BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sudah menjadi fitrah manusia, sejak dilahirkan selalu hidup bersama dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sudah menjadi fitrah manusia, sejak dilahirkan selalu hidup bersama dengan"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi fitrah manusia, sejak dilahirkan selalu hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat jasmani maupun bersifat rohani.bahwa dua orang yang berlainan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan mempunyai keinginan yang sama untuk saling mengenal, mengamati, dan mencintai, bahkan mereka juga mempunyai keinginan yang sama untuk melangsungkan pernikahan. Perkawinan merupakan satu-satunya cara untuk membentuk keluarga, karenanya perkawinan ini mutlak diperlukan sebagai syarat terbentuknya sebuah keluarga. Sebuah perkawinan dimulai dengan adanya rasa saling cinta dan kasih mengasihi antara kedua belah pihak suami dan istri, yang senantiasa diharapkan berjalan baik, kekal dan abadi yang didasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan, maka timbullah hak dan kewajiban antara suami istri secara timbal balik, demikian juga apabila dalam perkawinan itu dilahirkan anak, juga akan timbul hak dan kewajiban antara orang tua dan anak secara timbal balik. Dalam pandangan Islam, perkawinan merupakan asas pokokkehidupan dalam pergaulan sebagai perbuatan yang sangat muliadalam mengatur kehidupan berumah 1

2 2 tangga. Pertalian nikah atauperkawinan juga merupakan pertalian yang seteguhteguhnya dalam hidupdan kehidupan umat manusia. Hal ini tidak saja terbatas pada pergaulan antar suami-istri,melainkan ikatan kasih mengasihi pasangan hidup tersebut akan berpindah kebaikannya kepada semua keluarga dari kedua belahpihak. Kedua keluarga dari masing-masing pihak menjadi satu dalam segalaurusan tolong menolong, menjalankan kebaikan, serta menjaga dari segalakejahatan, di samping itu, denganmelangsungkan perkawinan seorang dapat terpelihara daripada kebinasaan hawa nafsunya. Perkawinan yang merupakan perbuatan mulia padaprinsipnya, dimaksudkan untuk menjalin ikatan lahir batin yang sifatnyaabadi dan bukan hanya untuk sementara waktu yang kemudian diputuskanlagi. Atas dasar sifat ikatan perkawinan tersebut, dimungkinkan dapatdidirikan rumah tangga yang damai dan teratur, serta memperoleh keturunanyang baik dalam masyarakat.dengan demikian diharapkan dapatmencapai tujuan dari perkawinan, yaitu untuk membentuk keluarga bahagiadari pasangan suami istri yang melangsungkan perkawinan. Sesuai dengan kodrat manusia, kepada suami dibebanikewajiban untuk melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatukeperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.kewajiban seperti ini tidak dibebankan kepada suami saja, namun kepadaistri dibebani kewajiban untuk mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya (Pasal 34 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974). Dengan adanya aturan-aturan di atas suami dan istri masing-masing melaksanakan hak dan kewajiban secara baik akan tercipta pergaulan yang baik

3 3 antara suami istri yang padagilirannya tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga (rumahtangga) yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa akantercapai. Berhubung dengan akibat yang sangat penting dari perkawinaninilah, maka masyarakat membutuhkan suatu peraturan untuk mengatur perkawinan yaitu syaratsyarat untuk perkawinan,pelaksanaan, kelanjutan dan terhentinya perkawinan. Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 menegaskan bahwaperkawinan adalah akad yang sangat kuat (mistqan ghalidhan)untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakanibadah. Perkawinan menurut hukum adat bersangkutan denganurusan famili, keluarga masyarakat, martabat dan pribadi. Berbedadari perkawinan seperti pada masyarakat barat yang modern yanghanya merupakan urusan mereka yang kawin itu saja. 1 Ditinjau dari aspek peraturan tentang perkawinan, makaperkawinan adalah suatu hidup bersama dari seorang pria denganseorang wanita yang memenuhi syaratsyarat yang termasuk dalamperaturan, yaitu peraturan hidup bersama. Peraturan mengenai perkawinan telah ada sejak masyarakat sederhana yang dipertahankan anggota masyarakat dan pemuka agama. Aturan tata tertib itu terus berkembang maju dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan pemerintahan didalam suatu negara. Di Indonesia aturan tata tertib perkawinan itu sudah ada sejak jaman kuno, sejak jaman Sriwijaya, Majapahit, sampai masa kolonial Belanda dan sampai Indonesia telah merdeka. Bahkan aturan perkawinan itu sudah tidak saja 2009, hal Sri Sudaryatmi, Hukum Kekerabatan Di Indonesia, Pustaka Magister Semarang, Semarang,

4 4 menyangkut warga negara Indonesia, tetapi juga menyangkut warga negara asing, karena bertambah luasnya pergaulan bangsa Indonesia. 2 Peraturan hukum yang mengatur perkawinan di Indonesia sebelum tahun 1974 bersifat pluralistik karena didasarkan pembedaan penduduk Indonesia, yaitu: 3 1. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam berlaku hukum agama yang telah diresepsi ke dalam hukum adat. Pada umumnya bagi orang Indonesia asli yang beragama Islam jika melaksanakan perkawinan berlaku ijab kabul antara mempelai pria dengan wali dari mempelai wanita, sebagaimana diatur dalam hukum Islam. 2. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum adat. 3. Bagi orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku Huwelijks Ordonantie Christen Indonesia (HOCI) S nomor Bagi orang Timur Asing Cina dan warga negara Indonesia keturunan Cina berlaku ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 5. Bagi orang Timur Asing lainnya dan warga negara Indonesia keturunan asing lainnya berlaku hukum adat mereka. 6. Bagi orang Eropa dan warga negara Indonesia keturunan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka, berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Unifikasi hukum perkawinan telah ada dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan). Undang-undang Perkawinan dibentuk dengan tujuan agar terdapat keseragaman dalam penyelenggaraan perkawinan dan hal-hal yang berkaitan dengan itu dengan menampung kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Perkawinan bukan untuk keperluan sesaat tetapi jika mungkin hanya sekali seumur hidup karena perkawinan mengandung nilai luhur, dengan adanya ikatan lahir batin antara pria dan wanita yang dibangun di atas nilai-nilai sakral karena 2 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Cet. Ketiga, Mandar Maju, Bandung, 2007, hal Ibid, hal. 5.

5 5 berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan sila pertama Pancasila. Maksudnya adalah bahwa perkawinan tidak cukup hanya dengan ikatan lahir saja atau ikatan batin saja tetapi harus kedua-duanya, terjalin ikatan lahir batin merupakan fondasi dalam membentuk keluarga bahagia dan kekal. 4 Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah SWT sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positip dalam mewujudkan tujuan perkawinan. 5 Firman Allah SWT: Wahai manusia, Kami telah jadikan kamu sekalian dari laki-laki dan perempuan (QS. Al-Hujuraat : 13) Firman Allah SWT: Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang telah menjadikan kamu dari satu diri, lalu Ia jadikan dari padanya jodohnya, kemudian Dia kembang-biakkan menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak sekali (QS. An-Nisa : 1) H. Sulaiman Rayid mendefinisikan pernikahan (perkawinan) sebagai berikut: Aqad menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang antara keduanya bukan muhrim. 6 Iman Jauhari mengemukakan bahwa: 4 Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1996, hal Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 7, Alih BahasaDrs. Moh. Thalib, Cetakan keempat PT. Alma arif, Bandung, 1987, hal. 9 6 H. Sulaiman Rayid dalam H.M. Hasballah Thaib dan H. Marahalim Harahap, Hukum Keluarga Dalam Syariat Islam, Universitas Al Azhar, Medan, 2010, hal. 1.

6 6 Suatu perkawinan tidak hanya didasarkan pada ikatan lahir saja atau ikatan batin saja, tetapi merupakan perwujudan ikatan lahir dan batin antara suami istri. Ikatan lahir tercermin adanya akad nikah, sedangkan ikatan batin adanya perasaan saling mencintai dari kedua belah pihak. 7 Paul Scholten berpendapat bahwa: Perkawinan adalah hubungan abadi antara dua orang yang berlainan kelamin, yang diakui oleh Negara. 8 Pasal 1 UU Perkawinan menyebutkan Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut asasasas atau prinsip-pinsip sebagai berikut: 9 1. Membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. 2. Perkawinan yang sah menurut masing-masing agamanya. 3. Pencatatan perkawinan 4. Perkawinan berasas monogami. 5. Prinsip calon suami istri sudah masak jiwa raganya. 6. Batas umur untuk melakukan perkawinan. 7. Perceraian dipersulit. 8. Kedudukan suami dan istri seimbang. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) merumuskan Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu 7 Imam Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Keluarga Poligami, Penerbit Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003, hal Paul Scholten dalam Rusli dan R. Tama, Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya, Cet. I, Shantika Dharma, Bandung, 1984, hal Poin keempat penjelasan umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

7 7 akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah 10 Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak (suami istri) dan atau juga bagi pihak lain/ketiga dengan siapa salah satu pihak atau kedua-duanya/suami istri itu mengadakan hubungan hukum. 11 Sebuah perkawinan yang didasari ikatan lahir batin dapat dikatakan sah jika telah memenuhi unsur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yaitu apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) di atas, dapat dimengerti bahwa perkawinan merupakan suatu perbuatan keagamaan, oleh karena itu sah atau tidaknya suatu perkawinan sepenuhnya pada hukum masing-masing agama, ini berarti bahwa suatu perkawinan yang dilaksanakan bertentangan dengan hukum agama dengan sendirinya menurut Undang-Undang Perkawinan dianggap tidak sah dan tidak mempunyai akibat hukum sebagai ikatan perkawinan. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) di atas maka bagi warga negara Indonesia yang beragama Islam apabila hendak melaksanakan perkawinan harus memenuhi ketentuan-ketentuan yaitu syarat-syarat dan rukun perkawinan yang telah diatur dalam hukum perkawinan Islam. Demikian juga bagi mereka yang beragama 10 Lihat KHI, Pasal Saidus Syahar, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanannya Ditinjau dari Segi Hukum Islam, Penerbit Alumni, Bandung, 1976, hal. 26.

8 8 Nasrani, Hindu, Budha, hukum agama merekalah yang menjadi dasar pelaksanaan yan menentukan sahnya perkawinan. Apabila dalam pelaksanaan perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat sahnya perkawinan maka perkawinan tersebut dapat dibatalkan. Syarat dalam arti luas menurut fiqih meliputi syarat materiil yang lazim dikatakan syarat (saja) dan syarat formil yang disebut sebagai rukun nikah. 12 Pembatalan perkawinan berarti menganggap perkawinan yang telah dilakukan sebagai peristiwa yang tidak sah, atau dianggap tidak pernah ada. Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tidak mengatur mengenai pengertian pembatalan perkawinan, begitu juga PP No.9 tahun 1975 yang merupakan pelaksana dari Undang-Undang tersebut, sehingga tidak ada satupun peraturan yang mengatur mengenai pengertian pembatalan perkawinan. Pasal 22 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 hanya menyebutkan perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, Selanjutnya dalam penjelasannya disebutkan bahwa pengertian dapat pada pasal ini diartikan bisa batal atau bisa tidak batal, bilamana ketentuan hukum agamanya masing-masing tidak menentukan lain. Dalam Pasal 37 PP No. 9 tahun 1975 dijelaskan bahwa batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan.Hal ini disebabkan mengingat pembatalan perkawinan dapat membawa akibat hukum, baik terhadap suami istri itu sendiri, anak-anak yangdilahirkan maupun terhadap pihak ketiga sehingga pembatalan perkawinan tidak diperkenankan terjadi oleh instansi di luar pengadilan. 12 Op. Cit., hal. 40.

9 9 Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan ke Pengadilan, Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi Non-Islam, di dalam daerah hukum di mana perkawinan telah dilangsungkan atau di tempat tinggal pasangan (suami-istri), hal tersebut diatur pada Pasal 25 jo Pasal 63 Undang- Undang Perkawinan. Pembatalan perkawinan bagi pasangan yang beragama Islam yang melaksanakan perkawinan di Kantor Urusan Agama maka pembatalan perkawinan dapat diajukan di Pengadilan Agama. Berdasarkan putusan Pengadilan Agama tentang pembatalan perkawinan, maka terdapat beberapa persoalan yang masih harus diselesaikan walaupun putusan Pengadilan Agama tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sebagaimana yang terjadi pada perkawinan antara Arya Pengestu Bin M. Eral dalam hal ini merupakan Tergugat I dan Halimatussa diyah Binti Ahmadsyah Nur dalam hal ini merupakan Tergugat II telah dilangsungkan pada tanggal 23 Mei 2009 di Kecamatan Medan Petisah, dan telah terdaftar di Kantor Urusan Agama Kecamatan Medan Petisah Nomor 143/23/V/2009, tanggal 28 Mei Pada perkawinan tersebut yang bertindak sebagai wali dalam pernikahan tersebut adalah saudara Amir Muslian yang menurut Tergugat II adalah pakciknya atau abang kandung dari ayah Tergugat II. Namun tanggal 28 September 2009 Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Medan Petisah bernama Nazrial Amin datang menemui Penggugat yang menyatakan bahwa telah datang keluarga Tergugat merasa keberatan dengan pernikahan Tergugat I dengan Tergugat

10 10 II dengan menyatakan bahwa pernikahan Tergugat I dengan Tergugat II harus dibatalkan. Pembatalan perkawinan dengan putusan pengadilan itu dianggap seolah-olah sama sekali tidak pernah terjadi perkawinan, atau perkawinan yang dinyatakan batal itu harus disamakan dengan suatu perkawinan yang terputus secara talaq. Sehingga akibat hukum yang telah terjadi sebelum putusan itu tetap dipertahankan seperti misalnya kalau sudah ada anak dari perkawinan itu, maka anak tersebut tetap merupakan anak sah dari suami istri. 13 Berdasarkan pemaparan di atas penulis ingin lebih mengetahui tentang pembatalan perkawinan, maka penulis membuat penelitian yang berjudul TINJAUAN YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERKAWINAN SERTA AKIBAT HUKUMNYA(STUDI PUTUSAN No. 1009/Pdt. G/2009/PA. Mdn. Pada Pengadilan Agama Kelas I-A Medan). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktorapa yang menyebabkan terjadinya pembatalan perkawinan? 2. Bagaimana proses pembatalan perkawinan karena wali yang tidak sah pada Pengadilan Agama Kelas I-A Medan? 3. Bagaimana akibat hukum dari pembatalan perkawinan karena wali nikah yang tidak sah di Pengadilan Agama Kelas I-A Medan? hal Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, Karya Gemilang, Jakarta, 2007,

11 11 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pembatalan perkawinan. 2. Untuk mengetahui bagaimana proses pembatalan perkawinan karena wali yang tidak sah pada Pengadilan Agama Kelas I-A Medan. 3. Untuk mengetahui akibat hukum dari pembatalan perkawinan karena wali nikah yang tidak sah di Pengadilan Agama Kelas I-A Medan. D. Manfaat Penelitian Penelitian merupakan pencerminan secara konkrit kegiatan ilmu dalam memproses ilmu pengetahuan. 14 Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. 15 Oleh karena itu penelitian hukum merupakan suatu penelitian di dalam kerangka know-how di dalam hukum. Dengan melakukan penelitian hukum diharapkan hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan. 16 Bertitik tolak dari tujuan penelitian sebagaimana tersebut di atas, diharapkan dengan penelitian ini akan dapat memberikan manfaat atau kegunaan secara teoritis dan praktis di bidang hukum, yaitu: 14 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung, Mandar Maju, Cetakan kesatu, 2008, hal Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, Cetakan ke -3, 2007, hal Ibid.

12 12 1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah kepustakaan di bidang keperdataan. 2. Dari segi praktis, penelitian ini sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukan bagi para pihak yang berkepentingan khususnya bagi masyarakat untuk mengetahui seberapa jauh masalah pembatalan perkawinan diatur di dalam undang-undang. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pascasarjana menunjukkan bahwa penelitian dengan judul TINJAUAN YURIDIS PEMBATALAN PERKAWINAN SERTA AKIBAT HUKUMNYA, (Studi Putusan No.1009/Pdt. G/2009/PA. Mdn Pada Pengadilan Agama Kelas I-A Medan). belum pernah dilakukan. Akan tetapi ditemukan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan judul topik dalam tesis ini antara lain: 1. Penelitian dengan judul Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan Poligami Tanpa Izin dan Kaitannya Dengan Status Anak Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 (Studi di Pengadilan Agama Kelas I-A Medan) oleh Yola Ardiza NIM Rumusan masalah yang dibahas adalah (a) faktor penyebab terjadinya tuntutan pembatalan perkawinan poligami tanpa izin, (b) pertimbangan hakim terhadap tuntutan pembatalan perkawinan poligami tanpa

13 13 izin, (c) kedudukan anak dan tanggung jawab orang tua terhadap anak-anak yang lahir dari perkawinan poligami yang dibatalkan. 2. Penelitian dengan judul Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dikaitkan Dengan Ketentuan Perkawinan Berdasarkan Fiqh Islam oleh Tengku Erwinsyahbana NIM Rumusan masalah yang dibahas adalah (a) Alasan-alasan yang digunakan untuk membatalkan perkawinan, (b) akibat hukum pembatalan perkawinan. 3. Penelitian dengan judul Putusnya Perkawinan Akibat Murtadnya Pasangan (Studi Pada Pengadilan Agama Kelas IA Medan) oleh Mikayani Putri NIM Rumusan masalah yang dibahas adalah (a) Pengaturan hukum bila salah satu pasangan yang terikat perkawinan berpindah agama (murtad), (b) akibat hukum yang timbul dari perceraian yang disebabkan perpindahan agama atau murtadnya salah satu pihak, (c) Pertimbangan hukum yang dipakai oleh Hakim Pengadilan Agama Medan sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun Dari judul penelitian di atas terlihat tidak ada kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya, sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

14 14 fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya. 17 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 18 Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori fasakh. Kata fasakh berarti merusak atau membatalkan. Jadi fasakh sebagai salah satu penyebab putusnya perkawinan ialah merusakkan atau membatalkan hubungan perkawinan yang telah berlangsung. 19 Menurut Amir Syarifuddin: Fasakh ini pada dasarnya terjadi atas inisiatif pihak ketiga, yaitu hakim setelah hakim mengetahui bahwa perkawinan itu tidak dapat dilanjutkan, baik karena pada perkawinan yang telah berlangsung ternyata terdapat kesalahan, seperti tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan maupun pada diri suami atau istri terdapat kekurangan yang tidak mungkin dipertahankan untuk kelangsungan perkawinan itu. 20 Perkawinan menurut UU Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di dalam masyarakat adat, perkawinan adalah suatu rangkaian upacara yang merubah status laki-laki menjadi suami dan dari seorang perempuan menjadi istri. Di kalangan masyarakat adat yang masih kuat prinsip kekerabatannya berdasarkan ikatan 17 M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, FE UI, Jakarta, 1996, hal M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal A. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Yayasan Pena, Banda Aceh, 2010, hal Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Ed. I, Cet. I, Pranada Media, Jakarta, 2006, hal. 243.

15 15 keturunan, mempertahankan silsilah dan kedudukan sosial yang bersangkutan. Di samping itu ada kalanya suatu perkawinan merupakan sarana untuk memperbaiki hubungan kekerabatan yang telah jauh atau retak, atau merupakan sarana pendekatan dan perdamaian kerabat. 21 Perkawinan menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) adalah pertalian yang sah antara seorang pria dan wanita untuk waktu yang lama atau suatu hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal yang diakui negara. Suatu perkawinan dapat dilaksanakan jika memenuhi beberapa persyaratan yang berupa syarat material dan formal, Syarat materil/subyektif yaitu syarat-syarat yang melekat pada pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan, yang diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 UU Perkawinan, terdiri dari: a. Harus didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak. b. Harus mendapat ijin orang tua, apabila calon pengantin belum berumur 21 tahun. c. Harus sudah mencapai umur 19 (sembilanbelas) tahun bagi pria dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enambelas) tahun. d. Tidak adanya larangan perkawinan. e. Tidak masih terikat dalam suatu perkawinan kecuali bagi mereka yang agamanya mengijinkan untuk berpoligami. 1983, hal Soebakti Poesponoto, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta,

16 16 f. Tidak bercerai untuk kedua kalinya dengan suami atau istri yang hendak dikawini. g. Harus telah lewat masa tunggu/masa iddah bagi janda. Syarat-syarat formal/obyektif adalah syarat tentang tata cara atau prosedur melangsungkan perkawinan menurut hukum agama dan undang-undang. Tata cara melangsungkan perkawinan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Ketentuan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam perkawinan Islam ada rukun perkawinan yang merupakan hal-hal yang harus dipenuhi pada waktu melangsungkan perkawinan, yaitu: a. Harus ada calon suami dan istri, atau wakilnya. b. Harus ada wali dan calon istri, atau wakilnya. c. Harus ada dua orang saksi laki-laki Islam yang telah memenuhi syarat-syarat. d. Adanya ijab-qabul. Pelaksanaan akad nikah muslim di Indonesia dilakukan oleh mempelai lakilaki dan wali mempelai perempuan atau wakilnya. Di antara ayat Al-Qur an yang mengisyaratkan adanya wali adalah sebagai berikut: Surat al-baqarah (2) ayat 232, yang artinya: Dan bila kamu telah menalak perempuan dan hampir habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin dengan bakal suami mereka.

17 17 Surat al-baqarah (2) ayat 221, yang artinya: Janganlah kamu mengawinkan anak-anak perempuanmu dengan laki-laki musyrik. Sesungguhnya hamba sahaya mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun ia menarik hatimu. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa perempuan tidak boleh mengawinkan dirinya atau mengawinkan wanita lain. 22 Alasan pendapat ini sebagaimana dikemukakan dalam hadits Nabi riwayat Abu Hurairah yang mengatakan: Tidak boleh seorang perempuan menikahkan perempuan yang lain dan perempuan juga tidak boleh mengawinkan dirinya sendiri. 23 Menurut Abu Hanifah, wali harus ada dalam akad nikah, hanyalah apabila mempelai perempuan belum baligh atau tidak sehat akal. Perempuan baligh dan berakal sehat diperbolehkan mengawinkan diri sendiri dengan laki-laki yang disukai tanpa wali, dengan syarat kufu. Jika mempelai laki-laki tidak kufu, wali berhak minta kepada hakim untuk membatalkan perkawinan perempuan tersebut. 24 Sabda Rasulullah SAW dari Aisyah r.a., 25 Perempuan mana pun yang menikah tanpa izin walinya, maka pernikahannya batal, pernikahannya batal, pernikahannya batal. (HR Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan at-tarmidzi) 22 Abdul Aziz Salim Basyarahil dan Fauzil Adhim, Janda, Cet. 1, Gema Insani Press, Jakarta, 1999 hal A. Hamid Sarong, Op. Cit., hal Ibid. 25 Ibid., hal. 74

18 18 Ayat (1) Pasal 26 UUP berbunyi: Perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatatperkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri. Perkawinan secara Islam maupun berdasarkan UU Perkawinan mewajibkan adanya wali nikah dalam hal ini yang mempunyai hubungan nasab (kekerabatan) dengan mempelai wanita agar perkawinan tersebut memenuhi syarat sahnya suatu perkawinan. 2. Konsepsi Kerangka konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis. 26 Kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar hukum. 27 Konsep merupakan salah satu bagian penting dari sebuah teori. Dalam suatu penelitian konspesi dapat diartikan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkret, yang disebut definisi operasional (operational 26 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal Sardjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 7.

19 19 definition). Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian dan penafsiran atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut: 1. Perkawinan adalah ikatan lahir dan bantin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 1 UU Perkawinan). 2. Pembatalan perkawinan adalah suatu perbuatan yang menganggap perkawinan yang telah dilakukan sebagai suatu peristiwa yang tidak sah atau dianggap tidak pernah ada. Pembatalan perkawinan dapat dilakukan bila para pihak tidak memenuhi syarat dalam melangsungkan perkawinan (Pasal 22 UU Perkawinan). 3. Akibat hukum adalah suatu akibat yang ditimbulkan dengan adanya suatu peristiwa atau perbuatan yang dikaitkan dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam ruang lingkup peristiwa atau perbuatan hukum tersebut. G. Metode Penelitian Kata Metode yang berarti jalan ke. 28 namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan sebagai suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, sebagai suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan dan sebagai cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur. 28 Soerjono Soekanto Op. Cit., hal. 5.

20 20 Metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dan menjawab masalah penelitian atau membuktikan kebenaran hipotesis atau kerangka teoritisnya (konsepsional)adalah studi dokumen/literatur, pengamatan dan wawancara. 1. Sifat Penelitian Penelitian tesis ini bersifat deskriptif analitis yang bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karaktaristik dari fakta-fakta (individu, kelompok atau keadaan) dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi. 29 Dikatakan deskriptif karena dengan penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis mengenai Pembatalan Perkawinan Serta Akibat Hukumnya Putusan No. 1009/Pdt.G/2009/PA. Mdn. (Studi Kasus Pada Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, bersifat analitis karena dilakukan analisis dari segi Undang-Undang, KHI dan Fiqih. 2. Metode Pendekatan Metode yang digunakan adalah metode penelitian Yuridis Empiris, yakni suatu penelitian yang meneliti peraturan-peraturan hukum melalui studi kepustakaan dan akan dihubungkan dengan kaidah-kaidah hukum Islam, KHI dan Fiqih serta kebiasaan pada masyarakat sesuai dengan penelitian dilapangan yang dilakukan dengan pengamatan (observasi) dan wawancara. Wawancara yang akan dilakukan untuk memperoleh segala informasi yang dibutuhkan secara lengkap dan akurat yaitu dengan Hakim Ketua, hakim Anggota, serta Panitera Pengganti pada Pengadilan Agama kelas I-A medan, 29 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004, hal. 58.

21 21 Oleh karena itu dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yang ada hubungannya dengan judul penelitian ini yakni, Pembatalan Perkawinan Serta Akibat Hukumnya Putusan No. 1009/Pdt.G/2009/PA. Mdn. (Studi Kasus Pada Pengadilan Agama Kelas I-A Medan). Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (field research). data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari Pengadilan Agama Kelas I-A Medan, sedangkan data sekunder didapat dari penelitian kepustakaan (library research) dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya ilmiah, artikel-artikel, media massa dan sumber data lainnya yang berhubungan dengan objek yang diteliti. 3. Analisis Data. Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh terhadap permasalahan penelitian yang akan dilakukan dalam tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. analisis secara kualitatif dilakukan untuk menarik kesimpulan data yang telah diolah sehingga hasil analisa yang diperoleh tidak berbentuk angka. Dalam analisis data dilakukan penyusunan data primer dan data sekunder secara sistematis. Selanjutnya data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan sedangkan metode induktif dilakukan dengan menterjemahkan

22 22 berbagai sumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam tesis ini sehingga diperoleh kesimpulan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa analisis data akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar.

DAFTAR PUSTAKA. Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004

DAFTAR PUSTAKA. Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004 132 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Abidin, Slamet, dan Aminudin, Fiqh Munakahat, PustakaSetia, Bandung, 1419H/1999 M Adi, Rianto, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Granit, Jakarta, 2004 Afandi, Prof. Ali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan yang bernilai ibadah adalah perkawinan. Shahihah, dari Anas bin Malik RA, Ia berkata bahwa Rasulullah SAW BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari dua jenis, pria dan wanita. dengan kodrat jasmani dan bobot kejiwaan yang relatif berbeda yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. 1 Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo BAB I 1. LATAR BELAKANG Salah satu kebutuhan hidup manusia selaku makhluk sosial adalah melakukan interaksi dengan lingkungannya. Interaksi sosial akan terjadi apabila terpenuhinya dua syarat, yaitu adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berlainan jenis, yaitu seorang pria dan wanita yang hidup bersama.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berlainan jenis, yaitu seorang pria dan wanita yang hidup bersama. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbentuknya masyarakat manusia dimulai dari hubungan antara dua orang manusia yang berlainan jenis, yaitu seorang pria dan wanita yang hidup bersama. Adanya keinginan

Lebih terperinci

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora)

AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP. ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) AKIBAT PERKAWINAN DIBAWAH UMUR DALAM KELANGSUNGAN HIDUP ( Studi Kasus Pengadilan Agama Blora) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan.

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan. Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 Terhadap Ketentuan Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan membahas dan menganalisis apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk sosial, dalam kehidupanya tersebut manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya, dari interaksi

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu hal. yang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu hal. yang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan manusia perkawinan merupakan salah satu hal yang penting terutama dalam pergaulan hidup masyarakat. Perkawinan adalah suatu jalan yang amat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk BAB I PENDAHULUAN Perkawinan memiliki arti penting bagi setiap orang, didalam kehidupan setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk membentuk sebuah keluarga itu maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan kepada umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, dari sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu kenyataan atas keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung jawab.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya pernikahan bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Mencapai Derajad Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Contohnya dalam hal pemenuhan kebutuhan lahiriah dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan fitri setiap manusia yang memberikan banyak hasil yang penting, diantaranya adalah pembentukan sebuah keluarga yang didalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

Oleh : TIM DOSEN SPAI

Oleh : TIM DOSEN SPAI Oleh : TIM DOSEN SPAI Syarat Pernikahan Adanya persetujuan kedua calon mempelai Adanya izin dari orang tua bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun Antara kedua calon tidak ada hubungan darah Calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan institusi atau lembaga yang sangat penting dalam, masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang pria dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh HENDRIX

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL 57 BAB IV ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL A. Analisis Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Penolakan Permohonan Dispensasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Hidup bersama di dalam bentuknya yang terkecil itu dimulai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyangkut urusan keluarga dan urusan masyarakat. 1. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke-tuhanan Yang Maha Esa. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia karena ia tidak saja menyangkut pribadi kedua calon suami isteri saja tetapi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERKAWINAN SERTA AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PUTUSAN No. 1009/Pdt. G/2009/PA. Mdn. Pada Pengadilan Agama Kelas I-A Medan)

TINJAUAN YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERKAWINAN SERTA AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PUTUSAN No. 1009/Pdt. G/2009/PA. Mdn. Pada Pengadilan Agama Kelas I-A Medan) N u r u l M a r i a t i S i m a n j u n t a k 1 TINJAUAN YURIDIS ATAS PEMBATALAN PERKAWINAN SERTA AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PUTUSAN No. 1009/Pdt. G/2009/PA. Mdn. Pada Pengadilan Agama Kelas I-A Medan) NURUL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya. Hikmahnya ialah supaya manusia itu hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menjadikan makhluk-nya berpasang-pasangan, menjadikan manusia laki-laki dan perempuan, menjadikan hewan jantan betina begitu pula tumbuhtumbuhan dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kasus Posisi Sebelum menjelaskan mengenai kasus posisi pada putusan perkara Nomor 321/Pdt.G/2011/PA.Yk., penulis akan memaparkan jumlah perkara poligami yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil,

Lebih terperinci

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pengertian perkawinan ialahikatan lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, lebih khusus lagi agar mereka bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia selalu ingin bergaul (zoon politicon) 1 bersama manusia lainya dalam pergaulan hidup bermasyarakat, dari sifat tersebut manusia dikenal sebagai mahluk

Lebih terperinci

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA

IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA 3 IZIN POLIGAMI AKIBAT TERJADI PERZINAAN SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Oleh : Alip No. Mhs : 03410369 Program Studi : Ilmu Hukum UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan dan melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan dan melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, Negara Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan dan melaksanakan pembangunan di segala bidang, upaya tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat maka diberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai kodratnya, manusia mempunyai hasrat untuk tertarik terhadap lawan jenisnya sehingga keduanya mempunyai dorongan untuk bergaul satu sama lain. Untuk menjaga kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia berlainan jenis yaitu seorang pria dan seorang wanita yang dikaruniai sebuah naluri. Naluri tersebut diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan momentum yang sangat penting bagi perjalanan hidup manusia. Perkawinan secara otomatis akan mengubah status keduannya dalam masyarakat.

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat

BAB I PENDAHULUAN. menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN (FASAKH) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DAN ISTRI DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkanya. Perkawinan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam proses perkembanganya untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang bisa memperoleh keturunan sesuai dengan apa yang diinginkanya.

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan yang lainnya untuk dapat hidup bersama, atau secara logis 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan manusia di dunia ini, yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG

SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PERKAWINAN MELALUI WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LUBUK KILANGAN KOTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: ANDRIYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini dijelaskan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada pasal 1 ayat (3) (amandemen ke-3) yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman dahulu hingga kini, karena perkawinan merupakan masalah yang aktual untuk dibicarakan di dalam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Sebab di

Lebih terperinci

Dengan adanya masalah pokok diatas maka dapat pula dikemukakan dua sub masalah, yaitu :

Dengan adanya masalah pokok diatas maka dapat pula dikemukakan dua sub masalah, yaitu : Pembatalan Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 (Studi Kasus di Pengadilan Agama Tana Toraja) A. Latar Belakang Hampir semua mahluk ciptaan Allah swt, di atas dunia ini bila hendak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1994), hlm 453 Lembaga perkawinan adalah lembaga yang mulia dan mempunyai kedudukan yang terhormat dalam hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia. Allah SWT

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN FUNGSI PERJANJIAN KAWIN TERHADAP PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN Oleh : Sriono, SH, M.Kn Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Perkawinan adalah suatu ikatan lahir

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA KECAMATAN SUKODONO MENURUT KHI DAN FIQIH MADZHAB SYAFI I 1. Analisis Implikasi Hukum perkawinan

Lebih terperinci

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perbuatan hukum. Perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban kepada para pihak yang mengikatkan diri pada suatu perkawinan. Hak dan kewajiban tersebut harus dipenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia karena dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan kelangsungan generasinya. Pengertian Perkawinan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Dalam ajaran Islam sebuah perkawinan merupakan peristiwa sakral bagi manusia, karena melangsungkan perkawinan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkawinan merupakan salah satu asas pokok yang paling utama dalam kehidupan rumah tangga yang sempurna. Perkawinan bukan hanya merupakan satu jalan yang amat

Lebih terperinci