PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PROVINSI DAN KABUPATEN / KOTA SE-ACEH.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PROVINSI DAN KABUPATEN / KOTA SE-ACEH."

Transkripsi

1 PEMERINTAH ACEH BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU Jln. T. Nyak Arief, No. 219, Banda Aceh (23114) PROFIL PENYELENGGARA PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PROVINSI DAN KABUPATEN / KOTA SE-ACEH

2 KATA PENGANTAR Pelayanan perizinan terpadu adalah satu upaya pemerintah dalam kerangka tata pemerintahan yang baik (good governance). Dengan menggunakan model segitiga sektor swasta, pemerintah dan masyarakat, perizinan terpadu diharapkan dapat menguatkan kapasitas sektor swasta yang berdampak pada peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat. Bagi pemerintah, hal ini berpotensi untuk meningkatkan pendapatan dari hasil pajak dan retribusi. Sesuai dengan azas dekonsentrasi, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BP2T) Aceh mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada PTSP Kabupaten/Kota. Untuk melaksanakan tugas tersebut dibentuklah tim untuk melakukan pembinaan dan monitoring terhadap PTSP Kabupaten/Kota, dalam rangka penguatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan sumber daya pengelola PTSP. Perbaikan pelayanan dipersepsikan sebagai jalan masuk reformasi birokrasi secara menyeluruh. Perizinan terpadu mensyaratkan pelaksanaan nilai-nilai seperti transparansi, efektifitas dan efiensi. Ketiga hal tersebut diaplikasikan menjadi kepastian syarat, biaya, waktu, penyederhanaan proses dan ketaatan prosedur. Secara nyata hal-hal tersebut bisa diukur. Misalnya transparansi dapat dilihat dengan adanya informasi biaya retribusi, serta penggunaan kartu pengendali. Dengan tugas yang jelas serta dikawal dengan prosedur yang baku, dan kedisiplinan yang diatas rata-rata, maka wajar lembaga perizinan terpadu menjadi contoh perbaikan di berbagai daerah. Aplikasi nilai-nilai tadi bersifat umum dan cara kerjanya dapat diadopsi oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain. Kedua, perizinan terpadu yang dikelola dengan baik akan memicu perekonomian di Provinsi Aceh untuk berlari kencang, bersaing dengan daerah lain. Momentum i

3 pasca berakhirnya konflik dan pembangunan setelah tsunami memerlukan percepatan demi kemajuan di masa mendatang. Upaya reformasi birokrasi melalui perizinan terpadu ini perlu mendapat dukungan dari semua pihak demi menjamin keberlanjutannya. Salah satu upaya tersebut ialah dengan dihadirkannya buku ini, kami berharap seluruh PTSP dapat menerapkan semua instrumen seperti yang diamanahkan oleh regulasi yang ada, dan buku ini kirannya dapat menjadi salah satu referensi bagi penerapan dan pengembangan lembaga perizinan terpadu lebih lanjut. Akhirnya kepada rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam menyusun buku ini ini saya ucapkan terima kasih, dan hanya Allah SWT yang dapat membalasnya. Banda Aceh, 14 Desember 2014 KEPALA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU JALALUDDIN, S.E.Ak., M.B.A PEMBINA UTAMA MUDA Nip ii

4 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii BAB - I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Lahirnya Pelayanan Perizinan Terpadu... 1 B. Pengertian Pelayanan Perizinan Terpadu... 3 C. Tujuan Pelayanan Perizinan Terpadu... 4 BAB - II RUANG LINGKUP PEMBINAAN PTSP BAB - III HASIL MONITORING TERHADAP PENYELENGGARAAN PTSP BAB - IV PERMASALAHAN DAN LANGKAH-LANGKAH PEMECAHAN MASALAH A. Permasalahan B. Langkah-Langkah Pemecahan Masalah iii

5 BAB - I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG LAHIRNYA PELAYANAN PERIZINAN TERPADU Semenjak Otonomi daerah diterapkan, belum pernah tercapai satu sistempun yang berhasil dengan baik dilaksanakan oleh daerah terkait dengan model pelaksanaan otonomi daerah yang efektif dan efisien. Hal ini terlihat jelas dari keputusan pemerintah untuk merevisi Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menjadi lebih sempurna, dengan mengubahnya menjadi Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, karena dalam regulasi sebelumnya dianggap mengancam harmonisasi pelaksanaan kebijakan antara pemerintah dengan pemerintah daerah. Walaupun telah dilakukan revisi, tetap saja masih terdapat banyak pemikiran dan penafsiran pakar ekonomi dan pemerintah daerah yang belum terakomodasi. Misalnya dalam bidang investasi, pelaksanaan otonomi daerah malah mengakibatkan timbulnya permasalahan-permasalahan yang membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Pelaksanaan otonomi yang terkesan prematur saat itu, menciptakan ketidakpastian biaya dan lamanya waktu berurusan dengan perizinan dan birokrasi bahkan kebijakan otonomi daerah sejak tahun 2001 secara tidak langsung telah ikut memperburuk iklim investasi di Indonesia. Sebenarnya pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mengatasi masalah panjangnya jalur birokrasi investasi ini. Pada tanggal 12 1

6 April tahun 2004, Presiden Megawati Soekarno Putri mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal (PMDN/PMA) Melalui Pelayanan Satu Atap (one roof service). Konsekuensi dari Keppres ini, maka penyelenggaraan penanaman modal khususnya yang berkaitan dengan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN dilakukan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal). Hal ini berarti Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya baru dapat menyelenggarakan kewenangan pelayanan persetujuan, perizinan dan fasilitas penanaman modal setelah adanya pelimpahan dari BKPM sebagaimana dimaksud dalam keputusan Kepala BKPM. Tetapi belum tiga tahun peraturan ini berjalan, pemerintah kembali mengeluarkan keputusan baru. Pada tanggal 6 Juli 2006, Menteri Dalam Negeri, H. Mohammad Ma ruf, S.E. mengeluarkan Permendagri Nomor 24 tahun 2006 mengenai Pedoman Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam peraturan ini, pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh Perangkat Daerah Penyelenggara Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) yaitu perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola sernua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu. Pembinaan sistem ini dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan oleh Menteri Dalam Negeri dan Kepala Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing. Sejak digulirkannya kebijakan paket investasi, semua daerah dengan sistem otonomi berlomba-lomba bersiap diri untuk menjadi tujuan investasi yang baik bagi investor. Untuk menarik minat investor di era globalisasi dan perdagangan 2

7 bebas, pemerintah telah membangun sistem perizinan untuk meningkatkan daya saing dengan negara lainnya. Hal ini juga dilakukan dalam rangka menunjang pelaksanaan otonomi daerah yang merupakan salah satu dimensi terpenting yang tak dapat dipisahkan. Mengingat, investor dalam menanamkan modalnya selalu mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi, misalnya faktor tenaga kerja, kemampuan pasar, persaingan, situasi politik, kepastian hukum dan faktor perizinan, disamping itu juga tetap memperhatikan faktor modal dan teknologi. Kesemuanya itu merupakan penentu efektivitas, produktivitas dan efisiensi dalam berusaha. Untuk mengantisipasi dan merealisasikan pelayanan yang menggairahkan bagi investor, Pemerintah Daerah harus mampu menciptakan suasana yang kondusif dan kemudahan dalam bidang perizinan dan nonperizinan. B. PENGERTIAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU Penyelenggaraan pelayanan perizinan terpadu adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sampai tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu pintu dan satu tempat. Satu pintu artinya proses permohonan, verifikasi (pemeriksaan administratif), validasi persyaratan, tanda tangan dan penerbitan dokumen izin dilakukan di satu tempat. Perizinan merupakan salah satu kewenangan administratif yang dimiliki negara. Di dalamnya terkandung fungsi pengendalian oleh negara, yang memberi putusan mana kegiatan yang dilarang. Selain itu terkandung pula fungsi pelayanan publik. Pelayanan perizinan sebagaimana pelayanan administrasi lainnya seperti Kartu Tanda Penduduk, memiliki manfaat langsung dalam bentuk legalitas atau keabsahan. Dengan adanya keabsahan itu, maka warga 3

