BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Global Geopark masih sangat minim. Minimnya penelitian terhadap Batur Global

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Global Geopark masih sangat minim. Minimnya penelitian terhadap Batur Global"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Penelitian terhadap geopark sudah dilakukan banyak peneliti termasuk Setyadi (2012), Farsani et al (2014), dan Edi (2014). Sedangkan untuk Batur Global Geopark masih sangat minim. Minimnya penelitian terhadap Batur Global Geopark karena objek ini baru. Selama ini komentar tentang Batur Global Geopark banyak muncul di media massa, namun semuanya berguna karena memberikan gambaran sepintas tentang pengembangan yang terjadi. Setyadi (2012) menganalisis aspek pengelolaan kawasan cagar alam geologi Karangsambung. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang fokus dalam menganalisis data secara deskriptif dan naratif. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif. Konsep pengembangan Cagar Alam Geologi Karangsambung adalah taman batuan alam yang menyajikan fenomena evolusi bumi selama ratusan juta tahun. Harapan untuk menjadi geopark harus diikuti dengan usaha untuk mencapai tiga tujuan utama, diatantaranya memperkenalkan perlindungan warisan geologi kepada publik dan merangsang keingintahunan dan mengembangkan rasa kebangganaan terhadap warisan geologi yang ada. Tujuan kedua adalah untuk memperkuat upaya pengembangan kegiatan ekonomi lokal. Tujuan ketiga adalah pengembangan di bidang pendidikan. Penelitian Setyadimemiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu menganalisis geopark dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Perbedaannya 15

2 16 adalah penelitian Setyadi (2012) memfokuskan pada aspek pengelolaan kawasan geopark, sedangkan pada penelitian ini lebih berfokus pada respon para pemangku kepentingan pariwisata terhadap pengembangan geopark. Hasilnya dapat berupa perencanaan pengembangan wisata geopark. Penelitiannya selanjutnya dilakukan oleh Farsani et al (2014), tentang pengembangan geopark yang bertujuan untuk menilai strategi inovatif dari geoparks untuk keberlanjutan budaya. Metodologi penelitian ini meliputi penelitian primer dan sekunder. Adapun hasil dari penelitian ini adalah mayoritas geopark terletak di daerah pedesaan dan geowisata berpeluang untuk menjaga keberlanjutan budaya dan pembangunan pedesaan. Mengenai hal ini, pengelola geopark memiliki beberapa kebijakan positif dalam merangsang penduduk setempat untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi lokal dan konservasi sumber daya alam. Melalui promosi geowisata, berusaha untuk menghidupkan kembali budaya tradisional dan mengurangi dampak negatif budaya pariwisata. Untuk pembangunan berkelanjutan sosial-budaya, pengelola geoparks mengadakan lokakarya, festival, pameran dan program pendidikan. Selain itu, geopark, melalui strategi yang inovatif, mencoba untuk memperkenalkan keterampilan tradisional penduduk setempat sebagai guide lokal. Geoproducts yang dibuat berdasarkan unsur-unsur geologi geoparks tidak hanya memperkenalkan produk lokal dan kerajinan untuk wisatawan, tetapi juga meningkatkan pengetahuan tentang geologi. Dengan demikian, geowisata memungkinkan para wisatawan dan pengunjung untuk melakukan perjalanan di

3 17 wilayah mereka untuk mendapatkan pengalaman, belajar dan menikmati warisan bumi. Temuan dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa geopark mencoba untuk menghidupkan kembali makanan tradisional, kesenian lokal dan budaya tradisional melalui promosi kepada wisatawan. Ini menunjukkan bahwa geoparks sebagai pelopor dalam pengembangan geopariwisata dapat dianggap sebagai dasar berkelanjutan untuk pengembangan pariwisata. Penelitian Farsani et al (2014) memiliki persamaan dengan penilitian ini karena sama menganalisis pengembangan geopark di suatu wilayah. Beberapa perbedaannya adalah penelitian Farsani et al (2014) menilai strategi inovatif dari pengembangan geopark untuk keberlanjutan budaya di wilayahnya. Jadi fokusnya adalah memberikan peniliaian terhadap pengembangan geopark, berbeda dengan penilitian terfokus pada respon masyarakat lokal, wisatawan dan industri pariwisata serta upaya pensosialisasian gagasan geopark lebih dipahami di kalangan stakeholder pariwisata. Edi (2014) melakukan penelitian di kawasan wisata Batur Global Geopark, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi potensi wisata masing-masing daya tarik wisata pada kawasan wisata Batur Global Geopark dan mendeskripsikan bentuk partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan kawasan wisata Batur Global Geopark. Objek penelitian ini adalah daya tarik wisata pada kawasan wisata Batur Global Geopark. Subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar kawasan wisata Batur Global Geopark.

4 18 Populasi dalam penelitian ini berjumlah 1596 KK yang terdapat di dua desa pada kawasan wisata Batur Global Geopark Kecamatan Kintamani yaitu Desa Batur Tengah dengan daya tarik taman wisata alam Penelokan dan Museum Gunungapi Batur dan Desa Trunyan dengan daya tarik wisata Kuburan Desa Trunyan. Sampel yang digunakan adalah 10% dari jumlah populasi dari kedua desa. Kemudian data dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi, wawancara, kuesioner dan pencatatan dokumen sedangkan analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan kondisi potensi wisata pada masing masing daya tarik wisata yang berada pada kawasan wisata Batur Global Geopark yaitu kondisi potensi daya tarik wisata taman wisata alam Penelokan tergolong baik, kondisi potensi daya tarik Wisata Desa Trunyan tergolong sedang dan kondisi potensi wisata daya tarik Wisata Museum Gunungapi Batur tergolong baik. Secara umum kondisi potensi wisata Kawasan Wisata Batur Global Geopark tergolong baik dan layak dijadikan sebagai daerah tujuan wisata bagi para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Terdapat dua bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kawasan Wisata Batur Global Geopark yaitu bentuk partisipasi vertikal seperti penyuluhan dan partisipasi horizontal seperti kerja bakti di sekitar lingkungan Batur Global Geopark. Terdapat persamaan penelitian yang dilakukan oleh Edi (2014) dengan penelitian ini yaitu memiliki objek penelitian di Batur Global Geopark. Selain itu juga sama sama melihat respon dari masyarakat lokal dimana geopark itu

5 19 dikembangkan. Perbedaannya, penelitian Edi (2014) melihat perkembangan Batur Global Geopark dari potensi dan bentuk partisipasi masyarakat. Pada penelitian ini lebih berfokus dalam menganalisis respon yang timbul dari pengembangan Batur Global Geopark yang nantinya akan berpengaruh bagi keberlanjutan pariwisata Kintamani kedepan. Respon ini bisa dilihat dari sikap, persepsi dan partisipasi para pemangku kepentingan pariwisata di Kintamani. Peneliti mencari respon baik dari masyarakat lokal, industri pariwisata dan wisatawan domestik dan mancanegara di kawasan Batur Global Geopark. Penelitian ini mencoba mengkaitkan bagaimana pengembangan Geopark di Kintamani direspon oleh masyarakat lokal, industi pariwisata dan wisatawan baik itu positif ataupun negatif. Selanjutnya, dari hasil respon (sikap, persepsi dan partisipasi) dapat melihat atau mengevaluasi pengembangan wisata Batur Global Geopark sesuai dengan harapan para stakeholder pariwisata dan menentukan upaya yang bisa ditempuh oleh pemegang kebijakan. 2.2 Konsep Terdapat empat konsep yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini, yaitu 1. Konsep respon masyarakat lokal, 2. Konsep industri pariwisata, 3. Konsep wisatawan, dan 4. Konsep Batur Global Geopark. Konsep-konsep tersebut diuraikan satu per satu berikut ini untuk memberikan batasan dan ruang lingkup permasalahan pada penelitian Respon Masyarakat Lokal Sebelum melihat lebih jauh tentang respon masyarakat lokal, akan dijelaskan terlebih dahulu konsep tentang respon. Respon merupakan balasan

6 20 atau tanggapan seseorang terhadap sesuatu. Proses merespon dilatarbelakangi oleh tiga hal yakni sikap, persepsi dan partisipasi. Respon juga dapat memulai atau membimbing tingkah laku individu yang bersangkutan karena tanggapan yang dihasilkan merupakan pengaruh dari lingkungan tersebut (Swastha dan Handoko, 1997). Dalam berkomunikasi dengan dunia luar, orang menggunakan kelima indranya untuk menerima tanda-tanda dan pesan-pesan. Cara orang menerima dengan indra dan respons yang ditimbulkan berbeda-beda karena respons (persepsi, sikap, dan perilaku) seseorang dibentuk oleh budaya ( Eilers, 1995). Sikap yang muncul dapat positif, yakni cenderung menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek. Seseorang disebut mempunyai respon positif apabila dilihat melalui tahap kognisi, afeksi, dan psikomotorik. Sebaliknya, seseorang disebut mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengar atau perubahan terhadap sesuatu objek tidak mempengaruhi tindakannya atau justru menghindar dan membenci objek tertentu. Lebih lanjut Blumer dalam Ritzer, (2010) menjelaskan terdapat sebuah model yang dikenal dengan model stimulus respon. Model ini menekankan keutamaan peristiwa eksternal yakni tindakan manusia dilihat sebagai respon terhadap rangsangan yang terjadi di dunia luar. Tindakan manusia dapat sekaligus disengaja dan kreatif, dimana aktor memperhitungkan, mengenal, menilai, dan memutuskan pilihan dari berbagai alternatif tindakan yang ada. Lebih lanjut untuk melihat masyarakat lokal secara lebih dalam, Koentjaraningrat (1990) menyatakan masyarakat berasal dari akar kata Arab

7 21 syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dikenal dengan istilah, saling berinteraksi. Pemakaian kata masyarakat sehari-hari biasanya meliputi juga Community dalam bahasa Inggris atau pada masyarakat berbahasa Inggris. Menurut Fairchild, et al (dalam Setiadi, 2006), Community (masyarakat lokal) atau komunitas merupakan bagian dari kelompok masyarakat (society) dalam lingkup yang lebih kecil, serta lebih terikat oleh tempat (teritorial). Dengan mengambil uraian masyarakat lokal menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah dengan batas batas tertentu, dimana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar di antara anggota-anggotanya, dibandingkan dengan penduduk di luar batas wilayahnya. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat lokal (community) adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh derajat hubungan sosial yang tertentu. Dasar-dasar masyarakat lokal adalah lokalitas dan perasaan masyarakat setempat. Jadi unsur pertama dari masyarakat lokal adalah adanya wilayah atau lokalitas, kedua adalah perasaan saling ketergantungan atau saling membutuhkan. Perasaan bersama antara anggota masyarakat lokal itu disebut community sentiment yang memiliki tiga unsur di antaranya; seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan. Jadi, dalam penelitian ini respon masyarakat lokal yang dimaksud adalah sikap atau tanggapan yang diberikan oleh individu/ tokoh baik postif dan negatif yang berinteraksi dalam kegiatan pariwisata pada kawasan Batur Global Geopark.

8 Respon Industri Pariwisata Industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata (UU No.10 Tahun 2009). Menurut Yoeti (1985) industri pariwisata merupakan kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama menghasilkan barang-barang dan jasa (goods and service) yang dibutuhkan para wisatawan selama dalam perjalanannya. Jasa yang diperoleh tidak hanya oleh satu perusahaan yang berbeda fungsi dalam proses pemberian pelayanannya. Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri pariwisata yaitu: Biro Perjalanan Wisata (Travel Agent), Perusahaan Angkutan (Transportasi), Akomodasi Perhotelan, Bar dan Restoran, Souvenir dan Handicraft, Perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan aktifitas wisatawan, seperti; media massa, tempat orang menjual dan mencetak film, kamera, postcards, kantor pos, money changer, bank, dan lain-lain (Yoeti, 1983). Dalam menjalankan perannya, industri pariwisata harus menerapkan konsep dan peraturan serta panduan yang berlaku dalam pengembangan pariwisata agar mampu mempertahankan dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan yang nantinya bermuara pada pemberian manfaat ekonomi bagi industri pariwisata dan masyarakat lokal. Industri-industri pariwisata yang sangat berperan dalam pengembangan pariwisata adalah: biro perjalanan wisata, hotel dan restoran. Selain itu juga didukung oleh industri-industri pendukung pariwisata lainnya.

9 23 Biro perjalanan wisata merupakan jembatan penghubung antara wisatawan dengan penyedia jasa akomodasi, restoran, operator adventure tour, operator pariwisata dan lain-lain (Subadra, 2007). Umumnya wisatawan menggunakan jasa biro perjalanan wisata dalam menentukan rencana perjalannya (tour itenary), namun tidak tertutup kemungkinan wisatawan mengatur rencana perjalanannya sendiri. Berkaitan dengan penelitian ini, yang dimaksud dengan respon industri pariwisata adalah sikap atau tanggapan dari pihak biro perjalanan wisata, hotel, dan restoran baik positif maupun negatif yang aktivitasnya mencakup pada kawasan Batur Global Geopark. Respon ini bisa terlihat dari sikap, persepsi dan partisipasi para industri dalam pengembangan Batur Global Geopark Respon Wisatawan Domestik dan Mancanegara Dalam konteks memahami respon wisatawan, akan dijelaskan siapa wisatawan itu. Pemerintah mengeluarkan UU No. 10 tahun 2009 yang menyatakan wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Wisatawan sering disebut sebagai orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dari kunjungannya itu (Spillane, 1993). Definisi mengenai wisatawan secara teknikal biasanya digunakan dalam perspektif kepentingan tujuan bisnis, organisasi dalam suatu wilayah. Salah satu contoh definisi wisatawan secara teknikal adalah definisi yang dibuat oleh Organization of Economic Coorporation Development (OECD) dengan menggunakan istilah yang dikeluarkan oleh Komisi Ekonomi Liga Bangsabangsa (The Committee of Statistical Experts of the League of Nations, 1937) dalam Pitana (2005) yang menyatakan bahwa:

10 24 Wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu tempat selain tempat di mana dia biasanya tinggal, dan dengan periode setidak-tidaknya 24 jam. Organisasi pariwisata dunia juga memberikan suatu definisi terkait wisatawan. Wisatawan merupakan orang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan untuk rekreasi atau liburan. Seorang wisatawan melakukan perjalanan paling tidak sejauh 80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi (UNWTO, 2011). Berdasarkan berbagai pengertian wisatawan itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara teknikal, pengertian mengenai wisatawan seharusnya memuat beberapa hal, di antaranya: pertama tempat tinggal asal wisatawan dan lokasi tujuan wisatanya, kedua jangka waktu dan jarak perjalanan, ketiga tujuan dan kepentingan melakukan perjalanan (Pitana, 2005). Dalam konteks sosiologis wisatawan, perubahan persepsi serta motivasi wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata terus menerus mengalami perubahan.menurut Plog (1972 dalam Pitana 2005) wisatawan dapat dikelompokan berdasarkan tipologi wisatawan sebagai berikut: 1. Allocentris, yaitu wisatawan hanya ingin mengunjungi tempat-tempat yang belum diketahui, bersifat petualangan, dan mau memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat lokal. 2. Psycocentris, yaitu wisatawan yang hanya ingin mengunjungi daerah tujuan wisata sudah mempunyai fasilitas yang sama dengan di negaranya. 3. Mid-Centris, yaitu terletak di antara tipologi Allocentris dan Psycocentris.

11 25 Menurut Pitana (2005), tipologi wisatawan perlu diketahui untuk tujuan perencanaan, termasuk dalam pengembangan kepariwisataan. Tipologi yang lebih sesuai adalah tipologi berdasarkan atas kebutuhan riil wisatawan sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan daya tarik wisata sesuai dengan segmentasi wisatawan. Dalam penelitian ini, wisatawan yang dimaksud adalah orang/ sekelompok orang yang melakukan perjalanan dengan tujuan utama untuk liburan baik dari dalam negeri (domestik) ataupun asing (mancanegara) dan berkunjung/ menginap di kawasan Batur Global Geopark. Respon wisatawan yang dimaksud adalah sikap atau tanggapan wisatawan baik positif maupun negatif yang muncul karena adanya rangsangan berupa interaksi yang terbentuk pada kawasan Batur Global Geopark Batur Global Geopark Geopark pertama kali berkembang di Eropa tahun 1999 dan kemudian diikuti dengan pembentukan European Geopark Network (EGN) pada tahun Konsep ini mendapat dukungan dari UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) dengan membentuk UNESCO official Global Network of National Geoparks (GNG) pada tahun Hingga saat ini sudah terdapat 66 geopark di 21 negara yang masuk ke dalam keanggotaan GNG. Di Asia, Cina merupakan negara yang memiliki geopark terbanyak, yakni sebanyak 22 geopark, sedangkan di Asia Tenggara baru Malaysia yang memiliki geopark, yaitu geopark Pulau Langkawi dan Indonesia dengan Batur Global Geopark yang resmi ditetapkan pada 20 sepetember 2012 pada saat konferensi

12 26 geopark Eropa yang ke-11 di geopark Auroca, Portugal (Disbudpar Kabupaten Bangli, 2013). Pada dasarnya geopark merupakan sebuah taman bumi. Namun, terminologi geopark bukanlah hanya sebagai taman bumi yang dipahami dan lebih dikaitkan dengan aspek wisata dan konservasi, tetapi merupakan suatu konsep baru yang mulai berkembang sejak tahun Konsep ini mengintegrasikan pengelolaan warisan geologi (geological heritages) dengan warisan budaya (cultural heritages) dari suatu wilayah untuk tiga tujuan utama, yakni konservasi, edukasi dan sustainable development. Dengan demikian, keberadaan sebuah geopark tidak hanya membawa misi konservasi dan ekonomi seperti layaknya sebuah taman yang memiliki berbagai atraksi, tetapi juga dapat menjadi media edukasi dan pemberdayaan masyarakat lokal. Sebuah Taman Geologi yang selama ini hanya memiliki arti penting dan hanya dapat dinikmati oleh kalangan komunitas keilmuan tertentu untuk pengembangan ilmu, dengan konsep ini keberadaannya akan memberikan manfaat yang jauh lebih luas kepada semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat tanpa kehilangan fungsinya sebagai sumber pengembangan ilmu (LIPI, 2012). Geopark merupakan satu kawasan yang mempunyai warisan geologi yang bermakna di peringkat antarabangsa. Keadaan geologi yang terdapat didalamnya mungkin penting kepada pendidikan atau saintifik, nilai kualiti estetik atau keanehannya. Geopark bukan sekadar tertumpu kepada ciri-ciri geologi, tetapi meliputi nilai tapak terhadap ekologi, arkeologi, sejarah dan warisan budaya. Konsep asas geopark adalah pembangunan ekonomi secara mapan melalui

13 27 warisan geologi atau geotourism. Geopark merupakan satu kaedah bagi melindungi kawasan yang mempunyai kepentingan geologi di peringkat daerah, negara dan antarabangsa. Geopark dilindungi melalui peruntukan undang undang yang telah ditetapkan oleh sesebuah negara atau pun daerah (Global Geopark Network, 2006). 2.3 Landasan Teori Terdapat dua teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori index iritasi masyarakat (Irridex) dan teori siklus hidup area pariwisata. Penggunaan kedua teori tersebut dijelaskan secara lebih rinci berikut ini Teori Irridex Dalam hubungan dengan evolusi sikap masyarakat terhadap wisatawan, Doxey (1976 dalam Pitana 2005) sudah mengembangkan sebuah kerangka teori yang disebut irridex (iritation index). Model Irridex dari Doxey ini menggambarkan perubahan sikap masyarakat lokal terhadap wisatawan secara linier. Sikap yang mula-mula positif berubah menjadi semakin negatif seiring dengan pertambahan jumlah wisatawan. Secara evolutif, Greenwood (1977 dalam Pitana 2005) melihat bahwa hubungan antara wisatawan dan masyarakat lokal menyebabkan terjadinya proses komersialisasi dari keramahtamahan masyarakat lokal. Pada awalnya wisatawan dipandang sebagai 'tamu' dalam pengertian tradisional, yang disambut dengan keramahtamahan tanpa motif ekonomi. Dengan semakin bertambahnya jumlah wisatawan, maka hubungan berubah terjadi atas dasar pembayaran, yang tidak lain daripada proses komersialisasi, dimana masyarakat lokal sudah mulai agresif terhadap wisatawan, mengarah kepada

14 28 eksploitasi dalam setiap interaksi, tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang. Pada fase-fase seperti ini, banyak ditemui tindakan kriminal terhadap wisatawan. Fase ini biasanya direspon oleh Pemerintah dengan melakukan pengaturan pariwisata secara melembaga dan profesional, sehingga hubungan wisatawan dengan masyarakat lokal tidak semakin memburuk. Profesionalisme menjadi inti pokok untuk membina hubungan baik dengan wisatawan, dan sangat memperhatikan kelanjutan hubungan di masa-masa yang mendatang. Tahapantahapan sikap masyarakat terhadap digambarkan sebagai berikut: Euphoria. Kedatangan wisatawan diterima dengan baik, dengan sejuta harapan. Ini terjadi pada fase-fase awal perkembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata, dan umumnya daerah tujuan wisata tersebut belum mempunyai perencanaan. Apathy. Masyarakat menerima wisatawan sebagai sesuatu yang lumrah, dan hubungan antara masyarakat dengan wisatawan didominasi oleh hubungan komersialisasi. Perencanaan yang dilakukan pada daerah tujuan wisata pada fase ini umumnya hanya menekankan pada aspek pemasaran. Annoyance. Titik kejenuhan sudah hampir dicapai, dan masyarakat mulai merasa ternganggu dengan kehadiran wisatawan. Perencanaan umumnya berusaha meningkatkan prasarana dan sarana, tetapi belum ada usaha membatasi pertumbuhan. Antagonism. Masyarakat secara terbuka sudah menunjukkan ketidaksenangannya, dan melihat wisatawan sebagai sumber masalah. Pada fase

15 29 ini perencana baru menyadari pentingnya perencanaan menyeluruh. Untuk lebih jelasnya, berikut visualisasi tingkat iritasi masyarakat dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Tingkat Iritasi Masyarakat terhadap Pariwisata Sumber: Doxey (1976 dalam Pitana 2005) Dalam konteks Batur Global Geopark, sikap yang diperlihatkan oleh masyarakat bisa dikategorikan masuk pada tahapan apathy. Beberapa indikator yang bisa menjadi ukuran adalah pertama, masyarakat menerima wisatawan sebagai sesuatu yang lumrah, dan hubungan antara masyarakat dengan wisatawan didominasi oleh hubungan komersialisasi. Hal ini juga bisa menjadi penyebab interaksi antara masayarakat dan wisatawan yang tidak baik. Dalam artian masyarakat lokal seperti pedagang acung dan petugas perahu boat menganggap bahwa wisatawan adalah sumber uang. Akibatnya, wisatawan selalu merasa dipaksa untuk membeli produk yang ditawarkan. Kedua, perencanaan yang dilakukan di kawasan Batur Global Geopark umumnya hanya menekankan pada

16 30 aspek pemasaran. Dengan masuknya kawasan pariwisata kintamani pada Global Geopark Network, masyarakat termasuk pemerintah hanya melihat sebagai bahan promosi yang baik karena berlabelkan UNESCO. Padahal, justru permasalahan yang terjadi saat ini adalah turunnya citra pariwisata Kintamani akibat kualitas pelayanan yang tidak memuaskan kepada wisatawan. Jadi, yang penting untuk dilakukan adalah memanajemen pariwisata dengan implementasi dari konsep Batur Global Geopark Teori Siklus Hidup Area Pariwisata Pengembangan pariwisata di Kintamani sebelum masuknya gagasan geopark telah memberikan dampak yang cukup banyak dirasakan oleh masyarakat lokal. Dalam melihat dampak dari adanya geopark di Kintamani bisa dilakukan dengan melihat kondisi pariwisata yang sedang terjadi. Menurut Butler (2006) terdapat beberapa fase pengembangan pariwisata (siklus hidup area pariwisata) yang membawa implikasi serta dampak yang berbeda, di antaranya: Eksplorasi atau penemuan (Exploration), pada tahap ini destinasi masih relatif belum terjamah dan baru dikenal beberapa wisatawan. Pada tahap ini terjadi kontak yang tinggi antara wisatawan dengan masyarakat lokal, karena wisatawan menggunakan fasilitas lokal yang tersedia. Karena jumlah yang terbatas dan frekuensi yang jarang, maka dampak sosial budaya ekonomi pada tahap ini masih sangat kecil. Keterlibatan (Involvement), pada tahapan ini merupakan tahap pelibatan masyarakat terhadap situasi yang berkemang di daerah mereka. Dengan

17 31 meningkatnya jumlah kunjungan, maka sebagaian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang diperuntukan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat masih tinggi dan masyarakat mulai mengubah pola-pola sosial yang ada untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Disinilah mulainya suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata, yang ditandai oleh mulai adanya promosi. Pembangunan (Development), investasi dari luar mulai masuk, serta mulai munculnya pasar wisata secara sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik, dan promosi semakin intensif, fasilitas lokal sudah tersisih atau digantikan oleh fasilitas yang benar-benar berstandar internasional, dan atraksi buatan sudah mulai dikembangkan, menambahkan atraksi yang asli alami. Berbagai barang dan jasa impor termasuk tenaga kerja asing, untuk mendukung perkembangan pariwisata yang pesat. Konsolidasi (Consolidation), pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah, dan didominasi ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and franchise. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk mengisi fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan. Stagnan (Stagnation), kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui diatas daya dukung (carring capacity) sehingga menimbulkan masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Kalangan industri sudah mulai bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki, khususnya dengan mengharapkan repeater guest dan wisata konvensi/bisnis. Pada fase ini, atraksi buatan sudah mendominasi

18 32 atraksi asli alami (baik budaya ataupun alam), citra awal sudah mulai luntur, dan destinasi sudah tidak lagi populer. Penurunan (Decline), wisatawan sudah mulai beralih ke destinasi wisata baru atau pesaing, dan yang ditinggal hanya sisa-sisa, khususnya wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas pariwisata sudah beralih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan. Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi, terkait dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar. Destinasi bisa saja berkembang menjadi destinasi kelas rendah atau secara total kehilangan jati diri sebagai destinasi wisata. Peremajaan (Rejuvenation), perubahan secara dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha berbagai pihak, menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan ini bisa terjadi karena inovasi dan pengembangan produk baru, atau menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebenarnya. Berbagai tahapan dalam siklus hidup pariwisata tersebut secara visual seperti pada Gambar 2.2.

19 33 Gambar. 2.2 Siklus Hidup Area Pariwisata Sumber: Butler, 2006 Dalam penelitian ini, teori siklus hidup area wisata akan membantu memperjelas posisi perkembangan Kintamani dalam industri kepariwisataan di Bali. Dilihat dari beberapa indikator perkembangan pariwisata Kintamani telah mencapai pada fase Konsolidasi (Consolidation), pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah, dan didominasi ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and franchise. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk mengisi fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan. Kalangan industri sudah mulai bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki, khususnya dengan mengharapkan repeater guest dan wisata konvensi/ bisnis.

20 34 Sebagai contoh, rerstoran yang ada Kintamani melakukan kerjasama dengan biro perjalanan wisata dengan memberikan potongan harga jika membawakan tamu. Pada fase ini, atraksi buatan sudah mendominasi atraksi asli alami (baik budaya ataupun alam), citra awal sudah mulai luntur, dan destinasi sudah tidak lagi populer. Pada kasus ini Kintamani dikunjungi karena ada kerjasama restoran dan biro perjalanan wisata bukan karena keindahan danau dan gunung Batur sebagai faktor penarik yang utama. 2.4 Model Penelitian Kintamani sebagai salah satu destinasi pariwisata tentunya memiliki potensi dan peluang yang cukup besar dalam industri kepariwisataan Bali. Hal ini dikarenakan Kintamani memiliki keragaman alam dan budaya yang tidak dimiliki destinasi lain yang ada di Bali. Seiring perkembangannya, Kintamani mengalami berbagai macam permasalahan yang menyebabkan turunnya kualitas pariwisata yang diberikan kepada wisatawan. Penurunan kualitas ini membutuhkan berbagai upaya yang bisa mendongkrak citra pariwisata Kintamani kembali menjadi positif. Dengan melihat berbagai kondisi nyata di lapangan, banyak isu yang tengah menjadi perdebatan antara para pelaku pariwisata, pemerintah, dan masyarakat lokal (stakeholder pariwisata). Apabila hal ini dibiarkan begitu saja, banyak wisatawan akan mengalami kekecewaan dalam kunjungannya ke Kintamani. Dampaknya tentu bukan hanya pada eksistensi Kintamani, tetapi Bali sebagai destinasi pariwisata yang menaungi pariwisata Kintamani.

21 35 Saat ini pemerintah sedang berupaya memperbaiki citra pariwisata Kintamani dari keterpurukan. Salah satu upayanya adalah pengajuan Kintamani sebagai salah satu geopark yang mempunyai jaringan pasar dengan UNESCO. Dengan ditetapkannya geopark ini, tentunya para stakeholder pariwisata akan memberikan respon terhadap pengembangannya, baik itu positif ataupun negatif. Respon ini penting untuk diketahui karena perkembangan geopark di Kintamani dapat dievaluasi sehingga dapat meningkatkan daya tarik bagi wisatawan. Untuk membahas permasalahan bagaimana respon masyarakat lokal, industri pariwisata, wisatawan, dan bagaimana upaya yang bisa ditempuh agar gagasan geopark dapat tersosialsiasikan di kalangan stakeholder dalam pengembangan Batur Global Geopark akan digunakan beberapa konsep diantaranya; konsep respon masyarakat lokal, konsep industri pariwisata, konsep respon wisatawan, konsep Batur Global Geopark. Pada acuan teori, penelitian ini menggunakan teori Iritation Index dan teori siklus hidup area pariwisata. Dengan menggunakan metode penelitian dan pendekatan kualitatif didukung data kuantitatif, diharapkan penelitian ini akan mampu menjawab permasalahan yang ada. Sehingga, akhir dari penelitian dapat memberikan simpulan dan saran yang berguna untuk membangun pariwisata Kintamani yang berkelanjutan. Oleh karena itu, dapat dilihat model penelitian yang dilakukan pada Bagan 1.1 berikut.

22 36 Pariwisata Kintamani Potensi Alam dan Budaya Wisatawan Batur Global Geopark Respon Masyarakat Lokal dan Industri Pariwisata Respon Wisatawan Domestik dan Mancanegara Upaya Sosialisasi Gagasan Batur Global Geopark Konsep: Respon Masyarakat Lokal dan IndustriPariwisata Teori: -Irritation Index Konsep: Respon Wisatawan Domestik dan Mancanegara Konsep 1.Batur Global Geopark Teori: -Siklus Hidup Area Pariwisata Simpulan dan Saran Gambar 2.3 Bagan Model Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan melalui pengembangan taman bumi atau geopark kini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan melalui pengembangan taman bumi atau geopark kini menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya melestarikan warisan geologi dan sekaligus memperoleh manfaat yang berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat lokal, konsep pembangunan melalui pengembangan

Lebih terperinci

BAB.II. LANDASAN KONSEP DAN TEORI. karya yang relevan dengan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut akan dijadikan sebagai

BAB.II. LANDASAN KONSEP DAN TEORI. karya yang relevan dengan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian tersebut akan dijadikan sebagai BAB.II. LANDASAN KONSEP DAN TEORI 2.1. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Tinjauan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud adalah kajian terhadap hasil-hasil karya yang relevan dengan penelitian ini. Hasil-hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sakti Alam Kerinci Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi (suatu pendekatan Analitical

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sakti Alam Kerinci Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi (suatu pendekatan Analitical BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini mengkaji tentang Strategi Pengembangan Pariwisata Bumi Sakti Alam Kerinci Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi (suatu pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup banyak dengan beribu-ribu pulau, keanekaragaman pesona alam, suku,

BAB I PENDAHULUAN. cukup banyak dengan beribu-ribu pulau, keanekaragaman pesona alam, suku, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pariwisata mengalami perkembangan yang sangat pesat. Faktor pendorongnya antara lain perubahan ekonomi dunia yang sangat cepat, transportasi yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Untuk saat ini, pariwisata merupakan pembangkit ekonomi (terutama untuk negara-negara berkembang seperti Indonesia), kesejahteraan atau kualitas hidup bagi masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

PEMERINTAH KOTA TANGERANG RINGKASAN RENJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA KOTA TANGERANG TAHUN 2017 Rencana Kerja Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tangerang Tahun 2017 yang selanjutnya disebut Renja Disbudpar adalah dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajra Adha Barita, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajra Adha Barita, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang kebudayaan dan pariwisata bersifat multi-sektoral dan multi disiplin, dalam suatu sistem yang sinergi dan diharapkan mampu mendorong

Lebih terperinci

INTERAKSI SOSIAL ANTARA WISATAWAN DENGAN MASYARAKAT LOKAL Drs. H. Gumelar S. Sastrayuda (2009) 1

INTERAKSI SOSIAL ANTARA WISATAWAN DENGAN MASYARAKAT LOKAL Drs. H. Gumelar S. Sastrayuda (2009) 1 1. Latar Balakang Pariwisata adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, masyarakat, keompok, organisasi, kebudayaan dan sebagainya. Kajian sosial terhadap kepariwisataan belum begitu lama,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman. BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi Penelitian xviii

DAFTAR ISI Halaman. BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi Penelitian xviii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMA KASIH... vi ABSTRAK... ix ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang di luar tempat tinggalnya, bersifat sementara untuk berbagai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada masa sekarang kepariwisataan menjadi topik utama di seluruh dunia. Isu-isu mengenai pariwisata sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat luas baik di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I MENJEJAKKAN LANGKAH

BAB I MENJEJAKKAN LANGKAH BAB I MENJEJAKKAN LANGKAH Negara Indonesia memiliki berbagai kekayaan wisata yang berkelas dunia. Salah satunya adalah Danau Toba yang berada di provinsi Sumatera Utara. Kawasan danau Toba memiliki pemandangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan berbagai suku dan keunikan alam yang terdapat di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisatawan yang cukup diminati, terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianzb Pariwisata telah bergerak sangat cepat dan telah menjadi stimulus pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata adalah bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam sumberdaya alam dan khasanah budaya yang dapat berpotensi sebagai daya tarik wisata. Kebijakan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi pariwisata yang sangat besar, di antaranya adalah wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, wisata belanja, dan masih banyak lagi. Dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA Tinjauan penelitian sebelumnya sangat penting dilakukan guna mendapatkan perbandingan antara penelitian yang saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memberikan andil besar pada perekonomian Indonesia. Sektor Pariwisata berperan penting dalam meningkatkan pendapatan negara. Menurut UU no.10 Tahun 2019

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi para wisatawan yang merupakan petualang-petualang yang ingin

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi para wisatawan yang merupakan petualang-petualang yang ingin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara megabiodiversity nomor dua di dunia setelah Brasil memiliki banyak kekayaan alam berupa flora, fauna maupun keindahan alam. Kondisi demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Selain itu juga didukung oleh masyarakat lokal Bali yang ramah,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Selain itu juga didukung oleh masyarakat lokal Bali yang ramah, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali sangat dikenal dengan dunia pariwisatanya, baik wisata alam, wisata budaya, wisata spiritual, dan beberapa jenis wisata yang baru bermunculan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki potensi besar dalam lingkup pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki potensi besar dalam lingkup pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi besar dalam lingkup pariwisata. Pariwisata merupakan bagian dari sektor industri yang memiliki prospek dan potensi cukup besar untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Pariwisata Menurut Suyitno (2001) dalam Tamang (2012) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut : a. Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parwisata berasal dari Bahasa Sanskerta, yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Wisata berarti perjalanan, bepergian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kepariwisataan merupakan salah satu industri yang dapat memberikan kontribusi sebagai pemasukan devisa bagi negara. Pariwisata diandalkan oleh banyak negara di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian dan pembangunan di Bali sejak tahun 1970-an. Oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata internasional yang sangat terkenal di dunia. Sektor kepariwisataan telah menjadi motor penggerak perekonomian dan pembangunan

Lebih terperinci

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D

PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR. Oleh : GRETIANO WASIAN L2D PARTISIPASI KELOMPOK USAHA SOUVENIR REBO LEGI DALAM SISTEM PARIWISATA DI KLASTER PARIWISATA BOROBUDUR TUGAS AKHIR Oleh : GRETIANO WASIAN L2D 004 314 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Pengertian Pemasaran Sejumlah kegiatan yang maksudnya untuk mempengaruhi, mengimbau dan merayu wisatawan potensial sebagai konsumen agar mengambil

Pengertian Pemasaran Sejumlah kegiatan yang maksudnya untuk mempengaruhi, mengimbau dan merayu wisatawan potensial sebagai konsumen agar mengambil Pengertian Pemasaran Sejumlah kegiatan yang maksudnya untuk mempengaruhi, mengimbau dan merayu wisatawan potensial sebagai konsumen agar mengambil keputusan untuk mengadakan perjalanan wisata Menyediakan

Lebih terperinci

APA PARIWISATA? Karakteristik jasa lingkungan pariwisata bahari? Karakteristik Jasa Lingkungan Pariwisata Bahari. Sistematika paparan APA PARIWISATA?

APA PARIWISATA? Karakteristik jasa lingkungan pariwisata bahari? Karakteristik Jasa Lingkungan Pariwisata Bahari. Sistematika paparan APA PARIWISATA? Karakteristik Jasa Lingkungan Pariwisata Bahari Wiwik D Pratiwi Karakteristik jasa lingkungan pariwisata bahari? Karakteristik jasa di lingkungan yang berfungsi untuk pariwisata bahari? Karakteristik pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini pariwisata bukan hal yang asing untuk masyarakat. Banyak wisatawan baik domestik maupun asing yang datang berlibur untuk menghabiskan waktu dan menikmati keindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata JOKO PRAYITNO Kementerian Pariwisata " Tren Internasional menunjukkan bahwa desa wisata menjadi konsep yang semakin luas dan bahwa kebutuhan dan harapan dari permintaan domestik dan internasional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara di dunia yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan di Indonesia tersebar di hampir semua aspek kehidupan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan lokasi wisata di kota Bandung semakin lama semakin pesat dan meluas. Bandung memiliki banyak jenis wisata unik dan menarik yang ditawarkan, mulai dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan suatu daerah terutama dengan adanya hubungan dengan otonomi daerah khususnya di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH

PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH PROFIL DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA ACEH Nama Instansi : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh Alamat : Jalan Tgk. Chik Kuta Karang No.03 Banda Aceh Kode Pos 23121 Telp : (+62 651) 26206, 23692, Fax

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Kesiapan Kondisi Jayengan Kampoeng Permata Sebagai Destinasi Wisata BAB V PEMBAHASAN Pada bab sebelumnya telah dilakukan analisis yang menghasilkan nilai serta tingkat kesiapan masing-masing komponen wisata kreatif di JKP. Pada bab ini akan membahas lebih lanjut mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 L atar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pariwisata dunia dapat dilihat dari perkembangan kedatangan wisatawan yang terjadi pada antarbenua di dunia. Benua Asia mempunyai kunjungan wisatawan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I ini akan dijabarkan mengenai latar belakang Galeri Kain Tenun Endek di Kota Denpasar, rumusan masalah, tujuan, dan metode penelitian yang digunakan. 1.1 Latar Belakang Kebudayaan

Lebih terperinci

DEFINISI- DEFINISI A-1

DEFINISI- DEFINISI A-1 DEFINISI- DEFINISI Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata menjadi industri yang berpengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata terlihat dari munculnya atraksi

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata

Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata Hanifah Gunawan 1, Karim Suryadi 2, Elly Malihah 3 1 SMA Negeri 2 Cianjur 2 Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi 3 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara yang ditempuh oleh banyak negara di dunia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu cara yang ditempuh oleh banyak negara di dunia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu cara yang ditempuh oleh banyak negara di dunia untuk mendapatkan devisa adalah dengan meningkatkan pembangunan pariwisata. Kemampuan sektor pariwisata di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Tinjauan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kajian

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Tinjauan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kajian BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1 Penelitian Sebelumnya Tinjauan hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kajian terhadap hasil-hasil penelitian sebelumnya yang

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN GEOPARK CILETUH BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI KAWASAN GEOWISATA DI KABUPATEN SUKABUMI

2015 PENGEMBANGAN GEOPARK CILETUH BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT SEBAGAI KAWASAN GEOWISATA DI KABUPATEN SUKABUMI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata di Kabupaten Sukabumi dewasa ini sedang berkembang, dengan adanya RIPPDA yang disusun tahun 2005 Provinsi Jawa Barat, dan telah didasari oleh Peraturan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perjalananan wisatawan dunia mencapai 1 miliar pada tahun 2012. Menurut Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka tersebut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dibahas oleh peneliti pada bab-bab sebelumnya mengenai pengembangan pariwisata berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata semakin dikembangkan oleh banyak negara karena

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata semakin dikembangkan oleh banyak negara karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata semakin dikembangkan oleh banyak negara karena memberikan manfaat ekonomi, termasuk Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia berlomba mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata alam dewasa ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan hayati dan non hayati yang sangat

Lebih terperinci

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN

17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN 17. URUSAN WAJIB KEBUDAYAAN A. KEBIJAKAN PROGRAM Kebijakan Program Urusan Wajib Kebudayaan dititikberatkan pada pengembangan seni dan budaya sebagai daya tarik wisata. Hal tersebut didasarkan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara pada saat ini lebih fokus berorientasi kepada industri non migas seperti industri jasa yang didalamnya termasuk industri pariwisata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. mengunjungi daerah-daerah wisata tersebut. dan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi sangat besar bagi Indonesia yang kini banyak dikembangkan di berbagai daerah. Kepariwisataan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia. (https://id.wikipedia.org/wiki/pariwisata)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan definisi oleh Organisasi Pariwisata Dunia. (https://id.wikipedia.org/wiki/pariwisata) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk rekreasi atau liburan dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini. Seorang wisatawan

Lebih terperinci

2016 PENGARUH MOTIVASI WISATAWAN LOKALTERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG KE TAMAN KOTA DI KOTA TANGERANG SELATAN

2016 PENGARUH MOTIVASI WISATAWAN LOKALTERHADAP KEPUTUSAN BERKUNJUNG KE TAMAN KOTA DI KOTA TANGERANG SELATAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor pariwisata saat ini telah menjadi sektor industri yang sangat besar di dunia. Pertumbuhuan pariwisata saat ini merupakan bentuk nyata dari perjalanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri

BAB I PENDAHULUAN. budaya karena dapat membantu melestarikan warisan budaya sebagai jati diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata budaya merupakan salah satu jenis pariwisata yang memanfaatkan perkembangan potensi hasil budaya manusia sebagai objek daya tariknya. Jenis wisata ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pengembangan pariwisata, bukan hanya sekadar peningkatan perolehan devisa bagi negara, akan tetapi lebih jauh diharapkan pariwisata dapat berperan sebagai katalisator

Lebih terperinci

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1

RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA II.L.040.1 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH PER KEMENTERIAN/LEMBAGA KEMENTERIAN/LEMBAGA : KEMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1 Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kebudayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan berbagai informasi, hal tersebut telah membawa dampak yang. signifikan dalam merencanakan sebuah perjalanan wisata.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan berbagai informasi, hal tersebut telah membawa dampak yang. signifikan dalam merencanakan sebuah perjalanan wisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini perkembangan zaman yang semakin canggih dan dengan berkembangnya pengguna internet yang memberi kemudahan untuk mendapatkan berbagai informasi, hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan ± 18.110 pulau yang dimilikinya dengan garis pantai sepanjang 108.000 km. (Yerik Afrianto

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di kawasan teluk Ciletuh yang berada pada bagian selatan Jawa Barat dan terletak Di Desa Taman Jaya, Kecamatan Ciemas

Lebih terperinci

oleh semua pihak dalam pengembangan dunia pariwisata.

oleh semua pihak dalam pengembangan dunia pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keindahan alam dan budaya Indonesia memberikan sumbangan yang sangat besar khususnya pendapatan dari bidang kepariwisataan. Kepariwisataan di Indonesia telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internet dalam kebutuhan masyarakat sehari-hari. Hampir setiap masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. internet dalam kebutuhan masyarakat sehari-hari. Hampir setiap masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi di Indonesia menimbulkan pentingnya peran internet dalam kebutuhan masyarakat sehari-hari. Hampir setiap masyarakat Indonesia, baik dari kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata Menurut undang-undang No. 10 tahun 2009, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,

Lebih terperinci

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Jerman adalah negara maju. Sebagai negara maju, negara Jerman

BAB I PENDAHULUAN. Negara Jerman adalah negara maju. Sebagai negara maju, negara Jerman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Jerman adalah negara maju. Sebagai negara maju, negara Jerman memiliki beberapa bidang yang dijadikan sebagai kegiatan penggerak perekonomiannya, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain, untuk sementara waktu dengan tujuan rekreasi dan bukan untuk

Lebih terperinci

3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis Data Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Penentuan dan Pengambilan

3.3 Jenis dan Sumber Data Jenis Data Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Penentuan dan Pengambilan DAFTAR ISI Halaman JUDUL JUDUL PRASYARAT... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI... v SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... vi KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan destinasi wisata yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan destinasi wisata yang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara dengan destinasi wisata yang sudah dikenal di dunia. Indonesia memiliki berbagai destinasi wisata yang tersebar dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pegunungan yang indah, hal itu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keindahan alam dan beraneka ragam budaya. Masyarakat Indonesia dengan segala hasil budayanya dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini menjadi fokus utama yang sangat ramai dibicarakan masyarakat karena dengan mengembangkan sektor pariwisata maka pengaruh pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Modernisasi sangat berpengaruh terhadap tolak ukur maju atau tidaknya keberadaan suatu daerah. Pengaruh tesebut akan muncul dan terlihat melalui sebuah kompetisi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Samosir secara garis besar berada pada fase 3 tetapi fase perkembangannya ada

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Samosir secara garis besar berada pada fase 3 tetapi fase perkembangannya ada BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Perkembangan pariwisata menurut teori Miossec terjadi di Kabupaten Samosir secara garis besar berada pada fase 3 tetapi fase perkembangannya ada yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan walaupun masih ada aliran dana dari pusat kepada daerah seperti dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. keuangan walaupun masih ada aliran dana dari pusat kepada daerah seperti dalam bentuk BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia membawa beberapa perubahan dalam sistem tata kelola pemerintahan. Pada UU no. 32/ 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan

Lebih terperinci

2014 PENGARUH KUALITAS PRODUK WISATA TERHADAP KEPUTUSAN PENGUNJUNG UNTUK BERKUNJUNG KE MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK DI JAKARTA

2014 PENGARUH KUALITAS PRODUK WISATA TERHADAP KEPUTUSAN PENGUNJUNG UNTUK BERKUNJUNG KE MUSEUM SENI RUPA DAN KERAMIK DI JAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu industri yang banyak diandalkan oleh negara-negara di dunia. Pariwisata juga merupakan salah satu faktor ekonomi yang penting

Lebih terperinci

BAB III GEOGRAFI SUMBER (ATRAKSI) WISATA

BAB III GEOGRAFI SUMBER (ATRAKSI) WISATA BAB III GEOGRAFI SUMBER (ATRAKSI) WISATA TUJUAN OBYEKTIF : 1. Mengetahui sumber sumber wisata. 2. Mengetahui beberapa factor utama dalam mengembangkan sumber wisata. 3. Memahami pentingnya perencanaan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupkan salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional. Peranan pariwisata di Indonesia sangat dirasakan manfaatnya, karena pembangunan dalam sektor

Lebih terperinci

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK

KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK KONSEP PEMASARAN KAWASAN WISATA TEMATIK 1. Latar Belakang Tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap beberapa isu dan kecenderungan global seperti: Pelestarian alam dan lingkungan Perlindungan terhadap hak

Lebih terperinci

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan 5. URUSAN KEPARIWISATAAN Pariwisata merupakan salah satu sektor kegiatan ekonomi yang cukup penting dan mempunyai andil yang besar dalam memacu pembangunan. Perkembangan sektor pariwisata akan membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata terus dikembangkan dan menjadi program pembangunan nasional Sumber : World Tourism Organization (2015)

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata terus dikembangkan dan menjadi program pembangunan nasional Sumber : World Tourism Organization (2015) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu Negara, wilayah, maupun daerah. Melalui perkembangan pariwisata, Negara, wilayah,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. menghadapi krisis global seperti tahun lalu, ketika penerimaan ekspor turun tajam.

1 BAB I PENDAHULUAN. menghadapi krisis global seperti tahun lalu, ketika penerimaan ekspor turun tajam. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian nasional semakin besar. Ini terasa saat perekonomian nasional menghadapi krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dibanding dengan tahun lalu. Kondisi ini tidak lepas dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. baik dibanding dengan tahun lalu. Kondisi ini tidak lepas dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dinilai menjadi negara yang sukses dibidang perekonomian saat ini. Hal ini dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang baik dibanding dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam membangun perekonomian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam membangun perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sebagai sebuah sektor telah mengambil peran penting dalam membangun perekonomian bangsa-bangsa di dunia. Hal ini terwujud seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan Desa Ledok Sambi merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman, atraksi utama yang ada di desa ini adalah kegiatan outbound dengan konsep XP Learning

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pendekatan biaya perjalanan (Travel Cost Method) sebesar BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. nilai ekonomi Objek Wisata Budaya Dusun Sasak Sade dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KOTA MEDAN

ANALISIS PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KOTA MEDAN ANALISIS PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KOTA MEDAN Putri Puspita Sari Alumnus S1 Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Jl. Willem Iskandar Psr V Medan Estate Medan, 20211

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sosial dan ekonomi. Menurut undang undang kepariwisataan no 10

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sosial dan ekonomi. Menurut undang undang kepariwisataan no 10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sebuah aktivitas atau kegiatan yang kini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di dunia. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci