BAB II KONSEP PERDAGANGAN BEBAS BARANG DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) The Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) adalah asosiasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP PERDAGANGAN BEBAS BARANG DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) The Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) adalah asosiasi"

Transkripsi

1 18 BAB II KONSEP PERDAGANGAN BEBAS BARANG DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 A. Masyarakat Ekonomi Asean 2015 The Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) adalah asosiasi perhimpunan bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, yang di tanda tangani dengan penandatanganan deklarasi ASEAN oleh para pendiri ASEAN, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Kemudian Brunei Darussalam bergabung pada tahun 1984, Vietnam pada tahun 1995, Laos dan Myanmar pada tahun 1997, dan Kamboja pada tahun Dengan visi bersama ASEAN sebagai gabungan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang bepandangan terbuka, hidup dalam perdamaian, stabilitas dan kemakmuran, terikat bersama dalam kemitraan dalam pembangunan yang dinamis dalam masyarakat yang peduli. Para pemimpin ASEAN memutuskan untuk membentuk suatu masyarakat ASEAN pada tahun Pada awal di bentuknya ASEAN secara intensif menyepakati berbagai kesepakatan dalam bidang ekonomi. Diawali dengan kesepakatan Prefential Tariff Arrangement (PTA) pada tahun 1977, kemudian pada tahun 1992 disepakati Common Effective Preferential Tariff ASEANFree Trade Area (CEPT-AFTA), dan kemudian pada tahun 1995 mulai memasukkan kesepakatan dalam bidang 22 Dirjen Kerja Sama Internasional, Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Informasi Umum:Masyarakat Ekonomi ASEAN. (Jakarta, Dirjen Kerja Sama Internasional Kemendag RI, 2011), hlm. 3 18

2 19 jasa dengan di tandatanganinya ASEANFramework Agreement on Service (AFAS). Selanjutnya pada tahun 1998 di sepakati pula kerjasama dalam bidang investasi ASEANInvestment Area (AIA). 23 Masyarakat Ekonomi ASEAN atau ASEAN Economic Community (AEC) merupakan konsep yang mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN Concord II (Bali Concord II), Bali, Oktober MEA adalah salah satu pilar perwujudan ASEAN vision, bersama-sama dengan ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC). MEA adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti dicanangkam dalam ASEAN Vision Pembentukan MEA dilakukan melalui empat kerangka strategis, yaitu: 1. Pencapaian pasar tunggal dan basis produksi, 2. Kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, 3. Kawasan pengembangan ekonomi yang merata, dan 4. Kawasan yang secara penuh terintegrasi dengan perekonomian global. Upaya pencapaian masing-masing kerangka tersebut dilakukan melalui berbagai elemen dan strategi yang tercakup di dalamnya.pencapaian MEA melalui penciptaan pasar tunggal dan kesatuan basis produksi, ditujukan sebagai upaya perluasan melalui integrasi regional untuk mencapai skala ekonomis yang optimal. Langkah-langkah integrasi tersebut (Proses liberalisasi dan penguatan internal ASEAN) menjadi strategi mencapai daya saing yang tangguh dan disisi lain akan berkontribusi positif bagi masyarakat ASEAN secara keseluruhan maupun individual negera anggota. Pembentukan MEA juga menjadikan posisi 23 Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Menuju ASEAN Economic Community 2015,Ditjen Perdagangan Republik Indonesia. (Jakarta, Departemen Perdagangan Repbulik Indonesia, 2014), hlm. 4

3 20 ASEAN semakin kuat dalam menghadapi negosiasi internasional, baik dalam merespons meningkatnya kecenderungan kerja sama regional, maupun dalam posisi tawar ASEAN dengan mitra dialog, seperti China, Korea, Jepang, Australia-Selandia Baru, dan India.Melalui proses integrasi ekonomi maka ASEAN secara bertahap menjadi kawasan yang membebaskan perdagangan barang dan jasa sarta aliran faktor produksi (modal dan tenaga kerja), sekaligus harmonisasi peraturan-peraturan terkait lainnya. Beberapa pertimbangan yang mendasari percepatan pembentukan MEA adalah: 1. Potensi penurunan biaya produksi di ASEAN sebesar persen untuk barang konsumsi sebagai dampak integrasi ekonomi. 2. Meningkatkan kemampuan kawasan dengan implementasi standar dan praktik internasional. Langkah percepatan integrasi ASEAN menjadi penting untuk memanfaatkan semua potensi yang ada. 24 Pada tahun 2007, para kepala negara sepakat untuk mempecepaat pencapaian MEA dari tahun 2020 menjadi tahun 2015 ini diperkuat dengan di tandatanganinya Cebu Declaration on the Acceleration of Establishment of an ASEAN community by Guna memperkuat langkah percepatan integrasi ekonomi tersebut ASEAN melakukan kerja sama ekonomi dengan meletakkan sebuah kerangka hukum yang menjadi basis komitmen negara ASEAN melalui penandatanganan Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan AEC Blueprint (cetak biru MEA). 25 Bersamaan dengan penandatanganan piagam ASEAN, cetak biru yang merupakan arah panduan dan jadwal strategis tentang 24 Aida S. Budiman, Rizal A. Djaafara dan Sjamsul Arifin. Masyarakat Ekonomi ASEAN (Jakarta, PT. ElexMedia Komputindo, 2008), hlm Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm. 4

4 21 waktu dan pencapaian dari masing-masing pilar. Penandatanganan Piagam ASEAN menjadi prasasti hasil evolusi dari kerja sama yang bersifat persaudaraan menjadi organisasi yang berlandaskan rule based framework. Dengan kejelasan visi, tujuan, perbaikan struktur organisasi, pengambilan keputusan dan mekanisme dispute settlement serta peningkatan peran dan mandat Sekretariat ASEAN. Piagam ASEAN merumuskan secara detail tujuan dan prinsip ASEAN. Tujuan yang ingin dicapai sejalan dengan tujuan MEA, yaitu: 1. Menciptakan ASEAN sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi; 2. Mengurangi kemiskinan dan kesenjangan pembangunan di antara negera anggota melalui bantuan dan kerja sama yang saling menguntungkan. Perihal prinsip kerja sama, ASEAN tetap memegang teguh prinsip yang telah dianut selama ini, yang intinya menghormati kedaulatan negara lain, tidak melakukan intervensi kebijakan dalam negara lain, serta melakukan konsultasi secara intensif atas berbagai permasalahan regional. 26 B. Konsep Perdagangan Bebas Barang dalam MEA 2015 Pasar ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi memiliki lima elemen utama yaitu: 1. Free Flow of Goods (Aliran bebas barang), Free Flow of Services (Aliran bebas jasa), Aida S. Budiman. Op.cit, hlm Free Flow of Goods (Aliran bebas barang) adalah liberalisasi perdagangan barang antar negara-negara di kawasan ASEAN dengan cara penghapusan hambatan tarif, hambatan non-tarif untuk kelancaran arus barang dan juga perlu dilaksanakannya fasilitas perdagangan yang sesuai dengan standar internasional dan kerja sama kepabeanan.

