ANALISA KONDISI KAPASITAS TATA KELOLA PEMERINTAHAN KAMPUNG URUMUSU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA KONDISI KAPASITAS TATA KELOLA PEMERINTAHAN KAMPUNG URUMUSU"

Transkripsi

1 ANALISA KONDISI KAPASITAS TATA KELOLA PEMERINTAHAN KAMPUNG URUMUSU Melalui uraian peta sosial Kampung Urumusu dan evaluasi program PPK tergambar bahwa adanya ketidakmampuan Pemerintahan Kampung, yakni pemerintah kampung dan Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) dalam mengatasi masalah ketidakberdayaan multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu bidang ekonomi, sosial dan politik sehingga pengentasan hama dan penyakit kakao sebagai komoditi utama dan masalah sosial lainnya di Kampung Urumusu belum teratasi hingga saat ini. Oleh sebab itu, melalui analisis ini akan menganalisa faktor-faktor yang menjadi tolok ukur kekuatan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung antara lain; 1) aspek Pemerintah Kampung meliputi kapasitas kewenangan, kapasitas keorganisasian, kapasitas personil (aparat), kapasitas keuangan, kapasitas sarana dan prasarana, kapasitas fungsi perencanaan, kapasitas fungsi pengawasan, kapasitas fungsi pendokumentasian dan 2) aspek Badan Pemberdayaan Kampung meliputi kapasitas fungsi artikulasi, agregasi dan legislasi. Masing-masing tolok ukur dapat dianalisa sebagai berikut: Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan Kampung Urumusu Dari Aspek Pemerintah Kampung Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintah Kampung Urumusu Bidang Kewenangan Kapasitas kewenangan Pemerintah Kampung Urumusu dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sangat lemah. Kelemahan kapasitas kewenangan ini sebagai akibat dari Pemerintah Kampung Urumusu tidak diberikan kewenangan delegatif dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, urusan pembangunan dan urusan kemasyarakatan dari Pemerintah Kabupaten Nabite melalui Surat Keputusan Bupati sebagai peraturan pelaksana atas desentralisasi fiskal (keuangan), desentralisasi administratif (pelayanan publik) dan desentralisasi politik (pengambilan keputusan) kepada Kampung sehingga tidak tercapai esensi dari adanya otonomi daerah, yaitu: 1) secara filosofis adalah mendorong terciptanya keanekaragaman dalam kesatuan ; 2) secara politik adalah mendorong

2 90 terciptanya demokratisasi, pemerataan dan keadilan; 3) secara ekonomi adalah meningkatkan daya saing daerah dalam menghadapi persaingan global melalui pemberdayaan masyarakat; 4) secara administrasi adalah mendorong terciptanya efektifitas dan efisiensi dengan mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat sebagai fokus utama untuk mencapai hasil akhir berupa kesejahteraan multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu. Dengan demikian pemerintah kampung kehilangan proses belajar masyarakat untuk penguatan kapasitas. Beberapa kapasitas kewenangan yang hilang tersebut antara lain: 1) kapasitas kewenangan regulasi, yakni pengaturan di bidang urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; 2) kapasitas kewenangan ekstraksi yakni kapasitas mengoptimalkan aset desa untuk memenuhi kebutuhan multi-pihak di Kampung Urumusu; 3) kapasitas kewenangan distributif, yakni kapasitas menjaga keseimbangan dan keadilan dalam distribusi sumber daya bagi multi-pihak di Kampung Urumusu; 4) kapasitas responsif, yaitu kemampuan daya tanggap terhadap kebutuhan multi-pihak di Kampung Urumusu; dan 5) kapasitas jejaring, yakni kemampuan membangun hubungan baik vertikal maupun horizontal untuk mendorong percepatan pembangunan. Pemerintah Kabupaten Nabite tidak memberikan kewenangan delegatif berupa desentralisasi fiskal, desentralisasi admnistratif dan desentralisasi politik kepada Pemerintah Kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau proses-proses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik, seperti: 1. Tiga belas buah Perda Kabupaten Nabire tentang Pemerintahan Kampung yang berlaku sejak tahun , tidak satupun di antara Perda-Perda tersebut yang mengatur tentang penyerahan kewenangan kepada Kampung sehingga Bupati tidak pernah menyerahkan kewenangan kepada kampung melalui Surat Keputusan Bupati tentang penyerahan kewenangan. Perda- Perda tersebut dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1999 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa sehingga posisi kewenangan desa sudah dilemahkan oleh peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dari Perda. Melalui produk hukum yang lebih tinggi dari Perda tersebut, desa diberikan kewenangan sebagai berikut: 1) kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; 2) kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum

3 91 dilaksanakan oleh Daerah dan Pemerintah; dan 3) tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Namun kewenangan Kampung untuk mengatur dan mengurusi kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa dan kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan belum dilaksanakan oleh Daerah dan Pemerintah tidak dapat diimplementasikan oleh Daerah dan Pemerintah karena kewenangan atribut tersebut kurang jelas rumusannya dan tidak dirinci batang tubuh maupun penjelasan dalam peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas. Sedangkan tugas pembantuan mulai dilaksanakan sejak tahun Dengan demikian, 13 Perda tersebut hanya sekedar memenuhi kewajiban administrarasi negara karena pada kenyataannya tidak memberikan dampak yang berarti bagi penyelenggaraan Pemerintahan Kampung dan penguatan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung. 2. Selain ketidakjelasan rumusan naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik tentang kewenangan yang telah diuraikan di atas tidak terlepas dari keinginan Pemerintah untuk mempertahankan status quo terhadap Rekomendasi No 7, Tap MPR No IV/MPR-RI/2000 untuk memperkokoh kekuasaan di Desa. Melalui Tap MPR ini, telah merekomendasikan pelaksanaan otonomi bertingkat 3 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa tidak dijabarkan ke dalam revisi naskah Undang-Undang Dasar 1945 sehingga berpengaruh terhadap muatan naskah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Akibatnya adalah melalui peraturan perundang-undangan di atas, Kampung (desa) dimasukan ke dalam otonomi tingkat 2 yakni Kabupaten/Kota. Dengan demikian kewenangan Kampung bukanlah sebagai kewenangan atribut tetapi menjadi kewenangan delegatif. Dengan demikian, kewenangan kampung akan ada jika Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan (melimpahkan) sebagian kewenangan kepada Kampung atas kewenangan yang telah diterima dari Pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa keberpihakan setengah hati dalam membagi sebagian kewenangan kepada Pemerintahan Kampung dan mempraktekkan perilaku menikmati keuntungan dari lemahnya kapasitas tata kelola Pemerintahan Kampung oleh para elite birokrasi Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire.

4 92 3. Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire kurang fleksibel (kaku) dalam menyesuikan diri dengan perubahan peraturan perundang-undangan di tingkat pusat seperti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, Kepmendagri Nomor 64 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 dan lainnya. Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire juga kehilangan arah karena perubahan peraturanperundangan dalam jangka waktu yang singkat. Kondisi ini lebih memapankan Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire untuk mempertahankan status guo atas kekuasaan di kampung melalui sentralisasi kekuasaan di tingkat Pemerintahan Kabupaten. Sementara Pemerintahan Kampung tidak dapat menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan berpedoman pada aturan yang baru di tingkat nasional yang merupakan hasil penyesuaian diri atas tuntutan perubahan masyarakat yang dinamis. Dengan demikian hingga saat ini Pemerintahan Kampung kehilangan berbagai kewenangan yang sudah diatur melalui peraturan perundangundangan yang telah disebutkan di atas, kecuali tugas pembantuan yang sudah mulai diterima sejak tahun 2005, seperti PPK yang menjadi bahan evaluasi oleh pengkaji. 4. Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada pemerintahan kampung melalui Pemerintah Daerah (Perda) Kabupaten Nabire Nomor 32 Tahun 2007 Tentang Pengaturan Kewenangan Kampung dan beberapa Perda lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan kewenangan belum diberlakukan secara penuh karena masih pada tahap sosialisasi. Yang menjadi dasar hukum (konsiderans) Perda ini adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan fiskal, administratif dan politik kepada Pemerintahan Kampung namun dapat diprediksikan bahwa Perda ini pun akan bernasib sama dengan Perda-perda sebelumnya mengingat beberapa pasal yang memungkinkan untuk tidak melakukan penyerahan kewenangan dan melakukan penarikan kembali kewenangan, seperti: a) pasal 5 ayat 1, yang memungkinkan tidak menyerahkan kewenangan dengan pertimbangan kemampuan personil Kampung, kemampuan keuangan daerah (APBD), efisiensi dan efektifitas; b) pasal 8 ayat 3, yang memungkinkan menarik kembali kewenangan dengan pertimbangan pelaksanaan kewenangan tidak

5 93 efektif selama 2 (dua) tahun sejak penyerahan kewenangan; c) pasal 10 ayat 2 dimana pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan kewenangan Kampung diserahkan kepada Distrik yang pada saat ini berada dalam kondisi ketidakberdayaan. 5. Kampung hingga saat ini belum menerima kewenangan delegatif, sehingga hanya dapat melaksanakan tugas pembantuan dan hibah dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten namun kewenangan ini tidak dapat secara leluasa mengatasi seluruh masalah pembangunan di Kampung karena kewenangan melaksanakan tugas pembantuan hanyalah merupakan kewenangan teknis. Kewenangan penuh berada pada Pemerintah, Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten yang memberikan tugas pembantuan. Dampak yang ditimbulkan dari lemahnya kapasitas kewenangan fiskal, administrasi dan politik pada Pemerintah Kampung adalah Kampung tidak dapat secara leluasa melaksanakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan seperti: membina lembaga kemasyarakatan, melaksanakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kampung, melaksanakan proses Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Kampung, mengamankan aksi pencurian dan pengrusakan Sumber Daya Alam (SDA), membangun Badan Usaha Milik Kampung (BUMK), tidak dapat mengendalikan penduduk musiman (penambang emas rakyat), tidak dapat membangun hubungan kemitraan dengan pihak ke tiga dalam mengatasi masalah sosial dan lainnya. Efek yang ditimbulkan dari aspek ekonomi pada multi-pihak (stakeholders) dari kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang kewenangan adalah multi-pihak di Kampung Urumusu kehilangan kesempatan mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan seperti: 1) multi-pihak kehilangan kesempatan mengakumulasi modal usaha secara kolektif dan berkelanjutan untuk menjadi masyarakat produsen; 2) multi-pihak kehilangan kesempatan menambah unit usaha baru termasuk melakukan inovasi yang kreatif maupun perawatan dan perluasan unit usaha yang lama sebagai multiplier effect atas desentralisasi fiskal; 3) multi-pihak kehilangan kesempatan mengatasi masalah hama dan penyakit kakao serta menciptakan kelebihan (keunggulan) dari kekurangan yang dimilikinya; 4) multi-pihak kehilangan kesempatan belajar untuk membangun hubungan kemitraan (sejajar) dalam melaksanakan aktifitas ekonomi. Sedangkan efek yang ditimbulkan dari aspek sosial pada multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dari kondisi kapasitas tata kelola

6 94 pemerintahan kampung bidang bidang kewenangan adalah sebagai berikut: 1) multi-pihak kehilangan kesempatan mendapatkan pelayanan yang murah dan cepat (inefisiensi) akibat tidak terlaksananya desentralisasi administrasi; 2) multipihak kehilangan kesempatan untuk memperkuat dan mengembangkan modal sosial melalui peningkatan intensitas musyawarah (berkumpul dan berinteraksi) untuk mengatasi masalah sosial secara kolektif melalui pelaksanaan kewenangan fiskal, administrasi dan politik secara partisipatif aktif. Efek yang ditimbulkan dari aspek politik pada multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dari kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang kewenangan adalah: 1) multi-pihak kehilangan kesempatan belajar mengatasi masalah secara mandiri dan partisipatif melalui keputusan-keputusan yang penting bagi dirinya dan kemajuan kampungnya dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, pemantafaatan dan pemeliharaan atas hasil-hasil pembangunan kampung; 2) multi-pihak di kampung tidak dapat memajukan demokrasi dalam pelaksanaan kewenangan fiskal, administratif dan politik dan terjadi proses pembodohan tersistematis melalui pembiaran yang pada akhirnya akan memapankan stigma bahwa masyarakat kampung adalah orang bodoh sehingga semua pengaturan diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Nabire. Untuk lebih jelasnya melalui bagan 7 berikut ini menyajikan tentang kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang kewenangan dan efeknya terhadap multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu.

7 95 Bagan 7 : Kondisi Kapasitas Kewenangan Pemerintah Kampung Urumusu Pemerintah Kampung Urumusu tidak diberikan kewenangan delegatif dari Pemerintah Kabupaten Nabite melalui Surat Keputusan Bupati sebagai peraturan pelaksana atas desentralisasi fiskal (keuangan), desentralisasi administratif (pelayanan publik) dan desentaralisasi politik (kewenangan) kepada Kampung Kapasitas Kewenangan Kampung Masih Lemah 13 Perda tentang Kampung yang berlaku sejak tahun , tidak satupun yang mengatur tentang penyerahan kewenangan kepada Kampung sehingga Bupati tidak pernah menyerahkan kewenangan kepada kampung. Perda-Perda tersebut dibuat berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 dan Kepmendagri No. 64 Tahun 1999 yang tidak mengatur tentang penyerahan kewenangan kepada Kampung. Tugas pembantuan pun mulai dilaksanakan sejak tahun Alasan Pemda bahwa kehilangan arah akibat perubahan peraturan perundang-undangan dalam waktu singkat sehingga Perda tentang penyerahan kewenangan mulai ada sejak ditetapkannya Perda No. 32 Tahun 2007 Tentang Penyerahan Kewenangan Kepada Kampung namun saat ini masih pada tahap sosialisasi dan akan melaksanakan penyerahan kewenangan secara bertahap. Perda ini pun bisa bernasib sama dengan Perda-Perda sebelumnya karena Otonomi Kampung, sesuai UU No. 32 Tahun 2004, dimasukan ke dalam otonomi Kabupaten/Kota. tidak dapat secara leluasa melaksanakan hal-hal sebagai berikut: membina lembaga kemasyarakat, melaksanakan Musrenbang Kampung, melaksanakan proses ABD Kampung, mengamankan aksi pencurian dan pengrusakan SDA, membangun BUMK, tidak dapat mengendalikan penduduk musiman (penambang emas rakyat), tidak dapat membangun hubungan kemitraan dengan pihak ke tiga dalam mengatasi masalah komunitas. Ketidakberdayaan multi-pihak (stakeholders) di bidang ekonomi, sosial dan politik. Pemda mempertahankan status quo terhadap Rekomendasi No 7, Tap MPR No IV/MPR-RI/2000 yang merekomendasi melaksanakan otonomi bertingkat III, UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 72 Tahun 2005 sehingga Pemda tidak fleksibel terhadap perubahan peraturan perundang undangan tersebut yang mengatur tentang penyerahan kewenangan kepada kampung. Hal ini juga merupakan bukti keberpihakan setengah hati dalam memajukan pemerintahan dan masyarakat Kampung. Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintah Kampung Urumusu Bidang Keorganisasian Kondisi kapasitas tata kelola Pemerintah Kampung Urumusu bidang keorganisasian masih lemah. Kelemahan kapasitas tata kelola bidang keorganisasian adalah sebagai akibat dari ketidakmampuan kepala dan aparat kampung dalam menata keorganisasian Kampung, mengoptimalkan tata laksana administrasi dan mengembangkan budaya kerja dalam tugas penyelenggaraan

8 96 urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan karena tidak didukung dengan pengetahuan yang cukup untuk menjalankan fungsi manajemen tata kelola pemerinathan kampung. Selain itu, kapasitas kepemimpinan Kepala Kampung sebagai kepala pemerintahan dan juga sebagai pembina lembagalembaga kemasyarakatan, kurang mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai pemimpin yang baik (visioner). Yang menjadi indikator lemahnya kapasitas kepemimpinan Kepala Kampung adalah: a) kurang mampu mengamankan kebijakan daerah (perintah atasan); b) kurang mampu berpikir realitis, inovatif dan kreatif; c) kurang mampu membangun tim kerja antara multi-pihak di Kampung Urumusu; dan d) kurang percaya diri. Berbagai masalah ketidakmampuan dalam penyelenggaran tata pemerintahan bidang keorganisasian adalah merupakan penyebab dari ketidakberpihakan Pemerintah Kabupaten Nabire terhadap pengutan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau proses-proses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik, seperti: 1. Kurang optimal dalam menjalankan kewajiban pembinaan dan pengawasan oleh kantor distrik sebagaimana diamanatkan pasal 102, Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 sehingga tidak dapat membangun pola hubungan kerja antara Kepala Distrik dan Kepala Kampung, seperti: a) hubungan kerja fasilitatif, yaitu Kepala Distrik menjadi penghubung antara Kampung Urumusu dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Nabire; Contoh; Pelaksanaan Musrenbang Kampung dan APB Kampung untuk selanjutnya menyampaikan hasil pelaksanaan kepada Bupati dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD); b) hubungan kerja koordinatif, yaitu Kepala Distrik mengkoordinasikan proses pembangunan bagi kampung-kampung yang ada di wilayahnya agar memenuhi asas sinkronisasi dan integrasi dengan arah kebijakan pembangunan Daerah, Contohnya: bekerjasama dengan kampung lain dalam tugas penyelennggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; c) hubungan kerjasama (kemitraan), yaitu Kepala Distrik yang memimpin satuan unit pemerintahan bekerjasama dengan Kepala Kampung yang memimpin satu unit pemerintahan dimana kedudukan setara untuk mencapai tujuan bersama, contohnya kerjasama dengan kampung lain dan distrik dalam tugas-tugas pembantuan; dan d) hubungan pembinaan, yaitu Kepala Distrik melaksanakan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap

9 97 jalannya roda Pemerintahan Kampung sebagai usaha pembinaan bagi penguatan kapasitas ketatakelolaan Pemerintahan Kampung. 2. Kurang optimal dalam menjalankan kewajiban pembinaan dan pengawasan oleh pemerintahan supra desa sebagaimana diamanatkan pasal Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun Dampak yang ditimbulkan adalah ketidakmampuan Pemerintahan Kampung dalam melaksanakan hal-hal sebagai berikut: a) menyusunan Peraturan Kampung dan Peraturan Kepala Kampung; b) menata administrasi pemerintahan kampung; c) mengelola keuangan kampung dan mengoptimalkan aset kampung; d) menegakkan peraturan perundang-undangan; e) melaksanakan tugas dan fungsi kepala kampung serta perangkat kampung; f) membantu dan mendampingi pelaksanaan tugas, fungsi dan kewajiban lembaga kemasyarakatan di tingkat kampung; g) memfasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan secara partisipatif; h) membangun kerjasama dengan kampung lain dan kampung bekerjasama dengan pihak ketiga; i) melaksanaan usaha pemberdayaan masyarakat; j) membangun kerjasama (kemitraan) dengan lembaga kemasyarakatan dan lembaga kemasyarakatan dengan pihak ketiga; dan k) membangun hubungan koordinasi dan kemitraan dengan unit kerja Pemerintah Daerah dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan; l) mengembangkan komoditi kakao sebagai basis atau usaha ekonomi unggulan dan pengembangan potensi-potensi ekonomi lokal lainnya; serta m) menginventarisasi potensi sosial, masalah sosial dan potensi ekonomi; Keterbatasan pembinaan selama ini, Kepalaa Kanpung dan Aparat Kampung dalam memimpin dan menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di Kampung Urumusu dilaksanakan sesuai dengan pengalaman, meminta petunjuk secara lisan ke Kantor Distrik atau BPMK serta menggunakan buku-buku petunjuk tentang penyelenggaraan pemerintahan kampung yang pernah didapatkan pada tahun 1980-an bukan berdasarkan Perda Kabupaten Nabire Nomor 04 Tahun 2001 dan peraturan perundangan yang berlaku (terbaru). efek yang ditimbulkan pada multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dari tugas penyelenggaraan tata pemerintahan kampung bidang keorganisasian adalah multi-pihak kehilangan kesempatan mengkaderkan caloncalon pemimpin yang visioner, berbakat dan berkemampuan dalam menciptakan prinsip Total Quality Governance (TQG) dan Good Covernance dalam tata kelola

10 98 pemerintahan kampung sehingga lebih memapankan ketidakberdayaan multipihak. Ketidakberdayaan multi-pihak di Kampung dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda seperti: 1) secara filosofis adalah tidak terciptanya kondisi yang kondusif untuk mendorong berkembangnya keanekaragaman dalam kesatuan melalui pemikiran-pemikiran yang inovatif dari multi-pihak di Kampung Urumusu dalam rangka memperkaya konsep pemberdayaan; 2) secara politik adalah tidak terciptanya kondisi yang kondusif untuk mendorong demokratisasi, pemerataan dan keadilan bagi multi-pihak; 3) secara ekonomi adalah tidak terciptanya kondisi yang kondusif untuk meningkatkan daya saing daerah dalam menghadapi persaingan global melalui pemberdayaan multi-pihak di Kampung Urumusu; 4) secara sosial adalah tidak terciptanya kondisi yang kondusif untuk mendorong usaha-usaha pengembangan modal sosial dan jejaring; 5) secara hukum adalah tidak terciptanya kondisi yang kondusif untuk kepastian keamanan dari pelayanan yang didapatkan multi-pihak; dan 6) secara administrasi adalah tidak terciptanya kondisi yang kondusif untuk mendorong terciptanya efektifitas dan efisiensi melalui usaha mendekatkan pelayanan publik pada multi-pihak di Kampung Urumusu sebagai fokus utama untuk mencapai hasil akhir berupa kesejahteraan dan keadilan. Kondisi inilah yang memapankan ketidakberdayaan multi-pihak di Kampung Urumusu bidang ekonomi, sosial dan politik. Untuk lebih jelasnya melalui bagan 8 berikut ini menyajikan tentang kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang keorganisasian dan efeknya terhadap multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu.

11 99 Bagan 8: Kondisi Kapasitas Keorganisasian Kampung Urumusu Kepala dan aparat kampung kurang mampu menata keorganisasian Kampung, mengoptimalkan tatalaksana administrasi dan mengembangkan budaya kerja karena tidak didukung dengan pengetahuan yang cukup untuk menjalan-kan fungsi manajemen Kampung Kapasitas kepemimpinan Kepala Kampung sebagai kepala pemerintahan dan juga sebagai pembina lembaga-lembaga kemasyarakatan, kurang mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai pemimpin yang baik (visioner) Kapasitas Keorganisasian Kampung Masih Lemah Kepala Distrik dan Kepala Kampung kurang efektif dalam membangun hubungan kerja koodinatif, kerjasama (kemitraan), pembinaan dan pengawasan, khususnya dalam melaksanakan 14 tugas fasilitatif Distrik dalam rangka pembinaan kepada Kampung sebagaimana diamanatkan dalam pasal 102, PP No. 72 Tahun pemerintahan supra desa kurang efektif dalam melaksanakan kewajiban pembinaan dan pengawasan kepada Kampung sebagaimana diamatkan dalam pasal , PP 72 Tahun Pemerintahan Kampung tidak mampu melaksanakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, seperti: membina dan membentuk lembaga kemasyarakatan, mengamankan aksi pencurian dan pengrusakan SDA, membentuk BUMK, mengendalikan penduduk musiman (penambang emas rakyat), membangun hubungan kemitraan dengan pihak ke tiga, membina dan mengorganisir masyarakat secara optimal, membina perekonomian, kesehatan dan pendidikan dan lainya Pemerintahan Kampung tidak dapat melaksanakan fungsi manajemen organisasi pemerintah seperti: melaksanakan fungsi perencanaan (proses Musrenbang; ABD Kampung), fungsi pengorganisasian, fungsi pengawasan dan evaluasi, fungsi pendokumentasian (administrasi), serta fungsi artikulasi, agregasi dan legislasi. Tidak dapat mengkaderkan calon-calon pemimpin yang visioner, berbakat dan berkemampuan dan tidak mendapatkan pelayanan yang prima seperti yang diisyaratkan dalam prinsip Total Quality Governance (TQG) dan Good governance dalam tata kelola pemerintahan kampung sehingga lebih memapankan ketidakberdayaan multi-pihak (stakeholders) komunitas di bidang ekonomi, sosial dan politik. Kapasitas kepemimpin Kepala Kampung tetap lemah sehingga kurang mampu mengamankan kebijakan daerah (perintah atasan), kurang mampu berpikir realitis, inovatif dan kreatif, kurang mampu membangun tim kerja dan kurang percaya diri. Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji

12 100 Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintah Kampung Urumusu Bidang Personil Kapasitas personil aparat kampung masih lemah. Lemahnya kapasitas personil aparat kampung adalah sebagai akibat dari hal-hal sebagai berikut: 1) Aparat Pemerintahan Kampung Urumusu tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya; 2) Aparat dan Kepala Kampung Urumusu kurang mamahami tugas dan fungsinya masing-masing; 3) Aparat dan Kepala Kampung Urumusu kurang mampu melaksanakan fungsi manajemen Kampung; dan 4) Aparat dan Kepala Kampung Urumusu sering lalai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Lemahnya kapasitas personil aparat kampung di atas merupakan penyebab dari ketidakberpihakan Pemerintah Kabupaten terhadap pengutan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau proses-proses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik, seperti: 1. Sosialisasi atas Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 04 Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dilakukan di tingkat Distrik dan dihadiri sebagian mantan aparat pemerintahan kampung. 2. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Nabire kaku (tidak fleksibel) dalam penyesuaian dengan perubahan peraturan perundangan seperti Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa dan peraturan perundangundangan lainnya sehingga tidak pernah melasanakan pelatihan, bimbingan dan pendampingan dari Pemda Kabupaten Nabire, khususnya Kantor Distrik secara berkelanjutan sebagai suatu kewajiban (kewenangan atribut) yang diamatkan melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pemda Kabupaten Nabire tidak pernah menyediakan buku petunjuk kerja seperti yang ditetapkan dalam Kepmendagri Nomor 32 Tahun 2006 Tentang Pedoman Administrasi Desa, Kepmendagri Nomor 04 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, Kepmendagri Nomor 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa dan berbagai pedoman lainnya tentang pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing perangkat kampung. 4. Personil Kampung kurang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam melaksanakan tugasnya karena hanya Kepala Kampung dan Sekretaris Kampung sajalah yang berpendidikan SLTA sedangkan 8 orang staf lainnya

13 101 hanya menamatkan pendidikan Sekolah Dasar namun tidak pernah memberikan pelatihan keterampilan bekerja tentang pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing perangkat kampung; 5. Pemda Kabupaten Nabire tidak memotivasi bawahan melalui penghargaan bagi yang berprestasi dan memberikan sanksi bagi yang lalai dalam tugas. Dampak yang ditimbulkan pada personil aparat kampung dalam tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan adalah antara lain: 1) kurang komitmen dan konsisten terhadap visi dan misi pembangunan Kabupaten Nabire; 2) kurang paham sehingga kurang efektif dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan kebijakan daerah dan peraturan perundangan yang berlaku; 3) kurang memiliki rasa tanggung jawab; 4) kurang profesionalisme; 5) kurang memiliki kreativitas; 6) kurang miliki jiwa kepemimpinan dan keteladanan; 7) kurang komitmen dalam membangun kerjasama (kemitraan) dan membangun dinamika kelompok kerja; 8) kurang mampu menciptakan ketepatan dan kecepatan kerja; 9) kurang mampu dalam mengambil keputusan dan ketegasan; 10) kurang disiplin 11) kurangnya keberanian dan kearifan; 12) kurangnya dedikasi dan loyalitas kepada kepala kampung sebagai pemimpinnya; serta 13) kurang semangat dan motifasi bekerja. Efek yang ditimbulkan pada multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dari kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang kapasitas personil adalah multi-pihak di Kampung Urumusu kurang mendapatkan pelayanan secara optimal (prima) melalui penerapan prinsip Total Quality Gavernance dan good governance dalam tata kelola Pemerintahan Kampung seperti: 1) secara filosofis adalah tidak terciptanya keanekaragaman dalam kesatuan melalui pemikiran-pemikiran yang inovatif dari aparat kampung dalam melaksanakan tugas sebagai pelayan publik; 2) secara politik adalah tidak mendorong terciptanya demokratisasi, pemerataan dan keadilan dalam proses pelayanan publik; 3) secara ekonomi adalah tidak dapat meningkatkan daya saing daerah dari tingkat kampung dalam menghadapi persaingan global melalui pelayanan administrasi yang mudah dan murah bagi multi-pihak dan mendorong pengembangan kawasan; 4) secara sosial adalah multi-pihak di Kampung Urumusu tidak mendapatkan peluang untuk mendorong pengembangan modal sosial dan jejaring melalui penyelenggaraan tugas pelayanan publik dari aparat kampung; 5) secara hukum adalah tidak menciptakan kondisi kepastian (konsistensi) atas keamanan dari pelayanan yang didapatkan oleh multi-pihak; dan

14 102 6) secara administrasi adalah tidak terciptanya efektifitas dan efisiensi dengan mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat sebagai fokus utama untuk mencapai hasil akhir berupa kesejahteraan masyarakat. Kondisi ini mendorong terciptanya ketidakberdayaan multi-pihak di bidang ekonomi, sosial dan politik. Untuk lebih jelasnya melalui bagan 9 berikut ini menyajikan tentang kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang kapasitas personil pada Pemerintahan Kampung Urumusu dan efeknya terhadap multi-pihak. Bagan 9: Kondisi kapasitas personil Pemerintahan Kampung Urumusu Aparat Pemerintahan Kampung Urumusu tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Aparat dan Kepala Kampung Urumusu kurang mamahami tugas dan fungsinya masing-masing. Aparat dan Kepala Kampung Urumusu kurang mampu melaksanakan fungsi manajemen Kampung Aparat dan Kepala Kampung Urumusu sering lalai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Kapasitas Personil Kampung Masih Lemah Pemerintahan supra desa kurang efektif dalam melaksanakan kewajiban pembinaan dan pengawasan kepada Kampung sebagaimana diamatkan dalam pasal , PP 72 Tahun Perda Kab. Nabire No. 04 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa tidak disosialisasikan kepada seluruh aparat Kampung serta kurang fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan perubahan peraturan perundang undangan. Tidak pernah menyerahkan 3 urusan kewenangan selain tugas pembantuan untuk dapat dijadikan sebagai sarana proses belajar masyarakat Pemerintah Kabuapaten Nabire tidak pernah menyediakan bukubuku petunjuk kerja dari 3 Kaur dan 5 orang staf hanya berpendidikan menamatkan SD Pemerintah Kabupaten Nabire dan Kepala Kampung tidak pernah memotifasi bawahan seperti memberikan penghargaan kepada yang berprestasi, honor tidak diberikan perbulan (setahun sekali) Aparat dan Kepala Kampung sering dipraktekkan hal-hal seperti 1) kurang komitmen dan konsisten terhadap visi dan misi pembangunan Kabupaten Nabire; 2) kurang memiliki rasa tanggung jawab; 3) kurang miliki jiwa kepemimpinan dan keteladanan; 4) kurang komitmen dalam membangun dinamika kelompok kerja; 5) kurang mampu menciptakan ketepatan dan kecepatan kerja; 6) kurang mampu dalam keteguhan dan ketegasan; 7) kurang disiplin dan membangun keteraturan kerja; 8) kurangnya keberanian dan kearifan; 9) kurangnya dedikasi dan loyalitas kepada kepala kampung sebagai pimpinannya; 10) kurang semangat dan motifasi dalam bekerja dan lainnya. kurang optimal dalam menerapkan prinsip Total Quality Gavernance dan Good Govenance dalam tata kelola Pemerintahan Kampung sehingga multi-pihak (stakeholders) tidak berdaya di bidang ekonomi, sosial dan politik Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji

15 103 Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintah Kampung Urumusu Bidang Kapasitas Keuangan Pemerintah Kampung Urumusu tidak didukung kapasitas keuangan yang memadai. Lemahnya kondisi kapasitas keuangan kampung diakibatkan karena: 1) Pemerintah Kampung Urumusu tidak memiliki payung hukum (SK Bupati) untuk memobilisasi Pendapatan Kampung sehingga tidak melaksanakan proses APB Kampung dalam kurung waktu tahun ; 2) Aparat Pemerintah Kampung Urumusu kurang memahami cara memobilisasi pendapatan Kampung melalui sumber-sumber pendapatan kampung; dan 3) Pemerintah Kampung Urumusu kehilangan hak-hak keuangan Kampung melalui desentralisasi fiskal dalam kurung waktu tahun Lemahnya kondisi kapasitas keuangan kampung di atas adalah peyebab dari ketidakberpihakan Pemerintah Kabupaten terhadap pengutan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau prosesproses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik, seperti: 1. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Nabire Nomor 07 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta Perda Nomor 06 Tahun 2001 tentang Sumber Pendapatan Desa tidak disosialisasikan kepada seluruh aparat Kampung serta tidak pernah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Bupati sebagai aturan pelaksana untuk memobilisasi dana melalui sumbersumber Pendapatan Kampung selain melalui tugas pembantuan. 2. Pemerintahan supra desa tidak pernah melatih, membimbing dan mendampingi Kampung untuk memobilisasi sumber-sumber pendapatan kampung, khususnya Pendapatan Asli Kampung (PAK) sebagaimana diamanatkan dalam pasal , Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun Ketidakpastian jumlah anggaran melalui tugas pembantuan, hibah dan sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat yang diterima oleh Kampung pada setiap tahun anggaran serta Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 Tentang Penyelengggaraan Tugas Pembantuan tidak disingkronisasikan dengan Perda Kabupaten Nabire Nomor 07 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta Perda Nomor 06 Tahun

16 tentang Sumber Pendapatan Desa yang berlaku selama tahun 2001 sampai tahun 2007; 4. Belum ada SK Bupati untuk pembentukan lembaga kemasyarakatan kampung yang dapat berperan memobilisasi dana melalui sumber-sumber pendapatan kampung seperti LPMK sebagaimana diamatkan Perda Nomor 12 Tahun Pemda Kabupaten Nabire kurang fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan perubahan peraturan perundang undangan yang memuat tentang desentralisasi fiskal bagi kampung seperti Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 Tentang Penyelengggaraan Tugas Pembantuan, Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Dampak yang ditimbulkan dari rumusan isi naskah, tata laksana dan budaya kebijakan publik di atas terhadap kapasitas keuangan Kampung Urumusu adalah: 1. Kampung kehilangan kesempatan mendapakan hak-hak keuangan melalui desentralisasi fiskal melalui APBD Kabupaten Nabire, antara lain: a) Bagi hasil pajak Kabupaten minimal 10 % kepada Kampung tertentu; b) Bagi hasil retribusi Kabupaten minimal 10 % kepada Kampung tertentu; c) Alokasi dana perimbangan keuangan pusat dan daerah sebesar 10 % setelah dikurangi belanja aparatur kepada Kampung, yang terdiri dari: 1) Alokasi Dana Kampung (ADK), yakni Alokasi Dana Kampung Minimal (ADKM) dan Alokasi Dana Kampung Proporsional (ADKP); dan 2) Alokasi Dana Khusus (ADKK). 2. Kampung kehilangan kesempatan memobillisasi sumber pendapatan Kampung non desentralisasi fiskal seperti: a) Pendapatan Asli Kampung seperti hasil usaha kampung, hasil pengelolaan kekayaan kampung, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli kampung yang sah; b) Hibah dari perorangan/orsos/orpol dan lainnya; c) Sumbangan pihak ketiga; d) Bantuan keuangan kampung lain; dan d) Penerimaaan dari pembiayaan seperti Sisa Hasil Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya, hasil penjualan kekayaan kampung yang dipisahkan dan pinjaman kampung. 3. Kampung kehilangan kesempatan belajar dalam memberdayakan masyarakat melalui politik anggaran yakni melalui proses APB Kampung.

17 105 Efek yang ditimbulkan dari aspek ekonomi pada multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dari kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang kapasitas keuangan adalah multi-pihak di kampung kehilangan kesempatan mengembangkan ekonomi kerakyatan yang berkelanjutan seperti: 1) multi-pihak kehilangan kesempatan mengakumulasi modal usaha secara kolektif dan berkelanjutan untuk menjadi masyarakat produsen; 2) multi-pihak kehilangan kesempatan menambah unit usaha baru melalui inovasi-inovasi yang kreatif maupun perluasan unit usaha yang lama akibat multiplier effect dari desentralisasi fiskal; 3) multi-pihak kehilangan kesempatan mengatasi masalah hama dan penyakit kakao serta menciptakan keunggulan dari kekurangan yang ada; dan 4) multi-pihak kehilangan kesempatan belajar untuk membangun hubungan kemitraan multi-pihak dalam melaksanakan aktifitas ekonomi. Sedangkan efek yang ditimbulkan dari aspek sosial pada multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dari kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang kapasitas keuangan adalah sebagai berikut: 1) multi-pihak kehilangan kesempatan mendapatkan pelayanan yang murah dan cepat (inefisiensi) karena tidak terlaksananya desentralisasi fiskal; 2) multi-pihak kehilangan kesempatan untuk memperkuat dan mengembangkan modal sosial melalui peningkatan intensitas musyawarah (berkumpul dan berinteraksi) untuk mengatasi masalah sosial secara kolektif melalui pelaksanaan kewenangan fiskal, khususnya melalui proses APB Kampung secara partisipatif aktif. Efek yang ditimbulkan dari aspek politik pada multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dari kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang keuangan adalah: 1) multi-pihak kehilangan kesempatan belajar mengatasi masalah secara mandiri melalui keputusan-keputusan yang penting bagi dirinya dan kemajuan kampungnya dalam proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi, pemantafaatan dan pemeliharaan atas hasil-hasil pembangunan kampung; 2) multi-pihak kehilangan kesempatan belajar memajukan demokrasi dan partisipasi aktif dari seluruh komunitas dalam pelaksanaan kewenangan fiskal sehinggga terjadi proses pembodohan tersistematis melalui pembiaran yang pada akhirnya lebih memapankan stigma bahwa masyarakat kampung adalah orang bodoh ; 3) menciptakan multi-pihak yang bermental pengemis melalui tugas pembantuan (program bantuan) yang tanpa disertai dengan pelaksanaan penyerahan kewenangan fiskal. Tugas pembantuan tersebut telah membunuh kreasi-kreasi yang inovatif untuk mencari

18 106 dana pembangunan secara swadaya sehingga hanya menunggu bantuan pemerintahan supra desa. Untuk lebih jelasnya melalui bagan 10 berikut ini menyajikan tentang kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang keuangan dan efeknya terhadap multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu. Bagan 10 : Kondisi Kapasitas Keuangan Kampung Tahun Pemerintah Kampung Urumusu tidak memiliki payung hukum (SK Bupati) untuk memobilisasi Pendapatan Kampung Aparat Pemerintah Kampung Urumusu kurang memahami cara memobilisasi pendapatan Kampung melalui sumber-sumber pendapatan kampung Tahun Pemerintah Kampung Urumusu kehilangan hak-hak keuangan Kampung melalui desentralisasi fiskal Ketidakpastian jumah anggaran melalui tugas pembantuan, hibah dan sumbangan pihak ketiga yang tidak mengikat yang diterima oleh Kampung pada setiap tahun anggaran Kapasitas Keuangan Kampung Masih Lemah Perda Kab. Nabire No. 06 dan 07 Tahun 2001 tidak disosialisasikan kepada seluruh aparat Kampung serta tidak pernah mengeluarkan SK Bupati sebagai aturan pelaksana untuk memobilisasi dana melalui sumber-sumber Pendapatan Kampung selain melalui tugas pembantuan. Tidak pernah melaksanakan pelatihan, bimbingan dan pendampingan untuk memobilisasi dana melalui sumber-sumber pendapatan kampung, khususnya Pendapatan Asli Kampung oleh pemerintahan supra desa kepada Kampung Belum ada SK Bupati untuk pembentukan lembaga kemasyarakatan kampung yang dapat berperan memobilisasi dana melalui sumber-sumber pendapatan kampung seperti LPMK sebagaimana diamatkan Perda No 12 Tahun 2001 Pemda kurang fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan perubahan peraturan perundang undangan seperti UU No. 34 Tahun 2000, PP No. 52 Tahun 2001, UU No. 32 Tahun 2004, dan, PP No. 58 Tahun 2005 yang memuat tentang desentralisasi fiskal bagi kampung. Kampung kehilangan kesempatan mendapatkan hak-hak pendapatan Kampung melalui desentralisasi fiskal (APBD Kab.), seperti: 1. Bagi hasil pajak Kabupaten: a. Bagi hasil pajak Kabupaten b. Bagi hasil PBB c. Dan seterusnya 2. Bagi hasil retribusi Kabupaten 3. Alokasi dana perimbangan keuangan pusat dan daerah: a. Alokasi Dana Kampung (ADK), yakni ADKM dan ADKP. b. Alokasi Dana Khusus (ADKK). Kampung kehilangan kesempatan memobillisasi sumber pendapatan Kampung dari non desentralisasi fiskal seperti: 1. Pendapatan Asli Kampung: a. Hasil Usaha Kampung b. Hasil Pengelolaan Kekayaan Kampung c. Hasil Swadaya dan Partisipasi d. Hasil gotong royong e. Lain-lain Pendapatan Asli Kampung yang sah 2. Hibah dari perorangan/orsos/orpol 3. Sumbangan pihak ketiga 4. Bantuan keuangan kampung lain. 5. Penerimaaan pembiayaan: a. SILPA Tahun sebelumnya. b. Hasil Penjualan Kekayaan Kampung yang Dipisahkan c. Pinjaman kampung Kampung kehilangan kesempatan ruang belajar memberdayakan masyarakat melalui politik anggaran yakni proses APBKamp Ketidakberdayaan multi-pihak (stakeholders) di bidang ekonomi, sosial dan politik Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji

19 107 Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan Kampung Urumusu Bidang Kapasitas Sarana dan Prasana Kerja Kondisi kapasitas sarana dan prasarana kerja bagi Pemerintah Kampung Urumusu sangat kurang memadai. Kelemahan kapasitas sarana dan prasarana kerja merupakan akibat beberapa hal berikut ini: 1) balai Pemerintah Kampung Urumusu sebagai fasilitas utama pelayan umum yang harus dimiliki oleh sebuah organisasi pemerintah sudah tidak layak untuk digunakan; 2) tidak memiliki sarana kerja berupa peralatan kerja seperti peralatan kerja tunggal guna (single purpose equipment) dan peralatan kerja serba guna (multiple purpose equipment); 3) perlengkapan alat kerja dan alat kerja bantu (fasilitas) tidak memadai. Keterbatasan kapasitas sarana dan prasarana kerja bagi Pemerintahan Kampung Urumusu adalah merupakan penyebab dari ketidakberpihakan Pemerintah Kabupaten terhadap pengutan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau proses-proses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik di tingkat kabupaten, seperti: 1. Pemerintah Kabupaten tidak memberikan kewenangan melalui Keputusan Bupati untuk memobilisasi jenis-jenis pendapatan kampung non desentralisasi fiskal yang menjadi sumber penerimaan keuangan kampung sebagaimana diatur dalam Perda Kabupaten Nabire Nomor 06 Tahun 2001 Tentang Sumber Pendapatan Desa dan Perda Nomor 07 Tahun 2001 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk membangun Balai Kampung dan melengkapi sarana kerja secara swadaya. 2. Sumber pendapatan dari tugas pembantuan dari Pemerintah supra desa melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 bahwa 10% dana bantuan untuk operasional pemerintahan kampung hanya diperbolehkan untuk membiayai ATK yang berhubungan dengan program bantuan tersebut dan 80% untuk pemberdayaan masyarakat kampung. 3. Perda Nomor 06 Tahun 2001 ditetapkan berdasarkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 sehingga tidak memuat tentang desentralisasi fiskal yang dapat menjadi sumber pendapatan kampung untuk membelanjakan sarana dan prasarana kerja. 4. Pemerintah supra desa tidak pernah menyediakan dana khusus untuk pembangunan balai kampung dan segala perlengkapannya sebagai bagian

20 108 dari penyediaan sarana dan prasarana untuk percepatan pembangunan sebagaimana diatur dalam pasal Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun Lemahnya kapasitas sarana dan prasarana kerja memberi dampak buruk pada penyelenggaraan fungsi pelayanan umum, seperti a) tidak dapat mempercepat proses pelaksanaan pekerjaan agar dapat menghemat waktu; b) tidak dapat meningkatkan produktifitas pelayanan, baik barang maupun jasa; c) Menyediakan kualitas pelayanan yang lebih baik; d) tidak adanya jaminan ketepatan ukuran dan stabilitas ukuran layanan; e) tidak dapat mempermudah dalam gerak pegawai; f) tidak dapat memberikan rasa kenyamanan kerja; g) tidak dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kepuasan pelayanan; h ) kurang efektif dalam membangun hubungan kerja antar aparat pemerintahan kampung karena aparat kampung bekerja di rumah masing-masing. Efek yang ditimbulkan pada multi-pihak di Kampung Urumusu dari kondisi kapasitas sarana dan prasana adalah pelayanan yang didapatkan tidak dapat memenuhi kebutuhan multi-pihak dan tidak mendapatkan pelayanan yang prima sesuai dengan prinsip Total Quality Governance (TQG) dan good governance dalam mendapatkan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sehingga multi-pihak di kampung menjadi tidak berdaya secara ekonomi, sosial dan politik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui bagan 11 yang menyajikan tentang kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang kondisi kapasitas sarana dan prasarana dan efeknya terhadap multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu.

21 109 Bagan 11: Kondisi Kapasitas Sarana dan Prasarana Kerja Kampung Kantor (Balai) Kampung dalam kondisi rusak berat dan tidak layak untuk digunakan. Tidak memiliki peralatan kerja tunggal maupun serba guna. Tidak memiliki perlengkapan alat kerja utama dan alat kerja bantu. Kapasitas Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Kampung masih lemah Tidak ada SK Bupati untuk memobilisasi anggaran melalui Pendapatan Asli Kampung untuk membelanjakan sarana dan prasarana secara mandiri. Perda No. 06 Tahun 2001 tidak memuat tentang alokasi sumber pendapatan Kampung yang berasal dari desentralisasi fiskal karena yang menjadi hukum konsiderans Perda tersebut adalah UU. No. 22 Tahun 1999 untuk membelanjakan sarana dan prasarana secara mandiri. Bantuan keuangan dan hibah dari pemerintah supra desa melalui PP 52 Tahun 2001 hanya di izinkan menggunakan 10% dari total anggaran untuk membelanjakan ATK yang berhubungan bantuan dan hibah yang diterima. Tidak ada bantuan sarana dan prasarana kerja termasuk pembangunan balai kampung dari Pemerintah supra desa. Ketidakefektiktifan dalam membagun hubungan kerja kerena bekerja di rumahnya masing-masing. Tidak dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik dalam hal kecepatan dan ketepatan hasil kerja serta kualitas hasil kerja yang kurang maksimal Ketidakpusaan kerja dan ketidakpuasan memberikan pelayanan dari diri aparat kepada masyarakat Kampung sehingga menjadikannya malas bekerja. multi-pihak (stakeholders) tidak mendapatkan pelayanan yang prima sesuai prinsip Total Quality Governance (TQG) sehingga menjadi tidak berdaya secara ekonomi, sosial dan politik. Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan Kampung Urumusu Bidang Fungsi Perencanaan Pembangunan Kapasitas fungsi perencanaan Kampung Urumusu masih lemah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Hal ini merupakan akibat dari Pemerintah Kampung Urumusu sebagai organisasi politik lokal tidak memiliki kemampuan dan kekuatan pengaturan dalam pengembangan wilayah sehingga tidak pernah melaksanakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dari tingkat Marga, Dusun hingga Kampung dengan prinsip

22 110 pemberdaayaan (empowerment), keterbukaan (transparancy), akuntabilitas (accountability), berkelanjutan (sustainability), partisipasi (participation) dan efektif. Lemahnya kapasitas fungsi perencanaan kampung adalah merupakan penyebab dari ketidakberpihakan Pemerintah Kabupaten terhadap pengutan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau proses-proses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik, seperti: 1. Surat edaran Bupati Surat Edaran Bupati Nomor 334/08/ Set tentang Tata Cara Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nabire sebagai petunjuk pelaksanaan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanan Pembangunan Nasional dan Surat Edaran Bersama antara Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS Tahun 2005 Nomor 0259/M. PPN/I/2005 dan 050/166/SJ tentang Tata Cara Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan tidak ditindaklanjuti oleh aparat distrik yang berwewenang memfasilitasi Musrenbang Kampung dengan alasan tidak disertai dengan dana dan alasan geografis (jangkauan). Musrenbang selalu dilaksanakan hanya di tingkat distrik dan bersifat formalitas. 2. Kepala Distrik dan aparatnya tidak pernah melaksanakan kewenangan atribut, yakni kewajiban memfasilitasi Musrenbang sebagai bagian dari pembinaan kepada Kampung sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 serta SK Bersama Mendagri dan Menteri Negara PPN/Ketua BAPPENAS Tahun 2005 Nomor 0259/M. PPN/I/2005 dan 050/166/SJ Tentang Petunjuk Musrenbang. 3. Kantor Distrik Uwapa belum memfasilitasi pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang menjadi patner dalam merencanakan pembangunan dan merencanakan penghasilan dari sumber pendapatan kampung dan melaksanakannya melalui Anggaran Pendapaan dan Belanja Kampung sebagaimana diatur dan diamanatkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Pembentukaan Lembaga Kemasyarakatan di Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Permendagri Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan, Permendagri Nomor 7 Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, Permendagri Nomor 19 Tahun 2007 tentang

23 111 Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Permendagri Nomor 38 Tahun 2007 tentang Kerjasama Desa serta peraturan perundangan lainnya. 4. Pemerintah supra desa tidak pernah melatih, membimbing dan mendampingi proses Musrenbang dan APB Kampung sebagaimana diatur dalam pasal Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun Sedangkan dampak yang ditimbulkan dari lemahnya kapasitas fungsi perencanaan kampung adalah: 1) Pemerintahan Kampung tidak memiliki dokumen RPJM sebagai acuan rencana pembangunan selama lima tahun ; 2) Pemerintahan Kampung tidak mendapatkan ouput Musrenbang sebagai acuan Rencana Kerja Pemerintahan Kampung (RKPK) dan Rencana Kerja - Lembaga Pengembangan Masyarakat Kampung (Renja-LPMK) dan APB Kampung seperti: a) Daftar Prioritas Kegiatan yang dibiayai Kampung; b) Daftar Kegiatan yang dibiayai melalui ADK; c) Daftar Prioritas Kegiatan yang diajukan ke RKPD atau Renja- SKPD Kabupaten dan Provinsi; d) Daftar nama delegasi yang diutus ke Musrenbang Distrik dan sebagai tim negosiasi ke Musrenbang Kabupaten dan Tim asistensi APBD Kabupaten dan Provinsi; 3) Tidak tercapai azas sinkronisasi antara rencana pembangunan Kampung, Daerah dan Pusat; dan 4) Kampung sebagai organisasi politik lokal tidak dapat menjadi Growth Machine dalam pengembangan wilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi desa. Semua masalah di atas menimbulkan efek tidak tercapainya azas sinkronisasi antara kebutuhan multi-pihak dengan rencana dan pelaksanaan pembangunan Kampung, Daerah dan Pusat secara terencana dan berkelanjutan sehingga proses pembangunan bersifat parsial sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan nyata multi-pihak, yang pada akhirnya memapankan ketidakberdayaan secara ekonomi, sosial dan politik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui bagan 12 menyajikan tentang kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang fungsi perencanaan pada Pemerintahan Kampung Urumusu dan efeknya terhadap multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu

24 112 Bagan 12 : Kondisi Kapasitas Fungsi Perencanaan Kampung Urumusu Tidak pernah melaksanakan Musrenbang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dengan prinsip pemberdaayaan, keterbukaan, akuntabilitas, berkelanjutan, partisipatif, berkeadilan, efektif dan efisiensi karena Kampung sebagai organisasi politik lokal tidak memiliki kemampuan dan kekuatan pengaturan dalam pengembangan wilayah. Kapasitas Funsi Perencanaan Kampung Masih lemah SK Bupati untuk memfasilitasi pelaksanaan Musrembang Kampung tidak pernah ditindaklanjuti oleh Kepala Distik dengan alasan tidak disertai dengan dana dan alasan geografis (jangkauan) sehingga Musrenbang hanya dilaksanakan di tingkat distrik dan bersifat formalitas. Kepala Distrik dan aparatnya tidak pernah melaksanakan kewenangan atribut, yakni kewajiban memfasilitasi Musrenbang sebagai bagian dari pembinaan kepada Kampung sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 25 Tahun 2004, UU No. 32 Tahun 2004, PP No. 72 tahun 2005 serta SK Bersama Mendagri dan Menteri Negara PPN/Ketua BAPPENAS Tahun 2005 Nomor 0259/M. PPN/I/2005 dan 050/166/SJ. Pemerintah supra desa, LSM maupun akademisi tidak pernah melatih, membimbing dan mendampingi proses Musrenbang. Kepala Distrik dan Kabupaten belum memfasilitasi pembentukan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kampung (LPMK) sebagai fasilitator Musrenbang Kampung. Pemerintahan Kampung tidak memiliki dokumen RPJM sebagai acuan rencana pembangunan selama lima tahun. Pemerintahan Kampung tidak mendapatkan ouput Musrenbang sebagai acuan RKP Kampung dan Renja-LPMK dan APB Kampung seperti: 1 Daftar Prioritas Kegiatan yang dibiayai Kampung. 2 Daftar Kegiatan yang dibiayai melalui ADK. 3 Daftar Prioritas Kegiatan yang diajukan ke RKPD/Renja-SKPD DPA SKPD Kab. dan Provinsi. 4 Daftar nama delegasi yg diutus ke Musrenbang Distrik dan sebagai tim negosiasi ke Musrenbang Kabupaten dan tim asistensi RKPD/Renja-SKPD Kab. dan Provinsi. Tidak tercapai azas sinkronisasi antara rencana pembangunan Kampung, Daerah dan Pusat. Kampung sebagai organisasi politik lokal tidak dapat menjadi Growth Machine dalam pengembangan wilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi desa secara terencara dan berkelanjutan. Tidak tercapai azas sinkronisasi antara kebutuhan stakeholders dengan rencana dan pelaksanaan pembangunan Kampung, Daerah dan Pusat secara terencana dan berkelanjutan sehingga proses pembangunan selama ini tidak mampu mengatasi masalah stakeholders, yang pada akhirnya memapankan ketidakberdayaan multi-pihak (stakeholders) secara ekonomi, sosial dan politik. Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji

25 113 Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintah Kampung Urumusu Bidang Fungsi Pengawasan dan evaluasi Pembangunan Kondisi kapasitas fungsi pengawasan dan evalusi masih lemah sehingga Pemerintah Kampung Urumusu tidak pernah mengevaluasi dan memberikan ruang partisipasi kepada multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu untuk melakukan pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Hal ini merupakan akibat dari hal-hal sebagai berikut: 1) BPK tidak dapat memanfaatkan hak-haknya seperti mengawasi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, meminta keterangan, mengajukan pertanyaan, pendapat dan usul kepada Pemerintah Kampung; 2) Pemerintah Kampung tidak pernah menetapkan Peraturan Kampung tentang APB Kampung sehingga masyarakat tidak memilki alat pengawasan; dan 3) Masyarakat, BPK dan Bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak pernah meminta dan mendapatkan laporan pertanggungjawaban Kepala Kampung tentang penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Lemahnya kapasitas fungsi pengawasan dan evalusi di atas adalah sebagai penyebab dari ketidakberpihakan Pemerintah Kabupaten terhadap pengutan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau proses-proses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik, seperti: 1. Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 05 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Badan Perwakilan Kampung (Baperkam/BPK) dan pembentukan lembaga kemasyarakan lainnya dilakukan di tingkat distrik dan tidak disertai dengan pelatihan, bimbingan dan pendampingan dari Kantor Distrik, Pemda Kabupaten, LSM dan akademisi secara berkelanjutan sehingga BPK tidak memanfaatkan haknya dalam fungsi pengawasan yaitu meminta keterangan penyelenggaraan pembangunan kepada Kepala Kampung; 2. Hak BPK untuk menyatakan menolak atau menerima Laporan Pertanggungjawaban Kepala Kampung sesuai amanat Perda Nomor 05 Tahun 2001 tidak berlaku lagi sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah karena yang menjadi dasar hukum Perda tersebut adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah sementara dilain pihak, para pembantu Bupati kurang efektif dalam melaksanakan kewajiban pengawasan sebagaimana

26 114 diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah 72 Tahun 2005 dan peraturan lainnya; 3. Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Peratutan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa dan peraturan perundang undangan lainnya yang berlaku saat ini, masyarakat kampung dan BPK tidak diberikan ruang untuk mengevaluasi proses pembangun di Kampung kecuali oleh Bupati dari hasil Laporan Pertanggungjawaban Kepala Kampung sedangkan bagi masyarakat cukup dengan mendapatkan pokok-pokok informasi pertanggungjawaban dan BPK cukup dengan mendapatkan keterangan atas laporan pertanggungjawaban dari Kepala Kampung kepada Bupati; 4. BPK tidak memiliki alat kontrol karena tidak pernah menyusun APB Kampung sedangkan kewajiban pertanggungjawaban Kepala Kampung atas program bantuan dan hibah yang dilaksanakan selama ini hanya kepada pemerintahan supra desa yang melimpahkan tugas pembantuan ataupun hibah. Dampak yang ditimbul dari penyebab lemahnya kapasitas fungsi pengawasan dan evaluasi pembangunan dalam tata kelola pemerintahan kampung adalah masyarakat dan Pemerintahan Kampung secara partisipatif tidak dapat mengukur hasil-hasil pembangunan seperti: 1) pencapaian pembangunan yang sudah dicapai (kualitas dan kuantitas); 2) perkembangan tentang rencana dan realisasi telah dicapai; 3) berapa biaya yang dikeluarkan (efisinsi) dan dampak bagi masyarakat (efektifitas); 4) ketepatan atas metode yang digunakan; 5) pengalaman baru yang didapatkan sebagai proses belajar dan bertukar pengalaman; dan 6) mendapatkan Informasi untuk formulasi (rencana) berikutnya. Sehingga efek yang dihasilkan dari masalah lemahnya kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang fungsi pengawasan dan evaluasi pembangunan adalah tidak terselenggaranya proses fungsi evaluasi pembangunan yang melibatkan multi-pihak di Kampung Urumusu sehingga Pemerintah Kampung tidak mendapatkan ouput dari evaluasi pembangunan seperti rekaman proses evaluasi dan ringkasan hasil evaluasi sebagai informasi dasar bagi perencanaan pembangunan berikutnya dan juga informasi dasar bagi pembuatan laporan pertanggungjawaban. Dengan demikian tidak dapat merekonstruksi proses pembangunan Kampung dalam rangka menjawab kebutuhan multi-pihak di Kampung Urumusu yang berkembang seiring tuntutan perubahan di tingkat global di bidang ekonomi, sosial dan politik.

27 115 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui bagan 13 berikut ini menyajikan tentang kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang fungsi pengawasan dan evaluasi dan efeknya terhadap multi-pihak. Bagan 13: Kondisi Kapasitas Fungsi Pengawasan dan Evaluasi Pembangunan Kampung Urumusu BPK tidak pernah memanfaatkan haknya dalam meminta keterangan, mengajukan pertanyaan, pendapat dan usul dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintahan Kampung bersama masyarakat tidak pernah melaksanakan evaluasi proses pembangunan, khusus progam bantuan yang dilaksanakan Kampung selama ini. Pemerintah supra desa tidak pernah melihat realisasi lapangan atas laporan pelaksanaan tugas pembantuan yang yang dilaksanakan Kampung selama ini. Kapasitas Fungsi Pengawasan dan Evaluasi Pembangunan Kampung masih lemah Perda No, 05 Tahun 2001 tidak pernah disosialisasikan maupun melatih, membimbing dan mendampingi anggota BPK sehingga BPK tidak mengetahui fungsi pengawasannya. Hak BPK untuk menyatakan menolak atau menerima Laporan Pertanggungjawaban Kepala Kampung sesuai amanat Perda No. 05 Tahun 2001 tidak berlaku lagi sejak ditetapkannya UU No. 32 Tahun 2004 karena yang menjadi dasar hukum Perda tersebut adalah UU No. 22 Tahun 1999 dan Bupati kurang efektif dalam melaksanakan kewajiban pengawasan sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 32 Tahun 2004, PP 72 Tahun 2005 dan peraturan lainnya. Sesuai UU No. 32 Tahun 2004 dan PP 72 Tahun 2005 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku saat ini, masyarakat kampung dan BPK tidak diberikan ruang untuk mengevaluasi proses pembangun di Kampung kecuali oleh Bupati dari hasil Laporan Pertanggungjawaban Kepala Kampung dan bagi masyarakat cukup dengan mendapatkan pokok-pokok informasi pertanggungjawaban. BPK tidak memiliki alat kontrol karena tidak pernah menyusun APB Kampung sedangkan kewajiban pertanggungjawaban Kepala Kampung atas program bantuan dan hibah yang dilaksanakan selama ini hanya kepada pemerintahan supra desa yang melimpahkan tugas pembantuan dan hibah. Masyarakat dan Pemerintahan Kampung (secara partisipatif) tidak dapat mengukur hasil-hasil pembangunan seperti: 1) pencapaian pembanguna yang sudah dicapai (kualitas & kuantitas); 2) perkembangan tentang rencana dan realisasi telah dicapai; 3) berapa biaya yang dikeluarkan (efisinsi) dan dampak (manfaat) bagi masyarakat (efektifitas); 4) ketepatan atas metode atau pendekatan yang digunakan; 5) pengalaman baru yang didapatkan sebagai proses belajar dan bertukar pengalaman; dan 6) mendapatkan Informasi untuk formulasi (rencana) berikutnya. Sementara dilain pihak Pemeirntah Kampung tidak pernah mendapat hasil evaluasi dari Bupati. Pemerintah Kampung tidak mendapatkan Ouput Evaluasi: Rekaman Proses Evaluasi Ringkasan Hasil Evaluasi sebagai sarana untuk merekonstruksi proses pembangunan Kampung sehingga multipihak (stakeholders) menjadi tidak berdaya secara ekonomi, sosial dan politik Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji

28 116 Analisa Kondisi Kapasitas Pemerintah Kampung Urumusu Bidang Fungsi Pendokumentasian Kondisi kapasitas fungsi pendokumentasian (kearsipan) masih lemah sehingga semua dokumentasi (kearsipan) hasil, masalah dan potensi dalam tugas penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di Kampung Urumusu tidak tertata sesuai tahapan dan langka-langka proses pendokumentasian. Kelemahan dalam kapasitas fungsi pendokumentasian di atas adalah sebagai akibat dari ketidakberpihakan Pemerintah Kabupaten terhadap pengutan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau proses-proses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik, seperti: 1. Tidak pernah mengadakan kegiatan pelatihan, bimbingan dan pendampingan dari pemerintahan supra desa maupun akademisi dan LSM dalam rangka pelaksanaan tertib administrasi Kampung sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2002 dan hasil revisi Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 Tentang Pedoman Administrasi Desa; 2. Pemerintah Kabupaten Nabire tidak pernah menyediakan sarana dan prasarana kerja memadai untuk melakukan aktifitas pendokumentasian (kearsipan), termasuk pengadaan buku-buku modul administrasi seperti yang diamanatkan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 Tentang Pedoman Administrasi Desa. 3. Pemerintah Kabupaten Nabire tidak pernah melengkapi segala perlengkapan untuk mendukung terciptanya tertib admnistrasi sesuai amanat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 Tentang Pedoman Administrasi Desa, khususnya kantor kampung yang berfungsi sebagai: a) pusat pemikiran kehidupan, kemajuan dan perkembangan organisasi, baik bersifat strategis, administratif dan operasional; b) pusat administrasi (pelayanan) baik kepada Pemerintah Kampung untuk pengambilan keputusan maupun kepada multipihak; dan c) pusat data dan informasi pemikiran kehidupan. Kelemahan kapasitas fungsi pendokumentasian mengakibatkan hal-hal sebagai berikut: 1) Pemeritah Kampung Urumusu kurang mampu melaksanakan langka-langka pengarsipan sebagai bagian dari usaha penyelenggaraan tertib administrasi seperti: a) langka klasifikasi yaitu pengelompokan surat atau data dan informasi berdasarkan pertimbangan tidak penting, penting (bermanfaat), dan

29 117 sangat penting; b) langka penyimpanan dengan beberapa pertimbangan, yakni penyimpanan atas dasar waktu, masalah, unit organisasi, klasifikasi barang dan jasa, abjad dan lainnya; 2) Pemeritah Kampung Urumusu kurang mampu melaksanakan 4 (empat) tahapan proses pendokumentasian yaitu: a) tahap kegiatan pencatatan; b) tahap kegiatan pengelompokan; c) tahap kegiatan komunikasi; dan d) tahap pengarsipan dan manipulasi; serta 3) Pemeritah Kampung Urumusu belum mendapatkan kewenangan delegatif melalui desentralisasi administrasi selain pendataan penduduk. Lemahnya kapasitas pendokumentasian kampung ini berdampak pada halhal sebagai berikut: 1) Pemeritah Kampung Urumusu tidak memiliki sebagian dokumen yang dapat berfungsi sebagai: a) bahan bukti secara hukum; b) bahan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan; c) bahan penulisan laporan; d) bahan pendukung dalam suatu rencana atau program; dan e) bahan penelitian untuk antisipasi keadaan di masa mendatang; dan 2) Pemeritah Kampung Urumusu tidak dapat menyediakan data dan informasi (administrasi) bagi penyelenggaraan pelayanan publik sebagai berikut: a) Buku-buku administrasi umum, seperti: buku data peraturan kampung, keputusan kepala kampung, inventaris Kampung, aparat Pemerintahan kampung, kekayaan atau tanah kas Kampung, tanah di desa, agenda dan ekspedisi; b) Buku-buku administrasi penduduk seperti buku data induk pendududuk, mutasi penduduk, rekapitulasi jumlah penduduk dan penduduk sementara; c) Buku-buku administrasi keuangan seperti buku anggaran pemerimaan; d) pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, kas umum, kas pembantu penerimaan, kas pembantu pengeluaran rutin dan kas pembantu pengeluaran pembangunan; e) Buku-buku administrasi pembangunan seperti buku rencana pembangunan, kegiatan pembangunan, inventaris proyek serta kader pembangunan dan pemberdayaan masyarakat; f) Buku-buku administrasi Badan Permusyawaratan Kampung (BPK), seperti buku data anggota BPK, keputusan BPK, kegiatan BPK, agenda BPK dan ekspedisi BPK serta Buku-buku administrasi pendukung lainnya seperti buku pengurus/anggota Lembaga Kemasyarakatan, register, monografi serta profil kampung sebagai buku rangkuman atas segala masalah dan potensi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Efek yang timbulkan pada multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu dari kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang fungsi pendokumentasian adalah multi-pihak (stakeholders) kurang mendapatkan

30 118 pelayanan secara optimal (prima) melalui penerapan prinsip Total Quality Gavernance dan good governance dalam tata kelola Pemerintahan Kampung seperti: 1) secara filosofis adalah tidak terciptanya keanekaragaman dalam kesatuan melalui pemikiran-pemikiran yang inovatif dari aparat kampung dalam melaksanakan tugas desentralisasi administratif dalam rangka memenuhi kebutuhan multi-pihak; 2) secara politik adalah tidak terciptanya demokratisasi, pemerataan dan keadilan dalam proses pendokumentasian (administrasi); 3) secara ekonomi adalah tidak terjadi peningkatan daya saing daerah dari tingkat kampung dalam menghadapi persaingan global melalui pelayanan adaministrasi yang mudah dan murah dalam rangka pemberdayaan multi-pihak dan mendorong pengembangan kawasan; 4) secara sosial adalah tidak tercipta peluang untuk mendorong usaha-usaha pengembangan modal sosial dan jejaring melalui penyelenggaraan tugas desentralisasi administratif; 5) secara hukum adalah tidak adanya kepastian keamanan dari pelayanan yang didapatkan dari aparat pemerintahan kampung kepada multi-pihak; dan 6) secara administrasi adalah tidak terciptanya efektifitas dan efisiensi dengan mendekatkan pelayanan publik pada multi-pihak sebagai fokus utama untuk mencapai hasil akhir berupa kesejahteraan masyarakat. Kondisi-kondisi inilah yang memapankan ketidakberdayaan multi-pihak di bidang ekonomi, sosial dan politik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui bagan 14 berikut ini menyajikan tentang kondisi kapasitas tata kelola pemerintahan kampung bidang fungsi pengawasan dan evaluasi pembangunan dan efeknya terhadap multi-pihak (stakeholders) di Kampung Urumusu.

31 119 Bagan 14 : Kondisi Kapasitas Fungsi Pendokumentasian Pemerintahan Kampung Urumusu Pemerintah Kampung Urumusu Kurang mampu melaksanakan langka-langka pengarsipan sebagai bagian dari usaha penyelenggaraan tertib administrasi Pemerintah Kampung Urumusu kurang mampu melaksanakan 4 (empat) tahapan proses pendokumentasian Aparat pemerintahan Kampung tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan aktifitas administrasi dan pendokumentasian Kapasitas pendokumentasian Kampung masih lemah Pemerintah Kampung tidak memiliki dan tidak dibekali dengan sarana dan prasarana kerja yang memadai termasuk keuangan untuk melakukan aktifitas pendokumentasian dan pengarsipan. Pemerintahan Kampung tidak pernah dilatih, dibimbing dan didampingi oleh Pemerintahan supra desa sebagaimana diamanatkan dalam Permendagri No 47 Tahun 2002 maupun hasil revisinya yakni Permendagri No. 32 Tahun 2006 Tentang Pedoman Admistrasi Desa. Pemerintah Kampung Urumusu tidak memiliki kantor (balai) kampung yang berfungsi sebagai: 1 pusat pemikiran kehidupan, kemajuan dan perkembangan organisasi, baik bersifat strategis, administratif dan operasional 2 pusat administrasi (pelayanan) baik kepada Pemerintah Kampung untuk pengambilan keputusan maupun kepada masyarakat luas; dan 3 pusat data dan informasi Pemeritah Kampung Urumusu tidak memiliki sebagian dokumen yang dapat berfungsi sebagai: 1. bahan bukti secara hukum; 2. bahan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan; 3. bahan penulisan laporan; 4. bahan pendukung dalam suatu rencana atau program; dan 5. bahan penelitian untuk antisipasi keadaan di masa mendatang. Pemeritah Kampung Urumusu tidak dapat menyediakan data dan informasi melalui bukubuku administrasi dalam menyelenggarakan pelayanan publik seperti: buku-buku administrasi umum, bukubuku administrasi kependudukan, buku-buku administrasi keuangan, bukubuku administrasi pembangunan, buku-buku administrasi BPK, Buku-buku administrasi pendukung lainya. Pemerintah Kampung tidak dapat memenuhi kebutuhan multi-pihak (stakeholders) dengan mengedepankan prinsip Total Quality Governance (TQG) dan good governance dalam menyelenggarankan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sehingga multipihak (stakeholders) menjadi tidak berdaya secara ekonomi, sosial dan politik. Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji

32 120 Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan Kampung Urumusu Dari Aspek Badan Permusyawaratan Kampung Analisa Kondisi Kapasitas Kelembagaan Pemerintahan Kampung Urumusu Bidang Fungsi Artiklasi, Agregasi dan Legislasi Kapasitas fungsi artikulasi, agregasi dan legislasi sebagai sarana membangun demokrasi pembangun di Kampung yang dilaksanakan oleh Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) kurang optimal karena anggota BPK di Kampung Urumusu tidak memahami tugas pokok, fungsi dan hak-haknya serta BPK tidak memiliki partnernya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Lemahnya kapasitas fungsi artikulasi, agregasi dan legislasi disebabkan karena ketidakberpihakan Pemerintah Kabupaten terhadap pengutan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau proses-proses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik, seperti: 1. Sosialisasi atas Perda Kab. Nabire Nomor 03 Tahun 2001 Tentang Bentuk dan Tata Cara Penetapan Peraturan Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 12 Tahun 2001 Tentang Pembentukaan Lembaga Kemasyarakatan di Desa dilakukan di tingkat distrik dan dihadiri sebagian mantan aparat kampung. Selain itu, sejak pertengahan tahun 2006, BPK periode sudah terpilih namun tidak pernah ada kegiatan pelatihan, bimbingan dan pendampingan dari Kantor Distrik dan Pemda Kabupaten. 2. Pemerintah Kampung Urumusu dan Kantor Distrik Uwapa belum memfasilitasi pembentukan Lembaga Kemasyarakatan tertentu sebagai partner BPK dalam menggali, menampung, merumuskan dan menyalurkan aspirasi multi-pihak sebagaimana diamanatkan dalam Perda Kabupaten Nabire Nomor 03 Tahun 2001 dan Perda Kabupaten Nabire Nomor 12 Tahun 2001; 3. Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Badan Permusyawaran Kampung, Perda Kabupaten Nabire Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Kampung, Perda Kabupaten Nabire Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Penetapan Peraturan Kampung dan Perda Kabupaten Nabire Nomor 33 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kemasyarakatan masih pada tahap sosialisasi.

33 121 Kelemahan kapasitas fungsi artikulasi, agregasi, legislasi berdampak pada hal-hal sebagai berikut: 1. BPK bersama Pemerintah Kampung tidak pernah melaksanakan tugas seperti merancang, membahas, merumuskan dan menetapkan Peraturan Kampung. 2. BPK tidak pernah melaksanakan tugas dan fungsinya, seperti: a) mengawasi pelaksanaan Peraturan Kampung dan Peraturan Kepala Kampung; dan b) melaksanakan kegiatan menggali, menampung, merumuskan dan menyalurkan aspirasi multi-pihak kepada pemerintah kampung. 3. BPK tidak pernah memanfaatkan hak-haknya, seperti: mengajukan rancangan Peraturan Kampung, meminta keterangan kepada Pemerintah Kampung, mengajukan pertanyaan, pendapat dan usul tentang pelaksanaan Peraturan Kampung. Kelemahan kapasitas fungsi artikulasi, agregasi dan legislasi secara langsung maupun tidak langsung memberikan efek pada ketidakberdayaan multipihak di Kampung Urumusu di bidang ekonomi, sosial dan politik, seperti: 1. Bidang ekonomi adalah tidak tercapainya azas sinkronisasi antara kebutuhan multi-pihak dengan rencana dan pelaksanaan pembangunan Kampung, Daerah dan Pusat melalui proses menggali, menampung, merumuskan dan menyalurkan (artikulasi dan agregasi) sehingga multi-pihak kehilangan sarana penyaluran aspirasi yang pada akhirnya kehilangan pula kesempatan mengembangkan ekonomi, sosial dan politik yang berkelanjutan dalam satu sistem perencanaan pembangunan nasional. 2. Bidang sosial adalah multi-pihak di kampung kehilangan kesempatan untuk memperkuat dan mengembangkan modal sosial melalui peningkatan intensitas musyawarah (berkumpul dan berinteraksi) untuk mengatasi masalah sosial secara kolektif melalui proses menggali, menampung, merumuskan dan menyalurkan (artikulasi dan agregasi) untuk selanjutnya ditetapkan dalam bentuk Peraturan Kampung dan Keputusan Kepala Kampung sebagai upaya internalisasi nilai dan norma. 3. Bidang politik adalah: a) masyarakat kehilangan kesempatan belajar mengatasi masalah secara mandiri melalui keputusan-keputusan yang penting bagi dirinya dan kemajuan kampungnya melalui proses artikulasi dan agregasi yang dilaksanakan oleh BPK; b) terjadi proses pembodohan tersistematis sehingga tidak dapat memajukan demokrasi dan partisipasi aktif dari multi

34 122 pihak melalui proses menggali, menampung, merumuskan dan menyalurkan (artikulasi dan agregasi). Hal ini akan lebih memapankan stigma bahwa masyarakat kampung adalah orang bodoh sehingga konsep pembangunan harus diturunkan dari atas (top down planning); 3) menciptakan multi-pihak di kampung menjadi bermental pengemis dan pasif karena tidak dilaksanakannya proses menggali, menampung, merumuskan dan menyalurkan sehingga tidak dapat mengembangkan dirinya untuk berpikir kreatif dan inovatif dalam rangka menemukan konsep-konsep pembangunan yang tepat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui bagan 15 berikut ini menyajikan tentang kondisi kapasitas fungsi artikulasi, agregasi dan legislasi serta efeknya terhadap multi-pihak di Kampung. Bagan 15 : Kondisi Kapasitas Fungsi artikulasi, agregasi dan legislasi Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) tidak memahami tugas, fungsi dan haknya BPK tidak memiliki partner dalam tugas dan fungsinya Kapasitas artikulasi, agregasi dan legislasi Kampung masih lemah Sosialisasi atas Perda Kab. Nabire No. 03 dan 12 Tahun 2001 dilakukan di tingkat distrik dan dihadiri sebagian mantan aparat kampung. Selain itu, sejak pertengahan tahun 2006, BPK periode sudah terpilih namun tidak pernah ada kegiatan pelatihan, bimbingan dan pendampingan dari Kantor Distrik, Pemda Kabupaten, LSM dan akademisi Pemerintah Kampung Urumusu dan Kantor Distrik Uwapa belum memfasilitasi pembentukan Lemba-ga Kemasyarakatan tertentu sebagai partner BPK dalam menggali, menampung, merumus-kan dan menyalurkan aspirasi masyarakat sebagaimana diatur dan diamanatkan dalam Perda Kabupaten Nabire No 03 Tahun 2001 dan Perda Kabupaten Nabire No 12 Tahun 2001 Perda Kab. Nabire No. 28, 29, 30, dan 33 Tahun 2007 masih pada tahap sosialisasi. BPK bersama Pemerintah Kampung tidak pernah melaksanakan tugas seperti merancangan, membahas merumuskan dan menetapkan Peraturan Kampung BPK tidak pernah melaksanakan tugas dan fungsinya seperti: 1. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Kampung dan Peraturan Ka. Kampung; 2. melaksanakan kegiatan menggali, menampung, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintah kampung BPK tidak pernah memanfaatkan hak-haknya seperti meminta keterangan kepada Pemerintah Kampung, mengajukan rancangan Peraturan Kampung. Ketidakberdayaan multi-pihak (stakeholders) di bidang ekonomi, sosial dan politik. Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji

35 123 Rangkuman Analisa Kondisi Kapasitas Tata Kelola Pemerintahan Kampung Urumusu Kondisi Kapasitas tata kelola Pemerintahan Kampung Urumusu sangat lemah karena ketidakberpihakan Pemerintah Kabupaten Nabire terhadap pengutan kapasitas tata kelola pemerintahan kampung yang dipraktekkan melalui sistem hukum atau proses-proses kebijakan publik, yakni pada aras proses isi atau naskah, tata laksana dan budaya dari kebijakan publik, seperti: 1. Pemda Kabupaten Nabire tidak diberikan kewenangan delegatif kepada Pemerintah Kampung Urumusu melalui Perda dan Surat Keputusan Bupati tentang desentralisasi fiskal, desentralisasi administratif dan desentaralisasi politik sebagai diamanatkan dalam Rekomendasi No 7, Tap MPR No IV/MPR- RI/2000, UU No. 34 Tahun 2000, PP No. 52 Tahun 2001, UU No. 32 Tahun 2004, PP No. 58 Tahun 2005 dan PP No. 72 Tahun Hal ini memberikan dampak pada kehilangan sumber pendapatan kampung yang berasal dari desentralisasi fiskal, tidak dapat melaksanakan pelayanan publik (dan tidak memiliki kekuasaan pengaturan dalam tugas penyelenggaraan urusan pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan, seperti: membina lembaga kemasyarakata, melaksanakan Musrenbang Kampung; melaksanakan proses ABD Kampung, mengamankan aksi pencurian dan pengrusakan SDA, membangun BUMK, tidak dapat mengendalikan penduduk musiman (penambang emas rakyat), tidak dapat membangun hubungan kemitraan dengan pihak ke tiga dalam mengatasi masalah sosial dan lainnya. 2. Beberapa Perda Kabupaten Nabire tentang Kampung yang berlaku sejak tidak disosialisasikan kepada seluruh aparat Pementahan Kampung dan tidak diikuti dengan pelatihan, bimbingan dan pendampingan sebagaimana diamatkan dalam pasal , PP 72 Tahun 2005 dan peraturan perundangan lainnya. Dengan demikian terjadi proses pembodohan secara sistematis melalui pembiaran. Hal ini berdampak pada kemampuan Pemerintahan Kampung dalam melaksanakan tugas karena akibatnya adalah tidak dapat melaksanakan fungsi manajemen organisasi pemerintahan, kurang mampu menata keorganisasian Kampung, kurang mampu mengoptimalkan tatalaksana administrasi dan mengembangkan budaya kerja dalam menyelenggarakan tatakelola Kampung. 3. Kantor (Balai) Kampung Urumusu dalam kondisi rusak berat dan tidak layak untuk digunakan serta tidak mendapat dukungan bantuan sarana dan

36 124 prasarana kerja dari Pemerintahan supra desa. Hal ini berdampak pada; a) ketidakefektiktifan dalam membagun hubungan kerja kerena bekerja di rumahnya masing-masing; b) tidak dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik dalam hal kecepatan dan ketepatan hasil kerja serta kualitas hasil kerja yang maksimal; dan c) ketidakpuasan kerja dan ketidakpuasan memberikan pelayanan dari diri aparat kampung kepada multi-pihak di Kampung Urumusu sehingga menjadikannya malas bekerja. 4. Kampung sebagai organisasi politik lokal tidak memiliki kemampuan dan kekuatan pengaturan dalam pengembangan wilayah karena Pemda Kabupaten Nabire dan Kantor Distrik tidak pernah melaksanakan kewajiban memfasilitasi Musrenbang dan memberikan kewenangan menata ruang kampung sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 25 Tahun 2004, UU No. 32 Tahun 2004, PP No. 72 tahun 2005 serta SKBM Mendagri dan Meneg PPN/Ketua BAPPENAS Tahun 2005 No. 0259/M. PPN/I/2005 dan 050/166/SJ. Hal ini berdampak pada: a) Pemerintahan Kampung tidak memiliki dokumen RPJM sebagai acuan rencana pembangunan selama lima tahun; b) Pemerintahan Kampung tidak mendapatkan ouput Musrenbang sebagai acuan RKP Kampung dan Renja-LPMK dan APB Kampung; c) tidak tercapai azas sinkronisasi antara rencana pembangunan Kampung, Daerah dan Pusat; d) Kampung sebagai organisasi politik lokal tidak dapat menjadi Growth Machine dalam pengembangan wilayah dan mendorong pertumbuhan ekonomi desa secara terencara dan berkelanjutan. 5. BPK dan masyarakat kampung tidak secara leluasa diberikan ruang untuk mengevaluasi proses pembangunan di Kampung kecuali oleh Bupati dari hasil Laporan Pertanggungjawaban Kepala Kampung, sesuai UU No. 32 Tahun 2004 dan PP 72 Tahun 2005 dan peraturan lainnya yang berlaku. Hal ini berdampak pada multi-pihak di Kampung Urumusu tidak dapat mengukur hasil-hasil pembangunan seperti: a) pencapaian pembangunan yang sudah dicapai (kualitas dan kuantitas); b) perkembangan tentang rencana dan realisasi telah dicapai; c) berapa biaya yang dikeluarkan (efisiensi) dan dampak bagi multi-pihak di Kampung Urumusu (efektifitas); d) ketepatan atas metode atau pendekatan yang digunakan; e) pengalaman baru yang didapatkan sebagai proses belajar dan bertukar pengalaman antara multipihak; dan f) mendapatkan Informasi untuk formulasi (rencana) berikutnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar pohon masalah berikut ini:

37 125 Gambar 2: Pohon Masalah Tentang Kondisi Kapasitas tata kelola Kampung Urumusu kurang mampu membangun hubungan kemitraan kurang mampu mengembangkan budaya kerja kurang mampu menata keorganisasian tidak memeliki kapasitas responsif dan kapasitas jejaring. kurang mampu melaksanakan fungsi artikulasi, agregasi dan legislasi kurang mampu mengoptimalkan tatalaksana administrasi kapasitas kepemimpinan Kepala Kampung lemah kapasitas fiskal (keuangan) kampung lemah tidak memiliki kewenangan regulasi, ekstraksi, dan distributif. kurang mampu menyelenggaran proses Musrenbang dan APB Kampung kapasitas administratif (pelayanan publik) kampung lemah kurang mampu membina lembaga kemasyarakatan kapasitas politik (kewenangan) kampung lemah sarana evaluasi Pembangunan Kampung lemah Kapasitas sarana dan prasarana kampung lemah tidak dapat mengendalikan penduduk musiman dan melaksanakan fungsi pengawasan lainnya. kampung tidak menjadi Growth Machine dalam pengembangan wilayah Kampung tidak memiliki RPMJ dan RKT Pemerintah Kampung Urumusu s tidak diberikan kewenangan delegatif dari Pemda Kabupaten Nabire melalui Perda dan Surat Keputusan Bupati tentang desentralisasi fiskal (keuangan), desentralisasi administratif (pelayanan publik) dan desentaralisasi politik (kewenangan) Beberapa Perda Kab. Nabire tentang Kampung yang berlaku sejak tidak disosialisasikan kepada seluruh aparat Pemerintahan Kampung dan tidak diikuti dengan pelatihan, bimbingan dan pendampingan. Balai Kampung Urumusu dalam kondisi rusak berat dan tidak mendapat dukungan bantuan sarana dan prasarana kerja dari Pemerintahan supra desa dalam melaksanakan tugas urusan pemerintahan, pembagunan dan kemasyarakatan. Kampung (organisasi politik lokal) tidak memiliki kemampuan dan diberikan kekuatan pengaturan dalam pengembangan wilayah karena Pemda tidak memfasilitasi Musrenbang dan memberikan kewenangan menata ruang kampung BPK bersama masyarakat tidak secara diberikan ruang untuk mengevaluasi proses pembangun di Kampung kecuali oleh Bupati dari hasil Laporan Pertanggungjawaban Ka. Kampung Sumber: hasil olahan data oleh Pengkaji

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. Kesimpulan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN. Kesimpulan KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan Sebelum tahun 1984, masyarakat di Kampung Urumusu adalah penduduk Distrik Mapia. Mata pencaharian utama penduduk adalah petani kakao. Luas lahan kakao yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma pembangunan masa lalu yang menempatkan pemerintah sebagai aktor utama pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi terbukti tidak mampu mensejahterakan rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah berdampak pada pergeseran sistem pemerintahan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi, yaitu dari pemerintah pusat kepada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 737 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 737 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN SERANG BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FAKFAK NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN KAMPUNG BUPATI FAKFAK,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FAKFAK NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN KAMPUNG BUPATI FAKFAK, PERATURAN DAERAH KABUPATEN FAKFAK NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN KAMPUNG BUPATI FAKFAK, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 15 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : a. Bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM Oleh: Donny Setiawan * Pada era demokratisasi sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 07 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPALA DESA SUMBANG KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

KEPALA DESA SUMBANG KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS KEPALA DESA SUMBANG KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS PERATURAN DESA SUMBANG NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA SUMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

IZIN USAHA PERTAMBANGAN 2006 PERDA KAB. PONTIANAK NO.1, LD. 2007/NO. 1, SERI C.LL.SETDA KAB. PONTIANAK: 18 HLM.

IZIN USAHA PERTAMBANGAN 2006 PERDA KAB. PONTIANAK NO.1, LD. 2007/NO. 1, SERI C.LL.SETDA KAB. PONTIANAK: 18 HLM. IZIN USAHA PERTAMBANGAN 2006 PERDA KAB. PONTIANAK NO.1, LD. /NO. 1, SERI C.LL.SETDA KAB. PONTIANAK: 18 HLM. PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONTIANAK TENTANG IZIN USAHA PERTAMBANGAN. ABSTRAK : Bahwa guna terciptanya

Lebih terperinci

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN Oleh : NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010

Lebih terperinci

BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN

BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN 8-1 BAB 8 STRATEGI PENDAPATAN DAN PEMBIAYAAN 8.1. Pendapatan Daerah 8.1.1. Permasalahan Lambatnya perkembangan pembangunan Provinsi Papua Barat saat ini merupakan dampak dari kebijakan masa lalu yang lebih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN MEKANISME PENYUSUNAN PERATURAN DESA, SUMBER PENDAPATAN DESA, KERJA SAMA DESA, LEMBAGA ADAT, LEMBAGA KEMASAYARATAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BIRO HUKUM DAN ORGANISASI 2015-2019 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KATA PENGANTAR Rencana strategis (Renstra) 2015 2019 Biro Hukum dan Organisasi

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Desa adalah bentuk pemerintahan terkecil yang ada di Indonesia, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan pimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PERATURAN DAERAH KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA PERATURAN DAERAH KUANTAN SINGINGI NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN Tentang

DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN Tentang DESA PANDA KABUPATEN BIMA PERATURAN DESA PANDA NOMOR 1 TAHUN 2017 Tentang PENETAPAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKP DESA) DESA PANDA KECAMATAN PALIBELO KABUPATEN BIMA TA. 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588); PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN STATUS KAMPUNG PANARAGAN JAYA MENJADI KELURAHAN PANAGARAN JAYA KECAMATAN TULANG BAWANG TENGAH KABUPATEN TULANG BAWANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 02 TAHUN 2010 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2006 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2006 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2006 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR : 2 TAHUN 2006 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA KABUPATEN DAN KAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG SALINAN NOMOR : 2 TAHUN 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA PERIMBANGAN DESA DI KABUPATEN BANDUNG BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pengaturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG. RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKPDes)TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG. RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKPDes)TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DESA GIRIPANGGUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA (RKPDes)TAHUN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA GIRIPANGGUNG, Menimbang : a. bahwa atas dasar hasil

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA SALINAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG DANA ALOKASI UMUM DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang BAB PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang kepada daerah berupa kewenangan yang lebih besar untuk mengelola pembangunan secara mandiri

Lebih terperinci

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun merupakan tahap ketiga dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Karawang Tahun 2016-2021 merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA BERDASARKAN PERDA KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 3 TAHUN 2015 Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa Pemerintah Desa adalah kepala Desa yang dibantu oleh perangkat

Lebih terperinci

NASKAH RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP DESA ) TAHUN ANGGARAN 2016

NASKAH RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP DESA ) TAHUN ANGGARAN 2016 NASKAH RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP DESA ) TAHUN ANGGARAN 2016 DESA KECAMATAN KABUPATEN PROVINSI : KERTAMUKTI : AIR SUGIHAN : OGAN KOMERING ILIR : SUMATERA SELATAN DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG . BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 26 TAHUN 2006 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 127 ayat (1) Undang-

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG MEKANISME PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan.seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 67 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, RINCIAN TUGAS DAN TATA KERJA KELURAHAN KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG 1 2015 No.02,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah Kabupaten Bantul. Pedoman, organisasi, pemerintah, desa. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 11 Tahun 2007 Seri E Nomor 11 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI KUDUS, Menimbang :

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, 2 Menimbang : a. bahwa salah satu sumber pendapatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN BERBASIS PEMBERDAYAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 228

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS, BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan Pemerintahan, pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi ketentuan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N

RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG. Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N RENCANA KERJA BAGIAN ADM. PEMERINTAHAN SETDAKAB. JOMBANG Tahun 2015 B A G I A N A D M I N I S T R A S I P E M E R I N T A H A N 2 0 1 5 Puji dan syukur kami panjatkan ke Khadirat Allah SWT, atas Rahmat

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA DAN KAWASAN PERDESAAN, SERTA PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

DisampaikanOleh : DR. MUH. MARWAN, M.Si DIRJEN BINA BANGDA. 1. Manajemen Perubahan. 4. Penataan Ketatalaksanaan. 6. Penguatan Pengawasan

DisampaikanOleh : DR. MUH. MARWAN, M.Si DIRJEN BINA BANGDA. 1. Manajemen Perubahan. 4. Penataan Ketatalaksanaan. 6. Penguatan Pengawasan REFORMASI BIROKRASI DAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Disampaikan dalam Seminar Kemenpan dan RB bersama Bakohumas, 27/5/13. DisampaikanOleh : DR. MUH. MARWAN, M.Si DIRJEN BINA BANGDA 1 PROGRAM PERCEPATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertimbangan yang mendasari terbitnya Undang-Undang Nomor 23

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertimbangan yang mendasari terbitnya Undang-Undang Nomor 23 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertimbangan yang mendasari terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah adalah bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk

Lebih terperinci

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TORAJA UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN LEMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI TORAJA

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN EVALUASI PELAKSANAAN BUDAYA KERJA PADA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH DILINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 10 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. BUPATI BOGOR, bahwa sebagai

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E

11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E 11 LEMBARAN DAERAH Oktober KABUPATEN LAMONGAN 6/E 2006 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG TI BAN SALINAN BUPATI BANYUMAS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2006 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2006 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2006 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi terjadi pergeseran wewenang dan tanggung jawab dalam pengalokasian sumber daya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN KEPENGHULUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN KEPENGHULUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HILIR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG KEUANGAN KEPENGHULUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HILIR Menimbang : a. bahwa Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2001 tentang

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 A. Ancaman Disintegrasi 1. Ancaman bermula dari kesenjangan antar daerah Adanya arus globalisasi, batas-batas negara kian tipis, mobilitas faktor produksi semakin tinggi, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Amandemen keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 18 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintahan daerah provinsi, daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA (ADD) DI KABUPATEN CIAMIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : bahwa untuk memenuhi maksud pada Pasal 67 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam rangka mengaktualisasikan otonomi daerah, memperlancar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, Pemerintah Kabupaten Boyolali mempunyai komitmen

Lebih terperinci

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman

2 masyarakat hukum serta keserasian dan sinergi dalam pelaksanaan pengaturan dan kebijakan mengenai desa; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2015 PEMERINTAHAN. Desa. Penyelenggaraan. Pembangunan. Pembinaan. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717). PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 9 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 9 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 9 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR

Lebih terperinci