8 negara dapat mengakses berbagai fasilitas yang bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Dalam konteks pelayanan administrasi dasar, fasilitas dimaksud berupa jaminan sosial dan asuransi kesehatan. Dalam konteks perizinan usaha, fasilitas dimaksud dapat digunakan untuk mengakses modal berupa pinjaman dari lembaga keuangan. C. TUJUAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU Pelayanan perizinan terpadu secara umum bertujuan untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Masyarakat memperoleh banyak manfaat dari perizinan terpadu. Di antaranya ialah perlindungan hukum atas kegiatan usaha yang dilakukan dan akses terhadap bantuan keuangan. Akses ini punya efek ganda yaitu meningkatkan kapasitas usaha dan lapangan kerja, yang turut mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, tujuan umum selanjutnya dari perizinan terpadu ialah mendorong bergulirnya roda perekonomian. Sedangkan secara khusus, tujuan pelayanan perizinan terpadu ialah: 1. Mempercepat waktu pelayanan dengan mengurangi tahapan-tahapan dalam pelayanan yang kurang penting (misalnya waktu yang dihabiskan oleh pemohon izin untuk mendatangi berbagai instansi). Koordinasi yang lebih baik antar instansi yang terkait dengan perizinan juga sangat berpengaruh terhadap percepatan pelayanan perizinan. 2. Menekan biaya pelayanan. Selain dengan cara pengurangan tahapan, biaya pelayanan juga dapat ditekan dengan membuat prosedur pelayanan serta biaya resmi menjadi lebih transparan. 3. Menyederhanakan persyaratan, dengan cara mengembangkan sistem pelayanan paralel akan ditemukan syarat-syarat yang tumpang tindih, 4

9 sehingga dapat dilakukan penyederhanaan pesyaratan. Hal ini juga berdampak langsung terhadap pengurangan biaya dan waktu. Selain itu PTSP dalam mengelola administrasi perizinan dan non perizinan mengacu pada prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan kearnanan berkas. Dalam pengertian sempit, pelayanan terpadu dapat berarti sebagai satu instansi pemerintah yang memiliki semua otoritas yang diperlukan untuk memproses pelbagai perizinan (licenses, permits, approvals dan clearances). Tanpa otoritas yang mampu menangani semua urusan tersebut didelegasikan, instansi pemerintah tidak akan mampu mengatur pelbagai proses perizinan kepada masyarakat, karena untuk menyediakan semua bentuk perizinan yang diperlukan dalam berbagai tingkat administrasi tersebut, masih harus bergantung pada otoritas lain. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa peranan sistem pelayanan terpadu (One-Stop Service) dalam pembentukan kebijakan investasi pemerintah pasca desentralisasi adalah bagian dari prioritas paket kebijakan yang harus dipersiapkan daerah dalam rangka mendorong perbaikan iklim investasi. Agar investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya, pemerintah daerah mengetahui perihal apa saja yang perlu dibenahi oleh daerah, dikarenakan banyaknya prioritas-prioritas yang harus dipersiapkan, salah satunya adalah penguatan institusi dan kelembagaan serta kepastian hukum. Pembentukan sistem pelayanan terpadu satu pintu (one stop service) merupakan program yang termasuk di dalamnya untuk dibenahi. Menyahuti apa yang diamanahkan oleh Permendagri tersebut, maka Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Qanun Aceh dan Qanun Kabupaten/Kota sejak tahun 2006 s.d tahun 2013 telah membentuk 5

10 Institusi Perizinan Terpadu Satu Pintu, yang berbentuk Kantor ataupun Badan, seperti termuat dalam tabel I. Tabel-I: Dasar hukum Pembentukan Kelembagaan No Provinsi dan Kabupaten/Kota Peraturan Yang Mengatur Tentang Pembentukan Lembaga Tanggal Pembentukan Bentuk Kelembagaan 1. Aceh Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja BP2T Nanggroe Aceh Darussalam 30 Juni 2008 Badan 2. Banda Aceh Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 378 Tahun 2006 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Banda Aceh saat ini telah di revisi dengan Qanun 30 Oktober 2008 Kantor 3. Aceh Besar Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 3 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas/Kantor dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Besar Januari 2008 Kantor 4. Sabang 5. Pidie Qanun Kota Sabang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kota Sabang Qanun Kabupaten Pidie Nomor 5 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pidie 18 Juli 2008 Kantor 12 Juli 2008 Kantor 6. Pidie Jaya Qanun Kabupaten Pidie Jaya Nomor 2 Tahun 2011 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pidie Jaya 11 Januari 2011 Kantor 6

11 7. Bireuen Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Bireuen, telah diubah dengan Qanun Nomor 3 Tahun September 2008 Kantor 8. Lhokseumawe 9. Aceh Utara 10. Aceh Timur 11. Langsa Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Qanun Nomor 13 Tahun 2007 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan/ Kota Lhokseumawe Qanun No. 3 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Qanun Nomor 3 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Utara Qanun Daerah Kabupaten Aceh Timur Nomor 04 Tahun 2010 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Aceh Timur Qanun Kota Langsa Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah Kecamatan dan Kota Langsa 26 Maret 2007 Kantor 01 April 2008 Kantor 01 Juni 2010 Kantor 15 Agustus 2007 Kantor 12. Aceh Tamiang Qanun Kabupaten Aceh Tamiang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Kabupaten Aceh Tamiang 24 Desember 2008 Kantor 13. Aceh Tenggara Qanun Nomor 1 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Aceh Tenggara 30 Oktober 2008 Kantor 14. Gayo Lues Perturan Bupati Gayo Lues Nomor 05 Tahun 2009 tentang Susunan Organisasi KP2TSP Kabupaten Gayo Lues 25 November 2009 Kantor 15. Aceh Tengah Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Tengah 17 Juli 2008 Kantor 7

12 16. Bener Meriah Qanun Kab. Bener Meriah Nomor 03 Tahun 2009 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bener Meriah 27 Juli 2009 Kantor 17. Aceh Singkil 18. Subulussalam 19. Aceh Selatan 20. Aceh Barat Daya 21. Nagan Raya 22. Aceh Barat Qanun Kabupaten Aceh Singkil Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KP2TSP) Kabupaten Aceh Singkil dan telah direvisi dengan Qanun Nomor 03 Tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Kantor P2TSP Kabupaten Aceh Singkil Qanun Kota Subulussalam Nomor 4 Tahun 2009 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas, Lembaga Teknis Daerah dan Kecamatan di Lingkungan Pemerintah Kota Subulussalam Qanun Nomor 6 Tahun 2008 Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Selatan Peraturan Bupati Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Aceh Barat Daya Qanun Kabupaten Kab. Nagan Raya Nomor 6 Tahun 2013 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat, yang telah di revisi dengan Qanun Nomor 11 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Aceh Barat 19 Januari 2008 Kantor 21 Juli 2009 Kantor 05 Januari 2009 Kantor 11 Juni 2008 Kantor 01 Januari 2013 Badan 10 Juni 2008 Kantor 8

13 23. Aceh Jaya Qanun Kabupaten Aceh Jaya Nomor 11 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Aceh Jaya Pebruari 2009 Kantor 24. Simeulu Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Simeulue 03 Oktober 2008 Kantor Bentuk pelayanan terpadu ini diatur dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah yang menegaskan bahwa Unit Pelayanan Perizinan Terpadu dapat berbentuk kantor, dinas, ataupun badan. Dalam penyelenggaraannya, gubernur dan bupati/walikota wajib melakukan penyederhanaan layanan, meliputi: 1. pelayanan atas permohonan perizinan dan non perizinan dilakukan oleh PTSP; 2. percepatan waktu proses penyelesaian pelayanan tidak melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah; 3. kepastian biaya pelayanan tidak melebihi dari ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah; 4. kejelasan prosedur pelayanan dapat ditelusuri dan diketahui setiap tahapan proses pemberian perizinan dan non perizinan sesuai dengan urutan prosedurnya; 5. mengurangi berkas kelengkapan permohonan perizinan yang sama untuk dua atau lebih permohonan perizinan; 9

14 6. pembebasan biaya perizinan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ingin memulai usaha baru sesuai dengan peraturan yang berlaku; dan 7. pemberian hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pelayanan lingkup tugas PTSP meliputi pemberian pelayanan atas semua bentuk pelayanan perizinan dan non perizinan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. Peranan sistem pelayanan terpadu (One-Stop Service) dalam pembentukan kebijakan investasi pemerintah pasca desentralisasi adalah bagian dari prioritas paket kebijakan investasi yang harus dipersiapkan dengan baik agar investor tertarik untuk menanamkan modalnya di daerah, pemerintah daerah mengetahui perihal apa saja yang perlu dibenahi oleh daerah, dikarenakan banyaknya prioritas-prioritas yang harus dipersiapkan, salah satunya adalah penguatan institusi dan kelembagaan melalui kepedulian pemerintah daerah dan stakeholder terhadap keberlangsungan dan peningkatan kinerja pelayanan termasuk di dalamnya menyangkut pelimpahan kewenangan semua perizinan dan non perizinan kepada PTSP serta adanya kepastian hukum yang tertuang dalam standar operasional prosedur (SOP). Disamping itu yang tak kalah penting adalah pembentukan sistem pelayanan terpadu satu pintu (one stop service) berbasis Internet atau Online system. 10

15 BAB-II RUANG LINGKUP PEMBINAAN PTSP Dalam rangka mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat, pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang berisi kriteria-kriteria pelayanan prima yaitu kesederhanaan, kejelasan dan kepastian pelayanan, keamanan, keterbukaan, efesiensi, ekonomis, keadilan yang merata dan ketetapan waktu. Dalam organisasi pemerintah, pelayanan kepada masyarakat adalah tujuan utama yang tidak mungkin dapat dihindari karena sudah kewajiban menyelenggarakan pelayanan dengan menciptakan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Disebabkan telah menjadi sebuah kejadian maka sepatutnya pemerintah mencari solusi terbaik terhadap masalah-masalah yang sering dihadapi, termasuk kendala intern yaitu kendala yang bersumber dari dalam instansi itu sendiri, maupun kendala ekstern yakni kendala yang datangnya dari masyarakat pengguna jasa dalam kaitannya dengan pelayanan publik yang ditanganinya. Dengan adanya kualitas pelayanan yang baik maka dapat menimbulkan rasa puas dan sikap positif dari masyarakat. Hal ini dikarenakan kepuasan merupakan perasaan senang atau kekecewaan seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja seseorang dengan harapannya. Kurang optimalnya pelayanan kepada masyarakat pengguna layanan dari Institusi PTSP merupakan fenomena yang banyak terjadi pada sektor pemerintah, padahal seharusnya fungsi pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa pandang bulu atau diskriminasi dan sesuai dengan Keputusan Menpan Nomor 63 11

16 Tahun 2003, untuk itu perlu upaya pengawasan dan pembinaan dari pihak-pihak tertentu, agar hal ini tidak terulang dan terjadi lagi sehingga dengan adanya pengawasan dan pembinaan yang berkesinambungan diharapkan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih baik. Sesuai dengan Azas Dekonsentrasi seperti yang termuat dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang antara lain menyebutkan bahwa pemerintah Provinsi adalah wakil pemerintah dan perpanjangan pemerintah pusat di daerah, sehingga posisi pemerintah Provinsi adalah melaksanakan tugas sebagai fasilitator, dinamisator serta pembinaan dan pengawasan pembangunan Kabupaten/Kota di wilayahnya. Azas Dekosentrasi dimaksudkan agar pemerintah provinsi dalam hal ini BP2T Aceh untuk melaksanakan perpanjangan tugas dan fungsi pemerintah pusat di daerah yang terkait dengan perizinan, diharapkan untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut : a. Meningkatkan peran provinsi sebagai wakil pemerintah di daerah dalam pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan PTSP Kabupaten/ Kota; b. Memfasilitasi pembentukan kelembagaan PTSP Kabupaten/ Kota; c. Melakukan pembinaan kelembagaan PTSP Kabupaten/ Kota dalam meningkatkan kualitas pelayanan; d. Membangun Forum penyelenggaraan PTSP di Provinsi; e. Monitoring dan Evaluasi penyelenggaraan PTSP Kabupaten/Kota; f. Koordinasi dan konsultasi dalam penyelenggaraan PTSP Kabupaten/ Kota. Berdasarkan kewenangan seperti tersebut di atas dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kelembagaan PTSP, maka BP2T Aceh melakukan monitoring terhadap penyelenggaraan PTSP Kabupaten/Kota. 12

17 Monitoring tersebut bertujuan untuk melihat sejauhmana penerapan instrumen-instrumen yang mendukung peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat serta penguatan kelembagaan PTSP yang telah dilaksanakan oleh PTSP selama kurun waktu lebih kurang 5 (lima) tahun setelah terbentuknya PTSP. Instrumen tersebut terdiri dari: 1. Dasar Hukum Pembentukan Kelembagaan PTSP dan tanggal mulai beroperasinya PTSP; 2. Visi, misi, motto dan janji layanan; 3. Aturan tentang Pelimpahan kewenangan perizinan dan nonperizinan; 4. Aturan tentang Tim Teknis; 5. Jumlah Izin dan Non Izin yang telah dilimpahkan; 6. Kewenagan penanda tanganan izin dan non izin; 7. Telah memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Pelayanan (SP) serta aturan yang mengatur tentang SOP dan SP; 8. Jumlah izin dan non izin yang telah diterbitkan sejak tahun 2012 s.d 2013; 9. SOP tentang Pemberian Informasi dan Penanganan Pengaduan; 10. Survey Indeks Kepuasan Masyarakat sejak tahun 2012 s.d 2013; 11. Data jumlah pegawai negeri sipil dan pegawai kontrak serta jenjang pendidikannya; 12. Penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elekronik (SPIPISE). Disamping itu, kegiatan tersebut juga bertujuan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh PTSP dan upaya-upaya pemecahan yang telah dilakukan. Pengukuran terhadap instrumen-instrumen 13

18 tersebut dilakukan melalui metode wawancara, observasi dan pengisian Data Kuisioner. 14

19 BAB-III HASIL MONITORING TERHADAP PENYELENGGARAAN PTSP Sejauh ini, kinerja pelayanan umum yang dilaksanakan oleh Pemerintah, di mata masyarakat masih dipandang kurang memadai. Padahal di era otonomi daerah sekarang ini, setiap daerah dituntut untuk dapat mandiri, lebih dekat dan memahami kebutuhan masyarakat serta lebih bersifat melayani. Oleh karena itu, diperlukan paradigma baru dan sikap mental yang berorientasi melayani, bukan dilayani. Selain itu, diperlukan pula pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan pelayanan itu sendiri. Mengingat fungsi utama Pemerintah adalah melayani masyarakat, maka Pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan publik. Dengan ditetapkannya Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pelayanan Publik, diharapkan memberikan dampak nyata yang luas terhadap peningkatan pelayanan publik kepada masyarakat di Aceh. Untuk itu kehadiran PTSP merupakan salah satu solusi yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat dan pelaku usaha. Untuk mengukur apakah PTSP telah berjalan sesuai aturan, maka BP2T Aceh melakukan monitoring terhadap beberapa instrumen yang harus dimiliki oleh PTSP, seperti yang termuat dalam tabel II. 15

20 Tabel II: Visi, Misi, Motto dan Janji Layanan No Provinsi dan Kabupaten/Kota Visi, Misi, Motto dan Janji Layanan Dasar Hukum 1. Aceh Ada Keputusan Kepala BP2T Aceh 2. Banda Aceh Ada Keputusan Kepala KPTSP Kota Banda Aceh 3. Aceh Besar Ada Keputusan Kepala KPTSP Kab. Aceh Besar 4. Sabang Ada Keputusan Kepala KP2TSP Kota Sabang 5. Pidie Ada Keputusan Kepala KP2T Kab. Pidie 6. Pidie Jaya Ada Keputusan Kepala KP2T Kab. Pidie Jaya 7. Bireuen Ada 8. Lhokseumawe Ada 9. Aceh Utara Ada 10. Aceh Timur Ada Keputusan Kepala Kantor P2TSP Kab. Bireuen Keputusan Kepala KP2TSP Kota Lhoksemawe Keputusan Kepala Kantor KP2T Kab. Aceh Utara Keputusan Kepala Kantor KPTSP Kab. Aceh Timur 11. Langsa Ada Keputusan Kepala KP2T Kota Langsa 12. Aceh Tamiang Ada Keputusan Kepala KP2T Kab. Aceh Tamiang 13. Aceh Tenggara Ada Keputusan Kepala KP2T Kab. Aceh Tenggara 14. Gayo Lues Ada Keputusan Kepala KP2TSP Kab. Gayo Lues 15. Aceh Tengah Ada Keputusan Kepala KP2T Kab. Aceh Tengah 16. Bener Meriah Ada Qanun Kab. Bener Meriah 17. Aceh Singkil Ada Keputusan Kepala KP2t Kab, Aceh Singkil 18. Subulussalam Ada Dokumen Renstra KP2T Kota Subulussalam 19. Aceh Selatan Ada Keputusan Kepala KPTSP Kab. Aceh Selatan 20. Aceh Barat Daya Ada Renstra KPPTSP Kab. Abdya 16

21 21. Nagan Raya Ada Keputusan Kepala BPPT-PM Kab. Nagan Raya 22. Aceh Barat Ada Keputusan Bupati Aceh Barat 23. Aceh Jaya Ada Keputusan Kepala KP2T Kab. Aceh Jaya 24. Simeulu Ada Keputusan Kepala Kantor PTSP Kab. Simeulu Salah satu aspek yang menentukan dalam penyelenggaraan PTSP adalah adanya Visi, Misi, Motto dan Janji Layanan, hal ini terkait dengan harapan yang ingin dicapai oleh PTSP dalam rangka memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dan pelaku usaha. Berdasarkan Tabel II dapat dilihat bahwa semua PTSP baik provinsi maupun kabupaten/kota telah memiliki Visi, Misi, Motto dan Janji Layanan. Harapan kita dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan kepada masyarakat atau pelaku usaha Visi, Misi, Motto dan Janji Layanan yang telah ditetapkan, dapat dilaksanakan dengan baik. Tabel III: Pelimpahan Kewenangan dan Tim Teknis No Provinsi dan Kabupaten/Kota Peraturan yang Mengatur tentang Pelimpahan Kewenangan Peraturan Tentang Tim Teknis 1. Aceh Pergub Nomor 58 Tahun 2009 Kepgub Nomor /036/ Banda Aceh Kepwal Nomor 107/2012 Kepwal Nomor 98/ Aceh Besar Kepbup Nomor 205/2007 Kepbup Nomor 11 Tahun Sabang Kepwal Nomor 383/2008 Kepwal Nomor 568/ Pidie Kepbup Nomor 557/2012 Kepbup Nomor 215/ Pidie Jaya Perbup Nomor 14/2011 Kepbup Nomor 90/ Bireuen Kepbup Nomor 61/2010 Kepbup Nomor 149/ Lhokseumawe Kepwal Nomor 143/2011 Kepwal Nomor 89/ Aceh Utara Perbup Nomor 23/2010 Kepbup Nomor /126/ Aceh Timur Perbup Nomor 4/2013 Qanun Nomor 04/ Langsa Perwal Nomor 9 Tahun 2010 Perwal Nomor 13 Tahun

22 12. Aceh Tamiang Perbup Nomor 15 Tahun 2009 Kepbup Nomor 250/ Aceh Tenggara Perbup No. 180/06/HK/2008 Qanun Nomor 01 Tahun Gayo Lues Kepbup Nomor 517/2012 Kepbup Nomor 517/ Aceh Tengah Perbup Nomor 21 Tahun 2009 Kepbup Nomor /123/ KP2TSP/ Bener Meriah Perbup Nomor 3 Tahun 2009 Kepbup Nomor /492/SK/ Aceh Singkil Perbup Nomor 1 Tahun 2013 Kepbup Nomor 251/ Subulussalam Kepwal Nomor /107/2012 Kepwal Nomor /68/ Aceh Selatan Perbup Nomor 14/2012 Kepbup Nomor 240/ Aceh Barat Daya Perbup Nomor Perbup Nomor 5 Tahun Nagan Raya Perbup Nomor 11/2013 Kepbup Nomor 503/281/SK/ Aceh Barat Kepbup Nomor 2b/2010 Kepbup Nomor 374/ Aceh Jaya Kepbup Nomor 7a/2009 Kepbup Nomor 8d/ Simeulu Perbup Nomor Kepbup Nomor 503/193/2014 Berdasarkan monitoring yang dilaksanakan diperoleh informasi bahwa sampai saat ini belum diketahui berapa jumlah izin dan non izin yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota, sehingga kepastian terhadap berapa sebenarnya jumlah izin dan non izin yang harus dilimpahkan kepada PTSP menjadi tidak jelas. Untuk mengantisipasi hal tersebut, langkah yang dapat diambil jika belum semua izin dapat dilimpahkan kewenangannya, maka terlebih dahulu diprioritaskan oleh PTSP adalah untuk izin-izin yang frekuensi pelayanannya tinggi. Sejumlah izin lainnya dapat dilimpahkan kewenangannya pada tahun berikutnya secara bertahap setelah terdata berapa jumlah izin/ jenis izin apa saja yang menjadi kewenangan pemerintah kab/kota dengan mempertimbangkan halhal sebagai berikut : 1. Harus ada dasar hukum biaya retribusi izin yang ditetapkan dalam Qanun; 18

23 2. Kesiapan staf di SKPD Teknis yang selama ini memproses perizinan, karena dengan adanya pelimpahan kewenangan diberikan kepada PTSP, sebaiknya juga beserta dengan stafnya; 3. Hambatan struktural maupun psikologis pada SKPD teknis yang selama ini memproses perizinan; Tabel IV: Tentang Jumlah Izin dan Non Izin Serta Realisasi Izin Tahun 2012 dan 2013 No Provinsi dan Kabupaten/Kota Jumlah Izin dan Non Izin Realisasi Izin dan Non Izin Tahun 2012 Tahun Aceh Banda Aceh Aceh Besar Sabang Pidie Pidie Jaya Bireuen Lhokseumawe Aceh Utara Aceh Timur Langsa Aceh Tamiang Aceh Tenggara Gayo Lues Aceh Tengah Bener Meriah Aceh Singkil Subulussalam Aceh Selatan Aceh Barat Daya Nagan Raya Aceh Barat Aceh Jaya Simeulu

24 Berdasarkan data rekapitulasi izin dan non izin sesuai Tabel IV, diketahui bahwa pada tahun 2012 dan 2013 jumlah realisasi izin paling tinggi untuk Provinsi Aceh ada pada KPPTSP Kota Banda Aceh, sementara kota Subulussalam pada tahun 2012 belum ada izin yang direalisir, hal ini disebabkan pelimpahan kewenangan perizinan baru dilimpahkan kepada KPPTSP Subulussalam pada tahun Sedangkan pada tahun 2013, realisasi perizinan paling rendah berada pada KPPTSP Kabupaten Gayo Lues, yaitu 372 (tiga ratus tujuh puluh dua) izin. Tabel-V: Tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Pelayanan (SP) No 1. Aceh Provinsi dan Kabupaten/Kota 2. Banda Aceh 3. Aceh Besar 4. Sabang 5. Pidie 6. Pidie Jaya Kepgub Nomor 065/979/2013 S O P SP Keterangan Perwal Nomor 22 Tahun 2013 Perbup Nomor 7 Tahun 2012 Kepwal Nomor 383/2008 Perbup Nomor 22 Tahun 2012 Perbup Nomor 22 Tahun 2013 Kep Ka BP2T Nomor 067/029/ Kep Ka PTSP Nomor 11/2012 Kepwal Nomor 385/ Bireuen Perbup Nomor - 8. Lhokseumawe - - Belum Ada 9. Aceh Utara Perbup. Nomor 16 Tahun Aceh Timur - - Dalam Proses 11. Langsa 12. Aceh Tamiang Perwal Perbup Nomor 13 Tahun 2010 Perbup Perbup Nomor 470/ Aceh Tenggara 14. Gayo Lues Perbup Nomor 180/06/HK/2008 Perbup Nomor 5 Tahun

25 15. Aceh Tengah 16. Bener Meriah 17. Aceh Singkil 18. Subulussalam Perbup Nomor 11 Tahun 2011 Perbup Nomor 5 Tahun 2009 Perbup Nomor 1 Tahun 2013 Kep Ka PTSP Nomor 503/007/ / Aceh Selatan Perbup Nomor Aceh Barat Daya Perbup No. 5 Tahun Nagan Raya Aceh Barat Kepbup Nomor 4a Tahun 2010 Kepbup Nomor 4a Tahun 2010 SOP Dalam proses penyusunan 23. Aceh Jaya Kepbup Nomor 7a/ Simeulu Perbup Nomor 2 Tahun Standar Operasional Prosedur adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. Penetapan SOP bagi PTSP yang merupakan salah satu lembaga pelayanan publik wajib dilakukan, karena SOP ini mempunyai manfaat yaitu : 1. Sebagai standarisasi cara yang dilakukan aparatur dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugasnya; 2. Mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh seorang aparatur atau pelaksana dalam melaksanakan tugas; 3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab individual aparatur dan organisasi secara keseluruhan; 4. Membantu aparatur menjadi lebih mandiri dan tidak tergantung pada intervensi manajemen, sehingga akan mengurangi keterlibatan pimpinan dalam pelaksanaan proses sehari-hari; 21

26 5. Meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan tugas; 6. Menciptakan ukuran standar kinerja yang akan memberikan aparatur cara konkrit untuk memperbaiki kinerja serta membantu mengevaluasi usaha yang telah dilakukan; 7. Memastikan pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan dapat berlangsung dalam berbagai situasi; Perlu diingat bahwa untuk menyesuaikan dengan regulasi yang berkembang begitu cepat maka minimal setiap dua tahun sekali SOP perlu di evaluasi, sehingga SOP yang digunakan sebagai pedoman internal dalam penyelenggaraan pelayanan perizinan tidak bertentangan dengan regulasi yang ada. Tabel VI: Tentang Sumber Daya Manusia No Provinsi dan Kabupaten/Kota Jumlah PNS Tingkat Pendidikan PNS S 2 S 1 D-III / D- IV SMA SMP Honorer 1. Aceh Banda Aceh Aceh Besar Sabang Pidie Pidie Jaya Bireuen Lhokseumawe Aceh Utara Aceh Timur Langsa Aceh Tamiang Aceh Tenggara Gayo Lues Aceh Tengah Bener Meriah

27 17. Aceh Singkil Subulussalam Aceh Selatan Aceh Barat Daya Nagan Raya Aceh Barat Aceh Jaya Simeulu Jumlah masing-masing petugas yang ada disesuaikan dengan kebutuhan, jika jumlah pegawai masih terbatas dapat dilakukan permintaan tambahan petugas/pegawai, untuk sementara bagi PTSP yang jumlah pegawainya terbatas bisa merangkap yaitu dua fungsi dikerjakan oleh satu orang. Untuk peningkatan kapasitas bagi para staf perlu diprioritaskan pendidikan dan pelatihan sesuai tugas dan fungsinya saat ini. Peningkatan kapasitas dapat juga dilakukan dengan memberi kesempatan magang di lembaga perizinan/ptsp yang dianggap sudah baik yang ada dalam Provinsi Aceh, atau bila anggaran memungkinkan dilakukan pada PTSP yang berada di luar daerah. Tabel VII: Tentang Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) No Provinsi dan Kabupaten/Kota IKM Tahun 2012 Tahun Aceh 78,92 80,26 2. Banda Aceh 82,34 83,16 3. Aceh Besar 81,32 88,92 Keterangan 4. Sabang - 73,4 Tahun 2012 tidak dilakukan 5. Pidie 82,58 83,56 6. Pidie Jaya 71,45 72,04 7. Bireuen 82,89 84,19 8. Lhokseumawe 81,67 88,32 9. Aceh Utara - - Tidak Dilakukan 10. Aceh Timur - 77,46 Tahun 2012 tidak dilakukan 11. Langsa - 75,2 Tahun 2012 tidak dilakukan 12. Aceh Tamiang - - Tidak Dilakukan 23

28 13. Aceh Tenggara - - Tidak Dilakukan 14. Gayo Lues - - Tidak Dilakukan 15. Aceh Tengah 79,7 74,9 16. Bener Meriah - - Tidak Dilakukan 17. Aceh Singkil 75,31 - Tahun 2013 tidak dilakukan 18. Subulussalam - - Tidak Dilakukan 19. Aceh Selatan 80,75 83, Aceh Barat Daya 76,46 78, Nagan Raya 61,55 68, Aceh Barat 82,47 84, Aceh Jaya - - Tidak Dilakukan 24. Simeulu 78,3 - Tahun 2013 tidak dilakukan Dalam rangka mengevaluasi kinerja pelayanan publik, Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan diperlukan langkah strategis untuk mendorong upaya perbaikan pelayanan publik melalui Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menpan Nomor KEP/25/ M.PAN/2/2004 memuat 14 unsur pelayanan yang harus diukur, yaitu : 1) Prosedur Pelayanan; 2) Persyaratan Pelayanan; 3) Kejelasan Petugas Pelayanan; 4) Kedisiplinan Petugas Pelayanan; 5) Tanggung jawab Petugas Pelayanan; 6) Kemampuan Petugas Pelayanan; 7) Kecepatan Pelayanan; 8) Keadilan Mendapatkan Pelayanan; 9) Kesopanan dan Keramahan Petugas; 24

29 10) Kewajaran Biaya Pelayanan; 11) Kepastian Biaya Pelayanan; 12) Kepastian Jadwal Pelayanan; 13) Kenyamanan Lingkungan; 14) Keamanan Pelayanan; Survey IKM ini sangat penting untuk dilaksanakan, sebaiknya minimal satu kali dalam setahun dilakukan oleh PTSP, karena berdasarkan survey tersebut akan diperoleh data-data tentang kelemahan-kelemahan dari 14 item tersebut, sehingga akan mudah dilakukan perbaikan. Berdasarkan data yang tertera dalam Tabel-VII, baru 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota atau 43,60% yang melaksanakan survey IKM, diharapkan kedepan survey IKM ini dapat dilakukan oleh semua PTSP Kabupaten/Kota. Tabel-VIII: Pelimpahan Perizinan Penanaman Modal Dan Penerapan Sistem Pelayanan Informasi Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) No Provinsi dan Kabupaten/Kota Pelimpahan Kewenangan Izin Penanaman Modal Penerapan SPIPISE Sudah Belum Sudah Belum 1. Aceh 2. Banda Aceh 3. Aceh Besar 4. Sabang 5. Pidie 6. Pidie Jaya 7. Bireuen 8. Lhokseumawe 9. Aceh Utara 10. Aceh Timur 11. Langsa 12. Aceh Tamiang 13. Aceh Tenggara 14. Gayo Lues 15. Aceh Tengah 16. Bener Meriah 25

