GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2007
|
|
- Widyawati Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PENANGANAN FLU BURUNG DALAM MENGANTISIPASI PANDEMI INFLUENZA PADA MANUSIA DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa Flu burung merupakan penyakit hewan menular yang strategis dan sangat berbahaya serta bisa menular kepada manusia, yang diprediksi bisa menjadi pandemi di Indonesia khususnya Jawa Timur sebagai daerah yang beresiko tinggi. b. bahwa Jawa Timur sudah dinyatakan sebagai daerah endemis sejak tanggal 24 Januari 2004 yang sampai saat ini masih berlaku, untuk mencegah mewabahnya penyakit flu burung, telah diusahakan program pencegahan, pemberantasan dan pengendaliannya melalui kordinasi antar lembaga dan seluruh masyarakat perunggasan serta dengan memenuhi kebutuhan vaksinasi, desinfeksi, sosialisasi, isolasi, survilan dan monitoring, penegakan hukum serta upaya lainlain kegiatan, yang hasilnya sampai dengan saat ini masih diragukan keberhasilannya. c. bahwa keberhasilan program pencegahan pemberantasan dan penanggulangan penyakit flu burung sangat bergantung kepada kesadaran masyarakat luas, yang sampai saat ini dengan budaya, cara pemeliharaan dan tataniaga unggas yang masih tradisional serta keterlambatan masyarakat dalam mencari pertolongan pelayanan kesehatan menyebabkan adanya kendala dan kesulitan didalam mencapai target pencegahan pandemi flu burung di segmen ini. d. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a, b, dan c serta menindaklanjuti Surat Menteri Dalam Negeri tanggal 18 Januari 2007 Nomor 440/93/SJ perihal Penanganan Flu Burung, dan Surat Gubernur Jawa Timur tanggal 10 Oktober 2005 Nomor 524/9603/021/2005 perihal Gerakan Lingkungan Bersih dan Sehat serta Surat Gubernur Jawa Timur tanggal 17 Oktober 2006 Nomor 524/13270/021/2006 perihal Peningkatan Kewaspadaan terhadap terjadinya Pandemi Flu Burung pada Manusia, perlu dilakukan 1
2 langkah-iangkah antisipasi dengan menetapkan Penanganan Flu Burung dalam Mengantisipasi Pandemi Influenza pada Manusia di Jawa Timur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2824). 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273). 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482 ). 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495). 5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821 ). 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548). 7. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3101 ). 8. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3102 ). 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253). 10. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. 11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3982). 2
3 12. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza. 13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 487/Kpts/Um/6/1981 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan Menular. 14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 284/Kpts/OP/4/1983 tentang Penunjukan Pejabat Penerima Wewenang Mengatur Tindakan Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan yaitu Direktur Jenderal Peternakan. 15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT.140/10/2006, tentang Pedoman Pemeliharaan Unggas di Pemukiman. 16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 949/MENKES/SKNIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Oini Kejadian Luar Biasa (KLB). 17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1371/ MENKES/ SK/IX/2005 tentang Penetapan Flu Burung (Avian Influenza) sebagai Penyakit yang Oapat Menimbulkan Wabah serta Pedoman Penanggulangannya. 18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1372/MENKES/SK/IX/2005, tentang Penetapan Kondisi Kejadian Luar Biasa Flu Burung (Avian Influenza). MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENANGANAN FLU BURUNG DALAM MENGANTISIPASI PANDEMI INFLUENZA PADA MANUSIA DI JAWA TIMUR Pasal 1 Dengan Peraturan ini ditetapkan Penanganan Flu Burung dalam Mengantisipasi Pandemi Influenza pad a Manusia di Jawa Timur. Pasal 2 Penanganan Flu Burung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 meliputi Tata cara pemeliharaan unggas, Tata cara tata niaga unggas, Bahan asal unggas dan Hasil bahan asal unggas, serta Penatalaksanaan Kasus Flu Burung pada Manusia, Perlindungan Pada Kelompok Risiko Tinggi, Surveilans Epidemiologi Flu Burung serta Peningkatan Kesadaran Masyarakat sebagaimana tersebut dalam Lampiran. 3