5 22 3. Free Flow of Investment (Aliran bebas investasi), Free Flow of Capital (Aliran bebas modal),dan Free Flow of Skilled Labour (Aliran bebas tenaga kerja terampil). 31 Aliran bebas barang merupakan salah satu elemen utama dalam cetak biru MEA dalam mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN dengan kekuatan pasar tunggal dan berbasis produksi yang akan mempermudah pengembangan jaringan produksi di kawasan dan meningkatkan kapasitas ASEAN sebagai pusat produksi global atau sebagai bagian dari mata rantai global. Adapun yang termasuk jadwal aliran bebas barang dalam MEA adalah sebagai berikut: 28 Free Flow of Services (Aliran bebas jasa) adalah liberalisasi perdagangan jasa antar negaranegara di kawasan ASEAN yang dilakukan dengan cara menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan internasional yang berkaitan dengan akses pasar (market access) dan perlakuan nasional (national treatment). Contoh hambatan yang mempengaruhi akses pasar adalah penyedia jasa, volume transaksi, jumlah tenaga kerja, sedangkan contoh perlakukan nasional adalah kewarganegaraan, jangka waktu menetap, perizinan, kualifikasi, dan batasan kepemilikan properti dan lahan. 29 Free Flow of Investment (Aliran bebas investasi) adalah liberalisasi investasi antar negaranegara di kawasan ASEAN yang dilakukan dengan cara menjamin perlakuan yang sama antara investor domestik dan investor lokal, penghapusan hambatan investasi, membuka semua industri untuk investasi dengan beberapa pengecualian yang dinyatakan dalam Sensitif List (SL) dan Temporary Exclusion List (TEL). Liberalisasi investasi di ASEAN untuk mewujudkan ASEAN sebagai kawasan investasi yang menarik, kompetitif, terbuka dan bebas dalam rangka menarik dan meningkatkan arus Penanaman Modal Asing (PMA) baik dari luar maupun dari dalam kawasan ASEAN itu sendiri. 30 Free Flow of Capital (Aliran bebas modal) adalah liberalisasi aliran modal di kawasan ASEAN yang menurut jadwal strategisnya dilakukan dengan empat langkah utama, yaitu penghapusan hambatan bagi pembayaran dan transfer terkait dengan transaksi berjalan pada 2011 (Adopsi Artikel VIII IMF), liberalisasi ketentuan Foreign Direct Investment (FDI) pada , liberalisasi ketentuan investasi portofolio khususnya untuk surat utang dan saham pada , dan liberalisasi ketentuan jenis aliran modal lainnya. Aliran bebas modal bertujuan agar terciptanya alokasi sumber daya kapital yang lebih baik di kawasan ASEAN. Namun liberalisasi aliran modal akan menimbulkan resiko tersendiri bagi stablitas makroekonomi. 31 Free Flow of Labour (Aliran bebas tenaga kerja terampil) adalah libralisasi aliran jasa pada tenaga kerja terampil di kawasan ASEAN. Tenaga kerja terampil yang bekerja di sektor sektor yang berhubungan dengan aktivitas perdagangan dan investasi antarnegara di kawasan ASEAN akan di fasilitasi dengan penerbitan visa dan employment pass. Bagi tenaga kerja yang telah memiliki visa dan employment pass dapat mengisi lowongan kerja yang diperlukan di wilayah negara lain sesuai dengan keterampilannya.

6 23 1. Penghapusan Tarif Tarif menurut orang awam diartikan sebagai besar harga suatu barang, tetapi beberapa sarjana Inggris, mengatakan bahwa bea masuk sebagai tarif. Jadi tarif diartikan sebagai harga, dan besarnya pungutan negara atas barang yang diimpor. 32 Tarif sebagai instrument fiscal, digunakan untuk melindungi kepentingan dalam negeri terutama akan bahan baku yang diperlukan dalam memproduksi barangbarang tertentu.tarif digunakan sebagai alat untuk melindungi industri dalam negeri dengan menetapkan hambatan tarif, berupa penerapan tarif yang tinggi atas barang-barang yang berasal dari impor. Namun, dalam era perdagangan bebas tarif proteksi ini perlahan di hapuskan. 33 Masyarakat Ekonomi ASEAN, Penghapusan tarif diterapkan untuk seluruh produk intra-asean, kecuali produk yang masuk dalam kategori Sensitive List(SL) 34 dan Highly Sensitive List (HSL), 35 dilakukan sesuai jadwal dan komitmen yang telah ditetapkan dalam persetujuan CEPT-AFTA dan digariskan dalam the Roadmap for Integration of ASEAN (RIA) yaitu pada tahun 2010 untuk ASEAN-6 dan tahun 2015 untuk CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam) dan komposisi jumlah pos tarif dan tingkat tarif produk masing-masing 32 Ali purwito. Ekspor, Impor, Sistem Harmonisasi, Nilai Pabean dan Pajak dalam Kepabeanan. (Jakarta, mitra wacana media, 2015), hlm Ibid, hlm Sensitive List (SL) adalah daftar yang memuat produk-produk yang sifatnya sensitif bagi perekonomian negara-negara anggota, sehingga diberi waktu yang lebih panjang sebelum di liberalisasikan. 35 Highly Sensitive List (HSL) adalah produk-produk pertanian yang sangat sensitif bagi perekonomian negara-negara anggota, sehingga diberi waktu lebih lama lagi sebelum dimasukkan dalam Inclusion List (IL).

7 24 negara anggota yang masuk kategori Inclusion List (IL), 36 SL, HSL, Temporary Exclusion List (TEL), 37 dan General Exceptions List (GEL) 38 pada tahun Penghapusan Hambatan Non Tarif. Hambatan non-tarif adalah kebijakan perdagangan selain bea masuk/ tarif yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi manfaat dari perdagangan internasional. 39 Hambatan non-tarif, terdiri dari: 40 a. Certificate of Origin (CoO) adalah hambatan berupa sertifikasi untuk memberikan kepastian jaminan atas reputasi dan kualitas suatu produk. b. Import Licenses adalah hambatan dimana importir suatu komoditas tertentu diminta memiliki izin untuk dapat melakukan pengapalan atas barang yang akan diimpor. c. Technical Barriers to Trade adalah hambatan berupa penerapan peraturan teknis mengenai packaging, definisi produk, labelling dan lain-lain. d. Voluntary Export Restraint (VER) adalah hambatan yang dilakukan dalam bentuk kesepakatan di antara negara-negara pengekspor untuk membatasi pengapalan komoditas mereka ke negara pengimpor. 36 Inclusion List (IL) adalah daftar yang memuat produk-produk yang harus segera diliberalisasikan melalui penghapusan/penurunan tarif, penghapusan hambatan kuantitatif serta penghapusan hambatan non-tarif lainnya. 37 Temporary Exclusion List (TEL) adalah daftar yang memuat produk-produk yang untuk sementara masih ditunda liberalisasinya khusus dikarenakan oleh ketidaksiapan negara-negara anggota. 38 General Exception List (GEL) adalah daftar yang memuat produk-produk yang secara permanen dibebaskan dari kewajiban untuk dihapuskan hambatan tarif dan non-tarifnya. 39 Anonim, kebijakan impor, hambatan tarif, hambatan non-tarif, dan pelarangan impor, (diakses pada tanggal 16 Juni 2016 pukul 02.16) 40 Aida S. Budiman. Op.cit, hlm

8 25 Salah satu bentuk hambatan impor bukan tarif adalah kuota. Kuota adalah pembatasan secara langsung jumlah fisik terhadap barang yang masuk (kuota impor) dan keluar (kuota ekspor). Perhatian utama ASEAN menuju integrasi tahun 2015 akan di titik beratkan pada penghapusan hambatan non-tarif. Tindakan dalam penghapusan non-tarif, antara lain: a. Meningkatkan transparansi, b. Mematuhi komitmen standstill and roll back 41 atas hambatan non-tarif, c. Menghapuskan seluruh hambatan non-tarif. d. Meningkatkan transparansi langkah-langkah kebijakan non-tarif, e. Sedapat mungkin, memiliki aturan-aturan regional dan kebijakan yang konsisten dengan praktik-praktik internsional yang terbaik Rules of Origin (ROO) Rules of Origin (ROO) adalah penentuan asal barang (consigment criteria) dan prosedur serta mengenai asal barang (origin criteria). Dalam penentuan asal barang yang akan masuk kesuatu negara di sertakan dengan Surat Keterangan Asal (SKA). Surat Keterangan Asal (SKA) adalah dokumen yang disertakan pada saat ekspor barang ke suatu negara tertentu yang mana negara penerima barang tersebut sudah menyepakati suatu perjanjian untuk memberikan kemudahan bagi barang dari suatu negara memasuki negara lain. SKA juga digunakan sebagai 41 Standstill dan roll back adalah komitmen saling pengertian mengenai penghentian dan mengulang kembali pada hambatan non-tarif diantara negara-negara ASEAN. 42 ASEAN Economic Community blueprint, artikel 14

9 26 dokumen yang menerangkan bahwa barang tersebut benar-benar berasal, dihasilkan atau diolah di negara pengekspor. 43 Rules Of Origin (ROO) ditetapkan agar dapat mengikuti dinamika perubahan dalam proses produksi global sehingga mempermudah perdagangan dan investasi antar-negara anggota ASEAN, memperluas jejaring produksi kawasan, mendorong pengembangan usaha kecil dan menengah dan mempersempit kesenjangan pembangunan. Tindakan dalam ROO, antara lain: a. Secara terus menerus membenahi dan meningkatkan CEPT-ROO untuk menanggapi perubahan-perubahan dalam proses produksi tugas regional. b. Menyederhanakan prosedur sertifikasi operasional untuk CEPT-ROO dan memastikan peningkatannya yang berkesinambungan. c. Meninjau kembali seluruh ROO yang telah diimplementasikan oleh negaara-negara anggota ASEAN baik secara individual maupun kolektif. Ketentuan asal barang adalah fasilitas yang diberikan dalam kerangka CEPT hanya dapat dinikmati oleh produk-produk yang berasal dari negara anggota ASEAN Fasilitas Perdagangan Upaya peningkatan daya saing ekspor dan mendorong integrasi ekonomi ASEAN menuju pasar tunggal untuk barang, jasa dan investasi serta berbasis produksi tunggal ASEAN, diperlukan mekanisme perdagangan dan kepabeanan, proses, prosedur dan arus informasi terkait yang simpel, harmonis dan terstandar. 43 Pusat Kebijakan Kerjasama Perdagangan Internasional Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementrian Perdagangan. Analisis Aplikasi Rules of Origin Untuk Meningkatkan Akses Produk Global Value Chain Indonesia di Dunia. (Jakarta, Kementrian Perdagangan, 2014), hlm Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm.23

10 27 Dengan adanya fasilitas perdagangan diharapkan akan terciptanya suatu lingkungan yang konsisten, transparan dan dapat diprediksi bagi transaksi pedagangangan ASEAN. 45 Tindakan fasilitas perdagangan antara lain: a. Memberikan penilaian terhadap kondisi fasilitas perdagangan di ASEAN b. Mengembangkan dan mengimplementasikan program kerja fasilitas perdagangan yang menyeluruh dengan tujuan menyederhanakan, menyelaraskan dan mengstandarisasi prosedur, proses, dan arus informasi yang terkait dengan kepabeanan dan perdagangan. c. Meningkatkan transparansi dan visibilitas seluruh tindakan dan intervensi yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan dalam transaksi perdagangan internasional. d. Membentuk mekanisme kerja sama fasilitas perdagangan kawasan. e. Membentuk ASEAN Trade Facilitation Repository f. Mengembangkan upaya-upaya nasional untuk mendukung dan menjamin implementasi secara efektif inisiatif-inisiatif tingkat kawasan. g. Mengembangkan program peningkatan kapasitas yang komprehensif untuk menjamin kelancaran implementasi program kerja Integrasi kepabeanan Rencana strategis pengembangan kepabeanan untuk periode bertujuan untuk: 45 Ibid, hlm ASEAN Economic Community blueprint, artikel 16

11 28 a. Mengintegrasikan struktur kepabeanan; b. Memoderenisasi serta membentuk ASEAN e-customs; c. Memperlancar pengeluaran barang; d. Memperkuat pengembangan SDM; e. Meningkatkan kemitraan dengan organisasi internasional terkait; f. Mempersempit kesenjangan pembangunan di bidang kepabeanan; dan g. Menerapkan teknik manajemen resiko dan pengawasan berbasis audit untuk fasilitas perdagangan ASEAN Single Window (ASW) ASEAN Single Window (ASW) merupakan implementasi upaya-upaya penyederhanaan, penyelerasan, dan standarisasi proses dan prosedur kepabeanan dan perdagangan, serta penerapan teknologi informasi dan komunikasi di semua bidang yang terkait dengan fasilitas perdagangan. 48 Kawasan ASEAN mengembangkan ASEAN Single Window (ASW) guna meningkatkan fasilitas perdagangan dengan menyediakan sebuah platform yang terintegrasi bagi National Single Window (NSW) dari 10 negara anggota ASEAN.National Single Window (NSW) merupakan sistem elektronik yang mengintegrasi informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis yang meliputi sistem kepabeanan, perjanjian, kepelabuhan/kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait degan proses 47 Ibid, artikel Ibid, artikel 18

12 29 penanganan dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang. 49 National Single Window memungkinkan pengambilan keputusan untuk pengurusan kargo yang terpusat dan serentak yang bertujuan mempersingkat pengeluaran barang, menurunkan biaya dan waktu transaksi. Dengan ASW diharapkan negara-negara ASEAN dapat meningkatkan kinerja pelayanan kepabeanan, mempersingkat proses dan prosedur kepabeanan dalam rangka meningkatkan efisiensi perdagangan dan menekan biaya perdagangan di kawasan Asia Tenggara. 50 Batas akhir berlakunya ASW bagi ASEAN6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina) adalah tahun Sementara untuk CLMV (Kamboja, Laos, M yanmar dan Vietnam) pada tahun Standar dan Hambatan Teknis Perdagangan Menurut pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian, standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibekukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/pemerintah/keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Hambatan teknis perdagangan (techinical barriers to trade/ TBT) adalah tindakan atau kebijakan suatu negara yang bersifat teknis yang dapat menghambat perdagangan internasional, dimana penerapannya dilakukan sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu hambatan perdagangan. TBT 49 Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm Aida S. Budiman. Op.cit, hlm Ibid.

13 30 merupakan salah satu bagian perjanjian dalam General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yang mengatur hambatan dalam perdagangan yang terkait dengan peraturan teknis (technical regulation), standar dan prosedur penilaian kesesuaian. Sebagai upaya untuk mecegah terlalu banyaknya ragam standar, perjanjian TBT mendorong negara anggota untuk mengharmonisasikan standarnya dengan standar-standar internasional. Namun anggota tidak di cegah untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar standar nasionalnya terpenuhi. 52 Negara anggota ASEAN diharapkan dapat menetapkan dan menerapkan ketentuan-ketentuan mengenai standar, peraturan teknis dan prosedur penilaian kesesuaian. 53 Sistem standar, jaminan mutu, akreditasi, dan pengukuran merupakan hal penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya produksi dalam ekspor/impor intra-kawasan. 54 Negara anggota diberikan hak dan kewajiban untuk menerapkan kebijakan pemullihan perdagangan antara lain berupa anti-dumping, bea imbalan( terkait dengan subsidi) dan safeguard. 55 C. Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establisshing The World Trade Organization/WTO (Pesetujuan Pembentukan 52 Anonim, Mengenal Standarisasi Bidang Perdagangan di Indonesia, (diakses pada tanggal 16 Juni 2016 pukul 04.28) 53 Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm ASEAN Economic Community blueprint, artikel Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm.29

14 31 Organisasi Perdagangan Dunia) membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan WTO, artinya dalam melakukan harmonisasi, Indonesia harus tetap memikirkan kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO. 56 Dengan terlaksananya perdagangan bebas hampir di seluruh dunia membuat beberapa negara menerapkan tindakan pengamanan. Peraturan perdagangan internasional dalam WTO juga mempekenankan setiap negara untuk menggunakan tindakan pengamanan perdagangan untuk melindungi produsen domestik dari barang impor pada kondisi tertentu. 57 Tindakan pengamanan adalah tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius yang di derita oleh industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan jumlah barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. 58 Tindakan pengamanan juga dilakukan pemerintah sebab dalam proses persaingan bebas antar pelaku ekonomi mau tidak mau akan mendorong tindakan persaingan curang baik dalam bentuk harga maupun bukan harga. 59 Tindakan pengamanan tersebut, antara lain: 56 Muhammad Sood. Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: PT RajaGrafindoPersada, 2011), hlm Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. Analisis Kebijakan Pengamanan Perdagangan Indonesia di Negara Tujuan Ekspor, (Jakarta, Kementrian Perdagangan, 2013), hlm.1 58 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 3 59 Sukarmi, Regulasi Antidumping, (Jakarta, Sinar Grafika, 2002), hlm. ix

15 32 1. Anti Dumping Dumpingmerupakan istilah yang dipergunakan delam perdagangan internasional adalah praktik dagang yang dilakukan oleh pengekspor dengan menjual komoditi di pasar internasional dengan harga yang kurang dari nilai wajar (Less Than Fair Value/LTFV) atau lebih rendah dari harga jual (Less Than Normal Value/ LTNV) kepada negara pada umumnya, praktik ini dinilai tidak adil karena dapet merusak pasaran dan merugikan produsen pesaing di negara pengimpor. Dumping adalah suatau kegiatan yang dilakukan oleh produsen atau pengekspor yang melaksanakan penjualan barang/ komoditi di luar negeri atau negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga yang lebih rendah dari harga barang sejenis baik didalam negeri pengekspor maupun di negara pengimpor, sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara pengimpor. 60 Kerugian dalam tindakan antidumping antara lain dapat berupa: a. Kerugian materil yang telah terjadi terhadap industri dalam negeri b. Ancaman terjadinya kerugian materil terhadap industri dalam negeri; atau c. Terhalangnya pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. 61 Pengertian dumping dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut. 62 Sedangkan 60 Muhammad Sood. Op.cit, hlm Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka Muhammad Sood. Op.cit, hlm

16 33 barang dumping adalah barang yang diimpor dengan tingkat harga ekspor yang lebih rendah dari nilai nominalnya di negara pengekspor. 63 Dalam praktik perdagangan internasional dumping ada beberapa jenis, dan oleh para ahli dapat diklasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu: 64 a. Sporadic Dumping (Dumping yang bersifat sporadis) Dumping yang dilakukan dengan menjual barang pada pasar luar negeri (pasar ekspor) pad jangka waktu yang pendek dengan harga dibawah harga dalam negeri negara pengekspor atau biaya produksi barang tersebut. Produsen melakukan ini biasanya bertujuan untuk menghapuskan barang yang tidak dinginkan, dumping jenis ini biasanya mengganggu pasar domestik negara pengekspor karena adanya ketidakpastian dikarenakan permintaan luar negeri berubah secara tiba-tiba. Dumping jenis ini merupakan diskriminasi harga yang dilakukan oleh produsen yang mempunyai keuntungan karena terjadi over produksi, untuk mencegah penumpukan barang di pasar domestik produsen menjual kelebihan kepada pembeli luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga didalam negeri. b. Persistent Dumping(Diskriminasi harga internasional) Penjualan barang pada pasar luar negeri dengan harga di bawah ahrag domestik atau biaya produksi yang dilakukan secara menetap dan teus menerus yang merupakan kelanjutan dari penjualan barang yang dilakukan 63 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 Angka 4 64 Dewa Gede Pradnya Yustiawan. perlindungan indusri dalam negeri dari praktik dumping.pasca sarjana, Universitas Udayana Bali, hlm

17 34 sebelumnya. Penjualan tersebut dilakukan oleh produsen yang mempunyai pasar monopolistik di dalam negeri dengan tujuan untuk memaksimalkan total keuntungan dengan menjual barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dalam pasar domestiknya. Hal ini biasanya sejalan dengan suatu posisi monopoli di pasar dalam negeri yang bersangkutan. c. Predatory Dumping Predatory dumping terjadi apabila perusahaan untuk sementara waktu membuat diskriminasi harga tertentu sehubungan dengan adanya para pembeli hasil, diskriminasi itu untuk menghilangkan pesaing-pesaingnya dan kemudian menaikkan lagi harga barangnya setelah persaingan tidak ada. Predatory dumpingadalah dumping yang paling buruk. Selain jenis dumping tersebut dalam perkembangan muncul istilah Diversity Dumping dan Downstream Dumping. Diversity dumping adalah dumping yang dilakukan oleh produsen luar negeri yang menjual barang ke dalam pasar negara ketiga dengaan harga dibawah yang adil dan barang tersebut nantinya diproses dan dikapalkan untuk dijual ke pasar negara lain, sedangkan Downstream dumping adalah dumping yang dilakukan apabila produsen luar negeri menjual produknya dengan harga di bawah harga normal kepada produsen yang lain di dalam pasar dalam negerinya dan produk tersebut lebih jauh dan dikapalkan untuk dijual kembali ke pasar negera lain. Menurut Robert Wilig ada 5 (lima) tipe dumping yang dilihat dari tujuan eksportir, kekuatan pasar dan struktur pasar import, yaitu:

18 35 a. Market Expansion Dumping Perusahaan pengekpor bisa meraih untung dengan menetapkan mark-up yang lebih rendah di pasar import karena menghadapi elastisitas permintaan yang lebih besar selama harga yang ditawarkan rendah. b. Cylical Dumping Dumping jenis ini muncul dari adanya biaya marginal yang luar biasa rendah atau tidak jelas, kemungkinan biaya produksi yang menyertai kondisi dari kelebihan kapasitas produksi yang terpisah dari pembuatan produk terkait. c. State Trading Dumping Latar belakangnya mungkin sama dengan kategori dumping lainnya, tetapi yang menonjol adalah akuisis moneternya. d. Strategic Dumping Istilah ini untuk menggambarkan ekspor yang merugikan perusahaan saingan di negara pengimpor melalu strategis keseluruhan negara pengekspor, baik dengan cara pemotongan harga ekspor maupun dengan pembatasan masuknya produk yang sama ke pasar negara pengekspor. Jika bagian dari porsi pasar domestik tiap eksportir independen cukup besar dalam tolak ukut skala ekonomi, maka memperoleh keuntungan dari besarnya biaya yang harus di keluarkan oleh pesaing asing. e. Predatory Dumping Predatory dumping merupakan ekspor dengan harga rendah dengan tujuan mendepak pesaing dari pasar, dalam rangka memperoleh kekuatan monopli

19 36 di pasar negara pengekspor. Akibat buruk dari dumping jenis ini adalah matinya perusahaan-perusahaan yang memproduksi barang sejenis. 65 Untuk mengantisipasi adanya praktik dumping diperlukan suatu tindakan yang disebut dengan antidumping adalah suatu tindakan balasan yang diberikan oleh negara pengekspor yang melakukan dumping, biasanya tindakan balasan berupa pengenaan bea masuk antidumping. Pengenaan bea masuk antidumping adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang yang dumping menyebabkan kerugian. Secara Internasional, ketentuan antidumping diatur dalam Aritcel VI General Agreement on Tariff and Trade (GATT) 1947, dan sebagai upaya untuk mencegah praktik dumping, maka tanggal 30 Juni 1967 telah ditandatangani Antidumping Code oleh sekitar 25 peserta GATT termasuk Amerika Serikat. Kemudian dengan disepakati hasil perundingan Uruguay Round Tahun 1994, Antidumping Code(1979) diganti dengan Antidumping Code (1994) yang berjudul Agreement on Implementation of Article IV 1994.Antidumping Code (1994) sebenarnya merupakan salah satu dari MultirateralTreade Agreementyang ditandatangani bersama dengan Agreement Establishing The World Trade Organization (WTO). Kedudukan Antidumping Code (1994) tidak lagi merupakan perjanjian tambahan dari GATT seperti halnya Antidumping Code (1979) melainkan merupakan bagian integral dari Agreement Establishing WTO itu sendiri. 66 Sebagai salah satu negara yang merupakan bagian dari oerganisasi perdagangan dunia, Indonesia telah meratifikasi dan mempunyai perangkat 65 Ibid. 66 Muhammad Sood. Op.cit, hlm

20 37 hukum antidumping, baik berupa peraturan perundang-undangan maupun komite antidumping. Beberapa peraturan mengenai antidumping adalah sebagai berikut: a. Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan b. Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. c. Perturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan. d. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Pengamanan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan. e. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 76/M-DAG/PER/12/2012. Menurut pasal 18 Undang-Undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1995 bahwa bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal: a. Harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya, dan b. Impor barang tersebut: 1) Menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut. 2) Mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; atau 3) Menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. 67 Menentukan ada atau tidaknya praktik dumping di perlukan suatu pembuktian bahwa suatu barang adalah barang dumping. pembuktian dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dengan dilakukannya penyelidikan dengan 67 Ibid, hlm. 146

21 38 meminta penjelasan terhadap eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara pengekspor, industri dalam negeri dan importir. Penjelasan dapat bersifat rahasia dan tidak rahasia serta dapat disertai dengan dokumen. 68 Apabila dalam masa penyelidikan menemukan bukti permulaan adanya barang dumping yang menyebabkan kerugian, KADI dapat menyampaikan laporan sementara hasil penyelidikan dan merekomendasikan kepada menteri untuk mengenakan tindakan sementara. 69 Tindakan sementara adalah tindakan yang diambil dalam mencegah berlanjutnya kerugian dalam masa penyelidikan berupa pengenaan bea masuk antidumping sementara. 70 Bea masuk antidumping sementara adalah pengutan negara yang dikenakan pada masa penyelidikan terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian berdasarkan bukti permulaan yang cukup. 71 Pemberhentian tindakan sementara dilakukan oleh menteri apabila laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang dumping. 72 Menurut pasal 19 ayat (1) Undang- Undang Kepabeanan Nomor 10 Tahun 1995 bahwa bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor adalah setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan dengan harga ekspor dari barang tersebut. Bea mauk antidumping tersebut merupakan tambahan dari bea masuk yang dipungut berdasarkan pasal 12 ayat (1), yakni bea tambahan 68 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 18 ayat (1) 70 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 angka Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 1 angka Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan, Pasal 21

22 39 dari tarif impor (bea masuk) berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40% dari nilai pabean. Dengan demikian, bea masuk antidumping adalah bea masuk yang dijatuhkan terhadap barang yang telah terbukti di ekspor dengan harga yang lebih rendah dari harga normal. Nilai normal dalam arti harga untuk produk yang sama dengan produk yang dijual di negara sendiri atau dipasar pengekspor Subsidi Subsidi diartikan sebagai bantuan atau insentif yang diberikan oleh pemerintah atau suatu negara kepada para pelaku ekonomi di negaranya. Bantuan tersebut dapat berupa; a. Keringanan dalam perpajakan dalam bentuk penangguhan pembebasan pembayaran pajak, b. Pembatasan bea masuk atau impor c. Keringanan bunga kredit perbankan d. Bantuan in natura seperti pemberian bonus uang kepada produsen ekspor untuk setiap volume produksi yang berhasil di ekspor yang dikenal dengan sebutan subsidi ekspor (export subsidy), e. Biaya riset dan pengembangan terknologi. 74 Tujuan diberikannya subsidi agar mendorong pertumbuhan produksi dan menggalakkan ekspor dan mengurangi impor. Subsidi pada prinsipnya tidak dilarang, akan tetapi perlu adanya pembatasan agar mencegah timbulnya penyalah gunaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara lain. Dalam perdagangan internasional subsidi merupakan suatu perbuatan yang tidak fair (unfair practices) 73 Muhammad Sood. Op.cit, hlm Ibid, hlm. 189

23 40 yang dapat merugikanpihak-pihak yang terkena perbuatan praktik subsidi.praktik subsidi mengeleminasi persaingan yang wajar dalam mekanismepasar sehingga dapat melumpuhkan iklim usaha yang kompetitif yangmengakibatkan rusaknya tatanan hubungan dagang yang fair. 75 Kriteria subsidi yang masuk dalam pengawasan WTO, diatur dalam Article 1 Agreement on Subsidies and Countervailing MeasuresGATT/WTO 1994, adalah sebagai berikut: a. Kontribusi finansial yang berasal dari pemerintah seperti, hibah, pinjaman, penyertaan modal, pengalihan kewajiban atau modal, pengalihan pemasukan kas negara, penghapusan pajak, b. Khusus bidang pertanian, subsidi dianggap jika terdapat apa yang disebut price support atau income support, c. Subsidi harus menimbulkan keuntungan bagi pihak yang menerima, d. Subsidi tersebut harus bersifat spesifik, artinya subsidi itu memang diberikan pemerintah hanya kepada sebuah perusahaan atau industri, atau sekelompok perusahaan atau sekelompok industri. 76 Menurut Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (Article 3- Article 8), Jenis jenis subsidi, antara lain; a. Subsidi yang terlarang (prohibitet subsidies), 1) Kelompok subsidi yang diberikan kepada pelaksana ekspor (berhubungan dengan kinerja ekspor). Larangan subsidi ekspor ini tidak berlaku untuk negara yang tergolong sangat terbelakang, dan untuk negara berkembang 75 Dewa gede pradnya yustiawan. Op.cit, hlm Muhammad sood. Op.cit, hlm. 195

24 41 dalam jangka waktu 8 tahun terhitung sejak berlakunya persetujuan WTO mengenai subsidi. 2) Kelompok subsidi yang diberikan untuk pemakaian produk lokal (penggunaan barang dalam negeri). Larangan subsidi ini tidak berlaku bagi negara berkembang dalam jangka waktu 5 tahun, dan negara terbelakang selama jangka waktu 8 tahun sejak berlakunya persetujuan WTO. b. Subsidi yang dapat terkena tindakan (actionable subsidies) Kelompok subsidi jenis ini ada kemungkinan terkena sanksi apabila: 1) Mengakibatkan kerugian (injury dan thereat of injury) industri dalam negeri dari negara yang mengimpor produk yang di subsidi. 2) Menghilangkan atau merusak keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung. c. Subsidi yang tidak terkena tindakan (non-actionable subsidies) Kelompok subsidi jenis ini, antara lain: 1) Subsidi yang tidak spesifik dalam arti Articel 2 Agreement on Subsidies and Countervailing Measures GATT/WTO ) Subsidi berupa bantuan penelitian yang dilakukan oleh perusahaan, universitas, lembaga penelitan sepanjang besarnya bantuan tidak lebih 75% dari biaya penelitian industri Tindakan Pengamanan (Safeguard) Tindakan pengamanan (safeguard) merupakan salah satu instrumen kebijakan perdagangan yang di atur dalam WTO sama halnya dengan kebijakan 77 Ibid, hlm

25 42 antidumping. Berdasarkan pesetujuan tentang Tindakan Pengamanan (Agreement of Safeguard) Article XIX of GATT 1994 bahwa tindakan pengamanan adalah tindakan yang diambil oleh pemerintah negara pengimpor untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri sebagai akibat lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing. Selanjutnya menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-Dag/Per/9/2008, bahwa Tindakan Pengamanan (Safeguard) adalah tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius dari industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan saingan hasil inflasi dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang mengalami ancaman kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural. Tindakan ini digunakan oleh negara anggota WTO untuk melindungi industri dalam negeri dan bersifat nondiskriminatif. Dengan demikian safeguard bertujuan untuk melakukan perlindungan/proteksi terhadap produk dalam negeri dari lonjakan produk impor yang merugikan. 78 Tindakan safeguard harus diterapkan hanya sejauh yang diperlukan untuk mencegah atau memulihkan kerugian serius dan untuk memfasilitasi penyesuaian. Jika nantinya direkomendasikan untuk dikenakan pembatasan kuota impor, maka jumlah kuota yang ditetapkan tidak boleh kurang jumlah rata-rata selama tiga tahun terakhir, kecuali dengan pembenaran yang jelas untuk di tetapkan pada tingkat yang berbeda dalam rangka mencegah atau memperbaiki kerugian yang 78 Ibid, hlm

26 43 serius. Perjanjian GATT mengatur waktu untuk semua langkah-langkah safeguard, secara umum durasi tindakan pengamanan tidak boleh lebih dari empat tahun meskipun bisa diperpanjang hingga maskimal 8 tahun. Tindakan safeguard juga dapat di kenakan kembali untuk produk yang pernah dikenakan safeguard sebelumnya setelah setengah dari durasi pengenaan safeguard sebelumnya setidaknya dua tahun. 79 Persyaratan penerapan tindakan safeguard sementara (provisional safeguard measure), yaitu: a. Keadaan kritis, b. Ada bukti awal bahwa peningkatan impor menyebabkan kerugian serius atau ancaman akan terjadinya kerugian serius, c. Berlaku tidak melebihi 200 hari, d. Bentuk tarif (cash board), e. Penerapan atas dasar MFN (non dokumentasi), f. Apabila hasil penyelidikan ternyata tidak ada bukti kuat, maka bea masuk safeguard sementara yang telah dibayar harus dikembalikan. Untuk tindakan safeguard tetap, akan dilakukan apabila: a. Terdapat bukti bahwa kenaikan impor barang terselidik menyebabkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius industri dalam negeri. b. Komite (dalam hal ini komite pengamanan perdagangan Indonesia (KPPI)) menetapkan rekomendasi tindakan pengamanan tetap. c. Komite (KPPI) menyampaikan rekomendasi tindakan pengamanan tetap kepada menteri perdagangan. 79 Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Op.cit, hlm.6

27 44 d. Tindakan pengamanan tetap dapat ditetapkan dalam bentuk bea masuk oleh menteri keuangan atau kuota oleh menteri perdagangan. 80 Adanya kesepakatan safeguard WTO tersebut maka semua industri dalam negeri dan para eksportir mendapatkan perlindungan dan kepastian hukum yang jelas atas tindakan safeguard. 80 Dewa gede pradnya yustiawan. Op.cit, hlm

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) BAB II KEBIJAKAN PERLINDUNGAN PRODUK DALAM NEGERI DALAM KERANGKA PASAR TUNGGAL ASEAN BERDASARKAN MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) A. Sejarah Perdagangan Bebas Perdagangan adalah kegiatan transaksi barang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN TERHADAP INDUSTRI DI DALAM NEGERI DALAM SISTEM PERDAGANGAN BEBAS WTO WTO (World Trade Organization) adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. implikasi positif dan negatif bagi perkembangan ekonomi negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan perjanjian internasional yang berkenaan dengan masalah ekonomi yang mengarah pada perdagangan bebas dapat mengakibatkan implikasi positif dan negatif bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN Ecomonic Community (AEC) atau yang lebih dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN akan segera diberlakukan pada tahun 2015. AEC merupakan realisasi dari tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT TO ESTABLISH AND IMPLEMENT THE ASEAN SINGLE WINDOW (PERSETUJUAN UNTUK MEMBANGUN DAN PELAKSANAAN ASEAN SINGLE WINDOW)

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO)

PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) BAHAN KULIAH PRINSIP-PRINSIP PERDAGANGAN DUNIA (GATT/WTO) Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA USU MEDAN 2009 PRINSIP-PRINSIP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ASEAN terbentuk pada tahun 1967 melalui Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok tepatnya pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN)

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON CUSTOMS (PERSETUJUAN ASEAN DI BIDANG KEPABEANAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa di Puket,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 101 Materi Minggu 12 Kerjasama Ekonomi Internasional Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2011 2010 TENTANG TINDAKAN ANTIDUMPING, TINDAKAN IMBALAN, DAN TINDAKAN PENGAMANAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai. Namun, kerjasama 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diawal pembentukanya pada 1967, ASEAN lebih ditunjukan pada kerjasama yang berorientasi politik guna pencapaian kedamaian dan keamanan dikawasan Asia Tenggara. Dimulai

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN 22 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2.1.1. Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN Masyarakat Ekonomi ASEAN

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL

MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL MULTILATERAL TRADE (WTO), FREE TRADE AREA DI TINGKAT REGIONAL (AFTA) ATAU FREE TRADE AGREEMENT BILATERAL INDONESIA DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL (SERI 1) 24 JULI 2003 PROF. DAVID K. LINNAN UNIVERSITY OF

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1034, 2013 KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Sistem Sertifikasi Mandiri. Percontohan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/M-DAG/PER/8/2013

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION

PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION PERLINDUNGAN INDUSTRI DALAM NEGERI MELALUI TINDAKAN SAFEGUARD WORLD TRADE ORGANIZATION Oleh : A.A. Istri Indraswari I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Protection

Lebih terperinci

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak

ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS. DR. Mhd. Saeri, M.Hum. (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN YANG BERDAYA SAING, INOVATIF, DAN DINAMIS DR. Mhd. Saeri, M.Hum (PSA Universitas Riau) Abstrak ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) adalah wadah bagi negara-negara Asia Tenggara untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS

BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS BAB 7 PERDAGANGAN BEBAS Pengaruh Globalisasi Terhadap Perekonomian ASEAN Globalisasi memberikan tantangan tersendiri atas diletakkannya ekonomi (economy community) sebagai salah satu pilar berdirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era

BAB I PENDAHULUAN. membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi hal yang wajar apabila perkembangan peradaban manusia membuat perubahan dalam segala hal, khususnya dalam hal perdagangan. Era perdagangan global yang

Lebih terperinci

Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan. Intra dan Ekstra ASEAN Tahun Dono Asmoro ( )

Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan. Intra dan Ekstra ASEAN Tahun Dono Asmoro ( ) Implikasi perdagangan barang dalam ASEAN Free Trade terhadap perdagangan Intra dan Ekstra ASEAN Tahun 2012 Dono Asmoro (151080089) Penulisan skripsi ini berawal dari ketertarikan penulis akan sejauh mana

Lebih terperinci

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia 1. ASEAN ( Association of South East Asian Nation Nation) ASEAN adalah organisasi yang bertujuan mengukuhkan kerjasama regional negara-negara di Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama

Lebih terperinci

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan

Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan Daya Saing Industri Indonesia di Tengah Gempuran Liberalisasi Perdagangan www.packindo.org oleh: Ariana Susanti ariana@packindo.org ABAD 21 Dunia mengalami Perubahan Kemacetan terjadi di kota-kota besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian Negara-negara di seluruh dunia saat ini menyadari bahwa integrasi ekonomi memiliki peran penting dalam perdagangan. Integrasi dilakukan oleh setiap negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, perdagangan internasional merupakan inti dari ekonomi global dan mendorong perkembangan dan kemakmuran dunia industri modern Perdagangan Internasional dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun 1980. Globalisasi selain memberikan dampak positif, juga memberikan dampak yang mengkhawatirkan bagi negara yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdagangan internasional memiliki peranan penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu negara terhadap arus

Lebih terperinci

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara

ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN ( Association of Southeast Asia Nations ) adalah organisasi yang dibentuk oleh perkumpulan Negara yang berada di daerah asia tenggara ASEAN didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967 oleh Indonesia, Malaysia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/3/2015

Lebih terperinci

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 34/1996, BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN *34762 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 34 TAHUN 1996 (34/1996) Tanggal: 4 JUNI

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Rikky Herdiyansyah SP., MSc Pengertian Kebijakan Ek. Internasional Tindakan/ kebijakan ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB III TINDAKAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NEGARA UNTUK MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DARI TINDAKAN SUBSIDI NEGARA ASAL BARANG

BAB III TINDAKAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NEGARA UNTUK MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DARI TINDAKAN SUBSIDI NEGARA ASAL BARANG BAB III TINDAKAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NEGARA UNTUK MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DARI TINDAKAN SUBSIDI NEGARA ASAL BARANG D. Pengertian Industri Dalam Negeri Istilah industri sering diidentikkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi suatu negara ke dalam kawasan integrasi ekonomi telah menarik perhatian banyak negara, terutama setelah Perang Dunia II dan menjadi semakin penting sejak tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI

Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional. By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI Kebijakan Ekonomi & Perdagangan Internasional By: Afrila Eki Pradita, S.E., MMSI Tindakan/ kebijakan ekonomi pemerintah, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Sumber: Lim (2014) GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN Secara astronomis Asia Tenggara terletak di antara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG PERUBAHAN KLASIFIKASI DAN PENETAPAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR PRODUK-PRODUK TERTENTU DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa melintasi batas-batas suatu negara atau territorial suatu negara ke territorial negara

Lebih terperinci

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)

BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL KEBIJAKAN EKONOMI DAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kebijakan ekonomi internasional dalam arti luas semua kegiatan ekonomi pemerintah suatu negara yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi,

Lebih terperinci

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws

Key Words: Indications, Practice of Dumping, Laws INDIKASI PRAKTIK DUMPING MENURUT KETENTUAN PERUNDANGAN INDONESIA oleh Putu Edgar Tanaya Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Indications Dumping Practices Legislation

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Sejarah Pembentukan ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Sejarah Pembentukan ASEAN BAB I PENDAHULUAN A. Sejarah Pembentukan ASEAN sebelum ASEAN didirikan, berbagai konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara. Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo.

DAFTAR PUSTAKA. Adolf, Huala Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo. DAFTAR PUSTAKA Buku Adolf, Huala. 2005. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo. dan A. Chandrawulan. 1994. Masalah-masalah Hukum Dalam Perdagangan Internasional. Jakarta: Raja Grafindo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN 1996 TENTANG BEA MASUK ANTIDUMPING DAN BEA MASUK IMBALAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa berdasarkan Pasal 20 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM ASEAN SINGLE MARKET. ASEAN (Association of South East Asian Nations) adalah sebuah organisasi

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM ASEAN SINGLE MARKET. ASEAN (Association of South East Asian Nations) adalah sebuah organisasi BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM ASEAN SINGLE MARKET 1. ASEAN Economic Community Blueprint Perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara atau yang biasa kita sebut ASEAN (Association of South East Asian Nations)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1298, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Penyelidikan. Antidumping. Imbalan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76/M-DAG/PER/12/2012

Lebih terperinci

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947

Conduct dan prosedur penyelesaian sengketa. GATT terbentuk di Geneva pada tahun 1947 BAHAN KULIAH HUKUM PERNIAGAAN/PERDAGANGAN INTERNASIONAL MATCH DAY 6 GENERAL AGREEMENT on TARIFF and TRADE (GATT) A. Sejarah GATT Salah satu sumber hukum yang penting dalam hukum perdagangan internasional

Lebih terperinci

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015

Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 Ina Hagniningtyas Krisnamurthi Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN, Kementerian Luar Negeri Madura, 27 Oktober 2015 TRANSFORMASI ASEAN 1976 Bali Concord 1999 Visi ASEAN 2020 2003 Bali Concord II 2007 Piagam

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci

Praktek Dumping. Abstraksi

Praktek Dumping. Abstraksi Praktek Dumping Oleh Drs. Djoko Hanantijo, MM (Dosen PNS dpk Fakultas Ekonomi Universitas Surakarta) Abstraksi Dumping merupakan suatu bentuk diskriminasi harga. Untuk menangani masalah dumping dibentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 133, 2002 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan dengan mengurangi atau menghapuskan hambatan perdagangan secara diskriminatif bagi negara-negara

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, 96 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasaran pembahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, terdapat beberapa poin yang bisa ditarik sebagai kesimpulan dan sekaligus akan menjawab rumusan masalah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi ASEAN Economic Community 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi regional ASEAN dalam artian sistem perdagaangan bebas antar negara dalam satu lingkup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memasuki awal abad 21 dunia ditandai dengan terjadinya proses integrasi ekonomi di berbagai belahan dunia. Proses integrasi ini penting dilakukan masing-masing kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini

Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini CAPAIAN MEA 2015 Barang Pilar 1, MEA 2015 Situasi Terkini Tariff 0% untuk hampir semua produk kecuali MINOL, Beras dan Gula ROO / NTMs Trade & Customs Law/Rule National Trade Repository (NTR)/ATR Fokus

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Terdapat berbagai macam definisi mengenai UMKM. Berdasarkan Undangundang

BAB I. Pendahuluan. Terdapat berbagai macam definisi mengenai UMKM. Berdasarkan Undangundang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan sebuah jenis usaha skala kecil atau bisa juga disebut bentuk ekonomi kreatif yang didesain dengan tujuan untuk membantu

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci