BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa melintasi batas-batas suatu negara atau territorial suatu negara ke territorial negara lainnya (M. Ali Purwito, 2010 : 4). Perdagangan internasional mengakibatkan negara-negara melakukan usaha guna mempermudah akses pasar mereka melalui suatu perdagangan bebas. Perdagangan bebas (free trade) adalah suatu perdagangan antar negara, baik yang berkenaan dengan impor maupun ekspor yang tidak dibatas-batasi atau di intervensi dengan pengenaan tarif, kuota, subsidi, kontrol nilai tukar dan lain-lain batasan dan intervensi yang merupakan proteksi dan menghambat arus perdagangan (Munir Fuady, 2004: 3). Indonesia resmi menjadi bagian dalam sistem perdagangan internasional dengan diratifikasinya Agreement Establishing The World Trade Organization (WTO Agreement) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization. WTO merupakan sebuah organisasi internasional yang mengawasi aturan perdagangan internasional, termasuk di dalamnya kebijakan perjanjian perdagangan bebas, penyelesaian sengketa perdagangan dan sebagai forum negosiasi perdagangan antar anggota. Ratifikasi Indonesia atas WTO Agreement menyebabkan Indonesia terikat pada aturan perdagangan internasional yang ada dalam WTO. Setiap kebijakan perdagangan yang dibuat oleh Indonesia tidak boleh melanggar ketentuan-ketentuan WTO dan tidak boleh merugikan negara anggota lainnya. Terdapat beberapa aturan bagi negara anggota WTO antara lain setiap negara harus membuka pasarnya, hambatan perdagangan, baik berupa tarif impor maupun non-tarif harus dikurangi hingga akhirnya dihapuskan (Kossi Ayenagbo, 2011: 16). Aturan WTO mengenai kewajiban liberalisasi pasar, penurunan dan atau penghapusan hambatan tarif maupun non-tarif terdapat dalam Article II GATT, khusus produk pertanian diatur pula secara spesifik dalam Article 4 AoA. Regulasi perdagangan impor diatur dalam Article X GATT serta Article 1 dan 3 The Agreement on Import Licensing Procedures /Import Licensing Agreement 1

2 (ILA). Perkembangannya, perdagangan Indonesia tidak hanya terbatas pada keanggotaan Indonesia dalam WTO saja, melainkan juga keanggotaan Indonesia dalam organisasi regional di kawasan Asia Tenggara yaitu, Assosiation of South East Asian Nations (ASEAN). Konferensi Tingkat Tingi (KTT) ASEAN ke-14 di Thailand Desember 2008 menunjukkan perkembangan yang sangat signifikan dalam kerjasama tingkat regional ASEAN. Pada KTT ini semua negara-negara ASEAN meratifikasi Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan sepakat Piagam ASEAN memasuki tahap entry to force, sehingga tiga pilar ASEAN Community yang meliputi ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Security Community (ASC), dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) akan segera diimplementasikan dan ditargetkan terintegrasi penuh pada Tahun 2015 sesuai hasil KTT di Cebu pada tahun 2007 (Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2011: 1). Dalam kaitannya dengan perdagangan internasional, ASEAN menetapkan tarif bea masuk barang yang berlaku khusus di tingkat regional ASEAN, yaitu sebesar 0%-5% sesuai dengan jadwal penurunan tarif masing-masing negara anggota ASEAN serta meminimalisir hambatan non-tarif dan menggantinya dengan hambatan tarif. Hal ini tercantum dalam AEC Blueprint poin free flow of goods. Kesepakatan-kesepakatan di atas menyebabkan semakin liberalnya perdagangan barang internasional. Hal ini mendorong negara-negara untuk membuat kebijakan perdagangan guna melindungi sektor-sektor strategis yang ada di masing-masing negara. Salah satu sektor perdagangan stategis Indonesia adalah sektor pertanian, terutama komoditas beras. Salah satu bukti strategisnya sektor pertanian dan keterikatan Indonesia pada aturan WTO ditunjukan dengan diratifikasinya The National Schedules of Commitments (Jadwal Komitmen Nasional) oleh Indonesia. Setiap negara anggota WTO mendapatkan jadwal yang memuat berbagai hal terkait dengan konsesi, komitmen dan lain-lain untuk masing-masing mata tarif produk pertanian. Khusus untuk Indonesia disebut Schedule XXI. Hambatan tarif yang diterapkan pada produk pertanian jauh lebih bervariasi dan jauh lebih tinggi, rata-rata lebih dari 70 persen. Tingkat tarif terikat rata-rata untuk pertanian akan berkurang 24 persen sebelum tahun 2005, dengan 2

3 penurunan minimal 10 persen per batas tarif ( XXI). Di tingkat regional ASEAN, produk beras Indonesia termasuk dalam kategori Highly Sensitive List (HSL) dalam CEPT Agreement. List of Highly Sensitive Products Indonesia tercantum dalam annex 1 dari Protocol on the Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products. Beras sebagai bagian dagian dari produk pertanian masuk ke dalam The Priority Integration Sectors (PIS). PIS merupakan sektor yang dinilai sangat strategis dalam perekonomian seluruh negara anggota ASEAN dan memperoleh prioritas untuk diintegrasikan (Article 2 Paragraph 1.a. The ASEAN Framework Agreement For The Integration of Priority Sectors). Berdasarkan alasan di atas, maka pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 9/MPP/Kep/1/2004 tentang Ketentuan Impor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 368/MPP/Kep/5/2004. Salah satu klausul dalam aturan ini memuat larangan impor beras pada saat musim panen. Kemudian larangan impor ini dipertegas pengaturannya dalam Surat Keputusan/SK Departemen Perdagangan No. 1718/M- DAG/XII/2005 mengenai tata niaga impor beras untuk melindungi petani pada saat musim panen. Dalam sidang Agreement on Import Licensing Procedure (ILA) WTO, tanggal 30 April 2009, Thailand mengajukan keberatannya atas SK tersebut dan meminta penjelasan tertulis Indonesia akan diberlakukannya larangan impor beras pada saat musim panen dalam kebijakan tata niaga impor Indonesia. Thailand menganggap bahwa kebijakan larangan impor beras pada musim panen demi melindungi petani ini tidak merujuk ketentuan WTO mengenai hambatan non-tarif yang berlaku (Sulistyo Widyanto, 2011: 3). Pada perkembangannya, Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 9/MPP/Kep/1/2004 tentang Ketentuan Impor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 368/MPP/Kep/5/2004 tentang Ketentuan Impor Beras dinyatakan tidak berlaku oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 11 April 2008 dan digantikan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor (Permendag) 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag 3

4 Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012. Namun, ketentuan mengenai larangan impor beras pada saat musim panen masih tetap ada dalam Pasal 3 ayat (3) Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras, sedangkan SK Departemen Perdagangan No. 1718/M-DAG/XII/2005 mengenai tata niaga impor beras untuk melindungi petani pada saat musim panen belum dicabut atau dinyatakan tidak berlaku dan Thailand sampai saat ini belum menerima jawaban tertulis atas pertanyaan yang mereka sampaikan melalui WTO mengenai larangan impor beras pada saat musim panen dalam kebijakan tata niaga impor Indonesia. Kebijakan terebut masih tetap dipertahankan Indonesia akibat banyaknya beras impor murah yang masuk ke Indonesia sebagai akibat dari komitmen liberalisasi perdagangan di WTO pada umumnya maupun dalam rangka perwujudan AEC pada khusunya, dikhawatirkan produk beras domestik dari petani Indonesia tidak mampu bersaing (Rahmat Ahadin, 2013 : 4), sedangkan mayoritas penduduk Indonesia bekerja di bidang pertanian. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk usia 15 (lima belas) tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama pada tahun 2014 paling banyak terdapat pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan dan perikanan yaitu sejumlah jiwa ( Berdasarkan penjelasan di atas maka menjadi menarik untuk dikaji mengenai apakah kebijakan larangan impor beras pada saat musim panen dalam tata niaga impor indonesia melanggar aturan WTO dan bagaimana alternatif penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor beras saat musim panen di Indonesia guna menghindari berkembangnya permasalahan ini setelah AEC resmi diimplementasikan. Berkaitan komitmen Indonesia untuk mengimplementasikan AEC, disamping guna meningkatkan kesejahteraan petani dan mencapai ketahanan pangan, seperti yang tercantum dalam Permendag Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras, peraturan impor dan ekspor beras dapat dikatakan sebagai salah satu usaha menciptakan stabilitas ekonomi dan memperluas akses pasar beras Indonesia di ASEAN (Sulistyo Widyanto, 2007: 6). Disamping itu, Indonesia merupakan negara terbesar di ASEAN, 60% penduduk ASEAN berada di Indonesia dengan total penduduk Indonesia sekitar dua ratus lima puluh juta jiwa, konsumsi domestik merupakan fundamental perekonomian 4

5 terkuat maka tidak heran, sektor-sektor yang berkembang di Indonesia adalah sektor-sektor yang sangat erat kaitannya dengan konsumsi domestik seperti komunikasi, retail dan perdagangan, khususnya perdagangan beras sebagai salah satu komoditas utama dalam sektor pertanian Indonesia ( Dengan diimplementasikannya AEC maka, pada Tahun 2015 akan berlaku pula ASEAN Single Market (pasar tunggal ASEAN), dimana setiap barang dari negara manapun yang masuk ke Indonesia tidak dapat dikatakan semata-mata masuk ke negara Indonesia saja melainkan masuk ke ASEAN karena negara-negara ASEAN telah sepakat untuk menyatukan pasar menjadi pasar tunggal ASEAN. Berdasarkan fakta diatas tentunya menjadi penting bagi Indonesia untuk menerapkan kebijakan yang dapat melindungi dan mengembangkan akses pasar sektor-sektor perdagangan strategis yang ada di Indonesia, termasuk dalam hal ini sektor pertanian khususnya komoditas beras. Oleh sebab itu, penelitian hukum ini akan mengkaji dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. Penelitian yang pernah membahas mengenai kebijakan perdagangan beras Indonesia, yaitu tesis yang ditulis oleh Eric Dodge and Sinafikeh Gemessa dari Hardvard University pada Tahun 2012 dengan judul Price Stabilization dan jurnal Centre for Non-Traditional Security (NTS) Studies, S. Rajaratnam School of International Studies, vol. 1 karya Sally Trethewie and J. Jackson Ewing yang berjudul t to the Association of Perbedaan penelitian hukum ini dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah, penelitian yang dilakukan Eric Dodge dan Sinafikeh Gemessa berfokus pada pengaruh kebijakan perdagangan beras Indonesia terhadap ketahanan pangan di Indonesia serta tanggapan atas kebijakan tersebut dan penelitian yang dilakukan oleh Sally Trethewie and J. Jackson Ewing berfokus pada hubungan kebijakan beras di negara-negara ASEAN (termasuk Indoesia) dengan kesepakatan mengenai mekanisme kebijakan beras di ASEAN, sedangkan penelitian ini difokuskan pada 5

6 harmonisasi aturan WTO, ASEAN, dan nasional Indonesia mengenai impor dan ekspor beras serta dampaknya terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. Berdasarkan pemaparan di atas maka disusun Penulisan Hukum dengan judul Larangan Impor Beras Indonesia Ditinjau dari Ketentuan World Trade Organization dan Dampaknya Terhadap Akses Pasar Beras Indonesia di B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengaturan larangan impor beras saat musim panen di Indonesia melanggar ketentuan WTO? 2. Bagaimana penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor beras saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia? 3. Bagaimana dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan ASEAN Economic Community? C. Tujuan Penelitan Penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sehingga mampu memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut.terdapat dua macam tujuan yang dikenal dalam penelitian, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif.tujuan objektif merupakan tujuan yang berasal dari penelitian itu sendiri, sedangkan tujuan subjektif berasal dari penulis. Adapun tujuan objektif dan subjektif yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui pengaturan larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia melanggar ketentuan WTO atau tidak. b. Untuk mengetahui penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia. c. Untuk mengetahui dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 6

7 2. Tujuan Subjektif a. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna mencapai gelar sarjana hukum pada bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Sebuah penelitian dapat memberikan manfaat bagi pengetahuan terutama ilmu hukum baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penulis adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yaitu manfaat penulisan hukum ini yang berkaitan dengan pengembangan ilmu hukum. Manfaat teoritis dari tulisan ini adalah sebagai berikut: a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya serta Hukum Organisasi Perdagangan Internasional pada khususnya. b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur mengenai larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia dan alternatif penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia serta dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC, serta dapat digunakan sebagai acuan terhadap penelitianpenelitian sejenis untuk tahap berikutnya. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yaitu manfaat dari penulisan hukum ini yang berkaitan dengan pemecahan masalah, sebagai berikut: a. Menjadi wahana untuk mengembangkan penalaran dan pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Hasil penelitian dan penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi masukan kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian 7

8 Perdagangan Republik Indonesia terkait dengan permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum khususnya Hukum Organisasi Perdagangan Internasional (HOPI). E. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Ciri-ciri dari penelitian hukum normatif adalah berawal dari adanya kesenjangan dalam norma atau asas hukum, tidak menggunakan hipotesis, menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Ada dua syarat yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan adalah peneliti harus terlebih dulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin ilmunya (Johnny Ibrahim, 2006: 26). Di samping itu, karena penelitian ini mengkaji permasalahan hukum internasional, terdapat 2 dua aspek yang harus dipahami dalam mengkaji permasalahan hukum internasional, yaitu tipe (jenis) hukum yang akan diteliti dan bahan-bahan hukumnya (Marci Hoffman and Mary Rumsey, 2007: 1). Pemahaman tersebut digunakan untuk mempermudah peneliti menjawab permasalahan hukum yang diteliti. Konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian hukum memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya (Johnny Ibrahim, 2006: 28). Ciri-ciri dari penelitian hukum normatif adalah berawal dari adanya kesenjangan dalam norma atau asas hukum, tidak menggunakan hipotesis, menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum skunder. Penelitian hukum (legal research) adalah suatu proses untuk menemukan kebenaran koherensi, yaitu menemukan apakah aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma 8

9 hukum, apakah norma yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum dan apakah tindakan seseorang sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013 : 47).. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian hukum ini adalah preskriptif. Preskripsi itu harus timbul dari hasil telaah yang dilakukan, tetapi preskripsi yang diberikan harus koheren dengan gagasan dasar hukum yang berpangkal dari moral (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 69-70). Memberikan preskripsi mengenai yang seharusnya merupakan esensial dari penelitian hukum, karena untuk hal itulah dilakukan penelitian tersebut dilakukan. Baik untuk keperluan praktik hukum maupun untuk penulisan akademis, preskripsi yang diberikan menentukan nilai penelitian tersebut. Berpegang kepada karakteristik ilmu hukum sebagai ilmu terapan, preskripsi yang diberikan bukan merupakan sesuatu yang telah diterapkan atau yang sudah ada (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 251). Penelitian hukum ini akan menganalisis Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras melanggar ketentuan GATT, AoA, ILA, atau tidak dan alternatif penyelesaian pengajuan keberatan Thailand atas larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia serta dampak Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. Hasil dari penelitian ini memuat saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan Republik Indonesia guna mengatasi pengajuan keberatan Thailand atas larangan impor beras saat musim panen di Indonesia dan saran kepada Pemerintah Indonesia untuk memperluas akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 3. Pendekatan Penelitian 9

10 Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah (dengan interpretasi) materi muatan semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani (Peter Mahmud Marzuki, 2013 : 133). Pendekatan perundang-undangan ini digunakan untuk mengkaji Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras berdasarkan ketentuan WTO. Pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan manakala peneliti tidak beranjak dari aturan hukum yang ada (Peter Mahmud Marzuki, 2013 : 177). Pendekatan konseptual digunakan untuk menjelaskan bahwa larangan impor beras saat musim panen di Indonesia tidak melanggar ketentuan WTO karena didalam ketentuan WTO dengan menggunakan konsep Safeguard yang merupakan pengecualian dari ketentuan WTO dan proses penyelesaian keberatan Thailand atas larangan impor beras pada saat musim panen di Indonesia dalam sidang ILA tanggal 30 April 2009, serta dampak aturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 4. Jenis dan Sumber Penelitian Sumber-sumber penelitian diperlikan guna menjawab isu hukum. Penelitian hukum ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif, yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku teks, kamuskamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 181). Bahan hukum primer akan menjadi dasar dari jawaban atas rumusan masalah yang dipaparkan, kemudian bahan hukum sekunder akan melengkapi dan memperkuat jawaban yang dipaparkan dalam tulisan ini. Bahan hukum primer yang dgunakan, yaitu : 10

11 a. Agreement Establishing The World Trade Organization, 1994 (Perjanjian tentang Persetujuan WTO); b. Agreement on Import Licensing Procedure (Perjanjian tentang Prosedur Tata Niaga Impor); c. Agreement on Agriculture (Perjanjian Bidang Pertanian); d. Agreement on Safeguard 1994; e. General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 (Perjanjian tentang Tarif dan Perdagangan Internasional 1994); f. ASEAN Economic Community Blueprint (Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN); g. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA); h. Common Effective Preferential Tariff (CEPT); i. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006; j. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; k. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pengesahan ASEAN Trade In Goods Agreement; l. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 37/M- Dag/Per/9/2008 tentang Surat Keterangan Asal (Certificate Of Origin) Terhadap Barang Impor yang dikenakan Tindakan Pengamanan (Safeguard); m. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor (Permendag) 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012; n. Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Komitmen Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN. Bahan hukum sekunder yang akan dipergunakan penulis adalah buku-buku, jurnal, dan teks mengenai Hukum Internasional, khususnya terkait dengan Hukum Organisasi Perdagangan Internasional, ASEAN Economic Community, akses pasar Indonesia terhadap beras, serta 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Studi kepustakaan (library research) adalah penelitian 11

12 yang datanya diambil terutama atau seluruhnya dari kepustakaan (buku, dokumen, artikel, laporan, koran dan lain-lain sebagainya) (Irawan Soehartono, 2000: 65). Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder kemudian diinventarisasi dan diklasifikasikan dengan menyesuaikan masalah yang dibahas. Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar pertimbangan untuk menjawab permasalahan hukum yang sedang dihadapi (F. Sugeng Istanto, 2007: 56). Dalam hal ini penulis menganalisis tentang larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia melanggar ketentuan WTO atau tidak dan alternatif penyelesaian permasalahan larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia serta dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan metode deduksi. Menurut F.Sugeng Istanto, metode deduksi adalah suatu cara mengungkap kebenaran dengan mengukur sesuai atau tidaknya antara suatu spesies dengan genusnya (F.Sugeng Istanto, 2007: 36). Metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor kemudian premis minor. Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa untuk penalaran hukum yang merupakan premis mayor adalah aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Dari kedua hal tersebut kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 89). Premis mayor dalam penulisan ini adalah ketentuan hukum, yaitu : ILA, GATT, AoA, AEC Blueprint dan premis minornya adalah fakta hukum adanya larangan impor beras pada saat musim panen dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012. Silogisme dari penelitian ini adalah Indonesia mnetapkan larangan impor pada saat musim panen yang dimuat dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12/M- DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan Ekspor Beras sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/2/2012, peraturan ini dinilai oleh Thailand tidak merujuk pada aturan WTO. Dalam 12

13 kaitannya dengan AEC, ketentuan impor dan ekspor beras Indonesia memiliki pengaruh terhadap akses pasar beras Indonesia di ASEAN. Berdasarkan ketentuan tersebut akan dibahas apakah larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia melanggar ketentuan WTO dan bagaimana alternatif penyelesaian permasalahan larangan impor saat musim panen dalam peraturan impor dan ekspor beras Indonesia serta dampak peraturan impor dan ekspor beras Indonesia terhadap akses pasar perdagangan beras Indonesia di ASEAN dalam rangka mewujudkan AEC. 13

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian secara keseluruhan sesuai dengan berbagai rumusan masalah yang terdapat pada Bab 1 dan memberikan saran bagi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional.

ABSTRAK. Kata kunci : WTO (World Trade Organization), Kebijakan Pertanian Indonesia, Kemudahan akses pasar, Liberalisasi, Rezim internasional. ABSTRAK Indonesia telah menjalankan kesepakan WTO lewat implementasi kebijakan pertanian dalam negeri. Implementasi kebijakan tersebut tertuang dalam deregulasi (penyesuaian kebijakan) yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan beberapa kewajiban negara, salah satu yang penting adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah suatu usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karenanya, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah membuktikan bahwa Negara Indonesia adalah negara bahari, yang kejayaan masa lampaunya dicapai karena membangun kekuatan maritim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN

NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN SECOND PROTOCOL TO AMEND THE AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION AMONG THE GOVERNMENTS OF THE MEMBER COUNTRIES OF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B. Outline Sejarah dan Latar Belakang Pembentukan AFTA Tujuan Strategis AFTA Anggota & Administrasi AFTA Peranan & Manfaat ASEAN-AFTA The

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut data BPS (2010), jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang sangat pesat ini mengakibatkan meningkatnya berbagai tindak pidana kejahatan. Tindak pidana bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem keuangan yang berlaku di setiap negara di dunia akan terus melakukan perkembangan dengan mengikuti keadaan masyarakat yang terus berubah,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.529, 2015 KEMENDAG. Sertifikasi Mandiri. Proyek Percontohan. Sistem. Ketentuan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23/M-DAG/PER/3/2015

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana bisa terjadi kepada siapa saja dan dimana saja. Tidak terkecuali terjadi terhadap anak-anak, hal ini disebabkan karena seorang anak masih rentan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris adalah Pejabat umum yang diangkat oleh Pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjian-perjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini negara-negara enggan mendeklarasikan keterlibatannya secara terus terang dalam situasi konflik bersenjata sehingga sulit mendefinisikan negara tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai salah satu negara yang telah menjadi anggota World Trade Organization (WTO), Indonesia terikat untuk mematuhi ketentuan-ketentuan perdagangan internasional

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ASEAN telah menghasilkan banyak kesepakatan-kesepakatan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya. Pada awal berdirinya, kerjasama ASEAN lebih bersifat politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini kejahatan meningkat dalam berbagai bidang, baik dari segi intensitas maupun kecanggihan. Demikian juga dengan ancaman terhadap keamanan dunia. Akibatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi Bangsa Indonesia yang mampu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi adalah usaha yang dilakukan orang, kelompok atau negara dalam bidang ekonomi untuk menghasilkan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutukan hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa Menteri Perdagangan melalui surat Nomor: 330/M- DAG/SD/4/2016 tanggal 14 April 2016 hal Permohonan Perubahan Peraturan Menter

2016, No c. bahwa Menteri Perdagangan melalui surat Nomor: 330/M- DAG/SD/4/2016 tanggal 14 April 2016 hal Permohonan Perubahan Peraturan Menter No.773, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Bea Masuk. Tarif. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85/PMK.010/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile

Lebih terperinci

: Institute Of Southeast Asian Studies

: Institute Of Southeast Asian Studies BOOK REVIEW Judul : ASEAN: Life After the Charter Editor : S. Tiwari Penerbit : Institute Of Southeast Asian Studies Bahasa : Inggris Jumlah halaman : 186 halaman Tahun penerbitan : 2010 Pembuat resensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana bertujuan untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian 1 BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Dalam era globalisasi sekarang ini, perekonomian internasional merupakan salah satu pilar utama dalam proses pembangunan dunia yang lebih maju. Organisasi-organisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh United Nations Security Council yang menyebabkan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional, tidak terlepas dari munculnya berbagai organisasi internasional pasca Perang Dunia ke II. Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi perdagangan telah menjadi fenomena dunia yang tidak bisa dihindari oleh suatu negara sebagai anggota masyarakat internasional. Salah satu bentuk liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kontrak diselenggarakan bukan hanya terkait barang saja melainkan juga jasa. Secara sederhana kontrak ialah suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional, dan internasional

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945), dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. kemudian terbagi dalam beberapa divisi yang terpecah dan kemudian mendorong terbentuknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi institusional regional atau kawasan jika ditelusuri kembali asalnya, mulai berkembang sejak berakhirnya Perang Dingin dimana kondisi dunia yang bipolar

Lebih terperinci

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga

merupakan masalah klasik yang telah menjadi isu internasional sejak lama. Sudah berabad-abad negara menerima dan menyediakan perlindungan bagi warga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengungsi internasional merupakan salah satu hal yang masih menimbulkan permasalahan dunia internasional, terlebih bagi negara tuan rumah. Negara tuan rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi dapat dipastikan tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly

Keywords: ASEAN Economic Community, Micro, Small and Medium Enterprises, Monopoly KAJIAN PENGATURAN TERHADAP STANDAR PRODUK PRIORITAS USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DALAM KAITANNYA DENGAN PRAKTIK MONOPOLI Oleh: I Gusti Putu Ngurah Satriawibawa I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian Indonesia merupakan dampak positif dari era globalisasi dan pasar bebas. Hal ini menyebabkan persaingan ketat dalam dunia bisnis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45)

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tidak sekedar di tunjukan oleh prestasi pertumbuhan ekonomi. perekonomian kearah yang lebih baik. (Mudrajad,2006:45) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur perekonomian internasional yang lebih bebas dengan jalan menghapuskan semua hambatanhambatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan Indonesia-Thailand Agreement On The Common Effective Preferential Tariff Scheme For The ASEAN Free Trade

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal

BAB I PENDAHULUAN. tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri.

Lebih terperinci

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l

hambatan sehingga setiap komoditi dapat memiliki kesempatan bersaing yang sama. Pemberian akses pasar untuk produk-produk susu merupakan konsekuensi l BAB V 5.1 Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Dalam kesepakatan AoA, syarat hegemoni yang merupakan hubungan timbal balik antara tiga aspek seperti form of state, social force, dan world order, seperti dikatakan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara pendiri ASEAN (Association of South East Asian Nation) bersama keempat neagara lainnya yaitu Filipina, Singapura, Thailand,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN PROTOCOL TO AMEND CERTAIN ASEAN ECONOMIC AGREEMENTS RELATED TO TRADE IN GOODS (PROTOKOL UNTUK MENGUBAH PERJANJIAN EKONOMI ASEAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain untuk membantu memenuhi kebutuhannya sehari-hari, sehingga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015

PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 PERKEMBANGAN KERJA SAMA ASEAN PASCA IMPLEMENTASI AEC 2015 J.S. George Lantu Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN/ Plt. Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN Jakarta, 20 September 2016 KOMUNITAS ASEAN 2025 Masyarakat

Lebih terperinci

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015

Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya. WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama. Fungsi WTO. Tujuan WTO 4/22/2015 WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) Bagian Pertama Hanif Nur Widhiyanti, S.H.,M.Hum. Latar Belakang dan Sejarah Terbentuknya TidakterlepasdarisejarahlahirnyaInternational Trade Organization (ITO) dangeneral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World

BAB I PENDAHULUAN. World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada. tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah World Trade Organization (WTO) secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 dengan disepakatinya Agreement the World Trade Organization ditandatangani para

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.208,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/2/201235 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 12/M-DAG/PER/4/2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Prinsip umum perdagangan bebas adalah menyingkirkan hambatan-hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade) dengan mengurangi atau menghilangkan tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 1. perubahan perilaku konsumsi dan transaksi dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat saat ini, secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum sangat berperan penting, tidak hanya mengatur bagaimana manusia berperilaku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangan zaman pada saat ini, adanya pembangunan nasional ke depan merupakan serangkaian upaya untuk memajukan perkembangan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Setiap manusia dalam hidup bermasyarakat tidak pernah terlepas dari hubungan satu sama lain dalam berbagai hal maupun aspek. Manusia senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika dan psikotropika merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan pada sisi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 59/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN PENERBITAN SURAT KETERANGAN ASAL (CERTIFICATE OF ORIGIN) UNTUK BARANG EKSPOR INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Uang mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Selain berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah dalam suatu negara, uang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan semakin berkembanganya era industrialisasi pada jaman sekarang ini, menyebabkan semakin ditingkatkannya langkah pembangunan negara Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 64 BAB III METODE PENELITIAN Menurut Peter Mahmud, Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan atau tindak pidana merupakan sebuah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Perkembangan serta dinamika masyarakat menyebabkan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, atas dasar Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 maka Presiden berhak membentuk beberapa lembaga-lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Liberalisasi dan globalisasi ekonomi sudah melanda seluruh dunia, termasuk di dalam bidang investasi atau penanaman modal. Dengan adanya liberalisasi dibidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hubungan Internasional merupakan suatu ilmu yang bersifat interdisipliner yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan perdagangan antar negara yang dikenal dengan perdagangan internasional mengalami perkembangan yang pesat dari waktu ke waktu. Perdagangan internasional merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5

Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 Bab 5 Bisnis Global P E R T E M U A N 5 1 PENGERTIAN GLOBALISASI Globalisasi: Perekonomian dunia yang menjadi sistem tunggal yang saling bergantung satu dengan yang lainnya Beberapa kekuatan yang digabungkan

Lebih terperinci