4 Pasal 3 (1) Tata cara pemeliharaan unggas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diarahkan untuk mencegah kontak yang tidak aman antara unggas hidup dengan manusia dan timbulnya penyakit flu burung dengan cara memisahkan antara pemukiman penduduk dengan kandang unggas, dan selanjutnya melarang pemeliharaan unggas yang tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). (2) Tata cara tata niaga unggas dan bahan asal unggas serta hasil bahan asal unggas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diarahkan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap bahaya penyakit flu burung, dan selanjutnya melarang tata niaga unggas dan bahan asal unggas serta hasil bahan asal unggas yang tidak sesuai dengan SOP. Pasal 4 (1) Penatalaksanaan Flu Burung pada manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 untuk menegakkan diagnosa penyakit dengan cepat dan tepat serta penatalaksanaan pengobatan dan perawatan sesuai SOP di unit pelayanan kesehatan untuk menurunkan kematian. (2) Perlindungan pada Kelompok Risiko Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan terhadap peternak, pekerja peternakan, pedagang unggas, petugas medis-paramedis kesehatan hewan, petugas medis-paramedis di rumah sakit, laboratorium, dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, petugas penyelidik lapangan, masyarakat pemilik unggas kesayangan serta masyarakat di sekitar peternakan. (3) Surveilans Epidemiologi Flu Burung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk deteksi dini dan mengetahui penyebaran penyakit flu burung dengan cara menerapkan sistem surveilans flu burung integrasi (hewan-manusia) dengan memperkuat kapasitas surveilans di semua fasilitas pelayanan kesehatan sebagai upaya untuk menghadapi pandemi. (4) Peningkatan Kesadaran Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dengan cara pemberdayaan masyarakat untuk ikut aktif dalam surveilans melalui Desa Siaga dan membangun jejaring (networking) terutama pada peternak. Pasal 5 Teknis Pelaksanaan Penanganan Flu Burung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 akan diatur lebih lanjut oleh Instansi yang bersangkutan sesuai dengan kewenangannya. 4
5 Pasal 6 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan menempatkannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur. Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 24 Januari 2007 DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TGL No. 3 Th 2007/E1 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd IMAM UTOMO. S 5
6
7 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR TANGGAL : 24 JANUARI 2007 NOMOR : 3 T AHUN 2007 PENANGANAN FLU BURUNG DALAM MENGANTISIPASI PANDEMI INFLUENZA PADA MANUSIA DI JAWA TIMUR I. Pendahuluan Penyakit Flu Burung mulai berjangkit di Indonesia pada tahun 2003, ditandai dengan adanya kematian ayam dalam jumlah besar karena terinfeksi virus influenza A H5N1 di 10 Provinsi. Kemudian sepanjang tahun 2003, Flu Burung telah tersebar di 17 Provinsi di Indonesia yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, DI Jogjakarta, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Yang dimaksud unggas (termasuk aves) adalah : ayam, itik, entok, angsa, unggas air lainnya burung merpati (burung dara), burung puyuh, burung kesayangan (burung berkicau), burung liar lokal, burung liar migrasi. Bahan Asal Unggas adalah bahan yang berasal dari unggas yang dapat diolah lebih lanjut. Hasil Bahan Asal Unggas adalah bahan asal unggas yang diolah dan dipergunakan untuk makan manusia, penyusunan makanan hewan dan bahan baku untuk industri dan farmasi serta penelitian ilmiah. Pada awal tahun 2005 Kejadian Luar Biasa Flu Burung pada unggas kembali di beberapa wilayah di Indonesia yang semula masih merupakan daerah bebas Flu Burung ataupun di daerah yang telah tertular Flu Burung antara lain di Sulawesi Selatan, yang menyebabkan kematian pada unggas di Kabupaten Maros, Pinrang, Sidrap, Wajo dan Soppeng, sampai dengan tahun 2006, penyebaran virus Flu Burung sudah mencapai ke 30 Provinsi di Indonesia. Pada tanggal 9 Juli 2005 terjadi kematian pertama kali pada manusia yang diduga tertular oleh virus flu burung (pemberitaan pada Harian Kompas tanggal 15 Juli 2005 ) dan sampai dengan bulan Januari 2007 penularan flu burung kepada manusia semakin meningkat dengan kasus konfirmasi sebanyak 63 orang meninggal dunia. Di Provinsi Jawa Timur penyakit Flu Burung pada unggas sampai akhir tahun 2006 sudah menyebar di 32 Kabupaten/Kota. Kasus Flu Burung pada manusia di Jawa Timur ditemukan sejak bulan Mei 2006 sampai dengan 19 Januari 2007 terjadi di 3 Kabupaten/Kota dengan jumlah 5 penderita yang positif, 3 orang diantaranya meninggal dunia. Penderita yang meninggal berasal dari Kabupaten Tulungagung, Kota Surabaya, dan Kabupaten Kediri. Adanya kasus flu burung pada manusia yang masih terus berlangsung sampai saat ini menjadi khawatir, mengingat virus influenza tersebut mampu bermutasi menjadi jenis virus baru yang dapat menular dari manusia ke manusia sehingga dapat menimbulkan pandemi influenza. 1
8 Sebagai salah satu tindak antisipasi kewaspadaan penularan pandemi flu burung pada manusia, Pemerintah Provinsi Jawa Timur secara cepat dan tepat mengambillangkah-iangkah Penanggulangan flu burung dengan petunjuk sebagai berikut: A. Pada bidang peternakan dan kesehatan hewan. Langkah-Iangkah yang dilakukan dengan tujuan utama segera melokalisir kasus dan mengadakan pemberantasan melalui optimalisasi 9 (sembilan) langkah strategis dan 5 (lima) prinsip Pengendalian, Pencegahan dan Pemberantasan Flu Burung pada peternakan unggas rakyat, sebagai berikut : 1. 9 (sembilan) langkah strategis : 1) Biosecurity yang ketat, dengan penyemprotan desinfektan dan insektisida satu minggu dua kali. 2) Depopulasi pada kasus dengan radius 1 km. 3) Vaksinasi dengan vaksin H5N1 secara periodik satu tahun dua kali. 4) Pengendalian. 5) Surveillance (penelusuran dan pengamatan). 6) Public awarennes (Sosialisasi Peningkatan Kepercayaan Masyarakat). 7) Re-stocking (pengisian kandang kembali). 8) Stamping out untuk daerah tertular berat. 9) Monitoring dan evaluasi (lima) prinsip : 1) Virus dimatikan dengan cara desinfektansi dan insektisida. 2) Sumber penularan dimusnahkan dengan cara Stamping out dan Depopulasi. 3) Hewan yang mudah tertular dikebalkan dengan cara Vaksinasi, memprioritaskan Pengendalian pada ayam kampung pada Backyard Farm dan Unggas lainnya seperti burung merpati, itik, entok, angsa dan burung puyuh. 4) Wilayah dijauhkan/dihindarkan dengan diisolasi dari sumber penularan. 5) Public Awarness melalui : Media elektronik, media cetak, penyebaran brosur dan leaflet. B. Pada bidang kesehatan. Melakukan secara terpadu dengan menggunakan 8 strategi yaitu : 1. Pengendalian flu burung pada hewan. 2. Restrukturisasi sistem perunggasan. 3. Penatalaksanaan kasus manusia. 4. Perlindungan kelompok risiko tinggi. 2
9 5. Surveilans Epidemiologi pada hewan dan manusia. 6. Peningkatan Kesadaran Masyarakat. 7. Penguatan dukungan peraturan (Law Inforcement). 8. Pemantauan dan Evaluasi. Bahwa dengan keterbatasan SDM, teknologi dan fasilitas pendukung untuk menanggulangi flu burung serta masih rendahnya kesadaran masyarkat sampai dengan saat ini terjadi kasus flu burung secara sporadis dibeberapa wilayah yang semula dinyatakan belum tertular (terancam) dan wilayah bekas tertular. Bagi pejabat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan sampai dengan tingkat Desa/Kelurahan di Jawa Timur, sesuai petunjuk Komisi Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan menghadapi Pandemi Influenza, harus lebih meningkatkan kepekaan terhadap adanya serangan flu burung dan segera melaporkannya sebagai prioritas utama ke Posko diatasnya. Sehubungan dengan hal tersebut diatas untuk mencegah terjadinya penularan flu burung antar manusia dan melindungi masyarakat dari ancaman pandemi influenza perlu diatur penanganannya secara terpadu. II. MAKSUD DAN TUJUAN A. MAKSUD: Mencegah dan menanggulangi penyakit flu burung melalui kesiapsiagaan terjadinya wabah atau pandemi influenza pad a manusia. B. TUJUAN: 1. Mencegah penyebaran penyakit flu burung pad a unggas dan manusia melalui tindakan langkah-iangkah strategis. 2. Mengatur tata cara pemeliharaan dan tata niaga unggas, bahan asal unggas serta hasil bahan asal unggas. 3. Melarang tata cara pemeliharaan unggas dan tata niaga unggas, bahan asal unggas serta hasil bahan asal unggas yang tidak sesuai dengan SOP. 4. Mengadakan upaya perlindungan kelompok risiko tinggi. 5. Mengoptimalkan Surveilans Epidemiologi pada hewan dan manusia. 6. Meningkatkan kesadaran masyarakat. III. RUANG LINGKUP PENGATURAN A. Arah Pengaturan : 1. Pemeliharaan unggas sektor industri (sektor I dan II), unggas rakyat komersial (sektor III) dan backyard farm (peternakan rakyat/sektor IV). 2. Tata niaga unggas, bahan asal unggas dan hasil bahan asal unggas. 3
10 3. Unggas, dan bahan asal unggas yang diperlakukan pada laboratorium dan 4. lembaga penelitian. 5. Penatalaksanaan kasus Flu Burung pad a manusia. 6. Perlindungan kelompok risiko tinggi. 7. Surveilans Epidemiologi pada hewan dan manusia. 8. Peningkatan Kesadaran masyarakat. 9. Pasar Unggas atau tempat penjualan unggas harus menjadi perhatian utama dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. B. Lokasi dan Obyek Pengaturan di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan dilakukan pada Pintu-pintu masuk sebagai sumber penularan : 1. Sektor industri (Sektor I dan II) Breeding farm, komersial farm, pabrik pakan dan pabrik obat hewan. 2. Sektor peternakan komersial unggas rakyat (sektor III) dan backyard farm (sektor IV). 3. Tataniaga hewan dan produk hewan termasuk peralatan dan kendaraan transportasinya. 4. Rumah potong unggas, tempat pemotongan unggas, tempat pengumpulan unggas, tempat pnjualan unggas, pasar unggas, tempat penjualan unggas, pasar daging unggas dan pasar burung. 5. Peredaran obat hewan, vaksin, sera dan bahan diagnostik lainnya. 6. Laboratorium penelitian, klinik hewan dan rumah sakit hewan. 7. Vektor, burung air dan burung liar. 8. Kebun binatang dan taman wisata fauna. 9. Burung kesayangan dan budidaya burung. C. Lokasi dan Obyek di bidang Kesehatan sebagai berikut : 1. Unit Pelayanan Kesehatan meliputi Rumah Sakit, Puskesmas, Praktik Dokter Swasta, Balai Pengobatan, Klinik Praktik Bersama. 2. Kelompok risiko tinggi yang meliputi Peternak, pekerja peternakan, pedagang unggas, Petugas medis-paramedis kesehatan hewan, Petugas medis-paramedis di rumah sakit, laboratorium, dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, petugas penyelidik lapangan, masyarakat pemilik unggas kesayangan serta masyarakat di sekitar peternakan. D. Daerah endemis yang beresiko tinggi 1. Daerah tertular pada 32 Kabupaten/Kota yakni : Kabupaten Blitar, Kediri, Malang, Tulungagung, Pacitan, Mojokerto, Pamekasan, Probolinggo, Magetan, Lamongan, Pasuruan, Banyuwangi, Ponorogo, Trenggalek, Sidoarjo, Jombang, Nganjuk, Madiun, Bojonegoro, Tuban, Gresik, Ngawi, Bondowoso, Situbondo, Jember, Lumajang dan Kota Surabaya, Probolinggo, 4
11 Blitar, Mojokerto, Kediri serta Kota Batu. 2. Daerah terancam pada 6 Kabupaten/Kota yakni : Kabupaten Sumenep, Sampang, Bangkalan dan Kota Pasuruan, Malang serta Kota Madiun. E. Langkah - langkah : 1. Pengawasan lalu lintas unggas dan produk unggas secara lebih ketat. 2. Pengaturan periodik dan kontinyu pada pasar unggas termasuk test keberadaan virus. 3. Pelarangan pemotongan unggas selain di TPA/TPU (Tempat Pemotongan Ayam/Tempat Pemotongan Unggas) dan RPAIRPU (Rumah Potong Ayam/Rumah Potong Unggas). 4. Pelarangan lalu-iintas Iimbah yang belum diolah. 5. Peningkatan sanitasi lingkungan serta penyemprotan desinfektan pada lingkungan dan kandang. 6. Vaksinasi unggas secara lengkap dan benar. 7. Pendataan per Dusun / RT : kepemilikan unggas, pola pemeliharaan, tempat pemotongan, tempat penampung, pasar unggas. 8. Penyiapan dan penambahan rumah sakit rujukan utama disertai peningkatan keberdayaannya. 9. Memantapkan Desa Siaga terhadap bencana yang memadukan antara kesehatan, manusia dan hewan. 10. Peningkatan dan penguatan pelayanan kesehatan. 11. Daerah/wilayah yang disinyalir sebagai pusat endemis/kasus pengawasannya harus diperketat melalui monitoring dan pengamatan. 12. Perluasan sistem Participatory Disease Searching (PDS) dan Participatory Disease Response (PDR). 13. Mengadakan sosialisasi terhadap kewaspadaan flu burung dengan menjaga kesehatan dan kebersihan baik perorangan maupun Iingkungan. 14. Perusahaan peternakan unggas komersial harus bertanggung jawab terhadap kesehatan dan lingkungan serta melakukan tindakan penanggulangan flu burung secara mandiri. IV. TATA CARA PEMELIHARAN UNGGAS Bagi masyarakat yang memelihara unggas dipemukiman, khususnya diwilayah perkotaan harus memenuhi kewajiban sebagai berikut : 1. Menyediakan perkandangan khusus unggas. 2. Semua jenis unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung merpati dan burung puyuh) wajib dikandangkan. 5
12 3. Kandang harus selalu dibersihkan. 4. Memelihara unggas yang sehat dengan surat keterangan kesehatan hewan dari instansi yang berwenang. 5. Membersihkan dan membuang kotoran di tempat khusus yang memenuhi syarat kesehatan. 6. Dalam melaksanakan aktivitasnya menggunakan alat pelindung perorangan (Personal Protective Equipment/PPE). 7. Melaksanakan kewajiban budidaya ternak sesuai dengan SOP yang ditetapkan. Apabila tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana angka 1 sampai dengan angka 7 maka dilarang memelihara unggas di wilayah pemukiman. V. TATA CARA TATANIAGA UNGGAS DAN PRODUK UNGGAS A. Tata Niaga Unggas Bagi masyarakat yang melaksanakan tataniaga unggas di wajibkan : 1. Menyediakan alat pengangkutan khusus sesuai dengan persyaratan teknis. 2. Menyediakan tempat pengumpulan unggas. 3. Menyediakan tempat penjualan khusus unggas. 4. Menjaga kebersihan dengan melaksanakan disposal kotoran dan Iimbah serta penyemprotan dengan desinfektan. Apabila tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana angka 1 sampai dengan angka 4 dilarang melaksanakan tataniaga unggas. Khusus unggas yang didatangkan dari luar negeri dan dari luar Provinsi dilarang masuk tanpa rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. B. Tataniaga Daging Unggas Bagi masyarakat yang melaksanakan tataniaga daging unggas di wajibkan : 1. Menyediakan alat pengangkutan khusus sesuai dengan persyaratan teknis. 2. Menyediakan ruang penyimpanan. 3. Menyediakan tempat penjualan khusus daging unggas. 4. Daging unggas yang dijual keliling rumah ke rumah harus ditempatkan wadah khusus yang memenuhi syarat teknis. 5. Menjaga kebersihan dengan melaksanakan disposal kotoran dan Iimbah serta penyemprotan dengan desinfektan. Apabila tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana angka 1 sampai dengan angka 5 dilarang melaksanakan tataniaga daging unggas. 6
13 C. Tataniaga Telur Konsumsi dan Produk Telur Bagi masyarakat yang melaksanakan tataniaga Telur Konsumsi dan Produk Telur di wajibkan : 1. Menyediakan alat pengangkutan khusus telur sesuai dengan persyaratan teknis. 2. Menyediakan ruang penyimpanan khusus telur. 3. Menyediakan tempat penjualan khusus telur. 4. Menjaga kebersihan dengan melaksanakan disposal kotoran dan limbah serta penyemprotan dengan desinfektansi secara periodik. Apabila tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana angka 1 sampai dengan angka 4 dilarang melaksanakan tataniaga telur konsumsi dan produk telur. D. Perlakuan Unggas dan Bahan Asal Unggas di Laboratorium/Lembaga Penelitian Bagi lembaga penelitian/laboratorium dan perorangan yang akan membawa masuk unggas dan bahan asal unggas serta hasil bahan asal unggas yang diduga tertular flu burung, untuk keperluan diagnostik dan kajian wajib memperoleh rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. E. Apabila tidak dapat menunjukkan rekomendasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur dimaksud dilarang untuk membawa masuk unggas dan bahan asal unggas serta hasil bahan asal unggas yang diduga tertular flu burung ke wilayah Provinsi Jawa Timur. VI. SERTIFIKASI KESEHATAN HEWAN TERHADAP KEPEMILIKAN UNGGAS DAN PEREDARAN BAHAN ASAL UNGGAS, SERTA HASIL BAHAN ASAL UNGGAS. A. Pemeliharaan Unggas : Semua pemeliharaan unggas yang sesuai dengan SOP akan diberikan Surat Keterangan Kesehatan Hewan dan atau rekomendasi teknis tanpa dikenakan biaya dari Dinas yang membidangi Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kabupaten/Kota ; B. Tata Niaga Unggas, Bahan Asal Unggas dan Hasil Bahan Asal Unggas : Semua Tata Niaga Unggas, Bahan Asal Unggas dan Hasil Bahan Asal Unggas antar Pulau dan antar Provinsi yang sesuai dengan SOP akan diberikan surat keterangan kesehatan hewan dan atau rekomendasi teknis oleh Dinas yang membidangi peternakan dan Kesehatan Hewan di Provinsi, sedangkan antar Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Jawa Timur oleh Dinas yang membidangi Peternakan dan Kesehatan Hewan di Kabupaten/Kota. 7
14 VII. PEMUSNAHAN Semua pelanggaran terhadap peraturan ini akan dikenakan tindakan pemusnahan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Setiap tindakan pemusnahan unggas non komersial (peternakan rakyat) pada daerah kasus dengan radius 1 km akan diberikan ganti rugi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. VIII. TATALAKSANA KASUS FLU BURUNG PADA MANUSIA A. Kasus Flu Burung pad a manusia menggunakan definisi kasus sesuai ketentuan yang ada yaitu : 1. Seseorang Dalam Penyelidikan. 2. Kasus dicugai (suspek). 3. Kasus mungkin (Probabel). 4. Kasus pasti (Konfirmasi). B. Tatalaksana kasus Flu Burung pada manusia di Unit Pelayanan Kesehatan meliputi: 1. Penetapan kasus Flu Burung pada manusia dilakukan oleh dokter atau pejabat kesehatan yang berwenang yang ada di Unit Pelayanan Kesehatan. 2. Penatalaksanaan kasus meliputi penegakan diagnosis, pengobatan dan 3. perawatan dan pemeriksaan laboratorum dilakukan sesuai dengan SOP. 4. Pengambilan spesimen dilakukan oleh petugas khusus. 5. Pemeriksaan spesimen dilakukan di Laboratorium yang telah ditunjuk. 6. Kasus Flu Burung di Jawa Timur dirujuk ke Rumah Sa kit Rujukan yang telah ditunjuk yaitu RSUD Dr. Soetomo Surabaya, RSUD Dr. Sudono Madiun, RSUD Dr. Syaiful Anwar Malang, dan RSUD Dr. Subandi Jember, bila diperlukan akan dikembangkan rumah sakit rujukan yang dipersiapkan yaitu RSUD dr. Hariyono Ponorogo, RSUD Gambiran Kediri, RSUD dr. Sosodoro Bojonegoro, RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo dan RSUD Pamekasan. 7. Menyiagakan Puskesmas untuk melakukan perawatan suspek flu burung dan segera merujuk ke rumah sakit rujukan terdekat. 8. Jenazah perlu penanganan khusus sesuai SOP penyakit infeksi menular dengan memperhatikan norma agama atau kepercayaan. 9. Unit Pelayanan Kesehatan yang telah menetapkan kasus Flu Burung harus melaporkan kepada Bupati/Walikota melalui Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan secara berjenjang untuk selanjutnya melaporkan kepada Gubernur melalui Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur dalam waktu kurang dari 24 jam dengan menggunakan form laporan W1. 8
15 10. Biaya yang timbul selama melaksanakan tatalaksana penanggulangan flu burung dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. IX. PERLINDUNGAN KELOMPOK RISIKO TINGGI Pada kelompok masyarakat yang berisiko tinggi terinfeksi Flu Burung diharuskan menggunakan alat pelindung perorangan sesuai standar dalam melaksanakan aktivitasnya. X. SURVEILANS EPIDEMIOLOGI PADA HEWAN DAN MANUSIA 1. Kegiatan surveilans epidemiologi berupa pemantauan penyebaran dan perkembangan kasus Flu Burung pada hewan atau manusia yang bermanfaat untuk deteksi dini dan identifikasi ancaman Kejadian Luar Biasa (KLB), wabah atau Pandemi. 2. Pelaksanaan surveilans epidemiologi dilaksanakan secara terpadu oleh petugas Kesehatan dan petugas yang membidangi Peternakan dan kesehatan hewan yang berwenang sesuai SOP pedoman surveilans epidemiologi Avian Influenza di Indonesia dengan memperkuat kapasitas surveilans di semua Unit Pelayanan Kesehatan. 3. Penyelidikan epidemiologi segera dilakukan setelah ada informasi awal kasus Flu Burung. 4. Bupati/Walikota se Jawa Timur segera menindaklanjuti hasil pelaksanaan surveilans epidemiologi. 5. Biaya yang timbul selama melaksanakan surveilans epidemiologi flu burung dibebankan pad a Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. XI. PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT 1. Perangkat Desa/Kelurahan, Ketua RT-RW, Tokoh Masyarakat aktif melakukan sosialisasi pencegahan Flu Burung agar tidak membuat resah masyarakat. 2. Masyarakat aktif melaporkan bila ditemukan ayam, burung atau jenis unggas yang mati mendadak kepada ketua RT-RW atau ke petugas yang membidangi peternakan dan kesehatan hewan dan atau petugas kesehatan yang berwenang sebagai perwujudan Desa Siaga. 9
16 3. Masyarakat segera memberikan informasi bila ada seseorang atau sekelompok orang dengan gejala Flu Burung (demam tinggi, pilek, batuk, sesak napas, sakit tenggorok) kepada Tokoh masyarakat, Ketua RT-RW, perangkat Desa/Kelurahan dan Kepala Unit Pelayanan Kesehatan terdekat. 4. Masyarakat mampu melakukan upaya pencegahan agar tidak terinfeksi Flu Burung secara perorangan. 5. Tokoh masyarakat, Ketua RT-RW, perangkat Desa/Kelurahan, petugas yang menangani kematian atau kerabat dekat kasus Flu Burung yang meninggal agar memberlakukan jenazah secara khusus sesuai ketentuan penanganan jenazah penyakit infeksi yang sangat menular dengan tetap memperhatikan norma agama atau kepercayaan. 6. Perangkat Desa/Kelurahan, Tokoh masyarakat, Ketua RT-RW agar membantu kelancaran penyelidikan epidemiologi. 7. Seseorang atau sekelompok orang yang diputuskan oleh pejabat kesehatan yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan epidemiologi terhadap kemungkinan terinfeksi Flu Burung tidak boleh menolak untuk diperiksa. XII. PENUTUP Demikian Peraturan Penanganan Flu Burung dalam Mengantisipasi Pandemi Influenza pada Manusia di Jawa Timur disampaikan untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TGL No. 3 Th 2007/E1 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd IMAM UTOMO. S 10
BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007
2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 57 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN DEFINITIF BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI (PASAL 25/29) DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa penyakit flu burung merupakan salah
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENETAPAN SEMENTARA BAGIAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI DALAM NEGERI PASAL 25/29 DAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2009 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam upaya meningkatkan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2013 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2014 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciBUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG
BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN, DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa penyakit
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG
PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/60/KPTS/013/2006 TENTANG TIM KRISIS (TASK FORCE) PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017
\ PERATURAN NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 125 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR MENIMBANG
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian
Lebih terperinciPIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007
PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2015 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/359/KPTS/013/2015 TENTANG PELAKSANAAN REGIONAL SISTEM RUJUKAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciKEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009
KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 29 1 OUTLINE 1. PENDAHULUAN 2. DAMPAK WABAH AI 3. PERMASALAHAN 4. KEBIJAKAN UMUM 4.1. STRATEGI PENGENDALIAN
Lebih terperinciEVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016
EVALUASI TEPRA KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR OKTOBER 2016 Realisasi belanja APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota se-provinsi Jawa Timur Oktober 2016 PROVINSI KABUPATEN/KOTA Provinsi Gorontalo Provinsi
Lebih terperinciKEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016
KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 557 /KPTS/013/2016 TENTANG PENETAPAN KABUPATEN / KOTA SEHAT PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tercapainya kondisi
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2014 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2015 GUBERNUR JAWA TIMUR. Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG
PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 1996 TENTANG ORGANISASI
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU KEPADA PROVINSI JAWA TIMUR DAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN
Lebih terperinciGUBERNUR MALUKU UTARA
PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Gambaran Umum Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur Berikut dijelaskan tentang tugas pokok dan fungsi, profil, visi misi, dan keorganisasian Badan Ketahanan Pangan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/43/KPTS/013/2006 TENTANG TIM PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA INVESTASI NON PMDN / PMA PROPINSI JAWA TIMUR TAHUN 2006 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciPERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat
PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI (NET) MINYAK TANAH Dl PANGKALAN MINYAK TANAH Dl JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa dalam
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN / KOTA DI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Menimbang: a. Bahwa dalam upaya meningkatkan kersejahteraan rakyat khususnya
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2
No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
Lebih terperinciBUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN
SALINAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 45 TAHUN 2017 TENTANG SURVEILANS BERBASIS SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PERHUBUNGAN DAN LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya.
No.503, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Wabah. Penyakit. Penanggulangannya. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1501/MENKES/PER/X/2010 TENTANG JENIS PENYAKIT
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan
BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinci2. JUMLAH USAHA PERTANIAN
BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 61/09/35/Tahun XI, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI JAWA TIMUR (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 SEBANYAK
Lebih terperinciEVALUASI/FEEDBACK KOMDAT PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN
EVALUASI/FEEDBACK PRIORITAS, PROFIL KESEHATAN, & SPM BIDANG KESEHATAN MALANG, 1 JUNI 2016 APLIKASI KOMUNIKASI DATA PRIORITAS FEEDBACK KETERISIAN DATA PADA APLIKASI PRIORITAS 3 OVERVIEW KOMUNIKASI DATA
Lebih terperinciJumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota
Jumlah Penduduk Jawa Timur dalam 7 (Tujuh) Tahun Terakhir Berdasarkan Data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab./Kota TAHUN LAKI-LAKI KOMPOSISI PENDUDUK PEREMPUAN JML TOTAL JIWA % 1 2005 17,639,401
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN PENYALURAN SERTA HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN
Lebih terperinciP E N U T U P P E N U T U P
P E N U T U P 160 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura P E N U T U P 4.1. Kesimpulan Dasar pengembangan kawasan di Jawa Timur adalah besarnya potensi sumberdaya alam dan potensi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat
Lebih terperinciGUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM
GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE
Lebih terperinciJumlah Penderita Baru Di Asean Tahun 2012
PERINGATAN HARI KUSTA SEDUNIA TAHUN 214 Tema : Galang kekuatan, hapus stigma dan diskriminasi terhadap orang yang pernah mengalami kusta 1. Penyakit kusta merupakan penyakit kronis disebabkan oleh Micobacterium
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP
KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu tanaman yang menjadi komoditas utama di Indonesia. Bagian yang dimanfaatkan pada tanaman kedelai adalah bijinya. Berdasarkan Sastrahidajat
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 110 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN BADAN KOORDINASI WILAYAH PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciWALIKOTA TASIKMALAYA
WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penanggulangan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur
BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Sejarah Singkat PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur merupakan salah satu unit pelaksana induk dibawah PT PLN (Persero) yang merupakan
Lebih terperinciRENCANA PENGADAAN BARANG/JASA SUMBER DANA : DPA APBD SKPD DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012
RENCANA PENGADAAN BARANG/JASA SUMBER DANA : DPA APBD SKPD DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN ANGGARAN 2012 URAIAN JENIS PEKERJAAN / KEGIATAN VOLUME SATUAN HARGA SATUAN HARGA TOTAL PAKET LELANG
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1991 (KESEHATAN. Wabah. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447) PERATURAN
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan wabah
Lebih terperinciper km 2 LAMPIRAN 1 LUAS JUMLAH WILAYAH JUMLAH KABUPATEN/KOTA (km 2 )
LAMPIRAN 1 LUAS WILAYAH,, DESA/KELURAHAN, PENDUDUK, RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT LUAS RATA-RATA KEPADATAN WILAYAH RUMAH JIWA / RUMAH PENDUDUK DESA KELURAHAN DESA+KEL. PENDUDUK (km 2 ) TANGGA
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa
Lebih terperinciGUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 159 TAHUN 1980
GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 159 TAHUN 1980 TENTANG PEMBENTUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA CABANG
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN UNGGAS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DENGAN
Lebih terperinciPEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012
PEMBANGUNAN PERPUSTAKAAN DESA/KELURAHAN DI JAWA TIMUR 22 MEI 2012 OLEH : Drs. MUDJIB AFAN, MARS KEPALA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN PROVINSI JAWA TIMUR DEFINISI : Dalam sistem pemerintahan di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah pusat memberikan kebijakan kepada pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini sesuai dengan Undang-undang Nomor
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA PASIEN PENYAKIT INFEKSI EMERGING TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPOTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)
POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROPINSI JAWATIMUR
PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PROPINSI JAWATIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang
Lebih terperinci2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg
No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Lebih terperinciGAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN
69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 114 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS PEKERJAAN UMUM BINA
Lebih terperinciKata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor
DATA/INFORMASI KESEHATAN KABUPATEN LAMONGAN Pusat Data dan Informasi, Kementerian Kesehatan RI 2012 Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA CABANG DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus tipe A dan B dan ditularkan oleh unggas.
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD
BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD Usaha peternakan berperan penting dalam penyediaan pangan protein hewani daging, telur, dan susu. Protein hewani bermanfaat sebagai sumber energi dalam beraktivitas, pertumbuhan
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK UTARA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PROGRAM ELIMINASI MALARIA DI KABUPATEN LOMBOK UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 311/MENKES/SK/V/2009 TENTANG PENETAPAN PENYAKIT FLU BARU H1N1 (MEXICAN STRAIN) SEBAGAI PENYAKIT YANG DAPAT MENIMBULKAN WABAH MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pusat dan pemerintah daerah, yang mana otonomi daerah merupakan isu strategis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diberlakukannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS
Lebih terperinci2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.438, 2017 KEMENKES. Penanggulangan Cacingan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN CACINGAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBerikut kami sampaikan Laporan Eksekutif Kewaspadaan KLB Penyakit dan Keracunan Pangan di Indonesia Jumat
Yth. Bapak/Ibu Berikut kami sampaikan Laporan Eksekutif Kewaspadaan KLB Penyakit dan Keracunan Pangan di Indonesia Jumat Minggu Ke-11 Tahun 2015: A. Berdasarkan laporan verifikasi rumor kesehatan dapat
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan
Lebih terperinciGrafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Grafik Skor Daya Saing Kabupaten/Kota di Jawa Timur TOTAL SKOR INPUT 14.802 8.3268.059 7.0847.0216.8916.755 6.5516.258 5.9535.7085.572 5.4675.3035.2425.2185.1375.080 4.7284.4974.3274.318 4.228 3.7823.6313.5613.5553.4883.4733.3813.3733.367
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD
BAB II GAMBARAN PELAYANAN SKPD Usaha peternakan berperan penting dalam penyediaan pangan protein hewani, terutama daging, telur, dan susu. Protein hewani bermanfaat sebagai sumber energi dalam beraktifitas,
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM RUJUKAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT DI PROVINSI
Lebih terperinci