30 17. Aceh Singkil 18. Subulussalam 19. Aceh Selatan 20. Aceh Barat Daya 21. Nagan Raya 22. Aceh Barat 23. Aceh Jaya 24. Simeulu SPIPISE bertujuan untuk mewujudkan layanan perizinan dan non-perizinan yang mudah, cepat, tepat, transparan dan akuntabel. Begitu efektifnya tujuan yang ingin dicapai, sehingga sistem elektronik ini akan menciptakan integrasi data dan layanan (perizinan dan non-perizinan) sehingga mampu meningkatkan keselarasan kebijakan dalam layanan antar-instansi pemerintah pusat dan daerah. Dengan menggunakan SPIPISE, Komunikasi elektronik dapat dilakukan oleh penyelenggara SPIPISE melalui atau akun (yang diperoleh ketika mengajukan hak akses) penanam modal. SPIPISE juga mampu mencetak nomor perusahaan dan secara otomatis akan diberikan kepada investor. Syaratnya perusahaan/investor tersebut harus memiliki badan hukum ketika memproses perizinan dan nonperizinan penanaman modalnya. Namun kepada penanam modal yang belum memiliki badan hukum, nomor perusahaan akan diberikan kemudian pada saat memperoleh Izin Prinsip Penanaman Modal (Izin Usaha). Mengingat manfaat dari SPIPISE ini diharapkan kepada PTSP yang sudah ada pelimpahan kewenangan perizinan penanaman modal, agar segera mengajukan permohonan hak akses ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, sehingga dapat menerapkan SPIPISE, sementara yang belum ada pelimpahan kewenangan agar segera menyusun langkah-langkah guna terjadi percepatan pelimpahan kewenangan, baru kemudian hak akses SPIPISE dapat di ajukan. 26

31 BAB-IV PERMASALAHAN DAN LANGKAH-LANGKAH PEMECAHAN MASALAH A. PERMASALAHAN Sistem pelayanan perizinan yang berlaku saat ini, pada kenyataannya dirasakan masyarakat masih ada hambatan birokratis. Terkesan dalam kebijakannya pemerintah sangat dilematis. Disatu sisi keberadaan investor merupakan salah satu sumber penyumbang penerimaan Pendapatan Asli Daerah, disisi yang lain investor merasa keberatan jika terlalu banyak jenis pemungutan, baik yang resmi maupun yang tidak resmi. Sistem yang demikian tentunya harus segera dilakukan penyempurnaan, seperti yang terjadi saat itu yang ditandai dengan: 1. Prosedur pengurusan izin yang berbelit-belit dan terlalu banyak instansi yang terlibat; 2. Biaya yang terlalu tinggi; 3. Persyaratan yang tidak relevan; 4. Waktu penyelesaian izin yang terlalu lama; 5. Kinerja pelayanan yang sangat rendah; 6. Berapa jumlah izin dan non izin yang menjadi kewenangan kab/kota tidak diketahui. Deregulasi dan debirokratisasi pelayanan terpadu (One Stop Service) oleh Pemerintah terkait dalam bidang perizinan maupun dalam bidang yang lain merupakan hal yang sangat mendesak dalam kaitannya mempercepat pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pasal 1 angka 11 Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 menjelaskan bahwa Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah kegiatan 27

32 penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sarnpai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat. Sedangkan Pasal 11 angka 12 Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 menjelaskan tentang perizinan pararel adalah penyelenggaraan perizinan yang diberikan kepada pelaku usaha yang dilakukan sekaligus mencakup lebih dari satu jenis izin, yang diproses secara terpadu dan bersamaan. Dalam pasal 26 ayat (2) dan (3) UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa Ayat (2) Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota. Dalam Ayat (3) disebutkan Ketentuan mengenai tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu satu pintu (one stop service) ini membuat waktu pembuatan izin menjadi lebih singkat. Pasalnya, dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi, input data cukup dilakukan sekali dan administrasi proses perizinan dilakukan simultan. Dengan adanya kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu, seluruh perizinan dan nonperizinan yang menjadi kewenangan Provinsi dan kabupaten/kota dapat terlayani dalam satu lembaga. Harapan yang ingin dicapai adalah mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi dengan 28

33 memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro, kecil, dan menengah. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas layanan. Oleh karena itu diharapkan terwujud pelayanan perizinan yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti, dan terjangkau, di samping untuk meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan perizinan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembentukan kelembagaan pelayanan terpadu satu pintu di Provinsi Aceh dan Kabuapten/ Kota merupakan kebijakan yang tepat dilakukan dalam rangka merubah mindset negatif masyarakat dan pelaku usaha terhadap pelayanan pemerintah terkait masalah perizinan dan non perizinan yang telah berlaku selama ini, dari hasil monitoring dan wawancara yang dilakukan pada saat kunjungan kepada PTSP ada beberapa permasalahan yang masih jadi kendala dalam rangka pengembangan dan penguatan institusi dan Sumber Daya PTSP, hal yang sangat penting dan berkesinambungan harus terus dilakukan, guna terwujudnya pelayanan prima oleh PTSP, yaitu : 1. Persamaan persepsi tentang penguatan kelembagaan PTSP terkait sarana dan prasarana atau infrastruktur serta sumber daya yang terbatas maupun instrumen hukum yang menjamin adanya kepastian hukum; 2. Komitmen Pimpinan Daerah dan SKPD terkait; 3. Dukungan stakeholder lain seperti DPRA/DPRK, Pelaku Usaha dan masyarakat; 4. Dukungan Anggaran; B. LANGKAH-LANGKAH PEMECAHAN MASALAH Untuk menjaga kualitas pelayanan yang diberikan, agar sesuai dengan harapan masyarakat dan amanah peraturan perundangan-undangan, maka 29

34 setiap tahun PTSP seharusnya melakukan Survey Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang melibatkan masyarakat yang telah menerima manfaat pelayanan, hal ini dilakukan guna mendapatkan informasi yang benar dari pengguna layanan dalam rangka perbaikan dan menjadikan PTSP sebagai Intitusi pelayanan publik unggulan di Kabupaten/Kota maupun Provinsi Aceh. Melalui kegiatan survey tersebut kita harapkan masyarakat dapat terlibat langsung secara maksimal, karena tanpa keterlibatan masyarakat sulit bagi kita untuk dapat mengetahui kelemahan dari layanan yang kita berikan, dengan adanya perbaikan yang kita lakukan sesuai penilaiaan masyarakat, hal ini akan semakin meningkatkan kepedulian dan dukungan masyarakat kepada PTSP. Sejauh ini, kinerja pelayanan umum Pemerintah di mata masyarakat masih dipandang kurang memadai. Padahal di era otonomi daerah sekarang ini, setiap daerah dituntut untuk dapat mandiri, lebih dekat dan memahami kebutuhan masyarakat serta lebih bersifat melayani. Oleh karena itu, diperlukan paradigma baru dan sikap mental yang berorientasi melayani, bukan dilayani. Selain itu, diperlukan pula pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam melaksanakan pelayanan itu sendiri. Perizinan dan nonperizinan yang dikelola oleh PTSP yang pemrosesannya diawali dari permohonan sampai dengan dokumen perizinan dan nonperizinan diterbitkan dilakukan dalam satu pintu, sistem ini memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada masyarakat dan pelaku usaha, harapan pemerintah dengan kemudahan ini akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru ditengah masyarakat yang berdampak pada perbaikan dan peningkatan nilai investasi, peningkatan nilai investasi ini menpunyai pengaruh signifikan pada 30

35 pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya terwujud peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjamin kepastian hukum terhadap pelayanan perizinan dan nonperizinan yang telah menjadi kewenangan masing-masing pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, terutama menyangkut tentang Waktu Proses, Persyaratan dan Biaya/Retribusi dari permohonan izin dan non izin yang disampaikan oleh masyarakat dan pelaku usaha, semua hal tersebut mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP). Dengan adanya instrumen tersebut maka apa yang dikuatirkan oleh masyarakat selama ini bahwa proses pelayanan perizinan berbelit-belit, tidak transparan, butuh waktu lama dan ekonomi biaya tinggi, perlahan lahan dapat dihapuskan. Walaupun demikian apabila komitmen Kepala Daerah dan Dinas atau Badan yang terkait langsung dengan proses perizinan tidak medukung proses perizinan sesuai instrumen hukum yang telah ditetapkan, maka tetap saja pelayanan perizinan yang diberikan kepada masyarakat dan pelaku usaha menjadi terkendala, sehingga perlu adanya persamaan persepsi dari semua pihak agar semua proses pelayanan perizinan dapat berjalan sesuai instrumen hukum yang telah disepakati. Untuk membangun komitmen dan persepsi yang sama, maka PTSP harus melakukan sosialisasi dan koordinasi secara kontinyu kepada Dinas dan Badan, melalui kegiatan koordinasi dan sosialisasi yang intens dilakukan nantinya akan berbuah hasil positif, sehingga terbangun sifat koperatif dari Dinas dan Badan, sehingga apa yang menjadi tujuan agar proses pelayanan perizinan dapat dicapai sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dapat diwujudkan. 31

36 Disamping itu pimpinan institusi PTSP setiap ada kesempatan dengan pimpinan daerah dapat memberikan masukan terhadap mekanisme dan tata cara proses pelayanan perizinan, sehingga pemimpin daerah dapat memahami dan mendukung sepenuhnya proses pelayanan perizinan di PTSP, termasuk juga dengan dukungan anggaran. Keterbatasan anggaran juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyelenggaraan PTSP menjadi tidak maksimal, untuk itu dalam perencanaan anggaran harus detil, termasuk dampak atau manfaat yang dihasilkan terukur dan memberi keuntungan bagi masyarakat dan pemerintah. Disamping itu pendekatan kepada tim anggaran baik eksekutif maupun legislatif harus tetap dilakukan, sehingga pemahaman mereka tentang PTSP menjadi lebih baik, dan akhirnya mendukung sepenuhnya penguatan dan peningkatan kelembagaan PTSP. 32

37 PEMERINTAH ACEH BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU Jln. T. Nyak Arief, No. 219, Banda Aceh (23114)

BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH. Oleh: Kabid Pengembangan Investasi. Sosialisasi RUPM Aceh 29 Agustus 2013

BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH. Oleh: Kabid Pengembangan Investasi. Sosialisasi RUPM Aceh 29 Agustus 2013 BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH Oleh: Kabid Pengembangan Investasi Sosialisasi RUPM Aceh 29 Agustus 2013 OUTLINE I II DASAR HUKUM PELAKSANAAN MAKSUD,TUJUAN DAN SASARAN PENGENDALIANUNGSI & MANFAAT LKPM

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN

BAB II PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN BAB II PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN 2.1. Kondisi Umum SKPD 2.1.1 Dasar Hukum Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik perlu memperhatikan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, dan dalam

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PengertianPelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu 2.1.1 Pengertian Perizinan Menurut Prins (1976) Izin( vegunning) adalah keputusan administrasi Negara berupa peraturan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN DANA BAGI HASIL PAJAK ROKOK KEPADA KABUPATEN/KOTA DALAM WILAYAH ACEH BERDASARKAN REALISASI PENERIMAAN BULAN DESEMBER 2015 DAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN KEKURANGAN DANA BAGI HASIL PAJAK ROKOK KEPADA KABUPATEN/KOTA DALAM WILAYAH ACEH BERDASARKAN REALISASI PENERIMAAN TAHUN 2014 DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PROGRAM DAN KEGIATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK disampaikan oleh : Drs. F. Mewengkang, MM Asisten Deputi

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN. Prinsip prinsip dari visi diatas adalah :

A. PENDAHULUAN. Prinsip prinsip dari visi diatas adalah : Lampiran : Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor : 503/ / KPPTSP / 2016 Tanggal : 20 Juli 2016 A. PENDAHULUAN 1. VISI Visi berkaitan dengan pandangan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012

PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012 PERATURAN MENTERI NOMOR 38 TAHUN 212 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KINERJA UNIT PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan aparatur negara yang

Lebih terperinci

BAB II BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU PROVSU. dengan sebutan Badan atau Kantor dan selanjutnya pada pasal 2 ayat 2

BAB II BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU PROVSU. dengan sebutan Badan atau Kantor dan selanjutnya pada pasal 2 ayat 2 BAB II BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU PROVSU A. Sejarah Singkat. Pada pasal 2 ayat 1 peraturan Menteri Dalam Negeri. Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan

Lebih terperinci

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis Negeri atas tugas pokok dan fungsinya dengan memperhatikan visi, misi, dan arah kebijakan Pemerintah Republik Indonesia untuk lima tahun ke depan, serta kondisi obyektif dan dinamika lingkungan strategis,

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26

Lebih terperinci

PEMERINTAH ACEH RAPAT KONSOLIDASI PERKEMBANGAN REALISASI PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN BALI, 30 Januari-1 Februari 2013

PEMERINTAH ACEH RAPAT KONSOLIDASI PERKEMBANGAN REALISASI PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN BALI, 30 Januari-1 Februari 2013 PEMERINTAH ACEH RAPAT KONSOLIDASI PERKEMBANGAN REALISASI PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2013 OLEH KEPALA BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH Ir. Iskandar, M.Sc BALI, 30 Januari-1 Februari 2013 OUTLINE

Lebih terperinci

(Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) LKIP 2016 BAB I PENDAHULUAN

(Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) LKIP 2016 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Singkat Organisasi Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kabupaten Sumedang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2014 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN

Renstra 2014 H a l a m a n 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dengan pembangunan nasional, yang pelaksanaannya tetap dan senantiasa memperhatikan kondisi, potensi dan sumber daya daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. administrasi pembangunan yang telah ada, sehingga merupakan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. administrasi pembangunan yang telah ada, sehingga merupakan kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada perkembangannya pelayanan publik menjadi bagian dari administrasi pembangunan yang telah ada, sehingga merupakan kebutuhan kepuasan masyarakat dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Terselenggaranya Good Governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita Bangsa Bernegara.

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG PEMBAGIAN DAN PENYALURAN DANA BAGI HASIL PAJAK KENDARAAN BERMOTOR, BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR, PAJAK BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR DAN PAJAK

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 05 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya

BAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei-survei perusahaan (enterprise survey) yang di lakukan Bank Dunia menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia mengidentifikasi dua dari 10 hambatan terbesar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.221, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pelayanan Terpadu. Satu Pintu. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK

PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN PUBLIK KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) SEBAGAI IMPLEMENTASI PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI DI BIDANG PELAYANAN

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL. Hermes Palace Hotel, 11 Maret 2014

PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL. Hermes Palace Hotel, 11 Maret 2014 PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL Hermes Palace Hotel, 11 Maret 2014 OUTLINE I DASAR HUKUM II MAKSUD, TUJUAN DAN SASARAN III ALUR PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL IV RUANG LINGKUP PERIZINAN DAN NON PERIZINAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015

Lex Administratum, Vol. III/No. 8/Okt/2015 SISTEM HUKUM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU TERHADAP KEGIATAN INVESTOR DI DAERAH 1 Oleh : Gloria Ch. Sumajow 2 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sistem pelayanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kediri, Januari Kepala DPM-PTSP Kabupaten Kediri. Drs. INDRA TARUNA. ttd.

KATA PENGANTAR. Kediri, Januari Kepala DPM-PTSP Kabupaten Kediri. Drs. INDRA TARUNA. ttd. KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, Laporan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pemerintah Kabupaten Kediri Tahun

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

1/10 LAYANAN PERIZINAN PAKET GROBOGAN INVESTASI (LARI PAGI) BERSAMADINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN GROBOGAN.

1/10 LAYANAN PERIZINAN PAKET GROBOGAN INVESTASI (LARI PAGI) BERSAMADINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN GROBOGAN. 1/10 LAYANAN PERIZINAN PAKET GROBOGAN INVESTASI (LARI PAGI) BERSAMADINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN GROBOGAN. Nama Diklat : Diklatpim Tingkat III Angkatan XXXII Tahun :

Lebih terperinci

2012, No BAB I PENDAHULUAN

2012, No BAB I PENDAHULUAN 2012, No.750 4 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KINERJA UNIT PELAYANAN PUBLIK BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja adalah dokumen rencana yang memuat program dan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah adalah salah satu bentuk nyata dari praktek demokrasi. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan penyerahan kewenangan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG Juni Tahun Dua Ribu Tujuh, kami yang bertanda tangan di bawah ini : ------------------- --------------------------------------------------------------- ---------------------------- BUPATI KUANTAN SINGINGI

Lebih terperinci

Sosialisasi dan Workshop Pelaksanaan Reformasi Birokrsi Daerah

Sosialisasi dan Workshop Pelaksanaan Reformasi Birokrsi Daerah KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Disampaikan dalam Acara: Sosialisasi dan Workshop Pelaksanaan Reformasi Birokrsi Daerah Pekanbaru, 27 Maret 30 Maret 2012 oleh: Asisten

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BIDANG PENANAMAN MODAL

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BIDANG PENANAMAN MODAL BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana kerja OPD (Renja OPD) adalah dokumen perencanaan OPD untuk periode satu tahun, yang memuat kebijakan, program dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA

PEMERINTAH KOTA SAMARINDA PEMERINTAH KOTA SAMARINDA Jalan Basuki Rahmat No.78, Gedung Graha Tepian Samarinda 7512 Telp. (0541)739614, Fax. (0541)741286 SMS Center/SMS Pengaduan : 08115843555 Web:www.bpptsp.samarindakota.go.id PENDAHULUAN

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tuntutan pelayanan, baik kuantitas, kualitas maupun kecepatan pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa publik akan

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2014\PER.GUB.

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2014\PER.GUB. GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PAGU DEFINITIF TAMBAHAN DANA BAGI HASIL MINYAK DAN GAS BUMI DAN DANA OTONOMI KHUSUS TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG

-1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG -1- GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR NOMOR 121 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN SURVEY KEPUASAN MASYARAKAT TAHUN 2016 A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LAPORAN SURVEY KEPUASAN MASYARAKAT TAHUN 2016 A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Dasar 95 telah mengamanatkan, bahwa Negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan umum

Lebih terperinci

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan tanggapan dan respon secara aktif terhadap kebutuhan,

BAB I PENDAHULUAN. memberikan tanggapan dan respon secara aktif terhadap kebutuhan, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan kemajuan otonomi daerah akan terus digalakkan hingga terwujudnya otonomi daerah yang diharapkan yakni otonomi daerah yang mandiri, sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengamanatkan Pemerintah Daerah sebagai pelayan masyarakat untuk

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengamanatkan Pemerintah Daerah sebagai pelayan masyarakat untuk i BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KP2T) dapat dilihat sebagai upaya pemerintah untuk lebih mengoptimalkan penyelenggaraan pelayanan bagi masyarakat. Undang-undang

Lebih terperinci

PADA KECAMATAN : TEGALDLIMO KABUPATEN BANYUWANGI

PADA KECAMATAN : TEGALDLIMO KABUPATEN BANYUWANGI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( S O P ) TANDA DAFTAR PERUSAHAAN (TDP) PADA KECAMATAN : TEGALDLIMO KABUPATEN BANYUWANGI PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI KECAMATAN TEGALDLIMO Jalan Koptu Ruswadi No. 12 Tegaldlimo

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN. 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov. NTT a. Visi Visi merupakan cara pandang jauh kedepan, gambaran yang menantang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya berbagai krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, DAN KEBIJAKAN Visi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, DAN KEBIJAKAN Visi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Misi BPPTPM 4.1.1. Visi Ba Pelayanan Perizinan Terpadu Dan Penanaman Modal Dalam upaya mendukung perwuju Visi Misi Pemerintah Kabupaten Lamandau,

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar)

Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar) Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut (hektar) Dicetak Tanggal : Penggunaan Lahan Total Pertanian Bukan Luas Lahan Sawah Bukan Sawah Pertanian (1) (2) (3) (4) (5) 01 Simeulue 10.927 74.508

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, 2013 KEPALA BPPT KOTABANDUNG. Drs. H. DANDAN RIZA WARDANA, M.Si PEMBINA TK. I NIP

KATA PENGANTAR. Bandung, 2013 KEPALA BPPT KOTABANDUNG. Drs. H. DANDAN RIZA WARDANA, M.Si PEMBINA TK. I NIP KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-nya, kami dapat menyelesaikan Rencana Kerja (RENJA) Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Bandung Tahun

Lebih terperinci

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN

QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN QANUN ACEH NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG ACEH TAHUN 2012-2032 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH

BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH Sejak UU Otonomi Daerah diberlakukan tahun 1999, pemerintah daerah

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH SINGKIL NOMOR 3 TAHUN 2012

QANUN KABUPATEN ACEH SINGKIL NOMOR 3 TAHUN 2012 QANUN KABUPATEN ACEH SINGKIL NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN ACEH SINGKIL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH Tri Prastiwi 1 Muhammad Arfan 2 Darwanis 3 Abstract: Analysis of the performance of

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN ACEH TIMUR DENGAN RAHMAT ALLAH YANG

Lebih terperinci

KINERJA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI KABUPATEN MERAUKE

KINERJA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI KABUPATEN MERAUKE KINERJA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI KABUPATEN MERAUKE Oleh : Rino Bahari Adi Pradana, Email: rinobahari.adi@gmail.com Ilmu Administrasi Negara,

Lebih terperinci

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016

KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 KOTA BANDUNG DOKUMEN RENCANA KINERJA TAHUNAN BAPPEDA KOTA BANDUNG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PEMERINTAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

- 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH - 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. umum.amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar

PENDAHULUAN. umum.amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembentukan pemerintahan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum.amanat tersebut, antara lain, telah dijabarkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. 127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Berdasarkan analisis dan hasil pembahasan, dapat diambil kesimpulan umum yaitu secara garis besar, Badan Penanaman Modal dan Perizinan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan, yang mencerminkan harapan yang ingin dicapai dilandasi

Lebih terperinci

Oleh : ABDUL QUDUS, SH Kepala Dinas Penanaman Modal & PTSP Kabupaten Jombang

Oleh : ABDUL QUDUS, SH Kepala Dinas Penanaman Modal & PTSP Kabupaten Jombang Oleh : ABDUL QUDUS, SH Kepala Dinas Penanaman Modal & PTSP Kabupaten Jombang Jombang, Agustus 2017 RPJMD 2014-2018 5 MISI 1. Meningkatkan Kualitas Hidup Sosial dan Beragama 2. Mewujudkan Layanan Dasar

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci