TESIS GUNMAS /PSL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TESIS GUNMAS /PSL"

Transkripsi

1 PARTISIPASI MASYARAKAT KABUPATEN GAYO LUES TERHADAP PEMANFAATAN KAWASAN PENYANGGA (BUFFER ZONE) TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TESIS Oleh GUNMAS /PSL S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

2 PARTISIPASI MASYARAKAT KABUPATEN GAYO LUES TERHADAP PEMANFAATAN KAWASAN PENYANGGA (BUFFER ZONE) TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER TESIS Untuk memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh GUNMAS/PSL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

3 Judul Tesis : PARTISIPASI MASYARAKAT KABUPATEN GAYO LUES TERHADAP PEMANFAATAN D PENYANGGA (BUFFER ZONE)TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER Nama Mahasiswa : Gunmas Nomor Pokok : Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Menyetujui, Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Muhammad Arif Nasution, MA) Ketua (Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) Anggota (Prof. Dr. Chalida Fachruddin) Anggota Ketua Program Studi, Direktur, (Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc) Tanggal lulus : 20 Desember 2008

4 Telah diuji pada : Tanggal 20 Desember 2008 PANITIA PENGUJI TESIS : Ketua Anggota : Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA : 1. Prof. Dr. Chalida Fachruddin 2. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS 3. Dr. Tavi Supriana, MS 4. Ir. Guslim, MS

5 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan daerah penyangga kawasan sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), untuk mengetahui usaha yang dilakukan masyarakat sekitar sebagai penunjang mata pencaharian dan untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan kawasan penyangga serta melihat hubungan sosio ekonomi terhadap partisipasi masyarakat. Penelitian dilakukan melalui perangkat kuisioner dan observasi lapangan. Diperoleh data masyarakat pada 4 Kecamatan wilayah penelitian di Kabupaten Gayo Lues memahami bahwa pemukiman mereka berada pada perbatasan kawasan konservasi dan berada pada daerah penyangga TNGL. Penduduk dominan bekerja sebagai petani dan melakukan budidaya tanaman dalam memanfaatkan lahan sebagai mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Partisipasi masyarakat pada Kabupaten Gayo Lues berdasarkan hasil perhitungan kuisioner yang dinyatakan memiliki rata-rata persentase yang tinggi. Dari perhitungan analisis korelasi pada 4 kecamatan (Kecamatan Blangkejeren, Kecamatan Kuta Panjang, Kecamatan Blang Pegayon dan Kecamatan Puteri Betung) yang mewakili Kabupaten Gayo Lues, diperoleh hasil bahwa rata-rata tidak memiliki hubungan yang signifikan antara variabel sosio ekonomi terhadap partisipasi masyarakat Kata kunci : Partisipasi masyarakat, TNGL, Kabupaten Gayo Lues, kawasan penyangga

6 ABSTRACT The aim of this research is to know the understanding of society about the benefition of buffer zone arround in Gunung Leuser National Park (GLNP), to know the effort which are done by around of society as living earning and to know the participation of society to manage the buffer zone and also to see the relationship of socio economic to the participation of society. The research is done by set of questioners and field observation. Society data is obtained at 4 regional districts of research in Sub-Province Gayo Lues to understand that their settlement reside at conservation frontier area and reside at GLNP buffer zone. Most of people work as a farmer and carry out the cultivation of plant in benefit the land as the first of their living earning to fulfill their life needed. The participation of society at Sub-Province Gayo Lues based on the result of calculation of quisioners of expressed which have high percentage avarege. From calculation analyse correlation at 4 districts (Blangkejeren Distric, Kuta Panjang Distric, Blang Pegayon Distric and Puteri Betung Distric) represented Sub- Province Gayo Lues, it was obtained by the result that avarege didn t have significan relationship between socio economic variable to participation of society. Keywords : Participation society, Gunung Leuser National Park, Sub-Province Gayo Lues, buffer zone

7 KATA PENGANTAR Dengan ucapan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianya yang telah dilimpahkan kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kabupaten Gayo Lues pada Kecamatan Blangkejeren, Kecamatan Kuta Panjang, Kecamatan Blang Pegayon dan Kecamatan Puteri Betung yang merupakan wilayah kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan penulis melanjutkan studi di jenjang S2 pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 2. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Ketua Program S2 PSL yang membimbing dan memberikan motivasi selama penulis menyelesaikan perkuliahan. 3. Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku ketua komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam penulisan dan penyempurnaan tesis. 4. Prof. Dr. Chalida Fachruddin, selaku pembimbing kedua yang membimbing penulis dalam penyempurnaan tesis. 5. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, selaku pembimbing ketiga yang membimbing penulis dalam penyempurnaan tesis dan selalu memberikan motivasi untuk penyelesaian urusan perkuliahaan.

8 6. Dr. Tavi Supriana, MS dan Ir. Guslim, MS selaku penguji yang memberikan masukan pada penyempurnaan tesis. 7. Orangtua penulis Alm. Marbawie dan Ibunda Almh. Sarivah yang telah membimbing dan membesarkan penulis. 8. Istri tercinta Herwiyana SE serta ananda tersayang Balyani Gunmas Piliang dan Nandini Gunmas Piliang yang dengan sabar memberi dorongan dan doa yang dipanjatkan kehadirat Allah SWT serta mendampingi selama pendidikan demi keberhasilan penulis. 9. Kakanda Syahmir M. Piliang SH dan Sahmur Piliang SH, M.Hum serta ipar dan keponakan-keponakan yang telah mendorong dan mendoakan penulis dalam penyelesaian studi. 10. Alm. M. Ali Kasim, MM selaku mantan Bupati Kabupaten Gayo Lues yang memberikan semangat untuk melanjutkan perkuliahan dijenjang Pascasarjana. 11. Pemerintah daerah Kabupaten Gayo Lues, Bapak Bupati dan Wakil Bupati serta jajaran eksekutif Kabupaten Gayo Lues yang senantiasa memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi. 12. Bapak Ketua dan segenap anggota DPRD Kabupaten Gayo Lues yang memberikan spirit kepada penulis 13. Rekan-rekan di Program Studi PSL tahun 2005, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis. Medan, Desember 2008 Penulis

9 RIWAYAT HIDUP GUNMAS, lahir di Blangkejeren pada tanggal 10 Agustus 1968 anak ke 8 (delapan) dari 8 (delapan) bersaudara, putra dari Alm. Marbawie dan Almh. Sarivah. Pada tanggal 10 Desember 1999 Penulis menikah dengan Herwiyana, SE dan dikaruniai 2 (dua) orang putra-putri yang bernama Balyani Gunmas Piliang dan Nandini Gunmas Piliang. Pendidikan SD tamat tahun 1981 di SD Negeri Blangkejeren, tahun 1984 tamat SMP 7 Padang, tahun 1987 SMA Negeri 1 Blangkejeren. Penulis menamatkan studi di Perguruan Tinggi Universitas Serambi Mekah Banda Aceh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Pendidikan Matematika pada tahun 2004 dan tahun mengikuti pendidikan Program Pascasarjana Jurusan PSL di Universitas Sumatera Utara. Medan, Desember 2008 Penulis

10 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... x BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian... 5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan Penyangga (Buffer Zone) Peranan Taman Nasional Gunung Leuser Partisipasi Masyarakat Sosial Ekonomi Masyarakat Hutan Kabupaten Gayo Lues BAB III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan Populasi dan Sampel Metode pengumpulan data A. Observasi B. Kuisioner C. Wawancara Analisis Data BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian B. Data Pribadi Responden C. Sosio Ekonomi D. Pemahaman Terhadap TNGL E. Usaha Masyarakat Dalam Pemanfaatan Kawasan Penyangga...45 F. Partisipasi Masyarakat... 47

11 2. Pembahasan Penelitian A. Pemahaman Masyarakat Terhadap Kawasan Penyangga B. Usaha yang Dilakukan Masyarakat C. Partisipasi Masyarakat D. Hubungan Sosio Ekonomi Terhadap Partisipasi Masyarakat BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 79

12 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 6. Jumlah populasi dan sampel penelitian Luas wilayah masing-masing kecamatan di Kabupaten Gayo Lues Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur Distribusi sekolah Banyaknya sarana kesehatan Distribusi responden menurut umur pada 4 kecamatan penelitian Distribusi responden menurut jenis kelamin pada 4 kecamatan wilayah penelitian Distribusi responden menurut pendidikan pada 4 kecamatan wilayah penelitian Distribusi responden menurut lama menetap atau bermukim pada 4 kecamatan wilayah penelitian Distribusi responden menurut jumlah tanggungan pada 4 kecamatan wilayah penelitian Distribusi responden menurut pekerjaan pada 4 kecamatan wilayah penelitian Distribusi responden menurut pekerjaan sampingan pada 4 kecamatan wilayah penelitian Distribusi responden menurut pendapatan pada 4 kecamatan wilayah penelitian Distribusi responden menurut pengetahuan informasi TNGL pada 4 kecamatan wilayah penelitian Distribusi responden menurut pemahaman tapal batas TNGL pada 4 kecamatan wilayah penelitian... 41

13 21. Distribusi responden menurut pemahaman terhadap kawasan penyangga pada 4 kecamatan wilayah penelitian Pemahaman responden berdasarkan tempat bermukim pada 4 kecamatan wilayah penelitian Pemahaman responden terhadap manfaat kawasan penyangga pada 4 kecamatan wilayah penelitian Pemanfaatan sumberdaya sebagai penunjang kehidupan pada 4 kecamatan wilayah penelitian Aktifitas didaerah penyangga pada 4 kecamatan wilayah penelitian Kawasan penyangga memberikan peningkatan taraf hidup secara ekonomi pada 4 kecamatan wilayah penelitian Tanggapan terhadap pelestarian hutan/kawasan penyangga pada 4 kecamatan wilayah penelitian Kegiatan yang dilakukan di sekitar tempat tinggal pada 4 kecamatan wilayah penelitian Dasar kegiatan yang dilakukan ditempat tinggal pada 4 kecamatan wilayah penelitian Ikut serta bersama pemerintah dalam kegiatan konservasi pada 4 kecamatan wilayah penelitian Partisipasi aktif dalam kegiatan bersama masyarakat menjaga hutan pada 4 kecamatan wilayah penelitian Keikutsertaan aktif dalam pertemuan masyarakat pada 4 kecamatan wilayah penelitian Keikutsertaan aktif dalam kegiatan sosial secara gotong royong pada 4 kecamatan wilayah penelitian Keikutsertaan aktif dalam kegiatan pengamanan desa pada 4 kecamatan wilayah penelitian Personil yang berperan menjaga kawasan penyangga pada 4 kecamatan wilayah penelitian... 56

14 36. Ringkasan hasil perhitungan korelasi antar sosio ekonomi terhadap partisipasi masyarakat... 72

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 37. Peta Administrasi Kabupaten Gayo Lues Peta Kawasan Hutan Kabupaten Gayo Lues Peta Analisis Kawasan Lindung Kabupaten Gayo Lues Foto Lapangan Kuisioner Hasil Perhitungan Kuisioner Responden Kecamatan Blangkejeren Hasil Perhitungan Kuisioner Responden Kecamatan Kuta Panjang Hasil Perhitungan Kuisioner Responden Kecamatan Blang Pegayon Hasil Perhitungan Kuisioner Responden Kecamatan Puteri Betung

16 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada akhir tahun 1970-an Indonesia mulai mengikuti negara-negara lain dengan mengambil langkah untuk mengembangkan perlindungan dan pelestarian alam dalam bentuk yang relatif baru, yaitu bentuk Taman Nasional, pada saat itu halhal yang diikuti adalah prinsip-prinsip dasar dari Taman Nasional pertama di dunia, Taman Nasional (TN) Yellowstone di AS, dan prinsip-prinsip pokok yang sudah diterima di Persidangan Umum IUCN (The World Conservation Union) pada tahun 1969 (Soewardi, 1978). Seiring berkembangnya zaman, pengelolaan Taman Nasional mengalami pembenahan. Banyak Taman Nasional seluruh dunia yang sudah melaksanakan cara pengelolaan yang lebih melibatkan masyarakat karena adanya kesadaran akan manfaatnya. Keterlibatan masyarakat membantu pihak konservasi dengan menaikkan kesadaran dan kebanggaan masyarakat terhadap kawasan konservasi, menggunakan pengetahuan masyarakat yang mendalam tentang lingkungan alam dan mengurangi ketergantungan masyarakat pada sumberdaya alam di kawasan konservasi dengan menaikkan tingkat ekonominya. Kenaikan ekonomi itu tentu saja membantu masyarakat setempat. 1

17 Keberadaan Taman Nasional merupakan salah satu upaya manusia yang penting dalam menciptakan dan menetapkan hubungan yang berkelanjutan antara manusia dan lingkungan alam. Di Indonesia, Taman Nasional memiliki kepentingan yang sama. Bahkan hal itu sangat terlihat di negara ini, yang sekarang memiliki lima puluh Taman Nasional. Faktor yang sangat penting dalam permasalahan lingkungan ialah besarnya populasi manusia. Dengan pertumbuhan populasi manusia yang cepat, kebutuhan akan pangan, bahan bakar, tempat pemukiman serta limbah domestik juga bertambah dengan cepat. Pertumbuhan populasi ini telah mengakibatkan perubahan yang besar dalam lingkungan hidup. Menurut Soemarwoto (1994) didalam lingkungan harus terdapat sumberdaya yang mendukung kehidupan jumlah manusia yang bertambah sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dibutuhkan pengelolaan lingkungan yang bijaksana. Jumlah penduduk dan keanekaragaman hayati menunjukkan bahwa terjalin interaksi antara manusia dan lingkungan. Pada tingkat nasional, ketergantungan masyarakat sekitar kawasan hutan naik seiring dengan krisis ekonomi selama kurun waktu sembilan tahun terakhir. Akibatnya banyak kawasan, termasuk Taman Nasional dimanfaatkan secara lebih intens lagi. Data statistik penduduk pada tahun 2005 Kabupaten Gayo Lues berpenduduk jiwa mencakup 57 persen dari wilayah lama Aceh Tenggara dan dibagi

18 menjadi 11 (sebelas) kecamatan. Selanjutnya Gayo Lues dalam angka (2006) menyatakan dari segi potensi wilayah, Gayo Lues cukup luas yakni mencapai sekitar hektar atau sekitar 57,48 persen dari luas Aceh Tenggara sebelum dimekarkan. Kondisi alam Gayo Lues penuh tantangan dan sangat dilematis. Dari total luas wilayah Gayo Lues hektar, sekitar hektar atau 77,27 % merupakan kawasan lindung (Gayo Lues dalam angka, 2006). Kenyataan itu memang tidak bisa diingkari karena di sekitar daerah Gayo Lues terbentang paru-paru dunia bernama Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Untuk mengatasi masalah tekanan dari luar terhadap Taman Nasional, terutama tekanan penduduk untuk mendapatkan lahan pertanian, kayu bakar dan keperluan lain. Telah dikembangkan konsep kawasan penyangga. Salah satu fungsi pokok kawasan penyangga adalah sebagai daerah sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat supaya tidak masuk ke zona rimba dan zona inti. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gayo Lues oleh karena daerah ini berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser dan sebagai kawasan penyangga yang berfungsi sebagai wilayah pertahanan untuk perlindungan kawasan Taman Nasional yang berada disekitar Kabupaten Gayo Lues. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan pokok-pokok permasalahan berikut ini :

19 1. Bagaimana pemahaman masyarakat terhadap kawasan penyangga di sekeliling kawasan TNGL 2. Bagaimana usaha masyarakat memanfaatkan kawasan penyangga sebagai penunjang mata pencaharian dalam pemanfaatan kawasan penyangga. 3. Bagaimana partisipasi masyarakat pada pemanfaatan kawasan penyangga di sekeliling kawasan TNGL 4. Bagaimana hubungan sosio ekonomi (umur, pendidikan, lama menetap, jumlah tanggungan, pekerjaan utama dan pendapatan) terhadap partisipasi masyarakat 3. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan kawasan penyangga kawasan sekitar TNGL. 2. Untuk mengetahui usaha masyarakat memanfaatkan kawasan penyangga sebagai penunjang mata pencaharian dalam pemanfaatan kawasan penyangga kawasan sekitar. 3. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan penyangga kawasan sekitar. 4. Untuk melihat hubungan sosio ekonomi (umur, pendidikan, lama menetap, jumlah tanggungan, pekerjaan utama dan pendapatan) terhadap partisipasi masyarakat

20 4. Hipotesis Penelitian 1. Adanya pemahaman masyarakat terhadap pemanfaatan kawasan penyangga kawasan sekitar TNGL. 2. Adanya usaha masyarakat memanfaatkan kawasan penyangga sebagai penunjang mata pencaharian dalam pemanfaatan kawasan penyangga kawasan sekitar. 3. Adanya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kawasan penyangga kawasan sekitar. 4. Adanya hubungan sosio ekonomi, pemahaman masyarakat dan usaha yang dilakukan dalam memanfaatkan kawasan penyangga terhadap partisipasi masyarakat pada pengelolaan kawasan penyangga di sekitar kawasan TNGL. 5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai pengelolaan kawasan penyangga oleh masyarakat. 2. Memberikan kontribusi terhadap perencanaan pembangunan daerah berwawasn lingkungan dengan upaya pengelolaan hutan bersama masyarakat. 3. Memberi masukan kepada pemerintah kabupaten Gayo Lues sebagai wilayah pemekaran Propinsi NAD dalam pengelolaan hutan bersama masyarkat

21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Taman Nasional Gunung Leuser Kawasan hutan yang memiliki fungsi konservasi yang dimiliki Indonesia sampai sekarang ini, menurut Departemen Kehutananan (1993) meliputi : 1. Taman Nasional 2. Hutan Wisata (taman wisata, taman buru, taman laut) 3. Suaka Alam (cagar alam, suaka margasatwa, cagar alam laut) 4. Taman Hutan Raya (Tahura) 5. Hutan Lindung Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Wiratno (1994) menyatakan bahwa pada prinsipnya Taman Nasional adalah kawasan konservasi yang mencerminkan keterpaduan kegiatan perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 5 tahun 1990 pengelolaan Taman Nasional didasarkan atas sistem zonasi, yang dibagi atas zona inti, zona pemanfaatan 6

22 dan zona rimba. Secara spesifik menurut Pamulardi (1994), zona-zona tersebut adalah sebagai berikut : 1. Zona Inti (Strict Natural Zone), yaitu bagian yang mutlak harus dilindungi dan dilestarikan. Perubahan sekecil apapun akibat campur tangan manusia harus dicegah. Dengan demikian zona ini tertutup untuk umum. 2. Zona Rimba (Wilderness Zone), yaitu bagian dari Taman Nasional yang boleh dikunjungi secara terbatas, dengan ketentuan keutuhan dan keaslian tetap terjamin. Oleh karena itu pembangunan fisik yang bersifat permanen tidak diperkenankan, agar zona ini dapat melindungi zona inti. 3. Zona pemanfaatan/pengembangan (Tourist/Admnistrative Zone), yaitu bagian yang dapat dibangun sarana-sarana penunjang dan fasilitas wisata, seperti pesanggrahan, pusat informasi dan kantor Taman Nasional. Pada tanggal 6 Maret 1980, Menteri Pertanian mengumumkan adanya kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Lalu penguatan dilakukan dengan surat Dirjen Kehutanan No. 719/DJ/VI/1/80 tanggal 7 Maret 1980, seluas hektar. Status Taman Nasional selanjutnya ditetapkan pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.096/Kpts/II/1984 (Suroso, 2007). Menurut Toehadi (1996) salah satu hutan nasional yaitu Taman Nasional Gunung Leuser yang fungsinya sebagaimana tertera di atas, masih dalam tahap penataan, perlindungan, rehabilitasi dan konservasi. Selama ini kawasan tersebut

23 telah dirambah oleh sebagian masyarakat dan ditebang kayu oleh HPH tertentu dan dibantu oleh petugas kehutanan dan aparat keamanan Selanjutnya Suroso (2007) menyatakan secara administratif, kawasan TNGL yang membentang sepanjang kilometer berada dalam Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Nangroe Aceh Darussalam sekarang) dan Sumatera Utara, antara BT dan LU dengan topografi datar, berbukit sampai bergunung dan berada pada ketinggian antara meter di atas permukaan laut. Kemudian ditindak lanjuti dengan munculnya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang pertama kali diperkenalkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.227/Kpts- II/1995 tahun 1995 yang kemudian dikuatkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.33 Tahun Menurut Suroso (2007) Kawasan Ekosistem Leuser merupakan bentang alam yang terletak antara Danau Laut Tawar di Propinsi Aceh dan danau Toba di Propinsi Sumatera Utara. Ada 11 kabupaten yang tercakup di dalamnya yaitu, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Singkil, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Deli Serdang, Langkat, Tanah Karo, dan Dairi. Luas keseluruhannya mencapai lebih kurang 2,5 juta hektar. Kawasan ini terletak pada posisi geografis 2,25 o - 4,95 o Lintang Utara dan 96,35 o 98,55 o Bujur Timur dengan curah hujan rata-rata mm per tahun dan suhu hariannya rata-rata 26 o C pada siang hari dan 21 o C pada malam hari. Kawasan Ekosistem Leuser terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser, Suaka Margasatwa, Hutan Lindung, Cagar Alam, dan lain-lain.

24 2. Kawasan Penyangga (Buffer Zone) bahwa Didalam UU No 5 Tahun 1990 pada Penjelasan Pasal 8 ayat 1 menyatakan Perlindungan sistem penyangga kehidupan dilaksanakan dengan cara menetapkan suatu wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan. Guna pengaturannya Pemerintah menetapkan pola dasar pembinaan pemanfaatan wilayah tersebut sehingga fungsi perlindungan dan pelestariannya tetap terjamin. Wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi antara lain hutan lindung, daerah aliran sungai, areal tepi sungai, daerah pantai, bagian tertentu dari zona ekonomi eksklusif Indonesia, daerah pasang surut, jurang, dan areal berpolusi berat. Pemanfaatan areal atau wilayah tersebut tetap pada subyek yang diberi hak, tetapi pemanfaatan itu harus mematuhi ketentuan yang ditetapkan Pemerintah. Dalam menetapkan wilayah tertentu sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, perlu diadakan penelitian dan inventarisasi, baik terhadap wilayah yang sudah ditetapkan maupun yang akan ditetapkan. Menurut Beckman (2004) kawasan penyangga berfungsi untuk melindungi kawasan konservasi terhadap gangguan dari luar dan melindungi kawasan konservasi terhadap gangguan kawasan pemukiman. Menurut Wiratno (1994) bagi suatu Taman Nasional yang terancam perubahan oleh tata guna lahan atau gangguan lainnya, maka dibentuk zona penyangga (buffer zone) merupakan zona untuk melindungi Taman Nasional dari gangguan yang berasal dari luar maupun dari dalam Taman Nasional. Wiratno (1994) menyatakan bahwa penetapan zona penyangga dilakukan hanya apabila suatu Taman Nasional banyak mendapatkan tekanan. Bahkan pada tingkat yang lebih parah, dapat pula dibentuk suatu zona transisi (transition zone). Sehingga di suatu kawasan Taman Nasional akan terdapat zona taman (core zone), zona penyangga (buffer zone) dan zona transisi (transition zone). Selanjutnya Wiratno (1994) menyatakan bahwa pada kawasan penyangga dan kawasan transisi berlangsung pembangunan secara intens, yang bila tidak dikelola secara baik akan

25 berpengaruh serta menimbulkan tekanan dan ancaman terhadap eksistensi core zone. Disinilah perlunya koordinasi dan kerjasama berbagai instansi dan institusi agar keberadaan kedua zona dapat mendukung kelestarian Taman. Menurut KLH (2003) dalam pustaka digitalnya bahwa kawasan penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan suaka alam, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan suaka alam Menurut Salim (1998) pembangunan zona penyangga untuk menampung kebutuhan hidup penduduk sekaligus mencegah kerusakan hutan adalah salah satu hal mendesak dalam pengembangan sebuah Taman Nasional. Selanjutnya Salim (1998) menyatakan bahwa dengan adanya kawasan penyangga, diharapkan penduduk tidak akan memasuki wilayah taman. Segala kebutuhannya akan di suplay oleh kawasan penyanggga, sehingga keutuhan Taman Nasional dapat terjaga. Wiratno (1994) menyatakan bahwa zona penyangga dapat berperan sebagai suatu kantong yang menyediakan berbagai bentuk lapangan kerja bagi penduduk desa-desa sekitar. Selanjutnya Wiratno (1994) menyatakan bila kesejahteraan penduduk meningkat, kesempatan mereka masuk ke dalam Taman Nasional bisa terkurangi seminimal mungkin. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam, kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

26 kawasan pengawet keanekaragaman tumbuhan dan satwa seta ekosistemnya juga sebagai wilayah penyangga hidup. 3. Peranan Taman Nasional pada Masyarakat Kebutuhan sandang dan pangan masyarakat dalam dan luar kawasan hutan sangat erat hubungannya dengan pemanfaatan, eksploitasi sumberdaya yang ada di sekitarnya. Pemukiman (enclave) masyarakat di tepian hutan memicu, mempercepat meluasnya perambahan, ladang, kebun. Kondisi perambahan hutan dapat mengacu pada konversi, modifikasi kawasan hutan (Departemen Kehutanan, 1986). Menurut Djohan (1994) wilayah Taman Nasional memiliki peran sosial ekonomi langsung bagi wilayah sekitarnya, baik bagi masyarakat yang berinteraksi secara langsung dengan wilayah Taman Nasional maupun yang tidak. Dalam hal ini termasuk pula masalah perkembangan pemukiman dan kegiatan ekonomi masyarakat yang berada di wilayah Taman Nasional (enclave). Menurut Qutni (2004) pada umumnya keberadaan kawasan konservasi tidak dapat dirasakan secara langsung manfaatnya oleh masyarakat yang berada disekitar hutan maupun yang jauh dari kawasan hutan atau konservasi. Selanjutnya Qutni (2004) menyatakan bahwa masyarakat tidak menyadari fungsi kawasan konservasi tersebut sebagai pengatur tata air, mencegah terjadinya banjir dan erosi, serta sebagai habitat satwa juga sebagai perlindungan ekosistem dan penyangga kehidupan serta sebagai sumber plasma nutfah.

27 Kartodihardjo et al., (2005) menyatakan bahwa manusia dan masyarakat sebagai sumber dinamika perubahan perlu menjadi inti dalam proses pengelolaan sumberdaya alam. Manusia dan masyarakat perlu membangun pranata dan kelembagaan serta organisasi yang mampu mengatur atau mengendalikan saling hubungan antar manusia dan masyarakat pada sumberdaya alam. Selanjutnya Kartodiharjo et al., (2005) menyatakan bahwa pengaturan dan pengendalian tersebut harus mampu mewujudkan perilaku para pihak yang terkait dengan sumberdaya alam dengan tuntutan keberadaan dan kelestarian sumberdaya alam bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 tahun 1998 Pasal (3) jelas bahwa Taman Nasional merupakan bagian dari Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan kawasan Pelestarian Alam bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumberdaya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. 4. Partisipasi Masyarakat Berdasarkan Kamus Besar bahasa Indonesia (1998), pengertian partisipasi yaitu; hal turut berperan serta di suatu kegiatan, keikutsertaan, peranserta. Dengan demikian dapat dikatakan partsipasi tersebut sama dengan peran serta. Menurut Primack (1993) partisipasi menyeluruh merupakan hal yang penting bagi penentuan prioritas konservasi. Terutama untuk alasan-alasan ilmiah, sosial dan politik. Selanjutanya Primack (1993) menyatakan bahwa hal ini juga merupakan

28 proporsi besar untuk aksi konservasi yang hanya dapat dicapai melalui persetujuan dan partisipasi aktif dari masyarakat di kawasan tersebut. Menurut Soetrisno (1995) beredar dua jenis defenisi partisipasi masyarakat (masyakat). Defenisi pertama adalah dari perencana pembangunan formal yang mengartikan bahwa partisipasi masyarakat sebagai dukungan terhadap proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Sedangkan defenisi kedua dan berlaku secara universal adalah partisipasi masyarakat yang merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam meencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Menurut Efendi (1991) bahwa pemahaman tentang partisipasi masyarakat amat diperlukan bagi terlaksananya pembangunan berkelanjutan karena sebagian besar birokrat, terutama di tingkat lokal. Partisipasi masyarakat sebagai dukungan yang diberikan masyarakat terhadap program-program pembangunan yang dirancang pemerintah. Lelenoh (1994) mengemukakan bahwa kecenderungan seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat tergantung pada beberapa faktor antara lain: umur, pekerjaan, pendapatan, pendidikan, lama bertempat tinggal dan sebagainya. Slamet (1992) menyatakan bahwa untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan yang terencana terdapat dua strategi pendekatan yang akan saling melengkapi, yaitu strategi responsif dan strategi holistik.

29 Strategi responsif memberikan penekanan pada kemandirian yang maksudnya adalah masyarakat yang mengelola dan mengorganisasikan sumber-sumber lokal baik yang bersifat material, pikiran maupun tenaga. Sehingga lebih memungkinkan timbulnya partisipasi mulai dari proses perumusan kebutuhan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Strategi holistik memberikan penekanan pada penguatan masyakat sebagai satu kesatuan yang mengacu pada penyiapan-penyiapan struktural dan tidak mencerminkan gagasan yang bersifat komprehensif tentang kemiskinan sebagai produk dari berbagai faktor yang saling berhubungan dan tidak dapat dipilih secara terpisah-pisah melalui teknologi yang terspesialisasi dan tidak dapat diukur dengan indikator-indikator statistik (Slamet, 1992). Menurut Arimbi (1993) bahwa peran serta sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses, dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggungjawab. Selanjutnya Arimbi (1993) menyatakan tujuan peran serta masyarakat untuk menghasilkan masukan dan persepsi yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan lingkungan. Dengan demikian perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat diukur dan ditarik kesimpulan. Razi (1998) mengemukakan partisipasi pada derjat kesukarelaan terdiri atas dua bentuk, yakni partisipasi bebas dan partisipasi terpaksa. Partisipasi bebas terjadi apabila seorang individu atau kelompok melibatkan dirinya secara sukarela dalam

30 suatu kegiatan partisipatip tertentu. Dimana terdapat dua sub kategori yang termasuk dalam partisipasi bebas ini, yaitu partisipasi spontan (individu atau kelompok mulai berpartisipasi berdasarkan pada keyakinan tanpa dipengaruhi melalui penyuluhan atau ajakan oleh pihak lainnya) dan partisipasi terbujuk (individu atau kelompok mulai berpartisipasi setelah diyakinikan melalui program penyuluhan oleh pihak lainnya). Selanjutnya Razi (1998) menyatakan bahwa partisipasi terpaksa dapat terjadi atas 2 (dua) cara, yaitu terpaksa oleh hukum (melalui peraturan atau hukum tetapi bertentangan dengan keyakinan masyarakat dan tanpa melalui persetujuan masyarakat lebih dulu) dan terpaksa karena keadaan sosial ekonomi. 5. Sosial Ekonomi Masyarakat Hutan Menurut Reksohadiprodjo (1988) salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah aspek sosial ekonomi masyarakat. Kondisi sosial ekonomi yang relatif belum baik menjadi salah satu penyebab eksploitasi sumberdaya hutan dan kerusakan hutan. Sahifuddin (1997) menyatakan bahwa perambahan hutan dan pencurian kayu banyak dilakukan masyarakat guna memenuhi kebutuhan dan tidak memahami akibat ekologisnya berupa kerusakan hutan yang menyebabkan erosi, banjir dan kekeringan karena tidak ada mata pencaharian lain untuk menghidupi keluarga. Selanjutnya Sahifuddin (1997) mengemukakan masyarakat melakukan perladangan berpindahpindah sehingga hutan menjadi padang ilalang, dimana perladangan yang berpindahpindah dirangsang oleh adanya prasarana jalan yng menuju ke arah hutan. Sedangkan

31 tingkat rehabilitasi dan penanaman kembali tidak dilakukan disebabkan oleh tidak ada upaya masyarakat dan instansi terkait. Kriteria dan indikator sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan dan dalam hutan Sangat diperlukan untuk mengkaji sosial ekonomi secara lengkap, utuh dan menyeluruh. Melalui kriteria dan indikator tersebut di nilai kondisi dan aspirasi masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Kriteria faktor ekonomi hasil survey maupun evaluasi yang paling relevan dengan kondisi sosial ekonomi yang dihadapi masyarakat ekosistem Leuser antara lain : a. Nilai ekonomi hutan dan hasil hutan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. b. Manfaat langsung dan tidak langsung dari masyarakat dan sekitar hutan. c. Pendapatan penduduk sekitar dan dalam hutan. d. Pengaruh 9 bahan pokok dalam masyarakat di sekitar dan dalam kawasan hutan. e. Jumlah kepemilikan lahan untuk bertani dan berladang. f. Sarana dan prasarana ekonomi (pasar, warung, toko dan jalan) di sekitar dan dalam kawasan hutan (Departemen Kehutanan, 1996). Menurut Soetrisno (1995) dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat di wilayah sekitar hutan dan dalam kawasan hutan, maka masyarakat merambah kawasan hutan. Selanjutnya Soetrisno (1995) menyatakan bahwa Perambahan hutan adalah setiap orang yang melakukan kegiatan usaha tani atau mengambil hasil hutan dalam kawasan hutan secara tidak sah yang menyebabkan kerusakan hutan, mereka pada umumnya di dalam hutan maupun di luar kawasan hutan.

32 Zain (1998) menjelaskan bahwa peladang berpindah-pindah umumnya masih hidup secara tradisional, mereka merambah hutan secara turun temurun, hanya mengandalkan mata pencaharian di dalam hutan. Hal lain yang timbul sebagian kecil dari fungsi-fungsi hutan diperuntukkan untuk permukiman (enclave). Menurut Suparmoko (1997) akibat jumlah penduduk yang semakin bertambah, maka kebutuhan hidup dengan mengumpulkan hasil hutan terus meningkat, sehingga terjadi peralihan pola hidup dengan membuka hutan menjadi lahan pertanian, ladang berpindah-pindah. Selanjutnya Suparmoko (1997) menegaskan bahwa hal ini terus berlangsung sehingga mempercepat berkurangnya areal hutan lindung, hutan suaka dan hutan Taman Nasional. Menurut Toehadi (1986) pemanfaatan hutan memuat tiga sasaran konservasi yaitu : a. Perlindungan sistem penyangga b. Melindungi berbagai plasma nutfah c. Pemanfaatan secara lestari 6. Kabupaten Gayo Lues Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2002 tanggal 10 April 2002, Gayo Lues di kukuhkan sebagai sebuah daerah otonom baru di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Kabupaten yang beribu kota di Blangkejeren ini lahir dari induknya, Kabupaten Aceh Tenggara.

33 Menurut BPS Kabupaten Gayo Lues (2006), Kabupaten Gayo Lues memiliki luas hektar dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa. Secara geografis terletak pada posisi LU dan BT yang sebagian besar terletak didataran tinggi dan berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Sebagian besar penduduk Gayo Lues bekerja dan bergantung dari sektor pertanian hal ini didukung oleh kondisi daerah yang subur dengan sumberdaya air yang melimpah dan memiliki peluang untuk dikembangkan dimasa yang akan datang. Lahan pertanian yang tersedia ha (51,14%) merupakan lahan tanaman tahunan, luas lahan yang digunakan untuk areal peternakan sebanyak ha (10,31%), lahan kering sebanyak ha (23.16%) dan ha (15,40%) merupakan lahan basah (FE Unsyiah dan Pemkab Gayo Lues, 2004) BPS Gayo Lues (2006) menegaskan Kabupaten Gayo Lues merupakan daerah yang cukup potensial dengan berbagai hasil pertanian. Beberapa komoditas potensial yang menjadi andalan Kabupaten Gayu Lues adalah cabe merah besar dan menjadi pemasok utama cabe ini di pasar-pasar kota Medan. Gayo Lues juga penghasil serai wangi yang dikembangkan di hutan pinus, nilam di kawasan transmigrasi Terangon, tembakau virginia, kakao, dan kopi Arabika (BPS Gayo Lues, 2006).

34 BAB III METODE PENELITIAN 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan di wilayah (desa) yang berdekatan dengan Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Gayo Lues. Lama waktu yang digunakan untuk keseluruhan penelitian ini termasuk pengolahan data dan pembuatan draft tesis dilaksanakan selama 1 tahun dari bulan Desember 2007 sampai dengan November Penetapan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, dengan mempertimbangkan letak geografis Kecamatan yang terdapat pada Kabupaten Gayo Lues. Saat ini, terdapat 4 kecamatan dari 11 Kecamatan di Kabupaten Gayo Lues yang berdekatan dengan TNGL dan merupakan Kecamatan prioritas yang akan di teliti yaitu: Kecamatan Blangkejeren, Kecamatan Kuta Panjang, Kecamatan Blang Pegayon dan Puteri Betung. 2. Penentuan Populasi dan Sampel Unit analisis dalam penelitian ini adalah kepala keluarga (KK) yang bermukim didaerah sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Untuk jumlah sampel yang akan diteliti dengan tingkat kesalahan 10 % (0.1) dari jumlah populasi (Sarwono, 2006) sebagai berikut :

35 S N N( d) 2 1 S = Sampel N = Populasi d = Derajat Kebebasan (0,1) Tabel 1. Jumlah populasi dan sampel penelitian No Kecamatan Jumlah Pembulatan unit sampel KK (responden) 1. Blangkejeren Kuta Panjang Blang Pegayon Puteri Betung Jumlah Sumber : Jumlah populasi dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Gayo Lues Metode pengumpulan data A. Observasi Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung ke lokasi penelitian dengan mengunjungi daerah-daerah menjadi obyek penelitian dan meninjau langsung kondisi alam serta melakukan pertemuan dengan masyarakat setempat. Observasi juga dilakukan secara langsung ke TNGL untuk mengetahui kondisi kawasan. Untuk melengkapi data, diadakan kunjungan langsung pada Balai TNGL yang memiliki data mengenai kawasan TNGL. B. Kuisioner Untuk memudahkan perolehan data, selanjutnya disebarkan kuisioner kepada responden untuk mengetahui partisipasi masyarakat terhadap kawasan sekitar

36 (kawasan penyangga) TNGL. Penyebaran kuisioner akan dilakukan secara langsung kepada masyarakat dengan menentukan secara langsung responden yang akan diteliti. C. Wawancara Selain observasi dan kuisioner, dilakukan wawancara mendalam (depth interview). Wawancara dilakukan dengan cara bertatap muka langsung dengan warga masyarakat yang dituakan, pemerintah daerah setempat, polisi kehutanan, departemen kehutanan dan Balai TNGL. 4. Analisis Data Analisa data yang digunakan pada penelitian ini terbagi atas dua yaitu untuk mengetahui pemahaman masyarakat, usaha masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan dan pengelolaan kawasan penyangga dilakukan secara deskriptif yaitu penelitian untuk menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik dari suatu populasi atau daerah tertentu secara nyata dan tepat (Isaac, 1997), sedangkan untuk melihat hubungan sosio ekonomi terhadap partisipasi digunakan analisis korelasi (Sugiyono, 2001). Data yang dianalisis melalui analisis korelasi adalah antara variabel sosial ekonomi yaitu : umur (X 1 ), pendidikan (X 2 ), lama menetap (X 3 ), jumlah tanggungan (X 4 ), pekerjaan utama (X 5 ), pekerjaan sampingan (X 6 ) dan pendapatan (X 7 ) terhadap variabel partisipasi yaitu : partisipasi ide atau tanggapan (Y 1 ), kegiatan disekitar tempat tinggal (Y 2 ), dasar kegiatan dilakukan (Y 3 ), keterlibatan pemerintah (Y 4 ),

37 harapan (Y 5 ), pertemuan kelompok (Y 6 ), kegiatan sosial (Y 7 ), pengamanan desa (Y 8 ) dan peranan penjagaan kawasan (Y 9 ). Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi : a. Data tentang karakteristik penduduk yang meliputi : umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah tanggungan, lama bermukim, kebutuhan dan harapan. b. Data tentang partisipasi masyarakat meliputi derajat kesukarelaan, kewajiban/tuntutan pekerjaan dan kebutuhan. c. Data penunjang, yaitu data yang meliputi alternatif selain usaha responden dan data berbentuk dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan penyangga.

38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian A. Kondisi Fisik Daerah Penelitian a. Letak dan Luas Daerah Secara administratif, Kabupaten Gayo Lues merupakan Daerah Tingkat II yang berbatasan dengan : Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tengah Sebelah Selatan dengan Kabupaten Aceh Selatan dan Kabupaten Aceh Tenggara Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Langkat (Sumut) Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Aceh Barat Daya Luas Kabupaten Gayo Lues adalah 5.719,00 km 2 dimana wilayah kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Pining 1.617,14 km 2, sedangkan wilayah kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Putri Betung 139,00 km 2. Daerah Kabupaten Gayo Lues terletak di ketinggian berkisar dari meter diatas permukaan laut (m dpl) yang merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser yang diandalkan sebagai paru-paru dunia. Luas Kabupaten Gayo Lues dirinci pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini : 23

39 Tabel 2. Luas wilayah masing-masing kecamatan di Kabupaten Gayo Lues No Kecamatan Luas ( km 2 ) 1 Blangkejeren 658, Kuta panjang 189, Rikit gaib 419, Terangun 690, Pining 1.617, Blang pegayon 280, Debun gelang 615, Puteri betung 139, Blang jerango 516, Tripe jaya 416, Pantan cuaca 176,230 Kab. Gayo Lues 5.719,000 Sumber: Bagian Tata Pemerintahan Sekdakab Gayo Lues b. Pemerintahan Dalam tahun 2006, terjadi pemekaran desa baru di wilayah Kabupaten Gayo Lues. Sebelumnya berjumlah 136 desa menjadi 143 desa dan 1 kelurahan. Pemekaran terjadi di Kecamatan Puteri Betung, Dabun Gelang, Blangkejeren dan Terangon. Menurut kategori ketahanan masyarakat terdapat 64 desa swadaya, 48 desa swakarsa dan 32 desa swasembada. Sejak tahun 2006 telah terbentuk satu instansi baru dibawah pemerintahan Kabupaten Gayo Lues yaitu Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu. c. Kependudukan Penduduk Kabupaten Gayo Lues umumnya bersuku Gayo, disamping suku Aceh, Alas, Jawa, Batak dan yang lainnya. Jumlah penduduk Kabupaten Gayo Lues

40 tahun 2007 berjumlah jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rasio jenis kelamin 97. Wilayah yang terbanyak jumlah penduduknya terdapat di Kecamatan Blangkejeren yakni sebanyak jiwa dan yang terkecil jumlah penduduknya terdapat di Kecamatan Pantan Cuaca yakni jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur No Kelompok Laki-laki + Laki-laki Perempuan umur perempuan Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Gayo Lues Berdasarkan data kependudukan Kabupaten Gayo Lues, wilayah yang terpadat penduduknya adalah Kecamatan Putri Betung sebanyak 45 jiwa/km 2,

41 sedangkan yang terjarang penduduknya terdapat di Kecamatan Pining yakni 3 jiwa/km 2. d. Pendidikan Sarana pendidikan yang terdapat di Kabupaten Gayo Lues dari tingkat TK sampai dengan perguruan tinggi, Adapun jumlah sekolah pendidikan umum yang berada di Kabupaten Gayo Lues dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Distribusi sekolah No Lembaga pendidikan Jumlah 1 TK 8 unit 2 SD 87 unit 3 SMP 15 unit 4 SMA 11 unit Jumlah 121 unit Sumber : Bappeda Tingkat II Gayo Lues Disamping sekolah pendidikan umum, terdapat sekolah agama yaitu MI sebanyak 10 unit, MTs sebanyak 5 unit, Madrasah Aliyah sebanyak 2 unit dan lembaga pendidikan pesantren sebanyak 17 unit. Sedangkan perguruan tinggi masih merupakan cabang dari dari luar Kabupaten Gayo Lues dengan sistem Universitas Terbuka. e. Kesehatan Tingkat produktifitas penduduk selain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki, juga dipengaruhi oleh kondisi kesehatan. Banyaknya sarana kesehatan pada Kabupaten Gayo Lues dapat dilihat pada Tabel 5.

42 Tabel 5. Banyaknya sarana kesehatan Banyaknya sarana kesehatan No. Kecamatan Rumah Puskesmas Puskesmas Puskesmas sakit pembantu keliling 1. Blangkejeren Pining Kuta Panjang Rikit Gaib Terangon Putri Betung Blang Pegayon Dabun Gelang Blang Jerango Tripe Jaya Pantan Cuaca Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Gayo Lues Sarana kesehatan yang tersedia menunjang terjaganya kondisi kesehatan masyarakat yang didukung oleh fasilitas pelayanan kesehatan. f. Pertanian (1). Tanaman Pangan Luas lahan persawahan di kabupaten Gayo Lues sebesar Ha yang lebih didominasi sawah beririgasi, sawah berpengairan sederhana sekitar 1700 Ha dan sawah tadah hujan seluas 618 Ha. Luas lahan tersebut sebenarnya telah meningkat dari tahun sebelumnya sekitar 210 Ha. Tetapi permasalahan yang terjadi saat ini produktivitasnya menurun rata-rata 4,1 ton/ha dari tahun sebelumnya 4,3 ton/ha. Tanaman hortikultura yang berproduksi terbesar diwilayah ini anata lain cabe, tomat, jagung, jeruk siam, nenas dan mangga.

43 (2). Tanaman Perkebunan Jenis tanaman perkebunan dengan produksi yang besar di wilayah Gayo Lues adalah kemiri sebesar ton, kopi ton, jahe sebesar ton, kopi sebesar 815 ton dan sere wangi sebesar ton. g. Transportasi Transportasi yang terdapat di Kabupaten Gayo Lues hanya transportasi darat diantaranya angkutan bus antar kota antar kabupaten dan provinsi, angkutan penumpang antar kecamatan atau pedesaan, angkutan umum/barang dan becak bermotor. Data yang ada menunjukkan terdapat kendaraan umum sebanyak 315 unit dan bukan umum sebanyak 637 unit. Panjang ruas jalan di Kabupaten Gayo Lues sepanjang 509,93 kilometer, terdiri dari 87,10 kilometer jalan aspal yang kondisinya baik, selebihnya kondisinya kurang baik atau bahkan belum diaspal. Diantara jalan tersebut terdapat jembatan yang berjumlah 71 unit, dimana 45 unit dalam kondisi baik, 11 unit kurang baik dan 15 unit rusak sedangkan panjang keseluruhannya yaitu 963 meter. B. Data Pribadi Responden a. Umur Umur penduduk Kabupaten Gayo Lues yang diwakili dari 4 kecamatan sebagai perwakilan responden berkisar antar kurang dari 30 tahun sampai dengan lebih dari 51 tahun. Umur responden diklasifikasikan dalam empat kategori yaitu

44 kategori pertama berada di bawah atau sama dengan umur 30 tahun, kategori kedua antara umur 31 sampai 40 tahun, kategori ketiga antara umur 41 sampai 50 tahun dan kategori keempat berumur diatas 51 tahun. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6. Distribusi responden menurut umur pada 4 kecamatan wilayah penelitian No Usia Blang Kuta Blang Puteri Persentase Jumlah kejeren Panjang Pegayon Betung (%) Jumlah Responden dibawah 30 tahun memiliki persentase terendah (6,33 %), responden dengan umur 31 sampai dengan 40 tahun memiliki persentase % dan responden yang berumur 41 sampai dengan 50 tahun memiliki persentase % Sedangkan persentase tertinggi adalah responden yag memiliki umur diatas 51 tahun sebesar 50.66%. Hal ini menyatakan bahwa responden yang merupakan perwakilan kepala keluarga pada penelitian ini yang berumur produktif lebih rendah dari pada usia tidak produktif penelitian ini. Hal ini disebabkan sempitnya lapangan kerja yang dijumpai diwilayah penelitian sehingga penduduk yang produktif lebih banyak melakukan migrasi kedaerah lain untuk mencari peluang kerja. Terjadinya migrasi penduduk juga dipengaruhi adanya kedekatan wilayah penelitian dengan propinsi Sumatera Utara yang merupakan wilayah metropolitan

45 yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap sehingga peluang untuk melakukan migrasi ke Sumatera Utara lebih besar. b. Jenis Kelamin Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dari 4 kecamatan wilayah penelitian pada Tabel 7 terdapat perbedaan jumlah yang sangat besar antara laki-laki (91.25 %) dengan perempuan 8.75 %). Pada saat penelitan berlangsung, responden laki-laki lebih banyak dijumpai dari pada wanita. Hal ini disebabkan kepala keluarga dalam pada daerah penelitan adalah laki-laki. Tabel 7. Distribusi responden menurut jenis kelamin pada 4 kecamatan wilayah penelitian No Usia Kecamatan Persentase Blang Kuta Blang Puteri Jumlah (%) kejeren Panjang Pegayon Betung 1 Laki Perempuan Jumlah Komposisi ini juga berhubungan dengan umur responden yang dijumpai dilapangan, bahwa lebih banyak responden berjenis kelamin laki-laki dengan umur yang tidak produktif dijumpai di wilayah penelitian dibandingkan dengan responden laki-laki yang memiliki umur produktif. Hal ini disebabnya banyaknya laki-laki yang berumur produktif melakukan migrasi keluar daerah.

PARTISIPASI MASYARAKAT KABUPATEN GAYO LUES TERHADAP PEMANFAATAN KAWASAN PENYANGGA (BUFFER ZONE) TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

PARTISIPASI MASYARAKAT KABUPATEN GAYO LUES TERHADAP PEMANFAATAN KAWASAN PENYANGGA (BUFFER ZONE) TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER PARTISIPASI MASYARAKAT KABUPATEN GAYO LUES TERHADAP PEMANFAATAN KAWASAN PENYANGGA (BUFFER ZONE) TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER Meilinda Suriani Harefa 1 dan Gunmas 2 Abstrak The aim of this research is to

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR KAWASAN KONSERVASI UNTUK PELESTARIAN PRIMATA ANI MARDIASTUTI JURUSAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Kawasan Konservasi Indonesia UURI No 5 Tahun 1990 Konservasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa

BAB I PENDAHULUAN tentang Kehutanan, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuhtumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50 s/d 03o19 LU dan 97o55 s/d 98 o 38 BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada ketinggian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : 54 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Tata Guna Lahan Kabupaten Serang Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan : a. Kawasan pertanian lahan basah Kawasan pertanian lahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, arti hutan dirumuskan sebagai Suatu lapangan tetumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Kabupaten Gayo Lues berdasarka hasil SP2010 sebanyak orang, dengan laju pertumbuhan sebesar 2,13 persen per tahun

Jumlah penduduk Kabupaten Gayo Lues berdasarka hasil SP2010 sebanyak orang, dengan laju pertumbuhan sebesar 2,13 persen per tahun Jumlah penduduk Kabupaten Gayo Lues berdasarka hasil SP2010 sebanyak 79.592 orang, dengan laju pertumbuhan sebesar 2,13 persen per tahun Batil Petangas Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

Kabupaten Gayo Lues memiliki 11 kecamatan, 25 mukim, dan 144 desa atau kampung. Nama kecamatan dan luas secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Kabupaten Gayo Lues memiliki 11 kecamatan, 25 mukim, dan 144 desa atau kampung. Nama kecamatan dan luas secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. 2.1. Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik 2.1.1. Kondisi Geografis BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH Kabupaten Gayo Lues terletak pada posisi garis lintang 03º 40 26-04º 16 55 LU dan garis bujur 96º

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Kabupaten Kampar 4.1.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kampar terletak antara 1º 02' Lintang Utara dan 0º 20' Lintang Selatan, 100º 23' - 101º40' Bujur Timur.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Kelurahan Karangrejo Karangrejo adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Metro Utara Kota Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Sejarah Terbentuknya Kabupaten Lampung Barat Menurut Lampung Barat Dalam Angka (213), diketahui bahwa Kabupaten Lampung Barat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa kawasan konservasi di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah

BAB I PENDAHULUAN. hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kaedah dasar yang melandasi pembangunan dan perlindungan lingkungan hidup Indonesia terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Kaedah dasar ini selanjutnya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan BAB II DESA PULOSARI 2.1 Keadaan Umum Desa Pulosari 2.1.1 Letak Geografis, Topografi, dan Iklim Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PETANI BIOINDUSTRI DI DATARAN TINGGI GAYO. Oleh : Rini Andriani

KARAKTERISTIK PETANI BIOINDUSTRI DI DATARAN TINGGI GAYO. Oleh : Rini Andriani KARAKTERISTIK PETANI BIOINDUSTRI DI DATARAN TINGGI GAYO Oleh : Rini Andriani ABSTRAK Kegiatan Bioindustri merupakan kegiatan yang mengelola dan atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya hayati

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah, hutan mempunyai nilai filosofi yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 1999, diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Balai Pelaksana Teknis Bina Marga Wilayah Magelang Balai Pelaksana Teknis Bina Marga atau disingkat menjadi BPT Bina Marga Wilayah Magelang adalah bagian dari Dinas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TOSARI 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Pasuruan Kabupaten Pasuruan adalah salah satu daerah tingkat dua di Propinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Pasuruan. Letak geografi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 84 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Letak Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105 o 14 sampai dengan 105 o 45 Bujur Timur dan 5

Lebih terperinci

HENNY NAINGGOLAN /PSL

HENNY NAINGGOLAN /PSL PENGARUH SUMBER DAYA MANUSIA DAN TATA KERJA KOMISI PENILAI AMDAL TERHADAP KUALITAS DOKUMEN AMDAL DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI SUMATERA UTARA TESIS Oleh HENNY NAINGGOLAN 077004008/PSL

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA (Studi Kasus: Kawasan sekitar Danau Laut Tawar, Aceh Tengah) TUGAS AKHIR Oleh: AGUS SALIM L2D

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten

BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN. Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten BAB II GAMBARAN UMUM SUMBUL PEGAGAN 2.1 Letak Geografis Sumbul Pegagan Sumbul Pegagan adalah salah satu dari enam belas kecamatan di Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sumbul Pegagan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu

PENDAHULUAN. pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian muncul sejak manusia mampu untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Kegiatan pertanian tersebut mendorong suatu kelompok manusia untuk bergantung dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

this file is downloaded from

this file is downloaded from th file PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan

BAB I PENDAHULUAN. juta km2 terdiri dari luas daratan 1,9 juta km2, laut teritorial 0,3 juta km2, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah laut yang lebih luas daripada luas daratannya. Luas seluruh wilayah Indonesia dengan jalur laut 12 mil adalah lima

Lebih terperinci

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera

Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Peta Jalan Penyelamatan Ekosistem Sumatera 2020 Dalam RTR Pulau Sumatera Jakarta, 29 Juli 2011 1 2 3 Progress Legalisasi RTR Pulau Sumatera Konsepsi Tujuan, Kebijakan, Dan Strategi Rtr Pulau Sumatera Muatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) Copyright (C) 2000 BPHN KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999) TENTANG PENATAAN RUANG KAWASAN

Lebih terperinci