LAJU EKSPLOITASI DAN KERAGAAN REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN BONDET DAN MUNDU, CIREBON, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAJU EKSPLOITASI DAN KERAGAAN REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN BONDET DAN MUNDU, CIREBON, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 LAJU EKSPLOITASI DAN KERAGAAN REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN BONDET DAN MUNDU, CIREBON, JAWA BARAT NUROHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : Laju Eksploitasi dan Keragaan Reproduksi Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Bondet dan Mundu, Cirebon, Provinsi Jawa Barat. adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2012 Nurohman C ii

3 RINGKASAN Nurohman. C Laju Eksploitasi dan Keragaan Reproduksi Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Bondet dan Mundu, Cirebon, Jawa Barat. Di bawah bimbingan Isdradjad Setyobudiandi dan Nurlisa A. Butet. Kerang darah (Anadara granosa) merupakan bivalvia yang hidup di daerah intertidal dengan substrat pasir berlumpur sampai lumpur lunak. Kerang ini merupakan komoditi komersial yang menjadi sumber bahan perikanan. Permintaan yang terus meningkat, menyebabkan kerang ini menjadi salah satu target utama penangkapan di perairan Cirebon khususunya perairan Bondet dan Mundu. Akibat permintaan yang terus meningkat akan menyebabkan aktivitas penangkapan yang terus menerus sehingga populasi kerang darah mulai menurun yang ditunjukan dengan hasil tangkapan yang berukuran semakin kecil. Di samping itu daerah penangkapan semakin jauh dari pantai. Oleh karena itu diperlukan mengenai kajian laju eksploitasi dan keragaan reproduksi yang dapat digunakan sebagai dasar pengelolaan di lokasi tersebut. Penelitian dilakukan di Perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang berbeda yaitu lokasi pertama di perairan Bondet kedua di perairan Mundu. Penentuan lokasi pengamatan diasumsikan berdasarkan perwakilan daerah penelitian yaitu perairan Bondet mewakili bagian utara perairan Cirebon dan perairan Mundu mewakili bagian selatan perairan Cirebon. Selain itu, kedua lokasi tersebut di pilih karena memiliki tingkat produksi kerang yang tinggi di perairan Cirebon. Penelitian dilakukan pada bulan April-Juni 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh satu bulan. Data primer yang di peroleh meliputi panjang cangkang, lebar cangkang, tinggi umboe, tebal, berat total, berat daging, dan berat gonad. Sementara data sekunder meliputi data-data hasil tangkapan dan upaya penangkapan. Pengukuran dan pengamatan aspek reproduksi meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad dilakukan di laboratorium. Aspek pertumbuhan dan laju eksploitasi dianalisis berdasarkan frekuensi panjang, pendugaan koefisien pertumbuhan (K) dan panjang asimtotik (L ) menggunakan program ELEFAN I. Laju mortalitas alami (M) diduga dengan rumus empiris Pauly. Laju mortalitas total (Z) diduga dengan rumus Beverthon dan Holt berbasis data panjang cangkang, sedangkan laju mortalitas penangkapan diduga denagn rumus F = Z-M dan laju eksploitasi diduga dengan rumus E =F/Z. Tujan penelitian ini untuk menganalisis laju eksploitasi melalui pendekatan mortalitas alami serta analisis keragaan reproduksi yang meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indek kematangan gonad (IKG), perkembangan gonad, dan pengaruh laju eksploitasi terhadap keragaan reproduksi. Jumlah kerang darah yang tertangkap selama penelitian sejak bulan April hingga bulan Juni 2011 berjumlah 246 ekor yang terdiri dari 178 ekor di perairan Bondet dan 68 ekor diperairan Mundu dengan kisaran panjang 21,30-46,76 mm. Berdasarkan selang kelas bahwa ukuran terkecil ditemukan di perairan Mundu yaitu 21,30 mm dan ukuran terbesar ditemukan di perairan Bondet yaitu 46,60 mm. Laju eksploitasi kerang darah diperairan Bondet sebesar 63,98% dari potensi lestarinya iii

4 dan di perairan Mundu sebesar 82,86% dari potensi lestarinya, sehingga dua loksai tersebut diduga dalam kondisi tangkap lebih (overfishing) atau melebihi batas optimum, dimana E optimum >50%. Jika dibandingkan dengan kedua lokasi tersebut laju eksploitasi diperairan Mundu lebih besar dari pada Bondet. Berdasarkan uji Chisquare rasio kelamin antara kerang darah jantan dan betina pada kedua lokasi penelitian berada dalam kondisi seimbang (X 2 hit < X 2 tab (df-1)) dari pola(1:1) atau rasio kelamin seimbang. Jika dilihat berdasarkan pengamatan rasio kelamin tidak terlalu jauh perbedaannya antara kelamin jantan dan betina, namun pada pengamatan pada bulan Juni diperairan Mundu terjadi perbedaan yang sangat signifikan (0,29:1), sehingga kondisi ini berada dalam kondisi tidak seimbang. Proses pemijahan kerang darah berlangsung terus menerus sepanjang tahun atau dapat menunjukan terjadinnya pematangan gonad secara perlahan-lahan dan tidak serentak dari stadia belum matang ke stadia matang. Berdasarkan tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad, diduga waktu puncak pemijahan kerang darah baik jantan maupun betina di perairan Bondet terjadi pada bulan Juni, sedangkan pada perairan Mundu terjadi pada bulan April. Berdasarkan pengamatan ukuran pertama kali matang gonad pada perairan Bondet untuk kerang darah jantan dengan panjang cangkang sebesar 27,20 mm sedangkan kerang darah betina ukuran panjang cangkang (30,50 mm) dan pada perairan Mundu untuk kerang jantan ukuran panjang cangkang sebesar (29,50 mm), sedangkan pada kerang darah betina ukuran panjang cangkang (22,30 mm), hal ini menunjukan bahwa di perairan Mundu lebih cepat matang gonad. Berdasarkan jenis kelamin, pada perairan Bondet kerang darah jantan lebih awal matang gond dari pada kerang betina, sedangkan pada perairan Mundu kematangan gonad lebih awal ditemukan pada kerang darah betina. Berdasarkan nilai IKG kerang darah jantan maupun betina tertinggi di perairan Bondet daripada perairan Mundu. Nilai IKG di perairan Bondet kerang darah jantan tertinggi dibulan April dan Betina terjadi dibulan Juni, sedangkan pada perairan Mundu baik kerang darah jantan mapun betina tertinggi di bulan April.. Tingkat eksploitasi yang tinggi menyebabkan ukuran kerang menjadi kecil, komposisi kerang darah jantan dan betina tidak seimbang, kematangan gonad yang lebih awal, dan ukuran gonad yang kecil. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa stok kerang darah di dua lokasi tersebut mengalami tangkapan lebih (overfishing) sehingga upaya yang mungkin dilakukan adalah pembatasan jumlah tangkapan, pembatasan ukuran tangkap, dan penutupan musim penangkapan, sehingga tercapai pemanfaatan yang optimum dan berkelanjutan. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perluh penelitian lebih lanjut mengenai aspek reproduksi kerang darah lainnya seperti fekunditas dan diameter telur. Perlu dilakukan penelitian mengenai habitat dan kebiasaan makan. Sampel yang diambil sebaiknya mewakili setiap musim penangkapan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih menyeluruh. Kata penting : Kerang darah, overfishing, reproduksi iv

5 LAJU EKSPLOITASI DAN KERAGAAN REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN BONDET DAN MUNDU, CIREBON, JAWA BARAT NUROHMAN C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 v

6 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Penelitian : Laju Eksploitasi dan Keragaan Reproduksi Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Bondet dan Mundu, Cirebon, Jawa Barat Nama Mahasiswa : Nurohman NIM Program Studi : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc Ir. Nurlisa A.Butet, M.Sc NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP Tanggal Ujian : 16 Februari 2012 vi

7 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Laju Eksploitasi dan Keragaan Reproduksi Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Bondet dan Mundu, Cirebon, Jawa Barat; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada April-Juni Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Nurlisa A.Butet, M.Sc selaku pembimbing II serta Ir. Agustinus M.Samosir, M.Phil selaku Komisi Pendidikan S1 atas bimbingan dan arahanya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengaharapkan saran dan kritik guna kemajuan penulis dimasa mendatang. Semoga penyusunan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Bogor, Maret 2012 Penulis vii

8 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku dosen pembimbing I dan Ibu Ir. Nurlisa A, Butet, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, serta saran dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku dosen penguji tamu atas saran, nasehat dan perbaikan yang diberikan. 3. Bapak Dr. Ir. Yonvitner, M.Si selaku ketua komisi pendidikan atas saran, nasehat, serta perbaikan yang diberikan. 4. Bapak Dr.Ir Luky Adrianto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik atas saran dan nasehat yang diberikan. 5. Staf Laboratorium Proling (Ibu Ana, Ibu Wulan, K Budi, K Farida, dan Mas adon) yang telah banyak membantu selama penelitian. 6. Staf Laboratorium PAU (Ibu Wahyu, Bapak Dedi, Bapak Heri) yang telah banyak membantu selama proses analisis sampel. 7. Seluruh staf Tata Usaha MSP (Mbak Widar dan Mbak Maria) yang telah membantu memperlancar proses penelitian serta penulisan skripsi ini. 8. Bapak Ir. Zairion selaku dosen Sumberdaya Perikanan yang telah memberikan nasehat, bimbingan, masukan, dan saran selama penyelesaian skripsi ini. 9. Keluarga tercinta; Papa Akida, Mama Dasmi, Mba Atmi, Mas Sunadi, Mba Keni, Mba Andini, Ahmad Budianto, dan Nurhalima) atas motivasi dan dukungan. 10. Seluruh warga kampung Bondet dan Mundu Khususnya keluarga Bapak Nurita dan keluarga Ibu Titin atas dukungan dan bantuannya selama melaksanakan penelitian. 11. Sahabat-sahabatku MSP 44, sahabat-sahabat yang ada di Kontrakan DR 9 terutama Ary, Agus, Nunu, Martin, Dede, Nto, Ica, Armaya, dan Zulmi serta pihak -pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung. viii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 4 April 1988 yang merupakan anak ke-5 dari tujuh orang bersaudara dari pasangan Bapak Akida dan Ibu Dasmi. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Islam Pelita Ibu Cirebon (1994), SD Negeri Majasem II Cirebon (2000). Setelah menyelesaikan pendidikan dasar penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 17 Cirebon (2004), dan menempuh pendidikan menengah atas di SMA Mandiri Cirebon (2007). Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama selama 1 tahun, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti kegiatan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER), staf divisi eksternal Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis menyusun skripsi dengan judul Laju Eksploitasi dan Keragaan Reproduksi Kerang darah (Anadara granosa) di Perairan Bondet dan Mundu, Cirebon, Jawa Barat. ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR.... xiii DAFTAR LAMPIRAN..... xiv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kerang Darah (Anadara granosa) Alat Tangkap Aspek Reproduksi Kerang Darah Rasio kelamin Tingkat kematangan gonad (TKG) Indeks kematangan gonad (IKG) Aspek Eksploitasi dan Reproduksi METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Peralatan Metode Kerja Prosedur kerja di lapangan Prosedur kerja di laboratorium Pengukuran panjang-berat dan pengamatan TKG Pembuatan preparat histologis gonad Pengumpulan Data Sekunder Analisis Data Sebaran frekuensi panjang Tingkat eksploitasi sumberdaya kerang darah Aspek reproduksi kerang darah Rasio kelamin Tingkat kematangan gonad (TKG) Indeks kematangan gonad (IKG) HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Perairan Bondet Perairan Mundu x

11 4.2. Sebaran Kelompok Ukuran Hasil Tangkapan Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Kerang Darah Aspek Reproduksi Rasio kelamin Tingkat kematangan gonad (TKG) Indeks kematangan gonad (IKG) Implementasi Untuk Pengelolaan Perikanan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Hasil analisis parameter pertumbuhan dan mortalitas kerang darah dengan menggunakan program FISAT II disetiap lokasi pengamatan Rasio kelamin berdasarkan waktu pengamatan Nilai rata-rata IKG kerang darah berdasarkan waktu pengamatan xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema perumusan masalah keterkaitan laju eksploitasi dengan reproduksi kerang darah (Anadara granosa) Kerang darah ( A. granosa) Anatomi organ kerang (Wahyono 1993) Deskripsi alat tangkap garuk (Sri 2009) Peta lokasi penelitian kerang darah (A. granosa) di perairan Bondet dan Mundu, Cirebon, Jawa Barat Pengukuran proyeksi profil (Wahyono 1993) Distribusi ukuran panjang cangkang kerang darah (A. granosa) di setiap lokasi pengamatan Rasio kelamin kerang darah (A. granosa) Jantan dan Betina berdasarkan lokasi pengamatan Tingkat kematangan gonad kerang darah Jantan Tingkat kematangan gonad kerang darah Betina a. Perkembangan gonad kerang darah Jantan Berdasarkan metode Chipperfield (1991) di perairan Bondet (pembesaran 10x10) b. Perkembangan gonad kerang darah Betina Berdasarkan metode Chipperfield (1991) di perairan Bondet (pembesaran 10x10) a. Perkembangan gonad kerang darah Jantan berdasarka metode Chipperfield (1991) di perairan Mundu (pembesaran 10x10) b. Perkembangan gonad kerang darah Betina berdasarkan metode Chipperfield (1991) di perairan Mundu (pembesaran 10x10) Perkembangan sel-sel kelamin kerang di dalam folikel gonad (Tranter 1957 in Telepta 1990) Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah pada setiap selang kelas panjang cangkang di perairan Bondet Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah pada setiap selang kelas panjang cangkang di perairan Mundu Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah Jantan dan Betina berdasarkan waktu dan lokasi pengamatan Indeks kematangan gonad (IKG) kerang darah berdasarkan tingkat kematangan gonad xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sebaran hasil tangkapan berdasarkan selang ukuran panjang cangkang Nilai parameter pertumbuhan kerang darah Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), alami (M), penangkapan (F), dan laju eksploitasi (E) Uji Chi-square rasio kelamin kerang darah Sebaran frekuensi TKG kerang darah di perairan Bondet Sebaran frekuensi TKG kerang darah di perairan Mundu Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad di perairan Bondet Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad di perairan Mundu Proses pembuatan preparat histologis gonad kerang darah Penampakan preparat histologis gonad kerang (Sahin et al 2006) Alat dan Bahan yang digunakan selama penelitian Kegiatan selama penelitian kerang darah (Anadara granosa) di perairan Bondet dan Mundu xiv

15 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas penangkapan sumberdaya kerang di perairan Cirebon yang intensif telah mengarah pada terjadinya penurunan stok. Salah satu sumberdaya potensial untuk perikanan tangkap yang sudah dieksploitasi oleh masyarakat adalah kerang darah. Kerang darah (Anadara granosa) merupakan bivalvia yang hidup di daerah intertidal dengan substrat pasir berlumpur sampai lumpur lunak. Kerang ini merupakan komoditi komersial yang menjadi sumber pangan. Permintaan yang terus meningkat, menyebabkan kerang ini menjadi salah satu target utama penangkapan di perairan Cirebon khususunya perairan Bondet dan Mundu. Hal ini menyebabkan harga kerang darah relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis moluska lainnya. Dinas Perikanan Tangkap Kabupaten Cirebon, hasil tangkapan kerang darah di perairan Cirebon mengalami penurunan. Kondisi ini terjadi sejak tahun 2005 sampai tahun 2009 telah terjadi produksi kerang darah yang ditangkap nelayan Cirebon. Aktivitas penangkapan yang berlangsung terus menerus merupakan salah satu faktor pemacu turunnya produksi. Pada tahun 2005 sampai tahun 2007 rata-rata produksi mencapai 5, ton/tahun. Namun pada tahun 2008 sampai tahun 2009 hanya mencapai 2, ton/tahun (DKP Kabupaten Cirebon 2010). Penurunan produksi tersebut ditandai dengan semakin menurunnya hasil tangkapan sumberdaya kerang darah. Hal ini di indikasikan dengan semakin jauhnya areal penangkapan nelayan serta kecilnya ukuran kerang darah yang tertangkap. Penangkapan cenderung dilakukan eksploitatif dan dampaknya kegiatan penangkapan menjadi tidak terkontrol. Akibatnya kerang darah yang tertangkap ukurannya menjadi kecil. Kerang darah dijual dalam bentuk hidup dan daging. Penjualan kerang darah pada nelayan penangkapan antara Rp /kg dan harga daging Rp /kg, sedangkan pada tingkat pengusaha harganya mencapai Rp /kg dan harga daging Rp /kg. Tingginya harga kerang darah mendorong nelayan terus melakukan penangkapan dan dkhawatirkan akan mengalami penurunan.

16 2 Penurunan populasi kerang darah selain karena penangkapan, juga disebabkan oleh ancaman tekanan lingkungan (pencemaran). Faktor lingkungan seperti limbah kegiatan industri dan pemukiman yang dilakukan manusia didaratan di sekitar perairan Cirebon. Bahan pencemaran masuk ke pesisir melalui sungai yang menjadi habitat kerang darah. Salah satu bahan pencemaran yang dapat mempengaruhi kualitas perairan dan mengancam kelangsungan hidup kerang darah adalah bahan organik. Mengingat peran dan keberadaan populasi kerang darah sebagai sumber pengasilan nelayan dan juga untuk menjaga keseimbangan ekosistem, maka diperlukan upaya untuk tetap menjaga ketersedian populasi ini. Secara tidak langsung lingkungan yang sesuai akan mendukung kerang darah tetap hidup dan mempertahankan keturunanya melalui reproduksi. Untuk mengantisipasi agar populasi kerang darah selalu tersedia, diperlukan pengkajian dan penelahaan yang mendalam tentang struktur populasi, keterkaitan antara tingkat eksploitasi yang berbeda terhadap sumberdaya kerang darah dan pengaruhnya terhadap keragaan reproduksi. Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pertimbangan dalam pengelolaan dan pemanfaatan, pada khususnya sumberdaya kerang darah sehingga populasinya di ekosistem dapat di pertahankan dan berkelanjutan Perumusan Masalah Permasalahan akibat kegiatan penangkapan kerang darah yaitu terjadinya penurunan stok. Permasalahan ini di indikasikan denagn produksi cenderung menurun di sertai dengan hasil tangkapan yang berukuran semakin kecil dan di samping itu daerah penangkapan semakin jauh dari pantai. Hal tersebut diduga sebagai penyebabnya adalah sistem penangkapan yang bersifat eksploratif dan tidak memperhatikan struktur polulasi, sehingga dapat menggangu siklus hidup, struktur populasi, pengurangan biomasa, penurunan jumlah kelimpahan, dan penurunan ukuran kerang yang tertangkap, sehingga akan berdampak terhadap penurunan hasil tangkapan di perairan tersebut. Penelitian ini dilakukan pada lokasi penangkapan (fishing ground) yang berbeda dan menggunakan spesies kerang darah yang sama. Berdasarkan beberapa

17 3 keragaan biologi reproduksi tersebut, pengelolaan terhadap sumberdaya kerang diharapkan dapat dilaksanakan melalui pemanfaatan yang optimal dan berkelanjutan. Diagram alir perumusan masalah dapat dilihat pada Gambar 1. Sumberdaya Kerang Darah Upaya Penangkapan Laju Eksploitasi Siklus hidup: Reproduksi Penurunan Produksi Ukuran semakin kecil Sumberdaya lestari dan berkelanjutan Pengelolaan Gambar 1. Skema perumusan masalah keterkaitan laju eksploitasi dengan reproduksi kerang darah (Anadara granosa) 1.3. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis laju eksploitasi berdasarkan hasil analisis mortalitas alami serta keragaan reproduksi dari sumberdaya kerang darah yang meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG). Selain itu penelitian ini juga bertujuan mengetahui pengaruh laju eksploitasi terhadap keragaan reproduksi kerang darah diperairan Bondet dan Mundu Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai beberapa keragaan reproduksi kerang darah di perairan Bondet dan Mundu, selanjutnya dapat menjadikan input dasar bagi proses untuk merumuskan pola pengelolaan kerang darah oleh masyarakat dan pihak terkait.

18 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Kerang Darah (Anadara granosa) Menurut Linnaeus (1958) in Dance (1974) kerang darah (Anadara granosa) (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Moluska Kelas : Bivalvia Subkelas : Lamellibranchia Ordo : Arcoida Superfamili : Arcacea Famili : Arcidae Genus : Anadara Species : Anadara granosa Linn (1958) Nama umum : Kerang darah Nama lokal : Kerang darah Gambar 2. Kerang darah (A. granosa) Berdasarkan FAO (2009) A. granosa memiliki nama sinonim Arca (Tegillarca) granosa Linn 1758, sedangkan nama FAO A. granosa adalah En- Granular ark (formerly reported as blood cockle ), Fr-Arche granuleuse, Sp-Arco del Pacifico occidental; Anadara bisenensis Shrenck & Reinhart, 1938; Anadara obessa Kotaka 1953; A. granosa Kamakurensis Noda Jenis kerang ini juga

19 5 memiliki nama lokal yang berbeda-beda pada setiap daerah, sebagai contoh di Malaysia dikenal dengan nama kerang, di Thailand dengan sebutan hoi kreng, di Kanton (China) disebut dengan siham, dan orang Inggris menamakannya dengan mangrove cockle atau blood cockle. Di Indonesia A. granosa memiliki nama lokal yaitu kerang darah (Suwignyo et al. 2005). Penamaan kerang darah karena kelompok kerang ini memiliki pigmen darah merah/haemoglobin sehingga disebut bloody cockles. Kerang darah memiliki cangkang simetris bilateral dengan mantel lunak yang memadati antara dua cangkang lateral yang secara dorsal berhimpitan. Cangkang yang melindungi tubuh berbentuk bulat yang ditandai dengan garis pertumbuhan konsentrik yang berputar memusat kearah tempat yang lebih besar (umbo) dekat dengan ujung anterior bagian dorsal. Sendi ligamen menahan cangkang bagian dorsal secara bersama-sama dan membentang untuk membuat kedua belah cangkang berpisah secara ventral. Permukaan interior pada masing-masing cangkang memiliki tanda yang menandakan dimana beberapa otot melekat. Otot ini berperan dalam membuka cangkang dan menggerakan kakinya (Storer et al. 1977). Barnes (1987) menambahkan A. granosa termasuk Famili Arcidae yang memiliki ciri cangkang dengan bentuk segitiga, persegi atau oval yang umumnya sama sisi dan memiliki jari-jari yang kuat dan ornamen konsentris. A. granosa merupakan kerang yang memiliki ciri tubuh yang tebal dan menggembung, cangkang bulat panjang dan hampir sama pada kedua sisinya. Selain itu, A. granosa juga memiliki alur sebanyak 20 yang saling berhubungan dengan bintil yang berbentuk seperti persegi panjang. Warna cangkangnya putih kecoklatan hingga warna gelap ke daerah periostracum (lapisan zat tanduk cangkang). Periostracum pada kerang ini tipis dan lembut. Anatomi organ kerang di tunjukan pada Gambar 3. Kerang darah (A. granosa) hidup di daerah pasang surut umumnya ditemukan pada lahan pantai yang berada di antara daerah rataan pasang dan rataan surut, tetapi hampir tidak ditemukan di atas garis ratan pasang. Kerang darah hidup di daerah tropik pada lumpur halus atau kadang-kadang pasir berlumpur dan dilindungi atau berasosiasi dengan pohon-pohon bakau (Broom 1985). Pathansali (1966) menambahkan walaupun A. granosa L. ditemukan juga pada lumpur berpasir, jumlah dan ukurannya tidak sebaik di lumpur halus yang payau dan habitat yang

20 6 ideal bagi A. granosa adalah pada substrat dengan kandungan lumpur halus berukuran kurang dari 0,124 mm (diameter lumpur) sebanyak dari 90% pada hamparan pasang yang terlindung dari ombak dan terletak di muara atau diluar dengan salinitas antara 18 sampai 30 dengan kecerahan 0,5-2,5 m dan ph 7,5-8,4 (Pathansali (1966) in Mubarak 1987). Kerang darah terdapat di pantai laut pada substrat lumpur berpasir dengan kedalaman 10 m sampai 30 m. Kerang ini hidup dalam cekungan-cekungan di dasar perairan di wilayah pantai pasir berlumpur. Broom (1982) in Broom (1985) berdasarkan penelitian yang dilakukan di Sungai Selangor dan Sungai Buloh, Malaysia, menyatakan bahwa A. granosa paling banyak ditemukan pada daerah dengan kandungan air substrat 55-65% dan proporsi diameter partikel yang berukuran <53µm di kedua lokasi tersebut sebesar 80-90%. Tiap jenis Anadara menghendaki lingkungan yang berbeda. A. antiguata, misalnya, hidup di perairan berlumpur dengan tingkat kekeruhan tinggi. Kerang darah dilihat dari populasinya terbesar umumnya ditemukan pada daerah pasang surut berlumpur lunak berbatasan dengan hutan bakau dan hamparan lumpur yang berada dekat muara dengan kisaran salinitas pada musim kemaru dan salinitas 15 di musim hujan, hal ini merupakan kondisi yang disukai kerang darah (Broom 1985). Dody (1998) dalam penelitiannya mengatakan kerang darah dijumpai membenamkan diri dalam substrat sedalam 5-10 cm. Warga Anadarinae mempunyai organ siphon yang tidak berkembang dengan sempurna, aliran air masuk (Inhalent) dan keluar (exhalent) terjadi melalui organ yang berbeda dibagian butiran (posterior margin) dari cangkangnya. Dengan tipe habitat seperti disebutkan di atas maka lumpur dengan muda diserap, sehingga diserapnya lumpur maka kerang darah memperoleh pakan yang terkandung dalam lumpur yang berbentuk detritus dan plankton dengan cara dengan menyaring air (filter feeder) (Tetelepta 1990). Kerang darah termasuk kedalam subkelas Lamellibranchia, dengan filamen insang memanjang dan melipat. Menurut Brogstrom (1962); OFCF (1987); Budiyanto (1990); Winarno (1991) in Trilaksi dan Nurjanah (2004) bagian yang dapat dimakan dari kerang terdiri dari mantel 3-5% kaki 5-7%, otot adductor 2,5-3%, sedangkan siphon, insang dan organ pencernaan merupakan bagian yang tidak dimakan (limbah) yang besar sekitar 4-7%.

21 7 Komposisi kimia kerang darah meliputi kandungan protein 9-13 %, lemak 0-2 %, glikogen 1-7 %. Komposisi kimia sangat bervariasi tergantung pada spesies, jenis, kelamin, umur, musim, dan habitat. Dalam 100 gram daging kerang terkandung kurang lebih 300 kalori, sedangkan rendemannya sekitar 20%. Jenis kerang ini termasuk makanan yang mengandung kolestrol tinggi berkisar antara mg per 100 gram berat dapat dimakan (Borgstrom 1962; OFCF 1987; Budiyanto et al 1990; Winarno 1991 in Trilaksi dan Nurjanah 2004). Gambar 3. Anatomi organ kerang (Wahyono 1993) 2.2. Alat Tangkap Penangkapan atau pengambilan kerang banyak dilakukan di perairan Cirebon, Kabupaten Cirebon. Penangkapan kerang merupakan salah satu mata pencarian nelayan Cirebon. Masyarakat sekitar melakukan kegiatan penangkapan dengan menggunakan tangan/gogo (without gear), kemudian berkembang terus menerus secara perlahan-lahan dengan menggunakan alat tangkap yang masih tradisonal hingga modern saat ini. Alat tangkap yang banyak digunakan nelayan Cirebon khususnya untuk penangkapan kerang darah adalah garuk. Pada prinsipnya alat garuk berbentuk kantong jaring yang dilengkapi dengan kisi berupa barisan gigi-gigi dari besi yang dipasang di bagian bawah mulut kantong jaring tersebut. Pada saat

22 8 pengoprasiannya, garuk ditarik menyusuri di atas dasar perairan seperti jaring trawll dasar. Gigi-gigi kisi menggaruk kerang yang ada di dasar perairan, sebagian akan tergaruk dan masuk ke dalam kantong. Jenis kerang yang banyak tertangkap di perairan Cirebon adalah kerang bulu, kerang darah, kerang mencos, kerang putih, dan simping. Pada umumnya penangkapan kerang dengan garuk dilakukan pada siang hari. Gambar 4. Deskripsi alat tangkap garuk (Sri 2009) 2.3. Aspek Reproduksi Kerang Darah Hewan ini termasuk hewan berumah dua (dioecious). Menurut Wilmoth (1987), pada umumnya bivalvia dioecious, namun ada beberapa yang hermaprodit seperti pada Ostrea (oysters: tiram), pecten (scallops: kerang) dan Anadonta (kerang air tawar). Pada hewan dioecious terjadi pemisahan antara jantan dan betina dan jenis kelamin terpisah secara sempurna. Produk genital (gonad) terhubung dengan rongga ginjal, adapula yang terpisah dekat dengan genital duct. Umumnya rongga terbuka kelapisan suprabranchial, dimana gamet dibawah keluar dan pembuahan ini terjadi secara eksternal dan perkembangan terjadi secara tidak langsung (Brusca &

23 9 Richard 1990). Dua gonad mencakup intestinal loops, yaitu bagian yang berhubungan dengan usus dan keduanya dalam kondisi yang sulit untuk dideteksi (Barnes 1987). Pelepasan gamet pada pembuhan eksternal sangat di pengaruhi oleh lingkungan, gamet disalurkan secara langsung ke bagian luar oleh gonaduct yang terpisah, dimana tidak berhubungan dengan nephridia. Reproduksi jenis kerang darah ini terjadi secara eksternal. Telur yang menetas akan berkembang menjadi larva yang bersifat planktonik sampai beberapa minggu, kemudian akan mengalami metamorphosis. Larva ini kemudian berkembang menjadi spat (juvenil), hingga menjadi kerang yang sempurna sampai dewasa (Barnes 1987) Rasio kelamin Berdasarkan Hamilton (1967) rasio kelamin adalah perbandingan antara individu jantan dan betina dalam suatu populasi. Secara ideal perbandingan antara individu jantan dan betina adalah 1:1 (50% jantan dan 50% betina), namun pada kenyataannya di alam perbandingan antara jantan dan betina terjadi penyimpangan dari pola 1:1 yang disebabkan olah pola tingkah laku bergerombol antara jantan dan betina. Hal ini di pengaruhi oleh pola hidup yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie 2002). Menurut Ball dan Rao (1984) in Effendie (2002), penyimpangan dari kondisi ideal disebabkan oleh faktor tingkah laku, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhanya. Keseimbangan rasio kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Perbandingan jumlah jenis kelamin dapat digunakan untuk menduga tingkat keberhasilan dalam pemijahan, yaitu dengan melihat proporsi kerang jantan dan kerang betina. Perbandingan jenis kelamin juga dapat mempelajari struktur populasi di dalam menduga kesimbangannya. Menurut Purwanto et al. (1986) in Novitriana (2004) menyatakan bahwa untuk mempertahankan populasi diharapkan memiliki perbandingan ikan jantan dan ikan betina berada dalam kondisi seimbang atau ikan betina lebih banyak. Rasio kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi.

24 Tingkat kematangan gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Pengamatan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan cara morfologi dan histologis. Dengan cara morfologi tidak akan sedetail cara histologi akan tetapi cara morfologi banyak dan mudah dilakukan dengan dasar mengamati morfologi gonad antara lain ukuran panjang gonad, bentuk gonad, berat gonad, dan perkembangan isi gonad (Effendie 2002). Syandri (1996) menyatakan bahwa selama perubahan yang terjadi di dalam ovarium dan testis, maka terjadi pula perubahan bobot dan volume gonad yang menjadi tolak ukur dalam penentuan tingkat kematangan gonad (TKG), sedangkan dengan cara histologi, anatomi perkembangan gonad dapat dilihat lebih jelas dan akurat perkembangan gonad dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan dan hormon (Affandi dan Tang 2002). Mubarak (1987) menyampaikan kembali penelitian mengenai reproduksi kerang darah A. granosa L. di Malaysia yang dilakukan oleh Pathansali (1966), bahwa gonad kerang tersebut mulai berkembang pada ukuran terkecil 15 sampai 16 mm. Perkembangan gonad mencapai maksimum pada bulan Juli atau Agustus. Kematangan gonad terjadi pada saat kerang darah mencapai ukuran panjang mm dan berumur kurang dari satu tahun. Adapun pemijahan mulai terjadi pada ukuran 20 mm dan kerang darah memijah sepanjang tahun dengan puncaknya biasanya terjadi pada bulan Juni sampai Agustus ketika suhu air laut sekitar 27 C sampai 28 C (Broom 1985). Informasi mengenai tingkat kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan kerang yang matang gonad dengan kerang yang belum matang gonad dari stok kerang di perairan, selain itu dapat mengetahui waktu pemijahan, lama pemijahan dalam setahun, frekuensi pemijahan dan umur atau ukuran kerang pertama matang gonad. Tingkat kematangan gonad dapat memberikan informasi atau keterangan apakah kerang akan memijah, baru memijah atau selasai memijah. Afiati (2007) menyebutkan bahwa kerang darah memijah sepanjang tahun secara bertahap (partial spawner). Di Penang, Thailand periode utama proses pemijahan kerang darah terjadi antara bulan Juli hingga Oktober, puncak pemijahan pada bulan Agustus atau

25 11 September (Broom 1985). Secara alamiah TKG akan berjalan menurut siklusnya sepanjang kondisi makanan dan faktor lingkungan tidak berubah (Handayani 2006). Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan. Menurut penelitian yang telah dilakukan Broom (1985) diperoleh data bahwa kerang darah pertama matang gonad pada selang ukuran panjang cangkang mm dan berumur kurang dari satu tahun. Berdasarkan penelitian Marliana (2010) menyatakan bahwa kerang darah jantan pertama matang goand pada ukuran panjang cangkang 18,5 mm dan kerang darah betina pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang 19,9 mm. Narasimham (1988) menambahkan bahwa kerang darah memijah sepanjang tahun dan bulan pemijahan berbeda pada setiap tahunnya. Siklus pemijahan dapat mencapai 2-4 kali dalam satu tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi saat pertama kali kerang matang gonad adalah faktor internal (perbedaan spesies, umur, ukuran, serta sifat-sifat fisiologis dari kerang tersebut dan faktor eksternal (makanan, suhu, arus, serta adanya individu yang berlainan jenis kelamin yang berbeda dan tempat memijah yang sama) (Atmadja 2007) Indeks kematangan gonad (IKG) Indeks Kematangan Gonad (IKG) adalah persentase perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan (Effendie 2002 ). Menurut Niskolsky (1997) in Effendie (2002) menggunakan tanda utama untuk membedakan kematangan gonad berdasarkan berat gonad secara alamiah. Hal ini berhubungan dengan ukuran dan berat tubuh secara keseluruhan. Indeks kematangan gonad merupakan cara untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad pada setiap kematangan secara kuantitatif. Perubahan IKG erat kaitnya dengan tahap perkembangan telur. Sejalan dengan pertumbuhan gonad, gonad akan semakin bertambah berat dan bertambah besar mencapai ukuran maksimum ketika ikan memijah (Atmadja 2007), kemudian menurun dengan cepat sampai selesai pemijahan. Adakalanya nilai IKG dihubungkan dengan TKG yang pengamatanya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad. Perbandingan itu akan tampak hubungan antara perkembangan

26 12 di dalam dan luar gonad. Menurut Marliana (2010) bahwa kerang jantan pertama kali matang gonad pada ukuran yang lebih kecil daripada kerang betina Aspek Eksploitasi dan Reproduksi Di dalam suatu habitat populasi kerang yang tidak ditangkap, biomasa atau berat total kerang akan tumbuh mendekati daya dukung (carrying capacity). Populasi kerang akan lebih banyak jika kerang yang berumur lebih tua lebih besar dari pada kerang muda jika dibandingkan dengan keadaan populasi di habitat yang ada kegiatan penangkapan. Ketika terjadi penangkapan maka sebagian besar kerang dewasa dan berukuran besar tertangkap. Pengurangan kerang akibat penangkapan ini mengakibatkan turunnya biomasa dibawah daya dukung habitat dan meningkatkan kesempatan bertumbuh bagi kerang kecil (Murdiyanto 2004). Selanjutnya Widodo dan Suadi (2006) mengenalkan istilah rekruitment overfishing yang berarti pengurangan melalui penangkapan terhadap suatu stok sedemikian rupa sehingga jumlah stok induk tidak cukup banyak untuk memproduksi telur-telur yang kemudian menghasilkan rekrut terhadap stok yang sama. Salah satu ciri populasi kerang yang telah mengalami tekanan eksplotasi adalah perubahan komposisi ukuran menjadi lebih kecil. Hal ini dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap hasil reproduksi. Eksploitasi dengan skala besar menyebabkan perubahan struktur populasi kerang. Nelayan cenderung menangkap kerang yang berukuran besar dari pada kerang yang berukuran kecil. Konsekuensinya, populasi didominasi oleh kerang dengan ukuran kecil dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan kematangan gonad yang lebih awal.

27 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang berbeda, yaitu lokasi pertama di perairan Bondet kedua di perairan Mundu (Gambar 5). Penentuan lokasi pengamatan di tentukan berdasarkan asumsi perwakilan daerah penelitian yaitu perairan Bondet mewakili bagian utara dan perairan Mundu mewakili bagian selatan. Selain itu, kedua lokasi tersebut di pilih karena memiliki tingkat produksi kerang yang tinggi di perairan Cirebon. Penelitian dilakukan pada bulan April-Juni 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh satu bulan. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), Laboratorium Fisika dan Kimia Lingkungan, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, dan Laboratorium Kesehatan Ikan, Depertemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 5. Peta lokasi penelitian kerang darah (A. granosa) di perairan Bondet dan Mundu,Cirebon, Jawa Barat

28 Bahan dan Peralatan Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerang darah yang berasal dari dua perairan yang berbeda yaitu perairan Bondet dan Mundu yang terletak di perairan Cirebon. Sebagai informasi penunjang, selain data primer dilakukan pengumpulan data sekunder. Bahan-bahan kimia yang digunakan di lapangan meliputi larutan Bouin, alkohol % untuk pengawetan gonad dan bahan kimia yang digunakan di di laboratorium meliputi Xylol dan pewarna haematoksilin-eosin (larutan untuk analisis histologis) untuk pembuatan preparat histologis. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat perahu untuk mobilitas pengambilan contoh, alat penangkap kerang (garuk) untuk menangkap kerang, coolbox untuk menyimpan contoh, jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm untuk mengukur proyeksi profil, timbangan O-Haus ketelitian 0,0001 gram untuk mengukur bobot tubuh dan untuk mengukur bobot gonad, perangkat alat bedah, botol contoh, kertas label, cawan petri, wadah contoh, kamera digital, kompas bidik, GPS, mikroskop untuk pemotretan preparat histologis, dan perangkat pengukuran kualitas air seperti thermometer, refraktometer, ph meter, dan Secchi disk (Lampiran 11) Metode Kerja Prosedur kerja di lapangan Penentuan lokasi stasiun pengamatan diasumsikan berdasarkan perwakilan daerah penelitian yaitu perairan Bondet mewakili bagian utara perairan Cirebon dan perairan Mundu mewakili bagian selatan perairan Cirebon. Selain itu, kedua lokasi tersebut di pilih karena memiliki tingkat produksi kerang yang tinggi di perairan Cirebon. Pengambilan contoh berupa kerang darah pada setiap lokasi penelitian dibagi menjadi 3 stasiun dan di setiap stasiun dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dengan selang waktu satu kali per bulan dari bulan April 2011 hingga Juni Titik sampling di setiap stasiun penelitian ditentukan secara acak (random sampling) dan keberadaan kerang darah di perairan tersebut. Contoh kerang merupakan hasil tangkapan nelayan yang stasiun pengambilan contoh berdasarkan dengan lokasi penelitian.

29 15 Pengambilan contoh kerang darah (A. granosa) dengan menggunakan garuk. Garuk dioprasikan dengan cara menurunkan garuk tersebut ke dasar perairan, kemudian ditarik oleh kapal. Setiap kali jarak tertentu selama 30 menit garuk diangkat ke atas kapal untuk diambil hasilnya. Contoh kerang darah yang telah diambil dimasukan ke dalam coolbox yang berisi es. Selanjutnya diambil lagi secara acak sebanyak 6-12 ekor untuk diambil gonadnya dengan cara membeda tubuh kerang dari bagian kaki sampai ke perut, dengan menggunakan alat bedah. Selanjutnya gonad dipisahkan dan dimasukan ke dalam botol contoh yang telah diberi label kemudian diawetkan dengan larutan Bouin. Selain itu dilakukan pengukuran kualitas air untuk mengetahui kondisi perairan tersebut yang meliputi suhu, salinitas, ph, kecerahan, kecepatan arus dan kedalaman dilakukan pada saat pengamatan dan pengambilan data sekunder yang meliputi data statistik perikanan Prosedur kerja di laboratorium Pengukuran panjang-berat dan pengamatan TKG Kerang contoh yang telah di bawah ke laboratorium diukur morfometrik yang meliputi panjang cangkang (cm), lebar cangkang (cm), tinggi umbo (cm), tebal (cm), (Gambar 6) menggunakan jangka sorong dengan ketelitian 0,01 mm, berat total (g), berat daging (g), berat gonad (g), menggunkan timbangan O-haus dengan ketelitian 0,0001 gram, dan jenis kelamin kerang. Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pembedahan kemudian dilihat secara secara visual dari warna gonad, individu jantan diketahui dari gonad yang berwarna putih susu hingga putih krem, sedangkan yang betina gonadnya berwarna oranye hingga kemerahan, Penentuan jenis kelamin dilakukan secara visual sedangkan penentuan TKG dilakukan berdasarkan ciri-ciri morfologi dan histologis. Histologis gonad berguna untuk mempelajari sel-sel gonad dengan lebih mendalam mengenai struktur, tekstur, dan fungsi dari bagian gonad yang diamati serta untuk mengamati perkembangan gonad kerang darah. Melalui histologis diharapkan akan dapat diketahui secara mendalam mengenai perkembangan yang terjadi di dalam sel gonad (Banks 1986 in Suryaningrum 2001). Gonad ditimbang dengan menggunakan timbangan O-Haus dengan ketelitian 0,0001 gram. Setelah itu Indeks kematangan gonad (IKG/GSI) dapat ditentukan.

30 16 Selanjutnya data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel untuk digunakan dalam analisis rasio kelamin dan analisis tingkat kematangan gonad. Data panjang cangkang hasil pengukuran selanjutnya dikelompokkan berdasarkan kelas ukuran panjang setiap kelas ukuran panjang dibedakan untuk masing-masing jenis kelamin. Gambar 6. Pengukuran proyeksi profil (Wahyono 1993) Pembuatan preparat histologis gonad Adapun pembuatan preparat histologis gonad kerang darah (A. granosa) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Contoh gonad dipotong 5-10 mm b. Fiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam c. Pengeringan (dehidrasi) dengan menggunakan alkohol secara bertingkat, yaitu 70 %, 80 %, 95 %, 100 % d. Penjernihan (clearing) pada larutan Xylol, Xylol II, Xylol III e. Infiltrasi dengan parafin pada suhu C f. Penanaman (embedding) dan pembuatan blok parafin g. Penyayatan (mikrotomi) dengan ukuran 4-6 µm h. Pewarnaan preparat jaringan gonad dengan menggunakan pewarna haematoksilin-eosin i. Pelekatan pada gelas objek Proses pembuatan preparat histologis secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9.

31 17 Klasifikasi tingkat kematangan gonad secara histologis dilakukan dengan membandingkan preparat histologis gonad kerang darah baik gonad jantan maupun betina hasil pengamatan dengan karakteristik kematangan gonad kerang darah yang dilakukan oleh Shain et al. (2006) dan Chipperfield (1953) in Setyobudiandi (2004) terhadap gonad kerang hijau (Perna viridis), seperti disajikan pada Lampiran Pengumpulan Data Sekunder Data sekunder meliputi data hasil tangkap kerang darah yang tertangkap, alat tangkap dan produksi diperairan Cirebon selama lima tahun terakhir. Data diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon yang berhubungan langsung dengan kegiatan penangkapan kerang darah Analisis Data Sebaran frekuensi panjang Sebaran frekuensi panjang dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Walpole 1992) : 1. menentukan wilayah kelas (WK) = max min, max = data terbesar; min = data terkecil. 2. menentukan jumlah kelas (JK) = 1 + 3,32 log N; N = jumlah contoh 3. menghitung lebar kelas ( L) = WK/JK 4. memilih ujung kelas interval pertama 5. menentukan frekuensi panjang untuk masing-masing selang kelas Tingkat eksploitasi sumberdaya kerang darah Variabel yang terkait dalam menentukan tingkat eksploitasi Sumberdaya kerang darah di kawasan perairan Cirebon adalah variabel laju kematian yang terdiri laju kematian alamiah (M), laju kematian penangkapan (F) dan laju kematian total (Z), kemudian variabel tingkat eksploitasi (E) dan parameter pertumbuhan. Laju mortalitas alami (M) ditentukan dengan hubungan empiris antara M dengan parameter pertumbuhan (L dan K) dan suhu lingkungan. L adalah panjang maksimum teoritis (panjang asimsotik) pada persamaan pertumbuhan Von

32 18 Bertalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan. Parameter pertumbuhan didapatkan dari hasil perhitungan dengan non parametrik Scoring of Van Bertalanffy Growth Function melalui bantuan software ELEFAN yang terintegrasi dalam program FISAT II. Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre & Venema (1999), dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: Ln M = - 0,0152-0,279*Ln L + 0,6543*Ln K + 0,463*Ln T M 0,8e - 0,0 52-0,279*Ln L + 0,6543*Ln K + 0,463*Ln T dimana T adalah suhu rata-rata perairan ( C) tempat kerang darah hidup (habitat). Penerapan persamaan tersebut terhadap suatu grup ikan tropis mungkin akan memberikan nilai dugaan yang bias, dimana nilai dugaan M yang diperoleh pada umumnya lebih tinggi (over estimated), sehingga nilai dugaan M yang diperoleh haruslah dikoreksi dengan mengalikannya dengan 0,8 ( Pauly 1982). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre & Venema 1999) (Lampiran 3) dengan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1 : mengkonversikan data panjang cangkang ke data umur dengan mengunakan inverse persamaan Von Bertalanffy Langkah 2 : menghitung waktu yang diperlukan oleh rata-rata kerang untuk tumbuh dari panjang L 1 ke L 2 ( t) t t L 2 -t L L -L * ln K L -L 2 Langkah 3 : menghitung (t+ t/2) t L + L 2 2 t 0 K * ln - L +L2 2 L

33 19 Langkah 4 : menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinearkan yang dikonversikan ke panjang ln C(L,L 2 ) t (L,L 2 ) c- *t L +L2 2 Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linear y = a+bx dengan kemiringan (b) =-Z. Menurut Gulland (1982) ada beberapa metode yang digunakan untuk menentukan nilai laju mortalitas penangkapan (F). Tetapi biasanya apabila nilai Z dan M sudah diketahui, maka nilai F dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai betikut: F = Z M Informasi yang diperoleh dari nilai M dan F ini dapat digunakan untuk menentukan laju eksploitasi (E) sumberdaya spesies ikan yang bersangkutan. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berkut: F F+M F Laju eksploitasi (E) akan mencapai optimum jika nilai mortalitas penangkapan (F) sama dengan nilai mortalitas alami (M). Jika nilai E = 0,5 maka laju eksploitasinya optimum dan jika nilai E < 0,5 atau E > 0,5 maka berarti laju eksploitasi belum mencapai titik optimum atau melewati batas optimum ( Gulland 1971 in Pauly 1982) Aspek reproduksi kerang darah Rasio kelamin Rasio kelamin dihitung dengan cara membandingkan jumlah kerang jantan dan kerang betina dengan rumus : Rasio kelamin =

34 20 Keterangan : J : jumlah kerang jantan(individu) B : jumlah kerang betina (individu) k : kelompok stasiun pengamatan untuk kerang darah jantan dan betina yang ditemukan Selanjutnya untuk menentukan seimbang atau tidaknya rasio kelamin jatan dan kelamin betina dilakukan uji Chi-square, yaitu sebagai berikut : Dengan rumus perhitungan : n - Keterangan : X 2 hitung Oi ei k : Chi-square hitung : frekuensi ke-i : frekuensi harapan ke-1 : kelompok stasiun pengamatan untuk kerang darah jantan dan betina yang ditemukan Dengan hipotesis sebagai berikut: H 0 H 1 : J = B : Nilai X 2 tabel diperoleh dari tabel nilai kritik sebaran Chi-square. Penarikan keputusan dilakukan dengan membandingkan X 2 hitung dengan X 2 tabel pada selang kepercayaan 95%. Jika nilai X 2 hitung lebih dari X 2 tabel maka keputusananya adalah menolak hipotesis nol (antara jumlah jantan dan betina tidak sama atau ) dan jika X 2 hitung kurang dari X 2 tabel, maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol (antara jumlah jantan dan betina kondisi seimbang 1:1) Tingkat kematangan gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad (TKG) ditentukan dengan acuan tingkat kematangan gonad secara morfologi dan secara histologi. Penentuan Tingkat kematangan gonad (TKG) dilakukan terhadap semua kerang contoh yang diambil. sementara untuk menduga ukuran pertama kali ikan matang gonad berdasarkan

35 21 selang kelas dimana terdapat kerang yang memiliki tingkat kematangan gonad yakni gonad TKG IV. Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata kerang darah pertama kali matang gonad adalah Spearmen-Karber (Udupa 1986 in Solihatin 2007) yaitu sebagai berikut: m = xk + [(x/2) x p ] M an lo m ±,96 x 2 * [ p *q / n i-1 )]) Keterangan : m : log panjang kerang pada matang gonad pertama Xk : log nilai tengah kelas panjang yang terakhir kerang telah matang gonad x : log pertambahan panjang pada nilai tengah pi : proporsi kerang matang gonad pada selang kelas panjang ke-i dengan jumlah kerang pada selang kelas panjang ke-i ni : jumlah kerang pada selang kelas panjang ke-i qi : 1-pi M : panjang kerang pertama kali matang gonad sebesar antilog m Indeks kematangan gonad (IKG) Bagian dari reproduksi suatu organisme sebelum pemijahan terjadi adalah perkembangan gonad yang semakin matang. Effendie (2002), di dalam proses reproduksi sebagian besar total metabolisme menuju perkembangan gonad. Perubahan-perubahan kondisi gonad ini dapat dinyatakan dalam suatu indeks yaitu IKG yaitu sebagi berikut : Keterangan : IKG Bg Bt IKG : Indeks Kematangan Gonad : berat gonad (gram) : berat tubuh (gram) Bg Bt 100%

36 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Perairan Bondet Perairan Bondet merupakan wilayah penangkapan kerang darah bagi nelayannelayan desa Bondet dan sekitarnya. Beberapa sungai yang bermuara di perairan ini diantaranya, sungai Bondet, sungai Celancang, sungai Pekik, sungai Tangkil, sungai Karang Sembung, dan sungai Condong. Lingkungan sekitar perairan Bondet ditumbuhi pepohonan bakau dan penggunan lahan yaitu persawahan dan pemukiman. Nelayan yang terdapat di perairan Bondet merupakan nelayan tradisional yang menggunakan kapal 3-5 GT. Karakteristik habitat kerang darah pada lokasi penelitian berupa lumpur yang relatif halus, berwarna abu-abu dengan sedikit bau (bau lumpur) dan dapat diduga bahwa lumpur dasar perairan Bondet mengandung detritus relatif tinggi. Parameter fisika air yang diamati adalah suhu dan arus. Suhu perairan sangat penting bagi kehidupan biota perairan, karena untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan yang optimal dan sangat berpengaruh, baik pada aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme perairan (Hutabarat & Evans 1984), dimana suhu merupakan pemicu dimulainya proses gametogenesis. Besarnya suhu perairan Bondet berfluktuatif secara musiman. Rata-rata suhu pada saat penelitian berkisar antara C. Kisaran suhu ini cocok untuk kehidupan kerang darah di perairan Bondet dengan melihat keberadaan kerang darah di perairan tersebut. Berdasarkan Broom (1985) suhu yang sesuai untuk setiap spesies pada kerang darah berbedabeda tergantung pada kondisi geografisnya. Hal ini didasarkan pada kemampuan kerang darah untuk beradaptasi terhadap lingkungan. Misalnya, kerang darah di Malaysia umumnya dapat hidup dengan suhu permukaan air rata-rata C, sedangkan di Phuket, Thailand suhu air yang sesuai adalah 25-32,8 0 C (Boonruang & Janekarn 1983 in Broom 1985). Rata-rata kecepatan arus di perairan Bondet selama penelitian berkisar 8,82-12,52 cm/detik. Arus tersebut termasuk arus yang sangat lemah hingga sedang. Pergerakan air yang lemah di daerah berlumpur menyebabkan partikel halus mengendap dan detritus melimpah, sehingga merupakan media yang baik bagi

37 23 pemakan detritus, seperti halnya pada kerang darah (Mann 2000). Wood (1987) mengklasifikasikan kecepatan arus yang kurang dari 10 cm/detik termasuk arus yang sangat lemah, dengan organisme bentik dapat menetap, tumbuh dan bergerak bebas, sedangkan kecepatan arus cm/detik termasuk arus sedang, sehingga menguntungkan bagi organisme dasar, dimana terjadi pembaruan bahan organik dan anorganik. Pada saat pengamatan, gelombang yang terjadi cukup besar dan muka air laut tinggi akibat pasang. Parameter kimia perairan yang diamati adalah salinitas dan ph. Selama pengamatan rata-rata kadar salinitas di perairan Bondet berkisar antara Salinitas minimum 24 terjadi pada bulan April dan salinitas maksimum 30 terjadi Juni. Menurut Pathanasali (1963) in Broom (1985) bahwa kerang darah hanya mampu hidup di daerah dengan salinitas lebih dari 25, namun pada stadia muda secara normal dapat melakukan aktivitas mencari makanan dengan salinitas yang lebih rendah sampai 8 dan kerang darah termasuk organisme yang toleran terhadap salinitas tinggi dan rendah. Salinitas tertinggi mencapai 29, namun pada salinitas yang sangat rendah, yaitu 9,4 kerang tidak dapat tumbuh bahkan mengalami kematian. Nilai ph adalah 7-7,5. Nilai ph ini berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam tubuh kerang darah. Jika proses metabolisme dapat berjalan dengan baik, maka kerang darah dapat tumbuh dan berkembang biak melalui energi yang dihasilkan dari proses metabolisme. Kedua parameter kimia air yang diamati juga dapat mempengaruhi kehidupan kerang darah diperairan. Alat tangkap kerang darah yang digunakan oleh nelayan di desa Bondet adalah garuk. Alat tangkap garuk banyak digunakan nelayan Cirebon. Pada prinsipnya alat garuk cara pengoprasiannya mirip seperti trawll. Daerah penangkapan kerang yang dilakukan oleh nelayan adalah di sekitar perairan Bondet. Kerang darah hampir setiap hari didaratkan TPI condong, Desa Bondet. Hal ini permintaan akan kerang darah cukup tinggi. Kerang dijual dalam bentuk hidup dan daging. Harga kerang yang dijual berkisar antara Rp 5,000-Rp 8,000 per kg dan harga daging berkisar antara Rp 17,000-Rp 20,000 per kg. Daerah pemasaranya khusus wilayah sekitar Cirebon. Harga kerang darah lebih mahal dibandingkan dengan jenis kerang lainnya (Nurita, komunikasi pribadi 12 April 2011).

38 Perairan Mundu Perairan Mundu merupakan wilayah penangkapan kerang darah yang banyak dilakukan oleh masyarakat Cirebon dan juga sebagai kegiatan perikanan. Perairan Mundu bermuara beberapa sungai yaitu sungai Banjiran, sungai Kalijaga, sungai Krian, sungai Pengarengan, dan sungai Bandengan. Lingkungan sekitar perairan Mundu ditumbuhi pepohonan bakau dan penggunanan lahan yaitu persawahan, pemukiman, dan perindustrian. Sehinga dengan kondisi tersebut dapat diduga bahwa diperairan Mundu sedikit lebih tercemar dibandingkan di perairan Bondet. Dengan demikian habitat kerang darah di perairan Mundu kurang baik di bandingkan dengan di perairan Bondet. Nelayan yang terdapat di perairan Mundu merupakan nelayan tradisional yang menggunakan kapal 3-6 GT. Hasil tangkapan di perairan Mundu yaitu ikan, kerangkerangan, rajungan, kepiting baku, udang, cumi-cumi, namun hasil tangkapan utama di perairan mundu adalah jenis kerang-kerangan. Karakteristik habitat kerang darah pada lokasi penelitian berupa lumpur dasar yang relatif halus, pasirnya relatif sedikit, berwarna abu-abu- kehitaman dengan sedikit bau busuk (bau lumpur). parameter makroskopis tersebut dapat diduga bahwa lumpur dasar perairan Mundu mengandung detritus lebih sedikit dibandingkan dengan lumpur dasar perairan Bondet. Adapun karakeristik fisikakimia perairan Mundu. Parameter fisika air yang diamati yaitu suhu dan arus. Suhu di perairan Mundu pesisir selama penelitian berkisar antara C. Jika dibandingkan selama waktu pengamatan, suhu perairan pada bulan April lebih tinggi dibandingkan bulan Mei dan Juni. Selain suhu, parameter fisika air yang diamati adalah arus. Rata-rata kecepatan arus di peraiaran Mundu selama penelitian berkisar antara 11,11-14,28 cm/detik. Kecepatan arus tersebut termasuk arus sedang, sehingga menguntungkan bagi organisme dasar, dimana terjadi pembaruan bahan organik dan anorganik. Pergerakan air yang cepat dapat merangsang organisme air untuk memijah. Saat air bergerak cepat, kerang darah betina dan jantan terangsang untuk melepaskan sel telur dan sperma keperairan, yang kemudian mengalami pembuahan (fertilisasi). Parameter kimia air yang diamati yaitu salinitas dan ph. Selama pengamatan kadar salinitas yang diperoleh adalah berkisar Menurut Pathanasali

39 25 (1963) in Broom (1985) bahwa kerang darah hanya mampu hidup di daerah dengan salinitas lebih dari 25, namun pada stadia muda secara normal dapat melakukan aktivitas mencari makanan dengan salinitas yang lebih rendah sampai 8 Kerang darah termasuk organisme yang toleran terhadap salinitas tinggi dan rendah. Salinitas tinggi sampai 29, namun pada salinitas yang rendah mencapai 9,4, kerang darah tidak dapat tumbuh bahkan mengalami kematian. Nilai ph selama pengamatan adalah berkisar 6,5-7,5. Nilai ph yang baik memungkinkan organisme untuk hidup dan tumbuh, serta kehidupan biologis yang berjalan dengan dengan baik. Sebagian organisme akuatik sensitif terhadap perubahan ph dan menyukai ph yaitu 7-8,5 (Effendi 2002). Besarnya nilai ph di perairan Mundu sangat cocok untuk kehidupan kerang darah. Kondisi perairan di kedua daerah penelitian tersebut masih berada dalam kisaran yang mendukung kehidupan biota ikan (Smith dan Chanley 1975). Kerang darah di perairan Mundu biasanya ditangkap dengan mengunakan alat tangkap garuk, tetapi masih ada sebagian nelayan yang menangkap kerang darah langsung menggunakan tangan. Kerang darah setiap harinya di daratkan di TPI Mundu. Daerah penangkapan kerang darah dilakukan di sekitar perairan Mundu. Daerah pemasarannya meliputi Jakarta, Semarang dan wilayah sekitar. Kerang darah dijual dalam bentuk hidup dan daging. Harga kerang yang dijual berkisar antara Rp 5,000-Rp 8,000 per kg dan harga daging berkisar antara Rp 15,000-Rp 17,000 per kg (Titin, komunikasi pribadi 13 April 2011) Sebaran Kelompok Ukuran Hasil Tangkapan Jumlah kerang darah yang tertangkap selama penelitian sejak bulan April hingga bulan Juni 2011 berjumlah 246 ekor yang terdiri dari 178 ekor di perairan Bondet dan 68 ekor di perairan Mundu dengan kisaran panjang cangkang 21,30-46,60 mm. Hasil tangkapan selama tiga bulan di masing-masing lokasi yaitu di perairan Bondet pada bulan April sebanyak 46 ekor, Mei sebanyak 120 ekor, dan Juni sebanyak 12 ekor, sedangkan pada perairan Mundu pada bulan April sebanyak 59 ekor, bulan Mei tidak ada tangkapan, dan bulan Juni sebanyak 9 ekor. Distribusi ukuran panjang cangkang berdasarkan lokasi penelitian disajikan pada Gambar 7.

40 26 Perairan Bondet Perairan Mundu Jumlah individu April 12 April 2011 N=46 Jumlah individu April 13 April 2011 N= 59 Mei Jumlah individu Mei 2011 N= 120 Jumlah individu Juni 13 Juni 2011 N= 12 Jumlah individu Juni Selang kelas panjang (mm) Selang kelas panjang (mm) Gambar 7. Distribusi ukuran panjang cangkang kerang darah (A. granosa) di setiap lokasi pengamatan

41 27 Berdasarkan Gambar 7 dapat dilihat sebaran ukuran panjang cangkang kerang darah terletak pada selang kelas 21,30-24,12 mm sampai 43,94-46,76 mm. Ukuran panjang cangkang kerang darah yang paling kecil adalah contoh yang berasal dari Mundu yaitu 21,30 mm berada pada selang kelas panjang cangkang 21,30-24,12 mm, sedangkan ukuran panjang cangkang yang paling besar ditemukan pada contoh yang berasal dari perairan Bondet yaitu 46,60 mm berada pada selang kelas panjang cangkang 43,94-46,76 mm. Berdasarkan selang kelas kisaran selang panjang cangkang kerang darah yang dominan tertangkap pada lokasi perairan Bondet berbeda tiap bulannya. Pada bulan April, frekuensi tertinggi pada selang kelas 35,45-38,27 sebesar 22 ekor, Bulan Mei, frekuensi tertinggi pada selang kelas 29,79-32,61 sebesar 42 ekor, dan bulan Juni, frekuensi tertinggi pada selang kelas 32,62-35,44 sebesar 4 ekor, sedangkan di perairan Mundu pada pengamatan bulan April, frekuensi teringgi pada selang kelas 32,62-35,44 sebesar 30 ekor, dan bulan Juni frekuensi tertinggi selang kelas 29,79-32,61 sebesar 4 ekor. Pada perairan Mundu ditemukan kerang darah dengan ukuran panjang cangkang yang lebih kecil. Faktor yang menyebabkan ukuran kerang darah yang tertangkap semakin kecil adalah karena tekanan penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya kerang darah di perairan Mundu. Perbedaan ukuran panjang cangkang kerang darah disebabkan oleh beberapa faktor seperti perbedaan waktu dan lokasi pengambilan contoh, keterwakilan contoh kerang darah yang diambil, dan kemungkinan terjadinya aktifitas penangkapan yang tinggi terhadap sumberdaya kerang darah, juga disebabkan oleh beberapa kemungkinan separti pengaruh kondisi perairan. Semakin tinggi tingkat eksploitasi maka ukuran kerang darah akan didominasikan oleh kerang yang berukuran kecil karena kerang darah berukuran besar telah hilang, sehingga mempengharuhi kelimpahan dan struktur populasi kerang darah di perairan tersebut. Hasil tangkapan kerang darah di perairan Bondet lebih banyak daripada perairan Mundu. Hal ini disebabkan pada bulan Mei di perairan Mundu tidak ada tangkapan, ini dikarenakan di perairan Mundu terjadi ombak atau gelombang besar yang menghambat nelayan untuk menangkap kerang darah, tingkat operasi penangkapan dan keberadaan kerang darah di perairan Mundu, sehingga tidak ada kerang darah yang tertangkap. Adanya perbedaan jumlah hasil tangkapan kerang

42 28 darah diduga karena adanya perbedaan lokasi pengambilan contoh baik secara horizonal maupun vertikal (perbedaan kedalaman) dan kemungkinan tekanan penangkapan yang tinggi terhadap kerang darah itu sendiri. Tekanan penangkapan yang semakin tinggi dapat menyebabkan kelimpahan kerang darah kerang darah di perairan tersebut akan semakin sedikit dan bisa terjadi kepunahan. Hal itu yang menyebabkan pertumbuhan kerang berbeda di setiap tempat dan waktu. Tingkat keberhasilan penangkapan juga dapat mempengaruhi hasil tangkapan. Pengaruh eksploitasi yang berlebihan (over-exploitation) akan menyebabkan penurunan ukuran rata-rata kerang darah yang tertangkap Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Kerang Darah Pada suatu stok yang telah dieksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas akibat penangkapan dan mortalitas alami. Menurut King (1995) laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan laju mortalitas penangkapan (F) dan laju mortalitas alami (M) sehingga ketiga jenis mortalitas tersebut perlu dianalisis. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) kerang darah dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang cangkang. Untuk menduga laju mortalitas alami dengan menggunakan rumus empiris pauly (Sparre & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Bondet dan Mundu masing-masing sebesar 29 C dan 29,5 C. Adapun hasil analisis parameter pertumbuhan dan parameter moralitas disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis parameter pertumbuhan dan mortalitas kerang darah dengan menggunakan program FISAT II disetiap lokasi pengamatan Lokasi Parameter Pertumbuhan Parameter Mortalitas L K M F Z E Bondet 47,70 0,51 0,7154 1,2705 1,9859 0,6398 Mundu 49,05 2,30 1,9169 7,7776 9,5945 0,8023 Keterangan : L = panjang yang tidak dapat dicapai ikan (mm); K = koefisien pertumbuhan (per tahun); M = laju mortalitas alami (pertahun); Z = laju mortalitas total (per tahun); F = laju mortalitas penangkapan (per tahun); E= laju eksploitasi

43 29 Dari hasil analisis parameter pertumbuhan di perairan Mundu, diperoleh nilai nilai L lebih besar dari perairan Bondet. Perbedaan nilai yang diperoleh disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat dipengaruhi oleh keturunan (faktor genetik), parasit dan penyakit sedangkan faktor eksternal yang dapat dipengaruhi adalah suhu dan ketersedian makanan (Effendi 2002). Laju mortalitas total (Z) kerang darah di perairan Bondet, diduga sebesar 1,9859 per tahun, sedangkan laju mortalitas total (Z) kerang darah di perairan Mundu sebesar 9,5945 per tahun. Nilai Z tergantung dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (F). Fluktuasi laju mortalitas alami (M) sumberdaya perairan sulit ditentukan, sehingga diasumsikan variasi nilai Z dari tahun ke tahun hanya tergantung dari variasi nilai F. Nilai laju mortalitas (M) di perairan Bondet diduga sebesar 0,7154 per tahun, sedangkan di perairan Mundu laju mortalitas alami (M) sebesar 1,9169 per tahun. Laju mortalitas alami (M) dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti kondisi perairan, predator, penyakit, persaingan makanan dan mati karena tua. Spesies yang sama dapat memiliki laju mortalitas alami yang berbeda pada lokasi atau habitat yang berbeda (Sparre et. al 1989). Dari persamaan Z = F+M, dengan menggunakan masukan nilai Z dan M yang sudah dikoreksi, maka diperoleh laju mortalitas penangkapan (F). Laju mortalitas penangkapan di perairan Bondet diduga sebesar 1,2705 per tahun dan di perairan Mundu sebesar 7,7776 per tahun (Lampiran 3). Berdasarkan nilai tersebut dapat dilihat bahwa di dua lokasi tersebut ditemukan laju mortalitas penangkapan (F) lebih besar dari laju mortalitas alami (M). Hal ini menunjukan bahwa faktor kematian kerang darah lebih besar disebabkan oleh aktifitas penangkapan yang terus menerus akibat dari konsumsi terhadap kerang darah meningkat. Semakin tinggi upaya penangkapan, maka nilai laju mortalitas penangkapan akan semakin tinggi. Nilai-nilai laju mortalitas yang diperoleh tersebut digunakan untuk menduga laju eksploitasi sumberdaya kerang darah. Laju eksploitasi kerang darah di perairan Bondet sebesar 63,98%, sedangkan laju eksploitasi kerang darah di perairan Mundu sebesar 80,23% (Lampiran 3). Berdasarkan hasil analisis tersebut menunjukan bahwa pada perairan Bondet dan Mundu laju eksploitasinya telah melebihi batas optimum yang dikemukan oleh Gulland (1971) in Pauly (1984) yaitu lebih dari 0,50

44 30 yang berarti lebih dari 50% dari potensi lestarinya. Jika di bandingkan dengan kedua lokasi tersebut laju eksploitasi diperairan Mundu lebih besar dari pada Bondet. Hal ini diduga bahwa laju penangkapan di perairan Bondet disebabkan oleh peningkatan waktu penangkapan (effort) yang dilakukan nelayan setiap harinya belum berlangsung secara intensif jika dibandingkan dengan perairan Mundu yang berlangsung intensif dan berlangsung lama. Hasil ini menyatakan bahwa eksploitasi dengan skala besar menyebabkan populasi didominasi oleh kerang dengan ukuran panjang cangkang lebih kecil dengan pertumbuhan yang lebih cepat dan mempengaruhi hasil tangkapan yang semakin menurun. Nilai ini juga menguatkan indikasi adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok kerang darah diperairan Bondet dan Mundu. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat eksploitasi semakin tinggi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar. Tingkat laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukan dugaan terjadinya kondisi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah kerang tua karena kerang muda tidak sempat tumbuh akibat tertangkap sehingga tekanan penangkapan terhadap stok tersebut seharusnya dikurangi hingga mencapai kondisi optimum yaitu laju mortalitas penangkapan sama dengan laju mortalitas alami Aspek Reproduksi Rasio kelamin Sampai saat ini belum ada informasi tentang penentuan jenis kelamin kerang jantan maupun betina melalui ciri morfologi maupun melalui ciri seksual sekunder. penentuan jenis kelamin yang selama ini dilakukan melalui pembedahan. Cara penentuan jenis kelamin dengan pembedahan akan membahayakan hewan tersebut, bahkan sering mendatangkan kematian. Hasil pengamatan terhadap kerang darah (A. granosa) menunjukan bahwa kerang darah bersifat dioeseus dimana kelamin jantan dan betina terpisah. Perbandingan jumlah jantan dan betina disebut rasio kelamin. Selama tiga bulan pengamatan di perairan Bondet diperoleh kerang darah sejumlah 178 ekor kerang darah yang terdiri dari 92 ekor jantan dan 86 ekor betina, sedangkan di

45 31 perairan Mundu diperoleh 68 ekor kerang darah yang terdiri dari 32 ekor jantan dan 36 ekor betina. Selama pengamatan di perairan Bondet, jumlah tangkapan kerang darah jantan lebih banyak dibandingkan kerang darah betina, sedangkan di perairan Mundu jumlah tangkapan kerang darah jantan lebih sedikit dibandingkan kerang darah betina. Rasio kelamin kerang darah (A. granosa) selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rasio kelamin berdasarkan waktu pengamatan Lokasi Bondet Bulan Jumlah kerang darah (ekor) Jantan Betina Total Rasio Kelamin April ,92 : 1 Mei ,18 : 1 Juni ,71 : 1 Mundu April ,03 : 1 Mei Tidak ditemukan Tidak ditemukan Tidak ditemukan Juni ,29 : 1 Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa rasio kelamin antara jantan dan betina di perairan Bondet pada pengamatan bulan April sebesar 0,92:1 pada pengamatan bulan Mei sebesar 1,18:1 dan pada pengamatan bulan Juni sebesar 0,71:1. Sementara diperairan Mundu rasio kelamin jantan dan betina pada pengamatan bulan April sebesar 1,03:1 dan pada pengamatan bulan Juni sebesar 0,29:1. Jika dilihat berdasarkan pengamatan rasio kelamin tidak terlalu jauh perbedaannya antara kelamin jantan dan betina, namun pada pengamatan pada bulan Juni di perairan Mundu terjadi perbedaan signifikan antara kerang darah jantan dan betina. Penyimpangan rasio kelamin kerang darah (A. granosa) jantan dan betina diduga karena upaya penangkapan yang tidak seimbang terhadap jenis kelamin dan pola tingkah laku bergerombol antara kerang darah jantan dan betina. Berdasarkan uji Chi-square terhadap kerang darah kelamin jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan menunjukan rasio kelamin kerang darah di kedua lokasi baik diperairan Bondet maupun Mundu berada dalam kondisi seimbang (X 2 hit < X 2 tab (df-1)) pada taraf

46 32 95% (Lampiran 4). Rasio kelamin kerang darah (A. granosa) selama jantan dan betina berdasarkan lokasi pengamatan disajikan pada Gambar 8. betina 48% jantan 52% betina 53% jantan 47% Perairan Bondet Perairan Mundu Gambar 8. Rasio Kelamin kerang darah (A. granosa) Jantan dan Betina berdasarkan lokasi pengamatan Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa jika dibandingkan antara kedua lokasi penelitian, maka presentase kerang jantan di perairan Bondet lebih besar yaitu 52% dari jumlah total, sedangkan persentase kerang darah betina sebesar 48%. Semetara dari perairan Mundu persentase kerang jantan sebesar 47% lebih kecil dari persentase kerang betina yaitu sebesar 53% (Gambar 8). Hasil perhitungan menunjukan bahwa rasio kelamin antara kerang betina dan jantan untuk perairan Bondet adalah 1,07:1; sedangkan untuk kerang darah di perairan Mundu memiliki rasio kelamin 0,89:1. Berdasarkan uji Chi-square untuk total terhadap kerang darah secara keseluruhan contoh kerang darah yang diamati selama bulan April 2011 hingga Juni 2011 tersebut pada taraf 95% menunjukan rasio kelamin kerang dari kedua lokasi penelitian berada dalam kondisi seimbang (X 2 hit < X 2 tab (df-1)) dari pola 1:1 atau rasio kelamin seimbang. Pernyatan tersebut juga pernah dinyatakan oleh Marliana (2010). Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan rasio kelamin antar lokasi pengamatan. Kondisi ini berarti bahwa setiap induk kerang memiliki pasangan masing masing dan diprediksi akan menjamin keberhasilan fertilitasi pada saat pemijahan dengan syarat bahwa kondisi makanan dan lingkungan menunjang proses ini.

47 33 Tekanan penangkapan pada saat operasi juga dapat mempengaruhi pada hasil tangkapan, terutama pada perbandingan jantan dan betina. Pada saat melakukan penangkapan kerang darah yang tertangkap sebagian besar berjenis kelamin jantan maka rasio kelamin lebih dari 1, selanjutnya jika hasil tangkapan dominan berjenis kelamin betina maka rasio kelamin kurang dari 1. Secara ideal perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:1. Namun pada kenyataan di alam perbandingan antara jantan dan betina tidaklah mutlak. Hal ini disebabkan oleh pola tingkah laku, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhan, pola distribusi yang disebabkan oleh ketersedian makanan, kepadatan populasi, keseimbangan rantai makanan, kepadatan polulasi (Effendie 2002). Selain itu, adanya perbedaan jumlah penangkapan serta keberadaan kerang darah itu sendiri di perairan juga dapat berpengaruh pada hasil tangkapan dan komposisi hasil tangkapan kerang darah tersebut. Komposisi antara jantan dan betina dapat digunkan untuk menduga keberhasilan pemijahan dengan melihat kesimbangan jumlah antara jantan dan betina di suatu perairan Tingkat kematangan gonad (TKG) Analisis terhadap tingkat perkembangan gonad kerang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara morfologi dan histologis. Secara morfologi tingkat kematangan gonad ditentukan berdasarkan kuantitas luasan gonad yang menutupi dinding visceral mass (Guilbert 2007). Visceral mass adalah bagian utama tubuh yang terdiri atas organ seperti hati, ginjal, usus dan gonad. Jika luasan daerah gonad hampir menutupi visceral mass, maka individu tersebut memiliki tingkat kematangan gonad yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang memiliki luasan daerah gonad yang sempit dan cara morfologi juga dapat dilakukan dengan dasar mengamati morfologi gonad antara lain ukuran panjang gonad, bentuk gonad, berat gonad, dan perkembangan isi gonad (Effendie 2002). Syandri (1996) menyatakan bahwa selama perubahan yang terjadi di dalam ovarium dan testis, maka terjadi pula perubahan bobot dan volume gonad yang menjadi tolak ukur dalam penentuan tingkat kematangan gonad (TKG). Jaringan gonad jantan yang matang kelamin berwarna putih kusam atau krem, sedangkan gonad betina yang matang kelamin berwarna orange kemerahan. Adapun tahap perkembangan

48 34 kematangan gonad kerang secara morfologi pada kerang jantan dan kerang betina, disajikan pada Gambar 9 dan 10. TKG 1 TKG 2 TKG 3 TKG 4 Gonad Gambar 9. Tingkat kematangan gonad kerang darah Jantan TKG 1 TKG 2 Gonad TKG 3 TKG 4 Gambar 10. Tingkat kematangan gonad kerang darah Betina

49 35 Berdasarkan Gambar 9 dan 10 terdapat perbedaan tingkat kematangan gonad antara kerang jantan dan kerang betina. TKG IV memiliki luasan daerah gonad yang lebar, bahkan hampir menutupi dinding visceral mass, sedangkan berdasarkan ukuran gonad serta bentuk gonad lebih besar dan lebih jelas TKG IV dibandingkan dengan TKG III, TKG II, dan TKG I. Menurut Cruz (1987) in Guilbert (2007) kerang darah jantan memiliki warna gonad putih atau krem, sedangkan warna gonad betina adalah oranye atau kemerahan. Analisis histologis digunakan untuk mengamati tingkat perkembangan secara mikroskopis bagian-bagian telur yang meliputi kuning telur, ukuran telur, posisi nukleus, dan membran telur. Perkembangan testis dan ovarium dapat dilihat berdasarkan gambar analisia histologi gonadnya (Lampiran 10). Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG) pada kerang darah yang diteliti dilakukan berdasarkan analisis foto preparat histologi gonad dengan berpatokan berdasarkan kriteria menurut Shain et al. (2006) dan Chipperfield (1953) in Setyobudiandi (2004) terhadap gonad kerang hijau (Perna viridis) yang membagi tingkat kematangan goand kerang darah menjadi 4 tingkatan. Komposisi tingkat kematangan gonad pada kerang darah dapat dilihat berdasarkan perubahan warna dan bentuk yang kemudian diklasifikasikan ke dalam tingkat perkembangan gonad. Tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan kerang yang akan melakukan reproduksi dan tidak melakukan reproduksi. Berdasarkan tahap kematangan gonad juga akan diketahui bilamana organisme itu akan memijah, baru memijah atau sudah memijah (Effendie 2002), maka hasil pengamatan selama tiga bulan diperoleh beberapa tingkat kematangan gonad. Pengamatan tingkat kematangan gonad dapat dibedakan berdasarkan lokasi penelitian yang dilakukan. Adapun tahap perkembangan kematangan gonad kerang secara histologis pada kerang jantan dan kerang betina dilihat berdasarkan perkembangan gonad yang diambil setiap bulan di sajikan pada Gambar 11 dan 12.

50 36 a. Jantan Fo 50 µm TKG I : Secara histologi gonad dimana pada fase ini terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel TKG II : Gonad termasuk stadium berkembang yang didominasi oleh oogonium dengan rongga lobolus yang masih kecil dan telah terisi oleh sel sperma Sp 50 µm TKG III: Seluruh rongga lobolus terisi oleh spermatozoa dengan ekornya, jaringan semakin jelas, warna mantel krem kekuningan dan sperma masih immature TKG IV : Pada stadia ini secara histologi disebut stadia memijah pada stadia ini menunjukan sebagian atau separuh rongga Lobolus telah mulai mengosong karena sel sperma telah dikeluarkan Gambar 11a. Perkembangan gonad pada kerang darah Jantan berdasarkan metode Chipperfield (1991) in Setyobudiandi (2004) di Perairan Bondet ( perbesaran 10x10)

51 37 b. Betina Fo 50 µm TKG I : Secara histologi gonad dimana pada fase ini terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel TKG II : Gonad termasuk stadium berkembang yang didominasi oleh oogonium dengan rongga lamella yang masih kecil dan telah terisi oleh sel telur Ov 50 µm TKG III : Seluruh rongga lamella terisi oleh sel telur yang bentuknya polygonal, jaringan semakin jelas, warna mantel orange kemerahan dan sel telur masih immature TKG IV : Pada stadia ini secara histologi disebut stadia memijah pada stadia ini menunjukan sebagian atau separuh rongga Lamella telah mulai mengosong karean sel telur telah dikeluarkan Gambar 11b. (lanjutan) Perkembangan gonad pada kerang darah Betina berdasarkan metode Chipperfield (1991) in Setyobudiandi (2004) di Perairan Bondet ( perbesaran 10x10)

52 38 a. Jantan Fo 50 µm TKG I : Secara histologi gonad dimana pada fase ini terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel TKG II : Gonad termasuk stadium berkembang yang didominasi oleh oogonium dengan rongga lobolus yang masih kecil dan telah terisi oleh sel-sel gamet (spermatozoa) Sp 50 µm TKG III : Seluruh rongga lobolus terisi oleh spermatozoa dengan ekornya, jaringan semakin jelas, warna mantel krem kekuningan dan sperma masih immature TKG IV : Pada stadia ini secara histologi disebut stadia memijah pada stadia ini menunjukan sebagian atau separuh rongga Lobolus telah mulai mengosong karean gamet telah dikeluarkan Gambar 12a. Perkembangan gonad pada kerang darah Jantan berdasarkan metode Chipperfield (1991) in Setyobidiandi (2004) di Perairan Mundu ( perbesaran 10x10)

53 39 b. Betina Fo 50 µm TKG 1 : Secara histologi gonad dimana pada fase ini terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel TKG II : Gonad termasuk stadium berkembang yang didominasi oleh oogonium dengan rongga lamella yang masih kecil dan telah terisi oleh sel-sel gamet (sel telur) Ov 50 µm TKG III : Seluruh rongga lamella terisi oleh sel telur yang bentuknya polygonal, jaringan semakin jelas, warna mantel orange kemerahan dan sel telur masih immature TKG IV : Pada stadia ini secara histologi disebut stadia memijah pada stadia ini menunjukan sebagian atau separuh rongga Lamella telah mulai mengosong karean gamet telah dikeluarkan Gambar 12b. (lanjutan) Perkembangan gonad pada kerang darah Betina berdasarkan metode Chipperfield (1991) in Setyobudiandi (2004) di Perairan Mundu ( perbesaran 10x10) Berdasarkan Gambar 11 dan 12 diketahui adanya perkembangan gonad kerang darah jantan. Pada TKG I terjadi tahap pembentukan folikel (Fo) dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel. Pada TKG II

54 40 gonad lebih berkembang dimana terjadi pengurangan jaringan penghubung dan terdapat spermatosit primer. Pada TKG III spermatosit primer berkembang menjadi spermatosit sekunder yang berukuran lebih besar dibandingkan pada TKG II dan folikel mencapai ukuran maksimum, sedangkan pada TKG IV spermatosit sekunder berkembang menjadi spermatozoa (Sp) dari hasil pembelahan meiosis dan siap dikeluarkan untuk membuahi sel telur. Perkembangan gonad kerang darah betina pada TKG I terjadi perkembangan dinding folikel (Fo) dan oosit terbentuk dalam jumlah sedikit. Pada TKG II diameter folikel meningkat dan oosit mengisi folikel dengan jumlah relatif banyak. Pada TKG III folikel terisi oosit yang berkembang menjadi ootid dan diameter telur terlihat lebih besar, sedangkan pada TKG IV folikel mulai kehilangan struktur tipiknya, dimana ootid berkembang menjadi ovum (Ov). Gambar 13. Perkembangan sel-sel kelamin kerang di dalam folikel gonad (Tranter 1957 in Tetelepta 1990) Berdasarkan pengamatan perkembangan gonad baik kerang darah jantan maupun kerang darah betina menemukan bahwa hampir setiap tingkat perkembangan gonad pada saat pengamatan ditemukan TKG I, II, III, dan IV. Hal ini memperlihatkan bahwa proses pemijahan kerang darah berlangsung terus

55 41 menerus (sepanjang tahun) atau dapat menunjukan terjadinya pematangan gonad secara perlahan-lahan dan tidak serentak dari stadia belum matang (immature) ke stadia matang (mature). Hal ini juga semakin diperjelas selama penelitian ditemukan adanya perbedaan warna gonad dalam satu individu. Dimana warna yang tua dominan mempunyai perkembangan kematangan yang lebih cepat dibandingkan warna yang lebih muda. Penentuan ukuran pertama matang gonad pada kerang darah merupakan faktor penting dalam pengelolaan perikanan. Ukuran pertama matang gonad dapat ditentukan berdasarkan tingkat kematangan gonad kerang darah pada setiap selang kelas panjang cangkang dan metode Spearman-Karber. Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah berdasarkan lokasi penelitian disajikan pada Gambar 14 dan 15. Jantan 100 N = TKG (%) TKG (%) Betina N = 86 TKG IV TKG III TKG II TKG I Selang kelas panjang (mm) Gambar 14. Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah pada setiap selang kelas panjang cangkang di perairan Bondet

56 42 Jantan Persentase TKG N = Betina N = 36 Persentase TKG TKG IV TKG III TKG II TKG I Selang kelas panjang (mm) Gambar 15. Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah pada setiap selang kelas panjang cangkang di perairan Mundu Berdasarkan Gambar 14 dan 15 diperoleh informasi bahwa diperairan Bondet diperoleh hasil bahwa kerang darah jantan pertama kali matang gonad berdasarkan selang kelas panjang cangkang pada ukuran panjang cangkang (27,20 mm) atau berada pada selang 26,96-29,78 mm dan kerang darah betina pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang (30,50 mm) atau berada pada selang 29,76-32,61 mm. Hal ini menunjukan bahwa kerang darah jantan lebih cepat mengalami perkembangan gonad dibandingkan kerang darah betina. Hal ini sesuai dengan peryataan Afiati (2007) bahwa individu jantan dalam proses gametogenesis

57 43 membutuhkan waktu yang lebih cepat dibandingkan betina, Sedangkan pada perairan Mundu kerang jantan pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang (29,50 mm) atau berada pada selang 29,76-32,61 mm dan kerang darah betina pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang (22,30 mm) atau berada pada selang 21,30-24,12 mm. Hal ini diduga bahwa kerang darah betina lebih cepat mengalamai perkembangan gonad dibandingkan kerang darah jantan. Menurut penelitian yang telah dilakukan Broom (1985) diperoleh data bahwa kerang darah pertama kali matang gonad pada selang ukuran panjang cangkang mm. Berbeda halnya pada spesies kerang darah lainnya, yaitu pada A. Antiquata ukuran pertama kali matang gonad pada kerang jantan adalah 31 mm dan pada kerang betina pada ukuran 35 mm (Mzhighani 2005). Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode Spearman-Karber (Udupa 1986 in Solihatin 2007), di perairan Bondet diduga kerang darah jantan dan betina yang pertama kali matang gonad (TKG IV) pada ukuran panjang cangkang masingmasing 34,74-37,67 mm dan 38,67-43,99 mm. Dengan demikain kerang darah jantan cenderung mengalami kematangan gonad lebih pendek dari pada kerang darah betina. Sedangkan pada perairan Mundu diduga kerang darah jantan dan betina pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang masing masing 32,50-35,04 mm dan 29,69-34,12 mm (Lampiran 7 dan 8). Dengan demikian kerang darah betina cenderung mengalami kematangan gonad pada ukuran panjang cangkang lebih pendek daripada kerang darah jantan. Perbedaan hasil ukuran pertama kali matang gonad yang diperoleh pada kerang darah jantan maupun betina berdasarkan hasil pengamatan dengan analisis statistik diduga karena perolehan hasil tangkapan yang tidak merata pada setiap ukuran panjang cangkang. Selain itu, kematangan gonad berhubungan dengan pertumbuhan dan faktor lingkungan terutama ketersediaan makanan baik kualitas maupun kuantitas (Toelihere 1985 in Affandi dan Tang 2000). Pengukuran panjang pertama kali matang gonad dan periode pemijahan adalah pengetahuan dasar untuk mempertahankan kelanjutan stok ( Sahin et al. 2006). Effendie (2002) menyatakan faktor yang mempengauhi pertama kali matang gonad ada dua yaitu faktor luar seperti suhu dan arus serta faktor dari dalam seperti umur, jenis kelamin, sifat-sifat fisologis seperti kemampuan beradaptasi dengan lingkungan serta ukuran. Jika

58 44 dibandingkan dengan kerang darah dari perairan Bondet dan perairan Mundu maka kerang darah dari perairan Mundu lebih cepat mencapai matang gonad dimana kerang darah betina dari peraiaran Mundu pada kelompok ukuran panjang cangkang lebih kecil yaitu 22,30 mm ditemukan dalam kondisi TKG IV yang berarti siap untuk memijah. Hal ini salah satunya diduga berkaitan dengan tingginya tingkat eksploitasi kerang darah di perairan Mundu. Tahapan tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan proses penting dalam reproduksi kerang, oleh karena itu sangat dibutukan pencatatan perubahan terhadap tahap-tahap kematangan gonad tersebut untuk mengetahui waktu pemijahan kerang di perairan. Penentuan waktu pemijahan dapat dilihat pada saat kapan persentase TKG IV (Gambar 16). 100 Bondet Jantan N= Mundu Jantan N= 32 Persentase TKG Persentase TKG Bondet Betina N= Mundu Betina N= 36 Persentase TKG April Mei Juni TKG IV TKG III TKG II TKG I Persentase TKG April Mei Juni TKG IV TKG III TKG II TKG I Waktu Pengamatan Waktu Pengamatan Gambar 16. Persentase tingkat kematangan gonad kerang darah Jantan dan Betina berdasarkan waktu dan lokasi pengamatan

59 45 Komposisi tingkat kematangan gonad pada kerang darah dapat dilihat berdasarkan perubahan warna dan bentuk yang kemudian diklasifikasikan ke dalam tingkatan perkembangan kematangan gonad. Gambar 16 menunjukan perubahan komposisi TKG tiap bulannya. TKG ini menunjukan fase-fase kematangan gonad kerang darah. Dengan memperhatikan komposisi TKG tersebut dapat dilihat waktu pemijahannya kerang darah. Musim pemijahan dapat ditentukan dengan melihat kecenderungan komposisi TKG III terbesar dari salah satu bulan diantara waktu pengamatan. Persetase komposisi TKG pada setiap saat dapat digunakan untuk menduga musim pemijahan (Effendie 2002). Selanjutnya menurut Effendie (2002) ikan yang mempunyai satu musim pemijahan akan ditandai dengan peningkatan persentase TKG III yang tinggi pada setiap akan mendekati musim pemijahan. Berdasarkan Gamabar 15 komposisi kerang jantan di perairan Bondet TKG I dominan pada bulan April Juni (20%), TKG II pada bulan Mei (30,77%), TKG III pada bulan April (50%), dan TKG IV pada bulan Juni (40%). Sedangkan pada kerang darah betina TKG I dominan pada bulan April (20,83%), TKG II pada bulan Mei (43,64%), TKG III pada bulan Juni (57,14%), dan TKG IV pada bulan Juni (28,57). Di perairan Bondet terlihat bahwa tingkat kematangan gonad III dan IV pada kerang darah betina dan jantan ditemukan pada setiap bulan pada waktu pengamatan, namun tertinggi pada bulan Juni, sehingga dapat diduga puncak perkembangan gonadnya pada bulan Juni, yang kemudian akan menjadi proses pemijahan kerang darah. Komposisi kerang darah jantan di perairan Mundu TKG I dominasi pada bulan Juni (50%), TKG II pada bulan April (16,67%), TKG III pada bulan April (53,33%), dan TKG IV pada bulan Juni (50%). Sedangkan pada kerang darah betina TKG I dominan pada bulan April (13,79%), TKG II pada bulan April (20,69%), TKG III pada bulan April (42,86%), dan TKG IV pada bulan Juni (42,86%). Dengan demikian pada perairan Mundu pada bulan April baik kerang jantan maupun betina didominasi oleh kerang TKG III dan IV. Hal ini menunjukan bahwa pada bulan April merupakan puncak perkembangan gonad, yang kemudian akan menjadi proses pemijahan kerang darah. Hal ini dapat menunjukan bahwa TKG kerang darah yang ditemukan setiap bulannya hampir mencakup semua TKG I - TKG IV. Hal ini memperlihatkan bahwa proses pemijahan kerang darah berlangsung terus menerus

60 46 (sepanjang tahun) atau dapat menunjukan terjadinya pematangan gonad secara perlahan-lahan dan tidak serentak dari stadia belum matang (immature) ke stadia matang (mature) Perkembangan telur yang sudah memasuki TKG III dan IV mengindikasikan kerang darah akan melakukan pemijahan. Penentuan waktu pemijahan serta puncak pemijahan didukung juga dengan hubungan nilai TKG, IKG, dan faktor kondisi ratarata kerang darah betina dan jantan terhadap waktu penelitian. Jika dibandingkan kan kerang darah antara di perairan Bondet dan Mundu maka kerang darah dari perairan Mundu lebih cepat puncak musim pemijahannya Indeks kematangan gonad (IKG) Perkembangan kematangan gonad berhubungan dengan perkembangan ukuran panjang dan berat yang kemudian dijelaskan dengan kematangan gonad. Indeks kematangan gonad (IKG) menunjukkan perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh. Indeks kematangan gonad merupakan tanda utama membedakan kematangan gonad berdasarkan berat gonad. Sejalan dengan pertumbuhan gonad maka gonad akan bertambah berat dengan bertambah besarnya tubuh sampai batas tertentu. Sehingga pada perkembangan gonad ke arah yang lebih matang akan menyebabkan volume dan berat gonad bertambah yang selanjutnya akan meningkatkan nilai IKG-nya. Nilai indeks kematangan gonad yang mengalami perubahan tiap bulan menunjukan adanya perkembangan gonad. Nila rata-rata Indeks kematangan gonad kerang darah pada dua lokasi penelitian disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Nilai rata-rata IKG kerang darah berdasarkan waktu pengamatan Lokasi Nilai rata-rata IKG(gram) SD JK Penelitian April Mei Juni April Mei Juni Jantan 21, , ,6652 4,6761 3,5393 3,2237 Bondet Betina 19, , ,4854 2,8255 3,6864 2,7652 Mundu Jantan 18, ,2636 5,6524 5,6921 Betina 18, ,1515 3,5404 4,1987

61 47 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat rata-rata nilai IKG kerang darah jantan di perairan Bondet pada bulan April 21,1458 gram, bulan Mei 17,6096 gram dan bulan Juni sebesar 18,6652 gram, sedangkan pada kerang darah betina rata-rata nilai IKG pada bulan April adalah 19,3580 gram, bulan Mei adalah 18,1658 gram dan pada bulan Juni sebesar 19,4854 gram. Rata-rata nilai IKG kerang darah jantan di perairan Mundu pada bulan April adalah 18,9589 gram. Dimana pada bulan Mei pada penelitian di perairan Mundu tidak ditemukannya kerang darah sehingga nilai IKGnya tidak di hasilkan, pada bulan Juni sebesar 15,2636 gram, sedangkan kerang darah betina rata-rata nilai IKG pada bulan April 18,6436 gram dan Juni 17,1515 gram. Nilai indeks kematangan gonad jantan maupun betina yang ditemukan di dua lokasi penelitian terlihat nilai IKG bulan April lebih besar dibandingkan bulan Mei dan Juni, kecuali pada bulan Juni di perairan Bondet dimana nilai IKG kerang darah betina lebih besar. Perairan Bondet IKG rata-rata kerang jantan tertinggi ditemukan pada bulan April sedangkan pada kerang betina ditemukan pada bulan Juni. Hal ini menunjukkan bahwa kerang jantan diduga lebih awal proses pemijahan dibandingkan dengan kerang betina. Perbedaan ini diuga disebabkan oleh awal kematangan gonad yang berbeda tiap individu kerang darah dan faktor lingkungan yang memacu percepatan kematangan gonad, Sedangkan pada perairan Mundu nilai IKG rata-rata kerang jantan maupun betina tertinggi pada bulan April. Hal ini menunjukan bahwa proses pemijahan kerang darah jantan maupun betina terjadi pada waktu yang sama. Hal ini diduga merupakan strategi pemijahan kerang di lokasi tersebut. Nilai rata-rata IKG kerang darah jantan dan betina tertinggi di perairan Bondet daripada di perairan Mundu. Hal ini diduga karena di perairan Bondet ukuran kerang darah jantan dan betina yang tertangkap lebih besar dibandingkan dengan perairan Mundu, juga diduga karena kerang darah jantan maupun betina yang matang gonad pada saat penelitian banyak ditemukan sehingga ukuran berat gonadnya rata-rata lebih besar. Dilihat dari tingkat kematangan gonadnya, perairan Bondet paling banyak terdapat TKG III dan IV sehingga nilai IKG semakin besar. Hal ini terkait dengan semakin tinggi tingkat kematangan gonad maka semakin besar nilai IKG-nya.

62 48 Indeks kematangan gonad sangat berkaitan erat dengan tingkat kematangan gonad, maka semakin tinggi tingkat kematangan gonad akan semakin besar juga nilai IKG-nya. Hal ini terkait dengan ukuran gonad yang bertambah besar seiring dengan perkembangan gonad. Semakin berkembangnya gonad maka akan semakin besar dan bertambah berat gonad tersebut, kemudian pada saat mencapai kematangan gonad nilai IKG-nya akan semakin besar. Indeks kematangan gonad kerang darah berdasarkan tingkat kematangan gonad disajikan pada Gambar 17. IKG 30, , , , ,0000 5,0000 0,0000 Perairan Bondet TKG I TKG II TKG III TKG IV IKG 30, , , , ,0000 5,0000 0,0000 Perairan Mundu TKG I TKG II TKG III TKG IV Gambar 17. Indeks Kematangan gonad (IKG) kerang darah berdasarkan tingkat kematangan gonad

63 49 Berdasarkan Gambar 17 terlihat bahwa indeks kematangan gonad dapat menyatakan perubahan yang terjadi dalam gonad. Perubahan IKG sangat erat kaitanya dengan tahap perkembangan telur. Umumnya gonad akan semakin bertambah berat dengan bertambahnya ukuran gonad. Peningkatan nilai IKG seiring dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad merupakan hal yang lazim terjadi. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad menyebabkan ukuran diameter telur dan berat gonad juga meningkat. Dengan meningkatnya berat gonad menyebabkan nilai IKG meningkat. Indeks Kematangan Gonad (IKG) akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan, kemudian menurun dengan cepat sampai selesai pemijahan. Pada saat sebelum terjadi pemijahan sebagian besar energi hasil metabolisme digunkanan untuk perkembangan gonad sehingga berat gonad bertambah dengan semakin matangnya gonad Implementasi Untuk Pengelolaan Perikanan Kerang darah (A. granosa) merupakan salah satu sumberdaya laut bernilai ekonomi tinggi, namun apabila sumberdaya kerang ini dimanfaatkan secara terus menerus tanpa memperhatikan daya regenerasinya maka sumberdaya ini akan mengalami kepunahan meskipun kerang ini sumberdaya yang dapat pulih. Oleh karena itu, untuk menghindari hal tersebut maka dilakukan suatu pengolahan untuk menjamin pemanfaatan sumberdaya yang berkesinambungan. Pengolahan sumberdaya kerang darah di perairan Bondet adalah pembatasan ukuran tangkap. Ukuran kerang yang boleh ditangkap setelah kerang darah berukuran lebih besar dari 26,96-32,61 mm. Hal ini bertujuan memberikan kesempatan kerang darah untuk memijah terlebih dahulu. Selanjutnya pada bulan Juni tidak melakukan aktivitas penangkapan karena pada bulan tersebut merupakan musim perkembangan gonad, yang kemudian akan terjadi proses pemijahan kerang darah. Ukuran panjang cangkang yang lebih kecil keberadaannya banyak ditemukan di perairan Mundu dan tingkat kematangan gonadnya cenderung terjadi lebih awal sehingga perlu dilakukan pengaturan pembatasan ukuran tangkap, waktu penangkapan, dan penutupan musim atau daerah. kerang darah yang boleh ditangkap ialah yang berukuran lebih besar dari 21,30-29,78 mm dan tidak

64 50 melakukan aktivitas penangkapan kerang darah pada bulan Apri karena pada bulan tersebut merupakan musim perkembangan gonad, yang kemudian akan terjadi proses pemijahan kerang darah dan waktu penangkapan. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh diketahui bahwa stok kerang darah di perairan Bondet dan Mundu telah mengalami penurunan dan terjadi kondisi tangkap lebih (overfishing). Namun dalam pengelolaan perikanan sangat sulit untuk mengatur dan merubah kondisi yang telah ada sehingga upaya yang mungkin dilakukan adalah berupa pembatasan ukuran tangkap dan jumlah tangkapan nelayan tanpa mengurangi jumlah kapal nelayan sehingga tercapai pemanfaatan yang optimum.

65 51 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Aspek Eksploitasi Laju eksploitasi kerang darah di perairan Bondet sebesar 63,98% per tahun, sedangkan perairan Mundu adalah 82,86% per tahun sehingga didua lokasi tersebut diduga dalam kondisi tangkap lebih (overfishing) yaitu E optimum > 50%. 2. Aspek Reproduksi (a) Berdasarkan uji statistik rasio kelamin kerang darah pada kedua lokasi penelitian berada dalam kondisi seimbang, namun dilihat berdasarkan pengamatan diperairan Mundu rasio kelamin tidak seimbang. (b) Kerang darah yang kematangan gonadnya lebih awal ditemukan di perairan Mundu. (c) Di perairan Bondet IKG kerang darah jantan tertinggi dibulan April dan kerang darah betina terjadi pada bulan Juni sehingga diduga puncak pemijahannya terjadi pada bulan Juni, sedangkan diperairan Mundu kerang darah baik jantan maupun betina tertinggi pada bulan April sehingga diduga puncak pemijahannya terjadi pad bulan April. 3. Tingkat eksploitasi yang tinggi menyebabkan ukuran kerang darah menjadi kecil, komposisi kerang darah jantan dan betina tidak seimbang, kematangan gonad yang lebih awal, dan ukuran gonad yang kecil Saran Untuk mendapatkan informasi menyeluruh perlu penelitian lebih lanjut mengenai aspek reproduksi kerang darah lainnya, seperti fekunditas dan diameter telur. Frekuensi pemijahan yang terjadi, pertumbuhan, dan kondisi lingkungan perairan. Perlu dilakukan penelitian mengenai habitat dan kebiasaan makan. Contoh kerang darah yang diambil sebaiknya mewakili setiap musim penangkapan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih menyeluruh.

66 52 DAFTAR PUSTAKA Afiati N Gonad maturation of two intertidal blood clams Anadara granosa (L.) and Anadara antiquate (L.) (Bivalvia : Arcidae) in Central Java. 10(2) Affandi R & Tang MU Fisiologi hewan air. Pekan Baru. Unri Press. 215 hlm. Atmadja W DKP dan kemiskinan nelayan. Suara Merdeka. Jawa Tengah.[terhubungberkala]. /opi04.hlm. [20 Agustus 2011]. Babu MM, Sivaram V, Immanuel G, Citarasu T, & Punika SMJ Effect of herbal enriched artemia suplementation over the reproductive performance and larval quality in spent spawners of tiger shrimp (Penaeus monodon). Turkish Journal of fisheries and Aquatic Science 8 : Barnes RD Invertebrate zoology. Philadelphia. 592 p. Fifth Edition. Saunders College Pub. Brusca, GJ & Richard CB Invertebrates. Sinauer Associates, Inc. USA. Broom MJ Analysis of the growth of Anadara granosa (Bivalvia: Arcidae) in natural, artificially seeded and experimental populations. Department of Zoology, University of Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia. 9: Broom MJ The Biology and Culture of Marine Bivalve Molluscs of Genus Anadara. ICLARM Studies and Reviews, International Center for Living Aquatic Resources Management. Manila. 44p. ISBN Dance SP The encyclopedia of shells. Blandford Press. London. 288p. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon Laporan tahunan Kabupaten Cirebon. 101 hlm. Dody, S Distribusi spasial dan preferansi habitat kerang darah (Anadara maculosa) di perairan Teluk Kotania, Seram Barat, Maluku..[Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 64 hlm. Effendie MI Metode biologi perikanan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Vii hlm. Effendie MI Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. Xii+163 hlm.

67 53 [FAO] Fisheries and Aquaculture Organization Anadara granosa (Linnaeus 1758). [terhubung berkala]. [12 Desember 2010). Guilbert A State of the Anadara tuberculosa (Bivalvia: Archidae) fishery in Las Perlas Archipelago, Panama. Heriot-Watt University. Edinburgh. 72 p. Gulland JA Fish Stock Assessment: A Manual of Basic Methods. FAO/John wiley and Sons. New York. Hamilton WD Extraordinary sex ratios. [terhubung berkala]. cie_note-hamilton67-3 [25 Februari 2011]. Handayani T Aspek biologi ikan lais di danau Lais. Journal of Tropical Fisheries. 1(1) : Hutabarat, S dan S.M. Evans Pengantar osenanografi. UI-press. Jakarta. Ix hlm. King M Fisheries Biology: Assessment and Management. Fishing News Books. Blackwell Science Ltd. Oxford. Mann KH Ecology of coastal waters with implications for management 2 rd edition. Blackwell Science, Inc. USA. Murdiyanto B Pengelolaan sumber daya perikanan pantai. CoFish Project. Jakarta. 197 hlm. Marliana SW Analisis beberapa aspek biologi reproduksi pada kerang darah (Anadara granosa) di periaran Bojonegara, Teluk Banten, Banten.[skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hlm. Mubarak H Distribusi Anadara spp. (Pelecypoda : Arcidae) dalam Hubungannya dengan Karakteristik Lingkungan Perairan dan Asosiasinya dengan Jenis-jenis Moluska Bentik Lain di Teluk Belanakan Kabupaten Subang Jawa Barat [tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. 92 hlm. Mzighani S Fecundity and population structure of cockles, Anadara antiquata L (Bivalvia: Arcidae) from a sandy/muddy beach near Dar es Salaam, Tanzania. Western Indian Ocean J. Mar. Sci. 4(1): Narasimham KA Biology of the blood clam Anadara granosa (Linnaeus) in Kakinada Bay. Jurnal of the Marine Biological Association of India, 30 (1&2):

68 54 Novitriana R Aspek biologi reproduksi ikan petek (Leiognathus equulus, Forsskal 1775) di perairan pantai Mayangan, Subang, Jawa Barat [skripsi].departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hlm. Pathansali D Blood cockle. Notes on the biology of the cockle, Anadara granosa L. Proc. Indo-Pacific Fish. Counc. 11:84-98 [terhubung berkala] [2 Februari 2011]. Pauly D Studying Single Spesies Dynamics in Tropical Multispesies. In Theory and Management of Tropical Fisheries. Proc. ICLARM/CSIRO. Cronulla (Australia), January Pauly D Some Simple Method for the Assessment of Tropical Stock. FAO. Rome. 52 hlm. Pauly D Fish population dynamics in tropical water : A manual for use with programmable calculators. ICLARM. Manila, Filipina. 325 p. Shain C, Ertug D & Ibrahim O Seasonal variations in condition index and gonadal development of the introduced blood cockle Anadara inaequivalvis (Bruguiere, 1789) in the Southeastren Black Sea Coast. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 6 : Setyobudiandi I Beberapa aspek biologi reproduksi kerang hijau perna viridis Linnaeus, 1758 pada kondisi perairan berbeda [disertasi]. Sekolah pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Bogor. Xxi + 169, hlm. Sri Selektifitas species alat tangkap garuk di Cirebon, Jawa Barat. Jurnal Bumi Lestari, volume 9 no hlm. Smith WL. And M.H. Chanley Culture of marine invertebrata. Plenum Press. New York. Pp 302. Solihatin A Biologi reproduksi dan studi kebiasaan makanan ikan sebarau (Hampala macrolepidota) di sungai Musi [skripsi]. Depertemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. X+90 hlm. Sparre P, E. Ursin and S.C. Venema Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. FAO. Rome. Sparre P & Venema SC Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisai Pangan, Perserikatan Bangsa- Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hlm. Storer, Usinger. Nybakken, Stebbins Element of Zoology McGraw -Hill International Book Company. Inc. New York.

69 55 Suryaningrum R Studi biologi reproduksi: perkembangan gonad keong macan (Babylonia spirata L) melalui pendekatan analisis histologi [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 47 hlm. Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y & Krisyanti M Avertebrata air jilid 1. Penebar Swadaya. Bogor. 332 hlm. Syandri H Aspek reproduksi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) Bleeker dan kemungkinan pembenihannya di danau Singkarak [disertasi]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 121 hlm. Tetelepta C.H.A Hubungan antara kandungan Logam Berat Zn, Pb, Cd, Hg, dalam habitat serta jaringan tubuh terhadap kemungkinan terjadinya Anomali Ova Kerang darah di Muara Mati dan Muara Mauk. [tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 167 hlm. Trilaksi W. Dan Nurjanah Teknologi pengolahan kerang-kerangan; Makalah disampaikan pada Program Retooling TPSDP kerja sama DIKTI-PKSPL. Departeman Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Wahyono, M.M Kajian tentang kualitas lingkungan perairan dan kandungan logam berat pada kerang bulu (Anadara indica Gmelin) di Estuari Muara Kamal, Teluk Jakarta [disertasi]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Walpole RE Pengantar statistik, edisi k-3 [Terjemahan dari Introduction to statistic 3 edition]. Sumantri B (penerjema). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515 hlm. Widodo J.& Suadi Penelolaan sumberdaya perikanan laut. Gajah mada University Press. Yogyakarta. 252 hlm. Wilmoth JH Biology of invertebrata. Prentice Hell, Inc. New Jersey. Xiii p. Wood MS Subtidal ecology. Edward Amold Pty. Limited. Australia.

70 LAMPIRAN 56

71 57 Lampiran 1. Sebaran hasil tangkap berdasarkan selang ukuran panjang cangkang Nilai maksimum = 46,60 Nilai minimum = 21,30 Kisaran = 25,30 Jumlah kelas = 1+3,32 log (N) = 1+ 3,32 log(246) 8, a. Hasil tangkapan berdasarkan waktu pengamatan Lokasi SK BKB BKA Bondet Mundut April Mei Juni April Mei Juni 21,30-24,12 21,295 24, ,13-26,95 24,125 26, ,96-29,78 26,955 29, ,79-32,61 29,785 32, ,62-35,44 32,615 35, ,45-38,27 35,445 38, ,28-41,10 38,275 41, ,11-43,93 41,105 43, ,94-46,76 43,935 46, Total b. Hasil tangkapan berdasarkan komposisi Lokasi Bondet Mundu SK BKB BKA Jantan betina Jantan betina A pri l M ei Ju ni 21,30-24,12 21,295 24, ,13-26,95 24,125 26, ,96-29,78 26,955 29, ,79-32,61 29,785 32, ,62-35,44 32,615 35, ,45-38,27 35,445 38, ,28-41,10 38,275 41, ,11-43,93 41,105 43, ,94-46,76 43,935 46, A pri l M ei Ju ni Ap ril M ei Ju ni A pri l TOTAL M ei Ju ni

72 58 Lampiran 2. Nilai parameter pertumbuhan kerang darah a. Perairan Bondet L = 47,70 mm K = 0,51 per tahun Log (-t 0 ) = 0,3922-0,2752 (Log L )-1,0380 (Log K) Log (-t 0 ) = 0,3922-0,2752 (Log 47,70) 1,0380 (Log 0,51) (t 0 ) = 0,281 tahun

73 59 Lampiran 2. (lanjutan) b. Perairan Mundu L = 49,05 mm K = 2,30 per tahun Log (-t 0 ) = 0,3922-0,2752 (Log L )-1,0380 (Log K) Log (-t 0 ) = 0,3922-0,2752 (Log 49,05) 1,0380 (Log 2,30) (t 0 ) = 0,0584 tahun

74 60 Lampiran 3. Perhitungan pendugaan mortalitas total (Z), alami (M), penangkapan (F), dan laju eksploitasi (E) a. Perairan Bondet L = 47,70 mm K = 0,51 per tahun to = 0,281 tahun fi SB SA xi t(l1) t t(l1/l2)/2=x ln(f/dt)=y 3 21,295 24,125 22,71 0,8778 0,2223 0,9858 2, ,125 26,955 25,54 1,1001 0,2507 1,2214 2, ,955 29,785 28,37 1,3508 0,2876 1,4893 3, ,785 32,615 31,2 1,6384 0,3371 1,7997 5, ,615 35,445 34,03 1,9755 0,4074 2,1686 4, ,445 38,275 36,86 2,3829 0,5148 2,6235 4, ,275 41,105 39,69 2,8977 0,7001 3,2167 3, ,105 43,935 42,52 3,5978 1,0991 4,0714 1, ,935 46,765 45,35 4,6970-4,6970 5,6212 z 1,9859 M 0,7154 F 1,2705 E 0,6398 b. Perairan Mundu L = 49,05 mm K = 2,30 per tahun to = 0,058 tahun fi SB SA xi t(l1) t t(l1/l2)/2=x ln(f/dt)=y 2 21,295 24,125 22,71 0,1892 0,0468 0,2119 3, ,125 26,955 25,54 0,2359 0,0524 0,2613 3, ,955 29,785 28,37 0,2883 0,0596 0,3171 4, ,785 32,615 31,2 0,3479 0,0691 0,3811 5, ,615 35,445 34,03 0,4170 0,0822 0,4561 5, ,445 38,275 36,86 0,4992 0,1014 0,5469 4, ,275 41,105 39,69 0,6006 0,1325 0,6618 3, ,105 43,935 42,52 0,7330 0,1915 0,8183 1, ,935 46,765 45,35 0,9245-0,9245 1,0653 z 9,6945 M 1,9169 F 7,7776 E 0,8023

75 61 Lampiran 4. Uji Chi-square rasio kelamin kerang darah A. Perairan Bondet H 0 : J = B ( 1:1) H 1 : J B ( tidak : ) a. Keseluruhan JK Frekuensi (oi) Frekuensi harapan (ei) Jantan Betina Total 178 X 2 hitung X 2 hitung = ( + ) =0,2022 X 2 tabel = X 2 v=(2-1) = 3,841 Kesimpulan : X 2 hitung < X 2 tabel maka gagal tolak H 0 (rasio kelamin secara keseluruhan dalam kondisi seimbang) b. Berdasarkan waktu pengamatan JK Frekuensi (oi) Frekuensi Total Jantan Betina harapan (ei) April Mei Juni X 2 hitung = X 2 hitung = + + = 1,254 X 2 tabel = X 2 v=(3-1)(2-1) = 5,099 Kesimpulan : X 2 hitung < X 2 tabel maka gagal tolak H 0 (rasio kelamin berdasarkan waktu pengamatan sama)

76 62 Lampiran 4. (Lanjutan) B. Perairan Mundu H 0 : J = B ( 1:1) H 1 : J B ( tidak : ) a. Keseluruhan JK Frekuensi (oi) Frekuensi harapan (ei) Jantan Betina Total 68 X 2 hitung X 2 hitung = ( + ) = 0,235 X 2 tabel = X 2 v=(2-1) = 3,841 Kesimpulan : X 2 hitung < X 2 tabel maka gagal tolak H 0 (rasio kelamin secara keseluruhan dalam kondisi seimbang) b. Berdasarkan waktu pengamatan JK Jantan Frekuensi (oi) Betina Total Frekuensi harapan (ei) April ,5 Juni ,5 X 2 hitung = + = 2,795 X 2 tabel = X 2 v=(2-1) = 3,841 Kesimpulan : X 2 hitung < X 2 tabel maka gagal tolak H 0 (rasio kelamin berdasarkan waktu pengamatan sama)

77 63 Lampiran 5. Sebaran frekuensi TKG kerang darah di Perairan Bondet a. Berdasarkan waktu pengamatan TKG 12-Apr Mei Jun-10 JANTAN BETINA JANTAN BETINA JANTAN BETINA I II III IV TKG(%) 12-Apr Mei Jun-10 JANTAN BETINA JANTAN BETINA JANTAN BETINA I 0,00 20,83 7,69 7,27 20,00 14,29 II 18,18 25,00 30,77 43,64 20,00 0,00 III 50,00 41,67 43,08 32,73 20,00 57,14 IV 31,82 12,50 18,46 16,36 40,00 28,57 b. Berdasarkan selang kelas panjang cangkang Betina SK fi fi TKG1 fi TKG2 fi TKG3 fi TKG4 21,30-24, ,13-26, ,96-29, ,79-32, ,62-35, ,45-38, ,28-41, ,11-43, ,94-46, Total SK %TKG 1 %TKG II %TKG III %TKG IV TOTAL 21,30-24,12 50,0 50,00 0,00 0,00 100,00 24,13-26,95 50,00 50,00 0,00 0,00 100,00 26,96-29,78 0,00 100,00 0,00 0,00 100,00 29,79-32,61 15,38 46,15 26,92 11,54 100,00 32,62-35,44 12,50 12,50 62,50 12,50 100,00 35,45-38,27 8,70 17,39 43,48 30,43 100,00 38,28-41,10 0,00 40,00 30,00 30,00 100,00 41,11-43,93 0,00 0,00 0,00 100,00 100,00 43,94-46,76 0,00 100,00 0,00 0,00 100,00

78 64 Lampiran 5. (lanjutan) Jantan SK fi fi TKG1 fi TKG2 fi TKG3 fi TKG4 21,30-24, ,13-26, ,96-29, ,79-32, ,62-35, ,45-38, ,28-41, ,11-43, ,94-46, Total SK %TKG 1 %TKG II %TKG III %TKG IV TOTAL 21,30-24,12 100,00 0,00 0,00 0,00 100,00 24,13-26,95 50,00 50,00 0,00 0,00 100,00 26,96-29,78 10,00 80,00 0,00 10,00 100,00 29,79-32,61 0,00 36,00 60,00 4,00 100,00 32,62-35,44 4,35 13,04 60,87 21,74 100,00 35,45-38,27 8,00 12,00 48,00 32,00 100,00 38,28-41,10 0,00 20,00 0,00 80,00 100,00 41,11-43,93 0,00 0,00 0,00 100,00 100,00 43,94-46,76 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

79 65 Lampiran 6. Sebaran frekuensi TKG kerang darah di Perairan Mundu a. Berdasarkan waktu pengamatan TKG 12-Apr Mei Jun-10 JANTAN BETINA JANTAN BETINA JANTAN BETINA I II III IV TKG (%) 12-Apr Mei Jun-10 JANTAN BETINA JANTAN BETINA JANTAN BETINA I 6,67 13,79 0,00 0,00 50,00 0,00 II 16,67 20,69 0,00 0,00 0,00 14,29 III 53,33 37,93 0,00 0,00 0,00 42,86 IV 23,33 27,59 0,00 0,00 50,00 42,86 b. Berdasarkan selang kelas panjang cangkang Betina SK fi fi TKG1 fi TKG2 fi TKG3 fi TKG4 21,30-24, ,13-26, ,96-29, ,79-32, ,62-35, ,45-38, ,28-41, ,11-43, ,94-46, Total SK %TKG 1 %TKG II %TKG III %TKG IV TOTAL 21,30-24,12 0,0 0,0 0,00 100,00 100,0 24,13-26,95 0,0 50,0 0,00 50,00 100,0 26,96-29,78 0,0 66,7 0,00 33,33 100,0 29,79-32,61 16,7 33,3 16,67 33,33 100,0 32,62-35,44 27,8 11,1 55,56 5,56 100,0 35,45-38,27 0,0 0,0 50,00 50,00 100,0 38,28-41,10 0,0 0,0 0,00 100,00 100,0 41,11-43,93 0,0 0,0 0,00 0,00 100,0 43,94-46,76 0,0 0,0 0,00 0,00 100,0

80 66 Lampiran 6. (lanjutan) Jantan SK fi fi TKG1 fi TKG2 fi TKG3 fi TKG4 21,30-24, ,13-26, ,96-29, ,79-32, ,62-35, ,45-38, ,28-41, ,11-43, ,94-46, Total SK %TKG 1 %TKG II %TKG III %TKG IV TOTAL 21,30-24,12 0,0 0,0 100,0 0,0 100,0 24,13-26,95 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 26,96-29,78 0,0 60,0 20,0 20,0 100,0 29,79-32,61 20,0 20,0 40,0 20,0 100,0 32,62-35,44 7,1 7,1 71,4 14,3 100,0 35,45-38,27 0,0 0,0 100,0 0,0 100,0 38,28-41,10 0,0 0,0 0,0 100,0 100,0 41,11-43,93 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0 43,94-46,76 0,0 0,0 0,0 0,0 100,0

81 67 Lampiran 7. Pendugaan ukuran pertama matang gonad di perairan Bondet a. Betina Selang panjang Nilai tengah log Nt Jumlah ikan Jumlah ikan matang Nb/Ni 1-Pi x(i+1)-xi Pi*Qi Ni-1 (Pi*Qi)/Ni-1 (mm) (Nt) (xi) (Ni) (Nb) (Pi) (Qi) 21,50-24,87 23,07 1, ,0000 1,0000 0, , , ,88-28,25 26,21 1, ,0000 1,0000 0, , , ,26-31,63 29,35 1, ,0556 0,9444 0, , , ,64-35,01 32,49 1, ,2000 0,8000 0, , , ,02-38,39 35,63 1, ,1724 0,8276 0, , , ,40-41,77 38,77 1, ,4545 0,5455 0, , , ,78-45,15 41,91 1, ,6667 0,3333 0, , , ,16-48,53 45,05 1, ,0000 1,0000 0, , ,0000 TOTAL 1,5492 6,4508 0,2907 0,1525 RATA-RATA 0,0363 0,0191 M = xk+[(x/2)-(x )] = 1,6537 +[( 0,0363/2) (0,0363*1,5492)] = 1,6155 Panjang kerang pertama kali matang gonad = antilog (1,6155 ± 1,96 *0,1525 = 38,69 43,99 Kesimpulan : kerang darah betina diduga pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang 38,69 43,99 mm

82 68 Lampiran 7. (lanjutan) b. Jantan Selang Kelas Nilai Jumlah Jumlah ikan log Nt Nb/Ni 1-Pi tengah ikan matang x(i+1)-xi Pi*Qi Ni-1 (Pi*Qi)/Ni-1 (mm) (Nt) (xi) (Ni) (Nb) (Pi) (Qi) 21,30-24,08 22,69 1, ,0000 1,0000 0, , , ,09-26,87 25,48 1, ,0000 1,0000 0, , , ,88-29,66 28,27 1, ,1000 0,9000 0, , , ,67-32,45 31,06 1, ,2778 0,7222 0, , , ,46-35,24 33,85 1, ,0385 0,9615 0, , , ,25-38,03 36,64 1, ,2759 0,7241 0, , , ,04-40,82 39,43 1, ,8000 0,2000 0, , , ,83-43,61 42,22 1, ,0000 0,0000 0, , ,0000 TOTAL 2,4921 5,5079 0,2697 0,0704 RATA-RATA 0,0337 0,0088 M = xk+[(x/2)-(x )] = 1,6255 +[( 0,0337/2) (0,0337*2,4921)] = 1,5583 Panjang kerang pertama kali matang gonad = antilog (1,5583 ± 1,96 *0,0704 = 34, ,6614 Kesimpulan : kerang darah jantan diduga pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang 34, ,6614 mm

83 69 Lampiran 8. Pendugaan ukuran pertama matang gonad di perairan Mundu a. Betina Selang kelas Nilai tengah log Nt Jumlah ikan Jumlah ikan matang Nb/Ni 1-Pi x(i+1)-xi Pi*Qi Ni-1 (Pi*Qi)/Ni-1 (mm) (Nt) (xi) (Ni) (Nb) (Pi) (Qi) 22,30-25,03 23,67 1, ,0000 0,0000 0, , , ,04-27,77 26,41 1, ,0000 0,0000 0, , , ,78-30,51 29,15 1, ,0000 1,0000 0, , , ,52-33,25 31,89 1, ,5000 0,5000 0, , , ,26-35,99 34,63 1, ,0000 1,0000 0, , , ,00-38,73 37,37 1, ,4000 0,6000 0, , , ,74-41,47 40,11 1, ,6667 0,3333 0, , ,1111 TOTAL 36 3,5667 3,4333 0,2291 0,2211 RATA-RATA 0,0327 0,0316 M = xk+[(x/2)-(x )] = 1,6032 +[( 0,0327/2) (0,0327*3,5667)] = 1,5028 Panjang kerang pertama kali matang gonad = antilog (1,5028 ± 1,96 *0,2211 = 29,69 34,12 Kesimpulan : kerang darah jantan diduga pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang 29,69 34,12 mm

84 70 Lampiran 8. (lanjutan) b. Jantan Selang Nilai Jumlah Jumlah ikan log Nt Nb/Ni 1-Pi Kelas tengah ikan matang x(i+1)-xi Pi*Qi Ni-1 (Pi*Qi)/Ni-1 (mm) (Nt) (xi) (Ni) (Nb) (Pi) (Qi) 22,80-25,86 24,33 1, ,0000 1,0000 0, , , ,87-28,93 27,40 1, ,3333 0,6667 0, , , ,94-32,00 30,47 1, ,1538 0,8462 0, , , ,01-35,07 33,54 1, ,0000 1,0000 0, , , ,08-38,14 36,61 1, ,0000 0,0000 0, , , ,15-41,21 39,68 1, ,0000 0,0000 0, , ,0000 TOTAL 2,4872 3,5128 0,2124 0,0553 RATA-RATA 0,0354 0,0092 M = xk+[(x/2)-(x )] = 1, [( 0,0354/2) (0,0354*2,4872)] = 1,5282 Panjang kerang pertama kali matang gonad = antilog (1,5028 ± 1,96 *0,0553 = 32,50 35, 04 Kesimpulan : kerang darah jantan diduga pertama kali matang gonad pada ukuran panjang cangkang 32,50 35,04 mm

85 71 Lampiran 9. Proses pembuatan preparat histologis gonad kerang darah Fiksasi Gonad difiksasidengan larutan Bouin selama 24 jam, setelah itu dipindahkan ke alkohol 70% selama 24 jam Dehidrasi 1 Gonad direndam dengan alkohol 70% (24 jam), alkohol 80% (2 jam), alkohol 90% (2 jam), alkohol 95% (2 jam), alkohol 100% (12 jam) Clearing 1 (Penjernihan) Gonad direndam dalam alkohol 100% + Xylol (1:1) selama 30 menit, kemudian direndam dalam Xylol I, Xylol II, Xylol III masing-masing 30 menit Embedding (Infiltrasi) Gonad direndam dalam paraffin-xylol (1:1) selama 45 menit dalam oven dengan suhu C, selanjutnya direndam dalam paraffin 1, parafin II, paraffin III selama masing-masing 45 menit yang dipanaskan dalam oven suhu C dan kemudian jaringan dicetak dalam cetakan selama 12 jam (proses blocking) Pemotongan Spesimen dipotong sebesar 4-6 µ dengan mikrotom, diapungkan dalam air suam kuku dan diletakan di atas hot plate 40 0 C sampai agak kering Defarafinasi Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I dan Xylol II masing-masing selama 5 menit Dehidrasi 2 Preparat direndam berturut-turut dalam alkohol 100% I, alkohol 100% II, alkohol 95%, alkohol 90%, alkohol 80%, alkohol 75%, alkohol 71%, alkohol 50% masingmasing 3 menit, setelah itu preparat dibersihakn dengan akuades sampai putih

86 72 Lampiran 9. (lanjutan) Pewarnaan Preparat direndam dalam larutan Haematoxylin selama 5-7 menit, selanjutnya direndam dengan larutan eosin selama 3 menit dan cuci dengan air mengalir Dehidrasi III Preparat direndam berturut-turut dalam alkohol 50%, alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 85%, alkohol 90%, alkohol 95%, alkohol 100% I, alkohol 100% II masingmasing selama 2 menit Clearing II Preparat direndam berturut-turut dalam Xylol I, Xylol II, Xylol III masing-masing selama 2 menit Mounting Jaringan diletakan dengan gelas penutup dan zat perekat

87 73 Lampiran 10. Penampakan preparat histologis gonad kerang (Sahin et al 2006) Betina 1.a 1.b 1.c 1.d Keterangan: 1.a : perkembangan dinding folikel dan oosit terbentuk (TKG 1) 1.b : diameter folikel meningkat dan oosit mengisi folikel dengan jumlah relatif banyak (TKG II) 1.c : folikel terisi oosit yang berkembang menjadi ootid dan diameter telur terlihat lebih besar (TKG III) 1.d : folikel mulai kehilangan struktur tipikalnya (TKG IV)

88 74 Lampiran 10. (lanjutan) Jantan 2.a 2.b 2.c 2.d Keterangan : 2.a : pembentukan folikel dalam jaringan penghubung dan tahap pembawaan spermatogonium pada folikel (TKG I) 2.b : pengurangan jaringan penghubung dan terdapat spermatosit primer (TKG II) 2.c : spermatosit sekunder yang berukuran lebih besar (TKG III) 2.d : spermatosit sekunder berkembang menjadi sepermatozoa (TKG IV)

89 75 Lampiran 11. Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian a. Alat yang digunakan Pengambilan Contoh Perahu Alat tangkap garok Parameter kualitas Air Thermometer Air Raksa Tongkat/ stik Secchi disk Stopwatch GPS Kertas indikator ph Refraktometer Floating Drodge

90 76 Lampiran 11. (lanjutan) Analisis Reprodiksi Coolbox Alat beda Kaliper ketelitian mm Timbangan digital Ketelitian gram Mikroskop Kamera digital b. Bahan yang di gunakan Kerang Darah (A. granosa) Alkohol 70% Larutan Bouin

91 Lampiran 12. Kegiatan selama penelitian kerang darah (Anadara granosa) diperairan Bondet dan Mundu 77

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Nama umum : Kerang darah Nama lokal : Kerang darah. Gambar 2. Kerang darah (A. granosa)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Nama umum : Kerang darah Nama lokal : Kerang darah. Gambar 2. Kerang darah (A. granosa) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Kerang Darah (Anadara granosa) Menurut Linnaeus (1958) in Dance (1974) kerang darah (Anadara granosa) (Gambar 2) dapat diklasifikasikan sebagai berikut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Perairan Bondet Perairan Bondet merupakan wilayah penangkapan kerang darah bagi nelayannelayan desa Bondet dan sekitarnya. Beberapa

Lebih terperinci

b. Hasil tangkapan berdasarkan komposisi Lokasi

b. Hasil tangkapan berdasarkan komposisi Lokasi LAMPIRAN 56 57 Lampiran 1. Sebaran hasil tangkap berdasarkan selang ukuran panjang cangkang Nilai maksimum = 46,60 Nilai minimum = 21,30 Kisaran = 25,30 Jumlah kelas = 1+3,32 log (N) = 1+ 3,32 log(246)

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) tiga, yaitu Laut Jawa dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Desember

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di perairan berlumpur Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Jambi. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan intensitas penangkapan

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi perairan pesisir Banten yaitu perairan PLTU-Labuan Teluk Lada dan Teluk Banten Bojonegara, Provinsi Banten.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

ANALISIS BEBERAPA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI PADA KERANG DARAH

ANALISIS BEBERAPA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI PADA KERANG DARAH ANALISIS BEBERAPA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI PADA KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN BOJONEGARA, TELUK BANTEN, BANTEN SITI MARLIANA WAHYUNINGTIAS SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYAA PERAIRAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan dangkal Karang Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan contoh ikan dilakukan terbatas pada daerah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004). 24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di PPN Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Pengambilan data primer dilakukan selama tiga bulan dari tanggal

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Metode Kerja Bahan dan peralatan pada pengamatan morfometri 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di 11 daerah yang meliputi 5 pulau besar di Indonesia, antara lain Bintan dan Jambi (Sumatera), Karawang, Subang dan Cirebon (Jawa),

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

2. METODOLOGI PENELITIAN

2. METODOLOGI PENELITIAN 2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terdiri dari lokasi pengambilan udang mantis contoh dan lokasi pengukuran sumber makanan potensial udang mantis melalui analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anadara granosa (kerang darah) merupakan salah satu Bivalvia yang termasuk famili Arcidae. Kerang darah memiliki dua keping cangkang yang setangkup, umbo menonjol,

Lebih terperinci

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU Scy[la serrata ( FORSKAL ) SEGARA MORFOLOGIS DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET Olela TITIK RETNOWATI C 23.1695 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT Oleh : H. M. Eric Harramain Y C64102053 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di muara Sungai Citepus, Kecamatan Palabuhanratu dan muara Sungai Sukawayana, Kecamatan Cikakak, Teluk Palabuhanratu, Kabupaten

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa Linn, 1758) DI PERAIRAN TELUK LADA, LABUAN, BANTEN

BIOLOGI REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa Linn, 1758) DI PERAIRAN TELUK LADA, LABUAN, BANTEN BIOLOGI REPRODUKSI KERANG DARAH (Anadara granosa Linn, 1758) DI PERAIRAN TELUK LADA, LABUAN, BANTEN YULI EKAWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Juli 2011 dalam selang waktu 1 bulan sekali. Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 5 kali (19 Maret

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan

bio.unsoed.ac.id METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Spesifikasi Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring tancap (gillnet), jala tebar, perahu, termometer, secchi disk, spuit, botol plastik, gelas ukur

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI

GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI GAMBARAN HISTOLOGIS TESTIS MUDA DAN DEWASA PADA IKAN MAS Cyprinus carpio.l RAHMAT HIDAYAT SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta, terletak di sebelah utara kota Jakarta, dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT

STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT STRUKTUR UKURAN DAN PARAMETER PERTUMBUHAN HIU MACAN (Galeocerdo cuvier Peron & Lesuer, 1822) DI PERAIRAN SELATAN NUSA TENGGARA BARAT Umi Chodrijah 1, Agus Arifin Sentosa 2, dan Prihatiningsih 1 Disampaikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI

LIRENTA MASARI BR HALOHO C SKRIPSI KEBIASAAN MAKANAN IKAN BETOK (Anabas testudineus) DI DAERAH RAWA BANJIRAN SUNGAI MAHAKAM, KEC. KOTA BANGUN, KAB. KUTAI KERTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LIRENTA MASARI BR HALOHO C24104034 SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika Kimia Perairan dan Substrat Estuari mempunyai kondisi lingkungan yang berbeda dengan sungai dan laut. Keberadaan hewan infauna yang berhabitat di daerah estuari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 010 di daerah pantai berlumpur Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Udang contoh yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Rawa Bawang Latak, Desa Ujung

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974).

spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). 7 spesies yaitu ikan kembung lelaki atau banyar (Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma)(sujastani 1974). Ikan kembung lelaki terdiri atas ikan-ikan jantan dan betina, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA Oleh: Wini Wardani Hidayat C64103013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna Viridis ) Kerang hijau (Perna virisis) memiliki nama yang berbeda di Indonesia seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 3. Kerang Darah (Anadara granosa)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 3. Kerang Darah (Anadara granosa) 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerang Darah (Anadara granosa) 2.1.1. Kalsifikasi dan morfologi Menurut Broom (1985), Klasifikasi Kerang darah Anadara granosa adalah sebagai berikut : Filum : Mollusca Kelas

Lebih terperinci