Made Agustus STIP Bunga Bangsa, Palangka Raya, Jl. Pangeran Samudra, No. 8, Palangka Raya, Kalimantan Tengah,
|
|
- Budi Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TUTUR RITUAL MANENUNG PADA MASYARAKAT DAYAK HINDU KAHARINGAN PALANGKA RAYA: ANALISIS WACANA KRITIS VAN DIJK (RITUAL SPEECH MANENUNG IN THE DAYAK HINDU KAHARINGAN PALANGKA RAYA: A STUDY OF VAN DIJK CRITICAL DISCOURSE) Made Agustus STIP Bunga Bangsa, Palangka Raya, Jl. Pangeran Samudra, No. 8, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, made29agustus@yahoo.co.id Abstract Ritual Speech Manenung In the Dayak Hindu Kaharingan Palangka Raya: A Study of Van Dijk Critical Discourse. In this study aim to describe and identify the structures that form the textual TRM. TRM research uses qualitative methods or interpretive method also called for more research data regarding the interpretation of the data found in the field. The results are found, namely (1) the level of superstructure find the introduction, the core and cover, (2) revealed the macro level of application to the spirit of the rice theme to convey the request to the dawn of human parapah "god", and (3) the level of the microstructure of the review of the parallelism found a parallelism, namely (a) phonological parallelism found asonansi sound, alliteration, and rhyme; (b) lexicogramamtical parallelism found a number of elements of the dyadic pairs at most amount to ten words in the clause and there is also a single device that does not have dyadic partner. Parallelism is also found that word-class pairs, namely, nouns, verbs, adjectives, adverbs, prepositions, pronouns, and numeralia and (c) the lexico-semantics parallelism find synonymous words more than the antithesis and synthesis. Keywords: ritual speech manenung, textual structure, discourse analysis Abstrak Ritual Pidato Manenung dalam Dayak Hindu Kaharingan Palangka Raya: Analisis Wacana Kritis Van Dijk. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi struktur yang membentuk TRM tekstual. TRM penelitian menggunakan metode kualitatif atau metode penafsiran juga menyerukan data penelitian lebih lanjut mengenai interpretasi data yang ditemukan di lapangan. Hasilnya ditemukan, yaitu (1) tingkat suprastruktur menemukan pengenalan, inti dan penutup, (2) mengungkapkan tingkat makro aplikasi dengan semangat tema beras untuk menyampaikan permintaan ke fajar manusia parapah "god", dan (3) tingkat mikro review paralelisme menemukan paralelisme, yaitu (a) paralelisme fonologis menemukan suara asonansi, aliterasi, dan sajak, (b) lexico-gramatical paralelisme menemukan sejumlah elemen pasang dyadic sebesar jumlah paling sepuluh kata dalam klausa dan ada juga satu perangkat yang tidak memiliki pasangan dyadic. Paralelisme juga menemukan bahwa kata-kelas pasangan, yaitu kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, preposisi, kata ganti, dan numeralia, dan (c) paralelisme Lexico-semantik menemukan kata-kata sinonim lebih dari antitesis dan sintesis. Kata-kata kunci: tutur ritual manenung, struktur tekstual, kajian wacana
2 PENDAHULUAN Upacara manenung di Palangka Raya digunakan sebagai media untuk mencari sesuatu, melalui balian atau basir dengan keahlian khusus dan ketulusan batin. Balian atau basir inilah yang memanggil roh (leluhur) atau tokoh yang berada di alam niskala sesuai dengan lingkungan di sekitar. Dalam tutur ritual manenung yang dilakukan masyarakat Dayak Hindu Kaharingan menggunakan bentuk bahasa Sangiang (BS), yaitu bahasa ritual yang hanya digunakan dalam upacara tersebut. Bahasa Sangiang (BS) ini hanya bertahan dalam tuturan ritual, seperti Manenung atau Manajah Antang (memohon petunjuk), Nyadiri (tolak bala), Pakanan Sahur (syukuran), Mampakanan Pali (tolak roh jahat), dan Tiwah (ritual kematian). Bahasa Sangiang (BS) ini hanya digunakan oleh kalangan basir, sedangkan masyarakat umum, lebih-lebih kalangan generasi muda Dayak tidak dapat menggunakan bahasa Sangiang (BS). Menurut Riwut (2003: 117), BS disebut juga bahasa Sangen, yaitu bahasa sakral dan kuno yang bertahan dalam ritual-ritual keagamaan Hindu Kaharingan. Bahasa Sangiang (BS) merupakan warisan dari nenek moyang Masyarakat Dayak Hindu Kaharingan (MDHK). Keberadaan BS ini tentunya memiliki fenomena lingual dan budaya yang khas serta mencerminkan kehidupan masyarakat pendukungnya. Nilai dan makna realitas sangat dipengaruhi oleh cara mempertahankan diri. Cara beraktivitas masyarakat dalam mengembangkan diri demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Tutur ritual manenung ini, hanya dapat dilakukan oleh basir yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan upacara itu dan menguasai BS. Pada upacara manenung, basir tidak dapat secara langsung berkomunikasi dengan Ranying Hatalla Langit Tuhan, tetapi melalui para Sangiang. Pada upacara manenung, salah satu tahapan yang dilakukan oleh basir adalah tawur. Tahapan tawur ini bermaksud untuk memanggil para Sangiang agar hadir dan menyertai upacara manenung yang akan dilaksanakan. Upacara manenung merupakan keyakinan terhadap kekuatan gaib yang bersumber dari roh-roh penguasa sebagai manifestasi Ranying Hatalla Langit dan Jatha Bala Wang Bulau. Kekuatan gaib dan rohroh itu dipanggil. Secara tersirat dikatakan pada Kitab Panaturan pasal 42, yaitu Ehemehem behas, artinya ucapan Ehem-ehem, yaitu ucapan Garing Nganderang memberitahukan, bahwa IA dan IA adalah kuasa, IA Mahapencipta, Mahakuat, Mahaagung, dan sebagainya. IA membuka dan membangunkan segala kekuatan dan kekuasaan yang terkandung pada beras, merupakan wujud nyata dari kekuatan, kemakmuran Ranying Hatalla Langit dan Jatha Wang Bulau. Tutur Ritual Manenung (TRM) dilakukan dalam tiga tahap, yaitu (1) tahap awal menimang-menimang beras bermaksud untuk pemberian nama behas tawur terhadap jenis upacara yang akan dilaksanakan. Pada saat ini, tukang tenung (basir) menyebutkan behas tawur digunakan upacara manenung; (2) tahap inti, yaitu pemanggilan kekuatan gaib yang bersumber dari roh-roh penguasa sebagai manifestasi Ranying Hatalla Langit dan Jatha Bala Wang Bulau yang bernama Putir Santang Sintung Uju. Tahap ini bertujuan untuk meminta petunjuk; dan (3) tahap terakhir, yaitu ucapan terima kasih atas berkenan kekuatan gaib sebagai manifestasi Ranying Hatalla hadir memberikan petunjuk pada saat manenung. Upacara selesai kemudian mempersilakan mereka kembali ke tempat masing-masing seperti semula. Fenomena bahasa dalam wacana budaya terdapat dalam TRM di atas termasuk ranah kajian ilmiah linguistik interdisipliner. Seperti yang diungkapkan oleh Goody
3 (dalam Sastriadi, 2006: 10) bahwa nilai pemakaian bahasa untuk menyampaikan informasi kuat-kuat tertanam dalam mitologi budaya kita. Dengan kemampuan berbahasa, memungkinkan seorang manusia untuk mengembangkan berbagai kebudayaan, dengan adat kebiasaan, religi yang dianut, hukum, tradisi lisan, pola perdagangan, dan sebagainya. Dalam mengkaji fenomena kebahasaan dalam wacana budaya, dalam hal ini, TRM, peneliti menerapkan model penelitian linguistik seperti yang diungkapkan oleh Pastika (2005: ) bahwa peneliti dianjurkan untuk menafsirkan makna-makna budaya melalui penggunaan bahasa dalam wacana yang telah dijadikan korpus (data dalam penelitian). Pada penelitian ini, ada sejumlah hasil penelitian terdahalu yang dijadikan acuan, yakni (a) Bahasa, Sastra, dan Sejarah Kumpulan Karangan Mengenai Masyarakat Pulau Roti oleh Fox (1986). Hasil penelitian itu menyatakan bahwa fenomena kebahasaan yang terdapat pada bahasa ritual di Pulau Roti ini sangat unik dan keunikannya tersebut mirip dengan fenomena yang terdapat dalam bahasa ritual bahasa Sangiang; (b) Ungkapan Paralelisme Bahasa Manggarai dan Dinamikanya dalam Realitas Sosial Budaya oleh Erom (2004). Penelitian Erom ini lebih terfokus pada unsur kebahasaan bahasa Manggarai, terutama tentang paralelisme, yaitu penggunaan bentuk sintaksis berupa kesejajaran, kemiripan, atau kepadanan; dan (c) Wacana Kebudayaan Tudak dalam Ritual Penti pada Kelompok Etnik Manggarai di Flores Besar oleh Bustan (2004). Analisis yang dilakukan oleh Bustan mengacu pada model analisis Van Dijk, yang menelaah struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Relevansi penelitian Bustan terhadap kajian terletak pada analisis wacana van Dijk, yang dijadikan model dalam penelitian ini. Sesuai dengan karakteristik data dan permasalahan penelitian, ada sejumlah teori yang digunakan, yang memiliki keterkaitan. Penelitian ini mencakup dua aspek, yaitu linguistik dan nonlinguistik yang meliputi konteks budaya yang tercermin dalam konteks situasi, karena kedua hal ini membentuk integritas, kesetalian makna, dan keutuhan suatu bahasa. Berhubungan dengan ritual, Dhavamony (1995: 175) menyatakan bahwa ritual adalah pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala yang mempunyai ciri mistis. Dia membedakan ritus atas empat macam, yaitu (1) tindakan magis berkaitan dengan menggunakan bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistis; (2) tindakan religius, kultus para leluhur; (3) ritual konstitutif, yang mengungkapkan atau mengubah hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacaraupacara kehidupan menjadi khas; dan (4) ritual fiktif, yang meningkatkan produktivitas atau kekuatan pemurnian dan perlindungan dengan cara lain meningkatkan kesejahteraan materi suatu kelompok. Hadi (2006: 31) menyatakan bahwa ritual merupakan suatu bentuk upacara atau perayaan (celebration) yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti suatu pengalaman yang suci. Pengalaman itu mencakup segala sesuatu yang dibuat atau dipergunakan oleh manusia untuk menyatakan hubungan dengan yang tertinggi, dan hubungan atau perjumpaan itu bukan sesuatu yang bersifat biasa atau umum, tetapi sesuatu yang bersifat khusus atau istimewa, sehingga manusia mampu membuat suatu cara yang pantas digunakan untuk melaksanakan pertemuan itu. Djajasudarma (1993: 28) menyatakan bahwa bahasa (linguistik) sebagai materi (objek) penelitian dapat ditentukan, baik dari strukturnya maupun dari bagian-bagian sebagai unsurnya. Bahasa dapat pula diteliti dari sudut hubungannya dengan ilmu lain (interdisipliner), atau bahasa dapat diteliti dari kebahasaan itu sendiri maupun bahasa sebagai dari kebudayaan. Sebagai materi penelitian, bahasa dapat diteliti pula dari segi
4 tatarannya. Fairclough (1994: 4) menyatakan kategori-kategori yang membangun sebuah teks pada dasarnya tidak bisa dianalisis secara terpisah, sebab sebuah wacana atau teks dibangun oleh bentuk-bentuk bahasa yang memiliki orientasi makna, baik makna budaya maupun makna linguistik. Adapun aspek-aspek yang dikaji meliputi bentuk, struktur, dan organisasi teks mulai dari tataran terendah fonologi (fonem), gramatika (morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat), leksikon (kosa kata), sampai tataran yang lebih tinggi seperti sistem pergantian percakapan, struktur argumentasi, dan jenis-jenis aktivitas. Oleh sebab itu, menganalisis seluruh bagaian-bagian sebuah teks atau wacana harus dilakukan secara simultan agar didapatkan sebuah pemahaman makna yang sesuai, baik linguistik maupun secara budaya. Penelitian ini mencakup dua aspek, yaitu aspek linguistik dan nonlinguistik yang meliputi konteks kebudayaan yang tercermin dalam konteks situasi, karena kedua hal ini yang membentuk integritas, kesetalian makna dan keutuhan suatu bahasa. Hal ini berdasarkan pada pandangan bahwa sebuah teks selalu terkait dengan tataran: (1) tataran ekstralinguistik yang mencakupi tautan, budaya, dan situasi; (2) tataran intralinguistik yang mencakup segi semantik dan leksikogramtikal dan ekspresi yang mencakupi sistem pembunyian (Suteja, 2005: 64). Analisis wacana adalah suatu kajian linguistik yang didasarkan pada satuan gramatikal yang lebih luas atau lebih besar daripada kalimat dengan tujuan untuk menemukan urutan ungkapan semirip mungkin dengan lingkungannya dan kemantapan distribusi pemakaiannya, atau untuk mencapai suatu makna yang mendekati makna yang dimaksudkan oleh pembicara dalam wacana lisan atau oleh penulis (Passandaran, 2000:16). Analisis wacana adalah analisis atas bahasa yang digunakan. Analisis wacana tidak dapat dibatasi pada deskripsi bentuk bahasa yang tidak terikat pada tujuan dan fungsi yang dirancang untuk menggunakan bentuk itu dalam urusan-urusan manusia. Hal yang mendasar diungkapkan oleh Yule (dalam Jumadi, 2006: ), analisis wacana terfokus pada rekaman atau catatan proses untuk menggunakan bahasa dalam suatu konteks tertentu untuk mengekspresikan maksud. Di samping itu, Brown dan Yule (1996:1) mengungkapkan kalau ada ahli linguistik yang memusatkan perhatian pada penentuan sifat-sifat bahasa, penganalisis wacana berkewajiban untuk menyelidiki tujuan apa bahasa itu dipakai. Pada penelitian ini analisis struktur TRM dikembangkan menggunakan model analisis wacana Van Dijk (1985: ). Dengan mengacu pada model analisis Van Dijk, struktur TRM dibagi ke dalam tiga tataran, yaitu superstruktur, struktur makro, dan struktur mikro. Ketiga tataran tersebut saling mendukung dalam pembentukan sebuah makna yang utuh pada sebuah teks. Model Van Dijk juga diungkapkan oleh (Eriyanto, 2009: ; Sobur, 2006:73-75). Superstruktur mengamati bagaimana bagian dan urutan dalam TRM diskemakan dalam teks wacana yang utuh. Teks umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur itu menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Menurut Van Dijk (1985: ), suprastruktur merupakan satu kesatuan yang koheren dan padu. Gagasan apa yang diungkapkan dalam bagian suprastruktur terdahulu akan diikuti oleh gagasan lain pada bagian berikutnya hingga bagian akhir secara koheren. Struktur makro pada makna umum teks yang dapat diamati dari tema atau topik yang dikedepankan dalam suatu wacana, dalam hal ini, TRM. Elemen ini mengacu pada gambaran umum dari suatu teks, bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Struktur mikro adalah pengkajian pada tataran kebahasaan yang digunakan dalam sebuah teks, diantaranya adalah pada tataran morfologi, sintaksis,
5 dan struktur leksikal kalimat. Elemen-elemen ini menurut Van Dijk mesti memenuhi persyaratan koherensi suatu wacana diekspresikan dengan pemilihan unsur-unsur kebahasaan yang tepat dalam sebuah wacana, seperti tataran klausa, urutan klausa, urutan kalimat, penghubung, pronomina, abverbia, verba, unsur leksikal, parafrase, dan lain-lain (Eriyanto, 2001: 229). Paralelisme merupakan salah satu sondre (gaya) berbahasa. Menurut Bakhtin (dalam Foley, 1997: 359), sondre (genre) terdiri atas kerangka yang secara relatif stabil dan diturunkan secara historis untuk mengadakan produk wacana. Sondre-sondre ini secara kuat berkonvensi dan berakar dalam praktik produksi dan pemahaman bahasa masyarakat dalam suatu komunikasi, tetapi tetap fleksibel dan terbuka terhadap manipulasi atau peniruan yang kreatif oleh para pelakunya. Istilah paralelisme diartikan oleh Kridalaksana (2001: 154) sebagai pemakaian yang berulang-ulang ujaran yang sama dalam bunyi, tata bahasa, atau makna, atau gabungan dari kesemuanya; ciri khas dari bahasa puitis. Roberth Lowth (dalam Fox, 1986) memberikan sejumlah konsep tentang paralelisme berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada sejumlah bahasa. Ia mengemukakan lima konsep tentang paralelisme, yakni (1) istilah paralelisme adalah kata-kata atau kalimat yang saling bersahutan dalam larik yang berkaitan, (2) paralelisme merupakan penyesuaian puitis kalimat, terutama atas persamaan derajat, kemiripan antara unsur dari tiap periode sehingga dalam dua baris benda pada umumnya dikaitkan dengan benda dan kata dengan kata, (3) paralelisme merupakan kesesuaian atau kecocokan suatu bait (baris) dengan bait (baris) yang lain, (4) paralelisme merupakan suatu kumpulan pasangan kata baku secara konvensional sudah tetap, yang digunakan untuk menyusun bentuk sajak, dan (5) paralelisme merupakan keterkaitan antara preposisi-preposisi yang maknanya serupa atau berbeda dan konstruksi gramatikalnya sama. Jakobson (dalam Fox, 1986: ) menyebutkan bahwa paralelisme merupakan semantik ganda dan juga kesepadanan metaforis. Bahasa puistis merupakan suatu kejadian sederhana, yang menyatukan dua unsur, yakni unsur semantis dan harmonis. Unsur semantis (varian semantis) meliputi paralelisme, perbandingan, dan harmonis (varian harmonis) meliputi sajak, asonansi, dan aliterasi atau repetisi. Paralelisme juga merupakan ekuivalen atau kesepadanan linguistik dalam tataran fonologis, gramatikal, dan leksikosementris. Paralelisme merupakan penyepasangan unsur dalam urutan yang sepadan. Berkenaan dengan analisis struktur mikro TRM ini peneliti terfokus pada kajian paralelisme. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa bahasa yang digunakan dalam TRM adalah bahasa ritual BS. Bahasa Sangiang (BS) dalam TRM lebih menekankan pada nilai-nilai estetis puistis, penggunaan bahasa kias, unsur kesetaraan bunyi, dan irama juga sangat dominan. Di samping pertimbangan di atas juga sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk memaparkan dan mengidentifikasi struktur tekstual yang membentuk TRM dan mengidentifikasi dan menganalisis paralelisme yang terdapat dalam TRM. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang TRM. Gambaran umum yang dimaksudkan, yakni gambaran tentang latar belakang, tujuan, dan saat kapan TRM itu dilaksanakan. Pada penelitian ini, tujuan yang ingin diungkapkan secara langsung, yaitu memaparkan dan mengidentifikasi struktur tekstual yang membentuk TRM. Struktur tekstual yang dimaksudkan pada (1) tataran superstruktur bertujuan untuk mengungkapkan tahapan-tahapan dalam TRM, (2) tataran makro bertujuan untuk mengungkapkan tema-tema yang tersirat dalam TRM, (3) tataran mikro bertujuan untuk mengungkapkan kebahasaan, khususnya menganalisis paralelisme yang terdapat dalam TRM.
6 METODE Penelitian TRM ini menggunakan metode kualitatif atau disebut juga sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan (Sugiyono, 2008: 14). Jenis penelitian TRM termasuk penelitian linguistik karena penelitian ini dilakukan melalui pengamatan pada fenomena yang terdapat pada TRM, yaitu fenomena kebahasaan yang terkandung di dalam TRM. Penelitian ini juga termasuk kategori penelitian deskriptif, yaitu bahwa data yang dikumpulkan adalah data yang ada pada saat ini dan selanjutnya data itu dianalisis apa adanya. Berkaitan dengan metode yang digunakan sebagai usaha untuk mencari dan menemukan tentang sesuatu kejadian yang terjadi di masyarakat. Temuan yang diperoleh merupakan suatu jawaban dari masalah yang telah ditetapkan. Agar memperoleh jawaban terhadap permasalahan itu, perlu dilakukan penelitian. Penelitian harus memenuhi kriteria, yaitu logis, sistematis, rasional, dan empiris. Sugiyono (2008:3) mengemukakan bahwa kriteria penelitian, yaitu rasional berarti masuk akal dan terjangkau oleh alam pikiran manusia; empiris berarti dapat teramati oleh indra dan teruji; dan sistematis berarti mengikuti prosedur secara logis. Penelitian ini mengambil lokasi di Kalimantan Tengah, yaitu Kota Palangka Raya, yang masih melaksanakan ritual-ritual keagamaan Kaharingan, yaitu masyarakat yang memeluk agama Hindu Kaharingan, sedangkan agama lainnya dalam konteks manenung sebagian masih mempercayai, hanya saja pelaksananya oleh pemeluk agama Hindu Kaharingan (basir), sedangkan agama lain hanya sebagai meminta petunjuk. Jenis data yang digunakan, yaitu data lisan dan tertulis. Data lisan diperoleh dari Tutur Ritual Manenung (TRM) yang dilaksanakan di Palangka Raya. Informan kunci yang dijadikan sumber data lisan, yaitu basir dan penggalian data dilakukan dalam ruang dan waktu yang terpisah, sedangkan data tertulis diperoleh dari bahan-bahan tertulis. Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena dalam tujuan penelitian untuk mendapatkan data (Sugiyono, 2008: 308). Pengumpulan data di lapangan, peneliti melakukan beberapa tahap, yaitu pengamatan lapangan, (2) wawancara, dan (3) perekaman dan pencatatan. Pengamatan lapangan bertujuan untuk memperoleh gambaran secara utuh dan menyeluruh tentang TRM. Teknik yang digunakan adalah pengamatan terlibat. Peneliti ikut berperan secara langsung dalam rangkaian kegiatan ritual TRM. Selama melakukan penelitian, peneliti melakukan pencatatan secara deskriptif maupun refleksi tentang kerangka berpikir, ide atau komentar peneliti tentang hasil pengamatan tersebut untuk mencegah terjadinya kealpaan (Muhadjir, 2007: ). Untuk melengkapi dokumentasi data-data di lapangan, peneliti juga melakukan pengambilan gambar dengan kamera digital pada poin-poin penting ritual manenung serta media yang digunakan dalam ritual TRM. Wawancara diarahkan kepada pengetahuan informan tentang TRM. Penggalian ini dilakukan untuk memperoleh data yang menyeluruh tentang TRM, baik secara tekstual maupun kontekstual, kemudian dilakukan interpretasi tentang fungsi dan makna TRM secara detail. Peneliti merekam ritual TRM bertujuan untuk memperoleh data konkret di lapangan. Setelah dilakukan perekaman secara audio, kemudian dilakukan pencatatan tertulis tuturan-tuturan dalam ritual TRM. Dalam perekaman dan pencatatan, peneliti meminta bantuan kepada basir guna memperoleh hasil yang maksimal serta penulisan BS dalam TRM secara benar. Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Prosedur analisis data ditempuh secara bertahap dengan urutan kegiatan (1) penerjemahan, peneliti menerjemahkan semua
7 data TRM dalam dua cara, yakni terjemahan lurus dan terjemahan bebas. Dengan terjemahan ini akan ditemukan poin-poin penting yang mengandung unsur paralelisme dan makna budaya yang terkandung dalam teks tersebut. Terjemahan lurus dilakukan untuk menemukan unsur-unsur paralelisme dalam TRM, sedangkan terjemahan bebas dilakukan untuk mendeskripsikan makna yang tersirat di dalam teks dan (2) tahap analisis yang dilakukan berdasarkan masalah utama dalam penelitian, yaitu mengacu pada model analisis Van Dijk. Pada tataran struktur makro mengacu pada analisis global teks yang dapat diamati dari tema atau topik yang dikedepankan dalam suatu wacana. Dalam hal ini, wacana atau teks manenung dianalisis dengan mengamati tema inti dalam wacana. Selanjutnya, analisis superstruktur mengamati bagaimana bagian dan urutan dalam manenung diskemakan dalam teks wacana utuh, sedangkan struktur mikro mengamati makna yang ingin ditekankan dalam sebuah teks dengan mengamati pilihan kata, kalimat, dan gaya bahasa yang dipakai dalam suatu teks. Struktur mikro yang dikaji dalam penelitian ini adalah unsur-unsur paralelisme yang terdapat dalam wacana TRM. Analisis struktur mikro ini mengacu pada analisis bentuk fonologis, yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang konfigurasi serta harmonisasi bunyibunyi indah, yang membuat menjadi unik dan berbeda dari dari bahasa sehari-hari. Analisis ini mencakup asonansi, aliterasi, dan rima. Metode analisis yang digunakan adalah teknik padan artikulatoris (Sudaryanto, 1993: 13 15). Analisis paralelisme leksikogramatikal wacana atau teks TRM dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pasangan perangkat diad dan ekuivalen kelas kata. Panduan teoritis untuk memandu analisis adalah teori linguistik. Metode analisis yang digunakan adalah metode referensial (Sudaryanto, 1993: 14 15) dan teknik ganti (Sudaryanto, 1993: 48 54). Selanjutnya dilakukan analisis kelas kata perangkat diad dalam TRM. Analisis pada bentuk leksikosemantis dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang sifat hubungan semantis antara pasangan diad kata, frasa, dan kalimat dalam wacana TRM. Analisis ini mengacu pada kriteria semantis, yaitu hubungan antarmakna pasangan diad paralelisme yang dikemukakan oleh Lowth (dalam Fox, 1986: ), yaitu (1) pasangan bersinonim, (2) pasangan antonim, dan (3) pasangan bersintesis. Metode analisis yang digunakan adalah teknik ganti (Sudaryanto, 1993: ). Hasil analisis data disajikan dengan menggunakan metode formal dan informal (Sudaryanto, 1993: 145). Penerapan metode formal terlihat dalam penggunaan tabel. Penggunaan metode ini umumnya dimaksudkan untuk meringkas hasil kajian. Pada penelitian ini, sesuai dengan karakter data dan analisis data disampaikan secara informal, artinya tiap karakter data diuraikan dan dijelaskan secara rinci dengan kata-kata, seperti menjelaskan bentuk fonologis dan bentuk leksikogramatikal dalam TRM. HASIL Hasil penelitian tentang tutur ritual manenung dengan pendekatan model analisis wacana kritis Van Dijk, yaitu (1) dalam tataran superstruktur terungkap skema atau alur yang menunjukkan bagian-bagian teks TRM disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Alur-alur TRM dapat dirinci dalam tiga bagian, yakni pendahuluan, inti, dan penutup. Pendahuluan berisi salam pembuka, persiapan, puji-puji kepada roh beras, dan penyampaian maksud dan tujuan. Inti berisi persiapan manawur yang harus disampaikan oleh roh beras, penyampaian pesan atau permohonan dalam ritual manenung. Penutup, bagian ini memuat informasi tentang berakhirnya tugas Putir Santang Bawi Sintung Uju memberikan petunjuk kepada umat manusia, kemudian kembali ke alamnya. Tataran makro terungkap topik atau tema yang dikedepankan dalam TRM, yaitu (1) tema permohonan kepada roh beras untuk memanggil Putir Santang Bawi
8 Sintung Uju, (2) tema penyambutan, dan (3) tema penganugrahan. Tataran mikro adalah tataran kebahasaan yang dianalisis terungkap bentuk-bentuk paralelisme atau penyepasangan yang terdapat dalam TRM, yaitu (1) paralelisme-paralelisme tataran fonologis, (2) leksikogramatikal, dan (3) leksikosemantis. PEMBAHASAN 1. Tataran superstruktur dalam teks TRM (Tutur Ritual Manenung) 1.1 Bagian pendahuluan Teks TRM Pada bagian pendahuluan adalah pembuka atas dimulai Tutur Ritual Manenung (TRM) diawali sebuah tuturan. Bagian pendahuluan dalam memuat beberapa rangkaian informasi, yaitu pengutaraan maksud dan tujuan penggunaan beras yang ditaburkan (tawur) dalam upacara itu. Informasi yang terkandung adalah salam pembuka yang ditujukan roh beras. Persiapan roh beras dengan melakukan puji-pujian berupa mantra kepada roh beras yang berisi informasi yang menceritakan asal-usul diturunkan beras atau padi oleh Ranying Hatalla Tuhan ke bumi. Pada konteks TRM ini, puji-pujian terhadap roh beras digunakan untuk membangunkan atau memanggil Putir Santang Bawi Sintung Ujud sebagai pemberi petunjuk. Berikut ini adalah rincian informasi superstruktur TRM Salam Pembuka Salam pembuka memuat informasi tentang proses awal dilaksanakannya ritual manenung, yaitu membangkitkan kekuasaan beras yang diyakini memiliki roh yang telah diberikan oleh Ranying Hatalla Langit Tuhan kepadanya sehingga akhirnya roh itu menjadi sarana bagi penyampaian permohonan umat manusia kepada Ranying Hatalla Langit Tuhan. Pada awal tuturan ini ditandai dengan pengucapan kata ehem-ehem, bunyi ini memiliki makna sebagai salam pembuka yang selalu diucapkan oleh basir atau tukang tenung pada setiap melakukan ritual manenung, seperti kalimat berikut Persiapan Pada tahap persiapan memuat informasi tentang persiapan roh beras sebelum mendengarkan puji-pujian yang berupa sanjungan yang dituturkan oleh basir terhadap roh beras. Informasi tentang persiapan awal yang dilakukan basir, sebelum melantunkan puji-pujian kepada roh beras yang digunakan dalam ritual manenung. Tuturan tersebut menyatakan bahwa mengeluarkan beras dari tempatnya, yaitu Siam Hai Sandehen parung guci dan Gusi Renteng Bapampang Palu guci, kemudian ditempatkan dalam mangkuk kecil. Mangkuk kecil yang berisi beras inilah nantinya yang akan dimantrai oleh basir sehingga memiliki kekuatan magis sebagai perantaraan hubungan antara manusia dengan Ranying Hatalla Langit Tuhan. Pada tahap persiapan ini mempunyai tujuan utama, yakni sebagai pemberitahuan kepada roh beras agar bersedia mendengarkan mantra yang akan dituturkan tentang riwayat awal keberadaannya di bumi ini.
9 1.1.3 Puji-Puji kepada Roh Beras Puji-puji kepada roh beras merupakan sanjungan yang dilakukan oleh basir atas kekuasaan yang dimiliki oleh roh beras. Pujian yang dituturkan ini sebagai basa-basi atau ungkapan tata krama yang dilakukan secara sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi utama dalam komunikasi. Puji-puji terhadap roh beras ini dibedakan menjadi dua, yaitu (1) pujian yang dilakukan dengan menuturkan riwayat keberadaan beras di dunia dan (2) pujian dilakukan dengan menuturkan upaya pengembangan beras oleh manusia. Pada puji-puji ini terungkap tiga kekuasaan roh beras, yakni (1) akan Jatha tuntung tahaseng pantai danum kalunen untuk menyambung nafas atau hidup umat manusia merupakan fungsi beras secara umum, yaitu sebagai bahan makanan umat manusia, (2) tau bitim belum mangkar manyiwuh bisa ditanam dan tumbuh subur, menyatakan bahwa beras adalah jenis tumbuhan yang bisa berkembang baik, dan (3) tau injam duhung luang rawei bisa sebagai perantaraan atau penghubung antara manusia dengan Mahakuasa, merupakan kekuasaan secara magis yang dimiliki oleh roh beras, selain sebagai bahan makanan dan tumbuhan juga sebagai perantara atau penghubungan antara manusia dengan Sang Pencipta Penyampaian Maksud dan Tujuan Pada bagian ini memuat informasi tentang penegasan atas maksud yang hendak disampaikan oleh basir (penenung) terhadap roh beras yang ditaburkan dalam ritual manenung menegaskan bahwa penggunaan abverbia limitatif baya hanya, makna pembatasan yang dimaksudkan bukan digunakan sebagai makanan, bukan pula untuk ditanam, melainkan digunakan sebagai indu duhung luang rawei Danum Kalunen//balitam bunu bamba panyuruhan tisui Luwuk kampungan penyampaian pesan umat manusia sebagaimana kekuasaan yang telah diamanahkan Tuhan kepadanya. 1.2 Bagian Inti Teks TRM Persiapan Manawur yang Harus Disampaikan oleh Roh Beras Informasi yang mengungkapkan tentang manawur atau proses penyampaian permohonan diawali dengan mempersiapkan roh beras ditabur sebelum menjadi Putir Santang Bawi Sintung Uju dan menyampaikan pesan kepada para Sangiang bahwa ada umat manusia mengadakan ritual manenung. Pada ritual manenung agar Putir Santang Bawi Sintung Uju berkenan hadir dan memberikan berkah dan petunjuk yang diperlukan oleh orang yang sedang mengadakan ritual manenung saat itu. Pada tahap persiapan terungkap informasi menimang-menimang beras, menghiasi atau mendandani, dan pujian. Aktivitas ini oleh roh beras kepada sahur parapah sebagai media untuk memanggil Putir Santang Bawi Sintung Uju. Selanjutnya, terungkap juga informasi bahwa pada taburan beras merupakan pemanggilan terhadap Putir Santang Bawi Sintung Uju melalui Putir Bawi Tawur.
10 1.2.2 Penyampaian Pesan atau Permohonan dalam Ritual Manenung Informasi permohonan terhadap Putir Santang Bawi Sintung Uju melalui media beras dan beliung (alat petunjuk) agar berkenan hadir memberikan petunjuk dan pesan terhadap apa yang ditanya. Dalam permohonan itu juga disiapkan sesajen sebagai upah agar saat pemanggilan itu dikabulkan. Pada klausa Awi tege taluh ije isek awi Pantai kalunen karena ada yang ingin ditanya karena pantai manusia dan gilingan pinang berhelatan rokok yang ditengahi beras bungkusan gilingan pinang berhelatan rokok yang ditengahi beras bungkusan kedua klausa ini terdapat hubungan timbal balik, yaitu pada saat pemanggilan atau permohonan kepada sang pemberi petunjuk (Putir Santang Bawi Sintung Uju) juga harus disiapkan sesajen atau syarat. 1.3 Bagian Penutup Teks TRM Bagian penutup merupakan bagian yang mengakhiri dari tuturan atau pelaksanaan TRM. Dalam bagian ini terungkap informasi tentang berakhirnya tugas Putir Santang Bawi Sintung Uju memberikan petunjuk kepada umat manusia, kemudian kembali ke alamnya. Dengan kembalinya Putir Santang Bawi Sintung Uju, kembalinya mereka dalam bentuk beras biasa. Ciri khas berakhirnya TRM adanya fenomena kebahasaan yang berupa pengucapan kata-kata kuruk bara-kuruk yang bersinonim dengan kata kuriu bara-kuriu, pengucapan kata yang tidak memiliki arti ini juga selalu muncul pada akhir mantra-mantra MDHK. Tujuan pengucapan kata-kata itu untuk mengembalikan segala anugrah dan petunjuk atau informasi telah diperoleh dari dewa (sahur parapah) agar masuk ke beras itu, kemudian memberikan tanda berupa perubahan beras yang berjumlah tujuh butir beras (hambaruan) yang telah disiapkan sebelum TRM dilaksanakan. Pada bagian penutup TRM kembali basir mengucapkan frasa kuruk hambaruan kembali roh yang menandai berakhirnya ritual manenung secara keseluruhan. Pengucapan frasa tersebut bermakna untuk mengembalikan roh basir ke badannya seperti semula agar tidak tersesat dan dirasuki oleh roh jahat, karena pada saat melakukan ritual manenung, basir dalam keadaan trans yang membuatnya mampu berkomunikasi dengan roh beras. Walaupun basir dalam keadaan trans, tetapi selama ritual manenung berlangsung masih dalam keadaan stabil dan masih bisa berkomunikasi dengan manusia yang ada di dekatnya. Basir mengucapkan frasa kuruk hambaruan sebanyak tiga kali, komunikasi antara dirinya dengan roh beras juga berakhir dan beras yang ditabur itu pun kembali menjadi beras biasa. 2. Struktur Makro 2.1 Tema permohonan Informasi yang memuat tentang tema permohonan kepada roh beras untuk memanggil Putir Santang Bawi Sintung Uju agar datang menyertai dan memberikan petunjuk kepada yang melaksanakan ritual manenung saat itu. Tema menyampaikan permohonan agar mereka datang ke tempat orang yang mengadakan ritual manenung karena ada hal yang ingin ditanyakan. Pada konteks ini yang dimaksudkan adalah Putir Santang Bawi Sintung Uju. Penyampaian permohonan agar
11 memberikan petunjuk terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh orang yang mengadakan manenung melalui roh beras. 2.2 Tema Penyambutan Tema penyambutan mengungkapkan makna penyambutan, pesan atau permohonan manusia yang disampaikan oleh basir melalui beras agar pesan itu tidak diabaikan. Pada kata manusia berjenis nominal yang dimaksudkan bukan manusia secara keseluruhan, melainkan orang yang melakukan ritual. 2.3 Tema Penganugrahan Tema penganugrahan terungkap makna memohon petunjuk agar diberikan keselamatan. Topik penganugrahan pada konteks ini bermakna hasil. Dari identifikasi dan penafsiran topik atau tema tersebut, topik atau tema utama, yaitu menyatakan tentang maksud dan tujuan TRM manenung muncul pada bagian inti, yaitu pada persiapan manawur yang harus disampaikan oleh roh beras yang berupa sanjungan dan penyampai pesan atau permohonan. 3. Struktur Mikro Analisis pada tataran struktur mikro pada TRM adalah analisis terhadap fenomena kebahasaan yang terdapat di dalamnya. Pada tataran kebahasaan ini pengkajian tataran kebahasaan yang digunakan dalam sebuah teks. Pada penelitian ini, tataran kebahasaan yang dianalisis adalah bentukbentuk paralelisme yang terdapat dalam TRM, hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa salah satu gaya bahasa yang paling menonjol dalam bahasa ritual BS yang digunakan dalam ritual TRM adalah penggunaan bahasa puitis yang di dalamnya terdapat paralelisme atau penyepasangan. Dalam analisis paralelisme ini mengacu pada teori Jacobson (dalam Fox, 1986: 330) yang meliputi paralelisme tataran fonologis, leksikogramatika, dan leksikosemantis. 3.1 Paralelisme Fonologi Asonansi Pada tataran fonologis fenomena seperti ini adalah hal yang umum terjadi dalam bahasa ritual, termasuk TRM. Kata-kata berasonansi terkadang memiliki relasi secara makna, kesetalian bunyi tersebut semata-mata hanya untuk memperindah bunyi. Penyajian datadata yang mengandung bunyi asonansi dibagi menjadi dua macam, yakni asonansi sempurna dan asonansi tidak sempurna. (a) Asonansi sempurna Asonansi sempurna dalam TRM dapat terjadi pada kedua perangkat diad dan juga hanya pada salah satu perangkat diadnya. (b) Asonansi Tidak Sempurna Asonansi tidak sempurna yang dimaksudkan pada TRM ini adalah terjadinya pengulangan sebagian bunyi vokal pada dua kata atau lebih dan pada posisi bunyi tersebut tertukar (asimetris) dalam kata yang berdekatan Aliterasi Aliterasi adalah pengulangan bunyi konsonan atau kelompok konsonan pada awal suku kata atau awal kata secara berurutan,
12 seperti halnya dengan asonansi. Dalam TRM ditemukan aliterasi sempurna dan aliterasi tidak sempurna. Aliterasi sempurna adalah pengulangan bunyi konsonan pada kedua perangkat, sedangkan aliterasi tidak sempurna pengulangan bunyi konsonan hanya pada salah satu perangkat diad Rima Rima adalah gaya bahasa yang mementingkan keselarasan bunyi bahasa, baik kesepadanan bunyi, kekontrasan, maupun kesamaan bunyi. Pada TRM terungkap kalimat yang memiliki jenis rima, yaitu rima sempurna, tidak sempurna, dan rima mutlak. Rima sempurna adalah pengulangan bunyi pada suku kata terakhir, sedangkan rima tidak sempurna adalah pengulangan sebagian suku kata terakhir terhadap kata, dan mutlak adalah adalah pengulangan bunyi pada seluruh kata. 4.1 Paralelisme Leksikogramatikal Dalam pengklasifikasi kelas kata dalam TRM dilakukan analisis terhadap jumlah unsur perangkat diadnya. Hal ini untuk mengetahui seberapa banyak unsur kata yang berulang dalam klausa atau kalimat TRM Jumlah Unsur Perangkat Diad Dari hasil analisis terhadap data kalimat dalam TRM ditemukan jumlah unsur perangkat diad sebagai berikut. (a) Jumlah unsur perangkat diad yang tertinggi dalam klausa mencapai sepuluh unsur yang berpasangan. (b) Unsur berpasangan antarperangkat diad yang berjumlah delapan unsur. (c) Unsur berpasangan perangkat diad yang berjumlah tujuh unsur. (d) Unsur perangkat diad yang berjumlah enam. (e) Unsur perangkat diad yang berjumlah lima juga dominan dalam TRM yang sepadan. (f) Unsur perangkat diad yang berjumlah empat yang dominan dalam TRM. (g) Perangkat diad yang berjumlah tiga unsur yang berpasangan. (h) Perangkat diad yang berjumlah dua unsur yang berpasangan Ekuivalensi Kelas Kata Di samping berdasarkan hasil analisis terhadap unsur kesepadanan perangkat diad juga dikemukakan ekuivalensi kelas kata yang ditemukan dalam TRM. Ekuivalensi kelas kata yang bersepadan terdapat dalam TRM, yaitu kelas kata nomina, verba, adjektiva, adverbia, pronomina, preposisi, konjungsi, dan numeralia Paralelisme Leksikosemantis Berdasarkan analisis paralelisme leksikosemantis ditemukan bentuk penyepasangan makna antarperangkat diad dalam tataran kata, frasa, dan kalimat. Dalam analisis paralelisme leksikosemantis mencakup: (a) sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain. Kesamaan itu berlaku pada kata, kelompok kata atau kalimat; (b) antitesis, yaitu penggunaan kata atau frasa yang bermakna berlawanan, hanya saja jumlahnya sangat terbatas; dan (c)
13 sintesis adalah penggabungan unsur-unsur untuk membentuk ujaran dengan menggunakan alat bahasa yang ada. Jadi, penggabungan kata itu sama sekali tidak memiliki relasi makna sinonim atau antonim. Keberadaan sintesis dapat memberikan sebuah makna yang utuh. Dari analisis paralelisme leksikosemantis, ternyata penyepasangan sinonim lebih dominan dibandingkan antitesis dan sintesis. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa struktur tekstual dalam Tutur Ritual Manenung (TRM) terdapat tiga tataran sebagai berikut. (a) Tataran superstruktur TRM yang terdiri atas bagian pendahuluan diawali dengan salam pembukaan, bagian inti memuat informasi tentang proses penyampaian pesan atau permohonan umat manusia melalui roh beras yang menjelma menjadi Putir Santang Bawi Sintung Uju; dan bagian penutup, bagian ini memuat informasi tentang berakhirnya tugas Putir Santang Bawi Sintung Uju memberikan petunjuk kepada umat manusia, kemudian kembali ke alamnya. (b) Tataran struktur makro, yaitu itu berupa kajian topik atau tema utama yang terdapat pada teks TRM. Dalam teks TRM, tema dikedepankan tentang permohonan kepada roh beras untuk memanggil sahur parapah (Putir Santang Bawi Sintung Uju) agar datang menyertai dan memberikan petunjuk kepada yang melaksanakan ritual manenung pada saat itu. (c) Tataran struktur mikro TRM adalah kajian kebahasaan yang terdapat dalam TRM, dalam konteks ini, yakni kajian tentang paralelisme. Paralelisme yang dikaji mencakup paralelisme fonologis, leksikogramatikal, dan leksikosemantis. Pada tataran fonologis ditemukan bunyi asonansi, bunyi aliterasi, dan bunyi berima. Pada tataran leksikogramatikal ditemukan perangkat diad yang berpasangan maksimal berjumlah sepuluh dan yang minimal berjumlah dua, sedangkan perangkat diad yang berjumlah sembilan tidak ditemukan dalam data TRM. Di samping itu juga ditemukan kalimat tunggal yang tidak berpasangan. Pasangan menurut kelas kata yang berpasangan dalam TRM adalah nominal, verbal, adjektiva, adverbial, pronomina, preposisi, konjungsi, dan numeralia. Pada tataran leksikosemantis, ditemukan pasangan bersinonim lebih dominan dibandingkan pasangan berantitesis dan bersintesis. Penyepasangan kalimat dengan katakata bersinonim ini merupakan ciri utama dalam bahasa Sangiang (BS). Secara keseluruhan, BS yang digunakan dalam TRM menunjukkan bahwa kesepadanan makna sinonim adalah hal yang paling utama daripada kesepadanan bunyi. Konteks ini bukan berarti mengabaikan kesepadanan, tetapi terdapat kesepadanan makna lebih didahulukan dan jika tidak terdapat kesepadanan makna bersinonim, akan disepadankan dengan kata yang berbunyi sepadan. Kesepadanan makna bersinonim tampak pada penggunaan kata-kata dengan makna yang berulang. Kesepadanan bunyi ini tampak pada penggunaan kata-kata dengan bunyi bersepadan atau bunyi harmonis meskipun tidak memiliki relasi makna.
14 Saran Berdasarkan temuan penelitian di atas, dikemukakan sejumlah saran sebagai berikut. a. Kajian lebih lanjut pada tataran linguistik makro dan mikro terhadap bahasa ritual, khususnya bahasa Sangiang sangat diperlukan sebagai pengkajian terhadap budaya yang lebih mendalam lagi. b. TRM merupakan salah satu dari tuturan ritual yang ada pada Masyarakat Dayak Hindu Kaharingan yang ada di Palangka Raya, khususnya dan Kalimantan Tengah umumnya, sehingga masih banyak tuturan ritual lain yang bisa diteliti oleh peneliti linguistik, terutama bidang mikro dan mikro. c. Sebagai upaya pelestarian budaya lokal MDHK di Palangka Raya, khususnya dan Kalimantan Tengah Umumnya, mengingat semakin derasnya arus globalisasi sehingga bisa berdampak negatif terhadap keberadaan budaya lokal MDHK. Oleh sebab itu, diharapkan peran pemerintah setempat untuk melakukan revitalisasi terhadap kebudayaan lokal melalui lembaga adat, lembaga agama, dan lembaga masyarakat lain.
15 DAFTAR RUJUKAN Brown, Gillian & Yule, George Analisis Wacana. Terjemahan oleh I. Soetikno. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Bustan, Fransiskus Wacana Kebudayaan Tudak dalam Ritual Penti pada Kelompok Etnik Manggarai di Flores Barat. Disertasi tidak diterbitkan. Denpasar: Program Doktor Unud. Dhavamony, Mariasusai Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisius. Djajasudarma, Fatimah T Metode Linguistik Ancangan Model Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco. Erom, Kletus Ungkapan Paralelisme Bahasa Manggarai dan Dinamikanya dalam Realitas Sosial Budaya Manggarai. Tesis tidak diterbitkan. Denpasar: Program Pascasarjana Unud. Eriyanto Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT LKIS Printing Cemerlang. Fairclough, Norman Language and Power. New York: Longman Inc. (Online), html?id=5rjxaaaaiaaj&redir_esc=y, diakses 14 Oktober Foley, William A Anthopological Linguistics. An Introduction. Malden USA: Blackwell. Fox, J. James Bahasa, Sastra, dan Sejarah: Kumpulan Karangan mengenai Masyarakat Pulau Roti. Jakarta: Djambatan. Hadi, Sumandiyo Y Seni dalam Ritual Agama. Yogyakarta: Pustaka Jumadi Wacana: Kajian Kekuasaan Berdasarkan Ancangan Etnografi Komunikasi dan Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Prisma. Kridalaksana, Harimurti Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Muhadjir, Noeng Metodologi Keilmuan, Paradigma Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Rake Sarasin. Passandaran, Joko Struktur Informasi dalam Teras Berita Majalah Berita Indonesia. Tesis tidak diterbitkan. Malang: IKIP Malang. Pastika, I Wayan Linguistik Kebudayaan: Konsep dan Model. Linguistik Vol.12 No. 22. Denpasar Program Studi Magister dan Doktor: Udayana. Riwut, Nila Menyelami Kekayaan Leluhur. Palangka Raya: Pustaka Lima. Sastriadi Manawur: Kajian Bentuk, Fungsi, dan Makna. Tesis tidak diterbitkan. Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana.
16 Sudaryanto Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sobur, Alex Analisis Teks Media, Pengantar untuk Analisis Wacana Semiotik dan Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitif, dan R&D. Bandung: Alfabet. Suteja, I Gusti Made Teks dan Rekayasa Teks. Linguistik. Vol. 12, No. 22 Denpasar: Universitas Udayana. Van Dijk, Teun A Semantic Discourse Analysis. Dalam Teun A. Van Dijk A, (Ed.), Handbook of Discourse Analysis. Vol. 2 Demensions of Discourse. London: Academic Press, Inc. Ltd.
METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitin deskriptif adalah penelitian yang
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut pakar Jalaludin Rahmat penelitian deskriptif adalah penelitian
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang
59 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk membuat deskripsi tentang suatu fenomena atau deskripsi sejumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks. Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa, seperti dikemukakan oleh para ahli, memiliki bermacam fungsi dalam kehidupan masyarakat. Fungsi-fungsi itu misalnya dari yang paling sederhana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penguasaan kemampuan berbahasa Indonesia sangat penting sebagai alat komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini harus dibinakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana ialah satuan bahasa yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain (Rani dkk, 2006: 49). Menurut
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mendalam. Dalam bab ini peneliti akan menggunakan Analisis Wacana yaitu
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian akan menggunakan metode penelitian kualitatif non kancah. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungannya hanya memaparkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
37 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian atau metode riset berasal dari Bahasa Inggris. Metode berasal dari kata method, yang berarti ilmu yang menerangkan cara-cara. Kata penelitian merupakan terjemahan
Lebih terperinciANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA
ANALISIS WACANA KRITIS : ALTERNATIF MENGANALISIS WACANA Subur Ismail Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Jakarta ABSTRAK Analisis Wacana Kritis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
Lebih terperinci2014 KONSEP KESEJAHTERAAN HIDUP DALAM MANTRA
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan uraian pembahasan ketiga teks MT di Desa Karangnunggal Kecamatan Cibeber Kabupaten Cianjur didapati simpulan bahwa kesejahteraan hidup bagi manusia yang diwakili oleh
Lebih terperinciDESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)
DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Manusia dapat menggunakan media yang lain untuk berkomunikasi. Namun, tampaknya bahasa
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif,
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan analisis wacana kritis
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara
Lebih terperinciBAB 3 METODE DAN MODEL PENELITIAN. dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut.
37 BAB 3 METODE DAN MODEL PENELITIAN 3.1 Metodologi Penelitian Hal-hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dijabarkan sebagai berikut. 3.1.1 Pendekatan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian 3.1.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyampaikan informasi tentang pengunduran diri seseorang dan faktor-faktor
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wacana pidato pengunduran diri merupakan wacana yang bertujuan untuk menyampaikan informasi tentang pengunduran diri seseorang dan faktor-faktor yang menyertainya.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam memahami konsep mengenai teori kebahasaan, linguistik sistemik fungsional berperan penting memberikan kontribusi dalam fungsi kebahasaan yang mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu daerah pasti memiliki suatu keunikan masing-masing. Keunikankeunikan tersebut terlihat pada berbagai kebudayaan serta adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat
Lebih terperinciANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017
ANALISIS KESALAHAN KOHESI DAN KOHERENSI DALAM KARANGAN DESKRIPSI SISWA KELAS X SMK SWASTA DHARMA PATRA PANGKALAN SUSU TAHUN PEMBELAJARAN 2016/2017 Oleh Siti Sumarni (Sitisumarni27@gmail.com) Drs. Sanggup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik, semantik adalah bidang yang fokus mempelajari tentang makna baik yang berupa text
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan seharihari. Ketika berbahasa ada bentuk nyata dari pikiran yang ingin disampaikan kepada mitra
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang luas di dunia, karena Indonesia tidak hanya memiliki kekayaan alam yang subur, tetapi juga terdiri atas berbagai suku
Lebih terperinciPENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENANDA KOHESI GRAMATIKAL KONJUNGSI ANTARKALIMAT DAN INTRAKALIMAT PADA TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metodologi penelitian atau metodologi riset berasal dari Bahasa Inggris. Metodologi berasal dari kata methology, yang berarti ilmu yang menerangkan metode-metode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun sebagai komunikan (mitra baca, penyimak, pendengar, atau pembaca).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari peristiwa komunikasi. Dalam berkomunikasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Dalam berkomunikasi memerlukan sarana yang sangat penting untuk menyampaikan informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit
Lebih terperinci16, Vol. 06 No. 1 Januari Juni 2015 Pada dasarnya, secara semantik, proses dalam klausa mencakup hal-hal berikut: proses itu sendiri; partisipan yang
TRANSITIVITAS DALAM ANTOLOGI CERPEN KAKI YANG TERHORMAT KARYA GUS TF SAKAI Ogi Raditya Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui transitivitas dalam antologi cerpen Kaki yang Terhormat. Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menulis adalah salah satu kemampuan bahasa bukanlah kemampuan yang diwariskan secara turun-temurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang teratur,
Lebih terperinciBAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II,
654 BAB 5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan analisis dokumen, analisis kebutuhan, uji coba I, uji coba II, uji lapangan, dan temuan-temuan penelitian, ada beberapa hal yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi. Di dalam komunikasi manusia memerlukan sarana untuk mengungkapkan ide,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Setiap komunitas masyarakat selalu menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun
Lebih terperinciBagan 3.1 Desain Penelitian
26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Peneliti mencoba mengilustrasikan desain penelitian dalam menganalisis wacana pemberitaan Partai Demokrat dalam Media Indonesia. Penelitian ini menggunakan
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk hidup bersama. Untuk menjalani kehidupan sehari-hari antara orang yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam kelangsungan hidupnya manusia selalu membutuhkan orang lain untuk hidup bersama. Untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. individu maupun kelompok. Ramlan (1985: 48) membagi bahasa menjadi dua
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan baik untuk memenuhi kepentingan mereka, baik secara individu maupun kelompok.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk hubungan makna yang terdapat dalam satuan bahasa yaitu perlawanan kata. Perlawan kata dalam pelajaran bahasa Indonesia biasanya disebut dengan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan
25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan
Lebih terperinciKEEFEKTIFAN KALIMAT DITINJAU DARI KESATUAN DAN KEHEMATAN PADA ABSTRAK MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Konteks Global KEEFEKTIFAN KALIMAT DITINJAU DARI KESATUAN DAN KEHEMATAN PADA ABSTRAK MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI I Putu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi pergeseran makna pada BT, oleh sebab itu seorang penerjemah harus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber (BS) ke bahasa target (BT) dan makna BS harus dapat dipertahankan sehingga tidak terjadi pergeseran makna pada
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
89 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah yang ditempuh oleh peneliti dalam mengumpulkan sebuah data. Menurut Sugiyono (2011: 2) cara ilmiah merupakan kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu wacana dituntut untuk memiliki keutuhan struktur. Keutuhan tersebut dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi kewacanaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa
Lebih terperinciB AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
B AB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Analisis Wacana Analisis wacana merupakan disiplin ilmu yang mengkaji satuan bahasa di atas tataran kalimat dengan memperhatikan konteks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa jurnalistik merupakan ragam bahasa tersendiri yang dipakai dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa menjadi bagian penting bagi manusia secara mayoritas dan menjadi milik masyarakat pemakainya. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Pada bab VI ini akan simpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab IV, hal ini bertujuan agar dapat dipetik inti atau benang merah dari keseluruhan pembahasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ungkapan adalah aspek fonologis atau grafemis dari unsur bahasa yang mendukung makna. Bahasa bersifat abstrak, bahasa itu adanya hanya dalam pemakaian (Sudaryanto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Analisis kalimat dapat dilakukan pada tiga tataran fungsi, yaitu fungsi sintaksis,fungsi semantis dan fungsi pragmatis.fungsi sintaksis adalah hubungan gramatikal antara
Lebih terperinciBAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Melayu Sakai di Desa Kesumbo Ampai : Kajian Antropolinguistik.
BAB II KONSEP LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian Leksikon dalam pengobatan tradisional masyarakat
Lebih terperinciKemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi
Kemampuan Siswa Kelas XI SMAN 8 Pontianak Menentukan Unsur Kebahasaan Dalam Teks Cerita Ulang Biografi Astri Saraswati, Martono, Syambasril Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNTAN, Pontianak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin
Lebih terperinciRENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER 1. Program Studi : Magister Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Mata Kuliah : Analisis Wacana Kritis 3. Kode MK : 4. Semester : 1 (satu) 5. Bobot SKS : 3 SKS 6. Dosen : Dr. Teti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat berpengaruh terhadap makna yang terdapat dalam sebuah wacana. Salah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bentuk kepaduan dan keutuhan sebuah wacana adalah pemakian konjungsi dalam sebuah kalimat atau wacana. Penggunaan konjungsi sangat berpengaruh terhadap
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah
31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pengertian metode berasal dari kata methodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lisan. Secara tertulis merupakan hubungan tidak langsung, sedangkan secara. sebuah percakapan antar individual atau kelompok.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasai untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dalam lingkungan masyarakat. Ada dua cara untuk dapat melakukan
Lebih terperinciANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN. NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013
ANALISIS PENANDA KOHESI DAN KOHERENSI PADA KARANGAN NARASI SISWA KELAS VIII MTs AL-HIDAYAH GENEGADAL TOROH GROBOGAN TAHUN AJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI LIFATATI ASRINA A 310 090 168 PENDIDIKAN BAHASA
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. disebut: Science Research Method. Metodologi berasal dari kata methodogy,
43 BAB III METODE PENELITIAN Metodologi Penelitian atau Metodologi Riset bahasa Inggrisnya adalah disebut: Science Research Method. Metodologi berasal dari kata methodogy, maknanya ilmu yang menerangkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu
Lebih terperinciKOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI
KOHESI LEKSIKAL REPETISI PADA WACANA INTERAKTIF DALAM KOLOM DETEKSI HARIAN JAWA POS EDISI JUNI 2007 SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Adapun jenis penelitiannya peneliti menggunakan jenis analisis semiotik dengan menggunakan model Semotika Halliday.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian yang dilakukan ini merupakan studi penelitian komunikasi, sehingga mengacu pada landasan dan teori komunikasi yang mendukung. Berikut ini, penulis akan memaparkan konsep-konsep
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. empiris (bisa diamati indra manusia) dan siste matis (menggunakan tahapan
39 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian menurut Sugiono adalah cara ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu, cara ilmiah diartikan yaitu, rasional (terjangkau akal), empiris (bisa diamati indra
Lebih terperinciANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18)
ANALISIS KOHESI GRAMATIKAL PENGACUAN PERSONA PADA TERJEMAHAN AL-QURAN SURAT AL-KAHFI (SURAT 18) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Lebih terperinciPEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mentransformasikan berbagai ide dan gagasan yang ada di dalam pikiran kepada orang lain yaitu dengan bahasa, baik secara lisan atau tulis. Kedua
Lebih terperinciKEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) ABSTRACT
KEAMBIGUITASAN MAKNA DALAM BERITA PENDIDIKAN DI SURAT KABAR PADANG EKSPRES (KAJIAN SEMANTIK) Doretha Amaya Dhori 1, Wahyudi Rahmat², Ria Satini² 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya komunikasi dalam kehidupan manusia sangatlah penting. Setiap hari manusia pasti melakukan komunikasi, baik dengan antar individu, maupun kelompok. Karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Peranan bahasa sangat membantu manusia dalam menyampaikan gagasan, ide, bahkan pendapatnya
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa, nilai pendidikan serta relevansi gaya bahasa dan nilai
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis gaya bahasa, nilai pendidikan serta relevansi gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam Serat Wedhatama pupuh Pangkur sebagai bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam pikiran sehingga terwujud suatu aktivitas. dalam pikiran pendengar atau pembaca.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi sehari-hari oleh para penuturnya. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses berpikir maupun dalam kegiatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain. Untuk menjalin hubungan dan kerja sama antar oarang lain, manusia
Lebih terperinciBASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24)
BASINDO Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya Vol 1 No 1 - April 2017 (14-24) PERILAKU BENTUK VERBA DALAM KALIMAT BAHASA INDONESIA TULIS SISWA SEKOLAH ARUNSAT VITAYA, PATTANI, THAILAND
Lebih terperinciBENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI
BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara holistik
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. terhadap permasalahan yang ada. Metode penelitian bermakna seperangkat
36 BAB III METODE PENELITIAN Fungsi penelitian adalah untuk mencari penjelasan dan jawaban terhadap permasalahan yang ada. Metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik, merupakan sebuah ilmu yang mepelajari tentang bahasa secara verbal. Tentunya ilmu bahasa atau sering disebut linguistik memiliki cabangcabang ilmu bahasa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti morfem, kata, kelompok kata, kalusa, kalimat. Satuan-satuan tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi pada dasarnya tidak dapat ditafsirkan secara terpisah, karena dalam bahasa mempunyai satuan-satuan seperti morfem, kata,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan, yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan kondisi masyarakat yang sangat heterogen dengan kurang lebih 300 suku bangsa (etnik). 1 Heteroginitas masyarakat yang sangat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam sepanjang hidupnya hampir-hampir tidak pernah dapat terlepas dari peristiwa komunikasi untuk mengungkapkan gagasan, ide, maupun isi pikiran kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang digunakan oleh setiap individu dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah sarana atau media yang digunakan manusia
Lebih terperinciANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM
ANALISIS RAGAM KALIMAT DAN HUBUNGAN MAKNA ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK PADA TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AR-RUM Supadmi, A310090132, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan
Lebih terperinciANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita olahraga merupakan salah satu berita yang sering dihadirkan oleh media untuk menarik jumlah pembaca. Salah satu berita olahraga yang paling diminati masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati dan
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dengan upaya untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati
Lebih terperinciPENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007
PENANDA HUBUNGAN REPETISI PADA WACANA CERITA ANAK TABLOID YUNIOR TAHUN 2007 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan
Lebih terperinciANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014
ANTROPOLINGUISTIK DR. FAJRI USMAN, M.HUM FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS ANDALAS 2014 ANTROPOLINGUISTIK KAJIAN KEBUDAYAAN MELALUI BENTUK-BENTUK LINGUAL ---- MENGKAJI BAHASA MELALUI BUDAYA يم ب س م من
Lebih terperinciBAB III ANALISIS WACANA. analisis teks media diantaranya analisis wacana (discourse analysis), analisis
BAB III ANALISIS WACANA A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian non kancah atau studi literature dengan metode analisis teks media. Analisis
Lebih terperinciAnalisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak
Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan
BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mencapai sesuatu, dan mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris research. Research
Lebih terperinciBAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. dalam aplikasinya. Ini sejalan dengan gagasan Bailey (2007: 8): Different
BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Penelitian dalam bidang kajian sosiolinguistik tentunya memiliki ciri tersendiri dalam aplikasinya. Ini sejalan dengan gagasan Bailey (2007: 8): Different academic
Lebih terperinci