan dari Sagu Merbau 2 4 Mie Sagu Merbau 1 Tebing Tinggi 3 5 Pengolahan Sagu Bengkalis 2 Bukit Batu 1 6 Pengolahan Sagu Basah Tebing Tinggi 1 Tebing Tinggi Barat 1 Tepung Sagu Tebing Tinggi Tebing Tinggi Barat Rupat Rangsang 7 Merbau 11 Bengkalis Bantan Ransang Barat Jumlah 79 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bengkalis Ikhtisar Dari hasil penilaian respoden dan dianalisis dengan menggunakan teknik skoring bahwa sub sektor yang mempunyai nilai tertinggi adalah sub sektor perkebunan, dengan nilai 2,904. Untuk bahan baku berbasis sagu terpilih sebagai komoditas agroindustri perdesaan dapat dijadikan komoditas bahan baku agroindustri perdesaan dengan nilai skor tertinggi sebesar 2,918. Pemilihan sagu sebagai bahan baku agroindustri layak dikembangkan di Kabupaten Bengkalis, dengan melihat produksi yang cukup banyak. Pada Tabel 15 produksi sagu ratarata 5,06 persen per tahun dengan luas panen ratarata ha per tahun,. produksi sagu basah ratarata ton per tahun. Penyerapan tenaga kerja pada tahun 2005 sebanyak 351 orang dan pada tahun 2006 sebanyak 396 orang, penyerapan tenaga pada tahun 2006 meningkat sebesar 11,2 persen.

69 VI. FAKTORFAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN 6.1. Faktorfaktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan Faktorfaktor strategis merupakan beberapa elemen yang diidentifikasi untuk menentukan dan mempengaruhi keberhasilan pengembangan agroindutri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Untuk mengetahui faktorfaktor strategi apa saja yang mempengaruhi dan menentukan keberhasilan pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis, maka digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT dalam menganalis is faktorfaktor lingkungan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis terbagi dua yaitu, analisis internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, dan analis is eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Faktor internal dan eksternal sebenarnya cukup banyak dalam pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis, dalam pembahasan ini hanya ditentukan beberapa faktor saja yang sangat berpengaruh terhadap pengembangan agroindustri perdesaan. Dalam penentuan faktor internal dan eksternal ditentukan melalui studi pustaka dan wawancara dengan dinas/intansi atau pejabat terkait. Setelah diperoleh faktorfaktor strategis internal/eksternal, melalui kuesioner diminta pendapat reponden apakah faktor strategis tersebut termasuk sebagai faktor kekuatan dan kelemahan atau merupakan faktor ancaman dan peluang. Disamping faktorfaktor tersebut diatas, responden diberi peluang untuk menambahkan faktor strategis yang mereka anggap mempunyai pengaruh pada pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis.

70 Faktor Internal Berdasarkan hasil studi perpustakaan, wawancara dengan para instansi terkait serta dari hasil kuesioner telah diperoleh beberapa faktor strategis internal pada komoditas agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis berbasis sagu. Faktor faktor strategis internal tersebut adalah sebagai berikut : a. Faktor Kekuatan. Faktor kekuatan merupakan bagian dari faktor strategis internal, faktor tersebut dianggap sebagai kekuatan yang sangat mempengaruhi pengembangan komoditas agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis berbasis sagu untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam upaya pencapaian tujuan yang diharapkan, yang terdiri dari : 1. Ketersediaan Bahan Baku. Ketersediaan bahan baku dimaksud adalah luas panen dan produksi, merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu dan juga merupakan motivasi bagi petani agroindustri untuk komoditas bahan baku sagu. Dalam pengembangan agroind ustri dilihat dari luas panen pada tahun 2001 seluas ha, tahun 2002 seluas ha, tahun 2003 seluas ha, tahun seluas ha, tahun 2004 seluas ha dan tahun 2005 seluas dengan pertumbuhan 2,07 persen pertahun sedangkan produksi tanaman perkebunan komoditas sagu pada tahun 2001 sebesar ton, tahun 2002 sebesar ton, tahun 2004 sebesar ton dan tahun 2005 sebesar ton dengan pertumbuhan 0,81 persen.

71 55 2. Lembaga Pembina Tersedianya lembaga pembina seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Perindustrian Perdagangan dan Investasi, Koperasi serta dinas/instansi terkait lainnya merupakan modal utama dalam usaha pengembangan agroindustri perdesaan. Keberadaan lembaga pembina diharapkan menjadi fasilitator bagi pelaku usaha baik dibidang manajemen kualitas produksi serta pemasaran hasil. 3. Kebijakan Pemerintah Salah satu kebijakan pemerintah Kabupaten Bengkalis, pengembangan sektor ekonomi kerakyatan dalam mendukung misi Kabupaten Bengkalis menjadikan Bengkalis pusat perdagangan Asia Tenggara pada tahun Dilihat dari Visi tersebut pemerintah Kabupaten Bengkalis telah menempatkan agribisnis sebagai salah satu program strategis pembangunan wilayahnya. Pada masa otonomi daerah dan telah banyak programprogram yang dilaksanakan dalam rangka untuk mendukung agribisnis dan agroindustri tersebut antara lain sarana dan prasarana jalan, jembatan dan bahkan pelabuhan yang bertaraf internasional. 4. Kualitas Produk Kualitas produk yang dihasilkan oleh pelaku agroindustri perdesaan saat ini cukup baik hal ini terlihat dari konsumsi masyarakat kelas menengah saat ini cenderung menyukai produk

72 56 yang bebas kimia atau bahan pengawet, hal ini dapat terwujud setelah terlaksananya pembinaan. 5. Sarana dan Prasarana Produksi Dalam memperlancar kegiatan agroindustri perdesaan sarana dan prasarana sangat penting, karena untuk mendapatkan sarana produksi pelaku agroindustri dapat membelinya di pasar kecamatan atau kabupaten sedangkan toko yang menyediakan sarana produksi tersebut lebih satu toko yang menjual kebutuhan agroindustri berupa minyak goreng, bumbu penyedap dan alat pembungkus produk. Akses ke daerah atau ke lokasi usaha mudah dijangkau begitu juga dengan pengangkutan hasil terutama melalui alat angkut kapal motor baik yang berkapasitas kecil GT. 6. Kemampuan Modal Usaha Modal usaha agroindustri disamping dimiliki oleh pelaku usaha itu sendiri juga dibantu oleh pemerintah daerah melalui program ekonomi kerakyatan untuk pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) bantuan diperoleh dari Dinas Koperasi dan Usaha Kecil dan menengah serta dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan. b. Kelemahan Faktor kelemahan merupakan bagian dari faktor internal, faktor tersebut dapat dianggap sebagai penghambat atau kendala dalam pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Faktor

73 57 kelemahan harus dikendalikan secara baik karena akan menjadi penghambat dalam upaya pencapaian tujuan, faktorfaktor tersebut adalah : 1. Keterampilan Pelaku Agroindustri Kualitas sumber daya manusia adalah segalanya, apapun majunya peralatan yang digunakan dan besarnya modal yang dipakai jika tidak dikelola oleh ahli maka daya tersebut akan tidak terkelola dengan baik dan benar. Kualitas yang dimaksud adalah keterampilan manajerial dan keterampilan teknis. Dalam rangka Pengembangan agroindustri perdesaan, keterampilan pelaku usaha adalah modal utama. Kondisi keterampilan pelaku usaha agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis secara umum masih lemah sehingga pengelolaan usaha dan penerapan teknologi serta penyerapan inovasi juga melemah. Hal ini mengakibatkan produk agroindutri tidak terjamin kontinuitas produksi dan sering tidak dapat memenuhi permintaan pasar. 2. Pelaksanaan Pembinaan Sekalipun lembaga pembina agroindustri di Kabupaten Bengkalis seperti Dinas Perindutrian Perdagangan dan Investasi, Dinas Koperasi dan UKM, serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa telah melakukan pembinaan namun seringnya pembinaan yang dilakukan tidak berkelanjutan dan bergantung pada pola proyek. Sehingga mengakibatkan pelaksanaan pembinaan tidak

74 58 dapat mencapai tujuan pembinaan, karena pembinaan hanya untuk memenuhi target proyek. 3. Koordinasi Antar Lembaga Terkait Pelaksanaan pengembangan komoditas agroindustri perdesaan unggulan tidak mungkin hanya dilakukan oleh Dinas Perindutrian Perdagangan dan Investasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas Koprasi dan UKM, dan tidak kalah pentingnya keterlibatan lembaga penelitian, perbankan, perguruan tinggi, pihak swasta serta lembaga swadaya masyarakat untuk berkoordinasi sesuai dengan kewenangan yang ada dalam merealisasikan tugas dan fungsinya dengan baik. Sela ma ini kegiatan koordinasi ditafsirkan sebagai suatu kelemahan dimana kegiatan pembinaan komoditas agroindustri perdesaan selama ini belum melibatkan semua dinas/intansi terkait secara terpadu (berjalan sendirisendiri). 4. Manajemen Usaha Manajemen usaha pelaku agroindustri perdesaan selama ini belum begitu baik, baik dalam bidang teknis maupun pemasaran dan juga belum mengadakan analisis yang mendalam sebelum melakukan bidang usaha. Demikian juga masalah disiplin serta ketekunan dalam melaksanakan kegiatan hal ini mengakibatkan perolehan hasil kurang optimal.

75 59 5. Informasi Pasar Dengan perkembangan alat komunikasi sekarang ini serta didukung oleh sarana dan prasarana informasi pasar saat ini langsung dapat dimanfaatkan oleh pelaku agroindustri perdesaan ke pasar terdekat, seperti pasarpasar desa, kecamatan, kota kabupaten dan kotakota besar merupakan tempat transaksi belum dapat dimanfaatkan secara baik. Dengan demikian harga jual dari produk agroindustri masih dikuasai tengkulak, serta dengan ketrerbatasan informasi kedaerah lain. 6. Kemasan Produk Untuk mendapatkan tanggapan dari para konsumen secara baik, kemasan produk mejadikan hal utama yang harus diperhatikan, karena kemasan produk merupakan daya tarik bagi para konsumen. Kemasan produk agroindustri perdesaan masih ada yang bersipat tradisional seperti menggunakan pelastik biasa tanpa adanya modifikasi yang menarik buat pelanggan. 7. Pemilihan Komoditas yang Dihasilkan Pemilihan komoditas adalah sangat penting karena hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas hasil, maka nilai barang akan lebih tinggi dan keinginan konsumen akan terpenuhi. Perbedaan kualitas pemilihan bukan saja menyebabkan adanya perbedaan kualitas, tetap menyebabkan perbedaan segmentasi pasar juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

76 Faktor eksternal Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden baik yang menggunakan daftar pertanyaan ( kuisioner ) maupun masukan langsung dari para responden diperoleh beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Faktorfaktor yang dimaksud antara lain : a. Peluang Faktor peluang merupakan bagian dari faktor eksternal, faktor ini dapat dianggap sebagai peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan komoditas agroindustri perdesaan unggulan di Kabupaten Bengkalis. Peluang yang harus diambil dalam upaya tujuan pengembangan agroindustri perdesaan unggulan sebagai berikut : 1. Peluang Ekspor Dijual ke Daerah Lain Produk agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis selain dijual pada pasar lokal bahkan juga dijual ke daerah lain seperti Pekanbaru, Dumai dan Siak. Untuk masamasa yang akan datang peluang agroindustri perdesaan yang berbasis sagu masih mempunyai prospek yang cukup baik mengingat kondisi geografis daerah sangat cocok untuk pengembangan sagu. Disamping dijual ke daerah lain sep erti Cirebon dan Semarang juga terbuka peluang untuk dijual ke Indonesia Bagian Timur (Papua) serta peluang untuk mengekspor dalam bentuk sagu kering sebesar ton pada Tahun 2005 dan ton sampai dengan bulan Juli Tahun 2006.

77 61 2. Potensi Pasar Potensi pasar saat ini langsung dapat dimanfaatkan oleh pelaku agroindustri perdesaan ke pasar terdekat, seperti pasarpasar desa, kecamatan, kota Kabupaten dan kotakota besar seperti Duri dan Selat Panjang. Dengan penjualan langsung tersebut maka pola tengkulak dapat dihindari dan potensi daya serap pasar dapat diketehui oleh pengusaha agroindustri perdesaan. Pasar kabupaten terutama pasar Selat Panjang merupakan tempat transaksi terbesar di Kabupaten Bengkalis dan pedagang pengumpul agroindustri perdesaan di pasar Selat Panjang untuk dibawa ke daerah lain. 3. Otonomi Daerah Dengan ditetapkannya UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, keputusan politik ini sangat besar artinya bagi pengembangan daerah, begitu juga dalam pengembangan agroindustri predesaan karena dengan diberlakukannya UndangUndang tersebut berarti memberikan kebebasan bagi daerah untuk menentukan prioritas pembangunan sesuai dengan potensi yang dimiliki. 4. Ketersediaan Kredit Ketersediaan kredit atau lembaga permodalan dapat dimanfaatkan dalam pengembangan komoditas agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis, karena pada saat ini terdapat beberapa lembaga permodalan seperti Bank Riau, BRI, BNI, Bank

78 62 Mandiri dan Koperasi Simpan Pinjam lainnya. yang sangat layak sebagai lembaga penyedia modal usaha bagi yang membutuhkan sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya mencari solusi dan alternatif pemecahan masalah kekurangan modal. 5. Kesempatan Bermitra Pola kemitraan merupakan bentuk yang harus dilaksanakan dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja sama antara pelaku agroindustri perdesaan dengan pemerintah dan pihak swasta secara terpadu. Peluang bermitra dengan pihak swasta atau perusahaan besar cukup terbuka untuk dapat dimanfaatkan dan pemda harus memfasilitasi pelaku agroindustri perdesaan tersebut baik dalam permodalan, pembinaan manajemen usaha, pengolahan hasil dan pemasaran produk. 6. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bengkalis pada tahun 2001 sebesar 7,14 persen pda tahun 2002 terjadi penurunan sebesar 0,56 persen menjadi 6,68 persen, pada tahun 2003 mengalami peningkatan sebesar 1,45 persen, kemudian pada tahun 2004 sebesar 8,20 persen dan pada tahun 2005 terjadi penurunan sebesar 0,74 persen menjadi 7,54 persen dengan ratarata pertumbuhan dari tahun 2001 sampai tahun 2005 sebesar 7,538 persen. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Berngkalis diharapkan menjadi peluang pengembangan agroindustri perdesaan.

79 63 7. Ketersediaan Teknologi Ketersediaan teknologi unmtuk melakukan kegiatan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis dapat dikatakan cukup memadai, karena untuk mendapatkan teknologi pelaku usaha dapat membelinya di pasar kabupaten atau kecamatan. Selama ini penerapan teknologi oleh pelaku agroindustri perdesaan masih banyak melihat dari penerapan oleh orang lain, dengan adanya pengembangan teknologi oleh pemerintah maka teknologi adalah salah satu hal yang cukup penting dan pemanfaatannya adalah suatu peluang dalam pengembangan agroindustri perdesaan. 8. Tingkat Keuntungan Usaha Keuntungan usaha oleh para pelaku agroindustri perdesaan merupakan prioritas utama dalam agroindustri perdesaan. Hal ini didukung oleh dekatnya lokasi usaha dengan bahan baku, pengolahannya dengan menggunakan teknologi yang sangat sederhana (TTG) artinya biaya oprasional yang dikeluarkan tidak terlalu besar. b. Ancaman Faktor ancaman adalah bagian dari faktor strategis eksternal yang dapat menghambat dan mengganggu pengembangan agroinstri perdesaan di Kabupaten Bengkalis yang seharusnya mendapat perlakuan secara baik dalam upaya pencapaian tujuan yang diinginkan, terdiri dari :

80 64 1. Tingkat Inflasi Krisis ekonomi yang berkepanjangan tentunya berdampak pada sektor usaha agroindustri perdesaan terutama berkaitan dengan harga sarana produksi seperti harga bahan baku, sehingga pelaku usaha kesulitan membeli bahan baku. Akibatnya pelaku usaha sulit untuk mendapatkan keuntungan dan akan mengancam kelangsungan usaha agroindustri perdesaan terutama masyarakat yang mempunyai modal kecil. 2. Produk Sejenis Dari Daerah Lain Sebagian daerah di Kabupaten Bengkalis merupakan penghasil utama agroindustri predesaan berbasis sagu, juga dari daerah lain seperti Pekanbaru dan dari daerah Cirebon sekitarnya, walaupun bahan baku dasar sagu tersebut dari daerah Kabupaten Bengkalis. 3. Keadaan Politik dan Keamanan Keadaan politik dan keamanan secara nasional maupun lokal belum menunjukkan kesetabilan dan ini sangat berpengaruh terhadap pengembangan usaha komoditas agroindustri perdesaan. Pada tingkat lokal hubungan yang harmonis antara legislatif dan eksekutif menjadi suatu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan, sementara putusan politik yang menyangkut dengan Peraturan Daerah (PERDA) seperti kerjasama antara investor dengan pelaku usaha agroindustri perdesaan. Hal seperti ini juga akan mempengaruhi

81 65 terhadap pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. 4. Tingkat Suku Bunga Tingkat suku bunga perkreditan yang berlaku pada perbankan saat ini masih cukup tinggi hal ini akan menimbulkan biaya tinggi terhadap produksi usaha agroindustri dan komoditas yang dihasilkan menjadi sulit untuk bersaing di pasaran. Akibat dari tingginya tingkat suku bunga tersebut pelaku usaha menjadi enggan untuk membuka kredit di perbankan. 5. Fluktuasi Harga Produksi komoditas agroindustri sangat bergantung terhadap bahan baku, saat ini harga bahan baku agroindustri berbasis sagu harganya sangat berfluktuasi sehingga mengak ibatkan produksi tidak terjamin kontinuitas dan keseragaman mutu, untuk itu pada saat salah satu bahan baku terjadi kenaikan harga pelaku usaha agroindustri tidak dapat mempertahankan kualitas produk dan ini akan menjadi ancaman bagi pelaku usaha tersebut. 6. Standarisasi Produk/Selera Konsumen Tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat semekin meningkat, maka kebutuhan masyarakat terhadap suatu produk akan lebih selektif baik dari kualitas maupun kuantitas.

82 Evaluasi Faktor Strategis Dalam melakukan evaluasi terhadap faktorfaktor strategis yang berpengaruh terhadap pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis menggunakan Evaluasi Faktor Internal (EFI) untuk Faktor Internal, dan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) untuk Faktor ekstenal. Maksud dilakukannya matriks IFE/EFE adalah untuk melihat keberhasilan pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu Evaluasi Faktor Internal Faktorfaktor strategis internal yang mempengearuhi agroindustri perdesaan unggulan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis. Setelah diperoleh pendapat dari responden sebanyak 7 orang untuk menentukan bobot dan rating maka hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 18. a. Elemen Kekuatan Pada elemen kekuatan terdapat enam faktor, dari keenam faktor tersebut, terdapat 4 faktor yang besar dampaknya dibandingkan dengan faktor strategis lainnya adalah sangat menentukan : Faktorfaktor tersebut adalah ketersediaan bahan baku (0,099), kualitas produk (0,099) kebijakan pemerintah (0,092), sarana dan prasarana produksi (0,085), lembaga pembina (0,082) serta kemampuan modal usaha (0,078) variasi pembobotan yang diperoleh setelah dianalisis. Ketersediaan bahan baku mempunyai nilai rating 4 berarti bahwa pengaruh terhadap pengembangan komoditas agroindustri perdesaan unggulan sangat menentukan, sedangkan faktor lembaga pembina, kebijakan pemerintah, kualitas produk, sarana dan prasarana produksi dan

83 67 kemampuan modal usaha mempunyai nilai 3 berarti mempunyai pengaruh terhadap pengembangan agroindustri perdesaan. Tabel 19. EFI Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Weight Score A. Kekuatan 1 Ketersediaan bahan baku 0, ,397 2 Lembaga pembina 0, ,245 3 Kebijakan pemerintah 0, ,277 4 Kualitas produk 0, ,298 5 Sarana dan prasarana produksi 0, ,255 6 Kemampuan modal usaha 0, ,234 Jumlah 0,535 1,706 B. Kelemahan 1 Keterampilan pelaku Agroindustri 0, ,067 2 Pelaksanaan pembinaan 0, ,135 3 Koordinasi antar lembaga terkait 0, ,113 4 Manajemen usaha 0, ,064 5 Informasi pasar 0, ,142 6 Kemasan produk 0, ,142 7 Pemilihan komoditas yang dihasilkan 0, ,135 Jumlah 0,465 0,798 T O T A L 1,000 2,504 Elemen elemen faktor kekuatan secara umum masih mampu mengatasi elemenelemen kelemahan jika dikelola dengan baik, serta mengedepankan unsur kekuatan yang ada pada fak tor strategi internal yang hanya dapat dilakukan dengan prinsip pendekatan manajemen. b. Elemen Kelemahan Berdasarkan tujuh faktor kelemahan terdapat 2 faktor yang besar dampaknya dibandingkan dengan faktor strategis lainnya adalah sangat menentukan. Faktorfaktor tersebut adalah keterampilan pelaku agroindustri dan manajemen usaha, faktorfaktor tersebut mempunyai nilai rating 1, dan lima faktor lainnya mempunyai nilai rating 2 yitu pelaksanaan pembinaan,

84 68 koordinasi antar lembaga terkait, informasi pasar, kemasan produk dan pemilihan komoditas yang dihasilkan. Pada elemen kelemahan faktor informasi pasar dan kemasan produk mempunyai bobot sebesar (0,071), keterampilan pelaku agroindustri, pelaksanaan pembinaan dan pemilihan komoditas yang dihasilkan dengan bobot sebesar (0,067), manajemen usaha mempunyai bobot sebesar (0,064) selanjutnnya koordinasi antar lembaga terkait mempunyai bobot sebesar (0,057). Dilihat dari jumlah skor total yang diberikan oleh responden cukup tinggi pada faktor kekuatan 1,706 sedangkan pada faktor kelemahan lebih rendah dengan skor sebesar 0,798 artinya kekuatan yang ada dapat memanfaatkan peluang yang ada dan kelemahan dapat diminimalisir untuk memanfaatkan peluang. Sementara total nilai weight score 2,504 yang berada di atas angka ratarata 2,500 artinya komoditas ag roindustri perdesaan berbasis sagu masih layak untuk dipertahankan dan dipelihara eksistensinya di Kabupaten Bengkalis Evaluasi Faktor Eksternal Faktorfaktor strategis eksternal yang mempengaruhi agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis. Setelah diperoleh pendapat dari responden sebanyak 7 orang untuk menentukan bobot dan rating, maka penjumlahannya adalah (eksternal). Uraian EFE pengembangan komoditas agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis dapat dilihat pada Tabel 20.

85 69 Tabel 20. EFE Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Weight Score A. Peluang 1 Peluang export dijual ke daerah lain 0, ,191 2 Potensi pasar 0, ,242 3 Otonomi daerah 0, ,282 4 Ketersediaan kredit 0, ,181 5 Kesempatan bermitra 0, ,148 6 Pertumbuhan ekonomi 0, ,201 7 Ketersediaan teknologi 0, ,252 8 Tingkat keuntungan usaha 0, ,221 Jumlah 0,574 1,718 B. Ancaman 1 Tingkat inflasi 0, ,107 2 Produk sejenis dari daerah lain 0, ,221 3 Keadaan politik dan keamanan 0, ,211 4 Tingkat suku bunga 0, ,201 5 Fluktuasi harga 0, ,211 6 Standarisasi produk/selera konsumen 0, ,272 Jumlah 0,426 0,225 T O T A L 1,000 2,943 a. Elemen Peluang Pada elemen kekuatan terdapat delapan faktor strategis, dari delapan faktor tersebut, terdapat 2 faktor sangat menentukan dampaknya dibandingkan dengan faktor strategis lainnya. Faktorfaktor tersebut adalah ketersediaan teknologi mempunyai bobot sebesar (0,084) dan potensi pasar (0,081), sedangkan faktorfaktor lain dampaknya menentukan atau penting yaitu kesempatan bermitra, tingkat keuntungan usaha (0,074), otonomi daerah (0,070), pertumbuhan ekonomi (0,067), peluang ekspor dijual ke daerah lain (0,064) sementara ketersediaan kredit (0,060). Berdasarkan delapan faktor peluang terdapat 1 faktor yang mempunyai rating 4 yaitu otonomi daerah sedangkan peluang ekspor dijual ke daerah lain, Potensi pasar, ketersediaan kredit, pertumbuhan ekonomi,

86 70 ketersediaan teknologi dan tingkat keuntungan usaha mempunyai rating 3, sementara kesempatan bermitra mempunyai rating 2. b. Elemen Ancaman Standarisasi produk/selera konsumen mmemiliki bobot 0,091 artinya besar dampaknya dibandingkan dengan faktorfaktor strategis eksternal lainnya adalah sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan komoditas agroindustri perdesaan berbasis sagu, faktorfaktor tersebut adalah produk sejenis dari daerah lain (0,074), keadaan politik dan keamanan serta fluktuasi harga mempunyai bobot (0,070), tingkat suku bunga (0,067) dan tingkat inflasi (0,054), semua faktor tersebut mempunyai pengaruh yang besar dalam pengembangan komoditas agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis. Faktor rating ancaman yang mempunyai nilai rating 3 yaitu tingkat inflasi, produk sejenis dari daerah lain, keadaan politik dan keamanan, tingkat suku bunga (0,067) dan fluktuasi harga dan standarisasi produk/selera konsumen artinya faktor ancaman tersebut penting/menentukan kemudian tingkat inflasi mempunyai nilai rating 2 ini sangat berpengaruh terhadap pengembangan komoditas agroindustri perdesaan berbasis sagu. Total nilai peluang adalah 1,718, hal ini menunjukkan angka lebih besar bila dibandingkan dengan total nilai ancaman 0,225, sementara total nilai peluang dan ancaman sebesar 2,943 berarti terhadap peluang dan ancaman cukup tinggi. Peluang dapat dimanfaatkan dengan sebaikbaiknya dan ancaman dapat dikendalikan dalam upaya pengembangan komoditas agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis.

87 Matrikss Internal Eksternal Analisis matrikss IE digunakan untuk mencari strategi umum (grand strategy) dalam pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis. Internal 2,504 V Eksternal 2,943 Gambar 4. Matriks IE untuk Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis. Matrikss IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu skor total IFE pada sumbux dan skor total EFE pada sumbuy. Berdasarkan perhitungan faktorfaktor strategis pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis diperoleh total skor IFE sebesar 2,504 dan total skor EFE sebesar 2,943. Skor total sumbux pada matriks IFE pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis berada pada nili 2,0 sampai 2,99,

88 72 ini menunjukkan posisi internal sedang.untuk sumbuy pada matriks EFE berada pada posisi eksternal ratarata. Dengan demikian posisi pengembangan agroindustri perdesaan Kabupaten Bengkalis berada pada sel V seperti terlihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3, Posisi pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupten Bengkalis termasuk dalam divisi V dengan strategi umum penetrasi pasar dan peengembangan produk. Dalam posisi pertahankan dan pelihara strategi terbaik untuk dikelola adalah strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar adalah berusaha meningkatkan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang sudah ada di pasar melalui promosi yang intensif dan didukung oleh komunikasi yang lebih efektif, sedangkan strategi pengembangan produk adalah strategi yang mencari peningkatan penjualan dengan memperbaiki atau inovasi produk atau jasa yang sudah ada Matriks SWOT Berikutnya setelah melakukan analisis EFI dan EFE Dalam pengembangan agroindustri perdesaan unggulan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis, maka tahap berikutnya memindahkan mariks EFI/EFE kedalam matriks SWOT. Tujuannya adalah untuk memperoleh alternatif strategi (S O, W O, ST, WT) dalam rangka pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis. Dari Matriks SWOT tersebut dapat dilihat pada Tabel Strategi S O (Strength Opportunities) Strategi S O berarti menggunakan kekuatan yang dimiliki dengan memafaatkan peluang yang ada diantaranya Dari hasil analisis yang dilakukan

89 73 berupa (1) Memperkuat struktur agroindustri berbasis sagu melalui pengembangan industri hulu yang memproduksi bahan baku yang berkualitas (2) Melaksanakan kemitraan antara industri besar/menengah dengan agroindustri perdesaan dalam pengembangan agroindustri berbasis sagu. Tabel 21. Alternatif strategi pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis. Faktor Eksternal PELUANG ( O ) 1. Peluang export dijual ke daerah lain 2. Potensi pasar 3. Otonomi daerah 4. Ketersediaan kredit 5. Kesempatan bermitra 6. Pertumbuhan ekonomi 7. Ketersediaan teknologi 8. Tingkat keuntungan usaha ANCAMAN ( T ) 1. Tingkat inflasi 2. Produk sejenis dari daerah lain 3. Keadaan politik dan keamanan 4. Tingkat suku bunga 5. Fluktuasi harga 6. Standarisasi produk/selera konsumen Faktor Internal KEKUATAN ( S ) 1. Ketersediaan bahan baku 2. Lembaga pembina 3. Kebijakan pemerintah 4. Kualitas produk 5. Sarana dan prasarana produksi 6. Kemampuan modal usaha STRATEGI SO 1. Memperkuat struktur agroindustri berbasis sagu melalui pengembangan industri hulu yang memproduksi bahan baku yang berkualitas (S1, S2, S3, S4, S5, S6 dan O1, O2, O3, O4, O7) 2. Melaksanakan kemitraan antara industri besar/menengah dengan agroindustri perdesaan dalam pengembangan agroindustri berbasis sagu (S1, S2, S4, S5,S6 dan O1, O2, O5, O7) STRATEGI ST 1. Penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu (S1, S2, S3, S4, dan T2, T5, T6) KELEMAHAN ( W ) 1. Keterampilan pelaku Agroindustri 2. Pelaksanaan pembinaan 3. Koordinasi antar lembaga terkait 4. Manajemen usaha 5. Informasi pasar 6. Kemasan produk 7. Pemilihan komoditas yang dihasilkan STRATEGI WO 1. Pembinaan dan pengembangan usaha agroindutri berbasis sagu secara terpadu (W1, W2, W4, W5, W6, W7 dan O1, O2, O3, O4, O5, O7, O8) 2. Memperkuat jaringan informasi pasar guna memanfaatkan peluang perdagangan antar daerah (W2, W3, W5,W6, W7 dan O1, O2, O3, O4, O5, O6, O7) STRATEGI WT 1. Pemberdayaan kelembagaan pelaku agroindustri berbasis sagu (W1, W2, W4, W7, dan T2, T6 ) 2. Meningkatkan intensitas pembinaan agroindustri perdesaan berbasis sagu melalui perluasan penguasaan faktor produksi dan pemberian pelatihan serta pemagangan guna meningkatkan kemampuan usaha (W1, W2, W3, dan T1, T2, T3, T4, T5, T6) Memperkuat struktur agroindustri berbasis sagu melalui pengembangan industri hulu yang memproduksi bahan baku berkualitas dilakukan dengan memanfaatkan ketersediaan bahan baku, lembaga pembina, kebijakan pemerintah, kualitas produk, sarana dan prasarana produksi, kemampuan modal usaha, peluang expor dijual ke daerah lain, potensi pasar, otonomi daerah, ketersediaan

90 74 kredit, kesempatan bermitra, pertumbuhan ekonomi, ketersediaan teknologi dan tingkat keuntungan usaha. Bentuk kegiatan memperkuat struktur agroindustri berbasis sagu melalui pengembangan industri hulu yang memproduksi bahan baku yang berkualitas telah dilakukan oleh pemerintah, melalui lembaga pembina dari dinas perdagangan dan perindustrian dengan ditetapkannya keputusan daerah yang tertuang didalam kebijakan pemerintah. Hal ini terkait dengan kualitas produk, membangun dan meningkatkan sarana dan prasarana produksi untuk menciptakan keterkaitan kegiatan mulai dari hulu sampai hilir serta memberikan modal usaha pengembangan ekonomi kerakyatan (PEK), peluang expor dijual ke daerah lain, potensi pasar, otonomi daerah, ketersediaan kredit, kesempatan bermitra, pertumbuhan ekonomi, ketersediaan teknologi dan tingkat keuntungan usaha, kegiatan pengembangan dari faktorfaktor strategis merupakan satu kesatuan sistem dari input proses sampai output. 2. Strategi S T (Strength Threats) Strategi S T berarti menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mmengatasi ancaman yang ada dengan cara melakukan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu. Penetrasi pasar adalah mencari pangsa pasar yang lebih besar untuk produk agroindustri berbasis sagu yang sudah ada atau mengembangkan yang baru. Hal ini dapat dilakukan karena tersedianya bahan baku agroindustri sagu, adanya lembaga pembina seperti Dinas Perindustrian Perdagangan dan Investasi, dan adanya dukungan kebijakan pemerintah serta kualitas produk yang baik.

91 75 3. Strategi W O (Weakneseses Opportunities) Strategi W O adalah untuk meminimalkan kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang ada dengan cara melakukan strategi pengembangan dan pembinaan agroindustri berbasis sagu secara terpadu dan memperkuat jaringan informasi pasar guna memanfaat peluang perdagangan antar daerah. Pembinaan terpadu dalam pengembangan agroindustri berbasis sagu dalam rangka meminimalkan kelemahan keterampilan pelaku agroindustri yang terbatas serta koordinasi yang kurang terpadu dengan melakukan perbaikan menejemen usaha untuk menembus pangsa pasar dengan penguatan informasi pasar, memperbaiki kualitas produk melalui pemilihan komoditas yang akan dihasilkan. 4. Strategi W T (Weakneseses Threats) Strategi W T adalah untuk meminimalkan kelemahan yang dimiliki dalam menghadapi ancaman yang ada, dengan cara melakukan strategi pemberdayaan kelembagaan pelaku agroindustri berbasis sagu dan meningkatkan intensitas agroindustri perdesaan berbasis sagu melalui perluasan penguasaan faktor produksi dan pemberian pelatihan serta pemagangan guna meningkatkan kemampuan usaha. Pemberdayaan kelembagaan dan meningkatkan intensitas pelaku usaha agroindustri berbasis sagu diperlukan karena adanya ancaman masuknya produk dari daerah lain dan tuntutan konsumen terhadap mutu produk sehingga nantinya dengan adannya pembinaan dapat diharapkan produk lokal mampu bersaing Penentuan Alternatif Strategi Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) adalah salah satu alat untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan faktorfaktor internal dan eksternal dari matriks EFI dan EFE. Dalam pengembangan

92 76 agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis, secara teoritis matriks QSPM menentukan daya tarik dari beberapa strategi berdasarkan faktorfaktor sukses kritis eksternal dan internal. Dari hasil analisis terhadap perhitungan peringkat strategi dengan menggunakan analisis QSPM dalam pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil Perhitungan Peringkat Strategi Pengembangan Agroindustri Perdesaan di Kabupaten Bengkalis No Alternatif Strategi Skor Peringkat Memperkuat struktur agroindustri berbasis sagu melalui pengembangan industri hulu yang memproduksi bahan baku yang berkualitas. 5,760 V Melaksanakan kemitraan antara industri besar/menengah dengan agroindustri perdesaan dalam pengembangan agroindustri 5,730 VII berbasis sagu. Pembinaan dan pengembangan usaha agroindutri berbasis sagu secara terpadu. 5,802 IV Penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu. 5,955 I Memperkuat jaringan informasi pasar guna memanfaatkan peluang perdagangan antar daerah. 5,930 II Pemberdayaan kelembagaan pelaku agroindustri berbasis sagu. Meningkatkan intensitas pembinaan agroindustri perdesaan berbasis sagu melalui perluasan penguasaan faktor produksi dan pemberian pelatihan serta pemagangan guna meningkatkan kemampuan usaha. 5,755 VI 5,805 III Pada Tabel 22 terlihat bahwa dari hasil strategi penentuan peringkat dengan menggunakan analisis QSPM diperoleh urutan prioritas pengembangan agroindustri perdesaan unggulan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis adalah Penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu. terpilih sebagai urutan pertama dengan skor 5,955, sedangkan melaksanakan kemitraan antara industri

93 77 besar/menengah dengan agroindustri perdesaan dalam pengembangan agroindustri berbasis sagu berada pada urutan terakhir dengan skor 5,730. Pembinaan dan pengembangan usaha agroindutri berbasis sagu secara terpadu merupakan hal yang sangat perlu untuk dilaksanakan melihat selama ini para pelaku agroindustri masih lemah, terutama agroindustri perdesaan yang berbasis sagu baik dalam hal keterampilan pelaku agroindustri, pelaksanaan pembinaan, koordinasi antar lembaga terkait, manajemen usaha, kemasan produk untuk itu diperlukan upayaupaya yang nyata dari pemerintah daerah dalam memfasilitasi penguatan jaringan informasi pasar Ikhtisar Faktorfaktor strategi dalam pengembangan agroindustri perdesaan unggulan di Kabupaten Bengkalis, adalah : 1. Faktor Internal a. Kekuatan meliputi : (1) Ketersediaan bahan baku, (2) Lembaga pembina, (3) Kebijakan pemerintah, (4) Kualitas produk, (5) Sarana dan prasarana produksi, dan (6) Kemampuan modal usaha. b. Kelemahan meliputi : (1) Keterampilan pelaku agroindustri, (2) Pelaksanaan pembinaan, (3) Koordinasi antar lembaga terkait, (4) Manajemen usaha, (5) Informasi pasar, (6) Kemasan produk, dan (7) Pemilihan komoditas yang dihasilkan. Dilihat dari sisi kekuatan ada faktor yang sangat besar dampaknya dan sangat menentukan dalam pengembangan agroindustri perdesaan unggulan berbasis sagu adalah ketersediaan bahan baku, Lembaga Pembina, Kebijakan pemerintah, kualitas produk, sarana dan prasarana produksi sementara pada sisi

94 78 kelemahan terdapat faktor yang sangat menentukan antara lain keterampilan pelaku agroindustri, pelaksanaan pembinaan serta kemasan produk, koordinasi antar lembaga terkait, manajemen usaha informasi pasar, kemasan produk dan pemilihan komoditas yang dihasilkan. Total nilai kekuatan adalah 1,706, hal ini menunjukkan angka lebih besar bila dibandingkan dengan total nilai kelemahan 0,798, sementara total nilai kekuatan dan kelemahan sebesar 2,504 berarti kekuatan masih dapat mengatasi kelemahan, namun mengantisipasi kelemahan dengan kekuatan yang ada harus dicermati dengan sebaikbaiknya. 1. Faktor eksternal antara lain : a. Peluang meliputi: (1) Peluang ekspor dijual kedaerah lain, (2) Potensi pasar, (3) Otonomi daerah, (4) Ketersediaan keredit (5) Kesempatan bermitra, (6) Pertumbuhan ekonomi (7) Ketersediaan teknologi, dan (8) Tingkat keuntungan usaha. b. Ancaman meliputi: (1) Tingkat inflasi, (2) Produk sejenis dari daerah lain, (3) Keadaan politik dan keamanan, (4) Tingkat suku bunga, (5) Fluktuasi harga, dan (6) Standarisasi produk/selera konsumen. Dilihat dari sisi peluang ada 2 besar dampaknya terhadap pengembangan agroindustri perdesaan unggulan berbasis sagu adalah Potensi pasar (0,081) dan Ketersediaan teknologi (0,084) sementara ancaman hanya 1 yaitu standarisasi produk/selera konsumen (0,091) sedangkan total nilai peluang adalah 1,718, hal ini menunjukkan angka lebih besar bila dibandingkan dengan total nilai ancaman 1,225, sementara total nilai peluang dan ancaman sebesar 2,943 berarti terhadap peluang dan ancaman cukup tinggi. Peluang dapat dimanfaatkan dengan

95 79 sebaik baiknya dan ancaman dapat dikendalikan dalam upaya pengembangan komoditas agroindustri. Dari hasil analisis terhadap perhitungan peringkat strategi dengan menggunakan analis is QSPM dalam pengembangan agroindustri perdesaan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis, alternatif strategi yang terpilih yaitu Penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu terpilih sebagai urutan pertama dengan skor 5,955.

96 VII. PERANCANGAN PROGRAM 7.1. Visi Kabupaten Bengkalis Menjadikan salah satu pusat perdagangan di Asia Tenggara dengan dukungan industri yang kuat dan sumberdaya manusia yang unggul, guna mewujudkan masyarakat sejahtera dan makmur tahun Misi Kabupaten Bengkalis Guna merealisasikan visi pembangunan Kabupaten Bengkalis, maka misi pembangunan Kabupaten Bengkalis untuk tahun dapat dinyatakan sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang menguasai Iptek dan memiliki Imtaq. 2. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam baik yang ada di daratan maupun di lautan guna mendukung industri dan perdagangan yang berbasis pada rakyat dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian dan kesinambungan. 3. Mengembangkan industri dan pertanian secara terpadu. 4. Membangun pusatpusat pengembangan pemasaran produk, komoditi industri dan pertanian pada jalurjalur yang strategis. 5. Membuka isolasi daerah dan mengembangkan potensi sumberdaya alam melalui pembangunan infrastruktur. 6. Mengaktualisasikan nilainilai budaya melayu guna terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

97 81 7. Melaksanakan kerjasama regional maupun internasional untuk menarik investasi dan memasarkan produkproduk daerah. 8. Membangun pemerintahan yang bersih, baik, adil, berwibawa dan amanah (clean government and good governance) Arah Kebijakan Pembangunan Industri Kabupaten Bengkalis Pembangunan sektor industri di Kabupaten Bengkalis belum maksimal, hal ini tergambar dengan kondis i industri kecil dan rumah tangga yang masih sangat sederhana dan tradisional. Kondisi tersebut merupakan sebuah tantangan dan memerlukan upaya pembinaan terutama dalam proses industrialisasi ditengah tengah era perdagangan dunia. Menjawab tantangan terseb ut, dalam pengembangan dan pembangunan industri di Kabupaten Bengkalis diarahkan untuk: 1. Mendorong berkembangnya industriindustri yang mempunyi keunggulan komparatif berbasis sumber daya alam dan sumberdaya buatan lokal serta berwawasan lingkungan. 2. Memperkuat struktur industri melalui pengembangan industri hilir yang mengolah bahan baku yang berasal dari dalam maupun luar Kabupaten Bengkalis. 3. Meningkatkan upaya menumbuhkn, pembinaan, dan pengembangan industri kecil dan menengah melalui perbaikan terhadap mutu produksi agar lebih kompetitif, perbaikn struktur permodalan agar lebih kuat dan perluasan jaringan pemasaran yang didukung oleh informasi pasar.

98 82 4. Melaksanakan kemitraan usaha antara industri besar dengan industri menengah dan kecil atas dasar saling membutuhkan, saling mendukung dan saling menguntungkan secara adil, professional, dan transparan. 5. Membangun kawasan industri untuk mendorong tumbuhnya industri lokal, perluasan kesempatan kerja, dan pemanfaatan sumber daya alam serta sumber daya buatan secra efisien dan efektif Rancangan Program Agroindustri Berbasis Sagu Stategi yang terpilih dari analisa perhitungan QSPM adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu. Yang melatar belakangi munculnya strategi tersebut berada pada divisi 5 (lima) dengan nilai internal 2,504 dam ekternal dengan nilai 2,943 yaitu dapat dikelola dengan posisi pertahankan dan pelihara dengan pertimbangan faktor internal (kekuatan) ketersedian bahan baku, lembaga Pembina, kebijakan pemerintah kualitas produk,sarana dan prasarana produk dan kemampuan modal usaha. Dari sisi faktor ekternal (ancaman) tingkat inflasi, produk sejenis dari daerah lain, keadaan politik dan keamanan, tingkat suku bunga, pluktuasi harga dan standarisasi produk/selera konsumen. Dari hasil FGD terungkap bahwa selama ini produk agroindustri berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis masih lemah dan belum dikembangkan dengan baik, sehingga produk yang dihasilkan belum dapat memenuhi permintaan pasar, konsumen masih banyak yang belum mengenal produk agroindustri berbasis sagu secara luas terutama komsumen yang berada diluar daerah. Untuk lebih terfokus pada substansi FGD, maka terlebih dahulu dicari pokok permasalahannya dan pemecahan masalahnya seperti terlihat pada Tabel 23.

99 83 Tabel 23. Masalah Dan Tindakan Pemecahan Masalah Strategi Penetrasi Pasar dan Pengembangan Produk Agroindustri Sagu Masalah Pemecahan Masalah Pengolahan masih menggunakan teknologi sederhana. Pemasaran masih terbatas untuk lokal, sigmentasi pasar terbatas. Sumber : Hasil FGD dengan Stakeholders Program revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu. Program pengembangan lembaga informasi pasar. Program pengembagan produk hasil olahan sagu. Program pemantapan teknologi pengolahan sagu. Dalam pelaksanaan FGD dirumuskan masalah dan potensi dibahas sebagai tindakan pemecahan masalah. Pada Tabel 23 sebagai upaya penerapan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri sagu. Dari hasil diskusi diperoleh rumusan program revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu, program ini dilakukan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan serta pengembangan teknologi, maka revitalisasi peralatan pengolahan hasil tepung sagu, dengan tujuan revitalisasi peralatan tersebut untuk meningkatkan deversifikasi produk, mutu produk olahan dan meningkatkan efisiensi serta efektifitas, dengan asumsi alat pengolahan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan kelompok usaha agroindustri sagu. Jenis paket berupa alat pengolahan dan paska panen ( Tepung sagu, Mie sagu, Kerupuk sagu dan kue bangkit sagu) dan alat kemasan produk agroindustri sagu. STRATEGI PENETRASI PASAR DAN PENGEMBANGAN PRODUK AGROINDUSTRI SAGU A. Program Program pengembangan produk agroindustri sagu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari empat asfek yang sangat menentukan dalam keberhasilan usaha agroindustri yaitu modal, teknologi untuk pengolahan dan pengepakan, bahan baku serta tenaga kerja. Untuk memberikan perhatian yang lebih pokus

100 84 bertahap dan terencana perlu ditetapkan melalui programpro gram sebagai berikut: 1. Program pemantapan teknologi pengolahan sagu. 2. Program pengembangan produk hasil olahan sagu. 3. Program pengembangan lembaga informasi pasar. 4. Program revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu. B. Tahapan Kegiatan (Renstra SKPD) Program revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu di laksanakan melalui tiga tahap antara lain: 1. tahap awal, 2. tahap lanjutan, dan 3. Tahap pemantapan, secara rinci tahapantahapan kegiatan dapat di jelaskan sebagai berikut: 1. Tahap Awal Tahap kaji terap terhadap teknologi pengolahan agroindustri sagu yaitu mengkaji dan menerapkan teknologi yang telah ada. 2. Tahap Lanjutan Tahap penerapan teknologi pengolahan agroindustri sagu yaitu revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu untuk menunjang pelaksanaan kegiatan serta pengembangan teknologi dalam meningkatkan deversifikasi produk, mutu produk olahan dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. 3. Tahap Pemantapan Tahap pemantapan pengolahan agroindustri sagu yaitu pembinaan terhadap lembaga agroindustri sagu.

101 85 C. Evaluasi Evaluasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui hasil dan kinerja penyelenggaraan rencana yang telah disusun sebagai masukan untuk penyempurnaan kebijakan dimasa yang akan datang, pada tahapan dari masingmasing kegiatan, baik pada tahap awal, tahap lanjutan maupun pada tahap pemantapan. Evaluasi dilakukan dalam rangka untuk melihat dampak program revitalisasi alat pengolahan agroindustri berbasis sagu..

102 VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Dari analisis dan pembahasan terhadap agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan teknik skoring dari sub sektor sebagai sumber bahan baku, maka diperoleh sub sektor perkebunan merupakan sub sektor yang terpilih sebagai sumber bahan baku. 2. Selanjutnya dari sub sektor perkebunan dilakukan pemilihan komoditas yang memungkinkan sebagai bahan baku agroindustri perdesaan dengan menggunakan teknik skoring, maka diperoleh komoditas tanaman sagu merupakan pilihan dalam pengembangan agroindustri perdesaan di Kabupaten Bengkalis. 3. Berdasarkan analisis internal dan eksternal diperoleh faktorfaktor strategis yang mempengaruhi agroindustri sebagai berikut : (1). Faktor Internal terdiri dari kekuatan (Ketersediaan bahan baku, Lembaga pembina, Kebijakan pemerintah, Kualitas produk, Sarana dan prasarana produksi dan Kemampuan modal usaha) dan kelemahan (Keterampilan pelaku agroindustri, Pelaksanaan pembinaan, Koordinasi antarlembaga terkait. Manajemen usaha, Informasi pasar, Kemasan produk dan Pemilihan komoditas yang dihasilkan), (2). Faktor Eksternal terdiri dari peluang (Peluang ekspor dijual kedaerah lain, Potensi pasar, Otonomi daerah, Ketersediaan keredit, Kesempatan bermitra, Pertumbuhan ekonomi, Ketersediaan teknologi dan Tingkat keuntungan usaha) dan ancaman

103 87 (Tingkat inflasi, Produk sejenis dari daerah lain, Keadaan politik dan keamanan, Tingkat suku bunga, Fluktuasi harga dan Standarisasi produk/selera konsumen). Faktor internal yang perlu diperhatikan adalah ketersediaan bahan baku, kualitas produk dan sarana dan prasarana produksi yang merupakan kekuatan yang sangat menonjol dalam pengembangan agroindustri di Kabupaten Bengkalis sementara halhal yang harus ditanggulangi adalah adanya kelemahan antara lain lemahnya keterampilan pelaku agroindustri dan lemahnya pelaksanaan pembinaan serta rendahnya penampilan kemasan produk. Dalam Faktor eksternal yang perlu diperhatikan adalah adanya peluang Potensi pasar dan Ketersediaan teknologi sementara yang harus diantisipasi adalah adanya ancaman Standarisasi produk/selera konsumen. 4. Dari analisis SWOT dan QSPM didapat strategi pengembangan agroindustri perdesaan unggulan berbasis sagu di Kabupaten Bengkalis melalui strategi Penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri berbasis sagu. Untuk melaksanakan strategi ini dilakukan melalui program revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu Implikasi kebijakan Dalam mengaplikasikan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk agroindustri sagu melalui program yang telah disusun hendaknya pemerintah daerah mendukung program program sebagai berikut : 1. Program pemantapan teknologi pengolahan sagu. 2. Program pengembangan produk hasil olahan sagu. 3. Program pengembangan lembaga informasi pasar.

104 88 4. Program revitalisasi alat pengolahan agroindustri sagu. Untuk memcepat pencapaian program tersebut di atas, maka perlu dukungan halhal sebagai berikut: 1. Sumberdaya manusia (SDM) mempunyai peranan penting dalam semua aspek kegiatan sebagai pelaku usaha agroindustri, mulai dari aspek manajerial sampai kepada aspek keterampilan.tindakan yang harus diambil adalah peningkatan kapasitas sumberdaya manusia pelaku agroindustri perdesaan yang terkonsentrasi revitalisasi alat pengolahan agro industri sagu. 2. Kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan pertumbuhan agroindustri sagu melalui inovasi, investasi, perdagangan, menghilangkan faktorfaktor yang menghambat pertumbuhan agroindustri sagu, meningkatkan efesiensi disemua sektor, meningkatkan kualitas menejerial dan meningkatkan kemandirian agar tidak tergantung pada fasilitas pemerintah secara terus menerus.

105 DAFTAR PUSTAKA Alkadri, Muchdie. Suhandojo. Tiga Pilar Pembangunan Wilayah. Penerbit BPPT. Jakarta. Bappeda Bengkalis, Program Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkalis tahun , Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkalis Bekerjasama dengan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Universitas Riau. Bengkalis. Bappeda, Strategi Pembangunan Kabupaten Bengkalis, Kantor Bappeda Kabupaten Bengkalis Daryanto, Arief, dan Tonny, Fredian Metodologi Kajian pembangunan Daerah, Proses Riset. Institut Pertanian Bogor. Bogor. David. F.R Strategic Management. Manajemen Strategis. Konsep Edisi 10. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Profil Industri Kecil dan Perdagangan di Kabupaten Bengkalis. Kerjasama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bengkalis dengan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis. Bengkalis GumbiraSaid, E Prespektif Pengembangan Agribisnis, Program Studi MMAIPB, Bogor. Hunger, J. David dan Wheelen, J. David Manajemen Strategis. Penerbit ANDI. Yokyakarta. Jauck, R L dan Glueck, R.W Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan, Edisi Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta. Ma arif, Syamsul dan Hendri Tanjung 2003, Teknik Teknik Kuantitatif untuk Maanajemen Penerbit Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Pearce II, John A. dan Richard B. Robinson Manajemen Strategik: Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Terjemahan Agus Maulana, MSM. Bina Aksara. Jakarta. Purnomo Hari Setiawan dan Zulkieflimansyah Manajemen Strategi Sebuah Konsep Pengantar, Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Rangkuti, Freddy Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

106 90 Saragih, Bungaran Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. PT. Surveyor Indonesia Kerjasama dengan PSP IPB. Jakarta. Soekartawi Pengantar Agroindustri, Edisi Pertama, Penerbit PT Raja Grafindo persada Yakarta Solahuddin, Soleh Kebijaksanaan dan Strategi Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Sebagai Pemacu Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Makalah Seminar. Departemen Pertanian. Supranto.j, 2001, Statistik Teori dan Aplikasi. Edisi keenam. Jilid.2. Penerbit Erlangga. Jakarta Undang Undang No. 22 Tahun Pemerintah Daerah. Penerbit Restu Agung. Jakarta

107 L A M P I R A N

108 92 Lampiran 1. PDRB Kabupaten Bengkalis Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Sektor (Jutaan Rupiah). SEKTOR 2000* 2001* 2002* 2003* 2004* 1. PERTANIAN , , , , ,18 a. Tanaman Bahan Makanan , , , , ,87 b. Tanaman Perkebunan , , , , ,94 c. Peternakan , , , , ,34 d. Kehutanan , , , , ,21 e. Perikanan , , , , ,82 2. PERTAMBANGAN DAN 4.611, , , , ,73 PENGGALIAN a. Pertambangan 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Penggalian 4.611, , , , ,73 3. INDUSTRI PENGOLAHAN , , , , ,53 a. Industri Migas 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 b. Industri Tanpa Migas , , , , ,53 4. LISTRIK DAN AIR BERSIH , , , , ,14 a. Listrik , , , , ,99 b. Air Minum 2672, , , , ,15 5. BANGUNAN , , , , ,24 6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN , , , , ,55 RESTORAN a. Perdagangan , , , , ,47 b. Hotel 6.980, , , , ,28 c. Restoran 3.923, , , , ,80 7. PENGANGKUTAN DAN , , , , ,82 KOMUNIKASI a. Pengangkutan , , , , ,15 1. Angkutan Darat , , , , ,95 2. Angkutan Laut , , , , ,97 3. Angkutan Udara 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 4. Jasa Penunjang , , , , ,23 Angkutan b. Komunikasi 5.542, , , , ,67 8. KEUANGAN, PERSEWAAN DAN , , , , ,20 JASA PERUSAHAAN a. Bank 305, , , , ,65 b. Lembaga K.T.B 3.651, , , , ,84 c. Sewa Bangunan , , , , ,50 d. Jasa Perusahaan 2494, , , , ,21 9. JASA JASA , , , , ,71 a. Pemerintahan Umum , , , , ,39 b. Swasta , , , , ,32 1. Sosial Kemasyarakatan 2.799, , , , ,09 2. Hiburan 6.075, , , , ,89 3. Perorangan dan Rumah , , , , ,34 Tangga P D R B , , , , ,10 Keterangan : * : Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis 2006.

109 93 Lampiran 2. Perhitungan Penentuan Sub Sektor Sumber Bahan Baku Agroindustri Dengan Menggunakan Teknik Skoring Berdasarkan Penilaian 7 Orang Responden. Responden 1 No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Total Kriteria 1 Ketersediaan lahan Produktivitas lahan Keterampilan petani Teknologi Potensi pasar Aksesibilitas Aspek kelembagaan Kebijakan pemerintah Kondisi lingkungan/alam Aspirasi/motivasi petani Kemudahan/ketersediaan peralatan Total Alternatif Responden 2 No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Total Kriteria 1 Ketersediaan lahan Produktivitas lahan Keterampilan petani Teknologi Potensi pasar Aksesibilitas Aspek kelembagaan Kebijakan pemerintah Kondisi lingkungan/alam Aspirasi/motivasi petani Kemudahan/ketersediaan peralatan Total Alternatif Responden 3 No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Total Kriteria 1 Ketersediaan lahan Produktivitas lahan Keterampilan petani Teknologi Potensi pasar Aksesibilitas Aspek kelembagaan Kebijakan pemerintah Kondisi lingkungan/alam Aspirasi/motivasi petani Kemudahan/ketersediaan peralatan Total Alternatif

110 94 Lampiran 2 lanjutan Responden 4 No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Total Kriteria 1 Ketersediaan lahan Produktivitas lahan Keterampilan petani Teknologi Potensi pasar Aksesibilitas Aspek kelembagaan Kebijakan pemerintah Kondisi lingkungan/alam Aspirasi/motivasi petani Kemudahan/ketersediaan peralatan Total Alternatif Responden 5 No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Total Kriteria 1 Ketersediaan lahan Produktivitas lahan Keterampilan petani Teknologi Potensi pasar Aksesibilitas Aspek kelembagaan Kebijakan pemerintah Kondisi lingkungan/alam Aspirasi/motivasi petani Kemudahan/ketersediaan peralatan Total Alternatif Responden 6 No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Total Kriteria 1 Ketersediaan lahan Produktivitas lahan Keterampilan petani Teknologi Potensi pasar Aksesibilitas Aspek kelembagaan Kebijakan pemerintah Kondisi lingkungan/alam Aspirasi/motivasi petani Kemudahan/ketersediaan peralatan Total Alternatif

111 95 Lampiran 2 lanjutan Responden 7 No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Total Kriteria 1 Ketersediaan lahan Produktivitas lahan Keterampilan petani Teknologi Potensi pasar Aksesibilitas Aspek kelembagaan Kebijakan pemerintah Kondisi lingkungan/alam Aspirasi/motivasi petani Kemudahan/ketersediaan peralatan Total Alternatif Nilai akhir penilaian responden terhadap sub sektor berdasarkan kriteria No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Total Kriteria 1 Ketersediaan lahan Produktivitas lahan Keterampilan petani Teknologi Potensi pasar Aksesibilitas Aspek kelembagaan Kebijakan pemerintah Kond isi lingkungan/alam Aspirasi/motivasi petani Kemudahan/ketersediaan peralatan Total Alternatif Bobot tingkat kepentingan kriteria menurut penilaian responden No Kriteria Jumlah N Nilai? Rataan Bobot Bobot 1 Ketersediaan lahan ,143 0,097 2 Produktivitas lahan ,286 0,102 3 Keterampilan petani ,857 0,088 4 Teknologi ,714 0,084 5 Potensi pasar ,286 0,102 6 Aksesibilitas ,143 0,097 7 Aspek kelembagaan ,286 0,071 8 Kebijakan pemerintah ,000 0,093 9 Kondisi lingkungan/alam ,429 0, Aspirasi/motivasi petani ,857 0, Kemudahan/ketersediaan peralatan ,286 0,071 Jumlah 32,286 1,000

112 96 Lampiran 2 lanjutan Hasil akhir penentuan sub sektor unggulan sumber bahan baku agroindustri No Kriteria Pertanian Peternakan Perikanan Perkebunan Bobot 1 Ketersediaan lahan ,097 2 Produktivitas lahan ,102 3 Keterampilan petani ,088 4 Teknologi ,084 5 Potensi pasar ,102 6 Aksesibilitas ,097 7 Aspek kelembagaan ,071 8 Kebijakan pemerintah ,093 9 Kondisi lingkungan/alam , Aspirasi/motivasi petani , Kemudahan/ketersediaan peralatan ,071 S k o r 2,681 2,714 2,862 2,904 Ranking IV III II I

113 97 Lampiran 3. Perhitungan Penentuan Bahan Baku Agroindustri Dengan Menggunakan Teknik Skoring Berdasarkan Penilaian 7 Orang Responden. Responden 1 No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Total Kriteria 1 Tingkat produtifitas bahan baku Aksesibilitas ketersediaan bahan baku Potensi pasar Teknologi yang tersedia Kebijakan pemerintah Kelembagaan Sarana dan prasarana produksi Keterampilan masyarakat Sosial budaya masyarakat Daya serap tenaga kerja Dampak terhadap lingkungan Total Alternatif Responden 2 No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Total Kriteria 1 Tingkat produtifitas bahan baku Aksesibilitas ketersediaan bahan baku Potensi pasar Teknologi yang tersedia Kebijakan pemerintah Kelembagaan Sarana dan prasarana produksi Keterampilan masyarakat Sosial budaya masyarakat Daya serap tenaga kerja Dampak terhadap lingkungan Total Alternatif Responden 3 No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Total Kriteria 1 Tingkat produtifitas bahan baku Aksesibilitas ketersediaan bahan baku Potensi pasar Teknologi yang tersedia Kebijakan pemerintah Kelembagaan Sarana dan prasarana produksi Keterampilan masyarakat Sosial budaya masyarakat Daya serap tenaga kerja Dampak terhadap lingkungan Total Alternatif

114 98 Lampiran 3 lanjutan Responden 4 No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Total Kriteria 1 Tingkat produtifitas bahan baku Aksesibilitas ketersediaan bahan baku Potensi pasar Teknologi yang tersedia Kebijakan pemerintah Kelembagaan Sarana dan prasarana produksi Keterampilan masyarakat Sosial budaya masyarakat Daya serap tenaga kerja Dampak terhadap lingkungan Total Alternatif Responden 5 No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Total Kriteria 1 Tingkat produtifitas bahan baku Aksesibilitas ketersediaan bahan baku Potensi pasar Teknologi yang tersedia Kebijakan pemerintah Kelembagaan Sarana dan prasarana produksi Keterampilan masyarakat Sosial budaya masyarakat Daya serap tenaga kerja Dampak terhadap lingkungan Total Alternatif Responden 6 No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Total Kriteria 1 Tingkat produtifitas bahan baku Aksesibilitas ketersediaan bahan baku Potensi pasar Teknologi yang tersedia Kebijakan pemerintah Kelembagaan Sarana dan prasarana produksi Keterampilan masyarakat Sosial budaya masyarakat Daya serap tenaga kerja Dampak terhadap lingkungan Total Alternatif

115 99 Lampiran 3 lanjutan Responden 7 No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Total Kriteria 1 Tingkat produtifitas bahan baku Aksesibilitas ketersediaan bahan baku Potensi pasar Teknologi yang tersedia Kebijakan pemerintah Kelembagaan Sarana dan prasarana produksi Keterampilan masyarakat Sosial budaya masyarakat Daya serap tenaga kerja Dampak terhadap lingkungan Total Alternatif Nilai akhir penilaian responden terhadap sub sektor berdasarkan kriteria No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Total Kriteria 1 Tingkat produtifitas bahan baku Aksesibilitas ketersediaan bahan baku Potensi pasar Teknologi yang tersedia Kebijakan pemerintah Kelembagaan Sarana dan prasarana produksi Keterampilan masyarakat Sosial budaya masyarakat Daya serap tenaga kerja Dampak terhadap lingkungan Total Alternatif Bobot tingkat kepentingan kriteria menurut penilaian responden No Kriteria Jumlah N? Rataan Nilai Bobot Bobot 1 Tingkat produtifitas bahan baku ,286 0,094 2 Aksesibilitas ketersediaan bahan baku ,714 0,106 3 Potensi pasar ,429 0,098 4 Teknologi yang tersedia ,000 0,086 5 Kebijakan pemerintah ,857 0,082 6 Kelembagaan ,000 0,086 7 Sarana dan prasarana produksi ,429 0,098 8 Keterampilan masyarakat ,429 0,098 9 Sosial budaya masyarakat ,857 0, Daya serap tenaga kerja ,143 0, Dampak terhadap lingkungan ,857 0,082 Jumlah 35,000 1,000

116 100 Lampiran 3 lanjutan Hasil akhir penentuan bahan baku agroindustri No Kriteria Basis Sagu Basis Kopi Basis Kelapa Basis Melinjo Total Kriteria 1 Tingkat produtifitas bahan baku ,094 2 Aksesibilitas ketersediaan bahan baku ,106 3 Potensi pasar ,098 4 Teknologi yang tersedia ,086 5 Kebijakan pemerintah ,082 6 Kelembagaan ,086 7 Sarana dan prasarana produksi ,098 8 Keterampilan masyarakat ,098 9 Sosial budaya masyarakat , Daya serap tenaga kerja , Dampak terhadap lingkungan ,082 S k o r 2,918 2,555 2,833 2,359 Ranking I III II IV

117 101 Lampiran 4. Penentuan Kekuatan dan Kelemahan Faktor Strategis Internal dalam Pengembangan Agroindustri Pedesaan Berbasis Sagu dari 7 Responden. No Faktor Strategis Internal Jumlah (+) () 1. Keterampilan pelaku Agroindustri 3 4 W 2. Ketersediaan bahan baku 7 0 S 3. Lembaga pembina 6 1 S 4. Pelaksanaan pembinaan 3 4 W 5. Kebijakan pemerintah 7 0 S 6. Koordinasi antar lembaga terkait 3 4 W 7. Manajemen usaha 3 4 W 8. Kualitas produk 4 3 S 9. Informasi pasar 3 4 W 10. Kemasan produk 3 4 W 11. Sarana dan prasarana produksi 7 0 S 12. Pemilihan komoditas yang dihasilkan 3 4 W 13. Kemampuan modal usaha 7 0 S Hasil Keterangan : S = Strength (Kekuatan) W = Weaknes (Kelemahan) Lampiran 5. Penentuan Bobot Faktor Strategis Internal dalam Pengembangan Agroindustri Pedesaan Berbasis Sagudari 7 Responden. No Faktor Strategis Internal Jumlah N? Rata Nilai Rata Bobot 1. Keterampilan pelaku Agroindustri ,71 0, Ketersediaan bahan baku ,00 0, Lembaga pembina ,29 0, Pelaksanaan pembinaan ,71 0, Kebijakan pemerintah ,71 0, Koordinasi antar lembaga terkait ,29 0, Manajemen usaha ,57 0, Kualitas produk ,00 0, Informasi pasar ,86 0, Kemasan produk ,86 0, Sarana dan prasarana produksi ,43 0, Pemilihan komoditas yang dihasilkan ,71 0, Kemampuan modal usaha ,14 0,078 Jumlah 40,29 1,000

118 102 Lampiran 6. Hasil Perhitungan Rating Faktor Kekuatan dari 7 Responden. No Faktor Strategis Internal Jumlah Nilai N? Nilai Akhir 1. Ketersediaan bahan baku , Lembaga pembina , Kebijakan pemerintah , Kualitas produk , Sarana dan prasarana produksi , Kemampuan modal usaha ,29 3 Lampiran 7. Hasil Perhitungan Rating Faktor Kelemahan dari 7 Responden. No Faktor Strategis Internal Jumlah Nilai N? Nilai Akhir 1. Keterampilan pelaku Agroindustri , Pelaksanaan pembinaan , Koordinasi antar lembaga terkait , Manajemen usaha , Informasi pasar , Kemasan produk , Pemilihan komoditas yang dihasilkan ,71 2 Lampiran 8. EFI Pengembangan Komoditas Agroindustri Pedesaan Berbasis Sagudi Kabupaten Bengkalis No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Weight Score A. Kekuatan 1 Ketersediaan bahan baku 0, ,397 2 Lembaga pembina 0, ,245 3 Kebijakan pemerintah 0, ,277 4 Kualitas produk 0, ,299 5 Sarana dan prasarana produksi 0, ,255 6 Kemampuan modal usaha 0, ,234 Jumlah 0,535 1,708 B. Kelemahan 1 Keterampilan pelaku Agroindustri 0, ,067 2 Pelaksanaan pembinaan 0, ,135 3 Koordinasi antar lembaga terkait 0, ,113 4 Manajemen usaha 0, ,064 5 Informasi pasar 0, ,142 6 Kemasan produk 0, ,142 7 Pemilihan komoditas yang dihasilkan 0, ,135 Jumlah 0,465 1,798 T O T A L 1,000 2,505

119 103 Lampiran 9. Penentuan Kekuatan dan Kelemahan Faktor Strategis eksternal dalam Pengembangan Agroindustri Pedesaan Berbasis Sagu dari 7 Responden. No Faktor Strategis eksternal Jumlah (+) () 1. Tingkat inflasi 3 4 T 2. Peluang export dijual ke daerah lain 7 0 O 3. Potensi pasar 6 1 O 4. Produk sejenis dari daerah lain 1 6 T 5. Otonomi daerah 6 1 O 6. Keadaan politik dan keamanan 2 5 T 7. Ketersediaan kredit 6 1 O 8. Tingkat suku bunga 2 5 T 9. Fluktuasi harga 3 4 T 10. Kesempatan bermitra 7 0 O 11. Pertumbuhan ekonomi 6 1 O 12. Ketersediaan teknologi 6 1 O 13. Tingkat keuntungan usaha 5 2 O 14. Standarisasi pro duk/selera konsumen 1 6 T Hasil Keterangan : S = Strength (Kekuatan) W = Weaknes (Kelemahan) Lampiran 10. Penentuan Bobot Faktor Strategis Eksternal dalam Pengembangan Agroindustri Pedesaan Berbasis Sagu dari 7 Responden. No Faktor Strategis eksternal Jumlah Rata Nilai N? Rata Bobot 1. Tingkat inflasi ,29 0, Peluang export dijual ke daerah lain ,71 0, Potensi pasar ,43 0, Produk sejenis dari daerah lain ,14 0, Otonomi daerah ,00 0, Keadaan politik dan keamanan ,00 0, Ketersediaan kredit ,57 0, Tingkat suku bunga ,86 0, Fluktuasi harga ,00 0, Kesempatan bermitra ,14 0, Pertumbuhan ekonomi ,86 0, Ketersediaan teknologi ,57 0, Tingkat keuntungan usaha ,14 0,074 Jumlah 42,57 1,000

120 104 Lampiran 11. Hasil Perhitungan Rating Faktor Peluang dari 7 Responden. No Faktor Strategis eksternal Jumlah Nilai N? Nilai Akhir 1. Peluang export dijual ke daerah lain , Potensi pasar , Otonomi daerah , Ketersediaan kredit , Kesempatan bermitra , Pertumbuhan ekonomi , Ketersediaan teknologi , Tingkat keuntungan usaha ,14 3 Lampiran 12. Hasil Perhitungan Rating Faktor Ancaman dari 7 Responden. No Faktor Strategis eksternal Jumlah N? Nilai 1. Tingkat inflasi , Produk sejenis dari daerah lain , Keadaan politik dan keamanan , Tingkat suku bunga , Fluktuasi harga , Standarisasi produk/selera konsumen ,29 3 Nilai Akhir Lampiran l 3. EFE Pengembangan Komoditas Agroindustri Perdesaan Berbasis Sagu di Kabupaten Bengkalis No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Weight Score A. Peluang 1 Peluang export dijual ke daerah lain 0, ,191 2 Potensi pasar 0, ,242 3 Otonomi daerah 0, ,282 4 Ketersediaan kredit 0, ,181 5 Kesempatan bermitra 0, ,148 6 Pertumbuhan ekonomi 0, ,201 7 Ketersediaan teknologi 0, ,252 8 Tingkat keuntungan usaha 0, ,221 Jumlah 0,574 1,718 B. Ancaman 1 Tingkat inflasi 0, ,107 2 Produk sejenis dari daerah lain 0, ,221 3 Keadaan politik dan keamanan 0, ,211 4 Tingkat suku bunga 0, ,201 5 Fluktuasi harga 0, ,211 6 Standarisasi produk/selera konsumen 0, ,272 Jumlah 0,426 1,225 T O T A L 1,000 2,943

121 105 Lampiran 14. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi 1 (Memperkuat Struktur Agroindustri Berbasis Sagu Melalui Pengembangan Industri Hulu Yang Memproduksi Bahan Baku Yang Berkualitas ) dari 7 Responden. No Faktor Strategis Jumlah N? Nilai Peluang 1. Peluang export dijual ke daerah lain , Potensi pasar , Otonomi daerah , Ketersediaan kredit , Kesempatan bermitra , Pertumbuhan ekonomi , Ketersediaan teknologi , Tingkat keuntungan usaha ,71 3 Nilai Akhir Ancaman 1. Tingkat inflasi , Produk sejenis dari daerah lain , Keadaan politik dan keamanan , Tingkat suku bunga , Fluktuasi harga , Standarisasi produk/selera konsumen ,14 3 Kekuatan 1. Ketersediaan bahan baku , Lembaga pembina , Kebijakan pemerintah , Kualitas produk , Sarana dan prasarana produksi , Kemampuan modal usaha ,29 3 Kelemahan 1. Keterampilan pelaku Agroindustri , Pelaksanaan pembinaan , Koordinasi antar lembaga terkait , Manajemen usaha , Informasi pasar , Kemasan produk , Pemilihan komoditas yang dihasilkan ,14 3 Keterangan : 1 = tidak menarik. 2 = agak menarik. 3 = cukup menarik. 4 = sangat menarik.

122 106 Lampiran 15. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi 2 (Melaksanakan Kemitraan Antara Industri Besar/Menengah Dengan Agroindustri Pedesaan Dalam Pengembangan Agroindustri Sagu) dari 7 Responden. No Faktor Strategis Jumlah N? Nilai Peluang 1. Peluang export dijual ke daerah lain , Potensi pasar , Otonomi daerah , Ketersediaan kredit , Kesempatan bermitra , Pertumbuhan ekonomi , Ketersediaan teknologi , Tingkat keuntungan usaha ,86 3 Nilai Akhir Ancaman 1. Tingkat inflasi , Produk sejenis dari daerah lain , Keadaan politik dan keamanan , Tingkat suku bunga , Fluktuasi harga , Standarisasi produk/selera konsumen ,00 3 Kekuatan 1. Ketersediaan bahan baku , Lembaga pembina , Kebijakan pemerintah , Kualitas produk , Sarana dan prasarana produksi , Kemampuan modal usaha ,14 3 Kelemahan 1. Keterampilan pelaku Agroindustri , Pelaksanaan pembinaan , Koordinasi antar lembaga terkait , Manajemen usaha , Informasi pasar , Kemasan produk , Pemilihan komoditas yang dihasilkan ,14 3 Keterangan : 1 = tidak menarik. 2 = agak menarik. 3 = cukup menarik. 4 = sangat menarik. 0

123 107 Lampiran 16. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi 3 (Pembinaan dan Pengembangan Usaha Agroindustri Berbasis Sagu Secara Terpadu) dari 7 Responden. No Faktor Strategis Jumlah N? Nilai Peluang 1. Peluang export dijual ke daerah lain , Potensi pasar , Otonomi daerah , Ketersediaan kredit , Kesempatan bermitra , Pertumbuhan ekonomi , Ketersediaan teknologi , Tingkat keuntungan usaha ,71 3 Nilai Akhir Ancaman 1. Tingkat inflasi , Produk sejenis dari daerah lain , Keadaan politik dan keamanan , Tingkat suku bunga , Fluktuasi harga , Standarisasi produk/selera konsumen ,00 3 Kekuatan 1. Ketersediaan bahan baku , Lembaga pembina , Kebijakan pemerintah , Kualitas produk , Sarana dan prasarana produksi , Kemampuan modal usaha ,14 3 Kelemahan 1. Keterampilan pelaku Agroindustri , Pelaksanaan pembinaan , Koordinasi antar lembaga terkait , Manajemen usaha , Informasi pasar , Kemasan produk , Pemilihan komoditas yang dihasilkan ,14 3 Keterangan : 1 = tidak menarik. 2 = agak menarik. 3 = cukup menarik. 4 = sangat menarik.

124 108 Lampiran 17. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi 4 (Penetrasi Pasar dan Pengembangan Produk Agroindustri Berbasis Sagu) dari 7 Responden. No Faktor Strategis Jumlah N? Nilai Peluang 1. Peluang export dijual ke daerah lain , Potensi pasar , Otonomi daerah , Ketersediaan kredit , Kesempatan bermitra , Pertumbuhan ekonomi , Ketersediaan teknologi , Tingkat keuntungan usaha ,71 3 Nilai Akhir Ancaman 1. Tingkat inflasi , Produk sejenis dari daerah lain , Keadaan politik dan keamanan , Tingkat suku bunga , Fluktuasi harga , Standarisasi produk/selera konsumen ,00 3 Kekuatan 1. Ketersediaan bahan baku , Lembaga pembina , Kebijakan pemerintah , Kualitas produk , Sarana dan prasarana produksi , Kemampuan modal usaha ,86 3 Kelemahan 1. Keterampilan pelaku Agroindustri , Pelaksanaan pembinaan , Koordinasi antar lembaga terkait , Manajemen usaha , Informasi pasar , Kemasan produk , Pemilihan komoditas yang dihasilkan ,00 3 Keterangan : 1 = tidak menarik. 2 = agak menarik. 3 = cukup menarik. 4 = sangat menarik.

125 109 Lampiran 18. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi 5 (Memperkuat Jaringan Imformasi Pasar Guna Memanfaatkan Peluang Perdagangan Antar Daerah) dari 7 Responden. No Faktor Strategis Jumlah N? Nilai Peluang 1. Peluang export dijual ke daerah lain , Potensi pasar , Otonomi daerah , Ketersediaan kredit , Kesempatan bermitra , Pertumbuhan ekonomi , Ketersediaan teknologi , Tingkat keuntungan usaha ,71 3 Nilai Akhir Ancaman 1. Tingkat inflasi , Produk sejenis dari daerah lain , Keadaan politik dan keamanan , Tingkat suku bunga , Fluktuasi harga , Standarisasi produk/selera konsumen ,14 3 Kekuatan 1. Ketersediaan bahan baku , Lembaga pembina , Kebijakan pemerintah , Kualitas produk , Sarana dan prasarana produksi , Kemampuan modal usaha ,86 3 Kelemahan 1. Keterampilan pelaku Agroindustri , Pelaksanaan pembinaan , Koordinasi antar lembaga terkait , Manajemen usaha , Informasi pasar , Kemasan produk , Pemilihan komoditas yang dihasilkan ,14 3 Keterangan : 1 = tidak menarik. 2 = agak menarik. 3 = cukup menarik. 4 = sangat menarik.

126 110 Lampiran 19. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi 6 (Pemberdayaan Kelembagaan Pelaku Agroindustri Berbasis Sagu) dari 7 Responden. No Faktor Strategis Jumlah N? Nilai Peluang 1. Peluang export dijual ke daerah lain , Potensi pasar , Otonomi daerah , Ketersediaan kredit , Kesempatan bermitra , Pertumbuhan ekonomi , Ketersediaan teknologi , Tingkat keuntungan usaha ,71 3 Nilai Akhir Ancaman 1. Tingkat inflasi , Produk sejenis dari daerah lain , Keadaan politik dan keamanan , Tingkat suku bunga , Fluktuasi harga , Standarisasi produk/selera konsumen ,57 3 Kekuatan 1. Ketersediaan bahan baku , Lembaga pembina , Kebijakan pemerintah , Kualitas produk , Sarana dan prasarana produksi , Kemampuan modal usaha ,86 3 Kelemahan 1. Keterampilan pelaku Agroindustri , Pelaksanaan pembinaan , Koordinasi antar lembaga terkait , Manajemen usaha , Informasi pasar , Kemasan produk , Pemilihan komoditas yang dihasilkan ,43 2 Keterangan : 1 = tidak menarik. 2 = agak menarik. 3 = cukup menarik. 4 = sangat menarik.

127 111 Lampiran 20. Hasil Perhitungan Nilai Daya Tarik (NDT) Alternatif Strategi 7 (Peningkatan Intensitas Pembinaan Agroindustri Berbasis Sagu Melalui Perluasan Penguasaan Faktor Produksi Serta Pemberian Pelatihan dan Pemagangan Guna Meningkatkan Kemampuan Usaha) dari 7 Responden. No Faktor Strategis Jumlah N? Nilai Peluang 1. Peluang export dijual ke daerah lain , Potensi pasar , Otonomi daerah , Ketersediaan kredit , Kesempatan bermitra , Pertumbuhan ekonomi , Ketersediaan teknologi , Tingkat keuntungan usaha ,71 3 Nilai Akhir Ancaman 1. Tingkat inflasi , Produk sejenis dari daerah lain , Keadaan politik dan keamanan , Tingkat suku bunga , Fluktuasi harga , Standarisasi produk/selera konsumen ,71 3 Kekuatan 1. Ketersediaan bahan baku , Lembaga pembina , Kebijakan pemerintah , Kualitas produk , Sarana dan prasarana produksi , Kemampuan modal usaha ,71 3 Kelemahan 1. Keterampilan pelaku Agroindustri , Pelaksanaan pembinaan , Koordinasi antar lembaga terkait , Manajemen usaha , Informasi pasar , Kemasan produk , Pemilihan komoditas yang dihasilkan ,71 3 Keterangan : 1 = tidak menarik. 2 = agak menarik. 3 = cukup menarik. 4 = sangat menarik.

128 Lampiran 21. Hasil Perhitungan Total Nilai Daya Tarik (TNDT) dalam Pemiilihan Strategi Pengembangan Agroindustri Pedesaan di Kabupaten Bengkalis melalui Quantitative Strategic Planing Matrix (QSPM) dari 7 Responden. Alternatif Strategi No Faktor Strategis Bobot Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 Strategi 7 NDT NDT NDT NDT NDT NDT NDT NDT NDT NDT NDT NDT NDT Peluang 1. Peluang export dijual ke daerah lain 0, , , , , , , , Potensi pasar 0, , , , , , , , Otonomi daerah 0, , , , , , , , Ketersediaan kredit 0, , , , , , , , Kesempatan bermitra 0, , , , , , , , Pertumbuhan ekonomi 0, , , , , , , , Ketersediaan teknologi 0, , , , , , , , Tingkat keuntungan usaha 0, , , , , , , ,221 Ancaman 1. Tingkat inflasi 0, , , , , , , , Produk sejenis dari daerah lain 0, , , , , , , , Keadaan politik dan keamanan 0, , , , , , , , Tingkat suku bunga 0, , , , , , , , Fluktuasi harga 0, , , , , , , , Standarisasi produk/selera konsumen 0, , , , , , , ,272 Kekuatan 1. Ketersediaan bahan baku 0, , , , , , , , Lembaga pembina 0, , , , , , , , Kebijakan pemerintah 0, , , , , , , , Kualitas produk 0, , , , , , , , Sarana dan prasarana produksi 0, , , , , , , , Kemampuan modal usaha 0, , , , , , , ,198 Kelemahan 1. Keterampilan pelaku Agroindustri 0, , , , , , , , Pelaksanaan pembinaan 0, , , , , , , , Koordinasi antar lembaga terkait 0, , , , , , , , Manajemen usaha 0, , , , , , , , Informasi pasar 0, , , , , , , , Kemasan produk 0, , , , , , , , Pemilihan komoditas yang dihasilkan 0, , , , , , , ,208 Jumlah 5,760 5,730 5,802 5,955 5,930 5,755 5,805 Peringkat V VII IV I II VI III Keterangan : NDT = Nilai Daya Tarik. TNDT = Total Nilai Daya Tarik = NDT x Bobot 112

129 113 Lampiran 22. Gambar Budidaya Tanaman Sagu dan Pengolahan Gambar 1. Bibit yang Sudah Siap Diseleksi Gambar 2. Gambar yang Sudah Siap Untuk Dibawa Kelokasi Penanaman

130 114 Gambar 3. Penanaman Bibit Sagu di Lahan Gambar 4. Bibit Setelah Ditanam di Lahan

131 115 Gambar 5. Kondisi Tanaman Pada Umur 612 Bulan di Lahan Gambar 6. Tanaman Sagu pada Umur 23 Tahun di Lahan

132 116 Gambar 7. Kondisi Tanaman Memasuki Waktu Pemupukan Gambar 8. Pengaturan Jumlah Rumpun Pada Setiap Klon Tanaman (46 Rumpun)

133 117 Gambar 9. Tanaman Sagu yang Sudah Siap Untuk Dipanen Gambar 10. Pemanenan Tanaman Sagu

134 118 Gambar 11. Pengangkutan Tual sagu Setelah Dipanen Gambar 12. Kondisi Tual Sagu Untuk Dibawa ke Lokasi Pabrik

135 119 Gambar 13. Proses Pengangkatan Tual Sagu Untuk Dilakukan Pengupasan Gambar 14. Proses Pengupasan Tual Sagu

136 120 Gambar 15. Proses Pengangkutan Tual Kupasan ke Mesin Pemarutan Gambar 16. Proses Pemarutan Tual Sagu

137 121 Gambar 17. Proses Pemisahan Ampas Sagu Dengan Pati Gambar 18. Proses Pemasukan Pati Kedalam Bak Pengendapan

138 122 Gambar 19. Proses Pengendapan Pati Gambar 20. Proses Pengeringan Pati Untuk Dijadikan Tepung

139 Gaambar 21. Proses Pengepakan Tepung Sagu 123

DAFTAR PUSTAKA. Alkadri, Muchdie. Suhandojo. Tiga Pilar Pembangunan Wilayah. Penerbit BPPT. Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Alkadri, Muchdie. Suhandojo. Tiga Pilar Pembangunan Wilayah. Penerbit BPPT. Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Alkadri, Muchdie. Suhandojo. Tiga Pilar Pembangunan Wilayah. Penerbit BPPT. Jakarta. Bappeda Bengkalis, 2005. Program Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkalis tahun 2001-2005, Badan Perencanaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Manajemen merupakan proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur.

IV METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur. IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di kawasan Kalimalang, Jakarta Timur. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian B. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian 2. Metode Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian B. Metode Pengumpulan Data 1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian 2. Metode Pengambilan Sampel 39 I. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu metode penelitian dengan membahas suatu permasalahan dengan cara

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua lokasi, yakni Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, khususnya di Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Agroforestry yang membawahi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Strategi Perusahaan Manajemen meliputi perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan-keputusan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman.. i..vi.. viii.. ix I. PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang.. 1 1.2. Identifikasi Masalah..5 1.3. Rumusan Masalah.. 6 1.4. Tujuan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Asahan, untuk melihat kajian secara

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Asahan, untuk melihat kajian secara III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Asahan, untuk melihat kajian secara umum. Sedangkan untuk kajian detil dilakukan di kecamatan-kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Kaliduren Estates yang berlokasi di Perkebunan Tugu/Cimenteng, Desa Langkap Jaya, Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perusahaan Tyas Orchid yang berkantor di Bukit Cimanggu City Blok Q6 No 19 Jl. KH. Sholeh Iskandar, Bogor. Pemilihan objek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 A. Metode Dasar Penelitian III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Ciri-ciri metode deskriptif analitis adalah memusatkan pada pemecahan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN Strategi Pengembangan Usaha Maharani Farm Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Rumah Potong Ayam Maharani Farm yang beralamat

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada,

III METODE PENELITIAN. Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada, 35 III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Daerah penelitian adalah wilayah pesisir di Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Pemilihan daerah penelitian dilakukan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Wisata Agro Tambi yang terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Mitra Alam. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di PT. Amani Mastra yang kantornya terletak di

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di PT. Amani Mastra yang kantornya terletak di 38 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT. Amani Mastra yang kantornya terletak di Kompleks Perumahan Cikunir, Jatibening, Jakarta dan memiliki perkebunan sayuran

Lebih terperinci

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data 4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Semestaguna Food & Beverage. Perusahaan tersebut beralamat di JL.Ring Road, Bogor Utara, Taman Yasmin. Kota Bogor. Penelitian akan dilakukan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rahat Cafe 1 yang berlokasi di Jalan Malabar 1 No.1 (samping Pangrango Plaza) kota Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data

BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu B. Pengumpulan Data 13 BAB III METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Kegiatan ini dibatasi sebagai studi kasus pada komoditas pertanian sub sektor tanaman pangan di wilayah Bogor Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Elsari Brownies & Bakery (EBB) yang bertempat di Jalan Raya Pondok Rumput Nomor 18 RT 06/RW 11, Kelurahan Kebon Pedes,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tempat produksi sate bandeng pada UKM Awal Putra Mandiri yang berlokasi di Jl. Ratu Rangga Blok B No.252 Rt. 02/11, Kampung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengetahui visi, misi dan tujuan Perum Pegadaian. Kemudian dilakukan analisis lingkungan internal

Lebih terperinci

penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif strategi yang lebih objektif.

penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan alternatif strategi yang lebih objektif. IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada usaha sate bebek H. Syafe i Cibeber, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. di industri perunggasan khususnya telur ayam ras petelur. AAPS berlokasi di km

IV. METODE PENELITIAN. di industri perunggasan khususnya telur ayam ras petelur. AAPS berlokasi di km 37 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perusahaan AAPS, perusahaan yang bergerak di industri perunggasan khususnya telur ayam ras petelur. AAPS berlokasi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTKA 2.1. Kajian Teori Sayuran Organik Manajemen Strategi

2. TINJAUAN PUSTKA 2.1. Kajian Teori Sayuran Organik Manajemen Strategi 2. TINJAUAN PUSTKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1 Sayuran Organik Pertanian organik adalah salah satu teknologi pertanian yang berwawasan lingkungan serta menghindari penggunaan bahan kimia dan pupuk yang bersifat

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Pia Apple Pie yang berada di Jalan Pangrango 10 Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN III. METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kemiskinan merupakan penyakit ekonomi pada suatu daerah yang harus di tanggulangi. Kemiskinan akan menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengelola

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kerangka yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan penerimaan daerah dari sumber-sumber kapasitas fiskal. Kapasitas fiskal dalam kajian ini dibatasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pada produk teh siap minum Walini Peko yang diproduksi oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pada produk teh siap minum Walini Peko yang diproduksi oleh 44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Objek dan Tempat Penelitian Penelitian pada produk teh siap minum Walini Peko yang diproduksi oleh Industri Hilir Teh (IHT) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII di Cibiru,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. Godongijo Asri yang berlokasi di Jalan Cinangka Km 10, Kecamatan Sawangan, Kotamadya Depok. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT Perkebunan Nusantara IV yang terletak di Kelurahan Batang Terap Kecamatan Perbaungan Kabupaten

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pemasaran adalah faktor penting dalam manajemen perusahaan. Strategi pemasaran yang diterapkan harus seiring dengan misi dan tujuan perusahaan. Strategi

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Koperasi Unit Desa (KUD) Puspa Mekar yang berlokasi di Jl. Kolonel Masturi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada restoran tradisional khas Jawa Timur Pondok Sekararum yang terletak di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Propinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Lokasi Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu berdasarkan pertimbanganpertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian III. METODE KAJIAN 3.. Kerangka Pemikiran Kajian Sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan (PT ATB) dalam pengusahaan perkebunan merupakan faktor penting dalam usaha pengembangan perkebunan

Lebih terperinci

BAB III. Metodologi Penelitian

BAB III. Metodologi Penelitian BAB III Metodologi Penelitian 3.1 Desain Penelitian Dalam penelitian ini, jenis penilitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada produksi karet remah di PT ADEI Crumb Rubber Industry yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol, Kel. Satria, Kec. Padang Hilir,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan pada CV Salim Abadi (CV SA), yang terletak di Jalan Raya Punggur Mojopahit Kampung Tanggul Angin, Kecamatan Punggur,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Pengertian Strategi Menurut David (2009, p18) Strategi adalah sarana bersama dengan tujuan jangka panjang hendak dicapai. Strategi bisnis mencakup ekspansi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif, jenis penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana faktor faktor internal

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

METODOLOGI KAJIAN. deskriptif dengan survey. Menurut Whitney (1960) dalam Natsir (1999), metode

METODOLOGI KAJIAN. deskriptif dengan survey. Menurut Whitney (1960) dalam Natsir (1999), metode III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Jenis Kajian Ditinjau dari aspek tujuan penelitian, kajian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan survey. Menurut Whitney (1960) dalam Natsir (1999), metode deskriptif

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kedua tempat usaha di kota Bogor, yaitu KFC Taman Topi dan Rahat cafe. KFC Taman Topi berlokasi di Jalan Kapten Muslihat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian PT. Pelni merupakan perusahaan pelayaran nasional yang bergerak dalam bidang jasa dan memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pelayanan

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN 37 IV. METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Loka Farm yang terletak di Desa Jogjogan, Kelurahan Cilember, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor dan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Curug Jaya di Kampung Curug Jaya, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. Pemilihan tempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan teori 2.1.1 Pengertian Manajemen Menurut Robbins dan Coulter (2007, p7), manajemen adalah proses pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 33 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil, dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Proses perumusan strategi pada restoran Kebun Kita dimulai dengan mengetahui visi dan misinya, kemudian menganalisis permasalahan yang terjadi,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN Faktor-faktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan

VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN Faktor-faktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN 6.1. Faktor-faktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan Faktor-faktor strategis merupakan beberapa elemen yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada kawasan Objek Wisata Alam Talaga Remis di Desa Kadeula Kecamatan Pasawahan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Kegiatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada usaha Durian Jatohan Haji Arif (DJHA), yang terletak di Jalan Raya Serang-Pandeglang KM. 14 Kecamatan Baros, Kabupaten

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Koperasi Simpan Pinjam Warga Sepakats beralamat di Jalan Raya Cibanteng Bogor No. 02 Cihideung Ilir- Ciampea

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di peternakan domba Tawakkal Farm (TF) Jalan Raya Sukabumi Km 15 Dusun Cimande Hilir No. 32, Caringin, Bogor. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian ini dilakukan di Kabupaten Bogor, dengan batasan waktu data dari tahun 2000 sampai dengan 2009. Pertimbangan pemilihan lokasi kajian antar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode analisis BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah metode yang digunakan untuk meneliti sekelompok manusia,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode yang Digunakan Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode yang meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu metode

BAB 3 METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu metode BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang bertujuan membantu memecahkan masalah yang bertujuan membantu memecahkan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan studi kasus pada Sondi Farm yang terletak di Kampung Jawa, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Lokasi penelitian dilaksanakan pada perusahaan CV Septia Anugerah Jakarta, yang beralamat di Jalan Fatmawati No. 26 Pondok Labu Jakarta Selatan. CV Septia Anugerah

Lebih terperinci

3.1 KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Pada masa krisis periode 1998-2000 usaha kecil merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian Indonesia dikarenakan kemampuannya dalam menghadapi terpaan krisis

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR OLEH : IRWAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK IRWAN EFENDI. Strategi

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian adalah PT Godongijo Asri yang beralamat di Desa Serua, Kecamatan Cinangka, Sawangan, Depok, Jawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Metode Kerja Pengumpulan Data

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Metode Kerja Pengumpulan Data III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di CV. Bening Jati Anugerah yang terletak di Desa Parung Kabupaten Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian April sampai dengan Agustus

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ANALISIS STRATEGI PENINGKATAN KINERJA PENYULUHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI GELADIKARYA Oleh THERESIA MEI M. HUTAPEA NIM: 077007062 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MINUMAN INSTAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Linn.Var.rubrum) CV.HANABIO - BOGOR. Disusun Oleh :

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MINUMAN INSTAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Linn.Var.rubrum) CV.HANABIO - BOGOR. Disusun Oleh : STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MINUMAN INSTAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Linn.Var.rubrum) CV.HANABIO - BOGOR Disusun Oleh : SYAIFUL HABIB A 14105713 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah banyak perubahan dalam berbagai bidang pembangunan dan pemerintahan. Perubahan dalam pemerintahan adalah mulai diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PROBLEM SOLVING

BAB 3 METODE PROBLEM SOLVING BAB 3 METODE PROBLEM SOLVING Penetapan Kriteria Optimasi Penetapan kriteria optimasi dalam studi ini akan dijabarkan sebagai berikut: Kekuatan aspek internal perusahaan yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara

III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara 20 III. METODE KAJIAN A. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Pengumpulan data primer melalui survei lapangan, wawancara (lampiran 1) dengan pihak perusahaan sebanyak 3 responden

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua desa yaitu di Desa Tangkil dan Hambalang di Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor. Penelitian di kedua desa ini adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 42 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi analisis yaitu metode penelitian yang menuturkan dan menafsirkan data sehingga

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PETELUR PADA PERUSAHAAN AAPS KECAMATAN GUGUAK, KABUPATEN 50 KOTA, SUMATERA BARAT Oleh: NIA YAMESA A14105579 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3. Disain Penelitian Menurut Sarwono, Jonathan (2006:79) dalam melakukan penelitian salah satu hal penting adalah membuat desain penelitian. Desain Penelitian bagaikan sebuah peta

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Persaingan antar organisasi bisnis yang semakin ketat beberapa dekade terakhir

BAB 2 LANDASAN TEORI. Persaingan antar organisasi bisnis yang semakin ketat beberapa dekade terakhir 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Umum Strategi Persaingan antar organisasi bisnis yang semakin ketat beberapa dekade terakhir sebelum era Millenium baru, nampaknya akan menjadi bertambah sengit setelah

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. (PKPBDD) yang terletak di Jalan Raya Sawangan No. 16B, Pancoran Mas,

IV. METODE PENELITIAN. (PKPBDD) yang terletak di Jalan Raya Sawangan No. 16B, Pancoran Mas, IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pusat Koperasi Pemasaran Belimbing Dewa Depok (PKPBDD) yang terletak di Jalan Raya Sawangan No. 16B, Pancoran Mas, Depok. Pemilihan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A14104093 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret. Pengembangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan kopi bubuk Inkopas Sejahtera, Pemilihan lokasi ditentukan secara sengaja, karena adanya pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang 35 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. design) kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk

BAB III METODE PENELITIAN. design) kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian campuran (mixed methods research design) kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis yaitu metode penelitian dengan membahas suatu permasalahan dengan

Lebih terperinci

3.1. Kerangka Pemikiran III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran III. METODE PENELITIAN Industri farmasi merupakan salah satu industri besar dan berpengaruh di Indonesia, karena Indonesia merupakan pasar obat potensial (Pharos, 2008) Hingga saat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kelompok Tani Kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri atas

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Penentuan Sampel

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Metode Penentuan Sampel IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Agroteknobisnis Sumedang (KAS), Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Penentuan lokasi

Lebih terperinci

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan satuan kasus adalah sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Kendal. Studi kasus adalah metode

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur)

STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur) STRATEGI PEMASARAN PRODUK OLAHAN WORTEL (Studi Kasus Kelompok Wanita Tani Kartini Di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur) Oleh : DESTI FURI PURNAMA H 34066032 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci