LAPORAN KERJA PRAKTIK TL 4098 EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN KERJA PRAKTIK TL 4098 EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP"

Transkripsi

1 LAPORAN KERJA PRAKTIK TL 4098 EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP disusun oleh: Ayu Listiani PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2014

2 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP disusun oleh: AYU LISTIANI ( ) Disusun sebagai salah satu syarat untuk lulus mata kuliah Kerja Praktik (TL- 4098) pada Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh: Environmental Section Head Pembimbing Lapangan Herman Sumantri Nopek: Mengetahui, HSE Manager Rakhmat Ibnas Nopek: Leodan Haadin Nopek:

3 LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP disusun oleh: AYU LISTIANI ( ) Disusun sebagai salah satu syarat untuk lulus mata kuliah Kerja Praktik (TL-4098) pada Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh: Koordinator Kerja Praktik Dosen Pembimbing Kerja Praktik Dr. Moch. Chaerul, ST., MT. Dr. Sukandar, S.Si., MT. NIP NIP

4 ABSTRAK Dalam proses produksi produk BBM dan non-bbm, PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap menghasilkan berbagai macam limbah B3 sebagai produk sampingan. Limbah B3 membutuhkan perlakuan khusus dan ketat dibandingkan dengan limbah non-b3 karena sifatnya yang berbahaya dan beracun bagi manusia dan lingkungan sehingga dibutuhkan pengelolaan yang tepat sebelum limbah-limbah B3 ini dikembalikan ke lingkungan. Limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap mayoritas terdiri dari oil sludge, spent catalyst, spent clay, mineral wool, tanah terkontaminasi dan berbagai kemasan bekas produk B3. Pengelolaan limbah B3 yang saat ini dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap meliputi reduksi, pengemasan dan pewadahan, pelabelan, penyimpanan, pengangkutan serta pemanfaatan. Kegiatan pengolahan dan pemanfaatan belum mendapat izin dari KLH sehingga tidak dapat dijalankan, akan tetapi nyatanya melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3. Semua limbah B3 dari PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap diserahkan pengolahannya ke pihak ketiga, termasuk kepada PT Holcim Indonesia Tbk. memiliki nota kesepakatan (MoU) dengan PT Holcim Indonesia Tbk di mana PT Holcim Indonesia Tbk akan memanfaatkan limbah B3 dari PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dengan metode co-processing. Dalam metode yang ramah lingkungan ini limbah B3 dibakar dengan tujuan untuk memanfaatkan limbah sebagai bahan bakar dan juga bahan baku alternatif sehingga tidak menimbulkan residu. Kata kunci:, limbah B3, pengelolaan limbah B3, TPS limbah B3, metode co-processsing.

5 ABSTRACT In a process production of fuel and non-fuel, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap produces a wide range of hazardous waste (B3) as a byproduct. This hazardous waste has a specific and rigorous treatment compared with nonhazardous waste because its dangerous and toxic to humans and environment so we need proper management of this hazardous waste before it s returned to the environment. Hazardous waste produced by PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap comprise the majority of oil sludge, spent catalyst, spent clay, mineral wool, contaminated soil and other packaging products ex hazardous materials. Hazardous waste management that currently carried out by PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap are reduction, packaging, labelling, storaging, transporting and also utilization. Hazardous waste processing and utilization hasn t received permission from KLH so it can t be done. In fact, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap still doing hazardous waste utilization. All hazardous waste from is given to a third party to be processing, including to PT Holcim Indonesia Tbk. PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap has a memorandum (MoU) with PT Holcim Indonesia Tbk where PT Holcim Indonesia Tbk will utilize that hazardous waste with co-processing method. With this environmental friendly method, hazardous waste is burned with the aim of utilizing waste as a fuel and also alternative raw materials to avoid residues. Keywords:, hazardous waste, hazardous waste management, Satellite Accumulation Point of hazardous waste, coprocesssing method.

6 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat, karunia dan lindungan-nya saya dapat melaksanakan kerja praktik serta menyelesaikan laporannya dengan lancar. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama masa kerja praktik dan penulisan laporan, yaitu kepada: 1. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan berupa doa, semangat dan materi; 2. Bapak Dr. Sukandar, S.Si., MT selaku dosen pembimbing yang telah memberi banyak ilmu, nasihat serta bimbingan selama kerja praktik dan penyusunan laporan; 3. Bapak Dr. Mochammad Chaerul, S.T., MT selaku Koordinator Kerja Praktik yang telah memberikan bimbingan dan informasi terkait pelaksanaan kerja praktik; 4. Bapak Dr. Herto Dwi Ariesyadi, S.T., MT., Ph.D. selaku Ketua Prodi Teknik Lingkungan yang telah mendukung kelancaran kegiatan kerja praktik; 5. Ibu Titi, Pak Yono beserta para staf Tata Usaha Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung yang telah membantu urusan administrasi terkait kerja praktik; 6. Bapak Leodan Haadin selaku Manager Health Safety and Environment PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang selalu ramah menyapa, berbagi ilmu dan sangat memperhatikan kami selama kerja praktik di tengah kesibukannya; 7. Bapak Herman Sumantri selaku Environment Head Section PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang selalu memberikan ilmu dan wawasan baru serta sering mengajak makan siang bersama Environment Section. Semoga sehat selalu ya Pak; 8. Bapak Dasiyo, Bapak Rakhmat Ibnas dan Ibu Nina Febriana Rahmadani selaku pembimbing lapangan atas segala data, tawa, cerita, ilmu dan 2014 i

7 pengalaman berharga serta ruangan dan meja kerja yang sangat membantu dalam penulisan laporan; 9. Bapak Warsanto selaku Kepala Gudang Penyimpanan Limbah B3 yang selalu sabar memberikan penjelasan, mengajak berjalan-jalan di area kilang dan telah membelikan nasi padang di kunjungan pertama ke gudang; 10. Pak Wahyu dan Environment Section lainnya serta Safety Section, Fire & Insurance Section dan Occupational Health Section yang memberikan ilmu serta semangat selama saya melaksanakan kerja praktik di sana; 11. Bapak Hery Harnoto dan Mas Andi dari bagian Diklat, Bapak Eko serta staf dari bagian Litsus dan Bapak Anggoro serta staf dari bagian HR yang sangat membantu dalam pembuatan kartu HSE serta badge kerja praktik; 12. Teman sekamar kost Budi Khairunnisa Solekha, yang setia berjuang bersama menjalani kerja praktik di Cilacap; 13. Teman-teman seperjuangan KP di Environment yang baru datang saat kami akan pulang, Riri, Nurul, Rio, Arga dari ITS, Yoyo dari UPN, Yona dan Awal dari UII, Hana, Yuanita, Veli dari Undip. Terima kasih atas segala cerita dan jalan-jalannya. Selamat berjuang!; 14. Dati dan Dihap, dua teman bimbingan dan diskusi yang sangat inspiratif!; 15. Teman-teman Cetar (Amay, Chissy, Uni, Ninis) yang selalu menghibur dengan obrolannya di grup, semoga bisa segera ke Korea!; 16. Teman-teman Narayana penerus bangsa yang selalu meramaikan grup Line dengan obrolan yang maunya berbobot tapi malah sering tidak berbobot tapi menyenangkan, terima kasih atas hiburan dan kebersamaannya selama ini. Sayang kalian selalu!; 17. Swargalokanata, Askharadiva, Arkaniyata dan Wariga Sangkara serta semua pihak yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu di sini yang juga turut membantu kelancaran kerja praktik dan penulisan laporan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri sebagai penulis dan juga para pembacanya. Cilacap, 25 Juni 2014 Penulis 2014 ii

8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN KERJA PRAKTIK TUJUAN UMUM TUJUAN KHUSUS RUANG LINGKUP METODOLOGI WAKTU DAN TEMPAT KERJA PRAKTIK SISTEMATIKA PENULISAN... 4 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN SEJARAH PT PERTAMINA (PERSERO) VISI DAN MISI PT PERTAMINA (PERSERO) VISI PT PERTAMINA (PERSERO) MISI PT PERTAMINA (PERSERO) LOGO PT PERTAMINA (PERSERO) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP VISI DAN MISI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP VISI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP MISI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP DESKRIPSI KEGIATAN PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP KILANG MINYAK I (FOC I DAN LOC I) KILANG MINYAK II (FOC II DAN LOC II) KILANG PARAXYLENE COMPLEX KILANG LPG DAN SULPHUR RECOVERY UNIT (SRU) iii

9 DEBOTTLENECKING PROJECT CILACAP (DPC) SARANA PENUNJANG HEALTH SAFETY AND ENVIRONMENT (HSE) PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP FIRE INSURANCE (PENANGGULANGAN KEBAKARAN) SAFETY (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) ENVIRONMENT (LINDUNGAN LINGKUNGAN) STRUKTUR ORGANISASI DAN MANAJEMEN PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP BAB III KONDISI EKSISTING PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP REGULASI TERKAIT PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP IZIN TERKAIT PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP SUMBER DAN JENIS LIMBAH B3 YANG DIHASILKAN PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP PENGURANGAN VOLUME LIMBAH B PENGEMASAN DAN PEWADAHAN LIMBAH B PELABELAN LIMBAH B PENGANGKUTAN LIMBAH B PENYIMPANAN LIMBAH B PENGOLAHAN LIMBAH B PEMANFAATAN LIMBAH B DOKUMEN PENGELOLAAN LIMBAH B iv

10 BAB IV TINJAUAN PUSTAKA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PERATURAN TERKAIT PENGELOLAAN LIMBAH B IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI LIMBAH B KARAKTERISTIK LIMBAH B PRINSIP PENGELOLAAN LIMBAH B KONSEP 3R PENGELOLAAN LIMBAH B MEKANISME CRADLE TO GRAVE PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI INDONESIA PENGEMASAN LIMBAH B PELABELAN LIMBAH B PENYIMPANAN LIMBAH B PENGANGKUTAN LIMBAH B PENGOLAHAN LIMBAH B PEMANFAATAN LIMBAH B KONSEP DOKUMEN PERJALANAN LIMBAH B NERACA LIMBAH B PENGELOLAAN LIMBAH B3 PADA KEGIATAN PENGELOLAAN MINYAK CO-PROCESSING PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI JAMNAGAR REFINERY BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP IDENTIFIKASI DAN KLASIFIKASI LIMBAH B KUANTITAS LIMBAH B EVALUASI KINERJA PENGELOLAAN LIMBAH B EVALUASI SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH B EVALUASI PEDOMAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP EVALUASI REDUKSI LIMBAH B v

11 EVALUASI PENGEMASAN DAN PEWADAHAN LIMBAH B EVALUASI PELABELAN LIMBAH B EVALUASI PENYIMPANAN LIMBAH B EVALUASI PENGANGKUTAN LIMBAH B EVALUASI PENGOLAHAN LIMBAH B EVALUASI PEMANFAATAN LIMBAH B PERBANDINGAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP DENGAN JAMNAGAR REFINERY INDIA BAB VI PENUTUP SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Proses-Proses Utama Kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Tabel 2.2. Kapasitas FOC I Tabel 2.3. Kapasitas LOC I Tabel 2.4. Produksi Kilang I (FOC I dan LOC I) Tabel 2.5. Kapasitas FOC II Tabel 2.6. Kapasitas LOC II Tabel 2.7. Produksi Kilang II (FOC II dan LOC II) Tabel 2.8. Kapasitas LOC III Tabel 2.9. Kapasitas Kilang Paraxylene Complex Tabel Produksi Kilang Paraxylene Tabel 4.1. Karakteristik Limbah B3 menurut Peraturan di Indonesia, Eropa, dan Amerika Tabel 4.2. Peletakan Simbol Limbah B Tabel 4.3. Prinsip Dasar Co-processing Limbah B3 dan Limbah Lainnya pada Kiln Semen Tabel 4.4. Jumlah Limbah B3 Jamnagar Refinery dan Cara Pengelolaannya Tabel 5.1. Daftar Limbah B3 dari Sumber Spesifik di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Tabel 5.2. Jenis Limbah B3 di Tabel 5.3. Identifikasi Limbah B Tabel 5.4. Neraca Limbah Form II Periode Bulan Februari Tabel 5.5. Denah Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Periode Bulan Juni Tabel 5.6. Sebagian Neraca Limbah untuk Penilaian Proper (Juli Juni 2014) Tabel 5.7. Jumlah Limbah yang Dihasilkan di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Periode Juli 2013-Juni vii

13 Tabel 5.8. Matriks Perbandingan Pengemasan Limbah B3 Menurut Peraturan dan Realisasinya Tabel 5.9. Matriks Perbandingan Pelabelan Limbah B3 Menurut Peraturan dan Realisasinya Tabel Matriks Perbandingan Penyimpanan Limbah B3 Menurut Peraturan dan Realisasinya Tabel Jenis Limbah dan Pengolahannya Selama Periode Juli 2013-Juni viii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Peta Lokasi PT Pertamina (Persero)... 8 Gambar 2.2. Logo Lama PT Pertamina (Persero)... 9 Gambar 2.3. Logo Baru PT Pertamina (Persero)... 9 Gambar 2.4. Peta Lokasi Pabrik Gambar 2.5. Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Gambar 2.6. Lokasi Gambar 2.7. Tata Letak Kilang Gambar 3.1. Kegiatan di dan Limbah B3 yang Dihasilkan Gambar 3.2. Beberapa Limbah B3 yang Dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Gambar 3.3. Pengemasan Limbah Cartridge Bekas dalam Drum Logam Gambar 3.4. Pengemasan Limbah Sand Filter dalam Jumbo Bag Gambar 3.5. Pengemasan Limbah Cair dalam IBC Gambar 3.6. Drum Wadah Limbah B3 yang Diberi Label Identitas Limbah B Gambar 3.7. Label Simbol Limbah B3 (a) Korosif (b) Beracun Gambar 3.8. Tong Plastik Wadah Limbah B3 yang Diberi Label Wadah Kosong Gambar 3.9. Pengangkutan Eksternal Menuju Tempat Pengolahan Gambar Gudang TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Gambar Layout Gudang TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Gambar Sludge Pond Gambar Layout Sludge Pond Gambar Kondisi TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Gambar Penataan Drum Limbah B3 di dalam TPS ix

15 Gambar Sludge pada Sludge Pond Gambar 4.1. Hierarki Pengelolaan Limbah Gambar 4.2. Kaitan Komponen dalam Proses Industri Gambar 4.3. Mata Rantai Perjalanan Limbah B3 dan Manifestasinya Gambar 4.4. Kemasan Limbah B3 Cair (A) dan Sludge atau Padat (B) Gambar 4.5. Bentuk Dasar Simbol Limbah B Gambar 4.6. Simbol Limbah B3 Mudah Meledak Gambar 4.7. Simbol Limbah B3 Berupa Cairan Mudah Menyala Gambar 4.8. Simbol Limbah B3 Berupa Padatan Mudah Menyala Gambar 4.9. Simbol Limbah B3 Reaktif Gambar Simbol Limbah B3 Beracun Gambar Simbol Limbah B3 Korosif Gambar Simbol Limbah B3 Infeksius Gambar Simbol Limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan Gambar Label Limbah B Gambar Label Limbah B3 Wadah dan/atau Kemasan Limbah B3 Kosong Gambar Label Limbah B3 Penandaan Posisi Tutup Wadah dan/atau Kemasan Limbah B Gambar Contoh Pelekatan Simbol Limbah B3 pada Tempat Penyimpanan dengan 2 Karakteristik Dominan (Predominan) Gambar Contoh Pelekatan Simbol Limbah B3 dan Label Limbah B Gambar Pola Penyimpanan Kemasan Drum Gambar Penyimpanan Limbah B3 dengan Rak Gambar Tempat Penyimpanan Limbah B3 Cair dalam Jumlah Besar Gambar Pola Sirkulasi Udara dalam Tempat Penyimpanan Limbah B Gambar Tata Ruang Gudang Penyimpanan Limbah B Gambar Skema Perjalanan Dokumen Limbah B Gambar Skema Penanganan Limbah untuk Usaha Eksplorasi dan Produksi Gambar Skema Crude Oil Recovery x

16 Gambar 5.1. Jumlah Timbulan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Periode Juli 2013-Juni Gambar 5.2. Jumlah Timbulan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Tahun Gambar 5.3. Tong Sampah Limbah B3 dan Limbah non-b Gambar 5.4. Berbagai Kemasan yang Digunakan untuk Mengemas Limbah B Gambar 5.5. Kondisi Drum yang Penyok dan Berkarat Gambar 5.6. Drum Minyak Pertamina Gambar 5.7. Limbah Kaleng Bekas yang Belum di-press Gambar 5.8. Limbah Kaleng Bekas yang Sedang di-press Gambar 5.9. Limbah Kaleng Bekas yang Sudah di-press Gambar Alat Press Kaleng Gambar Simbol Limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan Gambar Simbol Limbah B3 pada Kemasan Gambar Label Limbah B3 pada Kemasan Gambar Pengisian Label Limbah B3 dengan Data Logbook Gambar Pemasangan Simbol dan Label Limbah B3 pada Kemasan Gambar Pemasangan Simbol dan Label Limbah B3 pada Kemasan yang Salah Gambar Pemasangan Label pada Kemasan Limbah B3 Kosong Gambar Simbol Limbah B3 yang Dipasang di Gudang TPS Limbah B Gambar Simbol Limbah B3 Dipasang di Kendaraan Pengangkut Limbah B Gambar Posisi Gudang TPS Limbah Gambar Gudang TPS Limbah B Gambar Pintu Gerbang Gudang TPS Limbah B Gambar Papan Petunjuk di Depan Gudang TPS Limbah B Gambar Tanggul dan Ventilasi Gudang TPS Limbah B Gambar Papan Petunjuk Nama Limbah B Gambar Atap TPS Limbah B xi

17 Gambar Pintu TPS Limbah B Gambar Lantai dan Saluran di TPS Limbah B Gambar Kotak P3K dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) di TPS Limbah B Gambar Alat Komunikasi, Tangga dan Timbangan di TPS Limbah B Gambar Shower dan Eyewash pada TPS Limbah B Gambar Prosedur Tanggap Darurat di TPS Limbah B Gambar Sistem Blok Penyimpanan Limbah B3 di TPS Gambar Penyimpanan Kemasan Limbah B Gambar Sludge Pond Gambar Kelengkapan di Sludge Pond Gambar Denah Sumur Pantau di Sludge Pond Gambar Alat Angkut Internal yang Digunakan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Gambar Pengangkutan Limbah B3 dengan Transporter Gambar Truk Transporter dengan Simbol Limbah B Gambar Mata Rantai Perjalanan Limbah B3 dan Manifestasinya yang Dilakukan Gambar Pengolahan Limbah B3 oleh PT Holcim Indonesia Tbk Gambar Flowchart Sludge Oil Recovery Gambar Drum Bekas Katalis Digunakan sebagai Wadah Limbah B Gambar Tong Sampah dari Drum Bekas Gambar Alat Rotary Kiln dari Drum Bekas Gambar Pemanfaatan Drum Bekas sebagai Tong Sampah Gambar Pemanfaatan Drum Bekas sebagai Rotary Kiln xii

18 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi adalah dasar penting dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Peningkatan kebutuhan energi di Indonesia yang kini sedang terjadi merupakan dampak dari kian bertambahnya jumlah penduduk dan kian berkembangnya kegiatan ekonomi. Kondisi tersebut makin didukung oleh berubahnya gaya hidup masyarakat yang semakin konsumtif. Negara Indonesia harus berjuang agar kebutuhan energi masyarakatnya selalu terpenuhi secara terus-menerus. PT Pertamina (Persero) merupakan perusahaan negara yang bergerak di bidang energi dengan produk minyak, gas, energi baru dan energi terbarukan. Usaha tersebut dilakukan dari sektor hulu hingga ke hilir mulai dari kegiatan eksplorasi hingga pengolahan minyak mentah yang diikuti oleh pemasaran produk. Produk yang dihasilkan berupa produk BBM dan non-bbm seperti premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, pelumas, aspal, Liquefied Petroleum Gas (LPG), Paraxylene dan lain-lain. PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap merupakan unit yang memiliki kapasitas produksi terbesar di Indonesia sejumlah barrel/hari yang memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM untuk Pulau Jawa. Seiring dengan meningkatnya permintaan produk BBM dan non-bbm di Indonesia, maka optimalisasi produksi pun akan turut ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar. Dengan produksi BBM dan non-bbm yang dioptimalkan ini tentunya juga akan dihasilkan limbah B3 dalam jumlah yang sangat besar. Pengelolaan limbah B3 memerlukan perhatian khusus dan utama sebelum dikembalikan ke lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif baik bagi lingkungan maupun bagi manusia. Pada UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 59 dijelaskan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan terhadap limbah B3 yang dihasilkannya

19 Menurut PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999, kegiatan pengelolaan dapat meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Tujuan utama pengelolaan limbah B3 tentunya adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Menurut PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 dengan berbagai macam jenis limbah B3 yang dihasilkannya, maka PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap tentu memiliki kewajiban untuk mengelolanya sesuai peraturan yang ada. Proses pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap inilah yang menjadi fokus utama kerja praktik kali ini. Dari kondisi eksisting yang diperoleh selama melakukan kerja praktik akan dilakukan evaluasi terhadap kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dengan mengacu pada berbagai peraturan yang berlaku Maksud dan Tujuan Kerja Praktik Maksud dan tujuan dari kerja praktik ini adalah: Mengetahui jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh. Mengadakan pengamatan dan evaluasi terhadap sistem pengelolaan limbah B3 di. Mengetahui kinerja pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Membantu memberikan saran terhadap sistem pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh Ruang Lingkup Ruang lingkup dari pelaksanaan kerja praktik ini adalah: Identifikasi limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap. Evaluasi pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap meliputi reduksi, pengemasan dan pewadahan, pelabelan, penyimpanan, pengangkutan dan pengolahan serta pemanfaatan

20 1.4. Metodologi Metodologi yang digunakan dalam kerja praktik ini yaitu: Observasi lapangan Pengumpulan data-data yang dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung di area kilang. Wawancara Melakukan pencarian data dan informasi dengan bertanya pada para pembimbing di bagian HSE serta pegawai lainnya di area kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Studi literatur Melakukan pengambilan data dan informasi dari referensi berupa buku, jurnal, laporan dan website yang berhubungan dengan pengelolaan limbah B3 sebagai acuan untuk menganalisis dan mengevaluasi sistem pengelolaan limbah B3 di yang data-data kondisi eksistingnya diperoleh dari observasi dan wawancara Waktu dan Tempat Kerja Praktik Kerja praktik ini dilaksanakan di pada: Periode pelaksanaan : 16 Juni 20 Juli 2014 Alamat : Jalan Letjen MT Haryono No. 77 Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah. Departemen : Health Safety and Environment Contact Person : Rakhmat Ibnas HSE Pertamina RU-IV Cilacap ( )

21 1.6. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang penulis memilih Pengelolaan Limbah B3 di sebagai tema kerja praktek, tujuan yang ingin dicapai, ruang lingkup penelitian, metodologi yang digunakan dalam penelitian serta waktu dan tempat kerja praktik. Bagian ini disusun untuk menjadi gambaran awal tentang kegiatan kerja praktek yang dilakukan. BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Bab ini berisi tentang gambaran umum perusahaan yang dijadikan objek penelitian, yaitu meliputi sejarah, visi dan misi, lokasi, kegiatan produksi, struktur organisasi perusahaan, serta informasi mengenai departemen Health Safety and Environment (HSE). BAB III KONDISI EKSISTING Bab ini berisi tentang kondisi eksisting pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap meliputi gambaran umum, sumber dan jenis limbah B3 yang dihasilkan, peraturan yang digunakan, fasilitas dan sistem pengelolaan limbah yang dilakukan. BAB IV TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tinjauan pustaka yang digunakan sebagai acuan dalam menganalisis kondisi eksisting pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Pada bab ini dibahas mengenai pengertian limbah B3, identifikasi limbah B3, peraturan terkait pengelolaan limbah B3, serta sistem pengelolaan limbah B3 menurut peraturan yang berlaku

22 BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi analisis dan pembahasan dari penulis terhadap pengelolaan limbah B3 di. Di bab ini akan dibandingkan antara kondisi eksisting dengan tinjauan pustaka sehingga dapat diberikan evaluasi dan saran terhadap pengelolaan limbah B3 yang dilakukan. BAB VI PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dan saran terkait keseluruhan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap

23 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah PT Pertamina (Persero) Berdasarkan UU No. 19 Tahun 1960 Tentang Pendirian Perusahaan Negara dan UU No. 44 Tahun 1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, maka pada tahun 1961 dibentuk perusahaan negara sektor minyak dan gas bumi, PN Pertamina dan PN Permina, yang bergerak dalam usaha eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, serta pemasaran. Pada tahun 1971 kemunculan UU No. 8 Tahun 1971 menetapkan penggabungan kedua perusahaan tersebut menjadi PN Pertamina, sebagai pengelola tunggal dalam pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi negara. Sebagai upaya Pertamina dalam memenuhi kebutuhan minyak bumi, yang semakin meningkat tiap tahunnya, maka pada tahun 1974 dibangunlah kilang minyak yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan tujuan selain untuk mendapatkan produk BBM juga untuk mendapatkan bahan dasar minyak pelumas dan aspal. Kemudian mengikuti UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, maka status PN Pertamina diubah menjadi Perusahaan Perseroan, yang sesuai dengan PP No. 31 Tahun PT Pertamina (Persero) didirikan berdasarkan akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH No. 20 tanggal 17 September 2003, dan disahkan oleh Menteri Hukum & HAM melalui Surat Keputusan No. C HT pada tanggal 09 Oktober Pendirian perusahaan ini dilakukan menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero), dan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1998 dan peralihannya berdasarkan PP No.31 Tahun 2003 "Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)"

24 Sesuai akta pendiriannya, maksud dari perusahaan perseroan adalah untuk menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha di bidang minyak dan gas bumi tersebut. Adapun tujuan dari perusahaan perseroan adalah untuk: 1. Mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perseroan secara efektif dan efisien. 2. Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, perseroan melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut: 1. Menyelenggarakan usaha di bidang minyak dan gas bumi beserta hasil olahan dan turunannya. 2. Menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang panas bumi yang ada pada saat pendiriannya, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang telah mencapai tahap akhir negosiasi dan berhasil menjadi milik perseroan. 3. Melaksanakan pengusahaan dan pemasaran Liquified Natural Gas (LNG) dan produk lain yang dihasilkan dari kilang LNG 4. Menyelenggarakan kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam nomor 1, 2, dan 3. Unit-unit pengolahan minyak dan gas bumi yang dikelola oleh PT Pertamina (Persero) terbagi atas tujuh lokasi, seperti yang ditunjukkan pada peta di Gambar 2.1. yaitu: 1. Refinery Unit I Pangkalan Brandan (Sumatra Utara), kapasitas BPSD*. 2. Refinery Unit II Dumai dan Sungai Pakning (Riau), kapasitas BPSD*. 3. Refinery Unit III Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan), kapasitas BPSD*. 4. Refinery Unit IV Cilacap (Jawa Tengah), kapasitas BPSD*

25 5. Refinery Unit V Balikpapan (Kalimantan Timur), kapasitas BPSD*. 6. Refinery Unit VI Balongan (Jawa Barat), kapasitas BPSD*. 7. Refinery Unit VII Kasim (Papua Barat), kapasitas BPSD*. *dengan BPSD adalah barrel per stream day. Gambar 2.1. Peta Lokasi PT Pertamina (Persero) (Sumber: PT Pertamina (Persero)) 2.2. Visi dan Misi PT Pertamina (Persero) Visi PT Pertamina (Persero) Visi dari PT Pertamina (Persero) adalah: Menjadi perusahaan energi nasional kelas dunia Misi PT Pertamina (Persero) Misi dari PT Pertamina (Persero) adalah: Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru yang terbarukan secara terintegrasi berdasarkan prinsip-prinsip komersial yang kuat

26 2.3. Logo PT Pertamina (Persero) Setelah 35 tahun menggunakan logo seperti Gambar 2.2., PT Pertamina (Persero) mengganti logo menjadi seperti pada Gambar 2.3. pada akhir tahun 2005 ketika dipimpin Direktur Utama Widya Purnama. Gambar 2.2. Logo Lama PT Pertamina (Persero) (Sumber: PT Pertamina (Persero)) Gambar 2.3. Logo Baru PT Pertamina (Persero) (Sumber: PT Pertamina (Persero)) Keterangan Gambar 2.3. : 1. Biru : Melambangkan kehandalan, dapat dipercaya dan bertanggungjawab. Sumber daya manusia sebagai mitra kerja yang loyal serta memiliki komitmen untuk berdedikasi. 2. Hijau : Melambangkan sumber daya energi yang berwawasan lingkungan. Sumber daya lingkungan sebagai mitra kerja yang berorientasi pada pelayanan masyarakat. 3. Merah : Melambangkan keuletan dan ketegasan serta keberanian dalam menghadapi berbagai macam keadaan. Sumber daya manusia sebagai sebagai mitra kerja yang tangguh dan pantang menyerah. Pemikiran perubahan Logo sudah dimulai sejak 1976 setelah terjadi krisis Pertamina pada saat itu. Pemikiran tersebut dilanjutkan pada tahun-tahun berikutnya dan diperkuat melalui Tim Restrukturisasi Pertamina tahun 2000 (Tim Citra) termasuk kajian yang mendalam dan komprehensif sampai pada pembuatan

27 TOR dan perhitungan biaya. Akan tetapi, program tersebut tidak sempat terlaksana karena adanya perubahan kebijakan/pergantian Direksi. Wacana perubahan logo tetap berlangsung sampai dengan terbentuknya PT Pertamina (Persero) pada tahun Pertimbangan yang mendorong adanya pergantian logo adalah untuk dapat membangun semangat/spirit baru, mendorong perubahan Corporate Culture bagi seluruh pekerja, mendapatkan image yang lebih baik diantara global oil & gas companies serta mendorong daya saing perusahaan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, antara lain : Perubahan peran dan status hukum perusahaan menjadi Perseroan. Perubahan strategi perusahaan untuk menghadapi persaingan paska PSO serta semakin banyak terbentuknya entitas bisnis baru dibidang Hulu dan Hilir. Dengan adanya perubahan logo PT Pertamina (Persero) sekaligus meluncurkan slogan (band driver) SEMANGAT TERBARUKAN. Dengan slogan tersebut cita-cita untuk menjadi penyedia energi global dapat diwujudkan melalui percepatan perubahan dan langkah nyata transformasi, guna menggapai visi menjadi perusahaan nasional kelas dunia PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap (Gambar 2.5.) merupakan Unit Operasi Direktorat Pengolahan tebesar dan terlengkap, dilihat dari hasil produksinya, di Indonesia. Kilang ini bernilai strategis karena memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau 60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa. Selain itu kilang ini menjadi satu-satunya kilang di Indonesia yang memproduksi aspal dan base oil untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur Indonesia. Tujuan pembangunan kilang minyak di Cilacap adalah untuk memenuhi kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi masyarakat Pulau Jawa, mengingat secara geografis posisi kilang Cilacap di sentra Pulau Jawa atau dekat dengan konsumen terpadat penduduknya di Indonesia. Di samping itu juga untuk mengurangi ketergantungan impor BBM dari luar negeri dan sebagai langkah efisiensi karena memudahkan suplai dan distribusi

28 PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap mempunyai suatu landasan yang disebut dengan Tata Nilai Budaya. Nilai dan budaya tersebut dikenal dengan 6C, yaitu: 1. Clean (Bersih) 2. Competitive (Kompetitif) 3. Confident (Percaya Diri) 4. Customer Focused (Fokus pada Pelanggan) 5. Commercial (Komersial) 6. Capable (Berkemampuan) berlokasi di Jalan. MT.Haryono Nomor 77, Lomanis, Cilacap, Jawa Tengah Indonesia (Gambar 2.4. dan Gambar 2.6.). Kilang RU-IV dibangun di Cilacap dengan luas area total 526,71 Ha. Tata letak kilang minyak Cilacap (Gambar 2.7.) beserta sarana pendukung yang ada adalah sebagai berikut : 1.Area Kilang Minyak dan Kantor : 203,19 ha 2.Area Terminal dan Pelabuhan : 50,97 ha 3.Area Pipa Track dan Jalur Jalan : 12,77 ha 4.Area Perumahan dan Sarananya : 100,80 ha 5.Area Rumah sakit dan Lingkungannya : 10,27 ha 6.Area Lapangan Terbang : 70 ha 7.Area Paraxylene : 9 ha 8.Sarana Olah Raga / Rekreasi : 69,71 ha + Total 526,71 ha Beberapa pertimbangan dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang adalah : 1. Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumen terbesar adalah penduduk pulau Jawa. 2. Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh pemerintah sebagai pusat pengembangan produksi untuk wilayah Jawa bagian selatan. 3. Terdapat jaringan pipa Maos - Jogjakarta dan Cilacap - Padalarang

29 sehingga penyaluran produksi bahan bakar minyak menjadi lebih mudah. 4. Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal karena lautnya cukup dalam dan tenang karena terlindung Pulau Nusakambangan. Gambar 2.4. Peta Lokasi Pabrik (Sumber: ) Gambar 2.5. Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: ) Gambar 2.6. Lokasi (Sumber: )

30 Gambar 2.7. Tata Letak Kilang (Sumber: ) 2.5. Visi dan Misi Visi Visi dari adalah: Menjadi kilang minyak yang unggul di Asia Tenggara dan kompetitif pada tahun Misi Misi dari adalah: Mengolah minyak bumi menjadi produk BBM dan NBM, dan petrokimia untuk memberikan nilai tambah bagi perusahaan dengan tujuan memuaskan stakeholder melalui peningkatan kinerja perusahaan secara profesional, berstandar internasional, dan berwawasan lingkungan

31 2.6. Deskripsi Kegiatan PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap merupakan salah satu unit operasi dari Direktorat Hilir Pertamina dengan proses-proses utama kilang seperti pada Tabel Kegiatannya membawahi kilang minyak dan kilang Paraxylene. Kilang minyak Cilacap yang saat ini memiliki kapasitas barrel/hari dibangun dalam 2 tahap, yaitu pada tahun 1974 dan 1981, sedangkan kilang Paraxylene dibangun pada tahun Saat ini tengah dibangun kilang RFCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) untuk meningkatkan produksi gasoline, LPG dan propylene. Pertamax yang saat ini telah diproduksi PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap, produksinya akan lebih efisien. Kilang utama disebut dengan Fuel Oil Complex (FOC) dan kilang pelumas disebut dengan Lube Oil Complex (LOC). Bahan baku (minyak mentah) diolah di FOC untuk menghasilkan bahan bakar minyak (BBM) sebagai produk utama dan long residue sebagai bahan baku untuk LOC untuk diolah dan menghasilkan bahan dasar minyak pelumas (Lube Oil Base Stock [LOBS]) dan asphalt component. Tabel 2.1. Proses-Proses Utama Kilang No. Jenis Proses Unit Proses Tujuan Proses 1. Persiapan Desalter 2. Pemisahan 3. Treating 4. Konversi Crude Distilling Unit (CDU) High Vacuum Unit (HVU) Hydrotreating dan demetalisasi (HDS, ARHDM, DHDT), Amine Absorber Hydrocracker, Fluid Catalytic Cracking (FCC), RFCC, Delayed Coker, Visbreaker, Platforming, H 2 plant Menurunkan air, menurunkan garam Pemisahan primer berdasar titik didih Pemurnian Perengkahan, pembentukan (reforming) 5. Perbaikan kualitas Hydotreater (HDS) Perbaikan kualitas Polimerisasi, Isomerisasi Polimerisasi, 6. Proses lain (Penex, Totaray), Wax aromatisasi, filtrasi (Sumber: )

32 Kilang Minyak I (FOC I dan LOC I) Kilang yang beroperasi sejak 24 April 1974 ini awalnya berkapasitas BPSD. Kemudian karena adanya peningkatan kebutuhan konsumen maka pada tahun 1996 melalui Debottlenecking Project Cilacap kapasitasnya ditingkatkan menjadi BPSD. Kilang ini dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah dengan maksud selain mendapatkan produk BBM sekaligus untuk mendapatkan produk NBM yaitu bahan dasar minyak pelumas (lube oil base) dan aspal yang sangat dibutuhkan di dalam negeri. Minyak dari Timur Tengah dipilih karena karakter minyak dalam negeri yang tidak bisa menghasilkan bahan dasar pelumas dan aspal. Dalam perkembangan selanjutnya, kilang ini tidak hanya mengolah Arabian Light Crude (ALC) tetapi juga Iranian Light Crude (ILC) dan Basrah Light Crude (BLC). Kilang Minyak I meliputi: 1. Fuel Oil Complex (FOC I), untuk memproduksi BBM (Premium, Kerosene, ADI/IDO, dan IFO). 2. Lube Oil Complex (LOC I), menghasilkan produk non BBM (LPG, base oil, Minarex, Slack Wax, Parafinic, dan aspal). 3. Utilities Complex (UTL), menyediakan semua kebutuhan dari unit-unit proses seperti steam, listrik, angin instrumen, air pendingin serta fuel system. 4. Offsite Facilities Kapasitas pada FOC I (Area 10) dapat dilihat di Tabel 2.2. sedangkan unit-unit prosesnya meliputi: 1. Unit 11: Crude Distilling Unit (CDU) I 2. Unit 12: Naphta Hydrotreater I 3. Unit 13: Hydro Desulphurizer Unit (HDS) 4. Unit 14: Platformer Unit 5. Unit 15: Propane Manufacturer Unit (PMF) 6. Unit 16: Meroxtreater Unit 7. Unit 17: Sour Water Stripper Unit (SWS)

33 8. Unit 18: Nitrogen Plant 9. Unit 19: CRP Unit (Hg Removal) Kapasitas pada LOC I (Area 20) dapat dilihat pada Tabel 2.3. sedangkan unit-unit prosesnya meliputi: 1. Unit 21: High Vacuum Unit (HVU) I 2. Unit 22: Prophane Deasphalting Unit (PDU) I 3. Unit 23: Fulfural Extraction Unit (FEU) I 4. Unit 24: Methyl Ethyl Keton (MEK) Dewaxing Unit (MDU) I 5. Unit 25: Hot Oil System I Tabel 2.2. Kapasitas FOC I Unit Kapasitas Desain TPSD BPSD CDU I NHT I Hydrodesulfurizer Platformer I Propane Manufacturing 43,5 - Merox Treater Sour Water Stripper (Sumber: ) Tabel 2.3. Kapasitas LOC I Unit Kapasitas Desain (TPSD) HVU PDU 538 FEU MDU Hydrotreating Unit - (Sumber: )

34 Pada Tabel 2.4. dapat dilihat produksi yang dilakukan di Kilang I (FOC I dan LOC I). Tabel 2.4. Produksi Kilang I (FOC I dan LOC I) Unit Feed Produk FOC I LOC I Arabian Light Crude Iranian Light Crude Basrah Light Crude Long Residu FOC I Refinery Fuel Gas Kerosene/Avtur Industrial Diesel Oil Gasoline/Premium Automotif Diesel Oil Industrial Fuel Oil HVI 60 HVI 95 Slack Wax Asphalt Minarex A Minarex B (Sumber: ) Kilang Minyak II (FOC II dan LOC II) Kilang ini dibangun pada tahun 1981 dengan pertimbangan untuk dapat memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri yang terus meningkat. Kilang yang mulai beroperasi 4 Agustus 1983 ini berkapasitas awal BPSD, yang kemudian ditingkatkan menjadi BPSD setelah Debottlenecking Project Cilacap. Kilang ini mengolah minyak cocktail yaitu minyak campuran dari dalam maupun luar negeri. Minyak mentah dalam negeri, yang memiliki kadar sulfur lebih rendah dari Arabian Light Crude (ALC), merupakan campuran dengan komposisi 80% Arjuna Crude dan 20% Attaka Crude yang pada perkembangan selanjutnya menggunakan crude oil lain dengan komposisi yang menyerupai rancangan awal. Perluasan kilang dirancang oleh Universal Oil Product (UOP) untuk fuel oil

35 complex, Shell International Petroleum Maatschappij (SIPM) untuk lube oil complex dan Fluor Eastern, Inc. untuk offsite facilities. Unit-unit proses pada FOC II (Area 01) meliputi: 1. Unit 008: Caustic and Storage Unit 2. Unit 009: Nitrogen Plant 3. Unit 011: Crude Distillation Unit (CDU) II 4. Unit 012: Naphta Hydrotreater Unit (NHT) II 5. Unit 013: Aromatic Hydrogenation (AH) Unibon Unit 6. Unit 014: Continous Catalytic Regeneration (CCR) Platformer Unit 7. Unit 015: Liquified Petroleum Gas (LPG) Recovery Unit 8. Unit 016: Minimize Alkalinity Merchaptan Oxidation (Minalk Merox) Treater Unit 9. Unit 017: Sour Water Stripper (SWS) II 10.Unit 018: Thermal Distillate Hydrotreater Unit 11.Unit 019: Visbreaker Thermal Cracking Unit Unit-unit proses pada LOC II (Area 02) meliputi: 1. Unit 021: High Vacuum Unit (HVU) II 2. Unit 022: Prophane Deasphalting Unit (PDU) II 3. Unit 023: Fulfural Extraction Unit (FEU) II 4. Unit 024: Methyl Ethyl Keton (MEK) Dewaxing Unit (MDU) II 5. Unit 025: Hot Oil System II Tabel 2.5. Kapasitas FOC II Unit Kapasitas Desain TPSD BPSD CDU II NHT II AH Unibon Platformer II LPG Rec Naphta Merox SWS THDT Visbreaker (Sumber: )

36 Tabel 2.5. menunjukkan kapasitas FOC II, Tabel 2.6. menunjukkan kapasitas LOC II, sedangkan Tabel 2.7. menunjukkan produksi kilang II yang terdiri dari FOC II dan LOC II. Kapasitas LOC III ditunjukkan pada Tabel Tabel 2.6. Kapasitas LOC II Unit Kapasitas Desain (TPSD) HVU PDU 784 FEU MDU Hydrotreating Unit - (Sumber: ) Tabel 2.7. Produksi Kilang II (FOC II dan LOC II) Unit Feed Produk FOC II Arjuna Crude Attaka Crude Minas Crude SLC LPG Naphtha Gasoline/Premium Kerosene HDO/LDO IFO LOC II Long Residu FOC I HVI 95 HVI 160S HVI 650 Asphalt Minarex H Slack Wax (Sumber: ) Selain itu terdapat Kilang III dengan bahan baku distilat LOC I dan LOC II yang menghasilkan produk HVI 650, Propane Asphalt, Minarex, dan Slack Wax

37 Tabel 2.8. Kapasitas LOC III Unit Kapasitas Desain (TPSD) HVU - PDU 784 FEU - MDU Hydrotreating Unit (Sumber: ) Kilang Paraxylene Complex Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku Naphta dan sarana pendukung seperti tangki, dermaga, dan utilities, maka pada 1988 dibangunlah Kilang Paraxylene Complex (KPC) guna memenuhi kebutuhan bahan baku kilang PTA (Purified Terephtalic Acid) di Plaju, sekaligus sebagai usaha meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM. Kilang yang beroperasi sejak 20 Desember 1990 ini menghasilkan produk NBM dan Petrokimia. Kapasitas produksi KPC adalah ton/tahun. Naptha yang kemudian diolah menjadi paraxylene ton, LPG ton, raffnate ton, heavy aromat ton, fuel gas/excess ton/tahun. Produk paraxylene sebagian digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku ke pusat aromatic Plaju dan sebagian lagi untuk diekspor. Sedangkan produk benzene keseluruhannya diekspor dan produk yang lain digunakan untuk keperluan dalam negeri dan keperluan sendiri. Unit-unit proses KPC (Area 80) meliputi: 1. Unit 81: Nitrogen Plant Unit 2. Unit 82: Naphta Hydrotreating Unit 3. Unit 84: CCR Platformer Unit 4. Unit 85: Sulfolane Unit 5. Unit 86: Tatoray Unit 6. Unit 87: Xylene Fractionation Unit 7. Unit 88: Paraxylene Extractination Unit 8. Unit 89: Isomar Unit

38 Kapasitas dan produksi kilang Paraxylene dapat dilihat pada Tabel 2.9. dan Tabel Tabel 2.9. Kapasitas Kilang Paraxylene Complex Unit Kapasitas Desain (TPSD) NHT CCR Platformer Sulfolane Tatoray Xylene Fractionator Parex Isomar (Sumber: ) Tabel Produksi Kilang Paraxylene Unit Feed Produk Paraxylene Paraxylene Benzene Naphtha LPG Toluene (Sumber: ) Kilang LPG dan Sulphur Recovery Unit (SRU) Kilang yang beroperasi sejak 27 Februari 2002 ini bertujuan untuk mendukung komitmen perusahaan terhadap lingkungan serta untuk memenuhi peraturan UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Proyek Langit Biru. Kilang ini terdiri dari unit proses dan fasilitas penunjang. Proyek ini dapat mengurang emisi gas dari kilang Refinery Unit IV Cilacap, khususnya SO 2 yang dapat direduksi menjadi sulfur sehingga emisi yang dibuang ke udara akan lebih ramah terhadap lingkungan. Dibangunnya kilang SRU dapat meningkatkan off gas sebagai refinery fuel gas maupun flare gas sehingga dapat dijadikan bahan baku LPG dan Naphta (condensate) selain menghasilkan sulfur cair

39 Unit-unit proses kilang ini (Area 90) meliputi: 1. Unit 90: Utilities Complex 2. Unit 91: Gas Treating Unit 3. Unit 92: LPG Recovery Unit 4. Unit 93: Sulphur Recovery Unit 5. Unit 94: Tail Gas Unit 6. Unit 95: Refrigerant Unit Debottlenecking Project Cilacap (DPC) Debottlenecking Project Cilacap (DPC) digagas untuk meningkatkan kapasitas operasional dengan modernisasi instrumentasi kilang yang meliputi unit pada FOC I, FOC II, Utilities I, Utilities II, LOC I, dan LOC II. Modernisasi ini termasuk pengoperasian Utilities IIA yang dihubungkan dengan Utilities I dan Utilities II serta beroperasinya LOC III. Proyek peningkatan kapasitas kilang minyak secara keseluruhan termasuk Kilang Paraxylene Complex dan pembuatan sarana pengolahan pelumas baru (LOC III) yang selesai pada Maret Proyek ini bertujuan untuk mengingkatkan kapasitas pengolahan FOC I dari BPSD menjadi BPSD, FOC II dari BPSD menjadi BPSD, LOC I dan LOC II dari TPSD menjadi TPSD, serta unit baru LOC III dapat memproduksi TPSD lube base untuk semua grade. Proyek ini membuat total kapasitas kilang BBM naik dari BPSD menjadi BPSD, produksi bahan baku minyak pelumas (lube base oil) naik dari TPSD menjadi TPSD atau sebesar 69%, sedangkan produksi aspal naik dari TPSD menjadi TPSD atau sebesar 40,63%. Dengan TPSD adalah ton per stream day. Pendanaan Debottlenecking Project Cilacap (DPC) berasal dari pinjaman dari 29 bank dunia yang dikoordinir oleh CITICORP dengan penjamin US Exim Bank. Dana yang dipinjam sebesar US$ 633 juta. Sedangkan sistem penyediaan dananya adalah Non Recourse Financing, di mana pengembalian pinjaman berasal dari hasil penjualan produk yang dihasilkan oleh proyek sehingga dana

40 pinjaman tersebut tidak membebani anggaran Pemerintah maupun cash flow PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Sarana Penunjang Sarana-sarana penunjang dalam mendukung kelancaran dari operasi kilang, baik kilang yang memproduksi BBM, Non BBM maupun Paraxylene antara lain: 1. Utilities Utilities, yang menyediakan tenaga linstrik, uap, dan air untuk kebutuhan industri maupun perkantoran, perumahan, rumah sakit, dan fasilitas lainnya. Untuk kapasitasnya sebagai berikut: a. Generator (pembangkit tenaga listrik): 102 MW b. Boiler: 730 ton/jam c. Sea water desalination (desalinasi air laut): 450 ton/jam 2. Laboratorium Laboratorium yang telah mendapatkan sertifikat spesifikasi SNI berfungsi sebagai pengontrol spesifikasi dan kualitas bahan baku serta produk antara maupun produk akhir. Laboratorium ini dilengkapi dengan fasilitas penelitian dan pengembangan sehingga produk yang dihasilkan senantiasa terjaga kualitasnya agar tetap mampu bersaing di pasaran. 3. Bengkel pemeliharaan Fasilitas bengkel dilengkapi dengan peralatan untuk melakukan perawatan permesinan dan lain-lain. Fungsi bengkel ini tidak hanya sebagai sarana perbaikan peralatan, tetapi juga sebagai sarana pembuatan suku cadang pengganti yang diperlukan. Di samping itu juga melayani perbaikan dan pemeliharaan sarana permesinan bagi industri lainnya. 4. Pelabuhan khusus Bahan baku minyak mentah seluruhnya didatangkan melalui fasilitas kapal tanker. Hasil produksinya dijual tidak hanya melalui fasilitas perpipaan, mobil tangki dan tangki kereta api, tetapi juga melalui kapal. Pada saat ini memiliki fasilitas pelabuhan dengan kapasitas DWT yang terdiri dari pelabuhan

41 untuk bongkar minyak mentah dan membuat produk-produk kilang untuk tujuan domestik maupun manca negara lainnya. 5. Tangki penimbun Tangki-tangki dibangun untuk menampung bahan baku minyak mentah, produk antara, produk akhir maupun untuk menampung air bersih. Semua ini untuk keperluan operasional. Jenis-jenis tangki yang dipakai: a. Floating roof, untuk menyimpan minyak ringan dan mentah. b. Fixed dome roof, untuk menyimpan minyak yang mempunyai flash point kurang dari 160 F. c. Fixed cone roof, untuk menyimpan minyak yang mempunyai flash point lebih dari 160 F. d. Bola, untuk menyimpan gas terutama LPG. 6. Sistem informasi dan komunikasi Mendukung kelancaran operasional kilang, sistem informasi, dan komunikasi,. Di instalasi kilang telah dilakukan otomatisasi dengan melengkapi sistem komputerisasi seperti OCS, MySAP, dan lain-lain. Untuk mempermudah komunikasi dipasang sarana radio, Public Automatic Branch Exchange (PABX), dan peralatan elektronika lainnya Health Safety and Environment (HSE) PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Unit ini bertugas menjaga keselamatan dan kesehatan karyawan dalam bidang Health Safety and Environment (HSE). Bidang HSE bertanggung jawab langsung kepada General Manager PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. HSE memiliki tugas dan fungsi utama, yaitu: 1. Sebagai advisor body dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja, kebakaran (peledakan) dan pencemaran lingkungan. 2. Mengkoordinir kegiatan pengawasan dan monitoring lingkungan kerja untuk tercapainya kondisi operasi perusahaan yang aman, nyaman dan berwawasan lingkungan

42 3. Mengkoordinir pelaksanaan penanggulangan keadaan darurat dalam hal kebakaran, tumpahan minyak, kegagalan tenaga (black out) secara cepat dan tepat untuk meminimize kerugian. 4. Mengkoordinir kegiatan pelatihan dan pembinaan aspek HSE untuk seluruh pekerja dan mitra kerja, dan pembinaan karir / kompetensi pekerja fungsi HSE melalui kursus/pelatihan, safety talk, operation talk, dsb. 5. Menjalin kerjasama dengan Instansi/Institusi Pemerintah dalam hal penerapan peraturan Lindungan Lingkungan dan Keselamatan & Kesehatan Kerja. 6. Merencanakan dan menentukan garis kebijakan program PROPER, SMKP, SMK3, SMKK, SMT dan AMDAL sebagai bahan untuk pengambil keputusan oleh Top Manajemen. 7. Mengkoordinir tindakan penyelidikan kejadian yang berakibat fatal / lost time accident bersama dengan bidang / fungsi terkait. Dalam melaksanakan tugasnya, bidang HSE dibagi menjadi tiga bagian Fire Insurance (Penanggulangan Kebakaran) Fungsi unit Penanggulangan Kebakaran adalah mengkoordinasikan, mengawasi, mengevaluasi serta memimpin kegiatan pencegahan dan penanggulangan resiko serta tertib administrasi secara efektif dan efisien sesuai standar kualitas yang ditetapkan untuk mendukung keamanan dan kehandalan operasi kilang. Tugas dan fungsi Fire Insurance adalah: 1. Mencegah dan menanggulangi kebakaran/peledakan sekitar daerah operasi PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap. 2. Meningkatkan kehandalan sarana untuk penanggulangan kebakaran. 3. Meningkatkan kesiapsiagaan sarana untuk penanggulangan kebakaran. 4. Menyelidiki (fire investigation) setiap kasus terjadinya kebakaran. 5. Melaksanakan risk survey dan kegiatan pemantauan terhadap rekomendasi asuransi

43 6. Melakukan fire inspection secara rutin dan berkala terhadap sumber bahaya yang berpotensi terhadap resiko kebakaran Safety (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Fungsi bagian ini adalah merencanakan, mengatur, menganalisis dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna tercapainya kondisi kerja yang sama, sesuai norma kesehatan untuk meminimalkan kerugian perusahaan. Adapun tugas dan fungsi Safety adalah: 1. Mencegah dan menanggulangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 2. Meningkatkan kehandalan sarana dan prasarana untuk pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja. 3. Meningkatkan kesiapsiagaan personil dalam menghadapi setiap potensi terjadinya kebakaran. 4. Menyelidiki (accident investigation) setiap kasus terjadinya kecelakaan. 5. Melaksanakan pengawasan terhadap cara kerja aman melalui ijin kerja, inspeksi KK, gas test, dsb. 6. Memantau dan mengukur kualitas lingkungan kerja. 7. Menangani hazard, yang mencakup bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomis. 8. Menyediakan dan mendistribusikan alat-alat pelindung diri (APD). 9. Melaksanakan pembinaan aspek HSE, safety talk, safety meeting, dsb. 10.Menerapkan Manajemen Keselamatan Proses (MKP) dan Sistem Manajemen Kesehatan Kerja (SMKK). Dalam melaksanakan tugasnya, bagian Safety dibagi menjadi: 1. Occupational Health (Kesehatan Lingkungan Kerja [Keslingker]) 2. Unit pemenuhan regulasi dan kesisteman KK 3. Safety Inspector

44 Environment (Lindungan Lingkungan) Fungsi bagian ini adalah mengkoordinasikan, mengawasi, dan memimpin kegiatan operasional, meliputi pemantauan/pengelolaan lingkungan, B3, kegiatan house keeping dan pertamanan/penghijauan untuk menunjang tercapainya lingkungan kerja yang bersih, aman, nyaman, serta meminimalkan dampak lingkungan akibat operasional kilang guna mematuhi ketentuan/standar yang telah diterapkan pemerintah. merupakan salah satu pelopor Green Factory di Indonesia, hal ini ditunjukkan dengan diperolehnya sertifikasi ISO yang mengedepankan Sistem Manajemen Lingkungan. Tanggung jawab Environmental Section antara lain adalah: a. Mengkoordinir perencanaan dan usulan : Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), ABI dan melaksanakan ABO serta memantau realisasinya. b. Menyetujui hasil analisis study, evaluasi terhadap sarana & prasarana serta metode yang digunakan untuk pemantauan dan penanggulangan pencemaran. c. Mengkoordinir pelaksanan analisis dan evaluasi penentuan lokasi titik pengambilan sample serta frekwensi monitoring yang dilakukan untuk masing-masing parameter, sistem, metode dan alat yang digunakan untuk pemantauan lingkungan serta penanggulangan pencemaran. d. Menyetujui hasil analisis dan evaluasi penentuan lokasi titik pengambilan sample serta frekuensi monitoring yang dilakukan untuk masing-masing parameter,mengkoordinir hasil pemantauan serta mengeluarkan rekomendasi sebagai masukan pengelolaan lingkungan lebih lanjut guna peningkatan optimalisasi sistem pengelolaan / pengolahan limbah. e. Mengevaluasi dan menyetujui yang berkaitan dengan pemantauan lingkungan dalam usaha memenuhi daya dukung lingkungan Menyetujui hasil penghitungan beban pencemaran berikut analisis sistem, metode dan alat yang digunakan

45 f. Mengkoordinir pelaksanan analisis dan evaluasi sistem, metode dan alat yang digunakan untuk pemantauan lingkungan serta penanggulangan pencemaran. g. Menyetujui hasil analisis dan evaluasi penentuan lokasi titik pengambilan sample serta frekuensi monitoring yang dilakukan untuk masing-masing parameter yang berkaitan dengan pemantauan lingkungan dalam usaha memenuhi daya dukung lingkungan h. Mengkoordinir hasil pemantauan serta mengeluarkan rekomendasi sebagai masukan pengelolaan lingkungan lebih lanjut guna peningkatan optimalisasi sistem pengelolaan /pengolahan limbah. i. Mengkoordinir pelaksanan analisis dan evaluasi sistem, metode dan alat yang digunakan untuk pemantauan lingkungan serta penanggulangan pencemaran. j. Menyetujui : hasil analisis dan evaluasi penentuan lokasi titik pengambilan sampel serta frekuensi monitoring yang dilakukan untuk masing-masing parameter, hasil penghitungan beban pencemaran berikut analisis sistem, metode dan alat yang digunakan, hasil investigasi dan evaluasi setiap kejadian yang menimbulkan pencemaran k. Mengkoordinir hasil pemantauan serta mengeluarkan rekomendasi sebagai masukan pengelolaan lingkungan lebih lanjut guna peningkatan optimalisasi sistem pengelolaan / pengolahan limbah. l. Mengevaluasi dan menyetujui : pembuatan sarana proteksi paparan hazardous material serta mengevaluasi untuk memastikan sistem pemantau limbah berfungsi baik dan optimal, yang berkaitan dengan pemantauan lingkungan dalam usaha memenuhi daya dukung lingkungan. m. Mereview, menganalisis, mengevaluasi,mengkoordinir dan up-dating AMDAL (Analisis Masalah Dampak Lingkungan) seperti ANDAL, RKL dan RPL, Mengkoordinir merencanakan, pengawasan, analisis study dan evaluasi terhadap pelaksanaan pemantauan lingkungan dari aspek BIOGEOFISKIM (Biologi, Geologi, Fisika dan Kimia) dan SOSEKBUD

46 (Sosial, Ekonomi dan Budaya) baik internal maupun dengan pihak eksternal (lembaga penelitian / study lingkungan dan sebagainya) n. Mengkoordinasikan pelaksanaan / pengawasan kegiatan dan monitoring lingkungan kerja Environmental Section untuk tercapainya kondisi operasi perusahaan yang aman dan nyaman,mengkoordinasikan pendistribusian, updating dan sosialisasi perundangan / peraturan aspek lingkungan terkait serta implementasinya serta mengkoordinasikan dan mengevaluasi pelaksanaan Kegiatan Hari Lingkungan, Forum Lingkungan, Seminar Lingkungan, baik yang sifatnya internal maupun eksternal. o. Mengkoordinasikan, mengevaluasi, mengimplementasikan semua program di lingkungan kerja Environmental Section. Upaya yang dilakukan adalah dengan menyediakan sarana lindungan lingkungan antara lain: 1. Sour water stripper: sarana untuk memindahkan gas-gas beracun dari air bekas proses sebelum dibuang ke laut. 2. Corrugated plate interceptor: sarana untuk mengurangi dan memisahkan minyak yang terbawa dalam air buangan. 3. Holding Basin dan Waste Water Treatment (WWT): sarana mengembalikan atau memperbaiki kualitas air buangan, terutama mengembalikan kandungan oksigen dan menghilangkan kandungan minyak untuk mengurangi kadar minyak dalam air buangan. 4. Stack (cerobong asap) yang tinggi untuk mengurangi pencemaran udara sekitar. 5. Silencer: sarana untuk mengurangi kemungkinan pencemaran air buangan. 6. Groyne: sarana pelindung pantai dari kikisan gelombang laut

47 2.8. Struktur Organisasi dan Manajemen PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Pertamina dikelola oleh suatu Dewan Direksi Perusahaan dan diawasi oleh suatu Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP). Pelaksanaan kegiatan PT Pertamina (Persero) diawasi oleh seperangkat pengawas yaitu lembaga negara, pemerintah maupun dari unsur internal PT Pertamina (Persero) sendiri. Berikut ini adalah jajaran manajemen PT Pertamina (Persero) yang dibawahi langsung oleh Direktur Utama: 1. Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko 2. Direktur Hulu 3. Direktur Pengolahan 4. Direktur Pemasaran dan Niaga 5. Direktur Umum 6. Direktur Sumber Daya Manusia 7. Direktur Keuangan Direktur Utama juga membawahi Kepala Internal Audit dan Kepala Jasa Korporat. Direktur Hulu membawahi Deputi Direktur bidang Hulu, sedangkan Direktur Hilir membawahi Deputi Direktur bidang Pengolahan, Deputi Direktur bidang Pemasaran dan Niaga, dan Deputi Direktur Bidang Perkapalan. Direktur Pengolahan PT Pertamina (Persero) membawahi unit-unit pengolahan yang ada di Indonesia. Kegiatan utama operasi kilang di PT Pertamina (Persero) Refinery Unit IV Cilacap adalah: 1. Kilang Minyak (BBM dan Non BBM) 2. Kilang Petrokimia General Manager RU-IV Cilacap membawahi : a. Manager Engineering and Development b. Manager Legal and General Affair c. Manager Health and Safety Environmental d. Manager Procurement e. Manager Reliability f. Senior Manager Operation and Manufacturing

48 g. OPI Coordinator h. Manager Refinery Internal Audit Cilacap i. Manager Marine Region IV j. Manager Refinery Finance Offsite Support Region II k. Manager Human Resources Area l. IT RU IC Cilacap Area Manager m. Director of Pertamina Hospital Cilacap Sedangkan Senior Manager Operation and Manufacturing membawahi 6 manager, yaitu: Manager Production I, Manager Production II, Manager Refinery Planning and Optimization, Manager Maintenance Planning and Support, Manager Maintenance Execution, dan Manager Turn Around

49 BAB III KONDISI EKSISTING PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP 3.1. Gambaran Umum Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Bagian yang bertugas untuk menangani pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap adalah Environment Section (Lindungan Lingkungan) yang berada di bawah HSE (Health Safety and Environment). Environment Section melakukan identifikasi limbah B3 dan menyampaikannya ke tiap unit yang menghasilkan limbah B3. Setelah menerima daftar identifikasi limbah B3, tiap unit menggunakannya sebagai acuan untuk identifikasi jenis, jumlah dan sumber limbah B3 yang dihasilkan. Jika unit tersebut akan melakukan serah terima limbah B3, maka diharuskan untuk mengisi Formulir Berita Acara Penyerahan Limbah B3 dan menyerahkannya kepada Environment Section. Limbah yang diserahkan dari tiap unit kepada Environment Section diletakkan dalam kemasan atau wadah khusus limbah B3 yang sesuai standar. Selanjutnya limbah B3 akan menjadi tanggung jawab penuh Environment Section. Mereka akan menempatkan limbah B3 di Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) atau gudang limbah B3 setelah sebelumnya melakukan penimbangan dan pelabelan. Sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut seperti pemanfaatan atau pemusnahan, limbah B3 dapat disimpan selama maksimal 90 hari di gudang atau TPS tersebut. Apabila tidak memiliki izin untuk mengelola sendiri, maka Environment Section akan merencanakan dan melaksanakan pengelolaan limbah B3 dengan bekerjasama dengan pihak ketiga Regulasi Terkait Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 59, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap memiliki kewajiban untuk mengelola limbah B3 yang dihasilkannya

50 Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Dalam pengelolaan ini apabila tidak mampu melakukan semuanya sendiri, maka dapat dilakukan penyerahan pengelolaan ke pihak lain sesuai kesepakatan. Secara spesifik, pengelolaan limbah B3 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan juga dalam PP No. 85 tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun Untuk selanjutnya kedua peraturan itu dapat disebut dengan PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun Dalam peraturan ini diatur mengenai tata cara pengelolaan limbah B3 yang diperlukan bagi penghasil limbah B3 atau para pelaku pengelola limbah B3 seperti pengumpul, pengolah, pemanfaat, pengangkut dan penimbun limbah B3. Selain itu juga terdapat peraturan lain yang digunakan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap, yaitu: Permen LH No.18 tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 Kep-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.03 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label B3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah 3.3. Izin Terkait Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Dalam pengelolaan limbah B3 diwajibkan terdapat izin pengelolaan dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Hal ini

51 tercantum dalam UU NO. 32 Tahun 2009 Pasal 59. Karena itulah dalam pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap memiliki berbagai izin, yaitu: Keputusan Bupati Cilacap No /133/30/tahun 2011 tentang Pemberian Ijin Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun kepada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.128/MenLH/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Biologis Keputusan Bupati Cilacap No.050/22/30/tahun2012 tanggal 22 Mei 2012 tentang Pemberian Ijin Pembuangan Air Limbah kepada PT.Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap 3.4. Sumber dan Jenis Limbah B3 yang Dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Pada Gambar 3.1. dapat dilihat limbah-limbah B3 yang dihasilkan dari berbagai kegiatan produksi di. Untuk pencatatan di neraca limbah, membagi limbah B3 yang dihasilkannya ke dalam 26 kelompok, yaitu: 1. Chloride Adsorbent (spent adsorbent) 2. Kemasan (botol/kaleng) bekas B3 3. Material terkontaminasi (majun, filter, serbuk gergaji, sarung tangan, cellusorb, dll) 4. Ceramic ball (spent adsorbent) 5. Mineral wool / rockwool (isolasi) 6. Molecular sieve (spent adsorbent) 7. Spent clay (spent clay) 8. Used accu / battery 9. Sulphur 10. Used lamp (limbah kantor B3) 11. Used cartridge and toner (limbah kantor B3) 12. Tanah terkontaminasi (material terkontaminasi) 13. Asphalt kotor (produk off. spec) 14. Slack wax (produk off. spec)

52 15. Limbah cair (dari laboratorium) 16. Pyrite 17. Spent activated carbon (spent adsorbent) 18. Activated alumina (spent adsorbent) 19. Debu catalyst (spent catalyst) 20. Sludge 21. Adsorbent PSA (spent adsorbent) 22. Karat terkontaminasi 23. Oli bekas 24. Zeolite 25. Spent catalyst 26. Rocksalt Gambar 3.1. Skema Kegiatan di dan Limbah B3 yang Dihasilkan (Sumber: Environment Section )

53 Pada Gambar 3.2. di bawah ini dapat dilihat beberapa limbah yang dihasilkan oleh. Oil sludge (Cake) Oil sludge Tanah terkontaminasi Cellusorb Kemasan bekas B3 Rockwool Lampu bekas Majun terkontaminasi Slack wax Sulphur Spent catalyst Ex 13 RI Spent catalyst S 12 Spent catalyst TA 5 Molecular sieve Zeolite Aki bekas Cartridge bekas Ceramic ball Activated allumina Gambar 3.2. Beberapa Limbah B3 yang Dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: Environment Section )

54 3.5. Pengelolaan Limbah B3 di Reduksi Limbah B3 Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan. Kegiatan reduksi bisa dilakukan dengan menerapkan good housekeeping, substitusi bahan baku dan bahan tambahan dan juga modifikasi proses. Saat ini yang bisa dilakukan oleh hanyalah kegiatan good housekeeping yang dilakukan rutin dan berkala setiap 1 bulan sekali di seluruh area kilang Pengemasan dan Pewadahan Limbah B3 Pengemasan limbah B3 perlu diperhatikan dengan baik supaya limbah B3 tidak tersebar kemana-mana sehingga membahayakan lingkungan. Dalam mengemas dan mewadahi limbah B3, menggunakan drum logam berukuran 200 liter, bak kontainer plastik IBC (Intermediate Bulk Container) berukuran 1000 liter, tong plastik biru 250 liter dan jumbo bag dengan kapasitas berat maksimal 1000 kg. Limbah yang berada dalam satu wadah merupakan limbah yang jenisnya sama. Prosedur ini nyaris sama untuk setiap jenis limbah yang dihasilkan. Sebelum diletakkan dalam drum, limbah B3 tidak diwadahi dengan inert bag. Selain itu ada pula beberapa drum yang tidak memiliki penutup dan cincin pengunci. Drum yang memiliki penutup dan pengunci hanyalah drum yang berisi limbah spent adsorbent, molecular sieve, ceramic ball, dan spent catalyst. Sedangkan drum yang tidak berpenutup dan berpengunci tersebut digunakan untuk limbah B3 seperti lampu bekas, cartridge bekas, filter bekas, dan rockwool. Wadah berupa IBC dan tong plastik digunakan untuk limbah cair yang berasal dari kegiatan laboratorium, sedangkan wadah berupa jumbo bag digunakan untuk sand filter. Pada Gambar 3.3., Gambar 3.4. dan Gambar 3.5. dapat dilihat pengemasan limbah B3 dalam berbagai kemasan yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap

55 Gambar 3.3. Pengemasan Limbah Cartridge Bekas dalam Drum Logam Gambar 3.4. Pengemasan Limbah Sand Filter dalam Jumbo Bag Gambar 3.5. Pengemasan Limbah Cair dalam IBC Pelabelan Limbah B3 Label yang digunakan adalah label identitas limbah B3, label simbol limbah B3 serta label penanda kemasan kosong (Gambar 3.8.). Tidak digunakan label penunjuk tutup kemasan pada drum walaupun drum tersebut memiliki penutup. Label identitas limbah B3 diisi oleh penghasil limbah B3, yaitu PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang dilakukan oleh petugas TPS limbah B3 dengan melihat data pada buku catatan inventarisasi limbah B3 yang terdapat di TPS. Pada label identitas limbah B3 (Gambar 3.6.) terdapat keterangan nama, alamat dan nomor telepon perusahaan penghasil limbah B3, nomor kode unit yang menghasilkan limbah, tanggal pengemasan, kode limbah, jenis dan jumlah

56 limbah, sifat limbah dan nomor drum kemasan. Sifat limbah ini selain ditulis dalam label identitas limbah juga diberitahukan melalui penempelan label simbol limbah B3 seperti pada Gambar Gambar 3.6. Label Identitas Limbah B3 pada Drum Kemasan Limbah B3 (a) Korosif (b) Beracun Gambar 3.7. Label Simbol Limbah B3 Gambar 3.8. Tong Plastik Wadah Limbah B3 yang Diberi Label Wadah Kosong Pengangkutan Limbah B3 Pengangkutan limbah B3 di dilakukan secara internal maupun eksternal. Pengangkutan internal dilakukan oleh unit-unit dalam perusahaan yang menghasilkan limbah B3 menuju ke TPS limbah B3. Penyerahan limbah B3 dari unit penghasil ke TPS disertai dengan dokumen

57 berupa Berita Acara Serah Terima Limbah B3 yang diisi oleh pihak penghasil dan pihak penerima yang dalam hal ini merupakan bagian Environment Section. Unit penghasil biasanya menggunakan pick-up atau truk untuk mengangkut limbahnya ke TPS. Frekuensi pengangkutan limbah tidak tentu tergantung dengan keberadaan limbah yang dihasilkan di unit-unit tersebut. Limbah-limbah B3 dari berbagai unit tersebut akan diletakkan di dalam TPS limbah B3 dan diatur penempatannya dengan menggunakan forklift supaya tertata rapi dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengangkutan selanjutnya adalah pengangkutan eksternal (Gambar 3.9.). Pengangkutan ini merupakan pengangkutan limbah B3 dari TPS yang dilakukan oleh pihak ketiga yang memiliki kesepakatan dengan PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap untuk kegiatan pengolahan limbah B3. Pihak ketiga yang memiliki kesepakatan dengan dalam pengolahan limbah B3 adalah PT Pasadena Metric Indonesia, PT Wastec Internasional dan PT Holcim Indonesia Tbk. Gambar 3.9. Pengangkutan Eksternal Menuju Tempat Pengolahan (Sumber: Environment Section ) Penyimpanan Limbah B3 hanya memiliki 1 buah gudang limbah B3 yang dijadikan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) yang terletak di koordinat BT dan LS (Gambar 3.10.). TPS ini berukuran 35 m x 20 m x 12 m dengan layout seperti terlihat di Gambar Selain itu juga terdapat tempat penyimpanan sementara berupa sludge pond (Gambar 3.12.) untuk menampung sludge dari berbagai sumber dalam area kilang RU-IV. Lokasi

58 sludge pond ini terletak pada koordinat BT dan ,9 LS dengan ukuran 4,5 m x 20 m x 2 m (Gambar 3.13.). Kedua TPS tersebut sudah mendapat izin dari Bupati Cilacap melalui Keputusan Bupati Cilacap No.660.1/133/30/Tahun 2011 tentang Pemberian Ijin Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun kepada dengan masa berlaku 5 tahun hingga tahun Pada Gambar dan Gambar dapat dilihat kondisi TPS dan penataan drum limbah B3 di dalam TPS, sedangkan pada Gambar dapat dilihat kondisi sludge pada sludge pond. Gambar Gudang TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap BAGIAN I BAGIAN II BAGIAN III Gambar Layout Gudang TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap

59 Gambar Sludge Pond (Sumber: Nina, 2008) Gambar Layout Sludge Pond (Sumber: Lampiran Keputusan Bupati Cilacap No.660.1/133/30/Tahun 2011) Gambar Kondisi TPS Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap

60 Gambar Penataan Drum Limbah B3 di dalam TPS Gambar Sludge pada Sludge Pond (Sumber: Nina, 2008) Pengolahan Limbah B3 Pada dasarnya tidak melakukan pengolahan limbah B3-nya sendiri karena belum mendapat izin pengolahan limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Oleh karena itu, proses pengolahan diberikan kepada pihak ketiga yang telah memiliki izin KLH. Saat ini memiliki kontrak dengan PT Pasadena Metric Indonesia dan PT Wastec Internasional dalam mengolah limbah B3. Sebelumnya PT Pertamina (Persero) RU IV Cilacap memiliki insinerator untuk membakar limbah B3 tapi saat ini sudah tidak digunakan karena hasilnya kurang efektif dan izin penggunaannya tidak diteruskan. PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap juga memiliki nota kesepakatan (MoU) dengan PT Holcim Indonesia Tbk untuk mengolah limbah B3 yang dihasilkannya dengan teknologi co-processing

61 Pemanfaatan Limbah B3 saat ini hanya melakukan pemanfaatan limbah B3 dengan menggunakan drum bekas wadah bahan kimia, minyak, katalis dan slack wax sebagai tong sampah yang diletakkan di area PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Drum bekas wadah B3 ini juga dimanfaatkan sebagai rotary kiln dan wadah untuk mengemas limbah B3. Sebelumnya PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap juga pernah memanfaatkan katalis bekas sebagai paving block, akan tetapi saat ini tidak dilanjutkan karena tidak meneruskan lagi izinnya ke Kementerian Lingkungan Hidup Dokumen Pengelolaan Limbah B3 Dalam kegiatan pengelolaan limbah B3 terdapat berbagai macam dokumen yang diperlukan saat melakukan transaksi dan pengangkutan limbah B3. Dokumen yang dibutuhkan saat transaksi antara penghasil limbah dengan pihak yang akan menyimpan sementara merupakan lembar berita acara. PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap, dengan berpedoman pada Tata Kerja Organisasi (TKO) B-005 tentang Pengelolaan Limbah B3, pihak penghasil limbah B3 yang merupakan berbagai unit di area kilang wajib mengisi formulir pemberitahuan limbah B3 yang dihasilkan dan juga mengisi berita acara serah terima limbah B3 dengan pihak Environment Section supaya limbah tersebut dapat disimpan di TPS limbah B3. Setelah itu apabila limbah akan diolah pihak ketiga, maka dibutuhkan dokumen manifestasi atau shipping paper yang diisi oleh pihak penghasil (PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) dan juga pihak pengolah (PT Pasadena Indonesia atau PT Wastec Internasional) yang melakukan pengangkutan limbah B3 tersebut dari Pertamina

62 BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Pada prinsipnya pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun di Indonesia telah mengacu pada prinsip prinsip yang terdapat dalam pedoman pembangunan berkelanjutan yang telah diatur dalam UU No. 32 tahun Secara spesifik, pasal 59 dalam UU tersebut menggariskan bahwa: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Dalam hal penanganan B3 yang telah kadaluarsa, maka pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. Apabila produsen limbah B3 tidak mampu mengelola sendiri limbah yang dihasilkan, maka pengelolaannya wajib diserahkan ke pihak lain. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 lain. Keputusan pemberian izin harus diumumkan. Pembuatan undang undang atau peraturan seperti yang telah disebutkan di atas dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara lain: 1. Meningkatnya penggunaan bahan berbahaya dan beracun pada berbagai kegiatan, antara lain seperti perindustrian, pertambangan, kesehatan, rumah tangga, dan kegiatan lainnya. 2. Meningkatnya upaya pengendalian pencemaran udara dan pengendalian pencemaran air, yang menghasilkan lumpur atau sludge dan debu yang mengandung sifat berbahaya dan beracun. 3. Dampak penting atau pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah B3 terhadap lingkungan dan manusia

63 4. Indonesia merupakan salah satu negara tujuan tempat pembuangan limbah B3. (Haruki, A. 2006) Sebelum membahas lebih jauh mengenai pengelolaan limbah B3, hal substansial pertama yang mutlak dibutuhkan adalah pengertian dari B3, limbah B3, dan pengelolaan limbah B3. B3, yang merupakan bahan berbahaya dan beracun, berbeda dengan limbah B3. Menurut PP 74/2001, B3 adalah bahan yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Sementara, menurut PP 18/1999, limbah adalah sisa usaha dan/atau kegiatan dan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat terlihat perbedaan antara B3 dan limbah B3. Jika B3 adalah bahan yang mengandung sifat berbahaya dan beracun yang akan digunakan untuk suatu kegiatan, maka limbah B3 adalah sisa dari suatu kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Pengelolaan B3 dan pengelolaan limbah B3 pun akan berbeda. Dalam laporan ini ruang lingkup yang digunakan terbatas pada pengelolaan limbah B3. Menurut PP 18/1999, pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah. Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3, sebelum dihasilkan dari suatu kegiatan. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan

64 oleh penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau penimbun limbah B3. Masih menurut PP 18/1999, pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil dan/atau dari pengumpul dan/atau dari pemanfaat dan/atau dari pengolah ke pengumpul dan/atau ke pemanfaat dan/atau ke pengolah dan/atau ke penimbun limbah B3. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali (recovery) dan/atau penggunaan kembali (reuse) dan/atau daur ulang (recycle) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik dan komposisi limbah B3 untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya atau sifat racun. Terakhir, penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Dalam PP 18/1999 juga diatur bahwa setiap orang atau badan usaha yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3. Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sehingga sesuai fungsinya kembali. Menurut EPA, pembuangan limbah bukanlah hal pertama yang harus dilakukan dalam melestarikan lingkungan. Langkah atau strategi yang seharusnya dominan untuk dilakukan melainkan adalah minimasi limbah dan pencegahan polusi. Berikut Gambar 4.1. menunjukkan skema pengelolaan limbah menurut EPA

65 Gambar 4.1. Hierarki Pengelolaan Limbah (Sumber: EPA, 2009) Langkah pertama yang paling disarankan dalam hirarki pengelolaan limbah adalah mencegah timbulnya limbah pada sumbernya (waste prevention/waste avoidance) sehingga tidak dihasilkan limbah. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan melalui penerapan prinsip produksi bersih (clean production) yaitu melalui penerapan teknologi bersih, pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, memodifikasi proses produksi, mempromosikan penggunaan bahan-bahan yang tidak berbahaya dan beracun atau lebih sedikit kadar bahaya dan racunnya, menerapkan teknik konservasi, dan menggunakan kembali bahan daripada mengolahnya sebagai limbah sehingga dapat mencegah terbentuknya limbah dan zat pencemar. Langkah yang kedua, apabila pencegahan tidak dapat dilakukan, adalah dengan berupaya melakukan minimisasi atau pengurangan limbah (reduction). Upaya minimisasi limbah ini juga dapat dilakukan dengan cara menerapkan produksi bersih. Penggunaan teknologi yang terbaik yang tersedia dapat membantu mengurangi konsumsi energi dan sumber daya alam secara signifikan yang pada akhirnya dapat mengurangi timbulnya limbah. Langkah yang ketiga adalah pemanfaatan dengan cara penggunaan kembali (reuse). Reuse adalah penggunaan kembali limbah dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Langkah keempat adalah pemanfaatan dengan cara recycle, yaitu mendaur ulang komponen-komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia,

66 fisika,biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda Langkah yang kelima adalah pemanfaatan limbah dengan cara recovery, yaitu perolehan kembali komponen-komponen yang bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Langkah yang keenam adalah pengolahan (processing) limbah dengan metode yang memenuhi persyaratan lingkungan dan keselamatan manusia. Contoh pengolahan yang umum adalah pembakaran limbah (insinerasi) dan penimbunan (landfilling). Penerapan prinsip hirarki limbah yang konsisten dapat mengurangi jumlah limbah sehingga bisa menekan biaya pengolahan limbah dan juga dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku yang pada gilirannya dapat mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Bagi perusahaan dan masyarakat, penerapan prinsiphirarki pengelolaan limbah dapat berarti efisiensi biaya dan keuntungan secara ekonomi. Meskipun prinsip hirarki pengelolaan limbah sudah ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, namun sayangnya, sebagian besar limbah di Indonesia masih dibuang secara sembarangan (open dumping). Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kondisi ini adalah tidak adanya kebijakan pengelolaan limbah yang terintegrasi antara pencegahan (prevention) dan pengendalian (control), dengan menerapkan prinsip hirarki pengelolaan limbah secara konsisten. Adanya instrumen ekonomi dalam bentuk insentif bagi keberhasilan pencegahan dan pengurangan limbah dan disinsentif bagi produsen limbah sesuai dengan jumlah limbah yang dihasilkannya merupakan kebutuhan yang mendesak untuk diterapkan di Indonesia saat ini 4.2. Peraturan Terkait Pengelolaan Limbah B3 Aspek aspek penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan limbah B3 telah diturunkan langsung dari UU No. 32/2009 ke dalam peraturan pemerintah, PP No. 18 tahun 1999 jo. PP No. 85 tahun Peraturan ini berisi 8 bab yang dibagi lagi menjadi 42 pasal, menjelaskan tentang ketentuan umum, identifikasi limbah B3, pelaku pengelolaan, kegiatan pengelolaan, tata laksana, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup

67 Limbah B3 sendiri didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya yang dapat diidentifikasikan menuru-t sumber dan/atau uji karakteristik dan/atau toksikologi. (Pasal 6 PP No. 85 tahun 1999). Dalam setiap tahapan dalam proses di sebuah industri dapat dipastikan bahwa akan terdapat timbulan bahan terbuang atau yang lebih sering disebut limbah. Hubungan antara proses yang terjadi serta limbah dalam sebuah proses di industri dapat dilihat pada Gambar Gambar 4.2. Kaitan Komponen dalam Proses Industri (Sumber: Damanhuri, 1994) Peraturan peraturan yang telah ada sebelumnya mendefinisikan penghasil limbah B3 terlalu luas, tidak hanya mereka yang bergerak dalam kegiatan yang bersifat komersil namun juga termasuk perorangan yang menyimpan limbahnya dalam lokasi kegiatannya sebelum limbah tersebut ditangani lebih lanjut sesuai dengan peraturan yang ada. Namun regulasi ini tidak lagi dipertahankan karena dinilai kurang memperhatikan kuantitas dan kualitas kontribusi dari penghasil limbah, yang mana berujung pada rumitnya pengaturan bagi prosedur administrasi izin pengelolaan limbah B3 yang harus dimiliki tiap produsen limbah B3. Maka, pasal 6 PP No. 18 tahun 1999 menyebutkan bahwa pihak yang dapat dikatakan sebagai penghasil limbah B3 adalah orang yang usaha dan atau kegiatannya menghasilkan limbah B3, baik perorangan, sekelompok orang orang, maupun badan hukum

68 Berikut ini adalah beberapa peraturan perundangan yang berkaitan langsung dengan pengelolaan limbah B3. 1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 UU ini berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 59 UU tersebut menggariskan bahwa: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud telah kadaluarsa, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mencantumkan persyaratan lingkungan hidup yang harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin. Keputusan pemberian izin wajib diumumkan. 2. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 jo. PP No 85 Tahun 1999 Peraturan ini mengatur tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). 3. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP- 01/BAPEDAL/09/1995 Keputusan ini menetapkan syarat-syarat penyimpanan dan pengumpulan limbah B3 (termasuk penanggulangan dan penandaan). 4. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP- 02/BAPEDAL/09/1995 Keputusan ini menetapkan syarat-syarat tentang tentang dokumen limbah B3. 5. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP- 03/BAPEDAL/09/1995 Keputusan ini menetapkan persyaratan teknis pengolahan limbah B

69 6. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP- 04/BAPEDAL/09/1995 Keputusan ini menetapkan tata cara persyaratan penimbunan hasil pengolahan, persyaratan lokasi bekas pengolahan, dan lokasi bekas penimbunan limbah B3. 7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.14 tahun 2013 Keputusan ini menggantikan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP-05/BAPEDAL/09/1995 yang juga menetapkan mengenai simbol dan label limbah B3. 8. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP- 68/BAPEDAL/05/1994 Keputusan ini menetapkan tata cara memperoleh izin penyimpanan, pengumpulan, pengoperasian alat pengolahan, pengolahan, dan penimbunan akhir limbah B3. 9. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP- 02/BAPEDAL/01/1998 Keputusan ini menetapkan tata laksana pengawasan pengelolaan limbah B3 di daerah. 10. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. KEP- 255/BAPEDAL/08/1996 Keputusan ini menetapkan tata cara dan persyaratan penimpanan dan pengumpulan minhyak pelumas bekas Identifikasi dan Klasifikasi Limbah B3 Penentuan apakah suatu limbah termasuk ke dalam kategori limbah B3 dilakukan melalui serangkaian pengujian yang berdasarkan dua parameter, sumber dan sifat. Dalam PP 85/1999 dinyatakan bahwa limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan/atau uji karakteristik dan/atau uji toksikologi. Mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

70 Langkah 1 : mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana Lampiran I PP 85/1999, dan apabila cocok dengan daftar jenis limbah tersebut, maka limbah tersebut termasuk limbah B3. Langkah 2 : apabila tidak cocok dengan daftar jenis limbah B3 tersebut, maka diperiksa apakah limbah memiliki salah satu atau lebih karakteristik berikut: mudah meledak, mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi, dan bersifat korosif. Langkah 3 : apabila kedua tahapan tersebut sudah dilakukan dan tidak memenuhi ketentuan limbah B3, maka dilakukan uji toksikologi. Keterangan tambahan: daftar limbah dengan kode limbah D220 (Eksplorasi dan Produksi Minyak, Gas dan Panas Bumi), D221 (Kilang Minyak dan Gas Bumi), D222 (Pertambangan), dan D223 (PLTU yang Menggunakan Bahan Bakar Batu Bara) dapat dinyatakan limbah setelah dilakukan uji karakteristik dan atau uji toksikologi. Langkah 1 identifikasi limbah sebagai limbah B3 dimulai dengan mengidentifikasi limbah berdasarkan sumbernya. Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi: 1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik Sumber tidak spesifik adalah sumber limbah yang menghasilkan limbah yang pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarutan kerak, pengemasan. Terdapat 43 jenis limbah yang termasuk kelompok ini. 2. Limbah B3 dari sumber spesifik Sumber spesifik adalah limbah sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah. Sumber limbah ini terbagi dalam 51 jenis kegiatan yang termasuk kelompok penghasil limbah B3, salah satunya adalah kegiatan pertambangan. 3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi

71 Selain yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan, kelompok limbah jenis ini juga merupakan kelompok limbah yang tidak dapat dimanfaatkan lagi. Terdapat 178 jenis bahan kimia yang termasuk kelompok limbah B3 ini. Jika suatu limbah tidak termasuk ke dalam ketiga jenis limbah B3 menurut sumbernya seperti di atas, maka identifikasi dilanjutkan dengan melakukan Langkah 2, yaitu uji karakteristik limbah B3. Limbah dinyatakan sebagai limbah B3 apabila setelah pengujian memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik limbah B3 adalah sebagai berikut: 1. Limbah mudah meledak. Pada suhu dan tekanan standar (25 C, 760 mmhg) dapat meledak, atau melalui reaksi kimia atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. 2. Limbah mudah terbakar. Merupakan limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat: Berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume, dan/atau pada titik nyala 60 C (140 F), akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lainnya, pada tekanan 760 mmhg. Bukan berupa cairan yang pada temperatur dan tekanan standar dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan, dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran terus menerus. Merupakan limbah yang bertekanan mudah terbakar. Merupakan limbah pengoksidasi. 3. Limbah yang reaktif pada air. Merupakan limbah yang memiliki beberapa sifat, antara lain: Pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa proses peledakan Limbah yang bereaksi hebat dengan air Limbah yang bila bercampur dengan air maupun uap air akan menimbulkan ledakan/menghasilkan gas, uap, atau asap beracun

72 dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan Limbah sianida, sulfida, atau amoniak yang pada ph antara 2 12,5 dapat menghasilkan gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang akan membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi 4. Limbah yang beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia dan lingkungan sehingga dapat mengakibatkan kematian atau sakit yang serius apabila terpapar. Indikator untuk limbah bersifat racun pada umumnya adalah uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure atau uji TCLP. 5. Limbah bersifat korosif adalah limbah yang dapat meyebabkan iritasi pada kulit, proses perkaratan pada lempeng baja standar dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 C, atau yang memiliki ph 2 untuk limbah yang bersifat asam dan ph 12,5 untuk limbah yang bersifat basa. 6. Limbah yang menyebabkan infeksi merupakan limbah yang mengandung bakteri pathogen sehingga memiliki potensi untuk menularkan penyakit dari satu individu ke individu lain, umumnya terdiri dari limbah kegiatan medis. Sifat-sifatnya adalah: Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit. Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja standar SAE dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 C. Mempunyai ph 2 untuk B3 bersifat asam, dan/atau ph 12,5 untuk B3 bersifat basa. Apabila kedua langkah identifikasi limbah sudah dilakukan namun limbah masih tidak memenuhi ketentuan limbah B3, maka dilakukan Langkah 3 yaitu uji toksikologi/toksisitas. Pengujian toksikologi untuk menentukan sifat akut dan/atau

73 kronis. Di Indonesia, bila batas TCLP tidak terlampaui, penghasil limbah masih tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis. Terdapat dua tahapan dalam uji toksisitas, yaitu: Uji toksisitas untuk menentukan sifat akut limbah Uji ini dilakukan terhadap hewan uji untuk mengukur hubungan antara dosis limbah yang dikenakan terhadap hewan uji dengan respon berupa kematian hewan uji, sehingga diperoleh nilai LD50. Baku mutu yang digunakan untuk uji ini adalah apabila nilai dari LD50 > 20 mg/kg berat hewan uji maka perlu dilakukan evaluasi sifat kronis. Uji toksisitas untuk menentukan sifat kronis dari limbah Sifat kronis dari limbah B3 (toksik, mutagenik, karsinogenik) ditentukan dengan cara mengevaluasi sifat zat pencemar yang terdapat dalam limbah dengan metodologi tertentu. Setelah rangkaian pengujian tersebut di atas selesai dilakukan, maka identifikasi karakteristik limbah sudah diketahui dan pengelolaan limbah secara aman dapat diterapkan Karakteristik Limbah B3 Limbah yang berbahaya juga dapat dilihat dari karakteristik dan toksikologinya. Karakteristik limbah B3 di Indonesia dicantumkan dalam PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999, di Uni Eropa dicantumkan dalam European Waste Framework Directive (2008/98/EC), dan di Amerika Serikat dicantumkan oleh USEPA. Daftar karakteristik limbah B3 di masing-masing negara ditunjukkan dalam Tabel 4.1. berikut

74 Tabel 4.1 Karakteristik Limbah B3 menurut Peraturan di Indonesia, Eropa, dan Amerika No. PP No. 18 jo PP 85 th Karakteristik limbah B3 European Waste Framework Directive (2008/98/EC) USEPA 1. Mudah meledak Mudah meledak Beracun 2. Mudah terbakar Pengoksidasi Korosif 3. Reaktif Sangat mudah terbakar Mudah 4. Beracun Mudah terbakar menyala Reaktif 5. Infeksius Iritan 6. Korosif Berbahaya 7. Beracun 8. Karsinogenik 9. Infeksius 10. Beracun untuk sistem 11. reproduksi Mutagenik 12. Limbah yang melepaskan gas 13. beracun Sensitisasi 14. Ekotoksik (Sumber: PP No. 18 jo PP 85 th. 1999, European Waste Framework Directive (2008/98/EC), RCRA) Di Indonesia, definisi dari karakteristik limbah yaitu sebagai berikut: a. Mudah Meledak Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (250 O C, 760 mmhg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dapat dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. b. Mudah Terbakar Limbah mudah terbakar: termasuk limbah bertekanan yang mudah terbakar, limbah pengoksidasi, limbah cair yang mengandung alkohol 24% volume, dan atau pada titik nyala 60 F akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api, atau sumber nyala lainnya. Sedangkan yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25 o C, 760 mmhg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara

75 spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran terus menerus. c. Reaktif Limbah yang reaktif pada air adalah limbah yang memiliki beberapa sifat, antara lain: pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa proses peledakan limbah yang bereaksi hebat dengan air limbah yang bila bercampur dengan air maupun uap air akan menimbulkan ledakan/menghasilkan gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan limbah sianida, sulfida, atau amoniak yang pada ph antara 2 12,5 dapat menghasilkan gas, uap, atau asap beracun dalam jumlah yang akan membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi d. Beracun Limbah yang beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia dan lingkungan sehingga dapat mengakibatkan kematian atau sakit yang serius apabila terpapar. Indikator untuk limbah bersifat racun pada umumnya adalah uji Toxicity Characteristic Leaching Procedure atau uji TCLP yang merupakan batas aman yang dikembangkan oleh USEPA, yang merupakan simulasi terburuk kondisi landfill, yang menyebabkan terjadinya pencemaran pada air tanah, yang airnya digunakan secara rutin. Simulasi transportasi pencemar ini, menghasilkan batas aman yang memperhitungkan probabilitas terjadinya toksisitas kronik non-kanker maupun kanker. Namun, dalam versi Indonesia, bila ambang batas TCLP tidak terlampaui, penghasil limbah masih tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis

76 e. Menyebabkan Infeksi Limbah yang menyebabkan infeksi merupakan limbah yang mengandung bakteri pathogen sehingga memiliki potensi untuk menularkan penyakit dari satu individu ke individu lain, umumnya terdiri dari limbah kegiatan medis. Limbah yang menyebabkan infeksi yaitu bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah darilaboratoriumatau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera, yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan dan masyarakat lain di sekitar lokasi pembuangan limbah. f. Korosif Limbah bersifat korosif adalah limbah yang dapat meyebabkan iritasi pada kulit, proses perkaratan pada lempeng baja standar dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 C, atau yang memiliki ph 2 untuk limbah yang bersifat asam dan ph 12,5 untuk limbah yang bersifat basa g. Limbah B3 Campuran Materi limbah kadangkala menjadi lebih berbahaya bila berada dalam kondisi tercampur dengan bahan lain. Kadangkala secara tidak sengaja terjadi pencampuran antara 2 materi yang asalnya tidak berbahaya. Pencampuran bahan berbahaya dapat menyebabkan: Timbulnya bahan toksik Timbulnya gas bakar yang dapat menimbulkan kebakaran atau ledakan, Panas akibat reaksi kimia yang terjadi akan dapat membakar bahan mudah terbakar di sekitarnya

77 4.5. Prinsip Pengelolaan Limbah B3 Pengertian pengelolaan limbah B3 sesuai dengan pasal 1 PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah, dan penimbunan limbah B3. Adanya kewajiban bagi setiap produsen limbah untuk mengelola limbahnya memiliki tujuan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai fungsinya kembali. Rangkaian pengelolaan limbah B3 tersebut merupakan mata rantai yang berurutan. Setiap mata rantai tersebut memerlukan pengawasan dan pengaturan. Oleh karena itu, PP tersebut juga mengatur masalah perizinan bagi mereka yang terlibat dalam kegiatan operasional tersebut. Badan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 di Indonesia adalah Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini tertuang dalam PP tersebut bahwa setiap badan usaha yang melakukan kegiatan: Penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab. Pengangkut limbah B3 wajib memiliki izin pengangkutan dari menteri perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab. Pemanfaatan limbah B3 sebagai kegiatan utama wajib memiliki izin pemanfaatan dari instansi yang berwenang memberikan izin pemanfaatan setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab. Masih berdasarkan PP yang sama dituliskan bahwa penghasil limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan tentang: Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu dihasilkannya limbah B3. Jenis, karakteristik, jumlah dan waktu penyerahan limbah B3. Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan pengiriman kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B

78 Penghasil limbah B3 wajib menyampaikan catatan tersebut sekurangkurangnya sekali dalam enam bulan kepada instansi yang bertanggung jawab dengan tembusan kepada instansi yang terkait dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan. Catatan tersebut dipergunakan untuk : Inventarisasi jumlah limbah B3 yang dihasilkan. Sebagai bahan evaluasi dalam rangka penetapan kebijaksanaan dalam pengelolaan limbah B Konsep 3R Pengelolaan Limbah B3 Penanganan limbah B3 yang mengacu pada PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 mengarah ke pengelolaan limbah B3 yang berdasar pada konsep cleaner production. Konsep reduksi limbah di sumber ini ditegaskan pada pasal 9 yang berisi tentang kewajiban reduksi mulai dari bahan baku maupun limbah yang akan timbul, dan melakukan pengolahan atau penimbunan bagi limbah yang ditimbulkannya. Apabila kegiatan reduksi yang telah dilaksanakan masih menghasilkan limbah, maka sebisa mungkin limbah tersebut dimanfaatkan kembali, baik dilakukan oleh perusahaan itu sendiri maupun memanfaatkan jasa dari perusahaan lain. Pengelolaan limbah B3 yang bertujuan untuk menjaga lingkungan hidup dari pencemaran menganut beberapa prinsip yang diitegrasikan dengan metode penanganan di lapangan, mencakup pengelolaan di sumber sampai ke pengolah limbah. Prinsip prinsip tersebut adalah: a. Minimasi limbah B3 Prinsip ini merupakan upaya untuk mereduksi kuantitas limbah yang dihasilkan oleh sebuah badan/lembaga/industri, minimasi limbah B3 ini meliputi: Reuse: penggunaan kembali limbah B3 dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia dan/atau fisika dan/atau biologi dan/atau termal. Recycle: mendaur ulang komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia dan/atau fisika dan/atau biologi dan/atau secara

79 Program Studi Teknik Lingkungan termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda. Recovery: perolehan kembali komponen komponen yang bermanfaat dengan proses kimia dan/atau fisika dan/atau biologi dan/atau secara termal. Substitusi bahan baku dengan limbah B3 yang masih memenuhi karakteristik sebagai bahan pengganti. b. Pengelolaan secara terpadu (produksi, penyimpanan, penggunaan, pengangkutan, pengedaran, dan pembuangan). c. Berpegang pada prinsip pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup manusia. d. Cradle to grave (Gunadarma, 1997) Jalan yang dapat ditempuh dalam mereduksi limbah yang akan timbul antara lain adalah meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyimpanan bahan baku, substitusi bahan baku dengan yang tidak mengandung potensi bahaya, modifikasi proses agar tidak menghasilkan buangan yang berbahaya, dan upaya upaya reduksi lainnya yang ditentukan oleh pihak instansi yang berwenang. Di Amerika Serikat sempat akan diadakan pemberian pajak tambahan kepada industri yang menghasilkan limbah B3, akan tetapi tindakan pemberian pajak ini dapat menimbulkan kecenderungan industri tersebut untuk melakukan pembuangan limbah B3 secara illegal (Sigman, 2003) Mekanisme Cradle To Grave Seperti yang dipaparkan dalam PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999, penanganan limbah B3 merupakan serangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan termasuk penimbunan hasil dari pengolahan limbah B3 tersebut. Dalam rangkaian kegiatan di atas, setiap mata rantai yang terlibat dalam kegiatan di atas tentu memerlukan pengawasan dan pengaturan dari badan yang berwenang, terutama masalah perizinan bagi yang akan terlibat dalam bisnis kegiatan operasional terkait pengelolaan limbah B3 ini

80 Badan yang memiliki kewenangan untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 di Indonesia sampai saat ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan. Perjalanan limbah dari mata rantai awal sampai yang terakhir dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3. Sistem ini dapat menunjukkan berapa jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan. Dokumen ini, yang dikenal pula dengan nama shipping papers dengan format yang telah dibakukan dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 02/Bapedal/09/1995, antara lain terdiri dari: a) Bagian I (diisi oleh penghasil atau pengumpul limbah B3) Nama dan alamat penghasil limbah atau pengumpul yang menyerahkan limbah Nomor identifikasi (UN/NA) Kelompok kemasan Kuantitas Kelas bahaya dari limbah tersebut Tanggal penyerahan limbah Tanda tangan pejabat penghasil atau pengumpul, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbahnya telah sesuai dengan keterangan yang ditulis serta telah dikemas sesuai peraturan yang berlaku. b) Bagian II (diisi oleh pengangkut limbah) Nama dan alamat pengangkut limbah B3 Tanggal pengangkutan limbah B3 Tanda tangan pejabat pengangkut limbah B3 c) Bagian III (diisi oleh pengolah/pengumpul limbah B3) Nama dan alamat pengolah/pengumpul/pemanfaat limbah B3 Tanda tangan pejabat pengolah, pengumpul, atau pemanfaat, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbah yang diterima sesuai dengan

81 keterangan dari penghasil yang akan diproses sesuai peraturan yang berlaku d) Apabila limbah yang diterima ternyata tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat, maka limbah tersebut dikembalikan lagi kepada produsen dengan keterangan: Jenis limbah B3 dan jumlah Alasan penolakan Tanda tangan pejabat pengolah atau pemanfaat dan tanggal pengembalian. Dokumen ini dibuat dalam rangkap 7 dengan pengangkutan yang terjadi hanya 1 kali. Apabila terdapat lebih dari 1 kali pengangkutan (antar moda), maka dibutuhkan rangkap yang lebih banyak tergantung dari jumlah pergantian moda transportasi. Dokumen atau manifest ini merupakan sarana pengawasan yang diadaptasi dari konsep cradle to grave dari Amerika Serikat. Skema rantai perjalanan limbah beserta manifestnya dapat dilihat pada Gambar 4.3. di bawah ini. Gambar 4.3. Mata Rantai Perjalanan Limbah B3 dan Manifestasinya (Sumber: Damanhuri, 1994) Badan yang berwenang untuk mengawasi pengelolaan limbah B3 dari perusahaan (Kementerian Lingkungan Hidup) memiliki hak untuk memasuki area lokasi kegiatan, mengambil contoh limbah B3 untuk dianalisis di laboratorium,

82 meminta keterangan tentang pelaksanaan pengelolaan limbah, dan melakukan pemotretan untuk kelengkapan pengawasan tersebut. Bentuk pengawasan itu sendiri meliputi pemantauan penaatan persyaratan serta ketentuan teknis dan administratif oleh pihak yang mengelola limbah B3 tersebut. Sedangkan pihak pengelola yang terkait pun harus membantu sepenuhnya aktivitas pengawasan yang dilakukan di daerah tanggung jawabnya. Hal lain yang menjadi perhatian dalam kedua PP itu adalah kesehatan dan keselamatan pekerja yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan ini serta tanggung jawab pengelola bila terjadi kecelakaan serta pencemaran. Salah satu kewajiban pihak pengelola adalah mengadakan pemeriksaan kesehatan bagi pekerjanya yang bekerja atau mengalami kontak dengan B3 maupun limbahnya. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara berkala untuk mendeteksi sedini mungkin apabila terjadi kontaminasi oleh bahan berbahaya. Apabila pihak pengelola tidak mampu melakukan penanggulangan kepada pekerja yang mengalami kontaminasi, maka instansi yang bertanggung jawab akan melakukan upaya penanggulangan dengan biaya penanggulangan yang dibebankan kepada pihak pengelola Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia Di Indonesia sendiri penanganan limbah B3 yang mencakup pengemasan, pelabelan dan simbol, penyimpanan, maupun pengangkutan ini didasarkan pada: Kep 68/Bapedal/05/1994; tentang tata cara memperoleh izin pengelolaan B3 Kep-01/Bapedal/09/1995; tentang tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan dan pengumpulan limbah B3 Kep 02/Bapedal/09/1995; tentang dokumen limbah B3 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Kep 225/Bapedal/08/1996; tentang tata cara dan persyaratan penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas

83 Pengemasan Limbah B3 Ketentuan tentang pengemasan dan pewadahan limbah B3 di Indonesia mengacu kepada Kep 01/Bapedal/09/1995. Alat pengemas yang umum digunakan adalah drum baja, kotak kayu, drum fiber, botol gelas dan sebagainya. Keterangan alat pengemas ini perlu dicantumkan dalam surat pengangkutan. Kriteria dari proses pengemasan yang baik adalah tidak adanya kebocoran (material berbahaya yang keluar dari kemasan), keefektifan dari material tidak berkurang selama masa penyimpanan, dan terisolasi dari kemungkingan tercampur dengan gas atau uap. Bentuk, ukuran, serta bahan kemasan yang digunakan untuk mewadahi limbah B3 yang dihasilkan atau dikumpulkan harus disesuaikan dengan karakteristik dari limbah B3 tersebut, dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan kemudahan untuk menanganinya. Maka dari itu setiap produsen atau pengumpul limbah B3 harus mengetahui dengan pasti karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkan atau dikumpulkannya. Pengisian limbah dalam satu kemasan harus mempertimbangkan karakteristik dan jenis limbah, pengaruh pemuaian, pembentukan gas, dan kenaikan tekanan selama penyimpanan. Limbah yang akan disimpan dalam satu kemasan adalah limbah dari jenis yang sama. Bila akan dicampur dengan jenis lain harus dengan yang memiliki karakteristik yang sama atau saling cocok. Apabila bekas kemasan akan digunakan untuk mewadahi limbah lain yang memiliki karakteristik berbeda maka bekas kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu dan diletakkan di tempat penyimpanan B3 sampai akan digunakan kembali. Sesuai Gambar 4.4., kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah B3 yang berbentuk drum atau tong umumnya memiliki ukuran 50 liter, 100 liter, dan 200 liter. Sedangkan yang berbentuk bak kontainer berpenutup memiliki kapasitas 2 m³, 4 m3, dan 8 m3. Kemasan yang telah terisi penuh harus diberi simbol dan label berkaitan dengan material yang diwadahinya. Kemasan ini harus selalu tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan pengisian kembali atau pengambilan limbah. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP, atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316, atau

84 SS440) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. Gambar 4.4. Kemasan Limbah B3 Cair (A) dan Sludge atau Padat (B) (Sumber: Damanhuri, 1994) Pemeriksaan wadah atau kemasan yang digunakan setidaknya dilakukan 1 minggu sekali. Pemeriksaan ini dilakukan antara lain untuk mendeteksi secara dini potensi kebocoran dari gangguan pada bahan kemasan, memonitor peralatan pengendali luapan/tumpahan, dan memonitor areal di sekitar wadah untuk mendeteksi kebocoran. Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah. Untuk mencegah terjadinya kebocoran material yang diwadahi, maka tangki atau kemasan limbah B3 ini wajib dilengkapi dengan penampung sekunder seperti tanggul atau pelapisan ganda pada dinding tangki. Selain akibat kebocoran, penampung sekunder ini harus dapat menanggulangi cairan cairan yang berasal dari ceceran atau presipitasi Pelabelan Limbah B3 Setiap kemasan limbah B3 wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3, maka dari itu dibutuhkan standar bagi pelabelan dan simbol agar dapat dimengerti secara luas oleh pihak pihak yang terkait dengan pengelolaannya

85 Penerapan pelabelan yang diterapkan di Indonesia mengacu pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Keputusan Bapedal No. 05/Bapedal/09/1995. Penandaan limbah B3 dimaksudkan untuk memberikan identitas limbah B3 sehingga dapat dikenali. Melalui penandaan dapat diketahui informasi dasar tentang jenis dan karakteristik limbah B3 bagi: Pelaksana pengelolaan limbah B3 Pengawas pengelolaan limbah B3 Setiap orang atau masyarakat di sekitarnya Penandaan terhadap limbah B3 juga penting untuk penelusuran dan penentuan pengelolaan limbah B3. Tanda yang digunakan ada 2 jenis yaitu simbol limbah B3 dan label limbah B3. Simbol Limbah B3 Simbol limbah B3 berbentuk bujur sangkar diputar 45 sehingga membentuk belah ketupat (Gambar 4.5.). Pada keempat sisi belah ketupat tersebut dibuat garis sejajar yang menyambung sehingga membentuk bidang belah ketupat dalam dengan ukuran 95% dari ukuran belah ketupat luar. Warna garis yang membentuk belah ketupat dalam sama dengan warna gambar simbol limbah B3. Pada bagian bawah simbol limbah B3 terdapat blok segilima dengan bagian atas mendatar dan sudut terlancip berhimpit dengan garis sudut bawah belah ketupat bagian dalam. Panjang garis pada bagian sudut terlancip adalah 1/3 dari garis vertikal simbol limbah B3 dengan lebar ½ dari panjang garis horizontal belah ketupat. Simbol limbah B3 yang dipasang pada kemasan dengan ukuran paling rendah 10 cm x 10 cm, sedangkan simbol limbah B3 pada kendaraan pengangkut limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 dengan ukuran paling rendah 25 cm x 25 cm, sebanding dengan ukuran boks pengangkut yang ditandai sehingga tulisan pada simbol limbah B3 dapat terlihat jelas dari jarak 20 m. Simbol limbah B3 harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap goresan dan/atau bahan kimia yang kemungkinan akan mengenainya, misalnya bahan plastik, kertas, atau plat logam dan harus melekat kuat pada kemasan. Warna

86 simbol limbah B3 untuk dipasang pada kendaraan pengangkut limbah B3 harus dengan cat yang dapat berpendar (flourenscence). Gambar 4.5. Bentuk Dasar Simbol Limbah B3 (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) Setiap simbol limbah B3 adalah satu gambar tertentu untuk menandakan karakteristik limbah B3 dalam suatu pengemasan, penyimpanan, pengumpulan atau pengangkutan. Terdapat 9 jenis simbol limbah B3 untuk penandaan karakteristik limbah B3 yaitu: 1. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 mudah meledak Warna dasar bahan jingga atau oranye memuat gambar berupa suatu materi limbah yang berwarna hitam terletak di bawah sudut atas garis ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan MUDAH MELEDAK berwarna hitam yang diapit oleh 2 garis sejajar berwarna hitam sehingga membentuk 2 bangun segitiga sama kaki pada bagian dalam belah ketupat. Terdapat pula blok segilima berwarna merah (Gambar 4.6.). Gambar 4.6. Simbol Limbah B3 Mudah Meledak (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)

87 2. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 mudah menyala Terdapat 2 macam simbol limbah B3 untuk limbah B3 mudah menyala, yaitu simbol limbah B3 untuk limbah B3 berupa cairan mudah menyala dan simbol limbah B3 untuk limbah B3 berupa padatan mudah menyala. - Simbol limbah B3 untuk limbah B3 berupa cairan mudah menyala Bahan dasar berwarna merah, memuat gambar berupa lidah api berwarna putih yang menyala pada suatu permukaan berwarna putih terletak di bawah sudut atas garis ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan CAIRAN dan di bawahnya terdapat tulisan MUDAH MENYALA berwarna putih serta blok segilima berwarna putih (Gambar 4.7.). Gambar 4.7. Simbol Limbah B3 Berupa Cairan Mudah Menyala (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) - Simbol limbah B3 untuk limbah B3 berupa padatan mudah menyala Dasar simbol limbah B3 terdiri dari warna merah dan putih yang berjajar vertikal berselingan, memuat gambar berupa lidah api berwarna hitam yang menyala pada suatu bidang berwarna hitam. Pada bagian tengah terdapat tulisan PADATAN dan di bawahnya terdapat tulisan MUDAH MENYALA berwarna hitam. Terdapat pula blok segilima berwarna kebalikan dari warna dasar simbol limbah B3 (Gambar 4.8.)

88 Gambar 4.8. Simbol Limbah B3 Berupa Padatan Mudah Menyala (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) 3. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 reaktif Bahan dasar berwarna kuning, memuat gambar berupa lingkaran hitam dengan asap berwarna hitam mengarah ke atas yang terletak pada suatu permukaan garis berwarna hitam. Di sebelah bawah gambar terdapat tulisan REAKTIF berwarna hitam serta blok segilima berwarna merah (Gambar 4.9.). Gambar 4.9. Simbol Limbah B3 Reaktif (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) 4. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 beracun Bahan dasar berwarna putih memuat gambar berupa tengkorak manusia dengan tulang bersilang berwarna putih dengan garis tepi berwarna hitam. Pada sebelah bawah gambar simbol terdapat tulisan BERACUN berwarna hitam serta blok segilima berwarna merah (Gambar 4.10.)

89 Gambar Simbol Limbah B3 Beracun (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) 5. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 korosif Belah ketupat terbagi pada garis horizontal menjadi 2 bidang segitiga. Pada bagian atas yang berwarna putih terdapat 2 gambar, yaitu di sebelah kiri adalah gambar tetesan limbah korosif yang merusak pelat bahan berwarna hitam, dan di sebelah kanan adalah gambar telapak tangan kanan yang terkena tetesan limbah B3 korosif. Pada bagian bawah, bidang segitiga berwarna hitam, terdapat tulisan KOROSIF berwarna putih, serta blok segilima berwarna merah (Gambar 4.11.). Gambar Simbol Limbah B3 Korosif (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) 6. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 infeksius Warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam berwarna hitam, memuat gambar infeksius berwarna hitam terletak di sebelah bawah sudut atas garis belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah terdapat tulisan INFEKSIUS berwarna hitam dan di bawahnya terdapat blok segilima berwarna merah (Gambar 4.12.)

90 Gambar Simbol Limbah B3 Infeksius (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) 7. Simbol limbah B3 untuk limbah B3 berbahaya terhadap perairan Warna dasar bahan adalah putih dengan garis pembentuk belah ketupat bagian dalam berwarna hitam, gambar ikan berwarna putih, dan gambar tumpahan limbah B3 berwarna hitam yang terletak di sebelah garis belah ketupat bagian dalam. Pada bagian tengah bawah terdapat tulisan BERBAHAYA TERHADAP dan di bawahnya terdapat tulisan LINGKUNGAN berwarna hitam serta blok segilima berwarna merah (Gambar 4.13.). Gambar Simbol Limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) Label limbah B3 Label limbah B3 merupakan penandaan pelengkap untuk memberikan informasi dasar mengenai kondisi kualitatif dan kuantitatif dari suatu limbah B3 yang dikemas. Terdapat 3 jenis label limbah B3 yang berkaitan dengan sistem pengemasan limbah B3 yaitu: 1. Label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 Label limbah B3 berfungsi untuk memberikan informasi tentang asal usul limbah B3, identitas limbah B3, serta kuantifikasi limbah B3 dalam

91 kemasan limbah B3. Label berukuran paling rendah 15 cm x 20 cm, dengan warna dasar kuning serta garis tepi berwarna hitam, dan tulisan identitas berwarna hitam serta tulisan PERINGATAN! dengan huruf yang lebih besar berwarna merah (Gambar 4.14.). Gambar Label Limbah B3 (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) Label limbah B3 diisi dengan huruf cetak yang jelas terbaca dan tidak mudah terhapus serta dipasang pada setiap kemasan limbah B3 dan di tempat penyimpanan. Pada label limbah B3 wajib dicantumkan: - Penghasil, nama perusahaan yang menghasilkan limbah B3 dalam kemasan - Alamat, alamat jelas perusahaan di atas, termasuk kode wilayah - Telepon, nomor telepon penghasil, termasuk kode area - Fax, nomor faksimile penghasil, termasuk kode area - Nomor penghasil, nomor yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup kepada penghasil ketika melaporkan - Tanggal pengemasan, data tanggal saat pengemasan dilakukan - Jenis limbah, keterangan limbah berkaitan dengan fasa atau kelompok jenisnya (cair, padat, sludge anorganik, atau organik, dll) - Kode limbah, kode limbah yang dikemas, didasarkan pada daftar limbah B3 dalam lampiran I PP 85 tahun Jumlah limbah, jumlah total kuantitas limbah dalam kemasan (ton, kg atau m 3 ) - Sifat limbah, karakteristik limbah B3 yang dikemas (sesuai simbol limbah B3 yang dipasang) - Nomor, nomor urut pengemasan

92 2. Label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 kosong Bentuk dasar label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 kosong sama dengan bentuk dasar simbol limbah B3. Label limbah B3 yang dipasang pada wadah dan/atau kemasan dengan ukuran paling rendah 10 cm x 10 cm dan pada bagian tengah terdapat tulisan KOSONG berwarna hitam di tengahnya (Gambar 4.15.). Gambar Label Limbah B3 Wadah dan/atau Kemasan Limbah B3 Kosong (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) 3. Label limbah B3 untuk penunjuk tutup wadah dan/atau kemasan Label berukuran paling rendah 7 cm x 15 cm dengan warna dasar putih dan terdapat gambar yang terdiri dari 2 buah anak panah mengarah ke atas yang berdiri sejajar di atas blok hitam terdapat dalam frame hitam (Gambar 4.16.). Label terbuat dari bahan yang tidak mudah rusak karena goresan atau akibat terkena limbah dan bahan kimia lainnya. Gambar Label Limbah B3 Penandaan Posisi Tutup Wadah dan/atau Kemasan Limbah B3 (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013)

93 Pelekatan simbol limbah B3 dan label limbah B3 memiliki ketentuan sendiri, yaitu: 1. Simbol limbah B3 a. Simbol limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan limbah B3 Simbol limbah B3 yang dilekatkan pada wadah dan/atau kemasan limbah B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Jenis simbol limbah B3 yang dilekatkan harus sesuai dengan karakteristik limbah yang di wadah dan/atau dikemasnya, apalagi limbah B3 di dalam wadah dan/atau kemasan: - Memiliki 1 karakteristik, maka wadah dan/atau kemasannya wajib dilekati dengan simbol limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang dikemas - Memiliki lebih dari 1 karakteristik, wadah dan/atau kemasannya wajib dilekati dengan simbol limbah B3 dengan,asing-masing karakteristik yang dominan. Karakteristik dominan adalah karakteristik yang terlebih dahulu harus ditangani dalam keadaan darurat seperti kecelakaan - Tidak memiliki karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, beracun, infeksius atau korosif, pada wadah dan/atau kemasan, tempat penyimpanan, atau alat angkut limbah B3 harus dilekati dengan simbol limbah B3 berbahaya terhadap lingkungan 2) Dilekatkan pada sisi-sisi wadah dan/atau kemasan yang tidak terhalang oleh wadah dan/atau keamsan lain dan mudah dilihat 3) Simbol limbah B3 tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengan simbol limbah B3 lain sebelum wadah dan/atau kemasan dikosongkan dan dibersihkan dari sisa limbah B3 b. Simbol limbah B3 pada kendaraan pengangkut limbah B3 Simbol limbah B3 yang dilekati pada kendaraan pengangkut limbah B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

94 1) Simbol limbah B3 yang dilekati harus 1 macam simbol limbah B3 yang sesuai dengan karakteristik limbah yang diangkutnya, apabila alat angkut limbah B3 mengangkut: - Limbah B3 yang memiliki lebih dari 1 karakteristik; dan/atau - Beberapa limbah B3 dengan karakteristik lebih dari 1 Simbol limbah B3 yang dilekati merupakan simbol limbah b3 dengan karakteristik yang paling dominan atau simbol limbah B3 dengan,asing-masing karakteristik yang dominan 2) Dilekati di setiap sisi boks pengangkut dan di bagian muka kendaraan serta harus dapat terlihat jelas dari jarak paling rendah 30 m 3) Simbol limbah B3 tidak boleh dilepas dan diganti dengan simbol limbah B3 lain sebelum muatan limbah B3 dikeluarkan dan kendaraan yang digunakan dibersihkan dari sisa limbah B3 yang tertinggal c. Simbol limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan limbah B3 Gudang tempat penyimpanan limbah B3 harus dilekati dengan simbol limbah B3 dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut: 1) Jenis simbol limbah B3 yang dilekati harus sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang disimpan, apabila limbah B3 yang disimpan: - Memiliki 1 karakteristik, tempat penyimpanan wajib dilekati dengan simbol limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang disimpan - Memiliki lebih dari 1 karakteristik, tempat penyimpanan wajib dilekati dengan simbol limbah B3 dengan karakteristik yang paling dominan 2) Simbol limbah B3 dilekati pada setiap pintu tempat penyimpanan limbah B3 dan bagian luar dinding yang tidak terhalang 3) Selama tempat penyimpanan masih difungsikan, simbol limbah B3 tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengan simbol

95 limbah B3 lain, kecuali jika akan digunakan untuk penyimpanan limbah B3 dengan karakteristik yang berlainan Pada Gambar ditunjukkan contoh pelekatan simbol limbah B3 pada tempat penyimpanan dengan 2 karakteristik dominan (predominan). Gambar Contoh Pelekatan Simbol Limbah B3 pada Tempat Penyimpanan dengan 2 Karakteristik Dominan (Predominan) (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) 2. Label limbah B3 a. Label limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan limbah B3 Label limbah B3 dilekati di sebelah atas simbol limbah B3 dan/atau kemasan dan harus terlihat dengan jelas. Label limbah B3 ini juga harus dipasang pada kemasan yang akan dimasukkan ke dalam kemasan yang lebih besar. Apabila limbah B3 yang disimpan pada wadah dan/atau kemasan: 1) Memiliki 1 karakteristik, maka wadah dan/atau kemasannya wajib dilekati dengan label limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang dikemas 2) Memiliki 1 karakteristik, maka wadah dan/atau kemasannya wajib dilekati dengan label limbah B3 yang menunjukkan karakteristik keseluruhan limbah B3 b. Label limbah B3 untuk wadah dan/atau kemasan limbah B3 kosong Wadah dan/atau kemasan yang telah dibersihkan dari limbah B3 dan/atau akan digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 harus diberi label limbah B3 wadah dan/atau kemasan kosong

96 c. Label limbah B3 penunjuk tutup wadah dan/atau kemasan Label limbah B3 dilekati dekat tutup wadah dan/atau kemasan dengan arah panah menunjukkan posisi penutup wadah dan/atau kemasan. Label limbah B3 harus terpasang kuat pada setiap wadah dan/atau kemasan limbah B3, baik yang telah diisi limbah B3 maupun wadah dan/atau kemasan yang akan digunakan untuk mengemas limbah B3. Pada Gambar diberikan contoh pelekatan simbol limbah B3 dan label limbah B3. Gambar Contoh Pelekatan Simbol Limbah B3 dan Label Limbah B3 (Sumber: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) Keterangan: (a) Drum 200 liter yang berisi limbah B3 dengan 1 karakteristik (b) Drum 200 liter yang berisi limbah B3 dengan 2 karakteristik dominan (predominan) (c) Drum 200 liter kosong setelah limbah B3-nya dikosongkan Pelekatan simbol limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan, tempat penyimpanan limbah B3 dan alat angkut limbah B3 dilakukan sesuai dengan tabel berikut:

97 Tabel 4.2. Peletakan Simbol Limbah B3 (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) 1. Pelekatan simbol limbah B3 pada wadah dan/atau kemasan a. Keadaan 1, korosif b. Keadaan 2, reaktif c. Keadaan 3, mudah menyala dan reaktif d. Keadaan 4 1) Korosif limbah A 2) Reaktif limbah B Catatan: wadah dan/atau kemasan harus terpisah antara limbah A dan limbah B e. Keadaan 5 1) Korosif limbah A 2) Mudah menyala dan reaktif limbah C Catatan: wadah dan/atau kemasan harus terpisah antara limbah A dan limbah C f. Keadaan 6 1) Korosif limbah A 2) Reaktif limbah B 3) Mudah menyala dan reaktif limbah C Catatan: wadah dan/atau kemasan harus terpisah antara limbah A, limbah B dan limbah C

98 2. Pelekatan simbol limbah B3 pada tempat penyimpanan a. Keadaan 1, korosif, jika hanya menyimpan limbah B3 dengan karakteristik korosif b. Keadaan 2, reaktif, jika hanya menyimpan limbah B3 dengan karakteristik reaktif c. Keadaan 3, mudah menyala dan reaktif, jika hanya menyimpan limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif d. Keadaan 4 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan reaktif 3) Korosif dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, tempat penyimpanan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling e. Keadaan 5 dominan jumlahnya 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Mudah menyala dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan mudah menyala dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, tempat penyimpanan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya 3) Limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif lazimnya didahulukan penanganannya ketika terjadi kecelakaan

99 4) Hindari penyimpanan limbah B3 pada satu tempat penyimpanan f. Keadaan 6 limbah B3 yang dominansi secara keseluruhannya lebih dari 2 karakteristik untuk menghindari kebingungan penanganan ketika terjadi kecelakaan 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Mudah menyala dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan mudah menyala dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, tempat penyimpanan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya 3) Limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif lazimnya didahulukan penanganannya ketika terjadi kecelakaan 4) Hindari penyimpanan limbah B3 pada satu tempat penyimpanan limbah B3 yang dominansi secara keseluruhannya lebih dari 2 karakteristik untuk menghindari kebingungan penanganan ketika terjadi kecelakaan 3. Pelekatan simbol limbah B3 pada alat angkut a. Keadaan 1, korosif, jika hanya mengangkut limbah B3 dengan karakter korosif b. Keadaan 2, reaktif, jika hanya mengangkut limbah B3 dengan karakteristik reaktif c. Keadaan 3, mudah menyala dan reaktif, jika hanya mengangkut limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif d. Keadaan 4 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan reaktif

100 3) Korosif dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif dan reaktif Catatan: e. Keadaan 5 1) Jika dimungkinkan, pengangkutan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Mudah menyala dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan mudah menyala dan reaktif Catatan: f. Keadaan 6 1) Jika dimungkinkan, pengangkutan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B3 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya 3) Limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif lazimnya didahulukan penanganannya ketika terjadi kecelakaan 4) Hindari pengangkutan limbah B3 pada satu alat angkut limbah B3 yang dominansi secara keseluruhannya lebih dari 2 karakteristik untuk menghindari kebingungan penanganan ketika terjadi kecelakaan 1) Korosif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan korosif 2) Mudah menyala dan reaktif, jika jumlah dan karakteristik limbah B3-nya secara keseluruhan dominan mudah menyala dan reaktif Catatan: 1) Jika dimungkinkan, tempat penyimpanan dilakukan secara terpisah untuk setiap karakteristik limbah B

101 2) Dominansi ditetapkan berdasarkan karakteristik yang paling dominan jumlahnya 3) Limbah B3 dengan karakteristik mudah menyala dan reaktif lazimnya didahulukan penanganannya ketika terjadi kecelakaan 4) Hindari penyimpanan limbah B3 pada satu tempat penyimpanan limbah B3 yang dominansi secara keseluruhannya lebih dari 2 karakteristik untuk menghindari kebingungan penanganan ketika terjadi kecelakaan Penyimpanan Limbah B3 Kegiatan penyimpanan limbah B3 wajib memiliki izin operasi, yaitu izin penyimpanan limbah B3, dari kepala instansi yang bertanggung jawab, dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup. Penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkannya, menurut PP 18/1999, paling lama 90 (sembilan puluh) hari sebelum menyerahkannya kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3. Bila limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (lima puluh) kilogram per hari, penghasil limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang dihasilkannya lebih dari 90 (sembilan puluh) hari sebelum diserahkan kepada pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3, dengan persetujuan instansi yang bertanggung jawab. Sesuai dengan Kep 01/Bapedal/09/1995, penyimpanan B3 maupun limbahnya dilakukan dengan sistem blok, di mana masing masing blok terdiri dari 2 x 2 kemasan. Lebar antar blok minimal 60 cm untuk memudahkan petugas melaluinya, sedangkan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan pengangkut disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya. Penumpukkan blok harus pula memperhatikan kestabilan kemasan. Jika kemasan berupa drum dari logam (200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 lapis dengan palet sebagai pelapis dasar peletakan drum. Jika tumpukan lebih dari 3 lapis atau apabila kemasan terbuat dari plastik maka harus dipergunakan rak. Jarak tumpukan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap atau dinding bangunan penyimpanan minimal 1 meter. Susunan kemasan yang legal dapat dilihat pada Gambar

102 Gambar Pola Penyimpanan Kemasan Drum (Sumber: Damanhuri, 1994) Kemasan B3 atau limbah B3 yang saling tidak cocok harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok dan area yang sama. Pemisahan ini dilakukan sedemikian rupa agar bila terjadi kebocoran dari kemasan, maka material limbah yang satu tidak akan bercampur dengan material dari limbah lain yang saling tidak cocok. Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum adalah 3 lapis dengan tiap lapis dialasi palet, dan setiap palet mengalasi 4 drum. Jika tumpukan lebih dan 3 lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak (Gambar 4.20.). Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 meter. Gambar Penyimpanan Limbah B3 dengan Rak (Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995)

103 Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan tangki seperti yang dapat dilihat pada Gambar Berikut ini adalah ketentuannya: 1. Disekitar tangki harus dibuat tanggul dengan dilengkapi saluran pembuangan yang menuju bak penampung. 2. Bak penampung harus kedap air dan mampu menampung cairan minimal 110% dan kapasitas maksimal volume tangki. 3. Tangki harus diatur sedemikian rupa sehingga bila terguling akan terjadi di daerah tanggul dan tidak akan menimpa tangki lain. 4. Tangki harus terlindung dari penyinaran matahari dan masuknya air hujan secara langsung. Gambar Tempat Penyimpanan Limbah B3 Cair dalam Jumlah Besar (Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995) Desain gudang penyimpanan limbah B3 harus memperhatikan ventilasi agar sirkulasi udara di dalam gedung berjalan lancar. Hal ini sangat berpengaruh pada faktor keamanan pekerja yang bertugas menyimpan limbah dan memelihara gedung. Pola sirkulasi udara yang baik dapat dilihat pada Gambar Gambar Pola Sirkulasi Udara dalam Tempat Penyimpanan Limbah B3 (Sumber: Damanhuri, 1994)

104 Persyaratan bangunan penyimpanan kemasan limbah B3 antara lain: Memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis, karakteristik, and jumlah limbah B3 yang dihasilkan. Terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk mencegah terjadinya akumulasi gas. Memasang kasa untuk mencegah masuknya binatang kecil dan burung ke dalam tempat penyimpanan. Memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan dengan sakelar (stop contact) harus terpasang di sisi luar bangunan. Memiliki sistem penangkal petir. Pada bagian terluar tempat penyimpanan diberi penandaan sesuai dengan tata cara yang berlaku. Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat, dan tidak retak. Selain itu, lantai harus memiliki kemiringan sekitar 1%, melandai ke arah bak penampung kebocoran. Pada bagian luar bangunan, kemiringan lantai diatur sedemikian rupa agar air limpasan hujan dapat mengalir menjauhi bangunan. Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1 karakteristik limbah B3, mempunyai beberapa persyaratan: Terdiri dari beberapa bagian penyimpanan, dengan ketentuan bahwa setiap bagian penyimpanan hanya diperuntukkan menyimpan satu karakteristik limbah B3, atau limbah-limbah B3 yang saling cocok. Antara bagian penyimpanan satu dengan lainnya harus dibuat tanggul atau tembok pemisah untuk menghindarkan tercampurnya atau masuknya tumpahan limbah B3 ke bagian penyimpanan lainnya

105 Setiap bagian penyimpanan masing-masing harus mempunyai bak penampung tumpahan limbah dengan kapasitas yang memadai. Sistem dan ukuran saluran yang ada harus dibuat sebanding dengan kapasitas maksimum limbah B3 yang tersimpan sehingga cairan yang masuk ke dalamnya dapat mengalir dengan lancar ke tempat penampungan yang telah disediakan. Sarana lain yang harus tersedia adalah: peralatan dan sistem pemadam kebakaran, pagar pengaman, pembangkit listrik cadangan, fasilitas pertolongan pertama, peralatan komunikasi, gudang tempat penyimpanan peralatan dan perlengkapan, pintu darurat, alarm. Tata ruang gudang penyimpanan limbah B3 yang baik yang telah mempertimbangkan karakteristik dan fase dari limbah dapat dilihat pada Gambar Adapun lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong harus merupakan daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui pengurugan sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir, serta jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter. Ganbar Tata Ruang Gudang Penyimpanan Limbah B3 (Sumber: Lampiran KEP-01/BAPEDAL/09/1995) Pengangkutan Limbah B3 Berdasarkan PP 18/1995, pengangkutan limbah B3 dilakukan dengan alat angkut khusus yang memenuhi persyaratan dengan tata cara pengangkutan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Transportasi bahan berbahaya yang bervolume besar (bulky) dapat dilakukan melalui segala

106 jenis angkutan, seperti melalui darat, kereta api, atau laut. Alat angkut yang digunakan harus sesuai dengan peraturan tentang angkutan yang ada, yaitu: perkereta-apian (UU 13/1992), angkutan darat (UU 14/1992), penerbangan (UU 15/1992), dan pelayaran (UU 21/1992). Setiap pengangkutan limbah B3 oleh pengangkut limbah B3 wajib disertai dokumen limbah B3. Pengangkut limbah B3 wajib menyerahkan limbah B3 dan dokumen limbah B3 kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3 yang ditunjuk oleh penghasil limbah B3. Penghasil limbah pun dapat bertindak sebagai pengangkut limbah, dengan aturan-aturan yang berlaku bagi pengangkut limbah B3. Cargo tank merupakan sarana yang biasa digunakan di darat, dan biasanya terbuat dari baja, campuran alumunium, atau dari bahan lain seperti titanium, nikel, atau stainless steel. Kapasitas yang digunakan di Amerika Serikat adalah antara m3. Beban kendaraan biasanya dibatasi sampai 36 ton. Transportasi limbah B3 melalui jalur perairan yang terbesar adalah dengan tanker atau tank-barges. Tank-barges berkapasitas antara m3, sedangkan tanker berkapasitas sampai 10 kali lebih besar. Cara ini relatif memungkinkan pengangkutan dengan kapasitas yang besar. Secara statistik, cara ini adalah yang teraman, baik dari jumlah kecelakaan maupun banyaknya limpahan. Sektor pengangkutan merupakan aktivitas yang beresiko tinggi dengan kemungkinan terjadinya kecelakaan di jalan serta hal-hal lain yang tidak diinginkan. Usaha ini membutuhkan terlebih dahulu izin pengangkutan dari Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari kepala instansi yang bertanggung jawab, dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup. Kemungkinan kecelakaan yang mungkin terjadi di sektor transportasi ini perlu mendapat perhatian, karena dapat mencelakakan manusia atau lingkungan yang tidak terlibat langsung dengan kecelakaan. Peraturan-peraturan yang digunakan dalam transportasi hendaknya mengantisipasi kemungkinan timbulnya masalah ini. Bila terjadi kecelakaan lalu lintas, maka respon aparat terkait (polisi dan pemadam kebakaran) akan tergantung pada apakah aparat tersebut terlatih untuk jenis kecelakaan jenis itu, demikian juga kegiatan penanganan korban akibat terpapar

107 dengan bahan berbahaya akan tergantung apakah paramedis terkait telah mendapat pelatihan menangani korban semacam itu. Perpindahan tangan limbah B3 dari penghasil dan/atau pengumpul dan/pemanfaat dan/atau pengolah kepada pengangkut wajib disertai dengan dokumen limbah B3 yang diisi oleh pihak penghasil Pengolahan Limbah B3 Kegiatan pengolahan limbah B3 memiliki ketentuan yang juga diatur dalam PP 18/1999. Pengolah limbah B3 dilakukan oleh penghasil atau badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan limbah B3. Pengolah limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 yang akan diolah dan limbah B3 yang dihasilkannya paling lama 90 hari. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi dan solidifikasi, secara fisika, kimia, biologi dan/atau cara lainnya sesuai dengan perkembangan teknologi, yaitu: 1. Pengolahan thermal -Rotary kiln incenerators -Liquid injection incinerators -Plasma arc incinerators -Wet air oxidation -Fluidazed bed combustion 2. Pengolahan kimia - Netralisasi -Detoksifikasi -Presipitasi (Pengendapan) -Penukar ion 3. Pengolahan Fisika -Filtrasi -Flokulasi -Sedimentasi -Sentrifugasi 4. Disposal -Langsung ke landfill (penimbunan)

108 -Perlakuan pendahuluan dan kemudian ke lanfill -Pembuangan air limbah -Pembuangan ke udara Pemanfaatan Limbah B3 Dalam PP 18/1999 dijelaskan bahwa pemanfaat limbah B3 dilakukan oleh penghasil atau badan usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3. Setiap kegiatan yang menghasilkan limbah B3 dan apabila limbah B3 tersebut masih dapat dimanfaatkan, maka penghasil dapat memanfaatkannya sendiri. Pemanfaatan limbah B3 meliputi perolahan kembali (recovery), penggunaan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle). Pemanfaatan limbah B3 bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan harus juga aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Kegiatan pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki izin operasi, yaitu izin pemanfaatan limbah B3, dari kepala instansi yang bertanggung jawab, dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup. Pemanfaat limbah B3 dapat menyimpan limbah B3 sebelum dimanfaatkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari. Pemanfaat limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan mencakup sumber limbah B3 yang dimanfaatkan serta jenis, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang dikumpulkan, dimanfaatkan, dan produk yang dihasilkan. Badan yang memiliki kegiatan pemanfaatan sebagai kegiatan yang terintegrasi dengan kegiatan utamanya wajib membuat Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Konsep Dokumen Perjalanan Limbah B3 Mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 harus dapat diawasi. Perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest berupa dokumen limbah B3. Dengan sistem manifest dapat diketahui berapa jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan

109 Menurut Keputusan Kepala Bepedal No. Kep-02/Bapedal/09/1995, Dokumen limbah B3 adalah surat yang diberikan pada waktu penyerahan limbah B3 untuk diangkut dari lokasi kegiatan penghasil ke tempat penyimpanan di luar lokasi kegiatan, dan atau pengumpulan dan atau pengangkutan dan atau pengolahan limbah B3 dan atau pemanfaatan limbah B3 serta penimbunan hasil pengolahan. Dokumen ini akan memegang peranan penting dalam pemantauan perjalanan limbah B3 dari penghasil sampai ke pengolah limbah. Berdasarkan PP 18/1999, dokumen limbah B3 tersebut berisi ketentuan sebagai berikut: Nama dan alamat penghasil atau pengumpul limbah B3 yang menyerahkan limbah B3 Tanggal penyerahan limbah B3 Nama dan alamat pengangkut limbah B3 Tujuan pengangkutan limbah B3 Jenis, jumlah, komposisi, dan karakteristik limbah B3 yang diserahkan Dokumen limbah B3 dibuat dalam rangkap 7 (tujuh) apabila pengangkutan hanya satu kali dan apabila pengangkutan lebih dari satu kali (antar moda), maka dokumen terdiri dari 11 (sebelas) rangkap dengan perincian sebagai berikut: Lembar asli (pertama) disimpan oleh pengangkut limbah B3 setelah ditandatangani oleh pengirim limbah B3 Lembar kedua yang sudah ditandatangani oleh pengangkut limbah B3, oleh pengirim limbah B3 dikirimkan kepada instansi yang bertanggung jawab Lembar ketiga yang sudah ditandatangani oleh pengangkut disimpan oleh pengirim limbah B3 Lembar keempat setelah ditandatangani oleh pengirim limbah B3, oleh pengangkut diserahkan kepada penerima limbah B3 Lembar kelima dikirimkan oleh penerima kepada instansi yang bertanggung jawab setelah ditandatangani oleh penerima limbah B3 Lembar keenam dikirim oleh pengangkut kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan dengan pengirim, setelah ditandatangani oleh penerima limbah B

110 Lembar ketujuh setelah ditandatangani oleh penerima, oleh pengangkut dikirimkan kepada pengirim limbah B3 Lembar kedelapan sampai dengan lembar kesebelas dikirim oleh pengangkut kepada pengirim limbah B3 setelah ditandatangani oleh pengangkut terdahulu dan diserahkan kepada pengangkut berikutnya/antar moda. Skema perjalanan limbah B3 dapat dilihat pada Gambar Gambar Skema Perjalanan Dokumen Limbah B3 (Damanhuri, 2010) Dokumen limbah B3 juga diatur dalam format yang telah dibakukan dengan Keputusan Kepala Bapedal No. 02/Bapedal/09/1995, yang antara lain terdiri dari: Bagian yang harus diisi oleh penghasil atau pengumpul limbah B3, antara lain berisi: - Nama dan alamat penghasil atau pengumpul limbah B3 yang menyerahkan limbah - Nomor identifikasi (identification number) UN/NA - Kelompok kemasan (packing group) - Kuantitas (berat, volume, dan sebagainya) - Kelas bahaya dari bahan tersebut (hazard class) - Tanggal penyerahan limbah

111 - Tanda tangan pejabat penghasil atau pengumpul, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbahnya telah sesuai dengan keterangan yang ditulis serta telah dikemas sesuai peraturan yang berlaku. Apabila pengisi dokumen adalah pengumpul yang berbeda dari penghasil, maka dokumen tersebut dilengkapi dengan salinan penyerahan limbah tersebut dari penghasil limbah. Bagian yang harus diisi oleh pengangkut limbah B3, antara lain berisi: - Nama dan alamat pengangkut limbah - Tanggal pengangkutan limbah - Tanda tangan pejabat pengangkut limbah Bagian yang harus diisi oleh pengolah atau pengumpul atau pemanfaat limbah B3, antara lain berisi: - Nama dan alamat pengolah atau pengumpul atau pemanfaat limbah B3 - Tanda tangan pejabat pengolah, pengumpul, atau pemanfaat, dilengkapi tanggal, untuk menyatakan bahwa limbah yang diterima sesuai dengan keterangan dari penghasil dan akan diproses sesuai peraturan yang berlaku. Apabila limbah yang diterima ternyata tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat, maka limbah tersebut dikembalikan lagi kepada penghasil, disertai keterangan: - Jenis limbah dan jumlahnya - Alasan penolakan - Tanda tangan pejabat pengolah atau pemanfaat dan tanggal pengembalian. Surat-surat dokumentasi pengangkutan tersebut ditempatkan di kendaraan angkut sedemikian rupa sehingga cepat didapat dan tidak tercampur dengan suratsurat lain. Penghasil limbah B3 akan menerima kembali dokumen limbah tersebut dari pengumpul atau pengolah selambat-lambatnya 120 hari sejak limbah tersebut diangkut untuk dibawa ke pengumpul atau pengolah atau pemanfaat. Nomor identifikasi mempunyai kode UN (United Nation) atau NA (North America) diikuti oleh 4 digit angka, yang secara cepat akan dapat memberikan informasi bila terjadi kecelakaan. Diharapkan, tim yang bertanggung jawab dalam menangani kecelakaan, secara cepat dapat mengidentifikasi sifat bahan berbahaya itu serta cara penanggulangannya

112 4.7. Neraca Limbah B3 Istilah neraca limbah didefinsikan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Menurut peraturan tersebut, neraca limbah B3 adalah data kuantitas limbah B3 dari usaha dan/atau kegiatan yang menunjukan kinerja pengelolaan limbah B3 pada satuan waktu penaatannya. Penghasil dan/atau pengumpul yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki catatan peneriman, penyimpanan, pemanfaatan dan pengolahan limbah B3 lainnya; memiliki neraca limbah B3; dan melaporkan kegiatan pemanfaatan dan neraca limbah B3 paling sedikit satu kali dalam 6 bulan kepada Menteri, gubernur, bupati/walikota. Neraca limbah B3 dibuat dalam formulir dengan format yang diatur oleh pemerintah dalam Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 Tahun Formulir neraca limbah B3 merupakan kinerja pengelolaan limbah B3 dalam periode penaatan tertentu. Petunjuk pengisian juga dijelaskan dalam lampiran tersebut. Bagian paling awal dari neraca limbah B3 berisikan informasi mengenai nama perusahaan, bidang usaha, dan periode waktu. Informasi yang disusun dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut: Jenis awal limbah dan jumlahnya Perlakuan, jumlah, jenis limbah yang dikelola, serta perizinannya. Residu Jumlah limbah yang belum terkelola Total jumlah limbah yang tersisa Kinerja pengelolaan limbah B3 selama periode skala waktu penaatan Jenis awal limbah diisi sesuai dengan jenis limbah B3 yang dihasilkan sebelum dilakukan perlakuan selama periode waktu yang ditentukan dan sisa limbah pada periode sebelumnya. Sementara itu, perlakuan limbah yang dimaksud dalam neraca limbah B3 adalah tipikal kegiatan pengelolaan limbah B3 yang meliputi antara lain penyimpanan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan, penyerahan ke pihak ketiga, ekpsor, dan perlakuan lainnya

113 Adapun residu adalah jumlah limbah yang terbentuk dari proses perlakuan seperti abu insinerator, bottom ash dan/atau fly ash dari pemanfaatan sludge minyak di boiler, residu dari penyimpanan dan pengumpulan oli bekas dan lainlain yang belum dikelola. Sehingga jika misalnya limbah tertentu setelah dilakukan salah satu jenis perlakuan lalu menghasilkan sisa limbah, maka sisa limbah tersebut dimasukkan sebagai residu. Untuk jumlah limbah yang belum terkelola, diisi untuk limbah yang tidak ikut dalam perlakuan dalam arti kata lain jumlah limbah yang tidak dilakukan perlakuan apapun, limbah yang disimpan telah melebihi batas waktu 90 hari, atau limbah yang dikelola tanpa disertai izin. Sementara itu, total jumlah limbah yang tersisa diisi dengan cara menjumlahkan antara jumlah residu dengan jumlah limbah yang belum dikelola. Kinerja pengelolaan limbah B3 selama periode skala waktu penaatan diisi dengan menggunakan rumus sebagai berikut. dimana : A = total jumlah awal limbah, B = total jumlah limbah yang dilakukan perlakuan (disimpan, dimanfaatkan, dikirim, dll), C = residu, D = jumlah limbah yang belum terkelola (A-B), Kinerja ini menunjukan derajat ketaatan pengelolaan limbah B3 terhadap peraturan yang ada. Jika menunjukkan angka 100% maka seutuhnya taat terhadap peraturan yang ada yang berarti seluruh limbah yang ada dalam skala waktu penaatan di atas dikelola dengan baik dan benar Pengelolaan Limbah B3 pada Kegiatan Pengolahan Minyak Industri minyak bumi menghasilkan sejumlah limbah selama kegiatan berlangsung. Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan pengolahan minyak adalah lumpur minyak, katalis bekas, tanah terkontaminasi, dll. Pembuangan yang tidak tepat dari limbah ini memiliki potensi untuk merusak tanah, sumber daya air dan

114 satwa liar. Skema dalam penanganan limbah di industri minyak dapat dilihat pada Gambar Gambar Skema Penanganan Limbah untuk Usaha Eksplorasi dan Produksi (Sumber: E&P Forum 1993) Secara lebih spesifik, limbah-limbah yang dihasilkan dari industri minyak bumi dapat ditangani sebagai berikut: 1. Contaminated Soil Menurut The E&P Forum, Exploration and Production (E&P), Waste Management Guidelines tahun 1993, limbah ini dapat termasuk tanah, pasir, atau pantai bahan yang timbul akibat terkena kebocoran atau tumpahan hidrokarbon atau bahan bakar. Dampaknya akan tergantung pada jenis hidrokarbon dan lokasi tumpahan atau kebocoran. Opsi pengelolaan untuk limbah ini yaitu:

115 - Mengurangi : menghindari tumpahan dan kebocoran dengan pelaksanaan good house keeping, perbaikan dan pemeliharaan alat operasi, serta penerapan prosedur transportasi yang baik. - Daur ulang : hal ini dilakukan tergantung pada tingkat kontaminasi tanah, pengambilan kembali cairan bebas dalam tanah dapat memungkinkan untuk dilakukan. - Pengolahan : dapat dilakukan landfarming, landspreading dan pengomposan jika degradasi biologi pada tanah berada dalam kondisi yang baik. Selain itu, dapat pula dilakukan pengolahan dengan insinerasi. - Pembuangan: landfill dan penguburan dapat dibatasi oleh ketersediaan dan kuantitas / sifat tanah yang terkontaminasi. Teknik stabilisasi limbah mungkin perlu dilakukan sebelum pembuangan. 2. Kain terkontaminasi EPA menganjurkan untuk memisahkan kain terkontaminasi yang digunakan untuk membersihkan minyak bekas terpisah dengan kain pembersih untuk limbah cair yang lain. Jika kain pembersih hanya mengandung minyak bekas, minyak tersebut sebaiknya dipisahkan dari kain melalui pemerasan kain, dimana minyak hasil perasan tersebut dimasukan ke dalam suatu kemasan khusus. Oleh karena itu, harus dipastikan agar minyak atau bahan berbahaya lainnya yang merupakan kontaminan pada kain pembersih tidak menetes dari kain tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah kecelakaan akibat ceceran limbah bahan berbahaya. Menurut BLR's Special Report, Regulation and Guidance on Solvent-Contaminated Rags, perusahaan dapat menghemat uang pengeluaran dengan menyisihkan penggunaan larutan pada proses tertentu, mengurangi jumlah larutan, dan mengurangi jumlah kain pembersih yang terkontaminasi. Menghilangkan limbah pelarut dan toksisitas kain pembersih digunakan dengan mencari cairan pembersih atau semiaqueous untuk menggantikan pelarut. Pertimbangkan untuk menggunakan pelarut pengganti ialah dengan pelarut yang tidak diklorinasi dan memiliki volatil emisi senyawa organik yang rendah, serta dilakukan konsultasi keamanan bahan informasi lembar data untuk toksisitas dan data volatilitas

116 Minimasi penggunaan kain terkontaminasi yang dihasilkan dapat dilakukan antara lain dengan: - Menggunakan kain untuk kapasitas penuh penyerapnya. Kain pembersih sebagian digunakan harus disimpan secara terpisah dan diberi label untuk digunakan kembali sebelum pencucian. - Penerapan sistem reuse kain untuk mengurangi pemakaian yang berlebih. Misalnya, menggunakan tiga kontainer yang ditandai "bersih," "dapat digunakan kembali," dan "kotor" di kain pembersih. Kain pembersih kotor harus disimpan dalam kontainer tahan api yang tertutup, dan dapat ditandai untuk daur ulang bila memungkinkan. (Sumber: enviro.blr.com) 3. Kemasan bekas terkontaminasi Kemasan dengan bahan logam dan plastik umumnya digunakan industri untuk mengemas minyak pelumas dan bahan kimia bekas dalam jumlah yang besar. Akumulasi dan pembuangan kemasan bekas terkontaminasi tersebut dapat menimbulkan masalah. Drum dan kemasan mengadung sejumlah residu yang bervariasi yang tidak bisa diacuhkan begitu saja. Dampak akan muncul baik akibat volume maupun kehadiran residu. Opsi pengelolaan untuk jenis limbah ini yaitu: - Reduksi : transportasi dan penyimpanan harus mempertimbangkan barang dengan volume yang tinggi - Reuse : Kemasan tertentu dapat diisi kembali dari tempat penyimpanan dan digunakan kembali. Apabila memungkinkan, kemasan yang tidak dapat diisi kembali (non-refillable) harus dikembalikan kepada vendor terkait untuk dilakukan reuse atau kepada perusahaan yang khusus menangani pembaharuan kemasan. Drum dan kemasan juga dapat digunakan untuk transportasi limbah yang sesuai dengan pertimbangan keselamatan. - Recycle : Baik drum logam maupun drum plastik dapat didaur ulang. Daur ulang dilakukan apabila outlet memnungkinkan. Bagaimanapun, hal ini membutuhkan pembersihan residu dari kemasan sebelum dilakukan proses daur ulang maupun recovery

117 - Pengolahan : Insinerasi dapat diaplikasikan untuk kemasan plastik, tetapi insinerator membutuhkan alat pengendali pencemaran udara. - Pembuangan : Banyak residu yang terbatas untuk opsi pengelolaan ini atau membutuhkan pra-pembersihan. 4. Lampu bekas Lampu bekas merupakan limbah yang umumnya dihasilkan dari fasilitas penunjang pada kegiatan suatu usaha atau kegiatan. Pengelolaan lampu bekas dapat dilakukan dengan proses daur ulang. Langkah pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan langkah berikut. - Mengganti lampu yang sudah tidak berfungsi - Pengumpulan lampu bekas - Pengiriman lampu ke pendaur ulang - Pemantauan generator terhadap pengolahan lampu - Memperbaiki tabung yang rusak Proses daur ulang lampu bekas dengan pihak ketiga dilakukan dengan kontrak langsung antara generator dengan pihak pendaur ulang lampu bekas. Perusahaan mengganti lampu yang sudah tidak berfungsi, kemudian menempatkan lampu ke dalam wadah, baik label wadah, dan transportasi lampu (atau menyebabkan mereka dijemput oleh) pendaur ulang ketika cukup menghabiskan lampu telah terakumulasi. (Best Management Practices for Managing Spent Fluorescent, Department of Toxic Substances Control, 2005) 5. Cartridge dan toner bekas Limbah cartridge dan toner dianjurkan untuk didaur ulang dalam pengelolaannya. Limbah ini mengandung zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia, seperti: - Volatile Organic Compounds (VOC). Bahan berbasis minyak bumi dalam toner dapat melepaskan VOC selama proses pencetakan - Debu toner. Iritasi saluran pernafasan dapat terjadi dengan menghirup debu toner. Penggunaan toner cartridge produk sebagaimana dimaksud membantu meminimalkan pelepasan debu

118 - Karbon hitam yang bersifat karsinogen digunakan dalam banyak toner, namun penggunaannya dalam toner tidak diketahui menimbulkan risiko. Pengelolaan akhir limbah ini memerlukan cartridge bekas untuk diremanufaktur, dan ketika remanufaktur tidak mungkin, cartridge dapat dikirim ke pendaur ulang. Kebanyakan vendor memiliki program pengambilan kembali untuk cartridge bekas yang menjamin penggunaan kembali dan daur ulang yang tepat. Cartridge tidak boleh dikirim ke TPA atau insinerator. 6. Bahan Kimia Bekas/Kadaluarsa Menurut The E&P Forum, Exploration and Production (E&P), Waste Management Guidelines tahun 1993, limbah ini mencakup kelebihan atau bahan kimia bekas pada seluruh tahap aktivitas eksplorasi dan produksi. Pengelolaan bahan kimia bekas bergantung pada komposisi dan dampak yang ditimbulkannya pada lingkungan. Limbah ini dapat memerlukan pemisahan dan teknik pembuangan yang spesifik. Opsi pengelolaan jenis limbah ini antara lain: - Reduce: Jika memungkinkan, perencanaan dan penerapan good house keeping dapat dilakukan meminimalkan kelebihan bahan kimia serta kontaminasi. Substitusi bahan kimia dengan bahan kimia yang memiliki umur lebih lama dan memiliki dampak yang lebih rendah terhadap lingkungan. - Reuse: Kelebihan bahan kimia dapat berguna di lokasi lain atau dikembalikan pada vendor jika memungkinkan. Bahan seperti semen, bentonite dan lime dapat digunakan kembali pada pengolahan limbah yang lain, konstruksi jalan, konstruksi lahan landfill, dan lain-lain. - Recycle/Recovery: limbah seperti baterai timah asam, nikel atau cadmium basah harus dikirm ke fasilitas daur ulang jika memungkinkan. Limbah bahan kimia tertentu dapat mengandung logam seperti merkuri yang harus diolah terlebih dahulu. Larutan kimia dapat di-recovery atau digunakan pada program pencampuran bahan bakar

119 - Pengolahan/Disposal: solidifikasi dengan pencampuran menggunakan semen, lime, atau bahan pengikat lain dapat diaplikasikan sebelum pembuangan. Landfill khusus harus tersedia untuk menerima jenis limbah kimia tertentu. Kemungkinan lindi yang timbul harus diidentifikasi. Sedangkan untuk limbah kimia organic, insinerasi dapat menjadi pilihan dalam pengolahan. Untuk bahan kimia seperti PCBs, insinerasi dengan temperatur tinggi dibutuhkan untuk merusak senyawa tersebut. 7. Oil Sludge Menurut API Environmental Guidance Documents, Oil sludge terdiri dari tank bottoms dan oily debris. Tank bottoms didefinisikan sebagai cairan dan residu, seperti hidrokarbon berat, padatan, pasir dan emulsi, yang menempati dasar ruang pengolahan (separators, knockouts, dan heater treaters) dan atau tangki penyimpanan setelah satu periode waktu layanan. (API, 1989). Sedangkan oily debris biasanya didefinisikan sebagai tumpahan minyak akibat adanya kebocoran, dan atau media saringan yang telah terpakai untuk menyaring minyak dari air (USEPA, 2000). - Minimisasi: Oil sludge dapat dikurangi dengan cara menerapkan good housekeeping. - Recycle: Kandungan minyak pada oil sludge dapat diperoleh kembali dengan cara memisahkannya dengan tanah, padatan dan cairan. Pemisahan dilakukan dengan metoda gravitasi dan pemanasan dengan suhu F. Metoda ini merupakan metoda yang paling direkomendasikan oleh industri migas (API, 1989). Berikut pada Gambar merupakan skema crude oil sludge recovery

120 Produced Water Produced Water, Produced Water Skimmings, Off-Spec Crude Oil, And Tank Bottoms Off-Spec Crude Oil, Tank Bottoms And Produced Water Skimmings Evaporation Ponds <1% Yes Crude Oil Storage Tank No Produced Water Heater Treatment Crude Oil Basic Sediment & Water (BS&W) On-Site State Permitted Surface Impoundment Gambar Skema Crude Oil Recovery (Sumber: API, 1989) Disposal: Pengolahan oil sludge dapat dilakukan antara lain dengan insinerasi, pengolahan lahan, roadspread, bioremediasi dan solidifikasi. Pembuangan lumpur yang telah diolah dapat dilakukan ke landfill maupun fasilitas pembuangan limbah khusus. 8. Spent Catalyst Spent catalyst merupakan limbah katalis yang telah jenuh dan telah kehilangan kemampuan katalitiknya. Kejenuhan dari katalis ini dapat diakibatkan oleh berakhirnya umur katalis, perubahan struktur katalis, atau pusat aktifnya

121 telah tertutup oleh material lain (Hilmi, 2011). Limbah katalis ini umumnya dihasilkan oleh industri pengolahan minyak bumi. Setelah menjadi limbah, katalis ini biasany mengandung logam-logam berharga seperti platina, aluminium, nikel, dll. Spent catalyst sebaiknya diolah dengan proses pengolahan temperatur tinggi untuk mengurangi resiko tercemarnya air oleh logam berat yang dikandungnya (Alshammari, et.al, 2008). - Reuse/Recycle: Spent catalyst dikirim kembali ke vendor untuk diambil kembali logam-logam berharganya - Disposal: Spent catalyst dapat digunakan sebagai bahan baku paving block dengan cara solidifikasi, selain itu dapat juga dibuang dengan cara landfill. (Dando, et.al, 2003). 9. Baterai bekas Pengelolaan baterai bekas dapat dilakukan melalui kegiatan daur ulang untuk minimasi limbah dan pembuangan pada fasilitas pembuangan khusus atau landfill khusus. Menurut peraturan di Amerika, baterai timah asam merupakan salah satu jenis baterai yang korosif dan beracun. Pengelolaan terhadap limbah ini antara lain ialah dengan: - Mengembalikan baterai kembali ke vendor atau pendaur ulang lain - Mengelola baterai sebagai limbah B3. Hal ini dilakukan dengan penyimpanan pada kemasan yang tidak bereaksi dengan baterai jika baterai tersebut bocor. Kemasan plastik dapat digunakan untuk membungkus limbah ini. Tempat penyimpanan harus didesain untuk mencegah ceceran yang mungkin terjadi. Desain tempat penyimpanan harus mempertimbangkan adanya fasilitas/kemasan cadangan untuk menangani kebocoran. Jika terjadi kebocoran pada baterai asam, asam tersebut harus dengan segera dinetralisasi dengan baking soda atau soda ash dan limbah soda tersebut kembali harus dikelola sebagai limbah B3. Jika baterai disimpan dengan cara yang memungkinkan pelepasan asam atau timbal baterai ke lingkungan, EPA dapat menganggap pembuangan tersebut adalah ilegal

122 4.9. Co-processing Co-processing adalah pembakaran limbah dengan tujuan memanfaatkan limbah sebagai sumber energi dan bahan baku alternatif dan sebagai akibat dari pembakaran tersebut terjadi pemusnahan limbah. Berbeda dengan insinerasi yang bertujuan memusnahkan limbah melalui pembakaran. Co-processing dapat dilakukan di industri semen, pembangkit listrik, dan baja. Berdasarkan Basel Convention, co-processing merupakan konsep pembangunan yang berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip ekologi industri yang berfokus pada potensi untuk mengurangi pencemaran lingkungan dalam produk siklus hidup (Mutz et al, 2007; Karstensen, 2009). Salah satu tujuan paling penting dari ekologi industri adalah untuk membuat alternatif material dari limbah suatu industri (OECD,2000). Bahan bakar batu bara dan bahan baku berhasik disubtitusi oleh beragam macam limbah pada tanur semen di Australia, Canada, Europe, Japan, dan USA sejak awal tahun 1970 (GTZ/Holcim,2006). Penggunaan subtitusi bahan bakar dan bahan baku menggunakan limbah B3 dan limbah non B3 diulas kembali oleh CCME (1996), EA (1999), Twigger et al. (2001), dan Kartensen (2007). Pemanfataan limbah B3 maupun non-b3 dengan co-processing di industry semen harus mendukung keuntungan lingkungan sekitar. Untuk menhindari perencanaan yang buruk sehingga meningkatkan emisi polusi udara, terdapat prinsip umum yang dikembangkan oleh Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH dan Holcim Group Support Ltd seperti tercantum pada Tabel

123 Prinsip Tabel 4.3. Prinsip Dasar Co-processing Limbah B3 dan Limbah Lainnya Hierarki pengelolaan limbah harus dipatuhi Emisi tambahan dan dampak negatif pada kesehatan manusia harus dihindari Kualitas semen harus tidak berubah Industri/Perusahaan yang melalukan co-processing harus terkualifikasi pada Kiln Semen Deskripsi - sampah harus di-co-processing di tanur semen dimana secara ekolodikal dan ekonomi metode yang kuat pemulihan tidak tersedia - Co-processing harus dipikirkan sebagai bagian dari pengelolaan limbah - Co-processing harus sejalan dengan Basel and Stockholm Conventions dan aturan lainnya - dampak negatif dari polusi terhadap lingkungan dan kesehatan manusia harus diminimalisir - emisi udara dari kiln cement yang di-coprocessing tidak boleh lebih tinggi dari kiln yang tidak memanfaatkan co-processing - produk tidak boleh digunakan sebagai pengendapan logam berat - produk tidak boleh memiliki dampak negatif terhadap lingkungan - kualitas produk harus mengikuti end-of-life recovery - terdaftar secara legal - mempunyai track record environmental and safety compliance - memiliki background, proses, dan sistem yang berkomitmen untuk melindungi pencemaran lingkungan, kesehatan, dan keselamatan

124 Prinsip Implementasi dari co-processing harus mempertimbangkan keadaan nasional Deskripsi - mampu dalam mengkontrol input hingga proses produksi - dapat mempertahankan relasi yang baik dengan masyarakat sekitar dan partisipan lainnya baik dalam lokal, nasional, maupun internasional waste management shemes. - persyaratan dan peraturan dari negara yang bersangkutan harus tercermin pada regulasi dan prosedur yang dibuat - implementasi harus mengizinkan untuk build-up of the required capacity and the set-up of institutuonal arrangements - pengenalan co-processing harus sesuai dengan perubahan proses lainnya dalam struktur pengelolaan limbah pada suatu negara (Sumber: GTZ/Holcim, 2006) Pengelolaan Limbah B3 di Jamnagar Refinery Jamnagar Refinery merupakan perusahaan refinery minyak mentah terbesar di dunia dengan kapasitas BPD ( m 3 /d). Perusahaan ini terletak di Jamnagar, Gujarat, India dan berdiri sejak 14 Juli 1999 dengan luas area mencapai m 2. Dengan kapasitas yang besar ini juga dihasilkan limbah B3 yang cukup banyak dan mayoritas berupa sludge dan katalis, diantaranya yaitu methanol synthesis, poly vinyl alcohol, propylene derivatives, dan maleic anhydride. Pengelolaan limbah padat termasuk limbah B3 dan limbah non-b3 merupakan salah satu hal yang paling diperhatikan di Jamnagar Refinery. Limbah B3 yang dihasilkan pada akhirnya akan dijual atau diolah sendiri oleh Jamnagar Refinery. Limbah B3 yang dihasilkan dan cara pengolahannya dapat dilihat pada tabel berikut

125 Tabel 4.4. Jumlah Limbah B3 Jamnagar Refinery dan Cara Pengelolaannya (Sumber: Jamnagar Refinery, 2009) Prosedur pengelolaan limbah B3 di Jamnagar Refinery adalah sebagai berikut: - Mengurangi jumlah dan kadar toksik limbah B3 dari sumber - Pemilahan kemudian reuse dan recycle limbah-limbah B

126 - Penyimpanan limbah B3 pada kondisi yang tepat dan tidak membahayakan lingkungan sekitar - Memastikan adanya pengolahan limbah B3 yang dilakukan Jamnagar Refinery sudah melakukan good housekeeping untuk mengurangi jumlah dan juga sifat toksik limbah B3 yang dihasilkannya. Setelah limbah terbentuk, dilakukan pemilahan limbah B3 sesuai jenisnya dan juga dilakukan kegiatan reuse dan recycle. Beberapa limbah yang mendapat perlakuan reuse dan recycle adalah plastik bekas (sebelumnya dibersihkan dahulu), ceceran minyak dan beberapa katalis yang masih layak pakai. Setelah limbah terbentuk dan sebelum dilakukan pengolahan, limbah B3 dikemas di drum khusus limbah B3. Limbah yang dihasilkan akan disimpan dalam wadah yang berbeda-beda sesuai jenis dengan kode warna yang berbeda pula. Pemilahan jenis di awal ketika limbah terbentuk merupakan salah satu teknis pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh Jamnagar Refinery supaya mempermudah dalam pengelolaannya nanti. Wadah limbah B3 harus kedap air dan mudah dipindahkan. Selain itu lokasi penyimpanan limbah B3 harus dijauhkan dari lokasi penyimpanan bahan kimia dan sistem drainase. Pada area kilang terdapat truk khusus berkapasitas 4,5 m 3 untuk mengumpulkan limbah B3 yang dihasilkan dari setiap unit. Truk ini didesain untuk mampu melakukan pengangkutan secara manual dan automatis. Truk ini kemudian akan membawa limbah B3 ke tempat pengolahan. Beberapa teknologi digunakan untuk mengolah limbah B3 diantaranya yaitu komposting mikrobiologi, insinerasi, power generation, fuel pelletisation dan lain-lain. Setiap limbah memiliki pengolahan yang berbeda-beda tergantung dengan sifat dan karakteristiknya. Limbah seperti sludge oil akan diolah di sludge treatment kemudian dibuang ke landfill khusus. Limbah biological sludge dapat dimanfaatkan untuk kompos. Limbah material terkontaminasi dan limbah medis akan diinsinerasi di insinerator khusus milik Jamnagar Refinery kemudian abunya akan dibuang ke landfill. Drum bekas dapat dijual setelah sebelumnya dibersihkan supaya bebas dari kontaminan. Jamnagar Refinery juga memanfaatkan ceceran minyak yang termasuk limbah B3, yang pertama yaitu dikembalikan lagi ke dalam tangki crude oil untuk

127 diolah, lalu yang kedua digunakan sebagai bahan bakar atau pelumas di area kilang. Sebelum digunakan kembali, ceceran minyak ini harus diolah terlebih dahulu dengan teknologi bernama ultra filtration atau dengan metode osmosis. Hal ini dilakukan apabila dalam ceceran minyak ini terdapat kandungan logam yang tinggi atau kontaminan lain. Perlakuan khusus juga dilakukan untuk katalis-katalis bekas. Katalis bekas ini akan dideaktivasi dengan metode yang sudah ditentukan oleh suppliers dari katalis tersebut. Katalis yang sudah dideaktivasi ini dapat dikembalikan ke suppliers-nya untuk diregenerasi atau apabila masih dapat digunakan katalis ini akan dijual ke perusahaan lain yang membutuhkan. Katalis yang mengandung logam tertentu juga dapat dijual ke perusahaan khusus yang mampu melakukan recovery logam. Limbah lain yang tidak disebutkan pengelolaannya di atas akan dijual ke berbagai pihak yang membutuhkan atau pihak pengolah limbah B3 yang memiliki sistem pengolahan khusus sesuai jenis limbahnya

128 BAB V ANALISIS & PEMBAHASAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DI PT PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP 5.1. Identifikasi dan Klasifikasi Limbah B3 Identifikasi limbah B3 dibutuhkan supaya diketahui karakteristik limbah tersebut sehingga dapat dilakukan pengelolaan yang tepat sesuai dengan karakteristik masing-masing. Sesuai dengan PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, limbah B3 dapat digolongkan ke dalam beberapa kategori menurut sumbernya, yaitu dari sumber tidak spesifik, dari sumber spesifik dan dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan produksi tergolong ke dalam 3 kategori tersebut (Tabel 5.1.), yaitu: 1. Limbah B3 dari sumber spesifik Limbah B3 yang berasal dari sumber spesifik merupakan limbah yang berasal dari suatu proses khusus yang merupakan produksi utama. Sesuai dengan Lampiran I Tabel II pada PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999, dapat dilihat bahwa limbah B3 yang dihasilkan oleh adalah limbah B3 yang termasuk pada kode D206, D221 dan D228. PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap merupakan perusahaan di bidang energi yang menghasilkan produk BBM dan non-bbm yang fokus pada pengolahan minyak mentah (refinery unit) yang disimpan dalam kilang-kilang minyak untuk diolah menjadi produk-produk seperti premium, minyak tanah, solar, LPG dan LNG. Sumber limbah B3 bisa berasal dari berbagai proses produksi, pembersihan tangki minyak dan pengolahan limbah cair di IPAL. Limbah B3 yang dihasilkan berupa sludge, limbah cair, berbagai jenis katalis bekas dan material-material terkontaminasi B3 atau limbah B3 yang sudah tidak terpakai. Pada RU-IV Cilacap juga terdapat kilang Paraxylene yang mengolah naphta menjadi produk petrokimia seperti paraxylene,

129 benzene, toluen dan LPG. Limbah berupa sludge dan katalis bekas dihasilkan dari proses produksi dan IPAL yang mengolah limbah cair. Terakhir, dalam area kilang RU-IV ini terdapat laboratorium yang berfunsi untuk mengontrol spesifikasi dan kualitas bahan baku serta produk antara dan produk akhir. Selain itu di laboratorium ini terdapat kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menjaga dan meningkatkan mutu produk. Dari berbagai proses penelitian di laboratorium tersebut dapat dihasilkan limbah berupa sisa-sisa bahan kimia yang tergolong B3. Limbah yang diberikan pihak laboratorium kepada Environment Section untuk disimpan di TPS B3 biasanya berupa limbah cair. Tabel 5.1. Daftar Limbah B3 dari Sumber Spesifik di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Kode Limbah Jenis Industri/Kegiatan Sumber Pencemaran Asal/Uraian Limbah Pencemaran Utama D206 Petrokimia dengan bahan baku naphta MFDP produk petrokimia dan IPAL yang mengolah efluen proses pengolahan limbah Sludge proses produksi dan fasilitas penyimpanan, katalis bekas, tar (residu akhir), residu proses produksi/reaksi, absorban (misal karbon aktif) bekas dan filter bekas, limbah laboratorium, sludge dari IPAL, residu/ash proses spray drying, pelarut bekas Organik, hidrokarbon terhalogena si, logam berat (terutama Cr, Ni, Sb), hidrokarbon aromatis

130 Kode Limbah Jenis Industri/Kegiatan Sumber Pencemaran Asal/Uraian Limbah Pencemaran Utama D221 Kilang minyak dan gas bumi Proses pengolahan, IPAL yang mengolah effluen proses pengolahan, unit DAF (Dissolved Air Flotation), pembersihan heat exchanger, tanki penyimpanan Sludge minyak, katalis bekas, karbon aktif bekas, sludge dari IPAL, filter bekas, residu dasar tanki yang memiliki kontaminan di atas standar dan memiliki karakteristik limbah B3, limbah laboratorium dan limbah PCB Bahan organik, bahan terkontamin asi minyak, logam dan logam berat (terutama Ba, Cr, Pb, Ni), sulfida, ferusioactiv e (surfactant, dll) D228 Bahan kimia Laboratorium riset dan komersial Seluruh jenis laboratorium kecuali yang termasuk D227 (Rumah Sakit) Pelarut, bahan kimia kadaluarsa, residu sampel (murni atau konsentrasi) dan larutan kimia berbahaya atau beracun (Sumber: Lampiran I Tabel II pada PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999) 2. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik Limbah yang merupakan limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3 yang bukan berasal dari proses produksi yang utama. Pada neraca limbah milik terdapat limbah berupa pelumas atau oli bekas yang dihasilkan dari kegiatan maintenance alat-alat di area kilang. Selain itu juga terdapat lampu bekas, baterai bekas, cartridge bekas, serta toner. Semua limbah tersebut

131 tergolong ke dalam limbah dari sumber tidak spesifik dengan kode D1005d. 3. Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi Limbah yang tergolong dalam jenis ketiga ini yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap adalah tanah terkontaminasi, kemasan berupa botol atau kaleng bekas wadah B3, Identifikasi limbah B3 di atas menggunakan peraturan yang berdasar pada PP PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 dengan meneliti sumber limbah B3. Selain identifikasi dengan PP tersebut, dapat pula dilakukan identifikasi sifat limbah B3 dengan melakukan uji karakteristik dan uji toksikologi bila limbah B3 yang ditemukan tidak termasuk ke dalam jenis limbah B3 menurut sumbernya. Sesuai dengan ijin yang diterima oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dari Bupati Cilacap (Keputusan Bupati Cilacap No /133/30/Tahun 2011 tentang Pemberian Ijin Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun) terdapat 17 golongan limbah B3 yang diperbolehkan unuk disimpan di TPS limbah B3 milk. Akan tetapi dalam pendataan di neraca limbah dibuat penggolongan jenis limbah yang lebih spesifik menjadi 26 jenis seperti terlihat pada Tabel

132 Tabel 5.2. Jenis Limbah B3 di 18 Jenis Limbah B3 yang Diijinkan Disimpan di TPS PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Menurut Ijin (Keputusan Bupati Cilacap No /133/30/Tahun 2011) Oil sludge 26 Jenis Limbah B3 yang Selama ini Dicatat di Neraca Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Tahun Chloride Adsorbent (spent adsorbent) Pelumas bekas Kemasan (botol/kaleng) bekas B3 Material terkontaminasi (majun, filter, Air cucian drum bekas serbuk gergaji, sarung tangan, cellusorb, dll) Spent catalyst Ceramic Ball (Spent adsorbent) Limbah laboratorium Mineral wool/rockwool (isolasi) Aki bekas Molecular sieve (spent adsorbent) Bahan kimia kadaluarsa Spent clay (spent adsorbent) Spent adsorbent Used accu/battery Material terkontaminasi minyak Sulphur Isolasi Used lamp (limbah kantor B3) Lampu bekas Used cartridge and toner Tabung/kaleng/botol ex kemasan B3 Tanah terkontaminasi (material terkontaminasi) Limbah kantor termasuk B3 Asphalt kotor (produk off. spec) Sulphur Slack wax (produk off. spec) Debu katalis Limbah cair Pyrite Pyrite Produk off. spec Spent activated carbon (spent adsorbent) Limbah cair Activated alumina (spent adsorbent) Debu catalyst (spent catalyst) Sludge Adsorbent PSA (Spent adsorbent) Karat terkontaminasi (material terkontaminasi) Oli bekas Zeolite Spent catalyst Rocksalt (Sumber: Keputusan Bupati Cilacap No /133/30/Tahun 2011 dan Neraca Limbah B3 )

133 Pada Tabel 5.3. dapat dilihat jenis dan karakteristik dari limbah B3 yang dihasilkan oleh. Data karakteristik limbah B3 sangat diperlukan untuk mengetahui cara penanganan limbah tersebut, baik dari segi pewadahan, penyimpanan, pengolahan, pemanfaatan dan penanganan kecelakaan kerja terkait limbah B3 tersebut. Tabel 5.3. Identifikasi Limbah B3 No. Jenis Limbah B3 Sumber Limbah Perkiraan Karakteristik 1 Chloride Adsorbent (spent adsorbent) Sumber spesifik Beracun 2 Molecular sieve (spent adsorbent) Sumber spesifik Beracun 3 Spent clay (spent adsorbent) Sumber spesifik Beracun 4 Ceramic Ball (spent adsorbent) Sumber spesifik Beracun 5 Spent activated carbon (spent adsorbent) Sumber spesifik Beracun Activated alumina (spent 6 adsorbent) Sumber spesifik Beracun Presentase Timbulan 32,99% Adsorbent PSA (Spent adsorbent) Material terkontaminasi (majun, filter, serbuk gergaji, sarung tangan, cellusorb, dll) Karat terkontaminasi (material terkontaminasi) Tanah terkontaminasi (material terkontaminasi) 11 Used accu/battery Sumber spesifik Sumber tidak spesifik dan tumpahan / ceceran Sumber tidak spesifik/tumpahan / ceceran Tumpahan / ceceran Sumber tidak spesifik 12 Sulphur Sumber spesifik Used lamp (limbah kantor B3) Used cartridge and toner Sumber tidak spesifik Sumber tidak spesifik Beracun Beracun Beracun Beracun 2,68% Beracun 0,58% Korosif, beracun 0,69% Beracun 0,068% Beracun 0,052%

134 No. Jenis Limbah B3 Sumber Limbah Perkiraan Karakteristik Presentase Timbulan 15 Kemasan (botol/kaleng) bekas B3 Bekas kemasan Beracun 0,263% 16 Asphalt kotor (produk off. spec) Sumber spesifik Beracun 17 Slack wax (produk off. spec) Sumber spesifik Beracun 3,41% 18 Limbah cair Sumber tidak Korosif, spesifik beracun 13,25% 19 Pyrite Sumber tidak Mudah spesifik terbakar 0,28% 20 Debu catalyst (spent Sumber spesifik Beracun catalyst) 0,2% 21 Spent catalyst Sumber spesifik Beracun 22 Mineral wool/rockwool Sumber tidak (isolasi) spesifik Beracun 2,36% 23 Oli bekas Sumber tidak Mudah spesifik terbakar 9,65% 24 Zeolite Sumber tidak spesifik Beracun 0 25 Sludge Sumber spesifik Beracun, mudah 33,5% terbakar 26 Rocksalt Sumber spesifik Beracun 0 (Sumber: Neraca Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap) Karakteristik limbah B3 yang paling banyak terdapat di PT Pertamina (Persero) RU-IV untuk setiap jenis adalah beracun. Bila dilihat dari presentase timbulan limbah B3 pun, limbah B3 yang dihasilkan mayoritas bersifat beracun. Hal ini wajar karena bergerak di bidang pengolahan minyak dan gas yang mengandung banyak bahan beracun. Oleh karena itu dalam pengelolaan limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV harus lebih diperhatikan tentang sifat beracun dari berbagai limbah B3 tersebut agar tidak salah menangani sehingga menurunkan kualitas lingkungan dan membahayakan manusia. Selain itu limbah dengan karakteristik lain juga butuh perlakuan ketat dan tepat, yaitu korosif dan mudah terbakar. Apabila limbah B3 tersebut menimbulkan kecelakaan kerja berupa kebakaran bahkan hanya kebakaran kecil sekalipun,

135 maka dampaknya akan sangat merugikan. Area kilang Pertamina memproduksi produk BBM dan non-bbm yang mudah terbakar sehingga bila terjadi letupan api kecil pun akan mudah memicu terjadinya kebakaran yang lebih besar Kuantitas Limbah B3 Jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap untuk tiap jenisnya tentu bervariasi terhadap waktu. Kuantitas limbah yang dihasilkan tergantung pada proses produksi yang dilakukan di semua unit. Contohnya apabila sedang dilakukan tank cleaning maka jumlah limbah B3 berupa oil sludge akan meningkat. Jumlah limbah B3 diperoleh dari kegiatan penimbangan yang dilakukan di gudang TPS limbah B3 dengan menggunakan timbangan untuk limbah. Untuk mengetahui jumlah limbah B3 yang dihasilkan, disimpan di TPS, diolah sendiri, dimanfaatkan atau diberikan pengolahannya ke pihak ketiga maka dibuatlah neraca limbah setiap bulannya. Dalam neraca ini disajikan data kuantitas limbah tiap jenis sesuai dengan yang sudah diklasifikasikan oleh penghasil limbah B3. Pengertian neraca limbah B3 (menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 02 tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah B3) adalah data kuantitas limbah B3 dari usaha dan/atau kegiatan yang menunjukkan kinerja pengelolaan limbah B3 pada satuan waktu penataannya. sebagai penghasil limbah B3 wajib memiliki catatan peneriman, penyimpanan, pemanfaatan dan pengolahan limbah B3 lainnya serta neraca limbah B3 kemudian melaporkannya minimal satu kali dalam 6 bulan kepada Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota. Neraca limbah B3 merupakan formulir isian dengan format yang telah diatur dalam Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 tahun Dalam lampiran tersebut juga dijelaskan petunjuk untuk mengisi neraca limbah B3. Neraca limbah yang dibuat oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap terdiri dari 2 formulir, yaitu neraca limbah B3 form I dan neraca limbah B3 form II. Neraca limbah form I merupakan neraca yang terdapat pada Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 02 tahun 2008, sedangkan neraca limbah form II terdapat pada Lampiran I Keputusan Bupati

136 Cilacap No /133/30/Tahun 2011 tentang Pemberian Ijin Penyimpanan Limbah B3 kepada. Dalam neraca limbah, hanya limbah yang dihasilkan pada periode pembuatan neraca limbah itulah yang ditulis. Walaupun PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap mengklasifikasikan jenis limbahnya dalam pencatatan neraca ke dalam 26 jenis, tapi tidak semua jenis limbah itu harus ditampilkan setiap periode neraca. membuat neraca limbahnya dalam periode bulanan. Sebagai contoh, dapat dilihat pada Tabel 5.4. yang merupakan neraca limbah form II periode bulan Februari Untuk pelaporan neraca limbah B3, PT Pertamina membuat laporan dalam kurun waktu setiap 3 bulan (triwulan). Laporan ini diberikan kepada KLH (Kementerian Lingkungan Hidup), BLH (Badan Lingkungan Hidup) Kabupaten Cilacap, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, dan Pertamina Pusat. Dari sini dapat dilihat bahwa telah melaksanakan kewajibannya bahkan lebih disiplin dengan mengirimkannya setiap 3 bulan sekali. Selain membuat neraca limbah B3 bulanan dalam 2 bentuk form, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap juga menginventarisasi limbah B3 yang dihasilkannya dalam berbagai bentuk. Pertama adalah neraca harian (log book) yang bentuknya mirip dengan neraca limbah form II dengan perbedaan hanya pada periode pembuatan. Selanjutnya adalah denah limbah B3 (Tabel 5.5.) yang merupakan formulir yang digunakan oleh kepala TPS gudang limbah B3 dalam mendata jumlah limbah B3 yang masuk. Selain itu selama setahun sekali pada pertengahan tahun, membuat laporan limbah B3 yang dihasilkan dalam rangka penilaian Proper. Proper adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan yang merupakan upaya dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia untuk mendorong perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pada laporan ini lebih difokuskan pada jumlah limbah B3 yang dihasilkan dan pengelolaan dari limbah tersebut. Periode pendataan dimulai dari bulan Juli 1 tahun sebelumnya hingga bulan Juni saat tahun penilaian Proper (periode 1 tahun). Contoh neraca limbah untuk penilaian Proper dapat dilihat pada Tabel

137 Tabel 5.4. Neraca Limbah Form II Periode Bulan Februari 2014 No Jenis limbah B3 masuk Tanggal masuk limbah B3 Masuknya limbah B3 ke TPS Keluarnya limbah B3 dari TPS Sisa Sumber limbah B3 Jumlah limbah B3 masuk (ton) Maksimal penyimpana n s/d tanggal : (t = hr, 180 hr) (2) Tanggal keluar limbah Jumlah limbah B3 (ton/m3/ Liter) Jumlah Limbah B3 yang dimanfaatka n (ton/m3/liter ) Bukti nomor dokumen (3) (A) (B) (C) (D) (E) (F) (G) (H) (I) (J) (K) Sisa LB3 yang ada di TPS (ton/m3/lite r) 1 Oli bekas 03 Januari 2014 Paraxylene 8, Apr-14 8, Januari 2014 Bengkel 1, Apr-14 1, Januari 2014 Utilities 0, Apr-14 0, Januari 2014 Timbangan 0, Apr-14 0, Januari 2014 Paraxylene 4, Apr-14 4, Januari 2014 Paraxylene 4, Apr-14 4, Januari 2014 Paraxylene 4, Apr-14 4, Januari 2014 Bengkel 0, Apr-14 0, Januari 2014 Paraxylene 0, Apr-14 0, Januari 2014 Paraxylene 5, Apr-14 5, Februari 2014 Paraxylene 2, Mei-14 2, Februari 2014 Paraxylene 2, Mei-14 2, Februari 2014 RFCC Project 0, Mei Feb-14 0,186 ton XH , Februari 2014 Paraxylene 4, Mei-14 4,000 2 Spent Clay 03 Februari 2014 Paraxylene 64, Mei-14 64,645 3 Tanah 13 Februari 2014 MA I (ex LOC I) 3, Mei-14 3,382 terkontaminasi 25 Februari 2014 All Area 0, Mei-14 0,141 4 Used 17 Februari 2014 RFCC Project 0, Mei Feb-14 0,005 ton XH ,000 Toner/Cartridge 5 Material 17 Februari 2014 RFCC Project 0, Mei Feb-14 0,057 ton XH ,000 terkontaminasi 6 Kemasan ex B3 / ex sample 17 Februari 2014 RFCC Project 0, Mei Feb-14 0,106 ton XH ,000 (Sumber: Neraca Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Periode Bulan Februari 2014)

138 Tabel 5.5. Denah Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Periode Bulan Juni 2014 N O. 1 JUMLAH TANGGAL TANGGAL KETERANGAN JENIS SUMBER BATAS PCS PALET DRUM NETO TONAGE MASUK KELUAR TERAHIR Botol ex sample 132, - 0, & chemical 00 0,13 Lab Produksi II Botol ex sample 220, B.A Belum. Tgl. Masuk TPS 10 Mei - 1, & chemical 00 0,22 Lab Produksi II 7-Mar Jun-14 Botol ex sample 132, 14 B.A Belum. Tgl. Masuk TPS 24 Mei - 0,75 3 0,616 & chemical 00 0,13 Lab Produksi II 2013 Botol ex sample 132, B.A Belum. Tgl. Masuk TPS 20 Des - 0,75 3 & chemical 00 0,13 Lab Produksi II 2013 Botol ex sample 88,0 11-Mar- B.A Belum. Tgl. Masuk TPS 15 Jan - 0,5 2 9-Jun-14 2 & chemical 0 0,09 Lab Produksi II Botol ex sample 22,0 7-Mar- 1 drum pendek (Masuk Tgl. 17 Jan Feb - 0,125 0,5 5-Jun-14 0,5 & kaleng 0 0,02 LOC. III ) 88,0 Pest Control/Cleaning 10-Mar- 225 Pcs (2 drum utuh) (Masuk Tgl. 20-0,5 2 8-Jun-14 2 Botol, Jirigen 0 0,09 Servisce ( OH ) 14 Feb 2014) 88,0 6-Mar- 2 drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 27 Feb - 0,5 2 4-Jun-14 2 Botol ex sample 0 0,088 Lab Produksi II ) Kaleng es 132, 10-Mar- 3 drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 27 Feb - 0, Jun-14 3 sample 00 0,13 Lab Produksi II ) Kaleng ex 37+18=55 drum utuh B.A Blm (Masuk - 0 0,00 0,00 All Area (Incenerator) sample Tgl. Jan 2014) Kaleng ex 4 drum pendek B.A Blm (Masuk Tgl Jan - 0 0,00 0,00 All Area (Incenerator) sample 2014) 220, 11-Mar- 5 drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 11 Kaleng ex cat - 1,25 5 0,22 37T-103 ( M.A 3 ) 9-Jun Mar 2014) Kaleng ex 132, 13-Mar- 3 drum utuh B.A Belum (Masuk Tgl. 13-0,75 3 0,13 Lab Produksi II 11-Jun-14 3 sample Mar 2014) 440, Scrap yard ( 14-Mar- 10 drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 14 Kaleng ex cat - 2,5 10 0,44 12-Jun Sweeping ) 14 Mar 2014) Kaleng ex 88,0 2 drum utuh B.A Blm ( Masuk Tgl. 18-0,5 2 0,09 Lab Produksi II 2 sample 0 18-Mar- Mar 2014 ) 16-Jun-14 44, drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 18-0,25 1 0,04 1 Botol ex sample 0 Lab Produksi II Mar 2014) Kaleng & Botol 220, 2 drum kaleng + 3 drum botol (Masuk - 1,25 5 0,22 21 ex sample 00 Lab Produksi II Tgl. 1 Apr 2014) Kaleng ex 132, ,75 3 0,13 10-Aug sample 00 Lab Produksi II May-14 3 drum (Masuk Tgl. 12 Mei 2014) 88,0-0,5 2 0,09 0,924 Botol ex sample 0 Lab Produksi II 2 drum (Masuk Tgl. 12 Mei 2014) di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di gd ex sandblast di gd ex sandblast di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B

139 N O. JENIS Kaleng ex sample Botol ex sample Kaleng ex sample Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng ex cat Kaleng Kaleng ex cat JUMLAH TANGGAL TANGGAL KETERANGAN PCS PALET DRUM NETO TONAGE SUMBER BATAS MASUK TERAHIR KELUAR - 0, , 3 drum B.A Blm ( Masuk Tgl. 26 Mei 0,13 00 Lab Produksi II 2014) - 0,5 2 88,0 2 drum B.A Blm ( Masuk Tgl. 26 Mei 0,09 0 Lab Produksi II 2014) - 1, , 8 Kantong = 6 drum utuh B.A Blm 0,26 00 Lab Produksi II (Masuk Tgl. 28 Apr 2014) - 0, , 5-May- 70 Pcs ( 3 drum utuh) Masuk Tgl. 5 Apr 0,13 3-Aug FOC. II ( Unit 019 ) , 12 drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 2 Apr 0, All area 2014) , 4 drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 11 0, All area Apr 2014) 132, 3 drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 17 Apr - 0,75 3 0,13 1, All area ) 17-Aug-14 88,0 May-14 2 drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 28 Apr - 0,5 2 0,09 0 All area 2014) - 0,5 2 88,0 2 Drum utuh B.A Blm (Masuk Tgl. 8 Mei 0,09 0 All area 2014) - 0, ,0 1 drum B;A Blm (Masuk Tgl. 19 Mei 0,04 0 All area 2014) - 0, , Tanki 41T-5, T-4, T Lot (2.5 karung + 1,5 karung = 3 drum) 0,13 26-Aug ,T-23 May-14 B.A udah (Masuk Tgl. 28 Apr 2014) - 0, ,0 16-0,04 14-Aug Dermaga 67 M.A 1 May-14 1 drum (Masuk Tgl. 16 Mei 2014) - 1,625 6,5 286, 21-1 drum pot + 6 drum = 6,5 drum (Masuk 0,29 19-Aug-14 6, T-103 May-14 Tgl. 21 Mei 2014) - 0, , 2-Jun- 3 drum B.A Blm ( Masuk Tgl. 2 Jun 0,13 31-Aug All area ) , 2-Jun- 0,53 31-Aug LOC I SRU 14 1 Lot =12 drum (Masuk Tgl. 2 Jun 2014) - 0, ,0 13-Jun- 0,04 11-Sep T drum B.A Blm - 2, , 13-Jun- 0,40 11-Sep Area drum (Masuk Tgl. 13 Juni 2014) 44,0 16-Jun- 0,04 14-Sep MA I (Unit 48) 14 1 lot (1 drum) Kaleng ex cat - 0,25 1 TOTAL BOTOL 32, , 00 5,68 119,00 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 di TPS limbah B3 (Sumber: Denah Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Periode Bulan Juni 2014)

140 Tabel 5.6. Sebagian Neraca Limbah untuk Penilaian Proper (Juli 2013-Juni 2014) N O. JENIS LIMBA H B3 SUM BER SAT UAN PERLAKU AN Period e sebelu mnya ( SALD O ) Juli Agu stus TAHUN 2013 TAHUN 2014 Septe mber Okt ober No v De s Jan Fe b Ma ret Apr il Mei Jun i LIMBA H DIHASI LKAN DISIM PAN DI TPS DIMANFA ATKAN SENDIRI LIMBAH DIKELOLA DIO LAH SEN DIRI LAND FILL SEND IRI DISERA HKAN PIHAK KETIGA BERIZI N LIMB AH TIDA K DIKE LOLA KETER ANGAN KODE MANI FEST DIHASILK AN 0,0 00 0, ,5 10 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0, , DISIMPA N DI TPS DIMANFA ATKAN SENDIRI 0,000 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0, ,5 10 0,00 0 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,00 0 disimpa n di TPS LB3 0, DIOLAH SENDIRI 0,0 00 0,0 00 0,00 0 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0, Chlori de Adsor bent (Spen t Adsor bent) Pros es Prod uksi TO N LANDFIL L SENDIRI DISERAH KAN KEPIHAK KETIGA BERIZIN TIDAK DIKELOL A 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,0 00 0,00 0 0, Pengol ah : PT. Pasade na Metric Indone sia Pengan gkut : PT. Pasade na Metric Indone sia LC , LC , (Sumber: Neraca Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Periode Juli 2013-Juni 2014 untuk Penilaian Proper 2014)

141 Dari neraca limbah B3, dapat diketahui data kuantitas limbah B3 yang dihasilkan oleh berdasarkan jenisnya pada periode tertentu. Pada Tabel 5.7. ditampilkan jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh pada periode 1 tahun (Juli 2013-Juni 2014). Total limbah yang dihasilkan selama periode tersebut oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap adalah 1065,487 Ton. Tabel 5.7. Jumlah Limbah yang Dihasilkan di PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap Periode Juli 2013-Juni 2014 No. Jenis Limbah B3 Jumlah Sumber 1 Chloride Adsorbent (spent adsorbent) 26,51 Ton SRU, FOC I, FOC II, LOC I, LOC II, LOC III, LPG& SRU, Paraxylene, utilities 2 Kemasan (botol/kaleng) bekas B3 2,8 Ton All area 3 Material terkontaminasi (majun, filter, serbuk gergaji, sarung tangan, cellusorb, dll) 13,865 Ton All area 4 Ceramic Ball (Spent adsorbent) 2,604 Ton All area 5 Mineral wool/rockwool (isolasi) 25,12 Ton All area 6 Molecular sieve (spent adsorbent) 2,09 Ton 7 Spent clay (spent adsorbent) 169,645 Ton 8 Used accu/battery 6,184 Ton SRU, FOC I, FOC II, LOC I, LOC II, LOC III, LPG& SRU, Paraxylene, utilities SRU, FOC I, FOC II, LOC I, LOC II, LOC III, LPG & SRU, Paraxylene, utilities IT RU-IV, LOC II, FOC I, LOC I 9 Sulphur 7,396 Ton SRU 10 Used lamp (limbah kantor B3) 0,729 Ton All area 11 Used cartridge and toner 0,549 Ton IT RU IV, lab produksi II 12 Tanah terkontaminasi (material terkontaminasi) 13,528 Ton All area 13 Asphalt kotor (produk off. spec) 9,975 Ton All area 14 Slack wax (produk off. spec) 26,4 Ton All area 15 Limbah cair 141,15 Ton FOC I, laboratorium 16 Pyrite 2,995 Ton FOC I, FOC II, LOC I, SRU Spent activated carbon (spent adsorbent) Activated alumina (spent adsorbent) 8,747 Ton 0,38 Ton SRU, FOC I, FOC II, LOC I, LOC II, LOC III, LPG& SRU, Paraxylene, utilities SRU, FOC I, FOC II, LOC I, LOC II, LOC III, LPG& SRU, Paraxylene, utilities

142 No. Jenis Limbah B3 Jumlah Sumber 19 Debu catalyst (spent catalyst) 2,147 Ton SRU, FOC I, FOC II, LOC I, LOC II, LOC III, LPG& SRU, Paraxylene, utilities 20 Sludge 357,033 Ton Holding basin, FOC II, SRU, IPAL 21 Adsorbent PSA (Spent adsorbent) 141,6 Ton SRU, FOC I, FOC II, LOC I, LOC II, LOC III, LPG& SRU, Paraxylene, utilities 22 Karat terkontaminasi (material terkontaminasi) 1,254 Ton Maintenance 23 Oli bekas 102,786 Ton Maintenance 24 Zeolite 0 Utilities 25 Spent catalyst 0 FOC I, FOC II, LOC I, LOC II, LOC III, Paraxylene 26 Rocksalt 0 FOC I Total 1065,487 Ton (Sumber: Neraca Limbah Periode Juli 2013-Juni 2014) Gambar 5.1. Jumlah Timbulan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Periode Juli 2013-Juni

143 Dari Tabel 5.7. dan Gambar 5.1. dapat dilihat bahwa limbah B3 yang paling banyak dihasilkan oleh adalah sludge. Sludge ini mayoritas berasal dari kegiatan IPAL yang berupa cake hasil dari alat filter press. Selain itu limbah sludge juga dihasilkan dari kegiatan tank cleaning. Limbah B3 yang dihasilkan terbanyak ke-2 adalah spent adsorbent. Spent adsorbent digunakan sebagai penyerap air pada beberapa unit. Spent adsorbent yang paling banyak digunakan adalah spent clay dan adsorbent PSA. Gambar 5.2. Jumlah Timbulan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Tahun Dari Gambar 5.2. dapat dilihat bahwa limbah B3 yang dihasilkan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap cenderung meningkat. Pada tahun 2012 terlihat lonjakan timbulan limbah B3 yang sangat tinggi akibat jumlah sludge yang sangat banyak dihasilkan di tahun itu. Pada tahun 2010 dan 2011 belum terdapat sistem pendataan limbah B3 yang rapi dan akurat sehingga kemungkinan besar ada beberapa limbah yang tidak terinventarisasikan. Barulah pada tahun 2012 neraca limbah B3 dibuat dengan lebih akurat dan teliti. Data timbulan limbah B3 pada tahun 2014 masih sangat mungkin bertambah jumlahnya karena pembuatan neraca baru sampai pada bulan Juni (setengah tahun)

144 5.3. Evaluasi Kinerja Pengelolaan Limbah B3 Kegunaan pembuatan neraca limbah B3 selain untuk mengetahui kuantitas limbah B3, juga untuk menilai kinerja pengelolaan limbah B3 yang dilakukan pada suatu satuan waktu tertentu. Rumus yang digunakan untuk menghitung kinerja pengelolaan adalah: A = total jumlah awal limbah, B = total jumlah limbah yang dilakukan perlakuan (disimpan, dimanfaatkan, dikirim, dll), C = residu, D = jumlah limbah yang belum terkelola (A-B), Angka yang dihasilkan dari perhitungan tersebut menunjukkan derajat ketaatan pengelolaan limbah B3 terhadap peraturan yang ada dengan nilai terkecil 0 dan terbesar 100%. Bila menunjukkan angka 100% maka dapat dikatakan bahwa PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap taat pada peraturan dengan mengelola limbah B3 yang dihasilkannya secara baik dan benar. Berdasarkan neraca limbah B3 untuk periode Juli 2013-Juni 2014 dilakukan perhitungan sebagai berikut: { [ ( )] } = 100% Dari hasil perhitungan didapat angka 100%, artinya PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap telah mengelola semua limbah B3 yang dihasilkannya dengan baik. Walaupun dalam segi jumlah pengelolaan limbah B3 sudah sangat baik karena 100% limbah B3 terkelola, harus diikuti pula dengan sistem dan teknis pengelolaan yang sesuai dengan peraturan dan izin yang berlaku. Jangan sampai semua limbah terkelola tapi dalam teknis pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan

145 5.4. Evaluasi Sistem Pengelolaan Limbah B Evaluasi Pedoman Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap memiliki beberapa prosedur yang digunakan sebagai pedoman dalam menangani limbah B3. Prosedur-prosedur tersebut disebut dengan Tata Kerja Organisasi (TKO) dan Tata Kerja Individu (TKI). Dalam tata kerja di antaranya berisi fungsi/unit organisasi/jabatan terkait, tujuan, ruang lingkup, referensi, dokumen terkait, pengertian dan batasan, prosedur, indikator dan ukuran keberhasilan serta lampiran. Beberapa tata kerja yang terkait dengan pengelolaan limbah B3 adalah: Tata Kerja Organisasi B-002 tentang Kesiagaan dan Tanggap Darurat. Tujuannya untuk memberikan panduan bagi seluruh pekerja dalam menanggapi keadaan darurat seperti misalnya ketika terjadi tumpahan limbah B3. Tata Kerja Organisasi B-005 tentang Pengelolaan Limbah B3. Tujuannya untuk mengelola limbah B3 secara tepat sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan atau menyebabkan terjadinya kecelakaan. Selain itu juga untuk mendorong penggunaan kembali (reuse) dan daur ulang (recycle) B3. Hal tersebut mencakup pengelolaan semua limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan, produk dan jasa kilang di seluruh area kilang. Dalam TKO ini juga terlampir diagram alir TKO Pengelolaan Limbah B3, formulir identifikasi jenis, jumlah dan sumber limbah B3, formulir pemberitahuan limbah B3, serta berita acara serah terima limbah B3. Tata Kerja Individu C-016 tentang Penataan dan Penyimpanan Limbah B3 di Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3. Dalam TKI ini berisi instruksi kerja dan ketentuan dalam melakukan penyimpanan limbah B3 di TPS. Dalam TKI ini juga terlampir gambar kemasan penyimpanan limbah B3, penyimpanan dengan sistem palet 3 susun, penyimpanan dengan sistem rak susun 4, dan label untuk limbah B

146 Tata Kerja Individu C-002 tentang Penanganan Oil Sludge di Sludge Pond, Tata Kerja Individu C-003 tentang Pengedrainan Air di Sludge Pond, Tata Kerja Individu C-012 tentang Pengoperasian Kerangan Drainase Sludge Pond dan Tata Kerja Individu C-017 tentang Penuangan Minyak Bekas ke Sludge Pond. Keempat TKI tersebut menjelasakan mengenai tata cara menuangkan minyak bekas ke dalam sludge pond secara aman dan berbagai tata cara operasional lain dalam menjalankan kegiatan di sludge pond. Pedoman-pedoman yang disebutkan di atas dibuat dari berbagai peraturan pengelolaan limbah B3 dan izin terkait pengelolaan limbah B3 yang dimiliki oleh PT (Pertamina) RU-IV Cilacap. Peraturan dan izin yang digunakan adalah: - UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup - PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun (B3) - Permen LH No.18 tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 - Kep-01/BAPEDAL/09/1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3 - Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun - Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.03 tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label B3 - Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemerintah Daerah - Keputusan Bupati Cilacap No /133/30/tahun 2011 tentang Pemberian Ijin Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun kepada

147 - Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.128/MenLH/2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Biologis - Keputusan Bupati Cilacap No.050/22/30/tahun2012 tanggal 22 Mei 2012 tentang Pemberian Ijin Pembuangan Air Limbah kepada PT.Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap Evaluasi Reduksi Limbah B3 Dalam hierarki pengelolaan limbah, hal pertama yang sebaiknya dilakukan para penghasil limbah B3 adalah mencegah terbentuknya limbah dari sumbernya (reduksi). Dengan mencegah timbulnya limbah B3, biaya pengolahan limbah B3 yang dikeluarkan dan juga usaha yang diperlukan untuk mengatasi dampak lingkungan akan lebih sedikit. Upaya reduksi yang dilakukan sebelum limbah B3 terbentuk meliputi: Inventarisasi sumber limbah. Dengan usaha ini, dapat diketahui unit apa saja yang berpotensi untuk menghasilkan limbah B3 sehingga dapat dilakukan pengajian dan evaluasi mengenai usaha minimasi timbulan limbah B3 yang dihasilkan. Melaksanakan good housekeeping (GHK) secara tepat dan teratur. Usaha yang dapat dilakukan antara lain pemeliharaan dan perawatan alat operasi, penerapan prosedur transportasi yang baik serta substitusi bahan dengan sifat yang lebih hemat dan ramah lingkungan. PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap melakukan kegiatan GHK di area kilang satu kali setiap bulan. Kegiatan yang dilakukan antara lain pengecatan marka jalan, perbaikan fasilitas yang sudah rusak, pembenahan berkala kondisi gudang penyimpanan bahan kimia dan gudang penyimpanan limbah B3 serta maintenance alat. Kondisi gedung penyimpanan bahan kimia harus selalu dipantau agar tidak ada bahan kimia yang tumpah atau terkontaminasi sehingga tidak bisa digunakan lagi dan menjadi limbah B3. Perbaikan marka jalan dibutuhkan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan pada saat mentransport bahan-bahan kimia atau limbah B3 sehingga tercecer dan mengontaminasi barang-barang lain sehingga menjadi limbah B3 juga

148 Maintenance alat dan perbaikan fasilitas dibutuhkan supaya tidak terjadi penggunaan bahan kimia yang sia-sia dan memaksimalkan produk yang dihasilkan dan meminimalkan limbah yang dihasilkan. Selain itu memberi perlakuan berbeda untuk sampah B3 dan non-b3 dengan membuat 2 jenis tong sampah, yaitu tong sampah untuk limbah B3 dan tong sampah untuk limbah non-b3 (Gambar 5.3.). Pemisahan sampah ini dilakukan supaya pengelolaannya lebih efektif dan untuk mencegah bertambahnya jumlah sampah B3 akibat tercampurnya sampah non-b3 dengan sampah B3. Sampah non-b3 dapat langsung dibuang ke TPA dan tidak perlu melewati serangkaian prosedur pengelolaan ketat seperti layaknya sampah B3. Gambar 5.3. Tong Sampah Limbah B3 dan Limbah non-b3 (Sumber: Environment Section ) Evaluasi Pengemasan dan Pewadahan Limbah B3 Menurut Keputusan Kepala BAPEDAL No. 01 tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3, setiap penghasil dan pengumpul limbah B3 harus dengan pasti mengetahui karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang dihasilkannya. Dalam hal ini baik dari unitunit yang menghasilkan limbah dan juga pihak Environment Section wajib mengetahui kemasan mana yang tepat untuk mewadahi limbah B3. Bentuk, bahan dan ukuran kemasan harus dipilih berdasarkan kecocokannya terhadap jumlah, jenis dan karakteristik limbah yang akan dikemasnya. sudah melakukan pengemasan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kep 01/Bapedal/09/1995. Alat pengemas yang umumnya digunakan di

149 adalah drum, tong plastik, kontainer IBC dan jumbo bag (Gambar 5.4.). Drum berukuran 200 liter digunakan untuk mewadahi limbah B3 padat, kontainer IBC 1000 liter dan tong plastik 250 liter digunakan untuk mewadahi limbah B3 cair, dan karung jumbo bag digunakan untuk mewadahi limbah B3 padat berupa pasir seperti sand filter. (a)drum (b)kontainer IBC (c) Jumbo Bag (d)tong Plastik Gambar 5.4. Berbagai Kemasan yang Digunakan untuk Mengemas Limbah B3 Proses pengemasan limbah B3 ini dilakukan oleh pihak Environment Section yang dalam hal ini dilakukan oleh petugas TPS limbah B3. Sebelum limbah B3 ini sampai di TPS, unit-unit lain dalam perusahaan yang menghasilkan limbah B3 biasanya tidak mewadahi atau mengemas limbah B3 mereka dalam wadah yang layak, terkadang hanya dalam kantong plastik atau drum bekas. Setelah tiba di TPS barulah limbah B3 dikemas dalam wadah yang sesuai. Apabila terjadi keterbatasan wadah di TPS, pihak Environment Section meminta unit-unit tersebut mencari wadah yang layak untuk limbahnya tersebut sebelum dikirim ke TPS. Kemasan yang digunakan untuk limbah B3 seharusnya berada dalam kondisi baik, tidak rusak dan bebas karat dan bocor untuk mencegah terjadinya kontaminasi limbah B3 tersebut ke lingkungan. Mayoritas kondisi kemasan limbah B3 yang dimiliki oleh dalam keadaan layak dan tidak rusak. Kemasan pun terbuat dari bahan yang aman untuk limbah B3 yang dikemasnya. Akan tetapi masih ada beberapa drum yang sudah penyok dan berkarat (Gambar 5.5.) tapi masih digunakan untuk mewadahi limbah B3. Hal ini sebaiknya dihindari karena wadah yang penyok dan berkarat

150 beresiko untuk bocor dan dapat membuat limbah B3 mudah kontak dengan lingkungan luar. Gambar 5.5. Kondisi Drum yang Penyok dan Berkarat Sebelum dikemas dalam drum, limbah tidak dimasukkan ke dalam inert bag terlebih dahulu. Hal ini dilakukan karena dianggap limbah tidak akan mengalami kebocoran akibat kondisi drum yang anti bocor. Beberapa drum juga ada yang tidak menggunakan tutup dan tidak berpengunci, seperti drum yang digunakan untuk mewadahi lampu bekas, kaleng bekas cat, cartridge bekas, filter bekas, dan rockwool. Hanya drum yang digunakan untuk mengemas limbah spent adsorbent, molecular sieve, ceramic ball, dan spent catalyst yang menggunakan penutup dan berpengunci. Drum tidak memiliki tutup karena drum yang digunakan merupakan drum bekas wadah minyak atau bahan kimia yang memiliki tutup yang harus dibuka dengan cara dipotong dan tidak bisa dipasang lagi tutupnya (Gambar 5.6.). Drum ini seharusnya dibuatkan penutup supaya limbah B3 yang terdapat di dalamnya tidak mencemari lingkungan sekitar. Gambar 5.6. Drum Minyak Pertamina

151 Dalam mengemas kaleng bekas cat atau B3 lain, digunakan alat forklift untuk mengurangi volume kaleng bekas (Gambar 5.7.). Kaleng-kaleng bekas wadah B3 tersebut di-press hingga pipih dengan menggunakan forklift sehingga tidak memakan banyak ruangan saat diwadahi. Walaupun metode ini tidak mengurangi massa limbah, tapi pengurangan volume ini dapat memaksimalkan sistem penyimpanan dan pengangkutan limbah B3 (Gambar 5.9.). Sayangnya proses press masih menggunakan forklift bukan dengan alat khusus untuk mengepress kaleng (Gambar 5.10.). Proses press dengan forklift kurang baik karena membutuhkan waktu lama, hasilnya kurang bagus (bentuk pipih tidak sempurna) dan juga dapat membahayakan pekerja. Dapat dilihat pada Gambar 5.8., apabila pengendara forklift tidak hati-hati, maka pekerja yang sedang meletakkan kaleng di roda forklift dapat terlindas. Gambar 5.7. Limbah Kaleng Bekas yang Belum di-press Gambar 5.8. Limbah Kaleng Bekas yang Sedang di-press

152 Gambar 5.9. Limbah Kaleng Bekas yang Sudah di-press Gambar Alat Press Kaleng (Sumber: Anggi, 2010) Apabila ditinjau dari segi peraturan pengemasan limbah B3 (Kep 01/Bapedal/09/1995), hal ini seharusnya menyalahi aturan karena kemasan limbah B3 yang baik haruslah memiliki penutup. Akan tetapi dalam kasus ini menurut penulis, kondisi drum yang tanpa penutup ini tidak terlalu bermasalah asalkan limbah yang dikemasnya bukan limbah yang rawan tumpah dan apabila tercecer susah dikumpulkan lagi seperti sludge, molecular sieve, ceramic ball, spent adsorbent dan spent catalyst. Penggunaan drum tanpa penutup ini merupakan salah satu bentuk pemanfaatan drum bekas wadah B3 (reuse) sehingga akan mengurangi timbulan limbah B3 berupa drum bekas. Apalagi drum tersebut nantinya setelah digunakan untuk mengirim limbah B3 ke pihak pengolah tidak akan dikembalikan lagi ke Pertamina sehingga tidak bisa dipakai ulang utnuk mengemas limbah B

153 Limbah B3 di gudang TPS disimpan dalam kemasan sesuai dengan jenisnya masing-masing. Bahkan tidak terdapat limbah B3 padat yang berbeda jenis namun karakteristiknya sama yang disatukan dalam 1 wadah atau kemasan. Hal ini sudah sesuai dengan Kep 01/Bapedal/09/1995 yang mengatur supaya limbah-limbah B3 yang tidak saling cocok tidak disimpan bersama-sama dalam satu kemasan. Namun khusus untuk limbah cair, ada beberapa jenis yang dicampurkan dalam 1 wadah (kontainer IBC) dengan tetap memperhatikan perbedaan karakteristik dari limbah-limbah cair tersebut. Pada Tabel 5.8. dapat dilihat perbadndingan pengemasan limbah B3 menurut peraturan dan realisasinya di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Tabel 5.8. Matriks Perbandingan Pengemasan Limbah B3 Menurut Peraturan dan Realisasinya No Parameter Persyaratan Menurut Peraturan Terkait (*) 1 Kemasan Kondisi Bahan Keamanan Penutup Baik, tidak bocor, berkarat, dan rusak Cocok dengan karakteristik limbah B3 Mampu mengamankan limbah B3 Memiliki penutup yang kuat 2 Jenis kemasan Drum atau tong berukuran 50 liter, 100 liter, 200 liter Bak kontainer berpenutup dengan kapasitas 2 m 3, 4 m 3 atau 8 m 3 Realisasi di PT Pertamina RU-IV Cilacap Beberapa kurang baik, tidak bocor, agak rusak (penyok) dan beberapa berkarat Cocok dengan karakteristik limbah B3 Cukup aman Beberapa memiliki tutup dan beberapa masih ada yang tidak memiliki tutup Drum 200 liter, tong plastik 250 liter, kontainer plastik IBC 1000 liter (1 m 3 ), jumbo bag kapasitas 1000 kg. Keterangan Beberapa belum sesuai Sesuai Sesuai Beberapa belum sesuai Sesuai

154 No Parameter Persyaratan Menurut Peraturan Terkait (*) 3 Karakteristik Karakteristik sama dalam satu kemasan 4 Operasional Sebaiknya dimasukkan ke dalam plastik terlebih dahulu 5 Pertimbangan karakteristik Perhatikan sifat limbah B3 yang reaktif dan mudah meledak Realisasi di PT Pertamina RU-IV Cilacap Satu kemasan untuk satu karakteristik Tidak dimasukkan ke plastik terlebih dahulu Kemasan sudah disesuaikan dengan karakteristik limbah Keterangan Sesuai Sesuai (karena tidak diwajibkan) Sesuai 6 Pemeriksaan 1 minggu sekali 1 minggu sekali Sesuai 7 Pemakaian ulang kemasan Kemasan dipakai lagi untuk limbah yang sama atau berkarakter sama Bila tidak cocok harus dicuci terlebih dahulu 8 Operator Berizin dan telah mengikuti pelatihan K3 Kemasan hanya sekali pakai Mempunyai izin dan telah mengikuti pelatihan K3 Sesuai Sesuai Keterangan: (*) Keputusan Kepala BAPEDAL No. 01 tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B Evaluasi Pelabelan Limbah B3 Peraturan terkait simbol dan pelabelan limbah B3 yang saat ini berlaku adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah B3. Peraturan tersebut menggantikan peraturan sebelumnya yaitu Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: Kep-05/BAPEDAL/09/1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Hal baru yang diatur dalam Permen LH No. 14 tahun 2013 adalah mengenai penambahan simbol limbah B3 menjadi 9 jenis yang

155 tadinya hanya terdapat 8 jenis dalam Kep-05/BAPEDAL/09/1995. Simbol yang baru ditambahkan adalah simbol limbah B3 untuk limbah B3 berbahaya terhadap perairan dengan simbol seperti terlihat pada Gambar Gambar Simbol Limbah B3 Berbahaya Terhadap Lingkungan (Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013) Selain itu, terdapat perubahan nama karakteristik, dimana dalam PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 dan Kep-05/BAPEDAL/09/1995 terdapat jenis limbah B3 cairan mudah terbakar dan padatan mudah menyala. Pada Permen LH No. 14 tahun 2013 kedua limbah tersebut disebut sebagai limbah B3 cairan mudah menyala dan limbah B3 padatan mudah menyala. Pada simbol juga mengalami perubahan tulisan dari CAIRAN MUDAH TERBAKAR dan PADATAN MUDAH TERBAKAR menjadi CAIRAN MUDAH MENYALA dan PADATAN MUDAH MENYALA. Walaupun peraturan mengenai simbol limbah B3 ini sudah bertambah, namun belum terdapat perubahan dalam PP No. 18 tahun 1999 Jo. PP No. 85 tahun 1999 yang menyebutkan mengenai karakteristik limbah B3 di Indonesia. Pada PP tersebut belum terdapat mengenai karakteristik limbah B3 berbahaya terhadap perairan dan perubahan dari terbakar menjadi menyala sehingga perlu dilakukan perubahan secepatnya karena dalam Permen LH No. 14 tahun 2013 sudah berbeda nama karakteristik. Selain mengenai penambahan simbol untuk karakteristik baru limbah B3 dan perubahan nama, isi dari Permen LH No. 14 tahun 2013 tidak jauh berbeda dengan Kep-05/BAPEDAL/09/1995. Simbol limbah B3 yang digunakan harus berbentuk bujur sangkar diputar 45 membentuk belah ketupat. Simbol limbah B

156 ini harus ditempel pada kemasan limbah B3, kendaraan pengangkut limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3. Simbol limbah B3 yang dipasang pada kemasan minimal berukuran 10 cm x 10 cm dan harus sesuai dengan karakteristik dari limbah B3 yang terdapat dalam kemasan tersebut. Setiap simbol limbah B3 menandakan 1 karakteristik dari limbah B3. Untuk mempermudah pemasangan, simbol limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap terbuat dari kertas stiker yang dapat langsung ditempel ke kemasan. Sifat dari kertas siker ini tidak boleh berbahaya terhadap kemasan, tempat penyimpanan, alat angkut dan juga lingkungan. Bila limbah B3 tersebut memiliki lebih dari 1 karakteristik, maka wadah atau kemasan dilekati dengan simbol limbah B3 masing-masing karakteristik yang dominan. Bila mengacu pada ketentuan di atas, simbol yang digunakan PT Pertamina (Persero) RU-IV (Gambar 5.12.) sudah sesuai dari segi ukuran dan bahan. Gambar Simbol Limbah B3 pada Kemasan Selain simbol, pada kemasan limbah B3 juga harus ditempel dengan label limbah B3 berbentuk persegi panjang dengan ukuran 15 cm x 20 cm. Pada label ini berisi informasi tentang limbah yang dikemas meliputi nama, alamat dan nomor telepon perusahaan penghasil, nomor penghasil, tanggal pengemasan, jenis, kode, jumlah dan sifat limbah serta nomor urut pengemasan. Pengisian informasi di label dan juga penentuan jenis simbol didasarkan pada data limbah B3 yang ada pada logbook yang terdapat di gudang TPS limbah B3 (Gambar 5.14). Pengisian dan penempelan label dan simbol ini dilakukan oleh petugas TPS. Pada Gambar terlihat label yang dimiliki oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang ditempel pada kemasan limbah B3. Sama seperti dengan

157 simbol, bahan dari label ini juga merupakan stiker kertas yang dapat dengan mudah ditempel dan juga melekat erat pada dinding kemasan. Label sudah diisi dengan huruf cetak yang jelas terbaca dan tidak mudah terhapus. Gambar Label Limbah B3 pada Kemasan Gambar Pengisian Label Limbah B3 dengan Data Logbook Dalam penempelan simbol dan label limbah B3 juga terdapat peraturan yang harus ditaati. Label dilekatkan di sebelah atas simbol limbah B3 pada wadah atau kemasan dan harus terlihat jelas tanpa saling menutupi seperti yang sudah dilakukan oleh (Gambar 5.15.). Setiap petugas yang melakukan kegiatan penempelan ini harus mengerti tentang peraturan tersebut supaya tidak terdapat kesalahan penempelan seperti pada Gambar Gambar Pemasangan Simbol dan Label Limbah B3 pada Kemasan

158 Gambar Pemasangan Simbol dan Label Limbah B3 yang Salah pada Kemasan Selain label untuk kemasan limbah yang berisi limbah B3, juga terdapat label khusus untuk menandai kemasan limbah B3 yang kosong. Bentuk dasarnya sama dengan bentuk dasar simbol limbah B3 dengan ukuran 10 cm x 10 cm dan terdapat tulisan KOSONG di tengah. juga menggunakan label tersebut untuk menandai kemasan limbah B3-nya yang kosong seperti terlihat pada Gambar Akan tetapi, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap masih belum menggunakan label yang terakhir, yaitu label untuk penunjuk tutup wadah atau kemasan limbah B3. Gambar Pemasangan Label pada Kemasan Limbah B3 Kosong Selain dipasang pada kemasan limbah B3, simbol limbah B3 juga dipasang pada tempat penyimpanan (gudang TPS) limbah B3 dan juga kendaraan pengangkut limbah B3 seperti terlihat pada Gambar dan Gambar

159 Sesuai dengan data limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap, terdapat 4 jenis karakteristik limbah B3, yaitu beracun, padatan mudah terbakar, cairan mudah terbakar dan korosif. Keempat simbol limbah B3 itu digambar pada pintu depan gudang TPS limbah B3 yang menandakan bahwa dalam gudang tersimpan 4 jenis limbah B3 tersebut. Selain itu juga terdapat simbol limbah campuran yang menandakan dalam gudang tersebut tersimpan limbah B3 yang berada dalam kondisi tercampur, yaitu limbah cair dalam kontainer IBC seperti yang sudah dibahas sebelumnya pada subbab pengemasan limbah B3. Pada kendaraan pengangkut limbah B3 juga perlu dipasang simbol limbah B3 dengan ukuran 25 cm x 25 cm seperti pada gudang TPS limbah B3. Simbol tersebut perlu dipasang untuk memberi informasi bahwa dalam kendaraan tersebut terdapat limbah B3 dengan karakteristik tertentu. Informasi mengenai karakteristik limbah B3 ini berguna dalam penanganan limbah B3 tersebut baik saat diangkut maupun bila terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan. Proses pengangkutan internal dalam area kilang menggunakan kendaraan seperti vacuum truck dan pick-up yang tidak menempelkan simbol limbah B3. Kemudian dalam proses pengangkutan eksternal limbah B3-nya, PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap bekerja sama dengan pihak ketiga atau transporter. Pada mobil transporter tersebut sudah terdapat simbol limbah B3 yang dipasang di depan dan samping truk, akan tetapi ukurannya sangat kecil dan tidak sebanding dengaan ukuran boks pengangkut. Simbol yang kecil tersebut pastinya tidak akan terlihat jelas dari jarak 20 m seperti yang diatur dalam Permen LH No. 14 tahun Pada Tabel 5.9. dapat dilihat matriks perbandingan pelabelan limbah B3 menurut peraturan dan realisasinya di. Gambar Simbol Limbah B3 Dipasang di Gudang TPS Limbah B

160 Gambar Simbol Limbah B3 Dipasang di Kendaraan Pengangkut Limbah B3 (Sumber: Environment Section ) Tabel 5.9. Matriks Perbandingan Pelabelan Limbah B3 Menurut Peraturan dan Realisasinya No. Parameter Persyaratan Menurut Peraturan Terkait (*) 1 Simbol pada kemasan 2 Simbol pada gudang TPS 3 Simbol pada kendaraan pengangkut Bentuk dasar bujur sangkar diputar 45 Ukuran 10 cm x 10 cm Bahan tahan goresan dan melekat kuat pada kemasan Penyimbolan sesuai karakteristik Bentuk dasar bujur sangkar diputar 45 Ukuran 25 cm x 25 cm Karakteristik sesuai dengan limbah tersimpan Bentuk dasar bujur sangkar diputar 45 Ukuran 25 cm x 25 cm Terlihat jelas pada jarak 20 m Realisasi di PT Pertamina RU-IV Cilacap Bentuk bujur sangkar diputar 45 Ukuran 10 cm x 10 cm Bahan dari stiker kertas dengan perekat kuat Penyimbolan sesuai dengan karakteristik limbah di dalamnya Bentuk dasar bujur sangkar diputar 45 Ukuran 25 cm x 25 cm Karakteristik sesuai dengan limbah tersimpan Bentuk dasar bujur sangkar diputar 45 Ukuran 25 cm x 25 cm Terlalu kecil untuk terlihat dari jarak 20m Keterangan Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Tidak sesuai

161 No. Parameter Persyaratan Menurut Peraturan Terkait (*) 4 Label Pada kemasan berisi limbah B3 Terdapat label berisi informasi penting terkait limbah Label terletak di atas simbol limbah B3 Realisasi di PT Pertamina RU-IV Cilacap Berisi nama, alamat dan nomor telepon perusahaan penghasil, nomor penghasil, tanggal pengemasan, jenis, kode, jumlah dan sifat limbah serta nomor urut pengemasan Terletak di atas simbol limbah B3 Keterangan Sesuai Sesuai Pada kemasan kosong Terdapat label bertuliskan KOSONG Terdapat label bertuliskan KOSONG Sesuai Penunjuk tutup wadah/ kemasan Keterangan: Terdapat label bertanda panah Tidak terdapat label bertanda panah (*) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Tidak sesuai Evaluasi Penyimpanan Limbah B3 TPS yang digunakan untuk menyimpan limbah B3 terdiri dari gudang dan sludge pond. Kedua tempat tersebut sudah mendapat izin dari Bupati Cilacap melalui Keputusan Bupati Cilacap No /133/30/Tahun 2011 untuk menyimpan limbah B3 fasa padat dan fasa cair. Dalam izin tersebut boleh menggunakan gudang limbah B3 untuk menyimpan spent catalyst, limbah laboratorium, aki bekas, bahan kimia kadaluarsa, spent adsorbent, material terkontaminasi minyak, isolasi, lampu bekas, tabung/kaleng/botol eks kemasan B3, limbah kantor yang termasuk B3, sulphur, debu katalis, oil sludge, pyrite, produk off spec dan limbah cair. Sedangkan limbah yang boleh disimpan di sludge pond adalah oil sludge, pelumas bekas dan bilasan cucian drum bekas. Menurut

162 PP PP No. 18 tahun 1999, limbah dapat disimpan selama maksimal 90 hari, akan tetapi menurut izin dari Bupati Cilacap (Keputusan Bupati Cilacap No /133/30/Tahun 2011) apabila limbah yang dihasilkan kurang dari 50 kilogram per hari, maka limbah dapat disimpan lebih dari 90 hari. Gudang TPS limbah B3 (Gambar 5.21.) berada dalam area kilang dengan jarak dari gerbang depan sekitar 1 km (Gambar 5.20.). Lokasi gudang TPS limbah B3 yang diusahakan dekat dengan akses keluar masuk area kilang ini bertujuan untuk memudahkan transporter saat mengambil limbah B3 untuk diangkut ke pengolah ketiga. Sedangkan letak sludge pond berada agak jauh di dalam area kilang dengan lokasi dekat tanah kosong yang luas. Hal ini bertujuan untuk memudahkan apabila akan dilakukan pengolahan sludge dengan metode SOR yang memakai banyak alat dengan ukuran cukup besar. Gambar Posisi Gudang TPS Limbah B3 (Sumber: Google Earth) Gambar Gudang TPS Limbah B

163 Gudang TPS limbah B3 ini berukuran 25 m x 30 m dan hanya terdapat 1 TPS limbah B3 untuk area kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV yang memiliki luas 526,71 hektar. Tentunya TPS ini kurang luas untuk menampung limbah B3 dari area seluas itu dengan proses produksi yang tentunya berlangsung setiap hari. Untuk mengatasi sempitnya gudang TPS limbah B3, maka bagian Environment Section harus secara rutin dan terjadwal mengirimkan limbah B3 ke pihak ketiga supaya limbah tidak menumpuk dan memenuhi gudang. Pada pintu gudang TPS limbah B3 terdapat nama TPS Limbah B3 (Gambar 5.22.), titik koordinat dan simbol karakteristik dari limbah B3 yang disimpan di dalamnya. Titik koordinat berfungsi sebagai petunjuk lokasi TPS tersebut dan juga untuk memudahkan KLH dan BLH dalam melakukan pengecekan terhadap TPS. Lokasi TPS perlu dicek agar perusahaan tidak sembarangan dalam membuat TPS dan meletakkan limbah B3-nya. Selain itu di depan gudang TPS juga terdapat beberapa papan petunjuk (Gambar 5.23.). Papan petunjuk itu dibuat oleh Environment Section untuk menertibkan penggunaan TPS limbah B3 agar orang-orang tidak asal menggunakan TPS tersebut. Tidak boleh menitipkan barang yang bukan merupakan limbah B3 dan semua limbah B3 yang masuk TPS harus diketahui oleh bagian Environment Section dengan membuat berita acara penyerahan limbah B3. Gambar Pintu Gerbang Gudang TPS Limbah B

164 Gambar Papan Petunjuk di Depan Gudang TPS Limbah B3 Gambar Tanggul dan Ventilasi Gudang TPS Limbah B3 Lay out gudang TPS limbah milik dapat dilihat pada Gambar Gudang TPS limbah B3 tersebut terdiri dari 3 bagian dengan dibatasi oleh tanggul atau tembok pemisah seperti yang terlihat di Gambar (lingkaran merah). Tiap bagian terdiri dari limbah B3 dengan karakteristik yang berbeda atau tidak saling cocok. Untuk mempermudah identifikasi, di tiap baris tumpukan limbah B3 terdapat papan nama yang bertuliskan nama dari limbah B3 tersebut (Gambar 5.25.). Pada gudang juga terdapat ventilasi yang cukup Gambar (lingkaran kuning) yang terdapat di sepanjang sisi gudang. Ventilasi ini berguna untuk mencegah akumulasi gas dalam ruang penyimpanan. Pada ventilasi juga diberi kasa untuk mencegah masuknya binatang ke dalam gudang

165 Gambar Papan Petunjuk Nama Limbah B3 Gambar Atap TPS Limbah B3 TPS ini memiliki atap tanpa plafon yang berada dalam kondisi baik atau tidak bocor sehingga terlindung dari air hujan. Pada atap juga terdapat fiber sehingga cahaya matahari bisa masuk dari luar untuk memberikan pencahayaan alami. Untuk pencahayaan buatan, gudang TPS juga dilengkapi dengan lampu sebanyak 15 buah (Gambar lingkaran hijau) yang letaknya lebih dari 1 meter di atas batas teratas penumpukan kemasan. Akses masuk gudang melalui 2 buah pintu yang terdapat di bagian depan gudang. Pintu dari plat besi tersebut dapat dibuka dengan 2 cara, yaitu digeser untuk mempermudah forklift masuk atau dibuka sehingga petugas bisa masuk melalui pintu yang kecil. Selain itu pintu kecil tersebut juga berfungsi sebagai pintu darurat atau pintu evakuasi (Gambar 5.27.)

166 Gambar Pintu TPS Limbah B3 Lantai gudang terbuat dari beton dengan kondisi kedap air, tidak bergelombang dan tidak retak. Lantai tersebut dibuat miring ke arah saluran penampung yang terdapat di tiap bagian (Gambar 5.28.). Saluran tersebut berupa bak penampung yang tidak dialirkan kemana-mana. Apabila ada ceceran maka ceceran tersebut ditampung di sana dan akan disedot dengan pompa vacuum yang kemudian akan diletakkan ke dalam sludge pond. Kemiringan lantai pada bagian luar gudang diatur menjauhi bangunan untuk menghindari aliran hujan masuk ke dalam gudang. Gambar Lantai dan Saluran di TPS Limbah B3 Kelengkapan lain yang terdapat pada gudang TPS limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap adalah kotak P3K, alat pemadam api ringan (APAR), alat komunikasi berupa telepon, tangga, timbangan, shower dan petunjuk tanggap darurat. Kotak P3K terletak di meja petugas yang berada dekat pintu gudang sehingga mudah untuk diakses (Gambar 5.29.). APAR pun terdapat di dekat

167 pintu gudang dan berada dalam posisi yang mudah diakses. Akan tetapi lokasi APAR tersebut rawan untuk tersenggol karena letaknya di dekat pintu tanpa pengaman. Apalagi pintu tersebut merupakan akses keluar-masuk forklift sehingga bisa saja forklift secara tidak sengaja menyenggol dan melindas APAR. Sebaiknya dibuatkan tempat khusus untuk APAR supaya aman tapi tetap mudah diakses. Gambar Kotak P3K dan APAR di TPS Limbah B3 Pada meja petugas juga terdapat telepon dan logbook (Gambar 5.30.). Telepon berada dalam kondisi baik dan dapat digunakan untuk menghubungi berbagai unit dalam area kilang. Logbook seperti yang sudah pernah dijelaskan berfungsi untuk menginventarisasi limbah B3 yang masuk dan keluar dari TPS. Pengisian dilakukan oleh petugas TPS. Logbook ini juga berguna untuk dijadikan sumber data dalam mengisi label limbah B3 yang akan ditempel pada tiap kemasan. Pada gudang TPS ini tidak terdapat gudang untuk menyimpan alat-alat. Penyimpanan alat-alat seperti tangga, sekop, lemari penyimpanan dan timbangan memanfaatkan pojok gudang yang berada dekat pintu. Timbangan yang berada di TPS digunakan untuk mengetahui berat dari limbah B3. Timbangan ini sebenarnya kurang ideal karena ukurannya kecil serta jumlahnya hanya satu dan digunakan untuk mengukur limbah yang jumlahnya sangat banyak dan besar ukurannya

168 Gambar Alat Komunikasi, Tangga dan Timbangan di TPS Limbah B3 Gambar Shower dan Eyewash pada TPS Limbah B3 Pada bagian luar depan gudang terdapat 2 shower dan eyewash (Gambar 5.31.) yang letaknya di dekat pintu kiri dan kanan gudang. Shower dan eyewash ini berguna apabila ada orang yang secara tidak sengaja terkena limbah B3 yang berbahaya bagi tubuh. Orang yang terpapar limbah berbahaya tersebut dapat segera mencuci anggota tubuhnya. Pada bagian dalam gudang terdapat poster prosedur tanggap darurat di gudang limbah B3 (Gambar 5.32.). Pada poster tersebut terdapat berbagai petunjuk bila terjadi tumpahan, kebocoran kemasan atau kebakaran dalam gudang. Di situ juga terdapat berbagai nomor pertolongan darurat yang bisa dihubungi dan rute evakuasi bagi mereka yang berada dalam gudang TPS limbah B3 ketika sedang terjadi keadaan darurat. Rute tersebut akan mengarahkan kita pada assembly point atau muster area (tempat berkumpul)

169 Gambar Prosedur Tanggap Darurat di TPS Limbah B3 Dilihat dari peralatan yang ada pada gudang, TPS limbah B3 yang dimiliki oleh sudah memenuhi ketentuan dari Keputusan Kepala Bapedal No. 01 tahun 1995 walaupun ada beberapa kelengkapan yang kurang. Hal pertama yang paling penting adalah luas dari gudang tersebut. Sebaiknya gudang TPS limbah B3 diperluas agar sebanding dengan luas area dan banyaknya proses produksi yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap. Selanjutnya adalah pemenuhan kelengkapan lain seperti penangkal petir, gudang peralatan yang layak, pintu darurat dan alarm. Penangkal petir cukup dibutuhkan apalagi di dalam gudang tersebut terdapat jenis limbah yang mudah menyala/terbakar. Pintu darurat dan alarm dibutuhkan dalam keadaan darurat, walaupun terdapat pintu darurat yang menyatu dengan pintu utama gudang, sebaiknya dibuat pintu lain dengan letak berbeda untuk memaksimalkan fungsinya. Selain itu juga terdapat syarat khusus untuk bangunan penyimpanan limbah B3 yang terdapat jenis limbah mudah menyala/terbakar. Apabila bangunan TPS berdampingan dengan gudang lain harus dibuat tembok pemisah api. Kebetulan TPS limbah B3 ini bersebelahan dengan gudang penyimpanan bahan kimia namun tidak terdapat tembok tahan api di antara keduanya. Selain itu bahan-bahan untuk membangun gedung juga harus diperhatikan agar tidak memperparah apabila terjadi kebakaran. Sistem pendeteksi dan pemadam kebakaran yang layak pun harus tersedia agar saat terjadi kebakaran dapat diatasi dengan cepat dan tepat

170 Pada tata cara penyimpanan limbah B3 di Keputusan Kepala Bapedal No. 01 tahun 1995, penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok yang terdiri atas 2 x 2 kemasan (1 palet). Dalam melakukan penyimpanan kemasan limbah B3-nya, sudah menerapkannya di ketiga bagian gudang limbah B3. Akan tetapi peletakan kemasan tersebut didempetkan sehingga membentuk suatu baris. Hal ini tentunya akan mempersulit pemeriksaan menyeluruh terhadap kemasan yang berada di tengah. Alasan dibuat baris adalah untuk menghemat tempat penyimpanan dikarenakan kondisi TPS yang kurang luas. Lebar gang antar blok sudah memenuhi syarat yaitu minimal 60 cm (Gambar 5.33.), tapi jarak 60 cm hanya diberikan di bagian kiri dan kanan palet. Seharusnya diberikan pula jarak 60 cm di bagian depan dan belakang palet. Seperti yang sudah disebutkan, kondisi seperti ini akan mempersulit petugas limbah B3 untuk lewat dan mengecek kemasan dan kondisi limbah B3 secara menyeluruh. Dengan peletakan secara sistem baris ini, akan terdapat bagian yang sulit untuk diperiksa, yaitu bagian tengah. Pada bagian depan barisan kemasan sudah terdapat ruang yang cukup luas bagi forklift untuk secara leluasa keluar-masuk dan mengangkut serta mengatur kemasan limbah B3. Limbah B3 diatur dalam bagian-bagian dan blok-blok yang memisahkan antara limbah yang karakteristiknya tidak cocok. Limbah B3 cair berada di bagian III dan penyimpanannya disatukan dengan limbah B3 padat. Hal ini tidak masalah karena kedua limbah tersebut kebetulan memiliki karakteristik yang sama. 60 cm Gambar Sistem Blok Penyimpanan Limbah B3 di TPS

171 Dalam peletakan kemasan, dilakukan penumpukan dengan maksimal tumpukan 3 lapis untuk drum sehingga tidak diperlukan rak penyimpanan. Pada setiap lapis digunakan palet yang mengalasi setiap kemasan. Setiap palet yang terbuat dari kayu ini dapat mengalasi 4 drum. Untuk kontainer IBC dan jumbo bag, dilakukan penumpukan sebanyak 2 lapis dengan dilengkapi pemasangan palet untuk jumbo bag. Pada kontainer IBC tidak diperlukan palet karena pada kontainer tersebut sudah terdapat rangka besi yang kokoh (Gambar 5.34.). Jarak tumpukan kemasan teratas dengan atap sudah lebih dari 1 meter, akan tetapi jarak kemasan terluar dengan dinding masih kurang dari 1 meter. Gambar Penyimpanan Kemasan Limbah B3 Tempat penyimpanan sementara limbah B3 yang dimiliki oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV lainnya adalah sludge pond (Gambar 5.35.). Pada sludge pond, sludge yang merupakan ceceran dari berbagai sumber dikumpulkan. Selain itu air bekas cucian drum minyak juga dimasukkan kesini. Di sludge pond dilakukan pemanasan (steam) untuk memisahkan antara padatan dengan minyak yang terdapat pada sludge sehingga minyak bisa dikembalikan ke dalam tangki untuk diproses ulang. Gambar Sludge Pond (Sumber: Nina, 2010)

172 Lantai fondasi sludge pond terbuat dari beton sehingga kedap air. Sludge pond ini juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti kotak P3K, alat pemadam api, simbol limbah B3, penerangan berupa lampu, logbook, petunjuk tanggap darurat dan petunjuk jalur evakuasi (Gambar 5.36.). Simbol limbah B3 yang terdapat di sludge pond merupakan karakteristik dari limbah sludge, yaitu beracun dan mudah terbakar. Gambar Kelengkapan di Sludge Pond (Sumber: Environment Section ) Selain itu juga terdapat sumur pantau di sekitar sludge pond yang berjumlah 5 buah (Gambar 5.37.). Perletakan sumur tersebut dipertimbangkan sesuai dengan arah aliran air tanah. Sumur pantau dibuat sebagai alat parameter terhadap dampak yang ditimbulkan dari limbah sludge tersebut terhadap lingkungan sekitarnya. Gambar Denah Sumur Pantau di Sludge Pond (Sumber: Environment Section )

173 Akan tetapi dalam penggunaannya, sludge pond ini mengalami kontroversi. Izin yang didapat dari Bupati Cilacap untuk sludge pond ini adalah hanya sebagai tempat penyimpanan, bukan tempat pengolahan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya di sludge pond ini terdapat proses steam untuk memisahkan minyak dengan padatan. Pemanasan dengan steam ini sudah tergolong dalam pengolahan limbah B3 sehingga terjadi pelanggaran dengan izin tempat penyimpanan limbah B3 yang dimiliki oleh. Pada Tabel ditampilkan matriks perbandingan penyimpanan limbah B3 menurut peraturan dan realisasinya di. Tabel Matriks Perbandingan Penyimpanan Limbah B3 Menurut Peraturan dan Realisasinya No. Parameter Persyaratan Menurut Peraturan Terkait (*) 1 Penyimpanan kemasan 2 Bangunan penyimpanan Sistem blok dengan setiap blok terdiri dari 2x2 kemasan Lebar gang antar blok min. 60 cm dan cukup untuk kendaraan pengangkut lewat Tumpukan drum maks 3 lapis dengan dialasi palet tiap lapis Jarak kemasan ke dinding dan atap min. 1 m. Pemisahan penyimpanan antara limbah yang tidak saling cocok Rancang bangun dan luas sesuai dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 Realisasi di PT Pertamina RU-IV Cilacap Menggunakan sistem blok dengan setiap blok 2x2 kemasan Lebar gang antar blok 60 cm hanya bagian kiri kanan tidak semua sisi, forklift dapat lewat dengan leluasa di jalurnya Tumpukan drum 3 lapis dengan dialasi palet tiap lapis Jarak kemasan ke atap lebih dari 1 m dan ke dinding kurang dari 1 m Pemisahan penyimpanan antara limbah yang tidak saling cocok Luas gudang TPS sebenarnya kurang untuk menampung limbah Keterangan Sesuai Sesuai Sesuai Kurang sesuai Sesuai Kurang sesuai

174 No. Parameter Persyaratan Menurut Peraturan Terkait (*) Terlindung dari air hujan Ventilasi memadai dan berkasa Memiliki sistem penerangan memadai Sistem penangkal petir Diberi simbol di bagian luar Lantai kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak serta landai ke bak penampung Terdapat bak penampungan ceceran di tiap bagian penyimpanan Terdapat tanggul pemisah antar bagian penyimpanan Terdapat APAR, pagar pengaman, pembangkit listrik cadangan,fasilitas P3K, alat komunikasi, gudang perlengkapan, pintu darurat, alarm Realisasi di PT Pertamina RU-IV Cilacap Terlindung dari air hujan Terdapat banyak jendela ventilasi yang berkasa Saat siang hari cahaya matahari dapat masuk dan tidak butuh lampu. Pada malam hari terdapat lampu sejumlah 15 buah dalam gudang Tidak ada penangkal petir Memiliki gambar simbol di pintu depan Lantai kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak serta landai ke bak penampung Terdapat 3 buah bak penampung ceceran untuk 3 bagian penyimpanan Terdapat tanggul pemisah antar bagian penyimpanan Hanya terdapat APAR, fasilitas P3K, alat komunikasi dan sudut penyimpanan alat Keterangan Sesuai Sesuai Sesuai Tidak sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Kurang Sesuai

175 No. Parameter Persyaratan Menurut Peraturan Terkait (*) 3 Syarat khusus (bangunan penyimpan limbah B3 mudah terbakar) Terdapat tembok pemisah tahan api jika bersebelahan dengan bangunan lain Pintu darurat dibuat tidak pada tembok tahan api Memakai tiang beton bertulang yang tidak ditembusi kabel listrik Atap tidak dari bahan mudah menyala Penerangan explotion proof Terdapat sistem pendeteksi kebakaran dan persediaan air dan hidran pemadam api 4 Syarat lain Daerah bebas banjir Jarak minimum dengan fasilitas umum 50 m 5 Lama penyimpanan Maksimal 90 hari (bila limbah >50 kg per hari) atau 180 hari (bila limbah <50 kg per hari) Realisasi di PT Pertamina RU-IV Cilacap Tidak terdapat tembok pemisah tahan api dengan gudang bahan kimia di sebelahnya Tidak terdapat pintu darurat Tidak terdapat tiang beton bertulang Atap terbuat dari bahan yang tidak mudah menyala Penerangan explotion proof Hanya terdapat APAR Daerah bebas banjir Jarak dengan fasilitas umum lebih dari 50 m Limbah selalu dikirim ke pihak ketiga sebelum 90 hari Keterangan Tidak sesuai Tidak sesuai Tidak sesuai Sesuai Sesuai Kurang sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Keterangan: (*) Keputusan Kepala BAPEDAL No. 01 tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B

176 Evaluasi Pengangkutan Limbah B3 Pengangkutan limbah B3 di terdiri dari pengangkutan internal dan eksternal. Pengangkutan internal dilakukan oleh unit-unit yang menghasilkan limbah B3 untuk dibawa ke TPS limbah B3. Pengangkutan eksternal dilakukan oleh pihak ketiga yang bekerja sama dengan untuk membawa limbah B3 dari TPS ke pengolah limbah B3. Tiap unit memiliki daftar identifikasi limbah B3 yang dibuat oleh Environment Section sebagai acuan untuk mengidentifikasi jenis, jumlah dan sumber limbah B3 yang dihasilkannya. Apabila unit tersebut akan menyimpan limbah B3-nya di TPS, maka unit tersebut harus menghubungi Environment Section dan juga bagian Warehouse agar mengirimkan pick-up atau truk untuk mengangkut limbah ke TPS. Sebelum limbah diterima, terdapat dokumen berita acara penyerahan limbah B3 yang harus diisi oleh unit penghasil dan Environment Section. Lembar berita acara berisi waktu penyerahan limbah B3, kemasan yang digunakan, jenis, jumlah dan sumber limbah B3 serta rencana tindak lanjut. Pada lembar tersebut juga terdapat 3 pihak yang harus tanda tangan, yaitu pihak Yang Menerima yaitu Environment Section, pihak Yang Menyerahkan yaitu Section Head unit penghasil limbah B3 dan pihak Yang Melaksanakan yaitu staf unit penghasil limbah B3 yang membawa limbah tersebut. Limbah B3 yang diterima akan disimpan di TPS gudang limbah B3 dan diatur penempatannya menggunakan forklift. Forklift yang tersedia di gudang TPS limbah B3 hanya berjumlah 1 buah sehingga memakan waktu lama untuk menempatkan dan mengatur limbah B3. Kendaraan lain yang digunakan untuk pengangkutan internal adalah vacuum truck. Vacuum truck ini digunakan untuk mengumpulkan dan mengangkut ceceran minyak dan sludge yang terdapat di seluruh area kilang untuk dibawa ke sludge pond. Pada Gambar ditunjukkan alat angkut internal yang digunakan untuk mengangkut limbah B

177 (a) Pick-up (b) Forklift (c) Truk (d) Vacuum Truck Gambar Alat Angkut Internal yang Digunakan PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap (Sumber: Environment Section ) Pengangkutan selanjutnya adalah pengangkutan eksternal yang pelaksanaannya tidak dilakukan langsung oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap melainkan bekerja sama dengan pihak lain. Pengangkutan eksternal ini bertujuan untuk membawa limbah B3 dari TPS ke pihak pengolah atau pemanfaat limbah B3. Truk transporter akan datang ke area kilang PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap menuju ke gudang TPS untuk memuat limbah-limbah B3 dari TPS. Sebelum dan sesudah truk memuat limbah, akan dilakukan penimbangan untuk mengetahui total berat limbah B3 yang diangkut. Limbah B3 dari gudang akan dinaikkan ke truk transporter dengan menggunakan forklift (Gambar 5.39.). Karena jumlah forklift hanya 1, maka dibutuhkan waktu lama untuk memuat limbah dari gudang ke truk tersebut. Pada truk transporter terdapat simbol limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang diangkutnya (Gambar 5.40.). Sesuai dengan kontrak saat ini, bekerja sama dengan PT Pasadena Metric Indonesia, PT Wastec Internasional dan PT Holcim Indonesia dalam mengolah limbahnya. Untuk membawa limbahnya ke 3 lokasi tersebut, menggunakan jasa

178 transporter yang memiliki ijin untuk mengangkut limbah B3. Izin pengangkutan diberikan oleh Departemen Perhubungan setelah mendapat rekomendasi dari Kementerian Lingkungan Hidup. Persyaratan pengajuan perizinan pengangkutan limbah B3 adalah: Pemohon merupakan badan usaha Pemohon mengajukan permohonan dengan mengisi formulir sesuai Permen LH No. 18 tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3 Dokumen administratif yang harus dilengkapi dalam pengajuan perizinan pengangkutan limbah B3 sesuai dengan persyaratan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan adalah sebagai berikut: Surat keterangan tentang jenis dan jumlah barang yang diangkut Rekomendasi pengangkutan B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup Keterangan tentang tempat pemuatan, pemberhentian, pembongkaran dan lintasan yang dilalui Daftar, foto, STNK, dan buku uji kendaraan yang digunakan untuk mengangkut Waktu dan jadwal pengangkutan Izin usaha angkutan bagi kendaraan umum Prosedur penanggulangan keadaan darurat yang diterapkan oleh perusahaan. Gambar Pengangkutan Limbah B3 dengan Transporter

179 Gambar Truk Transporter dengan Simbol Limbah B3 Penunjukan transporter ini tergantung dari kesepakatan yang dimiliki oleh dengan pihak pengolah, apakah pihak pengolah atau pihak Pertamina yang mencari dan menyediakan transporter-nya. PT Pasadena Metric Indonesia dan PT Wastec Internasional sebenarnya memiliki kendaraan pengangkut sendiri yang juga berizin, akan tetapi apabila kendaraan tersebut tidak tersedia karena sedang dipakai perusahaan lain untuk mengangkut limbah, maka akan dicari transporter berijin lain untuk mengangkut. Transporter yang saat ini bekerja sama dengan adalah PT Pasadena Metric Indonesia, PT Duta Selaras Semesta, PT Wastec Internasional, PT Guna Purnama, dan PT Gema Putra Buana. Pengangkutan limbah B3 melalui jalur darat dengan truk yang jenisnya disesuaikan dengan karakteristik, jenis dan jumlah limbah B3 yang diangkut. Pada truk pengangkut harus dilengkapi dengan simbol limbah B3 sesuai karakteristik limbah yang diangkutnya. Pada kegiatan pengangkutan ini wajib dilengkapi dengan dokumen limbah B3 (Hazardous Waste Manifest). Dokumen ini berisi informasi mengenai penghasil limbah B3, informasi lengkap mengenai limbah B3 yang diangkut, instruksi penanganan limbah B3, tanggal dan tujuan pengangkutan, informasi mengenai pihak pengangkut limbah B3, dan informasi mengenai peusahaan pengolah/pengumpul/pemanfaat limbah B3. Dokumen ini harus diisi lengkap saat melakukan kegiatan pengangkutan dan dibawa dari tempat asal pengangkutan hingga ke tempat tujuan akhir

180 Dokumen ini terdiri dari 7 rangkap (bila pengangkutan hanya 1 kali) atau 11 rangkap (bila pengangkutan lebih dari 1 kali atau antarmoda). Sebagai penghasil limbah B3, lembar yang dimiliki oleh adalah lembar ke-2, ke-3 dan ke-7. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar yang merupakan mata rantai perjalanan dokumen limbah B3 yang dilakukan oleh. Gambar Mata Rantai Perjalanan Limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dan Manifestasinya Evaluasi Pengolahan Limbah B3 Izin yang dimiliki oleh hanyalah izin menyimpan limbah B3, belum sampai ke izin pengolahan. Sebelumnya PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap pernah melakukan pengolahan limbah B3 dengan insinerator yang berada di dalam area kilang. Insinerator tersebut dahulunya pernah digunakan untuk membakar limbah-limbah B3 akan tetapi sudah sejak lama penggunaannya dihentikan karena tidak memperpanjang izin dan dirasa bahwa pengolahan dengan alat tersebut kurang efektif hasilnya

181 Di dalam area kilang RU-IV terdapat IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang dibangun untuk mengolah limbah cair dari unit SWS (Sour Water Stripper) dan unit desalter FOC I dan FOC II. Limbah cair yang dapat diolah di IPAL ini hanyalah limbah cair dengan kondisi ph yang cenderung netral (±7) untuk menjaga agar bakteri di tangki aerator tetap dapat bekerja optimum. Karena hal tersebut, masih ada beberapa limbah cair dari FOC I dan laboratorium yang akhirnya disimpan di TPS limbah B3 untuk diserahkan pengolahannya ke pihak ketiga. Limbah cair ini sifatnya sangat basa sehingga tidak dapat diolah di IPAL yang dimiliki oleh. Sebelum waktu penyimpanan limbah B3 mencapai 90 hari, limbah B3 tersebut harus diolah dengan bantuan pihak ketiga yang memiliki izin pengolahan limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia. Pemilihan pihak ketiga untuk mengolah limbah dilakukan dengan cara lelang tender untuk mendapatkan kontrak pengolahan limbah B3. Untuk tahun ini PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap memiliki kontrak dengan PT Pasadena Metric dan PT Wastec Internasional. Kegiatan yang dilakukan adalah: a. PT Wastec International Dalam mengolah limbah B3, PT Wastec Internasional telah mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 60 tahun 2010 tentang Izin Pengoperasian Alat Pengolahan (Insinerator) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun PT Wastec Internasional. Alat pengolahan yang boleh dioperasikan adalah pressure jet incinerator, rotary incinerator dan liquid incinerator. Untuk jenis limbah B3 yang boleh diolah di insinerator tersebut adalah limbah dengan fasa padat dan cair. b. PT Pasadena Metric Indonesia Izin pengelolaan limbah B3 PT Pasadena Metric Indonesia diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 63 tahun 2011 tentang Izin Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun PT Pasadena Metric Indonesia. Perusahaan ini dapat menyimpan, mengumpulkan dan mengolah limbah B3 yang

182 berupa spent catalyst, sludge mengandung logam non besi dan logam yang terkontaminasi dengan limbah B3. Selain itu pada tahun 2013 menandatangani nota kesepakatan (MoU) dengan PT Holcim Indonesia Tbk untuk mengolah limbah B3 yang dihasilkannya. Kerja sama ini terlihat menguntungkan kedua belah pihak akan tetapi PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap tetap harus membayar untuk jasa pengolahan limbahnya di Holcim walaupun Holcim untung karena mendapat bahan baku dan bahan bakar untuk proses produksinya. Limbah yang diterima oleh PT Holcim Indonesia Tbk adalah material terkontaminasi (majun, filter, serbuk gergaji, sarung tangan, cellusorb), ceramic ball, mineral wool, molecular sieve, spent clay, asphalt, tanah terkontaminasi, slack wax, spent adsorbent dan sludge. Limbah B3 tersebut akan diolah dengan metode bernama co-processing di Holcim. Dalam metode ini limbah B3 dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan semen dan bahan bakar. Dalam limbah B3 yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV tentunya banyak terkandung minyak yang memiliki nilai kalor tinggi sehingga bisa dijadikan bahan bakar. Limbah B3 yang dapat dijadikan bahan bakar adalah material-material dengan kandungan kalori sama atau lebih besar dari kkal/kg. Limbah B3 yang dapat digunakan adalah oil sludge dan berbagai material terkontaminasi minyak. Limbah B3 yang dimanfaatkan sebagai bahan baku di PT Holcim Indonesia Tbk adalah sludge IPAL dan lumpur HB yang akan dicampur dengan bottom ass (bahan utama) untuk membuat semen (Gambar 5.42.). Perbandingan campuran sludge dengan bottom ass adalah 1:10. Kedua bahan tersebut dicampur, ditambahkan clay lalu dimasukkan ke dalam raw mill untuk digiling. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam free granding untuk diproses lebih lanjut hingga menyerupai tepung. Selain sludge IPAL dan lumpur HB, limbah B3 yang dapat digunakan sebagai bahan baku adalah berbagai jenis spent adsorbent, slack wax dan asphalt bekas

183 Gambar Pengolahan Limbah B3 oleh PT Holcim Indonesia Tbk (Sumber: Environment Section ) Pada Tabel ditampilkan mengenai perlakuan pengolahan limbah B3 oleh pihak ketiga yang dihasilkan selama periode 1 tahun (Juli 2013-Juni 2014). Tabel Jenis Limbah dan Pengolahannya Selama Periode Juli Juni 2014 No. Jenis Limbah B3 Pengolahan 1 Chloride Adsorbent (spent adsorbent) Disimpan di TPS, diangkut dan diolah PT Pasadena Metric Indonesia 2 Kemasan (botol/kaleng) bekas B3 Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan PT Guna Purnama dan diolah PT Wastec International dan PT Guna Purnama 3 Material terkontaminasi (majun, filter, serbuk gergaji, sarung tangan, cellusorb, dll) 4 Ceramic Ball (Spent adsorbent) 5 Mineral wool/rockwool (isolasi) 6 Molecular sieve (spent adsorbent) 7 Spent clay (spent adsorbent) Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan PT Guna Purnama dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) dan PT Guna Purnama Disimpan di TPS, diangkut PT Pasadena Metric Indonesia dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) Disimpan di TPS, diangkut PT Pasadena Metric Indonesia dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) Disimpan di TPS, diangkut PT Pasadena Metric Indonesia dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) 8 Used accu/battery Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan diolah PT Wastec International

184 No. Jenis Limbah B3 Pengolahan 9 Sulphur Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan diolah PT Wastec International 10 Used lamp (limbah Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta kantor B3) 11 Used cartridge and toner 12 Tanah terkontaminasi (material terkontaminasi) 13 Asphalt kotor (produk off. spec) 14 Slack wax (produk off. dan diolah PT Wastec International Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan PT Guna Purnama dan diolah PT Wastec International dan PT Guna Purnama Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) spec) 15 Limbah cair Disimpan di TPS, diangkut PT Gema Putra Buana dan diolah PT Wastec International 16 Pyrite Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan diolah PT Wastec International 17 Spent activated carbon (spent adsorbent) 18 Activated alumina (spent adsorbent) Disimpan di TPS, diangkut PT Duta Selaras Semesta dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) Disimpan di TPS, diangkut PT Pasadena Metric Indonesia dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) 19 Debu catalyst (spent catalyst) Disimpan di TPS, diangkut dan diolah PT Pasadena Metric Indonesia 20 Sludge Disimpan di TPS, diangkut PT Pasadena Metric Indonesia, PT Duta Selaras Semesta dan PT Sukses Jagratara dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) 21 Adsorbent PSA (Spent adsorbent) 22 Karat terkontaminasi (material terkontaminasi) Disimpan di TPS, diangkut PT Pasadena Metric Indonesia dan diolah PT Holcim Indonesia Tbk. (Cilacap Plant) Disimpan di TPS 23 Oli bekas Disimpan di TPS, diangkut PT Guna Purnama dan PT Wastec Internasional dan diolah PT Guna Purnama dan PT Wastec Internasional 24 Zeolite - 25 Spent catalyst - 26 Rocksalt - (Sumber: Neraca Limbah B3 Periode Juli 2013-Juni 2014)

185 Untuk tahun ini rencananya akan melakukan pengolahan sludge yang terdiri dari oil sludge dan lumpur HB (lumpur yang berasal dari Holding Basin) dengan metode SOR (Sludge Oil Recovery) apabila izin telah didapatkan dari KLH. SOR adalah suatu proses pemisahan sludge yang menghasilkan minyak, air dan padatan (cake) dengan metode biologis, kimia atau fisika atau kombinasi dari metode-metode tersebut. Oil sludge diproses menjadi recovered oil dan dikembalikan ke tangki crude oil atau tangki slop untuk dijadikan feed ke unit proses. Air akan diolah di IPAL dan cake dikelola lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku. Cake ini masih memiliki nilai ekonomis karena nilai kalornya masih tinggi karena masih terdapat kandungan minyak di dalamnya sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar. Cake dapat dikirim ke PT Holcim Indonesia Tbk untuk diolah dengan metode co-processing sebagai bahan campuran pembuatan semen atau bahan bakar. Alat-alat yang digunakan dalam proses SOR antara lain decanter/centrifuge, heater, mixer, recovered oil tank, boiler, thickener, pompa, generator, compressor dan strainer (Gambar 5.43.). Fungsi decanter adalah untuk memisahkan cake (padatan) dengan liquid (air dan minyak). Untuk selanjutnya minyak dan air akan dipisahkan melalui unit thickener. Minyak yang didapatkan disini bisa dimasukkan kembali ke dalam proses awal pengolahan minyak untuk menambah bahan baku. Gambar Flowchart Sludge Oil Recovery (Sumber: Direktorat Pengolahan PT Pertamina (Persero), 2010)

186 Kelebihan dari proses pengolahan sludge dengan SOR adalah: Meminimalisir personil yang masuk ke dalam tangki untuk pembersihan tangki sehingga meminimalisir kecelakaan kerja Sebagian besar minyak dalam sludge dapat di-recovery (usaha waste minimization) Durasi cukup cepat karena dilakukan secara mekanis sehingga meningkatkan waktu operasional tangki Masih ada nilai tambah dari recovered oil Biaya yang dibutuhkan untuk tank cleaning lebih rendah Pada proses SOR, akan bekerja sama dengan PT Melati Technofo Indonesia dan PT Patra Badak Arun Solution (PT PBAS) yang akan menyediakan alat-alat yang diperlukan dalam proses pengolahan sludge. Kerjasama dengan 2 perusahaan tersebut didapat dengan cara tender. Proses pengolahan dengan SOR ini dapat segera dilakukan setelah PT Pertamina (Persero) memperoleh izin pengolahan limbah B3 dengan SOR dari KLH. Sebelum melakukan SOR, dibutuhkan uji analisis mendalam mengenai kandungan minyak yang terdapat di oil sludge. Apabila kandungan minyak sedikit, tentulah biaya yang dikeluarkan untuk SOR akan sia-sia dan lebih baik membayar biaya pengolahan oil sludge kepada PT Holcim Tbk untuk diolah dengan metode co-processing Evaluasi Pemanfaatan Limbah B3 Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan perolehan kembali (recovery), dan/atau penggunaan kembali (reuse), dan/atau daur ulang (recycle). Sebenarnya tidak memiliki izin pemanfataan limbah B3, akan tetapi ada beberapa kegiatan yang dilakukan untuk memanfaatkan limbah B3 yang dihasilkannya. Kegiatan pemanfaatan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV mayoritas dilakukan pada drum bekas kemasan B3 seperti minyak, katalis dan bahan-bahan kimia lain. Drum bekas ini dimanfaatkan (reuse dan recycle) sebagai wadah limbah B3, tong

187 sampah dan rotary kiln seperti ditunjukkan pada Gambar 5.44., Gambar dan Gambar Sebelum dimanfaatkan drum-drum bekas tersebut dicuci terlebih dahulu. Pencucian drum dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh kontaminan yang sebelumnya berada pada drum tersebut. Air bekas cucian drum ini dimasukkan ke dalam sludge pond sehingga kandungan minyak yang masih terdapat dalam air cucian tersebut dapat diambil kembali. Drum yang karakteristik bahan kimia sebelumnya tidak membahayakan dapat langsung digunakan sedangkan drum yang mengandung kontaminan berbahaya akan dicuci terlebih dahulu. Sifat bahan kimia yang sebelumnya berada dalam drum harus sangat diperhatikan apakah akan membahayakan apabila bereaksi dengan limbah B3 atau tidak. Kegiatan reuse lain yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap adalah: - Penggunaan kembali ceramic ball yang bentuknya masih bagus. Ceramic ball yang sudah dipakai dalam kolom atau reaktor sebagai support catalyst akan dikeluarkan dan dipilah. Ceramic ball tersebut diayak supaya ceramic ball yang bentuknya masih bagus dimasukkan dan digunakan lagi ke dalam kolom atau reaktor. Jumlah limbah B3 ceramic ball yang dicatat dalam neraca limbah B3 adalah jumlah yang sudah dikurangi dengan jumlah ceramic ball yang dimasukkan kembali ke proses. - Mengambil minyak yang terkandung dalam oil sludge untuk dikembalikan ke dalam proses produksi minyak. Proses pemisahan minyak dengan padatan dan air dilakukan di sludge pond dengan metode steam. Gambar Drum Bekas Katalis Digunakan sebagai Wadah Limbah B

188 Usaha recycle yang dilakukan adalah penggunaan drum-drum besar bekas wadah B3 sebagai tong sampah yang diletakkan di area kilang Pertamina RU-IV (Gambar 5.47.). Drum yang digunakan merupakan drum bekas wadah bahan kimia, minyak, pelumas, slack wax, atau katalis. Selain itu, drum bekas juga dapat digunakan sebagai rotary kiln, yaitu alat untuk membuat pupuk. Alat tersebut berupa kaleng silinder yang diputar secara manual untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk. Gambar Tong Sampah dari Drum Bekas (Sumber: Environment Section ) Gambar Alat Rotary Kiln dari Drum Bekas (Sumber: Environment Section ) Gambar Pemanfaatan Drum Bekas sebagai Tong Sampah (Sumber: Environment Section )

189 Dalam pembuatan tong sampah, drum dipotong mendatar menjadi 2 supaya didapatkan 2 tong sampah. Drum yang sudah terbagi 2 kemudian dilubangi bagian samping kiri dan kanannya untuk membuat pegangan. Setelah itu drum dicat dengan 2 warna berbeda untuk membedakan antara wadah limbah B3 dan limbah non-b3. Tong sampah untuk limbah B3 berwarna biru dan tong sampah untuk limbah bon-b3 berwarna kuning. Selain itu drum bekas juga dimanfaatkan sebagai rotary kiln. Drum yang sudah dibersihkan akan dilas bagian atas dan bawahnya untuk memasang kaki penyangga dan alat pemutar. Setelah itu dibuatlah lubang persegi di badan drum dan dipasangi tutup. Drum kemudian dicat dan diberi logo Pertamina (Gambar 5.48.). Gambar Pemanfaatan Drum Bekas sebagai Rotary Kiln (Sumber: Environment Section ) tidak memanfaatkan limbah B3-nya yang lain selain drum bekas wadah B3, ceramic ball dan oil sludge. Sebenarnya pemanfaatan minyak yang masih terdapat dalam oil sludge tidak boleh dilakukan karena tidak memiliki ijin pemanfaatan limbah B3 dari KLH. Ijin yang dimiliki di sludge pond hanyalah ijin menyimpan limbah B

190 Kegiatan pengolahan dan pemanfaatan limbah B3-nya yang lain diserahkan kepada pihak ketiga, yaitu PT Holcim Indonesia Tbk. Seperti sudah dijelaskan di sub-bab sebelumnya, PT Holcim Indonesia Tbk akan memakai metode coprocessing untuk memanfaatkan beberapa limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap sebagai bahan tambahan pembuatan semen dan juga bahan bakar. Dengan metode ini, limbah B3 akan dicampur dengan bahan baku pembuatan semen lainnya sebagai bahan baku atau dibakar sebagai bahan bakar dengan tanur suhu tinggi sehingga hampir tidak menimbulkan residu Perbandingan Pengelolaan Limbah B3 di PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap dengan Jamnagar Refinery India Pengelolaan limbah B3 di dengan di Jamnagar Refinery India sebenarnya tidak jauh berbeda. Kedua perusahaan ini sama-sama menerapkan prinsip minimasi limbah dengan menerapkan good housekeeping. Setelah limbah terbentuk juga dilakukan pengemasan dan pewadahan yang dipisahkan sesuai jenis dan karakteristik limbahnya kemudian disimpan di tempat penyimpanan tertentu yang lokasinya harus aman dan tidak membahayakan lingkungan. Transportasi juga dilakukan untuk membawa limbah B3 dari tempat penyimpanan ke tempat pengolahan selanjutnya. Hal yang paling membedakan adalah dari segi pengolahan limbah B3. Di tidak terdapat fasilitas insinerator seperti di Jamnagar Refinery. Untuk mengolah limbahnya, PT Pertamina (Persero) RU- IV Cilacap harus membayar pihak ke-3 yang akan mengolah limbah B3 dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan diinsinerasi. Selain itu di India terdapat pembagian tanggung jawab antara pihak produsen katalis dengan perusahaan pengguna katalis. Perusahaan produsen katalis di India memiliki metode khusus untuk mengolah limbah katalis supaya dapat diregenerasi. Jamnagar Refinery dapat mengembalikan limbah katalis bekas yang telah digunakannya kepada produsen katalis untuk diregenerasi. Di Indonesia, tanggung jawab pengolahan limbah katalis diserahkan kepada perusahaan yang memakai, dalam hal ini

191 Selain itu, dapat juga dilakukan perjanjian dengan produsen cartridge di Indonesia untuk mengambil kembali cartridge bekasnya. Hal ini sesuai dengan rekomendasi pengelolaan limbah cartridge bekas oleh E&P Forum yang menganjurkan supaya cartridge bekas dikembalikan ke produsennya. PT Pertamina juga dapat melakukan pengolahan tanah terkontaminasi seperti yang dilakukan oleh Jamnagar Refinery, yaitu dengan melakukan pengomposan biologis. Tanah yang terkontaminasi dapat diolah dengan teknik pengomposan yang menggunakan mikrobiologi khusus sehingga tanah dapat digunakan kembali dan tidak berbahaya bagi lingkungan. Di Jamnagar Refinery ada beberapa limbah B3 yang dijual ke pihak lain untuk dimanfaatkan kembali. Dari limbah B3-nya ini, pihak perusahaan dapat memperoleh keuntungan uang dengan menjualnya. Lain halnya dengan di PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang harus membayar untuk pengelolaan limbah B3-nya ke pihak lain yang memiliki ijin khusus untuk mengelola limbah B3. Hal ini terjadi karena pihak ke-3 ini hanya melakukan tugas memusnahkan limbah B3. Lain halnya dengan di India dimana limbah B3 dijual oleh Jamnagar Refinery ke pihak lain untuk dimanfaatkan. Oleh karena itulah dibutuhkan penelitian mengenai alternatif pemanfaatan limbah B3. Terdapat pengecualian pada pengelolaan limbah B3 di PT Holcim Indonesia Tbk. yang menggunakan metode co-processing. Pada kondisi ini, pihak PT Holcim juga membutuhkan limbah B3 tersebut untuk dimanfaatkan tapi yang harus membayar. Karena itulah dibutuhkan perumusan ulang MoU supaya saling menguntungkan kedua belah pihak

192 BAB VI PENUTUP 6.1. Simpulan Berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan serta melakukan analisis dan pembahasan mengenai kondisi eksisting pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh, dapat diambil simpulan bahwa: 1. Berdasarkan neraca limbah B3 periode Juli Juni 2014 terdapat 26 jenis limbah dengan jumlah limbah B3 yang dihasilkan sebesar 1065,487 Ton. Karakteristik limbah yang dihasilkan yaitu BERACUN, MUDAH TERBAKAR dan KOROSIF. 2. Kinerja pengelolaan limbah B3 berdasarkan neraca limbah untuk periode Juli 2013-Juni 2014 adalah 100%, artinya telah mengelola semua limbah B3 yang dihasilkannya dengan baik. 3. Kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap meliputi reduksi, pengemasan dan pewadahan, pelabelan, penyimpanan, pengangkutan, pengolahan dan pemanfaatan. Kegiatan pengolahan dan pemanfaatan limbah B3 dilakukan dengan bantuan dari pihak ketiga berijin yaitu PT Pasadena Metric Indonesia, PT Wastec Internasional dan PT Holcim Indonesia Tbk. Evaluasi terhadap kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan oleh dapat dilihat pada poin-poin berikut: Reduksi: sudah melakukan inventarisasi jumlah limbah dan good housekeeping. Pengemasan dan pewadahan: sudah menggunakan berbagai kemasan yang sesuai dengan peraturan (drum, kontainer IBC, tong plastik dan jumbo bag), masih ada kemasan yang berkarat dan penyok serta tidak

193 menggunakan inert bag dan tutup drum, masih terdapat kesalahan dalam menempatkan jarak antar palet drum limbah B3. Pelabelan: sudah menggunakan label yang sesuai dengan peraturan pada kemasan, tempat penyimpanan dan kendaraan angkut namun belum memakai simbol baru dari Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 14 tahun 2013, tidak memakai label penunjuk tutup wadah/kemasan. Penyimpanan: memiliki ijin tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 berupa gudang dan sludge pond, kondisi gudang sudah sesuai peraturan namun kurang luas untuk menampung limbah B3 yang dihasilkan dan kurang memiliki beberapa fasilitas yang dibutuhkan di TPS limbah B3, yaitu penangkal petir, pagar pengaman, pembangkit listrik cadangan, gudang perlengkapan, pintu darurat dan alarm. Pengangkutan: melakukan pengangkutan internal dan eksternal dan memiliki kelengkapan dokumen pengangkutan seperti berita acara penyerahan limbah B3 dan dokumen limbah B3 (Hazardous Waste Manifest) lembar ke-2, ke-3 dan ke-7. Pengolahan: Pengolahan dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT Pasadena Metric Indonesia, PT Wastec Internasional dan PT Holcim Indonesia Tbk. Pada PT Holcim Indonesia Tbk, limbah diolah dengan metode co-processing yang ramah lingkungan. Tahun ini rencananya sludge akan diolah dengan metode Sludge Oil Recovery dengan bekerja sama dengan pihak ketiga. Pemanfaatan: pemanfaatan yang dilakukan sendiri adalah reuse dan recycle, yaitu menggunakan drum bekas sebagai wadah limbah B3, tong sampah dan rotary kiln serta menggunakan kembali ceramic ball yang masih layak pakai dan mengambil kandungan minyak dari oil sludge untuk dimasukkan ke proses awal. Pemanfaatan limbah B3 PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap yang dilakukan oleh PT Holcim Indonesia Tbk adalah penggunaan limbah B3 tersebut sebagai bahan

194 bakar dan campuran bahan baku pembuatan semen (metode coprocessing) Saran Beberapa saran yang dapat disampaikan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan limbah B3 oleh PT Pertamina (Persero) RU-IV ke depannya adalah: 1. Membeli alat khusus untuk press kaleng (limbah B3) supaya hasil lebih bagus dan rapi serta mengurangi risiko kecelakaan kerja karena selama ini proses press kaleng menggunakan forklift yang hasilnya kurang bagus dan dapat membahayakan pekerja. 2. Mengganti drum yang sudah berkarat dan penyok dengan drum yang kondisinya masih bagus dan memiliki tutup serta menggunakan label penunjuk tutup wadah/kemasan pada wadah limbah B3. 3. Memperbesar luas area gudang TPS limbah B3 supaya memiliki kapasitas lebih banyak dalam menampung limbah B3 yang menurut trend grafik setiap tahun jumlahnya akan selalu meningkat. 4. Membuat pintu darurat, ruang peralatan, alarm kebakaran, penangkal petir serta pengaturan ulang letak APAR di gudang TPS limbah B3. 5. Menambah jumlah forklift untuk menata limbah B3 di gudang TPS dan juga untuk mengangkut limbah B3 ke truk transporter agar mengefektifkan dan mengefisienkan waktu. 6. Menambah jumlah pekerja karena hanya terdapat 2 pekerja pada gudang TPS limbah B3 sehingga produktivitas kerja kurang maksimal. 7. Selalu rajin menanyakan keluarnya izin dari KLH untuk pemanfaatan limbah B3 dan pengolahan sludge dengan SOR. 8. Efektifkan perjanjian kerjasama antara PT Pertamina (Persero) RU-IV Cilacap dengan pihak ke-3 pengolah limbah B3 yaitu PT Holcim Indonesia Tbk, PT Pasadena Metric Indonesia, PT Wastec Internasional dan pihak ke-3 transporter

195 DAFTAR PUSTAKA Alshammari, Jadea S. Solid Waste Management in Petroleum Refineries. American Journal of Environmental Sciences. 4(4): , 2008 American Petroleum Institute API Environmental Guidance Document: Onshore Solid Waste Management in Explorations and Productions. Washington D.C.: American Petroleum Institute Damanhuri, Enri Diktat Kuliah TL-3204 Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Edisi Semester II Bandung : Program Studi Teknik Lingkungan ITB Exploration & Production Forum Exploration & Production (E&P) Waste Management Guidelines. London : E&P Forum Reliance Jamnagar Infrastructure Limited Environmental Impact Assessment for Petroleum & Petrochemical Complex in Special Economic Zone, Jamnagar. Consolidated ElA document with Clarifications & Additional Information Provided to the MoEF, New Delhi Kementerian Lingkungan Hidup, Kumpulan Peraturan Perundang- Undangan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta : MEN-LH Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-01/BAPEDAL/09/1995 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-02/BAPEDAL/09/1995 Tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Keputusan Kepala Bapedal No. KEP-03/BAPEDAL/09/1995 Tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2013 Tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

196 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 juncto 85 tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Sigman, Hillary Taxing Hazardous Waste: The U.S. Experience. Rutgers University US. Environmental Protection Agency, Best Management Practices: Handbook for Hazardous Waste Containers. Washington D.C. : USEPA environmentalchemistry.com (diakses tanggal 7 Juli 2014) (diakses tanggal 14 Juli 2014) (diakses tanggal 14 Juli 2014)

197 LAMPIRAN

198

199

200

201

202

203

204

205

206

207

208

209

210

BAB III DESKRIPSI INSTANSI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV. penjelasan fase-fase yang telah dilalui oleh PT.Pertamina (Persero) :

BAB III DESKRIPSI INSTANSI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV. penjelasan fase-fase yang telah dilalui oleh PT.Pertamina (Persero) : BAB III DESKRIPSI INSTANSI PT. PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV A. Sejarah PT. Pertamina (Persero) PT.Pertamina (Persero) telah melewati beberapa fase perubahan, berikut ini adalah penjelasan fase-fase

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT.PERTAMINA pada tahun 1961

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT.PERTAMINA pada tahun 1961 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan PT. PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimililiki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal

Lebih terperinci

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35

LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 LAMPIRAN PT. PERTAMINA (PERSERO) A. Sejarah Singkat PT. Pertamina (Persero) 35 PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden

LATAR BELAKANG. Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan. pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden LATAR BELAKANG Kilang PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan pada bulan Oktober 1994 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1995. Sumber bahan baku yang diolah di PT. PERTAMINA

Lebih terperinci

Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto( ) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper

Teknologi Minyak dan Gas Bumi. Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto( ) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper Teknologi Minyak dan Gas Bumi Di susun oleh : Nama : Rostati Sumarto(1500020074) Wulan Kelas : A Judul : Sour water stripper Proses Sour Water Stripping di Pabrik Minyak di Indonesia Balongan Cilacap Kilang

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V. dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak

BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V. dari minyak dan gas. Namun saat itu, pengelolaan ladang-ladang minyak BAB III PROFIL PT PERTAMINA ( PERSERO ) MARKETING OPERATION REGION V A. Sejarah PT Pertamina ( Persero ) Sejarah PT Pertamina ( Persero ) dibagi menjadi beberapa sesi sebagai berikut: 1. Tahun 1957 Masa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. surat keputusan Gubernur Militer Sumatra Tengah pada tanggal 9 November 1948

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. surat keputusan Gubernur Militer Sumatra Tengah pada tanggal 9 November 1948 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Indragiri hulu Berdasarkan Undang-undang nomor 10 tahun 1948 dibentuk Kabupaten Indragiri hulu yang termasuk didalam provinsi Sumatra Tengah dan Diralisi dengan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. berganti nama menjadi PN PERMINA dan setelah merger dengan PN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PT. PERTAMINA Persero

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PT. PERTAMINA Persero BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Objek Studi 1.1.1 Profil PT. PERTAMINA Persero PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company) yang berdiri sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan Profil Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan Profil Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Perusahaan 1.1.1 Profil Perusahaan PT Pertamina (Persero) adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri

Lebih terperinci

PROFIL PERUSAHAAN. 2) Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

PROFIL PERUSAHAAN. 2) Memberikan kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. PROFIL PERUSAHAAN PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan nama PT PERMINA. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Refinery Unit PT Pertamina (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Refinery Unit PT Pertamina (Persero) BAB I PENDAHULUAN 1.1Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sejarah UmumPerusahaan Pertaminaadalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Republik Indonesia ( state-owned oil company) yang

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL LAPORAN KERJA PRAKTEK STUDI PEMBUATAN FASILITAS TOWER KALIBRATOR UNTUK REKALIBRASI PERALATAN AUTOMATIC TANK GAUGES (ATG) SERVO DI PT

HALAMAN JUDUL LAPORAN KERJA PRAKTEK STUDI PEMBUATAN FASILITAS TOWER KALIBRATOR UNTUK REKALIBRASI PERALATAN AUTOMATIC TANK GAUGES (ATG) SERVO DI PT HALAMAN JUDUL LAPORAN KERJA PRAKTEK STUDI PEMBUATAN FASILITAS TOWER KALIBRATOR UNTUK REKALIBRASI PERALATAN AUTOMATIC TANK GAUGES (ATG) SERVO DI PT. PERTAMINA (PERSERO) RU-IV CILACAP (Periode 01 Maret 30

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI BBM DARI MINYAK BUMI DAN KILANG-KILANG BBM PERTAMINA. Refining Technology DIREKTORAT PENGOLAHAN PERTAMINA Januari 2015

PROSES PRODUKSI BBM DARI MINYAK BUMI DAN KILANG-KILANG BBM PERTAMINA. Refining Technology DIREKTORAT PENGOLAHAN PERTAMINA Januari 2015 PROSES PRODUKSI BBM DARI MINYAK BUMI DAN KILANG-KILANG BBM Refining Technology DIREKTORAT PENGOLAHAN Januari 2015 AGENDA PRESENTASI 1. Minyak Bumi yang diolah di Kilang 2. Proses-Proses di Kilang 3. Kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Nama Perusahaan PT Pertamina (Persero) Gambar 1.1 Logo PT Pertamina (Persero) 1.1.2 Lokasi Perusahaan Jl. Medan Merdeka Timur 1A, Jakarta 10110

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK PT. PERTAMINA (PERSERO) UNIT PENGOLAHAN VI BALONGAN - INDRAMAYU Julianto 021 060 021 PRODI D3 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Profil Perusahaan Sebagai sebuah perusahaan milik negara yang bergerak di bidang usaha minyak dan gas bumi beserta kegiatan usaha terkait lainnya

Lebih terperinci

BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU)

BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU) BAB III VACUUM DISTILLATION UNIT (VDU) I. Pendahuluan Pada awalnya kilang hanya terdiri dari suatu Crude Distillation Unit (CDU) yang beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen

Lebih terperinci

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA

OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA OPTIMASI NILAI GAS ALAM INDONESIA Prof. Indra Bastian, MBA, Ph.D, CA, CMA, Mediator PSE-UGM Yogyakarta,25 Agustus 2014 PRODUK GAS 1. Gas alam kondensat 2. Sulfur 3. Etana 4. Gas alam cair (NGL): propana,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT WORKSHOP. 2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero) PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO)

BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT WORKSHOP. 2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero) PERTAMINA berubah status hukumnya menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) BAB II GAMBARAN UMUM TEMPAT WORKSHOP 2.1 Gambaran Umum PT. Pertamina (Persero) PERTAMINA adalah Badan Usaha Milik Negara minyak dan perusahaan gas (National Oil Company), yang didirikan pada tanggal 10

Lebih terperinci

Pengolahan Minyak Bumi

Pengolahan Minyak Bumi Primary Process Oleh: Syaiful R. K.(2011430080) Achmad Affandi (2011430096) Allief Damar GE (2011430100) Ari Fitriyadi (2011430101) Arthur Setiawan F Pengolahan Minyak Bumi Minyak Bumi Minyak bumi adalah

Lebih terperinci

REFINERY LOCATION OPERATION AREAS HISTORY PROCESS FLOW DIAGRAM PROCESS UNIT & SUPPORTING FACILITIES PRODUCTS MAN POWER DEVELOPMENT

REFINERY LOCATION OPERATION AREAS HISTORY PROCESS FLOW DIAGRAM PROCESS UNIT & SUPPORTING FACILITIES PRODUCTS MAN POWER DEVELOPMENT MUSI REFINERY OVERVIEW REFINERY LOCATION OPERATION AREAS HISTORY AGENDA ORGANISATION STRUCTURE PROCESS FLOW DIAGRAM PROCESS UNIT & SUPPORTING FACILITIES PRODUCTS MAN POWER DEVELOPMENT REFINERY LOCATION

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sistem dan teknologi di Indonesia sudah mengalami. kemajuan yang pesat. Di era informasi dan globalisasi menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sistem dan teknologi di Indonesia sudah mengalami. kemajuan yang pesat. Di era informasi dan globalisasi menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan sistem dan teknologi di Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat. Di era informasi dan globalisasi menyebabkan lingkungan bisnis mengalami perubahan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI PT. PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI PT. PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU TUGAS AKHIR EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI PT. PERTAMINA EP REGION JAWA FIELD CEPU Fitri Apriliyanti R0010042 PROGRAM DIPLOMA 3 HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) dari tahun per tahun

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) dari tahun per tahun BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah PT. PERTAMINA (PERSERO) dari tahun per tahun Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia minyak bumi memiliki peran yang penting dan strategis. Peran penting ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade terakhir manusia mulai berpikir untuk memperoleh sumber energi baru sebagai pengganti sumber energi yang banyak dikenal dan digunakan,

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK BUTADIENASULFON DARI 1,3 BUTADIENA DAN SULFUR DIOKSIDA KAPASITAS TON PER TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK BUTADIENASULFON DARI 1,3 BUTADIENA DAN SULFUR DIOKSIDA KAPASITAS TON PER TAHUN LAPORAN TUGAS PRARANCANGAN PABRIK PRARANCANGAN PABRIK BUTADIENASULFON DARI 1,3 BUTADIENA DAN SULFUR DIOKSIDA KAPASITAS 20.000 TON PER TAHUN Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP; Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut merupakan kebutuhan yang esensial bagi keberlangsungan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Sumber daya alam tersebut merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa

BAB V PEMBAHASAN. Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa BAB V PEMBAHASAN A. Identifikasi Limbah B3 Hasil observasi identifikasi mengenai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan di PT Saptaindra Sejati site ADMO bahwa limbah B3 yang terdapat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN Nomor 11 Tahun 2014 WALIKOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUSAHAAN ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR MINYAK DAN GAS BUMI

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR MINYAK DAN GAS BUMI PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aspek kunci ketahanan negara, kemampuan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aspek kunci ketahanan negara, kemampuan untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi adalah isu global yang terus menjadi topik perbincangan publik sebagai salah satu aspek kunci ketahanan negara, kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Minyak bumi terutama terdiri dari campuran senyawa-senyawa hidrokarbon yang sangat kompleks, yaitu senyawa-senyawa organik yang mengandung unsurunsur karbon dan hidrogen. Di samping

Lebih terperinci

Laporan Tugas akhir Departemen Operasi P-IV PT Pupuk Sriwidjaja Palembang HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Tugas akhir Departemen Operasi P-IV PT Pupuk Sriwidjaja Palembang HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PENGESAHAN Laporan Tugas akhir di 01 Februari 2017 31 Maret 3017 Judul : Efisiensi Panas dan Konversi CO pada High Temperature Shift Converter (104-D) dan Low Temperature Shift Converter (104-D)

Lebih terperinci

Kondisi Pasokan dan Permintaan BBM di Indonesia dan Upaya Pertamina Dalam Pemenuhan Kebutuhan BBM Nasional

Kondisi Pasokan dan Permintaan BBM di Indonesia dan Upaya Pertamina Dalam Pemenuhan Kebutuhan BBM Nasional PT PERTAMINA (PERSERO) Direktorat Pengolahan Kondisi Pasokan dan Permintaan BBM di Indonesia dan Upaya Pertamina Dalam Pemenuhan Kebutuhan BBM Nasional Rachmad Hardadi Direktur Pengolahan 23 Januari 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. Pertamina (Persero) adalah perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang menangani kebutuhan bahan bakar dan gas bumi di Indonesia. PT. Pertamina (Persero) saat

Lebih terperinci

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah salah satu produsen semen terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen

Lebih terperinci

Jenis pengujian atau. Spesifikasi, metode pengujian, yang diuji. sifat-sifat yang diukur

Jenis pengujian atau. Spesifikasi, metode pengujian, yang diuji. sifat-sifat yang diukur AMANDEMEN LAMPIRAN SERTIFIKAT AKREDITASI LABORATORIUM NO. LP-116-IDN Nama Laboratorium : Laboratorium Kilang PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan IV, Cilacap Masa berlaku: Penandatangan sertifikat/laporan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bidang minyak dan gas yang terletak di Jl. Medan Merdeka Timur 1A,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. bidang minyak dan gas yang terletak di Jl. Medan Merdeka Timur 1A, 45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Pertamina (Persero) yang bergerak di bidang minyak dan gas yang terletak di Jl. Medan Merdeka Timur 1A,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. pada tanggal 23 November 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 2.1 Profil Perusahaan BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PERTAMINA adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957

Lebih terperinci

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN

BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN BAB II PROSES BISNIS PERUSAHAAN 2.1 Proses Bisnis Utama Dalam proses bisnis utamanya, Pertamina merupakan keseluruhan rantai kegiatan utama perusahaan yang terdiri dari beberapa proses bisnis yang bersifat

Lebih terperinci

PRARENCANA PABRIK PRARENCANA PABRIK DIMETHYL ETHER (DME) DARI GAS ALAM DENGAN PROSES SINTESA LANGSUNG KAPASITAS TON/TAHUN

PRARENCANA PABRIK PRARENCANA PABRIK DIMETHYL ETHER (DME) DARI GAS ALAM DENGAN PROSES SINTESA LANGSUNG KAPASITAS TON/TAHUN PRARENCANA PABRIK PRARENCANA PABRIK DIMETHYL ETHER (DME) DARI GAS ALAM DENGAN PROSES SINTESA LANGSUNG KAPASITAS 7.200 TON/TAHUN Diajukan oleh: Cicilia Setyabudi NRP: 5203011014 Stefani Tanda NRP: 5203011022

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 151 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 151 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 151 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) PT. P E R T A M I N A ( PERSERO ) UNIT PENGOLAH IV TERMINAL BAHAN BAKAR MINYAK

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki

BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Sejarah Pertamina Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki Pemerintah Indonesia (National Oil Company), yang berdiri sejak tanggal 10 Desember

Lebih terperinci

REFINERY UNIT IV. commit to user R KERJA. Surakarta 2013

REFINERY UNIT IV. commit to user R KERJA. Surakarta 2013 LAPORAN MAGANG IMPLEMENTASI HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA SERTA LINGKUNGANN DI PT PERTAMINA (PERSERO) REFINERY UNIT IV CILACAP JAWA TENGAH Eritmetika Mega Pradani R.0010040 PROGRAM DIPLOMA 3 HIPERKES

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI PT. SKF INDONESIA, CAKUNG JAKARTA TIMUR

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI PT. SKF INDONESIA, CAKUNG JAKARTA TIMUR PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) DI PT. SKF INDONESIA, CAKUNG JAKARTA TIMUR LAPORAN TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Ahli Madya Diah Ayu Kusuma R0013038 PROGRAM

Lebih terperinci

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG)

Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) Special Submission: PENGHEMATAN ENERGI MELALUI PEMANFAATAN GAS BUANG DENGAN TEKNOLOGI WASTE HEAT RECOVERY POWER GENERATION (WHRPG) PT. SEMEN PADANG 2013 0 KATEGORI: Gedung Industri Special Submission NAMA

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TUGAS AKHIR PRARANCANGAN PABRIK FURFURAL DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT KAPASITAS 20.000 TON/TAHUN Oleh : Yosephin Bening Graita ( I 0509043 ) JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

Disampaikan Pada Kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B September 2016

Disampaikan Pada Kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B September 2016 PENYAMPAIAN RANCANGAN PERATURAN MENLHK TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENYIMPANAN LIMBAH B3; DAN PENGEMASAN LIMBAH B3 DALAM RANGKA REVISI KEPUTUSAN KEPALA BAPEDAL NOMOR 01/BAPEDAL/09/1995 DAN PERATURAN

Lebih terperinci

MAKALAH PENGANTAR MANAJEMEN PERUBAHAN DAN INOVASI PT. PERTAMINA (PERSERO)

MAKALAH PENGANTAR MANAJEMEN PERUBAHAN DAN INOVASI PT. PERTAMINA (PERSERO) MAKALAH PENGANTAR MANAJEMEN PERUBAHAN DAN INOVASI PT. PERTAMINA (PERSERO) Oleh : Chinthia / I34110152 Inez Kania Febriyani / I34120116 Hana Hilaly Anisa / I34120124 Riza Ryanda / I34120164 Dosen : Lindawati

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semen adalah komoditas yang strategis bagi Indonesia. Sebagai negara yang terus melakukan pembangunan, semen menjadi produk yang sangat penting. Terlebih lagi, beberapa

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Indoturbine terbentuk pada tanggal 6 Juni 1973, bersamaan dengan dimulainya eksplorasi minyak dan gas bawah laut di Indonesia. Dimulai sebagai

Lebih terperinci

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009

Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Persyaratan Tempat Penyimpanan Sementara Limbah B3 Yulinah Trihadiningrum 11 Nopember 2009 Sumber pencemar di perkotaan Hazardous waste storage Acuan Permen LH no. 30/2009 tentang Tentang Tata Laksana

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL

PLANT 2 - GAS DEHYDRATION AND MERCURY REMOVAL PROSES PENGOLAHAN GAS ALAM CAIR (Liquifed Natural Gas) Gas alam cair atau LNG adalah gas alam (metana terutama, CH4) yang telah diubah sementara untuk bentuk cair untuk kemudahan penyimpanan atau transportasi.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. Fungsi Technical Services Marketing Operation Region (MOR) V

BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI. Fungsi Technical Services Marketing Operation Region (MOR) V BAB II GAMBARAN UMUM INSTANSI 2.1 Visi dan Misi Fungsi Technical Services Marketing Operation Region (MOR) V memiliki visi dan misi sebagai berikut: 2.1.1. Visi Menjadi partner lini bisnis Direktorat Pemasaran

Lebih terperinci

PRARANCANGAN PABRIK N-BUTIL OLEAT DARI ASAM OLEAT DAN N-BUTANOL KAPASITAS TON / TAHUN

PRARANCANGAN PABRIK N-BUTIL OLEAT DARI ASAM OLEAT DAN N-BUTANOL KAPASITAS TON / TAHUN PRARANCANGAN PABRIK N-BUTIL OLEAT DARI ASAM OLEAT DAN N-BUTANOL KAPASITAS 20.000 TON / TAHUN Disusun Oleh : Eka Andi Saputro ( I 0511018) Muhammad Ridwan ( I 0511030) PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA

Lebih terperinci

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran K-13 Geografi K e l a s XI BARANG TAMBANG INDONESIA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami kegiatan pertambangan. 2. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk, (PGN) merupakan perusahaan salah satu perusahaan dibawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang transportasi

Lebih terperinci

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) Contoh Proposal PKL (Praktek Kerja Lapangan) PROPOSAL PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) PT PERTAMINA (PERSERO) UNIT VI BALONGAN Oleh : Nama : NIM : PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi. No.582, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Baku Mutu Air Limbah. Migas. Panas Bumi. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULLUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULLUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULLUAN I.1 Latar Belakang BBM (bahan bakar minyak): adalah jenis bahan bakar (fuel) yang dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK

LAPORAN KERJA PRAKTEK LAPORAN KERJA PRAKTEK DEPARTEMEN PRODUKSI II A PT. PETROKIMIA GRESIK (01 Juni 30 Juni 2015) Diajukan oleh : Kevin Jonathan Marlie (NRP. 5203012025) Chynthia Devi Hartono (NRP. 5203012045) JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3

IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3 IMPLEMENTASI PERATURAN DAN KEBIJAKAN DI BIDANG PENGUMPULAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH B3 Bidakara, 20 November 2014 Penyimpanan & Pengumpulan LB3 Kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008

Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 Disusun Oleh: Ir. Erlinda Muslim, MEE Nip : 131 803 987 Departemen Teknik Industri-Fakultas Teknik-Universitas Indonesia 2008 1 KEBIJAKSANAAN ENERGI 1. Menjamin penyediaan di dalam negeri secara terus-menerus

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2005 TENTANG HARGA JUAL ECERAN BAHAN BAKAR MINYAK DALAM NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan krisis energi cukup menjadi perhatian utama dunia, hal ini disebabkan menipisnya sumber daya persediaan energi tak terbarukan seperti minyak bumi

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

Upstream dan Downstream Ter-Integrasi

Upstream dan Downstream Ter-Integrasi Upstream dan Downstream Ter-Integrasi Tujuan: Untuk menciptakan kemandirian energy, industry dan meningkatkan ketahanan energy dan industry nasional melalui pembangunan Upstream dan Downstream yang terintegrasi.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN SALINAN PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

Prarancangan pabrik sikloheksana dari benzena Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan pabrik sikloheksana dari benzena Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara berkembang sedang menggalakkan pembangunan di bidang industri. Dengan program alih teknologi, perkembangan industri di Indonesia khususnya industri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP; Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah banyak, mudah dibawa dan bersih. Untuk bahan bakar motor gasoline. mungkin belum dapat memenuhi persyaratan pasaran.

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah banyak, mudah dibawa dan bersih. Untuk bahan bakar motor gasoline. mungkin belum dapat memenuhi persyaratan pasaran. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Semakin berkembangnya teknologi dewasa ini, maka kebutuhan akan bahan bakar minyak semakin banyak karena lebih ekonomis, tersedia dalam jumlah banyak, mudah dibawa

Lebih terperinci

PEMBINAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

PEMBINAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA MODUL #2 PEMBINAAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2015 PENGELOLAAN LINGKUNGAN 1. Pengelolaan air limbah 2. Pengelolaan

Lebih terperinci

PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH B3

PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH B3 PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH B3 Oleh: Aep Purnama Kabid Prasarana Jasa dan Non Institusi Asdep Pengelolaan LB3 dan Kontaminasi LB3 DEFINISI UU No. 32/2009 Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri INDUSTRI SEMEN PORTLAND Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan Normatif... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah... 4 5 Persyaratan Teknis...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

KOP SURAT PERUSAHAAN

KOP SURAT PERUSAHAAN KOP SURAT PERUSAHAAN Jakarta, Nomor : Sifat : Lampiran : Hal : Laporan pengelolaan limbah B3 Kepada, periode Januari-Maret 2015 Yth. Kepala BPLHD Provinsi DKI Jakarta Jl. Casablanca Kav. 1 Kuningan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan minyak bumi dan gas alam. Meskipun minyak bumi dan gas alam merupakan sumber daya alam strategis tidak terbarukan,

Lebih terperinci

PRARENCANA PABRIK PRARENCANA PABRIK BIODIESEL DARI CHLORELLA VULGARIS BASAH SECARA IN- SITU PADA KONDISI SUBKRITIS

PRARENCANA PABRIK PRARENCANA PABRIK BIODIESEL DARI CHLORELLA VULGARIS BASAH SECARA IN- SITU PADA KONDISI SUBKRITIS PRARENCANA PABRIK PRARENCANA PABRIK BIODIESEL DARI CHLORELLA VULGARIS BASAH SECARA IN- SITU PADA KONDISI SUBKRITIS Diajukan oleh: Yanuar Yumanto Tedjo NRP: 5203010006 Rebeca Ervina Sanjaya NRP: 5203010025

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG KEGIATAN USAHA HILIR MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 ayat (1),

Lebih terperinci

PEMBINAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA

PEMBINAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA MODUL #2 PEMBINAAN PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI PROVINSI DKI JAKARTA BADAN PENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2015 1. PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR LIMBAH DASAR HUKUM 1.

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1566 K/lO/MEM/2008 TENTANG lzln USAHA PENGOLAHAN MINYAK BUM1 DAN GAS BUM1 KEPADA PT PERTAMINA

Lebih terperinci

PERFORMANSI KETEL UAP PIPA AIR KAPASITAS 18 TON/JAM DI PKS MERBAUJAYA INDAHRAYA

PERFORMANSI KETEL UAP PIPA AIR KAPASITAS 18 TON/JAM DI PKS MERBAUJAYA INDAHRAYA PERFORMANSI KETEL UAP PIPA AIR KAPASITAS 18 TON/JAM DI PKS MERBAUJAYA INDAHRAYA LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III PROGRAM

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KETAATAN PROPER DI PT. PERTAMINA (PERSERO) REVINERY UNIT IV CILACAP, JAWA TENGAH

IMPLEMENTASI KETAATAN PROPER DI PT. PERTAMINA (PERSERO) REVINERY UNIT IV CILACAP, JAWA TENGAH TUGAS AKHIR IMPLEMENTASI KETAATAN PROPER DI PT. PERTAMINA (PERSERO) REVINERY UNIT IV CILACAP, JAWA TENGAH Onky Endyas Perdana R.0010077 PROGRAM DIPLOMA 3 HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI & TEKNIK PENYIMPANAN LIMBAH B3

IDENTIFIKASI & TEKNIK PENYIMPANAN LIMBAH B3 IDENTIFIKASI & TEKNIK PENYIMPANAN LIMBAH B3 Disampaikan oleh: EUIS EKAWATI Kasubdit Prasarana dan Jasa Direktorat Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Direktorat Jenderal Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia usaha saat ini semakin bertambah pesat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia usaha saat ini semakin bertambah pesat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha saat ini semakin bertambah pesat, sehingga perusahaan didalam mengelola usaha diharapkan mampu menggunakan sumber daya manusia dengan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB III PROSES PEMBAKARAN 37 BAB III PROSES PEMBAKARAN Dalam pengoperasian boiler, prestasi yang diharapkan adalah efesiensi boiler tersebut yang dinyatakan dengan perbandingan antara kalor yang diterima air / uap air terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konversi energi dari minyak tanah ke gas adalah program nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Konversi energi dari minyak tanah ke gas adalah program nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman, berkembang pula gaya hidup konsumen saat ini yang semakin dinamis, pemenuhan akan kebutuhan masyarakat pun semakin berkembang ke arah yang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau

IV. GAMBARAN UMUM. Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar di berbagai pulau IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Produksi Liquefied Natural Gas (LNG) LNG Indonesia diproduksi dari tiga kilang utama, yaitu kilang Arun, kilang Badak, dan kilang Tangguh. Ketiga kilang tersebut tersebar

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS SERTA PANAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR :... TAHUN... TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI MINYAK SAWIT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa Industri Minyak Sawit berpotensi menghasilkan

Lebih terperinci

Disampaikan Dalam Rangka Diskusi Meja Bundar Tinjauan Persiapan Penerapan Standard EURO II Kendaraan Type Baru 2005

Disampaikan Dalam Rangka Diskusi Meja Bundar Tinjauan Persiapan Penerapan Standard EURO II Kendaraan Type Baru 2005 Disampaikan Dalam Rangka Diskusi Meja Bundar Tinjauan Persiapan Penerapan Standard EURO II Kendaraan Type Baru 2005 Direktorat Pengolahan dan Niaga Migas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Jakarta

Lebih terperinci

I. BAB I PENDAHULUAN

I. BAB I PENDAHULUAN I. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Energi merupakan sektor yang sangat penting dalam menunjang berbagai aspek di bidang ekonomi dan sosial. Seringkali energi digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan

Lebih terperinci

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia KMA 43026 Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. United State Environmental Protection Agency DEFINISI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci